SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE UNTUK APLIKASI PENURUNAN KADAR PADATAN TERSUSPENSI DALAM AIR
SLAMET PURWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Slamet Purwanto NIM F351100021
RINGKASAN SLAMET PURWANTO. Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan SUPRIHATIN. Flokulan dari senyawa polimer yang digunakan untuk pengolahan air ada dua jenis yaitu polimer sintetis dan polimer alami. Polimer sintetis seperti poliakrilamida (PAM) memiliki karakteristik yang antara lain adalah tidak atau sulit terurai secara biologi (nonbiodegradable), membentuk flok yang rapuh atau tidak tahan terhadap gaya geser (fragile, low shear stability), dosis penggunaan rendah, memiliki umur simpan yang lebih lama (long shelf life). Polimer alami seperti polisakarida (pati) memiliki karakteristik biodegradable, membentuk flok dengan stabilitas terhadap gaya geser yang tinggi (high shear stability), dosis penggunaan tinggi, shorter shelf life. Sifat unggul dari dua jenis polimer tersebut dapat digabungkan sehingga membentuk kopolimer baru yang memiliki gabungan sifat unggul unsur penyusunnya melalui reaksi kopolimerisasi cangkok. Penggunaan iradiasi gelombang mikro (microwave) pada teknik pencangkokan sangat disukai karena sifat reaksinya selektif, waktu reaksi yang singkat dan mudah dikendalikan secara elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kondisi proses sintesis (jumlah akrilamida dan waktu reaksi) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis dan (2) mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah menganalisis sifat fisiko kimia pati sagu, melakukan reaksi karboksimetilasi untuk menghasilkan carboxymethyl starch (CMS), mencangkokan akrilamida pada CMS menggunakan iradiasi gelombang mikro sehingga menghasilkan CMS-g-PAM, menganalisis sifat fisiko kimia CMS-g-PAM dan menguji kinerja flokulasinya. Pati sagu yang digunakan memiliki kadar air 5,93%, kadar abu 0,02%, kadar protein 1,05%, kadar lemak 0,97%, kadar serat 0,15%, dan kadar karbohidrat 91,88%. Kadar pati yang terkandung di dalam karbohidrat tersebut adalah 67,48%. Dari kadar pati 67,48% tersebut, sepertinganya (15,42%) merupakan amilosa dan sisanya adalah amilopektin (52,06%). Hasil uji FTIR pada pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM menunjukkan terjadi sedikit perubahan struktur gugus fungsi. Hal tersebut mungkin disebabkan reaksi yang dijalankan tidak berjalan secara sempurna. Reaksi gelatinisasi pada saat pembuatan CMS tidak berlangsung sempurna dan suhu pada saat reaksi kopolimerisasi tidak mencapai suhu gelatinisasi. Lebih dari 90% CMS dapat dikopolomerisasi dengan akrilamida dengan perolehan produk tertinggi 99,82% dihasilkan dari perlakuan jumlah akrilamida 100 ml (setara dengan 50 g atau 0,70 mol) dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Hasil analisis ragam terhadap perolehan produk pada tingkat kepercayaan 95% menununjukkan bahwa jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perolehan produk yang dihasilkan.
Hasil pengujian pada nisbah pencangkokan (grafting ratio disingkat menjadi GR) dan efisiensi pencangkokan (grafting efficiency disingkat menjadi GE) menunjukkan bahwa nilai GR berkisar antara 0,87% hingga 10,06% sedangkan nilai GE berkisar antara 0,076% hingga 0,349%. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nilai GR dan nilai GE menunjukkan keduanya dipengaruhi secara nyata oleh waktu reaksi, jumlah akrilamida, dan interaksi keduanya. Tiap taraf pada semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara satu sama lain terhadap perubahan nilai GR dan nilai GE. Hanya taraf perlakuan jumlah akrilamida 50 dan 100 ml yang menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap nilai GE. Dengan melihat pada perolehan hasil dan nilai GE maka perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit dianggap merupakan kombinasi perlakuan terbaik. Kopolimer cangkok CMS-g-PAM yang dihasilkan dari reaksi kopolimerisasi mampu menurunkan nilai TSS, kekeruhan dan warna air sungai. Nilai efisiensi penyisihan (removal efficiency) TSS oleh pati sagu dan CMS berada di kisaran 50% dan oleh CMS-g-PAM di atas 60%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan TSS sekitar 10%. Nilai penyisihan kekeruhan oleh pati sagu berada di kisaran 70% dan oleh CMS-g-PAM di atas 75%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan kekeruhan di atas 5%. Nilai penyisihan warna oleh pati sagu adalah 65% dan oleh CMS adalah 60%, sedangkan oleh CMS-g-PAM di kisaran 70%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan warna sekitar 5%. Berdasarkan nilai efisiensi penyisihan TSS, kekeruhan dan warna yang dikaitkan dengan nilai GE maka Kopolimer CMS-g-PAM dengan faktor perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit menunjukkan kinerja flokulasi yang terbaik terbaik Flokulan CMS-g-PAM terbaik yang dihasilkan mampu menurunkan TSS 7,5 mg/l menjadi 2,5 mg/l, kekeruhan 8,5 FTU menjadi 2 FTU dan warna 40,5 unit PtCo menjadi 11 unit PtCo. Dengan kata lain efisiensi penyisihan flokulan CMS-g-PAM terbaik dalam menurunkan TSS, kekeruhan dan warna secara berurutan adalah 66,67%, 76,47% dan 72,84%. Dari hasil percobaan lanjutan diketahui bahwa penggunaan aluminium foil mempengaruhi kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE produk yang dihasilkan pada reaksi kopolimerisasi cangkok yang menggunakan iradiasi gelombang mikro. Nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan tanpa menggunakan tutup (1,262%) lebih tinggi hampir empat kali lipat (3,6 kali) jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil (0,349%).
Kata kunci: kopolimerisasi cangkok, iradiasi gelombang mikro, pati sagu, poli(akrilamida), flokulan
SUMMARY SLAMET PURWANTO. Microwave Initiated Synthesis of Flocculants Based on Modified Sago Starch for the Treatment of Suspended Solid in Water. Under direction of ERLIZA HAMBALI dan SUPRIHATIN. Flocculants usually are polymer. There are two types of polymer, synthetic polymer and natural polymer. The properties of synthetic polymer, for example polyacrylamide (PAM), are nonbiodegradable, forming a fragile floc (low shear stability), can be used at small amount with high performance of flocculation, and has a better shelf life. Natural polymers properties such as polysaccharides (starch) are biodegradable, forming a high shear stability floc, should be use in a higher amount of flocculant compare to the synthetic one, and has a shorter shelf life. A new polymer contained both of them can be produced by using microwave irradiation with graft copolymerization technique. The utilization of microwave irradiation on graft copolymerization is more preferred because of its selective reaction site, short reaction time and electronically easy to control. This research are aimed to identify the best process conditions for synthesizing of flocculants (using two treatment factors: amount of acrylamide and microwave irradiation time) and to identify the performance of flocculants on reducing suspended solids contained in water. The research’s steps are physicochemical properties analysis of sago starch, sago starch carboxymethylation reaction to produce carboxymethyl starch (CMS), graft copolymerization reaction of CMS with acrylamide by using microwave irradiation to produce CMS-g-PAM floculant, physico-chemical properties analysis of CMS-g-PAM and flocculation performance test of CMS-g-PAM on river water. Sago starch’s proximate analysis result indicate that sago starch properties are as follow: water content 5.93%, ash content 0.02%, protein content 1.05%, oil or fat content 0.97%, raw fiber content 0.15%, and carbohydrate content 91.88%. Starch content of sagu starch is 67.48%, a third (15.42%) of it is amylose and the rest of it is amylopectin (52.06%). FTIR test results on sago starch, CMS and CMS-g-PAM indicated a slightly change in the functional group structure. This is probably due to the reaction conducted does not perfectly occurred. The reason is gelatinization reaction when synthesis CMS is not completely occurred and copolymerization temperature does not not reach the gelatinization temperature. More than 90% CMS can be graft-copolymerized with acrylamide and result in CMS-g-PAM. The highest conversion rate is 99.82% and it is resulted from the treatment combination of amount of acrylamide 100 ml (equivalent to 50 g or 0.70 moles) and 3 minutes copolymerization reaction time. Analysis of variance (ANOVA) results at 95% confidence level on conversion rate indicate that the amount of acrylamide, copolymerization reaction time and interaction of both of them does not significantly change the value of conversion rate. Grafting ratio (GR) and grafting efficiency (GE) yielded by the treatment of acrylamide concentration and microwave irradiation length time are vary, 0.87% to 10.06% for GR and 0.076% to 0.349% for GE. The test results of analysis of variance (α=0.05) indicate that GR and GE values are significantly affected by amount of acrylamide, copolymerization reaction time and interaction both of them. Each level of all treatment has significantly different effect on the GR and
GE value changing. Only the treatment level of amounts of acrylamide 50 and 100 ml that is not significantly different effect on the GE values. Based on the conversion rate value and GE value then the combination treatment of the amount of acrylamide 100 ml and the 3 minutes copolymerization reaction time is considered as the best treatment. Flocculant CMS-g-PAM yielded by grafting copolymerization can reduce the value of TSS, turbidity and color of river water. TSS removal efficiency of sago starch and CMS are around 50% and TSS removal efficiency of CMS-gPAM is above 60%. It could be concluded that graft copolymerization can improve the performance of TSS removal efficiency approximately 10%. Turbidity removal efficiency of sago starch ia about 70% and turbidity removal efficiency of CMS-g-PAM is above 75%. It could be concluded that graft copolymerization reaction can improve the turbidity removal efficiency around 5%. Water color removal efficiency of sago starch is 65% and water color removal efficiency of CMS is 60%, while the water color removal efficiency of CMS-g-PAM is about 70%. It could be concluded that graft copolymerization can improve water color removal efficiency about 5%. Flocculant CMS-g-PAM yielded by acrylamide concentration 50 g and microwave irradiation length time 3 minutes perform the best flocculation on reducing TSS. The best flocculant can reduce TSS 7.5 mg/l to 2.5 mg/l, turbidity 8.5 FTU to 2 FTU and water color 40.5 PtCo units to 11 PtCo units. In other words, removal efficiency the best flocculant of CMS-g-PAM on reducing TSS, turbidity and color respectively are 66.67%, 76.47% and 72.84%. Aluminum foil used as a beaker glass lid in the microwave oven when copolimerization performed has significantly affected the grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded. Grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded from the condition of without beaker glass lid usage is two times higher compared to grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded from the condition of with beaker glass lid (aluminium foil). Keywords: graft copolymerization, microwave irradiation, sago starch, poly (acrylamide) flocculants
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE UNTUK APLIKASI PENURUNAN KADAR PADATAN TERSUSPENSI DALAM AIR
SLAMET PURWANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi
Judul Tesis : Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air Nama : Slamet Purwanto NIM : F351100021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Erliza Hambali Ketua
Prof Dr Ing Ir Suprihatin Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 9 April 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 hingga Desember 2012 ialah kopolimerisasi cangkok dengan iradiasi gelombang mikro, dengan judul Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Erliza Hambali dan Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Suprihatin selaku pembimbing, serta Dr Ir Machfud, MS dan Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kuki Permana beserta jajaran staf PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk, yang telah membantu pendanaan penelitian ini, rekan-rekan staf peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, SBRC LPPM – IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri tercinta Iim Jaemah, SE dan ananda Hanif Muhammad Rafa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Slamet Purwanto
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Penelitian Luaran Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sagu Karakteristik Pati Sagu Akrilamida Kopolimerisasi dan Mekanismenya Kopolimerisasi Cangkok dengan Gelombang Mikro (Microwave) Reaksi Karboksimetilasi Pati Sagu Mekanisme Reaksi Kopolimerisasi Cangkok CMS-g-PAM Kopolimer pada Proses Koagulasi/Flokulasi
5 5 7 10 10 13 14 15 17
3 METODE Bahan Alat Metodologi Penelitian Rancangan Percobaan Waktu dan Tempat Penelitian
23 23 23 23 30 32
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia CMS-g-PAM Hasil Uji Kinerja Kopolimer Cangkok CMS-g-PAM sebagai Flokulan pada Air Sungai
33 33 34
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
55 55 55
DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
61
45
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Halaman Perbandingan produktivitas beberapa tanaman penghasil pati 5 Perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa pati lain 7 Beberapa koagulan/flokulan yang sering digunakan pada pengolahan air 18 Rangkuman penelitian terdahulu 20 Faktor perlakuan bobot CMS dan waktu reaksi pada reaksi kopolimerisasi dengan gelombang mikro 26 Taraf perlakuan jumlah akrilamida (A) dan waktu reaksi (B) 31 Hasil analisis proksimat pati sagu 33 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi 43 Peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan CMS-g-PAM 46 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis 47 Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan CMS-gPAM 49 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis 51 Peningkatan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dan CMS-g-PAM 52 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup 53
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
25 26 27
28
29
Halaman Tanaman sagu dan batang sagu 5 Pohon industri sagu 6 Struktur molekul α-glukopiranosil 8 Struktur molekul amilosa 8 Struktur kimia amilopektin 8 Susunan amilosa dan amilopektin pada struktur granula pati 9 Struktur molekul akrilamida 10 Ilustrasi berbagai bentuk kopolimer blok 11 Ilustrasi kopolimer cangkok 11 Ilustrasi stereoblock copolymer 11 Perbandingan pindah panas secara konveksi dan melalui gelombang mikro 13 Mekanisme reaksi karboksimetilasi pati sagu natrium kloroasetat yang menghasilkan CMS 15 Mekanisme pembentukan panas molekul air karena pengaruh gelombang mikro 15 Mekanisme reaksi pembentukan CMS-g-PAM dengan iradiasi gelombang mikro 16 Mekanisme koagulasi flokulasi 19 Diagram Alir Sintesis Carboxy Methyl Starch (CMS) 25 Campuran CMS dan akrilamida di dalam oven microwave 26 Diagram Alir Kopolimerisasi CMS dengan Akrilamida Menggunakan Iradiasi Gelombang Mikro pada rentang waktu tertentu 28 Diagram alir penelitian 32 Pati sagu setelah dikeringkan dengan oven sebelum disaring (A) dan sesudah disaring (B) 33 -1 Spektrum FTIR pati sagu pada bilangan gelombang 400 cm hingga 4000 cm-1 35 -1 Spektrum FTIR CMS pada bilangan gelombang 400 cm hingga 4000 cm-1 36 Spektrum FTIR CMS-g-PAM pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1 36 Larutan CMS yang telah mengalami kopolimerisasi dan terminasi dengan hidrokuinon (A) dan gel padat yang terbentuk karena penambahan aseton (B) 37 Penapisan produk hasil kopolimerisasi (A) dan produk kering (B) 37 Histogram yang menggambarkan hubungan antara perolehan produk CMS-g-PAM dan waktu reaksi 38 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai nisbah pencangkokan (GR) dan waktu reaksi pada tiga taraf jumlah akrilamida 41 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai efisiensi pencangkokan (GE) dan waktu reaksi pada beberapa jumlah akrilamida 42 Perambatan gelombang mikro di dalam oven microwave 44
DAFTAR GAMBAR (lanjutan) 30
31 32
33
34
35
Halaman Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan efisiensi penyisihan TSS pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 47 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan GE karena pengaruh pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 48 Perubahan struktur molekul polisakarida (polimer linier) dengan reaksi pencangkokan sehingga menghasilkan kopolimer cangkok yang berstruktur seperti sisir 48 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai kekeruhan dan efisiensi penyisihan kekeruhan pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 50 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai warna dan efisiensi penyisihan warna pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 52 Oven microwave skala industri 54
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Halaman Sertifikat analisis akrilamida dari PT Tridomain Chemicals 63 Diagram alir penyiapan pati sagu 64 Prosedur analisis proksimat 65 Prosedur analisis kadar nitrogen (SNI 19-7119.2-2005) 70 Prosedur uji flokulasi dengan cara Jar (Jar Test) 72 Hasil analisis proksimat pati sagu 73 Hasil pengukuran perolehan produk CMS-g-PAM 75 Analisis ragam perolehan produk CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 76 Hasil analisis kadar nitrogen pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 78 Nilai GR 79 Analisis ragam GR CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 80 Uji beda nyata jujur (BNJ) GR CMS-g-PAM 82 Nilai GE 83 Analisis ragam GE CMS-g-PAM pada tingkat kepercayaan 95% 84 Uji beda nyata jujur (BNJ) GE CMS-g-PAM 86 Hasil pengukuran kadar TSS dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 87 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 88 Uji beda nyata jujur TSS 91 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 93 Analisis ragam kekeruhan dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 94 Uji beda nyata jujur kekeruhan 97 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 99 Analisis ragam warna dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 100 Uji beda nyata jujur warna 103 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup 105 Analisis ragam perlakuan penggunaan tutup aluminium foil dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 106 Uji beda nyata jujur perlakuan penggunaan tutup 108
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran air (baku) yang disebabkan oleh aktivitas rumah tangga, industri dan pertanian terus mengalami peningkatan. Mishra et al. (2012) menyebutkan bahwa padatan merupakan kontaminan utama pada air. Air baku yang telah mengalami penurunan kualitas tersebut harus diolah untuk dapat digunakan kembali. Pemerintah telah mengelompokkan jenis air yang dapat digunakan melalui PP RI No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Koagulasi dan flokulasi adalah proses pemisahan padatan-cairan dengan menambahkan bahan koagulan atau flokulan. Kinerja koagulan umumnya sangat dipengaruhi oleh pH dan digunakan dalam konsentrasi cukup tinggi, sedangkan kinerja flokulan cenderung resisten terhadap pengaruh pH dan digunakan dalam konsentrasi rendah (Pal et al. 2012). Flokulan umumnya merupakan polimer dan larutannya disebut dengan polielektrolit. Flokulan sintetis seperti polyacrylamide (PAM) memiliki karakteristik nonbiodegradable, digunakan dalam konsentrasi rendah, long shelf life dan membentuk flok yang rapuh (fragile), sedangkan polimer alami seperti polisakarida memiliki karakteristik biodegradable, digunakan dalam konsentrasi tinggi, shorter shelf life, membentuk flok dengan high shear stability (Yang et al. 2012; Mishra et al. 2012). Hibridisasi polimer alami dan sintetis sangat diminati karena aplikasinya yang sangat luas (Sen et al. 2009). Salah satu polimer alami yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah pati sagu (Metroxylon sago Rottb.). Jong dan Widjono (2007) mencatat bahwa kebutuhan pati bagi industri di dunia saat ini adalah sekitar 50 juta ton per tahun dengan laju pertumbuhan 7,7% per tahun dan lebih dari 50% potensi sagu dunia ada di Indonesia. Kopolimerisasi cangkok (grafting copolymerization) merupakan salah satu teknik untuk menggabungkan polimer sintetis dengan polimer alami. Metode kopolimerisasi cangkok yang umum digunakan menurut Sen et al. (2009) adalah conventional redox grafting method, microwave irradiation, γ-ray irradiation dan electron beam. Diantara beberapa teknik kopolimerisasi tersebut, iradiasi gelombang mikro (microwave) merupakan teknik yang paling menjanjikan untuk menghasilkan kopolimer cangkok berkualitas tinggi. Kelebihan iradiasi gelombang mikro adalah waktu reaksi yang singkat, reaksinya tidak memerlukan kondisi inert, mudah dioperasikan, dan highly reproducible. Dalam penelitian ini, pati sagu digunakan sebagai backbone (kerangka dasar) sedangkan untuk cangkoknya digunakan monomer akrilamida, sedangkan teknik kopolimerisasi yang digunakan adalah microwave initiated synthesis (radikal bebas diinisiasi tanpa menggunakan inisiator kimia seperti ceric ammonium nitrate (CAN)). Teli dan Waghmare (2009) menyebutkan bahwa akrilamida merupakan jenis monomer yang banyak digunakan pada proses kopolimerisasi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi proses sintesis (waktu reaksi dan jumlah akrilamida) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik dan mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku.
2 Perumusan Masalah Bahan koagulan/flokulan dari bahan sintetis memiliki kelemahan yang antara lain adalah tidak tahan terhadap gaya geser, tidak terbarukan, dan kurang ramah bagi lingkungan. Di sisi lain, Indonesia memiliki sumber daya polisakarida (pati) yang banyak dan belum termanfaatkan secara maksimal termasuk pati sagu. Penggabungan bahan sintetis dengan bahan alami melalui reaksi kopolimerisasi diharapkan dapat memperbaiki kelemahan koagulan/flokulan dari bahan sintetis. Pati merupakan polimer hidrofilik yang tersusun atas ribuan gugus anhidroglukosa yang memiliki sisi reaktif di tiap unit hidroglukosanya. Gugus hidroksil pada selulosa ini dapat dimanfaatkan untuk memodifikasi pati yang salah satu caranya adalah dengan kopolimerisasi cangkok. Modifikasi kimia ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat hidrofilik, ketahanan panas dan ketahanan terhadap serangan mikroba serta membuat struktur material baru lebih kuat dan stabil. Dalam penelitian dilakukan reaksi kopolimerisasi cangkok antara pati sagu (alami) dengan akrilamida (sintetis) yang diaplikasikan sebagai bahan koagulan/flokulan. Tujuan Penelitian Ada dua tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya penelitian ini. Tujuan tersebut adalah mendapatkan kondisi proses sintesis (jumlah akrilamida dan waktu reaksi) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis dan mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian penelitian ini adalah (1) analisis pati sagu sebagai backbone kopolimer cangkok CMS-g-PAM, (2) analisis data monomer akrilamida yang digunakan, (3) modifikasi pati sagu menjadi Carboxy Methyl Starch (CMS), (4) kopolimerisasi CMS dan akrilamida menggunakan iradiasi gelombang mikro (microwave), (5) analisis sifat fisiko kimia CMS-g-PAM yang dihasilkan, dan (6) uji kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku. Hipotesis Penelitian Semakin tinggi konsentrasi akrilamid dan semakin lama waktu proses sintesis kopolimer cangkok CMS-g-PAM diduga akan menyebabkan peningkatan pada perolehan produk setelah reaksi kopolimerisasi, nisbah dan efisiensi pencangkokan. Luaran Penelitian Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) informasi kondisi Proses Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis, (2) prototipe flokulan CMS-
3 g-PAM yang dihasilkan dari pati sagu dan akrilamida menggunakan teknik initiated microwave synthesis, dan (3) kinerja flokulan CMS-g-PAM untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) meningkatkan nilai tambah (added value) sagu, (2) pemanfaatan teknik initiated microwave synthesis untuk menghasilkan kopolimer cangkok CMS-g-PAM dari pati sagu (3) penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku dengan menggunakan kopolimer CMS-g-PAM yang dihasilkan.
