ATAS layar benar-benar luar biasa dan tak terlupakan akting kuat secara fisik bahwa Anne Bancroft dan Patty Duke memakai dalam tahap William Gibson bermain "The Miracle Worker" diulang oleh mereka dalam film terbuat dari itu oleh produsen yang sama, Fred Coe, dan direktur yang sama , Arthur Penn. Gambar dibuka pada Astor dan Trans-Lux Fiftysecond Street kemarin. Namun karena pertemuan fisik antara keduanya dalam peran mereka sangat grafis perawat terlatih dan tuli dan buta murid tampaknya lebih sering dan berkepanjangan daripada mereka dalam bermain dan ditampilkan dalam close-up, yang membuang nafsu dan kekerasan tepat ke pangkuan Anda, tipis kasar dan kekasaran dari drama menjadi lebih dominan daripada di panggung. Memang, satu sumur dapat meninggalkan gambar ini dengan perasaan bahwa kemenangan dicapai oleh Annie Sullivan dengan anak Helen Keller (yang merupakan peran dua aktris bermain) lebih masalah otot otot lebih dari dari pikiran yang kuat selama baku, muda akan, tak terkendalikan. Seseorang mungkin merasa bahwa Annie baru saja pemenang dalam tiga jatuh dari lima. Ini memiliki kelebihan dan kekurangan dalam bekerja menuju tujuan pengalaman emosional yang kuat, yang merupakan objek jelas dari film ini. Jelas bahwa keputusan berani yang muda pendukung Annie membuat ketika ia tiba di rumah Selatan dari Kellers untuk mencoba melatih anak mereka sangat menderita adalah bahwa dia harus pergi tentang itu dengan kekerasan yang akan berlaku kepada para pelanggar kepala -kuda yang kuat. Untuk "menggali dr kuburan jiwa" dari anak itu dari kedalaman binatang kecil yang gelap dan kesunyian sejak masa bayi telah kejam terbuat dari padanya, perawat melihat itu akan mengambil lebih dari kesabaran. Ini akan membutuhkan keahlian ajaib dan energi. Itulah yang dia berikan kepada proyek. Jadi memar pertemuan antara keduanya, bahkan dari pertemuan pertama mereka-the knock-down-dan-tarik-out perkelahian di mana anak liar Bucks melawan upaya perawat untuk mencapai pikirannya dengan tangan mentah-tanda yang sangat signifikan drama dan melakukan respon menggairahkan emosional yang kuat. Namun intensitas yang sangat dari mereka dan kenyataan bahwa sulit untuk melihat perbedaan antara perjuangan kekerasan untuk memaksa anak untuk taat (yang adalah prestasi besar pertama perawat) dan perjuangan keras untuk membuat dia memahami kata-kata untuk membuat kesamaan dalam pertemuan dan akhirnya sebuah monoton melelahkan. Ini adalah kelemahan dari begitu banyak energi. Namun, kinerja Nona Bancroft tidak menghidupkan dan mengungkapkan seorang wanita yang menakjubkan dengan humor yang besar dan kasih sayang serta keterampilan atletik. Dan sedikit Nona Duke, di saat-saat ketika ia panik pantomim bingung dan meraba-raba putus asa, adalah baik mengerikan dan menyedihkan. Tak pelak, aktris muda telah tumbuh sejak dia bermain dan dia sekarang adalah warna terlalu tidak nyaman tangguh sebagai musuh bagi perawat.
Mr Penn, yang memimpin dengan semangat yang besar, juga telah membiarkan Victor Jory memainkan ayah dari anak tersebut sedikit terlalu kasar dan keras untuk nada sudah keras dari keseluruhan, dan Inga Swenson melakukan ibu agak terlalu pelan dan winsomely, dalam berpaling. Andrew Prine adalah mengesankan berbahaya dan kaustik sebagai dewasa saudara tiri. Di satu titik, kami mengajukan keberatan yang kuat. Itulah bual kosong di akhir yang memiliki anak muda hampir tidak komunikatif sinyal berguna "Aku mencintaimu" kepada perawat. Hal ini tampaknya sebuah trik oleh Mr Gibson bekerja tarik tambang jantung usang ke dalam film, yang pada saat ini telah baik punya Anda dengan konsep penaklukan manusiawi atau tidak punya sama sekali. Pathos adalah berlebihan pada saat ini, dan kecanggihan seperti tidak terpikirkan.
