SINERGI REFERENSI TEBING TINGGI DELI
Televisi Dan Jam Wajib Belajar
ISSN 1978 - 8080 NOMOR 133 TAHUN 2014 TAHUN XII 2014
Ketika Televisi Menjadi Orang Tua Ketiga Self Sensor Versus Kolonialisasi Media
Televisi & Jam Wajib Belajar MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI w w w. t eb i n g t i n gg i ko t a . go. i d
ESA HILANG DUA TERBILANG
DA R I R E A DA K S I
SINERGI REFERENSI
TEBING
TINGGI
TERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI NO.480.05/286 TAHUN 2002
KETUA PENGARAH
Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM ( WaliKota Tebing Tinggi )
WAKIL KETUA PENGARAH H. Irham Taufik, SH, M.AP (Wakil WaliKota Tebing Tinggi )
Pembaca budiman… Coba perhatikan, dalam penerbitan ini ada yang berbeda dibanding penerbitan sebelumnya. Satu di antara perbedaan itu, adalah adanya perubahan jajarn redaksi SINERGI mulai edisi Januari 2014 ini. Ya, Pemred yang lama Ahdi Sucipto, SH yang telah mengendalikan majalah kesayangan kita ini selama dua tahun lebih, telah digantikan oleh Drs. Bambang Sudaryono. Sebelumnya Pemred kita yang baru ini merupakan Camat Kec. Padang Hulu dan telah lama menduduki jabatan itu. Kini beliau dipercaya Wali Kota Tebingtinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM sebagai Kabag Humas PP Pemko Tebingtinggi. Sedangkan Kabag Humas PP lama juga Pemred SINERGI Ahdi Sucipto, SH menduduki pos barunya di Dinas Perhubungan sebagai Kabid Sarana Prasarana. Pergantian jabatan dalam birokrasi pemerintahan, sudah dipandang sebagai hal lazim oleh PNS yang bertugas dimanapun juga. Demikian pula dengan keduanya, akan memandang penempatan pos masing-masing merupakan proses tour and duty bagi mereka untuk lebih meningkatkan kinerja dimasa mendatang. Hal sama harus dirasakan jajaran SINERGI yang mengeloa majalan kesayangan kita ini. Jangan sampai gerak perubahan di tubuh Humas PP berdampak besar bagi kinerja SINERGI. Sebagai nakhoda baru di majalah SINERGI, saya berpesan agar kinerja majalah ini ditingkatkan secara lenih baik. Prestasi yang telah diraih selama ini harus terus dipertahankan, bahkan bila mampu harus ditingkatkan. Sebagai Pemred, saya akan memberikan dukungan penuh terhadap apa pun kebutuhan personalia SINERGI. Pembaca sekalian … Edisi pertama ini, adalah bentuk komitmen jajaran SINERGI di bawah Pemred baru ini. Laporan utama kita akan mencoba untuk menelisik persoalan tayangan televisi dihubungkan dengan jam wajib belajar yang jadi program Pemko Tebingtinggi. Laput ini akan dilengkapi dengan beberapa laporan lain, misalnya soal bahaya bagi anak dan remaja jika kelamaan nonton TV. Juga dipersoalkan seberapa besar pengaruh TV bagi keluarga, serta perlunya self sensor (sensor pribadi) terhadap tayangan TV yang hadir selama 24 jam di rumah kita. Kami juga akan melaporkan sejumlah kegiatan Wali Kota Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM dan jajaran Pemko Tebingtinggi yang ada hubungannya dengan kinerja SKPD dari berbagai instansi yang ada. Bahkan, satu hal yang penting, edisi ini akan kami isi dengan parade tulisan dari 10 penulis ternama dari berbagai daerah, khususnya Sumut. Mereka telah menyumbangkan sejumlah karya tulis, baik dalam bentu k laporan sastra, Cerpen maupun puisi ke redaksi SINERGI. Sebagai respon positif, kami pun memuat semua sumbangan tulisan itu, pada edisi kali ini. Sedangkan pada rubric lain, misalnya Sosial, redaktur kami mneyambar fenomena yang berkembang belakangan ini pra Pemilu. Judulnya juga terkesan provokatif “Mereka Yang Menunggu Amplop,’ Inilah laporan kami yang mungkin disodorkan secara terang-terangan tentang tidak terelakkannya politik uang alias money politic dalam kancah perpolitikan tanah air. Satu lagi laporan yang tidak bisa pembaca abaikan, adalah laporan ragam/pluralis yang bisanya banyak diminati. Kali ini, SINERGI membuat laporan tentang sejarah secangkir the di Keraton Ngayogyakarta. The, meski pun jenis minuman yang sudah dikenal, ternyata selama ini punya sejarah menarik, khususnya di kerajaan-kerajaan yang ada di negeri ini. Kami berharap suguhan kami ini meski pun terlambat, karena harus menunggu dana cetak dari pencairan APBD 2014, tidak mengurangi minat pembaca untuk tetap setiap membaca SINERGI. Biarlah pepatah tua yang mnegatakan biar lambat asal selama kita pakai untuk penerbitan SINERGI yang tidak teratur ini. Semoga maklum…Salam kami dari meja redaksi.
2
PENGENDALI
H. Johan Samose Harahap, SH, MSP (Sekdako Tebing Tinggi Deli )
PENANGGUNG JAWAB
Ir. H. Zainul Halim (Asisten Administrasi Umum )
PIMPINAN REDAKSI
Drs. Bambang Sudaryono (Kabag Adm. Humas PP)
WAKIL PIMPINAN REDAKSI Maslina Dalimunthe.SE (Kasubag Adm. Humas PP)
BENDAHARA :
Jafet Candra Saragih
KOORDINATOR LIPUTAN Drs Abdul Khalik, MAP
SEKRETARIS REDAKSI Dian Astuti REDAKSI
Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda, Ulfa Andriani,S.Sos
LAYOUT DESAIN GRAFIS Aswin Nasution, ST
FOTOGRAFER : Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga, Agung Purnomo
KOORDINATOR DISTRIBUSI Edi Suardi, S.Sos RIDUAN
LIPUTAN DAN REPORTER
Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi dan maknanya. Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing Tinggi Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Deli Deli Eimail :
[email protected] Facebook :
[email protected]
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
D AFTAR ISI SINERGI EDISI 133 JANUARI 2014 2. SALAM REDAKSI 4. MOMENTUM 6. SINERGITAS Dampak Televisi
7. UTAMA
Televisi Dan Jam Wajib Belajar Self Sensor Versus Kolonialisasi Media Ketika Televisi Menjadi Orang Tua Ketiga
14. PENDIDIKAN
Kita Perlu Hari Bahasa Indonesia
16. EKONOMI
Tinjau Pasar Tradisional
17. KESEHATAN
Jamyankes Akan Dinikmati 48 % Warga Miskin Kota Tebing Tinggi
18. HUKUM
Deskripsi Karakter Pasca Reformasi
20. LENSA PEMKO 28. PEMKO KITA 30. PARLEMENTARIA 32. AGAMA 33. OLAH RAGA 34. CERPEN 55. INFONASIONAL 56. OPINI 57. SOSIAL 58. TEPIAN 59. IKLAN OVOP GRATIS
Televisi Dan Jam Wajib Belajar UTAMA TELEVISI adalah wilayah bebas nilai. Di tangan penontonnya kotak cinema itu bisa menjadi..............
7
PEMKO KITA
Umar Zunaidi Hasibuan Serahkan Bantuan ke Pengungsi
Bencana Erupsi Gunung Sinabung..........
Pimpinan Redaksi Drs.BAMBANG SUDARYONO
Redaksi RIZAL SYAM
Wakil Pimpinan Redaksi MASLINA DALIMUNTHE,SE
Redaksi ULFA ANDRIANI,S.Sos
JAJARAN REDAKSI TA H U N 2 0 1 4
28
Koordinator Liputan Drs.ABDUL KHALIK,MAP
Layout Desain Grafis ASWIN NAST,ST
Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI
Koordinator Distributor EDI SUARDI
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Distributor RIDWAN
Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH
Foto Grafer Sinergi AGUNG PURNOMO
Redaksi JUANDA
Foto Grafer Sinergi SULAIMAN
Redaksi KHARUL HAKIM
Foto Grafer Sinergi TOMY ERLANGGA
3
MOMENTUM
44
MOMENTUM
555
SINERGITAS
D a m p ak Te l evi s i Sejenak seusai menonton film yang mengandung adegan kekerasan, Benny bertengkar dengan adiknya, berkelahi dengan anak tetangga, dan merusak meja makan. Orang tuanya mengambil kesimpulan, Benny menjadi agresif karena menonton film. Bila ditanya apa alasannya, mereka mungkin menemukan beberapa jawaban. Pertama, sudah diketahui banyak orang bahwa menonton film akan berpengaruh pada perilaku; film kekerasan akan melahirkan perilaku kekerasan pula. Kedua, mereka merujuk kepada pada tulisan dalam majalah yang mengungkapakan bahwa film memang merusak perilaku remaja. Kendati demikian, pada kali lain terlihat satu hal yang menakjubkan. Seorang anak telah lama menabung menyerahkan celengannya. Tabungan yang dimulai sejak berbulan-bulan lalu, diserahkannya kepada korban tsunami di Aceh setelah ia melihat musibah itu di televisi. Padahal tabungan tersebut tadinya akan digunakan untuk membeli sesuatu yang telah lama diinginkannya. Setiap orang pasti membutuhkan hiburan, salah satu hiburan tersebut adalah dengan menonton televisi. Seorang anak khususnya dapat menghabiskan waktu lebih lama untuk menonton televisi daripada untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa anak lebih banyak mengetahui apa yang dilihatnya melalui televisi dan besar kemungkinan untuk ditirunya. Baik itu tontonan berupa kartun, sinetron, iklan, film, dan berbagai jenis lainnya. Televisi merupakan media massa elektronik yang mampu menyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mengakses informasi dan mencapai khalayak yang tak terhingga dalam waktu yang bersamaan. Tidak dipungkiri jika televisi juga banyak memberikan manfaat seperti memperoleh informasi terbaru yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Akan tetapi, acara televisi akhir-akhir ini lebih banyak membawa pengaruh negatif terhadap kepribadian anak. Misalnya, seperti adegan
6
kekerasan dalam sinetron yang sering dilihat anak dapat menyebabkan anak tersebut menirukan dalam kesehariannya. Secara kekinian, ketika terjadi perubahan dramatis dalam teknologi komunikasi, maka satu hal yang tak terelakkan akan berdampak pada kemajuan media massa. Pesatnya kemajuan media massa -terutama televisi- akan pula memberikan dampak signifikan terhadap perubahan pola hidup dan prilaku umat manusia. Persoalannya hanya terletak pada: bahwa komunikasi dengan menggunakan media massa ini berlaku dalam satu arah (one way communication), dengan mengenyampingkan umpan balik. Meskipun begitu, dalam tahap-tahap tertentu komunikan masih bisa melakukan feedback atas pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa, walau tidak serta merta. Setiap media massa memang memiliki karakter khas dengan kelebihan dan kekurangan yang ada padanya. Diantara berbagai bentuk media massa yang mungkin paling kontroversial adalah televisi. Televisi, lewat acara-acara yang telah diplotnya, tidak saja teramat mudah memasuki wilayah publik tetapi juga gampang sekali menyerbu ruang-ruang pribadi kita. Televisi telah duduk rapi di sudut-sudut kantor, kamarkamar keluarga bahkan menginap di kamar tidur berjam-jam setiap harinya.
Dengan tidak bermaksud mengabaikan efek positif yang dimanifestasikan televisi, tidak sedikit ahli mengkhawatirkan dampak negatif media ini terhadap perilaku audiens. Masih lekat dalam ingatan tentang kisah korban acara televisi yang terjadi pada tahun 2006. Kala itu salah satu stasiun televisi menampilkan acara smackdown yang mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka. Data yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut: Reza Ikhsan Fadillah (9), Bandung (meninggal 16 November 2006). I Made Adi S. Putra (8), Bali, meninggal. Angga Rakasiwi (11), luka-luka. Fayza Raviansyah (4), Bandung, luka dan muntah darah. Ahmad Firdaus (9), Bandung, pingsan dan Nabila Amal (6), Bandung, mengalami patah tulang. Mar Yunani (9), Yogyakarta, gegar otak. Yudhit Bedha Ganang (10), Jakarta Selatan, luka pada kepala dan kemaluan. Angga Riawan (12), Sukabumi,luka-luka. Fuad Ayadi (9), Madura, luka-luka. M. Arif (11), Jambi, luka-luka. M.Hardianto (11), Kendari, luka-luka. Fikro Haq (7). Mulai sekarang senantiasa awasi anak-anak saat menonton televisi. Beri pengertian serius saat menonton setiap program acara, apalagi program tersebut belum untuk ditontonnya. (khairul hakim)
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
U TA M A
Televisi Dan Jam Wajib Belajar TELEVISI adalah wilayah
bebas nilai. Di tangan penontonnya kotak cinema itu bisa menjadi benda mematikan, tapi juga bisa jadi benda yang memberikan manfaat besar. Semua nilai yang dimilik televisi tergantung pada remote (alat pengendali) media siar itu. Jika ingin bermanfaat tergantung pada pemirsa, tapi jika pun merusak itu semua tergantung di tangan pemirsa. Begitulah nilai filosofis yang ditanamkan ke benak publik oleh para pemilik media elektronik ini. Para pemodal televisi, mulai dari pemilik hingga pemeran televisi, seolah berkeinginan agar penonton televisi adalah orang-orang yang cerdas dan bisa menikmati produksi televisi dengan sikap dan nilai yang mereka miliki. Artinya, secara langsung para pemilik media siar itu, yakin betul
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
apapun yang mereka buat tidak akan memberi pengaruh negatif, sepanjang penontonnya adalah orangorang yang memiliki kadar kecerdasan dan pendidikan yang baik. Dalam posisi inilah kemudian, tayangan dan program siar yang mereka siarkan, motifnya adalah memberikan kesenangan kepada penonton tanpa peduli pada nilai-nlai yang terkandung didalam program siar itu. Substansi penayangan berbagai program televisi, adalah bagaimana program itu mampu dilihat sebanyak-banyaknya mata pemirsa dan bertahan lama. Jika hal itu bisa dilakukan, maka implikasi kedua adalah membanjirnya pengajuan iklan dan pariwara yang akan mendatangkan laba bagi usaha broadcast itu. Dengan tujuan demikian, rating yang dibuat lembaga-lembaga survey menjadi takarannya. Semakin tinggi
rating, semakin tinggi pula pemasukan iklan, dan itu artinya keuntungan dari program itu semakin melimpah. Jangan heran, jika kemudian banyak tayangan hiburan semacam sinetron bisa berlangsung bertahuntahun dengan ratusan episode yang kisahnya bak benang kusut yang tak jelas lagi mana ujung dan pangkalnya. Demikian pula dengan acara-acara hiburan yang berlangsung bertahuntahun tanpa henti. Prinsipnya, sepanjang program itu masih ada penontonnya, dipastikan akan terus tayang walau sudah kehilangan makna luhurnya. Program Yuk Keep Smile (YKS) di TransTV, adalah contoh hiburan yang berlangsung terus menerus setiap malam, hingga kemudian acara itu booming dan mampu menciptakan kultur baru yang disebut dengan ‘joget Caesar.’
