SINTESIS AEROGEL Oleh Gerard M. Pajonk
Konten: Abstrak 1. Pengantar 2. Prinsip-prinsip Proses Aerogel 2.1.
Tahap solution-to-sol-gel
2.2.
Tahap pengeringan pada superkritis
2.3.
Beberapa keunggulan sintesis aero(gel)
3. Beberapa contoh sintesis aerogel katalitik 4. Konklusi
Abstrak Aerogel adalah material padatan ultra-pori yang memperlihatkan volume pori yang besar (porositas 90%), surface area yang tinggi (ratusan m 2/g) dan densitas bulk yang rendah. Material ini dapat dipreparasi sebagai powder, bongkahan (chunk), lapis tipis (thin film) atau monolith dengan ukuran puluhan cm 2, opaque (buram/tak tembus cahaya), translucent (tembus cahaya) atau transparan terhadap sinar. Selain densitas bulk yang rendah, serbuk aerogel juga dapat di fluidisasi. Materi ini diperoleh melalui kombinasi kimia sol-gel dan pengeringan lebih lanjut pada kondisi superkritis terhadap fasa liquid yang mengisi porositasnya. Ketika proses superkritis temperatur tinggi diterapkan (dengan alkohol, aseton dll), katalis bersifat hidrofobik dan dengan metode superkritis temperatur rendah (dengan CO2) atau saat dikeringkan dalam bentuk ambigel, katalis bersifat hidrofilik. Namun pada semua kasus, katalis2 ini dapat dibuat hidrofilik atau hidrofobik sesuai keinginan dalam sebuah proses reversibel dengan metode kogelasi (cogelation) atau derivatisasi melalui intervensi perlakuan termal untuk kogelasi dan reaktan hidrofobik untuk derivatisasi. Aerogel adalah tipikal material nano. Dengan semua karakteristiknya padatan aerogel adalah kandidat yang sangat menarik untuk aplikasi heterogen.
1. Pengantar Pakar katalisis heterogen selalu ingin memperbaiki kapasitas mereka dalam mempreparasi katalis padat yang lebih efisien dengan memodifikasi yang sudah ada atau
dengan mengembangkan sintesis yang baru menggunakan reaktan yang sudah ada (termasuk beberapa yang mengalami perubahan dalam reaktor katalitik dengan mengubah sifat umpan). Pada saat ini, sangat jelas bahwa katalis harus dapat berkontribusi terhadap proteksi lingkungan (mengurangi polusi pada semua level, pemurnian reaktan dan produk dari proses katalitik, preparasi katalis itu sendiri) dan juga terhadap pengembangan bentuk baru dari energi. Untuk tujuan pertama, katalis lama atau umpan reaktor harus diganti dengan yang baru, yang lebih bersih yang mampu mencapai selektifitas lebih besar secara khusus (tidak ada produk samping) kondisi energetik lebih rendah (temperatur reaksi yang mudah). Untuk tujuan kedua, proses-proses yang benar-benar baru harus dikembangkan seperti fuel cell, katalis pembakaran gas, katalis gas turbin dan reformer gas alam yang lebih baik untuk mendapatkan dihidrogen. Aerogel telah secara sukses diuji untuk banyak aplikasi : hidrogenasi, dehidrogenasi, isomerisasi, pembentukan
(reforming),
katalis
konverter
3-jalur,
oksidasi selektif,
pengurangan Nox, hidrogenasi CO atau CO2, degradasi VOC, reaksi aerogel-enkapsulasi enzim, reaksi esterifikasi alkohol dan epoksidasi molekul olefin setidaknya pada skala lab. Telah dipahami bahwa metode aerogel melibatkan kondisi umum dengan temperatur tidak lebih dari (pada kebanyakan kasus) 80oC, tekanan ambient dan energi rendah. Sekali gel terbentuk, kita bisa memilih beberapa kondisi pengeringan untuk memperoleh padatan: evaporasi sederhana fasa liquid akan memicu pembentukan xerogels, evakuasi pada kondisi superkritis dari fasa liquid pada temperatur dan tekanan rendah (ambient) atau temperatur dan tekanan tinggi (pada 250oC dan 100 bar) keduanya akan memberikan aerogels. Metode baru yang memberikan padatan mirip aerogel telah dikembangkan sejak 1990an. Metode ini terdiri dari pengeringan gel basah pada tekanan ambient dengan evaporasi setelah penukaran (exchange) fluida pori dengan liquid untuk memberikan koefisien surface tension yang rendah (misalnya sikloheksan), agar dapat meminimalkan pori yang kolaps akibat adanya capillary gradient dari tekanan didalam pori-pori. Metode lainnya adalah dengan menutup gugus hidroksil dipermukaan dari pori padatan dengan molekul non-polar seperti trimetilklorosilan (silasi) untuk kasus silika, dan me-recovery porositas melalui efek springback setelah proses evaporasi. Pada kedua kasus diatas padatan yang dihasilkan disebut ambigel. Secara umum ambigel dianggap tidak mencapai highly developed solid seperti pada aerogel berdasarkan sudut pandang tekstural, namun ambigel lebih dekat dengan aerogel dibandingkan xerogel. Kita juga bisa mengeringkan gel menggunakan freeze-drying yang akan memberikan cryogels, yang memperlihatkan sifat tekstural mirip aerogel namun tidak bisa diperoleh dalam bentuk film
atau monolith sepanjang pengetahun penulis (i.e. Pajonk). Keunggulan utama dari sintesis cryogel atas aerogel adalah tidak dibutuhkan wadah (vessel) bertekanan tinggi.
2. Prinsip-prinsip Proses Aerogels Aerogel silika dan (dalam skala lebih kecil) alumina akan dibahas detail karena sebagian besar aerogel katalitik adalah komposit berbasis silika atau alumina. Seperti telah disebutkan di abstrak, sintesis aerogel terdiri dari proses dua tahap: Pertama preparasi solution-to-sol-to-gel dan kedua gel ini dikeringkan secara superkritis dalam autoclave.
2.1.
Tahap Solution-to-sol-to-gel
Reaksi utamanya adalah kondensasi sol dari prekursor gel berupa dispersi partikel koloidal, memiliki dimensi antara 1 dan 1000 nm (bukan larutan sejati) menjadi gel. Suatu gel dapat dilihat sebagai makromolekul (atau polimer) dengan volume yang ekual dengan campuran liquid yang membentuknya seperti ditunjukkan pada gambar 3.1. Gel nampak sebagai fasa tunggal bagian dari material padatan semi-elastik. Faktanya gel adalah padatan dua fasa yang dibuat dari fasa liquid yang dikarakterisasi dengan koefisien surface tension bukan-nol dan yang awal mulanya dari pembentukan meniskus konkaf dalam pori antara fasa liquid dan uap. Semakin tinggi koefisien surface tension, semakin besar gaya kapilaritas. Gaya kapiler terkait diberikan oleh persamaan Laplace dan gaya ini menghasilkan tekanan mencapai 100 ton/cm pada dinding pori selama proses pengosongan. Sehingga evaporasi sederhana tidak dapat mempertahankan porositas yang dibangun didalam gel saat masih basah. Beberapa koefisien surface tension diberikan pada Tabel 3.1.
Gambar 3.1. Proses sol-gel
Umumnya gel diperoleh melalui tahapan hidrolisis yang diikuti oleh reaksi kondensasi, seperti pada kasus silika dan sebagian besar aerogel katalitik yang diteliti. Destabilisasi sol menjadi gel yang utamanya terjadi melalui modifikasi pH dispersi (lihat teori DLVO) juga bisa dilakukan. Kondisi pertama yang paling banyak dijumpai akan diuraikan berikut. Secara umum suatu alkoksida dalam larutan dalam pelarut organik dihidrolisis dengan ada (atau tiada) katalis menurut reaksi 3.1 : -M – OR (molekul prekursor) + H2O -M – OH + ROH
3.1.
Dimana alkoksida bisa berupa (SiOCH3)4 (tetrametoksisilan). Persamaan 3.2. dan 3.3. memperlihatan reaksi kondensasi: -M – OH + -M – OH - M – O – M + H2O
3.2.
