SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOTITANIA YANG DIDOPING FLUOR MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Tesis
Oleh LAURA MEGADIA SARI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOTITANIA YANG DIDOPING FLUOR MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Oleh
LAURA MEGADIA SARI
Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi nanotitania menggunakan metode solgel. Sebagai sumber titania digunakan titanium tetraisopropoxide (TTIP) dan isoprophyl alcohol sebagai pelarut. Dalam mensintesis digunakan tween-80 sebagai surfaktan dan NH4F sebagai sumber doping fluor (F). Jumlah sampel yang disintesis sebanyak satu sampel nanotitania murni dan empat sampel F-TiO2 dengan variasi doping F masing-masing 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g dan 1 g. Sampel dikalsinasi pada suhu 500 ℃ selama 4 jam. Seluruh sampel berbentuk bubuk dan dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscope (TEM), Ultra Violet Visible (UV-Vis) Spectroscopy dan uji aktivitas katalitik pada larutan fenol 100 ppm. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa sampel nanotitania dan F-TiO2 memiliki fasa murni anatase dengan ukuran partikel masing-masing sebesar 16,8 nm dan 23,8 nm. Penambahan doping F dipandang dapat meningkatkan kristalinitas nanotitania. Hasil uji TEM didapatkan ukuran partikel nanotitania 22,6 nm dan 21,1 nm untuk F-TiO2. Hasil uji aktivitas katalis menunjukkan bahwa dengan penambahan doping F pada nanotitania mengakibatkan kemampuan fotokatalitik nanotitania mengalami peningkatan di bawah sinar matahari (visible light). Kata kunci: Fenol, metode sol-gel, NH4F, titania, uji aktivitas katalis.
i
ABSTRACT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF NANOTITANIA DOPED FLUOR USING SOL-GEL METHOD
By
LAURA MEGADIA SARI
The synthesis and characterization of nanotitania has been carried out by sol-gel method. Titanium tetraisopropoxide (TTIP) used as a source of titania and isoprophyl alcohol as a solvent. In the synthesis, tween-80 was added as a surfactant and as a source of fluor (F) doping was used NH4F with variation of 0,4; 0,6; 0,8 and 1 gram. Samples were calcined at 500 ℃ for 4 hours. The whole sample were characterized using X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscope (TEM), Ultra Violet Visible (UV-Vis) spectroscopy and test catalytic activity at 100 ppm phenol solution. XRD test results showed that the samples nanotitania and F- TiO2 has a pure anatase phase with particle sizes of 16.8 nm and 23.8 nm. The addition of F doping can improve the crystallinity of nanotitania. TEM results showed that particle size of 22.6 nm for nanotitania and 21.1 nm for F-TiO2. The results of the catalyst activity test showed that the addition of F doping on nanotitania enhanced photocatalytic ability of nanotitania in sunlight (visible light). Keywords: Catalyst activity test, NH4F, phenol, sol-gel method, titania.
ii
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOTITANIA YANG DIDOPING FLUOR MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Oleh LAURA MEGADIA SARI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS Pada Program Pascasarjana Magister Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Tujuh, Nagari Aua Kuniang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar pada tanggal 28 September 1985. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara anak pasangan Syaiful Arifin dan Yultra Harce yang diberi nama Laura Megadia Sari dengan nama kecil Oya.
Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 39 Padang Tujuh pada tanggal 15 Juli 1991 dan tamat pada tanggal 14 Juni 1997 dengan nilai kelulusan 35,19 pada skala 50,00. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Pasaman pada tanggal 21 Juli 1997 dan selesai pada tanggal 23 Juni 2000 dengan nilai kelulusan 35,53 pada skala 50,00. Diteruskan dengan menempuh pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Pasaman pada tanggal 17 Juli 2000 dan selesai pada tanggal 09 Juni 2003 dengan angka kelulusan 76,88 pada skala 100,00.
Penulis mendaftar sebagai mahasiswa pada tanggal 08 September 2003, dengan mengambil konsentrasi belajar Fisika Bumi (Geofisika) di Jurusan Fisika Fakultas MIPA di Universitas Negeri Padang (UNP). Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Pemograman Komputer berbasis bahasa Pascal.
v
Penulis juga pernah aktif sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Pada tahun 2006, Penulis melakukan Kerja Lapangan (KL) di Departemen Pertambangan Energi dan Mineral (DPEM) Provinsi Sumatera Barat. Ditahun yang sama, penulis juga melakukan penelitian yang berhubungan dengan pasir besi. Penulis menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh gelar Sarjana Sains dengan skripsi berjudul Studi Tentang Karakteristik Magnetik pada Lapisan Pasir Besi di Pantai Sunur Pariaman, Pantai Masang dan Durian Kapeh Agam Melalui Metoda Magnetik pada tanggal 01 September 2007 dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,57 pada skala 4,00.
Penulis pernah bekerja di Menara Agung main dealer sepeda motor Honda di Padang sebagai Sales Analyst pada bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Juli 2008. Kemudian pada bulan Nopember 2008 sampai dengan bulan Januari 2013, Penulis bekerja di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dengan jabatan terakhir sebagai Account Officer. Penulis juga pernah mengenyam Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada tahun 2010 di Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru dengan IPK 3,98 pada skala 4,00.
Kemudian pada tanggal 17 Agusutus 2012, penulis menikah dengan suami bernama Zulfa dan dikarunia seorang putra bernama Alkhalifi Athallah Zulfa. Selanjutnya pada tanggal 08 September 2014, penulis mendaftar sebagai mahasiswa Magister Fisika dengan konsentrasi belajar Fisika Material di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Lampung (Unila).
vi
MOTTO
“Maka nikamat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS. Ar-Rahman:13) “Bahaya kepandaian adalah berbuat sekehendak hati. Bahaya keberanian adalah melampaui batas. Bahaya toleransi adalah menyebut-nyebut kebaikannya. Bahaya kecantikan adalah sombong. Bahaya ucapan adalah dusta. Bahaya ilmu adalah lupa. Bahaya pemurah adalah berlebih-lebihan”. (Tengku Abdul Wahab)
“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas”. (Dian Sastro)
“Melangkah tidak selalu harus ke depan, berhenti belum tentu diam, tak terlihat bukan berarti tidak ada”. (Penulis)
vii
Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan rahmat Allah SWT karya kecil ini Penulis sembahkan kepada: “Ama dan Apa tercinta, terima kasih yang teramat sangat atas segala kasih sayang yang Ama dan Apa berikan hingga Oya sampai di titik ini”. “Suami terkasih, junjuangan diri, pautan hati labuahan kasiah”. “Anak tersayang, buah cinta Abak jo Bundo, sibiran tulang, ubek jariah palarai damam”. “Abang dan Teta atas support dan semangatnya”. “Almamater Tercinta”
viii
K ATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin penulis sembahkan kehadirat Allah SWT, atas karunia yang dilimpahkan sebagai sumber dari segala solusi dan rahmat yang dicurahkan sebagai peneguh hati, penguat niat sampai akhirnya penulis dapat menuntaskan tesis dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Nanotitania yang Didoping Fluor Menggunakan Metode Sol-Gel” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Magister Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Posman Manurung dan Ibu Dwi Asmi atas bimbingannya serta Bapak Simon Sembiring atas kritik dan sarannya dalam penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suamiku kanda Zulfa yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan tawa manja anakku Alkhalifi Athallah Zulfa (Biru). Kepada seluruh keluarga besarku, penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan motivasi yang diberikan.
ix
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang terlibat dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, Januari 2017
Laura Megadia Sari
x
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin penulis sembahkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Nanotitania yang Didoping Fluor Menggunakan Metode Sol-Gel”. Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dian di kegelapan dan pelopor kemajuan seluruh umat di muka bumi.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Magister Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis telah banyak diberi motivasi, arahan, bimbingan dan nasehat oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap ketulusan penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1.
Bapak Posman Manurung, sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, solusi, waktu dan bantuan serta semangat hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Ibu Dwi Asmi, sebagai dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
xi
3.
Bapak Simon Sembiring, sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis demi kesempurnaan tesis ini.
4.
Kedua orangtua tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayang serta semangat kepada penulis.
5.
Suamiku, kanda Zulfa yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6.
Anakku, Alkhalifi Athallah Zulfa (Biru) sebagai penghilang penat dan pemantik semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
7.
Abang Rhuhendo Saputra dan Teta Putri Andania Veronica atas motivasi yang diberikan kepada penulis.
8.
Kadek Ceria Sukma Putri, teman berbagi suka dan duka dalam penelitian.
9.
Fitria Yunita dan Alfian Sinaga, teman angkatan 2014 atas kebersamaan selama perkuliahan.
Bandar Lampung, Januari 2017 Penulis
Laura Megadia Sari
xii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v MOTTO ..................................................................................................... vii PERSEMBAHAN...................................................................................... viii KATA PENGANTAR............................................................................... ix SANWACANA .......................................................................................... xi DAFTAR ISI.............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR................................................................................. xv DAFTAR TABEL ..................................................................................... xix I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ B. Perumusan Masalah......................................................................... C. Pembatasan Masalah ....................................................................... D. Tujuan Penelitian ............................................................................ E. Kontribusi Penelitian .......................................................................
1 4 5 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 7 A. Semikonduktor Titanium Dioksida (TiO2) ..................................... 7 B. NanoTiO2 sebagai Fotokatalis ......................................................... 10 C. Efek Doping pada NanoTiO2 .......................................................... 16 xiii
D. Meknisme Fotokatalis ..................................................................... 17 E. Beberapa Karakterisasi NanoTiO2................................................... 20 III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 28 A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... C. Preparasi Sampel ............................................................................. D. Karakterisasi Sampel....................................................................... 1. XRD ............................................................................................ 2. TEM ............................................................................................ 3. Uji Aktivitas Katalis.................................................................... 4. Spektrofotometer UV-Vis. ..........................................................
28 28 29 34 35 38 40 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 44 A. Sintesis TiO2 dan F-TiO2 ................................................................ B. Hasil Karakterisasi XRD Sampel O-0F dan O-1F .......................... C. Hasil Analisis TEM Sampel O-0F dan O-1F .................................. D. Hasil Uji Aktivitas Katalis ..............................................................