7
U TA M A
Ada pula acara hiburan di RCTI yang dikenal dengan ‘Indonesian Idol.’ Acara yang ditonton puluhan juta pasang mata itu, mampu melahirkan bintang idola baru di ranah public hanya dalam tempo tayangan selama satu bulan lebih. Produk tayangan yang mengidola itu adalah Fatin Shidqia Lubis, seorang remaja yang masih duduk di kelas II SMA dengan anugerah suara yang katanya luar biasa. Sulap televisi telah menjadikan remaja yang seharusnya nebeng jajan dengan orang tua itu, menjadi kaya raya. Banyak acara semacam itu di berbagai tayangan televisi, selanjutnya menyihir jutaan remaja dan anak muda dari berbagai pelosok membanjiri ibu kota dan kota provinsi untuk merenda asa. Mereka mengikuti audisi agar bisa senasib dengan idola mereka. Padahal, peluang itu hanya satu dari ribuan orang. Celakanya, tak sedikit di antara mereka yang kemudian putus asa. Buruknya, kultur pop yang terbangun oleh kedua acara itu merasuk hingga ke jantung peradaban generasi muda negeri ini., Di mana mereka lebih suka berkhayal menjadi kaya dengan cara-cara instan, ketimbang melalui cara-cara menempuh pendidikan, memeras keringat dan berpikir berat agar bisa sukses. Padahal, kerja keras memeras keringat serta berpikir berat melalui jalan berliku dunia pendidikan, merupakan sunnatullah yang harus ditempuh jika ingin sukses. Kisah tentang sosok-sosok tertentu yang jadi kaya secara instan, hanya sebagian kecil dari peran dan pengaruh media elektronik terhadap publik. Yakni, publik yang secara implisit memiliki karakter genuine dan kemudian menghadapi gempuran kultur media massa
8
khususnya elektronik, hingga memiliki kesadaran semu yang bukan kesadaran aslinya. Tapi, ada pula cerita yang mengenaskan bagaimana media televisi mampu menciptakan monster dalam diri publik, khususnya terhadap anak-anak dibawah umur, bahkan tak jarang juga mempengaruhi remaja. Tidak hanya mempengaruhi, televise juga mampu membius anak dan remaja hingga memilik kekuatan untuk meniru apa yang ditontonnya di televisi. Terdapat sejumlah contoh tragis, bagaimana program televisi bisa merubah perilaku anak. Pada 16 November 2006 misalnya, Reza Ikhsan Fadillah, 9, meninggal dunia karena meniru program tayangan smack down di televisi. Begitu pula dengan Angga Rakasiwi, 7, yang mengalami lima kali jahitan di kepala, karena meniru adegan yang sama. Di luar negeri, kasusnya jauh lebih sadis dan brutal. Pada 20 April 1999 di Amerika Serikat, dua siswa Dylan Klebold, 18, dan Eric Harris, 17, melakukan penembakan secara brutal dengan senapan mesin pada jam belajar di Columbine High School di Littleton, Colorado. Dengan bergaya koboy yang disaksikannya di televisi, kedua remaja itu memuntahkan peluru di kantin sekolah, ruang sekolah, koridor sekolah dan teras depan sekolah. Akibatnya fatal, 12 siswa dan seorang guru tewas bersimbah darah. Sedangkan 20 orang lainnya harus dirawat di rumah sakit, karena terserempet peluru nyasar. Lebih mengiris perasaan, kedua remaja itu kemudian menembak dirinya sendiri hingga tewas. Ternyata, fakta belakangan terungkap mereka penggemar filmfilm bergenre kekerasan. (Riyanto Rasyid, 2013) Pesona televisi yang membius
itulah kemudian menggerakkan sejumlah kalangan untuk melakukan berbagai langkah antisipasi terhadap efek negatif yang dilahirkan oleh tayangan televisi. Antisipasi itu dimulai dari penguatan perangkat hukum, pengawasan kegiatan televisi hingga pemberdayaan pemirsa melalui self devense (pertahanan diri) serta pengaturan jadwal tayangan dengan berbagai kode dan peringkat. Semua itu ditujukan untuk meminimalisir dampak negatif televisi. Negara melakukan fungsi itu dengan membentuk sejumlah undang-undang membatasi kegiatan media massa. Demikian pula ditindak lanjuti dengan pembentukan sejumlah komisi, misalnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI dikehendaki Negara harus ada di hingga ke dearah, bahkan diharapkan peran serta masyarakat untuk melakukan pengawasan internal terhadap siaran televise di rumah masing-masing. Namun, patut disayangkan ditengah gempuran tayangan televisi itu, ada kesan masyarakat dibiarkan berjuang sendirian. Perjuangan masyarakat itu pun hanya sebatas, menguasai remote control yang ada di tangan mereka. Padahal, menguasai remote control saja tak sepenuhnya mampu mengendalikan televisi dari cengkraman rasa ingin tahun generasi muda yang cetek pengetahuan dan pemahaman. Kepala SD Inti Nusantara kota Tebingtinggi Elvi Mailani, SPd, MSi, dalam satu perbincangan, mengaku masih banyak acara-acara televisi yang tak sesuai ditonton khususnya seusia SD dan SMP. Meski acara itu tak cocok untuk SD dan SMP, tapi televisi justru menyiarkannya saat anak-anak dan remaja berada dalam waktu yang seharusnya untuk kegiatan belajar.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
U TA M A
Lebih menyedihkan, ungkap sosok yang pernah menjadi guru teladan nasional itu, anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih menyontoh yang negatifnya ketimbang yang positif dari apa yang dilihat di tayangan itu. Banyak kasus terjadi yang menunjukkan kuatnya pengaruh media terhadap remaja dan anak-anak. Elvi Meilani, menambahkan jalan satu-satunya untuk mengurangi pengaruh negatif televisi, melalui cara mendampingi anak-anak menonton acara-acara yang ada. Namun, cara itu sendiri kurang efektif mengingat waktu anakanak dan remaja dengan orang tua sepanjang hari selalu berbeda. Ketika anak-anak dan remaja pulang sekolah, saat itu terbuka peluang anak menonton teve tanpa pengawasan. Saat malam hari semua keluarga menonton teve dan hampir tak ada kontrol di sana. Lalu, bagaimana pula dengan trend setiap kamar di rumah tersedia teve khusus, atau laptop yang dijadikan teve atau melalui teve streaming yang kini banyak diakses remaja. Cara lain, selain mengontrol remote yang ada di tangan, Elivi Meilani menyetujui agar pemerintah daerah/kota menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang bisa menggerakkan orang tua memerintahkan anak-anaknya beralih dari menonton teve. “Saya sangat setuju jika Pemko Tebingtinggi menerbitkan Perda wajib belajar ba’da maghrib,” tegas dosen Unimed itu. Alasannya, jika Perda itu memang ada, otomatis anak-anak akan mengalami proses wajb melakukan kegiatan belajar di awal malam, disaat televisi menayangkan acara di waktu prime time. “Saya kira memang harusnya itu yang dilakukan, agar masyarakat terbantu dalam mengurangi kegiatan menonton anak-anak dan remaja,”
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
ujar Elvi Meilani. Pemko Tebingtinggi, dikabarkan dalam beberapa tahun belakangan gencar menerima saran masyarakat agar membuat peraturan daerah yang bernuansa pembangunan dan pengembangan nila-nilai moralitas di tengah masyarakat. Beberapa saran dan usul yang kerap muncul, misalnya Perda Anti Maksiat, Perda Gemmar (Gerakan Mengaji Ba’da Mahgrib) dan yang terakhir Perda Jam Wajib Belajar. Namun, hingga ketiga usulan masyarakat belum menunjukkan tanda-tanda akan direspon Pemko Tebingtinggi. Kabar terakhir yang berhasil diperoleh, rencana Perda Jam Wajib Belajar hanya direspon dengan penerbitan peraturan wali kota soal itu. Sementara usulan yang lain belum terdengar tindak lanjutnya. Dalam seminar yang digelar Badan Sensor Film (BSF) beberapa waktu lalu, ada usulan agar Pemko Tebingtinggi membuat Perda Jam Wajib Belajar. Perda itu, usul pembicara, mewajibkan pelajar agar belajar wajib belajar pada jam tertentu, misalnya mulai dari jam 19.00 hingga 21.00 atau ba’da (sesudah) mahgrib hingga qabla (sebelum) Isya. Dikatakan, pembuatan Perda itu paling tidak akan membatasi anakanak dan remaja menonton televisi di waktu-waktu prime time. Di saat mana, berbagai stasiun televise berusaha menjaring sebanyakbanyaknya pemirsa untuk menyaksikan tayangan mereka. Kala itu, merupakan waktu tepat dimana semua sosok berkumpul bersama di hadapan teve, karena itu waktuwkatu itu menjadi momen berharga untuk keluarga berkumpul. Pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut Dr. Faisar Ananda Arfa, MA, saat diminta pandangannya soal strategi mengurangi kedekatan anak dan
generasi muda dengan teve, mengatakan starategi penguatan hukum dan kelembagaan bisa dijadikan sebagai salah satu cara mengurangi keasikan anak terhadap tontonan teve. “Tapi selain itu, yang terpenting bagaimana ada gerakan kultural untuk mengurangi kecenderungan menonton,” ujar alumni University Of California Los Angeles (UCLA) AS itu. Faisar menegaskan, bahwa teve di negeri ini, sepertinya tanpa ideologi. Seharusnya para pengelola stasiun teve harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Sayangnya, ideologi kapitalisme sadar atau tidak diadopsi para pemilik media teve. Bahkan, mereka terjebak dalam kapitalisme itu sendiri dengan semata-mata menjadikan stasiun teve sebagai sumber mencari keuntungan pribadi dan kelompok. Padahal, sejatinya keberadaan stasiun teve untuk pemberdayaan bangsa. “Ini yang saya kira membedakan antara pemilik teve di negeri ini dengan yang di luar negeri. Dampaknya memang luar biasa, sebab media teve di era postmodernisme ini memiliki peran sebagai pengganti di semua lini kehidupan,” tegas dia. Seharusnya, ada kesadaran para pemilik teve untuk membawa bangsa ini bisa setara dengan masyarakat internasional dan bukan menjadi alat pemilik media vis a vis masyarakat sendiri. Pengajar program pasca sarjana dan doktor IAIN SU itu, menambahkan akibat dari ideologi kapitalisme itu, dampak terbesar yang dialami anak negeri adalah krisis moral dan identitas kebangsaan. “Karakter building bangsa ini menjadi tidak jalan , karena dirusak oleh program televisi yang banyak meniru budaya luar. Pemilik teve harus menyeleksi rumah produksi dan mereka menawarkan acara yang bermutu,” tegas dia.
9
U TA M A
Mantan aktivis IPM di masa mudanya itu, menegaskan, media teve kita harusnya mengikuti model media Barat, di mana mereka yang membentuk selara pasar dan bukan sebaliknya. Hal seperti ini hanya bisa dilaksanakan bila diberengi dengan tanggung jawab moral. Harusnya, pengelola teve sadar bahwa genera muda negeri ini lemah dan harus diperkuat jika tak ingin kalah dari bangsa lain. Kesadaran nasionalisme ini lah yang kurang dimilik pemilik stasiun teve. Bahkan, Faisar Ananda, membenarkan jika pemiliki stasiun
teve negeri ini bisa disamakan dengan agen spinonase negara asing untuk penjajahan model baru di era global. Dia, merekomendasikan, jika ingin melihat media teve yang sarat dengan pesan kebaikan tanpa harus terjebak dengan iklan keuntungan, maka silahkan belajar dari DAAI TV yang dikelola oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Belakangan Ormas Islam terbesar negeri ini Muhammadiyah, juga telah membangun jaringan televisi. Mudah-mudahan, keberadaan TVMu akan jadi salah
satu media elektronik alternatif yang sehat. Pada akhirnya, media massa baik cetak dan elektronik serta suara, akan mampu menjadi pahlawan bagi bangsa ini, jika dikelola dengan meletakkan dasar moralitas yang baik dalam pengelolaannya. Jika tidak, teve dan media massa lainnya akan menjadi sumber daya merusak bagi kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa. Wallahu a’alam bi as shawab. Abdu Khalik
Self Sensor Versus Kolonialisasi Media Masih ingat dengan per-
mainan patok lele? Atau permainan congklak, alip cendong dan engklek atau meriam bambu? Ada banyak permainan lain yang dulunya pernah dimainkan anakanak Jadul alias jaman dulu.di era 1980 an ke bawah. Semua jenis permainan anak-anak itu, dilakukan secara individual, tapi umumnya dilakukan secara kelompok. Biasanya, dilakukan saat libur sekolah, atau di saat malam bulan purnama menerangi mayapada, ketika listrik masih mahal dan terbatas. Saat ini kita menyebut permainan itu sebagai permainan tradisional. Ketika listrik melimpah dengan perencah alat-alat komunikasi dan informasi bernama televisi, internet dan handphone serta jenis teknologi informasi lainnya sudah menjadi bagian hidup, anakanak kita pun tak lagi memainkan permainan kelompok itu. Alat-alat modern itu bisa dimainkan sendiri, tak perlu teman, karena alat-alat komunikasi itu telah menggantikan manusia lain sebagai teman.