4
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sagu Pati sagu dapat diperoleh dari tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottboell). Tanaman sagu seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 diklasifikasikan ke dalam genus Metroxylon dan termasuk ke dalam famili Palmae. Tanaman sagu banyak tumbuh di daerah tropis yang panas dan lembap seperti di Asia Tenggara yang meliputi Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand,) dan wilayah Oseania seperti Kepulauan Mikronesia, Papua Nugini, dan Kepulauan Oseania. Menurut data yang dihimpun oleh Jong dan Widjono 2007 bahwa kebutuhan pati bagi industri dunia saat ini sekitar 50 juta ton per tahun dengan laju pertumbuhan 7,7% per tahun. Lebih dari 50% potensi sagu dunia ada di Indonesia, dan sekitar 90% potensi sagu Indonesia ada di Papua, termasuk Papua Barat. Negara lain penghasil sagu setelah Indonesia adalah Malaysia (20%) dan Papua Nugini (20%).
Gambar 1 Tanaman sagu dan batang sagu (Sumber: Hasan 2011) Tanaman sagu memiliki produktivitas yang tinggi dalam menghasilkan pati (karbohidrat). Produktivitas sagu per satuan luas per satuan waktu tersebut diketahui lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman lain seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Sagu adalah tanaman tahunan dengan masa panen pertama setelah 8 tahun (Sumaryono, 2007). Kemampuan tanaman sagu untuk mengakumulasikan tepung pati pada batangnya dapat mencapai 200 sampai 220 kg/pohon (Jong, 1995). Tabel 1 Perbandingan produktivitas beberapa tanaman penghasil pati Komoditas Sagu Padi Jagung Gandum Kentang Ubi kayu Sumber: Ishizaki (1996)
Produktivitas pati (ton/ha/th) 25 6 5,5 5 2,5 1,5
6 Secara umum, pati sagu di Indonesia masih digunakan dalam bentuk bahan pangan. Di Indonesia bagian timur sagu dikonsumsi sebagai makanan pokok. Pati sagu juga digunakan sebagai campuran produk mie, soun, roti, bakso dan dalam pembuatan kue-kue tepung sagu, misalnya akusa, bagea. Karena kandungan karbohidratnya yang tinggi pati sagu juga dikembangkan untuk menghasilkan sirup glukosa dan bahan bakar etanol. Pati yang merupakan salah satu biopolimer penting juga banyak digunakan di berbagai industri seperti tekstil, kertas, farmasi, makanan dan kosmetik. Diagram pemanfaatan sagu dalam bentuk pohon industri diperlihatkan pada Gambar 2. Melihat potensi sumber daya sagu dan keterbatasan pemanfaatan sagu, maka penelitian pemanfaatan pati sagu sebagai bahan koagulan/flokulan dilakukan. Obat tradisional
atap
daun
dinding
Tumang/tempat sagu
kerajinan
kertas Sagu Partikel board Kulit batang lantai Bahan bakar
Salad dressing roti
makanan mie
Bahan kimia
Batang sagu
bioetanol biofuel siklodekstrin farmasi Sirup glukosa Pati sagu
bioplastik
lem
plywood
Tekstil
Asam sitrat
Asam laktat
Gambar 2 Pohon industri sagu (Susi dan Ruriani 2009)
7 Karakteristik Pati Sagu Pati merupakan makromolekul (polimer) yang tersusun atas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati tersusun atas dua komponen yang dapat dipisahkan dengan air panas. Komponen yang larut dalam air panas disebut dengan amilosa dan komponen yang tidak larut dalam air panas disebut dengan amilopektin. Pati sagu memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati lain seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Hal tersebut memungkinkan untuk menjalankan reaksi kopolimerisasi pada rentang suhu yang lebih lebar. Secara umum pati sagu berbentuk butiran dengan diameter butiran berkisar antara 20 mm hingga 60 mm. Setiap bahan berbasis pati memiliki sifat fisiko kimia yang berbeda. Menurut Purwaningsih (2012), perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan varietas tanaman penghasil pati, lokasi penanaman (cuaca dan tanah), perlakuan atau perawatan tanaman. Perbedaan sifat fisiko kimia pati tersebut menentukan proses reaksi yang akan digunakan dan jumlah bahan yang akan direaksikan. Pada Tabel 2 diperlihatkan perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa komoditas lain seperti jagung, kentang, beras, ubi kayu dan terigu. Tabel 2 Perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa pati lain Karakteristik Bentuk butiran Ukuran butiran (mm) Suhu gelatinisasi (oC) Kadar amilosa (%) Kadar amilopektin (%) Daya mengembang (%) Viskositas (RVU) @ 86 oC Firmness gel (gw/cm2) Bobot molekul (g-mol-1) - Amilosa - Amilopektin
a) a)
Sagu
Jagung
Kentang
Beras
Ubikayu
Terigu
Oval
Bulat, poligonal
Oval
Poligonal
Oval
Bulat
20-60
15
15-100
3-8
5-35
72-74 24,4 75,6 97 87-167 150-250
62 26 74 24 -
56 24 76 >1.000 -
66 17 83 19 -
68 17 83 71 -
1,41-2,23×106 6,70-9,23×106
b) b)
5,6919×105 81,2783 ×105
b) b)
4,2688×105 61,6797 × 105
Sumber: Cecil et al. (1982), a) Othman, et al. (2010) b) Boediono (2012) Catatan: Tamarin Kernel Powder memiliki bobot molekul 2,5-6,5x105 g mol-1 (chemtotal.com, 2013)
Amilosa adalah molekul rantai lurus/linier yang terdiri dari α-glukopiranosil (Gambar 3) yang tersambung dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin adalah rantai kompleks yang mempunyai rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik dan rantai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik (Winarno 1997; Guo-xiu et al. 2005). Struktur kimia amilosa diperlihatkan pada Gambar 4 dan struktur amilopektin diperlihatkan pada Gambar 5. Pada umumnya pati terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (Pomeranz 1991). Studi struktur ultra menunjukkan pati mempunyai dua morfologi utama, yaitu bentuk kristalin yang disusun oleh amilopektin dan bentuk amorf yang disusun oleh amilosa (Beiitz dan Grosch 1987).
2-10/ 20-35 65 25 75 21 -
8
Gambar 3 Struktur molekul α-glukopiranosil (Sumber: FST 2009)
Gambar 4 Struktur molekul amilosa (Sumber: FST 2009)
Gambar 5 Struktur kimia amilopektin (Sumber: FST 2009) Di dalam Syamsir (2012) disebutkan bahwa amilosa membentuk struktur heliks sementara rantai cabang amilopektin membentuk struktur rantai heliks
9 ganda dan membentuk klaster. Sekitar 80-90% dari suatu klaster amilopektin dibentuk oleh rantai amilopektin tipe A yaitu rantai pendek yang tidak membentuk cabang dengan derajat polimerisasi 6 – 15. Pengamatan granula pati denga nmikroskop memperlihatkan adanya persilangan birefringence sebagai perpotongan dua pita. Hal tersebut mengindikasikan pengaturan amilosaamilopektik secara radial membentuk struktur semi kristalin. Kristalinitas pati disebabkan oleh amilopektin heliks ganda bukan amilosa. Pada Gambar 6 diperlihatkan susunan amilosa dan amilopektin pada granula pati.
Gambar 6 Susunan amilosa dan amilopektin pada struktur granula pati (Sumber:www.braukaiser.com) Berdasarkan struktur dan sifat fisik di atas, maka dapat dilakukan modifikasi pati untuk memperbaiki sifat fisiknya. Umumnya ikatan α-1,4- dan α1,6-glikosida juga gugus hidroksil pada karbon kedua dan ketiga mempunyai peluang untuk dimodifikasi secara kimiawi, sehingga menghasilkan senyawa dengan sifat yang baru. Sebagai makromolekul, pati sagu memiliki bobot molekul yang besar. Hasil pencirian bobot molekul yang dilakukan oleh Othman, et al. (2010) menunjukkan bahwa pati sagu memiliki bobot molekul 29,1 ± 2,1 × 106 g mol-1. Penetapan bobot molekul tersebut dilakukan dengan metode Gel Permeation Chromatography Multi-Angle Laser Light Scattering. Modifikasi pati juga merubah bobot molekul pati tersebut. Menurut Xing Guo-xiu et al. (2005), pati sagu dapat digunakan sebagai flokulan. Namun demikian efisiensi flokulasi pati sagu tersebut masih rendah. Penelitian ini dilakukan untuk memodifikasi pati sehingga kinerjanya sebagai flokulan dapat ditingkatkan. Pati sagu digunakan sebagai tulang punggung dalam proses kopolimerisasi dengan akrilamid karena strukturnya yang beraturan dan
10 panjang. Selain itu, pati sagu dapat diperoleh dengan mudah dan sifatnya yang terbarukan dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Akrilamida Akrilamida (C3H5NO) adalah jenis monomer hidrofilik yang banyak digunakan di industri plastik. Rumus struktur akrilamida diperlihatkan pada Gambar 7. Akrilamida berbentuk kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang, akrilamida larut dalam eter, air, alkohol, kloroform dan aseton. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan (Harahap 2006). Tanpa pemanasan, akrilamida dapat terurai menjadi amonia sedangkan dengan pemanasan, akrilamida akan terurai menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen.
Gambar 7 Struktur molekul akrilamida (Sumber: www.wikipedia.com) Reaksi polimerisasi akrilamida akan menghasilkan poliakrilamida. Polimer poliakrilamida banyak digunakan sebagai pengental pada industri plastik, kertas dan proses pengolahan air limbah (wastewater treatment). Pada proses pengolahan air limbah, poliakrilamida difungsikan sebagai senyawa pembentuk flok (flokulan). Kopolimerisasi dan Mekanismenya Kopolimerisasi adalah proses polimerisasi simultan antara dua jenis monomer atau lebih. Proses kopolimerisasi digunakan untuk memperbaiki sifat suatu jenis polimer tertentu. Sen et al. (2009) menyebutkan bahwa kopolimerisasi antara polimer alami dan sintetis semakin berkembang karena aplikasinya yang sangat luas. Menurut Gupta (2010), ada lima jenis kopolimer yaitu; statistical copolymer, alternating copolymer, block copolymer, graft copolymer dan stereoblock copolymer. Statistical copolymer merupakan gabungan dari monomer yang tersusun dalam urutan statistik, misalnya -(ABBAAAABAABBBA)-. Alternating copolymer adalah kopolimer yang terbentuk dari monomer yang tersusun secara teratur dalam jumlah yang seimbang, misalnya -(ABABABA)-. Block copolymer (kopolimer blok) adalah kopolimer yang tersusun dari satu jenis rantai monomer yang panjang yang tergabung dengan jenis rantai monomer panjang lainnya. Ilustrasi block copolymer diperlihatkan pada Gambar 8.
11
Gambar 8. Ilustrasi berbagai bentuk kopolimer blok (Sumber: Gupta 2010) Graft copolymer (Kopolimer cangkok) merupakan kopolimer yang tidak berbentuk linier. Polimer jenis ini tersusun atas sebuah monomer rantai panjang sebagai backbone (kerangka dasar) dan monomer lainnya yang tercangkok pada kerangka dasar tersebut. Ilustrasi kopolimer cangkok diperlihatkan pada Gambar 9. Stereoblock copolymer memiliki bentuk yang khusus dan tersusun atas monomer yang berbeda karakteristiknya seperti diperlihatkan pada Gambar 10.
Gambar 9. Ilustrasi kopolimer cangkok (Sumber: Gupta 2010)
Gambar 10. Ilustrasi stereoblock copolymer (Sumber: Gupta 2010) Pada kopolimer blok dan kopolimer cangkok, sifat unggul yang terdapat pada setiap polimer jika digabungkan akan menghasilkan senyawa baru yang memiliki perpaduan sifat dari sifat komponen penyusunnya (Mostafa 1995; Gupta 2010). Desmukh et al. (1991) menyebutkan bahwa pencangkokan dapat meningkatkan stabilitas geser suatu senyawa.
12 Metode kopolimerisasi yang umum digunakan menurut Sen et al. (2009) adalah conventional redox grafting method (metoda pencangkokan secara konvensional redoks), microwave irradiation (iradiasi gelombang mikro), γ ray irradiation (iradiasi sinar gamma) dan electron beam (pancaran electron). Proses pencangkokan secara konvensional dilakukan dengan menggunakan bahan inisiator polimerisasi. Bahan inisiator yang umum digunakan yaitu garam persulfat (K+, Na+, NH4+) dan hidrogen peroksida (Moad dan Solomon 2006). Jenis monomer yang banyak digunakan pada proses kopolimerisasi pencangkokan adalah asam akrilat dan akrilamida (Teli & Waghmare 2009). Diantara beberapa metode kopolimerisasi tersebut, iradiasi gelombang mikro merupakan metoda yang paling menjanjikan untuk menghasilkan kopolimer cangkok berkualitas tinggi. Hal tersebut dikarenakan radikal bebas dihasilkan senyawa yang menyerap energi foton gelombang mikro yang dihasilkan oleh oven microwave sehingga menghasilkan persentase pencangkokan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode secara konvensional dengan inisiator (Sen et al. 2009). Mekanisme polimerisasi dengan radikal bebas menurut Nicholson (1991) meliputi tahap inisiasi, propagasi dan terminasi/disproporsionasi. Mekanisme tersebut dijelaskan sebagai berikut: Inisiasi, adalah tahap pembentukkan fragmen yang bersifat radikal bebas. Tahap inisiasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Propagasi, adalah penumbuhan rantai cabang pada framen radikal bebas yang terbentuk pada tahap inisiasi. Tahap propagasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Terminasi adalah penghentian proses propagasi. Terminasi dibedakan menjadi dua, yaitu kombinasi dan disproporsionasi. Tahap terminasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Kombinasi
Disproporsionasi
13 Kopolimerisasi pada pati atau polisakarida secara umum akan mengubah struktur kimia pati tersebut pada gugus hidroksil pada posisi C-2, C-3, dan C-6 dan unit D-glukopiranosil (ikatan α-(1,4)-D-glikosidik dan α-(1,6)-D-glikosidik) melalui reaksi kimia esterifikasi, eterifikasi, dan oksidasi di dalam molekul (FST 2009). Secara lebih detail, reaksi modifikasi pati yang mungkin dilakukan untuk mengubah sifat fungsional pati adalah: (i) reaksi substitusi dengan mengoksidasi gugus hidroksil sehingga diperoleh ester atau eter dari pati; (ii) penambahan rantai cabang (cross-link) dengan senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti formaldehida, pirofosfat atau epiklorhidrin, dan lain-lain; (iii) kopolimerisasi cangkok dengan suatu monomer. Selain itu, kopolimerisasi cangkok antara monomer sintetis dengan monomoer alami, memiliki keuntungan yaitu terbentuknya ikatan kovalen saat reaksi berlangsung (FST 2009). Kopolimerisasi Cangkok dengan Gelombang Mikro (Microwave) Gelombang mikro digolongkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Dibandingkan dengan gelombang radio, gelombang mikro memiliki panjang gelombang lebih pendek dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal tersebut akan menyebabkan efektifitas penyebaran yang lebih baik. Gelombang mikro dapat menembus bahan organik seperti air, lemak dan gula sehingga atom penyusunnya bergetar dan menghasilkan panas. Proses terbentuknya panas tersebut berbeda dengan panas secara konduksi yaitu panas terbentuk secara lebih merata dan cepat seperti yang diilustrasikan pada Gambar 11. Namun demikian, gelombang mikro tidak dapat menembus logam, gelas, keramik dan sebagian bahan plastik. Bahan logam yang menyelimuti permukaan bagian dalam oven microwave membuat panas yang terbentuk tidak dapat keluar sehingga bahan yang berada di dalamnya akan cepat matang. Menurut Sen et al. (2009), oven microwave mampu membentuk panas yang homogen secara spontan. Jika hal tersebut diterapkan ke dalam reaksi kopolimerisasi maka produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang lebih seragam.
Gambar 11. Perbandingan pindah panas secara konveksi dan melalui gelombang mikro (Sumber: www.ewi.ca)
14 Gelombang mikro atau microwave adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 1 milimeter sampai 1 meter dan berfrekuensi antara 300 megahertz sampai 300 gigahertz. Oven microwave adalah sebuah peralatan dapur yang digunakan untuk memasak atau memanaskan makanan. Oven Microwave oven adalah adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Ada dua konsep fisika yang menjadi dasar dalam pemanfaatan gelombang mikro untuk memanaskan benda. Dua konsep tersebut adalah (a) radiasi gelombang dan (b) pemanasan dielektrik (Pamere 2012). Pada konsep radiasi gelombang, oven microwave menggunakan gelombang radio berfrekuensi 2,5GHz untuk memanaskan makanan. Gelombang tersebut merambat secara radiasi. Penjelasan konsep pemanasan dielektrik adalah dengan adanya fenomena dimana gelombang radio memanaskan material dielektrik. Penggunaan gelombang mikro dalam reaksi kopolimerisasi merupakan salah satu terobosan baru di bidang ilmu kimia. Reaksi kopolimerisasi dengan microwave dapat dilakukan dengan menggunakan inisiator radikal bebas (bahan kimia) yang dikenal dengan sebutan (microwave assisted technique) maupun tanpa inisiator radikal bebas (microwave initiated technique). Kopolimerisasi cangkok dengan microwave memiliki beberapa kelebihan yaitu reliable (dapat diandalkan), highly reproducible dan mudah dioperasikan (Sen et al. 2012). Kopolimerisasi cangkok dengan microwave tidak memerlukan kondisi inert seperti halnya kopolimerisasi cangkok menggunakan inisiator kimia. Keberhasilan kopolimerisasi cangkok dengan microwave dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain adalah konsentrasi monomer, lama reaksi dan daya microwave. Lama reaksi dan daya microwave dapat diatur secara elektronik. Secara umum reaksi kopolimerisasi dengan menggunakan microwave lebih mudah untuk dilakukan. Reaksi Karboksimetilasi Pati Sagu Produk turunan pati memainkan peranan penting dalam pertumbuhan industri biopolimer karena sifatnya yang non toksik, harga yang lebih murah, terbarukan dan sifatnya yang relatif kompatibel dengan bahan lain. Penggunaan produk turunan pati sangat luas yang meliputi pangan, pertanian, farmasi, biomedis, tekstil dan manajemen lingkungan (Shagar et al. 2012). Pati murni (native starch) memiliki kelemahan saat direaksikan (diolah) dengan bahan lain. Beberapa keterbatasan pati selama pengolahan tersebut diantaranya adalah kelarutan yang rendah, sifat mekanis yang kurang, tidak stabil pada suhu tinggi, dan tidak stabil karena perubahan pH dan geseran (shear). Keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan melakukan modifikasi strukturnya. Diantara beberapa produk turunan pati, CMS merupakan produk turunan pati yang sangat penting. CMS diperoleh dengan mereaksikan pati dengan natrium kloroasetat dalam suasana basa. Perubahan sifat pati terjadi secara signifikan karena proses eterifikasi pada gugus hidroksil (OH). Dengan berubahnya gugus hidroksil tersebut akan menghalangi terjadinya asosiasi diantara molekul pati. Selain itu, kelarutan pati juga meningkat (Shagar et al. 2012).
15 Reaksi antara natrium kloroasetat dan pati sagu dalam suasana basa digambarkan dalam persamaan pada Gambar 12. Bahan tersebut diprediksi akan mensubstitusi gugus hidroksil pada C-6 rantai piranosil yang merupakan gugus hidroksil primer pada rantai piranosil (Purwaningsih 2012).
Gambar 12 Mekanisme reaksi karboksimetilasi pati sagu natrium kloroasetat yang menghasilkan CMS Mekanisme Reaksi Kopolimerisasi Cangkok CMS-g-PAM CMS-g-PAM dibuat melalui reaksi kopolimerisasi antara CMS dengan monomer akrilamida dengan menggunakan iradiasi gelombang mikro. Ikatan yang terbentuk hasil kopolimerisasi cangkok antara CMS dan monomer akrilamida adalah ikatan kovalen (FST 2009). Mekanisme kopolimerisasi cangkok menggunakan microwave sedikit berbeda dengan metode konvensional terutama pada proses pembentukan radikal bebas. Saat sejumlah kecil molekul polar (air) di-iradiasi dengan gelombang mikro maka molekul tersebut akan mengalami rotasi dan menghasilkan panas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 13. Molekul air sendiri tidak akan mengalami pembentukan radikal bebas.
Gambar 13 Mekanisme pembentukan panas molekul air karena pengaruh gelombang mikro (sumber: scientificamerican.com ) Jika molekul yang berukuran lebih besar (makromolekul) di-iradiasi dengan gelombang mikro maka rotasi keseluruhan molekul sangat sulit bahkan tidak mungkin terjadi. Dalam kondisi tersebut, gelombang mikro akan diserap oleh gugus polarnya (misalnya –OH yang terikat pada CMS) dan gugus tersebut mengalami rotasi lokal. Rotasi lokal tersebut akan melemahkan ikatan sehingga membentuk radikal bebas. Energi gelombang mikro yang diserap oleh molekul air secara cepat dipindahkan ke molekul akrilamida. Pemindahan energi tersebut membangkitkan panas dielektrik dan melemahkan ikatan rangkap pada akrilamida dan memicu terbentuknya radikal bebas. Gelombang mikro juga diketahui akan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi. Terbentuknya radikal bebas pada kerangka dasar (gugus polar -OH pada CMS) dan pada monomer akrilamida akan berkombinasi
16 satu sama lain melalui tahapan inisiasi, propagasi dan terminasi (Sen et al. 2009) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Mekanisme reaksi pembentukan CMS-g-PAM dengan iradiasi gelombang mikro (Sen et al. 2009, modifikasi) Sen et al. (2009) menjelaskan bahwa hidrokuinon (HQ) berperan sebagai inhibitor yang akan menghentikan reaksi polimerisasi (tahap propagasi). Terminasi tersebut menghasilkan radikal hidrokuinon (HQ*) yang stabil dan tidak dapat memicu terjadinya reaksi propagasi lebih lanjut. Stabilitas radikal
17 hidrokuinon tersebut delokalisasi kerapatan muatan elektron yang terdapat pada struktur aromatic. Mekanisme tersebut digambarkan dalam persamaan berikut. CMSO* + HQ CMSOH + HQ* Kopolimerisasi cangkok tergolong ke dalam reaksi polimerisasi adisi. Secara umum, mekanisme pembentukan kopolimer cangkok melibatkan tiga tahap, yaitu; inisiasi, propagasi dan terminasi. Dalam kopolimerisasi secara redoks kimia (konvensional), tahap inisiasi dipicu oleh senyawa inisiator. Inisiator adalah senyawa yang tidak stabil karena adanya pengaruh kondisi tertentu terutama karena perubahan suhu. Pada tahap inisiasi akan terbentuk radikal bebas. Radikal bebas merupakan fragmen yang membawa satu elektron tidak berpasangan dan bersifat sangat tidak stabil dan reaktif. Pada tahap propagasi radikal bebas ini akan mencari dan menyerang molekul (monomer) yang berada di dekatnya untuk menstabilkan diri. Hal ini akan mengakibatkan berpindahnya sisi radikal pada monomer yang diserangnya. Hal ini akan terus berlanjut sehingga terjadi pertumbuhan rantai. Penumbuhan rantai tersebut akan berhenti jika monomer yang bebas telah habis atau sisi radikal dimatikan dengan penambahan senyawa pengotor. Proses ini disebut dengan tahap terminasi. Terminasi dapat terjadi dengan dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah termination by coupling dimana dua senyawa radikal bertemu dan masing-masing menyumbangkan elektron bebasnya membentuk polimer yang lebih besar. Mekanisme terminasi kedua adalah termination by disproportionation dimana terjadi pemindahan satu atom hidrogen dan pemindahan elektron bebas sehingga terbentuk dua rantai polimer. Beberapa senyawa yang digunakan dalam proses terminasi adalah nitrobenzene, hidrokuinon, benzotiazina dan dinitrobenzene (Gupta 2010). Kopolimer pada Proses Koagulasi/Flokulasi Koagulasi/Flokulasi adalah proses penggabungan partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi dengan cara menambahkan bahan koagulan/flokulan (Yang et al. 2012). Penambahan bahan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel koloid dalam sistem cairan (Dewi 2007) dan mengganggu stabilitas partikel dalam larutan (Indriyati 2008; Risdianto 2007) sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok halus dengan ukuran lebih besar (Ho et al. 2010) sehingga partikel dapat memisah dari sistem campurannya (Amuda et al. (2005). Koagulasi/flokulasi disyaratkan memenuhi kriteria efektif secara biaya, mudah dioperasikan, dan konsumsi energi yang rendah (Mishra et al. 2012). Beberapa bahan koagulan dan flokulan yang umum digunakan disajikan pada Tabel 3.
18 Tabel 3 Beberapa koagulan/flokulan yang sering digunakan pada pengolahan air Bentuk
Reaksi Dengan Air
pH Optimum
Bongkah, bubuk
Asam
6,0 – 7,8
NaAlO2 atau Na2Al2O4
Bubuk
Basa
6,0 – 7,8
Polyaluminium Chloride, PAC
Aln(OH)mCl3n-m
Cairan, bubuk
Asam
6,0 – 7,8
Ferri sulfat
Fe2(SO4)3.9H2O
Kristal halus
Asam
4–9
Ferri klorida
FeCl3.6H2O
Bongkah, cairan
Asam
4–9
Ferro sulfat
FeSO4.7H2O
Kristal halus
Asam
> 8,5
Nama Aluminium sulfat, Alum sulfat, Alum, Salum Natrium aluminat
Formula Al2(SO4)3.xH2O x = 14,16,18
Sumber: Risdianto (2007) Kecepatan pengendapan partikel tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel, viskositas, dan perbedaan densitas cairan-partikel. Jika densitas partikel jauh lebih besar daripada densitas fluida, maka partikel akan mengendap. Sebaliknya, jika densitas partikel jauh lebih kecil daripada densitas cairan maka partikel akan mengapung. Hal tersebut digambarkan dengan Hukum Stokes (Tchobanoglous, et al. 2003) yang diperlihatkan pada persamaan berikut
Keterangan: vs: kecepatan pengendapan partikel (m/s), g: percepatan gravitasi (m/s2), ρp: densitas partikel (kg/m3), ρf: densitas fluida (kg/m3), µ: viskositas cairan (Ns/m2), R: jari-jari partikel (m) Dalam koagulasi digunakan pengadukan cepat (flash mixing). Tujuannya adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Mekanisme koagulasi dengan penambahan koagulan berbasis garam logam seperti garam besi (ion Fe3+) atau aluminium (ion Al3+) adalah terjadinya netralisasi antara koagulan yang telah terdisosiasi, sehingga bermuatan positip yang bertemu dengan partikel bermuatan negatif sehingga membentuk partikel netral. Selanjutnya partikel tersebut akan disatukan dengan partikel lain melalui mekanisme flokulasi. Flokulasi merupakan proses pembentukan flok dari partikel yang telah mengalami koagulasi sehingga memiliki ukuran lebih besar dan lebih mudah untuk mengendap dengan penambahan flokulan dalam jumlah kecil (Mishra et al 2012). Jadi proses flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi. Pada proses flokulasi digunakan pengadukan lambat (slow mixing). Proses flokulasi dilakukan dengan menambahkan flokulan, yaitu senyawa kimia berupa polimer. Polimer disebut juga polielektrolit jika monomernya mengandung gugus fungsi yang dapat terionisasi (Dewi 2007). Pada saat flokulasi, akan terbentuk jembatan flokulasi (flocculation bridging) yang memungkinkan terikatnya beberapa partikel membentuk flok yang lebih besar. Salah satu polimer yang penting dan banyak
19 digunakan dalam flokulasi adalah poliakrilamid. Mekanisme koagulasi dan flokulasi diperlihatkan pada Gambar 15.
Gambar 15 Mekanisme koagulasi flokulasi (Sumber: globalsecurity.org) Indriyati (2008) menyebutkan beberapa bahan koagulan yang sering digunakan adalah tawas atau aluminium sulfat (Al2(SO4)3), fero sulfat (FeSO4), feri sulfat (Fe2(SO4)3), fero klorida (FeCl2), feri klorida (FeCl3), kapur (Ca(OH2)), poli aluminium klorida (PAC) dan bahan flokulan yang banyak dijumpai di pasaran adalah super floc, magni floc dan aqua floc. Koagulan/flokulan yang mengandung unsur logam tersebut pada akhirnya perlu proses tambahan untuk memisahkan logam dari badan air. Koagulan/flokulan berupa polimer umumnya dikenal dengan sebutan polielektrolit. Ada tiga macam polielektrolit berdasarkan muatan yaitu polielektrolit anion (bermuatan negatif), polielektrolit kation (bermuatan positif) dan polielektrolit nonionik (tidak bermuatan). Menurut Indriyati (2008) dosis penggunaan flokulan adalah 1-10 mg/L (ppm). Penelitian pembuatan dan aplikasi koagulan/flokulan melalui reaksi kopolimerisasi cangkok juga telah dilakukan. Enrico (2008) telah memanfaatkan biji asam Jawa dalam pembuatan koagulan yang diujikan pada limbah cair industri tahu. Dari hasil penelitiannya Enrico (2008) menyimpulkan bahwa dosis optimum penggunaan tepung biji asam jawa sebagai koagulan pada limbah cair tahu yang memiliki pH 4 adalah 3000 mg/L atau 3000 ppm. Pada dosis tersebut koagulan mampu menyisihkan turbiditas sebesar 87,88%, Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) sebesar 98,78% dan angak Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 22,40%. Rath dan Singh (1997) telah melakukan kopolimerisasi poliakrilamida dengan kerangka dasar antara lain amilopektin, amilosa dan pati yang secara berurutan menghasilkan amylopectin-g-polyacrylamide (Ap-g-PAM), amylose-g-polyacrylamide (Am-g-PAM) dan starch-g-polyacrylamide (St-gPAM). Kopolimerisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan inisiator ceric ammonium nitrat. Dari hasil pengujian kinerja flokulasi pada larutan kaolin diketahui bahwa amylopectin-g-polyacrylamide memiliki kinerja yang paling bagus dibandingkan dengan dua jenis kopolimer lainnya. Rangkuman peneletian terkait penelitian disajikan pada Tabel 4.
20 Tabel 4 Rangkuman penelitian terdahulu Tahun 2009
Referensi Kajian Sen et al. 2009 Pembuatan flokulan CMS-gPAM dari pati jagung dengan metode konvensional (%grafting 47%) dan microwave initiated synthesis (%grafting 50%)
Hasil Perbandingan mol pati dan akrilamida = 1:23 (0,0062:0,14) Pengujian flokulan 9 ppm pada air limbah Institur Birla India (TSS: 276 ppm 80 ppm)
2012
Sen et al. 2012 Pembuatan flokulan Psy-gPAM dari kulit Psyllium dengan microwave initiated synthesis (%grafting 30%)
2011
Sen et al. 2011 Hidrolisis flokulan CMS-gPAM (bahan pati jagung) untuk pengolahan limbah industri tekstil Goyal et al. Karboksimetilasi tepung inti 2007 Tamarind
Pengujian flokulan 0,75 ppm pada suspensi kaolin 0,25% (efisiensi 62,71%) dan suspensi serbuk batubara 1% (efisiensi 83,03%) Efisiensi penyisihan warna 88,18% pada λ 520 nm
2007
Derajat substitusi (0,649) didapat dengan kondisi [Tamarind] 0,05 mol [NaOH] 0,158 mol [MCA] = 0,09 mol Metanol:air=4:1 o
2012
Yang et al. 2012
Evaluasi kinerja flokulan chitosan-g-PAM
2011
Ghosh et al. 2012
Hidrolisis parsial TKP-g-PAM
Temperatur: 70 C Waktu reaksi: 1 jam Chitosan-g-PAM menunjukkan flokulasi lebih baik dibandingkan dengan Alum, PAC, dan PAM pada pH pengujian (4, 7, 11) Kinerja flokulasi meningkat: TSS: 33520 dengan perlakuan 50 ml NaOH 0,1N waktu reaksi 2 jam dan o
2010
Ho et al. 2010
Karakterisasi flokulan biokopolimer (pektin) dan flokulan sintetis (PAM)
suhu 70 C Pektin lebih mudah terdegradasi secara termal dibandingkan dengan PAM.
21 Tabel 4 Rangkuman penelitian terdahulu (lanjutan) Tahun 2012
Referensi Mishra et al. 2012
Kajian Pembuatan flokulan CMC-gPAA dari karboksimetil selulosa dan asam akrilat
Hasil Flokulan CMC-g-PAA dengan konsentrasi 0,75 ppm mampu menurunkan nilai TSS air sungai Subernarekha dari 140 ppm menjadi 20 ppm, lebih baik daripada alum (117)
2012
Pal et al. 2012
TKP-g-PAM memiliki bobot molekul tertinggi dan menunjukkan flokulasi terbaik
2012
Purwaningsih 2012
Pembuatan flokulan dari TKP, natrium alginat dan CMS secara kimia (konvensional), microwave assisted method dan microwave initiated method Pembuatan separator GC dari selulosa (ela sagu, tebu, jerami padi) dengan metode kopolimerisasi cangkok dan taut silang
Separator GC berhasil disintesis dari selulosa sagu, tebu dan jerami
22
23
3 METODE Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu yang merupakan polimer alami dan akrilamida yang merupakan bahan sintetis. Pati sagu diperoleh dari pengrajin sagu di daerah Ciluar, Bogor – Jawa Barat, sedangkan akrilamida diperoleh dari PT Tridomain Chemicals, Cilegon Banten. Data spesifikasi akrilamida yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.Bahan lain yang digunakan adalah akuades, natrium hidroksida (NaOH p.a E-Merck), metanol (CH3OH), etanol (C2H5OH), asam klorida (HCl), natrium kloroasetat (C2H2ClNaO2), hidrokuinon, aseton dan bahan kimia lainnya untuk analisis. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, hotplate yang dilengkapi dengan pengaduk magnetik (magnetic stirrer), termometer, stop watch, sudip, filter 100 mesh, filter 500 mesh, oven microwave Panasonic model NN-ST340M, alat pengering (oven), perangkat untuk uji Kjeldahl, instrumen spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker tensor 37 dengan 32 scan, pH meter, erlenmeyer, labu ukur, gelas piala 1000 ml, gelas piala 500 ml, pipet 10 ml, pipet 25 ml, corong gelas, gelas arloji dan alat gelas lainnya. Untuk menguji kinerja flokulasi polimer hasil dari proses kopolimerisasi digunakan Jar Test Apparatus dan spektrofotometer Hach DR 2000. Metodologi Penelitian Analisis sifat fisiko kimia pati sagu Sampel pati sagu yang diperoleh dari pengrajin dikeringkan dengan oven pada suhu 50 oC selama 24 jam. Pati sagu kering kemudian disaring dengan penyaring berukuran 100 mesh. Prosedur penyiapan pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 2. Pati sagu tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sifat fisiko kimianya secara proksimat berdasar SNI yang meliputi penentuan kadar air (SNI 3729:2008), kadar abu (SNI 3729:2008), kadar protein (SNI 01-2891-1992), kadar lemak (SNI 01-2891-1992), kadar serat (SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (by difference), kadar pati (SNI 3729:2008), kadar amilosa (SNI 6128:2008) dan kadar amilopektin (by difference). Prosedur analisis proksimat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Sintesis Carboxy Methyl Starch (CMS) Carboxy Methyl Starch (CMS) berbahan dasar pati sagu dibuat dengan merujuk pada metode yang dilakukan oleh Goyal et al. (2007) dan Ghosh et al. (2011). Pati sagu 48,6 gram (setara dengan 0,3 mol) ditambahkan C2H2ClNaO2 10,48 g (setara dengan 0,09 mol) dan 100 ml larutan NaOH bermetanol ( 6 g NaOH [setara dengan 0,15 mol NaOH] dilarutkan di dalam 100 ml metanol).
24 Jumlah mol pati sagu tersebut dihitung berdasar pada satuan Anhydro Glucose Unit (AGU). Sebagai catatan bahwa satu mol AGU pati setara dengan 162 gram pati (Ghosh et al. 2011). Campuran bahan tersebut kemudian diaduk hingga homogen (15 menit) di atas hotplate dengan kecepatan 300 rpm. Setelah homogen, kemudian campuran tersebut dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 65 - 70 oC selama 60 menit. Setelah reaksi selesai, campuran kemudian didinginkan sehingga mencapai suhu ruang dan dibiarkan mengalami presipitasi. Lapisan cairan di bagian atas atau supernatan kemudian diambil dan disisihkan sedangkan ke dalam fasa padatan di bagian bawah ditambahkan 100 ml aquades dan dinetralkan dengan larutan HCl 15% hingga pH 7. Netralisasi dilakukan dalam kondisi larutan teraduk di atas hotplate pada kecepatan 300 rpm. Setelah larutan mencapai pH 7 (netral) kemudian didiamkan 30 menit sehingga larutan mengalami presipitasi dan membentuk lapisan padatan dan cairan. Fasa cair yang berada di atas (supernatan) diambil dan disisihkan. Kemudian ke dalam fasa padatan di bagian bawah ditambahkan 100 ml etanol dan di aduk selama 15 menit. Setelah 15 menit, kemudian campuran didiamkan selama 30 menit sehingga mengalami presipitasi dan terbentuk lapisan padatan – cairan. Fasa cair di ambil dan disisihkan. Kemudian ke dalam fasa padatan ditambahkan 100 ml larutan metanol-air (4:1) dan di aduk selama 15 menit. Setelah l5 menit pengadukan, kemudian larutan tersebut didiamkan selama 30 menit dan dibiarkan mengalami prespitasi. Fasa cairan yang terbentuk di bagian atas kemudian di ambil dan disisihkan. Ke dalam fasa padatan di bagian bawah kemudian ditambahkan 100 ml metanol dan di aduk selama 15 menit. Setelah pengadukan 15 menit, kemudian larutan didiamkan selama 30 menit dan dibiarkan mengalami presipitasi. Fasa cairan yang berada di bagian atas diambil dan di sisihkan. Fasa padatan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 oC selama 12 jam (1 malam). Setelah kering dalam suhu ruang, kemudian CMS siap untuk dianalisis dan digunakan pada proses kopolimerisasi. Diagram alir sintesis CMS dari pati sagu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16. Sintesis Kopolimer Gelombang Mikro
Cangkok
CMS-g-PAM
Menggunakan
Iradiasi
Dalam proses kopolimerisasi cangkok ini, iradiasi gelombang mikro atau microwave digunakan untuk membangkitkan radikal bebas pada kerangka dasar atau backbone polisakarida. Pembuatan atau sintesis CMS-g-PAM ini merujuk pada metode yang dilakukan oleh Sen et al. (2009). Sejumlah 5 g CMS (setara dengan 0,03 mol, berdasar AGU 1 mol CMS = 162 g mol-1) ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 ml. Selanjutnya sejumlah aquades dan akrilamida ditambahkan ke dalam gelas piala tersebut. Aquades ditambahkan hingga volume total cairan 250 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk selama 30 menit pada kecepatan 300 rpm. Setelah 30 menit pengadukan, batang pengaduk (magnetic stirrer bar) dikeluarkan dan gelas piala ditutup dengan aluminium foil seperti diperlihatkan pada Gambar 17. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat microwave yang memiliki piringan berputar (turntable).
25
Pati Sagu
NaOH beralkohol
C2H2ClNaO2
Diaduk (15 menit)
Dipanaskan di waterbath (60 menit; 68-70 oC) Didingankan (suhu ruang) Presipitasi (diamkan 30 menit) Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah Aquades Netralisasi (pH =7) HCl Presipitasi (diamkan 30 menit) Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah
Etanol
Pencucian 1 (diaduk 15 menit, 200 rpm) Presipitasi (diamkan 30 menit) Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah
Metanol: air (4:1)
Pencucian 2 (diaduk 15 menit, 200 rpm)
Presipitasi (diamkan 30 menit) Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah metanol
Pencucian 3 (diaduk 15 menit, 200 rpm) Presipitasi (diamkan 30 menit) Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah Angin-anginkan dan dikeringkan di dalam oven (50 oC, 12 jam) CMS
Gambar 16 Diagram Alir Sintesis Carboxy Methyl Starch (CMS)
26 Iradiasi microwave dijalankan pada kekuatan maksimum selama rentang waktu reaksi yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan microwave dengan daya 800 Watt dan waktu reaksi di atur pada rentang 1 hingga 5 menit. Kombinasi perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Faktor perlakuan bobot CMS dan waktu reaksi pada reaksi kopolimerisasi dengan gelombang mikro Kode Bobot CMS Perlakuan (g) A1B1 5 A1B2 5 A1B3 5 A2B1 5 A2B2 5 A2B3 5 A3B1 5 A3B2 5 A3B3 5 Catatan:
*
Volume akrilamida* 50% (ml)
Waktu Reaksi (menit)
50 50 50 50 50 50 100 100 150
1 3 5 1 3 5 1 3 5
Bobot akrilamida dihitung sebagai separuh dari volumenya, karena separuh lainnya adalah bobot pelarut (air)
Gambar 17 Campuran CMS dan akrilamida di dalam oven microwave Iradiasi microwave di hentikan sejenak (pause) secara berkala dan campuran didinginkan dengan cara menempatkan di dalam air dingin. Saat dikeluarkan dari oven temperatur campuran diukur dan diperoleh suhu berkisar antara 68-70 oC. Suhu reaksi diusahakan tidak melebihi 70 oC untuk menghindari kerusakan backbone polisakarida dan mengurangi terbentuknya reaksi samping yang tidak diinginkan secara berlebihan. Setelah mencapai waktu reaksi yang diinginkan, kemudian campuran didinginkan dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk lebih menyempurnakan reaksi kopolimerisasi cangkok. Reaksi kopolimerisasi dihentikan (terminated) dengan penambahan larutan hidrokuinon jenuh. Di dalam
27 penelitian ini digunakan larutan hidrokuinon 10% b/v (10 g hidrokuinon per 100 ml aquades. Pengadukan selama 5 menit setelah penambahan hidrokuinon dilakukan dan larutan didiamkan selama 30 menit dan dibiarkan mengalami presipitasi. Fasa cair di bagian atas diambil dan disisihkan. Kemudian ke dalam fasa padatan ditambahkan aseton berlebih dan selanjutnya disaring dengan filter 500 mesh. Padatan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 oC selama 12 jam. Setelah kering, kopolimer ditimbang, dihancurkan menjadi ukuran serbuk menggunakan mortar dan disaring dengan saringan 100 mesh. Selanjutnya produk dianalisis dan diuji kinerjanya sebagai flokulan. Diagram alir kopolimerisasi CMS dengan akrilamida menggunakan iradiasi gelombang mikro dapat dilihat pada Gambar 18. Analisis Sifat Fisiko Kimia Flokulan CMS-g-PAM Flokulan CMS-g-PAM danalisis perubahan gugus fungsi dengan teknik spestrokopi FTIR Bruker tensor 37 (Fourrier Transfor InfraRed), perolehan produk setelah reaksi, nisbah pencangkokan dan efisiensi pencangkokan. Prosedur analisis sifat fisiko kimia kopolimer CMS-g-PAM secara lebih rinci adalah sebagai berikut: a. Analisis gugus fungsi dengan teknik spektroskopi FTIR
Identifikasi gugus fungsi pada pati sagu sebagai bahan awal, CMS, dan kopolimer cangkok CMS-g-PAM dengan menggunakan FTIR Bruker tensor 37 dilakukan pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Sejumlah sampel ditambahkan sejumlah tertentu KBr dan dioleskan secara merata pada preparat sehingga membentuk lapisan tipis. Lapisan tersebut dapat ditembus oleh sinar. Sebelumnya alat FTIR dinyalakan dan dibiarkan selama beberapa saat terlebih dahulu. Langkah awal adalah mencari spektrum dari udara/pelarut yang digunakan yang difungsikan sebagai background. Setelah mendapatkan background kemudian data background disimpan sebagai acuan. Kemudian preparat yang telah diolesi sampel dimasukkan ke dalam sample holder pada alat FTIR. Selanjutnya alat alat FTIR dioperasikan sampai didapatkan suatu spektrum dari sampel tersebut. b. Pengukuran perolehan produk setelah reaksi kopolimerisasi Perolehan produk didefinisikan sebagai perbandingan antara produk yang diperoleh (output) dengan bahan awal (input) setelah melalui proses reaksi tertentu. Perolehan produk kopolimer cangkok dihitung berdasar bobot dan dinyatakan dalam persentase. Perhitungan perolehan produk dinyatakan dengan rumus berikut:
28 CMS Akrilamida (perlakuan A)
Diaduk (30 rpm, 30 menit)
Aquades Larutan CMS-Akrilamida Kopolimerisasi menggunakan microwave dengan waktu tertentu (perlakuan B)
Diamkan 24 jam
Hidroquinon
Terminasi (200 rpm, aduk 5 menit) Presipitasi (didiamkan 30 menit)
Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah Aseton berlebih
Pencucian
Separasi
Lapisan atas
Lapisan bawah
Keringkan dalam oven (50 oC, 12 jam
CMS-g-PAM
Gambar 18 Diagram Alir Kopolimerisasi CMS dengan Akrilamida Menggunakan Iradiasi Gelombang Mikro pada rentang waktu tertentu
29 c. Analisis Nisbah Pencangkokan (GR) dan Efisiensi Pencangkokan (GE) CMS-g-PAM Nisbah pencangkokan atau Grafting Ratio (GR) dan efisiensi pencangkokan atau Grafting Eficiency (GE) dapat diketahui dengan menentukan kadar Nitrogen (N) dari CMS-g-PAM yang dihasilkan dari reaksi kopolimerisasi. Analisis kedua parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Hashem et al. (2005) dan Mostafa et al. (2007). Kadar N dihitung dengan uji N Kjeldahl. Prosedur uji N Kjeldahl secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4. Kadar N yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan GR dan GE berikut:
Keterangan: N = Nitrogen BA = Bobot atom (g mol-1) BM = Bobot molekul (g mol-1) GR = Grafting Ratio (Rasio Pencangkokan) GE = Grafting Efficiency (Efisiensi Pencangkokan) Uji Kinerja flokulan CMS-g-PAM Untuk mengetahui kinerja kopolimer cangkok CMS-g-PAM pada proses flokulasi, maka bahan tersebut diujikan pada air sungai. Pada penelitian ini digunakan air sungai Ciliwung yang sampelnya diambil pada hari Selasa, 27 November 2012 pada jam 09.00-10.00 WIB. Titik pengambilan sampel adalah di daerah Sempur Bogor, Jawa Barat. Peralatan yang digunakan untuk mengukur parameter flokulasi adalah seperangkat alat Jar Test. Pengujian yang dilakukan merujuk pada prosedur SNI 19-6449-2000 (BSN 2010) tentang Metode Pengujian dengan Cara Jar dan juga merujuk pada metode yang dilakukan oleh Sen et al. (2011). Pengujian dilakukan pada konsentrasi flokulan yang sama yaitu 9 ppm. Prosedur lengkap Jar Test dapat dilihat pada Lampiran 5. Sampel yang diperoleh dari prosedur Jar Test selanjutnya di di uji kadar padatan tersupensi total atau Total Suspended Solid (TSS), kekeruhan, dan warna. Prosedur pengujian parameter tersebut adalah sebagai berikut: a. Prosedur Uji Padatan Tersupensi Total atau Total Suspended Solid (TSS) dengan Spektrofotometer Setelah Spektrofotometer Hach DR 2000 dihidupkan, kemudian masukkan nomor program untuk parameter Suspended Solid yaitu metode dengan nomor 630. Kemudian tekan tombol ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pengukuran TSS pada 810 nm. Sebagai blanko, aquades
30 sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam kuvet. Masukkan kuvet ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO sampai layar menunjukkan angka nol. Setelah itu, aquades pada kuvet dapat diganti dengan sampel yang akan diperiksa nilai TSS-nya, tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai TSS dalam mg/L Suspended Solid yang tertera pada layar dan catat. b. Prosedur Uji Kekeruhan dengan Spektrofotometer Setelah power Hach DR 2000 dihidupkan, kemudian masukkan nomor program untuk parameter kekeruhan yaitu metode dengan nomor 750. Kemudian tekan tombol ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pengukuran kekeruhan pada 450 nm. Sebagai blanko, aquades sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam kuvet. Masukkan kuvet ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO sampai layar menunjukkan angka nol. Setelah itu, aquades pada kuvet dapat diganti dengan sampel yang akan diperiksa nilai kekeruhannnya (FTU Turbidity), tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai kekeruhan dalam FTU Turbidity yang tertera pada layar dan catat. c. Prosedur Uji Warna dengan Spektrofotometer Setelah power Hach DR 2000 dihidupkan, kemudian masukkan nomor program untuk parameter warna yaitu metode dengan nomor 120. Kemudian tekan tombol ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pengukuran warna pada 455 nm. Sebagai blanko, aquades sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam kuvet. Masukkan kuvet ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO sampai layar menunjukkan angka nol. Setelah itu, aquades pada kuvet dapat diganti dengan sampel yang akan diperiksa nilai warna (PtCo Unit), tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai warna dalam unit PtCo yang tertera pada layar dan catat. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor perlakuan dan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah jumlah akrilamida 50% (A) dengan taraf 50 ml (setara dengan 0,35 mol (25 g)); 100 ml (setara dengan 0,70 mol (50 g)) dan 150 ml (setara dengan 1,055 mol (75 g)) dan waktu reaksi kopolimerisasi (B) dengan taraf 1 menit, 3 menit dan 5 menit. Tabulasi perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Hubungan antara faktor perlakuan terhadap faktor respon diuji dengan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur atau BNJ (Tukey’s Test) (Aunudin, 2005). Model rancangan percobaan digambarkan dengan persamaan berikut