44 50 60 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 76 A. Kesimpulan ..................................................................................... 76 B. Saran................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 78 LAMPIRAN............................................................................................... 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Halaman E = energi elektron, k = bilangan gelombang, E g = energi
gap, T = suhu, Conduction band = pita konduksi, Valence band = pita valensi. (a) Pada T = 0 K pita valensi terisi penuh dan pita konduksi kosong. (b) Eksitasi elektron ke pita konduksi meninggalkan tempat kosong (Margaritondo, 2005) ....................................................... 8 2.2
(a) Semikonduktor murni. (b) Ikatan kimia pada arsenik kotor dalam kisi silikon. (c) Keadaan arsenik yang mendapatkan atom donor. (d) Hampir sama dengan keadaan (b), tetapi terjadi pada galium yang memiliki elektron valensi tiga (Margaritondo, 2005) .................................. 9
2.3
Pita energi beberapa semikonduktor (Liu et al, 2014).................. 10
2.4
Struktur bulk anatase titanium dioksida. Sel satuan bulk tetragonal anatase memiliki dimensi a = b = 3,782 , c = 9,502 Å (Diebold, 2003)............................................................ 12
2.5
Struktur bulk rutile titanium dioksida. Sel satuan bulk tetragonal rutile memiliki dimensi a = b = 4,587 , c = 2,953 Å (Diebold, 2003) ............................................................... 13
2.6
Struktur kristal brookite titanium dioksida (Carp et al, 2004) ...... 14
2.7
Skema proses fotokatalisis (Carp et al, 2004)............................... 18
2.8
Skema degradasi fenol (Guo et al, 2006)...................................... 20
2.9
Ilustrasi hukum Bragg. S0 = sinar datang, S1 = sinar pantul, θ sudut sinar datang/pantul, A1 = bidang kristal 1, A2 = bidang kristal 2, d = jarak antar bidang......................................... 21
2.10
Alat XRD ...................................................................................... 22
xv
2.11
Bagian-bagian SEM ...................................................................... 24
2.12
Alat SEM....................................................................................... 24
2.13
Bagian-bagian TEM ...................................................................... 25
3.1
Prosedur kerja untuk mendapatkan sampel TiO2 .......................... 30
3.2
Prosedur kerja untuk mendapatkan sampel F-TiO2 ...................... 31
3.3
Furnace Nabertherm ..................................................................... 33
3.4
Mortar akik.................................................................................... 34
3.5
X’PERT Powder PANalytical Diffractometers ............................ 35
3.6
TEM JEOL JEM 1400 .................................................................. 38
3.7
Spektrofotometer UV-Vis Cary 100 ............................................. 42
4.1
Pengadukan larutan sampel O-0F ................................................. 45
4.2
Hasil pengeringan/oven sampel (a) O-0F (b) O-0,4F (c) O-0,6F (d) O-0,8F (e) O-1F .......................................................... 46
4.3
Pemindahan sampel ke wadah porselen (a) O-0F (b) O0,4F (c) O-0,6F (d) O-0,8F (e) O-1F ............................................ 46
4.4
Hasil kalsinasi sampel (a) O-0F (b) O-0,4F (c) O-0,6F (d) O-0,8F (e) O-1F ............................................................................ 47
4.5
Hasil penggerusan sampel (a) O-0F (b) O-0,4F (c) O-0,6F (d) O-0,8F (e) O-1F....................................................................... 48
4.6
Difraktogram hasil analisis XRD sampel O-0F dengan panjang gelombang sinar-X yang digunakan λ = 1.54060 ........... 51
4.7
Hasil refinement sampel O-0F. Warna hitam adalah data pengukuran, merah adalah hasil perhitungan, biru merupakan posisi puncak difraksi dan hijau adalah selisih data pengukuran dengan data perhitungan ........................ 54
4.8
Difraktogram hasil analisis XRD sampel O-1F dengan panjang gelombang sinar-X yang digunakan λ = 1.54060 ........... 56
xvi
4.9
Hasil refinement sampel O-1F. Warna hitam adalah data pengukuran, merah adalah hasil perhitungan, biru merupakan posisi puncak difraksi dan hijau adalah selisih data pengukuran dengan data perhitungan ........................ 58
4.10
Difraktogram sampel O-0F dan O-1F ........................................... 59
4.11
Hasil foto TEM sampel O-0F dan teknik pengukuran diameter partikelnya...................................................................... 61
4.12
Hasil foto TEM sampel O-1F dan teknik pengukuran diameter partikelnya...................................................................... 64
4.13
Hasil uji aktivitas katalis sampel O-0F pada waktu 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 menit (kanan ke kiri) (a) sinar matahari (visible light) (b) sinar UV............................................. 67
4.14
Grafik hubungan antara panjang gelombang (nm) sampel (1) O-0F (2) O-0,4F (3) O-1F terhadap absorbansi (a) di bawah sinar matahari (b) di bawah sinar UV selama 50 menit ............................................................................................. 69
4.15
Hasil uji aktivitas katalis sampel O-1F pada waktu 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 menit (kanan ke kiri) (a) sinar matahari (visible light) (b) sinar UV............................................. 70
4.16
Skema degradasi fenol (Guo et al, 2006)...................................... 73
4.17
Meknisme degradasi fenol oleh TiO2 (Grabowska et al, 2012).... 74
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1
Karakteristik anatase, rutile dan brookite (Carp et al, 2004) ......... 15
2.2
Karakteristik doping permukaan dan homogen (Liu et al, 2010) ... 17
3.1
Variasi doping pada tiap sampel ..................................................... 30
4.1
Selisih nilai 2θ/d (Å) antara data standar dengan data XRD Sampel O-0F. ......................................................................... 53
4.2
Selisih nilai 2θ/d (Å) antara data standar dengan data XRD Sampel O-1F .......................................................................... 57
4.3
Ukuran partikel sampel O-0F dengan metode perbandingan.......... 62
4.4
Ukuran partikel sampel O-1F dengan metode perbandingan.......... 64
4.5
Absorbansi fenol di bawah sinar matahari dan UV ........................ 68
xix
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan material yang memiliki fungsi sebagai katalis telah banyak dilakukan melalui pembuatan material anorganik. Salah satu katalis yang telah banyak diaplikasikan terhadap lingkungan adalah titania (TiO2). TiO2 merupakan salah satu oksida semikonduktor yang berpotensi sebagai foto katalis karena bahan dapat aktif saat dikenai cahaya. Ini yang menyebabkan TiO2 banyak digunakan sebagai fotokatalis. TiO2 banyak digunakan karena tidak beracun, tidak larut air, murah, stabil dan anti fotokorosi (Li, 2013). Katalis ini bermanfaat untuk pemurnian air dan udara, menghancurkan mikroorganisme seperti bakteri dan virus (Naimah dan Ermawati, 2011), inaktivasi sel kanker dan pemisahan air untuk menghasilkan gas hidrogen (Hoffmann et al, 1995; Zaleska, 2008; Li, 2013). Selain itu, TiO2 memiliki sifat optik dan stabilitas kimia yang baik (Vu et al, 2010). Stabilitas kimia TiO2 hanya pada kondisi gelap, bahkan cenderung aktif di bawah sinar UV (Hashimoto et al, 2005; Prasetyowati et al, 2011). TiO2 tidak dapat melakukan penyerapan pada daerah tampak (visible region), hal ini berhubungan dengan nilai energi sela.
2
Belakangan ini, penelitian tentang TiO2 semakin berkembang, diantara manfaat yang banyak diaplikasikan yaitu untuk pengolahan air dan limbah (Arief dkk, 2008; Slamet dkk, 2007). TiO2 juga dapat dijadikan sensor yang ukurannya makin lama semakin kecil sehingga sekarang banyak dikembangkan material berukuran nano termasuk salah satunya nanotitania. Untuk mendapatkan material berukuran nano diperlukan serangkaian prosedur yang harus diikuti. Banyak cara diusulkan orang dengan salah satunya adalah dengan cara sol-gel. Belakangan juga ablasi laser telah banyak dilakukan untuk memperoleh nanopartikel. Secara umum ukuran nanopartikel berkisar dari 1-100 nm. Ukuran ini sangat penting karena ketika dimensi material menuju nilai beberapa nanometer (kurang dari 10 nm), banyak sifat-sifat fisis maupun kimia ikut terpengaruhi (Abdullah dan Khairurrijal, 2009). Nanopartikel memiliki sifat fisis dan kimia yang berbeda dari bentuk limpahannya (bulk), seperti titik leleh yang lebih rendah, luas permukaan spesifik yang lebih tinggi, sifat optik spesifik, kekuatan mekanik, dan magnetis spesifik (Horikoshi and Serpone, 2013). Inilah yang menghasilkan kekayaan sifat dan kemungkinan memanipulasi sifat-sifat baru yang tidak ditemui pada material berukuran partikel yang besar. Sifat fotokatalis juga dipengaruhi oleh ukuran partikel selain variabel fisikokimia lainnya seperti volume pori, luas permukaan dan kristalinitas (Raj and Viswanathan, 2009). Sehingga dimungkinkan untuk melakukan berbagai perlakuan pada suatu partikel (dalam hal ini titania) untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil yaitu dalam skala nano guna meningkatkan aktivitas fotokatalis dan fotoelektrokimia (Wu et al, 2008).
3
TiO2 menunjukkan reaktivitas yang relatif tinggi dan kestabilan kimia di bawah sinar UV dengan panjang gelombang ( ) < 387 nm (Zaleska, 2008) dengan energi sela (band gap) pada fasa anatase sebesar 3,2 eV dan 3,0 eV pada fasa rutile dengan panjang gelombang 415 nm (Milićević et al, 2015). Hal ini mengakibatkan aktivitas fotokatalitik TiO2 terbatas pada daerah UV bukan pada cahaya tampak dengan panjang gelombang ( ) > 400 nm. Sedangkan ketersediaan cahaya tampak sangat melimpah dalam bentuk sinar matahari yang sampai ke bumi. Akan lebih efektif apabila ada fotokatalis yang dapat aktif pada cahaya tampak. Hal ini yang memberi inspirasi bagi para peneliti untuk melakukan modifikasi matriks fotokatalis TiO2 pada cahaya tampak. Tidak hanya senyawa murninya saja yang
digunakan
tetapi
juga
dilakukan
perlakuan
diantaranya
dengan
menambahkan/menyisipkan (doping) bahan lain. Bahan lain yang disisipkan ini disebut dengan dopan. Penyisipan dopan pada matriks kristal TiO2 ini bertujuan untuk membentuk matriks katalis baru dengan energi sela lebih kecil yang setara dengan energi cahaya tampak. Telah banyak studi yang dilakukan dengan berbagai jenis dopan diantaranya dapat berupa logam (Fe, Cr, Co, Ni, Al, Cu) (Lee et al, 2008; Rilda dkk, 2010; Asiltü rka et al, 2009; Aziz dan Purwaningsih, 2014; Riyani dkk, 2012) maupun nonlogam seperti N, S, B, C, F (Diker et al, 2011; Effendi dan Bilalodin. 2012; Lestari, 2009; Wang et al, 2014; Kılınça et al, 2013; Ortega et al, 2013). Dalam penelitian ini dipilih salah satu dopan nonlogam yaitu fluor. Fluor dipilih karena merupakan unsur nonlogam yang paling elektronegatif, sehingga sangat reaktif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk
4
mengetahui bagaimana pengaruh penambahan doping F terhadap nanotitania dengan berbagai variasi konsentrasi terhadap bentuk fasa kristal, struktur kristal dan ukuran partikel serta aktivitas fotokatalitiknya yang disintesis melalui metode sol-gel. Metode ini dipilih sebab sol-gel merupakan metode sintesis dengan langkah yang sederhana, tidak memerlukan peralatan khusus dan tidak menghasilkan produk beracun (Yu et al, 2014). Dalam penelitian ini, hasil nanotitania doped-F yang diperoleh akan dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscope (TEM), Ultra Violet Visible (UV Vis) Spectroscopy dan uji aktivitas katalitik pada larutan fenol 100 ppm.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah pengaruh penambahan doping F terhadap pembentukan fasa dan struktur TiO2? 2. Bagaimanakah pengaruh penambahan doping F terhadap ukuran partikel TiO2? 3. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi F terhadap aktivitas fotokatalitik TiO2?