10
Sayangnya, televisi, internet dan handphone tak selamanya menjadi teman baik yang membentuk lingkungan baik, sehingga anak terbentuk jadi manusia baik pula. Perangkat teknologi informasi itu, meski hanya mesin elektronik, sejatinya merupakan alat yang dikendalikan oleh orang atau lembaga tertentu nun jauh di sana. Orang dan lembaga itu, dalam kerjanya menyisipkan pula pesan-pesan tertentu kepada anak secara terus menerus. Pesan itu pula selanjutnya membentuk image atau wawasan dan opini anak terhadap dunia sekitarnya. Semakin membuat prihatin, ketika pesan yang membentuk image massif itu diukur berdasarkan standar rating penonton. Jika penonton sebuah acara banyak, maka itulah acara atau tayangan yang baik. Kebaikan tayangan televisi dan internet yang diukur berdasarkan akses terbesar itulah, selanjutnya menimbulkan anomali besar-besaran dalam bentuk yang halus dan kadang sukar dirasakan, membentuk perilaku, kesa-
daran dan kultur individu maupun komunitas. Terlihat ada terkatakan tidak, begitulah kira-kira. Para filosof era postmodernism menyebutkan cara-cara ini sebagai bentuk hegemoni. Berupa kuasa kata-kata yang merasuki pikiran dan perasaan massa melalui simbol-simbol berupa kata dan kalimat serta gambar. Melalui kuasa hegemoni ini pula, massa atau publik bisa dikendalikan sesuai keinginan si pencipta simbol tanpa ada perasaan dipaksa, tapi justru atas dasar ‘kesadaran’. Para kritikus postmodernism kemudian menyebutkan kuasa hegemoni sebagai kolonialisme bentuk baru, dengan pemeran utamanya adalah media massa, khsususnya televisi, internet dan handphone. Kuasa hegemoni ini, menjadi salah satu kekuatan penting dalam peradaban global. Sebabnya, hanya dalam hitungan detik sebuah peristiwa di belahan terjauh dunia ini, bisa diakses public secara terbuka di belahan dunia terjauh lainnya. Misalnya, peristiwa ‘Arab Spring’ berupa revolusi
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
U TA M A
terhadap kekuasaan politik di jazirah Arab, mulai dari Tunisia, Mesir hingga Libya, dengan mudah diketahui oleh publik di Indonesia, Jepang, bahkan Brazil dan Argentina di seberang lautan Pasifik sana. Tapi siapa bisa mengira, betapa informasi yang disampaikan itu, substansinya ,memiliki muatan ideologi tertentu. Ideologi itu sesuai dengan ideologi si pemilik media. Artinya, media massa itu tak lepas dari pemihakan pada ideologi. Jika yang melaporkan sebuah peristiwa, adalah media semacam Reuter, Asociated Press (AP) atau BBC, maka oreintasinya adalah kapitalisme liberal. Sebaliknya, jika yang melaporkan peristiwa itu adalah kantor berita resmi RRC Xinhua, bisa dipahami akan berorientasi sosialis kerakyatan. Saat ini, karena media massa umumnya dikendalikan oleh media-media Barat dan AS, maka warna kapitalisme liberal melanda sebagian besar kalau tak seluruh muka bumi ini. Ringkasnya, dunia kini menjadi Barat atau kebarat-baratan. Lalu, jika kita tak ingin terombang ambing antara kuasa hegemoni media massa yang saling berseberangan itu, harus dikembangkan sebuah metode penyaringan terhadap isi media massa, sesuai kepentingan kita sebagai konsumen media. Self sensor (atau penyaringan pribadi) terhadap tayangan media, saat ini
dikembangkan berbagai kalangan. Upaya ini dilakukan, agar diri tidak terkontaminasi dengan berbagai tayangan yang sarat dengan pesan ideologi. Padahal, banyak substansi tayangan media tidak sesuai dengan way of live individu, komunitas maupun bangsa/negara. ‘Kendalikan remote control yang ada di tangan kita’. Inilah pesan terpenting yang harus dijabarkan secara sadar dalam kehidupan keluarga, komunitas maupun bangsa dan negara. Ketika media massa semakin bebas tak terkendali, hasil dari sebuah tekanan ideologi yang kuat atas yang lemah. Hal lain dari self sensor ini, adalah kemampuan individu untuk melakukan komparasi (perbandingan) atas setiap informasi yang datang. Komparasi itu bisa dilakukan antar satu media dengan media lainnya, yang corak ideologinya berbeda. Contoh sederhana, membandingkan antara laporan Waspada dengan Sinar Indonesia Baru (SIB) dan Analisa. Ketiga media ini memiliki ideologi dan paham berbeda dan mereka akan melaporkan informasinya juga sesuai ideologinya, terhadap suatu peristiwa. Dengan metode komparasi, kita tidak akan mudah terjustifikasi kemudian memvonis sebuah peristiwa berdasarkan apa yang kita baca. Singkat kata, agar tak mudah percaya begitu saja, maka lakukanlah perbandingan terhadap sebuah peristiwa dari ber-
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
bagai media massa. Lalu lakukan analisis isi, baru berikan kesimpulan atas sebuah peristiwa. Itulah cara relatif adil ditengah ‘perang’ ideologi yang berkecamuk di berbagai media massa. Sedangkan buat anak-anak dan remaja yang mulai ‘gila’ dengan media televisi, internet dan handphone, maka tak ada cara lebih efektif menjaga mereka dari serbuan media, terkecuali meluangkan waktu mendampingi mereka saar menonton perangkat informasi itu. Jangan biarkan mereka menila sendiri tayangan-tayangan yang ditonton dengan ukuran mereka, karena itu akan sangat berbahaya. Pada akhirnya, khalayak harus sadar bahwa era global ini merupakan era lanjutan ‘perang dingin’ antara blok Barat dan Timur pasca PD II beberapa puluhan tahun lalu. Kini tak ada darah yang tertumpah dalam perang itu, karena yang mereka perebutkan adalah pikiran, perasaan dan wawasan atau cara pandang kita terhadap sesuatu. Dalam artian, kita hanya disuguhkan dua pilihan menerima atau menolak apa yang mereka sampaikan. Tak lebih dari itu. Sampai titik ketika kesadaran manusiawi kita mereka rebut, maka akan sangat mudah merebut sumber daya alam kita. Begitulah kira-kira. Abdul Khalik
11
U TA M A
Ketika Televisi Menjadi Orang Tua Ketiga Ada dua fakta televisi yang tidak diperdebatkan lagi. Pertama, televisi merupakan faktor perusak dan penghancur di sebagian besar program acaranya. Kedua, televisi merupakan faktor pembangun di beberapa program, namun ini sangat minim. Itulah opini para ibu di beberapa negara yang menjawab angket pendukung penulisan buku ini. Saya menemukan 85% para ibu berpendapat bahwa televisi merupakan faktor negatif yang memengaruhi pendidikan anak. Mereka mengatakan bahwa televisi sangat berbahaya, bahayanya melebihi menfaatnya, perusak perilaku anak, dan penyebab munculnya problematika anak. Sementara itu, para ibu yang lainnya berpendapat bahwa televisi merupakan suatu kebutuhan, namun penggunaannya harus dengan beberapa persyaratan tertentu. Disini, kita membahas bahaya televisi karena kita sedang membahas televisi sebagai pengaruh negatif dalam pendidikan anak. Bahaya Televisi terhadap Anak Selama menelaah buku-buku yang berbicara seputar pengrah televisi terhadap anak, saya menemukan banyak penelitian yang menjelaskan bahaya televisi yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian, diantaranya: bahaya dari sisi keberagaman anak, bahaya dari sisi perilaku anak, bahaya dari sisi kesehatan, dan bahaya dari sisi kemasyarakatan. Berikut ini beberapa bahaya yang paling tampak. Televisi dan Agama Tidak sedikit program televisi yang menyuguhkan acara anak yang merupakan hasil impor dari negara-negara Barat, yang dapat merusak fitrah keimanan anak kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi, ada program acara anak yang menceritakan adanya tuhan dengan nama tertentu, seperti bernama “Tuhan” Zella (Godzila) sang
12
penyelamat manusia dari kejahatan. Ada cerita tentang peperangan di luar angkasa; menggambarkan adanya musuh manusia di planet lain yang dapat menghancurkan bumi. Acara tersebut menggambarkan alam semesta dan kehidupan seakan-akan sebuah dongeng, jauh dari gambaran islami tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia. Kebanyakan program acara tersebut menceritakan tentang alam semesta yang besar tanpa ada kendali dari kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala. Acara ini justru menceritakan bahwa alam semesta ini dikendalikan oleh dua kekuatan: kekuatan jahat dan kekuatan bagi yang saling berebut kekuasaan, padahal sebenarnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang kuasa mengatur dan mengendalikan segala sesuatu di alam semesta ini. Contoh (buruk yang bertentangan dengan prinsip keimanan ini adalah) film yang menggambarkan akal di sentral alam semesta ini dan akal itulah sumber peraturan alam semesta ini Bila kita perhatikan program acara tersebut, kita dapat menemukan bahwa sebagian besar acara anak itu tidak sesuai dengan ajaran agama kita. Contohnya, acara anak “Hai Simsim, bukalah!” Acara ini merupakan terjemahan dari film Amerika. Meskipun program acara ini lebih sedikit efek negatifnya bagi anak, tetapi memiliki beberapa unsur negatif. Akibat pengaruh negatif program acara anak ini, salah seorang anak yang menonton acara tersebut bersujud kepada boneka agar mengab-
ulkan semua permintaannya! Televisi dan Perilaku Anak Secara umum, televisi dapat membuat anak –dengan menyempatkan diri untuk menontonnya- berkepribadian negatif, menyebabkan anak menjadi bodoh, kurang peduli, kurang peka, dan dapat menyebabkan anak melakukan tindak anarkis, jauh dari sifat kasih saying. Anak menjadi korban iklan perdagangan yang acapkali mengandung normanorma negatif bagi para pemirsanya, seperti sifat tamak, mubadzir, saling membanggakan diri, tidak peduli suka menguasai, bertindak anarkis, dan berusaha untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak iklan yang menayangkan orang telanjang, padahal iklan seperti ini mendapatkan kritik di negara-negara Barat sendiri![4] Terlebih lagi iklan-iklan seperti itu menarik simpati anak untuk membeli produk yang terkadang berbahaya bagi kesehatan anak!. Penayangan informasi internasional maupun nasional tentang para artis dan atlet sebagai bintang dan pahlawan, hal ini dapat mendorong anak untuk mengagumi dan mengidolakan mereka dan tidak mengetahui para bintang dan pahlawan sebenarnya, orang-orang yang terkemuka dalam sejarah, ilmu pengetahuan, dan perjuangan, khususnya di negerinya sendiri, juga dalam sejarah Islam.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
U TA M A
Para dokter ahli menilai bahwa televisi merupakan sumber bahaya bagi perilaku anak yang memiliki kecenderungan seksual. Televisi juga berperan sebagai pembangkit diri naluri seksual pada anak. Televisi dapat mencetuskan sifat anarkis (kekerasan) pada jiwa anak atau menambah kenakalan anak. Ada penelitian yang menjelaskan bahwa 70% orang tua mencela tindakan anarkis anak yang disebabkan oleh cerita-cerita dan tayangan kriminal secara brutal di televisi atau disiarkan di radio. Tayangan tentang tindakan kriminal dan brutal tersebut mendorong anak yang tidak memiliki kecenderungan bersikap anarkis untuk mencoba dan menirunya, juga dapat menambah kenakalan pada anak yang memiliki kecenderungan sikap anarkis.Anak yang sering menonton acara televisi yang mengandung unsur tindakan anarkis, kecenderngannya untuk bertingkah nakal menjadi lebih tinggi daripada anak yang tidak menontonnya. Televisi dan Bahaya Kesehatan Anak Duduk dalam waktu lama di depan televisi dapat menyebabkan bahaya di punggung, sama seperti bahayanya membawa barang berat. Berlebihan dalam mengisi muatan informasi pada susunan saraf anak dengan kondisi cahaya yang menyilaukan akan menyebabkan anak mengidap penyakit yang dikenal dengan sebutan epilepsi televisi. Penyakit itu akan menjadi bertambah parah bila anak masih sangat kecil! Televisi dapat mempersempit waktu anak untuk bermain, khususnya permainan yang melatih kemampuan daya kreativitas, dan mempersingkat waktu tidur anak.[13] Juga berdampak negatif bagi indera penden-
garan dan penglihatan anak.[14] Menurut kesehatan, anak kecil di bawah usia dua tahun sangat berbahay menonton televisi. Bahaya Televisi terhadap Daya Berpikir Anak Sebagian besar acara televisi untuk anak-termasuk acara program pendidikan-tidak mampu mengembangkan potensi kecerdasan anak karena mayoritas acara tersebut menyuguhkan jawabab/solusi praktis. Hal ini melemahkan potensi anak untuk berpikir. Televisi dan Keluarga Televisi dapat menjauhkan hubungan di antara individu keluarga. Sebagian keluarga ada yang tidak berkumpul bersama kecuali ketika menonton sinetron dan film. Kebersamaan seperti ini tidak mengandung unsur interaksi antarindividunya, juga membuat anak tidak leluasa dalam berbuat dan bersikap dengan kedua oran tua tercinta. Prinsip-prinsip yang Ditawarkan untuk Menjauhkan Anak dari Bahaya Televisi Jauhkan mengizinkan anak menonton televisi lebih dari satu jam per hari. Adapun anak yan masih menyusui ASI (anak di bawah usia dua tahun), dokter menyarankan agar ketika menyusui, ibu tidak memposisikan anak berhadapan dengan televisi karena pertumbuhan fungsi otak anak masih belum sempurna.[ Jadikanlah apa yang ditonton anak sebagai kesempatan bagi orang tua untuk menajarkannya; perbuatan mana yang benar dan yang salah. Berikanlah kepada anak kegiatan sosial di dalam atau di luar rumah dan berikanlah hiburan pengganti.
Penting sekali bagi orang tua untuk memberikan contoh kepada anak supaya tidak menonton program acara televisi yang tidak bermanfaat dan bertentangan dengan agama. Janganlah menggunakan televisi sebagai alat untuk menenangkan anak, atau untuk memberikan ganjaran atau hukuman. Menurut persaksian para ibu-yang turut menjawab angket yang disebarkan- ada di antara mereka yang menjadika tontonan televisi sebagai cara untuk memberikan ganjaran atau hukuman bagi anak! Tanamkanlah pada diri anak untuk menghargai waktu melalui ucapan dan praktik agar anak tidak menghabiskan waktu di depan televisi. Pastikanlah anak meminta izin terlebih dahulu sebelum menghidupkan televisi, tentunya setelah orang tua membatasi program acara televisi apa saja yang boleh ditonton anak dan menentukan waktu untuk menonton; selama tidak lebih dari satu jam. Yang terpenting lagi, biasakanlah anak menonton televisi sambil duduk. Berikanlah hadiah per minggu bagi anggota keluarga yang paling jarang menonton televisi dalam seminggu. Hendaknya memperhatikan syaratsyarat kesehatan dalam menonton televisi, seperti minimal jarak antara televisi dan penonton sejauh enam kaki (l.k. dua meter), layar TV sejajar dengan pandangan mata atau di bawahnya, dan ruang tempat menonton haru terang untuk menetralisasi cahaya yang memancar dari layar televisi. Oleh : Hidayatullah binti Ahmad, www.eramuslim.com (Disadur oleh Abdul Khalik)
13
PENDIDIKAN
Kita Perlu Hari Bahasa Indonesia Oleh : Mihar Harahap
Hari Puisi Indonesia ( HPI ) pada 15 November 2012 di Pekan Baru sudah didek-larasikan Sutadji Calzoum Bachri dan kawan-kawan dari berbagai daerah. Acara itu dihadiri Gubernur Riau, Rusli Zainal.Tak lama, pada 24 Maret 2013 di Bukit Tinggi dimaklu- matkan pula Hari Sastra Indonesia ( HSI ) atas prakarsa Taufiq Ismail dan kawan-kawan, diantaranya turut menghadiri HPI. Acara ini disahkan Wamendibud, Wiendu Nuryanti. Sementara itu, Wowok Hesti Prabowo, juga mendeklarasikan HSI di Solo. Mungkin seniman tari, musik, teater, lukis, ukir dan multi media tak mau tinggal. Mereka bergabung untuk mendeklarasikan Hari Kesenian Indonesia (HKI). Belum lagi budayawan di daerah-daerah, pun mendeklarasikan Hari Kebudayaan Indonesia (HAKI) agar bisa menampung semua cabang kesenian, termasuk sastra. Lalu, kita mengusulkan pendeklarasian Hari Bahasa Indonesia ( HBI ) yang pasti diperlukan negara dan bangsa Indonesia, apalagi para sastrawan, seniman atau budayawan tersebut. Terus terang, banyak hal prinsip perlu diperdebatkan terkait deklarasi-deklarasian ini. Pertama, mengapa HPI dan HSI dideklarasikan di kota kecil, tidak di Jakarta, Suraba- ya atau Medan sebagai kota terbesar di Indonesia? Sebab, persoalan tempat menjadi sig-nifikan bila ingin mendeklarasikan sesuatu atas nama Indonesia dalam era reformasi ini. Kita merasa kota
14
kecil bukanlah lokasi ideal. Meski Bukit Tinggi memiliki nilai sejarah, tetapi tidaklah serta-merta dapat dijadikan alasan pembenaran pemilihan tempat. Kedua, apakah peserta sudah mewakili daerahnya? Apakah korum peserta sudah mewakili Indonesia? Kalau belum, berarti deklarasi dianggap gagal,ditunda. Terbukti, pe- serta tidak mewakili seluruh provinsi, kabupaten, kota di Indonesia. Malah lebih banyak Jakarta dan orang setempat, sedangkan beberapa provinsi/ kabupaten/kota lainnya hanya seorang-seorang saja. Anehnya, tanpa perhitungan, kabarnya maklumat itu telah disahkan Wamendikbud. Akibatnya, muncullah berbagai tanggapan daerah yang menolak. Ketiga, apa konsep dasar, latar pemikiran, sehingga kelahiran Abdoel Moeis dite-tapkan sebagai tanggal dan bulan HSI? Kalau tak berhasil menemukan tanggal terbit per-tama Balai
Pustaka ( BP ), lalu mengapa berani-beraninya panitia kecil menetapkan tang-gal dan bulan kelahiran Abdoel Moeis. Bukankah hal ini berarti bahwa HSI gagasan Tau-fiq yang sudah disahkan itu, telah gagal meletakkan dasar pemikirannya. Jadi, bukan BP, melainkan entah apa, terlalu dipaksakan, padahal penelitiannya belum selesai. Keempat, lain halnya deklarasi HPI gagasan Sutardji. Latarnya jelas, Sumpah Pe-muda ( SP ). Contoh bait 1 : “Indonesia dilahirkan oleh puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai wilayah tanah air. Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak yang panjang dan luas bagi imajinasi dan kesadaran rakyat nusantara. Sejak itu pula sastrawan dari berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia, mengantarkan bangsa Indonesia meraih kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka.”
