SINKRONISASI SIKLUS BISNIS DIANTARA NEGARA-NEGARA ASEAN+3
OLEH TIA RAHMINA H14052380
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
TIA RAHMINA. Sinkronisasi Siklus Bisnis di Antara Negara-Negara ASEAN+3 (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI)
Krisis keuangan global 2007 ini semakin menyadarkan negara-negara ASEAN mengenai pentingnya penguatan kerjasama keuangan dan moneter di kawasan Asia. Penguatan tersebut diantaranya dengan mem-peg mata uang regional mereka di bawah monetary union namun tetap mem-float-nya dengan mata uang dunia. Kesesuaian bergabung ke dalam currency union salah satunya bergantung pada tingkat korelasi siklus bisnis dengan negara anggota lainnya. Semakin mirip siklus bisnis negara-negara tersebut maka akan semakin memungkinkan untuk membentuk rezim nilai tukar bersama. Pada penelitian ini akan dibahas korelasi siklus bisnis yang terjadi antara negara-negara ASEAN+3 terhadap dua negara benchmark yaitu Singapura dan Jepang serta Amerika sebagai kontrol. Pembahasan akan dibagi menjadi dua pendekatan, pendekatan pertama yakni membahas sinkronisasi siklus bisnis menggunakan metode korelasi sedangkan bagian kedua akan membahasnya menggunakan analisis IRF dan DFEV menggunakan VAR. Bahasan mencakup, pertama akan dibahas contemporaneous correlation siklus bisnis diantara negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika. Bagian kedua membahas pergerakan lead/lag antara dua siklus bisnis. Bagian ketiga membahas sinkronisasi siklus bisnis antara dua siklus yakni siklus bisnis negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika. Bagian empat membahas respon siklus bisnis ASEAN+3 terhadap guncangan siklus bisnis Singapura, Jepang, Amerika dan Indonesia, serta respon Indonesia atas guncangan ASEAN+3. Terakhir, pada bagian lima membahas kontribusi siklus bisnis diantara negara-negara ASEAN+3 dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series periode Januari 1993 sampai September 2008 melalui proksi variabel IPX negara-negara ASEAN+3 (Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang dan Korea Selatan) serta Amerika. Proses detrending dilakukan menggunakan HodrickPrescott Filter. Komponen siklikalnya dianalisis menggunakan metode correlation, cross correlation dan vector autoregression (VAR) yang dikombinasikan dengan error correction model (ECM). Berdasarkan analisis korelasi siklus bisnis, hasil yang didapat yaitu sebagian besar negara ASEAN+3 memiliki siklus bisnis yang dekat dengan Singapura, namun belum tentu dekat dengan Jepang. Disamping itu, ASEAN+3 memiliki tingkat pergerakan siklus bisnis yang lebih sama dengan Singapura dibanding dengan Jepang, sehingga dapat dikatakan bahwa sinkronisasi siklus bisnis ASEAN+3 ini cenderung lebih sinkron dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang.
Berdasarkan analisis IRF hasil yang didapat yaitu negara-negara ASEAN+3 lebih cenderung merespon guncangan yang berasal dari Singapura dibandingkan Jepang walaupun masih terjadi guncangan yang bersifat asimetris atas guncangan siklus bisnis Singapura sehingga dapat dikatakan bahwa Singapura lebih memiliki kesinkronan dengan ASEAN dibandingkan JepangASEAN. Berdasarkan analisis DFEV dapat dikatakan bahwa pada periode prakrisis, Korea, Singapura dan Malaysia memenuhi kandidat OCA sedangkan pada pasca-krisis negara yang memenuhi kandidat OCA adalah Indonesia, Thailand dan Jepang.
SINKRONISASI SIKLUS BISNIS DIANTARA NEGARA-NEGARA ASEAN+3
OLEH TIA RAHMINA H14052380
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Tia Rahmina
Nomor Registrasi Pokok
: H14052380
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Sinkronisasi Siklus Bisnis di antara Negara-Negara ASEAN+3
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Noer Azam Achsani NIP. 19681229 199203 1 016
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Rina Oktaviani NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR DIGUNAKAN
HASIL SEBAGAI
KARYA SKRIPSI
SAYA ATAU
SENDIRI
YANG
KARYA
ILMIAH
BELUM PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Tia Rahmina H14052380
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama Tia Rahmina lahir pada tanggal 14 Februari 1986 di Tangerang. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Al-Kamal di Blitar pada tahun 1992. Kemudian pada tahun 1993, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Al-Awwabin di Depok. Memasuki kelas dua SD, penulis pindah ke SD Pertiwi di Kota Medan kemudian enam bulan kemudian pindah kembali ke SDN 97 di Kota Palembang. Penulis kembali ke kampung halamannya di Kota Bogor ketika naik ke kelas enam dan bersekolah di SDN Bantarjati V. Selepas dari SD, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis berhasil diterima di SMAN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2005, penulis melanjutkan studinya di Institut pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan. Diantaranya penulis pernah menjadi angota BEM KM IPB periode 2005/2006, Bendahara Hipotesa periode 2006/2007 dan berbagai jabatan di kepanitiaan yang diadakan oleh BEM KM, BEM FEM maupun HIPOTESA. Penulis juga mulai aktif menjadi asisten dosen untuk kegiatan responsi yang pada semester lima yang diawali dengan mengajar Ekonomi Umum sampai akhirnya dipercaya mengajar Makroekonomi 1 serta Mikroekonomi 1 baik program reguler maupun program ekstensi.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Tidak lupa salawat serta salam selalu tercurah pada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai pembawa kebenaran kepada para umatnya. Skripsi yang penulis susun ini berjudul “Sinkronisasi Siklus Bisnis di Antara Negara-Negara ASEAN+3”. Penulis tertarik mengambil tema tersebut mengingat semakin terbuka dan bebasnya perekonomian dunia sehingga diperlukan integrasi ekonomi di suatu kawasan khususnya kawasan Asia yang diwakili oleh ASEAN+3. Tujuannya yaitu agar negara-negara tersebut lebih terlindungi dari fluktuasi ekonomi dunia. Sebelum sampai pada integrasi tersebut, maka serangkaian penelitian harus dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat kesiapan negara-negara ASEAN+3. Tingkat kesiapan ini salah satunya diukur melalui pola dan karakteristik siklus bisnis diantara negara-negara tersebut. Penulis mengucapkan terimakasih yang sangat dalam kepada Bapak Noer Azam Achsani yang telah dengan ikhlas meluangkan waktunya dan sabar dalam memberikan bimbingan baik berupa ilmu teoritis ekonomi, teknis olah data maupun nasihat mengenai kehidupan yang penulis rasa tidak akan didapat ditempat lain. Nasihat-nasihat tersebut sangat berguna dalam memotivasi dan memberikan spirit bagi penulis untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik selepas lulus dari bangku perkuliahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini, diantaranya: 1.
Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu selaku dosen penguji utama skripsi yang telah memberi kritik serta saran membangun demi kesempurnaan karya ini.
2.
Kaka Tony Irawan selaku komisi pendidikan yang telah memberi saran mengenai tata cara penulisan yang baik demi penyempurnaan skripsi ini.
3.
Bapak Drajat Martianto yang telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk selalu amanah dan ikhlas dalam melakukan segala aktivitas sejak penulis berada
pada Tingkat Persiapan Bersama hingga saat penulis siap lulus dari kampus tercinta ini. 4.
Tim “Intercafe” (Kak Ade, Teh Heni dan Kak Kiki) serta Teh Dian yang dengan sabar bersedia menjawab berbagai pertanyaan penulis.
5.
Teman-teman satu bimbingan penulis: Putri, Amalia dan Suryarisman yang senantiasa berbagi ilmu, canda-tawa, tangis, serta motivasi sampai skripsi ini dapat terselesaikan.
6.
Teman-teman Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 42 (Sri, Merlinda, Riri, Dewinta, Rininta, Eti, Maryam, Tanjung, Suci, Nursechafia, Aditya Putri, Elby, M. Ikbal, Hendra, Adi, Rajiv, Dhamar, Riza, Aji dan lainnya) yang saling memberi semangat, tim sukses seminar dan menemani saat-saat sidang.
7.
Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi berkaitan dengan pengerjaan skripsi ini.
8.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
keluarga penulis terutama kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan keberhasilan putrinya. Kepada adik satu-satunya, Muhamad Sareza yang telah memberi motivasi serta teknisi komputer, serta a Dani yang selalu memberikan perhatian dan dukungan dalam bentuk apapun. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kelemahan, oleh karena itu saran dan kritik yang semata-mata untuk memperbaiki berbagai kelemahan yang ada sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat dan serta dapat menambah khazanah pengetahuan para pembacanya.
Bogor, Agustus 2009
Tia Rahmina H14052380
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xvi I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
II.
1.1.
Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah ................................................................... 3
1.3.
Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.4.
Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7 2.1. Optimum Currency Area .............................................................. 7 2.1.1. Kriteria Mundell ................................................................. 7 2.1.2. Kriteria McKinnon ............................................................. 7 2.1.3. Kriteria Kenen .................................................................... 8 2.1.4. Kriteria Transfer Fiskal ...................................................... 8 2.1.5. Kriteria Homogeneity of Preferences ................................. 9 2.1.6. Kriteria Solidaritas ............................................................. 9 2.2.
Siklus Bisnis ................................................................................ 9
2.3.
Perkembangan Teori Siklus Bisnis ............................................. 10 2.3.1. Teori Real Business Cycle .................................................. 10 2.3.2. Teori New Keynesian Economics ....................................... 11 2.3.3. Teori Monetary Business Cycle .......................................... 11
2.4. Sinkronisasi Siklus Bisnis ............................................................ 12 2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 13 2.6. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 16 III.
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 18
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 18 3.2. Metode Analisis Data ................................................................... 18 3.2.1 Hodrick-Prescott (HP) Filter ............................................. 18 3.2.2 Contemporaneous Correlation........................................... 19 3.2.3 Cross Correlation .............................................................. 20 3.2.4 Vector Autoregression ........................................................ 21 3.2.5 Vector Error Correction Model ......................................... 22 3.2.6 Uji Stasioneritas ................................................................. 22 3.2.7 Pengujian Lag Optimal ...................................................... 24 3.2.8 Uji Stabilitas VAR ............................................................. 25 3.2.9 Uji Kointegrasi ................................................................. 25 3.2.10 Uji Granger Causality ....................................................... 26 3.2.11 Ordering for Cholesky ....................................................... 27 3.2.12 Impulse Response Function................................................ 27 3.2.13 Decomposition of Forecasting Error Variance ................. 28 IV.
PEMBAHASAN ................................................................................. 30 4.1. Gambaran Umum Penelitian ........................................................ 30 4.2. Sinkronisasi Siklus Bisnis Pendekatan Korelasi .......................... 30 4.2.1. Sinkronisasi
................................................................. 31
4.2.2. Hubungan Lead/Lag ........................................................... 34 4.2.3. Korelasi Maksimum Siklus Bisnis ASEAN+3 .................. 35 4.3. Sinkronisasi Siklus Bisnis Pendekatan VAR................................ 38 4.3.1. Uji Stasioneritas Data ......................................................... 39 4.3.2. Pengujian Lag Optimal ...................................................... 39 4.3.3. Pengujian Stabilitas VAR .................................................. 40 4.3.4. Pengujian Kointegrasi ........................................................ 41 4.3.5. Pengujian Granger Causality............................................. 41 4.3.6. Simulasi Impulse Response Function................................. 42 4.3.7. Simulasi Decomposition of Forecasting Error Variance .. 55 V.
PENUTUP ........................................................................................... 60 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 60
5.2. Saran .............................................................................................. 61 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63 LAMPIRAN .................................................................................................... 66
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.2.1. Contemporaneous Correlation............................................................... 31 4.2.2. Cross Correlation .................................................................................. 34 4.2.3. Peranan Siklus Bisnis di Masing-Masing Negara ASEAN+3 ............... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.6.1. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 16 4.2.1. Contemporaneous Correlation.............................................................. 33 4.2.2. Maximum Correlation ........................................................................... 36 4.3.1. Guncangan Singapura Pra-Krisis ......................................................... 44 4.3.2. Guncangan Jepang Pra-Krisis .............................................................. 46 4.3.3. Respon ASEAN+3 Atas Guncangan Amerika Pra-Krisis ................... 47 4.3.4. Respon Amerika Atas Guncangan ASEAN+3 Pra-Krisis ................... 47 4.3.5. Guncangan Indonesia Pra-Krisis .......................................................... 48 4.3.6. Guncangan Singapura Pasca-Krisis ..................................................... 53 4.3.7. Guncangan Jepang Pasca-Krisis .......................................................... 53 4.3.8. Respon ASEAN+3 Atas Guncangan Amerika Pasca-Krisis................ 53 4.3.9. Respon Amerika Atas Guncangan ASEAN+3 Pasca-Krisis................ 48 4.3.10. Guncangan Singapura Pasca-Krisis ..................................................... 54 4.3.11. DFEV Siklus Bisnis ASEAN+3 Periode Pra-Krisis ............................ 56 4.3.12. DFEV Siklus Bisnis ASEAN+3 Periode Pasca-Krisis ........................ 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Contemporaneous Correlation ..................................................
67
Lampiran 2. Cross Correlation ......................................................................
67
PRA-KRISIS...................................................................................................
81
Lampiran 3. Uji Akar Unit .............................................................................
82
Lampiran 4. Uji Lag Optimal .........................................................................
84
Lampiran 5. Uji Stabilitas VAR .....................................................................
84
Lampiran 6. Uji Kointegrasi ..........................................................................
84
Lampiran 7. Uji Granger Causality ...............................................................
84
PASCA-KRISIS .............................................................................................
86
Lampiran 3. Uji Akar Unit .............................................................................
85
Lampiran 4. Uji Lag Optimal .........................................................................
88
Lampiran 5. Uji Stabilitas VAR .....................................................................
88
Lampiran 6. Uji Kointegrasi ..........................................................................
88
Lampiran 7. Uji Granger Causality ...............................................................
88
DAFTAR ISTILAH
No 1.
Istilah Contagion effect
Keterangan = Efek tular akibat fluktuasi ekonomi,
2.
Monetary union
= Suatu kerjasama moneter di suatu kawasan,
3. 4. 5.
= Mengambang bebas, = Pergerakan bersama, = Suatu kawasan yang mampu membentuk mata uang tunggal, = Acuan, = Acuan, = Korelasi dalam satu waktu yang sama,
18.
Float Co-movement Optimum Currency Area Benchmark Peg Contemporaneous correlation Cross correlation Maximum correlation Symmetric Asymmetric Shock Union-wide policies Currency union Business cycle Hodrick-Prescott Filter. Leading
19.
Lagging
20.
Impulse Response Function
= Respon dinamika setiap variabel apabila terdapat inovasi (shock) tertentu sebesar satu standar deviasi pada satu variabel tertentu,
21.
Forecast Error Variance Decomposition
= Kontribusi atau inovasi variabel tertentu dalam menjelaskan variabilitas variabel lainnya.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
= Korelasi silang, = Korelasi dengan nilai maksimum dalam waktu yang berbeda, = Respon yang sejalan/searah, = Respon yang tidak sejalan/searah, = Guncangan, = Kebijakan bersama di antara negara anggota dalam satu kawasan currency union = Penyatuan mata uang menjadi mata uang tunggal, = Rentang waktu satu siklus (boom dan depression), = Suatu metode untuk memisahkan komponen trend dan siklikal, = Variabel yang bergerak mendahului variabel referensinya, = Variabel yang bergerak setelah variabel referensinya,
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Krisis ekonomi Asia tahun 1997 yang diawali oleh kejatuhan mata uang
Bath
langsung
memberikan
contagion
effect
sehingga
menyebabkan
ketidakstabilan ekonomi dan keuangan di negara Asia lainnya. Sepuluh tahun kemudian, pada pertengahan tahun 2007 krisis perumahan terjadi di Amerika yang dengan cepat berubah menjadi krisis keuangan, jatuhnya harga properti dan berbagai komoditas yang membawa perekonomian dunia menuju kondisi depresiasi seperti tahun 1930-an. Kedua krisis ini semakin menyadarkan negara-negara di kawasan Asia terutama ASEAN mengenai pentingnya kerjasama penguatan keuangan dan moneter di kawasan Asia dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif dan menanggulangi krisis serupa di kemudian hari. Disamping itu, kerjasama ini harapannya dapat menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan di kawasan Asia. Menurut Fischer dalam Mittal (2004) krisis-krisis tersebut dapat diatasi dengan cara negara-negara di Asia mempeg mata uang mereka di bawah monetary union (MU) namun tetap mem-float mata uang bersama tersebut dengan mata uang dunia. Berlandaskan pada alasan krisis ekonomi dan kisah sukses Uni Eropa, maka pada 7 Oktober 2003 ditandatangilah Bali Concorde II yang menyepakati terbentuknya
ASEAN
Community
pada
tahun
2020
(Achsani,
2008).
Perekonomian Asia juga tidak terlepas dari peran negara-negara besar Asia Timur
yakni Jepang, China, dan Korea. Oleh karena itu ditetapkanlah langkah maju untuk memperkuat integrasi perdagangan, keuangan dan moneter antar negara di ASEAN, Korea Selatan, Jepang, dan China (ASEAN+3) yang harapannya akan tercipta mata uang tunggal ASEAN+3 seperti halnya Euro (Partisiwi, 2008). Bergabung dalam CU memberi manfaat dan cost bagi negara anggotanya. Manfaat mensubstitusi mata uang beberapa negara ke dalam suatu mata uang tunggal yaitu dapat menjaga kestabilan nilai tukar sehingga mengurangi biaya transaksi, peningkatan perdagangan dan investasi antar negara dalam suatu grup tersebut (Rose dan Gilck, 2002). Cost yang harus diterima suatu negara dengan bergabung dalam economic and monetary union (EMU) yaitu kebijakan moneter yang diambil secara independen dapat berlawanan dengan siklus bisnis sehingga negara dengan siklus bisnis yang khas akan melepaskan alat kestabilan potensialnya jika bergabung dalam CU (Rose dan Frankel, 1998). Selain itu hilangnya kemampuan kebijakan moneter yang independen (Mundell (1961) dalam Thiam Hee NG (2002). Menurut Rose dan Frankel (1998), kesesuaian bergabung ke dalam currency union (CU) salah satunya bergantung pada tingkat korelasi siklus bisnis dengan negara anggota lainnya. Korelasi siklus bisnis antar negara yang semakin simetris lebih memungkinkan suatu negara menjadi anggota optimum currency area (OCA) karena meningkatnya output co-movement akan mengurangi biaya pembentukan OCA. Siklus bisnis yang bervariasi antar negara yang bergabung dalam CU akan membuat rezim nilai tukar nominal antar negara tersebut tidak akan berhasil (Artis dan Zhang, 1995).
Berdasarkan alasan tersebut, maka sebelum bergabung dalam CU diperlukan kajian mengenai sifat siklus bisnis di kawasan ASEAN+3. Hal ini dilakukan mengingat ASEAN+3 terdiri dari negara-negara yang memiliki struktur ekonomi beraneka ragam. Kawasan ini terdiri atas negara maju., berkembang sampai dengan negara yang masih menuju berkembang sehingga harapannya pembentukan ASEAN+3 community ini akan memberikan lebih banyak manfaat kepada anggota negara ASEAN+3 dibandingkan kerugiannya.
