TFCA Kalimantan
Sintesis Pengaman Sosial dan Lingkungan (SES) TFCA Kalimantan FCA 5.2.12: “Setiap penerima hibah harus memiliki praktik terbaik, standar, dan kebijakan pengaman sosial dan lingkungan. Praktik terbaik, standar, dan kebijakan pengaman itu harus dimuat di dalam Perjanjian Penerimaan Hibah (Grant Recipient Agreement).
1
Pendahuluan
TFCA KALIMANTAN adalah program yang mendukung pembangunan berkelanjutan, kebutuhan untuk mempromosikan konservasi, dan penggunaan yang tepat atas sumber daya alam, untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang yang pada akhirnya memberikan manfaat untuk semua pihak, khususnya masyarakat lokal dan mata pencaharian mereka. Dana hibah akan ditujukan pada kelompok swadaya masyarakat (KSM), lembaga , dan kelompok-kelompok tertentu untuk mendukung beragam aktivitas, dengan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan yang lain) yang membantu melestarikan, menjaga, dan memperbaiki hutan tropis dan ekosistemnya di tiga kabupaten di Kalimantan : Berau, Kutai Barat (Kalimantan Timur), dan Kapuas Hulu (Kalimantan Barat). Program TFCA KALIMANTAN mengakui dan memegang teguh beberapa prinsip dasar untuk melestarikan keragaman hayati, mendorong pembangunan rendah karbon, dan mendukung kelestarian lingkungan hidup, dengan memperhatikan hak asasi manusia, persamaan gender dan status sosial, serta pemerintahan yang baik. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, program TFCA KALIMANTAN telah secara spesifik mengembangkan dan mengadopsi kebijakan pengaman sosial dan lingkungan dalam pelaksanaan programnya. Kebijakan pengaman sosial dan lingkungan itu ditujukan untuk menghindari resiko sosial dan lingkungan pada saat pelaksanaan kegiatan program dan untuk mengurangi dampak negatif dari penyelenggaraan program TFCA KALIMANTAN. Kebijakan pengamanan itu juga sangat penting untuk meningkatkan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan serta keberlanjutannya. Prinsip-prinsip ini dan kebijakan pengaman, menangani isu-isu penting pada proyek REDD+, dan sejalan dengan kebijakan pengaman pada UN-REDD, REDD+ SES, WB SESA, Cancun UNFCCC, dan PRISAI. Prinsip dan kebijakan pengaman TFCA Kalimantan juga mempertimbangkan perhatian dasar dari KSM untuk keefektifan bantuan pembangunan. Penerima hibah TFCA KALIMANTAN harus dapat mematuhi prinsip tersebut, mengadopsi dan mengaplikasikan kebijakan pengamanan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan proyek yang mereka ajukan untuk bisa didanai melalui program ini. Daftar kebijakan pengamanan dapat dilihat pada tabel 2. kebijakan pengamanan didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1. Memahami dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan penduduk lokal terhadap akses, penggunaan, dan pengelolaan lahan hukum adat atau sumber daya mereka yang menjadi tumpuan hidupnya. 2. Melindungi dan memberdayakan kelompok-kelompok yang rentan, meningkatkan daya tahan masyarakat miskin, dan menjamin kesetaraan gender. 3. Menghormati dan menjaga pengetahuan dan praktek-praktek tradisional, dan nilai-nilai budaya dari masyarakat hukum adat dan penduduk lokal yang berkaitan dengan konservasi dan kelestarian dari penggunaan sumber daya alam. 4. Memastikan kelestarian dari jasa lingkungan dan ekosistem, menghindari rusaknya keanekaragaman hayati, dan mendukung pembangunan rendah karbon.
1
5. Memastikan partisipasi penuh dan aktif dari pemangku kepentingan dan pemangku hak, termasuk didalamnya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan menguatkan kapasitas mereka. 6. Mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip ‘good governance’ atau tata kelola yang baik dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan termasuk, akuntabilitas, keterwakilan, keterbukaan informasi, prosedur dan mekanisme yang transparan. Tujuan Utama Pengaman Sosial dan Lingkungan
2
Mendukung integrasi aspek lingkungan dan sosial dari proyek ke dalam tujuan TFCA Kalimantan Menyediakan mekanisme untuk menangani isu sosial dan lingkungan dalam program dan rancangan proyek, termasuk pada tahap pelaksanaan. Mengidentifikasi dan mengelola dampak dan resiko selama pelaksanaan proyek dan setelah proyek dilaksanakan. Menyediakan kerangka kerja untuk konsultasi dan keterbukaan. Mendukung efektifitas pembangunan – meningkatkan hasil di lapangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Proses dan Tanggung Jawab Kebijakan Pengaman Sosial dan Lingkungan
Administrator akan memantau kinerja penerima hibah terkait dengan pengaman sosial dan lingkungan. Dan dewan pengawas akan mereview kemungkinan pelaksanaannya dan kesesuaian pengaman tersebut. Pengaman Sosial dan Lingkungan tersebut, akan dimasukan ke dalam Perjanjian Penerimaan Hibah. Pengusul/penerima hibah bertanggung jawab atas persiapan dan pelaksanaan prosedur dan pengukuran pengaman. Sebelum penyusunan proposal, Administrator akan memfasilitasi pelatihan mengenai pengembangan proposal yang termasuk kebijakan pengaman, bagi calon penerima hibah yang konsep proyeknya terpilih. Melalui proses peninjauan proposal, Administrator akan selalu menjalin kontak dengan pengusul untuk mendapatkan klarifikasi tentang informasi yang dicantumkan dalam proposal itu dan juga tentang proses persiapan secara umum. Ada kemungkinan pada proses komunikasi itu, akan dibutuhkan langkah-langkah lanjutan, informasi dan dokumen tambahan, agar proposal yang diajukan sesuai dengan sasaran dari SES. Ada dua poin penilaian penting dari proses persiapan proyek yang diajukan. Screening pada konsep proyek akan mampu mengindentifikasi isu-isu potensial terkait kebijakan pengaman dan mengarahkan prosedur persiapan untuk melakukan penelaahan lebih lanjut terkait dampak yang potensial terjadi dan langkah-langkah rancangan mitigasi, sesuai dengan yang dibutuhkan (sesuai dengan permintaan pada Formulir Aplikasi Konsep Proyek poin 20). Peninjauan proposal (di samping meninjau juga proposal secara umum terhadap sasaran program TCFA) akan menunjukkan kelayakan dari proses persiapan proyek dan juga menunjukkan kesesuaian implementasi proyek terhadap isu-isu terkait kebijakan pengaman, termasuk di dalamnya: • •
Kesesuaian dengan tujuan progam TFCA, Kesepakatan Konservasi Hutan, dan Kebijakan Pengaman Sosial dan Lingkungan TFCA Kalimantan. Kemungkinan proyek menjadi penyebab dampak yang merugikan lingkungan. 2
• •
•
Kemungkinan proyek menjadi penyebab dampak yang merugikan sosial. Kelayakan dan peluang pelaksanaan langkah-langkah mitigasi kebijakan pengaman dan rencana pemantuan yang diajukan, termasuk rencana atau strategi masyarakat hukum adat atau proses kerangka kerja untuk membatasi akses terhadap sumber daya. Kapasitas dari pemohon untuk mengimplementasikan langkah-langkah kebijakan pengaman yang disyaratkan selama proses persiapan dan implementasi proyek.
Peninjauan tersebut akan memberikan gambaran apakah proses dan langkah-langkah kebijakan pengaman yang dibuat sudah sesuai, atau justru memerlukan diskusi atau langkah lebih lanjut dari pengusul untuk bisa mencapai sasaran dari SES, termasuk melakukan revisi terhadap langkah-langkah kebijakan pengaman dan dokumen-dokumen yang sesuai. Jika resiko atau kompleksitas pada isu-isu tertentu terkait kebijakan pengaman yang diajukan justru lebih tinggi dari manfaat yang didapatkan, maka proyek dapat ditolak. Untuk proyek yang mempengaruhi masyarakat lokal dan tradisional dalam hal membatasi akses mereka terhadap sumber daya alam yang sudah mereka pergunakan secara turun temurun, maka sebelum melakukan proyek diperlukan Persetujuan Atas dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) terhadap mereka (silahkan melihat tabel 2 untuk lebih detailnya). Peninjauan akan dilakukan oleh Administrator dan OCTM. Tim ini akan berkonsultasi atau menyertakan ahli kebijakan pengaman sosial dan lingkungan yang sesuai. Pada saat pelaksanaan proyek, hal-hal terkait dengan kebijakan pengaman akan teridentifikasi dari pelaksanaan atau pencapaian sasaran proyek. Pada setiap tahapan pelaporan pelaksanaan, penerima hibah akan melihat kembali kebijakan pengamannya untuk bisa menakar status mereka terkait implementasi kebijakan tersebut dan juga untuk mengetahui hal-hal yang mungkin muncul. Dalam hal penerima hibah menerapkan instrumen kebijakan pengaman atau langkah-langkah mitigasi lainnya, maka hal tersebut harus dilaporkan sesuai dengan proses pelaporan seperti elemen-elemen proyek yang lain. Tujuan dari proses ini dilakukan adalah untuk memastikan kebijakan pengaman sosial dan lingkungan itu terus menerus diterapkan dan terpantau sepanjang pelaksanaan proyek. Administrator akan mengawasi pelaksanaan kebijakan pengaman selama pelaksanaan proyek. OCTM, dan jika diperlukan dengan bantuan teknis dari konsultan, akan meninjau proposal proyek, pemantauan perkembangan proyek selama implementasi proyek, dan setiap penyesuaian atas proyek yang sedang berlangsung dengan tujuan untuk langkah-langkah kebijakan pengaman, yang selanjutnya akan diproses oleh Administrator untuk persetujuan OC. Tanggung jawab utama dari Administrator dan OCTM, dan juga pengusul/penerima hibah adalah sesuai dengan yang dijabarkan pada tabel dibawah ini. Prosedur yang tepat disesuaikan dengan kegiatan spesifik dari proyek yang dilakukan dan juga konteks lokal .
3
Tabel 1: Tanggung jawab utama aplikasi SES Melalui berbagai kegiatan berikut, Administrator dan OCTM akan menyediakan rekomendasi untuk proses persetujuan kebijakan pengaman, peninjauan, dan penyesuaian jika diperlukan. Tahapan Proyek Screening
Administrator/OCTM and OC
Administrator memberitahu dan menganjurkan pemohon atau pemangku kepentingan yang lain terkait dengan prosedur SES OCTM meninjau konsep dan menyaring isu potensial terkait kebijakan pengaman, dan memberitahu pengusul tentang sifat dan isi dari dokumen dan langkah-langkah kebijakan pengaman yang harus disiapkan
Persiapan
Administrator menyarankan pengusul terkait kebijakan pengaman yang diperlukan
Pemohon/Penerima Hibah
Sedini mungkin menakar isu-isu potensial dari kebijakan pengaman pada proses persiapan, termasuk melakukan screening terhadap keberadaan/keterlibatan masyarakat tradisional; Menjelaskan hal-hal penting terkait kebijakan pengaman pada konsep proyek.
