SINTESIS BaTiO3 DARI BaCl2 DAN TiCl4 DENGAN METODE HIDROTERMAL
DWI PUTRI UTAMI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK
DWI PUTRI UTAMI. Sintesis BaTiO3 dari BaCl2 dan TiCl4 dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh IRMA H. SUPARTO dan AGUS SAPUTRA. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin berkembang. Salah satu komponen penyusun peralatan elektronik adalah kapasitor. Salah satu bahan penyusun kapasitor, ialah barium titanat (BaTiO3). Penelitian ini bertujuan mensintesis dan mencirikan BaTiO3 dari campuran BaCl2 dan TiCl4 dengan mengamati perubahan suhu dan tahapan reaksi. Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu sintesis BaTiO3 dengan metode hidrotermal, perubahan tahapan reaksi, perubahan pH, dan membandingkan hasil sintesis menggunakan metode nonhidrotermal, serta pencirian dengan difraksi sinar-X (XRD). Berdasarkan hasil XRD, sintesis BaTiO3 menggunakan metode hidrotermal (T = 120-150 oC), perubahan tahapan reaksi, dan perubahan pH belum bisa menghasilkan BaTiO3 murni. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya intensitas BaTiO3 yang terbentuk serta masih terdapatnya pengotor lain berupa TiO2, seperti pada metode nonhidrotermal (T = 600 oC).
ABSTRACT
DWI PUTRI UTAMI. Synthesis and Characterization of BaTiO3 from BaCl2 and TiCl4 by Hydrothermal Method. Supervised by IRMA H. SUPARTO and AGUS SAPUTRA Increasing technology has lead to proliferating electronic equipments. One component of electronic equipment is capacitor, which can be made of barium titanate (BaTiO3). This study aims to synthesize and to characterize BaTiO3 from a mixture of BaCl2 and TiCl4 by observing changes in temperature and the stage of the reaction. This study was carried out in several stages, i.e synthesis of BaTiO3 by hydrothermal method, changes in the reaction steps, changes in pH, compared the results by nonhydrothermal method and characterization by X-ray diffraction (XRD). Based on XRD results, synthesis of BaTiO3, using the method of hydrothermal (T = 120-150 °C), changes in the reaction steps, also in pH, had not been able to produced pure BaTiO3. It can be seen from low intensity of BaTiO3 and presence of other impurities in the form of TiO2 as can be found in all methods including non-hydrothermal method (T = 600 °C).
SINTESIS BaTiO3 DENGAN METODE HIDROTERMAL DARI BaCl2 DAN TiCl4 SERTA KARAKTERISASINYA
DWI PUTRI UTAMI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul : Sintesis BaTiO3 dari BaCl2 dan TiCl4 dengan Metode Hidrotermal Nama : Dwi Putri Utami NIM : G44070057
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. dr. Irma H Suparto, MS NIP 19581123 198603
Agus Saputra, SSi, MSi NIP 19761101 2005011002
Diketahui Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sintesis BaTiO3 dari BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Dr. dr. Irma H Suparto, MS dan Bapak Agus Saputra, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan, masukan, serta doa selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca, Mba Nurul para staf laboran Laboratorium Kimia Anorganik atas bantuan selama penelitian. Terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Almarhum Ayah, Ibu, kakak, adik atas doa dan kasih sayangnya. Juga ucapkan terima kasih kepada Putu Lilik, Mega, Cusna, Dian, Nina, Annisa, Octa, Nosen, Kak Karin, dan Prestiana yang telah membantu memberi masukan, serta Jamil atas saran, semangat dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2011
Dwi Putri Utami
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1989 dari ayah Saban Karto Utomo dan Ibu Mardianingsih, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 27 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2009 sampai 2011. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Kimia TPB privat dan bimbingan belajar Avogadro dari tahun 2008 sampai 2010. Selain itu, mengajar pada bimbingan belajar PRIMAGAMA untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Kimia. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) di IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Kimia) pada tahun 2009/2010. Bulan Juli-Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta dengan judul “Validasi Injeksi Levofloksasin Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis”. Penulis mengikuti Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2011 dengan judul Ekstrak Etanol Daun Bambu (Dendrocalamus asper) yang Berpotensi Menurunkan Kadar Asam Urat.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 METODE ........................................................................................................... Alat dan Bahan ............................................................................................. Lingkup Kerja .............................................................................................. Pembuatan Larutan Ti(OH)4 dan BaCl2 ....................................................... Pembuatan Larutan BaTiO3 dengan Metode Hidrotermal ........................... Perubahan Tahapan Reaksi .......................................................................... Peningkatan pH ............................................................................................ Metode Non Hidrotermal ............................................................................. Karakterisasi dengan XRD ...........................................................................
1 1 1 1 1 2 2 2 2
HASIL ................................................................................................................ Metode Hidrotermal ..................................................................................... Perubahan Tahapan Reaksi .......................................................................... Peningkatan pH ............................................................................................ Metode Non Hidrotermal .............................................................................
2 2 2 3 3
PEMBAHASAN ................................................................................................ 3 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 5 Simpulan ...................................................................................................... 5 Saran ............................................................................................................. 5 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 5 LAMPIRAN ....................................................................................................... 7
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Kristal hasil sintesis dari BaCl2 dan TiCl4 ................................................. 2
2
Pola difraksi BaTiO3 T = 120 - 150 oC metode hidrotermal ..................... 2
3
Pola difraksi struktur kristal T = 120 oC perubahan tahapan reaksi ........... 3
4
Pola difraksi struktur kristal T = 600 oC metode non hidrotermal ............. 3
5
Pola difraksi struktur kristal T = 150 oC peningkatan pH .......................... 3
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi ..... 8
2
Contoh perhiyungan pembuatan larutan Ti(OH)4 dan BaTiO3 ................. 10
3
Data JCPDS ............................................................................................... 11
4
Pola difraksi standar BaTiO3 dan TiO2 ...................................................... 12
5
Pola difraksi BaTiO3 pada T = 120 - 150 oC dengan metode hidrotermal . 13
6
Pola difraksi BaTiO3 menggunakan perubahan tahapan reaksi ................. 15
7
Pola difraksi BaTiO3 menggunakan metode non hidrotermal ................... 16
8
Pola difraksi BaTiO3 dengan peningkatan pH ........................................... 17
PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan konsumen akan peralatan yang semakin canggih. Salah satu komponen penyusun peralatan elektronik adalah kapasitor. Kapasitor memiliki sifat menyimpan energi listrik/muatan listrik, serta memiliki banyak kegunaan diantaranya adalah untuk menghindari terjadinya loncatan listrik pada rangkaian-rangkaian yang mengandung kumparan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor adalah barium titanat (BaTiO3) (Hamonangan 2009). BaTiO3 yang memiliki struktur tetragonal dan berukuran lebih kecil, baik digunakan sebagai dielektrik (Wahyudi 2007). BaTiO3 dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor karena memiliki sifat dielektrik yang baik. Awalnya, BaTiO3 dapat disintesis dengan mereaksikan TiO2 dan BaCO3 pada suhu tinggi (Boulous et al. 2005) sekitar 1200 o C (Deshpande et al. 2005). Sintesis dengan suhu tinggi pada skala besar membutuhkan biaya produksi yang cukup besar. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode hidrotermal yang dapat mengurangi biaya produksi (Sun et al. 2006). Metode sintesis ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain menghasilkan partikel dengan kristanilitas tinggi, menggunakan suhu rendah untuk reaksi, kemurnian tinggi, serta distribusi ukuran partikel yang homogen (Lee et al. 2000). Selain itu, metode hidrotermal juga dapat menghasilkan kristal yang berukuran nanometer (nm) (Moon & Cho 2007). Sintesis BaTiO3 yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya menggunakan Ba(OH)2.8H2O dan TiO2 dengan metode hidrotermal (Retnantiti 2010). Akan tetapi, hasil sintesis tersebut masih terdapat kekurangan, diantaranya menghasilkan endapan BaCO3 dan ukuran partikel yang tidak homogen (masih terdapat bentuk tetragonal dan kubik), sifat dielektrik yang kurang baik serta menggunakan suhu yang tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi dengan menggunakan bahan baku sintesis, yaitu BaCl2 dan TiCl4 menggunakan metode hidrotermal dengan mengamati perubahan pada suhu, dan perubahan pH. Penelitian ini, BaCl2 menggantikan Ba(OH)2.8H2O dan TiO2 dengan TiCl4. Jika dibandingkan dengan Ba(OH)2.8H2O, BaCl2 memiliki nilai kelarutan yang lebih besar
sehingga diharapkan akan menghasilkan BaTiO3 dengan ukuran yang lebih seragam serta nilai konstanta dielektrik tinggi. Hasil sintesis BaTiO3 selanjutnya dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X (X-ray difraction). Difraksi sinar-X berfungsi mengidentifikasi fasa kristalin (Girolami et al. 1999). Diharapkan dengan adanya perubahan pada bahan baku dapat menghasilkan kristal BaTiO3 dengan intensitas yang lebih tinggi.
METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pengaduk magnetik, tanur, oven, alat hidrotermal, alat-alat kaca, cawan porselen, dan difraksi sinar-X Shimadzu XRD-7000. Bahan-bahan yang digunakan adalah BaCl2.H2O, TiCl4, HCl, NH4OH pekat, dan air bebas ion. Lingkup Kerja Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah sintesis BaTiO3 dengan bahan baku BaCl2 dan TiCl4 menggunakan metode hidrotermal, non hidrotermal, perubahan tahapan reaksi, dan perubahan pH. Tahap kedua adalah hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD (Lampiran 1). Pembuatan Larutan Ti(OH)4 dan BaCl2 BaCl2 sebagai sumber ion Ba2+ dan TiCl4 sebagai sumber ion Ti4+. Rasio mol Ba terhadap Ti (Ba/Ti) dibuat satu (Lee et al. 2000). Pembuatan larutan Ti(OH)4. Larutan Ti(OH)4 dapat dibuat dengan mereaksikan TiCl4 dan NH4OH pekat. Sebanyak 0,03 mol TiCl4 dan 0,12 mol NH4OH pekat masingmasing dilarutkan ke dalam 100 mL air bebas ion. Untuk pembuatan larutan BaCl2, yaitu ditimbang 4,4460 g BaCl2 (Lampiran 2) dilarutkan ke dalam 15 mL air bebas ion dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik sampai homogen. Pembuatan BaTiO3 dengan Metode Hidrotermal Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan dengan 10,60 mL NH4OH pekat setelah terjadi perubahan larutan menjadi berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan larutan BaCl2. Ketiga larutan tersebut diaduk sampai homogen dengan bantuan pengaduk magnetik. Pengadukan dilakukan selama 2 jam pada
suhu ruang. Setelah larutan homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 120 sampai dengan 150 oC (dengan kisaran suhu 10 oC) selama 7 jam dan dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo et al. 2007 ). Perubahan Tahapan Reaksi Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan dengan larutan BaCl2 dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Saat proses pengadukan ditambahkan sedikit demi sedikit NH4OH pekat sebanyak 10,60 mL. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen. Setelah larutan bercampur sempurna larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 120oC selama 7 jam yang selanjutnya dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo et al. 2007 ). Peningkatan pH Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan NH4OH pekat berlebih hingga 20 mL. Setelah terjadi perubahan larutan menjadi berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan larutan BaCl2. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen dengan bantuan pengaduk magnetik. Setelah homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 150 oC selama 7 jam kemudian dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo et al. 2007 ). Metode Non Hidrotermal Prosedur sama seperti sintesis BaTiO3 menggunakan metode hidrotermal, namun tidak menggunakan radas hidrotermal melainkan menggunakan tanur (T=600 oC) pada saat proses sintesis BaTiO3. Karakterisasi dengan XRD Serbuk kristal BaTiO3 yang terbentuk pada seluruh tahapan reaksi, dianalisis lebih lanjut dengan dilakukan karakterisasi menggunakan XRD. Sebelumnya sampel dimasukkan ke dalam pelat dan dipadatkan sampai tidak terdapat rongga. Setelah sampel siap, selanjutnya pelat dimasukkan ke dalam XRD. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan data XRD JCPDS (Joint Comitee of Powder Difraction Standar).
HASIL Sintesis dari BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal dan non hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, halus permukaannya, dan tidak larut dalam air yang diduga BaTiO3 (Gambar 1).
Gambar 1 Kristal hasil sintesis dari BaCl2 dan TiCl4. Metode Hidrotermal Karakterisasi pada berbagai suhu (T= 120 - 150 °C) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pola difraksi struktur kristal barium titanat pada suhu a) 120 o C, b) 130 oC, c) 140 oC, dan d) 150 oC menggunakan metode hidrotermal. Gambar tersebut menunjukkan bentuk difraktogram dengan intensitas puncak yang hampir sama (intensitas rendah). Namun pada keempat suhu perlakuan, tampak pola difraksi menunjukkan kecenderungan intensitas puncak meningkat pada 2 sudut 30. Perubahan Tahapan Reaksi Suhu metode hidrotermal yang dipilih untuk uji perubahan tahap reaksi pencampuran adalah pada suhu 120 oC, karena menghasilkan puncak-puncak dengan intensitas tinggi jika dibandingkan dengan ketiga difraktogram lainnya. Hasil
difraktogram untuk perubahan tahapan reaksi dapat dilihat pada Gambar 3. *
Metode non hidrotermal Hasil difraktogram untuk metode non hidrotermal dilakukan pada suhu 600°C terlihat pada Gambar 5. *
• °
*
*•
• *
Gambar 3 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 120 °C dengan perubahan tahapan reaksi. (*TiO2) (°BaTiO3) (•Senyawa yang belum diketahui). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat beberapa puncak dengan intensitas 50, yaitu disekitar 16o, 23o, 30 o, 37 o, 40 o, 44o, dan 68o, sedangkan intensitas pada 32o mencapai 175.
*
*
Gambar 5 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 600°C menggunakan metode non hidrotermal. Pada Gambar 5 terlihat, beberapa puncak dengan intensitas disekitar 50, yaitu disekitar 38°, 48°, 53°, dan 55°, sedangkan intensitas tertinggi dihasilkan pada 2 sudut 25°.
Peningkatan pH Hasil difraktogram hasil sintesis metode hidrotermal dengan peningkatan pH pada suhu 150 °C dapat dilihat pada Gambar 4.
* ° •
• • *
°
Gambar 4 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 150 °C dengan perubahan pH menggunakan metode hidrotermal (*TiO2) (°BaTiO3) (•Senyawa yang belum diketahui). Hasil XRD tersebut menunjukkan beberapa puncak dengan intensitas 50 disekitar 20°, 27°, dan 44°, sedangkan untuk 2 pada sudut 16°, 31°, dan 36° dengan intensitas 60. Intensitas tertinggi pada 100 dihasilkan pada sudut 32°.
PEMBAHASAN Sintesis BaTiO3 menggunakan bahan baku BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, dengan permukaan halus, dan tidak larut dalam air. Kristal tersebut kemudian dianalisis dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan berbeda satu sama lainnya. Tahap awal sintesis menggunakan suhu 120 sampai dengan 150 oC dihasilkan difraktogram yang hampir sama, yaitu menghasilkan pola difraksi dengan banyak puncak dan intensitas yang rendah. Kondisi ini sudah menunjukkan terbentuk BaTiO3, namun intensitas yang dihasilkan masih terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat puncakpuncak yang mirip dengan data JCPDS. Namun dari keempat perlakuan suhu, intensitas yang lebih tinggi dihasilkan pada suhu 120 oC. Berdasarkan hasil ini maka pada suhu 120 oC, dibuat perubahan dalam tahapan reaksi untuk mensintesis BaTiO3 yang diharapkan dapat menghasilkan puncak BaTiO3 dengan intensitas yang lebih tinggi. Perubahan tahapan reaksi, yaitu dengan mereaksikan TiCl4 dengan BaCl2 terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan penambahan NH4OH pekat. Pencampuran ini bertujuan agar reaksi yang terjadi adalah reaksi antar ion-ion Ti4+, Ba2+ dan OH- sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
4 TiCl4 + BaCl2 + NH4OH
BaTiO3
Ti4+ +Ba2+ +OH-
BaTiO3 4+
Hasil reaksi antar ion-ion Ti , Ba2+ dan OH- dapat dilihat pada difraktogram sebelumnya (perubahan tahapan reaksi). Hasil difraktogram pada hasil perubahan tahapan reaksi menunjukkan puncak-puncak dengan intensitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (pemanasan pada suhu 120-150 oC). Akan tetapi, selain puncak-puncak untuk BaTiO3 juga terdapat puncak-puncak pengotor berupa TiO2 dan senyawa yang belum diketahui. Intensitas yang spesifik untuk BaTiO3 sekitar 22° masih rendah jika dibandingkan dengan TiO2 yang dihasilkan pada 2 sekitar 30°, 32°, dan 37° dengan intensitas tertinggi pada 32° mencapai 175. Selain pengotor berupa TiO2, juga masih terdapat pengotor yang belum diketahui di sekitar sudut 16°, 39°, dan 58°. Adanya puncak-puncak TiO2 diduga telah terbentuknya TiO2 pada saat mereaksikan TiCl4 dengan air bebas ion dan HCl pekat. TiCl4 yang ditambahkan tetes demi tetes kedalam air bebas ion (T = 0 oC) akan langsung menghasilkan endapan putih TiO2. Ketika ditambahkan HCl pekat ke dalam larutan, maka HCl akan bereaksi dengan TiO2 membentuk senyawa intermediet TiOCl2. Larutan yang telah homogen disimpan ke dalam suhu ± 2 °C (lemari es) sampai larutan berubah warna, dari putih menjadi bening atau tak berwarna. Penyimpanan larutan pada suhu sekitar 2 °C dapat menstabilkan senyawa TiOCl2 dalam beberapa hari. Hal ini sesuai dengan Holleman & Wiberg (2001) yang menyatakan bahwa senyawa TiOCl2 stabil pada suhu di bawah 4°C dan akan berubah menjadi TiO2 pada suhu 40°C atau suhu kamar setelah 24 jam. Masih terdapatnya pengotor berupa TiO2 maka dilakukan proses sintesis kembali dengan meingkatkan nilai pH menjadi 13 menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 oC. Hasil keempat difraktogram tidak menghasilkan difraktogram yang cukup baik, maka dipilih suhu yang paling tinggi, yaitu 150 oC. Sesuai pernyataan Saputra (2010), bahwa semakin tinggi suhu maka sumber energi untuk memutus ikatan Ba dan Cl pada BaCl2, serta juga dapat membantu difusi ion Ba2+ masuk ke struktur Ti(OH)4. Pada tahapan ini, NH4OH pekat dibuat berlebih. Hal ini dimaksudkan untuk menaikkan nilai pH sampai dengan 13. Karena menurut Lee et al.
(2003), pH larutan berhubungan langsung dengan reaktivitas ion Ba2+ dan pembentukan kristal BaTiO3 hanya dapat terjadi jika pH lebih dari 13. Akan tetapi, pH larutan tidak bisa mencapai 13 hanya mencapai pH 11. Hal ini diduga karena sifat NH4OH yang merupakan basa lemah sehingga larutan TiOCl2 yang bersifat sangat asam (pH=1) ketika ditambahkan larutan NH4OH pekat (pH=10) menghasilkan larutan dengan keadaan yang tidak terlalu basa (mendekati pH normal). pH yang tidak sesuai menyebabkan reaktivitas ion Ba2+ rendah sehingga endapan putih yang diperoleh bukanlah BaTiO3 melainkan TiO2 (Saputra 2010). Berdasarkan penelitian Saputra (2010), larutan KOH dapat meningkatkan pH menjadi 13. Hal ini juga dapat dilihat dari sifat KOH yang merupakan basa kuat sehingga dapat menghasilkan larutan dengan keadaan basa (menjauhi pH normal). Reaksi yang terjadi adalah: TiCl4 + 2H2O
TiO2 + HCl
[TiO2 + HCl
TiOCl2]
TiOCl2+ NH4OH Ti(OH)4 + BaCl2
Ti(OH)4 + NH4Cl (eksoterm) BaTiO3 + 2HCl + 2H2O
Berdasarkan reaksi diatas diduga proses perubahan TiCl4 menjadi Ti(OH)4 terjadi dua tahap atau tidak langsung menjadi senyawa TiOCl2, tetapi melewati proses pembentukan TiO2. Hal ini dapat dilihat pada pola difraksi dengan peningkatan pH menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 oC yang masih terdapat puncak-puncak yang mirip dengan TiO2. Walaupun pada tahapan ini intensitas dari TiO2 menurun 50 dari 175 menjadi 125 dan intensitas dari BaTiO3 meningkat dari 50 menjadi 70. Hal ini diduga larutan NH4OH pekat yang digunakan tidak dapat membantu proses pelarutan TiO2 menjadi Ti(OH)x4-x, sehingga ketika TiO2 bereaksi dengan BaCl2 maka tidak menghasilkan BaTiO3 yang murni. Berbeda dengan KOH, menurut Lee et al. (2003), KOH memiliki beberapa peranan dalam proses sintesis, yaitu dapat membantu proses pelarutan TiO2 menjadi Ti(OH)x4-x dan meningkatkan pH larutan. Masih terdapatnya pengotor berupa TiO2 dan senyawa lain, maka dilakukan perubahan dalam proses sintesis menggunakan metode non hidrotermal pada suhu 600 oC. Dengan
merubah bahan baku Ba(OH)2 dengan BaCl2 diharapkan dapat menaikkan ion Ba2+ menjadi lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari kelarutan BaCl2 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ba(OH)2. Ion-ion Ba2+, Ti4+, dan OH- akan terikat secara langsung membentuk BaTiO3. Namun pada kenyataannya ion Ti4+ telah berubah menjadi TiO2, sehingga ketika di reaksikan dengan ion Ba2+ dan OH- tidak akan terbentuk BaTiO3. Hal ini dapat dilihat dari pola difraksi yang seluruhnya spesifik untuk TiO2. Hal ini dapat dilihat dari puncak-puncak yang mirip dengan standar dan data JCPDS untuk TiO2. Ketika larutan dicuci menggunakan air bebas ion diduga ion Ba2+ yang terdapat pada larutan terlepas, sehingga hanya TiO2 yang tersisa di dalam larutan. TiO2 yang terbentuk dapat dilihat dari pola difraksi yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hadiwijaya (2010) puncak-puncak untuk TiO2 dapat diperkecil intensitasnya dengan cara menaikkan suhu hingga mencapai 1000 oC, namun pada penelitian tersebut menggunakan metode sol gel untuk mensintesis BaTiO3.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, BaTiO3 dapat disintesis menggunakan BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal. Namun, berdasarkan hasil XRD, intensitas yang dihasilkan untuk BaTiO3 tidak terlalu tinggi dan kristal yang dihasilkan tidak murni. Masih terdapat pengotor berupa TiO2 dan pengotor lain yang belum diketahui. Modifikasi sintesis dengan meningkatkan pH dapat menurunkan intensitas TiO2 dan meningkatkan intensitas dari BaTiO3. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran, yaitu perlu dilakukan pengadukan lebih lama, peningkatan pH menggunakan basa kuat, dan waktu yang lebih lama dalam proses sintesis.
ceramics. Solid State Ionics 176: 13011309. Desphande SB, Godbole PD, Khollam YB, Potdar HS. 2005. Characterization of Barium Titanate: BaTiO3 (BT) Ceramics Prepared from Sol-Gel Derived BT Powders. Journal of Electroceramics 15: 103-108. Girolami GS, Rauchfuss TB, Angelici RJ. 1999. Synthesis and Technique in Inorganic Chemistry. USA.: University Science Book. Holleman AF, Wiberg E. 2001. Inorganic Chemistry. Acad. Press. San Diego. Hadiwijaya H. 2010. Sintesis BaTiO3 dari Campuran Ba(OH)2 dan TiO2 dengan Tambahan PbO [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hamonangan A. 2009. Kapasitor-Prinsip Dasar dan Spesifikasi Elektriknya. [terhubung berkala]. http://electroniclab .com. [11 Feb 2010]. Lee
JH, Won CW, Kim TS. 2000. Characteristic of BaTiO3 powders synthesized by hidrothermal process. Materials Science 35: 4271-4274.
Lee SK, Park TJ, Choi GJ, Koo KK, Kim SW. 2003. Effect of KOH/BaTi and Ba/Ti ratios on synthesis of BaTiO3 powder by corecipitation/hydrothermal reaction. Materials Chemistry and Physics 82: 742-749. Moon SM, Cho NH. 2007. Investigation of phase distribution in nanoscale BaTiO3 powders prepared by hydrothermal synthesis. Journal of Electroceramics DOI 10.1007/s10832-007-9323-z.
DAFTAR PUSTAKA
Retnantiti MD. 2010. Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Barium Titanat (BaTiO3) [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Boulos M, Fritsch SG, Mathieu F, Durand B, Lebey T, Bley V. 2005. Hydrothermal synthesis of nanosized BaTiO3 powders and dielectric properties of corresponding
Sahoo T, Tripathy SK, Mohapatra M, Anand S, Das RP. 2007. X-ray diffraction and microstructural studies on hydrothermally synthesized cubic barium titanate from
6
TiO2-Ba(OH)2-H2O system. Journal of Materials Letters 61: 1323-1327. Saputra A. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sun W, Liu W, Li J. 2006. Effects of chloride ions on hydrothermal synthesis of tetragonal BaTiO3 by microwave heating and conventional heating. Journal of Power Technology 166: 55-59. Wahyudi AFN. 2007. Barium Titanat. [terhubung berkala]. http://www. wordpress.com [10 Feb 2011].
LAMPIRAN
8 Lampiran 1 Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi a. Diagram alir untuk semua tahapan TiCl4(aq) (Lee 2000)
NH4OH(aq) (Lee 2000)
Larutan Ti(OH)4(aq),
Larutan BaCl2(aq),
Larutan
Metode Hidrotermal 120-150 oC selama 7 jam (Boulos et al 2005) Metode Non hidrotermal T= 600 oC selama 3 jam Didekantasi dan dioven T = 100 oC
XRD
230 oC
Peningkatan pH (NH4OH berlebih) T= 150 oC selama 7 jam
9 Lanjutan Lampiran 1 b. Diagram alir penelitian menggunakan perubahan tahapan reaksi TiCl4(aq) (sumber Ti 4+)
BaCl2 (aq) (sumber Ba2+)
Larutan NH4OH (aq) (Sumber OH-)
Larutan BaTiO3(aq),
Metode Hidrotermal 120 C selama7 jam (Boulos et al 2005) o
Serbuk BaTiO3
XRD
230 oC
Didekantasi dan dioven T = 100 oC
10 Lampiran 2 Contoh perhitungan pembuatan larutan Ti(OH)4 dan BaTiO3 a.
Pembuatan larutan Ti(OH)4 TiCl4
+
4NH4OH
m
= 0.0182 mol
0.072 mol
r
= 0.0182 mol
0.072 mol
s
=
b.
+ Ti(OH)4
= 0.0182 mol
0.0182 mol
r
= 0.0182 mol
0.0182 mol
s
=
-
-
0.0182 mol
0.0182 mol
0.0182 mol
0.0182 mol
-
BaTiO3 -
0.0182mol
0.0182 mol
= g/Mr = 3.456 g/189.71 = 0.0182
= 0.0182 mol x 4
Rasio Ti : Ba = 1 : 1 Ti(OH)4 : BaCl2 0.082 mol : 0.082 mol g BaCl2
= mol x Mr = 0,082 x 244.28 = 4.4459 g
-
0.0182 mol
= mL x Mr
= 0.072
-
H2O 0.0182 mol
= 3.456 g
Mol NH4OH
+
0.0182 mol
= 2 x 189,71
Mol TiCl4
+ 2HCl
0.0182 mol
Mol TiCl4 2 mL TiCl4
e.
4NH4Cl
Pembuatan larutan BaTiO3
m
d.
+
-
-
-
BaCl2
c.
Ti(OH)4
11 Lampiran 3 Data JCPDS
a. Barium titanat 5-626 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404
I 100 100 46 37 35 25 12
d 2.838 2.825 2.134 1.997 1.634 3.99 4.03
2d 5.676 5.65 4.268 3.994 3.268 7.98 8.06
Sin 0.2713883 0.2726372 0.3609185 0.3856785 0.4713586 0.1930326 0.1911166
15.7469 15.8212 21.1566 22.6859 28.1225 11.1298 11.018
2 31.4938 31.6424 42.3132 45.3718 56.245 22.2596 22.036
26.8718 17.4249 16.4989
2 53.7436 34.8498 32.9978
b. Titanium dioksida 10-63 1.5404 1.5404 1.5404
I 100 60 50
d 1.704 2.572 2.712
2d 3.408 5.144 5.424
Sin 0.451994 0.299456 0.283997
c. Titanium dioksida 16-617 1.5404 1.5404 1.5404
I 100 90 80
d 3.512 2.9 3.465
2d 7.024 5.8 6.93
Sin 0.219305 0.265586 0.22228
12.6682 15.4018 12.843
2 25.3364 30.8036 25.686
d. Titanium dioksida 21-1272 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404 1.5404
I 100 35 20 20 20
d 3.52 1.892 2.378 1.6999 1.6665
2d 7.07 3.784 4.756 3.3998 3.333
Sin 0.218807 0.407082 0.323886 0.453085 0.462166
2d 6.494 3.3748 4.974
Sin 0.237204 0.456442 0.30969
12.639 24.0217 18.8981 26.9418 27.527
2 25.278 48.0434 37.7962 53.8836 55.054
e. Titanium 21-1726 1.5404 1.5404 1.5404
I 100 60 50
d 3.247 1.6874 2.487
13.7215 27.1578 18.0405
2 27.443 54.3156 36.081
12 Lampiran 4 Pola difraksi standar BaTiO3 dan TiO2 a. Pola difraksi standar BaTiO3
b.
Pola difraksi standar TiO2
13 Lampiran 5 Pola difraksi BaTiO3 pada T=120-150 oC dengan metode hidrotermal a. Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada T=120 oC selama 7 jam
2-Theta 16.278 17.977 20.066 24.392 26.244 26.354 27.906 30.319 30.772 35.279 37.342
d(A) 5.441 4.930 4.422 3.646 3.396 3.379 3.195 2.946 2.903 2.542 2.406
I% 77 77 85 54 62 69 62 62 100 69 54
FWHM 0.220 0.177 0.180 0.150 0.800 0.100 0.190 0.700 0.132 0.150 0.100
b. Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada suhu 130 oC selama 7 jam
2-Theta 27.213 27.542 27.778 28.980 29.769 30.107
d(A) 3.274 3.236 3.209 3.079 2.998 2.966
I% 78 100 78 78 89 100
FWHM 0.800 0.120 0.073 0.160 0.140 0.197
14 Lanjutan Lampiran 5 c. Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada suhu 140 oC selama 7 jam
2-Theta 29.049 30.275 31.558 44.066 46.275
d(A) 3.071 2.949 2.833 2.053 1.960
I% 86 71 100 79 86
FWHM 0.571 0.073 0.068 0.045 0.050
d. Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada suhu 150 oC selama 7 jam
2-Theta 16.262 25.244 27.462 29.087 30.359
d(A) 5.446 3.525 3.245 3.067 2.942
I% 73 100 64 73 82
FWHM 0.200 0.177 0.080 0.160 0.160
15 Lampiran 6 Pola difraksi BaTiO3 menggunakan perubahan tahapan reaksi Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada T=120 oC selama 7 jam
2-Theta 16.022 16.216 19.766 20.066 22.945 29.095 30.554 30.736 32.664 33.086 35.224 37.302 39.976 43.334 46.855 58.260
d(A) 5.527 5.462 4.488 4.422 3.873 3.066 2.923 2.906 2.740 2.705 2.546 2.409 2.254 2.086 1.940 1.582
I% 16 19 13 13 22 12 13 17 100 12 13 16 15 13 13 19
FWHM 0.200 0.268 0.140 0.240 0.141 0.11 0.152 0.143 0.181 0.100 0.140 0.165 0.230 0.150 0.123 0.181
16 Lampiran 7 Pola difraksi BaTiO3 menggunakan metode non hidrotermal Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada suhu 600 oC selama 3 jam
2-Theta 25.277 37.882 47.976 54.044 55.004
d(A) 3.521 2.373 1.895 1.695 1.668
I% 100 25 28 20 18
FWHM 0.644 0.460 0.660 0.720 0.660
17 Lampiran 8 Pola difraksi BaTiO3 menggunakan perubahan pH g. Pola difraksi BaTiO3 hasil sintesis pada T=150 oC selama 7 jam
2-Theta 16.293 17.992 19.806 20.076 22.966 24.367 25.044 26.326 30.350 32.701 33.044 35.267 35.567 37.314 43.392
d(A) 5.435 4.926 4.479 4.200 3.870 3.649 3.553 3.383 2.943 2.736 2.708 2.543 2.522 2.408 2.084
I% 65 35 24 47 21 30 21 38 38 100 36 53 21 24 30
FWHM 0.177 0.173 0.140 0.150 0.174 0.120 0.116 0.155 0.115 0.134 0.134 0.186 0.107 0.157 0.193