Sinopsis Film The Miracle Worker (1962) - Hellen Keller adalah seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun yang menderita tuna netra, tuna rungu dan tuna wicara. Hellen Keller merupakan anak dari pasangan Arthur Keller dan Catie Keller, ia juga mempunyai kakak tiri bernama James dan seorang adik bayi. Keterbatasan yang dimiliki Hellen tersebut membuat ayahnya hendak memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Namun ibu dan bibi Hellen tidak menyetujui hal tersebut. Sehingga kemudian bibi Hellen menyarankan agar ayah Hellen mengirimkan surat kepada Dr. Chisolm di Baltimore guna meminta dikirimkan seorang pengasuh sekaligus pengajar untuk Hellen. Surat itupun akhirnya sampai pada Dr. Chisolm dan beliau langsung menugaskan Ny. Annie Sullivan untuk menjadi pengasuh sekaligus pengajar Hellen. Ny. Sullivan mempunyai latar belakang yang hampir serupa dengan apa yang dialami Hellen. Sesampainya di kediaman keluarga Keller, Ny. Sullivan langsung mengadakan pendekatan dengan Hellen. Ia sempat dikunci oleh Hellen di dalam kamarnya karena Hellen merasa terganggu akan kehadirannya. Namun, kejadian tersebut tidak menyurutkan niat Ny. Sullivan untuk mengasuh serta mengajar Hellen. Suatu saat ketika keluarga Keller sedang makan bersama, seperti biasanya, Hellen mengambil makanan dari piring-piring anggota keluarganya dengan tangannya kemudian memakannya. Ny. Sullivan tidak mau jika Hellen melakukan hal ini secara terus-menerus. Akhirnya ia meminta agar seluruh anggota keluarga Keller meninggalkannya bersama Hellen di ruang makan. Ny. Sullivan melatih Hellen di dalam ruang makan selama beberapa waktu. Proses pelatihan ini tidak mudah karena Ny.Sullivan memerlukan usaha yang keras dalam melatih Hellen, bahkan proses pelatihan ini menyebabkan keadaan di ruang makan menjadi berantakan. Namun, akhirnya usaha ini sukses dan Hellen pun mampu makan menggunakan piring sendiri bahkan mampu menggunakan sendok serta garpu. Kemajuan ini ternyata tidak memberikan respon positif dari keluarga Keller. Keluarga Keller merasa tidak senang dengan cara Ny.Sullivan melatih Hellen. Keluarga Hellen merasa anaknya kelihatan tertekan. Hal ini membuat mereka berniat untuk memecat Ny. Sullivan. Akan tetapi Ny. Sullivan bersikeras untuk menggasuh dan mengajar Hellen serta memberikan pemahaman kepada keluarga Keller bahwa Hellen sangat membutuhkannya. Selain itu Ny. Sullivan juga menjelaskan bahwa meskipun Hellen mempunyai keterbatasan indera, di lain sisi ia mempunyai kecerdasan yang tinggi. Setelah
berdiskusi bersama, akhirrnya keluarga Keller menyetujui niat Ny. Sullivan untuk mengasuh serta mengajar Hellen dengan caranya sendiri. Sekarang Ny. Sullivan meminta agar ia dan Hellen ditempatkan di rumah yang terpisah dari keluarga Hellen. Sebuah gudang yang letaknya masih berdekatan dengan lokasi rumah Hellen akhirnya dijadikan tempat tinggal sementara untuk Ny. Sullivan dan Hellen. Sebelum Hellen diajak masuk ke dalam rumah yang akan dijadikan sebagai tempat tinggalnya bersama Ny. Sullivan, ia diajak berkeliling menggunakan kereta selama berjam-jam agar Hellen merasa kalau tempat tersebut berada jauh dari rumahnya. Keluarga Keller memberikan jangka waktu yang terbatas kepada Ny. Sullivan dalam mengasuh dan mengajar Hellen. Pada awalnya Hellen sempat merasa takut dan terganggu. Namun akhirnya Ny. Sullivan berhasil mendekati dan bahkan kini ia menjadi akrab dengan Hellen. Ia mengajarkan Hellen tentang kata-kata benda yang ada di sekitarnya dengan menggunakan sandi tangan. Dengan cepat Hellen mampu menggunakan sandi tangan yang diajarkan oleh Ny. Sullivan, akan tetapi Hellen belum bisa menanamkan konsep tentang makna dari kata tersebut sampai pada hari terakhir untuk waktu yang diberikan oleh keluarga Keller. Kemudian Ny. Sullivan meminta tambahan waktu kepada keluarga Keller dalam mengasuh serta mengajari Hellen. Keluarga Keller enggan memberikan tambahan waktu tersebut. Karena berakhirnya waktu yang diberikan kepada Ny. Sullivan, Hellenpun kembali dibawa pulang ke rumah oleh keluarga Keller. Hingga tiba waktu makan bersama keluarga