5
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang dikemukakan lebih terarah, penulis membatasi masalah pada: 1. Metode yang digunakan dalam mensintesis TiO2 dengan penambahan doping F adalah melalui metode sol-gel. 2. Variasi konsentrasi F yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 gram. 3. TiO2 doped-F dengan variasi konsentrasi F dikarakterisasi menggunakan XRD, TEM, UV Vis Spectroscopy dan uji katalis pada larutan fenol 100 ppm.
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas maka disusunlah tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh penambahan doping F terhadap pembentukan fasa dan struktur TiO2. 2. Mengetahui pengaruh penambahan doping F terhadap ukuran partikel TiO2. 3. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi F terhadap aktivitas fotokatalitik TiO2.
6
E. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, diantaranya: 1. Pengembangan pengetahuan material berbasis TiO2 dalam bidang fotokatalitik. 2. Memberikan nilai konsentrasi F sebagai doping ke TiO2 untuk mendapatkan aktivitas fotokatalitik yang baik. 3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, terutama pada bidang fotokatalis TiO2 dengan doping F. 4. Sebagai aplikasi ilmu fisika khususnya pada bidang fisika material dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Semikonduktor Titanium Dioksida (TiO2)
Semikonduktor merupakan bahan dengan konduktivitas listrik yang berada diantara isolator dan konduktor. Disebut semi atau setengah konduktor, karena bahan ini memang bukan konduktor murni. Suatu semikonduktor akan bersifat sebagai isolator pada temperatur yang sangat rendah, namun pada temperatur ruang akan bersifat sebagai konduktor. Semikonduktor sangat berguna dalam bidang
elektronik,
karena
konduktivitasnya
dapat
diubah-ubah
dengan
menyisipkan materi lain (yang biasa disebut doping). Berdasarkan kemurniannya, semikonduktor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik.
1. Semikonduktor Intrinsik Semikonduktor instrinsik (murni) adalah semikonduktor yang tidak ataupun belum terkotori oleh atom-atom asing. Pada suhu 0 K, pita valensi penuh dan pita konduksi kosong sehingga bersifat sebagai isolator. Pada suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu kamar, ada elektron pada pita valensi yang energinya melebihi energi sela sehingga elektron dapat meloncat dari pita valensi ke pita konduksi. Elektron yang meloncat ini menjadi elektron bebas dengan meninggalkan kekosongan pada pita valensi. Kekosongan ini disebut hole
8
(lubang) dan dianggap bermuatan positif sebesar muatan elektron. Keadaan ini dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1.
0K
0K
Gambar 2.1. E = energi elektron, k = bilangan gelombang, E g = energi gap, T = suhu, Conduction band = pita konduksi, Valence band = pita valensi. (a) Pada T = 0 K pita valensi terisi penuh dan pita konduksi kosong. (b) Eksitasi elektron ke pita konduksi meninggalkan tempat kosong (Margaritondo, 2005).
2. Semikonduktor Ekstrinsik. Semikonduktor ekstrinsik merupakan semikonduktor yang telah terkotori (tidak murni lagi) oleh atom dari jenis lainnya. Proses penambahan atom pengotor pada semikonduktor murni disebut pengotoran (doping). Terdapat dua jenis semikonduktor ekstrinsik yaitu semikonduktor tipe-n dan semikonduktor tipe-p. a. Semikonduktor Ekstrinsik Tipe-n. Semikonduktor ekstrinsik tipe-n memiliki konsentrasi elektron lebih besar dibandingkan konsentrasi hole. Semikonduktor tipe-n menggunakan semikoduktor intrinsik dengan menambahkan atom donor yang berasal dari kelompok V pada susunan berkala, misalnya As (arsenic), Sb (Antimony),
9
phosphorus (P). Atom campuran ini akan menempati lokasi atom intrinsik di dalam kisi kristal semikonduktor seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. (a) (b) (c) (d)
Semikonduktor murni. Ikatan kimia pada arsenik kotor dalam kisi silikon. Keadaan arsenik yang mendapatkan atom donor. Hampir sama dengan keadaan (b), tetapi terjadi pada galium yang memiliki elektron valensi tiga. (Margaritondo, 2005)
Pada Gambar 2.2 (c) terlihat terjadi penambahan atom donor pada level energi pita konduksi yang berada di atas energi sela sehingga mempermudah elektron untuk menyeberang ke pita konduksi. Oleh sebab itu, elektron di dalam semikonduktor tipe-n disebut pembawa muatan mayoritas, dan hole disebut sebagai pembawa muatan minoritas.
10
b. Semikonduktor ekstrinsik tipe-p. Pada semikonduktor tipe-p, konsentrasi hole lebih tinggi dibanding dengan elektron. Ini dapat diperoleh dengan menambahkan atom akseptor, seperti pada Gambar 2.2 (d). Lubang (hole) merupakan pembawa muatan yang utama, sehingga disebut pembawa muatan mayoritas dan elektron bebas merupakan pembawa muatan minoritas. Oksida logam dan sulfida mewakili sebagian besar kelompok semikonduktor yang sesuai untuk reaksi fotokatalis. Pada Gambar 2.3 terlihat beberapa macam bahan semikonduktor beserta energi selanya yang memberikan gambaran wilayah reaksi fotokatalis yang dapat diakomodir.
Gambar 2.3. Pita energi beberapa semikonduktor (Liu et al, 2014).
B. NanoTiO2 sebagai Fotokatalis
Titanium dioksida juga bisa disebut titania atau titanium (IV) oksida yang merupakan bentuk oksida dari titanium, secara kimia dapat dituliskan dengan
11
TiO2. Senyawa ini dimanfaatkan secara luas sebagai pigmen putih dalam cat dan penggunaan sehari-hari sebagai pemutih dalam pasta gigi dan UV absorber dalam tabir surya (Zallen and Moret, 2006). TiO2 dapat dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang dilewatkan melalui lorong silika pada suhu 700
. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat
dalam H2SO4(aq) pekat, membentuk kristal sulfat dan menghasilkan produk titanat dengan alkali cair. Sifat senyawa TiO2 yang merupakan semikonduktor transparan dalam daerah tampak, diantaranya, bahan yang sangat berpori sehingga dapat meningkatkan luas permukaan (~1000) kali. Afinitas permukaan TiO2 yang tinggi dengan banyak molekul sehingga permukaannya mudah dimodifikasi, tidak beracun, mudah untuk diproduksi dalam jumlah besar, kimia inert, biokompatibel dan harganya relatif murah. Titanium dioksida dapat dihasilkan dari proses sulfat ataupun klorin (Carp et al, 2004). Titanium dioksida merupakan padatan ionik yang tersusun atas ion Ti4+ dan O-2 dalam konfigurasi oktahedron. TiO2 memiliki tiga fasa struktur kristal, yaitu anatase, rutile dan brookite. TiO2 dimanfaatkan secara komersil dalam dua struktur kristal, anatase dan rutile.
Kemampuan fotoaktivitas semikonduktor
TiO2 dipengaruhi oleh morfologi, luas permukaan, kristalinitas dan ukuran partikel. Anatase diketahui sebagai kristal titania yang lebih fotoaktif daripada rutile. Hal ini disebabkan oleh nilai Eg TiO2 jenis anatase yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutile sebesar 3,0 eV. Nilai Eg yang lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif. Rutile memiliki densitas 4,2 g/cm3 dan anatase memiliki densitas 3,9 g/cm3. Bentuk titanium dioksida yang stabil adalah rutile,
12
dimana berubah ke bentuk lain pada suhu tinggi. Rutile mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase. Struktur rutile dan anatase dapat digambarkan sebagai rantai oktahedral TO6 kedua struktur kristal dibedakan oleh distorsi oktahedral
dan
pola
susunan
rantai
oktahedralnya.
Penataan
tersebut
menghasilkan terbentuknya rantai yang tersusun dalam simetri empat lipat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Struktur limpahan anatase. Sel satuan tetragonal anatase memiliki dimensi a = b = 3,782 Å, c = 9,502 Å (Diebold, 2003).
Anatase cenderung lebih stabil pada suhu rendah, pada pemanasan sol TiO2 dari 120
dan mencapai sempurna pada suhu 500
. Anatase mengalami distorsi
orthorombik yang lebih besar dibanding rutile, setiap oktahedron dikelilingi delapan oktahedron tetangga. Luas permukaannya lebih luas dibanding rutile sehingga lebih banyak menyerap cahaya. Secara termodinamika kristal anatase lebih stabil dibandingan rutile pada ukuran nanopartikel <11 nm (Wang et al, 2010).
13
Dapat diamati perbedaan struktur kristal anatase dengan kristal rutile pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5.
Struktur limpahan rutile. Sel satuan tetragonal rutile memiliki dimensi a = b = 4,587 Å, c = 2,953 Å (Diebold, 2003).
Rutile cenderung lebih stabil pada suhu tinggi sehingga sering terdapat dalam batuan igneous (beku karena perapian). Pada suhu 700
mulai terbentuk kristal
dan mulai terjadi penurunan luas permukaan serta pelemahan aktivitas fotokatalis secara drastis. Setiap oktahedron dikelilingi sepuluh oktahedron tetangga serta mempunyai sistem kristal tetragonal. Secara termodinaka rutile akan stabil pada ukuran >35 nm (Wang et al, 2010).