1.2.
Perumusan Masalah Kesesuaian bergabung ke dalam CU salah satunya bergantung pada
tingkat korelasi siklus bisnis dengan negara anggota lainnya. Korelasi siklus bisnis antar
negara
yang
semakin
simetris
lebih
menunjukkan
semakin
memungkinkannya suatu negara menjadi anggota OCA (Rose dan Frankel, 1998). Meningkatnya output co-movement akan mengurangi biaya pembentukan OCA. Berdasarkan alasan tersebut, maka sebelum bergabung dalam CU diperlukan kajian mengenai sifat siklus bisnis di kawasan ASEAN+3. Pada penelitian ini, kesinkronan siklus bisnis akan dilihat dalam dua periode waktu yaitu pada periode pra-krisis ekonomi 1997 dan pasca-krisis. Menurut hasil penelitian Partisiwi (2008), negara di ASEAN+3 yang sesuai untuk menjadi mata uang negara peg adalah Singapura (asumsi ASEAN sebagai leader) dan Jepang (asumsi non-ASEAN sebagai leader). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menganalisis sifat siklus bisnis negara-negara di kawasan ASEAN+3 dengan negara benchmark yaitu Singapura dan Jepang serta Amerika sebagai negara kontrol.
1.3.
Tujuan Penelitian Dengan mengetahui sifat siklus bisnis ini maka nantinya dapat
diketahui tingkat kesesuaian pembentukan CU di kawasan itu sehingga diharapkan negara-negara tersebut dapat segera mempersiapkan diri. Secara spesifik tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis contemporaneous correlation siklus bisnis diantara negaranegara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika.
2.
Menganalisis pergerakan siklus biklus bisnis negara-negara ASEAN+3 terhadap negara Singapura, Jepang dan Amerika.
3.
Menganalisis sinkronisasi siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika.
4.
Menganalisis respon siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 terhadap guncangan siklus bisnis Singapura, Jepang, Amerika dan Indonesia serta respon siklus bisnis Indonesia terhadap guncangan perekonomian ASEAN+3 dan Amerika.
5.
Menganalisis kontribusi siklus bisnis Singapura, Jepang dan Amerika dalam menjelaskan variabilitas siklus bisnis negara-negara ASEAN+3.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini yang dapat diambil yaitu:
1.
Memperluas wawasan mengenai kararteristik dan pola siklus bisnis negaranegara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika.
2.
Mengetahui seberapa mungkin dan siap negara-negara tersebut melakukan integrasi moneter di kawasan ASEAN+3.
3.
Sebagai bahan referensi bagi para pembuat kebijakan di negara-negara ASEAN+3 agar dapat menyesuaikan variabel-variabel makroekonominya sehingga dapat memenuhi syarat integrasi moneter ASEAN+3.
4.
Sebagai media implikasi penerapan ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama diperkuliahan.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini fokus pada analisis mengenai sifat siklus bisnis negara-
negara ASEAN+3. Negara ASEAN diwakili oleh Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand, sedangkan negara Asia Timur diwakili oleh Jepang, China dan Korea Selatan.Sehubungan dengan keterbatasan pada negara China, maka akhirnya negara China tidak dianalisis pada penelitian ini. Amerika digunakan sebagai negara kontrol karena Amerika merupakan negara yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia terutama di kawasan ASEAN+3 ini. Pemilihan Singapura dan Jepang sebagai negara peg (yang seterusnya disebut dengan istilah benchmark) dilakukan atas dasar penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Partisiwi (2008) yang menganalisis kemungkinan penyatuan mata uang di kawasan ASEAN+3. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa negara di ASEAN+3 yang sesuai untuk menjadi mata uang negara peg adalah Singapura (dengan asumsi ASEAN sebagai leader) dan Jepang (dengan asumsi negara di luar ASEAN sebagai leader) sehingga peneltian ini tergolong penelitian lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Partisiwi (2008).
Penelitian ini menggunakan variabel industrial production index (IPX) dalam menganalisis sifat siklus bisnis tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Optimum Currency Area Optimum currency area (OCA) merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi oleh negara-negara yang akan tergabung kedalam currency union (CU). Terdapat beberapa kriteria OCA yang akan dijelaskan pada bagian berikut ini. 2.1.1.
Kriteria Mundell Mundell (1961) dalam Bergman mendefinisikan optimum currency
area sebagai kondisi dimana semua orang dalam suatu kawasan dapat dengan mudah melakukan mobilisasi. Jadi, suatu kawasan (atau negara) dengan mobilitas faktor-faktor yang tinggi memungkinkan membentuk optimum currency area. Optimum currency area memiliki derajat mobilitas internal yang tinggi dan derajat mobilitas eksternal yang rendah, karena derajat mobilitas faktor yang tinggi menghasilkan substitusi mobilitas nilai tukar. Mundell (1961) dalam Thiam Hee NG (2002) berpendapat bahwa negara-negara yang mengalami korelasi shock positif lebih cocok menjadi kandidat monetary union. Jika shock ekonomi berkorelasi positif antar negara anggota maka union-wide policies dapat digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan.
2.1.2.
Kriteria McKinnon McKinnon (1963) dalam Bergman mengungkapkan negara yang sangat
terbuka dalam perdagangan dan intens melakukan perdagangan dengan negara
lainnya lebih memungkinkan membentuk OCA. McKinnon membedakan antara tradable dan non-tradable goods. Harga tradable goods ditentukan dunia, oleh karena itu nilai tukar tidak mempengaruhi daya saing. Hal ini mungkin menjadi kasus seberapa besar keterbukan suatu negara. Integrasi pasar barang yang memiliki derajat tinggi dan struktur produksi yang sama menyatakan shock yang simetris sehingga mengurangi kebutuhan untuk adjustment nilai tukar.
2.1.3.
Kriteria Kenen Menurut Kenen (1969), negara-negara yang melakukan produksi dan
ekspor yang secara luas didiversifikasikan dan memiliki struktur yang mirip maka akan memungkinkan membentuk optimum currency area. Pendapat ini berdasarkan pada pembahasan mengenai asymmetric shocks. Negara yang memiliki diversifikasi produksi yang tinggi dan dengan struktur yang mirip
maka akan memiliki efek akibat shock yang simetris,
maksudnya yaitu shock industri tertentu memiliki efek yang sama dengan negara yang memiliki struktur yang sama. Semakin tinggi diversifikasi ekonomi maka merupakan kandidat yang semakin baik untuk monetary union karena diversifikasi memberikan isolasi terhadap shock. Krugman mengusulkan kebalikannya yaitu monetary union akan mengurangi spesialisasi industri yang lebih besar sehingga membuat rendah diversifikasi dan memberi isolasi terhadap shock yang rendah.
2.1.4.
Kriteria Trannsfer Fiskal Negara-negara yang setuju untuk mengganti kerugian satu sama lain
pada saat terjadinya shock yang bersifat merugikan maka akan membentuk
optimum currency area. Transfer fiskal dapat bertindak sebagai jaminan yang dapat mengurangi biaya dari asymmetric shocks.
2.1.5.
Kriteria Homogeneity of Preferences Negara anggota currency union harus secara bersama memiliki
konsensus umum yang sangat luas untuk mengatasi shock. Kondisi politis merupakan sebuah konsensus umum mengenai bagaimana menstabilkan perekonomian, trade-off antara inflasi dan pengangguran, dan sebagainya.
2.1.6.
Kriteria Solidaritas Ketika kebijakan moneter bersama memberikan peningkatan konflik
pada kepentingan nasional maka negara-negara yang membentuk sebuah currency area perlu untuk menerima biaya atas nama nasib bersama. Kondisi utama integrasi moneter yaitu kondisi politik akan berintegrasi. Hal ini akan menimbulkan pertentangan dan kepentingan nasional/kawasan dalam keadaan tertentu ketika terjadi asymmetric shocks. Negara-negara anggota harus berkontribusi kepada union sepenuh hati dan tidak membiarkan nasionalisme menjadi lebih penting sehingga union dapat bertahan.
2.2.
Siklus Bisnis Variabel-variabel ekonomi yang membentuk suatu perekonomian
memiliki keterkaitan satu sama lain dalam perekonomian global. Akibatnya, jika terjadi shock pada salah satu variabel maka akan mempengaruhi variabel lainnya. Shock yang terjadi ini dapat berupa shock internal maupun eksternal yang akan
menyebabkan fluktuasi dalam perekonomian. Kondisi ini akan berulang secara terus menerus dan dalam jangka panjang akan membentuk suatu siklus ekonomi atau dikenal dengan istilah siklus bisnis (Benazir, 2008). Berdasarkan kamus ekonomi, siklus bisnis didefinisikan sebagai fluktuasi dari tingkat kegiatan perekonomian (GDP riil) yang saling bergantian antara masa depresi (depression) dan masa kemakmuran (booms). Siklus bisnis merupakan pertumbuhan siklus yang menggambarkan pergerakan siklikal di sekitar trend pertumbuhan jangka panjang ekonomi atau penyimpangan siklikal dari trend (Artis dan Zhang, 1995).
2.3.
Perkembangan Teori Siklus Bisnis Saat ini terdapat tiga teori mengenai siklus bisnis yang dikenal oleh
para ekonom, yaitu teori real business cycle, new keynesian economics dan teori monetary business cycle (Mankiw, 2003).
2.3.1.
Teori Real Business Cycle Teori real business cycle mengasumsikan harga sepenuhnya fleksibel.
Teori ini konsisten dengan dikotomi klasik dimana variabel-variabel nominal tidak mempengaruhi variabel riil. Fluktuasi dalam variabel riil, ditekankan pada perubahan riil dalam perekonomian (teknologi produksi). Fluktuasi tidak berkaitan dengan kebijakan moneter, harga kaku, atau bentuk kegagalan pasar apapun. Guncangan terhadap kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa mengubah tingkat output alamiah. Begitu guncangan terjadi maka GDP, kesempatan kerja, dan variabel-variabel makroekonomi lain akan berfluktuasi.
Empat isu dasar yang menjadi perdebatan mengenai keabsahan teori real business cycle, yaitu: interpretasi tenaga kerja, pentingnya guncangan teknologi, netralitas uang, serta fleksibilitas upah dan harga.
2.3.2.
Teori New Keynesian Economics Teori New Keynesian Economics yang didasarkan pada alasan market
clearing model. Teori real business cycle tidak dapat menjelaskan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Upah dan harga tidak disesuaikan dengan cepat untuk menyeimbangkan pasar sehingga menyebabkan perekonomian menyimpang dari tingkat alamiahnya. Keynes menekankan aggregate demand sebagai determinan utama pendapatan nasional jangka pendek. Penjelasan mengenai kekakuan upah pada jangka pendek dijelaskan dengan tiga teori. Pertama, biaya penyesuaian harga yang kecil mempunyai dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas aggregate demand. Kedua, resesi yang terjadi merupakan sebuah kegagalan koordinasi. Ketiga, guncangan dalam penyesuaian harga membuat semua tingkat harga bereaksi lamban terhadap perubahan kondisi perekonomian.
2.3.3.
Teori Monetary Business Cycle Teori monetary business cycle menekankan pada pentingnya guncangan
agregat demand khususnya terhadap fluktuasi ekonomi tetapi hanya dalam jangka pendek. Kesamaan monetary business cycle dan new keynesian economics yaitu uang merupakan faktor eksogen dalam mempengaruhi output sedangkan dalam teori real business cycle uang merupakan faktor endogen yang dipengaruhi output.
2.4.
Sinkronisasi Siklus Bisnis Dalam mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih tinggi maka salah
satu syaratnya yakni terjadinya sinkronisasi siklus bisnis diantara negara-negara anggota dalam suatu kawasan tersebut. Siklus bisnis dikatakan tersinkronisasi dapat dilihat dari beberapa cara, pertama dari nilai korelasi siklusnya. Menurut Mundell (1961), korelasi siklus yang semakin positif dan bernilai tinggi maka akan lebih cocok menjadi kandidat OCA karena union-wide policies dapat digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan . Kedua, dilihat dari pergerakan siklus bisnisnya, semakin kecil lead/lag suatu pergerakan antara dua siklus bisnis maka siklus tersebut dikatakan semakin tersinkronisasi. Maksudnya yaitu jika terjadi perubahaan kebijakan dari otoritas moneter bersama maka akan direspon oleh negara-negara tersebut dengan waktu yang sama sehingga tidak ada lag diantara negara-negara tersebut. Menurut Rose dan Frankel (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi sinkronisasi siklus bisnis diantaranya intensitas perdagangan dan integrasi keuangan. Jika perdagangan didominasi oleh perdagangan intra-industry maka jika terjadi guncangan industri yang spesifik akan membuat siklus bisnis lebih simetris (Jong, et al., 2006). Menurut Rana (2007), sinkronisasi siklus bisnis penting karena jika intensitas perdagangan di Asia Timur mendorong peningkatan pergerakan bersama output maka cost dari pembentukan OCA pada wilayah tersebut akan berkurang akibat guncangan asimetris yang rendah.
2.5.
Penelitian Terdahulu Artis dan Zhang (1995) meneliti pengaruh Exchange-Rate Mechanism
(ERM) dengan adanya European Monetery System terhadap siklus bisnis internasional antara negara anggota ERM dan non-ERM pada dua periode waktu yakni pra-ERM (1961:01-1979:03) dan ERM (1979:04-1993:02). Analisis dilakukan menggunakan variabel IPX dengan mengeluarkan faktor trend pada data tersebut menggunakan HP Filter, PAT (OECD) dan Linear trend. Komponen siklikalnya dianalisis menggunakan contemporaneous correlation dan crosscorrelation. Hasilnya, siklus bisnis negara anggota ERM berubah dari Amerika ke Jerman sejak pembentukan ERM. Hal ini disebabkan pertumbuhan perdagangan dan keuangan antara negara-negara Eropa kecuali Inggris yang tidak berubah pada periode pengamatan. Thiam Hee NG (2002) menguji korelasi shock ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina) menggunakan SVAR dengan kontrol yaitu negara-negara European Union (EU) dan NAFTA. Data yang digunakan yaitu GDP riil dan GDP nominal periode 1970-1995. Hasilnya, shock eksternal lebih berhubungan dekat pada negara-negara ASEAN dibandingkan dengan negara NAFTA namun supply dan demand shock negara ASEAN rendah korelasinya. Indonesia, Singapura, dan Malaysia dalam keadaan tertentu memperlihatkan derajat korelasi shock yang tinggi. Berdasarkan pola shock antar negara Asia Tenggara maka Singapura, Malaysia, dan Indonesia akan menjadi partner dagang yang baik dalam currency union (CU). Korelasi supply, demand, dan external shock ketiga negara tersebut lebih tinggi dibandinghkan dengan EU
dan NAFTA. Berkaitan dengan korelasi shock ekonomi maka negara-negara ASEAN merupakan kandidat yang baik untuk membentuk monetary union. Negara-negara ASEAN memiliki sektor tradable yang lebih banyak sehingga mempermudah transisi CU. Namun share perdagangan intra-regional negaranegara ASEAN masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara EU dan NAFTA. Dalam hal konsensus kebijakan moneter, tampak beberapa keanekaragaman inflasi dan kebijakan suku bunga dalam negara-negara ASEAN. Malaysia dan Singapura dapat menjaga inflasi dan suku bunganya lebih rendah sedangkan untuk negara ASEAN lainnya masih lebih tinggi. Ahn, et al (2005) melakukan analisis kemungkinan pembentukan OCA di Asia Timur. Analisis menggunakan metode VAR dan G-PPP dengan Jepang sebagai negara base country. Hasil penelitian menggunakan SVAR menunjukkan bahwa tujuh negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Hong Kong SAR, Korea, dan Taiwan) memenuhi syarat menjadi anggota OCA berkaitan dengan ukuran supply shocks dan speed of adjustment. Sedangkan hasil menggunakan metode G-PPP menunjukkan bahwa delapan negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Hong Kong, Jepang, Korea, dan Taiwan) memenuhi syarat membentuk OCA dalam hal common trends. Rana (2007) melakukan analisis mengenai sinkronisasi siklus bisnis di negara Asia Timur. Negara yang dianalisis adalah China, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Data yang digunakan adalah industrial production index periode Januari 1989 sampai Desember 2004 dengan menggunakan metode OLS. Hasilnya adalah perdagangan intra-industri
merupakan faktor utama yang menjelaskan co-movement dari siklus bisnis di Asia Timur. Namun, hal yang menarik adalah peningkatan perdagangan itu sendiri tidak mendorong sinkronisasi siklus bisnis. Partisiwi (2008) melakukan analisis kemungkinan currency unification (CU) di kawasan ASEAN+3 lalu mengelompokkan negara-negara yang memiliki kondisi optimum membentuk currency union. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan OCA difokuskan pada volatililitas nilai tukar. Volatilitas nilai tukar ini salah satunya diukur melalui sinkronisasi siklus bisnis. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar, GDP riil, total ekspor, total impor, M2, CPI, ekspor antar-negara, ekspor dan impor komoditas dengan metode OLS. Hasil yang didapat yaitu: pertama, tidak semua negara ASEAN+3 optimum membentuk CU. Kedua, negara ASEAN+3 yang sesuai untuk menjadi mata uang negara peg adalah Singapura (ASEAN sebagai leader) dan Jepang (negara di luar ASEAN sebagai leader). Ketiga, berdasarkan hasil perhitungan OCA indeks dengan Amerika Serikat sebagai negara peg didapat bahwa Jepang, Singapura, dan Malaysia dapat bergabung pada tahap satu, disusul oleh Korea, China, Thailand dan Filipina pada tahap dua, sedangkan Indonesia menempati urutan terakhir dalam pembentukan CU. Puspaningrum (2008) menganalisis derajat integrasi perdagangan negara-negara ASEAN+3 dimana sinkronisasi siklus bisnis sebagai salah satu kriteria OCA dalam kawasan tersebut. Integrasi perdagangan ini diukur melalui trade intensity, intra-industry trade, demand spillover effect, monetary policy coordination, dan exchange rate policy coordination. Variabel yang dianalisis
adalah GDP riil, total nominal ekspor, total nominal impor, ekspor antar-negara, impor antar-negara, M2 dan bilateral exchange rate dengan metode panel. Hasilnya yakni terjadinya integrasi perdagangan belum memberikan manfaat yang sama bagi negara-negara ASEAN+3 karena negara-negara dengan tingkat perekonomian yang lebih rendah belum memperoleh keuntungan.
2.6.
Kerangka Pemikiran Untuk mencapai wacana currency union diantara negara ASEAN+3
maka diperlukan serangkaian proses panjang dimana terpenuhinya kriteria OCA. Salah satu dari kriteria OCA yaitu adanya common trends, maka dari itu permasalahan yang diangkat adalah menganalisis sifat siklus bisnis negara ASEAN+3 dengan tiga negara benchmark yaitu Singapura dan Jepang serta dengan kontrol Amerika. Berikut gambaran kerangka pemikiran penulis:
Kontrol: US
ASEAN+3
Singapura
Jepang
OCA Siklus Bisnis
Pra-Krisis
Korelasi Siklus Bisnis
Pasca-Krisis
Sinkronisasi Siklus Bisnis
Pergerakan Siklus Bisnis
Variabilitas Siklus Bisnis Respon Siklus Bisnis
Gambar 2.6.1. Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang merupakan multivariate time-series delapan negara, yaitu: ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina), Korea Selatan, Jepang dan satu negara kontrol (Amerika) dengan periode waktu bulanan untuk rentang waktu Januari 1993 sampai September 2008. Variabel yang digunakan adalah Industrial Production Index (IPX) sektor manufaktur (value) yang dikumpulkan dari CEIC. Data indeks tersebut dirubah kedalam tahun dasar 2000. Penyamaan indeks dilakukan dengan metode month to month. Setelah itu data di rubah kedalam bentuk logaritma natural. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokkan data kemudian diolah menggunakan program Eviews 6.
3.2.
Metode Analisis Data Penelitian ini membahas korelasi dan pola siklus bisnis yang terjadi
diantara negara ASEAN+3 terhadap negara benchmark. Beberapa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan pada bagian di bawah ini.
3.2.1.
Hodrick-Prescott (HP) Filter Data IPX yang sudah siap olah kemudian dipisahkan komponen trend-
nya untuk mendapatkan komponen siklikal yang selanjutnya akan dianalisis.
Proses detrending dilakukan dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott (HP) Filter. HP Filter meminimumkan kombinasi y di sekitar t dengan kendala turunan kedua dari s. HP filter akan memilih st untuk meminimumkan: 𝑇 𝑡=1(𝑦𝑡
− 𝑠𝑡 )2 + 𝜆
𝑇−1 𝑡=2 ((𝑠𝑡+1
− 𝑠𝑡 ) − (𝑠𝑡 𝑠𝑡−1 ))2
(3.1.)
Pada data tahunan nilai λ yang diberikan adalah 100, kwartalan 1600, dan data bulanan 14400 (eviews user’s guide).
3.2.2.
Contemporaneous Correlation Komponen siklikal IPX dari hasil HP filter kemudian dilihat pola dan
karakteristiknya
melalui
contemporaneous
correlation.
Metode
ini
memperlihatkan korelasi series grup tersebut pada satu periode waktu yang sama sehingga dapat melihat derajat sinkronisasi antara dua siklus series tersebut lebih dekat ke negara siklus bisnis Asia ataukah siklus bisnis Internasional yang diwakili oleh Amerika. Contemporaneous correlation didapatkan dari hasil matriks korelasi. Matriks korelasi digunakan dalam rangka menguji seberapa erat hubungan antara nilai variabel bebas dengan variabel terikat dalam persamaan regresi. Nilai matriks korelasi dari tiap negara kemudian diuji signifikansinya melalui perbandingan antara nilai sebaran t dengan nilai kritis yang digunakan dalam penelitian 5 persen yaitu 1.96. Apabila nilai mutlak sebaran t setiap negara lebih besar dari 1.96 maka nilai-nilai korelasi tersebut signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai sebaran t dapat dihitung dengan rumus berikut (Walpole, 1995):
𝑡=
𝑟 𝑛−2 1−𝑟 2
(3.2.)
di mana: t
: nilai sebaran t,
r
: koefisien korelasi,
n
: jumlah observasi.
3.2.3.
Cross Correlation Cross correlation menunjukkan apakah variabel ekonomi dari kedua
negara bertindak sebagai lead, lag, ataukah coincident indicators. Leading indicator menunjukkan perubahan variabel ekonomi yang bergerak mendahului pergerakan variabel ekonomi refference-nya. Lagging indicators merupakan perubahan indikator yang bergerak setelah pergerakan variabel refference-nya, sedangkan coincident indicator bergerak bersamaan dengan reference seriesnya. Cross-correlation ini memperlihatkan detrended dengan komponen siklikal memiliki korelasi atau tidak. Cross correlation antara dua variabel, misal x dan y dapat dihitung dengan: 𝑟𝑥𝑦 =
𝑐𝑥𝑦 𝑙 =
𝑐𝑥𝑦 (𝑙) 𝑐𝑥𝑦 (0) . 𝑐𝑦𝑦 0
𝑇−1 𝑡=1 ((𝑥𝑡 𝑇+1 𝑡=1 ((𝑦𝑡
− 𝑥 )(𝑦𝑡+𝑙 − 𝑦))/𝑇 − 𝑦)(𝑥𝑡−𝑙 − 𝑥 ))/𝑇
dimana 𝑙 = 0, ±1. ±2 (3.3.) 𝑙 = 0,1,2, … 𝑙 = 0 , −1, −2, …
(3.4.)
Berdasarkan hasil dari cross correlation maka dapat dianalisis derajat keterkaitan antara dua siklus dan perubahan fasenya. Derajat keterkaitan atau sinkronisasi antara dua siklus diperoleh dari maximum correlation, yakni hasil cross correlation yang paling tinggi nilainya. Semakin tinggi nilai cross correlation antara kedua negara maka derajat keterkaitan antara dua siklus bisnis
akan semakin tinggi (semakin terkait) satu sama lain. Sedangkan perubahan fasenya dilihat dari lead/lag saat maximum correlation diperoleh. Semakin kecil lead atau lag dari hasil cross correlation maka perubahan fase antar dua negara akan semakin sama.
3.2.4.
Vector Autoregression Vector autoregression (VAR) merupakan suatu model ekonometrika
yang menjadikan variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan lag dari variabel itu sendiri dan nilai lag dari variabel lain yang terdapat dalam suatu sistem persamaan tertentu. Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika lainnya, yaitu: 1. Metode VAR dapat menangkap hubungan yang mungkin terjadi diantara variabel-variabel yang dianalisis karena VAR mengembangkan model secara bersamaan dalam suatu sistem multivariat, semua variabel adalah endogen. 2. Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi sehingga terhindar dari kesalahan penafsiran. Kelemahan metode VAR yaitu hasil estimasinya bisa a-theoritic. Mengikuti Syabran dalam Nugraha (2008), model VAR dengan n buah variabel endogen pada waktu ke-t dan dengan ordo p, dapat ditulis sebagai berikut: Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 +...+ ApYt-p + εt dimana: Yt
: Variabel endogen (Y1t, Y2t, ..., Ynt) berukuran n x 1,
Ao
: Vektor intersep berukuran n x 1,
(3.5.)
Ai
: Matriks parameter berukuran n x n, untuk setiap i=1, 2, ..., p,
εt
: Vektor sisaan (ε1t, ε2t, ..., εnt) berukuran n x 1.
3.2.5.
Vector Error Correction Model Dalam VAR, regresi dengan menggunakan data yang tidak stasioner
akan menyebabkan spurious regression (regresi palsu atau lancung). Sedangkan penggunaan data yang stasioner pada first difference akan menghilangkan informasi jangka panjangnya. Maka dari itu agar informasi jangka panjang ini tidak hilang maka model VAR dikombinasikan dengan error correction model (ECM) menjadi vector error correction model (VECM). Penggunaan metode VECM ini diharapkan dapat merepresentasikan bagaimana variabel IPX di suatu negara dapat mempengaruhi variabel yang sama di negara lain dan sebaliknya. Persamaan VECM secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut (Verbeek dalam Nugraha, 2008): ∆𝑌𝑡 =
𝑘−1 𝑖=1 𝛤𝑖 𝛥𝑌𝑡−𝑖
− 𝛾𝛽𝑌𝑡−1 + 𝜀𝑡
(3.6.)
dimana: Γ
: koefisien hubungan jangka pendek,
β
: koefisien hubungan jangka panjang,
γ
: kecepatan menuju keseimbangan (speed of adjustment).
3.2.6.
Uji Stasioneritas Sebagian besar data time series memiliki akar unit atau dengan kata lain
nilai rata-rata variannya selalu berubah sepanjang waktu sehingga dapat
menyebabkan hasil estimasi menjadi spourious sehingga hal yang harus dilakukan sebelum mengestimasi model yaitu menguji kestasioneran data (Gujarati, 2003). Metode yang digunakan dalam menguji akar unit pada penelitian ini adalah Augmented Dickey-Fuller (ADF). Jika error term (ut) tidak berkorelasi maka persamaan yang diuji adalah: ΔXt=δXt-1+ut
(3.7.)
Dalam kasus error term berkorelasi, maka contoh persamaan yang dapat diuji adalah: ΔYt=β1+ β2t+δYt-1+αi
𝑚 𝑖=1 𝛥𝑌𝑡−1
+ 𝑢𝑡
(3.8.)
dimana: ut
: white noise error term,
ΔYt-1
: ( Yt-1- Yt-2), ΔYt-2=( Yt-2- Yt-3), dan seterusnya.
Adapun hipotesis yang diuji adalah H0 : δ = 0 (data mengikuti pola yang stokastik atau mengandung akar unit) dan H1 : δ < 0 (data mengikuti pola yang stasioner). Uji yang digunakan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan melakukan uji ordinary least squares (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ . Adapun persamaan secara matematis adalah:
𝑡ℎ𝑖𝑡 = dimana :
δ
: koefisien estimasi
Sδ
: standard error dari koefisien estimasi
𝛿 𝑆𝛿
(3.9.)
Jika nilai t statistik ADF lebih kecil daripada t statistik kritis maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain data kita bersifat stasioner dan sebaliknya.
3.2.7.
Pengujian Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model
VAR adalah penentuan jumlah lag optimal yang akan digunakan dalam model. Penelitian ini memanfaatkan kriteria informasi Akaike Information Criterion (AIC) yang mengikuti persamaan sebagai berikut:
𝐴𝐼𝐶 = 𝑙𝑜𝑔
𝜀𝑡 2 𝑁
+
2𝑘 𝑁
(3.10.)
dimana: Σεt2
: jumlah residual kuadrat
N
: jumlah sampel
k
: jumlah variabel yang beroperasi pada persamaan tersebut.
Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria AIC terkecil. Disamping itu, penentuan lag optimal dapat juga dilakukan dengan memperbandingkan Adjusted R2 variabel VAR dari masing-masing kandidat lag. Lag optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting di dalam sistem. Pada metode VAR, lag yang terlalu panjang akan membuang derajat bebas dengan percuma dan lag yang terlalu pendek dapat menyebabkan spesifikasi model yang salah.
3.2.8.
Uji Stabilitas VAR Metode yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh
guncangan IPX pada negara-negara ASEAN+3 yakni analisis Impulse Response Function (IRF) dan peramalan Decomposition of Forecasting Error Variance (DFEV). Sebelum kedua analisis tersebut dapat digunakan, terlebih dahulu sistem persamaan VAR yang telah terbentuk diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan DFEV yang dihasilkan dianggap valid (Windarti dalam Nugraha, 2004).
3.2.9.
Uji Kointegrasi Banyaknya ditemukan data time series yang mengandung akar unit
telah mendorong pembangunan sebuah teori dari analisis time-series yang tidak stasioner. Engel dan Granger (1987) menunjukkan bahwa kombinasi linear dari dua atau lebih data yang tidak stasioner dapat memungkinkan untuk menjadi stasioner, jika hal ini terjadi maka data time series tersebut dikatakan terkointegrasi. Kombinasi linear yang stasioner ini disebut persamaan kointegrasi yang dapat menjelaskan hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel (Eviews 6 User’s Guide, 2007). Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol, dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data runtun waktu yang stasioner.
Metode yang digunakan untuk melakukan uji kointegrasi pada penelitian ini adalah Johansen Cointegration Test. Suatu data runtun waktu dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah didiferensisasi sebanyak d kali. Uji kointegrasi Johanssen ditunjukkan oleh persamaan berikut: ∆𝑌𝑡 = 𝛽𝑜 + 𝜋𝑌𝑡−1
𝑝 𝑖=1 𝛤𝑖 𝛥𝑌𝑡−𝑖
+ 𝜀𝑡
(3.11.)
Komponen dari vektor Yt dikatakan terkointegrasi bila ada vektor β=(β1, β2, ..., βn) sehingga kombinasi linier βYt bersifat stasioner. Vektor β disebut vektor kointegrasi. Rank kointegrasi pada vektor Yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas. Penelitian ini menggunakan asumsi trend ketiga yaitu linear deterministic trend intercept (no trend). Jika nilai trace statistic lebih besar daripada critical value 5 persen maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah kointegrasi diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi dalam sistem. Tujuan dari uji kointegrasi pada penelitian ini yaitu menentukan apakah grup dari variabel komponen siklikal yang tidak stasioner pada tingkat level tersebut memenuhi persyaratan proses integrasi. Maksudnya adalah apakah terdapat hubungan jangka panjang pada siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 yang diukur melalui variabel IPX.
3.2.10.
Uji Granger Causality Pengujian kausalitas multivariat dilakukan untuk melihat hubungan
kausalitas yang mungkin terjadi diantara variabel-variabel yang terdapat dalam
model. Penelitian ini menggunakan uji granger causality untuk melihat hubungan tersebut. Hipotesis nol yang diuji yakni tidak adanya kausalitas diantara variabel sedangkan hipotesis alternatifnya yaitu adanya hubungan kausalitas. Untuk menolak atau menerima hipotesis nol, maka dilihat probabilitasnya yang dibandingkan dengan tingkat kepercayaan yang pada penelitian ini menggunakan nilai kritis 5 persen. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 5 persen maka hipotesis nol ditolak yang artinya terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji.
3.2.11.
Ordering for Cholesky Ordering
for
Cholesy
diperlukan
ketika
melakukan
analisis
menggunakan Impulse Response Function (IRF) dan Decomposition of Forecasting Error Variance (DFEV). Penelitian ini menggunakan granger causality test dalam menentukan ordering. Negara yang dijadikan urutan pertama yakni negara yang dengan signifikan paling banyak mempengaruhi negara lain berdasarkan uji granger causality. Jika terdapat lebih dari satu negara yang sama banyak dalam mempengaruhi negara lainnya, maka selanjutnya dilihat hubungan antara kedua negara tersebut mana yang paling mempengaruhi negara lainnya.
3.2.12.
Impulse Response Function IRF meneliti hubungan antar variabel dengan menunjukkan bagaimana
variabel endogen bereaksi terhadap sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Menurut Amisano dan Gianinni dalam Nugraha (2008),
analisis IRF merupakan metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu. Disamping itu IRF juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu variabel terhadap variabel yang lain dan berapa lama pengaruh tersebut hingga mencapai kestabilan. Menurut Pindyk dan Rubinfeld dalam Sintaresmi (2006), IRF merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu karena sebenarnya shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. Dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan beberapa periode ke depan. Analisis IRF merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melihat respon dari sebuah variabel dependent selama beberapa periode ke depan jika mendapat guncangan dari variabel independent sebesar satu standar deviasi.
3.2.13.
Decomposition of Forecasting Error Variance Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan metode
yang dilakukan untuk melihat perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Selain itu metode ini juga merupakan alternatif dalam melihat hubungan dinamis diantara variabel dalam VAR (Lütkepohl, 2005). Melalui metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel
lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Jadi, melalui FEVD dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. Melalui analisis ini akan dilihat bagaimana peranan Singapura, Jepang dan Amerika Serikat dalam mempengaruhi perilaku siklus bisnis di negara ASEAN+3.
IV. PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Penelitian Pada penelitian ini akan dibahas korelasi siklus bisnis yang terjadi
antara negara-negara ASEAN+3 terhadap dua negara benchmark yaitu Singapura dan Jepang serta Amerika sebagai kontrol. Pembahasan akan dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai sinkronisasi siklus bisnis diantara negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika. Bagian kedua membahas hubungan lead/lag pada pergerakan siklus biklus bisnis negaranegara ASEAN+3 terhadap negara benchmark, bagian ketiga membahas maksimum korelasi antara dua siklus yakni siklus bisnis negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika. Pada bagian keempat akan dibahas mengenai respon siklus bisnis ASEAN+3 terhadap guncangan siklus bisnis Singapura, Jepang, Amerika dan Indonesia serta sebaliknya. Terakhir, pada bagian lima akan dibahas persentase kontribusi siklus bisnis diantara negara-negara ASEAN+3 dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3.
4.2.
Sinkronisasi Siklus Bisnis Pendekatan Korelasi Sebagaimana dikatan oleh Mundell (1961) dalam Bergman bahwa
korelasi guncangan antar negara anggota yang bernilai positif dan memiliki nilai tinggi maka akan lebih cocok menjadi kandidat OCA karena union-wide policies dapat digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi. Menurut Rose dan Frankel (1998) bahwa kesesuaian bergabung ke dalam currency union salah satunya bergantung pada tingkat korelasi siklus bisnis
dengan negara anggota lainnya. Korelasi siklus bisnis antar negara yang semakin simetris lebih memungkinkan suatu negara menjadi anggota OCA karena meningkatnya output co-movement akan mengurangi biaya pembentukan OCA. Berdasarkan hal tersebut maka pada bagian pertama hingga ketiga ini akan dibahas sinkronisasi siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 berdasarkan analisis korelasi siklus bisnis.
4.2.1.
Sinkronisasi Pada bagian ini diberikan bukti berkaitan dengan kesinkronan siklus
bisnis perekonomian negara-negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang dan Amerika selama periode pra-krisis ekonomi Asia dan pasca-krisis ekonomi 1997 yang diukur dengan contemporaneous correlation. Nilai contemporaneous correlation diperoleh melalui matriks korelasi yang terdapat pada Tabel 4.2.1. Tabel 4.2.1. Contemporaneous Correlation Indonesia Jepang Korea Malaysia Filipina Singapura Thailand Amerika
SG 0.28 -0.13 0.07 0.08 0.28 1.00 0.17 -0.17
Pra-Krisis JP -0.09 1.00 -0.10 0.12 -0.05 -0.13 -0.02 0.59
US -0.26 0.59 0.11 0.12 -0.16 -0.17 0.12 1.00
SG 0.35 0.39 0.37 0.47 0.38 1.00 0.44 0.30
Pasca-Krisis JP 0.28 1.00 0.60 0.68 0.24 0.39 0.51 0.63
US 0.05 0.63 0.43 0.39 0.01 0.30 0.30 1.00
Sumber: Lampiran 1 Keterangan: Cetak tebal: Signifikan pada 5%
Secara umum berdasarkan Tabel 4.2.1. terdapat beberapa pola yang terjadi pada siklus bisnis negara ASEAN+3 ini. Pertama, tampak bahwa telah terjadi peningkatan korelasi siklus bisnis pasca-krisis dibandingkan pra-krisis.
Visualisasi Tabel 4.2.1. dapat dilihat pada Gambar 4.2.1. yang membandingkan sinkronisasi siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 dengan siklus bisnis Singapura-Amerika, Jepang-Amerika dan Singapura-Jepang. Garis diagonal menunjukkan kedekatan siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 yang sama kuatnya terhadap kedua siklus bisnis yang diperbandingkan. Semakin ke kanan atau ke atas maka siklus bisnis masing-masing negara ASEAN+3 akan semakin dekat dengan masing-masing negara benchmark yang diperbandingkan. Berdasarkan Gambar 4.2.1. maka tampak bahwa pada pra-krisis, korelasi siklus bisnis negara ASEAN+3 cenderung lebih bervariasi kedekatannya baik antara Singapura, Jepang maupun Amerika. Hal yang paling mencolok yaitu kedekatan Jepang terhadap Amerika hingga memiliki nilai korelasi 0.59. Pada pra krisis, Indonesia, Korea, Filipina dan Thailand menunjukkan korelasi yang lebih dekat dengan Singapura, sedangkan Malaysia dekat dengan Jepang. Pada pasca-krisis tampak bahwa Korea dan Jepang lebih memiliki kedekatan siklus bisnis dengan Amerika dibandingkan dengan Singapura sedangkan empat negara ASEAN lainnya lebih dekat dengan Singapura dibandingkan dengan Amerika. Indonesia dan Filipina lebih memiliki kedekatan siklus bisnis dengan Singapura sedangkan Korea, Malaysia dan Thailand lebih dekat dengan Jepang. Hal ini menggambarkan bahwa pembentukan currency union di ASEAN+3 memungkinkan terjadi mengingat siklus bisnis yang semakin tersinkron dapat mengurangi biaya akibat asimetris shock. Namun demikian, pembentukan currency union ini lebih memungkinkan jika dilakukan antar negara ASEAN terlebih dahulu.
a. Periode Pra-Krisis
b. Periode Pasca-Krisis
Gambar 4.2.1. Contemporaneous Correlation
4.2.2.
Hubungan Lead/Lag Analisis menggunakan contemporaneous correlation memberikan
informasi mengenai derajat sinkronisasi antara dua siklus. Walaupun telah ditemukan bukti bahwa terjadi pergerakan teratur sinkronisasi siklus bisnis antar periode namun masih belum jelas bagaimana pergerakannya. Pergerakan atau perubahannya dapat diketahui dengan menemukan lead/lag pada saat maximum correlation diperoleh saat analisis menggunakan cross-correlation. Pergerakan siklus bisnis ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.2. kolom lead/lag. Semakin kecil lead atau lag dari hasil cross correlation maka perubahan fase/pergerakan siklus bisnis antar dua negara akan semakin sama.
Tabel 4.2.2. Cross Correlation
Indonesia Jepang Korea Malaysia Filipina Singapura Thailand
Indonesia Jepang Korea Malaysia Filipina Singapura Thailand
maxcorr 0.29 0.24 0.27 0.34 0.28 0.32
maxcorr 0.35 0.45 0.37 0.47 0.38 0.44
SG lag
lead 12
13 6 11 0
0
18 SG lag 0
lead
0 0 0
0 1 0 0 0
0
0
Pra-Krisis JP max- lag lead corr 17 0.30 0.24 23 0.23 5 0.23 6 0.24 13 0.30 5 Pasca Krisis JP max- lag lead corr 1 0.31 0.64 0.70 0.31 0.45 0.51
Sumber: Lampiran 2 Keterangan: Cetak tebal: Signifikan pada 5%
2 1 2 1 0
0
US maxlag lead corr 19 0.45 3 0.61 12 0.29 0.27 4 6 0.32 0.21 11 0.46 3 US maxlag lead corr 0.24 33 1 0.63 0.46 1 0.43 1 5 0.32 0.40 2 2 0.38
Secara umum berdasarkan Tabel 4.2.2. kolom lead/lag, maka terdapat beberapa kesimpulan mengenai pergerakan siklus bisnis negara ASEAN+3 ini. Pertama, tampak bahwa pergerakan siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 terhadap ketiga benchmark cenderung lebih bervariasi (tidak sama) pada periode pra-krisis dibandingkan pasca-krisis. Hanya Filipina yang pergerakan siklus bisnisnya berbarengan dengan Singapura pada pra-krisis, sedangkan pasca-krisis nilai lead/lag lebih banyak yang bernilai nol (0) dengan Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa pasca-krisis, pergerakan siklus bisnis negara-negara ASEAN+3 relatif lebih sama dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang. Negara-negara yang pergerakannya sama dengan Singapura yakni Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina dan Thailand. Disamping memiliki pergerakan yang sama dengan Singapura, Thailand juga memiliki pergerakan siklus bisnis yang sama dengan Jepang.
4.2.3.
Korelasi Maksimum Siklus Bisnis ASEAN+3 Pada dua subab sebelumnya telah diketahui mengenai sinkronisasi
siklus bisnis dan bagaimana pergerakan/perubahan fase dari kedua siklus tersebut. Pergerakan ini telah berubah antar periode waktu dan relatif sama dengan siklus bisnis Asia, namun demikian masih belum dapat dipastikan bagaimana kekuatan siklus bisnis tersebut antar periode waktu apakah semakin menguat ataukah justru melemah. Maximum correlation digunakan untuk melihat seberapa kuat keterkaitan suatu siklus bisnis berubah antar periode waktu yang berbeda, nilainya dapat dilihat pada Tabel 4.2.2. dalam kolom max-corr.
a. Periode Pra-Krisis
b. Periode Pasca-Krisis
Gambar 4.2.2. Maximum Correlation
Secara umum berdasarkan Tabel 4.2.2. tampak kekuatan siklus bisnis negara ASEAN+3 terhadap Singapura, Jepang maupun Amerika menguat antar periode. Namun demikian, korelasi Indonesia dan Thailand melemah terhadap Amerika pasca krisis ekonomi 1997. Visualisasi Tabel 4.2.2. dapat pula dilihat pada Gambar 4.2.2. yang membandingkan kekuatan korelasi siklus bisnis negara ASEAN+3 antara Singapura-Amerika, Jepang-Amerika dan Singapura-Jepang. Visualisasi gambar dari hasil nilai maximum correlation menunjukkan bahwa negara ASEAN+3 memiliki siklus bisnis yang lebih dekat dengan Amerika dibandingkan dengan Singapura dan Jepang. Namun, pasca-krisis ekonomi menunjukkan bahwa perubahan yang cukup signifikan dimana negara ASEAN menunjukkan lebih dekat dengan siklus bisnis Singapura, sedangkan Jepang dan Korea lebih dekat dengan siklus Amerika. Dengan membandingkan ASEAN+3 pada siklus Singapura-Jepang, maka tampak bahwa Filipina dan Indonesia lebih dekat dengan siklus Singapura sedangkan Thailand, Korea dan Malaysia lebih dekat dengan Jepang. Berdasarkan ketiga analisis tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa analisis korelasi siklus bisnis menunjukkan bahwa semua negara ASEAN+3 memiliki siklus bisnis yang dekat dengan Singapura, namun belum tentu dekat dengan Jepang. Hanya Thailand, Korea dan Malaysia yang memiliki kedekatan lebih kuat dengan Jepang namun hal tersebut tidak terjadi pada Filipina dan Indonesia. Namun demikian, semua negara ASEAN+3 ini memiliki tingkat pergerakan yang sama dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang sehingga
dapat dikatakan bahwa sinkronisasi siklus bisnis ASEAN+3 ini cenderung lebih sinkron dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang.
4.3.
Sinkronisasi Siklus Bisnis Pendekatan VAR Sinkronisasi berkenaan dengan kecenderungan resesi dan ekspansi yang
terjadi di suatu negara pada waktu yang sama dengan negara lainnya. Sinkronisasi siklus bisnis berkaitan dengan biaya yang harus diterima negara-negara anggota currency union atas adanya asimetris shock (Rana, 2007). Pada bagian keempat dan kelima ini akan dibahas mengenai respon siklus bisnis negara ASEAN+3 dan Indonesia terhadap guncangan siklus bisnis Singapura, Jepang, Amerika dan Indonesia serta sebaliknya melalui analisis impulse response function (IRF). Disamping itu, akan dilihat kontribusi siklus bisnis Singapura, Jepang, Amerika dan ASEAN+3 dalam menjelaskan variabilitas perekonomian negara ASEAN+3 melalui analisis decomposition of forecasting error variance (DFEV). Analisis ini akan dibahas melalui simulasi jika terdapat guncangan dari masing-masing negara benchmark akan dilihat bagaimana respon ASEAN+3 dan sebaliknya. Kedua analisis tersebut menggunakan metode vector autoregression (VAR). Sebelum masuk kepada analisis model VAR maka dilakukan pengujian pra-estimasi yang meliputi uji stasioneritas data, pengujian lag optimal, stabilitas VAR, kointegrasi dan granger causality.
4.3.1.
Uji Stasioneritas Data Pada penelitian ini, komponen siklikal dari masing-masing variabel
yang didapat melalui Hodrick-Prescott Filter kemudian diuji kestasionerannya menggunakan Augmented Dickey Fuller
(ADF) pada tingkat level dengan
automatic lag selection yang telah disediakan oleh eviews 6. Pengujian kestasioneran dilakukan pada tingkat level sampai dengan tingkat first difference dengan taraf nyata 5 persen. Berdasarkan hasil uji stasioneritas yang dapat dilihat pada Lampiran 3 untuk masing-masing periode waktu, maka tampak bahwa tidak semua data stasioner pada tingkat level oleh karena itu dilakukan uji stasioneritas pada tingkat first difference. Hasil pengujian pada tingkat first difference menunjukkan bahwa semua data komponen siklikal IPX negara ASEAN+3 dan Amerika stasioner. Sebagaimana dikatakan Sims dalam Enders (2000) bahwa penggunaan data first difference tidak direkomendasikan karena akan menghilangkan informasi jangka panjangnya. Agar tetap dapat menganalisis informasi jangka panjangnya, maka data level pada VAR dikombinasikan dengan error correction model (ECM) menjadi vector error correction model (VECM).
4.3.2.
Pengujian Lag Optimal Penentuan lag optimal dalam penelitian ini berdasarkan pada nilai
akaike information criteria (AIC) terkecil ditambah dengan satu karena pengujian menggunakan data yang stasioner pada first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa pada periode pra-krisis lag optimal yang digunakan adalah dua sedangkan pada periode pasca-krisis lag optimal yang digunakan adalah tiga.
Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk masing-masing periode waktu. Berdasarkan lag optimal yang telah didapat tersebut, maka persamaan umum VAR untuk periode pra-krisis yaitu: 2
𝑋𝑡 =
2
𝛹𝑖 𝑢𝑠𝑡−1 + 𝑖=1
2
2
𝛹𝑖 𝑗𝑝𝑡−1 + 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑘𝑟𝑡−1 + 𝑖=1
2
2
𝑖=1
𝛹𝑖 𝑠𝑔𝑡−1 + 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑖𝑑𝑡−1 +
+
2
𝑖=1
2
𝛹𝑖 𝑚𝑦𝑡−1 + 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑡ℎ𝑡−1 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑝ℎ𝑡−1 + 𝜀𝑖𝑡
(3.12. )
Sedangkan bentuk persamaan umum VAR untuk periode pasca-krisis yaitu: 3
𝑋𝑡 =
3
𝛹𝑖 𝑢𝑠𝑡−1 + 𝑖=1
3
3
𝛹𝑖 𝑗𝑝𝑡−1 + 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑘𝑟𝑡−1 + 𝑖=1
3
𝑖=1
3
𝛹𝑖 𝑖𝑑𝑡−1 +
+ 𝑖=1
𝑖=1
3
𝛹𝑖 𝑠𝑔𝑡−1 +
𝛹𝑖 𝑝ℎ𝑡−1 + 𝜀𝑖𝑡
3
𝛹𝑖 𝑚𝑦𝑡−1 + 𝑖=1
𝛹𝑖 𝑡ℎ𝑡−1 𝑖=1
(3.13. )
dimana: Xt
: variabel analisis yang terdiri dari IPX negara Amerika (us), Jepang (jp), Korea Selatan (kr), Singapura (sg), Malaysia (my), Thailand (th), Indonesia (id) dan Filipina (ph),
Ψ
: parameter dalam bentuk matriks polynomial (finite order matrix) dengan lag operator I,
εit
: vector white noise,
i
: panjang lag (ordo) VAR.
4.3.3.
Pengujian Stabilitas VAR Kombinasi estimasi VAR dengan ECM yang tidak stabil akan
menyebabkan analisis IRF dan DFEV tidak valid. Sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots of characteristic polynomial memiliki nilai yang lebih kecil dari satu (Lutkepohl dalam Eviews 6 User’s Guide, 2007). Berdasarkan hasil uji
stabilitas VAR pada Lampiran 5, seluruh roots lebih kecil dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan DFEV sudah stabil.
4.3.4.
Pengujian Kointegrasi Pengujian kointegrasi pada penelitian ini menggunakan metode uji
kointegrasi dari Johansen Trace Statistic test dengan asumsi trend ketiga yaitu linear deterministic trend intercept (no trend). Jika nilai trace statistic lebih besar daripada critical value 5 persen maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah kointegrasi diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi dalam sistem. Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi ini yang dapat dilihat pada Lampiran 6 maka terdapat minimal enam hubungan kointegrasi untuk periode prakrisis dan minimal delapan hubungan kointegrasi untuk periode pasca-krisis. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara siklus bisnis negara-negara
ASEAN+3
dan
Amerika
sehingga
model
VAR
dapat
dikombinasikan dengan ECM menjadi VECM.
4.3.5.
Pengujian Granger Causality Hasil pengujian granger causality ini dapat dilihat pada Lampiran 7
untuk masing-masing periode waktu. Penentuan ordering dilakukan dengan cara mengurutkan negara-negara yang paling banyak mempengaruhi negara lainnya. Jika ada dua negara yang sama banyak dalam mempengaruhi negara lain, maka
dilihat hubungan antara kedua negara terebut mana yang dipengaruhi dan mana yang mempengaruhi diantara kedua negara tersebut. Berdasarkan hasil pengurutan granger causality maka didapat ordering pada periode pra-krisis yaitu Filipina-Indonesia-Thailand-Amerika-SingapuraKorea- Jepang-Malaysia. Sedangkan ordering pada periode pasca-krisis ekonomi adalah Amerika-Malaysia-Singapura-Jepang-Korea-Indonesia-Filipina-Thailand.
4.3.6.
Simulasi Impulse Response Function Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada bagian keempat ini
akan dibahas mengenai respon siklus bisnis negara ASEAN+3 terhadap guncangan siklus bisnis Singapura, Jepang dan Amerika serta sebaliknya yaitu bagaimana ketiga negara tersebut merespon guncangan masing-masing negara ASEAN+3 selama 48 bulan kedepan. Disamping itu, secara spesifik akan dibahas mengenai respon Indonesia atas guncangan ASEAN+3 dan sebaliknya. Melalui analisis ini,maka dapat diketahui apakah guncangan siklus bisnis tersebut bersifat simetris ataukah asimetris. Seperti dikatakan Rana (2007) bahwa suatu guncangan yang simetris akan mendorong pada pergerakan ke arah yang sama (output co-movement) sehingga akan mengurangi cost akibat pembentukan OCA. Pada penelitian ini, suatu guncangan dikatakan bersifat simetris apabila respon masing-masing negara ASEAN+3 atas guncangan negara benchmark dan sebaliknya pula respon negara benchmark atas guncangan masing-masing negara ASEAN+3 direspon dengan pola yang sama dalam hal arah dan magnitude-nya.
Pada Gambar 4.3.1. disimulasikan yang pertama respon masing-masing negara ASEAN+3 atas guncangan Singapura (garis lurus) dan yang kedua respon Singapura atas guncangan masing-masing negara ASEAN+3 (garis putus-putus). Pada gambar kedua, tampak bahwa Indonesia dan Singapura saling merespon guncangan yang terjadi pada masing-masing negara, hanya saja respon siklus bisnis antara Indonesia dan Singapura memiliki pola asimetris. Tampak jelas pada tiga bulan pertama ketika terjadi guncangan di Singapura, maka siklus bisnis Indonesia mengalami trend negatif sedangkan Singapura merespon guncangan Indonesia dengan trend yang positif. Hal ini terjadi selama enam bulan, setelah itu pergerakan siklus bisnis masing-masing cenderung searah dengan respon yang sudah mulai berkurang mulai periode ke-13. Disamping itu magnitude respon antara kedua siklus bisnis ini berbeda. Respon Singapura atas guncangan Indonesia lebih besar dibandingkan respon Indonesia atas guncangan Singapura. Berdasarkan hal tersebut, maka telah terjadi guncangan yang bersifat asimetris (asymmetric shock) antara Singapura dan Indonesia.
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Singapura ……. Respon Singapura atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.1. Guncangan Singapura Pra-Krisis
Pasangan negara yang mengalami respon dengan pola cenderung searah (simetris dalam hal arah namun asimetris dalam magnitude) yaitu FilipinaSingapura dan Thailand-Singapura, sedangkan respon yang saling berlawanan arah terjadi pada Indonesia-Singapura dan Malaysia-Singapura. Korea, Jepang dan Amerika cenderung tidak merespon guncangan Singapura, namun Singapura sangat merespon guncangan ketiga negara tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa, terjadi guncangan asimetris antara Korea-Singapura, Jepang-Singapura dan Amerika Singapura. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa guncangan Singapura hanya direspon oleh negara ASEAN saja namun tidak direspon oleh Korea dan Jepang, walaupun respon negara ASEAN ini terhadap Singapura masih bersifat asimetris. Gambar 4.3.2. merupakan simulasi respon masing-masing negara ASEAN+3 atas guncangan Jepang dan respon Jepang atas guncangan masingmasing negara ASEAN+3. Tampak bahwa negara ASEAN+3 lebih besar merespon guncangan Singapura dibandingkan guncangan yang berasal Jepang. Selain itu, Jepang hampir tidak merespon guncangan yang terjadi pada ASEAN, namun ASEAN cukup fluktuatif dalam merespon guncangan Jepang terutama Singapura. Hanya guncangan dari Korea dan Amerika yang sedikit direspon oleh Jepang, namun demikian Jepang tidak cukup kuat dalam mempengaruhi Korea. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa guncangan Jepang ini bersifat asimetris karena bersifat satu arah, dimana hanya negara ASEAN yang merespon guncangan Jepang sedangkan Jepang tidak cukup kuat dalam merespon guncangan negara ASEAN.
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Jepang ……. Respon Jepang atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.2. Guncangan Jepang Pra-Krisis
0.04 0.03
_ID
0.02
_JP _KR
0.01
_MY 0 -0.01
1
6
_PH
11 16 21 26 31 36 41 46
_SG
-0.02
_TH
-0.03
Gambar 4.3.3. Respon ASEAN+3 atas Guncangan Amerika Pra-Krisis 0.04 _ID 0.03
_JP
0.02
_KR
0.01
_MY
0
_PH
-0.01
1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
_SG _TH
-0.02
_US
-0.03
Gambar 4.3.4. Respon Amerika atas Guncangan ASEAN+3 Pra-Krisis Tampak dari Gambar 4.3.3. dan Gambar 4.3.4. bahwa guncangan Amerika sangat direspon oleh masing-masing negara ASEAN+3. Respon positif tertinggi dialami oleh siklus bisnis Indonesia Indonesia sedangkan respon negatif tertinggi dialami oleh Thailand dan Singapura. Hal sebaliknya tidak terjadi, yakni tidak satupun guncangan dari masing-masing negara ASEAN+3 yang direspon oleh Amerika sehingga dapat disimpulkan bahwa guncangan Amerika terhadap negara ASEAN+3 bersifat asimetris.
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Indonesia ……. Respon Indonesia atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.5. Guncangan Indonesia Pra-Krisis
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa analisis yang lebih spesifik dilakukan terhadap Indonesia sehingga dapat diketahui sifat guncangan yang berasal dari Indonesia ke masing-masing negara ASEAN+3 dan mengetahui respon masing-masing negara ASEAN+3 dalam menanggapi guncangan dari Indonesia. Tampak dari Gambar 4.3.5. bahwa Korea dan Amerika tidak terlalu merespon guncangan yang terjadi di Indonesia, sedangkan Indonesia sangat merespon guncangan yang terjadi pada Korea dan Amerika ini maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi guncangan yang asimetris antara dua pasang negara ini. Pasangan negara yang mengalami respon dengan pola cenderung searah (simetris dalam hal arah namun asimetris dalam magnitude) yaitu FilipinaIndonesia dan Malaysia-Indonesia, sedangkan respon yang saling berlawanan arah terjadi pada Singapura-Indonesia. Respon yang cenderung searah dengan magnitude hampir sama terjadi pada pasangan Thailand-Indonesia. Fluktuasi yang relatif kecil namun searah terjadi pada pasangan Jepang-Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa guncangan-guncangan ini masih bersifat asimetris pada Indonesia. Kesimpulan secara keseluruhan menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN+3 lebih cenderung merespon guncangan yang berasal dari Singapura dibandingkan Jepang walaupun masih terjadi guncangan yang bersifat asimetris. Pada pasangan ASEAN-Singapura terjadi respon dua arah, sedangkan ASEANJepang hanya terjadi respon satu arah sehingga dapat dikatakan bahwa Singapura lebih memiliki kedekatan dengan ASEAN dibandingkan Jepang-ASEAN.
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Singapura ……. Respon Singapura atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.6. Guncangan Singapura Pasca-Krisis
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Jepang ……. Respon Jepang atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.7. Guncangan Jepang Pasca-Krisis
Berdasarkan simulasi IRF pada Gambar 4.3.6. tampak bahwa pascakrisis ekonomi, guncangan siklus bisnis Singapura cenderung direspon lebih simetris dalam hal arah pergerakan siklus oleh Indonesia. Disamping itu perbedaan magnitude menjadi lebih kecil dibandingkan pra-krisis pada pasangan negara ini. Filipina-Singapura dan Malaysia-Singapura cenderung memiliki arah pergerakan yang sama. Respon Singapura atas guncangan Jepang pasca krisis tidak sebesar pra-krisis ekonomi sehingga dapat dikatakan menjadi lebih simetris pasca-krisis, namun respon Jepang dan Singapura ini masih sangat kecil atas guncangan Singapura. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa guncangan Singapura terhadap ASEAN+3 pasca-krisis cenderung lebih simetris dibanding pra-krisis, namun demikian Korea dan Jepang masih sangat kecil dalam merespon guncangan Singapura ini. Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.3.7. yakni respon negara ASEAN+3 atas guncangan Jepang pasca-krisis ekonomi cenderung memiliki arah yang sama dan fluktuasi yang lebih kecil dibanding pra-krisis. Hanya IndonesiaSingapura yang memiliki respon berlawanan arah. Berdasarkan kedua gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode pasca-krisis ini negara ASEAN masih cenderung lebih merespon guncangan yang terjadi pada Singapura dibanding Jepang. Guncangan Jepang masih cenderung satu arah dibanding guncangan yang berasal dari Singapura yang direspon timbal balik. Maka dapat dikatakan bahwa guncangan Singapura masih lebih memberikan respon yang dekat dengan negara ASEAN dibanding guncangan dari Jepang.
0.04 0.03
_ID
0.02
_JP _KR
0.01
_MY 0 -0.01
1
6
11 16 21 26 31 36 41 46
-0.02
_PH _SG _TH
-0.03
Gambar 4.3.8. Respon ASEAN+3 atas Guncangan Amerika Pasca-Krisis 0.04 _ID 0.03
_JP
0.02
_KR
0.01
_MY
0
_PH
-0.01
1
6
11 16 21 26 31 36 41 46
-0.02
_SG _TH _US
-0.03
Gambar 4.3.9. Respon Amerika atas Guncangan ASEAN+3 Pasca-Krisis Tampak dari Gambar 4.3.8. dan Gambar 4.3.9. bahwa guncangan Amerika sangat direspon oleh masing-masing negara ASEAN+3. Terjadi situasi yang agak berbeda dengan periode pra-krisis, dimana pada pasca-krisis ini Indonesia mengalami respon negatif tertinggi yang disusul oleh Thailand pada periode enam bulan pertama. Dapat disimpulkan bahwa guncangan Amerika pada negara ASEAN+3 bersifat asimetris karena tidak satupun guncangan dari masingmasing negara ASEAN+3 yang direspon oleh Amerika.
Keterangan: ------- Respon masing-masing Negara ASEAN+3 atas guncangan Indonesia ……. Respon Indonesia atas guncangan masing-masing Negara ASEAN+3
Gambar 4.3.10. Guncangan Singapura Pasca-Krisis
Tampak pada gambar 4.3.10. bahwa Indonesia mengalami respon negatif ketika terdapat guncangan dari Filipina, Korea dan Amerika sedangkan Filipina dan Korea meresponnya dengan arah yang positif dan Amerika tidak merespon guncangan Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa terjadi guncangan asimetris antara ketiga pasang negara ini. Indonesia merespon positif guncangan yang terjadi pada Singapura, Malaysia, Jepang dan Thailand dengan magnitude yang cukup besar pada periode pasca krisis. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa masih cenderung sama dengan pra-krisis dimana negara-negara ASEAN+3 lebih cenderung merespon guncangan yang berasal dari Singapura dibandingkan Jepang walaupun masih terjadi guncangan yang bersifat asimetris.
Pada pasangan ASEAN-Singapura
terjadi respon dua arah, sedangkan ASEAN-Jepang hanya terjadi respon satu arah sehingga dapat dikatakan bahwa Singapura lebih memiliki kedekatan dengan ASEAN dibandingkan Jepang-ASEAN.
4.3.7.
Simulasi Decomposition of Forecasting Error Variance Bagian kelima pada penelitian ini menganalisis persentase kontribusi
siklus bisnis diantara negara-negara ASEAN+3 melalui analisis decomposition of forecasting error variance (DFEV). Simulasi DFEV ini diproyeksikan selama 48 bulan. Dalam mencapai kerjasama tertinggi yaitu currency union maka diperlukan variabilitas siklus bisnis yang seimbang di masing-masing negara tersebut (kurang dari 50%). Maksudnya yaitu, kontribusi negara itu sendiri atas siklus bisnis yang terjadi pada negaranya sendiri harus kurang dari 50%, sisanya dijelaskan oleh masing-masing negara ASEAN+3 lainnya.
Indonesia
Korea
Keterangan : 1. : Amerika 2. : Thailand
Malaysia
Thailand
Jepang
Singapura
Filipina
3. 4.
: Singapura : Filipina
5. 6.
: Malaysia : Korea Selatan
7. 8.
: Jepang : Indonesia
Gambar 4.3.11. DFEV Siklus Bisnis ASEAN+3 Periode Pra-Krisis
Indonesia
Korea
Keterangan : 1. : Amerika 2. : Thailand
Malaysia
Thailand
Jepang
Singapura
Filipina
3. 4.
: Singapura : Filipina
5. 6.
: Malaysia : Korea Selatan
7. 8.
: Jepang : Indonesia
Gambar 4.3.12. DFEV Siklus Bisnis ASEAN+3 Periode Pasca-Krisis
Tabel 4.2.3. Peranan Siklus Bisnis di Masing-Masing Negara ASEAN+3 Negara Indonesia
Korea
Thailand
Singapura
Malaysia Jepang
Filipina
Keterangan:
Pra-Krisis Kontribusi Periode 1 5 48 Id 97 75 77
Kr Id Ph Th Id
84 11 0 96 2
42 14 24 63 12
22 22 29 67 17
Sg Id Ph my id Jp Kr Us Ph
85 2 12 62 31 68 8 18 100
43 12 15 36 48 56 16 16 75
40 26 22 32 57 56 17 18 73
Pasca-Krisis Kontribusi Periode 1 5 48 Id 68 48 22 Th 0 9 26 My 30 26 23 Kr 96 90 82
Th My Kr Us Jp Sg My
71 11 0 1 3 91 9
41 14 9 8 9 78 14
21 21 25 12 12 72 18
My 99 Kr 0 Jp 98 Kr 0 Us 2 Ph 89 My 3 Us 1 Cetak tebal: Peranan terhadap diri sendiri ≤ 50%.
82 5 50 9 21 72 9 10
64 13 26 18 35 65 15 9
Gambar 4.3.11 dan 4.3.12 menunjukkan variabilitas kontribusi siklus bisnis dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis yang terjadi di masing-masing negara ASEAN+3. Pada satu bulan pertama tampak siklus bisnis di masingmasing negara dominan ditentukan oleh siklus bisnis masing-masing negara itu sendiri. Pada periode pra-krisis tampak bahwa peranan Korea, Singapura dan Malaysia dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di negara masing-masing kurang dari 50% mulai bulan ke-5. Disamping itu, siklus bisnis Indonesia
dominan dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3 yaitu pada Negara Korea, Thailand, Singapura dan Malaysia. Pasca-krisis ekonomi menunjukkan bahwa peranan Indonesia, Thailand dan Jepang dalam menjelaskan fluktuasi di negaranya sendiri kurang dari 50% mulai bulan ke-5. Disamping itu, siklus bisnis Malaysia cukup dominan dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3 yaitu pada Negara Indonesia, Thailand dan Singapura. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada periode prakrisis Korea, Singapura dan Malaysia memenuhi kandidat OCA sedangkan pada pasca-krisis negara yang memenuhi kandidat OCA adalah Indonesia, Thailand dan Jepang.
V. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan analisis korelasi siklus bisnis, maka dapat disimpulkan
bahwa semua negara ASEAN+3 memiliki siklus bisnis yang dekat dengan Singapura, namun belum tentu dekat dengan Jepang. Hanya Thailand, Korea dan Malaysia yang memiliki kedekatan lebih kuat dengan Jepang namun hal tersebut tidak terjadi pada Filipina dan Indonesia. Namun demikian, semua negara ASEAN+3 ini memiliki tingkat pergerakan yang sama dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang sehingga dapat dikatakan bahwa sinkronisasi siklus bisnis ASEAN+3 ini cenderung lebih sinkron dengan Singapura dibandingkan dengan Jepang. Berdasarkan analisis IRF dapat disimpulkan bahwa negara-negara ASEAN+3 lebih cenderung merespon guncangan yang berasal dari Singapura dibandingkan Jepang walaupun masih terjadi guncangan yang bersifat asimetris atas guncangan siklus bisnis Singapura. Pada pasangan ASEAN-Singapura terjadi respon dua arah, sedangkan ASEAN-Jepang hanya terjadi respon satu arah yakni ASEAN merespon setiap guncangan Jepang namun Jepang kurang merespon guncangan masing-masing negara ASEAN. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa Singapura lebih memiliki kedekatan dengan ASEAN dibandingkan JepangASEAN. Berdasarkan analisis DFEV dapat disimpulkan bahwa pada periode prakrisis tampak bahwa peranan Korea, Singapura dan Malaysia dalam menjelaskan
fluktuasi siklus bisnis di negara masing-masing kurang dari 50%. Siklus bisnis Indonesia dominan dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3 yaitu pada Negara Korea, Thailand, Singapura dan Malaysia. Pasca-krisis ekonomi menunjukkan bahwa peranan Indonesia, Thailand dan Jepang dalam menjelaskan fluktuasi di negaranya sendiri kurang dari 50%. Pada periode ini, siklus bisnis Malaysia cukup dominan dalam menjelaskan fluktuasi siklus bisnis di ASEAN+3 yaitu pada Negara Indonesia, Thailand dan Singapura. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada periode pra-krisis Korea, Singapura dan Malaysia memenuhi kandidat OCA sedangkan pada pasca-krisis negara yang memenuhi kandidat OCA adalah Indonesia, Thailand dan Jepang.
5.2.
Saran Semakin dekatnya waktu pelaksanaan currency union ASEAN+3
membuat negara-negara di kawasan ASEAN+3 harus segera mempersiapkan diri. Penelitian ini membahas mengenai sinkronisasi siklus bisnis di ASEAN+3 dengan menggunakan variabel industrial production index. Hasilnya menunjukkan bahwa siklus bisnis ASEAN+3 lebih sinkron terhadap siklus bisnis Singapura dibandingkan siklus bisnis Jepang. Melihat keuntungan yang akan diperoleh dari adanya currency union dan terdapatnya kesamaan sifat siklus bisnis pada siklus bisnis Asia terutama Singapura maka penulis menyarankan untuk melaksanakan currency union di kawasan ASEAN+3. Namun penyatuan mata uang ini sebaiknya dimulai diantara negara ASEAN-5 terlebih dahulu dengan Singapura sebagai negara peg-nya baru nanti dapat dilanjutkan dengan penyatuan tiga negara Asia Timur.
Namun demikian, sehubungan dengan masih ada beberapa negara yang belum tersinkron dengan siklus bisnis Singapura maupun Jepang, maka sebaiknya negara-negara tersebut mempersiapkan diri dengan cara mulai menyamakan atau paling tidak mendekati variabel-variabel ekonomi makronya terhadap negara ASEAN. Setiap negara ASEAN+3 harus memperkuat sektor industri masingmasing dengan basis sumberdaya dan pasar domestik. Tujuannya yaitu memperkuat pondasi perekonomian sehingga akan tahan terhadap guncangan yang bersifat asimetris. Negara-negara industri di kawasan Asia yang lebih maju seperti Jepang dan Korea sebaiknya membantu negara-negara berkembang di ASEAN+3 yang masih rentan
terhadap guncangan asimetris
akibat
masih
lemahnya sektor industri. Hal yang dapat dilakukan diantaranya saling bekerjasama mengadakan investasi di sektor perindustrian serta melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak hanya profit oriented namun atas dasar kepentingan bersama agar tercipta symmetric shock sehingga manfaat apabila terlaksana currency union ASEAN+3 akan lebih besar dibandingkan costnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, N.A. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN+3: Antara Peluang dan Ancaman. Brighten Institute, Bogor. Ahn, Changmo, H. B. Kim, dan D. Chang. 2005. “Is East Asia Fit for An Optimum Currency Area? An Assessment of The Economic Feasibility of A Higher Degree of Monetary Cooperation in East Asia”. Journal Compilation Institute of Developing Economics, XLIV-3: 288-305. Artis, M, dan Zang W. 1995. “International Business cycles and the ERM: Is There a European Business cycle?”. International Journal Finance Economics, Vol. 2:1-16. Bayoumi, T. dan Eichengreen B. 1994. “One Money or Many? Analyzing the Prospects for Monetary Unification in Various Parts of the World”. Princeton Studies in International Finance, No. 76. Benazir, A. dan Noer A.A. 2008. Early Warning System Pergerakan Nilai Tukar di Indonesia (Pendekatan Leading Economic Incdicators). Journal of Management and Agribusiness, Vol.5 No.1. Bergman, M. “What Conditions Must Be Fufilled For Countries Forming a Monetary Union?”. International Monetary Economics University of Copenhagen. Enders, W. 2000. Applied Economic Time Series. John Wiley & Son, Ltd. New York, USA. Gallegati, M. Mauro G., dan Wolfgang P. Business Cycles’ Characteristics of the Mediterranean Area Countries. Glick, R and A. K. Rose. 2002. Does A currency Union Affect Trade? The Time Series Evidence. European Economic Review, 46 :1125-1151. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Hanie. 2006. Analisis Konvergensi Nominal dan Riil diantara Negara-Negara ASEAN-5, Jepang dan Korea Selatan. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lütkepohl, H. 2005. Structural Vector Autoregressive Analysis for Cointegrated Variabels. Department of Economics. European University Institute (Italy). Working Paper No. 2.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makro Ekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mittal, R. 2004. ASEAN Monetary Union – A Possibility? A comparison of ASEAN economic indicators with that of Euro Zone. Public Policy Department Stanford University. Nababan, H.F. 2006. Efek Perubahan Kurs (Pass-Through Effect) Terhadap Tujuh Kelompok Indeks Harga Konsumen di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ng, Thiam Hee. 2002. Should the South East Asian Countries Form a Currency Union?. Developing. Economies, 40:113–34. Nugraha, Fickry W dan Noer A.A. 2008. Efek perubahan (pass-through effect) kurs terhadap Indeks Harga Konsumen di ASEAN-5, Jepang, dan Korea Selatan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 1 (1) : 90-109 Partisiwi, T. 2008. Analisis Kemungkinan Penyatuan Mata Uang (Currency Unification) Di ASEAN+3: Pendekatan Keragaman Exchange Rate [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Puspaningrum, D.E. Pengaruh Integrasi Perdagangan Terhadap Sinkronisasi Business cycle ASEAN+3. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rana, P.B. 2007. Trade Intensity and Business Cycle Synchronization: The Case of East Asia. Asian Development Bank. Working Paper Series on Regional Economi Integration, No.10. Ricardo, R. 2007. Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business cycle Idonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rose, A. K. dan Jeffrey A.F. 1998. The Endogeneity of the Optimum Currency Area Criteria. The Economic Journal, 108 (449) : 1009-1025. Sintaresmi, N. 2006. Analisis Pengaruh Guncangan Kurs Yen dan USD Terhadap Rupiah dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika edisi ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EVIEWS. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Contemporaneous Correlation 1.
PRA-KRISIS
_ID _JP _KR _MY _PH _SG _TH _US
2.
_ID 1.000 -0.085 -0.181 0.432 -0.085 0.275 -0.279 -0.256
_JP -0.085 1.000 -0.097 0.120 -0.050 -0.128 -0.025 0.586
_KR -0.181 -0.097 1.000 0.010 0.136 0.067 -0.042 0.112
_MY 0.432 0.120 0.010 1.000 -0.120 0.079 -0.272 0.120
_PH -0.085 -0.050 0.136 -0.120 1.000 0.280 0.022 -0.158
_SG 0.275 -0.128 0.067 0.079 0.280 1.000 0.168 -0.172
_TH -0.279 -0.025 -0.042 -0.272 0.022 0.168 1.000 0.121
_US -0.256 0.586 0.112 0.120 -0.158 -0.172 0.121 1.000
_JP 0.280 1.000 0.602 0.677 0.243 0.393 0.510 0.630
_KR 0.307 0.602 1.000 0.631 0.162 0.369 0.511 0.427
_MY 0.576 0.677 0.631 1.000 0.378 0.469 0.520 0.392
_PH 0.378 0.243 0.162 0.378 1.000 0.375 0.270 0.010
_SG 0.353 0.393 0.369 0.469 0.375 1.000 0.445 0.298
_TH 0.251 0.510 0.511 0.520 0.270 0.445 1.000 0.302
_US 0.050 0.630 0.427 0.392 0.010 0.298 0.302 1.000
PASCA-KRISIS
_ID _JP _KR _MY _PH _SG _TH _US
_ID 1.000 0.280 0.307 0.576 0.378 0.353 0.251 0.050
Lampiran 2. Cross Correlation 1.
SINGAPURA-INDONESIA Date: 07/25/09 Time: 16:29 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_ID(-i) . |*** . | . . |**. . | . .**| . .**| . ***| . ***| . . *| . . *| . . | . . |**. . |* . . |* . . |* . . |* . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . |**. . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_ID(+i) . |*** . |**. . |* . . | . . |* . .**| . .**| . . | . . | . . |* . . |*** . | . . |*** . |**. . |* . . | . . | . ***| . ***| . . *| . . *| . . | . . |**. . *| . . |***
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag 0.2750 -0.0269 0.1633 -0.0240 -0.2030 -0.2364 -0.3174 -0.2775 -0.1050 -0.1368 -0.0266 0.1987 0.1118 0.1096 0.1546 0.0686 -0.0772 -0.1088 -0.1467 -0.1206 -0.0472 -0.0437 0.0414 0.2293 0.0138
lead 0.2750 0.1942 0.0882 -0.0039 0.0600 -0.1728 -0.2074 -0.0284 0.0090 0.1167 0.2755 -0.0167 0.2924 0.1827 0.0624 -0.0352 0.0021 -0.2704 -0.3215 -0.0898 -0.0973 0.0236 0.1684 -0.1058 0.2640
Date: 07/25/04 Time: 17:50 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_ID(-i) . |**** . |** . |** . |** .*| . .*| . .*| . **| . .*| . .*| . **| .
| | | | | | | | | | |
_SG,_ID(+i) . |**** | . |*. | . |*. | . |*. | .|. | .*| . | .|. | .*| . | .|. | . |** | . |*. |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lag 0.3529 0.2134 0.2143 0.1790 -0.0417 -0.1059 -0.1008 -0.1955 -0.1366 -0.0516 -0.1529
lead 0.3529 0.1082 0.1141 0.0973 -0.0314 -0.0631 -0.0266 -0.0688 0.0233 0.1602 0.0875
.*| . . |*. .|. . |*. . |*. **| . .*| . **| . ***| . **| . .*| . .*| . .|. . |*. . |*. . |** .|. .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .|. .|. . |*. . |**
2.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
. |*. . |** .|. .|. .*| . **| . **| . **| . .*| . .|. .|. .|. . |*. . |*. .*| . .|. .*| . .*| . .*| . **| . .|. .|. .|. . |*. . |*. . |*.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.0535 0.1547 -0.0243 0.0654 0.0565 -0.1979 -0.1420 -0.1682 -0.2550 -0.2074 -0.0706 -0.1341 -0.0288 0.1022 0.0677 0.1639 0.0482 -0.1320 0.0013 -0.0918 -0.1213 -0.0498 0.0011 -0.0143 0.1455 0.2314
0.1364 0.2343 -0.0316 0.0033 -0.0758 -0.1866 -0.1518 -0.1605 -0.1087 -0.0248 0.0136 0.0052 0.0868 0.1046 -0.0498 -0.0037 -0.0765 -0.1243 -0.1191 -0.1506 -0.0344 -0.0104 0.0299 0.1542 0.0761 0.0601
SINGAPURA-MALAYSIA Date: 07/25/09 Time: 16:35 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_MY(-i) . |* . . |* . . |* . . |**. .**| . . *| . . | . ***| . . |**. .**| . . | . . |*** . |* . . |**. . |**. . |**. . *| . . | . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_MY(+i) . |* . . |*** . | . ***| . . |**. ***| . .**| . . *| . . *| . . |**. . |* . . |* . . | . . |*** . |* . ****| . . |**. .**| . ***| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
lag 0.0787 0.1202 0.1508 0.2316 -0.1805 -0.0741 -0.0140 -0.2502 0.1572 -0.1531 0.0396 0.3422 0.1245 0.1559 0.2244 0.2465 -0.0701 -0.0407 -0.0336
lead 0.0787 0.3326 0.0187 -0.3225 0.2058 -0.2800 -0.1544 -0.0644 -0.0721 0.1722 0.0765 0.0751 0.0462 0.3299 0.0881 -0.3849 0.1687 -0.2241 -0.2491
.**| . . | . .**| . . *| . . |* . . *| .
| | | | | |
. *| . .**| . . |* . . | . . | . . | .
| | | | | |
19 20 21 22 23 24
-0.1979 -0.0265 -0.2195 -0.0943 0.0863 -0.0854
-0.0602 -0.1520 0.0506 0.0308 -0.0329 -0.0046
Date: 07/25/04 Time: 17:52 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_MY(-i) . |***** . |*** . |*** . |**** . |*. . |*. . |*. .*| . .|. **| . **| . **| . .*| . **| . .*| . .*| . ***| . .*| . **| . ***| . .*| . **| . **| . .*| . .|. .*| . .|. .|. .*| . .|. .|. .|. . |*. .|. . |*. . |** . |**
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_MY(+i) . |***** . |*** . |*** . |** . |** . |*. . |*. . |*. .|. . |*. .|. .|. . |*. .*| . .*| . .*| . **| . **| . .*| . .*| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .|. .|. .|. . |*.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.4691 0.3319 0.3189 0.3902 0.1088 0.1470 0.0531 -0.1414 0.0383 -0.1617 -0.2349 -0.1527 -0.0974 -0.1597 -0.1219 -0.0666 -0.2960 -0.1347 -0.1644 -0.2792 -0.0770 -0.2139 -0.1703 -0.1223 -0.0011 -0.0523 -0.0408 0.0178 -0.1286 0.0102 -0.0265 -0.0328 0.1247 0.0172 0.1282 0.1892 0.2308
lead 0.4691 0.3488 0.2598 0.2229 0.2413 0.0959 0.0939 0.0586 0.0009 0.1302 -0.0015 0.0201 0.0939 -0.1127 -0.1009 -0.1193 -0.1500 -0.1711 -0.1340 -0.1170 -0.1820 -0.0539 -0.1414 -0.1084 -0.0021 -0.1566 -0.1514 -0.1611 -0.1528 -0.1679 -0.1630 -0.0552 -0.0825 0.0141 0.0215 0.0471 0.1266
3.
SINGAPURA-FILIPINA Date: 07/25/09 Time: 16:37 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_PH(-i) . |*** . |**. . |* . . |* . . | . . |* . . | . . *| . .**| . . |*** . |**. ***| . . |**. . |* . .**| . . *| . . *| . . *| . .**| . .**| . .**| . . |* . . | . .**| . . |**.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_PH(+i) . |*** .**| . . |**. . |*** . *| . . | . . |* . . |* . . *| . . | . . *| . . |* . . |* . ***| . . | . . |* . ***| . . *| . . | . . | . . | . . *| . . | . . |* . . |* .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag 0.2804 0.2148 0.0857 0.0914 -0.0179 0.1350 -0.0402 -0.0513 -0.1740 0.2793 0.1600 -0.3257 0.2450 0.0613 -0.1706 -0.0519 -0.1279 -0.0625 -0.1997 -0.1836 -0.1868 0.0973 0.0064 -0.2173 0.2114
lead 0.2804 -0.1673 0.1601 0.2612 -0.1173 0.0398 0.1231 0.0812 -0.0440 0.0054 -0.0652 0.0978 0.1343 -0.2821 -0.0032 0.0877 -0.3193 -0.0918 0.0472 0.0458 -0.0406 -0.0414 0.0002 0.1154 0.1109
Date: 07/26/09 Time: 19:49 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_PH(-i) . |**** | . |** | .|. | . |*. | .*| . | **| . | .*| . | .*| . | **| . | .*| . | .*| . | .*| . | . |*. | .|. |
_SG,_PH(+i) . |**** .|. . |*. . |** .|. . |*. . |*. .*| . .*| . . |*. .|. . |** . |**** .|.
| | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag
lead
0.3751 0.3751 0.2211 0.0339 0.0011 0.1267 0.0887 0.1932 -0.1045 -0.0247 -0.2018 0.0723 -0.1064 0.1208 -0.1360 -0.0688 -0.2260 -0.0885 -0.0565 0.1375 -0.0563 0.0270 -0.1205 0.1840 0.1079 0.3564 0.0180 0.0228
.|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .|. . |*. .*| . . |** . |*. .|. .|. **| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. . |*. .|. . |**
4.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
. |*. .|. ***| . **| . .|. **| . **| . .|. .|. . |*. . |** .*| . .|. .|. **| . **| . .*| . **| . **| . .|. .*| . . |*. . |**
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.0234 0.0301 -0.0102 -0.0759 -0.0417 -0.0448 -0.1341 0.0218 0.0636 -0.0967 0.1702 0.0892 -0.0074 -0.0076 -0.1477 -0.1549 -0.0881 -0.0478 -0.1240 0.0108 0.0795 -0.0293 0.2241
0.0962 -0.0056 -0.2495 -0.1588 -0.0113 -0.1720 -0.1656 0.0460 -0.0279 0.1149 0.2480 -0.0709 0.0072 0.0432 -0.2423 -0.1832 -0.0879 -0.1562 -0.1651 -0.0196 -0.0827 0.1256 0.1867
SINGAPURA-THAILAND Date: 07/25/09 Time: 16:39 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_TH(-i) . |**. .**| . .**| . . *| . .**| . . | . . |* . . *| . . | . . |**. . |* . ****| . . |* . . | . . | . . |* . . |* . . |**. . |*** . |* . . |* . . |**.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_TH(+i) . |**. ******| . . | . . |**. . *| . . | . . |**. . |* . . | . . *| . .**| . . *| . . |* . *****| . . | . . |* . . | . . | . . |**. . |* . . |* . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag 0.1682 -0.1789 -0.2038 -0.0916 -0.1521 -0.0146 0.1540 -0.0802 -0.0371 0.1772 0.1148 -0.4128 0.1401 0.0202 -0.0258 0.1036 0.1100 0.2394 0.3195 0.1194 0.0589 0.2159
lead 0.1682 -0.5690 0.0140 0.1937 -0.0543 0.0239 0.2010 0.1464 -0.0068 -0.0787 -0.1506 -0.0988 0.1518 -0.4537 0.0152 0.1517 -0.0000 0.0432 0.1699 0.1482 0.0771 -0.0170
. |* . ***| . . |* .
| | |
. *| . . *| . . |* .
| | |
22 0.1539 -0.1091 23 -0.2918 -0.0934 24 0.1482 0.1218
Date: 07/25/04 Time: 17:54 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_TH(-i) . |**** . |*. . |*. . |** .|. .|. . |*. .|. .*| . . |*. .*| . ***| . . |*. **| . **| . .|. **| . .*| . .|. .*| . .*| . .|. .*| . ***| . .|. **| . **| . .*| . .*| . .|. . |*. . |*. . |*. . |*** . |** .*| . . |**
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_TH(+i) . |**** .*| . . |** . |**** . |*. . |** . |*** .|. .|. . |*. .*| . .*| . . |*. ****| . .*| . . |*. **| . .*| . .|. **| . .*| . .|. ***| . .*| . . |*. ***| . .|. . |*. .*| . .|. . |*. .*| . .*| . .|. .*| . .|. . |**
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.4446 0.1016 0.0656 0.2394 0.0157 0.0357 0.1516 0.0318 -0.0924 0.1467 -0.0629 -0.3220 0.0697 -0.2087 -0.2030 -0.0313 -0.2129 -0.0862 -0.0011 -0.0499 -0.1035 0.0171 -0.1181 -0.3263 0.0011 -0.1835 -0.1570 -0.0502 -0.0870 0.0015 0.0989 0.1295 0.0887 0.2670 0.1786 -0.0433 0.2166
lead 0.4446 -0.1001 0.1990 0.4255 0.1301 0.1898 0.2850 0.0360 -0.0279 0.1091 -0.1239 -0.0868 0.1048 -0.3725 -0.0538 0.0605 -0.2362 -0.0637 0.0081 -0.1864 -0.1464 -0.0269 -0.2570 -0.1058 0.0697 -0.3420 0.0080 0.0942 -0.1426 0.0451 0.0673 -0.0666 -0.0678 0.0442 -0.0726 -0.0241 0.1616
5.
SINGAPURA-KOREA Date: 07/27/09 Time: 01:26 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_KR_SA(-i) . |* . . *| . . *| . . |**. . |* . . |* . . |*** . | . . |* . . |**. . *| . . | . . | . ***| . . *| . . | . . *| . . | . . |* . . *| . . *| . . |* . .**| . . *| . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_SG,_KR_SA(+i) . |* . . |* . . *| . . |* . . |**. . |* . . |**. . |**. . |* . . |**. .**| . .**| . .**| . . | . .**| . . | . . *| . .**| . . | . . |* . . |* . . |* . . *| . . | . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag 0.0674 -0.0622 -0.1303 0.1874 0.0786 0.1290 0.2673 0.0364 0.1477 0.1829 -0.1138 -0.0252 -0.0084 -0.3077 -0.1031 -0.0131 -0.1319 -0.0237 0.0708 -0.1031 -0.0627 0.0613 -0.1905 -0.1033 -0.0124
lead 0.0674 0.1276 -0.0583 0.1378 0.2034 0.0704 0.1764 0.1627 0.1337 0.1595 -0.1508 -0.1526 -0.1569 -0.0357 -0.1825 -0.0037 -0.0472 -0.1620 0.0073 0.1006 0.0954 0.0869 -0.1361 -0.0255 -0.0263
Date: 07/27/09 Time: 01:29 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _SG,_KR_SA(-i) . |**** | . |*** | . |*** | . |** | . |** | . |** | . |*. | . |** | . |*. | . |*. | .|. | .*| . | .*| . | **| . |
_SG,_KR_SA(+i) . |**** | . |*** | . |*** | . |*** | . |** | . |*. | . |*. | .|. | .*| . | .*| . | **| . | .*| . | .*| . | .*| . |
i
lag
lead
0 0.3689 0.3689 1 0.3180 0.2992 2 0.2767 0.3231 3 0.2293 0.2880 4 0.1978 0.1720 5 0.1638 0.1267 6 0.1487 0.0655 7 0.1778 -0.0018 8 0.1475 -0.0616 9 0.0494 -0.1227 10 0.0295 -0.1542 11 -0.0505 -0.1137 12 -0.1352 -0.1359 13 -0.1521 -0.1434
**| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . **| . .*| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .|. . |*. . |** . |** . |**
6.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.*| . .*| . .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .*| . .*| . .|. .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .*| . .*| . .|. .*| . .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1952 -0.2242 -0.2083 -0.1941 -0.1464 -0.1245 -0.1229 -0.0881 -0.0831 -0.1685 -0.1190 -0.1795 -0.2372 -0.2440 -0.2014 -0.1726 -0.0977 -0.0696 0.0474 0.0884 0.1735 0.1695 0.2358
-0.1218 -0.1197 -0.1154 -0.0320 -0.1160 -0.0882 -0.0770 -0.0815 -0.0268 -0.0557 -0.0513 -0.0332 -0.0520 -0.0329 -0.0157 -0.0211 -0.0365 -0.0245 -0.0598 -0.0960 -0.0032 -0.0415 0.0343
JEPANG-SINGAPURA Date: 07/27/09 Time: 02:28 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_SG(-i) . *| . .**| . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . *| . . | . . |* . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . | . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_SG(+i) . *| . . |* . . *| . . | . . |* . . | . . | . . |* . . | . . |* . . |* . . |**. . | . . |**. . | . . |* . . |* . . | . . *| . . *| . .**| . .**| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag -0.1277 -0.2078 -0.0198 -0.0596 -0.1322 -0.0993 -0.0894 -0.0638 -0.0024 0.0045 -0.1285 0.0334 0.1067 -0.0094 0.1202 0.1044 0.0995 0.0985 0.0706 0.0238 0.0349 0.0474
lead -0.1277 0.0548 -0.1414 0.0262 0.0531 0.0267 -0.0015 0.0503 0.0349 0.0522 0.0807 0.1791 0.0439 0.2431 0.0097 0.0765 0.0965 0.0014 -0.0976 -0.0588 -0.1995 -0.2439
. *| . . *| . . | .
| | |
.**| . .**| . .**| .
| | |
22 -0.1235 -0.2180 23 -0.0859 -0.1954 24 -0.0057 -0.2406
Date: 07/27/09 Time: 02:30 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_SG(-i) . |**** . |***** . |**** . |**** . |**** . |*** . |*** . |** . |*. . |*. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . **| . **| . .*| . **| . .*| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. . |*.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_SG(+i) . |**** | . |*** | . |*** | . |** | . |*. | . |*. | .*| . | .*| . | .*| . | **| . | **| . | **| . | **| . | **| . | **| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .*| . | .|. | .|. | .|. | . |*. | . |*. | . |** | . |*. | . |** |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.3932 0.4509 0.4477 0.4364 0.4063 0.3076 0.2823 0.2043 0.0942 0.0633 0.0051 -0.0509 -0.1188 -0.1785 -0.1923 -0.1833 -0.2106 -0.1869 -0.1658 -0.1640 -0.1511 -0.2078 -0.1812 -0.1268 -0.1487 -0.1507 -0.1415 -0.1708 -0.1418 -0.1517 -0.1642 -0.1057 -0.0498 -0.0675 -0.0151 0.0255 0.0624
lead 0.3932 0.3305 0.2879 0.1952 0.1051 0.0676 -0.0494 -0.0734 -0.1043 -0.2083 -0.2129 -0.1731 -0.2027 -0.1748 -0.1634 -0.1179 -0.1386 -0.0745 -0.1072 -0.0776 -0.0622 -0.1161 -0.1047 -0.0708 -0.1064 -0.1101 -0.0857 -0.0976 -0.0795 -0.0238 -0.0246 -0.0057 0.0868 0.0843 0.1566 0.1459 0.1740
7.
JEPANG-INDONESIA Date: 07/27/09 Time: 02:33 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_ID(-i) . *| . .**| . . | . . *| . . | . . |* . . |* . . |* . . | . . | . . |* . . | . . | . . *| . . |* . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . *| . . *| . . *| . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_ID(+i) . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . |* . . |**. . |* . . |**. . |**. . |*** . |* . . |* . . | . . | . . *| . . | . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag -0.0852 -0.1855 0.0133 -0.0925 0.0231 0.0507 0.0675 0.0580 0.0362 0.0168 0.0914 -0.0059 -0.0079 -0.0428 0.1063 0.0314 0.1189 0.1447 0.1200 0.0727 0.0009 -0.0622 -0.0680 -0.0910 -0.0991
lead -0.0852 -0.1038 -0.0508 -0.0475 -0.0625 -0.0064 -0.0801 -0.0746 -0.1191 -0.0948 -0.0986 0.0205 0.1193 0.2012 0.1161 0.2266 0.2355 0.2956 0.1440 0.1520 0.0168 -0.0040 -0.1294 -0.0159 -0.0350
Date: 07/27/09 Time: 02:33 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_ID(-i) . |*** . |*** . |** . |** . |** . |*. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . **| .
| | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_ID(+i) . |*** . |*** . |*** . |** . |*. . |*. . |*. . |*. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag
lead
0.2796 0.2796 0.3102 0.2863 0.2245 0.2566 0.2095 0.2424 0.1939 0.1472 0.1149 0.1508 0.1317 0.0892 0.0460 0.0495 0.0200 0.0731 -0.0363 0.0404 -0.1018 -0.0087 -0.1094 0.0133 -0.1279 -0.0641 -0.1610 -0.0600
**| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. . |*. . |*. . |** . |** . |**
8.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.*| . .*| . .*| . .*| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1758 -0.2033 -0.2014 -0.2152 -0.1828 -0.2220 -0.1692 -0.2396 -0.2100 -0.2306 -0.1488 -0.2062 -0.1707 -0.1270 -0.1155 -0.0709 -0.0356 0.0266 0.1018 0.1027 0.1638 0.1669 0.2126
-0.0823 -0.0796 -0.1453 -0.1117 -0.1830 -0.1056 -0.0975 -0.1100 -0.0860 -0.0852 -0.1092 -0.0996 -0.0740 -0.0592 -0.0634 -0.0550 -0.0838 0.0063 0.0064 -0.0124 0.0411 -0.0086 0.0159
JEPANG-MALAYSIA Date: 07/27/09 Time: 02:36 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_MY(-i) . |* . . |**. . |**. . |**. . |* . . |**. . |**. . |* . . |* . . *| . . | . .**| . .**| . .**| . . *| . .**| . .**| . . *| . . *| . . *| . . | . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_MY(+i) . |* . . |* . . |* . . *| . . *| . . | . .**| . ***| . ***| . ***| . .**| . .**| . . *| . . | . . | . . | . . | . . |* . . *| . . | . . |* . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag 0.1197 0.1867 0.2131 0.1926 0.1468 0.2268 0.1658 0.1442 0.0975 -0.0854 -0.0165 -0.1851 -0.2112 -0.1531 -0.1187 -0.1605 -0.1636 -0.0633 -0.1040 -0.0856 0.0111 -0.0242
lead 0.1197 0.1020 0.1227 -0.1047 -0.0813 0.0131 -0.2181 -0.2546 -0.2846 -0.2838 -0.2407 -0.2091 -0.0677 -0.0040 -0.0274 0.0246 0.0289 0.1394 -0.0453 0.0395 0.0687 -0.0075
. | . . *| . . *| .
| | |
. |* . . |* . . |**.
| | |
22 0.0272 23 -0.1316 24 -0.0757
0.0691 0.0860 0.1768
Date: 07/27/09 Time: 02:38 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_MY(-i) . |******* | . |******* | . |******* | . |****** | . |***** | . |***** | . |**** | . |*** | . |** | . |*. | .*| . | .*| . | ***| . | ***| . | ****| . | ****| . | *****| . | *****| . | *****| . | *****| . | *****| . | *****| . | *****| . | *****| . | ****| . | ****| . | ***| . | ***| . | **| . | .*| . | .|. | . |*. | . |*. | . |** | . |** | . |*** | . |*** |
_JP_SA,_MY(+i) . |******* | . |****** | . |****** | . |***** | . |**** | . |*** | . |** | . |*. | .|. | .|. | .*| . | .*| . | **| . | ***| . | **| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | **| . | **| . | **| . | .*| . | .*| . | .|. | .|. | . |*. | . |*. | . |** | . |** |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.6775 0.7046 0.6532 0.6266 0.5344 0.4918 0.4150 0.2982 0.1722 0.0685 -0.0547 -0.1449 -0.2484 -0.3274 -0.3659 -0.4401 -0.4804 -0.4877 -0.5058 -0.5150 -0.5065 -0.5214 -0.4991 -0.4481 -0.4016 -0.3757 -0.2924 -0.2611 -0.1654 -0.1121 -0.0367 0.0557 0.1250 0.1947 0.2399 0.3147 0.3491
lead 0.6775 0.6190 0.5705 0.4794 0.3856 0.3049 0.1878 0.0927 0.0339 -0.0098 -0.1184 -0.1442 -0.1848 -0.2501 -0.2246 -0.2780 -0.2981 -0.2999 -0.3301 -0.3100 -0.3069 -0.3078 -0.3101 -0.3081 -0.2857 -0.2869 -0.2340 -0.2131 -0.1654 -0.1212 -0.0803 -0.0138 0.0448 0.0815 0.1489 0.1820 0.2043
9.
JEPANG-FILIPINA Date: 07/27/09 Time: 02:40 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_PH(-i) . *| . . *| . ***| . ***| . .**| . .**| . .**| . . *| . . | . . | . . *| . . | . . |* . . | . . | . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . | . . |* .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_PH(+i) . *| . . |* . . |* . . |**. . |* . . |* . . |**. . |**. . |* . . |**. . |**. . | . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . *| . . *| . .**| . .**| . .**| . . | . . *| . ***| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag -0.0501 -0.1167 -0.3000 -0.3237 -0.1722 -0.2262 -0.1616 -0.1310 -0.0240 0.0322 -0.0991 -0.0274 0.1313 -0.0396 -0.0352 -0.0088 0.0895 0.0984 0.1103 0.1268 0.1177 0.0983 0.0094 0.0277 0.0738
lead -0.0501 0.0802 0.0979 0.2117 0.1409 0.1080 0.2284 0.1694 0.1422 0.1724 0.1667 0.0178 -0.1362 -0.0910 -0.0675 -0.0015 -0.0099 -0.1145 -0.1089 -0.1729 -0.2010 -0.1744 0.0273 -0.0634 -0.2555
Date: 07/27/09 Time: 02:40 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_PH(-i) . |** . |** . |** . |*. .|. .|. .|. .*| . **| . **| . ***| . **| . **| . ***| .
| | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_PH(+i) . |** . |*** . |*** . |*** . |*** . |** . |** . |** . |** . |*. . |*. . |*. . |*. .|.
| | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag 0.2430 0.1923 0.1749 0.0874 0.0376 -0.0000 -0.0323 -0.0822 -0.1812 -0.2218 -0.2460 -0.2316 -0.2373 -0.2533
lead 0.2430 0.2548 0.3071 0.2690 0.2804 0.2012 0.2032 0.1819 0.1571 0.1105 0.0783 0.0799 0.0663 0.0046
**| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. . |*. . |*. . |*. . |*.
10.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.|. .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1820 -0.2241 -0.1974 -0.1706 -0.1255 -0.0862 -0.1233 -0.0945 -0.0871 -0.0542 -0.0423 -0.0321 0.0037 -0.0163 -0.0224 0.0119 -0.0238 0.0485 0.0418 0.0741 0.0567 0.1289 0.1486
-0.0070 -0.0492 -0.0258 -0.0369 -0.0201 -0.0267 -0.0010 -0.0352 -0.0401 -0.0401 -0.0681 -0.0618 -0.0918 -0.0954 -0.1043 -0.0591 -0.1017 -0.0986 -0.0915 -0.0946 -0.0803 -0.0309 -0.0649
JEPANG-THAILAND Date: 07/27/09 Time: 02:44 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_TH(-i) . | . . *| . . |* . . |* . . |**. . |*** . |*** . |**. . |**. . |*** . |* . . |* . . |**. . |* . . |* . . *| . .**| . .**| . ***| . ***| . ***| . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_TH(+i) . | . . | . .**| . .**| . ***| . ***| . ****| . ***| . .**| . .**| . . *| . . | . . | . . |**. . |* . . |**. . |*** . |*** . |**. . |*** . |**. . |**.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag -0.0248 -0.0909 0.0661 0.1253 0.1997 0.3049 0.2780 0.2428 0.2129 0.2970 0.1222 0.1289 0.1759 0.1139 0.0593 -0.0582 -0.1763 -0.2035 -0.2650 -0.2897 -0.2869 -0.1188
lead -0.0248 -0.0355 -0.2149 -0.1673 -0.2592 -0.2951 -0.3816 -0.3078 -0.2160 -0.1850 -0.1342 0.0116 -0.0237 0.1566 0.0672 0.2232 0.2553 0.2671 0.2449 0.3018 0.2129 0.2316
.**| . . *| . . *| .
| | |
. |**. . |* . . *| .
| | |
22 -0.1620 0.2439 23 -0.1310 0.1437 24 -0.0761 -0.1280
Date: 07/27/09 Time: 02:44 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_TH(-i) . |***** . |***** . |***** . |**** . |**** . |*** . |** . |** . |*. . |*. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| . ***| . ***| . ****| . ****| . ****| . ****| . ****| . ****| . ****| . ***| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. . |*. . |*. . |** . |*** . |***
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_JP_SA,_TH(+i) . |***** . |***** . |**** . |**** . |*** . |*** . |** . |*. .|. .*| . .*| . **| . **| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .|. .|. .|. . |*. . |*. . |*. . |*. . |*. . |*.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.5096 0.4714 0.4663 0.3968 0.3720 0.3117 0.2359 0.1968 0.1056 0.0875 -0.0369 -0.0467 -0.1000 -0.1537 -0.1584 -0.2295 -0.2615 -0.3091 -0.3580 -0.3739 -0.3561 -0.3978 -0.4023 -0.3606 -0.3503 -0.3318 -0.2347 -0.2448 -0.1432 -0.1327 -0.0888 -0.0025 0.1089 0.1380 0.2261 0.2895 0.2978
lead 0.5096 0.4787 0.4165 0.4008 0.2955 0.2681 0.1633 0.0633 0.0039 -0.0876 -0.1397 -0.1687 -0.2286 -0.2660 -0.2616 -0.2811 -0.2904 -0.2497 -0.2458 -0.2326 -0.1993 -0.2188 -0.2134 -0.1753 -0.1880 -0.1605 -0.1103 -0.1121 -0.0345 0.0000 0.0173 0.0576 0.0890 0.0633 0.1135 0.0995 0.1206
11.
JEPANG-KOREA Date: 07/27/09 Time: 02:47 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_KR_SA(-i)
_JP_SA,_KR_SA(+i)
. *| . . | . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . |* . . |* . . |* . . |**. . |**.
. *| . . | . . |* . . |* . . |* . . |**. . |**. . |**. . |* . . | . . |* . . | . . *| . . *| . .**| . ***| . . | . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . *| . . *| . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag -0.0971 -0.0402 -0.0790 -0.0487 -0.1273 0.0207 0.0231 -0.0922 -0.1009 -0.1356 -0.0827 -0.0517 -0.0610 -0.0244 -0.0935 -0.0745 -0.1441 -0.0516 -0.0177 0.0349 0.0618 0.0885 0.0710 0.2390 0.2056
lead -0.0971 0.0149 0.1381 0.0578 0.1326 0.1758 0.1593 0.2093 0.1260 0.0317 0.0572 0.0176 -0.0663 -0.1163 -0.2240 -0.2716 -0.0307 -0.1088 -0.1263 -0.0859 0.0305 -0.0355 -0.0700 -0.0939 -0.0627
Date: 07/27/09 Time: 02:47 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _JP_SA,_KR_SA(-i) . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |***** | . |**** | . |*** | . |*** | . |** | . |*. | .|. | .*| . |
_JP_SA,_KR_SA(+i) . |****** | . |***** | . |**** | . |*** | . |** | .|. | .*| . | **| . | **| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . | ***| . |
i
lag
0 0.6024 1 0.6378 2 0.6415 3 0.6336 4 0.6094 5 0.5573 6 0.5018 7 0.4249 8 0.3248 9 0.2797 10 0.1836 11 0.1213 12 0.0151 13 -0.0684
lead 0.6024 0.5075 0.4151 0.2791 0.1636 0.0483 -0.0813 -0.1657 -0.2276 -0.2700 -0.2979 -0.3239 -0.3202 -0.3131
**| . **| . ***| . ***| . ****| . ****| . *****| . *****| . *****| . *****| . *****| . *****| . *****| . ****| . ****| . ****| . ***| . **| . .*| . .|. . |*. . |** . |***
12.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
***| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .*| . .|. .|. .|. .|. . |*. . |*. . |*.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1648 -0.2295 -0.3059 -0.3412 -0.3940 -0.4218 -0.4641 -0.4901 -0.5407 -0.5253 -0.5204 -0.4761 -0.4639 -0.4411 -0.3977 -0.3452 -0.2529 -0.1867 -0.0932 -0.0163 0.0912 0.1744 0.2698
-0.2669 -0.2452 -0.2021 -0.1827 -0.1723 -0.1484 -0.1336 -0.1302 -0.1216 -0.1259 -0.0969 -0.1015 -0.0774 -0.0724 -0.0340 -0.0523 -0.0079 -0.0023 0.0298 0.0401 0.0952 0.1141 0.1372
US-SINGAPURA Date: 07/27/09 Time: 02:55 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_SG(-i) .**| . .**| . . *| . . *| . .**| . . *| . . | . . *| . . | . . | . . *| . . | . . | . . *| . . | . . |* . . *| . . |* . . |* . . | . . | . . |* .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_SG(+i) .**| . . *| . .**| . . | . . | . . | . . |* . . |**. . |* . . |**. . |**. . |**. . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . |* . . | . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag -0.1718 -0.1972 -0.1286 -0.0564 -0.1801 -0.0431 -0.0137 -0.0874 -0.0184 0.0455 -0.1188 -0.0094 0.0405 -0.0431 0.0290 0.0707 -0.0849 0.0720 0.1183 -0.0325 0.0423 0.1128
lead -0.1718 -0.0787 -0.1523 0.0316 0.0224 0.0457 0.1239 0.1872 0.1319 0.1602 0.1571 0.2095 0.1141 0.1281 0.1405 0.1447 0.1077 0.0601 0.0300 0.0647 -0.0216 -0.1106
. *| . . | . . | .
| | |
.**| . .**| . ***| .
| | |
22 -0.0797 -0.1522 23 -0.0049 -0.2002 24 -0.0337 -0.2580
Date: 07/27/09 Time: 02:56 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_SG(-i) . |*** . |**** . |**** . |*** . |*** . |*** . |*. . |*. . |*. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_SG(+i) . |*** . |*** . |*** . |** . |** . |** . |*. . |** . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .*| . .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.2976 0.3887 0.3954 0.2997 0.3095 0.2549 0.1327 0.1359 0.0681 -0.0234 -0.0527 -0.1272 -0.1501 -0.1874 -0.2420 -0.1833 -0.1796 -0.2068 -0.1775 -0.1179 -0.1342 -0.1685 -0.1726 -0.1753 -0.1406 -0.1210 -0.1412 -0.1202 -0.0573 -0.0497 -0.0814 0.0161 0.0140 -0.0318 0.0194 0.0109 0.0460
lead 0.2976 0.3090 0.2743 0.2432 0.2472 0.1809 0.1411 0.1732 0.0549 -0.0010 0.0230 -0.0276 -0.0733 -0.0533 -0.0950 -0.0646 -0.0191 -0.0401 -0.0180 0.0304 -0.0494 -0.0134 -0.0354 -0.0840 -0.0940 -0.0718 -0.1055 -0.1059 -0.0801 -0.1059 -0.0905 -0.0394 -0.1126 -0.0830 -0.0979 -0.0968 -0.0792
13.
US-INDONESIA Date: 07/27/09 Time: 02:59 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_ID(-i) ***| . .**| . . *| . . *| . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . |* . . | . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_ID(+i) ***| . . *| . ***| . .**| . .**| . . *| . . *| . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . |**. . |*** . |*** . |**** . |**** . |*** . |**. . |* . . | . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag -0.2557 -0.1970 -0.1143 -0.0802 -0.0285 0.0800 0.0664 0.0708 0.1328 0.0668 0.1150 0.1360 0.0708 0.0489 0.0974 0.0496 0.0777 0.1108 0.0877 0.1109 0.1107 0.0504 0.0696 0.0022 -0.0470
lead -0.2557 -0.1188 -0.2675 -0.2024 -0.1504 -0.1469 -0.0627 0.0027 -0.0629 -0.0674 -0.1250 -0.1047 -0.1301 0.0267 -0.0069 0.1698 0.2628 0.3505 0.3995 0.4477 0.3043 0.2227 0.1058 -0.0110 -0.0556
Date: 07/27/09 Time: 02:59 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_ID(-i) . |*. . |*. . |*. .|. . |*. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| .
| | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_ID(+i) . |*. . |*. . |*. . |*. . |** . |** . |** . |** . |*. . |*. . |*. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag
lead
0.0500 0.0500 0.0708 0.0568 0.0747 0.1096 0.0457 0.1019 0.0805 0.1818 0.0828 0.1600 0.0057 0.1961 0.0059 0.2047 -0.0267 0.0848 -0.1091 0.0632 -0.0799 0.0639 -0.1481 0.0177 -0.1788 -0.0166 -0.1719 0.0003
**| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .|. .|. .|. . |*. . |*. . |** . |** . |** . |** . |**
14.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.|. .|. .|. .|. . |*. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1985 -0.2171 -0.1823 -0.1966 -0.1875 -0.1547 -0.2072 -0.2169 -0.1796 -0.1767 -0.1847 -0.1487 -0.1445 -0.0406 0.0231 0.0450 0.1231 0.1498 0.1724 0.2421 0.2142 0.1736 0.1708
-0.0147 -0.0028 0.0394 0.0151 0.0853 0.0158 -0.0778 -0.0677 -0.0627 -0.0715 -0.1013 -0.0677 -0.0764 -0.0230 0.0049 0.0355 0.0856 0.0153 -0.0206 -0.0202 -0.0685 -0.0789 -0.0995
US-MALAYSIA Date: 07/27/09 Time: 03:02 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_MY(-i) . |* . . |**. . |*** . |**. . |*** . |**. . |* . . | . . | . . *| . . *| . . *| . ***| . ***| . ***| . ****| . ***| . .**| . .**| . . *| . . *| . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_MY(+i) . |* . . |**. . |**. . |* . . |**. . |*** . |* . . |* . . *| . .**| . .**| . .**| . .**| . .**| . .**| . . *| . . | . . | . . |* . . |* . . |* . . | .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag 0.1204 0.2239 0.2671 0.2235 0.2735 0.2300 0.0774 0.0428 -0.0122 -0.0701 -0.1152 -0.1324 -0.2989 -0.3250 -0.3047 -0.3953 -0.2804 -0.1999 -0.1695 -0.0787 -0.0860 -0.0543
lead 0.1204 0.1611 0.1628 0.1057 0.1913 0.2729 0.0675 0.0574 -0.0552 -0.1754 -0.1912 -0.2164 -0.2395 -0.1679 -0.1758 -0.1148 -0.0126 0.0357 0.0731 0.1477 0.1116 0.0270
. | . . | . . | .
| | |
. *| . . | . . *| .
| | |
22 23 24
0.0139 -0.0570 0.0173 -0.0313 0.0386 -0.0664
Date: 07/27/09 Time: 03:03 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_MY(-i) . |**** | . |**** | . |**** | . |*** | . |*** | . |*** | . |** | . |*. | .|. | .*| . | .*| . | ***| . | ***| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ****| . | ***| . | **| . | **| . | .*| . | .*| . | .|. | . |*. | . |*. | . |** | . |** | . |*** | . |*** | . |** | . |** |
_US_SA,_MY(+i) . |**** . |**** . |**** . |**** . |**** . |**** . |*** . |*** . |** . |*. . |*. . |*. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| . **| . ***| . **| . ***| . ***| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.3918 0.4295 0.3852 0.3444 0.3391 0.2656 0.1717 0.1309 -0.0041 -0.1018 -0.1401 -0.2463 -0.3191 -0.3483 -0.3992 -0.4134 -0.4246 -0.4271 -0.4267 -0.3755 -0.3982 -0.3899 -0.3502 -0.2912 -0.2443 -0.2070 -0.1464 -0.0483 -0.0025 0.0548 0.1085 0.1657 0.2096 0.2672 0.2578 0.2492 0.2498
lead 0.3918 0.4083 0.4239 0.3911 0.4112 0.3699 0.3488 0.3142 0.2385 0.1556 0.1282 0.0971 0.0236 0.0359 -0.0128 -0.0282 -0.0031 -0.0306 -0.0480 -0.0920 -0.1544 -0.1840 -0.1820 -0.2144 -0.2536 -0.2450 -0.2716 -0.2713 -0.2395 -0.2397 -0.2051 -0.1909 -0.1951 -0.1546 -0.1349 -0.0919 -0.0785
15.
US-FILIPINA Date: 07/27/09 Time: 03:06 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_PH(-i) .**| . . *| . ***| . ***| . ***| . ***| . . *| . .**| . .**| . . *| . .**| . .**| . . | . . *| . . |* . . |**. . |* . . |* . . |* . . | . . | . . |* . . | . . |* . . |**.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_PH(+i) .**| . . *| . . | . . |* . . |* . . |**. . |*** . |*** . |*** . |*** . |**. . |**. . |**. . |* . . |**. . | . . |* . . |* . . | . . *| . . *| . .**| . .**| . ***| . ****| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag -0.1584 -0.1292 -0.2550 -0.2585 -0.2553 -0.2732 -0.1411 -0.2238 -0.2168 -0.1209 -0.2396 -0.1853 -0.0095 -0.0428 0.0613 0.1677 0.1236 0.1070 0.1037 -0.0026 0.0142 0.0901 0.0460 0.0814 0.1674
lead -0.1584 -0.1217 -0.0031 0.0789 0.1461 0.2414 0.3192 0.2790 0.2627 0.2951 0.2349 0.2412 0.1965 0.0985 0.1667 0.0488 0.0596 0.1493 -0.0023 -0.0420 -0.0634 -0.1586 -0.1638 -0.2714 -0.3462
Date: 07/27/09 Time: 03:06 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_PH(-i) .|. . |*. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . **| . **| . **| . ***| . **| . **| .
| | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_PH(+i) .|. . |*. . |*. . |** . |*** . |*** . |*** . |*** . |*** . |*** . |** . |*. . |*. . |*.
| | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag 0.0102 0.0512 0.0139 0.0012 -0.0480 -0.0786 -0.0699 -0.0951 -0.1533 -0.2249 -0.2458 -0.2617 -0.2285 -0.2082
lead 0.0102 0.1019 0.1528 0.2098 0.2718 0.3153 0.3018 0.3094 0.2608 0.2620 0.2191 0.1497 0.1380 0.0807
**| . **| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. . |*. .|. . |*. . |*. .|. .|. .|. .|.
16.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.|. .|. .|. .|. .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .*| . .|. .|. .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.1975 -0.1574 -0.1226 -0.0909 -0.0856 0.0103 -0.0368 -0.0684 -0.0788 -0.0521 0.0101 0.0179 0.0207 0.0488 0.0236 0.0551 0.0236 0.0590 0.0893 0.0092 -0.0051 -0.0022 0.0474
0.0350 0.0093 0.0265 0.0042 -0.0602 -0.0402 -0.0832 -0.0594 -0.0527 -0.0955 -0.0741 -0.0731 -0.1288 -0.1137 -0.0392 -0.0283 -0.0030 -0.0274 -0.0458 -0.0173 -0.0395 -0.0857 -0.0962
US-THAILAND Date: 07/27/09 Time: 03:09 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_TH(-i) . |* . . |**. . |*** . |***** . |**** . |**** . |**** . |*** . |**. . |*** . |**. . |**. . |**. . |* . . | . . *| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . .**| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_TH(+i) . |* . . | . . *| . . *| . ***| . ***| . ****| . *****| . ****| . ****| . ***| . . *| . . *| . . | . . | . . | . . | . . |* . . |* . . |* . . |* . . |**.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag 0.1208 0.2489 0.3333 0.4635 0.3671 0.3785 0.3618 0.2656 0.1874 0.2866 0.2137 0.2120 0.1871 0.0831 -0.0208 -0.0473 -0.2738 -0.3130 -0.2726 -0.3173 -0.2542 -0.1746
lead 0.1208 0.0018 -0.1163 -0.1452 -0.2839 -0.2866 -0.3635 -0.4471 -0.4158 -0.3772 -0.3359 -0.1361 -0.0968 0.0024 0.0005 -0.0142 -0.0183 0.0750 0.0737 0.1308 0.1502 0.1974
***| . .**| . .**| .
| | |
. |**. . |**. . |* .
| | |
22 -0.2796 23 -0.1620 24 -0.1580
0.2294 0.1884 0.0970
Date: 07/27/09 Time: 03:10 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_TH(-i) . |*** . |*** . |*** . |** . |** . |** .|. .|. .|. .*| . .*| . **| . **| . **| . **| . ***| . ***| . ***| . ****| . ****| . ***| . ***| . ***| . ***| . **| . .*| . .*| . .|. .|. . |*. .|. . |*. . |** . |** . |** . |** . |**
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_TH(+i) . |*** . |*** . |**** . |*** . |*** . |** . |** . |** . |*. . |*. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . **| . **| . .*| . **| . **| . .*| . **| . **| . .*| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.3023 0.3074 0.3016 0.2332 0.2168 0.1832 0.0320 0.0349 0.0071 -0.0600 -0.0552 -0.1528 -0.1602 -0.1639 -0.2123 -0.2499 -0.2766 -0.2976 -0.3869 -0.3501 -0.3320 -0.3015 -0.2729 -0.2461 -0.1893 -0.1260 -0.0730 -0.0165 0.0445 0.1024 0.0489 0.1549 0.2041 0.2219 0.2280 0.2178 0.2339
lead 0.3023 0.3431 0.3762 0.3101 0.3036 0.2350 0.1715 0.1660 0.0970 0.0688 0.0835 0.0235 -0.0204 -0.0011 -0.0536 -0.0966 -0.0830 -0.1492 -0.1562 -0.1386 -0.2096 -0.1517 -0.1168 -0.1790 -0.1682 -0.1339 -0.1651 -0.1565 -0.1168 -0.1295 -0.1113 -0.0625 -0.0962 -0.0036 0.0165 -0.0194 0.0315
17.
US-JEPANG Date: 07/27/09 Time: 03:12 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_JP_SA(-i) . |****** | . |**** | . |*** | . |**. | . |* . | . | . | . *| . | ***| . | ****| . | *****| . | *****| . | ******| . | ******| . | *****| . | ****| . | .**| . | . *| . | . | . | . |* . | . |* . | . |**. | . |*** | . |**** | . |**** | . |**** |
_US_SA,_JP_SA(+i) . |****** | . |***** | . |***** | . |****** | . |***** | . |**** | . |**. | . |* . | . *| . | .**| . | ***| . | ***| . | ****| . | ****| . | *****| . | ****| . | ****| . | ***| . | .**| . | .**| . | . *| . | . | . | . | . | . |* . | . |**. |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
lag 0.5860 0.4265 0.3326 0.2085 0.0981 -0.0211 -0.1115 -0.3220 -0.3721 -0.4855 -0.5205 -0.5996 -0.5800 -0.5326 -0.3478 -0.2079 -0.1022 -0.0222 0.1181 0.1386 0.1955 0.2674 0.3703 0.4315 0.4444
lead 0.5860 0.5382 0.5446 0.6122 0.5052 0.3562 0.2328 0.0669 -0.0667 -0.1996 -0.2865 -0.3094 -0.3895 -0.4136 -0.4821 -0.4025 -0.3826 -0.2823 -0.2240 -0.1697 -0.1137 -0.0085 0.0433 0.1532 0.2173
Date: 07/27/09 Time: 03:12 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_JP_SA(-i) . |****** | . |****** | . |***** | . |**** | . |*** | . |** | . |*. | .|. | .*| . | **| . | ***| . | ***| . | ****| . | ****| . |
_US_SA,_JP_SA(+i) . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |***** | . |**** | . |**** | . |*** | . |** | . |*. | . |*. | .|. | .*| . |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
lag
lead
0.6299 0.6299 0.6063 0.6346 0.4855 0.6313 0.4161 0.6140 0.3067 0.5793 0.2202 0.5285 0.0942 0.4437 -0.0352 0.3778 -0.1160 0.3086 -0.1960 0.2136 -0.2622 0.1466 -0.3382 0.0625 -0.3540 -0.0089 -0.3656 -0.0636
****| . ****| . ****| . ****| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . **| . **| . .*| . .*| . .|. .|. .|. . |*. . |*. . |** . |** . |** . |** . |**
18.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
.*| . **| . **| . **| . **| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.3730 -0.3648 -0.3611 -0.3524 -0.3378 -0.3269 -0.3212 -0.2956 -0.2729 -0.2283 -0.1817 -0.1328 -0.0824 -0.0191 0.0170 0.0473 0.0934 0.1402 0.1638 0.1868 0.1985 0.2110 0.1899
-0.1230 -0.1704 -0.1862 -0.2216 -0.2378 -0.2527 -0.2721 -0.2776 -0.2685 -0.2813 -0.2790 -0.2852 -0.2633 -0.2601 -0.2510 -0.2465 -0.2036 -0.1876 -0.1962 -0.1690 -0.1289 -0.1057 -0.0663
US-KOREA Date: 07/27/09 Time: 03:14 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 54 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_KR_SA(-i) . |* . . | . . | . . *| . .**| . ***| . ***| . ***| . ***| . ***| . .**| . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| . . | . . | . . *| . . |* . . |* .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_KR_SA(+i) . |* . . |* . . |**. . |* . . |* . . |**. . |**. . |**. . |**. . |* . . |*** . |*** . |*** . |**. . |**. . |* . . | . . *| . . *| . . *| . . *| . . *| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
lag 0.1122 -0.0128 -0.0374 -0.1443 -0.2419 -0.3023 -0.2841 -0.3045 -0.2988 -0.3178 -0.2151 -0.1411 -0.1177 -0.0803 -0.1234 -0.0733 -0.0983 -0.0409 -0.0120 -0.0581 0.1067 0.1503
lead 0.1122 0.0964 0.1610 0.1374 0.0785 0.2356 0.2013 0.2091 0.2473 0.1429 0.2744 0.2678 0.2858 0.2046 0.1684 0.0636 0.0189 -0.0936 -0.1081 -0.1236 -0.1031 -0.0911
. |* . . |**. . |**.
| | |
. *| . . *| . .**| .
| | |
22 23 24
0.1125 -0.1310 0.2162 -0.1117 0.1735 -0.1566
Date: 07/27/09 Time: 03:14 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 135 Correlations are asymptotically consistent approximations _US_SA,_KR_SA(-i) . |**** . |***** . |**** . |**** . |**** . |*** . |*** . |** . |** . |*. .|. .|. .*| . .*| . **| . ***| . ***| . ****| . ****| . *****| . *****| . *****| . ******| . *****| . *****| . ****| . ***| . ***| . **| . .*| . .*| . .|. . |*. . |*. . |** . |** . |***
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
_US_SA,_KR_SA(+i) . |**** . |**** . |*** . |*** . |** . |** . |** . |*. . |*. . |*. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .|. .|. .|. .*| . .*| . .*| . .*| . .*| . **| . **| . **| . **| . **| . **| . .*| . .*| . .*| . .*| . .*| .
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
lag 0.4266 0.4563 0.4455 0.4404 0.3994 0.3524 0.2976 0.2368 0.1695 0.1058 0.0368 -0.0290 -0.0739 -0.1282 -0.1991 -0.2703 -0.3369 -0.3835 -0.4302 -0.4860 -0.5040 -0.5236 -0.5428 -0.5377 -0.4838 -0.4064 -0.3216 -0.2863 -0.2034 -0.1306 -0.0532 0.0208 0.0627 0.1310 0.1782 0.2427 0.2880
lead 0.4266 0.3835 0.3206 0.2835 0.2403 0.2031 0.1686 0.1394 0.1032 0.0907 0.0694 0.0420 0.0027 -0.0305 -0.0618 -0.0499 -0.0579 -0.0567 -0.0320 -0.0404 -0.0386 -0.0419 -0.0603 -0.0829 -0.1094 -0.1381 -0.1624 -0.1656 -0.1663 -0.1647 -0.1565 -0.1548 -0.1387 -0.1165 -0.1229 -0.0987 -0.0832
PRA-KRISIS IPX
Lampiran 3. Uji Akar Unit a. IPX Indonesia (id) Null Hypothesis: _ID has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.979421 -3.568308 -2.921175 -2.598551
0.0032
t-Statistic
Prob.*
-5.837669 -3.596616 -2.933158 -2.604867
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-3.034941 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.0386
t-Statistic
Prob.*
-5.167990 -3.568308 -2.921175 -2.598551
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_ID) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. IPX Jepang (jp) Null Hypothesis: _JP_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_JP_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. IPX Korea (kr) Null Hypothesis: _KR_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.981486 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-5.420318 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-3.922696 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0038
t-Statistic
Prob.*
-4.516203 -3.596616 -2.933158 -2.604867
0.0008
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_KR_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. IPX Malaysia (my) Null Hypothesis: _MY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_MY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
e. IPX Filipina (lnph) Null Hypothesis: _PH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.689871 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-5.797377 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-2.823307 -3.592462 -2.931404 -2.603944
0.0634
t-Statistic
Prob.*
-4.691477 -3.596616 -2.933158 -2.604867
0.0005
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_PH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
f. IPX Singapura (sg) Null Hypothesis: _SG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_SG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
g. IPX Thailand (th) Null Hypothesis: _TH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.314392 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-11.79647 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-3.897512 -3.592462 -2.931404 -2.603944
0.0044
t-Statistic
Prob.*
-8.688822 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_TH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
h. IPX Amerika (lnus) Null Hypothesis: _US_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_US_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4. Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variabels: D_ID D_JP D_KR D_MY D_PH D_SG D_TH D_US Exogenous variabels: C Date: 07/27/09 Time: 06:32 Sample: 1993M01 1997M06 Included observations: 52 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1
838.8143 925.3672
NA 143.1451*
1.83e-24 7.91e-25*
-31.95440 -32.82182*
-31.65421* -30.12009
-31.83931* -31.78604
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 5. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variabels: D_ID D_JP D_KR D_MY D_PH D_SG D_TH D_US Exogenous variabels: C Lag specification: 1 1 Date: 07/27/09 Time: 06:33 Root -0.565252 - 0.198164i -0.565252 + 0.198164i -0.260907 - 0.445293i -0.260907 + 0.445293i -0.427015 -0.323711 -0.144783 0.094784 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.598982 0.598982 0.516099 0.516099 0.427015 0.323711 0.144783 0.094784
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Date: 07/27/09 Time: 06:34 Sample (adjusted): 1993M04 1997M06 Included observations: 51 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: _ID _JP_SA _KR_SA _MY _PH _SG _TH _US_SA Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 * At most 5 * At most 6 At most 7 *
0.685816 0.564333 0.492806 0.462691 0.384369 0.287579 0.182806 0.087771
224.7383 165.6917 123.3170 88.69507 57.01481 32.27433 14.98094 4.685096
159.5297 125.6154 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0000 0.0002 0.0008 0.0055 0.0254 0.0596 0.0304
Trace test indicates 6 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 7. Uji Granger Causality
Variabel Terikat
Id Id Jp Kr My Ph Sg Th Us
Jp 0.886
0.078 0.276 0.186 0.009 0.281 0.024 0.755
0.539 0.830 0.668 0.265 0.216 0.799
Variabel Bebas Kr My Ph 0.026 0.352 0.009 0.902 0.436 0.038 0.630 0.035 0.715 0.121 0.539 0.164 0.615 0.156 0.101 0.188 0.611 0.094 0.399 0.265 0.139
Sg 0.698 0.399 0.599 0.101 0.045 0.000 0.780
Th 0.661 0.350 0.525 0.192 0.006 0.058 0.041
Us 0.027 0.035 0.677 0.657 0.669 0.292 0.565
PASCA-KRISIS IPX
Lampiran 3. Uji Akar Unit i. IPX Indonesia (id) Null Hypothesis: _ID has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.287600 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.1776
t-Statistic
Prob.*
-4.308909 -3.485115 -2.885450 -2.579598
0.0007
t-Statistic
Prob.*
-4.068872 -3.481623 -2.883930 -2.578788
0.0015
t-Statistic
Prob.*
-3.981556 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0021
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_ID) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
j. IPX Jepang (jp) Null Hypothesis: _JP_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_JP_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
k. IPX Korea (kr) Null Hypothesis: _KR_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.957348 -3.480425 -2.883408 -2.578510
0.0022
t-Statistic
Prob.*
-13.43771 -3.480038 -2.883239 -2.578420
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-4.033524 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0018
t-Statistic
Prob.*
-3.097841 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0293
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_KR_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
l. IPX Malaysia (my) Null Hypothesis: _MY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_MY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 11 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
m. IPX Filipina (ph) Null Hypothesis: _PH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.525723 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.1119
t-Statistic
Prob.*
-3.140291 -3.485115 -2.885450 -2.579598
0.0262
t-Statistic
Prob.*
-4.422255 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0004
t-Statistic
Prob.*
-6.002394 -3.484198 -2.885051 -2.579386
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_PH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
n. IPX Singapura (sg) Null Hypothesis: _SG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_SG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
o.
IPX Thailand (th) Null Hypothesis: _TH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.562608 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0079
t-Statistic
Prob.*
-3.495178 -3.485115 -2.885450 -2.579598
0.0097
t-Statistic
Prob.*
-2.343668 -3.482035 -2.884109 -2.578884
0.1601
t-Statistic
Prob.*
-3.606588 -3.480818 -2.883579 -2.578601
0.0068
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_TH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
p. IPX US (lnus) Null Hypothesis: _US_SA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(_US_SA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4. Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variabels: D_ID D_JP D_KR D_MY D_PH D_SG D_TH D_US Exogenous variabels: C Date: 07/27/09 Time: 07:36 Sample: 1997M07 2008M09 Included observations: 130 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
2021.463 2174.013 2279.106 2327.751 2386.018
NA 283.9767 182.7005 78.58071 86.95168*
4.87e-24 1.25e-24 6.70e-25* 8.72e-25 1.00e-24
-30.97635 -32.33865 -32.97086* -32.73463 -32.64642
-30.79989* -30.75048 -29.97097 -28.32304 -26.82312
-30.90465 -31.69333 -31.75190* -30.94205 -30.28022
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 5. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variabels: D_ID D_JP D_KR D_MY D_PH D_SG D_TH D_US Exogenous variabels: C Lag specification: 1 2 Date: 07/27/09 Time: 07:37 Root -0.328670 - 0.680774i -0.328670 + 0.680774i -0.537906 - 0.387406i -0.537906 + 0.387406i 0.635483 -0.558401 -0.329287 - 0.450941i -0.329287 + 0.450941i -0.243787 - 0.500391i -0.243787 + 0.500391i -0.509043 -0.066452 - 0.385498i -0.066452 + 0.385498i -0.379995 0.225757 0.185659 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.755961 0.755961 0.662892 0.662892 0.635483 0.558401 0.558371 0.558371 0.556618 0.556618 0.509043 0.391183 0.391183 0.379995 0.225757 0.185659
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Date: 07/27/09 Time: 07:40 Sample (adjusted): 1997M11 2008M09 Included observations: 131 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: _ID _JP_SA _KR_SA _MY _PH _SG _TH _US_SA Lags interval (in first differences): 1 to 3 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 * At most 5 * At most 6 * At most 7 *
0.436257 0.339652 0.307530 0.283293 0.212268 0.148799 0.110413 0.045706
295.0395 219.9561 165.5925 117.4512 73.81664 42.56046 21.45541 6.128600
159.5297 125.6154 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0010 0.0056 0.0133
Trace test indicates 8 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 7. Uji Granger Causality
Variabel Terikat
Id Id Jp Kr My Ph Sg Th Us
Jp 0.234
0.200 0.715 0.006 0.028 0.251 0.130 0.795
0.022 0.068 0.115 0.149 0.017 0.001
Variabel Bebas Kr My Ph 0.280 0.616 0.055 0.002 0.003 0.177 0.757 0.669 0.000 0.000 0.511 0.048 0.203 0.029 0.092 0.000 0.005 0.014 0.229 0.070 0.419
Sg 0.742 0.002 0.144 0.624 0.017 0.000 0.011
Th 0.260 0.680 0.396 0.059 0.053 0.452 0.515
Us 0.208 0.000 0.006 0.037 0.253 0.073 0.001