Keller, Hellen kembali makan dengan cara yang biasa ia gunakan sebelumnya yaitu memakan makanan dari piring-piring anggota keluarga yang makan. Hal ini membuat Ny. Sullivan kembali bersikeras untuk meminta waktu tambahan dalam mengajar Hellen agar apa yang telah diajarkannya kepada Hellen tidak hilang begitu saja. Di lain pihak keluarga Keller tetap tidak mau memberikan waktu tambahan untuk Ny. Sullivan. Akhirnya Ny. Sullivan membawa Hellen keluar rumah dan menuju sumur pompa yang terletak di depan rumah keluarga Keller. Meskipun awalnya keluarga Keller tidak merelakan, namun akhirnya keluarga tersebut merelakannya. Selang beberapa waktu, dengan sumur pompa dan air tersebut akhirnya Hellen mampu memahami apa yang selama ini diajarkan oleh Ny. Sullivan kepadanya. Kata pertama yang dipahami hellen adalah “water”, dan diikuti dengan kata-kata yang lainnya karena Hellen meminta Ny. Sullivan untuk mengajarkannya kembali tentang apa yang belum ia pahami. Kemudian Hellenpun tumbuh menjadi dewasa serta mampu menjadi seorang penngacara terkenal meskipun ia mempunyai banyak kerterbatasan, dan Ny. Sullivan tetap menjadi seorang guru yang menemaninya. Informasi Film The Miracle Worker (1962) Directed by : Arthur Penn Produced by : Fred Coe Written by : William Gibson, Starring, Anne Bancroft, Patty Duke Music by : Laurence Rosenthal Cinematography : Ernesto Caparrós Editing by : Aram Avakian Distributed by : United Artists Release date(s) : July 28, 1962 Running time : 106 minutes
Country : United States Language : English
SINOPSIS KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME 2. SINOPSIS KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME a. Ivan Pavlov 1. Teori belajar kondisioning klasik (clasikal conditioning) Ivan Pavlov melakukian eksperimen terhadap anjing. Pavlov melihat selama pelatihan ada perubahan dalam waktu dan rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing, sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walaupun tanpa latihan dan dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan pada daging. Dalam percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang tidak terkondisikan (unconditioned stimulus). Dan karena slavia terjadi secara otomatis pada saat daging di dekat anjing tanpa latihan atau pengondisian, maka keluarnya slavia pada anjing tersebut dinamakan sebagai yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning). Kalau daging dapat menimbulkan slavia pada anjing tanpa latihan atau pengalaman sebelumnya, maka stimulus yang lain, seperti bel, tidak dapat menghasilkan slavia. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respons, maka stimulus (bel) tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (unconditioning stimulus) dan dilakukan secara berulang-ulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (condisioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena itu, bunyi belsendiri akan dapat menyebabkan anjing mengeluarkan air liur (slavia). Proses ini dinamakan clasical conditioning. 2. hukum-hukum kondisional klasik Dari Hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut, Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengondisian, yaitu pemerolehan (acquistion), pemadaman (extintion), generalisasi (generalization), diskriminasi (discrimination), dan kondisioning tandingan (Davidoff, 1981). b. Edward Lee Thorndike Eksperimen Pavlov telah memberikan inspirasi bagi para peneliti di Amerika seperti Thorndike. Thorndike adalah psikologi Amerika yang pertama kali mengadakan eksperimen hubungan S-R dengan hewan kucing melalui prosedur dan aparatus yang sistematis (Fudyartanto, 2002). Eksperimennya yaitu: a. Kucing yang lapar dimasukkan dalam kotak kerangkeng (puzzle box) yang dilengkapi dengan alat pembuka bila disentuh; b. Di luar kotak ditaruh daging, Kucing dalam kerangkeng bergerak kesana kemari mencari jalan untuk ke luar, tetapi gagal. Kucing terus melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus; c Pada suatu ketika kucing tanpa sengaja menekan sebuah tombol sehingga tanpa disengaja pintu kotak kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging di depannya. Percobaan Thorndike tersebut diulang-ulang, dan pola gerakan kucing sama saja namun makin lama kucing dapat membuka pintu. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien. Thorndike menyatakan bahwa perilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah
sebuah perilaku terjadi akan memengaruhi perilaku selanjutnya. Dari eksperimen ini, Thorndike telah mengembangkan hukum law effeck. Hukum law effeck menyatakan bahwa jika sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, maka kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meninggkat. Sebaliknya, jika sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu mungkin menurun atau tidak dilakukan sama sekali. c. Burrhus Federic Skinner 1. Teori belajar Skinner Skinner memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaan bahwa prinsip-prinsip kondisioning klasik hanya sebagian kecil dari perilaku yang bisa dipelajari. Banyak perilaku manusia adalah operan, bukan responden. Kondisioning klasik hanya menjelaskan bagaimana perilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan atau stimuli baru, tetapi tidak menjelaskan bagaimana perilaku operan baru dicapai. Pada dasarnya, Skinner mendevinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku (Gredler, 1986). Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru yang muncul, yang biasanya disebut dengan kondisioning operan (operant conditioning). Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box. Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipuldum dan alat pemberi rainforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipuldum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcemen. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit. Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara larikesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancer dari organisme tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus (seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforcer bagi tikus yang telah menekan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebu dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi rienforcement, yaitu penguatan berupa butir-butiran makanan ke wadah makanan. Kalau diamati, ternyata eksperiment Skinner sama dengan eksperiment yang dilakukan oleh Thorndike. Bedanya makanan (reinforcer) pada thorndike ditunjukkan terlebih dahulu, sedangkan pada Skinnr reinforcer ditunjukkan setelah sebuah tingkah laku terjadi. 2. Prinsip-prinsip belajar menurut Skinner Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Skinner menghasilkan beberapa prinsip-prinsip belajar yang menghasilkan perubahan perilaku (Slavin, 1994), yaitu: Reinforcement (frekuensi tingkah laku), Punishment (menghadirkan atau menberikan sebuah situasi tidak menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku), Shaping (menggunakan langkah-langkah kecil yang disetai dengan feedback untuk membantu siswa mencapai tujuan yang ingin dicapai), Extinction (mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi), Antesenden dan perubahan perilaku. d. Edwin R Gutrie 1. Teori belajar menurut Gutrie B Teori ini menyatakan bahwa apa yang sesungguhnya dipelajari oleh orang, seperti seorang siswa belajar, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk selamanya
atau tidak sama sekali terjadi (Reber, 1989; Syah, 2003). Menurut Guthrie, peningkatan hasil belajar secara berangsur-angsur yang dicapai oleh siswa bukan hasil dari berbagai respons kompleks terhadap stimulus-stimulus sebagaimana yang diyakini para behavioris lainnya, melainkan karena kedekatan asosiasi antara stimulus dan respons. 2. Memutus kebiasaan Untuk menghentikan kebiasaan yang inapropirate (tidak sesuai), maka kebiasaan itu perlu diputus. Untuk itu, perlu pula memutus hubungan antara asosiasi dengan 'cues' yang memunculkan stimuli (rangsangan) dan respons. Ada tiga metode yang ditawarkan oleh Guthrie untuk memutuskan kebiasaan yaitu, metode ambang pintu (threshold methode), metode yang kaku (fatigue methode), dan methode respons tandingan (incompatable respons methode). 