31
Keterangan: Yij
=
Ai Bj (AB)ij
= = = =
ij
=
Faktor respon (perolehan produk, nisbah pencangkokan, efisiensi pencankokan) dengan jumlah akrilamida ke-i, waktu reaksi ke-j, dengan i = 50, 100, 150 ml dan j = 1 menit, 3 menit, 5 menit rataan umum pengaruh jumlah akrilamida ke-i pada faktor respon pengaruh waktu reaksi ke-j pada faktor respon pengaruh interaksi jumlah akrilamida ke-i dan waktu reaksi ke-j pada faktor respon galat percobaan total
Penentuan Nilai BNJ
keterangan: BNJ adalah nilai beda nyata jujur, q adalah nilai tetapan yang diambil dari tabel q, α adalah nilai galat yang ditetapkan, dbg adalah derajat bebas galat, k adalah jumlah perlakuan, KTG adalah kuadrat tengah galat, r adalah ulangan, A adalah perlakuan 1 (jumlah akrilamida) dan B adalah perlakuan 2 (waktu reaksi) Tabel 6 Taraf perlakuan jumlah akrilamida (A) dan waktu reaksi (B) Jumlah akrilamida 50% (ml) 50 50 50 100 100 100 150 150 150
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5 1 3 5 1 3 5
Kode Satuan Percobaan A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
32 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat dan melibatkan beberapa laboratorium. Proses kopolimerisasi cangkok CMS dari pati sagu dengan monomer akrilamida dan analisis jar test dilakukan di Laboratorium Polimer – Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM IPB Bogor. Pengujian TSS, kekeruhan, dan warna di lakukan di Laboratorium Proses – Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Pengujian gugus fungsi dengan teknik spestrokopi FTIR dilakukan di Laboratorium Biofarmaka LPPM IPB. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan terhitung dari bulan Mei 2012 hingga bulan Desember 2012. Diagram alir penelitian diperlihatkan pada Gambar 19. Pati Sagu Penyiapan Pati Sagu
Proksimat Pati Sagu: - Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Lemak - Kadar Protein - Kadar Serat - Kadar Karbohidrat
Karakterisasi Pati Sagu
Pembuatan CMS 0,3 mol CMS
Akrilamida
Kopolimerisasi di dalam microwave (waktu reaksi (1, 3, 5 menit), konsentrasi akrilamida (0,3;0,7;1,055 mol))
CMS-g-PAM
- Rendemen - Kadar N - Nisbah pencangkokan - Efisiensi pencangkokan - Uji Flokulasi +) TSS, +) Kekeruhan +) warna
Gambar 19 Diagram alir penelitian
33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu Pati sagu merupakan biopolimer yang banyak tersedia di Indonesia. Pati sagu yang diperoleh dari Ciluar Bogor dikeringkan di dalam oven (Gambar 20A) dan disaring dengan saringan 100 mesh (Gambar 20B). Penyaringan tersebut dilakukan untuk memisahkan pengotor seperti serat (ela sagu) yang terikut dan gumpalan sagu yang berukuran besar. Penyaringan sagu juga berguna untuk mendapatkan ukuran pati yang lebih seragam. Pati sagu yang telah disaring tersebut selanjutnya diuji kandungannya secara proksimat yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 7. Hasil analisis proksimat pati sagu secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
A
B
Gambar 20 Pati sagu setelah dikeringkan dengan oven sebelum disaring (A) dan sesudah disaring (B) Tabel 7 Hasil analisis proksimat pati sagu Hasil Metode Pembanding Uji 1 Kadar air % 5,93 SNI 3729:2008 maks. 131 2 Kadar abu % 0,02 SNI 3729:2008 maks. 0,51 3 Kadar protein % 1,05 SNI 01-3555-1998 0,632 4 Kadar lemak % 0,97 SNI 01-3555-1998 0,332 5 Kadar serat % 0,15 SNI 01-3555-1998 maks 0,51 6 Kadar karbohidrat % 91,88 by difference Sumber: 1) SNI 3729:2008 (BSN 2008), 2) Arbakariya et al. (1990), No
Komponen
Satuan
Dari Tabel 7 tersebut terlihat bahwa lebih dari 90% pati sagu tersusun atas karbohidrat dan 67%-nya merupakan zat pati. Dari kadar pati 67,48% tersebut, sepertinganya (15,42%) merupakan amilosa dan sisanya adalah amilopektin (52,06%). Kadar pati tersebut lebih tinggi sekitar 2% jika dibandingkan dengan syarat yang ditetapkan dalam SNI 3729:2008. Pati tersebut mengandung amilosa 22,85% dan amilopektin 77,15%. Komposisi amilosa dan amilopektin tersebut memperkuat pendapat Pomeranz (1991) yang mengatakan bahwa perbandingan amilosa dan amilopektin adalah 1:3. Yuliasih (2008) menyebutkan bahwa kadar amilosa pati sagu di Jawa Barat adalah 26, 19% dan amilopektin 73,82%. Jumlah
34 air yang terkandung dalam pati sagu adalah sekitar 6% dan elemen lain seperti protein, lemak serat dan abu berjumlah sekitar 2%. Pada dasarnya pati terdiri tersusun atas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang berupa amilosa dan amilopektin. Ikatan pada struktur amilosa adalah ikatan α-(1,4)-D-glikosidik yang berbentuk linier sedangkan ikatan pada struktur amilopektin adalah ikatan α-(1,6)-D-glikosidik yang cenderung bercabang (Winarno 1997; Xing Guo-xiu et al. 2005). Ikatan α-1,4- glikosidik dan α-1,6glikosidik juga gugus hidroksil pada C-2 C-3 dan C-6 (amilosa) mempunyai peluang untuk dimodifikasi secara kimiawi. Pada struktur amilosa gugus hidroksil C-6 dimodifikasi dengan cara di-karboksimetilasi sehingga menghasilkan CMS. Reaksi tersebut diduga akan membuat flokulan yang disintesis menjadi lebih bermuatan. Kadar air pati sagu berkaitan dengan sifat hidrofilik pati sagu yang dominan. Sifat tersebut disebabkan oleh keberadaan tiga gugus hidroksil yang terdapat pada tiap unit monosakarida (monomer) penyusunnya. Monomer pada pati berikatan secara heliks dan beberapa gugus hidroksilnya berada di bagian luar dari ikatan heliks tersebut sehingga pati bersifat hidrofilik, Hal tersebut berbeda dengan ikatan heliks pada gugus hidrokarbon dimana gugus hidroksilnya berada di bagian dalam ikatan heliks sehingga hidrokarbon bersifat hidrofobik. Karena sifat hidrofiliknya tersebut maka pati mempunyai kecenderungan untuk menyerap air, meskipun air dari udara, sehingga mempengaruhi kadar air dalam pati. Kadar air dalam pati sagu bervariasi. Variasi kadar air tersebut dipengaruhi oleh lokasi tanaman sumber pati, tekanan air di udara dan kelembaban relatif (% Rh). Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia CMS-g-PAM Sifat fisiko kimia kopolimer cangkok CMS-g-PAM yang dianalisis meliputi gugus dengan FTIR, perolehan produk, nisbah pencangkokan dan efisiensi pencangkokan. Masing-masing hasil analisis sifat fisiko kimia tersebut dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut. Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan Teknik Spestrokopi FTIR Analisis FTIR berguna untuk mengetahui ciri struktural senyawaan kimia pada sampel dan mendeteksi perubahan gugus fungsi akibat reaksi modifikasi. Analisis gugus fungsi secara spektrofotometeri dengan FTIR dilakukan pada sampel pati sagu murni, CMS, dan CMS-g-PAM yang spektrumnya secara berurutan ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Gambar 23. Dengan mengamati dan membandingkan spektrum sampel tersebut maka dapat disimpulkan apakah proses pencangkokan berhasil dilakukan. Spektrum inframerah pati sagu (Gambar 21) dicirikan dengan serapan vibrasi ulur –OH pada bilangan gelombang 3550-3200 cm-1, serapan vibrasi ulur C-H pada bilangan gelombang 2929 cm-1, dan serapan vibrasi ulur C=O pada bilangan gelombang 1648 cm-1. Menurut Creswell et al. (2005), pita serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 1648 cm-1 tersebut berasal dari glukosa penyusun pati. Ikatan tunggal karbon oksigen (C-O) terjadi pada area sidik jari yaitu pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1. Ikatan yang mungkin terjadi pada bilangan gelombang tersebut adalah ikatan glikosida (C-O-C) antar gugus amilosa maupun amilopektin dan ikatan C-O-H pada rantai piranosil.
35
Gambar 21 Spektrum FTIR pati sagu pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1 Spektrum inframerah CMS tidak banyak berbeda dengan spektrum inframerah pati sagu. Sedikit perubahan terjadi pada bilangan gelombang 2359 cm-1 yang menunjukkan ikatan rangkap tiga dan bilangan gelombang 1760-1690 cm-1 yang menunjukkan serapan vibrasi ulur C=O. Serapan ulur C=O tersebut diduga berasal dari penambahan natrium kloroasetat. Reaksi karboksimetilasi yang dilakukan pada pati sagu tidak banyak merubah struktur pati sagu. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh tidak terbukanya struktur amilosa dan amilopektin atau dengan kata lain terjadi proses gelatinisasi secara parsial. Gelatinisasi adalah proses terjadinya kerusakan pada struktur granula pati yang teratur secara fisik dan bersifat endotermis. Menurut Cecil et al. (1982) suhu gelatinisasi pati sagu adalah 72-74 oC dan suhu tersebut sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu reaksi karboksimetilasi pada penelitian ini yang berkisar 68-70 oC. Syamsir et al. (2012) menyebutkan bahwa granula pati yang menyerap energi panas dengan panas dibawah suhu gelatinisasi akan menyebabkan pembukaan lipatan heliks ganda amilosa dan amilopektin. Selain itu, proses tersebut juga akan memungkinkan untuk terjadinya pengaturan atau pembentukan ikatan baru. Spektrum CMS-g-PAM menunjukkan penajaman puncak pada bilangan gelombang 2361 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 3500-3300 cm-1 (ikatan N-H) atau serapan pada bilangan gelombang 1360-1180 cm-1 (ikatan C-N) seperti yang disebutkan Skoog et al. (1998) ternyata tidak terlihat. Serapan pada dua bilangan gelombang tersebut menunjukkan adanya ikatan amina atau amida. Namun demikian, terjadi serapan vibrasi ulur amida (ikatan C-N dan ikatan N-H) pada bilangan gelombang 1650-1590 cm-1 (Mistry 2009). Fenomena tersebut kemungkinan disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah proses gelatinisasi pada proses karboksimetilasi yang tidak sempurna dan kedua
36 adalah gelombang mikro tidak langsung mengarah pada CMS karena terhalang oleh aluminium foil sehingga CMS hanya terpapar gelombang mikro secara tidak langsung (pantulan). Kedua hal tersebut diduga menyebabkan reaksi kopolimerisasi pencangkokan CMS pati sagu dengan akrilamida tidak berjalan sempurna. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah menggunakan penutup yang dapat ditembus oleh gelombang mikro seperti penutup dari bahan gelas atau tidak menggunakan penutup.
Gambar 22 Spektrum FTIR CMS pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1
Gambar 23 Spektrum FTIR CMS-g-PAM pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1
37 Hasil Pengukuran Perolehan Produk Setelah Reaksi Kopolimerisasi Reaksi kopolimerisasi pencangkokan antara CMS dengan akrilamida diharapkan menghasilkan CMS-g-PAM yang merupakan kopolimer cangkok. Selain produk tersebut, juga dihasilkan produk lain seperti homopolimer poliakrilamida. Di dalam penelitian ini, homopolimer tersebut telah dipisahkan dengan melakukan pencucian menggunakan aseton melalui metode presipitasi. Silvianita et al. (2004) menyebutkan bahwa homopolimer atau polimer-polimer berantai pendek akan tercuci dengan aseton. Di dalam penelitian ini, produk yang diharapkan adalah polimer cangkok berantai panjang. Ekstraksi pelarut menggunakan campuran formamid dan asam asetat dengan perbandingan 1:1 seperti yang dilakukan Sen et al. (2009) diduga akan meningkatkan kemurnian produk. Setelah aseton ditambahkan ke dalam gelas piala, terjadi penggumpalan fasa padatan membentuk senyawa seperti gel padat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 24. Penapisan menggunakan saringan 500 mesh dilakukan untuk memisahkan fasa padatan dan cairan tersebut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 25A dan produk kering diperlihatkan pada Gambar 25B.
A B Gambar 24 Larutan CMS yang telah mengalami kopolimerisasi dan terminasi dengan hidrokuinon (A) dan gel padat yang terbentuk karena penambahan aseton (B)
A B Gambar 25 Penapisan produk hasil kopolimerisasi (A) dan produk kering (B)
38 Pengukuran perolehan produk dilakukan dengan menimbang bobot kering sampel. Secara umum, 5 g CMS yang digunakan dalam reaksi kopolimerisasi terkonversi menjadi produk padatan dengan rata-rata 4,76 g. Dengan kata lain persentase konversi CMS menjadi CMS-g-PAM adalah 95,17%. Dari beberapa perlakuan jumlah akrilamida yang digunakan dan waktu reaksi kopolimerisasi di dapatkan perolehan produk padatan CMS-g-PAM yang terendah adalah 4,64 g dan tertinggi 4,99 g. Persentase konversi tertinggi tersebut dihasilkan dari kombinasi perlakuan 100 ml akrilamida 50% (setara dengan 50 g atau 0,70 mol) dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Dengan demikian, kondisi proses terbaik untuk mendapatkan perolehan produk yang tertinggi adalah dengan kombinasi perlakuan 100 ml akrilamida 50% dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Hasil pengukuran perolehan produk secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengaruh jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi terhadap perolehan produk digambarkan dengan histogram pada Gambar 26. Terlihat bahwa rataan persentase perolehan produk berada di atas 90%. Peningkatan waktu reaksi tidak mengindikasikan peningkatan perolehan produk secara demikian. Sejalan dengan waktu reaksi, peningkatan jumlah akrilamida juga tidak menunjukkan peningkatan persentase perolehan produk yang dihasilkan. 100.00
Perolehan produk (%)
90.00 80.00 70.00 60.00 50.00
Akrilamida 50% (50 ml)
40.00
Akrilamida 50% (100ml)
30.00
Akrilamida 50% (150 ml)
20.00 10.00 0.00 1
3
5
Waktu reaksi (menit)
Gambar 26 Histogram yang menggambarkan hubungan antara perolehan produk CMS-g-PAM dan waktu reaksi Jika diperhatikan lebih seksama pada setiap taraf jumlah akrilamida, maka meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan sedikit peningkatan jumlah produk yang diperoleh, tetapi perolehan produk menurun pada waktu reaksi 5 menit. Misalnya pada taraf jumlah akrilamida 100 ml, dengan meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan peningkatan perolehan produk dari 4,69 g menjadi 4,99 g (meningkat 6,4%) dan perolehan produk menurun pada menit ke 5 menjadi 4,67 g (menurun 6,5%). Peningkatan waktu reaksi (pemaparan CMS dengan gelombang mikro) akan menyebabkan peningkatan jumlah radikal bebas, baik radikal bebas yang terbentuk pada kerangka dasar maupun radikal bebas pada monomer akrilamida. Radikal bebas pada kerangka dasar tersebut akan berpasangan dan membentuk ikatan dengan
39 radikal bebas akrilamida. Semakin lama, jumlah radikal bebas pada kerangka dasar yang siap dipasangkan dengan radikal bebas akrilamida akan semakin berkurang. Pada saat radikal bebas kerangka dasar tidak tersedia lagi karena telah berpasangan dengan radikal bebas akrilamida, maka reaksi yang terjadi adalah homopolimerisasi akrilamida membentuk poliakrilamida karena radikal bebas yang tersisa di dalam larutan adalah radikal bebas akrilamida. Terbentuknya poliakrilamida tidak diinginkan. Keberadaan poliakrilamida dan sisa monomer akrilamida dicuci dengan aseton yang penjelasannya telah disebutkan di atas. Sen et al. (2009) menambahkan bahwa semakin lama iradiasi gelombang mikro terhadap bahan (kerangka dasar) akan menyebabkan kerusakan struktur kerangka dasar tersebut sehingga diduga hal ini menyebabkan perolehan produk menurun. Peningkatan jumlah akrilamida dari 50 ml ke 100 ml dalam setiap taraf waktu reaksi juga menyebabkan peningkatan perolehan produk tetapi perolehan produk menurun pada saat jumlah akrilamid 150 ml. Misalnya pada taraf waktu reaksi 3 menit, dengan meningkatnya jumlah akrilamida dari 50 ml menjadi 100 ml menyebabkan peningkatan perolehan produk dari 4,80 g menjadi 4,99 g (meningkat 3,99%) dan perolehan produk menurun menjadi 4,85 (menurun 2,94%) pada saat jumlah akrilamida 150 ml. Salah satu faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan (pembentukan produk) dalam reaksi kimia adalah perubahan konsentrasi bahan (Bassett et al. 1994; Chang 2004). Semakin banyak bahan yang digunakan dalam reaksi maka semakin banyak produk yang terbentuk. Rasio mol atau perbandingan mol antara CMS dan akrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah setara dengan jumlah akrilamida yang ditambahkan. Secara berurutan rasio molnya CMS dan akrilamida adalah 1:11, 1:23 dan 1:24. Sebagai catatan, bobot molekul akrilamida adalah 71,09 g mol-1. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa rasio mol CMS dan akrilamida 1:23 merupakan rasio mol yang menghasilkan perolehan produk tertinggi. Hasil ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sen et al. (2009). Sebagai catatan, mol CMS dihitung dengan menggunakan dasar mol AGU dimana 1 mol AGU = 162 g mol-1. Pada saat bahan CMS tersedia maka CMS akan terkonversi menjadi produk CMS-g-PAM, tetapi pada saat yang tersisa adalah monomer akrilamida maka akrilamida yang bereaksi membentuk poliakrilamida. Namun demikian, poliakrilamida telah dicuci dengan aseton. Hasil analisis ragam (Analysis of Variance, ANOVA) perolehan produk pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan produk yang dihasilkan. Hasil analisis ragam perolehan produk secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah CMS yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan jumlah akrilamida dan produk masih mengandung homopolimer dan monomer cukup tinggi meskipun sudah dicuci dengan aseton. Untuk itu, jika ingin mengkaji lebih lanjut terkait dengan penelitian Homopolimer terbentuk karena adanya kompetisi di antara radikal-radikal akrilamida untuk bereaksi radikal CMS atau radikal akrilamida. Jika radikal akrilamida bereaksi dengan radikal CMS maka akan terbentuk kopolimer, tetapi jika bereaksi dengan radikal akrilamida maka akan terbentuk homopolimer (Kurniadi 2010). Saran bagi yang ingin melakukan penelitian terkait
40 penelitian ini maka perlu memperhitungkan perbandingan jumlah mol CMS dan akrilamida, penutup gelas piala yang tembus gelombang mikro (tanpa penutup) dan pemurnian produk. Meskipun perlakuan yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan produk, tetapi perlakuan dengan kombinasi jumlah akrilamida 150 ml dan waktu reaksi 3 menit adalah perlakuan yang terbaik karena mampu menghasilkan perolehan produk yang tertinggi. Hasil Analisis Nisbah Pencangkokan dan Efisiensi Pencangkokan Nisbah pencangkokan (Grafting Ratio, GR) menunjukkan perbandingan antara jumlah kopolimer (produk) yang mengandung cangkokan monomer (akrilamida) dengan jumlah bahan awal yang tidak mengandung akrilamida. Jumlah monomer akrilamida tercangkok dihitung sebagai kadar nitrogen (N). Efisiensi pencangkokan (Grafting Efficiency, GE) adalah perbandingan antara nilai GR dengan dengan persentase monomer terhadap polimer backbone. Telah disebutkan bahwa nilai GR dan GE diperoleh melalui pengukuran kadar nitrogen dengan metode Kjeldahl. Kadar nitrogen produk hasil kopolimerisasi memiliki rataan 0,75% dengan kadar nitrogen terendah adalah 0,17% dan kadar nitrogen tertinggi adalah 1,80%. Hasil analisis kadar nitrogen secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pengujian kadar nitrogen pati sagu adalah 0,01% dan CMS adalah 0,03%. Terlihat bahwa kopolimerisasi meningkatkan kadar nitrogen bahan awal. Pada penelitian ini, reaksi kopolimerisasi CMS menjadi CMS-g-PAM meningkatkan kadar nitrogen dari 0,03% menjadi menjadi 0,75% atau terjadi peningkatan kadar nitrogen sekitar 24%. Peningkatan kadar nitrogen merupakan indikasi terjadinya reaksi kopolimerisasi cangkok CMS dengan akrilamida. Kadar nitrogen berkorelasi positif dengan nilai GR karena belum ada koreksi dari persentase monomer akrilamida terhadap CMS. Artinya adalah semakin tinggi kadar nitrogen yang terdapat pada produk maka semakin tinggi nilai GR produk tersebut. Hasil pengukuran nilai GR menunjukkan bahwa rataan nilai GR adalah 4,06% dengan nilai terendah 0,87% dan nilai tertinggi 10,06%. Perhitungan nilai GR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 Histogram perubahan nilai GR akibat perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi dapat dilihat pada Gambar 27. Nitrogen yang terdapat pada produk CMS-g-PAM diduga berasal dari gugus amida ikatan C-N dan ikatan N-H. Adanya ikatan tersebut dibuktikan dengan serapan vibrasi ulur amida pada bilangan gelombang 1650-1590 cm-1 seperti yang dinyatakan oleh Mistry (2009). Dari Gambar 27 tersebut terlihat bahwa meningkatnya jumlah akrilamida dan waktu reaksi akan meningkatkan nisbah pencangkokan. Semakin banyak jumlah akrilamida dan semakin lama waktu reaksi akan meningkatkan jumlah radikal bebas, radikal bebas CMS dan radikal bebas akrilamida, yang selanjutnya akan membentuk produk CMS-g-PAM. CMS yang awalnya tidak memiliki ikatan amida akan memiliki ikatan tersebut yang berasal dari cangkokan akrilamida. Cangkokan akrilamida inilah yang teridentifikasi dan terukur ke dalam kadar N yang selanjutnya dikonversi menjadi nilai GR.