-M – OH + -M – OX -M – O – M + X-OH
3.3.
Dimana X bisa berupa H atau gugus alkil. Secara gamblang reaksi hidrolisis/kondensasi termasuk substitusi nukleofilik (olasi, oksolasi). Umumnya laju hidrolisis dan kondensasi berbeda, tergantung pada pH medium. Saat medium bersifat asam, terbentuk polimer-like gel, sementara saat suasana basa terbentuk gel koloidal. Molekul prekursor bisa organik maupun anorganik.
Berdasarkan model muatan parsial, prekursor silikon organik tidak terlalu reaktif dan reaksi harus dikatalisis dengan suatu asam atau basa atau bahkan keduanya pada proses
gelasi dua-tahap: Pertama, asam ditambahkan untuk mendorong peristiwa hidrolisis dan kemudian basa ditambahkan untuk mendorong reaksi kondensasi. Disisi lain prekursor alumina organik (muatan parsial tinggi) seperti Al-sec-butilat, memiliki keunggulan untuk membentuk molekul kelat seperti kompleks logam -diketon (asetilasetonat atau acac, etilasetoasetat atau etac) agar dapat mengontrol laju gelasi. Sehingga ketika dua atau lebih prekursor dengan hidrolisis kimia dan reaktifitas kondensasi yang berbeda digunakan pada tahap kogelasi, kita bisa menggunakan dengan laju relatif reaksi untuk menghasilkan padatan katalis komposit akhir. Air telah digunakan untuk menjalankan reaksi hidrolisis, ini akan mendefinisikan rasio molar air/prekursor h disebut juga parameter hidrolisis, sehingga dengan alkoksida logam M(OR)m ada tiga kemungkinan yang terjadi: 1. h < 1 : tidak ada reaksi gelasi ataupun presipitasi yang terjadi 2. 1 < h < m : dapat terbentuk gel polimerik 3. h > m : dapat membentuk gel partikulat, gel cross-linked polimer atau presipitasi Laju penambahan air juga dapat memberikan pengaruh pada kualitas gel. Saat baik laju hidrolisis maupun kondensasi lambat, terbentuk sol, saat keduanya berlangsung cepat maka akan terbentuk gel koloidal atau presipitat mirip gelatin. Gel polimerik terbentuk saat laju hidrolisis lebih cepat dari laju kondensasi, dan dalam situasi sebaliknya didapat presipitasi terkontrol. Gel bisa diperam (aged) secara in situ dan dicuci sebelum dikeringkan seperti ditunjukkan pada gambar 3.2. Banyak sekali keuntungan secara prinsip dari pembentukan gel. Ia akan memberikan pencampuran prekursor yang benar-benar homogen pada level molekuler, ia melibatkan energi biaya-rendah dan secara kimia ramah lingkungan (soft chemistry), ia memungkinkan pencampuran molekuler pada semua proporsi dan tentu saja ia juga dapat mengembangkan padatan nano-kima. Perlu untuk diperhatikan bahwa parameter lainnya juga penting dalam sintesis gel (a) sifat kimia prekursor, (b) sifat solven atau medium pendispersi, polar atau tidak, aprotik atau tidak (c) sifat kimia dari katalis yang digunakan dalam sintesis, (d) aplikasi tahap pemeraman (aging) atau tidak, (e) proses pencampuran: secara mekanis atau ultrasonik (metoda tanpa-solven dimungkinkan untuk misalnya sonogel), (f) penggunaan aditif kimia pengatur pengeringan (DCCA) dan (g) pH dari medium.
Gambar 3.2. Flowchart sol-gel dan pengeringan. Tahap aging dan pencucian bersifat opsional 2.2.