3. Punishment (hukuman) Berbeda dengan reinforcemen yang tidak terlalu berperan dalam proses belajar, hukuman (punishment) mempunyai pengaruh penting mengubah perilaku seseorang. Punishment jika diberikan secara tepat dalam menghadirkan sebuah stimulus yang memunculkan sebuah perilaku inapropiriate, dapat menyebabkan subyak melakukan sesuatu yang berbeda. 4. Eksperimen Guthrie Salah satu eksperimen yang dilakukan oleh Guthrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah percobaannya dengan kucing yang dimasukkan ke dalam kotak puzel. Kemudian kucing tersebut berusaha keluar. Kotak dilengkapi dengan alat yang bila disentuh dapat membuka kotak puzel tersebut. Selain itu, kotak tersebut juga dilengkapi alat yang dapat merekam gerakan-gerakan kucing di dalam kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa kucing telah belajar mengulang-ulang gerakan sama yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan sebelimya ketika dia dapat keluar dari kotak tersebut. Dari hasil eksperimen tersebut, muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas, yaitu: 1. Agar terjadi pembiasaan, maka organisma harus selalu merespons atau melakukan sesuatu; 2. Pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan-gerakan tertentu, oleh karena itu instruksi yang diberikan harus spesifik. 3. Keterbukaan terhadap bergai bentuk stimulus yang ada merupakan keinginan untuk menghasilkan respons secara umum; 4. Respons terakhir dalam belajar harus benar ketika itu menjadi sesuatu yang akan diasosiasikan; 5. Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada pengulangan. e. Clark Hull Hull telah mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme. Ia menyatakan bahwa stimulus (S) memengaruhi organisme (O) dan menghasilkan respons ® itu tergantung pada karakteristik O dan S. Dengan kata lain, Hull telah berminat terhadap studi yang mempelajari variabel intervening yang memengaruhi perilaku seperti dorongan atau keinginan, insentif, penghalang , dan kebiasaan. Teori Hull ini disebut dengan teori mengurangi dorongan (drive reduction theory). Seperti teori-teori behavior yang lain, dalam hal ini, reinforcement merupakan faktor utama yang mementukan belajar. Bedanya, dalam Drive Reduction Theory ini, pemenuhan dorongan atau kebutuhan lebih dikurangi dan mempunyai peran yang sangat penting dalam perilaku daripada dalam teori-teori belajar behaviorisme yang lain. Secara teoritis, kerangka teori Hull berisi postulat postulat yang dinyatakan dalam bentuk matematik: 1) organisme memiliki sebuah hierarki kebutuhan yang muncul karena adanya stimulation atau dorongan; 2) kebiasaan yang kuat meningkatkan aktivitas yang diasosiasikan dengan reinfircement primer maupun sekunder; 3) stimulus diasosiasikan dengan penghentian sebuah respons menjadi penghalang yang dikondisikan; dan, 4) lebih efektif reaksi potensi melampui reaksi minimal, lebih pendek terjadinya penundaan respons
(Latency respons). Berdasarkan postulat tersebut, Hull menyatakan berbagai macam tipe variabel seperti generalisasi, motivasi, dan variabilitas dalam belajar. Salah satu konsep yang paling penting dalam teori Hull adalah hierarki kebiasaan yang kuat bagi sebuah stimulus yang diberikan, sebuah organima akan dapat merespons dengan sejumlah cara. Seperti sebuah respons yang spesifik mempunyai sebuah kemungkinan dapat diubah oleh hadiah dan dipengaruhi oleh berbagai macam variabel lain (seperti halangan). Dalam beberapa bacaan tentang teori hull ini, hierarki kebiasaan yang kuat menyerupai komponen-komponen teori kognitif. Drive Reduction Theory ini memiliki beberapa prinsip, yaitu (1) dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi respons (siswa harus memiliki keinginan untuk belajar), (2) stimulus dan respons harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan dapat terjadi (siswa harus mempunyai perhatian ), (3) respons harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif), dan (4) pembiasaan hanya akan terjadi jika reinforcemen dapat memenuhi kebutuhan (belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa).