SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA-POLI ETILEN GLIKOL (PEG) SEBAGAI SISTEM PENGHANTAR OBAT (SPO)
(Skripsi)
Oleh KHALIMATUS SA’DIAH
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA-POLI ETILEN GLIKOL (PEG) SEBAGAI SISTEM PENGHANTAR OBAT (SPO)
Oleh
Khalimatus Sa’diah
Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi α-selulosa dari onggok tapioka menggunakan metode delignifikasi dengan HNO3/NaOH dan pemutihan menggunakan NaOCl/H2O2 menghasilkan kadar α-selulosa sebesar 94,23%. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk sintesis selulosa-PEG dengan variasi komposisi 6 : 4 dan 8 : 2 lalu diaplikasikan dalam sistem penghantar obat dalam bentuk pengungkung obat. Karakterisasi FTIR pada selulosa-PEG menunjukan adanya gugus OH pada 3345,27 cm-1, ikatan C-H pada 2897,61 cm-1, C-C pada 1409,62 cm-1, dan OCH2CH2 pada 1098 cm-1. Analisis SEM selulosa–PEG memiliki morfologi yang lebih berongga dari morfologi selulosa. Sedangkan pengungkung obat dari selulosa-PEG memiliki morfologi menggumpal dan berkelompok. Uji efisiensi tertinggi sebesar 49,792 %. Uji disolusi pada cairan usus (pH 7,4) memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dalam cairan lambung (pH 1,2) yakni sebesar 9,568 %. Kata Kunci : Onggok tapioka, α-selulosa, selulosa-PEG, FTIR, SEM, uji efisiensi dan uji disolusi.
ABSTRACT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF CELLULOSE-POLY ETHYLEN GLYCOL (PEG) AS DRUG DELIVERY SYSTEM (SPO)
By
Khalimatus Sa’diah
The isolation of α-cellulose from tapioca’s residue has been performed by delignification using HNO3/NaOH and bleaching with NaOCl/H2O2. The yield of isolated α-cellulose was 94,23%. That α-cellulose has been used to synthesize of PEG-cellulose in a composition variation such as 6 : 4 and 8 : 2. Then it would be applied as a drug delivery system in a confinement form. In the result of FTIR about PEG-cellulose shown a group of OH at 3345.27 cm-1, C-H bonds at 2897.61 cm-1, C-C at 1409.62 cm-1, and OCH2CH2 at 1098 cm-1. Based on the result of SEM analysis, the morphology of PEG-cellulose has more hollow than cellulose. Beside that, the morphology of drug confinement was agglomerate and flock. The highest efficiency result was 49,792 %. The percentage of instestinal fluid (pH 7.4) in dissolution test was higher than in gastric fluid (pH 1.2) about 9.568 %.
Keywords : Tapioca’s residue, α-cellulose, cellulose-PEG, FTIR, SEM, efficiency test and dissolution test.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA-POLI ETILEN GLIKOL (PEG) SEBAGAI SISTEM PENGHANTAR OBAT (SPO)
Oleh Khalimatus Sa’diah
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidomulyo pada tanggal 18 Juni 1996, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Achmad Sodiq dan Ibu Susilawati. Penulis mulai menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Sukaraja dan lulus pada tahun 2007. Kemudin penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Rajabasa dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kalianda dan lulus pada tahun 2013. Pendidikan penulis dilanjutkan di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Pengalaman organisasi penulis dimulai sejak menjadi Kader Muda Himaki tahun 2013-2014. Penulis pernah menjadi Anggota Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi (KPO) Himaki FMIPA Unila tahun 2013-2014, Bendahara Departemen Pengembangan Sains dan Lingkungan Hidup (PSLH) BEM FMIPA Unila tahun 2015-2016.
MOTTO HIDUP
“Nothing Impossible” “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya ( albaqoroh : 287) .” “Ilmu adalah harta yang tak pernah habis”
“Genggamlah dunia sebelum dunia menggenggammu”
Alhamdulillahirobbil a’lamiin........ Atas Rahmat Allah SWT, kupersembahkan karya Sederhana ini teruntuk...... Bapak dan Emak tercinta yang telah memberikan do’a, cinta, kasih sayang, dan bimbingan kepada ananda selama ini. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. dan Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. yang tak mengenal lelah dalam membimbing dan membagi ilmu kepada ananda serta semua Dosen Jurusan Kimia yang telah membimbing dan mendidik ananda selama menempuh pendidikan di kampus. Keluarga Kimia 2013 yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Teruntuk Almamaterku tercinta Unila.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA-POLIETILEN GLIKOL (PEG) SEBAGAI SISTEM PENGHANTAR OBAT (SPO). Shalawat dan salam tak lupa semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan syafa’atnya kepada seluruh umatnya di dunia dan di akhirat, Aamiin. Teriring do’a yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Achmad Sodiq dan Ibu Susilawati yang telah membesarkan, merawat, dan mendidik penulis dengan segala cinta, kasih sayang, dan kesabaran yang tulus, serta adikku Abdul Azis, M. Khusnul Khuluq dan Haris Ahmad yang telah memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan kepada penulis, semoga barokah Allah selalu menyertai mereka. 2. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku pembimbing I penulis yang telah membimbing, mendidik, dan mengarahkan penulis dengan kesabaran dan kasih sayang yang tulus sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga barokah Allah selalu menyertai beliau.
3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. selaku pembimbing II penulis yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. 4. Ibu Noviany, Ph.D. selaku pembahas penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 5. Bapak Andi Setiawan, Ph.D. selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan motivasi, arahan, dan nasihat sehingga penulis dapat menempuh pendidikan dengan baik di Jurusan Kimia FMIPA Unila. Semoga Allah selalu memberikan rahmat kepadanya. 6. Bapak Prof. Sutopo Hadi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila dan seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila. 8. Mbak Wiwit, Pak Gani, Bu Ani, dan Mbak Liza. 9. Spesial teruntuk Kakak Ahmad Ali Syari’ati yang selalu menemani, memberikan nasihat, semangat, bantuan, dan mengingatkan penulis dengan ketulusan hati dan kesabaran apabila penulis melakukan kesalahan. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 10. Teruntuk sahabat karibku Anita Sari, Lindawati, Nur Padila dan Renita Susanti yang telah meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan semangat ketika penulis sedang merasa lelah dalam penyelesaian skripsi ini. 11. Partner penelitianku Aulia Pertiwi Tri Yudha, Dona Mailani Pangestika, Siti Mudmainah daan Shela Anggun Septiana, S.Si. yang telah menemani
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis, semoga Allah selalu memberikan kelancaran kepada mereka. 12. Kakak-kakakku semua Mbak Tiara Dewi Astuti, S.Si., Mbak Tazkia Nurul, S.Si., Mbak Yepi T, S.Si., Kak Ridho Nahrowi S.Si., Mbak Ismi, S.Si., dan Kak Arif S.Si. yang telah memberikan arahan, wejangan, dan motivasi kepada penulis. 13. Rekan kerja Laboratorium Kimia organik Badiatul Niqmah, Vicka Andini, Nurul Fatimah, Inggit Borisha, Arni, Nita, Wahyuni, Ines, Erva, dan Anggun. 14. Keluargaku tercinta kimia 2013 yang selalu memberikan keceriaan dan kasih sayang kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 15. Adik-adik bimbinganku Nela, Clodina, dan adik-adik penelitian Laboratorium Kimia Organik. 16. Rekan-rekan BEM FMIPA Unila periode 2015-2016. 17. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat sebagaimana mestinya, Aamiin.
Bandar Lampung, Juli 2017 Penulis
Khalimatus Sa’diah
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR GAMBAR .........................................................................................iii DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar belakang ...................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................... 4 C. Manfaat ................................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 A. Polimer .................................................................................................. 5 B. Singkong ............................................................................................... 6 C. Limbah Industri Tapioka....................................................................... 8 1. Limbah Cair Industri Tapioka ......................................................... 8 2. Limbah Padat Industri Tapioka ....................................................... 8 a. Potongan dan Kulit Singkong ................................................... 8 b. Onggok ...................................................................................... 9 1. Serat Kasar ........................................................................ 10 a. Selulosa ....................................................................... 10 b. Hemiselulosa ............................................................... 15 c. Lignin ......................................................................... 16 2. Pati .................................................................................... 18 D. E. F. G.
Polietilen Glikol (PEG) ....................................................................... 20 Ibuprofen ............................................................................................ 22 Sistem Penghantaran Obat ................................................................. 24 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ................................................ 25
ii
H. Scanning Electron Micrascope (SEM) ............................................... 27 I. Spektrofotometri UV-Vis ................................................................... 27 III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................. 29 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 29 B. Alat dan Bahan .................................................................................... 29 C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 30 1. Preparasi sampel .......................................................................... 30 2. Isolasi Selulosa dari Onggok Singkong ....................................... 30 3. Penentuan Kadar α-selulosa menggunakan metode uji SNI 0444:2009 ................................................................................... 31 4. Preparasi Selulosa ........................................................................ 33 5. Preparasi PEG .............................................................................. 33 6. Sintesis Selulosa-PEG.................................................................. 33 7. Pembuatan Pengungkung Obat .................................................... 33 8. Analisis FT-IR ............................................................................. 34 9. Preparasi Uji Obat ....................................................................... 34 a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Obat ................ 34 b. Penentuan kurva standar obat ............................................... 34 10. Uji Efisiensi Obat ........................................................................ 35 11. Uji Disolusi Obat ........................................................................ 35 12. Analisis SEM ............................................................................... 36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 37 Isolasi α-Selulosa dari Onggok Singkong ........................................... 37 Penentuan Kadar α-Selulosa .............................................................. 37 Sintesis Selulosa-PEG ........................................................................ 38 Pembuatan Pengungkung Obat .......................................................... 39 Analisis FT-IR ................................................................................... 41 Preparasi Uji Obat ............................................................................... 44 a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Obat ...................... 44 b. Penentuan kurva standar obat ..................................................... 45 G. Uji Efisiensi Obat ............................................................................... 45 H. Uji Disolusi Obat ............................................................................... 46 I. Analisis SEM ...................................................................................... 48 A. B. C. D. E. F.
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 51 A. Simpulan ............................................................................................ 51 B. Saran .................................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53 LAMPIRAN ...................................................................................................... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Singkong.................................................................................................. 7 2. Onggok industri tapioka ......................................................................... 9 3. Struktur selulosa .................................................................................... 11 4. Skema reaksi isolasi α-selulosa ............................................................ 14 5. Struktur hemiselulosa ............................................................................ 16 6. struktur pembentuk utama lignin .......................................................... 17 7. Struktur Lignin ..................................................................................... 18 8. Struktur amilopektin.............................................................................. 19 9. Struktur amilosa .................................................................................... 19 10. Struktur PEG ......................................................................................... 22 11. Struktur ibuprofen ................................................................................ 23 12. Spektrum FTIR selulosa standar .......................................................... 26 13. Spektrum FTIR selulosa-PEG .............................................................. 26
iv
14. Mekanisme reaksi pembuatan selulosa-PEG ....................................... 39 15. Hasil analisi FT-IR ............................................................................... 43 16. Panjang gelombang maksimum obat .................................................... 44 17. Hasil uji disolusi ................................................................................... 48 18. Hasil analisis SEM ............................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kandungan gizi singkong ........................................................................ 7
2. Baku mutu air limbah industri tapioka .................................................... 8
3. Komposisi Kimia Onggok Singkong .................................................... 10 4. Kadar α-selulosa dari onggok................................................................ 38
5. Perbandingan data FTIR rujukan dan hasil penelitian ......................... 42
6. Hasil efisiensi dari pengungkung obat polipaduan selulosa-PEG ........ 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 62
2. Perhitungan Pembuatan Larutan ........................................................... 67 3. Perhitungan kadar α-selulosa ................................................................ 69
4. Perhitungan rendemen ........................................................................... 70
5. Hasil kurva standar obat ........................................................................ 71
6. Efisiensi Obat ........................................................................................ 73
7. Uji disolusi obat sampel B .................................................................... 75
1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil singkong setelah Nigeria dengan rata-rata total penyediaan selama lima tahun sebesar 9,67 juta ton atau sebesar 10,61% dari total penyediaan singkong dunia, diikuti dengan Negara Brazil, dan India. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 mayoritas lahan singkong di Indonesia berada di Provinsi Lampung dengan luas lahan panen 324,100 hektar pada tahun 2012. Dengan lahan seluas itu, Provinsi Lampung memproduksi singkong sebanyak 8,33 juta ton pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2015).
Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan. Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan gaplek, tepung ubi kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamat, dan tepung aromatik. Sedangkan dalam dunia industri, singkong menghasilkan limbah padat tapioka berupa ampas yang biasa disebut dengan onggok.
Onggok merupakan limbah padat dari industri tapioka yang diperoleh pada proses ekstraksi. Onggok mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi. Hal ini ditinjau dari kandungan limbah onggok itu sendiri yakni mengandung air sebesar 16,55 %,
2
protein sebesar 2,88 %, lemak 1,09 %, kadar abu 6,16 %, serat kasar 34,58 % dan pati sebesar 38,00 % (Wijayanti, 2012). Adapun komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan serat kasar. Onggok masih memiliki kandungan pati dan serat kasar karena pada saat ekstraksi tidak semua kandungan pati tersaring bersama filtrat. Pati dan serat kasar merupakan komponen karbohidrat dalam onggok yang masih potensial untuk dimanfaatkan. Onggok mengandung serat kasar berupa selulosa (Chardialani, 2008).
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan ß-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003). Selulosa dapat diperbaharui, tidak bersifat toksik, dan mudah terurai. Berdasarkan jenis ikatannya selulosa dibedakan menjadi 3 yaitu, α- selulosa, βselulosa dan γ-selulosa. Sampai saat ini selulosa digunakan dalam pembuatan kertas, pembuatan makanan, biomaterial, dan bidang kesehatan dalam dunia obatobatan (Bono et al., 2009). Namun, selulosa mempunyai kelemahan seperti tidak larut dalam air, alkohol, aseton dan pelarut organik lainnya (Sinaga, 2011). Sehingga aplikasi selulosa dalam bidang biomedis masih terbatas khususnya dalam pengontrol pelepasan obat (Adriana, 2011). Oleh karena itu, beberapa peneliti mencoba untuk menambahkan zat aditif pada selulosa seperti poli etilen glikol.
3
Poli etilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam berat molekul dan yang sering digunakan adalah poli etilen glikol 6000 (Fadillah, 2003).
Dalam beberapa penelitian, Bhalekar et al., (2010) melakukan sintesis mikro kristalin selulosa dengan poli etilen glikol yang digunakan untuk evaluasi supedisintegrant suatu tablet. Cheng et al., (2015 ) menggunakan poli etilen glikol untuk memperbaiki dispersi nano kristalin selulosa. Gustian (2013) telah melakukan sintesis dan karakterisasi kitosan - PEG sebagai alternatif pengontrol sistem pelepasan obat. Chou et al., (2007) menyatakan bahwa poli etilen glikol bertindak sebagai zat aditif yang dapat mempengaruhi struktur morfologi. Adanya zat aditif dapat meningkatkan sifat permukaannya. Yang et al., (2001) menambahkan PEG yang dimaksudkan untuk pembentukan dan penyeragaman pori - pori. Oleh karena itu, PEG dapat berperan sebagai sistem penghantar obat (Zhang et al., 2001).
Sistem Penghantaran Obat (SPO) atau drug delivery system pada dasarnya adalah istilah yang menggambarkan bagaimana suatu obat dapat sampai ke tempat target aksinya. Kemajuan teknologi memberikan peluang penggunaan dan pengembangan material untuk penghantaran obat ke target atau mengontrol pelepasannya (Sutriyo dkk., 2005). Kontrol terhadap pelepasan obat akan meningkatkan efektifitas kerja obat. Pelepasan obat yang dikontrol akan mengurangi frekuensi pemberian, meningkatkan kenyamanan pasien dan menjaga konsentrasi obat dalam darah tetap dalam fungsi terapeutik (Saifullah dkk., 2007).
4
Pada penelitian ini akan dilakukan suatu penelitian tentang sintesis dan karakterisasi selulosa-poli etilen glikol (PEG) dengan komposisi campuran selulosa dan PEG yang berbeda. Sehingga selulosa-PEG yang dihasilkan diharapkan dapat diaplikasikan sebagai sistem penghantar obat dalam bentuk pengungkung obat.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Melakukan cara memperoleh selulosa dari onggok tapioka
2.
Melakukan sintesis dan karakterisasi selulosa-poli etilen glikol (PEG)
3.
Melakukan aplikasi selulosa-PEG yakni sebagai sistem penghantar obat.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mengurangi limbah padat dari industri tepung tapioka 2. Memberikan informasi mengenai sintesis dan hasil karakterisasi selulosa-poli etilen glikol (PEG). 3. Dapat memperluas aplikasi selulosa yakni sebagai sistem penghantar obat dalam bentuk pengungkung obat.
II. TINJAUANPUSTAKA
A. Polimer
Kata polimer pertama kali digunakan oleh Berzelius pada 1827. Pada umumnya polimer dikenal sebagai materi yang bersifat non konduktif atau isolator. Kemajuan dalam riset polimer telah menemukan berbagai polimer yang bersifat konduktif maupun semikonduktif (Jiri and Josowicz, 2000). Ciri utama polimer adalah mempunyai rantai yang panjang dan berat molekul yang besar. Polimer juga adalah salah satu bahan rekayasa bukan logam (non- metalik material) yang penting. Saat ini bahan polimer telah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk logam terutama karena sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi dan kimia, dan murah, khususnya untuk aplikasi-aplikasi pada temperatur rendah(Rahmat, 2008).
Polimer merupakan rangkaian molekul panjang yang tersusun dari pengulangan kesatuan molekul yang kecil dan sederhana. Molekul kecil dan sederhana penyusunpolimer disebut dengan monomer. Polimer dengan massa molekul yang besar disebutdengan polimer tinggi. Polimer tinggi terdapat di alam seperti pati, selulosa, protein,dan kitosan serta yang dapat disintesis di laboratorium misalnya polivinil klorida,polivinil alkohol, poliasam laktat, polimetil metakrilat, polietilena (Oktaviana, 2002).
6
B. Singkong
Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu atau cassava. Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub divisi
: Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas
: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot esculenta
Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. Penyebarannya hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia. Singkong ditanam di wilayah Indonesia sekitar tahun 1810 yang diperkenalkan oleh orang Portugis dari Brazil. Singkong merupakan tanaman yang penting bagi negara beriklim tropis seperti Nigeria, Brazil, Thailand, dan juga Indonesia. Keempat negara tersebut merupakan negara penghasil singkong terbesar di dunia (Soelistijono, 2006).
Di Indonesia, singkong menjadi bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun singkong sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau dilingkungan pedesaan sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Seiring perkembangan teknologi, singkong
7
dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan. Bentuk fisik dan warna dari singkong disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Umbi singkong (Soelistijono, 2006).
Adapun kandungan gizi singkong dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi singkong per 100 g No. Unsur Gizi
Singkong putih
Singkong kuning
1
Kalori (kal)
146,00
157,00
2
Protein (g)
1,20
0,80
3
Lemak (g)
0,30
0,30
4
Karbohidrat (g)
34,70
37,90
5
Kalsium (mg)
33,00
33,00
6
Fosfor (mg)
40,00
40,00
7
Zat Besi (mg)
0,70
0,70
8
Vitamin A (SI)
0
385,00
9
Vitamin B1 (mg)
0,06
0,06
10
Vitamin C (mg)
30,00
30,00
11
Air (g)
62,50
60,00
12
Bagian dapat dimakan (%)
75,00
75,00 (Andoko dan Parjimo, 2007).
8
C. Limbah Industri Tapioka
1.
Limbah Cair Industri Tapioka
Limbah cair industri tapioka merupakan limbah yang bersumber dari proses pencucian singkong, pencucian alat, dan pemisahan larutan pati. Kualitas limbah cair industri tapioka biasanya diukur dari konsentrasi padatan tersuspensi, pH, COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Baku mutu untuk limbah cair industri tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku mutu air limbah industri tapioka Parameter
Kadar Maksimal
BOD (5 Hari, 20⁰C)
100 mg/L
COD
250 mg/L
Total Padatan Tersuspensi
60 mg/L
Sianida
0,2 mg/L
Debit
25 m3 per ton produk (Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7, 2010).
2.
Limbah Padat Industri Tapioka
a.
Potongan dan Kulit Singkong
Limbah padat industri tapioka berupa potongan singkong dan kulit singkongyang bersumber dari proses pengupasan. Limbah ini terdiri dari 80-90% kulit dan 1020% potongan singkong dan bonggol. Persentase jumlah limbah kulit singkong bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong
9
segar dan limbah kulit singkong bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15% (Hikmiyati dan yanie, 2009).
b. Onggok
Limbah padat industri tapioka adalah ampas tapioka (onggok) yang bersumber dari pengekstraksian dan pengepresan. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah. Jumlah kandungan ini berbeda dan dipengaruhi oleh daerah tempat tumbuh, jenis ubi kayu, dan teknologi pengolahan yang digunakan dalam pengolahan ubi kayu menjadi tapioka. Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki masih sangat rendah maka onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi yang cukup tinggi (Chardialani, 2008). Onggok hasil industri tapioka dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Onggok Industri Tapioka (Tarmudji, 2009).
Berikut komposisi kimia onggok singkong dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Komposisi Kimia Onggok Singkong Komposisi Kimia (%)
A (Prabawati, 2011) 60,00
B (Wijayanti,2012) 16,55
Protein
1,00
2,88
Lemak
0,50
1,09
Abu
1,00
6,16
Serat Kasar
2,50
34,58
Pati
35,00
38,00
Air
1. Serat kasar Serat kasar yang terdapat pada onggok mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang merupakan bagian terbesar dari komponen polisakarida non pati (Arnata, 2009).
a. Selulosa Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Saha, 2003). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan ß-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Rumus empiris selulosa adalah (C6H10O5)n. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al., 2002). Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Aziz et al.,2002). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 3.
11
Gambar 3. Struktur Selulosa (Sunarno, 2011).
Selulosa merupakan material yang relatif higroskopis yang menyerap 8-14 % air dibawah tekanan normal. Meskipun demikian, senyawa ini tidak larut dalam air, tetapi mengembang. Selulosa juga tidak larut dalam larutan asam pada suhu rendah. Kelarutan polimer berhubungan erat dengan derajat hidrolisis, akibatnya faktor yang mempengaruhi laju hidrolisis selulosa juga mempengaruhi kelarutannya. Pada temperatur yang lebih tinggi kelarutannya akan meningkat karena energi yang disediakan cukup untuk memutus ikatan hidrogen yang terjadi pada struktur kristal molekul. Selulosa juga larut dalam asam dengan konsentrasi tinggi, tetapi menyebabkan degradasi kuat dari polimer tersebut. Dalam larutan basa terjadi pengembangan secara luas seiring pemutusan fraksi polimer dengan berat molekul rendah (Harmsen et al.,2010). Ditinjau dari strukturnya, diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tak larut dalam air tetapi juga dalampelarut lain. Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar
12
rantai akibatikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa.
Selulosa dapat dikonversikan menjadi nitroselulosa melalui proses nitrasi dengan kadar nitrogen 12.73 % dan dapat digunakan untuk pembuatan propelan atau bahan bakar roket (Harianto, 2012). Selulosa dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan berupa etanol melalui simultan sakarifikasi fermentasi menggunakan enzim selulase dan ragi saccharomyses cerevisiae (Kristina, 2012). Selulosa dapat pula dikombinasikan dengan ZnO untuk pembuatan bioplastik yang mudah didegradasi oleh mikroba tanah (Marbun, 2012).Selulosa dapat dikonversikan menjadi selulosa asetat melalui proses cellanase dengan bahan baku α-selulosa. Tahapan reaksinya adalah aktivasi, asetilasi, hidrolisis, netralisasi dan pengeringan (Gaol, et al, 2013). Isolasi nanokristal selulosa dari alfaselulosa yang berasal dari onggok singkong dengan proses delignifikasi menggunakan HNO3. Pembuatan nano kristal selulosa diperoleh melalui proses hidrolisis menggunakan H2SO4 6,5 M (Astuti, 2016).Selulosa dapat dikonversi menjadi karboksimetil selulosa (CMC) dari α-selulosa terdiri dua proses, proses alkalisasi dan proses esterifikasi (Nahrowi, 2015).
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : 1. Alfa Selulosaadalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600 – 1500. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
13
2. Beta Selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Gamma Selulosaadalah selulosa yang mudah larut dalam larutan NaOH yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan tidak akan terbentuk endapan setelah larutan dinetralkan (Solechudin dan Wibisono, 2002).
Alfa selulosa dapat disintesis menggunakan metode delignifikasi, delignifikasi merupakan proses pemisahan lignoselulosa dari onggok sehingga selulosa, lignin, dan hemiselulosa terpisah. Proses delignifikasi dilakukan dengan penambahan HNO3 dan NaNO2, fungsi untuk menghilangkan hemiselulosa dan zat ekstraktif. Selanjutnya sampel ditambah NaOH 2 % dan Na2SO32 %. Dalam proses ini komposisi struktur onggok, yang berupa lignin sebagai lapisan luar akan rusak akibat adanya interaksi dengan basa sehingga selulosa, dan lignin akan terpisah. Proses selanjutnya adalah pemutihan dengan NaOCl yang berfungsi untuk memecah ikatan eter pada struktur lignin, sehingga selulosa yang didapat berupa pulp semakin putih, namun bila berwarna coklat kemungkinan masih ada sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor ini dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan). Kemudian sampel di tambah dengan NaOH 17,5 % yang bertujuan untuk menghilangkan lignin yang tersisa serta menghilngkan β-selulosa dan γ-selulosa. Proses terakhir pemutihan atau bleaching. Pada proses ini digunakan hidrogen peroksida (H2O2) yang mempunyai kemampuan melepaskan oksigen yang cukup kuat dan mudah larut dalam air. Hidrogen peroksida dapat memutus ikatan Cα - Cβ molekul lignin dan mampu membuka cincin lignin dan reaksi lain (Yusuf, 2004).
14
Proses isolasi α-selulosa dari onggok melalui proses reaksi yang ditunjukkan pada skema yang disajikan pada Gambar 4.
Produk Utama (Selulosa)
Gambar 4. Skema reaksi isolasi α-selulosa (Lee et al., 2014).
15
b. Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan polimer dari pentosa (Xylosa, arabinosa); heksosa (manosa, glukosa, galaktosa); dan asam gula. Tidak seperti selulosa, hemiselulosa tidak homogen secara kimia. Hemiselulosa hardwood mengandung paling banyak xylan, sedangkan hemiselulosa softwood mengandung paling banyak glukomanan. Xylan merupakan heteropolisakarida dengan kerangka rantai homopolimerik dengan ikatan 1,4-β-D unit xylopiranosa. Selain xylosa, xylan mengandung arabinosa, asam glukoronat, atau 4-o-metil eter, dan asetat, ferulat, dan asam-pkumarat. Frekuensi dan komposisi dari cincin tergantung pada sumber xylan. Kerangkanya juga terdiri dari o-asetil, α-L-arabinofuranosil, ikatan α-1,2glukoronat atau subtituen asam 4-o-metil glukoronat. Xylan linear tanpa subtituen telah diisolasi dari tangkai tembako. Xylan dapat dibagi menjadi homoxylan linear, arabinoxylan, glukoronoxylan, dan glukoronoarabinoxylan (Saha, 2003). Secara umum, model hidrolisis hemiselulosa berdasarkan pada katalis asam merusak rantai hemiselulosa yang panjang menjadi oligopolimer yang lebih pendek dilanjutkan dengan pemutusan kembali menjadi monomer gula. Model ini hanya berlaku pada pH dibawah 2 karena pada nilai pH diatas dua katalis ion hidronium berkompetisi dengan katalis hidroksil. Asumsi kunci dari beberapa model kinetik bahwa laju reaksi oligomer menjadi monomer jauh lebih cepat daripada laju pembentukan oligomer. Disisi lain, rendemen xylosa pada model lain mengandung monomer dan oligomer tanpa menjelaskan jalur pembentukan oligomer. Walaupun fraksi gula hidroksilat merupakan oligomer, studi lebih mendalam dan klasifikasi tipe ini tidak dapat dijelaskan. Hidrolisis kedua
16
menggunakan asam 3,25 % telah dipertimbangkan untuk hidrolisis lebih lanjut beberapa produk oligomer ke dalam bentuk monomer, tetapi ketika xylosa diberi asam pada waktu lama, senyawa ini akan berubah menjadi furfural (Wyman et al, 2000). Hemiselulosa tidak larut dalam air pada suhu rendah. Hidrolisis hemiselulosa dimulai pada suhu yang lebih rendah daripada selulosa yang mana kelarutannya akan bertambah seiring dengan naiknya suhu (Harmsen et al., 2010). Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Hemiselulosa (Saha, 2003).
c. Lignin Lignin merupakan salah satu dari tiga komponen polimer utama yang ditemukan pada dinding sel tumbuhan tingkat tinggi. Lignin membentuk sistem komposit dengan efisiensi tinggi, yang disintesis dari karbon, oksigen, hidrogen, dan energi matahari. Lignin memiliki fungsi biologi membantu melindungi tanaman dariserangan biologi dan membantu transportasi air dengan cara menutup dinding sel tanaman mencegah kebocoran air.
17
Molekul lignin merupakan turunan dari tiga monomer fenil propana, yaitu kumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinafil alkohol. Ketiga monolignol inidipolimerisasi dengan cara proses radikal kopling yang menghubungkan karbon-karbon atau ikatan eter. Ikatan tersebut terjadi pada beberapa posisi yang berbeda pada masing-masing unit fenolik, yang menyebabkan banyak ikatan berbeda. Tipe ikatan yang paling umum ditemukan pada molekul lignin antara lain β-O-4, α-O-4, β-5, 5-5, 4-O-5, β-1, dan β-β. Setidaknya ada 20 jenis ikatan yang berbeda yang telah ditemukan. Jenis ikatan eter diketahui mendominasi pada lignin asli, diperkirakan untuk menyusun sekitar setengah sampai dua pertiga dari total ikatan lignin (McDonald, 2006). Struktur pembentuk utama lignin dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Pembentuk Utama Lignin (McDonald, 2006).
Pelarut yang dapat melarutkan lignin secara signifikan terdiri dari alkohol dengan molekul kecil, dioksan, aseton, piridin dan dimetil sulfoksida. Selain itu, telah dilakukan penelitian bahwa dengan adanya kenaikan suhu, terjadi pelunakan termal lignin, yang mengikuti reaksi depolimerisasi asam (Harmsen et al., 2010). Struktur lignin disajikan pada Gambar 7.
18
Gambar 7.Struktur Lignin (Sunarno, 2011).
2. Pati
Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati (Fortuna dkk., 2001). Pati merupakan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji-bijian atau umbiumbian. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, yaitu:
19
a.
Amilosa, merupakan fraksi yang terlarut dalam air panas yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa.
b.
Amilopektin, merupakan fraksi yang tidak larut dalam air panas dan mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-1,6-D-glukosa. (Winarno, 2002)
Berikut struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur Amilopektin (Buleon et al., 2004).
Berikut struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur Amilosa (Buleon et al., 2004).
20
D. Poli Etilen Glikol (PEG)
Polietilen glikol (PEG) disebutjugamakrogol,merupakanpolimersintetik darioksietilendengan rumusstrukturH(OCH2CH2)nOH, dimananadalah jumlah rata-rata gugus oksietilen(Leuner and Dressman, 2000).PEG dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam berat molekul dan yang paling banyak digunakan adalah polietilen glikol 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, dan 6000. Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata -rata dari masing-masing polimernya. PEG yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400 dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat. Macam – macam kombinasi dari PEG bisa digabung dengan cara melebur. PEG merupakan polimer larut air, polimer ini tidak berwarna, tidak berbau dan kekentalannya berbeda-beda tergantung jumlah n = 2, 3, 4 dan maksimum n berjumlah 180. Polimer dengan berat molekul rendah (n = 2) disebut dietil glikol dan (n = 4) disebut tetra etil glikol. Polimer dengan berat molekul yang tinggi biasanya disebut poli (etilena glikol). Penggunaan PEG dapat dijumpai diberbagai industri. Area industri yang paling banyak menggunakan PEG adalah farmasi dan industri tekstil (Norvisari, 2008).
PEG mempunyai kelarutan yang baik dalam air dan kesamaan secara struktur kimia karena adanya gugus hidroksil primer pada ujung rantai polieter yang mengandung oksietilen (-CH2-CH2-O- ). PEG mempunyai sifat stabil, mudah larut dalam air hangat, tidak beracun, non-korosif, tidak berbau, tidak berwarna, memiliki titik lebur yang sangat tinggi (580°F), tersebar merata, higoskopik
21
(mudah menguap) dan juga dapat mengikat pigmen. Sifat PEG yang lunak dan rendah racun membuatnya banyak dipergunakan sebagai dasar obat salep, dan pembawa dari bahan obat. Sifat PEG yang larut dalam air menyebabkan bahan obat mudah terlepas dan terserap pada kulit lebih cepat dari minyak yang teremulsi dalam air. Daya larut dalam air memberi keuntungan lantaran memberi kemudahan pengeluaran formulasinya setelah mencapai tujuan (Safitri, 2010).
PEG mempunyai beberapa keuntungan antara lain secara fisiologi inert, tidak terhidrolisis, tidak mendukung pertumbuhan jamur, mempunyai beberapa macam molekul. Salah satu fungsi PEG adalah dapat dipakai untuk membentuk dan mengontrol ukuran dan struktur pori partikel yang dilapisi(Astuti, 2008).
PEG-6000 yang digunakan menerangkan bahwabahan kimia PEG tersebut mempunyai berat molekul rata-rata 6000. PEG-6000adalah bahan kimia yang berwarna putih seperti lilin, parrafin, sebagai bendapadat pada suhu kamar, tidak beracun, tidak berkarat, tidak berbau, inert, tidakmudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapatdikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya. PEG 6000 mempunyai titikleleh 56OC-63OC
PEG banyak sekali manfaatnya dalam kehidupan sehari hari-hari kita seperti campuran cat, tinta, kosmetik, perlengkapan mandi, industri kertas, karet dan dalam dunia farmasi polietilen glikol digunakan untuk melarutkan obat-obat yang tidak larut dalam air. Penggunaan PEG sebagai pelarut juga dapat meningkatkan distribusi ( penyebaran ) obat didalam tubuh manusia. PEG dapat meningkatkan kelarutan obat dikarenakan sifat PEG yang sangat efektif dilingkungan yang berair dan membentuk dua fase sistem polimer yang berbeda. Ketika PEG
22
melekat pada molekul polimer lain dapat mempengaruhi sifat kimia dan kelarutan molekul obat sehingga mudah larut dalam cairan tubuh. Jika obat mudah larut dalam cairan tubuh, maka otomatis obat akan terdistribusi secara merata dalam tubuh. Polietilen glikoldapatmenunjukkanaktivitasoksidasijika terjadi inkompatibilitas.Aktivitasantibakteridaribactricinataubenzil penicilin dapat dikurangijikadiformulasidengan salepyang mengandungbasisPEG ini (Sweetman,2009).
Dalam farmakokinetik PEG ini berfungsi untuk meningkatkan absorpsi dan disolusi suatu zat aktif pada obat yang sukar larut dalam air. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat. Oleh karena itu, mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Tahap yang paling lambat didalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate-limiting step) (Shargel et al., 2005).Berikut struktur PEG dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur Polietilen Glikol (PEG) (Rowe et al., 2006).
E. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan senyawatidak larut air yang biasa digunakan sebagaisenyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofenadalah turunan asam fenilasetat dengan namakimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat.Ibuprofen
23
memiliki bobot molekul sebesar206.3 g mol-1. Adapun struktur ibuprofen dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur ibuprofen ( Xu et al., 2003).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat antiradang adalah dengan menghambat kerjaenzim prostaglandin sintetase. Prostaglandinmerupakan salah satu mediator dalam prosesperadangan. Contoh mediator lainnya dalamproses peradangan adalah histamin, bradikin,dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi disaluran pencernaan, dan jika jumlahnyaberlebihan dapat mengakibatkan pendarahan pada saluran pencernaan. Ibuprofen dapat mengakibatkan iritasi pada lambung dan usus halus karena waktunya pelepasannya cepat yakni 2 jam (Hildayati, 2011).Efek samping yang biasanya terjadi darikonsumsi ibuprofen adalah pusing, kantuk,mual, diare, sembelit, dan rasa panas (iritasi)dalam perut.Namun, efek samping tersebutdapat diminimumkan, salah satunya melaluiproses mikroenkapsulasi. Berbagai penelitiantelah dilakukan untuk itu, dan salah satunyapenelitian yang dilakukan Tayade and Kale(2004) yang melakukan enkapsulasiibuprofen dengan penyalut gelatin agar dapatmencegah terjadinya pendarahan saluranpencernaan. Maharini (2011) melakukan penelitian enkapsulasi ibuprofen dari penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan poli(ekaprolakton). .
24
F. Sistem Penghantaran Obat
Sistem Penghantar Obat (SPO) atau drug delivery systempada dasarnya adalah istilah yang menggambarkan bagaimana suatu obat dapat sampai ke tempat target aksinya. Istilah ini juga sering dipertukarkan dengan drug product (produk obat). Tujuan utama pengembangan sistem penghantaran tertarget adalah untuk meningkatkan kontrol dosis obat pada tempat spesifik seperti pada sel, jaringan, atau organ, sehingga akan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan pada organ non target. Suatu molekul obat sangat sulit mencapai tempat aksinya karena jaringan seluler yang komplek pada suatu organisme, sehingga sistem penghantaran ini berfungsi untuk mengarahkan molekul obat mencapai sasaran yang diinginkan.Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supayapelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya(Shargelet al.,2005). Sistem penghantar obat dapat dilakukan dengan teknikenkapsulasi.
Enkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengungkung suatu senyawa dengan menggunakan bahan penyalut. Kegunaan dari menggunakan teknik ini antara lain untuk mengendalikan pelepasan senyawa, membuat senyawa aktif lebih mudah dan aman untuk dipegang, melindungi material peka dari lingkungan, dan mengubah wujud material cair menjadi padat (Yoshizawa, 2004).
Secara umum ada dua metode untuk mengkapsulasi suatu senyawa, yaitu metode fisika dan metode kimia. Metode fisika antara lain dengan pengeringan semprot
25
(spray drying), piringan pemutar, dan suspensi udara. Sedangkan dengan metode kimia yaitu dengan cara konservasi kompleks dan sederhana, polimerasi interfusial, separasi fase, dan penguapan pelarut.
Menurut Istiyani (2008), metode enkapsulasi akan memberikan beberapakeuntungan, antara lain : 1. Zat inti terlindungi akibat adanya enkapsulan. 2. Mencegah perubahan warna, bau, dan menjaga stabilitas zat inti yang akan dipertahankan dalam jangka waktu lama. 3. Memungkinkan terjadinya pencampuran zat inti dengan komponen lain. Proses penyalutan bahan inti oleh enkapsulan yang kurang sempurna akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari penyalut (pembungkus) obat.
G. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2003).Spektrum FT-IR selulosa standar menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 3350,7 cm-1, merupakan vibrasi ulur dari gugus hidroksil (-OH). Bilangan gelombang 2901,3 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –CH dari gugus alkil yang merupakan kerangka pembangun struktur selulosa. Bilangan gelombang 1640 dan 1430 cm-1 menunjukkan gugus alkil (C-C). Diperkuat pula oleh gugus eter (C-O) yang
26
merupakan vibrasi ulur terletak dalam daerah sidik jari pada bilangan gelombang 1282 – 1035 cm-1, yang merupakan penghubung rantai karbon dalam senyawa selulosa (Mohadi et al., 2014). Spektrum FTIR selulosa standar dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Spektrum FTIR Selulosa Standar (Mohadiet al., 2014). FTIR selulosa-PEG ada tambahan ikatan C-H pada 2885 cm-1 dan gugus eter alifatik pada 1230 cm-1 yang menunjukan CH2CH2O dari PEG (Bhalekar et al., 2010).Spektrum FTIR selulosa-PEG dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13.Spektrum FTIR selulosa-PEG (Bhalekar et al., 2010).
27
H. Scanning Electron Micrascope (SEM)
Scanning Electron Micrascope (SEM)adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Fungsi SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsijenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis.
Berdasarkan penelitian Das et al.,(2010) bahwa analisis SEM selulosa yang didapatkan yaitu ukuran serat dalam mikron, tidak isometrik, dan datar dengan pita yang membelit. Zhaoet al., (2007) melaporkan bahwa analisis SEM menunjukkan selulosa memiliki panjang mikrofibril 300-500 µm dan diameter 1020 µm. Husson (2011) menyatakan bahwa analisis SEM selulosa memiliki ukuran 10 µm. Astuti (2016) menyatakan bahwa analisis SEM selulosa memiliki morfologi yang padat. Peran PEG sebagai pembentuk pori dipengaruhi oleh besarnya massa molekul dan konsentrasi PEG(Zhang et al., 2001).
I.
Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar
28
tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran menggunakan spektrofotometer melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan sampel bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi sinar oleh sampel pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum LambertBeer. Adapun prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif dengan membandingkan absorbansi sampel dan kurva standar (Rohman, 2007).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2017 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan di Universitas Negeri Padang, analisis Scanning Electron Microscope (SEM) dilaksanakan di Universitas Jenderal Soedirman, analisis Spektofotometri UV-Vis dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beaker, labu ukur, erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, oven, refluks, derigen, ember, kain penyaring, kertas saring, indikator universal, botol gelap, alumunium foil, neraca analitik, pengaduk, hot plate, hot stirer, lemari asam, statif, FT-IR, Uv-Vis, dan SEM.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah onggok tapioka, larutan HNO3 3,5%, NaNO2, larutan NaOH 2%, larutan NaOH 30%, larutan Na2SO3 2%, larutan
30
NaOCl 1,75%, larutan NaOH 17,5%, H2O2 10%, larutan HCl 30%, kalium dikromat, asam sulfat, ferro amonium sulfat, indikator ferroin, ZnCl2, PEG-6000, K2HPO4, KH2PO4, PVA, NaCl, obat dan aquades.
C. Prosedur Penelitian
1.
Preparasi Sampel
Sampel yang diambil dari pabrik Tapioka di Desa Raman Endra Pc. 12 Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur dijemur di bawah sinar matahari selama tiga hari, agar benar-benar kering dan siap memasuki proses selanjutnya.
2.
Isolasi α - Selulosa dari Onggok Tapioka
Isolasi α-Selulosa dilakukan dengan cara menimbang 75 gram Onggok Singkong dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90O C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya di refluks dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50O C selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral, lalu hasil dari refluks ini selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% pada suhu 80O C selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral. Tahap akhir, sampel dilarutkan ke dalam larutan H2O2 10 % selama 1 jam. Sampel yang didapatkan disaring dan
31
dicuci sampai filtrat ampas netral. Kemudian ampas (pulp) yang didapat dioven pada suhu 60 0C selama 1 jam. Kemudian selulosa yang dihasilkan ditimbang.
3.
Penentuan Kadar α-selulosa menggunakan metode uji SNI 0444:2009
Timbang sampel 1,5 g ± 0,1 g dengan ketelitian 0,1 mg. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala tinggi 300 mL dan tambahkan 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25⁰ C ± 0,2O C. Catat waktu pada saat larutan natrium hidroksida ditambahkan. Aduk pulp dengan alat sampai terdispersi sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp selama proses pengadukan. Ketika pulp telah terdispersi, angkat pengaduk dan bersihkan pulp yang menempel pada ujung batang pengaduk. Bilas batang pengaduk dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, tambahkan ke dalam gelas piala, sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah 100 mL. Suspensi pulp diaduk dengan batang pengaduk dan simpan dalam penangas 25⁰ C ± 0,2⁰ C. Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan natrium hidroksida, tambahkan 100 mL akuades suhu 25⁰ C ± 0,2⁰ C pada suspensi pulp dan aduk segera dengan batang pengaduk. Simpan gelas piala dalam penangas untuk 30 menit berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, aduk suspensi dengan batang pengaduk dan tuangkan ke dalam corong masir. Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian kumpulkan filtrat sekitar 100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau dicuci dengan akuades dan jaga agar tidak ada gelembung yang
32
melewati pulp pada saat menyaring. Pipet filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5 N ke dalam labu 250 mL. Tambahkan dengan hati-hati 50 mL asam sulfat pekat dengan menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan pada suhu 125⁰ C sampai 135⁰ C kemudian tambahkan 50 mL aquades dan dinginkan pada suhu ruangan. Tambahkan 2 tetes sampai 4 tetes indikator ferroin dan titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat(FAS) 0,1 N sampai berwarna ungu. Pada kelarutan pulp tinggi (kandungan selulosa alfa rendah), titrasi balik dikromat kurang dari 10 mL, volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan penambahan asam sulfat menjadi 30 mL. Lakukan titrasi blanko dengan mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan natrium hidroksida 17,5% dan 12,5 mL akuades. Hasil analisis yang dapat ditentukan keadaan yang paling optimum menggunakan rumus berikut:
X = 100 –
(
)
Dimana: X
= α-selulosa, dinyatakan dalam persen (%);
V1
= Volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V2
= Volume Titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL);
N
= Normalitas larutan ferro ammonium sulfat;
A
= Volume filtrat pulp yang dianalisa, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W
= Berat Kering oven contoh uji pulp, dinyatakan dalam gram (g).
33
4.
Preparasi Selulosa
Preparasi selulosa dibuat dengan menimbang selulosa sebanyak 8 gram kemudian dimasukan kedalam gelas beaker. Selulosa tersebut direndam dalam larutan 100 ml NaOH 20% dan dibiarkan mengembang. Kemudian dilakukan hal yang sama pada selulosa 6 gram.
5.
Preparasi Polietilen Glikol (PEG)
Preparasi PEG dilakukan dengan menimbang PEG sebanyak 2 gram lalu dimasukan kedalam gelas beaker. Kemudian dilarutkan dengan 100 ml HCl 20% dan 0,2 gram ZnCl2 menggunakan hot stirer pada suhu 70 oC selama 2 jam. Kemudian dilakukan prosedur yang sama pada PEG 4 gram.
6.
Sintesis Selulosa-PEG
Pembuatan selulosa-PEG dilakukan dengan mencampurkan selulosa dan PEG hasil preparasi sebelumnya dengan pengadukan menggunakan hot stirer selama 10 jam pada suhu 70 oC, lalu dinetralkan dengan air panas, kemudian didekantasi dan difreeze dry sampai kering.
7.
Pembuatan pengungkung obat
Selulosa-PEG yang dihasilkan dilarutkan dalam klorofom dan dicampurkan dengan 0,25 gram serbuk obat ibuprofen kemudian ditambahkan 10 ml PVA 5% sambil diaduk dengan pengaduk magnetik selama 60 menit. Emulsi yang
34
terbentuk dimasukkan kedalam 500 ml akuades sambil diaduk dengan pengaduk magnetik selama 60 menit. Selanjutnya campuran didekantasi hingga mengendap. Endapan yang terbentuk dicuci dengan 300 ml akuades untuk menghilangkan PVA. Tahap selanjutnya, endapan disaring dan dikeringkan dalam udara terbuka selama 24 jam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 60 menit (Fachrurrazie, 2012).
8.
Analisis FT-IR
Analisis FT-IR dilakukan dengan cara sampel dibuat pellet dengan KBr. Pellet dari sampel lalu dimasukan ke instrumen FTIR dengan λ 4000 - 400 cm-1.
9.
Preparasi Uji Obat
A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Obat
Dibuat larutan obat (ibuprofen) 10 ppm dengan pelarut larutan buffer pH 7,4. Larutan tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UVVis direntang panjang gelombang 210-240 nm. Pengukuran panjang gelombang maksimum juga dilakukan pada pelarut larutan pH 1,2 dengan perlakuan yang sama.
B. Penentuan kurva standar obat
Dibuat larutan obat (ibuprofen) dengan berbagai konsentrasi. Ibuprofen dilarutkan dalam larutan buffer pH 7,4 dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm. Kemudian larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
35
maksimum yang diperoleh. Kemudian, dengan cara yang sama, dilakukan juga pada pembuatan kurva standar dalam larutan pH 1,2.
10. Uji Efisiensi Obat
Ditimbang 25 mg pengungkung obat dan digerus hingga halus kemudian dilarutkan kedalam larutan buffer posfat pH 7,2 sebanyak 50 ml. Campuran tersebut distirer selama 1 jam lalu disaring dan filtratnya diambil 5 ml dan diencerkan 5 kali. Setelah itu filtrat dibaca adsorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Nilai efisiensi pengungkungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
fi ien i
at ( )
[o at]
mg
fp
g 000 mg
a a
000m
a (g) (g)
at (g)
00
Keterangan : a : massa pengungkung yang diperoleh (gram) b : massa pengungkung yang digunakan untuk efisiensi (gram) fp : faktor pengenceran V : volume buffer (mL)
11. Uji Disolusi Obat
Pengungkung obat yang akan diuji ditimbang sebanyak 0,2 gram kemudian direndam dalam 500 ml larutan buffer pH 7,4 dan diaduk dengan magnetik stirer selama 7 jam. Dilakukan pengambilan filtrat sampel setiap jam. Filtrat yang telah
36
diambil sebanyak 5 ml lalu diencerkan 10 kali dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum ibuprofen dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Obat yang lepas dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
at epa ( )
[o at]
mg
fp
g 000mg
000m
a a engungkung (g)
(m ) 00
12. Analisis SEM
Analisis SEM dilakukan dengan cara sampel dibekukan di atas alumunium sampai kering. Kemudian sampel di percikkan emas selama 30 s menggunakan polaron. Hasil analisis ditampilkan dalam stereoscan.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Hasil isolasi α-selulosa diperoleh padatan putih sebanyak 15 gram dengan rendemen 20% yang memiliki kadar α-selulosa sebesar 94,23 %.
2.
Sintesis selulosa–PEG menghasilkan serbuk putih dengan rendemen 90% untuk sampel A dan 93% untuk sampel B.
3.
Hasil uji efisiensi menunjukan bahwa pengungkung obat A (8 : 2) hanya menghasilkan efisiensi sebesar 34,146 % dan pengungkung obat B (6 : 4) sebesar 49,792 %.
4.
Hasil uji disolusi menunjukan bahwa pengungkung obat pada pH 7,4 memiliki persentase sebesar 9,568 % dan pada medium pH 1,2 hanya sebesar 4,145 %.
5.
Dari uji disolusi dan uji efisiensi menunjukan bahwa sistem penghantar obat yang baik adalah pengungkung obat B.
6.
Hasil FTIR selulosa-PEG terdapat serapan O-H pada 3334,51 cm-1, C-C pada 1410,92 cm-1, C-H pada 2892,93 cm-1, dan OCH2CH2 pada 1041 cm-1.
7.
Hasil SEM selulosa-PEG memiliki morfologi yang lebih berongga daripada selulosa. Sedangkan pada pengungkung obat memiliki morfologi yang
menggumpal dan berkelompok, yang menunjukan bahwa obat telah terkungkung.
B. Saran
Adapun saran untuk penelitian berikutnya yaitu sebagai berikut : 1.
Perlu dilakukan variasi zat pengemulsi dan waktu pengadukan agar dapat diketahui hasil pengungkung obat yang optimal.
2.
Perlu dilakukan uji disolusi pada manusia untuk mengetahui pelepasan obat dalam tubuh.
3.
Sebaiknya digunakan pelarut yang aman dan dilakukan pengecekan dalam setiap tahap pembuatan pengungkung obat agar diperoleh pengungkung obat sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, 2011. Polimer Nanokomposit Berbasis Plastik Poliolefin dan Serat Nanoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Aditif Antistatik Untuk Bahan Teknik. Universitas Sumatera Utara (USU). Medan. Andoko, A. dan Parjimo, 2007. Budi Daya Singkong: umbi jalar. Agromedia Pustaka. Jakarta. Arnata, I.W. 2009. Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2002. AOAC International methods committee guidelines for validation of qualitative and quantitative food microbiological official methods of analysis. J AOAC Int. 85:1–5. Astuti, Dwi T. 2016. Pembuatan Nanoselulosa dari limbah padat tapioka dengan metode hidrolisis asam (Skripsi). FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. Astuti, Fitri. 2008. Pengaruh Kombinasi Basis Polietilenglikol 1000 dan Polietilenglikol 6000 Terhadap Sifat Fisik dan Pelepasan Asam Mefenamat Pada Sediaan Supositoria. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Aziz A.A., M. Husin, and A. Mokhtar. 2002. Preparation of cellulose from oil palm empty fruit bunches via ethanol digestion: effect of acid and alkali catalysts. Journal of Oil Palm Research 14 (1) : 9-14. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2015. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta.
54
Bhalekar, M., Swapnil, and Ashwini. 2010. Synthesis Of MCC-PEG Conjugated and Its Evaluation as a Superdisintegrant. Research Article. 11 (3) 2010. Bono, A., F. Y. Yan., D. Krishniah., and M. Rajin. 2009. Cellulose Extraction from Palm Kernel Cake using Liquid Phase Oxidation. Journal of Engineering Science and Technology. 57-68. Budi, Gunawan., dan Azhari DC. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan Scanning Electron Microscopy (S E M) Sensor Gas dari Bahan Polimer Poly Ethelyn Glycol (PEG). ITS. Surabaya. Buleón, A., P. Colonna, V. Planchot, and S. Ball. 1998. Starch granules. Structure and biosynthesis.International Journal of Biological Macromolecules. 23:85–112. Chardialani, A. 2008. Studi Pemanfaatan Onggok Sebagai Bioimmobilizer Mikrooerganisme Dalam Produksi Biogas Dari Limbah Cair Industri Tapioka. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Cheng, Dong., Wen,Yangbing., Wang, Lijuan., An, Xingye., Zhu, Xuhai., and Yonghao. 2015. Adsorption of Polyethylene Glycol (PEG) onto Cellulose Nano-crystals to improve its dispersity. Canada. Chou, w.l., Yu, D.G., Chien, M, dan Yang, C.H.J. 2007. Effect Of Molecular45 weight and concentration of peg additives on morphology and permeation performance of cellulosa acetate. Science direct separation and purification technology. Das, K., Dipa Ray., N. R. Bandyopadhyay., dan Suparna Sengupta. 2010. Study of the Properties of Microcrystalline Cellulose Particles from Different Renewable Resourse by XRD, FTIR, Nanoindentation, TGA and SEM. J Polym Environ. 18, pp 355-363, 2010. Day, R.A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Efrizal dan salman. 2007. Karakterisasi Fisikokimia dan Laju Disolusi Dispersi Padat Ibuprofen dengan Pembawa Poli etilen glikol 6000. Universitas Andalas. Padang. Elfrida, Jessica. 2012. Uji Efisiensi, Disolusi, Degradasi Secara In Vitro Dari Mikroenkapsulasi Ibuprofen dengan Polipaduan Poli (Asam Laktat) dan Polikaprolakton. Universitas Indonesia. Depok.
55
Fachrurrazie.2012. Mikroenkapsulasi Ibuprofen Tersalut Poli(Asamlaktat)-Lilin Lebah dengan Pengemulsi Poli(Vinil Alkohol) (skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fadillah, F. 2003. Pengaruh penambahan PEG terhadap karakterisasi membran selulosa asetat ( skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Feng, W., Bai, X.D.; Lian, Y.Q., Liang, J., Wang, X.G. dan Yoshino, K. 2003. Well Aligned Polyaniline/Carbon Nanotube Composite Films Grown by in-Situ Aniline Polymerization, Carbon. 41: 1551 –1557. Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M. 2001. Properties of Corn and Wheat Starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their Size. EJPAU, Vol. 4. Gaol, M Roganda, L Lumban., Roganda Sitorus., Yanthi S., Indra Surya., dan Renita Manurung., 2013. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(3). Gustian, Puri R.A. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Membran Kitosan-Peg (Polietilen Glikol) Sebagai Pengontrol Sistem Pelepasan Obat. Indonesian Journal of Chemical Science. Harmsen, P. F. H., W. J. J. Huijgen., L. M. B. Lopez., and R. R. C. Bakker. 2010. Literature Review of Physical and Cemical Pretreatment Processes For Lignocellulosic Biomass. Food & Biodased Research. Harianto, F., Padil., Yelmida. 2012. Pembuatan Nitroselulosa dari Selulosa-α Pelepah Sawit Hasil Pemurnian Dengan Enzim Xylanase Asam Penitrasi.J. Fakultas Teknik Universitas Riau. Pekan Baru. Hikmiyati N dan Yanie N. S. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong melalui Proses Hidrolisis Asam. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Hildayati, Annisa. 2011. Efisiensi mikroenkapsulasi dan uji disolusi ibuprofen secara in vitro dengan penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan polikaprolakton. Univesitas Indonesia. Depok. Holtzapple, M. T. 2003. Hemicelluloses. In Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (pp. 3060-3071). Academic Press. Husson, Eric., B. Sebastien., A. Carine., C. Dominique., Djellab Karim., Isabella Gosselin., Olivier W., dan Chaterine Sarazin. 2011. Enzymatic Hydrolysis
56
of Ionic Liquid-pretreated Celluloses: Contribution of CP-MAS 13C NMR and SEM. Bioresourse Technology. 102, pp 7335-7342, 2011. Istiyani, Khoirul. 2008. Mikroenkapsulasi Insulin untuk Sediaan Oral Menggunakan Metode Emulsifikasi dengan Penyalut Natrium Alginat dan Kitosan (Skripsi). Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok. Jiri Janata And Mira Josowicz. 2000. Conducting Polymers In Electronic Chemical Sensors. Kemala T. 2010. Mikrosfer Polipaduan Poli(Asam Laktat) dengan Poli (Ekaprolakton) Sebagai Pelepasan Terkendali Ibuprofen Secara In Vitro. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok. Kemala T, Budianto E, and Soegiyono B. 2012. Preparation and characterization of microspheres based on blend of poly(lactic acid) and poly (ɛ caprolactone) with poly(vinyl alcohol) as emulsifier. Arabian Journal of Chemustry 5:103-108. Khopkar.2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Komariah, Siti. 2011. Kombinasi Emulsi dan Ultrasonikasi dalam Nanoenkapsulasi Ibuprofen Tersalut Polipaduan Poli(Asam Laktat) dan Poli(E-Kaprolakton). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kristina., Evi Retnosari., dan Novia. 2012. Alkaline Pretreatment dan Proses Simultan Sakarifikasi-Fermentasi Untuk Produksi Etanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia. 18(3) 2012. Lee, S. B. A., Hamid, and S. K. Zain. 2014. Conversion of Lignocellulosic Biomass to Nanocellulose: Structure and Chemical Process. The Scientific World Journal. University Of Malaysia. Kuala Lumpur. Leuner, C., dan Dressman, J. (2000). Improving Drug Solubility for Oral Delivery Using Solid Dispersion. Eur. J. Pharm. Biopharm. 50(3): 47-60. Li, M., Rouaud, O., and Poncelet, D. 2008. Mikroencapsulation By Solvent Evaporation : State Of The Art For Process Engineering Approaches. Elvesier : International Journal of Pharmacheutics 363 : 26 – 39.
57
Maharini, Peni. 2011. Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut Polipaduan Poli(Asam Laktat) dan Poli(E-Kaprolakton) secara In Vitro. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marbun, Eldo S. 2012. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam ZnO dan Penguat Alami Selulosai (Skripsi). Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok. McDonald, A. G. 2006. Chemical and Thermal Characterization of Three Industrial Lignins and Their Corresponding Lignin Esters. (T). University of Idaho. Moskow. Mohadi, R., Saputra, Adi., dan Lesbani, A. 2014. Studi Interaksi Internasional Ion Logam Mn+2 Dengan Selulosa dari Serbuk Kayu. Jurnal Kimia FMIPA UNSRI. ISSN 1907-9850. 8(1), januari 2014 pp 1-8. Nahrowi, R. 2015. Konversi α-Selulosa Menjadi Karboksimetil Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (Skripsi). FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. Norvisari, mery. 2008. Pengaruh kombinasi basis polietilen glikol 400 dan polietilen glikol 6000 terhadap sifat fisik dan pelepasan asam mefenamat pada sediaan supositoria (skripsi). Fakultas farmasi universitas muhammadiyah surakarta. Surakarta. Obeidat, WM. 2009. Recent patents review in microencapsulation of pharmaceuticals using the emulsion solvent removal methods. Recent Patents on Drug Delivery and Formulation. 3:178-192 Oktaviana, T. D. 2002. Pembuatan dan Analisa Film Bioplastik dari Kitosan Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau (Scylla serata). (skripsi). Universitas Pancasila. Jakarta. Peraturan Gubernur Lampung No 7 . 2010. Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan . Provinsi Lampung. Pérez, J, J. Muñoz-Dorado, T. De-la-Rubia, J. Martínez. 2002. Biodegradation and biologicaltreatments of cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. Int Microbiol. 5:53–63. Rahmat, S. 2008. Pengetahuan bahan polimer. Departemen metalurgi dan material. FT UI. Hal 92-94.
58
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. P. 255. Rosca, ID., Watari, F., and Uo, M. 2004. Microparticle formation and Its Mechanism in single and double emulsion solvent evaporation. Elvesier : Journal of Controlled Release 99 : 271 – 280. Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn, M.E. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi kelima. Pharmaceutical Press. London. 465-469. Safitri, Rika Endara. 2010. Pengaruh Penambahan Poli(Etilen Glikol)(PEG) 600 Terhadap Karakteristik Membran Polisulfon Untuk Pemisahan Surfaktan Anionik Sodium Dodesil Sulfat. FMIPA Universitas Jember. Jember. Saha, B. C. 2003. Hemicellulose Bioconvension. Society for Industrial Microbiology. 30. 279-291. Saifullah, Suprapto, Iriawan. 2007. Optimasi Kombinasi Matriks Hydroxypropyl Methylcellulose dan Xanthan Gum untuk Formula Tablet Kaptopril Lepas Lambat dengan Sistem Floating. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Shargel, L., and Yu, A.B.C. 2005. Biofarmasetika and Farmakokinetika Terapan Edisi II. Airlangga University Press. Jakarta. Sinaga, Effendi Zulham. 2011. Perbandingan Sifat Matriks Komposit Polimer Selulosa Asetat Sintesis Dan Selulosa Asetat Komersial yang Divariasikan dengan Polipropilena Sebagai Bahan Kemasan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Soelistijono 2006. Tanaman Singkong. Penebar Swadaya. Jakarta. Solechudin dan Wibisono. 2002. Buku kerja praktek. PT Kertas Lecces Persero. Probolinggo. Sumanda, K. Tamara, P.E. Alqani.F.2011. Kajian Proses Isolasi α-selulosa dari Limbah Batang Tanaman Manihot Escullenta Crantz yang Efisien . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri. UPN. Jawa Timur. Sunarno. 2011. Catalytic Slurry Cracking Cangkang Sawit Menjadi Crude Bio Fuel dengan Katalis Ni/ZSM-5 dan NiMo/ZSM-5. Universitas Riau. Riau. Sutriyo, Djajadisastra J., Novitasari A., 2005. Mikroenkapsulasi Propranolol Hidroklorida dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metode
59
Penguapan Pelarut, Ilmu Kefarmasian, 1(2): 93-101. Sweetman, S.C. 2009. Martindale 36 The Complete Drug Reference. The Pharmaceutical Press. London. Tarmudji. 2009. Onggok Lampung. http://onggok lampung.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 25 Februari 2013. Tayade and Kale. 2004. Encapsulation of water insoluble drug by a cross-linking technique : Effect of process and formulation variables on encapsulation, efficiency, particle size, and invitro disolution rate. AAPS Pharm Sci 6 : 1-8. Tiwari, S., and Verma, P. 2011. Mikroencapsulation Technique By Solvent Evaporation Method (Study Of Effect Of Process Variables). International Journal Of Pharmacy and Life Sciences. Wang, W., Liu, X., Xie, Y., Zhang, H. a., Yu, W., Xiong, Y. 2009. Microencapsulation Using Natural Polysaccharides For Drug Delivery and Cell Implantation. Journal of Material Chemistry, 3252–3267. Wijayanti Dwi Kurnia. 2012. Pengaruh Overliming Pada Pembuatan Etanol dari Limbah Pabrik Tepung Tapioka (Onggok) dengan Hidrolisis Asam dan Enzim. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Surabaya. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wyman, E., S. E. Jacobsen., and Charles. 2000. Cellulose and Hemicellulose Hydrolysis Models for Application to Current and Novel Pretreatment Processes. Humana Press Inc. 84-86. Xu, F., Sun, LX., Tang, ZC., Liang, JG., and Li, RL. 2004. Thermodinamic Study Of Ibuprofen By Adiabatic Calorimetry And Thermal Analisys. Elsevier : Thermochimica Acta 412 : 33 – 37. Yang, L., Hsiao, w., Chen, P. 2001. Chitosan-sellulosa composite membrane for affinity Purifications of biopilimers and immunoadsortions. J Membr Sci. 5084: 1-13. Yoshizawa, H. 2004. Trends in microencapsulation research. KONA. Yusuf, M. 2004. Perubahan Kadar Air, Ca, P,dan α – Selulosa Tandan Kosong Sawit Selama Pengomposan Menggunakan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara. Medan.
60
Zhang, M., Gong Y,D,Li X.H, Zhao N.M. 2001. Biocompatibility of Chitosan Films Modified by Blending with PEG. Biomaterials. 23: 2641-2648. Zhao H., Kwak JH., Zhang ZC., Brown HM., Arey BW., dan Holladay JE. 2007. Studying Cellulose Fiber Structure by SEM, XRD, NMR, and Acid Hydrolysis. Carbohydr Polym. 68, pp 235–241