41
Nisbah pencangkokan (%)
14.00 12.00 10.00 8.00
GR - Akrilamida 50% (50 ml)
6.00
GR - Akrilamida 50% (100 ml)
4.00
GR - Akrilamida 50% (150 ml)
2.00 0.00 1
3
5
Waktu reaksi (menit)
Gambar 27 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai nisbah pencangkokan (GR) dan waktu reaksi pada tiga taraf jumlah akrilamida Hasil analisis ragam nilai GR pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai GR. Hasil analisis ragam GR secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode beda nyata jujur (BNJ) menunjukkan bahwa secara statistik setiap taraf perlakuan jumlah akrilamida dan taraf perlakuan waktu reaksi berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai GR. Hasil uji beda nyata jujur nilai GR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Namun perlu diingat bahwa nilai GR belum dikoreksi oleh jumlah monomer akrilamida yang digunakan. Dengan demikian, membahas nilai GE akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan nilai GR karena nilai GE telah dikoreksi oleh persentase monomer akrilamida terhadap CMS. Telah disinggung sebelumnya bahwa efisiensi pencangkokan atau grafting efficiency (GE) menggambarkan jumlah monomer akrilamida yang tercangkok pada kerangka dasar CMS. Nilai GE diperoleh dengan cara membagi nilai GR dengan persentase perbandingan akrilamida terhadap CMS. Dalam penelitian ini digunakan persentase perbandingan dalam satuan mol sehingga didapatkan persentase mol akrilamida terhadap CMS secara berurutan adalah 1139,40% untuk jumlah akrilamida 50 ml, 2278,80% untuk jumlah akrilamida 100 ml dan 3418,20% untuk jumlah akrilamida 150 ml. Dalam perhitungan GE diasumsikan semua CMS yang ditambahkan habis bereaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk CMS yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot CMS awal. Kenyataannya, tidak semua CMS terlibat dalam reaksi. Karena itu, nilai GR akan selalu lebih besar dari pada nilai GE (Silvianita et al. 2004). Perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi menghasilkan rataan nilai GE 0,158%. Dari perlakuan yang diujikan diketahui bahwa nilai GE terendah adalah 0,070% dan nilai tertinggi GE adalah 0,349%. Perhitungan nilai GE secara lebih
42 lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai tertinggi GE tersebut dihasilkan dari kombinasi perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Jika dikaitkan dengan perolehan produk, maka nilai tertinggi GE merupakan nilai tertinggi perolehan produk yang dihasilkan. Hubungan antara perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi digambarkan dengan histogram pada Gambar 28. Dari gambar histogram tersebut terlihat bahwa meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan sedikit peningkatan nilai GE, tetapi nilai GE menurun pada waktu reaksi 5 menit. Misalnya pada taraf jumlah akrilamida 100 ml, dengan meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan peningkatan nilai GE dari 0,098% menjadi 0,349% dan perolehan produk menurun pada menit ke 5 menjadi 0,106%. Meningkat dan menurunnya nilai GE karena pengaruh waktu tersebut berkaitan dengan kerusakan struktur kerangka dasar CMS yang akan berikatan dengan akrilamida. Semakin lama iradiasi gelombang mikro pada CMS maka akan menyebabkan kerusakan rantai kerangka dasar CMS secara struktural (Sen et al. 2009). Hal tersebut dapat dimengerti dengan analogi pemasakan yang terlalu lama menggunakan oven microwave akan menyebabkan bahan masakan menjadi rusak (gosong atau terbakar). Ada dugaan bahwa cangkokan yang telah akan terputus karena lamanya iradiasi gelombang mikro. Gelombang mikro tersebut menyebabkan rotasi molekul polar secara berlebih sehingga molekul polar yang telah terikat pada kerangka dasar kembali lepas.
Efisiensi pencangkokan (%)
0.400 0.350 0.300 0.250 0.200
GE - Akrilamida 50% (50 ml)
0.150
GE - Akrilamida 50% (100 ml)
0.100
GE - Akrilamida 50% (150 ml)
0.050 0.000 1
3
5
Waktu reaksi (menit)
Gambar 28 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai efisiensi pencangkokan (GE) dan waktu reaksi pada beberapa jumlah akrilamida Pengaruh jumlah akrilamida tidak terlalu jelas pada taraf perlakuan waktu reaksi 1 menit dan waktu reaksi 5 menit namun terlihat jelas pada taraf perlakuan waktu reaksi 3 menit. Pada taraf perlakuan waktu reaksi 3 menit tersebut terjadi peningkatan nilai GE dari 0,076% menjadi 0,349% d yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah akrilamida dari 50 ml menjadi 100 ml, tetapi nilai GE kembali menurun ke angka 0,294% karena meningkatnya jumlah akrilamida menjadi 150 ml. Meningkat dan menurunnya nilai GE karena pengaruh jumlah akrilamida berkaitan dengan jumlah radikal CMS yang siap berikatan dengan
43 radikal bebas akrilamida. Pada taraf waktu reaksi 1 menit diduga jumlah radikal bebas yang terbentuk dan siap berpasangan belum cukup jumlahnya, sedangkan pada taraf waktu reaksi 5 menit diduga terjadi kerusakan struktural rantai kerangka dasar CMS sehingga nilai GE menurun. Meningkatnya jumlah radikal bebas akrilamida yang tidak diimbangi dengan jumlah radikal bebas CMS (dalam penelitian ini, CMS digunakan dalam jumlah tetap) tidak akan meningkatkan jumlah pembentukan produk padahal pembentukan produk berkaitan dengan nilai GE yang dihasilkan. Hasil analisis ragam nilai GE pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai GE yang dihasilkan. Hasil analisis ragam nilai GE secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode beda nyata jujur (BNJ) menunjukkan bahwa secara statistik setiap taraf perlakuan jumlah akrilamida dan taraf perlakuan waktu reaksi berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai GE kecuali taraf jumlah akrilamida 100 ml dan 150 ml (tidak berbeda nyata). Hasil uji beda nyata jujur nilai GE selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Dengan demikian perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi 3 menit merupakan kombinasi perlakuan terbaik yang menghasilkan nilai GE tertinggi (0,349%). Nilai GE tersebut dianggap masih rendah. Sebagai perbandingan, Rinawita (2011) telah berhasil melakukan pencangkokan dengan efisiensi 31-50% menggunakan selulosa komersial dan akrilamida. Kurniadi (2010) juga mendapatkan efisiensi pencangkokan 10-14% menggunakan onggok singkong dan asam akrilat. Perbandingan nilai GE dengan pustaka referensi secara lebih lengkap diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi Bahan utama Pati Sagu (CMS) Selulosa komersial
Monomer dan inisiator Akrilamida
Pati jagung
Akrilamida dan APS,N,N’-metilenabis-akrilamida Asam akrilat dam Ce(SO4)2.4H2O Akrilamida
Pati jagung
Akrilamida dan CAN
Cangkang Psyllium
Akrilamida
Tamarind kernel polysaccharide (TKP) Tamarind kernel polysaccharide (TKP) Tamarind kernel polysaccharide (TKP)
Akrilamida dan CAN
Onggok singkong
Akrilamida Akrilamida dan CAN
Metode Microwave Initiated Synthesis Konvensional
Nilai GE referensi (%) 0,070-0,349 31-50
Konvensional
10-14
Microwave Initiated Synthesis Konvensional
25-50
Microwave Initiated Synthesis Konvensional
16-30
Microwave Initiated Synthesis Microwave Assisted Synthesis
53
18-47
45
87
Referensi Hasil penelitian Rinawita (2011) Kurniadi (2010) Sen et al. (2009) Sen et al. (2009) Sen et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012)
44 Tabel 8 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi (lanjutan) Bahan utama
Monomer dan inisiator
Metode
Nilai GE referensi (%)
Referensi
Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Pal et al. (2012) Mishra et al. (2012) Rani et al. (2012)
Natrium Alginat
Akrilamida dan CAN
Konvensional
31
Natrium Alginat
Akrilamida
37
Natrium Alginat
Akrilamida dan CAN
CMS
Akrilamida dan CAN
Microwave Initiated Synthesis Microwave Assisted Synthesis Konvensional
CMS
Akrilamida
50
CMS
Akrilamida dan CAN
CMC
Asam akrialat
Gum ghatti (GGI)
Akrilamida dan CAN
Microwave Initiated Synthesis Microwave Assisted Synthesis Microwave Initiated Synthesis Microwave Assisted Synthesis
54 47
64 1,4-15,5 17,8-168,6
Usaha perbaikan yang disarankan jika ingin mengkaji lebih lanjut terkait penelitian ini adalah perlunya memperhitungkan perbandingan jumlah mol CMS dan akrilamida, penutup gelas piala yang tembus gelombang mikro (tanpa penutup) dan pemurnian produk. Ilustrasi iradiasi gelombang mikro di dalam oven microwave diperlihatkan pada Gambar 29. Saran ini senada dengan perbaikan yang diajukan pada peningkatan perolehan produk karena nilai GE berkaitan dengan perolehan produk.
Gambar 29 Perambatan gelombang mikro di dalam oven microwave (sumber:revisionworld.co.uk) Faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah monomer cangkokan (akrilamida) dan waktu reaksi kopolimerisasi. Jumlah
45 monomer akrilamida dapat dikonversi menjadi mol dan jika dibandingkan dengan mol CMS yang digunakan maka jumlah akrilamida dapat dinyatakan dengan rasio mol. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan rasio mol yang digunakan adalah 1:11, 1:23 dan 1:34. Pelaksanaan penelitian serupa yang dilakukan oleh Sen et al. (2009) mendapatkan hasil bahwa rasio mol 1:23 mendapatkan efisiensi pencangkokkan yang tertinggi dan hasil tersebut senada dengan hasil penelitian ini. Suhu reaksi dan kekuatan atau daya oven microwave belum menjadi ruang lingkup penelitian ini. Suhu reaksi di dalam oven microwave dapat diatur dengan mengatur daya oven dan waktu pemaparan dengan iradiasi gelombang mikro. Penelitian lanjutan terkait dengan penelitian ini mungkin perlu memperhitungkan penggunaan kekuatan oven. Menurut Sen et al. (2009) efisiensi grafting dipengaruhi oleh jumlah monomer, kekuatan oven microwave dan waktu pemaparan iradiasi gelombang mikro. Hasil Uji Kinerja Kopolimer Cangkok CMS-g-PAM sebagai Flokulan pada Air Sungai Flokulasi adalah penyisihan padatan tersuspensi pada air dengan cara penggumpalan padatan tersebut untuk dijadikan padatan yang berukuran lebih besar sehingga padatan dapat dipisahkan baik secara filtrasi, flotasi maupun sedimentasi. Padatan tersuspensi menyebabkan terjadinya kekeruhan air dan warna air. Flokulan CMS-g-PAM yang telah dibuat diuji kinerjanya dalam menyisihkan padatan tersuspensi dan menurunkan kekeruhan dan warna. Kopolimer tersebut diujikan pada air sungai Ciliwung dengan konsentrasi uji 9 ppm. Penjelasan hasil uji kinerja flokulasi dijabarkan lebih rinci sebagai berikut. Padatan Tersupensi Total (TSS) Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm atau diameter bahan tersuspensi tersebut lebih dari 1 µm (Effendi 2003). Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan sehingga reduksi kandungan TSS dalam pengolahan air limbah sangat penting peranannya. Air sungai (Ciliwung) yang digunakan memiliki kadar TSS rata-rata 7,5 mg/l. Pati sagu dan CMS memiliki kemampuan yaang sama dalam menurunkan kadar TSS menjadi 3,5 mg/l atau dengan kata lain efisiensi penyisihan (removal efficiency) TSS oleh pati sagu dan CMS adalah 53,33%. Hasil pengukuran kadar TSS dan efisiensi penyisihannya secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kadar TSS air sungai dari 7,5 mg/l menjadi 2,8 mg/l (rata-rata). Secara keseluruhan flokulan CMS-g-PAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan 62,96%. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dari 53,33% menjadi 62,96% atau meningkat sebesar 9,63%. Pada Tabel 9 berikut disajikan peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM.
46 Tabel 9 Peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan CMS-g-PAM Sampel Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Efisiensi Penyisihan TSS (%) 53,33 53,33 60,00 60,00 60,00 60,00 66,67 66,67 66,67 66,67 60,00
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
Peningkatan Efisiensi (%) 0,00 6,67 6,67 6,67 6,67 13,33 13,33 13,33 13,33 6,67
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Hubungan antara kadar TSS dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada Gambar 30. Semakin tinggi efisiensi penyisihan TSS oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 30 tersebut terlihat bahwa efisiensi penyisihan membentuk pola fungsi polinomial orde 2 yang berbentuk parabola terbalik. Jika ditarik garis imajiner dari puncak parabola tersebut ke arah axis (jenis flokulan), maka flokulan A2B2 memberikan efisiensi penyisihan TSS yang tertinggi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi 3 menit mampu menghasilkan flokulan dengan efisiensi penyisihan tertinggi. Flokulan terbaik tersebut mampu menyisihkan TSS sebesar 66,67% atau menurukan TSS 7,5 mg/l menjadi 2,5 mg/l. Hasil analisis ragam kadar TSS karena pengaruh jenis flokulan pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan TSS. Hasil analisis ragam kadar TSS secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai TSS. Hasil uji beda TSS karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 18. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH (Indriyati 2008). Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 oC dan rataan pH 6,85 dengan kandungan TSS 7,5 mg/l. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan kadar TSS secara maksimal.
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
y=
-0.0602x2
+ 2.1414x + 45.959 R² = 0.781
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Efisiensi Penyisihan TSS (%)
TSS (mg/L)
47
Kode Sampel TSS
Removal Eficiency TSS (%)
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
Poly. (Removal Eficiency TSS (%))
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Gambar 30 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan efisiensi penyisihan TSS pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM Beberapa flokulan sejenis mampu menyisihkan padatan tersuspensi dengan efisiensi penyisihan TSS yang beragam. Pada Tabel 10 berikut disajikan perbandingan kinerja flokulan CMS-g-PAM hasil penelitian dengan flokulan lain dalam menurunkan TSS. Dari Tabel 10 tersebut terlihat bahwa nilai TSS awal pada penelitian masih rebih rendah jika dibandingkan dengan nilai TSS awal pada penelitian lain. Tabel 10 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis Nama flokulan
Bahan Konsentrasi TSS awal TSS Efisiensi dasar uji (ppm) (mg/l) akhir penyisihan TSS flokulan (mg/l) (%) CMS-g-PAM1 Pati sagu 9 7,5 2,8 62,96 TKP-g-PAM2 Tamarind 9 235 55 76,59 CMS-g-PAM3 Pati jagung 9 276 76 72,46 4 CMS-g-PAM Pati jagung 9 295 70 76,27 GGI-g-PAM5 Gum ghatti 0,8 112 40 64,28 TKP-g-PAM76 Tamarind 9 335 145 56,72 Catatan: 1) hasil penelitian 2) Ghosh et al. (2011) 3) Sen et al. (2009) 4) Sen et al. (2011) 5) Rani et al. (2012) 6) Ghosh et al. (2010)
Jika dicermati lebih jauh maka efisiensi penyisihan TSS berhubungan dengan nilai GE. Semakin tinggi nilai GE semakin tinggi pula nilai penyisihan TSS yang dihasilkan. Nilai GE menunjukkan jumlah akrilamida yang tercangkok
48
0.4
70
0.35
60
0.3
50
0.25
40
0.2
y=
0.15
-0.0602x2
+ 2.1414x + 45.959 R² = 0.781
30
0.1
20
0.05
10
0
Efisiensi penyisihan TSS (%)
Efisiensi Grafting (%)
pada struktur kerangka dasar CMS. Semakin tinggi akrilamida yang tercangkok pada kerangk dasar maka membuat struktur flokulan bermuatan lebih kuat dan mampu mengikat padatan tersuspensi lebih baik. Hubungan antara efisiensi penyisihan TSS dan nilai GE diilustrasikan pada Gambar 31.
0
Kode Sampel GE
Removal Eficiency TSS (%)
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
Poly. (Removal Eficiency TSS (%))
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Gambar 31 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan GE karena pengaruh pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM Sen et al. (2009) menyebutkan bahwa kemampuan flokulasi kopolimer cangkok CMS-g-PAM lebih baik bila dibandingkan kemampuan flokulasi polisakarida penyusun CMS-g-PAM. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan struktur molekulnya. Pati sagu dan CMS memiliki struktur molekul yang cenderung linier sedangkan kopolimer cangkok CMS-g-PAM memiliki struktur bercabang seperti tulang ikan (comb like structure). Struktur tersebut diilustrasikan pada Gambar 32. Rath dan Singh (1997) menambahkan bahwa struktur molekul yang panjang dan bercabang akan membuat kopolimer dapat mengikat partikel koloid lebih baik.
Gambar 32 Perubahan struktur molekul polisakarida (polimer linier) dengan reaksi pencangkokan sehingga menghasilkan kopolimer cangkok yang berstruktur seperti sisir (Sen et al. 2009)
49 Kekeruhan Kekeruhan adalah salah satu sifat fisik air yang disebabkan oleh zat padat yang terkandung di dalam air baik organik maupun anorganik (Risdianto, 2007). Beberapa zat yang menyebabkan kekeruhan air adalah tanah liat, lumpur, plankton, material koloid, mikroorganisme dan pewarna. Air yang keruh dianggap tidak sehat dan tidak memenuhi standar estetika. Kekeruhan dapat diukur dengan beberapa metode seperti nephelometry, hellige turbiditimetry, Jackson Candler Turbidimetry, dan spektrofotometri serta dinyatakan dalam satuan JTU (Jackson Turbidity Unit), NTU (Nephelometric Turbidity Units), FTU (Formazin Turbidity Units) dan satuan kekeruhan lainnya. Beberapa referensi menyebutkan bahwa kekeruhan tidak berkorelasi langsung dengan kadar padatan tersuspensi. Air sungai yang digunakan dalam penelitian memiliki kekeruhan rata-rata 8,5 FTU. Pati sagu dan CMS memiliki kemampuan yaang sama dalam menurunkan kekeruhan air tersebut menjadi 2,5 FTU atau dengan kata lain efisiensi penyisihan (removal efficiency) kekeruhan oleh pati sagu dan CMS adalah 70,59%. Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 19. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kekeruhan air sungai dari 8,5 FTU menjadi 1,9 FTU (rata-rata) sehingga secara keseluruhan flokulan CMS-gPAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan kekeruhan 77,65%. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dari 70,59% menjadi 77,65% atau meningkat sebesar 7,06%. Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan CMS-g-PAM Sampel
Efisiensi Penyisihan kekeruhan (%)
Peningkatan Efisiensi (%)
Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
70,59 70,59 76,47 76,47 82,35 70,59 76,47 76,47 76,47 76,47 82,35
0,00 5,88 5,88 11,76 0,00 5,88 5,88 5,88 5,88 11,76
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Hubungan antara kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada
50
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
y = 0.0004x4 - 0.0126x3 + 0.0043x2 + 2.1516x + 63.453 R² = 0.5499
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Efisiensi Penyisihan Kekeruhan (%)
Kekeruhan (FTU)
Gambar 33. Semakin tinggi efisiensi penyisihan kekeruhan oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 33 terlihat bahwa efisiensi penyisihan kekeruhan membentuk pola fungsi polinomial orde 4 sehingga sulit untuk menentukan flokulan terbaik dalam menurunkan kekeruhan. Selain itu, dari Gambar 33 tersebut terlihat bahwa fungsi efisiensi penyisihan kekeruhan berbeda dengan fungsi efisiensi penyisihan TSS. Hal tersebut memperkuat pendapat bahwa kekeruhan tidak berkorelasi langsung dengan nilai TSS. Hasil analisis ragam kekeruhan pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap kekeruhan. Hasil analisis ragam kekeruhan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai kekeruhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH (Indriyati 2008). Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 oC dan rataan pH 6,85 dengan kekeruhan 8,5 FTU. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan kekeruhan secara maksimal. Hasil uji beda kekeruhan karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21.
Kode Sampel Kekeruhan
Removal Eficiency Kekeruhan (%)
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
Poly. (Removal Eficiency Kekeruhan (%))
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Gambar 33 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai kekeruhan dan efisiensi penyisihan kekeruhan pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM
51 Beberapa flokulan sejenis mampu menyisihkan kekeruhan dengan efisiensi penyisihan kekeruhan yang beragam. Pada Tabel 12 berikut disajikan perbandingan kinerja flokulan CMS-g-PAM hasil penelitian dengan flokulan lain dalam menurunkan nilai kekeruhan. Tabel 12 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis Nama flokulan
Bahan dasar flokulan
Konsentrasi Kekeruhan Kekeruhan Efisiensi uji (ppm) awal akhir penyisihan (FTUa, (FTUa, kekeruhan (%) b NTU ) NTUb) CMS-g-PAM1 Pati sagu 9 8,5 a 1,9 a 77,65 2 b TKP-g-PAM Tamarind 9 58 14 b 75,86 CMS-g-PAM3 Pati jagung 9 20 b 4b 80,00 CMS-g-PAM4 Pati jagung 9 97 b 89 b 8,25 GGI-g-PAM5 Gum ghatti 0,8 41 b 29 b 29,27 TKP-g-PAM76 Tamarind 9 58 b 28 b 51,72 Catatan: 1) hasil penelitian 2) Ghosh et al. (2011) 3) Sen et al. (2009) 4) Sen et al. (2011) 5) Rani et al. (2012) 6) Ghosh et al. (2010)
Warna Salah satu sifat fisik air selain kekeruhan adalah warna. Air bersih adalah air yang tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Warna yang terbentuk pada air umumnya disebabkan oleh logam. Tingginya kadar besi (Fe) pada air menyebabkan air berwarna merah kecoklatan dan berbau logam. Endapan Mn akan memberikan noda-noda pada bahan/benda-benda yang berwarna putih. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran cemaran logam yang terkandung dalam air uji. Padatan yang terdapat di dalam air ikut memberikan kontribusi pada warna air. Air sungai yang digunakan dalam penelitian memiliki warna rata-rata 40,5 unit PtCo. Pati sagu memiliki kemampuan menurunkan warna yang lebih baik daripada CMS. Hal tersebut terlihat dari nilai efisiensi penyisihan warna oleh pati sagu lebih tinggi (65,43%) daripada efisiensi penyisihwan warna oleh CMS (60,49%). Hasil pengukuran warna dan efisiensi penyisihannya karena pengaruh jenis flokulan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 22. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kekeruhan air sungai dari 40,5 unit PtCo menjadi 11,4 unit PtCo (rata-rata) sehingga secara keseluruhan flokulan CMS-g-PAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan kekeruhan 71,85%. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dari 60,49% menjadi 71,85% atau meningkat sebesar 11,36%. Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 13. Hubungan antara warna dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada Gambar 34. Semakin tinggi efisiensi penyisihan warna oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 34 terlihat bahwa efisiensi penyisihan warna
52 membentuk pola fungsi polinomial orde 4 seperti pola fungsi efisiensi penyisihan kekeruhan. Tabel 13 Peningkatan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dan CMS-g-PAM Efisiensi Penyisihan kekeruhan (%)
Warna (Unit PtCo)
Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
65,43 60,49 76,54 71,60 74,07 66,67 72,84 70,37 66,67 71,60 75,31
50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
Peningkatan Efisiensi (%) -4,94 11,11 6,17 8,64 1,23 7,41 4,94 1,23 6,17 9,88
y = 0.0007x4 - 0.0243x3 + 0.1472x2 + 1.7826x + 57.278 R² = 0.4375
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kode Sampel Warna
Removal Eficiency Warna (%)
Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml A2 = jumlah akrilamida 100 ml A3 = jumlah akrilamida 150 ml
Poly. (Removal Eficiency Warna (%))
B1 = waktu reaksi 1 menit B2 = waktu reaksi 3 menit B3 = waktu reaksi 5 menit
Gambar 34 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai warna dan efisiensi penyisihan warna pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM
Remmoval Efficiency Warna (%)
Sampel
53 Hasil analisis ragam warna pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap warna. Hasil analisis ragam kekeruhan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai kekeruhan. Hasil uji beda kekeruhan karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 24. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH (Indriyati 2008). Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 oC dan rataan pH 6,85 dengan kekeruhan 40,5 unit PtCo. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan warna secara maksimal. Kopolimerisasi Cangkok Menggunakan Iradiasi Gelombang Mikro dengan Perlakuan Penutup Aluminium Foil dan Tanpa Penutup Berdasarkan saran dari tim penguji pada saat ujian tesis, maka perlu dilakukan percobaan lanjutan untuk verifikasi pengaruh penggunaan tutup bejana reaksi. Percobaan lanjutan dilakukan dengan perlakuan penggunaan tutup alumium foil dan tanpa penggunaan tutup pada proses kopolimerisasi cangkok di dalam oven microwave. Percobaan lanjutan tersebut menggunakan kondisi perlakuan terbaik yaitu jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. CMS yang digunakan adalah 5 gram dan diperoleh produk 4,8 g atau terjadi konversi 96%. Dari hasil pengukuran dan perhitungan diketahui bahwa nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan tanpa menggunakan tutup (1,262%) lebih tinggi hampir empat kali lipat (3,6 kali) jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil (0,349%). Nilai rataan kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dapat dilihat pada Tabel 14, sedangkan hasil penugujian secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 25. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan tutup mempengaruhi efisiensi pencangkokan akrilamida pada kerangka dasar CMS dari pati sagu. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut maka dilakukan analisis ragam dan uji beda nyata jujur pada tingkat kepercayaan 95%. Tabel 14 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup Perlakuan Kopolimerisasi dengan tutup aluminium foil Kopolimerisasi tanpa tutup
Waktu reaksi Kadar N Nisbah Efisiensi Akrilamida kopolimerisasi Kjeldahl pencangkokan Pencangkokan 50% (ml) (menit) (%) (GR) (%) (GE) (%) 100
3
1,45
7,95
0,349
100
3
4,40
28,76
1,262
54 Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tutup aluminium foil berpengaruh nyata terhadap nilai GE. Hasil analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26. Berdasarkan hasil uji beda nyata jujur diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata antara efisiensi pencangkokan yang dihasilkan dari perlakuan percobaan dengan menggunakan tutup aluminium foil dan tanpa menggunakan tutup pada bejada reaksi. Perhitungan uji beda nyata jujur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26. Hal tersebut mengindikasikan bahwa logam (aluminium foil) dapat menghalangi terjadinya reaksi kopolimerisasi secara lebih sempurna karena gelombang mikro tidak dapat menembus lapisan logam tersebut. Dengan demikian, jika ada penelitian lanjutan terkait dengan penelitian ini disarankan untuk tidak menggunakan penutup berupa logam pada bejana reaksi. Teknologi Iradiasi Gelombang Mikro Skala Industri Gelombang mikro telah diaplikasikan di dunia industri. Industri yang telah memanfaatkan gelombang mikro adalah industri pangan. Pada skala industri, gelombang mikro yang digunakan memiliki panjang gelombang 328 mm dengan frekuensi 915 megahertz. berbeda dengan gelombang mikro yang digunakan pada skala rumah tangga yang memiliki panjang gelombang lebih pendek yaitu 122 mm dan frekuensi 2,45 gigahertz. Pada industri pangan, gelombang mikro sering difungsikan sebagai pengering sehingga juga disebut dengan microwave dryer. Kemampuannya memanaskan bahan secara lebih cepat dengan pemanasan spontan dan merata lebih disukai karena menghemat waktu pengeringan. Waktu pengeringan yang umumnya memakan waktu dalam hitungan jam, dapat diselesaikan dalam hitungan menit jika menggunakan oven microwave. Pada Gambar 35 diperlihatkan contoh oven microwave yang digunakan di dunia industri. Penggunaan gelombang mikro dalam reaksi kimia yang memerlukan pemanasan bahan masih jarang ditemui di industri. Untuk itu, aplikasi gelombang mikro yang memiliki banyak kelebihan, terutama mampu memanaskan bahan secara cepat dan merata, akan menghemat waktu produksi di industri.
Gambar 35 Oven microwave skala industri (www.microwaves.it)
55
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kopolimer cangkok CMS-g-PAM dapat disintesis dari pati sagu dan akrilamida dengan menggunakan iradiasi gelombang mikro (microwave initiated synthesis). Berdasarkan hasil pengukuran perolehan produk, nisbah pencangkokan, efisiensi pencangkokan dan kinerja flokulasi dapat disimpulkan bahwa kondisi reaksi kopolimerisasi terbaik adalah dengan menggunakan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit menggunakan microwave. Pada kondisi tersebut diperoleh perolehan produk 99,82%, nisbah pencangkokan 7,95% dan efisiensi pencangkokan 0,349%. Perolehan produk tidak dipengaruhi secara nyata oleh jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya, sedangkan nisbah pencangkokan dan efisiensi pencangkokan dipengaruhi secara nyata oleh jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya. Flokulan terbaik yang dihasilkan mampu menurunkan TSS 7,5 mg/l menjadi 2,5 mg/l (66,67%), kekeruhan 8,5 FTU menjadi 2 FTU (76,47%) dan warna 40,5 unit PtCo menjadi 11 unit PtCo (72,84%). Penggunaan aluminium foil mempengaruhi kadar nitrogen, nisbah pencangkokan, dan efisiensi pencangkokan produk yang dihasilkan pada reaksi kopolimerisasi cangkok yang menggunakan iradiasi gelombang mikro. Nilai GR (nisbah pencangkokan) dan nilai GE (efisiensi pencangkokan) produk CMS-gPAM hasil reaksi kopolimerisasi tanpa menggunakan tutup (1,262%) lebih tinggi hampir empat kali lipat (3,6 kali) jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil (0,349%). Saran Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan CMS komersial atau dengan menggunakan suhu reaksi yang melebihi suhu gelatinisasi pati sagu pada saat pembuatan CMS. Penelitian lanjutan terkait dengan penggunaan gelombang mikro disarankan untuk menggunakan penutup bejana reaksi yang dapat ditembus oleh gelombang mikro atau tanpa menggunakan penutup.
56
57
DAFTAR PUSTAKA Amuda OS, IA Amoo, dan OO Ajayi. 2006. Performance Optimization of Coagulant/ Flocculant in Treatment of Wastewater from a Beverage Industry. J Hazard Mater B129: 69-72. Arbakariya A, BA Asbi dan R Norjehan. 1990. Rheological Behaviour of Sago Starch during Liquefaction and Saccharification. J Food Eng 10: 610-613. Aunuddin, 2005. Statistika : Rancangan dan Analisis Data. Bogor (ID): IPB Press. Bassett J, RC Denney, GH Jeffery dan J Mendham. 1994. Buku Ajar VOGEL Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. AH Pudjaatmaka dan L Setiono, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Vogel's Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. Boediono MPADR. 2012. Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Metode pengujian koagulasi-flokulasi dengan cara Jar. SNI 19-6449-2000. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tepung sagu. SNI 3729:2008. Beiitz HD dan Grosch W. 1987. Food Chemistry. Ed ke-2. Berlin (DE): Springer Verlag. Cecil, JE, G Lau, SH Heng, dan CK Ku. 1982. The sago industry: a technical profile based on preliminary study made in Sarawak. London (GB): London Tropical Institute. Chang R. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi ke-2 (3). Achmadi SS, penerjemah. Simarmata, Editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: General Chemistry: The Essential Concepts. Cresswell CJ, Runquist OA, Campbell M. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Spectrum Analysis of Organic Compound. An Introductory Programmed Text. Desmukh SR, Sudhakar K, Singh RP. 1991. Drag-reduction efficiency, shear stability, and biodegradation resistance of carboxymethyl cellulose-based and starch-based graft coplymers. J Appl Sci 43: 1091-1101. Dewi P. 2007. Isolasi dan Optimasi Flokulasi Mikrob Potensial Penghasil Bioflokulan dari Lumpur Aktif. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Enrico B. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. [FST] Food Science and Technology. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Edisi ke-3. Ed: J BeMiller dan R Whistler. London (GB). Academic Press Elsevier. Ghosh S, G Sen, U Jha, dan S Pal. 2010. Novel biodegradable polymeric flocculant based on polyacrylamide-grafted tamarind kernel polysaccharide. Bioresour Technol 101: 9638-9644.
58 Ghosh S, U Jha, dan S Pal. 2011. High Performance Polymeric Flocculant Based on Hydrolyzed Polyacrylamide Grafted Tamarind Kernel Polysaccharide (Hyd. TKP-gPAM). Bioresour Technol 102: 2137-2139. Goyal P, V Kumar, dan P Sharma. 2007. Carboxymethylation of Tamarind Kernel Powder. Carbohydr Polym 69: 251-255. Gupta, AL. 2010. Polymer Chemistry. Meerut (IN): Pragati Publications. Harahap Y. 2006. Pembentukan akrilamida dalam makanan dan analisisnya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No. 3, Desember 2006, 107 - 116. [terhubung berkala]. http://jurnal. farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n03/ akrilamid.pdf?PHPSESSID=2d09a4864d7b99981e25b664aeb9440b.html [21 Januari 2013] Hasan, BI. 2011. Budidaya Tanaman Sagu. http://budiimanhasansp.blogspot.com/ 2011/11/budidaya-tanaman-sagu.html [20 Februari 2013] Hashem A, Afifi MA, El-Alfy EA, Hebeish A. 2005. Synthesis, characterization and saponification of poly (AN)-starch composites and properties of their hydrogels. Am J Appl Sci 2: 614-621. Ho YC, I Norli, AFM Alkarkhi, dan N Morad. 2010. Characterization of Biopolymeric Flocculant (PAM): A Comparative Study on Treatment and Optimization in Kaolin Suspension. Bioresour Techno 101: 1166-1174 Indriyati. 2008. Proses Pengolahan Limbah Organik secara Koagulasi dan Flokulasi. J Rekay Lingk 4: 125-130. Jong dan A Widjono. 2007. Sagu: Potensi Besar Pertanian Indonesia. Iptek Tanaman Pangan 2(1): 54-65. Jong, FS. 1995. Research for Development of Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.) Cultivation in Sarawak, Malaysia. Wageningen (DE): Landbouwuniversiteit te Wageningen. Kurniadi T. 2010. Kopolimerisasi grafting monomer asam akrilat pada onggok singkong dan karakteristiknya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mishra S, GU Rani, dan G Sen. 2012. Microwave Initiated Synthesis and Application of Polyacrylic Acid rafted Carboxymethyl Cellulose. Carbohydr Polym J 87: 2255-2262. Mistry BD. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY (UV, JR, PMR, JJCNMR and Mass Spectroscopy). Jaipur (IN): Oxford Book Company. Moad G dan Solomon. 2006. The Chemistry of Radical Polymerization. Edisi ke2. Oxford (GB): Elsevier Scienc. Mostafa M. 2007. Modification of carbohydrate polymers Part 2: Grafting of methacrylamide onto pregelled starch using vanadium–mercapto succinic acid redoxs pair. J Appl Sci Res 3(8): 681-689. Othman Z, S Al-Assaf dan O Hassan. 2010. Molecular Characterisation of Sago Starch Using Gel Permeation Chromatography Multi-Angle Laser Light Scattering. Sains Malaysiana 39(6): 969-973. Pal S, G Sen, S Ghosh dan RP Singh. 2012. High Performance polymeric flocculants based on modified polysaccharides – Microwave assisted synthesis. Carbohydr. Polym. 87: 336-342.
59 Pamere N. 2012. Apa Sih Microwave atau Gelombang Micro Itu [terhubung berkala]. http://pamere-pamere.blogspot.com/2012/09/microwavegelombang-micro_22.html [19 April 2013] Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Component. Edisi ke-2. London (GB): Academic Press Inc. Purwaningsih H. 2012. Rekayasa Biopolimer dari Limbah Pertanian Berbasis Selulosa dan Aplikasinya sebagai Material Separator [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rani P, G Sen, S Mishra, dan U Jha. 2012. Microwave assisted synthesis of polyacrylamide grafted gum ghatti and its application as flocculant. Carbohydr Polym 89: 275-281. Rath SK dan RP Singh. 1997. Flocculation characteristics of grafted and ungrafted starch, amylose, and amylopectin. J Appl Polym Sci 66: 1721– 1729. Rinawita. 2010. Modifikasi Selulosa dengan Teknik Pencangkokan dan Penautan Silang Menggunakan Akrilamida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Risdianto, D. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air Limbah Industri Jamu (Studi Kasus PT. Sido Muncul) [tesis]. Semarang (ID): Univesitas Diponegoro. Syamsir E, P Hariyadi, D Fardiaz, N Andarwulan, dan F Kusnandar. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. J. Teknol. dan Industri Pangan 23(1): 100-106. Sen G, R Kumar, S Ghosh, dan S Pal. 2009. A Novel Polymeric Flocculant based on Polyacrylamide Grafted Carboxymetylstarch. Carbohydr Polym 77: 822-831. Sen G, S Ghosh, U Jha, dan S Pal. 2011. Hydrolyzed Polyacrylamide Grafted Carboxymethulstarch (Hyd. CMS-g-PAM): an Efficient Flocculant for Treatment of Textile Industry Wastewater. Chem Eng J 171: 495-501. Sen G, S Mishra, GU Rani, P Rani dan R Prasad. 2012. Microwave Initiated Synthesis of Polyacrylamide grafted Psyllium and its application as flocculant. Int J Biol Macromol 50: 369-375. Shagar AD, JS Pulle, SM Reddy dan MV Yadav. 2012. Microwave Assisted Synthesis of Carboxymethyl Starch. J Chem Sci: 10(1): 36-42. Silvianita S, Nurmasari I, Sulistio A, Kurniawan F, Sumarno. 2004. Kopolimerisasi dari poliakrilamida pada pati dengan metode grafting. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses; Semarang, 21-22 Apr 2004. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November. Skoog DA, FJ Holler, dan TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Michigan (US): Saunders College Pub. Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(4). Bogor (ID): Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Susi dan Ruriani E. 2009. Pengenalan Tanaman Sagu [internet]. http://xa.yimg.com/kq/groups/25896088/2033444349/name/sagu [15 Januari 2013] Tchobanoglous G, FL Burton, dan HD Stensel. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Edisi ke-4. MacGrawHill Companies, Inc.
60 Teli MD dan Waghmare. 2009. Synthesis of superabsorbent from carbohydrate waste. Carbohydr Polym 78: 492-496. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Guo-xiu X, Zhang Shu-fen, Ju Ben-zhi, dan Yang Jin-zong. 2005. Recent Advances in Modified Starch as Flocculant. The Proceedings of the 3rd International Conference on Functional Molecules: 8-11 September 2005. Beijing (CN): hlm 13-18. Yang Z. Bo Yuan, X Huang, J Zhou, J Cai, H Yang, A Li, R Cheng. 2012. Evaluation of the Flocculation Performance of Carboxymethylchitosangraft-polyacrylamide, a Novel Amphoteric Chemically Bonded Composite Flocculant. Water Research 46:107-114 Yuliasih, I. 2008. Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu (Metroxylon sago Rottb) serta Aplikasi Produknya Sebagai bahan Campuran Plastik Sintetik. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
61
LAMPIRAN
62
63 Lampiran 1 Sertifikat analisis akrilamida dari PT Tridomain Chemicals
64 Lampiran 2 Diagram alir penyiapan pati sagu Pati Sagu
Dikeringkan di dalam oven T = 50 oC, t =12 jam Diangin-anginkan Disaring 200 mesh Uji Proksimat
- Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Lemak - Kadar Protein - Kadar Serat - Kadar Karbohidrat
65 Lampiran 3 Prosedur analisis proksimat a. Prosedur Analisis Kadar Air (SNI 3729:2008) Cawan porselen dikeringkan dengan oven pada suhu 103 ± 3 oC selama satu jam dan kemudian didiamkan di dalam desikator selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian ditimbang bobotnya dan dicatat sebagai W1. Contoh (pati sagu) sejumlah 2 g ditimbang dengan necara analitik di atas cawan porselen yang telah ditimbang dan dicatat sebagai W. Cawan berisi pati sagu tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 103 ± 3 oC selama satu jam (satu jam setelah suhu mencapai 103 ± 3 oC). Selanjutnya cawan tersebut didiamkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang sebagai W2. Penetapan kadar air dilakukan secara duplo. Kadar air pati sagu merupakan selisih antara bobot contoh awal sebelum dikeringkan dan bobot contoh setelah dikeringkan.
Keterangan: W adalah bobot contoh (g) W1 adalah bobot cawan kosong (g) W2 adalah bobot cawan kosong dan bahan kering (g) b. Prosedur Analisis Kadar Abu (SNI 3729:2008) Cawan dipijarkan di dalam tanur listrik pada suhu 550 °C ± 10 °C, yang sebelumnya dipanaskan dahulu pada penangas listrik/bunsen dengan nyala api kecil selama 1 jam. Selanjutnya cawan dinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang (W1). Lalu, contoh (pati sagu) ditimbang sejumlah 2 g – 5 g contoh (W). Setelah itu cawan berisi contoh diarangkan di atas penangas listrik/bunsen dengan nyala api kecil dan kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 °C ± 10 °C sampai putih atau kelabu selama 5 jam – 8 jam. Selanjutnya cawan tersebut diinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (W2). Kemudian cawan dimasukkan kembali ke dalam tanur pada suhu yang sama selama 1 jam dan dinginkan dalam desikator dengan waktu yang sama dan timbang. Langkah tersebut diulangi sampai diperoleh bobot tetap (selisih penimbangan yang terakhir dan yang sebelumnya maksimum 1 mg (W2). Pengujian kadar abu dikakukan secara duplo. Kadar abu dalam contoh dihitung sebagai berikut.
Keterangan: W adalah bobot contoh (g) W1 adalah bobot cawan kosong (g) W2 adalah bobot cawan kosong dan abu (g)
66 c. Prosedur Analisis Kadar Protein (SNI 01-2891-1992) Sampel ditimbang 0.51 g, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 250 mL, lalu ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat. Labu kemudian dipanaskan di atas pemanas listrik atau pembakar Bunsen sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Setelah dibiarkan mendingin, campuran diencerkan, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan ditera. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 mL NaOH 30%, dan labu distilasi segera ditutup. Distilasi dilakukan kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 mL larutan asam borat 2%. Ujung pipa dibilas dengan akuades, lalu dititrasi dengan larutan HCl 0.01 N. Penetapan blangko dikerjakan tanpa sampel.
Keterangan: V1 = Volume HCl 0.01 N titrasi sampel (ml) V2 = Volume HCl 0.01 N titrasi blanko (ml) N = Normalitas HCl Fk = Faktor konversi protein dari: makanan secara umum = 6,25 susu dan hasil olahannya = 6,38 mentega dan kacang = 5,46 fp = Faktor pengenceran d. Prosedur Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Sejumlah contoh ditimbang 1 g – 2 g (catat sebagai W) dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan di dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 oC selama satu jam. Selongsong tersebut kemudian didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang (W1). Kemudian, selongsong tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet yang terhubung dengan lamu lemak berisi pelarut lemak (heksana) dan batu didih yang telah diketahui bobotnya. Lalu, lemak diekstrak dengan cara direfluks selama enam jam. Lemak dalam pelarut disuling sehingga diperoleh kembali pelarut yang semula dipakai dalam alat soxhlet dan lemak dalam labu lemak. Labu lemak kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama sat jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan (W2).
Keterangan: W adalah bobot contoh (g) W1 adalah bobot sebelum ekstraksi (g) W2 adalah bobot sesudah ekstraksi (g)
67 e. Prosedur Analisis Kadar Serat (SNI 01-2891-1992) Contoh sejumlah 2 g – 4 g ditimbang (W). Lemak yang terkandung didalam contoh dibebaskan terlebih dahulu dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau dengan cara mengaduk-mengendap-tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Contoh tersebut kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Sejumlah 50 ml larutan H2SO4 1,25% ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut dan selanjutnya dididihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Sejumlah 50 m NaOH 3,25 % ditambahkan dan didihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas, campuran dalam erlenmyer disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu seperti Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan larutan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol 96%. Kemudian kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C, dinginkan dan timbang sampai bobot relatif tetap (W1). Setelah ditimbang dihitung dengan rumus a, jika berat lebih besar dari 1 % maka buka kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap (W2). Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1% maka kertas saring beserta isinya dabukan dan ditimbang sampai bobotnya tetap. Perhitungan: a. Serat kasar ≤1%
b. Serat kasar > 1%
Keterangan: W adalah bobot contoh (g); W1 adalah bobot abu (g) W2 adalah bobot endapan pada kertas saring (g) f. Prosedur Analisis Kadar Pati (SNI 3729:2008) Sejumlah contoh ditimbang lebih kurang 1 g contoh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Lalu, ditambahkan 200 ml larutan HCl 3 %, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30 % (cek dengan kertas lakmus atau indikator fenolftalein), dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3 % agar suasana larutan menjadi agak sedikit asam. Setelah itu, isinya dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml dan diimpitkan hingga tanda garis, kemudian saring. Lalu 10 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 ml air suling. Campuran tersebut kemudian dipanaskan di atas api dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch), didihkan terus
68 selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan stopwatch), kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin, lalu ditambahkan 25 ml H2SO4 25 % perlahan-lahan dan 15 ml larutan KI 20 %. Campuran tersebut dititar secepatnya dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N (gunakan penunjuk larutan kanji 0,5%). Pengujian dilakukan secara duplo. Prosedur yang sama dikerjakan juga untuk blanko. Untuk mencari volume (ml) natrium tio sulfat yang digunakan, maka dihitung :
Kemudian dilihat dalam daftar Luff-Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk ml natrium tio sulfat yang digunakan.
Kadar pati = 0,90 x kadar glukosa dengan: W adalah bobot contoh (mg); b adalah glukosa yang terkandung untuk ml thio yang dipergunakan (mg), dari Tabel 15; fp adalah faktor pengenceran Tabel 15 Penetapan gula menurut Luff-Schoorl
69 g. Prosedur Analisis Kadar Amilosa (SNI 6128:2008) Pembuatan larutan standar amilosa. Untuk membuat larutan standar amilosa maka digunakan 100 mg potato amylosa yang ditambahkan 1 ml alkohol 90 % dan 9 ml NaOH 1 N. Kemudian Larutan dipanaskan selama 10 menit, kemudian didinginkan 1 jam dan diencerkan dengan aquades sampai volume 100 ml. Larutan dipipet masing-masing 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 dan 6 ml. Pada larutan tersebut ditambahkan 2 ml I2 dan asam asetat 0,5 N masing-masing 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 ; 4,0 ml. Larutan diencerkan lagi dengan aquades sampai volume 100 ml kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 620 nm yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16 Larutan amilosa standar Amilosa Standar (mg/L) 0 10 20 30 40 50 60
Absorbansi pada 620 nm 0.021 0.286 0.479 0.612 0.854 1.013 1.248
Pengukuran kadar amilosa pati sagu. Langkah pertama adalah menimbang sejumlah 100 mg contoh dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diberi 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Kemudain larutan dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 oC selama 10 menit dan didinginkan selama 1 jam. Setelah itu larutan diencerkan dengan air suling menjadi 100 ml. Larutan contoh dipipet 5 ml dan ditambahkan 2 ml I2 dan 1 ml asam asetat 0,5 N. Kemudain encerkan kembali dengan aquades sampai volume 100 ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm. Hasil pengukuran absorbansi contoh kemudian diplotkan ke kurva amilosa standar seperti yang diperlihatkan pada Gambar 35. Absorbansi pada 620 nm
1.400 1.200 1.000 0.800 0.600
y = 0.0197x + 0.0544 R² = 0.9951
0.400 0.200 0.000 0
20
40
60
Konsentrasi amilosa (mg/L)
Gambar 35. Kurva amilosa standar
80
70 Lampiran 4 Prosedur analisis kadar nitrogen (SNI 19-7119.2-2005) Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfta pekat dengan katalis campuran selen membentuk ammonium sulfat atau (NH4)2SO4. Kadar ammonium dalam ekstrak selanjutnya ditetapkan dengan spektrofotometri. Alat yang digunakan adalah neraca analitik, tabung digestion dan blok digestion, pengocok tabung, spektrofotometer, labu didih 250 ml, Erlenmeyer 100 ml dan tabung reaksi. Pereaksi yang digunakan adalah H2SO4 pekat (95-97%) p.a., dan campuran selen p.a. Tahapan penetapan dengan spektrofotometri adalah: Pembuatan larutan Standar 0 Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang diperlukan. Standar pokok 1.000 ppm N Timbang 4,7143 g serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 1 L. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 L dan kocok hingga larutan homogen Standar 20 ppm N Buat dengan memipet 2 ml larutan standar pokok 1.000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml Deret standar 0-20 ppm N Pipet 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar N 20 ppm masing-masing ke dalam tabung reaksi 10 ml. Tambahkan standar 0 hingga semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran. Larutan Na-fenat Timbang 100 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 L. Setelah dingin tambahkan 125 g serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 L. Larutan buffer tartrat Timbang 50 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 L. Setelah dingin tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Encerkan dengan air bebas ion sampai 1 L. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5% Pengukuran N dengan spektrofotometer Pipet 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung reaksi, tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok dengan pengocok tabung. Pipet ke dalam tabung reaksi masingmasing 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan berturut-turut larutan buffer tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5%, kocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: Warna indobiofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian perekasi dan pengukuran setiap deret standard dan contoh.
71 Lampiran 3 Prosedur Uji Kadar Nitrogen (SNI 19-7119.2-2005) (lanjutan) Perhitungan
Keterangan: ppm kurva adalah kadar contoh yang di dapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko 100 adalah konversi ke % fp adalah faktor pengenceran (10) fk adalah faktor koreksi kadar air = (100/(100- %kadar air)
72 Lampiran 5 Prosedur uji flokulasi dengan cara Jar (Jar Test) Peralatan yang digunakan adalah Jar Test Apparatus yang memiliki pengaduk multi posisi dengan menggunakan kecepatan kontinyu dengan variasi 20 – 150 rpm. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut: Masukkan sejumlah contoh uji dengan volume yang sama ke dalam gelas piala 1000 ml Tempatkan gelas berisi contoh ke alat dan celupkan pengaduk. Catat temperature saat pengujian Lakukan pengadukan selama 5 menit pada kecepatan 120 rpm untuk membuat contoh lebih homogen Tambahkan bahan kopolimer cangkok (CMS-g-PAM) sesuai jumlah yang telah di tetapkan ke dalam contoh Aduk selama 5 menit pada kecepatan 60 rpm Setelah 5 menit pengadukan kemudian diamkan larutan selama 15 menit Ambil sejumlah sampel (50 ml) di bagian atas gelas piala (±1 cm dari permukaan air) Lakukan prosedur yang sama untuk blanko (tanpa penambahan koagulan/flokulan) Lakukan pengujian sampel yang meliputi padatan tersupensi total atau Total Suspended Solid (TSS), kekeruhan, warna dan absorbansi menggunakan spektrofotometer Hach DR 2000
73 Lampiran 6 Hasil analisis proksimat pati sagu a. Kadar Air Bobot Bobot Bobot cawan Bobot Rataan Bobot Cawan yg Kadar Bobot + sampel kadar Std Ulangan cawan + hilang Air sampel sampel kering air Dev (g) sampel (air) (%) kering (g) (%) (g) (g) (g) 1 4,5334 2,0518 6,5852 6,1756 1,6422 0,4096 6,22 5,93 0,41 2 5,0936 2,0235 7,1171 6,7156 1,6220 0,4015 5,64
b. Kadar Abu Bobot Bobot cawan Bobot Rataan Bobot yg Kadar Bobot + sampel kadar Std Ulangan cawan hilang Abu sampel sampel kering abu Dev (g) (air) (%) kering (g) (%) (g) (g) 1 19,2828 2,1127 21,3955 19,2880 0,0052 2,1075 0,024 0,02 0,00 2 20,5023 2,0509 22,5532 20,5072 0,0049 2,0460 0,022 Bobot Cawan + sampel (g)
c. Kadar Protein
1
0,1007
V titer HCl (ml) 0,2
2
0,1094
0,3
Bobot Ulangan Sampel (g)
V titer blanko (ml)
N HCl
Kadar Protein (%)
0,1
0,0212
0,74
0,1
0,0212
1,36
Rataan kadar protein (%)
Std Dev
1,05
0,44
d. Kadar Lemak Bobot Ulangan sampel (g)
Bobot Labu (g)
1
2,2182 115,8977
2
2,2063 108,6066
Bobot Rataan Labu + Bobot Kadar kadar Lemak lemak Std Dev Lemak lemak Kering (g) (%) (g) 118,1159 115,9187 0,0210 0,9467 0,97 96,74 110,8129 108,6284 0,0218 0,9881 Bobot Labu + Lemak (g)
e. Kadar Serat
1
2,2043 3,5434
Kertas Kertas Bobot Saring Saring + serat + Serat Serat (g) (g) (kering)(g) 5,7477 5,7434 0,0043
2
2,2154 3,3467
5,5621
Bobot Ulangan sampel (g)
Kertas Saring (g)
5,5597 0,0024
Kadar Serat (%) 0,20 0,11
Rataan Kadar Serat (%)
Std Dev
0,15
0,06
74 Lampiran 6 Hasil analisis proksimat (lanjutan) f. Kadar Pati Bobot Ulangan sampel
Volume Volume Kadar Kadar Volume Faktor penitar blanko Glukosa Pati tio (ml) Pengenceran (ml) (ml) (%) (%)
1
1,0639
16,10
24,8
8,70
4
74,44
67,00
2
1,0487
16,15
24,8
8,65
4
75,52
67,97
Rataan K, Pati (%)
Std Dev
67,48
0,69
g. Kadar Amilosa Ulangan
Bobot sampel
Absorbansi
K, Amylosa (%)
1
0,2045
0,492
22,21
2
0,2087
0,517
23,48
Rataan Kadar Amilosa (%) 22,85
Std Dev 0,90
Kadar amilosa yang terkandung di dalam pati dihitung dengan 22,85% x 67,48% = 15,42%. Kadar amilopektin dihitung dari kadar pati yang dikurangi dengan kadar amilosa atau 67,48% - 15,42% = 52,06%.
75 Lampiran 7 Hasil pengukuran perolehan produk CMS-g-PAM Akrilamida 50% (ml)
Waktu reaksi kopolimerisasi (menit) 1
50
3
5
1
100
3
5
1
150
3
5
Bobot akhir neto (g)
Perolehan produk (%)
5.8901
4.6033
92.01
1.5268
6.2874
4.7606
95.17
5.0043
1.2552
6.2835
5.0283
100.48
2
5.0021
1.2868
5.8621
4.5753
91.47
1
5.0027
1.5268
6.1417
4.6149
92.25
2
5.0034
1.5268
6.1913
4.6645
93.23
1
5.0015
1.2868
5.9326
4.6458
92.89
2
5.0031
1.5268
6.2664
4.7396
94.73
1
5.0024
1.2552
6.3092
5.0540
101.03
2
5.0028
1.0986
6.0317
4.9331
98.61
1
5.0019
1.5268
6.2951
4.7683
95.33
2
5.0015
1.5268
6.0956
4.5688
91.35
1
5.0037
1.2868
6.0775
4.7907
95.74
2
5.0025
1.2552
6.1008
4.8456
96.86
1
5.0017
1.2552
6.1187
4.8635
97.24
2
5.0022
1.5268
6.3564
4.8296
96.55
1
5.0018
1.4784
6.1013
4.6229
92.42
2
5.0058
1.2868
6.0342
4.7474
94.84
Bobot awal (g)
Bobot filter (g)
1
5.0029
1.2868
2
5.0023
1
Ulangan
Bobot akhir bruto (g)
Catatan : Bobot akrilamida dihitung dari separuh volume akrilamida 50% sehingga akrilamida 100 ml setara dengan 50 g atau 0,70 mol. Bobot molekul akrilamida adalah 71,09 g mol -1
76 Lampiran 8 Analisis ragam perolehan produk CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis Pengaruh jumlah akrilamida Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = 0 (jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang sama pada nilai perolehan produk) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4 Pengaruh waktu reaksi Ho = β1 = β2 = 0 (waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai perolehan produk) H1 = setidaknya ada satu j dengan βj ≠ 0, j = 1, 2 Pengaruh interaksi antara jumlah akrilamida dan waktu reaksi pada nilai perolehan produk Ho = (τβ)ij = 0 untuk semua ij ((interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai perolehan produk) H1 = setidaknya ada satu (τβ)ij ≠ 0 Perolehan produk Jumlah Akrilamida 50% (ml) 50
Ulangan 1 2
100
1 2
150
1 2
Rataan waktu reaksi
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5 4.60 4.76 4.68 4.65 4.74 4.69 4.79 4.85 4.82 4.73
5.03 4.58 4.80 5.05 4.93 4.99 4.86 4.83 4.85 4.88
4.61 4.66 4.64 4.77 4.57 4.67 4.62 4.75 4.69 4.66
Rataan akrilamida
4.71
4.78
4.78 4.76
Penyapuan menurut waktu reaksi (lajur atau kolom) Jumlah Akrilamida 50% (ml) 50 100 150 Rataan waktu reaksi
Ulangan
Waktu Reaksi (menit) Rataan akrilamida 1 3 5 -0.05 -0.08 -0.02 -0.05 -0.04 0.11 0.00 0.03 0.09 -0.03 0.02 0.02 4.73 4.88 4.66 4.76
Penyapuan menurut jumlah akrilamida (baris) Waktu Reaksi (menit) Jumlah Akrilamida Ulangan 50% (ml) 1 3 5 50 100 150 Rataan waktu reaksi
0.00 -0.06 0.06 -0.03
-0.03 0.09 -0.06 0.12
0.03 -0.02 0.00 -0.09
Rataan akrilamida -0.05 0.03 0.02
77 Lampiran 8 Analisis ragam untuk perolehan produk CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (lanjutan) Nilai Sisaan Jumlah Akrilamida 50% (ml)
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5
Ulangan 1 2 1 2 1 2
50 100 150
-0.08 0.08 -0.05 0.05 -0.03 0.03
0.23 -0.23 0.06 -0.06 0.02 -0.02
-0.02 0.02 0.10 -0.10 -0.06 0.06
Tabel ANOVA untuk perolehan produk Sumber keragaman Jumlah akrilamida Waktu Reaksi Interaksi Jumlah akrilamida dan waktu reaksi Galat Total
db
JK
KT
Fhit
F tabel (α=0,05) Kesimpulan
2 2
0.02 0.15
0.01 0.07
0.66 4.20
4.26 Terima Ho 4.26 Terima Ho
4 9 17
0.04 0.16 0.37
0.01 0.02
0.60
3.63 Terima Ho
Kesimpulan: 1 Karena Fhitung jumlah akrilamida < Ftabel maka terima Ho Artinya: Jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang tidak nyata pada nilai perolehan produk 2 Karena Fhitung waktu reaksi < Ftabel maka terima Ho Artinya: waktu reaksi memberikan pengaruh yang tidak nyata pada perolehan produk 3 Karena Fhitung interaksi jumlah akrilamida*waktu reaksi < Ftabel maka terima Ho Artinya: interaksi antara interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang tidak nyata pada nilai perolehan produk
78 Lampiran 9 Hasil analisis kadar nitrogen pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM
Akrilamida 50% (ml)
Waktu reaksi kopolimerisasi (menit)
1 50
3 5 1
100
3 5 1
150
3 5
Ulangan
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kadar N Kjeldahl (%)
0.15 0.21 0.18 0.16 0.20 0.21 0.29 0.57 1.39 1.51 0.37 0.56 0.32 0.60 1.78 1.82 1.18 1.93
Rataan Kadar N Kjeldahl (%)
Simpangan Baku Kadar N
0.18
0.04
0.17
0.01
0.21
0.01
0.43
0.20
1.45
0.08
0.47
0.13
0.46
0.20
1.80
0.03
1.56
0.53
Catatan: Kadar N untuk pati sagu adalah 0,01% dan kadar N CMS adalah 0,03%
79 Lampiran 10 Nilai GR Akrilami da 50% (ml)
Waktu reaksi kopolimeris asi (menit) 1
50
3 5 1
100
3 5 1
150
3 5
Ulang an
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kadar N Kjelda hl (%)
Nisbah pencangkok an (GR) (%)
0.15 0.21 0.18 0.16 0.20 0.21 0.29 0.57 1.39 1.51 0.37 0.56 0.32 0.60 1.78 1.82 1.18 1.93
0.77 1.08 0.92 0.82 1.03 1.08 1.49 2.98 7.59 8.30 1.91 2.93 1.65 3.14 9.94 10.18 6.37 10.87
Rataan Nisbah pencangkok an (GR) (%)
Simpang an Baku GR
0.92
0.22
0.87
0.07
1.05
0.04
2.24
1.05
7.95
0.50
2.42
0.72
2.40
1.05
10.06
0.17
8.62
3.18
80 Lampiran 11 Analisis ragam GR CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis Pengaruh jumlah akrilamida Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = 0 (jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang sama pada nilai GR) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4 Pengaruh waktu reaksi Ho = β1 = β2 = 0 (waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai GR) H1 = setidaknya ada satu j dengan βj ≠ 0, j = 1, 2 Pengaruh interaksi antara jumlah akrilamida dan waktu reaksi pada nilai GR Ho = (τβ)ij = 0 untuk semua ij ((interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai GR) H1 = setidaknya ada satu (τβ)ij ≠ 0 Data hasil analisis GR Jumlah akrilamida (g)
Ulangan
25
1 2
50
1 2
75
1 2
Rataan waktu reaksi
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5 0.77 1.08 0.92 1.49 2.98 2.24 1.65 3.14 2.40 1.85
0.92 0.82 0.87 7.59 8.30 7.95 9.94 10.18 10.06 6.29
1.03 1.08 1.05 1.91 2.93 2.42 6.37 10.87 8.62 4.03
Rataan akrilamida
0.95
4.20
7.03 4.06
Penyapuan menurut waktu reaksi (lajur atau kolom) Jumlah akrilamida (g) 25 50 75 Rataan waktu reaksi
Ulangan
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5 -0.93 0.39 0.54 1.85
-5.42 1.66 3.77 6.29
-2.98 -1.61 4.59 4.03
Penyapuan menurut jumlah akrilamida (baris) Waktu Reaksi (menit) Jumlah akrilamida Ulangan (g) 1 3 5 25 50 75 Rataan waktu reaksi
2.18 0.24 -2.42 -2.21
-2.31 1.51 0.80 2.23
0.13 -1.75 1.62 -0.03
Rataan akrilamida -3.11 0.14 2.97 4.06
Rataan akrilamida -3.11 0.14 2.97 0.00
81 Lampiran 9 Analisis ragam GR CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (lanjutan) Nilai Sisaan Jumlah akrilamida (g)
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5
Ulangan 25 50 75
1 2 1 2 1 2
-0.16 0.16 -0.74 0.74 -0.75 0.75
0.05 -0.05 -0.36 0.36 -0.12 0.12
-0.03 0.03 -0.51 0.51 -2.25 2.25
Tabel ANOVA untuk GR Sumber keragaman Konsentrasi Akrilamida Waktu Reaksi Interaksi Konsentrasi akrilamida dan waktu reaksi Galat Total
db
F tabel (α=0,05) Kesimpulan
JK
KT
Fhit
2
110.97
55.49
37.97
4.26
Tolak Ho
2
59.17
29.58
20.25
4.26
Tolak Ho
4
49.35
12.34
8.44
3.63
Tolak Ho
9 17
13.15 232.65
1.46
Kesimpulan: 1 Karena Fhitung jumlah akrilamida > Ftabel maka tolak Ho Artinya: Jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang nyata pada nilai GR 2 Karena Fhitung waktu reaksi > Ftabel maka tolak Ho Artinya: waktu reaksi memberikan pengaruh yang nyata pada GR 3 Karena Fhitung interaksi jumlah akrilamida*waktu reaksi > Ftabel maka tolak Ho Artinya: interaksi antara interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang nyata pada nilai GR
82 Lampiran 12 Uji beda nyata jujur (BNJ) GR CMS-g-PAM Penentuan Nilai BNJ
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji BNJ efisiensi pencangkokan (GR)
Faktor Perlakuan
Taraf yang dibandingkan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
Jumlah Akrilamida
50 dan 100
3.25
1.95
Beda
50 dan 150 100 dan 150
6.08 2.82
1.95 1.95
Beda Beda
1 dan 3
4.44
1.95
Beda
1 dan 5 3 dan 5
2.18 2.26
1.95 1.95
Beda Beda
Waktu reaksi
Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata
83 Lampiran 13 Nilai GE
Akrila mida 50% (ml)
Waktu reaksi kopolimer isasi (menit) 1
50
3 5 1
100
3 5 1
150
3 5
Ulang an
Nisbah pencangk okan (GR) (%)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
0.77 1.08 0.92 0.82 1.03 1.08 1.49 2.98 7.59 8.3 1.91 2.93 1.65 3.14 9.94 10.18 6.37 10.87
Persent ase mol Efisiensi Efisiensi akrilam Pencangk Pencangk ida okan (GE) okan (GE) terhada (%) (%) p CMS (%) 1139 0.07 0.081 1139 0.09 1139 0.08 0.076 1139 0.07 1139 0.09 0.092 1139 0.09 2279 0.07 0.098 2279 0.13 2279 0.33 0.349 2279 0.36 2279 0.08 0.106 2279 0.13 3418 0.05 0.07 3418 0.09 3418 0.29 0.294 3418 0.3 3418 0.19 0.252 3418 0.32
Simpan gan baku GE
0.019 0.006 0.003 0.046 0.022 0.031 0.031 0.005 0.093
84 Lampiran 14 Analisis ragam GE CMS-g-PAM pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis Pengaruh jumlah akrilamida Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = 0 (jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang sama pada nilai GE) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4 Pengaruh waktu reaksi Ho = β1 = β2 = 0 (waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai GE) H1 = setidaknya ada satu j dengan βj ≠ 0, j = 1, 2 Pengaruh interaksi antara jumlah akrilamida dan waktu reaksi pada nilai GE Ho = (τβ)ij = 0 untuk semua ij ((interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai GR) H1 = setidaknya ada satu (τβ)ij ≠ 0 Nilai GE Jumlah Akrilamida 50% (ml) 50
100
150
Ulangan 1 2 1 2 1 2
Rataan waktu reaksi
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5
Rataan akrilamida
0.067 0.081 0.095 0.072
0.090 0.095
0.081
0.076
0.092
0.066 0.333 0.131 0.364
0.084 0.128
0.098
0.349
0.106
0.048 0.291 0.092 0.298
0.186 0.318
0.070
0.294
0.252
0.206
0.08
0.24
0.15
0.16
0.083
0.184
Penyapuan menurut waktu reaksi (lajur atau kolom) Jumlah Akrilamida 50% (ml) 50 100 150 Rataan waktu reaksi
Ulangan
Waktu Reaksi (menit) Rataan akrilamida 1 3 5 -0.002 0.163 -0.058 -0.074 0.015 0.109 -0.044 0.027 -0.013 0.054 0.102 0.048 0.083
0.240
0.150
Penyapuan menurut jumlah akrilamida (baris) Waktu Reaksi (menit) Jumlah Akrilamida Ulangan 50% (ml) 1 3 5 50 100 150 Rataan waktu reaksi
0.158
Rataan akrilamida
0.072 -0.012 -0.061
-0.089 0.082 0.007
0.017 -0.071 0.054
-0.074 0.027 0.048
-0.075
0.082
-0.007
0.000
85 Lampiran 14 Analisis ragam GE CMS-g-PAM pada tingkat kepercayaan 95% (lanjutan) Nilai Sisaan Jumlah Akrilamida 50% (ml) 50 100 150
Waktu Reaksi (menit) 1 3 5
Ulangan 1 2 1 2 1 2
-0.014 0.014 -0.033 0.033 -0.022 0.022
0.005 -0.005 -0.016 0.016 -0.004 0.004
-0.002 0.002 -0.022 0.022 -0.066 0.066
Tabel ANOVA untuk GE Sumber keragaman Konsentrasi Akrilamida Waktu Reaksi Interaksi Konsentrasi akrilamida dan waktu reaksi Galat Total
db
JK
KT
Fhit
F tabel (α=0,05) Kesimpulan
2
0.05
0.03
16.929
4.256
Tolak Ho
2
0.07
0.04
24.505
4.256
Tolak Ho
4
0.064
0.0160 10.563
3.633
Tolak Ho
9 17
0.014 0.203
0.0015
Kesimpulan: 1 Karena Fhitung jumlah akrilamida > Ftabel maka tolak Ho Artinya: Jumlah akrilamida memberikan pengaruh yang nyata pada nilai GE 2 Karena Fhitung waktu reaksi > Ftabel maka tolak Ho Artinya: waktu reaksi memberikan pengaruh yang nyata pada GE 3 Karena Fhitung interaksi jumlah akrilamida*waktu reaksi > Ftabel maka tolak Ho Artinya: interaksi antara interaksi jumlah akrilamida dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang nyata pada nilai GE
86 Lampiran 15 Uji beda nyata jujur (BNJ) GE CMS-g-PAM Penentuan Nilai BNJ
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji BNJ terhadap GE dengan faktor perlakuan jumlah akrilamida
Faktor Perlakuan
Taraf yang dibandingkan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
Jumlah Akrilamida
50 dan 100 50 dan 150 100 dan 150
0.10 0.12 0.02
0.06 Beda 0.06 Beda 0.06 Tidak Beda
Waktu reaksi
1 dan 3 1 dan 5 3 dan 5
0.16 0.07 0.09
0.06 Beda 0.06 Beda 0.06 Beda
Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata
87 Lampiran 16 Hasil pengukuran kadar TSS dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM
Sampel
Ulangan
Suhu
pH
TSS (mg/L)
Air Sungai
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
6.4 7.3 6.6 7.2 6.3 7.2 6.5 7.3 6.8 7.2 6.8 7.3 6.7 7.3 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.2
8 7 5 2 5 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 1 4 1 4 1
Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1
Rataan TSS (mg/L)
Std Dev TSS
Removal Eficiency TSS (%)
7.50
0.71
3.50
2.12
53.33
3.50
2.12
53.33
3.00
1.41
60.00
3.00
1.41
60.00
3.00
1.41
60.00
3.00
1.41
60.00
2.50
2.12
66.67
2.50
2.12
66.67
2.50
2.12
66.67
88 Lampiran 17 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis: Pengaruh jenis flokulan Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = τ5 = τ6 = τ7 = τ8 = τ9 = τ10 = τ11 =0 (jenis flokulan memberikan pengaruh yang sama pada perubahan nilai TSS) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4,5,6,7,8,9,10,11 Nilai TSS CMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gPAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM Pati Rataan Jenis Flokulan CMS (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida sagu Ulangan 50 ml - 1 50 ml - 3 50 ml - 5 100 ml - 1 100 ml - 3 100 ml - 5 150 ml - 1 150 ml - 3 150 ml - 5 menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 U1 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4.18 U2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1.64 Rataan 3.50 3.50 3.00 3.00 3.00 3.00 2.50 2.50 2.50 2.50 3.00 2.91 perlakuan
Penyapuan menurut lajur atau kolom CMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gPAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM Pati Rataan Jenis Flokulan CMS (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida sagu Ulangan 50 ml - 1 50 ml - 3 50 ml - 5 100 ml - 1 100 ml - 3 100 ml - 5 150 ml - 1 150 ml - 3 150 ml - 5 menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 U1 1.50 1.50 1.00 1.00 1.00 1.00 1.50 1.50 1.50 1.50 1.00 1.27 U2 -1.50 -1.50 -1.00 -1.00 -1.00 -1.00 -1.50 -1.50 -1.50 -1.50 -1.00 -1.27 Rataan perlakuan 3.50 3.50 3.00 3.00 3.00 3.00 2.50 2.50 2.50 2.50 3.00 3.29
89 Lampiran 17 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Penyapuan menurut baris CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 0.23 0.23 -0.27 U2 -0.23 -0.23 0.27 Rataan perlakuan 0.21 0.21 -0.29
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4 -0.27 0.27
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5 -0.27 0.27
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6 -0.27 0.27
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7 0.23 -0.23
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8 0.23 -0.23
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9 0.23 -0.23
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10 0.23 -0.23
-0.29
-0.29
-0.29
-0.79
-0.79
-0.79
-0.79
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11 -0.27 1.21 0.27 -1.21 -0.29
Nilai Sisaan CMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gCMS-gPAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM PAM Pati Jenis Flokulan CMS (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida (akrilamida sagu 50 ml - 1 50 ml - 3 50 ml - 5 100 ml - 1 100 ml - 3 100 ml - 5 150 ml - 1 150 ml - 3 150 ml - 5 menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 U1 1.50 1.50 1.00 1.00 1.00 1.00 1.50 1.50 1.50 1.50 1.00 U2 -1.50 -1.50 -1.00 -1.00 -1.00 -1.00 -1.50 -1.50 -1.50 -1.50 -1.00
0.00
90 Lampiran 17 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Tabel ANOVA TSS Sumber keragaman Jenis Flokulan Galat Total
db 10 11 21
JK 6.04 37.00 43.04
KT 0.60 3.36
Fhit 0.18
F tabel (α=0,05) 2.85
Kesimpulan: Karena Fhitung jenis flokulan < Ftabel maka terima Ho Artinya: Jenis flokukan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai TSS
Kesimpulan Terima Ho
91 Lampiran 18 Uji beda nyata jujur TSS Penentuan Nilai BNJ
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji beda TSS dengan metode BNJ dengan perlakuan jenis flokulan Faktor Perlakuan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan
yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
1 dan 2 1 dan 3 1 dan 4
0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 1.00 1.00 1.00 0.50
0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 1.00 1.00 1.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 1.00 1.00 1.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.50 0.50
7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28
Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda
1 dan 5 1 dan 6 1 dan 7 1 dan 8 1 dan 9 1 dan 10 1 dan 11 2 dan 3 2 dan 4 2 dan 5 2 dan 6 2 dan 7 2 dan 8 2 dan 9 2 dan 10 2 dan 11 3 dan 4 3 dan 5 3 dan 6 3 dan 7 3 dan 8
0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 1.00 1.00 1.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.50 0.50
92 Lampiran 18 Uji beda nyata jujur TSS (lanjutan) Faktor Perlakuan
yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
0.50 7.28 Tidak Beda 3 dan 9 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 3 dan 10 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 11 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 5 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 6 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 7 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 8 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 9 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 10 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 11 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 6 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 7 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 8 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 9 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 10 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 11 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 7 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 8 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 9 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 10 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 6 dan 11 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 8 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 10 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 7 dan 11 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 8 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 8 dan 10 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 8 dan 11 0.50 0.00 7.28 Tidak Beda 9 dan 10 0.00 0.50 7.28 Tidak Beda 9 dan 11 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 10 dan 11 0.50 Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan Jenis Flokulan
93 Lampiran 19 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM
Sampel
Air Sungai Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Ulangan Suhu pH
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
6.4 7.3 6.6 7.2 6.3 7.2 6.5 7.3 6.8 7.2 6.8 7.3 6.7 7.3 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.3
Kekeruhan (FTU) 9 8 3 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1
Removal Eficiency Kekeruhan (%)
Rataan Kekeruhan (FTU)
Std Dev Kekeruhan
8.5
0.7
2.5
0.7
70.59
2.5
0.7
70.59
2
0
76.47
2
0
76.47
1.5
0.7
82.35
2.5
0.7
70.59
2
0
76.47
2
0
76.47
2
0
76.47
2
0
76.47
1.5
0.7
82.35
94 Lampiran 20 Analisis ragam kekeruhan dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis: Pengaruh jenis flokulan Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = τ5 = τ6 = τ7 = τ8 = τ9 = τ10 = τ11 =0 (jenis flokulan memberikan pengaruh yang sama pada perubahan nilai kekeruhan) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4,5,6,7,8,9,10,11 Nilai Kekeruhan CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 U2 Rataan perlakuan
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11
3 2
3 2
2 2
2 2
2 1
2 3
2 2
2 2
2 2
2 2
2 1
2.18 1.91
2.50
2.50
2.00
2.00
1.50
2.50
2.00
2.00
2.00
2.00
1.50
2.05
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10
Penyapuan menurut lajur atau kolom Pati sagu Jenis Flokulan 1 U1 U2 Rataan perlakuan
CMS-gPAM CMS (akrilamida 50 ml - 1 menit) 2 3
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11
0.50 -0.50
0.50 -0.50
0.00 0.00
0.00 0.00
0.50 -0.50
-0.50 0.50
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.50 -0.50
0.14 -0.14
3.50
3.50
3.00
3.00
3.00
3.00
2.50
2.50
2.50
2.50
3.00
3.29
95 Lampiran 20 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Penyapuan menurut baris Pati sagu Jenis Flokulan 1 U1 U2 Rataan perlakuan
CMS-gPAM CMS (akrilamida 50 ml - 1 menit) 2 3
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11
0.36 -0.36
0.36 -0.36
-0.14 0.14
-0.14 0.14
0.36 -0.36
-0.64 0.64
-0.14 0.14
-0.14 0.14
-0.14 0.14
-0.14 0.14
0.36 -0.36
1.21 -1.21
0.21
0.21
-0.29
-0.29
-0.29
-0.29
-0.79
-0.79
-0.79
-0.79
-0.29
0.00
CMS-gPAM CMS (akrilamida 50 ml - 1 menit) 2 3
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 5 menit) 11
0.00 0.00
0.50 -0.50
-0.50 0.50
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.50 -0.50
Nilai Sisaan Pati sagu Jenis Flokulan 1 U1 U2
0.50 -0.50
0.50 -0.50
0.00 0.00
96 Lampiran 20 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Tabel ANOVA Kekeruhan Sumber keragaman Jenis Flokulan Galat Total
db 10 11 21
JK 6.04 2.50 8.54
KT 0.60 0.23
Fhit 2.66
F tabel (α=0,05) 2.85
Kesimpulan: Karena Fhitung jenis flokulan < Ftabel maka terima Ho Artinya: Jenis flokukan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekeruhan
Kesimpulan Terima Ho
97 Lampiran 21 Uji beda nyata jujur kekeruhan Penentuan Nilai BNJ
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji beda kekeruhan dengan metode BNJ dengan perlakuan jenis flokulan Faktor Perlakuan
yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan
1 dan 2 1 dan 3 1 dan 4
0.00 0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00
0.00 0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 0.50 0.00
7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28
Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda
1 dan 5 1 dan 6 1 dan 7 1 dan 8 1 dan 9 1 dan 10 1 dan 11 2 dan 3 2 dan 4 2 dan 5 2 dan 6 2 dan 7 2 dan 8 2 dan 9 2 dan 10 2 dan 11 3 dan 4 3 dan 5 3 dan 6 3 dan 7
0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 0.00 0.50 -0.50 0.00
98 Lampiran 21 Uji beda nyata jujur kekeruhan (lanjutan) Faktor Perlakuan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan
yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
3 dan 8 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 10 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 11 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 5 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 6 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 7 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 8 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 10 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 11 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 6 -1.00 1.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 7 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 8 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 9 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 10 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 11 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 6 dan 7 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 8 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 9 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 10 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 11 1.00 1.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 8 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 10 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 11 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 8 dan 9 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 8 dan 10 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 8 dan 11 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 9 dan 10 0.00 0.00 7.28 Tidak Beda 9 dan 11 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 10 dan 11 -0.50 0.50 7.28 Tidak Beda Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata
99 Lampiran 22 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM
Sampel
Ulangan
Suhu
pH
Warna (Unit PtCo)
Air Sungai
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
6.4 7.3 6.6 7.2 6.3 7.2 6.5 7.3 6.8 7.2 6.8 7.3 6.7 7.3 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.2 6.5 7.3
46 35 14 14 14 18 10 9 12 11 10 11 10 17 11 11 13 11 11 16 12 11 9 11
Pati sagu CMS A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Rataan Warna (Unit PtCo)
Std Dev Warna
Removal Eficiency Warna (%)
40.5
7.78
14
0.00
65.43
16
2.83
60.49
9.5
0.71
76.54
11.5
0.71
71.60
10.5
0.71
74.07
13.5
4.95
66.67
11
0.00
72.84
12
1.41
70.37
13.5
3.54
66.67
11.5
0.71
71.60
10
1.41
75.31
100 Lampiran 23 Analisis ragam warna dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis: Pengaruh jenis flokulan Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = τ5 = τ6 = τ7 = τ8 = τ9 = τ10 = τ11 =0 (jenis flokulan memberikan pengaruh yang sama pada perubahan warna) H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4,5,6,7,8,9,10,11 Nilai warna CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 14 14 10 U2 14 18 9 Rataan perlakuan 14.00 16.00 9.50
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4 12 11
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5 10 11
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6 10 17
CMS-gPAM (akrilamid a 100 ml 3 menit) 7 11 11
CMS-gPAM (akrilamid a 100 ml 5 menit) 8 13 11
CMS-gPAM (akrilamid a 150 ml 1 menit) 9 11 16
CMS-gPAM (akrilamid a 150 ml 3 menit) 10 12 11
11.50
10.50
13.50
11.00
12.00
13.50
11.50
CMS-gPAM Rataan (akrilamid Ulang a 150 ml - an 5 menit) 11 9 11.45 11 12.73 10.00
12.09
Penyapuan menurut lajur atau kolom CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 0.00 -2.00 0.50 U2 0.00 2.00 -0.50 Rataan perlakuan 3.50 3.50 3.00
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4 0.50 -0.50
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5 -0.50 0.50
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6 -3.50 3.50
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7 0.00 0.00
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8 1.00 -1.00
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9 -2.50 2.50
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10 0.50 -0.50
3.00
3.00
3.00
2.50
2.50
2.50
2.50
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11 -1.00 -0.64 1.00 0.64 3.00
3.29
101 Lampiran 23 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Penyapuan menurut baris CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 0.64 -1.36 1.14 U2 -0.64 1.36 -1.14 Rataan perlakuan 0.21 0.21 -0.29
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4 1.14 -1.14
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5 0.14 -0.14
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6 -2.86 2.86
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7 0.64 -0.64
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8 1.64 -1.64
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9 -1.86 1.86
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10 1.14 -1.14
CMS-gPAM Rataan (akrilamida Ulangan 150 ml - 5 menit) 11 -0.36 1.21 0.36 -1.21
-0.29
-0.29
-0.29
-0.79
-0.79
-0.79
-0.79
-0.29
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 3 menit) 4 0.50 -0.50
CMS-gPAM (akrilamida 50 ml - 5 menit) 5 -0.50 0.50
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 1 menit) 6 -3.50 3.50
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 3 menit) 7 0.00 0.00
CMS-gPAM (akrilamida 100 ml - 5 menit) 8 1.00 -1.00
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 1 menit) 9 -2.50 2.50
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 3 menit) 10 0.50 -0.50
CMS-gPAM (akrilamida 150 ml - 5 menit) 11 -1.00 1.00
Nilai Sisaan CMS-gPAM Pati CMS (akrilamida sagu 50 ml - 1 Jenis Flokulan menit) 1 2 3 U1 0.00 -2.00 0.50 U2 0.00 2.00 -0.50
0.00
102 Lampiran 23 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (laniutan) Tabel ANOVA warna Sumber keragaman Jenis Flokulan Galat Total
db 10 11 21
JK
KT
Fhit
F tabel (α=0,05)
Kesimpulan
6.04 51.00 57.04
0.60 4.64
0.13
2.85
Terima Ho
Kesimpulan: Karena Fhitung jenis flokulan < Ftabel maka terima Ho Artinya: Jenis flokukan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna
103 Lampiran 24 Uji beda nyata jujur warna Penentuan Nilai BNJ
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji beda warna dengan metode BNJ dengan perlakuan jenis flokulan Faktor Perlakuan
Flokulan yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan
1 dan 2 1 dan 3 1 dan 4
2.00 4.50 2.50 3.50 0.50 3.00 2.00 0.50 2.50 4.00
2.00 4.50 2.50 3.50 0.50 3.00 2.00 0.50 2.50 4.00 6.50 4.50 5.50 2.50 5.00 4.00 2.50 4.50 6.00 2.00 1.00 4.00 1.50
7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28 7.28
Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda
1 dan 5 1 dan 6 1 dan 7 1 dan 8 1 dan 9 1 dan 10 1 dan 11 2 dan 3 2 dan 4 2 dan 5 2 dan 6 2 dan 7 2 dan 8 2 dan 9 2 dan 10 2 dan 11 3 dan 4 3 dan 5 3 dan 6 3 dan 7
6.50 4.50 5.50 2.50 5.00 4.00 2.50 4.50 6.00 -2.00 -1.00 -4.00 -1.50
104 Lampiran 21 Uji beda nyata jujur warna (lanjutan) Faktor Perlakuan
yang dibandingkan
Selisih Rataan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
2.50 7.28 Tidak Beda 3 dan 8 -2.50 4.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 9 -4.00 2.00 7.28 Tidak Beda 3 dan 10 -2.00 0.50 7.28 Tidak Beda 3 dan 11 -0.50 1.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 5 1.00 2.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 6 -2.00 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 7 0.50 0.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 8 -0.50 2.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 9 -2.00 0.00 7.28 Tidak Beda 4 dan 10 0.00 1.50 7.28 Tidak Beda 4 dan 11 1.50 3.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 6 -3.00 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 7 -0.50 1.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 8 -1.50 3.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 9 -3.00 1.00 7.28 Tidak Beda 5 dan 10 -1.00 0.50 7.28 Tidak Beda 5 dan 11 0.50 2.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 7 2.50 1.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 8 1.50 0.00 7.28 Tidak Beda 6 dan 9 0.00 2.00 7.28 Tidak Beda 6 dan 10 2.00 3.50 7.28 Tidak Beda 6 dan 11 3.50 1.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 8 -1.00 2.50 7.28 Tidak Beda 7 dan 9 -2.50 0.50 7.28 Tidak Beda 7 dan 10 -0.50 1.00 7.28 Tidak Beda 7 dan 11 -1.00 1.50 7.28 Tidak Beda 8 dan 9 -1.50 0.50 7.28 Tidak Beda 8 dan 10 0.50 2.00 7.28 Tidak Beda 8 dan 11 -2.00 2.00 7.28 Tidak Beda 9 dan 10 2.00 3.50 7.28 Tidak Beda 9 dan 11 -3.50 1.50 7.28 Tidak Beda 10 dan 11 -1.50 Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan Flokulan
105 Lampiran 25 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup
Perlakuan
Waktu reaksi Kadar N Nisbah Efisiensi Akrilamida kopolimerisasi Ulangan Kjeldahl pencangkokan Pencangkokan 50% (ml) (menit) (%) (GR) (%) (GE) (%)
Kopolimerisasi dengan tutup aluminium foil
100
3
Kopolimerisasi tanpa tutup
100
3
1
1,39
7,59
0,33
2
1,51
8,3
0,36
1
4,16
26,78
1,18
2
4,63
30,74
1,35
106 Lampiran 26 Analisis ragam perlakuan penggunaan tutup aluminium foil dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% Hipotesis: Pengaruh penggunaan tutup Ho = τ1 = τ2=0 (penggunaan tutup tidak berpengaruh nyata pada nilai GE H1 = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, Nilai GE Perlakuan U1 U2 Rataan perlakuan
dengan tanpa Rataan tutup tutup Ulangan 1 2 0.33 1.18 0.75 0.36 1.35 0.86 0.35 1.26 0.81
Penyapuan menurut lajur atau kolom Perlakuan U1 U2 Rataan perlakuan
dengan tutup -0.02 0.02 0.35
tanpa tutup -0.09 0.09 0.84
Rataan Ulangan -0.05 0.05 0.60
Penyapuan menurut baris Perlakuan U1 U2 Rataan perlakuan
dengan tanpa Rataan tutup tutup Ulangan 1 2 0.04 -0.04 0.00 -0.04 0.14 0.05 -0.25 0.25 0.00
Nilai Sisaan Perlakuan U1 U2
dengan tanpa tutup tutup 1 2 -0.02 -0.09 0.02 0.09
107 Lampiran 25 Analisis ragam perlakuan penggunaan tutup aluminium foil dengan metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% (lanjutan) Tabel ANOVA Sumber keragaman
db
Perlakuan Galat Total
JK 1 2 3
0.24 0.02 0.26
KT
Fhit
0.24 0.01
31.19
F tabel (α=0,05) 18.51
Kesimpulan Tolak Ho
Kesimpulan: Karena Fhitung jenis flokulan > Ftabel maka tolaj Ho Artinya: Penggunan tutup aluminium foil berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai GE
108 Lampiran 27 Uji beda nyata jujur perlakuan penggunaan tutup
Hipotesis Ho = taraf perlakuan tidak berbeda nyata H1 = taraf perlakuan berbeda nyata Uji beda nilai GE perlakuan penggunaan tutup Perlakuan yang dibandingkan
Nilai mutlak selisih Rataan
BNJ
Kesimpulan
Penggunaan tutup dan tanpa tutup
0.49
0.38
Beda
Catatan: Jika nilai mutlak selisih rataan lebih besar daripada nilai BNJ maka tolak Ho yang berarti terima H1 atau taraf perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata
109
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 11 April 1982 dari ayah Muh. Gimin dan ibu Rusmiyati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2006. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Teknologi Bioproses. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program Magister pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2010. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk. Penulis bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi atau Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006. Bidang penelitian yang menjadi tanggungjawab peneliti adalah bioenergi dan surfaktan. Penulis pernah bekerja sebagai Process Engineer di perusahaan Malaysia, Biomac SDN. BHD. pada kurun waktu 2007-2008.