Mengikuti proses yang diperlukan untuk kebijakan pengaman, seperti konsultasi dengan masyarakat lokal/tradisional, peninjauan lingkungan, dan peninjauan faktor sosial; Jika diperlukan, merancang langkah-langkah kebijakan pengaman dan menyiapkan dokumen kebijakan pengaman, seperti Traditional Community Plan (TCP) atau Rencana untuk Masyarakat Tradisional dan Safeguard Process Framework (SPF) atau Kerangka Kerja Kebijakan Pengaman dengan partisipasi masyarakat lokal/tradisional; Jika dimungkinkan, ungkapkan dokumen draft kebijakan perlindungan bersama dengan proposal proyek kepada masyarakat yang mungkin terkena dampak sebelum dilakukan peninjauan final proposal oleh Administrator dan OCTM
4
Peninjauan dan Persetujuan
OCTM meninjau proposal terkait dampak kebijakan pengaman dan resiko sosial; OCTM menakar kelayakan dan peluang pelaksanaan dari penilaian kebijakan pengaman dan proses konsultasi. Jika dibutuhkan, akan meminta langkah yang lebih lanjut; OCTM menakar kelayakan dan peluang pelaksanaan dari langkah-langkah kebijakan pengaman dan dokumendokumen terkait. Jika dibutuhkan, akan meminta perubahan yang sesuai dan melakukan penakaran kembali sebelum persetujuan akhir oleh OC;
Mengajukan proposal proyek dengan mencantumkan langkahlangkah kebijakan pengaman dan dokumen terkait (seperti, peninjauan kondisi sosial dan lingkungan, TCP, SPF), jika diminta; Jika diminta oleh Administrator dan OCTM, mengambil tahapan atau langkah tambahan agar bisa sesuai dengan ketentuan SES. Mengajukan kembali proposal yang tercantum didalamnya langkah-langkah kebijakan pengaman dan dokumen-dokumen yang sudah direvisi, sesuai dengan yang dibutuhkan.
Jika penduduk lokal/setempat terpengaruh oleh kegiatan proyek maka diperlukan PADIATAPA atas proyek yang merdampak kepada mereka1; OCTM Menakar kapasitas pengusul untuk mengimplementasikan langkah-langkah kebijakan pengaman; Jika dimungkinkan, mengungkap kepada publik informasi terkait kebijakan pengaman ke website setelah proyek disetujui oleh OC. OCTM menyediakan rekomendasi untuk persetujuan oleh OC OC menyetujui atau tidak menyetujui Pelaksanaan
Administrator memantau dan meninjau dokumen kebijakan pengaman sosial dan lingkungan (TCP, SPF) dan hal-hal terkait selama pelaksanaan proyek. Jika diperlukan, akan meminta penggantian pada langkah-langkah kebijakan pengaman dan atau terkait implementasinya;
Mengungkapkan dokumen akhir kebijakan pengaman (seperti TCP, SPF), jika ada, kepada masyarakat yang akan terkena dampaknya; Memantau dan mendokumentasikan implementasi dari langkah-langkah kebijakan pengaman. Jika masyarakat hukum
1
Proyek yang memberikan dampak pada masyarakat hukum adat tidak dapat disetujui jika tidak tanpa persetujan mereka.
5
OCTM meninjau dan menyetujui Proyek/Grant Implementation Action Plan (Rencana Kegiatan Implementasi Dana Hibah) yang harus disiapkan pada pelaksanaan proyek yang membatasi akses terhadap sumber daya alam2. OCTM meninjau dan menyetujui pemantauan perkembangan proyek selama proses pelaksanaan proyek, dan melakukan penyesuaian terhadap proyek yang berjalan agar selalui sesuai dengan tujuan dari langkahlangkah SES. Evaluasi
OCTM memastikan penyertaan dan pemantauan dari halhal terkait kebijakan pengaman sosial dan lingkungan dan hasilnya dalam pelaporan tengah tahun dan evaluasi akhir proyek, termasuk mengenai apa saja pelajaran yang dapat diambil.
adat terkena dampaknya, maka libatkan mereka pada proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan; Menyiapkan rencana aksi untuk proyek yang membatasi akses terhadap sumber daya alam (seusai dengan SPF yang disiapkan). Memantau dan mendokumentasikan implementasi dari rencana itu.
Mengevaluasi implementasi dan hasil dari langkah-langkah kebijakan pengaman. Jika masyarakat hukum adat terkena dampak, maka libatkan mereka pada proses evaluasi pelaksanaan.
2
Seperti yang akan dijelaskan di SPF untuk proyek yang memiliki dampak potensial dari pembatasan itu.
6
3
Persiapan Kerangka Kerja Proses Kebijakan Pengaman
Apakah Kerangka Kerja Proses Pengaman dan Kapan Hal itu Diperlukan Lembaga pengusul proyek yang mengajukan permohonan pendanaan TFCA Kalimantan harus mengindentifikasi potensi resiko yang disebabkan oleh pelaksanaan proyek, dan menjelaskan upaya untuk menghindari atau mengurangi resiko tersebut (sebagaimana diminta dalam Formulir Aplikasi Konsep Proyek nomer 19). Jika selama persiapan proyek OC menemukan bahwa proposal proyek tersebut memiliki potensi yang serius dalam mempengaruhi mata pencaharian dan sumberdaya alam dasar masyarakat di dalam wilayah proyek, atau mempengaruhi atau memasuki kawasan lindung, OC/Administrator mungkin memutuskan untuk meminta calon penerima hibah untuk mempersiapkan Rencana Kerangka Kerja Proses Pengaman (SPF) sebagai bagian dari proposal. Rencana SPF harus dipersiapkan dengan partisipasi dari masyarakat yang terkena dampak proyek, otoritas kawasan lindung yang relevan dan perwakilan pemerintah lokal yang relevan. Sebagai masukan informasi atas pengembangan rencana SPF, analisa sosial dan survey lingkungan dapat dilakukan untuk menilai dengan lebih baik konteks lokal, sumberdaya alam, dan kondisi serta cara bagaimana masyarakat lokal akan terkena dampak dari proyek. Sebagaimana kesesuaian atau sebagaimana diminta oleh Administrator, penerima hibah akan mempertimbangkan keadaan sosial, sumberdaya alam, hukum dan keahlian teknis lainnya ketika mempersiapkan SPF. Tergantung kepada sekala dan cakupan atas dampak dari proyek yang diusulkan, contoh sesuai dari masyarakat yang berpotensi untuk terkena dampak perlu untuk dokonsultasikan selama persiapan proyek, dan draft dari rencana SPF harus diberikan kepada semua masyarakat yang berpotensi untuk terkena dampak proyek dan pemangku kepentingan lainnya yang relevan, sebelum mengirimkan proposal lengkap untuk persetujuan akhir oleh OC. OC dapat menyediakan panduan dalam pengembangan SPF dan akan meninjau dan menyetujui SPF akhir bersama dengan proposal proyek lengkap. Isi Kerangka Kerja Proses SPF Tingkatan rincian dari SPF sangat bervariasi tergantung dari kegiatan proyek, dan jumlah manusia yang terkena dampak proyek. SPF akan menggambarkan bagaimana proyek akan mempengaruhi masyarakat dan mata pencaharian mereka, dan menentukan dengan partisipasi dari masyarakat langkah-langkah untuk membantu atau mendukung masyarakat yang terkena dampak proyek. SPF harus memuat elemen-elemen: berikut ini: a) Latar Belakang Proyek. SPF akan secara singkat menjelaskan proyek, konteks sosio-ekonomi dan lingkungan dari proyek, menjelaskan konsultasi dengan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya, dan potensi dampak dari proyeknya. 7
b) Implementasi Partisipasi dari langkah-langkah untuk masyarakat yang terkena dampak Bagian in akan menjelaskan secara detail proses partisipasi yang dilakukan untuk mengembangkan dan menyetujui langkah-langkah untuk menangani dampak dari proyek, sebagai contoh, pembatasan dan/atau kehilangan dari masyarakat lokal yang disebabkan oleh implementasi proyek. Dalam hal ini, adalah penting untuk memberikan perhatian khusus kepada isu kepemilikan lahan, termasuk hak masyarakat tradisional dan masyarakat hukum adat, dan akses serta penggunaan sumberdaya alam oleh masyarakat lokal, termasuk pengumpulan prduk hutan bukan kayu, lahan siklus perladangan berpindah dan sistem pertanian tradisional. c) Masyarakat yang Terkena Dampak Proyek. SPF menggambarkan bagaimana masyarakat lokal akan berpartisipasi selama pengembangan SPF dan pelaksanaan proyek serta berperan dalam membuat kriteria kelayakan untuk bantuan/kompensasi untuk mencegah dampak yang merugikan serta memperbaiki mata pencaharian. Pada kasus-kasus dengan resiko tinggi dan jumlah manusia yang berpotensi terkena dampak proyek, kriteria ini perlu juga dimasukan ke dalam SPF, dan diperbaiki, selama implementasi. SPF harus mengidentifikasi kelompok rentan dan secara jelas memaparkan prosedur khusus serta langkah-langkah yang akan diambil untuk menjamin bahwa kempok-kelompok ini dapat berpartisipasi dalam, dan mendapat manfaat dari kegiatan proyek. Kelompok-kelompok rentan merupakan kelompok yang mungkin memiliki resiko termarjinalkan dari kegiatan proyek yang relevan dan proses pengambilan keputusan, seperti kelompok-kelompok yang sangat tergantung terhadap sumberdaya alam, pengguna hutan, masyarakat hukum adat, kelompok-kelompok atau rumah tangga tanpa kepastian lahan. d) Langkah-langkah untuk membantu orang-orang yang terkena dampak proyek SPF akan menjelaskan langkah-langkah untuk membantu/memberikan kompensasi kepada orangorang yang terkena dampak proyek dalam mengelola dan mengatasi dampak dari pembatasan terhadap sumberdaya alam yang telah disetujui. Tujuan umumnya adalah untuk memperbaiki atau memperbarui, dalam istilah sebenarnya, mata pencaharian mereka sementara mempertahankan kelestarian tujuan sub-proyek untuk konservasi dan perlindungan spesies terancam. Langkahlangkah yang memungkinkan untuk mengimbangi kerugian meliputi:
Langkah-langkah khusus untuk pengakuan dan dukungan terhadap hak adat terkait tanah dan sumber daya alam; Transparan, bijaksana, dan adil dalam pembagian sumber daya yang berkelanjutan; Akses terhadap sumber daya alternatif atau pengganti yang memiliki kesamaan fungsi; Matapencaharian alternatif dan kegiatan-kegiatan alternatif yang bisa menghasilkan pemasukan; Manfaat kesehatan dan pendidikan; Membuka lapangan kerja, seperti misalnya sebagai penjaga hutan atau pemandu eco-tourist; dan Bantuan teknis untuk meningkatkan penggunaan lahan dan sumber daya alam, dan pemasaran produk berkelanjutan dan komoditas.
8
e) Resolusi konflik dan mekanisme keluhan. SPF akan menjelaskan bagaimana konflik yang melibatkan orang atau masyarakat yang terkena dampak proyek bisa diselesaikan, dan menjelaskan tentang proses untuk mengakomodasi keluhan yang muncul dari masyarakat yang terkena dampak, rumah tangga atau individu terkait dengan pembatasan yang telah disetujui, kriteria kelayakan, langkah-langkah mitigasi dan implementasi dari elemen-elemen SPF. f)
Pengaturan Implementasi. SPF akan menggambarkan pengaturan implementasi, termasuk peran dan tanggung jawab mengenai implementasi proyek dari berbagai pemangku kepentingan, seperti penerima hibah, masyarakat yang terkena dampak, dan dinas pemerintah yang terkait. Ini termasuk dinas-dinas yang terilbat dalam implementasi lengkah-langkah mitigasi , pemberian pelayanan, dan kepemilikan lahan, sebagaimana sesuai dengan yang sudah dinyatakan pada tahapan persiapan proyek. Hal ini akan lebih terperinci dalam proposal. Pengaturan pemantauan dan evaluasi juga akan dijelaskan dalam SPF, dengan tambahan detail untuk proposal proyek.
9
Tabel 2: Isu-isu Potensial Terkait Kebijakan Pengaman pada Komponen Proyek TFCA Kalimantan
I
Memahami dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan penduduk lokal terhadap akses, penggunaan, dan pengelolaan lahan hukum adat atau sumber daya mereka dimana menjadi tumpuan hidupnya.
I
Strategi PROGRAM 1. Mendukung penguatan perencanaan tingkat Kabupaten
2. Mendukung pengembangan kebijakan dan kelembagaan
3. Meningkatkan peran serta pemangku kepentingan
4. Mendukung pengukuran dampak dan pembelajaran
komponen PROYEK 1.1. Perencanaan tata ruang Kabupaten yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan 1.2. Penyediaan informasi untuk pengambil keputusan ditingkat kabupaten
2.1. Kapasitas institusi pemerintahan daerah/kabupaten dan unit pelaksananya 2.2. Kapasitas dari pengelolaan sumber daya alam ditingkat desa 2.3. Memberlakukan kebijakan dan pengaturan kelembagaan untuk konservasi yang efektif 3.1. Program peningkatan kesadaran terhadap keanekaragaman hayati dan ekonomi hijau 3.2. Transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam 3.3. Penggunaan sumber daya hutan yang lestari 4.1. Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) karbon tingkat Kabupaten 4.2. Memantau keanekaragaman hayati hutan dan dampak program terhadap masyarakat lokal 4.3. Pendokumentasian dan berbagi tentang pelajaran
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
INDIKATOR UTAMA
Menghasilkan kesepakatan dengan masyarakat setempat dan stakeholder lokal di area proyek (1,2,3,4) Memastikan bahwa aspirasi dari masyarakat hukum adat dan penduduk lokal bisa diakomodasi di rencana tata ruang (1) Mengembangkan mekanisme ‘shared governance (pemerintahan bersama)’ dan mendorong upaya memberikan hak pengelolaan terhadap masyarakat hukum adat terhadap tanah adatnya (2)
MoU/kesepakatan
Memastikan kordinasi dan konsultasi dengan semua stakeholders dan pemangku hak dalam perencanaan konservasi dan pengelolaan di tingkat lanskap (1,2,3)
Informasi dibagi dan kolaborasi multistakeholder dibentuk
Memastikan akses dan penggunaan lahan hutan dan wilayah adat bagi masyarakat (1,2,3) Mengembangkan dan membangun sistem pemantauan dan evaluasi yang partisipatif (1,2,3,4)
Mekanismenya sudah sudah dan pengakuan formal sudah disetujui
Mekanisme dan kesepakatan sudah ada
Masyarakat menikmati akses terhadap lahan dan sumber daya alamnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sudah ada sistem Pemantauan Partner lokal dilibatkan dalam pendokumentasian (sebagai co-writers) dan evaluasi program.
10
yang bisa diambil dari program I
Strategi BERBASIS LOKASI 5. Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan produksi
9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
komponen PROJECT 5.1. Pengelolaan taman, Kawasan Lindung dan cagar alam 5.2. Jaringan kawasan lindung 6.1. Perencanaan Konservasi diluar kawasan lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar kawasan lindung 7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat 8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area produksi 9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS) Dokumen hak kepemilikan tanah dari sisi hukum dan adat, dan juga hak terhadap sumber daya alam (5,6,7,8.9) Draft MoUs/kesepakatan dengan masyarakat dan stakeholder lokal di wilayah proyek (5,6,7,8,9)
Mengembangkan mekanisme ‘shared governance’ dan mendorong upaya pemberian hak pengelolaan terhadap masyarakat penduduk asli terhadap tanah adatnya (5,6,7,8,9) Memastikan akses dan penggunaan lahan hutan dan kawasan adat oleh masyarakat (5,6,7,8) Mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif (5,6,7,8,9)
INDIKATOR UTAMA Pendokumentasian, peta penggunaan tanah dan sumber daya alam yang dibuat oleh masyarakat sudah tersedia MoU/kesepakatan
Mekanisme dan kesepakatan sudah ada
Masyarakat menikmati akses terhadap lahan dan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka Sistem pemantauan sudah ada
11
II
Melindungi dan memberdayakan kelompok-kelompok yang rentan, meningkatkan daya tahan masyarakat miskin, dan menjamin kesetaraan gender. Strategi PROGRAM 2. Mendukung pengembangan kebijakan dan kelembagaan
3. Meningkatkan peran serta pemangku kepentingan
Strategi BERBASIS LOKASI 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan produksi 9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan
2.1. Kapasitas institusi pemerintahan daerah/kabupaten dan unit pelaksananya 2.2. Kapasitas dari pengelolaan sumber daya alam ditingkat desa 2.3. Memberlakukan kebijakan dan pengaturan kelembagaan untuk konservasi yang efektif 3.1. Program peningkatan kesadaran terhadap keanekaragaman hayati dan ekonomi hijau 3.2. Transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam 3.3. Penggunaan sumber daya hutan yang lestari
6.1. Perencanaan Konservasi diluar kawasan yang lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar kawasan lindung 7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat 8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
INDIKATOR UTAMA
Mengembangkan dan memastikan program pembangunan kapasitas untuk kelompok-kelompok rentan (1,2)
Peningkatan peran dan tanggung jawab oleh kelompokkelompok rentan
Memastikan kesetaraan gender dan anti-diskriminasi yang diadaptasi dan diimplementasikan oleh organisasi/institusi penerima hibah (1,2)
Kolaborasi atau kemitraan dengan organisasi sosial dan pengembangan yang lain untuk pemberdayaan perempuan dan kelompok-kelompok rentan Jumlah perempuan dan kelompokkelompok rentan yang memegang kendali kegiatan/proyek
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
INDIKATOR UTAMA
Memastikan pertimbangan yang adil terhadap aspirasi dan kebutuhan perempuan, masyarakat hukum adat, dan kelompok marjinal dalam pengimplementasian program dan kegiatan (6,7,8,9)
Jumlah program dan aktifitas yang merespon aspirasi/kebutuhan
Memastikan pembagian keuntungan yang adil bagi, masyarakat hukum adat, kelompok miskin, perempuan, dan kelompok marginal yang lain (6,7,8)
Kolaborasi antara majelis adat dan ogranisasi lain untuk pemberdayaan perempuan dan kelompok-kelompok yang rentan/marjinal. Peningkatan pengetahuan, akses, dan pendapatan atau alternatif sumber ekonomi lain, dan keuntungan.
12
dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
III
9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi(HCV)
Menghormati dan menjaga pengetahuan dan praktek-praktek tradisional, dan nilai-nilai budaya dari masyarakat hukum adat dan penduduk lokal yang berkaitan dengan konservasi dan kelestarian dari penggunaan sumber daya alam. Strategi BERBASIS LOKASI 5. Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan produksi 9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
IV
produksi
5.1. Pengelolaan taman nasional, Kawasan Lindung dan cagar alam 5.2. Jaringan kawasan lindung 6.1. Perencanaan Konservasi diluar kawasan lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar kawasan lindung 7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat 8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area produksi 9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi (HCV)
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
INDIKATOR UTAMA
Dokumen pengetahuan dan praktek-praktek tradisional terkait pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan (5,6,7,8,9)
Pendokumentasian preaktek-praktek dari masyarakat dan keanekaragaman hayati
Memastikan pemegang hak dari masyarakat hukum adat dan penduduk lokal yang memiliki pengetahuan tradisional dilibatkan sebagai pemegang saham dalam skema pembagian keuntungan yang terkait dengan sumber daya genetis, karbon, dll. (6,7,8,9)
Hak cipta (IPR) terkait dengan pengetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati sudah terdaftar
Memastikan penelitian dan kegiatan survey di lahan adat dan kawasan masyarakat yang lain selalu melibatkan stakeholder lokal (5,6,7,8,9)
Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal penelitian dan kegiatan pendokumentasian
Kesepakatan (tertulis) dan mekanisme sudah ada
Memastikan kelestarian dari jasa lingkungan dan ekosistem, menghindari rusaknya keanekaragaman hayati, dan mendukung pembangunan rendah karbon. Strategi PROGRAM 1. Mendukung penguatan perencanaan tingkat Kabupaten
1.3. Perencanaan tata ruang Kabupaten melibatkan berbagai pemangku kepentingan
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
INDIKATOR UTAMA
Sasaran program sejalan dengan program pembangunan rendah karbon nasional (1)
Sistem pemantauan yang dikembangkan dengan metode inklusif dan
13
1.4. Penyediaan informasi untuk pengambil keputusan ditingkat kabupaten 2. Mendukung pengembangan kebijakan dan kelembagaan
2.1. Kapasitas institusi pemerintahan daerah/kabupaten dan unit pelaksananya 2.2. Kapasitas dari pengelolaan sumber daya alam ditingkat desa 2.3. Memberlakukan kebijakan dan pengaturan kelembagaan untuk konservasi yang efektif
Mempertimbangkan keutuhan ekosistem multifungsi dalam mengkompilasi data baseline, studi, analisa, dan proses pengambilan keputusan (1,2) Mengembangkan dan membangun sistem pemantauan untuk hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi manfaat ekosistem (1,2) Menyusun data yang cukup dan lengkap tentang produksi hutan dan lahan pertanian yang berpotensi meningkatkan cadangan karbon, termasuk lahan yang mempunyai status kepemilikan. (1,2)
partisipatoris, dan juga terdapat pelaporan masyarakat. Panduan dan langkah-langkah dijelaskan dalam setiap kegiatan guna mengurangi kerusakan lingkungan dari implementasi kegiatan tersebut. Sudah ada mekanisme dan sarana untuk memperkuat keanekaragaman hayati dan melindungi manfaat ekosistem. Informasi dan data disusun untuk daerah/kabupaten dan pengembangan kebijakan.
Strategi BERBASIS LOKASI 5. Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan
5.1. Pengelolaan taman nasional, Kawasan Lindung, dan cagar alam 5.2. Jaringan Kawasan Lindung 6.1. Perencanaan Konservasi diluar kawasan lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar kawasan lindung 7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat
Mempertimbangkan keutuhan ekosistem multifungsi dalam mengkompilasi data baseline, studi, analisa, dan proses pengambilan keputusan (5,6,7,8) Memahami dan mempertimbangkan interaksi penduduk lokal dengan area bernilai konservasi tinggi (HCV) dan lahan yang terdegradasi (7,9) Mengembangkan dan membangun sistem pemantauan untuk hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi manfaat ekosistem (6,7,8)
Sistem pemantauan yang dikembangkan dengan metode inklusif dan partisipatoris, dan juga terdapat pelaporan publik. Panduan dan langkah-langkah dijelaskan dalam setiap kegiatan guna mengurangi kerusakan lingkungan dari implementasi kegiatan tersebut. Sudah ada mekanisme dan sarana untuk memperkuat
14
produksi 9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
V
8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area produksi 9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi (HCV)
Menyusun data yang cukup dan lengkap tentang produksi hutan dan lahan pertanian yang berpotensi meningkatkan cadangan karbon, termasuk lahan yang mempunyai status kepemilikan (6,7).
keanekaragaman hayati dan melindungi manfaat ekosistem. Informasi dan data disusun untuk daerah/kabupaten dan pengembangan kebijakan.
Memastikan partisipasi penuh dan aktif dari pemangku kepentingan dan pemangku hak, termasuk didalamnya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan menguatkan kapasitas mereka. Strategi PROGRAM
Komponen PROYEK
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS)
1. Mendukung penguatan perencanaan tingkat Kabupaten
1.5. Perencanaan tata ruang Kabupaten melibatkan berbagai pemangku kepentingan 1.6. Penyediaan informasi untuk pengambil keputusan ditingkat kabupaten 2.1. Kapasitas institusi pemerintahan daerah/kabupaten dan unit pelaksananya 2.2. Kapasitas dari pengelolaan sumber daya alam ditingkat desa 2.3. Memberlakukan kebijakan dan pengaturan kelembagaan untuk konservasi yang efektif 3.1. Program peningkatan kesadaran terhadap keanekaragaman hayati dan ekonomi hijau 3.2. Transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam 3.3. Penggunaan sumber daya hutan yang lestari 4.1. Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) Karbon tingkat Kabupaten 4.2. Memantau keanekaragaman hayati hutan dan dampak program terhadap masyarakat lokal
Menerapkan proses dan praktek partisipatoris dalam kegiatan di organiasasi (1,2,3,4)
2. Mendukung pengembangan kebijakan dan kelembagaan
3. Meningkatkan peran serta pemangku kepentingan
4. Mendukung pengukuran dampak dan pembelajaran
Mengimplementasikan kegiatan pembangunan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi dari pemangku kepentingan lokal dan pemegang saham (1,2,3,4) Memformulasi materi untuk pembangunan kapasitas yang mempertimbangkan keutuhan multi-fungsi ekosistem dan mengakui hak dari masyarakat hukum adat dan pemangku hak yang lain (1,2,3,4).
INDIKATOR UTAMA Metode dan panduan tersedia berbagi pelajaran dan komponen pembelajaran diperkenalkan di semua proposal dan rencana kerja Peningkatan pemahaman dan kapasitas dari peserta Sudah ada sistem untuk menakar keefektifan dari program pengembangan kapasitas
Membangun sistem pendokumentasian dan mekanisme komunikasi, dan sistem pemantauan untuk bisa selalu berhubungan dengan alumni (2, 3,4)
15
4.3. Pendokumentasian dan berbagi tentang pelajaran yang bisa diambil dari program Strategi BERBASIS LOKASI 5. Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan produksi
9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
VI
5.1. Pengelolaan taman nasional, Kawasan Lindung, dan cagar alam 5.2. Jaringan Kawasan Lindung 6.1. Perencanaan Konservasi diluar Kawasan Lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar Kawasan Lindung 7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat 8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area produksi 9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi(HCV)
Menerapkan proses dan praktek partisipatoris dalam kegiatan di organiasasi (5,6,7,8,9) Mengimplementasikan kegiatan pembangunan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi dari pemangku kepentingan lokal dan pemegang saham (5,6,7,8,9) Membangun sistem pendokumentasian dan mekanisme komunikasi, dan sistem pemantauan untuk bisa selalu berhubungan dengan alumni (6,7,8,9)
Metode dan panduan tersedia berbagi pelajaran dan komponen pembelajaran diperkenalkan di semua proposal dan rencana kerja Peningkatan pemahaman dan kapasitas dari peserta Sudah ada sistem untuk menakar keefektifan dari program pengembangan kapasitas
Mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip ‘good governance’ atau tata kelola yang baik dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan termasuk, akuntabilitas, keterwakilan, keterbukaan informasi, prosedur dan mekanisme yang transparan. Strategi PROGRAM 1. Mendukung penguatan perencanaan tingkat Kabupaten
KEBIJAKAN PENGAMAN (SAFEGUARDS) 1.7. Perencanaan tata ruang Kabupaten melibatkan berbagai pemangku kepentingan
Mengadopsi dan menerapkan proses PADIATAPA bersama dengan masyarakat hukum adat dan
INDIKATOR UTAMA Sudah ada sistem yang memiliki kriteria dan prinsip yang jelas
16
2. Mendukung pengembangan kebijakan dan kelembagaan
3. Meningkatkan peran serta pemangku kepentingan
4. Mendukung pengukuran dampak dan pembelajaran
Strategi BERBASIS LOKASI 5. Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung 6. Meningkatkan upaya konservasi di luar kawasan lindung
1.8. Penyediaan informasi untuk pengambil keputusan ditingkat kabupaten 2.1. Kapasitas institusi pemerintahan daerah/kabupaten dan unit pelaksananya 2.2. Kapasitas dari pengelolaan sumber daya alam ditingkat desa 2.3. Memberlakukan kebijakan dan pengaturan kelembagaan untuk konservasi yang efektif 3.1. Program peningkatan kesadaran terhadap keanekaragaman hayati dan ekonomi hijau 3.2. Transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam 3.3. Penggunaan sumber daya hutan yang lestari 4.1. Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) karbon tingkat Kabupaten 4.2. Memantau keanekaragaman hayati hutan dan dampak program terhadap masyarakat lokal 4.3. Pendokumentasian dan berbagi tentang pelajaran yang bisa diambil dari program
pemangku hak (1,3)
5.1. Pengelolaan taman nasional, Kawasan Lindung dan cagar alam 5.2. Jaringan Kawasan Lindung 6.1. Perencanaan Konservasi diluar Kawasan Lindung 6.2. Konektivitas Habitat, daerah penyangga hutan dan ekosistem penting 6.3. Metode pengelolaan terbaik terhadap konservasi diluar Kawasan Lindung
Memastikan keterwakilan dari semua kelompok (5,6,7,8,9)
Sudah ada sistem yang memiliki kriteria dan prinsip yang jelas
Mengadopsi dan menerapkan proses PADIATAPA bersama dengan penduduk asli dan pemangku hak (5,6,7,8,9)
Terdapat kesepakatan dan rencana kerja bersama
Memastikan keterwakilan dari semua kelompok (2,3,4) Menyusun informasi yang transparan, cepat, dan mudah diakses oleh semua stakeholder (1,2,3,4) Memilih meda dan teknik komunikasi yang efektif dan disesuaikan dengan karakter sosial dan budaya di lokasi (2,3,4) Mengembangkan partisipasi dan mekanisme efektif untuk pengambilan keputusan dan resolusi konflik (1,2,3,4)
Terdapat kesepakatan dan rencana kerja bersama PADIATAPA telah diadopsi oleh organisasi/institusi sebagai sebuah kebiasaan Terjaminnya akses dan ketersediaan informasi Informasi dikomunikasikan dengan metode yang efektif. Tersedia mekanisme keluhan dan resolusi konflik Sudah tersedia mekanisme akuntabilitas Telah dikembangkan sistem yang transparan dan partisipatif
Menyusun informasi yang transparan, cepat, dan mudah diakses oleh semua pemangku kepentingan
PADIATAPA telah diadopsi oleh organisasi/institusi sebagai sebuah kebiasaan
17
7. Mendukung penguatan kawasan kelola masyarakat
8. Mendukung pengelolaan hutan produksi
9. Mengurangi dampak negatif terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung kepada sumberdaya hutan
4
7.1. Keterlibatan masyarakat pada sumber daya hutan 7.2. Praktek masyarakat terhadap kegiatan mitigasi 7.3. Area konservasi masyarakat 8.1.Praktek kehutanan masyarakat 8.2. Pengelolaan hutan lestari pada konsesi kehutanan 9.1. Area bernilai konservasi tinggi (HCV) di dalam area produksi 9.2. Metode pengelolaan terbaik untuk daerah bernilai konservasi tinggi(HCV)
(5,6,7,8,9) Memilih meda dan teknik komunikasi yang efektif dan disesuaikan dengan karakter sosial dan budaya di lokasi (5.6.7.8.9) Mengembangkan partisipasi dan mekanisme efektif untuk pengambilan keputusan dan resolusi konflik (5,6,7,8,9)
Terjaminnya akses dan ketersediaan informasi Informasi dikomunikasikan dengan metode yang efektif. Tersedia mekanisme keluhan dan resolusi konflik Sudah tersedia mekanisme akuntabilitas Telah dikembangkan sistem yang transparan dan partisipatif
Materi Referensi
TFCA Kalimantan menyediakan materi referensi bagi pemohon untuk mengembangkan SPF mereka dan untuk mengimplementasikan langkah-langkah kebijakan pengaman. Materi referensi bisa diunduh dari website TFCA Kalimantan. Disarankan kepada pemohon untuk mempelajarahi kebijakan pengaman yang lain seperti yang sudah diterbitkan oleh GEF, World Bank atau Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), UNREDD dan lain lain.
18