Struktur kristal dari TiO2 yang ketiga dalah brookite. Bentuk struktur kristal brookite dapat dilihat pada Gambar 2.6. Brookite sulit diamati karena tidak stabil dan biasanya hanya terdapat dalam mineral dan mempunyai struktul kristal orthorombik. Energi sela brookite belum diketahui. Brookite akan stabil secara termodinamika pada ukuran antara 11 nm dan 35 nm (Wang et al, 2010).
14
Gambar 2.6. Struktur kristal brookite titanium dioksida (Carp et al, 2004).
Anatase TiO2 lebih fotoaktif dari pada jenis rutile. Ini disebabkan luas permukaan anatase lebih luas sehingga sisi aktif per unit anatase lebih besar daripada rutile. Struktur brookite paling tidak stabil dan paling sulit dipreparasi sehingga jarang digunakan dalam proses fotokatalitik. Perbandingan karakteristik struktur TiO2 jenis anatase, rutile dan brookite dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Energi pita valensi untuk anatase dan rutile hampir mirip, yaitu sangat rendah dalam diagram energi. Hal ini menandakan kedua struktur tersebut dapat menghasilkan lubang dengan daya oksidasi yang besar. Adanya lubang dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi apabila lubang ini mencapai permukaan, karena lubang merupakan oksidator yang kuat. Lubang yang bereaksi dengan air atau gugus hidroksil dapat menghasilkan radikal hidroksil (•OH), radikal hidroksil juga berperan sebagai oksidator kuat.
15
Tabel 2.1. Karakteristik anatase, rutile dan brookite (Carp et al, 2004). Struktur Kristal
Sistem
Rutile
Tetragonal
Anatase
Tetragonal Rombohedral
Brookite
Grup Ruang 14 D 4h P4 2 / mmm 19 D 4h I41 / amd 15 D 2h Pbc
a
Parameter Sel (nm) b c
c/a
0,4584
-
0,2953
0,644
0,3733
-
0,937
2,51
0,5436
0,9166
-
0,944
3
Kerapatan (kg/m ) Rutile Anatase Brookite
4240 3830 4170
Sifat Dielektrik
Frekuensi (Hz)
Suhu (K)
Konstanta Dielektrik
108
290-295
86
-
290-295
170
104
298
160
107
303
100
4
298
55
Rutile, tegak lurus terhadap optikal sumbu c Rutile, sejajar terhadap optikal sumbu c Rutile, tegak lurus terhadap optikal sumbu c Rutile, sepanjang sumbu c Anatase, rata-rata Energi Sela (eV) Rutile Anatase Indeks Bias Rutile Anatase Brookite
10
3,05 3,26 ng 2,9467 2,5688 2,809
np 2,6506 2,6584 2,677
Adanya lubang ini dapat mengoksidasi sebagian besar zat organik. Energi pita konduksi untuk rutile nilainya mendekati potensial yang diperlukan untuk mereduksi air menjadi gas hidrogen secara elektrolisis, tetapi anatase memiliki tingkat energi konduksi yang lebih tinggi, sehingga elektron konduksinya mampu mereduksi molekul oksigen (O2) menjadi superoksida (•O2) secara elektrolisis. Superoksida memilki sifat yang mirip dengan radikal hidroksil dalam mendegradasi material organik.
16
C. Efek Doping pada NanoTiO2
Doping merupakan suatu proses memasukkan atom lain (dopan) yang bertujuan untuk
memperbaiki
sifat-sifat
bahan
sesuai
peruntukannya,
diantaranya
meningkatkan konduktivitas semikonduktor dan memperoleh semikonduktor dengan hanya satu pembawa muatan (elektron atau hole) saja, atau mendapatkan semikonduktor yang memiliki energi sela lebih rendah dari asalnya. Atom-atom dopan pada semikonduktor tipe-n adalah atom-atom pentavalen yang dinamakan atom donor, sedangkan pada semikonduktor tipe-p trivalen dan dinamakan atom akseptor. Penyisipan dopan pada semikonduktor bertujuan untuk menghindari rekombinasi muatan photohole dan photoelectron sehingga akan menghasilkan quantum yield yang baik dan efisiensi reaksi fotokatalitik yang besar.
Dopan yang digunakan dapat berupa logam ataupun non logam. Dopan non logam memiliki kemampuan lebih besar pada fotoaktivitas cahaya tampak (Liu et al, 2010). Proses pendopingan dapat dilakukan pada permukaan dan menyeluruh (homogen). Perbedaan karakteristik doping permukaan dan doping homogen terlihat pada Tabel 2.2.
Berbagai studi telah dilakukan dengan berbagai jenis dopan seperti N, C, S, B, F, Br, I, dan P. Sampel TiO2 yang berisi ion F- yang tinggi menunjukkan penyerapan yang tinggi di kisaran UV-tampak dengan pergeseran ke panjang gelombang yang lebih panjang dalam energi sela transisi dan menunjukkan aktivitas fotokatalitik yang tinggi (Yu et al, 2008). Nonmetal doping juga dapat meningkatkan penyerapan cahaya tampak (Yang et al, 2011).
17
Tabel 2.2. Karakteristik doping permukaan dan homogen (Liu et al, 2010). Doping Permukaan 1. Penyerapan cahaya tampak yang rendah. 2. Sisi/tepi penyerapan cahaya lebar. 3. Pembawa mobilitas muatan yang rendah. 4. Pembawa potensial muatan redox lebih rendah pada cahaya tampak dari pada UV. 5. Lebih fleksibel dalam keadaan modulasi kimia permukaan dopan. 6. Mudah diaplikasikan.
Doping Homogen 1. Penyerapan cahaya tampak yang tinggi. 2. Sisi/tepi penyerapan yang curam. 3. Pembawa mobilitas muatan yang tinggi. 4. Pembawa potensial muatan redox sama pada cahaya tampak dan UV. 5. Kurang fleksibel dalam keadaan modulasi kimia bulk (curah) dopan. 6. Sulit diaplikasikan.
D. Mekasnisme Fotokatalis
Fotokatalis merupakan suatu bahan atau unsur yang digunakan dalam meningkatkan laju reaksi oksidasi dan reduksi yang dibantu oleh cahaya. Salah satu bahan yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai bahan fotokatalis adalah titania. Dari tiga bentuk struktur kristal yang dimiliki titania, anatase adalah polimorf utama dan merupakan fase yang paling aktif dalam hal aktivitas fotokatalis (Stucchi et al, 2014).
Dalam fotokatalisis, energi cahaya lebih besar dari celah pita semikonduktor sehingga elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi (ecb-) menghasilkan lubang positif di pita valensi (hVB+). Untuk titania, karena besar celah pitanya 3,2 eV maka dibutuhkan sinar UV. Lubang positif dapat mengoksidasi OH- atau air pada permukaan untuk menghasilkan radikal •OH yang merupakan oksidan kuat.
18
Proses terjadinya fotokatalisis oleh titania dapat dilihat dalam skema pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7. Skema proses fotokatalisis (Carp et al, 2004). Pada Gambar 2.7 terjadi proses fotofisika dan fotokimia yang dipicu oleh foton pada semikonduktor (P) sehingga menghasilkan pasangan elektron/lubang. q merupakan rekombinasi permukaan, r adalah rekombinasi limpahan, s adalah difusi penerima dan reduksi pada permukaan semikonduktor dan t merupakan oksidasi donor pada permukaan partikel semikonduktor.
Reaksi fotokatalisis dimulai ketika elektron terksitasi (photoexited) dari pita valensi yang terisi pada fotokatalis semikonduktor (SC) ke pita konduksi yang kosong dengan menyerap energi foton (hν), dimana foton yang diserap besarnya sama atau melebihi energi celah pita semikonduktor fotokatalis dan meninggalkan lubang pada pita valensi sehingga menghasilkan pasangan elektron dan lubang (edan h+).
19
Beberapa rekasi yang terjadi pada proses fotokatalis (Gaya and Abdullah, 2008). Reaksi pada photoexcited: TiO2/SC + hν e- + h+ Penyerapan ion oksigen: Ionisasi air:
(1)
(O2)ads + e- O2•-
(2)
H2O OH- + H+
Protonisasi superoksida:
(3)
O2•- + H+ HOO•
(4)
Radikal hidroperoksil yang dibentuk pada persamaan (4) memiliki sifat seperti O 2 sehingga melipatgandakan waktu hidup photohole: HOO• + e- HO2-
(5)
HOO- + H+ H2O2
(6)
Oksidasi dan reduksi terjadi pada permukaan fotokatalis semikonduktor. Rekombinasi antara elektron dan lubang dapat terjadi kecuali jika oksigen bereaksi dengan elektron membentuk superoksida
(O2•-) dan mengalami
protonisasi membentuk radikal hidroperoksil (HO2-) dan H2O2.
Dalam hal mendegradasi fenol (C6H5OH), saat terjadinya degradasi radikal OH yang dihasilkan fotokatalis menyerang cincin fenil, menghasilkan catechol, resorcinol dan hydroquinone sehingga cincin fenil dalam senyawa ini putus untuk memberikan malonic acid, kemudian rantai pendek asam organik seperti maleic, oxalic, acetic, formic dan akhirnya CO2 (Guo et al, 2006). Rangkaian proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut.
20
Gambar 2.8. Skema degradasi fenol (Guo et al, 2006).
Sehingga dalam proses degradasi fenol diperlukan waktu penyinaran yang lama untuk memutus seluruh rantai fenol dan turunannya.
E. Beberapa Karakterisasi pada NanoTiO2
Untuk mengetahui karakteristik dari nanoTiO2 dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. XRD Difraksi sinar-X adalah teknik analitik yang serbaguna untuk mengetahui struktur kristal suatu padatan, seperti keramik, logam, material elektronik, organik dan polimer. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinarX dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg: λ = 2.d.sinθ
(7)
21
Dengan λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang kisi, θ merupakan sudut antara sinar yang terjadi dengan penampang lapisan sehingga lebih dikenal sebagai sudut Bragg, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan. Ketika panjang garis edar kristal (2d sin θ) merupakan multi panjang gelombang, interferensi yang menguatkan terjadi dan intensitas difraksi dapat ditentukan. Intensitas difraksi berhubungan dengan puncak yang akan menentukan tipe dan pengaturan atomatom pada setiap lapisan.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Ilustrasi Hukum Bragg dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Ilustrasi hukum Bragg. S0 = sinar datang, S1 = sinar pantul, θ sudut sinar datang/pantul, A1 = bidang kristal 1, A2 = bidang kristal 2, d = jarak antar bidang.
22
Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik. Difraksi sinar-X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai di dalam sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan. Alat yang digunakan dalam karakterisasi XRD terlihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Alat XRD. 2. SEM
SEM merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengamati dan menganalisis karakteristik mikrostruktur dari bahan padat seperti logam, keramik, polimer, dan komposit. SEM memiliki resolusi (daya pisah) dan ketajaman gambar yang tinggi yaitu sekitar 0,5 nm dengan perbesaran maksimum sekitar 5x105 kali. Selain itu cara analisis SEM tidak merusak bahan. SEM menggunakan pancaran sinar yang timbul akibat eksitasi elektron untuk melihat partikel berukuran mikron. Sejak tahun 1950, SEM telah banyak
23
dikembangkan dan banyak digunakan dalam dunia medis maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada prinsipnya SEM terdiri dari beberapa komponen yaitu kolom elektron (electron column), ruang sampel (specimen chamber), sistem pompa vakum (vacuum pumping system), kontrol elektronik dan sistem bayangan. Kolom elektronik terdiri dari senjata elektron dan beberapa lensa. Bagian dari electron gun adalah katoda, yaitu filamen berbentuk V yang terbuat dari bahan tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6) dan plat anoda. Electron gun berfungsi sebagai sumber untuk menghasilkan berkas elektron atau elektron primer yang dipancarkan dari katoda dan digunakan untuk menganalisis bahan. Berkas elektron tersebut dipercepat oleh medan listrik dan difokuskan pada gambar pertama dari sumber, yaitu sebuah lensa magnetik yang terdiri dari dua buah lensa kondensor sehingga bentuk dan ukuran sampel terlihat dalam bentuk berkas bayangan (imaging beam). Faktor yang menentukan penampilan dan resolusi dari SEM adalah arus dan berkas pemercepat. Skematik dan bentuk alat SEM terlihat pada Gambar 2.11 dan 2.12.
24
Gambar 2.11. Bagian-bagian SEM.
Gambar 2.12. Alat SEM.
3. TEM
TEM merupakan mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan proyektor slide, dimana elektron ditembuskan ke dalam objek. TEM digunakan untuk menentukan bentuk dan ukuran partikel yang sangat teliti karena memiliki resolusi yang tinggi serta untuk mengetahui keteraturan lapisan tipis
25
pada permukaan partikel. Partikel dengan ukuran beberapa nanometer dapat diamati dengan jelas menggunakan TEM.
Prinsip kerja dari TEM adalah sampel ditempatkan di mikroskop dan kemudian dibombardir dengan elektron yang berenergi tinggi. Ukuran sampel biasanya harus lebih tipis dari ~2000 Å. Skematik alat SEM terlihat pada Gambar 2.13. Senjata elektron anoda Lensa kondensor cuplikan Lensa bukaan objektif Lensa pertengahan Lensa proyektor Layar fluoresen
Gambar 2.13. Bagian-bagian alat TEM.
Komponen dasar dari TEM terdiri dari electron gun, lensa kondensor, sampel, objek lensa, bidang difraksi, intermediate image, lensa proyektor, dan layar fluorescen. Elekton dipancarkan dari filamen tungsten (electron gun) yang dipercepat melalui tegangan tinggi (dari 50 ke 1000 kV). Hubungan panjang gelombang dengan percepatan tegangan adalah: λ = һ (2meV)-1/2
(8)
26
dimana m dan e adalah massa dan muatan elektron. Pada tegangan tinggi kecepatan elektron mendekati kecepatan cahaya, m meningkat karena adanya efek relativistik.
4. UV-Vis Spectroscopy
UV-Vis Spectroscopy merupakan suatu alat yang melibatkan spektrum energi dan spektrofotometri. Prinsip dasar spektroskopi UV-Vis yaitu saat suatu material disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Dengan catatan energi foton yang diberikan haruslah lebih besar dari energi celah dari material. Inilah yang disebut absorbsi oleh material. Ketika frekuensi gelombang elektromagnetik yang dikenai pada material maka energi yang diserap oleh material akan bersesuaian dengan lebar celah pita energi material tersebut.
Panjang gelombang cahaya UV-Vis bergantung pada mudahnya perpindahan elektron. Senyawa yang menyerap cahaya pada daerah tampak (yaitu senyawa yang berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah pindah dibanding senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek. Pergeseran pada spektra UV-Vis dibedakan menjadi dua, yaitu pergeseran merah (red shift) dan pergeseran biru (blue shift). Pergeseran merah berarti pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar atau menuju tingkat energi yang lebih rendah dan pergeseran biru ialah pergeseran ke panjang gelombang yang lebih pendek atau menuju ke tingkat energi yang lebih tinggi.
27
Intensitas penyerapan dijelaskan dengan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert hanya berlaku jika di dalam bahan tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut.
Keterangan:
= absorbansi
=
(9)
= absorptivitas molar (dalam L mol-1 cm-1) = ketebalan bahan/medium yang dilintasi oleh cahaya (cm) = konsentrasi molar (mol L-1) Dari persamaan (9) tampak bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi molar. Ini artinya jika nilai absorbansi menurun mendekati nol maka konsentrasi bahan/larutan yang dilalui juga akan mendekati nol. Dengan kata lain bahan/larutan telah terdegradasi sempurna.
25
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2016 sampai bulan Mei 2016. Untuk preparasi dan pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Dalam melakukan kalsinasi sampel dilaksanakan di Laboratorium Kalsinasi Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Bandarlampung. Untuk uji XRD dilakukan di Jurusan Fisika Universitas Negeri Padang dan untuk analisa struktur kristal dilakukan di Jurusan Kimia Universitas Gajah Mada. Sedangkan untuk uji UV-Vis Spectroscopy dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Kimia Fisik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Pipet makro (0-5) mL.
e. Magnetic stirer.
b. Gelas sampel.
f. Cawan petri.
c. Gelas ukur.
g. Neraca.
d. Batang magnet.
h. Mortar.
29
i. Spatula.
n. Kertas lakmus.
j. Botol plastik 100 mL.
o. XRD.
k. Furnace.
p. TEM.
l. Oven.
q. UV Vis Spectroscopy.
m. Lemari asam.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Asam klorida (HCl).
e. Asam asetat (C2H4O2).
b. Air deionisasi.
f. Titanium tetraisopropoxide
c. Tween-80 (C64H124O26). d. Isoprophyl alcohol (i-PrOH/ C3H8O).
(TTIP/C12H28O4Ti). g. Ammonium florida (NH4F). h. Fenol (C6H5OH).
C. Preparasi Sampel
Sebelum dilakukan pembuatan sampel, terlebih dahulu dibuat larutan HCl dan air deionisasi dengan konsentrasi 10% dalam ember tertutup. Cuci gelas sampel beserta tutupnya, gelas ukur dan cawan petri kemudian rendam dalam larutan HCl tersebut selama ±5 jam. Kemudian angkat dan biarkan sampai kering dengan sendirinya selama ±12 jam.
Jumlah sampel yang dipreparasi dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) sampel. Masing-masing sampel diberi perlakuan yang sama hanya saja diberikan jumlah
30
penambahan doping F yang berbeda. Variasi doping pada tiap-tiap sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Variasi doping pada tiap sampel. Nama Sampel O-0F O-0,4F O-0,6F O-0,8F O-1F
Tween-80 (g) 20 20 20 20 20
i-PrOH (mL) 60 60 60 60 60
Asam Asetat (mL) 6 6 6 6 6
TTIP (mL) 15 15 15 15 15
NH4F (g) 0,0 0,4 0,6 0,8 1,0
Untuk proses persiapan preparasi sampel TiO2 murni, ringkasan langkah kerjanya dapat diperhatikan diagram alir pada Gambar 3.1.
20 g Tween 80 + 60 mL i-PrOH Stir selama ±10 menit.
6 mL C2H4O2 + 15 mL TTIP TiO2
Stir selama ±24 jam. Oven (±100 ℃) ±24 jam. Kalsinasi (250 ℃) 2 jam, tahan 3 jam. Kalsinasi (500 ℃) 2 jam, tahan 4 jam. Gerus selama ±30 menit.
Gambar 3.1. Prosedur kerja untuk mendapatkan sampel TiO2.
31
Selanjutnya dalam pembuatan sampel TiO2 dengan penambahan doping F dilakukan prosedur kerja seperti dalam diagram alir pada Gambar 3.2.
20 g Tween 80 + 60 mL i-PrOH Stir selama ±10 menit. 6 mL C2H4O2 + 15 mL TTIP Stir selama ±30 menit. + NH4F dengan variasi 0,4 g, 0,6 g, 0,8 g, 1 g F-TiO2
Stir selama ±24 jam. Oven (±100 ℃) ±24 jam. Kalsinasi (250 ℃) 2 jam, tahan 3 jam. Kalsinasi (500 ℃) 2 jam, tahan 4 jam. Gerus selama ±30 menit.
Gambar 3.2. Prosedur kerja untuk mendapatkan sampel F-TiO2. 1. Pengukuran dan penimbangan.
Bahan-bahan yang akan digunakan terlebih dahulu diukur volume dan massanya. Tween-80 ditimbang sebanyak 20 g menggunakan neraca Electronic Balance BL-2200H dan langsung ditempatkan pada masing-masing gelas
32
sampel kemudian tutup dan diberi label sesuai dengan nama- nama sampel pada Tabel 3.1 di atas.
Untuk i-PrOH diukur sebanyak 60 mL menggunakan gelas ukur. Kemudian ukur 3 mL asam asetat menggunakan pipet ukur mikro. Khusus untuk TTIP diukur sesaat sebelum proses penambahan ke dalam larutan sampel. Ini dikarenakan sifat TTIP yang akan membentuk padatan putih seperti salju jika terlalu lama terpapar udara. TTIP diukur sebanyak 15 mL menggunakan pipet ukur mikro. Lalu timbang NH4F sebagai sumber doping F dengan massa masing-masing 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g dan 1 g. Tempatkan semua bahan yang telah diukur pada wadah yang berbeda kemudian tutup dengan plastik press untuk menghindari kontaminasi dari bahan lain maupun udara.
2. Stirring.
Setelah proses pengukuran semua komposisi bahan-bahan dasar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil tween-80 yang telah ditempatkan dalam gelas sampel, kemudian masukkan batang magnet dan letakkan di atas magnetic stirrer. Nyalakan stirrer dengan kecepatan putaran yang sesuai dengan banyaknya campuran yang ada dalam gelas sampel, lalu tambahkan iPrOH. Stir sampai tercampur merata selama ±10 menit. Kemudian tambahkan asam asetat sambil terus distir. Selanjutnya tambahkan TTIP secara dropwise
dengan tetap distir dan biarkan selama ±24 jam. Kemudian letakkan sampel dalam oven yang diatur pada suhu ±100 ℃ selama ±24 jam. Rangkaian proses ini bertujuan untk memperoleh sampel TiO2 murni (O-0F).
33
Sedangkan untuk mendapatkan sampel F-TiO2, prosesnya sama dengan sampel O-0F tetapi setelah penambahan TTIP secara dropwise dan distir selama ±30 menit maka harus ditambahkan NH4F sebagai doping dengan variasi yang telah
ditentukan. Kemudian distir lagi selama ±24 jam. Setelah itu masukkan sampel dalam oven pada suhu ±100 ℃ selama ±24 jam. Proses ini nanti akan menghasilkan sampel O-0,4F; O-0,6F; O-0,8F dan O-1F.
3. Kalsinasi.
Pada proses ini, kalsinasi dilakukan menggunakan tungku/furnace pembakaran Nabertherm berkapasitas sampai dengan 2000 ℃ seperti pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Furnace Nabertherm. Alat ini dilengkapi dengan pengaturan suhu yang dikendalikan secara otomatis menggunakan sistem digital. Semua sampel dimasukkan dengan disusun secara beraturan dalam furnace. Setelah furnace ditutup, lakukan penyetelan suhu pertama pada 250 ℃ dengan waktu selama 2 jam dan tahan selama 3 jam.
Kemudian suhu kalsinasi dinaikkan menjadi 500 ℃ untuk suhu kedua selama 2
jam dan ditahan selama 4 jam. Proses dikalsinasi ini berguna untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukan pada sampel.
34
4. Penggerusan.
Setelah proses kalsinasi, sampel yang telah berbentuk padatan digerus secara manual menggunakan mortar yang terbuat dari batu akik seperti pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Mortar akik.
Mortar ini dipilih sebab tidak mudah terkelupas dan gores sehingga diharapkan sampel hasil gerusan tidak terkontaminasi. Penggerusan dilakukan sampai sampel dirasa benar-benar halus selama ±30 menit. Ini bertujuan untuk meningkatkan homogenitas bahan dan agar lebih mudah diamati struktur dan bentuknya.
D. Karakterisasi Sampel
Setelah seluruh sampel disintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD, TEM dan dilakukan uji aktivitas katalis.
35
1. XRD
Karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X bertujuan untuk mengetahui struktur kristal yang terbentuk pada sampel, menganalisa kemurnian serta jenis impuritas yang terdapat pada sampel berdasarkan intensitas penyerapan sudut 2 yang terbentuk. Pada penelitian ini dipakai X’PERT Powder PANalytical Diffractometers untuk karakterisasi XRD seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. X’PERT Powder PANalytical Diffractometers.
Logam target yang digunakan adalah Cu dengan panjang gelombang K- 1 = 1,54060 Å dan K- 2 = 1,54443 Å serta K-
= 1,39225 Å. Alat ini
dioperasikan pada temperatur 25 ℃ dengan tegangan 40 kV dan kuat arus 30
mA. Sudut difraksi (2 ) yang dipakai mulai dari 20,0066° sampai 79,9886° dengan step size 0.0130° dan scan step time selama 8,6700 detik. Sampel yang dilakukan uji XRD ini adalah sampel O-0F dan O-1F.
36
Sampel diletakkan pada tempat sampel (sample holder) kemudian diratakan menggunakan kaca. Setelah itu masukkan sampel ke dalam difraktometer untuk kemudian dilakukan penembakan dengan sinar X. Sebelum memulai pengujian difraksi (menekan tombol “start” pada menu di komputer) terlebih dahulu diatur sudut 2
dan variabel-variabel lainnya seperti yang telah
dipaparkan di atas. Setelah pengukuran selesai maka akan diperoleh data hasil difraksi dalam bentuk soft data yang dapat disimpan dalam bentuk excel (extension xlsx). Data ini dapat dikonversi ke bentuk extension xy (file.xy) untuk memudahkan dalam pengolahan data. Selanjutnya data yang diperoleh akan diolah menggunakan software PCPDFWIN untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung dalam sampel. Kemudian dilanjutkan dengan penghalusan data menggunakan perangkat lunak Rietica dengan metode Rietveld.
Faktor-faktor yang menentukan dalam melakukan pencocokan antara data hasil penelitian dengan data hasil perhitungan, diantaranya: a. Profil ( R p )
Rp
Σ y io y ic
(10)
Σ y io
Dimana yio merupakan intensitas pengamatan pada setiap pola difraksi dan yic adalah intensitas perhitungan pada setiap pola difraksi. b. Weighted Profile ( R wp )
Σ w i y io y ic R wp Σ w i y io2
2
1
2
(11)
37
Dimana w i adalah weight/bobot pada setiap pengamatan. c. Bragg ( R B )
RB
Σ I ko I kc
(12)
Σ I ko
Dimana I ko merupakan intensitas pengamatan terintegrasi refleksi k dihitung pada akhir refinement setelah pembagian setiap yio antara puncak kontribusi (dan latar belakang saat refinement) sesuai dengan intensitas hasil perhitungan I kc . d. Expected ( R exp )
N P R exp 2 Σ w i y io
1
2
(13)
Dimana N adalah jumlah pengamatan (yaitu jumlah total yio ketika refinement latar belakang) dan P adalah jumlah parameter yang disesuaikan. e. Goodness of Fit ( 2 ) Σ w i y io y ic N-P 2
2
R wp R exp
2
(14)
Dalam melakukan penghalusan difraktogram menggunakan metode Rietveld ini perlu diperhatikan nilai GoF (Goodness of Fit). Huot and Černý (2016) mengatakan bahwa indikator yang baik adalah GoF. Jika nilai GoF >1 model struktural atau pemodelan profil harus tetap ditingkatkan, tetapi nilai GoF <2 ini sudah memuaskan. Nilai GoF yang disimbolkan dengan dapat diterima (Kisi, 1994).
2
≤4 pun sudah
38
Pengujian ini juga dapat menentukan ukuran bulir sampel dengan menggunakan persamaan Scherrer berikut: = dimana
(15)
adalah ukuran partikel,
panjang gelombang sinar X, (FWHM) dalam radian dan
adalah konstanta numerik (~0,9),
adalah
adalah maksimum setengah lebar puncak
adalah sudut difraksi.
2. TEM
Sampel yang telah terbentuk juga dikarakterisasi menggunakan TEM. Karakterisasi TEM ini bertujuan untuk menentukan bentuk dan ukuran partikel serta distribusi atom dalam sampel dengan sangat teliti karena memiliki resolusi yang tinggi. Resolusi yang dihasilkan hingga 0,1 nm (1 Angstrom) atau sama dengan perbesaran sejuta kali. Alat TEM yang digunakan adalah merek JEOL JEM 1400 yang terlihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. TEM JEOL JEM 1400.
39
Elektron ditembakkan dari electron gun kemudian difokuskan dengan lensa kondensor dan menembus sampel. Selanjutnya diterima oleh lensa proyektor dan akan ditampilkan pada layar fluorescen. Untuk karakterisasi menggunakan TEM ini dilakukan pada sampel O-0F dan O-1F.
Untuk mengetahui ukuran partikel sampel yang diuji menggunakan TEM, dapat dipakai 2 (dua) cara. Cara pertama dengan menggunakan software Image-J. Image-J merupakan salah satu media pengolah data digital hasil karakterisasi SEM/TEM sehingga diperoleh distribusi ukuran partikel dari sampel (Kurniawan dkk, 2011). Ada beberapa media pengolahan data digital untuk analisis partikel yang didapat dari public domain, diantaranya adalah NIH-image, Scion Image, dan Image-J. NIH-image dan Scion Image digunakan pada sistem operasi komputer Machintosh dan Windows, sedangkan Image-J yang berbasis pemrograman Java yang dapat digunakan untuk sistem operasi komputer Windows, Linux, maupun Machintosh (Woehrle et al, 2006).
Image-J merupakan software gratis (free software) untuk pengolahan gambar digital berbasis Java yang dibuat oleh Wayne Rasband dari Research Services Branch, National Institute of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA (Podlasov and Ageenko, 2003). Software ini dapat didownload secara bebas di http://imagej.nih.gov/ij/ (Ferreira and Rasband, 2012).
Cara kedua dalam menentukan ukuran partikel (D) sampel adalah melalui perbandingan skala. Cara ini diaplikasikan dengan mengukur diameter secara vertikal (dv) dan horizontal (dh) kemudian dijumlahkan dan dibagi dua (ratarata). Hasil rata-rata diameter ini dibandingkan dengan panjang skala bar (l)
40
hasil foto TEM dan dikalikan dengan skala perbesaran foto TEM (S) tersebut atau dapat ditulis seperti Persamaan 16 berikut. dh dv 2 D xS l
(16)
3. Uji Aktivitas Katalis
Dalam melakukan uji katalis ini digunakan fenol sebagai polutan atau bahan yang akan diuraikan (degradasi). Proses degradasi menggunakan ini melibatkan cahaya sebagai pemercepat reaksi yang biasa disebut fotodegradasi. Tahapan-tahapan dalam uji aktivitas katalis pada fenol ini dibagi menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama dilakukan di bawah sinar matahari langsung (visible light) dan tahap kedua dilakukan di bawah sinar ultraviolet (UV) dengan lampu Osram Ultra Vitalux 230V-E27/ES berdaya 300 W sebagai sumber sinar UV. Proses uji ini dilakukan sebanyak 6 (enam) kali pengambilan cuplikan untuk masing-masing sampel dengan rincian waktu dalam satuan menit yaitu 0, 10, 20, 30, 40, dan 50. Sampel-sampel yang dilakukan uji aktivitas katalis ini adalah sampel O-0F; O-0,4F; O-0,6F; O-0,8F, dan O-1F.
Sebelum memulai tahapan demi tahapan, terlebih dahulu dibuat larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm. Larutan ini diperoleh dengan cara menimbang fenol sebanyak 0,1 gram kemudian dilarutkan ke dalam 1000 mL air deionisasi. Distir selama ±10 menit untuk mendapatkan larutan yang homogen. Setelah itu dimulailah tahapan pertama. Pengujian dilakukan antara pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB.
41
Proses tahapan pertama dimulai dengan mengambil sebanyak 300 mL larutan fenol 100 ppm dan masukkan ke dalam gelas ukur kemudian diletakkan pada magnetic stirrer. Masukkan sebanyak 0,5 gram sampel O-0F kemudian nyalakan stirrer. Untuk cuplikan dengan waktu 0 menit, penyetiran sampel dilakukan ditempat yang terlindung dari sinar matahari kemudian stir selama ±10 menit. Setelah 10 menit ambil sebanyak 60 mL cuplikan tempatkan ke dalam botol plastik dan beri label O-0F.0V.
Untuk cuplikan selanjutnya stirrer dipindahkan ke tempat yang terkena sinar matahari langsung. Stir selama ±10 menit kemudian ambil cuplikan sebanyak 60 mL dan masukkan ke dalam botol plastik kemudian beri label O-0F.10V. Langkah ini diulangi untuk pengambilan cuplikan O-0F.20V; O-0F.30V; O0F.40V dan O-0F.50V. Semua tahapan ini dilakukan juga pada sampel O-0,4F; O-0,6F; O-0,8F, dan O-1F.
Tahapan kedua hampir sama dengan proses tahapan pertama hanya saja tahapan ini dilakukan di dalam ruangan dan menggunakan lampu UV sebagai cahaya. Lampu UV tersebut diikatkan pada tiang penyangga yang terbuat dari besi dengan ketinggian dari stirrer ±45 cm. Lampu UV ini diselubungi dengan kertas tebal yang dilapisi aluminium foil agar sinarnya lebih terarah.
Larutan fenol yang digunakan masih sama yaitu 100 ppm dengan proses pembuatan sama dengan tahap pertama. Ambil sebanyak 300 mL dalam gelas ukur larutan fenol 100 ppm kemudian tempatkan di atas stirrer, masukkan 0,5 gram sampel O-0F kemudian stir selama ±10 menit. Untuk pengambilan cuplikan pada waktu 0 menit, pengadukan dilakukan sebelum lampu UV
42
dinyalakan. Setelah itu ambil cuplikan sebanyak 60 mL dan masukkan ke dalam botol plastik kemudian beri label O-0F.0UV. Untuk cuplikan dengan waktu 10 menit, tempatkan stirrer di bawah lampu UV kemudian stir selama ±10 menit. Ambil cuplikan sebanyak 60 mL dan masukkan ke dalam botol plastik kemudian beri label O-0F.10UV. Ulangi langkah ini untuk pengambilan cuplikan O-0F.20UV; O-0F.30UV; O-0F.40UV dan O-0F.50UV. Ulangi seluruh rangkaian langkah ini untuk sampel O-0,4F; O-0,6F; O-0,8F, dan O1F.
4. Spektrofotometer UV-Vis
Untuk mengetahui kemampuan absorbansi sampel maka sampel dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV Vis. Pengujian sampel dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Cary 100 seperti terlihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Spektrofotometer UV-Vis Cary 100.
Pengujian ini dapat membantu dalam mengetahui berapa konsentrasi polutan yang digunakan. Dalam penelitian ini zat yang dipakai sebagai bahan uji adalah fenol.
43
Sebelum pengujian dimulai, nyalakan alat UV Vis dan biarkan selama ±15 menit. Bersihkan kuvet blanko dan kuvet tempat sampel. Kuvet blanko diisi dengan bahan pelarut, dalam penelitian ini dipakai air deionisasi. Masukkan kuvet blanko pada tempatnya. Untuk kuvet sampel, pada pengujian pertama diisi dengan bahan pelarut. Kemudian masukkan ke dalam alat dan lakukan pengujian dengan terlebih dahulu menentukan panjang gelombang untuk pengujian yaitu 200 nm sampai 300 nm. Tekan tombol “start” pada menu di komputer untuk memulai pengukuran. Setelah itu keluarkan kuvet sampel, bersihkan dengan cara membilas dengan cuplikan sampel kemudian isi dengan cuplikan dan masukkan kembali ke dalam alat. Lakukan pengukuran untuk setiap cuplikan sampel. Sampel-sampel yang diuji antara lain sampel O-0F; O-0,4F dan O-1F.
75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Fasa yang terbentuk pada F-TiO2 sama dengan fasa yang terbentuk pada nanotitania yaitu murni anatase. Adanya penambahan doping F pada nanotitania mengakibatkan kristalinitas F-TiO2 meningkat dibandingkan nanotitania murni seperti yang terdapat pada hasil uji XRD. 2. Ukuran partikel pada nanotitania sebesar 16,77 nm berdasarkan hasil uji XRD, berdasarkan uji TEM melalui metode perbandingan didapatkan ukuran nanopartikel sebesar 22,58 nm dan 27,23 nm hasil pengolahan menggunakan software ImageJ. Sedangkan ukuran nanopartikel F-TiO2 berdasarkan hasil uji XRD adalah 23,77 nm, hasil uji TEM melalui metode perbandingan sebesar 21,09 nm dan hasil olahan software ImageJ sebesar 21,48 nm. Penambahan doping F pada TiO2 tidak menyebabkan pengurangan ukuran partikel yang berarti. 3. Aktivitas fotokatalitik pada nanotitania yang diberi tambahan doping F mengalami peningkatan di bawah sinar matahari (visible light) seperti yang terdapat pada hasil uji spektrofotometer UV-Vis.
76
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan sintesis nanotitania dengan doping fluor dengan variasi massa surfaktan yang dipakai. 2. Dalam melakukan uji aktivitas katalis nanotitania doped F dapat dilakukan pada polutan jenis lain seperti Rhodamin B (RhB) maupun Methyl Orange (MO).
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., dan Khairurrijal. (2009). Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, Vol. 2, No. 1, Hal. 1-9. Antonopoulou, M., Karagianni, P., Giannakas, A., Makrigianni, V., Mouzourakis, E., Deligiannakis, Y., and Konstantinou, I. (2017). Photocatalytic Degradation of Phenol by Char/N-TiO2 and Char/N-F-TiO2 Composite Photocatalysts. Catalysis Today, Vol. 280, Part 1, pp. 114-121. Arief, S., Alif, A., dan Willian, N. (2008). Pembuatan Lapisan Tipis TiO2 -Doped Logam M (M= Ni, Cu dan Zn) dengan Metode Dip-Coating dan Aplikasi Sifat Katalitiknya pada Penjernihan Air Rawa Gambut. Jurnal Riset Kimia, September, Vol. 2, No. 1, Hal 69-74. Asiltü rka, M., Sayılkana, F., and Arpaç, E. (2009). Effect of Fe3+ Ion Doping to TiO2 on The Photocatalytic Degradation of Malachite Green Dye Under UV and Vis-Irradiation. Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, Vol. 203, pp. 64–71. Aziz, M., dan Purwaningsih, H. (2014). Pengaruh Penambahan Al (Doping Al) terhadap Struktur Mikro dan Fasa TiO2 Hasil Proses Sol-Gel. Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1, No. 1, Hal. 1-4. Carp, O., Huisman, C. L., and Reller, A. (2004). Photoinduced Reactivity of Titanium Dioxide. Progress in Solid State Chemistry, Vol. 32, pp. 33–177. Dastan, D., and Chaure, N. B. (2013). Influence of Surfactants on TiO2 Nanoparticles Grown by Sol-Gel Technique. International Journal of Materials, Mechanics and Manufacturing, Vol. 2, Iss 1, pp. 2124. Diebold, U. (2003). The Surface Science of Titanium Dioxide. Surface Science Reports, Vol. 48, pp. 53-229.
79
Diker, H., Varlikli, C., Mizrak, K., and Dana, A. (2011). Characterizations and Photocatalytic Activity Comparisons of N-Doped NC-TiO2 Depending on Synthetic Conditions and Structural Differences of Amine Sources. Energy, Vol. 36, pp. 1243-1254. Djerdj, I., and Tonejc, A. M. (2006). Structural Investigations of Nanocrystalline TiO2 Samples. Journal of Alloys and Compounds, Vol. 413, pp. 159–174. Effendi, M., dan Bilalodin. (2012). Analisis Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2 Doping Nitrogen yang Disiapkan dengan Metode Spin Coating. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng dan DIY, ISSN: 0853-0823. Gaya, U. I., and Abdullah, A. H. (2008). Heterogeneous Photocatalytic Degradation of Organic Contaminants over Titanium Dioxide: A Review of Fundamentals, Progress and Problems. Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews, Vol. 9, pp. 1–12. Giannakas, A. E., Seristatidou, E., Deligiannakis, Y., and Konstantinou, I. (2013). Photocatalytic Activity of N-doped and N–F Co-Doped TiO2 and Reduction of Chromium(VI) in Aqueous Solution: An EPR Study. Applied Catalysis B: Environmental, Vol. 132–133, pp. 460– 468. Grabowska, E., Reszczyńska, J., and Zaleska, A. (2012). Mechanism of Phenol Photodegradation in The Presence of Pure and Modified-TiO2: A Review. Water Research, Vol. 46, pp. 5453-5471. Guo, Z., Ma, R., and Li, G. (2006). Degradation of Phenol by Nanomaterial TiO2 in Wastewater. Chemical Engineering Journal, Vol. 119, pp. 55– 59. Hashimoto, K., Irie, H., and Fujishima, A. (2005). TiO2 Photocatalysis: A Historical Overview and Future Prospects. Japanese Journal of Applied Physics, Vol. 44, No. 12, pp. 8269-8285. Hoffman, M. R., Martin, S. T., Choi, W., and Bahneman, D. W. (1995). Environmental Aplication of Semiconductors Photocatalysis. Chemical Review, Vol. 95, No. 1, pp. 69-96. Horikoshi, S., and Serpone, N. (2013). Microwaves in Nanoparticle Synthesis, First Edition. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. ISBN: 9783-527-33197-0.
80
Huot, J., and Černý, R. (2016). Neutron Powder Diffraction. Neutron Scattering and Other Nuclear Techniques for Hydrogen in Materials, Neutron Scattering Applications and Techniques, Springer International Publishing Switzerland, Iss. Chapter 3, pp. 31-89, doi: 10.1007/978-3-319-22792-4_3. Jyothi, M. S., Laveena, P. D., Shwetharani, R., and Balakrishna, G. R. (2016). Novel Hydrothermal Method for Effective Doping of N and F into Nano Titania for Both, Energy and Environmental Applications. Materials Research Bulletin, Vol. 74, pp. 478–484. Kisi, E. H. (1994). Rietveld Analysis of Powder Diffraction Pattern. Material Forum. Vol. 18, pp. 135-153. Kurniawan, C., Waluyo, T. B., dan Sebayang, P. (2011). Analisis Ukuran Partikel Menggunakan Free Software Image-J. Seminar Nasional Fisika, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Serpong, ISSN: 2088-4176. Kılınç, N., Şennik, E., Işık, M., Ahsen, A. S., Öztürk, O., and Öztürk, Z. Z. (2013). Fabrication and Gas Sensing Properties of C-Doped and Un-Doped TiO2 Nanotubes. Ceramics International, Vol. 40, No. 1 Part A, pp. 109-115. Lee, Y. S., Kim, S. J., Venkateswaran, P., Jang, J. S., Kim, H., and Kim, J. G. (2008). Anion Co-Doped Titania for Solar Photocatalytic Degradation of Dyes. Carbon Letters, Vol. 9, No. 2, pp. 131-136. Lestari, D. S. (2009). Studi dan Karakterisasi N-Doped TiO2 dengan Metode SolGel Menggunakan Prekursor Titanium Isopropoksida (TTIP) dan Diethylamine (DEA). Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta. Li, W. X. (2013). Photocatalysis of Oxide Semiconductors. Journal of the Australian Ceramic Society, Vol. 49, No. 2, pp. 41-46. Lin, X., Rong, F., Fu, D., and Yuan, C. (2012). Enhanced Photocatalytic Activity of Fluorine Doped TiO2 by Loaded with Ag for Degradation of Organic Pollutants. Powder Technology, Vol. 219, pp. 173–178. Ling, H., Kim, K., Liu, Z., Shi, J., Zhu, X., and Huang, J. (2015). Photocatalytic Degradation of Phenol in Water on As-prepared and Surface Modified TiO2 Nanoparticles. Catalysis Today, Vol. 258, Part 1, pp. 96–102. Liu, G., Wang, L., Yang, H. G., Cheng, H. M., and Lu, G. Q. (2010). Titania based Photocatalysts Crystal Growth, Doping and Heterostructuring. Journal of Materials Chemistry, Vol. 20, pp. 831-834.
81
Liu, X. W., Li, W. W., and Yu, H. Q. (2014). Cathodic Catalysts in Bioelectrochemical Systems for Energy Recovery from Wastewater. Chemical Soceity Reviews, Vol. 43, Iss. 22, pp. 77187745. Liu, Y., Zhou, S., Yang, F.,Qin, H., and Kong, Y. (2016). Degradation of Phenol in Industrial Wastewater Over The F-Fe/TiO2 Photocatalysts Under Visible Light Illumination. Chinese Journal of Chemical Engineering. doi: 10.1016/j.cjche.2016.05.024.
Margaritondo, G. (2005). Semiconductors, General Properties. Encyclopedia of Condensed Matter Physics, pp. 311-321. Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2010). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Baku mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri. Salinan. Milićević, B., Đorđević, V., Lončarević, D., Ahrenkiel,S., Dramićanin, M., and Nedeljković, J. (2015). Visible Light Absorption of Surface Modified TiO2 Powders with Bidentate Benzene Derivatives. Microporous and Mesoporous Materials, Vol. 217, pp. 184-189. Murcia, J. J., Hidalgo, M. C., Navío, J. A., and Doña-Rodríguez, J. M. (2015). Study of The Phenol Photocatalytic Degradation over TiO2 Modified by Sulfation, Fluorination, and Platinum Nanoparticles Photodeposition. Applied Catalysis B: Environmental, Vol. 179, pp. 305–312. Naimah, S., dan Ermawati, R. (2011). Efek Fotokatalisis NanoTiO2 terhadap Mekanisme Antimikrobia E. Coli dan Salmonella. Jurnal Riset Industri, Vol. V, No.2, Hal 113-120. Ortega, Y., Garcia, O. L., Hevia, D. F., Tosoni, S., Oviedo, J., Miguel, M. A. S., and Illas, F. (2013). Theoretical Study of The Fluorine Doped Anatase Surfaces. Surface Science, Vol. 618, pp. 154-158. Podlasov, A., and Ageenko, E. (2003). Working and Development with ImageJ: A Student Reference. Department of Computer Science. University of Joensuu. Finland. Prasetyowati, R., Saehana, S., Abdullah, M., dan Khairurrijal. (2011). Pengaruh Penyisipan Logam Fe pada Lapisan TiO2 terhadap Performansi Sel Surya Berbasis Titania. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
82
Raj, K. J. A., and Viswanathan, B. (2009). Effect of Surface Area, Pore Volume and Particle Size of P25 Titania on The Phase Transformation of Anatase to Rutile. Indian Journal of Chemistry. Vol. 48A, pp. 1378-1382. Rilda, Y., Dharma, A., Arief, S., Alief, A., dan Shaleh, B. (2010). Efek Doping Ni (II) pada Aktifitas Fotokatalitik dari TiO2 untuk Inhibisi Bakteri Patogenik. Makara, Sains, Vol. 14, No. 1, pp. 7-14. Riyani, K., Setyaningtyas, T., dan Dwiasi, D. W. (2012). Sintesis dan Karakterisasi Fotokatalis TiO2–Cu Aktif Sinar Tampak. Prosiding Seminar Nasional, Purwokerto, ISBN: 978-979-9204-79-0. Sagadevan, S. (2013). Synthesis and Electrical Properties of TiO2 Nanoparticles Using A Wet Chemical Technique. A Article, American Journal of Nanoscience and Nanotechnology, Vol. 1, No. 1, pp. 27-30. doi: 10.11648/j.nano.20130101.16. Slamet., Arbianti, R., dan Marliana, E. (2007). Pengolahan Limbah Cr(VI) dan Fenol dengan Fotokatalis Serbuk TiO2 dan CuO/TiO2. Reaktor, Vol. 11, No. 2, Hal. 78-85. Sobczyński, A., Duczmal, Ł., and Zmudziński, W. (2004). Phenol Destruction by Photocatalysis on TiO2: An Attempt to Solve The Reaction Mechanism. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, Vol. 213, pp. 225-230. Stucchi, M., Bianchi, C. L., Pirola, C., Vitali, S., Cerrato, G., Morandi, S., Argirusis, C., Sourkouni, G., Sakkas, P. M., and Capucci, V. (2014). Surface Decoration of Commercial Micro-sized TiO2 by Means of High Energy Ultrasound: A Way to Enhance Its Photocatalytic Activity Under Visible Light. Applied Catalysis B, Environmental, Vol. 178, pp. 124-132. Ståhl, K. (2008). Powder Diffraction and The Rietveld Method. Department of Chemistry Technical University of Denmark, DK-2800, Lyngby, Denmark. Sutrisno, H., Arianingrum, R., dan Ariswan. (2006). Fotodegradasi Fenol dengan Katalis Titanium Oksida dan Tinanium Silikat MesoporiMesostruktur. Bioteknologi, Vol. 3, No. 2, pp. 63-66, ISSN: 02166887. Ferreira, T., and Rasband, W. (2012). ImageJ User Guide IJ 1.46r. http://imagej.nih.gov/ij/docs/guide/user-guide.pdf.
83
Vu, A. T., Nguyen, Q, T., Bui, T. H. L., Tran, M. C., Dang, T. P., and Tran, T. K. H. (2010). Synthesis and Characterization of TiO2 Photocatalyst Doped by Transition Metal Ions (Fe3+, Cr3+ and V5+). Advances in Natural Sciences: Nanoscience and Nanotechnology, Vol. 1, pp. 14. Wang, J., Li, S., Yan, W., Tse, S. D., and Yai, Q. (2010). Synthesis of TiO2 Nanoparticles by Premixed Stagnation Swirl Flames. Proceedings of the Combustion Institute. Vol. 33, Iss. 2, pp. 1925-1932. Wang, W., Chen,X., Liu, G., Shen, Z., Xia, D., and Wong, P. K. (2015). Monoclinic Dibismuth Tetraoxide: A New Visible-Light-Driven Photocatalyst for Environmental Remediation. Applied Catalysis B: Environmental, Vol. 176, pp. 444–453. Wang, Y., Xue, X., and Yang, H. (2014). Preparation and Characterization of Carbon or/and Boron-Doped Titania Nano-Materials with Antibacterial Activity. Ceramics International, Vol. 40, Iss. 8, Part A, pp. 12533-12537. Will, G. (2006). Powder Diffraction - The Rietveld Method and the Two Stage Method to Determine and Refine Crystal Structures from Powder Diffraction Data. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Printed in Germany. Woehrle, G. H., Hutchison, J. E., Özkar, S., and Finke, R. G. (2006). Analysis of Nanoparticle Transmission Electron Microscopy Data Using A Public- Domain Image-Processing Program, Image. Turkish Journal of Chemical, Vol. 30, pp. 1-13. Wu, G., Wang, J., Thomas, D. F., and Chen, A. (2008). Synthesis of F-Doped Flower-like TiO2 Nanostructures with High Photoelectrochemical Activity. Langmuir, Vol. 24, pp. 3503-3509. Yang, S,. Guo, S., Xu, D,. Xue, H., Kou, H., Wang, J., and Zhu, G. (2013). Improved Efficiency of Dye-Sensitized Solar Cells Applied with FDoped TiO2 Electrodes. Journal of Fluorine Chemistry, Vol. 150, pp. 78–84. Yang, Y., Zhong, H., and Tian, C. (2011). Photocatalytic Mechanisms of Modified Titania Under Visible Light. Research on Chemical Intermediates, Vol. 37, pp. 91–102. Yu, C., Fan, Q., Xie, Y., Chen, J., Shu, Q., and Yu, J. C. (2012). Sonochemical Fabrication of Novel Square-Shaped F Doped TiO2 Nanocrystals with Enhanced Performance in Photocatalytic Degradation of Phenol. Journal of Hazardous Materials, Vol. 237–238, pp. 38– 45.
84
Yu, W., Liu, X., Pan, L., Li, J., Liu, J., Zhang, J., Li, P., Chen, C., and Sun, Z. (2014). Enhanced Visible Light Photocatalytic Degradation of Methylene Blue by F-doped TiO2. Applied Surface Science, Vol. 319, pp. 107-112. Yu, Y., Wu, H. H., Zhu, B. L., Wang, S. R., Huang, W. P., Wu, S. H., and Zhang, S. M. (2008). Preparation, Characterization and Photocatalytic Activities of F-doped TiO2 Nanotubes. Catalysis Letters, Vol. 121, pp. 165–171. Zaleska, A. (2008). Doped-TiO2: A Riview. Recent Patents on Engineering, Vol. 2, pp. 157-164. Zallen, R., and Moret, M. P. (2006). The Optical Absorption Edge of Brookite TiO2. Solid State Communications, Vol. 137, pp. 154–157.