Tahap Pengeringan pada Superkritis
Untuk menghindari berkembangnya tekanan-tekanan dari capillary gradient yang dapat menyebabkan kolapsnya porositas (dan kemudian surface area) padatan yang telah dikeringkan, proses operasi harus dilakukan sedemikian sehingga surface tension fasa liquid menjadi nol. Situasi ini dapat dengan mudah diciptakan dengan mengeringkan gel basah diatas temperatur dan tekanan kritis (Tc dan pc) liquid (atau pada temperatur dan tekanan superkritis) hal ini dikarenakan saat liquid mencapai (atau melampaui) temperatur kritisnya, surface tension akan tiada (vanish). Parameter kritis adalah fungsi dari sifat kimiawi liquid, tabel 3.2 memberikan beberapa nilai untuk liquid yang umum dipakai.
Hidrogel tidak akan pernah bisa dikeringkan secara superkritis terhadap air karena konstanta kritisnya demikian tinggi sehingga semua gel akan membentuk koloid (peptized) dan mengalami rekristalisasi menghasilkan sifat tekstural yang rendah. Konsekuensinya sebelum ekstraksi superkritis aqua basah/wet (atau hidro-)gel, air harus ditukar dengan medium liquid yang lebih “gentle”. Hal ini menjadi alasan mengapa medium organik umumnya digunakan dalam tahap sol-gel untuk menghasilkan orgagel, lebih khusus alkogel jika alkohol digunakan sebagai medium atau asetogel jika aseton yang dipilih. Penggunaan autoclave sangat penting karena selama pemanasan gel, campuran akan secara terus menerus diliputi oleh liquid hingga kondisi kritis tercapai, kemudian mengalami perubahan dalam fasa fluida tanpa adanya interface liquid-vapor. Pada temperatur kritis terbentuk gas yang memiliki densitas yang sama dengan liquid.
Gambar 3.3. adalah diagram eksperimen superkritis dengan CH3OH dan gambar 3.4 menunjukkan autoclave. Secara prakteknya, gel ditempatkan dalam autoclave dengan sejumlah liquid dan dibilas (flush) dengan aliran nitrogen untuk mengeluarkan semua sisasisa air yang ada diudara dalam autoclave, kemudian autoclave ditutup lalu dipanaskan pada temperatur superkritis yang telah ditentukan, umumnya 10 oC lebih tinggi dari Tc yang dipilih.
Gambar 3.3. diagram temperatur versus tekanan pemanasan temperatur tinggi superkritis menggunakan metanol. Setelah mencapai kesetimbangan, katup outlet dibuka untuk mencapai tekanan ambient pada kondisi isotermal (Tc + 10oC). Saat tekanan atmosferis tercapai, autoclave kembali dibilas dan diisi dengan nitrogen teknis; hanya setelah tahap ini pendinginan autoclave baru dapat dilakukan (kondisi nitrogen) kemudian tutup dibuka saat temperatur ambient tercapai. Dimungkinkan juga untuk menambahkan reaktan pereduksi seperti dihidrogen kedalam autoclave saat sintesis katalis logam teremban.
Gambar 3.4. Skema alat autoclave
2.3.
Beberapa Keunggulan Sintesis (aero)gel
Aerogel memiliki karakteristik sifat-sifat berikut: porositas yang sangat besar dan surface area hingga 1000 m2/g; sebagian besar padatan amorf XRD berada dalam kondisi metastabil dan akan memberikan fasa solid reaktif yang tidak biasanya setelah perlakuan panas pada temperatur rendah; material ini juga merupakan padatan yang hightemperature-resisting yang dapat meningkat menjadi beberapa puluh m 2/g walaupun pada temperatur lebih tinggi dari 1000oC; semua komposisi dapat diperoleh dengan sederhana (oksida sederhana, campuran oksida, oksida teremban logam dll), kebanyakan dalam proses satu-tahap. Aerogel dapat menghasilkan beberapa morfologi; monolith, serbuk, chunk, lapis tipis (film) setelah pencelupan atau spin-coating. Aerogel juga dapat dibuat hidrofobik secara in situ pada kasus cogelasi. Komposit hibrid padatan organik/anorganik dapat mudah dibuat seperti halnya kopolimer monolitik organik seperti resorcinol/formaldehida, yang setelah pirolisis akan memberikan karbon monolith penghantar listrik (electroconducting) dengan
luas area yang sangat besar. Terakhir, penggunaan kompleks logam organik komersial dengan kemurnian tinggi memungkinkan kontrol tahapan sintesis dengan reprodusibilitas yang sangat baik. Sintesis ambigel mewakili solusi alternatif dalam preparasi aerogel, yang selalu memerlukan wadah bertekanan tinggi (autoclave). Namun demikian hingga sekarang, tidak ada aplikasi katalitik yang dapat dirujuk diliteratur. *Kelemahan utamanya adalah kemungkinan karena tahap yang memakan waktu lama pada pertukaran/exchange liquid didalam tekstur yang highly porous dibandingkan dengan metode autoclave, apapun metode ambigel yang dipilih: simple evacuation liquid dengan surface tension rendah atau capping (penutupan). *[The main drawbackis probably the time-consuming step of the liquid exchange in highly porous textures compared to the autoclave method, no matter what ambigel method is chosen: simple evacuation of a liquid of low surface tension or capping].
Baru-baru ini, diakhir 90-an, fluida superkritis yang memiliki kinerja yang menarik dan menjanjikan telah memungkinkan pabrikasi sejumlah besar varietas padatan aerogel baru yang tidak memerlukan penambahan solven sehingga memperpendek lama waktu sintesis. Shakesheff dkk dan Brunner telah mempublikasikan fitur-fitur preparasi tersebut khususnya dalam CO2 superkritis. Pembentukan secara langsung – dalam satu tahap – dari mikropartikel silika (sphere dan fiber) dalam aseton superkritis (temperatur tinggi) atau karbon dioksida superkritis (temperatur rendah) diuraikan oleh Moner-Girona dkk. Disini tahap sol-gel dikerjakan pada kondisi superkritis; saat aerogel disintesis pada temperatur tinggi, dimensi partikel silika antara 1,2 dan 2,2 m, tergantung pada nilai hidrolisis h (semakin tinggi h, semakin besar dimensi partikel). Struktur silika ini diamati dengan teknik TEM, SEM dan AFM dan menunjukkan nanopartikel dengan diameter 5-30 nm dan poripori dalam range 5-50 nm, karakteristik material yang serupa dengan aerogel konvensional. Smirnova dan Arlt mengamati bahwa CO2 superkritis merupakan katalis yang sangat efisien untuk tahap sol-gel dan memainkan 2 peran, sebagai katalis dan pada saat yang bersamaan sebagai fluida superkritis ekstraksi. CO2 superkritis bahkan ditemukan merupakan katalis gelasi yang lebih baik dibanding ammonia atau asam klorida. Tampak bahwa ada peluang baru dalam sintesis aerogel, dengan mengambil keunggulan baik metode ambigel dan direct sol-gel chemistry pada kondisi superkritis. Besar kemungkinan metode baru ini memiliki potensi yang besar yang menarik minat ilmuwan yang terlibat dalam preparasi material katalis.
3. Beberapa contoh sintesis aerogel katalitik Hidrogenasi fasa liquid dengan katalis berbasiskan nickel-alumina telah dipreparasi oleh Suh et al. untuk mengkonversi benzofenon menjadi benzhydrol dan lebih lanjut menjadi difenilmetan pada 130oC berdasarkan reaksi berikut C6H5-CO-C6H5 + H2 → C6H5-CHOH-C6H5 + H2 → C6H5-CH2-C6H5 + H2O dan untuk menghidrogenasi asam lemak seperti minyak kedelai yang merupakan campuran asam lemak C18 dengan lebih dari satu ikatan rangkap dan tri-ester gliserol. Katalis aerogel dibuat dari Al-sec-butilat dan nikel asetat yang dilarutkan dalam etanol dan dikeringkan dengan CO2 dan mengandung nikel sejumlah 20% wt. Peneliti ini menguji kogel Ni-Al, aerogel alumina yang terimpregnasi nikel dan -alumina komersil diimpreganasi dengan kadar nikel yang sama. Semua katalis direduksi menggunakan dihidrogen pada 450-700oC kemudian di pasivasi (passivated) pada temperatur kamar menggunakan aliran campuran 2% udara dalam helium. Uji katalisis menunjukkan katalis terbaik untuk konversi benzofenon berdasarkan persen konversi dan selektifitas – keduanya hampir mencapai 100% - diperoleh oleh katalis ko-gel kemudian disusul oleh katalis aerogel-terimpregnasi alumina dan terakhir nikel- alumina. Berdasarkan aspek konversi minyak kedelai diperoleh katalis terbaik juga dalam urutan ko-gel diikuti oleh katalis Ni- alumin dan yang terakhir Ni dalam alumina aerogel. Studi yang lain tentang perilaku katalisis aerogel nikel-alumina dengan kadar logam 15 hingga 50% dipublikasikan oleh Krompiec et a. Katalis dipreparasi dalam bentuk ko-gel menggunakan reaktan yang sama dengan penelitian sebelumnya, tetapi etac direaksikan dengan Al-sec-butilat untuk membentuk kompleks prekursor aluminum. Gel diperam (aged) selama 5 hari sebelum dikeringkan dalam aliran karbon dioksida superkritis. Padatan yang dihasilkan direduksi dalam aliran dihidrogen pada 550 oC. Lima uji reaksi dilakukan dan kondisi eksperimen ditampilkan pada tabel 3.3, untuk semua tes konversi dan selektifitas yang didapat 100%.
Pada kedua eksperimen diatas, katalis memperlihatkan karaktersitik distribusi ukuran pori alumin secara umum yakni padatan mesopori. Peneliti mencoba secara selektif mereduksi NO dengan propena pada atmosfir dioksigen dengan temperatur 200 dan 600 oC dengan katalis aerogel alumina murni dan aerogel komposit alumina yang mengandung galia. Alumina dipreparasi dari Al-sec-butilat dalam campuran etac dalam etanol; galium nitrat ditambahkan pada campuran pertama dengan variasi loading dri 38 hingga 66% wt. Gel yang diperoleh memiliki bentuk monolith lalu dikeringkan pada etanol superkritis. Penambahan galia Ga2O3 memiliki konsekuensi terhadap tekstur dan morfologi aerogel alumina murni jika dibanding dengan komposit. Volume pori dan luas area spesifik demikian juga ukuran pori rerata mengalami peningkatan dengan penambahan galia dibanding alumin murni. Partikel aerogel alumina murni berbentuk mikrofibrous atau bentuk jarum sementara partikel aerogel komposit mengalami pergeseran dari kubus atau granular saat kadar galia > 50%. Antara 350 dan 500oC, konversi selektif NO secara signifikan lebih tinggi dibanding alumina murni juga terekam oksidasi propena mengikuti tren yang sama. Wang dan Willey telah mensintesis partikel halus oksida besi (Fe 2O3) dari larutan besi (III) asetilasetonat dalam metanol dan air, larutan ini (tidak ada gel terbentuk pada temperatur ruang) dituangkan dalam autoclave dan divakum terhadap kondisi superkritis metanol. Aerogel besi oksida membentuk luas area spesifik 10 m 2/g. Dimensi partikel utama diketahui 8-30 nm, seperti ditunjukkan oleh XRD. Uji katalisis yang dilakukan adalah oksidasi parsial metanol dalam autoclave dengan kondisi CO 2 superkritis pada temperatur bervariasi dari 225 hingga 325oC dan tekanan 91 bar. Produk utama reaksi yang terbentuk adalah dimetil-eter, sejumlah kecil formaldehid dan metil format dengan selektifitas dibawah 10% untuk kedua produk minor/samping. Aerogel 20% besi oksida-molibdenum oksida diuji dengan kondisi superkritis yang sama memperlihatkan selektifitas yang baik 94% untuk formaldehid, produk lain hanya ada dimetil-eter. Telah diketahui bahwa Au secara katalitik bersifat inert pada kondisi ruah (bulk), tetapi emas nanopartikel (sekitar 5 nm) merupakan situs yang sangat aktif secara katalitik untuk oksidasi, epoksidasi propena dan reaksi water-gas-shift walau pada temperatur rendah. Tai et al. telah membuat aerogel titania-TiO2 dan silika terlapis-titania untuk oksidasi CO pada temperatur rendah hingga -40oC. Untuk dapat mempertahankan keadaan terbagi emas yang tinggi (high division state), gel basah titania atau silika terlapistitania diimpregnasikan dengan larutan toluena yang mengandung nanopartikel Au yang telah dipassivasi dengan dodekanetiol. Prekursor titania yang digunakan adalah titanium-
tetraisopropoksid dalam etanol; silika dipreparasi dari tetrametoksisilan dalam metanol. Pelapisan didapat dengan melakukan kontak dengan larutan prekursor titanium dalam toluen. Semua gel dikeringkan secara superkritis terhadap CO2. Perlakuan kalsinasi pada 400oC mencegah pembentukan sulfate, racun yang dihasilkan selama pembakaran tiol. Langkah pencegahan ini tidak mengubah ukuran nanopartikel Au yang berada pada kisaran 2,2 dan 4 nm masing-masing untuk silika terlapis-titania dan titania. Loading Au hanya beberapa % berat (kurang dari 5%). Co berhasil dikonversi menjadi karbon dioksida dengan konversi 100% pada semua temperatur reaksi (-40 hingga 0oC). Silika terlapistitania lebih aktif dibandingkan Au-titania. Agar dapat melakukan remediasi oksidatif photokatalitik VOC dari udara pada titania, Cao et al. mensintesis aerogel silika-titania densitas rendah dengan pertama-tama menyiapkan aerogel silika lalu mengimpregnasikan silika monolith dengan larutan yang mengandung prekursor Ti. Kemudian aerogel silika terimpregnasi tersebut sekali lagi dikeringkan pada kondisi superkritis CO2. Katalis terlihat aktif untuk UV-photo-oksidasi baik terhadap CO atau aseton. Kalies et al. mempelajari hidrogenasi spesies format pada katalis aerogel Ptzirkonia. Aerogel zirkonia disintesis dengan menghidrolisis larutan Zr(IV) isopropilat dalam isopropanol dan pem-vakum-an (evacuation) solven dalam kondisi superkritis terhadap alkohol. Aerogel zirkonia lebih lanjut dikontakkan dengan larutan asam heksakloroplatinat dalam isopropanol untuk menghasilkan Pt 0,5% wt; zirkonia terimpreganasi Pt dikeringkan pada kondisi superkritis isopropanol. Semua padatan memperlihatkan amorf pada XRD. Reaksi uji dimonitor dengan FTIR dan memperlihatkan bahwa spesies format yang berasal dari adsorpsi CO/He terhodrogenasi oleh H2 menjadi separuh metoksi hanya saat ada Pt pada zirkonia. Spesies ini lebih lanjut dikonversi menjadi metana melalui mekanisme reverse spillover. Pada zirkonia murni, spesies format tidak mengalami hidrogenasi karena ketidakmampuan zirkonia untuk mendisosiasi dihidrogen. Pembakaran sempurna etilasetat – model molekul VOC – dapat dilakukan pada aerogel bulk-kromia oleh Rotter et al. larutan kromium nitrat nanohidrat dibentuk menjadi gel dengan penambahan urea dan dikeringkan dengan CO 2 (sampel C5) pada 45oC atau metanol pada 295oC (sampel C8). Pengeringan temperatur rendah memicu distribusi ukuran pori yang sempit (pori-pori 5 nm) sementara pengeringan temperatur tinggi memperlihatkan distribusi pori yang lebar 5 hingga 50 nm. Suatu deret aerogel komposit telah disintesis berbasiskan oksida Co-Ce-Mn dan Cu yang didepositkan pada kromia C8 dengan impregnasi kemudian diikuti dengan pengeringan superkritis metanol. Aerogel
dengan promotor kromia memperlihatkan secara signifikan temperatur light-off lebih rendah untuk pembakaran sempurna VOC dengan selektifitas 95% terhadap CO2 dibanding aerogel kromia murni dan ceria kromia menunjukkan aktifitas katalitik tertinggi yang dapat dijelaskan karena adanya kemampuan ceria untuk menyimpan spesies oksigen yang terukur dari kapasitas penyimpanan oksigen (oxygen storage capacity – OSC). Aerogel baru jenis bio-organik seperti kitosan akan sangat berguna sebagai katalis untuk keperluan sediaan senyawa kimia. Kitosan adalah polisakarida alam yang diturunkan dari kitin dan menyusun biomassa polisakarida terbesar. Valentin et al. membayangkan pengeringan superkritis karbon dioksida gel dari rantai kitosan. Aerogel kitosan yang didapat mampu mengkatalisis reaksi esterifikasi antara asam lemak – asam laurat – dan glisidol, menghasilkan monogliserida--monolaurin- pada 70oC. Kitosan beku (cryogel) sama sekali tidak aktif sementara aerogel kitosan memperlihatkan konversi glisidol yang tinggi (98%) dan selektifitas 71% dihitung dari basis reaktan glisidol setelah 24 jam reaksi. Tim
yang
sama
mengembangkan
kerja
sebelumnya
dengan
membuat
aerogel
anorganik/bio-organik, kitosan-silika, menggunakan CO2 untuk mengekstrak pelarut alkohol (etanol). Rantai kitosan dicampur dengan tetraetoksisilan dan NaF sebagai katalis. Aerogel hibrid memperlihatkan struktur fibrous seperti kitosan ditunjukkan oleh teknik SEM. Saat morfologi kulit inti diobservasi untuk melihat mikrosphere, inti menunjukkan aerogel hibrid dan kulita tersusun atas aerogel silika murni. Uji katalitik dengan reaksi yang sama asam laurat dan glisidol dijalankan dan memperlihatkan konversi 82% selektifitas membentuk monolaurin mendekati 65%. Contoh pembentukan aerogel alumina mesopori tanpa mereaksikan alkoksida sebagai prekursor alumina diuraikan oleh Nguyen et al. Untuk membuat gel alumina, mereka menggunakan aluminum klorida dan propilen oksida dalam etanol pada temperatur kamar, propilen oksida digunakan untuk menemukan ( to scavenge) proton dan gel dikeringkan dengan kondisi superkritis CO2. Aerogel ini memiliki luas permukaan spesifik 1147 m2/g setelah perlakuan termal dalam kondisi vakum pada 210oC dan mampu mempertahankan luas permukaan tinggi 247 m 2/g setelah pemanasan 1000oC selama 2 jam pada atmosfir dioksigen. Sampel aerogel tetap amorf pada XRD hingga 800 oC dan pada temperatur lebih tinggi terdeteksi adanya pembentukan -alumina. Menurut hasil yang diungkapkan dipenelitian ini, suatu bentuk baru aerogel alumina yang mampu menahan dengan baik perlakuan temperatur tinggi adalah kandidat yang menjanjikan untuk sistem komposit katalitis pada reaktor pembakaran katalitik dan katalis three-way exhaust.
4. Konklusi Walaupun sebagian besar artikel yang dipublikasikan dalam literatur terbuka (open) berurusan dengan aerogel sebagai satu-satunya material yang bersinggungan dengan ilmu material, sifat-sifatnya dapat sangat berguna untuk aplikasi sistem katalisis heterogen. Referensi
menunjukkan
banyak
sintesis
katalis
aerogel
dan
aplikasi-aplikasinya.
Fleksibilitas metode sol-gel adalah pangkal dari situasi ini dan banyaknya cara pengeringan membentuk xerogel, ambigel, cryogel dan aerogel memberikan peluang lahirnya sejumlah besar kombinasi yang dimungkinkan. Aerogel yang dibuat secara khusus seperti halnya juga ambigel dapat disintesis dari reaktan dengan grade komersial. Hingga sekarang dan terlepas dari fakta bahwa ambigel dipelajari hanya oleh ilmuwan material, sangat jelas bahwa kajian ini layak dipelajari secara sistematis untuk aplikasi katalitis karena kesederhanaannya (simplicity) dan keamanan dalam fabrikasi. Seperti sudah diuraikan sebelumnya untuk aerogel, akan selalu dimungkinkan untuk mengatur secara cermat sifatsifatnya dengan kualitas yang diapresiasi tinggi dalam katalisis heterogen.