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
PENDIDIKAN
Ada 3 hal yang dikemukakan bait ini. Satu, SP adalah puisi yang ditulis bersama- sama. Dua, SP berdampak positif terhadap imajinasi bangsa Indonesia. Tiga, SP merupa- kan momentum sastrawan menulis dalam bahasa Indonesia. Kesan kita, bahwa bahasa Indonesia adalah komitmen bangsa dan tanah air yang telah menyejarah, memersatukan dan mestinya kita konsisten. Cuma, pernyataan SP itu puisi, menyentakkan kita, sebab tak terpikirkan sebelumnya. Barangkali Teks Proklamasi juga puisi. Jika demikian, lalu mengapa tidak tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan sebagai HPI atau kelahiran Muhammad Yamin, sastrawan yang justru banyak terlibat dalam SP? Ter-masuk Amir Hamzah. Mengapa mencatut nama Chairil Anwar yang baru anak kemarin dalam sejarah SP?. Bukankah Muhammad Yamin dan Amir Hamzah banyak berjasa ter- hadap bahasa Indonesia ketika itu. Adapun Chairil Anwar adalah menjelang dideklarasi- kannya kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jadi, kalau SP dijadikan landasan dasar ideal HPI bahkan dinyatakan puisi karya bersama, maka logikanya hari lahir SP, mestinya dijadikan sebagai HPI. Atau kelahiran Muhammad Yamin ataupun Amir Hamzah. Itu baru namanya konsisten kepada SP seper- ti komitmen para pendahulu. Karena itu, kita setuju latarnya SP, tetapi bukan HPI, juga H SI, melainkan HBI. Sebab bahasa Indonesia adalah bahasa negara, bahasa bangsa, bahasa sastra/ seni/budaya, bahasa kebanggaan dan bahasa identitas orang Indonsia. Kelima, Sutardji Calzoum Bachri deklarasikan HPI mengacu kelahiran Chairil An war karena
Chairil konsisten pada SP. Taufiq Ismail deklarasikan HSI mengacu kelahiran Abdoel Moies karena Abdoel konsisten terhadap perjuangan bangsa, pahlawan nasional dan karyanya sangat monumental. Wowok Hesti Prabowo deklarasikan HSI mengacu ke- lahiran Pramoedya Ananta Toer. Alasan, karena Pramoedya nominator pemenang hadiah nobel sastra dan karyanya mengandung semangat kebangsaan. Siapa lagi? Tampak, ketiga deklarasi ini tak sama dalam memandang para tokoh sastra untuk ditetapkan sebagai hari kelahiran puisi atau sastra Indonesia. Belum lagi daerah lain, me- munculkan nama-nama semisal Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Merari Siregar dan sebagainya. Atau memilih salah satu nama tokoh diantara ketiga deklarasi tersebut. Akan tetapi, bagaimana pula dengan seniman dan budayawan lain yang juga akan mengajukan namanama tokoh, termasuk nama-nama harinya. Karena itu, buatlah lebih umum. Yang umum, kita usulkan HBI. Dasar pemikiran SP, satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yakni Indonesia yang bersifat satu kesatuan. Tanggal dan bulan HBI, 1). 28 Oktober 1928 atau 2). bila diambil dari kelahiran tokoh SP adalah Muhammad Yamin ataupun Amir Hamzah. Kedua nama ini tak diragukan lagi, tokoh sastra, tokoh organisasi pemuda dan pahlawan nasional.
Sayang,betapa tragis kematian Amir. Ia dibunuh, dipeng- gal batang lehernya oleh algojo, karena dendam masyarakat terhadap Sultan Langkat. Tempat deklarasi boleh pilih antara Jakarta, Surabaya atau Medan. Pelaksana seharusnya pemerintah pusat (Mendikbud dan jajaran terkait) dengan mengundang utusan tiap provinsi.Utusan itu, merupakan pilihan guburnur atas usul bupati atau walikota yang terdiri dari bahasawan, sastrawan, seniman, budayawan, perguruan tinggi dan lembaga, baik negeri maupun swasta.Deklarasi termaktub dalam lembaran negara, disosialisasikan, diperingati oleh presiden dan dirayakan seluruh masyarakat Indonesia. Semoga. (Penulis adalah Kritikus Sastra Indonesia, Pembina Omong-Omong Sastra Sumut, Pemred Majalah/Pengawas Yayasan/Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Ma-jalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi)
Gambar Ilustrasi
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
15
E KO N O M I
Keterangan gambar : SIDAK “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan didampingi Kadis Kouperindag HM Yunus Matondang terlihat berkomunikasi dengan para pedagang Pasar Tradisional Gambir Kota Tebingtinggi. dia meminta agar pengelolaan pasar dilakukan dengan baik”.
Tinjau Pasar Tradisional Pasar Tradisional Harus Dikelola Dengan Baik Walikota Tebingtinggi Ir H Umar
Zunaidi Hasibuan di dampingi Sekdako Johan Samose Harahap, Kadis Kouperindag HM Yunus Matondang SE dan sejumlah pimpinan SKPD terkait melakukan peninjauan mendadak terhadap pengelolaan pasar tradisional di kota itu, Senin sore (6/1). Dia meminta agar pasar-pasar tradisional yang rusak segera diperbaiki, parit tersumbat sampah dibersihkan dan penataan pedagang agar tidak berjualanan di badan jalan. Dalam sidak tersebut, Walikota Umar Zunaidi Hasibuan sempat menegur Kadis Pertamanan dan Kebersihan Kota Tebingtinggi, Hj Rusmiaty Harahap ketika meninjau
16
Pasar Gambir di Jalan Iskandar Muda, sebab terlihat parit-parit dibawah lapak pedagang banyak tumpukan sampah didalamnya, karena apabila hal ini dibiarkan berlarut, maka akan gampang banjir jika hujan turun. Bukan itu saja, Walikota juga memanggil Kadis Pendapatan Daerah Kota Tebingtinggi yang membawai pasar, Jeffry Sembiring dan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Tebingtinggi, Muhammad Nurdin agar segera memperbaiki pasarpasar yang sudah rusak dan paritparit yang tidak berfungsi karena banyaknya tumpukan sampah. Sebelumnya Walikota Tebingtinggi meninjau Pasar Inpres dan Pasar Kain Bunga di Jalan Haryono MT
Kota Tebingtinggi untuk melihat secara langsung aktivitas pasar dan apa keluhan pedagang, terkait perbaikan pasar nantinya, para pedagang meminta agar perbaikan tersebut tidak secara global melainkan perbaikan secara bertahap mulai dari blok ke blok. “Setelah memperbaiki bangunan pasar tradisional, pengelola pasar juga harus memperhatikan kebutuhan air dan listrik, agar tidak terjadi korsleting sehingga bisa menyebabkan kebakaran, maka kondisi pasar harus tertata dengan baik,” pinta Walikota Tebing Tinggi Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM**. Dian
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
K E S E H ATA N
Mulai Januari 2014,
Jamyankes Akan Dinikmati 48 % Warga Miskin Kota Tebing Tinggi Terhitung mulai bulan Januari 2014, jaminan pelayanan kesehatan (Jamyankes) pada tahap awal akan dinikmati sekitar 48 persen warga kepesertaan Jamkesmas dan Jamkesda untuk rakyat miskin yang ada di Kota Tebingtinggi.
dirasakan secara nyata oleh seluruh rakyat Indonesia. “Saya tidak ingin mendengar ada pekerja yang tidak terlindungi, dan saya juga tidak mau mendengar ada laporan bahwa ada masyarakat kurang mampu yang ditolak oleh rumah sakit dan tidak bisa berobat karena lasan biaya”, tegas Umar Zunaidi Hasibuan.
Hal itu disampaikan Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM pada Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Pekerja Harian Lepas (PHL) Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi, Rabu (8/1) di halaman kantor DKP Jalan Gunung Leuser Kota Tebingtinggi.
Menyahuti kehadiran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang diluncurkan pemerintah mulai Januari 2014 ini, Pemko Tebingtinggi melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi tahun anggaran 2014 mengalokasikan anggaran untuk BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan dengan jumlah pekerja harian lepas (PHL) sebanyak 270 orang terdiri dari 215 orang pekerja laki-laki dan 55 pekerja perempuan.
Menurut walikota, kehadiran BPJS bidang ketenagakerjaan dan kesehatan merupakan bagian dari system jaminan social nasional secara lebih merata, adil dan manfaatnya bisa
Kepada pengelola BPJS Kesehatan, Umar Zunaidi Hasibuan berharap agar dapat meningkatkan pembe-
rian layanan kesehatan yang makin professional berkualitas dan cepat. “Orang sakit tidak dapat menunggu dan mesti segera mendapatkan pelayanan. Permudah urusan administrasi, benahi prosedur dan kembangkan kerjasama dengan seluruh rumah sakit, tingkatkan profesionalisme yang telah ada selama ini”, pesan Umar Hasibuan. Sebelumnya Kadis Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi Hj Rusmiaty Harahap ST menyampaikan, hasil dari sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan itu diharapkan para pengelola BPJS lebih professional, berkualitas dan cepat serta prosedur administrasi dapat dipermudah. “Kita berharap melalui sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan ini, para PHL di Dinas Kebersihan dapat menambah wawasan terntang BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan”, imbuhnya.**. Maslina
Keterangan gambar : KARTU BPJS “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan memperlihatkan Kartu BPJS kepada ratusan Pekerja Harian Lepas (PHL) di Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada acara sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tebingtinggi”.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
17
HUKUM
Deskripsi Karakter Pasca Reformasi Oleh : Mihar Harahap Sadar atau tidak, perbuatan korupsi oknum pemerintah dan lembaga negara ini, setidaknya dapat berimbas kepada sikap pesimistif, perlawanan negatif atau malah kon- tra atraktif rakyat secara luas. Lihat saja merajalelanya, demo mahasiswa, kaum buruh, masyarakat kota, kisruh partai politik, pemilihan guburnur, bupati-walikota hingga kepala desa, tawuran antar pelajar, kelompok preman, perebutan lahan, terorisme, kriminal, nar- koba, obat terlarang, pemerkosaan, perdagangan wanita, kekerasan rumah tangga, tenaga kerja, gelandangan, pengemis, pengangguran dan persoalan lainnya. Ada apa dengan Indonesia pascareformasi dewasa ini? Persoalan korupsi yang berimbas kepada demo hingga pengangguran di atas – jelas-jelas mengenyampingkan agama, sosialbudaya dan Pancasila – menurut
kita mendeskripsikan kehidupan yang berkecamuk, tidak nyaman bahkan dapat mengancam jiwa. Ternyata, hakikat reformasi yang dijanjikan mensejahterakan rakyat lahir-batin hingga 15 tahun terakhir ini, belum juga menunjukkan tanda tanda kemenangan. Malah masih kalah atau beberapa anggota masyarakat menyebutnya chaos, bila dibanding dengan masa orde baru. Tampaknya, pertama, kita memerlukan waktu puluhan tahun lagi untuk tiba pada cita-cita reformasi. Kedua, perlu penelitian, apakah chaos sebagai langkah maju (dampak positif) untuk menuju cita-cita/kemenangan atau langkah mundur (dampak negatif) kare- na salah menangani/menyikapi kehendak reformasi. Sementara itu, --sebagimana fakta dan kajian—kita perlu karakter baru dalam mengisi pembangunan reformasi. Makanya, harus ada
perubahan karakter dan bukan sebaliknya, tetap mempertahankan karakter lama atau malah kehilangan karakter sama sekali. Bah, betapa ironisnya. Karakter dari bahasa Yunani yakni 1).to mark = menandai, memfokuskan, bagai-mana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan/tingkah laku, 2).charassein = barang/alat untuk menggores yang kemudian dipahami sebagai stempel, cap atau sifat seseorang. Pada Presiden Soekarno, karakter (character building) menjadi watak bangsa (yang seharusnya dibangun) sedang pada Ki Hajar Dewantara (tokoh pendidikan) menja-di pendidikan watak siswa. Barangkali akan berbeda lagi penekanan pengertian karakter pada ekonom, teknorat, politisi, advokat, ulama/pendeta dan praktisi lainnya.
Gambar Di Sadur Dari www.merdeka.com
18
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
HUKUM
Memang, para pakar pun membedakannya, kelihatan sangat tergantung dari aspek mana mereka memandangnya. Pemerintah, juga membedakannya, setidaknya pada tem-pat dan sasaran. Tempatnya di sekolah - sasarannya siswa, sementara tempatnya di luar sekolah – sasarannya umum. Sehingga sebutan berbeda yakni Pendidikan Karakter (di se- kolah) dan Karakter Bangsa (di luar sekolah). Di sekolah pendidikan karakter sudah sejak lama, terakhir termaktub dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasio- nal dan Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Di luar sekolah, karakter bangsa termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahkan pada 2 Mei 2010 Presiden SBY telah mencanangkan Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa yang didukung sepenuhnya 10 menteri yakni Kemendiknas/bud, Kemenkesra, Kemenpolhumkam, Kemendagri, Kemenag, Ke-menkeu, Kemenkominfo, Kemenhubpar, Kemenpora dan Kemenperwa. Namun begitu, sosialisasi, realisasi dan implementasi, baik di sekolah (pada siswa) maupun di luar seko-lah (pada masyarakat) belum kelihatan hasilnya secara merata dan memuaskan. Karakter bangsa berasal dari nilai dasar pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan prilaku dalam kehidupan se-
hari-hari. Maksudnya, 1).karakter itu adalah nilai dasar kepribadian seseorang, 2).terbentuk karena pengaruh hereditas atau lingkungan, 3).diwujudkan dalam sikap dan prilaku kehidupan seharihari. Dengan demikian, karakter bangsa bukan warisan bangsa (meski ada pengaruh keluarga) melainkan kemauan dan kemampuan pribadi yang berkelanjutan. Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berprilaku dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa serta karsa. Karena itu, pendidikan karakter sebagai 1).pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak siswa, 2).bertujuan untuk mengembangkan kemauan dan kemampuan siswa, 3).a-gar siswa dapat memutuskan baikburuk, memelihara apa yang baik dan mengaplikasikan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, bahwa dalam proses pemberian tuntunan ini, Kepala Sekolah/ Wakil dan guru-guru merupakan contoh bagi siswanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan/ keberhasilan hidup seseorang hanya 20 % ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan (hard skill), sedangkan 80 % lagi ditentukan oleh kemampuan mengelola diri, orang lain dan hubungan keduanya (soft skill). Hal ini berarti bahwa 1).penekanan pendidikan akademik perlu ditolelir dengan pendidikan nonakademik, 2).peluang dan peran pendidikan karakter atau karakter bang- sa menjadi sangat signifikan. Dengan demikian, diperlukan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
kecerdasan spiritual (SQ) secara seimbang. Terus terang, selama ini sekolah kurang memperhatikan tugas pendidikan ketim-bang tugas pengajaran (IQ). Padahal di dalam aspek pendidikan (EQ apalagi SQ) itulah justru dituntun karakter siswa. Perlu diberikan reward/reinforcement untuk meningkatkan pendidikan karakter ini. Sementara itu pemerintah dan jajarannya, juga tokoh masyarakat, aparat kepolisian, cendikiawan, ulama/pendeta kurang memperhatikan sosialisasi dan realisasi karakter bangsa di tengah-tengah masyarakat. Perlu pencerahan, simulasi dan pemberian reward hingga sampai ke lingkungan secara serius dan kontinu. Memang, maksud menuntun karakter siswa dan karakter umum –padahal karak-ter itu berguna untuk dirinya—tidaklah mudah. Apalagi kalau penyimpangan karakter itu, dilakukan sebagai akibat berkecamuknya persoalan di negera ini. Tetapi kalau kita menyadari perlunya membenahi diri untuk diri dan orang lain, maka sebenarnya tidak ada yang sulit. Sebab, toh sumber karakter itu adalah Pancasila, Agama, Budaya (PAB) yang sudah begitu melekat di sanubari bangsa Indonesia dari desa hingga kota. Jadi, karakter baru masa reformasi adalah kembali ke PAB. Semoga. (Penulis adalah Kritikus Sastra Indonesia, Pembina Omong-Omong Sastra Sumut, Pemred Majalah/Pengawas Yayasan/Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Majalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi).
19
L E N S A P E M KO
PELANTIKAN ESELON II, III DAN IV PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
2020
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
E KO N O M I L E N S A P E M KO
SILATURAHMI KAMTIBMAS KAPOLRES TEBING TINGGI DENGAN KETUA PARPOL DAN PARA CALON LEGISLATIF PEMILU 2014
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
23 21
HUKUM L E N S A P E M KO
WALIKOTA TEBING TINGGI MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABANJAHE KABUPATEN KARO
2222
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
L E N S A P E M KO
WALIKOTA TEBING TINGGI MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA WARGA TIONGHOA KURANG MAMPU
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
25 23
LENSA PEMK L IO N G K U N GA N H I D U P
WALIKOTA TEBING TINGGI SIDAK PASAR
2424
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
L E N S A P E M KO
MTQ KELURAHAN BADAK BEJUANG, RABU 29 JANUARI 2014
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
27 25
L E N S A P E M KO
MTQ KELURAHAN LUBUK BARU KECAMATAN PADANG HULU, DI MESJID AS-SYUHADA 29 JANUARI 2014
2626
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
L E N S A P E M KO
MTQ DI MESJID JAMI KELURAHAN TAMBANGAN HULU KECAMATAN PADANG HILIR
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
29 27
P E M K O K I TA
Tebing Tinggi Peduli Sinabung,
Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM Serahkan Bantuan ke Pengungsi Bencana erupsi Gunung Sinabung telah menggugah
hati masyarakat Kota Tebingtinggi dan lintas agama untuk membantu warga yang tertimpa bencana. Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM didampingi Sekdako H Johan Samose Harahap, Rabu (15/1) secara langsung menyerahkan bantuan kepada pengungsi yang menjadi korban bencana erupsi Gunung Sinabung. “Saya mewakili masyarakat Tebingtinggi harus peka dan peduli dengan korban bencana Gunung Sinabung, kami datang dari Kota Tebingtinggi menyerahkan bantuan sembako langsung ke kordinator pengusian di semua titik”, sebut Umar Zunaidi Hasibuan dalam siaran pers yang disampaikan Kabag Humasy Pemko Tebingtinggi Ahdi Sucipto SH, Rabu (15/1) dari Kota Kabanjahe Kabupaten Karo. Umar Zunaidi Hasibuan meminta kepada pengungsi untuk bersabar, ini semua cobaan yang diberikan Tuhan dan semoga cepat berakhir,
erupsi Gunung Sinabung akan membawa kesuburan yang akan dinikmati oleh anak cucu kelak. “Diharapkan anak-anak di tenda pengungsian harus terus sekolah dan sekolah serta jangan lupa tetap berdoa”, harap Umar. Disebutkan bahwa lokasi pengungsian yang dikunjungi ada lima tempat diantaranya lokasi pengungsian di Gereja Klasis Kabanjahe, Univeristas Karo 1 dan 2 Kabanjahe, Masjid Agung Kabajahe dan Masjid Istihar Berastagi. Selain bantuan dari Pemko Tebingtinggi, kepedulian Sinabung dilakukan oleh masyarakat, pelajar, Vihara Avalokites Vara San See Temple Suhu Darma Surya, Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) dr Djohan Zein, lintas agama Kristen, Islam dan Budha dari Kota Tebingtinggi. Sebelum menyerahkan bantuan, rombongan Walikota Tebingtinggi diterima langsung oleh Bupati Karo, Kena Ukur Surbaksi atau Karo Jambi, dia mengucapkan
terimah kasih atas kepedulian masyarakat Kota Tebingtinggi. Salah seorang warga di pengungsian, R Br Tarigan (54) sangat berterimah kasih atas kunjungan kepala daerah, Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan ke lokasi pengungsian korban bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabajahe. “Selama empat bulan belakangan ini belum ada kepala daerah yang melihat langsung kondisi pengungsi di lokasi pengungsian. Baru kali ini ada Walikota mengunjungi kami di lokasi pengungsian, selama ini tidak ada”, cetus R Br Tarigan. Sementara staf ahli walikota, Ismail Budiman SH meminta kepada Pemerintah Pusat agar menetapkan bencana erupsi Gunung Sinabung ini menjadi bencana nasional, karena selama empat bulan masyarakat di radius 10 km lokasi bencana harus mengungsi di tenda-tenda pengungsian berjumlah ribuan orang di setiap titik-titik lokasi pengungsian.**. Sulaiman
Keterangan gambar : SERAHKAN BANTUAN “Walikota Tebing Tinggi Ir h Umar Zunaidi Hasibuan MM menyerahkan bantuan kepada pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung di Kabanjahe”.
28
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
P E M K O K I TA
Koalisi Kependudukan dan Pembangunan Kota Tebing Tinggi Dikukuhkan Kepengurusan Koalisi Kependudukan dan Pembangunan (K2P) kota Tebing Tinggi periode 2013-2016 secara resmi dikukuhkan oleh Ketua K2P Sumut Heru Santosa, Rabu (8/1) di Aula Kantor Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Jalan KL Yos Sudarso Kota Tebing Tinggi. Acara pengukuhan KP2 Kota Tebing Tinggi yang turut dihadiri Walikota Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM, Kakan PPAKB drg Dina Kamarina M.Kes, Ketua FKUB H Abu Hasyim Siregar SH dan para pimpinan SKPD di jajaran Pemko Tebing Tinggi itu ditandai dengan penandatangan naskah pengukuhan oleh Ketua K2P Sumut dan Walikota Tebing Tinggi. Pengurus Koalisi Kepndudukan dan Pembangunan Kota Tebing Tinggi priode 2013-2016 yang dilantik antara lain, Ketua drg Dina Kamrina M.Kes, Sekretaris Umum Marimbun Marpaung SP MSi dan Bendahara Pariem serta dilengkapi dengan kelompok kerja (Pokja). Ketua K2P Sumut Heru Santosa mengatakan, Koalisi Kependudu-
kan dan Pembangunan merupakan organisasi profesi indenpenden yang terdiri dari unsure pemerintahan, LSM, organisasi profesi, swasta, media, tokoh masyarakat, tokoh agama dan unsur lainnya. “Pembentukan Koalisi Kependudukan merupakan implementasi UU No.52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Berdasarkan AD/ART bahwa tujuannya adalah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas penduduk dan memperkuat koordinasi serta keterpaduan dan kemitraan dalam berbagai kegiatan kependudukan”, jelasnya. Heru mengajak kepengurusan Koalisi Kependudukan dan Pembangunan kota Tebing Tinggi yang telah dikukuhkan untuk dapat melakukan program-program konkrit sebagai sumbangsih pemikiran dalam pembangunan kependudukan di Kota Tebing Tinggi. Sementara Walikota Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM. menilai bahwa para pengurus yang duduk di Koaliasi Kependudukan dan Pembangunan kota Tebing Tinggi merupakan orang-orang
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
yang memiliki pendidikan rata-rata Strata 2 (S2). Untuk itu diharapkan kepada para pengurus nantinya untuk tidak berlaurut-larut dalam mengambil keputusan. Walikota juga mengatakan, sesuai dengan UU No.52 tentang perkembangan kependudukan dan pembamngunan keluarga, pembangunan adalah mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara berkelanjutan. “Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan terencana disegala bidang untuk menciptakan kondisi ideal antara perkembamngan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa”, kata Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM.**. Ali Yustno
29
PA R L E M E N TA R I A
Keterangan gambar : SAMPAIKAN NOTA “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan,MM sampaikan Nota Keuangan R.APBD Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2014 pada Sidang Paripurna DPRD dipimpin Ketua DPRD Tebing Tinggi H Syahrial Malik dan H Amril Harahap”.
APBD Kota Tebing Tinggi TA. 2014 Rp 518,1 Miliar Disyahkan Setelah melalui proses pembahasan yang cukup panjang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tebing Tinggi melalui sidang paripurna dipimpin Ketua DPRD H.Syahrial Malik, mensyahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tebing Tinggi Tahun Anggaran (TA) 2014 sebesar Rp 518.113.522.000 Walikota Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM. dalam siaran pers kepada wartawan, Senin (3/2) menyampaikan apresiasi kepada anggota DPRD yang telah memberikan perhatian dan dengan teliti, cermat serta memahami
30
dasar pengalokasian anggaran yang tepat sehingga setiap anggaran kegiatan dapat terukur, terarah dan tepat sasaran demi pembagunan Kota Tebingtinggi. Dikatakan, prioritas utama APBD TA 2014 yaitu pendidikan gratis berupa bantuan BOS, beasiswa bagi keluarga tidak mampu, bantuan siswa kurang mampu yang orang tuanya tukang becak, tukang cuci, pemulung dan lainlain, selain itu berobat gratis bagi masyarakat yang tidak mampu melalui badan penyelenggaraan jaminan sosial (BPJS) dan bantuan premi melalui BPJS, pemberian raskin mandiri dan pemberian makanan tambahan bagi balita dalam rangka pencapaian MDGS sebagaimana diamanatkan dalam Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang program pembangunan berkeadilan.
APBD Kota Tebingtinggi TA 2014 yang ditetapkan sebesar Rp 518.113.522.000 diperoleh dari PAD sebesar Rp 47.477.336.000 dana perimbangan sebesar Rp 430.172.186.000 dan lain-lain sebesar Rp 40.464.000.000. Sedangkan anggaran belanja daerah sebesar Rp 568.367.239.900 dengan perincian, belanja tidak langsung Rp 259.435.153.000, belanja langsung sebesar Rp 308.932.086.900, jika dibandingkan target penerimaan pendapatan daerah dengan jumlah pengeluaran belanja daerah terdapat defisit anggaran sebesar Rp 50.253.717.900 dan akan ditanggulangi dengan memanfaatkan sumber dana pada pos pembiayaan sebesar Rp 55.000.000.000 yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran TA 2013.**. (JUANDA)
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
PA R L E M E N TA R I A
DPRD Tebing Tinggi Minta Target Retribusi Parkir Dinaikkan DPRD Tebing Tinggi meminta Dinas Perhubungan selaku pengelola perparkiran di Kota Tebing Tinggi supaya menaikkan target retribusi parkir tahun 2014 dari sebelumnya di tahun 2013 sebesar Rp 500 juta menjadi Rp 700 juta. Hal itu disampaikan beberapa anggota DPRD Tebing Tinggi diantaranya Murli Purba, Agustami, Wakidi, H.Hasnan Lubis, Zulfikar dan Hendra Gunawan, Rabu (29/1) pada rapat gabungan antara Legislatif dan Eksekutif pada pembahasan R.APBD tahun 2014 diruang sidang utama DPRD setempat. Dalam penyampaian saran tersebut, para anggota dewan memberikan penilaian bahwa target yang disampaikan Dinas Perhubungan dari retribusi parkir sebesar Rp 700 juta untuk tahun 2014 masih harus ditingkatkan lagi lebih dari jumlah tersebut, terlebih-lebih adanya penambahan titik daerah lokasi parkir yang menjadi 35 titik secara resmi sesuai dengan peraturan Walikota. Disampaikan Murli Purba, permintaan menaikan target retribusi parkir ini bukan asal-asalan tetapi lewat survey yang dilakukan pihaknya dilapangan, “Ini sudah kami perhitungkan sejak dari awal
sejak permintaan kami (DPRD) agar pengelolaan parkir langsung dikelola langsung oleh Pemko Tebing Tinggi, tidak dipihak ketigakan dengan tujuan meningkatkan PAD Kota Tebingtinggi”, tegas Murli. Selain retribusi parkir, anggota Dewan melalui Sekdako Tebingtinggi Johan Samose Harahap sebagai Ketua TAPD mempertimbangkan juga untuk menambah target retribusi terminal sebesar Rp 420 juta dan retribusi pemakaian jalan daerah (tonase) sebesar Rp 350 juta di tahun 2014. “Kami yakin setiap tahunnya kenderaan terus bertambah, baik bus umum yang masuk terminal Bandar Kajum, maupun truk pengangkut yang lewat di jalan di daerah”, tandasnya. Kepala Dinas Perhubungan Kota Tebing Tinggi H.Syafrin Effendi Harahap,SH secara terpisah mengatakan, pihaknya menyambut baik aspirasi yang disampaikan anggota Dewan tersebut, hal ini katanya, memperlihatkan
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
kepedulian anggota Dewan terhadap kemajuan Kota Tebingtinggi terutama untuk meningkatkan PAD bagi kepentingan pembangunan di Kota Tebing Tinggi. “Aspirasi yang disampaikan anggota Dewan tersebut layak untuk menjadi perhatian kami, namun demikian, masih diperlukan lagi pengkajian secara konfrehensif secara bersama-sama antara legislatif dan eksekutif lewat survey di lapangan dengan memperhitungkan secara akurat”, kata Syafrin. Dijelaskan juga oleh Kadishub, untuk tahun 2014 telah ditetapkan target masing-masing untuk retribusi parkir Rp 700 juta naik Rp 200 juta dari tahun 2013, retribusi terminal tahun 2013 Rp 350 juta menjadi Rp 420 juta di tahun 2014 dan retribusi tonase 2013 dari Rp 280 juta menjadi Rp 350 juta di tahun 2014, “Mudah-mudahan target ini bisa kita realisasikan nantinya”, harap Syafrin.**. (JUANDA)
31
AGA M A
Safari Shubuh di Mesjid Islamiyah Jelang Pemilu, Warga Diajak Jaga Kondusifitas
Keterangan gambar : CERAMAH “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan,MM ketika memberi arahan kepada jamaah Mesjid Al Islamiyah Kelurahan Tambangan Kota Tebing Tinggi pada kegiatan Safari Shubuh Berjamaah”.
Umar Zunaidi Hasibuan juga mengingatkan masyarakat agar menyalurkan hak suara-nya dan tidak menjadi golongan putih. “Jangan golput, mari kita manfaatkan Pemilu legislative nanti sebagai sarana untuk memilih orang-orang yang bisa mewakili kita untuk bisa menyalurkan aspirasi dan meningkatkan pembangunan di daerah ini”, pesan Walikota Tebing Tinggi. Pada kesempatan itu, walikota juga mengajak warga untuk terus meningkatkan persatuan dan kesatuan serta menggiat-
Walikota Tebingtinggi Ir.H. Umar Zunaidi Hasibuan,MM mengajak warga kota untuk tetap menjaga kondusifitas menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif yang akan dilangsungkan pada 9 April 2014 mendatang. Ajakan itu disampaikannya pada saat melakukan Safari Shubuh di Mesjid Al Islamiyah Kelurahan Tambangan Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi, Jumat (24/1).
kan gotong royong yang saat ini semakin memudar ditengahtengah masyarakat. “Untuk kemajuan kota, mari kita hilangkan perbedaan demi memajukan kota, mari kita tumbuhkan lagi semangat kegotongroyongan kita demi kemajuan kota tercinta ini, dengan bergotong royong akan menambah rasa persatuan dan kesatuan ditengah-tengah masyarakat”, imbuhnya. Didampingi Kabag Humasy Pemko Tebing Tinggi Ahdi Sucipto SH serta puluhan
jamaah Mesjid Al Islamiyah, walikota juga mengajak seluruh komponen masyarakat agar lebih peduli dengan lingkungan sekitar. “Mari kita hidupkan kembali rasa kepeduli terhadap lingkungan dan upaya pelestarian alam serta nilai-nilai budaya gotong royong yang belakangan ini dalam kehidupan masyarakat perkotaan sudah mulai tergeser oleh kepentingan pribadi yang bersifat individualistis”, katanya.**. ******Tomy
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
O L A H R AGA
Turnamen Futsal Piala Kapolres KotaTebing Tinggi
Sebanyak 40 tim diperkirakan bersaing dalam turnamen Futsal Piala Kapolres TebingTinggi yang akan berlangsung dilapangan futsal Fantasi Jalan Teri TebingTinggi, 24-26 Januari 2014. Ketua Panitia Darmariadi didampingi Pembina Aryanto (AcongFantasi) kepada SINERGI di Medan, Kamis (16/1) mengatakan turnamen yang untuk pertama kali digelar dan memperebutkan hadiah total Rp15 juta plus piala ini akan dibuka kapolres TebingTinggi AKBP Enggar Pareanom A. Sos,Sik. Khusus untuk pelaksanaan pertama ini, Darmariadi menjelaskan pihaknya sengaja membatasi atau menetapkan kuota hanya 40 tim peserta. Hal ini mengingat banyaknya minat atau animo masyarakat/ tim-timpeserta yang ingin ambi lbagian. Terbukti saat ini peserta yang sudah menyatakan bersedia mengikuti turnamen ini tidak saja dari kota Tebing Tinggi, tapi dari Medan, Lubuk Pakam, Serdang
Bedagai, Batubara, Asahan, Pematang Siantar dan lainnya. Menurutnya, tujuan digelarnya turnamen ini di samping untuk menggairahkan olah raga futsal di Kota Tebing Tinggi, sekaligus juga untuk mencari bibit-bibit pemain futsal yang potensial dan handal guna mengangkat nama baik KotaTebing Tinggi di tingkat Sumut.
“Pokoknyakitaakanamankansegalapenyakitanakmudadijalanan apalagimasalahnarkoba “, kata KapolresdenganTegas. Kepada seluruh tim petanding Kapolres mengharapkan supaya bermain dengan semangat juang dan motivasi tinggi agar bias tampil maksimal dan menang di setiap pertandingan.
Melalui turnamen ini saya berharap banyak muncul pemain handal yang kelakbisa membela Sumut pada event futsal tingkat nasional ucap Darmariadi.
Begitupun diingatkannya, untuk meraih kemenangan tersebut janganlah menghalalkan sagala cara dengan bermain kasar apalagi sampai mencederai lawan.
Pada kesempatan lain Kapolres TebingTinggi AKBP Enggar Pareanom S.Sos, Sik didampingi Wakapolres Tebing Tinggi Kompol Zahri menyambut baik digelarnya turnamen futsal ini karena tujuannya sangat positif yakni melalui olah raga futsal kita berusaha mengurangi kenakalan remaja khususnya di Kota Tebing Tinggi dan Sumut pada umumnya .
“Raihlah Kemenangan atau juara dengan bermain sportif dan menegakkan fair play”, pintanya.
Satuhal yang takkalah penting katanya untuk mengurangi sekaligus memberantas kenakalan atau penyakit remaja akhir akhir ini meningkat dan sangat meresahkan masyarakat terutama terhadap balapan liar dijalanan (geng motor).
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Bagi tim peserta yang ingin ambil bagian sudah dapat mendaftarkan diri kesekretariat panitia jalan Teri Tebing Tinggi mulai Jumat (17/1) hari ini pukul 10.00 WIB. Pendaftaran ditutup 22Januari 2014 sekaligus pelaksanaan tecnical-meeting (pertemuanteknik) semuatim. Sampai saat ini tim peserta yang sudah mendaftarkan diri tercatat Sembilan tim yakni bersama FS, Lif of FC, unimed TFC, Omlete, Yans Bombay, Irfan FC, Tunas Sutra, Seroja dan Sergai (JUANDA)
33
CERPEN
Seseorang Yang Mencari Oleh Damiri Mahmud Apakah yang kita harapkan atau inginkan dari sebait puisi. Mungkin dari bunyi dan iramanya yang menyenangkan hati sama seperti mendengarkan lagu yang mengasyikkan, mungkin sebagai ensiklopedia di mana kita mendapatkan kata-kata baru yang membuka wawasan, atau barangkali juga dari sana kita menemukan sesuatu pesan dan sejumlah kearifan hidup. Sebuah puisi YS Rat Seseorang Yang Mencari terasa menarik untuk disimak dan direnungkan. Puisi itu tampaknya menjamah ruang lingkup inner-space dan outer-space (wilayah dalaman dan luaran) kehidupan manusia. Pada satu sisi dia membicarakan “pintu” serta “jendela”, imaji-imaji luaran, pada pihak lain ada “cahaya” yang dapat dikaitkan kepada metafisik atau lebih jauh supernatural. Ada pula tergubris “mata”, “kebisingan” yang menghubungkan jangkauan kita ke kehidupan jasmaniah, di lain tempat dia menyentuh “hati” dan “zikir” sesuatu hal dan keadaan “dalaman” kehidupan rohaniah manusia. SESEORANG YANG MENCARI seperti tak menemukan pintu pun tiada jendela ketika mata menutup hati sehingga di lapas zikir suara mengiba tanpa mengerti segaris pun ke mana dilabuhkan. Maka sia-sialah mengurasbanjirkan air mata sedangkan ruang dihuni mati cahaya tinggal kebisingan ‘tah dari mana bermuasal semakin memekakbutakan segala seruan dan kehadiran. begitulah seseorang mencari air di tengah laut, menyulut api pada matahari, berharap teduh berpijak bumi bernaung langit, yang memendam rindu diri sendiri Irorinya pun, sebagai salah satu ciri pada puisi modern, terasa tajam. Penyair tampaknya sekali gus menyindir kehidupan manusia modern yang sangat munafik. Fenomena ini terlihat nyata dalam kehidupan
34
kita sekarang. Kita lihat sekarang manusia laki dan perempuan, bergerombol berzikir, menangis tersedusedu, seolah berada pada terminal keinsyafan yang penuh. Tapi selepas itu mereka kembali berceloteh membicarakan prihal duniawi, tak ada lagi sedikit pun bekas ketika mereka baru saja meraung dan terisakisak. Hal itu terjadi karena “suara mengiba tanpa mengerti segaris pun ke mana dilabuhkan.” Dan ini selaras dengan bunyi ayat dalam kitab suci. “Dan janganlah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah” (QS 2:41). Zikir salah satu terminologi ibadah yang menghendaki kekhusyukan dan keheningan untuk sampai kepada pengenalan diri dan penyerahan mutlak kepadaNya. Bukan sebagai suatu mode atau show belaka dengan “mata (masih menerawang ke kemolekan dunia sehingga) menutup hati.” Sehingga zikir yang semestinya sebagai pengalaman metafisis berubah menjadi “sia-sialah mengurasbanjirkan air mata”. Air mata yang keluar bukan karena keinsyafan tapi karena hanyut mendengar lantunan suara yang yang mengharu-biru. Ini tentu sama saja seperti mendengar tenung atau sihir. Penyair mensinyalir satu ibadah yang semestinya memberikan pengalaman metafisis dan supranatural kepada pelakunya sehingga sampai kepada keinsyafan dan kearifan bisa berubah menjadi hingar-bingar duniawiyah oleh karena diselewengkan dan disalahgunakan ataupun karena kebodohan yang masih terkekang oleh hawa nafsu. Demikianlah keadaan jadi berbalik, zikir yang semestinya memberikan pencerahan berubah menjadi “ruang dihuni mati cahaya (sehingga) tinggal kebisingan ‘tah dari mana bermuasal semakin memekakbutakan segala seruan dan kehadiran.”
Di sini selanjutnya penyair menyindir kesia-siaan dan kebodohan prilaku manusia yang diumpamakannya seperti “seseorang mencari air di tengah laut, menyulut api pada matahari…”, kesia-siaan dan ketidakfahaman karena manusia mencari sesuatu yang sememangnya telah melimpah-ruah dan berkobar menyala dalam dirinya sendiri. Untuk apa mencari air di tengah laut karena laut adalah air itu sendiri!
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
Ditarik ulur, makna larik ini menjadi beruntun panjang akan keadaan negeri kita yang kaya-raya, melimpah dengan sumber daya alam, membludak dengan sumber daya manusia, tapi oleh karena kebodohan tadi kita tetap tinggal miskin bahkan kere. Kekayaan kita habis dikuras oleh perampok dan pencuri lebih jauh secara sistematis oleh para kapitalis. Kita sibuk mengukur wilayah laut kita yang begitu luas, pada saat yang sama kekayaan laut kita habis dicuri orang luar karena ketiadaan kapal patroli. Minyak dan gas bumi kita lumayan banyak. Tapi tak bisa menyulingnya sendiri. Minyak yang masih kotor dijual ke Negara luar lalu setelah bersih kita beli kembali. Luar biasa, kalau dibandingkan dengan Malaysia yang bukan anggota OPEC dengan penghasilan minyak yang sedikit tapi Petronasnya sudah malang-melintang di Asia dan Afrika. Lalu yang lebih menakjubkan, kita punya tambang emas terbesar di dunia. Terletak di Timika, Papua. Dikendalikan oleh PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan pertambangan dari Amerika Serikat. Kapitalis itulah yang meraup nasi sedangkan kita rimah-rimahnya. Rimah-rimah ini pun diperebutkan antara “koboi-koboi” pusat dengan “preman-preman” daerah. Masing-masing lempar masalah dan mengeluh dengan bagian masing-masing. Sementara yang meraup dengan piring-piring raksasa tenang-tenang saja membawa kekayaan kita ke negerinya. Lebih jauh lagi lingkungan dan budaya kita cemar dan porak poranda. Sungai-sungai tercemar limbah berbahaya. Perkampungan penduduk tercabikcabik, diusir dan dipindahkan. Mereka mengalami trauma budaya, bingung, sedih dan cemas melihat tanah yang diwariskan nenek-moyangnya telah dirampas dan mereka dihalau bagai orang usiran. Pernah seorang kepala sukunya yang masih pakai koteka dibawa oleh sebuah LSM ke Amerika, supaya penduduk asli itu dapat sepercik bagian juga. Ketika persentase bagian disetujui, jumlah itu harus masuk ke kantor para “koboi-koboi” dulu, baru dengan itung-itungan canggih, para pribumi itu ternganga-nganga menerima bagiannya karena merasa begitu “banyaknya”, padahal yang mereka terima pun sudah melukut dan antah-antahnya. Gedung-gedung perkantoran kita di Jakarta dan kota-kota besar lainnya megah-megah, jauh lebih megah dari gedung-gedung mana pun di Asia. Tapi di dalamnya penuh dengan tikus-tikus berdasi yang bukan main rakusnya. Mereka bagai “mencari air
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
di tengah laut” menguras dan merampas kekayaan negeri dan bangsanya. Puisi ini tampaknya agak sulit juga dibaca. Di samping penyair menggunakan teknik enjambemen dalam penyusunan larik-lariknya, dia menggunakan diksi dan idiom yang memungkinkan puisi bermuatan makna ambiguitas, ketaksaan. Mungkin sekali penyairnya sendiri tidak menyadari hal itu. Timbul pertanyaan, apakah puisi yang memberikan makna kepada kita, ataukah kita yang memberi makna kepada sebuah puisi? Fenomena inilah salah satunya yang membuat puisi menjadi ambiguitas. Sitor Situmorang dalam puisinya Malam Lebaran, hanya berisi satu baris, “Bulan di atas kuburan”. Penyairnya sendiri dalam mendedahkan proses kreatifnya mengaku memang betul-betul melihat bulan dari atas kuburan Belanda yang dia lewati. Tapi penafsiran para penelaah begitu panjang dan berliku serta beragam. Puisi ini pun membicarakan mikrokosmos dan makrokosmos. Dalam diri manusia yang mikrosmos ada “air” dan ada “api”, sebagaimana “laut” dan “matahari” pada alam makrokosmos. Menurut puisi ini antara mikrokosmos (manusia) dengan makrokosmos (alam jagad raya) menyatu dan saling berkaitan satu sama lain dan bukannya terpisahpisah. Bagai seorang yang berdendang dan mabuk hal itu di lukiskan penyair. begitulah seseorang mencari air di tengah laut, menyulut api pada matahari, berharap teduh berpijak bumi bernaung langit, yang memendam rindu diri sendiri. Sangat menarik dilukiskan peleburan mikrokosmos dengan makrokosmos ini hampir tanpa dinding pemisah. “ air di tengah laut” atau “api pada matahari” dan kerinduan-kerinduan yang diupayakan untuk harmoni dengan alam semesta, “berpijak bumi bernaung langit” sehingga sampai menuju “diri sendiri” yang utuh. Inilah merupakan kearifan Timur yang selalu ingin harmoni dengan alam. Lao-tse, orang bijak yang telah menulis kitab Tao Te Ching dua-puluh-lima abad yang lalu telah mengumandangkan supaya manusia bersahabat dengan alam, selaras dengan alam. Meniru sifat-sifat alam. Inilah cuplikan dari bagian ke 45 (menurut terjemahan Tjan Tjoe Som): Api panas dapat mengatasi dingin Air sejuk dapat mengatasi panas Murni dan tenang dapat menjadi Pembina seluruh alam
35
CERPEN
CINCIN Oleh : Norman Tamin
Wak Parkun eks lasykar
45 gentanyangan di aspol beton.Lompat dari tangga langkahnya terhuyung.Tapi akhirnya bisa juga menjaga kesetimbangan.Dan sekarang langkahnya pasti. Mantap menuju emperan toko. Bus yang baru saja ia tumpangi bergerak maju menuju Medan. Napasnya kembali lapang. Setelah sekian lama terhimpit dalam bus besar yang jadi sempit. Matanya terasa pedas kena asap solar. Lalu digosoknya dengan ibu jari. Tahi matanya yang menjadi hitam kena asap makin membesar karena kian mengendap. Langkahnya mengarah ke toko mas. Tangan kirinya tetap tergenggam menggenggam sebentuk cincin berat 10 gram. Cincin belah rotan. Dan tangan itu berada dalam saku celana. Begitulah sejak dari rumah,dalam bus dan melangkah ke toko. Wak Parkun bekas lasykar 45. Ia pernah memberondong konvoi Belanda dengan menggunakan senjata bekas Nipon. Ini terjadi di Serdang. Bermatianlah tentara Belanda yang sebenarnya juga orang kita. Wak Parkun pernah meruntuhkan jembatan. Dan ia sendiri hampir mati,kalau tak melompat ke sungai alamat mati. Peluru Belanda hampir mengenainya kalau ia tak terjun ke air. Wak Parkun tak mendapat nasi bungkus. Sejak itulah ia tak mau lagi menjadi lasykar.Merajuk. Sangat disayangkan sifat wak Parkun. Gara-gara tak dapat nasi
36
bungkus,ia menyeberang masuk KNIL. Kenyang makan roti,keju,telor dan susu. Wak Parkun lasykar pejuang 45 pada agresi I,menjadi pengkhianat pada agresi II. Wak Parkun berseragam hijau tentara Wihelmina. Memanggul tomong menembaki bangsanya sendiri. Tomong dipanggul kesana kemari moncongnya diarahkan ke kubu-kubu Republik. Dan tomong itu akhirnya berubah menjadi karet penghisap taik. Setelah pegakuan kedaulan wak Parkun menjadi pemanggul karet penghidap taik. Keju,telor,susu berubah menjadi ubi kayu,pisang kapok dan beras catu yang bau goni. Demikianlah setelah Pengakuan Kedaulatan tercapai,di mana Belanda sudah tak mampu menghadapi keperkasaan putra Indonesia,bekerjalah Wak Parkun pada urusan taik menaik bagian penghisapan di kota Medan. Sewaktu menghisap WC Raden Mas Polan Bin Anu terjadilah kesukaran kerja. Penghisapan suda siap. Sewaktu pipa mau ditarik dari bak taik,pipa tak bisa tercabut. Selidik punya selidik ada ranting kayu menjadi penghalang. Mungkin ulah usil tangan anak-anak sehingga ada ranting dalam bak. Wak Parkun rogoh bak yang semerbak itu dengan maksud mematahkan ranting di moncong pipa. Pada saat itulah ujung jemarinya menyentuh cincin belah rotan emas 10 gram. Cincin itu sekarang ditawarkan pada toko emas. - Mana suratnya wak ?
- Tak ada surat,hilang. - Mesti ada suratlah wak,kalau tak ada saya tak berani beli. Melongo Wak Parkun mendengar perkataan tak berani beli. Wajahnya tergambar mengharap belas kasihan. Ia kehilangan harapan untuk bisa membelikan buku matematika buat cucunya. Wak Parkun terdiam dari seribu bahasa. Tapi hatinya ngomong dalam sejuta bicara. Aku tak dibenarkan dirawat di RSU karena tak ada surat miskin dari kepala desa. Cucuku Samirin dulu tertunda masuk sekolah karena tak ada surat kartu rumah tangga. Kemanakanku di usir Hansip. Harus pulang ke dusun karena waktu menumpang denganku tak punyah surat mandah. Kini cincin ini tak bisa kujual juga karena surat. Lagi-lagi surat. Memang tak bisa lagi hidup tanpa surat. Mengapa surat mesti lebih dipercaya dari manusia. Bukankah yang membuat surat itu juga manusia. Wak Parkun hidup bersama cucunya Samirin anak iyem. Bapak Samirin bernama Samirun. Samirun telah meninggalkan dunia menuju akhirat. Mati dalam kecelakaan listrik. Masa hidupnya bekerja diperlistrikan. Tapi non SPK. Tanpa Surat Perintah Kerja. Model-model strom masuk duluan surat-surat belakangan. Mati tersangkut di tiang listrik.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
Iyem selaku janda muda pergi ke Pakan Baru tak pernah pulang. Juga tak pernah kirim uang. Menurut berita mulut,iyem menjadi babu di ibukota propinsi itu. Samirin lebih memilih kakek dari ibu. Mungkin karena sudah terlanjur intim dari orok. Samirin tidak kenal air susu ibu. Sejak kecil hanya diberi susu hewan. Sejak kecil memang terus dalam asuhan kakek dan nenek. Tapi nenek mengasuh batas usia Samirin sampai 3 tahun. Nenek meninggal. Menyusul putranya yang terkena listrik. Iyem menganggap mertuanya yang perempuan itu masih saja hidup. Tak tau dia betapa susahnya si kakek merawat cucu. Yang mana dapur,yang mana cuci pakaian. Yang mana lagi uang belanja kadang ada kadang tidak. • Kek suruh pak guru suruh beli buku. • Buku apa Rin ? • Buku matematika. • Besok-besok lah ya. • Kata pak guru hari senin harus sudah ada. • Kakek nggak punya uang Rin. • Sama baju seragam kek. Baju Mirin ketiaknya sudah koyak. Wak Parkun tak sanggup lagi mejawab,buku saja belum ada kemungkinannya untuk mendapatkan uangnya. Ditambah lagi permintaan baju seragam. Sejak kematian isteri Wak Parkun tidak lagi bekerja di truck taik. Dia beralih jual kangkung dipasar pagi. Tapi pahit sungguh pahit. Kadang-kadang kangkungnya tidak laku. Kalau setengah hari sore tak laku layulah yang terjadi. Terpaksa dibawa ke peternak ke-
linci. Tentu jual rugi. Subuh-subuh dia sudah mencegat penjual sayur dari luar kota. Dengan mengharap keuntungan lima rupiah perikat. Dibentangkannya tikar ditumpuknya kangkung baik-baik. Pembeli berebut kalau nasib sedang mujur. Tapi lalat pun tak datag kalau masih sedang malang. Dan kalau sudah termakan modal,pinjam pada bank jalanan. Rente. • Kek ini sudah hari minggu,besok hari Senin mana buku matem atikanya kek?. • Sabarlah ya kakek belum ada uang. • Besok hari senin kek. • Dia sudah seminggu absen jualan. Tersebab hujan pagi berturut-turut. Pada hari keenam ia jualan. Dasar nasib belum mau beruntung,ya tetap buntung. Pada hari keenam ia tidak absen. Cuaca bersih hujan tidak badai pun tidak. Tapi yang datang lebih dari topan laut. Menggencarkan. Petugas penertiban kota dengan nama terkenalnya polisi kotapraja datang. Diangkut mana yang bisa diangkut. Tak ayal kangkung wak Parkun. Esoknya pun mengganggur lagi. Seminggu tak jualan makanpun hutang-hutang,Samirin pula minta buku dan baju seragam,cincinlah sasaran untuk diuangkan. Berangkatlah ia ke PB. • Suratnya kok bisa hilang wak? Tanya pemilik toko sambil mengamat-amati benda emas itu. Wak Parkun terdiam saja. Tapi batinnya bermonolog. Mengapalah aku dahulu sekadar menjadi pekerja harian. Inilah jadinya tak punya pensiun. • Jual saja sama inang wak.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
• Sama inang Dimana ? • Sentral dekat pajak Dame. • Setelah puas mengamati,cincin itupun diserahkan kembali kepada wak Parkun. Si empunya menerimanya seraya menokoknokokkan logam itu kekaca lemari pajangan lirih-lirih. Ketika itu masuk dua pengunjung toko. Keduanya laki-laki. Yang seorang menentang president bag. Langsung saja meletakkan tas president itu ke kaca lemari pajangan. Membuka tas itu. Mengeluarkan sebuah kotak karton sebesar batu bata. Rupanya isi kotak itu memang batu bata. Dihantamkan kekaca kuat-kuat. Kaca pun pecah. Lelaki yang seorang lagi mengarahkan laras pestol kepada si penjual. Tak sampai lima menit habis tersapu semua bentuk emas di lemari pajangan. Sebuah sedan muncul didepan. Rupanya memang sudah diatur. Perampok kabur. Dengan langkah gemetar dan badan lemas si pemilik toko melangkah ketelepon. Wak Parkun juga gemetaran bahkan sampai terkencing-kencing. Terbayang olehnya wajah Samirin. Bagaimanapun buku matematika tak kan bisa terbeli. Cincin harapan turut terbang dibawa perampok. Tadinya terjatuh ke lemari pajangan sewaktu ditokok-tokokkan ke lemari lirih lirin. Pernah Terbit di Harian Analisa,Ruang Rebana,14 Januari 1985.
37
CERPEN
Tiga Sastrawan Indonesia Dari Tebing Tinggi Oleh : Mihar Harahap
Barangkali hanya sebagian masyarakat kota Tebing Tinggi (mungkin salah satu a-tau tak mengenal sama sekali) Ristata Siradt, Ali Soekardi dan Tandi Skober. Padahal me- reka adalah sastrawan Indonesia dari Sumut, tepatnya kota Tebing Tinggi.Begitulah nasib sastrawan, terkadang tak dikenal atau tak diperdulikan masyarakat daerahnya sendiri. Ka-rena itu, diharapkan menjadi tugas Pemko,lembaga/komunitas seni, para peminat, untuk mengenalkan nama, karya dan makna didaktisnya kepada masyarakat seluas-luasnya. Ristata siradt, memang lahir di Laras Simalungun, 9-7-1932. Tetapi setelah beker-ja sebagai guru, ia tinggal, berkeluarga, berprestasi bahkan wafat di Bandarsono Tebing Tinggi. Karyanya dapat dinikmati di harian, majalah, buku, terbitan Medan dan Jakarta seperti Kunang-Kunang, Horison, Gembira, Terang Bulan dan Mimbar Indonesia. Telah di-anugrahi penghargaan dari Depdikbud Sumut, Pemko Tebing Tinggi dan Dewan Keseni-an Medan/Sumut. Sebelum berpulang, ia amanahkan klipping sastra buat generasi muda. Ali Soekardi justru lahir di Tebing Tinggi, 4-1-1933. Hanya karena tuntutan kerja sebagai wartawan, maka ia dan keluarga pindah ke Medan. Berkat kerja keras, sabar dan kemampuan, iapun dipercaya sebagai Pemred/Penjab harian Analisa Medan. Bersamaan i-tu, ia menulis puisi dan cerpen sejak 1950 di harian, majalah, buku terbitan Medan, Jakar-ta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Telah mendapat berbagai penghargaan. Dan sebe lum berpulang, 2013, ia amanahkan buku biografinya kepada para pembaca. Tandi Skober, lahir di Indramayu Jawa Barat, 22-9-1950. Tetapi karena karir di B RI Tebing Tinggi, maka ia dan keluarga tinggal di Bagelen. Dari sini, ia giat menulis ko- lom dan
38
reporter harian di Medan. Karyanya cerpen, novel, skenario film dapat dibaca/di tonton di berbagai harian, majalah, buku, televisi, terbitan Medan, Jakarta, Bandung, Lam pung. Telah mendapat penghargaan dari berbagai lomba, Dewan Kesenian Medan dan FF I 2004. Sebelum berpulang, 2013, ia amanahkan cerpen terakhirnya di Analisa. Antologi puisi dan cerpen Muara Tiga, 2001, pada Dialog Utara 1X, temu sastra Indonesia-Malaysia di Medan-Tapsel, kebetulan saya editornya memuat cerpen Ristata Si dart, judul “Marsekal Pertama di Bumi Indonesia”. Cerpen ini menceritakan tentang man- tan Lurah pada zaman penjajahan Belanda.Ia mendapat penghargaan karena kesetiaannya pada pemerintahan kolonial itu. Tetapi setelah Belanda menyerah pada Jepang, Lurah ini pun dicopot sebab dianggap pengkhianat, membocorkan persembunyian pemuda. Banyak pemuda dibredel, ditangkap dan ditembak. Mengingat hal itu, para pemu- da lain bahkan ingin mengadili sang Lurah, Harjo. Hanya karena merasa kasihan, ia dibe- baslepaskan. Soalnya, ia gila. Gila hormat, gila pangkat, sebagai marsekal pertama di In- donesia dengan bintang perak bergambar singa. Ketika pemilihan Lurah, ia protes, sebab tak mau diganti. Lantas masyarakat, para pemuda yang selalu menggodanya, menaikkan pangkatnya menjadi jenderal, pangkat 6 bintang yang terbuat dari tutup botol. Sekali waktu, marsekal/ jenderal Harjo sidak ke prajuritnya, lembu, kerbau, kam-bing. Seekor lembu, hidung koyak, tanduk tinggal satu, karena disiksa pemiliknya, tak mau menghormat marsekal. Bahkan ia menyeruduk berkali-kali hingga jenderal tersung-kur, terjerembab dan rebah ke tanah. Kampung menjadi heboh. Harjo gila diseruduk lem-bu gila.
Beberapa hari kemudian, terdengar kalau keduanya mati. Demikian cerpen meng- amanahkan bahwa pangkat dan jabatan tak selamanya melekat pada diri manusia. Antologi puisi dan cerpen Muara Dua pada Dialog Utara IV, temu sastra Indone-sia-Malaysia, 1989, editor B.Y.Tand, memuat cerpen Ali Soekardi berjudul “Buah Terlarang”. Menceritakan tentang seorang suami, Junir, merasa kalut menghadapi istrinya, Sal- miah, mengidam anak pertama. Baru usai memenuhi permintaan rujak kolam dan nonton drama di hotel Tiara, sekarang minta buah anggur pula. Bukan masalah sulit dicari, tetapi selain harganya mahal, juga buah anggur dilarang pemerintah karena barang ekspor. Sungguh tak diduga, disuatu sarapan pagi nasi goreng dan segelas kopi, tiba-tiba Salmiah teringat buah anggur. Kali ini, ia tak memaksa melainkan membujuk, hingga Ju-nir merasa enak. Katanya, ia sadar kalau buah anggur itu mahal harganya. Tetapi ada yang murah, buah anggur Bang Kohar suami Kak Nafsiah bahkan boleh dibayar angsur. Sudah diambilnya sekilo. Junir menyetujui dengan perasaan lega. Berangkat kerja dengan gem- bira. Begitupun, di dalam hati ia bertanya, mengapa bisa urah, diangsur pula lagi? Ternyata, koran pagi yang diantarnya ke meja pimpinan,sempat dibacanya sekilas. Berita itu menjawab pertanyaan Junir bahwa barang ekspor yang dilarang dan berhasil ditangkap, termasuk buah-buahan, kemarin dimusnahkan. Kediaman Bang Kohar dekat lo- kasi pemusnahan. Demikian cerpen ini mengamanahkan agar hati-hati membeli barang- barang murah. Jangan cepat membeli, meski barang itu sedang dibutuhkan. Kalau barang larangan itu dibeli juga, dikhawatirkan dapat berdampak negatif pada pembeli.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
Antologi puisi, cerpen dan esai Ini Medan Bung, 2010,memuat cerpen Tandi Sko- ber berjudul “Topeng Monyet” dengan tim redaksi Izharry Agusjaya Moenzir dan kawan-kawan. Cerpen ini menceritakan tentang Tandi sebagai dalang topeng monyet. Sebagai dalang tentu memegang tali kekang yang menghubungkan tangannya dengan batang leher monyet. Sehingga apa dan bagaimanapun yang dilakukan monyet secara aktraktif, sangat tergantung kepada tangan kreatif dalang untuk dapat menghasilkan uang. Hal yang luar biasa dalam cerpen adalah ketika dalang menjadi monyet
dan mo-nyet menjadi dalang. Sehingga akrobatik topeng monyet dapat dilakukan di mana dan ba- gaimana saja. Tidak hanya di pinggir jalan raya atau di halaman rumah warga dengan sa-weran minimal, tetapi juga di kantor pemerintahan, gedung wakil rakyat dan di lembaga-lembaga sosial dengan saweran maksimal. Demikian cerpen ini mengamanahkan bahwa pada realitanya ada manusia berprilaku menyimpang seperti binatang. Ketiga cerpen ini adalah bukti kecil bahwa karya sastra itu merupakan bentuk, sis- tem dan strategi yang segar tetapi menyentuh hati nurani dalam proses membentuk kepri-
badian pembaca. Sebab sebenarnya sastra itu bertujuan memanusiakan manusia. Disilah gunanya karya sastra itu, hingga perlu dibaca, dikaji, dihayati, direnung, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya, karya sastra dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menciptakan masyarakat madani bagi kepentingan kota Tebing Tinggi. (Penulis adalah Kritikus Sastra Indonesia, Pembina Omong-Omong Sastra Sumut, Pemred Majalah/ PengawasYayasan/Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Ma-jalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi)
BENANG MERAH SASTRA DAN HIV/AIDS Oleh : Mihar Harahap
Sungguh tulisan ini berlatar dari nyeletuk seorang dokter, ketika saya mengkritik cerpen Dr.Umar Zein,DTM,Sp.PD-KPTI (berikutnya disebut Uzein) dan rekan Forwakes, dalam acara diskusi launching/bedah buku di Medan. Katanya, sastra itu omong kosong, khayalan dan sia-sia saja. Padahal Uzein sendiri yang dokter, malah mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, membuat cerpen dan pantun.Terbukti, ia memberikan bukunya kepada saya,“111 HIV/ AIDS”(2009,Tanya Jawab),“210 Pantun HIV/AIDS” (2011, Un- taian) dan buku “Kisah AIDS” (2011, Cerpen dan Artikel). Ternyata, 2 dokter berbeda memandang sastra. Kalau Uzein positif, sedang dokter itu negatif. Mana yang benar? Tentu Uzein, sebab ia sendiri telah menggunakan cerpen (prosa modern) dan pantun (puisi asli Indonesia) itu untuk mensosialisasikan HIV/AIDS ke masyarakat luas.Sejauhmana manfaat sosialisasi menggunakan
cerpen dan pantun, bila dibanding dengan bentuk lain, tanyalah Uzein. Ia pasti punya pengalaman, apalagi selaku Ketua PD-PAI (Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia) Sumatera Utara.Tetapi saya yakin bahwa cerpen dan pantun lebih menyentuh masyarakat luas. Memang, nama, tempat dan peristiwa dalam karya prosa, puisi dan drama, bisa fakta seperti cerpen Uzein dan rekan-rekan Forwakes (baca buku “Kisah AIDS”) ataupun pantun Uzein dan Retno (buku “210 Pantun HIV/ AIDS”).Jadi, bukan omong-kosong atau khayalan, sebagaimana tuduhan dokter itu. Namun bisa pula fiktif (hasil imajinasi) seper- ti karya sastra pengarang lainnya di koran, majalah, buku-buku. Akan tetapi, tetap saja bahwa peristiwa itu adalah terjadi/mungkin terjadi (dahulu, sekarang, akan datang). Artinya, bukan omong kosong/khayalan, melainkan kenyataan/rasional.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Karya sastra fakta atau fiktif itu bukanlah sia-sia, tetapi sebaliknya, justru sangat bermanfaat. Kalau tidak bermanfaat, tak mungkin digunakan Uzein.Takkan mungkin ada kelompok kesenian di masyarakat, dewan kesenian di kantor kota/provinsi, fakultas sastra di universitas, pertemuan kesenian tingkat nasional/internasional.Tak ada pelajaran sastra di sekolah-sekolah, bahkan tak ada karya sastra di media cetak/ elektronik.Sekali lagi, Pak Dokter, bahwa karya sastra itu memang ada gunanya. Ada manfaatnya.
39
CERPEN
Kata orang bijak, kalau politik bengkok, maka sastralah yang meluruskannya. Analoginya, kalau orang-orang yang terkena HIV/AIDS (ODHA) itu gelisah, stigmatik serta diskriminasi,maka karya sastra akan berperan menampung aspirasinya hingga ia be- rasa tenang, sabar dan berusaha.Pembaca karya sastra itupun akan mengerti, mengasihani dan menghormati atas nama kemanusiaan. Kalau dokter ‘nyeletuk’ itu tak percaya peran karya sastra ini, disarankan bacalah cerpen Uzein, Zulnaidi, Khairuddin Arafat, M.Alfa Iswara, EkoAgustyo FB,. Novita Sari S.dan Kesuma Ramadhan. Benarkah bahwa terdapat benang merah antara karya sastra dengan penyakit HIV/ AIDS? Benar! Kebenarannya, pertama, secara umum bahwa ‘objeknya sama–sasarannya beda’. Artinya, objek sastrawan dan dokter dalam melaksanakan keprofesiannya adalah sama yakni manusia. Sementara sasarannya, jika dokter untuk menyembuhkan penyakit jasmani manusia, sedangkan sastrawan untuk menyembuhkan penyakit rohani manusia. Toh, keduanya menyembuhkan penyakit. Penyakit yang terlihat oleh dokter dan penyakit yang tak terlihat oleh sastrawan tetapi dapat dirasakan. Kalau dokter menggunakan jarum suntik, pisau bedah, stetoskop misalnya, maka sastrawan menggunakan pena, bahasa dan kepekaannya. Terkadang, setajam-tajam pisau bedah dokter, lebih tajam lagi mata pena sastrawan.Sedalam-dalam stetoskop sang dokter merabai
40
dada pasien, lebih dalam lagi kepekaan sastrawan merasakan sukma pembaca. Sesakit- sakit jarum suntik dokter, lebih sakit lagi bahasa sastrawan. Jadi, dalam rangka melaksanakan tugas kemanusian,dokter dan sastrawan menggunakan peralatan, meskipun terkadang lebih tajam peralatan sastrawan ketimbang peralatan dokter. Kedua, secara khusus bahwa di dalam unsur-unsur cerpen/ novel misalnya, ada yang disebut ‘tema’ (isi cerita) dan ‘amanat’ (pesan cerita). Kalau temanya menceritakan tentang diskriminasi keluarga, lingkungan, masyarakat dan aparat, akan mempercepat proses kematian orang yang terkena penyakit HIV/AIDS..Maka amanatnya, jangan Anda bersikap diskriminatif terhadap para ODHA, setialah pada pasangan/janganlah selingkuh walau sekali serta sebaiknya gunakan kondom bila ingin berhubungan.Dengan demikian, maka persoalan HIV/AIDS telah menjadi perhatian para sastrawan/cerpenis. Masuknya persoalan HIV/AIDS ke dalam tema dan amanat pada sebuah cerpen, menunjukkan betapa konsennya sastrawan/ cerpenis terhadap bahaya penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Betapa prihatin sastrawan/cerpenis terhadap anak-anak, remaja/ pemuda, suami/istri yang terkena penyakit masyarakat itu, sebab justru masyarakat itu sendirilah yang kemudian mendiskriminasinya. Betapa perlunya mensosialisasikan ilmu pengetahuan praktis tentang HIV/AIDS, bagaimana menyikapinya bila terkena atau tidak dan upaya menanggulang-
inya, baik secara individu maupun kelompok. Penting dicatat bahwa tema dan amanat di dalam cerpen/ novel adalah unsur yang paling utama dan sangat mendasar. Bayangkan,sebuah cerpen/nnvel akan omong kosong, khayalan dan sia-sia saja, kalau tidak memiliki tema dan amanat ini. Harus diakui bahwa dahulu ada era ‘seni untuk seni’ dimana karya sastra hanya mengandung unsur keindahan bahasa semata yang tak perduli dengan tema dan amanat. Akan tetapi sejak ada era ‘seni untuk masyarakat’ hingga sekarang, maka tema dan amanat justru menjadi dasar bahkan unsur utama dalam penulisan cerpen/novel Indonesia yang berkualitas. Mengingat hal inilah,otomatis ‘benang merah’ antara karya sastra dan HIV/AIDS atau kedokteran, hukum, politik, teknik, ekonomi, pendidikan, pertanian,olahraga, agama, sosial dan lain-lain menjadi sangat penting.Pokoknya, hamparan bumi, laut, udara dengan segala isinya memiliki hubungan yang siknifikan terhadap sejarah, teori dan karya sastra. Karena itu, perlu kerjasama antara sastrawan dengan individu/kelompok profesi lainnya, terutama terkait dengan kepentingan masyarakat, misalnya ada kelompok sastrawan yang peduli HIV/AIDS. Dengan demikian akan lebih tersosialisasikan lagi. Semoga. (Penulis adalah Kritikus Sastra Indonesia, Pembina OmongOmong Sastra Sumut, Pemred Majalah/Pengawas Yayasan/ Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Ma-jalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi).
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
PERAWAN DARI PANTAI (Cerita pendek: Sulaiman Sambas)
Begitu banyak pikiran menerawang di benak Patimah, memaksanya sulit memejamkan mata hingga jauh malam. Namun akhirnya dia rebah juga tertidur di atas sajadahnya , lengkap dengan telekung putih bersih masih belum dilepas selesai sholat Isya tadi. Hinggga dua pertiga malam dia tersentak bangun . Patimah mengucap istighfar beberapa kali dan segera saja bangkit . Dia bersiap pergi ke sumur, mengambil wuduk kembali untuk kemudian melakukan sholat tahajud dengan khusyuk, penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Setelah selesai memberi salam, saat Patimah menyudahi doanya ada rasa hiba yang menyenak ulu hati. Suasana seperti itu hari-hari belakangan ini memang sering datang menerpa perasaan Patimah. Bahkan kadang-kadang hatinya terumbang ambing tak tahu apa yang dapat dilakukannya. Kalau sudah demikian, Patimah lalu ingat pengajaran yang diterimanya dari kitab. “Untuk menenteramkan risau hatimu, perbanyaklah membaca Al-Qur’an . Dengan membaca Al-Qur’an mampu menghindarkan manusia daripada kepikunan.” Ayat demi ayat dibaca Patimah perlahan-lahan dengan suaranya yang lembut. Tanpa disadarinya air matanya menetes meresap di lembaran kitab suci itu. Suaranya tersendat menahan cucuran air mata. Patimah mendekapkan kuat-kuat Al-Qur’an ke dadanya. Lalu diciuminya kitab suci itu sepuasnya menghindari untuk tidak senggugukan. Namun betapa pun,haru hati Patimah tetap membuncah menyesak di dada. Terbayang di matanya wajah-wajah manja lima orang keponakannya masih kecil-kecil telah
menjadi piatu ditinggal mati kakak kandungnya Masitah, yang meninggal ketika melahirkan anaknya yang keenam sebulan lalu. “Maafkan aku anak-anak manis,” bisik hati Patimah. “Sedikit pun aku tak bermaksud meninggalkan kalian. Aku sangat sayang pada kamu semua,” katnya merenung. “Jauh malam dingin begini , biasa mereka mendekap dalam pelukan ibunya yang terbangun membetulkan letak selimut anakanak itu. Begitu mereka merasa aman dapat perlindungan tidur pulas bersusun dalam satu kelambu. Tapi sekarang tentu mereka merasa kehilangan.” Patimah menarik nafas dalam. Terngiang di telinganya ucapan keluarga mengatakan, “Kasihan! Anak-anak itu masih sangat memerlukan kasih sayang ibu yang benar-benar mencintainya. Dan hanya kepada kau mereka mau manja seperti kepada ibunya sendiri.” Suara itu terus memberati hati Patimah. Ketika itu keharuan yag menyentak menyambut kepulangan Patimah tiba di kampung dari kota. Keponakannya ramai menghamburkan ratap merubunginya, menggantunginya. Patimah menciumi anak-anak itu satu persatu. Patimah mengangkat anak yang terkecil, dipeluknya rapat ke dadanya. Hati Patimah tergetar mendengar kat-kata ayahnya ketika empat puluh hari arwah kakaknya Masitah. Kepadanya disampaikan maksud yang mengejutkan , tak terduga sebelumnya, ketika dia dipanggil pulang ke kampung. Memang ada perasaan tak enak memberati langkahnya datang. Dia sempat merasa berdosa ketika kematian kakaknya dia berhalangan pulang , karena bertepatan hari ujian di sekolahnya.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
“Itulah, kami telah sependapat dan berharap kau mau kawin ganti tikar dengan abang iparmu Sodik. Untuk keselamatan anak-anak kakakmu tidak sampai beributirikan perempuan lain. Bersamamu anak-anak Masitah merasa betah.” Ujung-ujung ucapan itu disampaikan kata demi kata satu persatu memperkuat bujukan . Patimah bagai terkunci mulutnya. Ada terasa beban berat ditimpakan ke pundaknya yang lemah. “Lagi pula agar semua barangbarang peninggalan kakakmu , kaulah yang harus memiliki. Tidak jatuh pada orang lain,” sahut ibunya menunjang kata-kata ayahnya tadi. Sesaat diam. Angin pantai yang kering memintas percakpan antara anak beranak itu. Lalu kemudian ada suara menyambung. “Nanti Sodik akan menambah barangbarang perhiasan lain lebih banyak lagi untukmu. Sekarang pun apa saja kau pinta, pasti dibelikan Sodik. Dia sudah jadi juragan besar di kampung kita ini. Pekarangan lautnya makin bertambah banyak.” Ayahnya tersenyum mengucapkan kata-kata itu memperhatikan Patimah gelisah duduknya. “Juga istri Bang Sodik akan bertambah pula,” sahut Patimah tibatiba lepas tidak tertahan meluncur dari mulutnya yang mungil. Dan dia tertunduk rikuh tak sanggup memandang tatapan ayah dan ibunya bersamaan, seperti dua mata tombak menghunjam sekali gus ke jantungnya. “Bagaimanpun , Sodik lebih menyanyangi kakakmu Masitah daripada dua istri lainnya. Percayalah, pasti kepadamu sendiri lebih lagi cinta Sodik,” rayu ayahnya. “Kau akan menjadi istri Sodik yang termuda .” Kata-kata itu terucap bercampur kebanggaan.
41
CERPEN
Bagai kilat Patimah cepat berpaling dari pandangan ayahnya. Dia hampir saja berontak menyesali sikap ayahnya, kalau saja tidak terbentur pandangnya dengan mata ibunya. “Ternyata Sodik mampu mencukupi nafkah istrinya. Hidup kakakmu berlebihan dibikin Sodik,” ibunya menimpali berebut kata mengingatkan kesenangan kepada Patimah, yang merasa sakit kupingnya mendengar kata-kata kedua orang tuanya dijejalkan beruntun begitu. Rasanya Patimah mau muntah. Dia mual. “Malah hidup nelayan di kampung kita ini banyak tergantung di tangannya . Termasuk nasib kita juga berada dalam genggaman abang iparmu Sodik,” ayahnya menandaskan. Patimah semakin tertunduk diam diberati hatinya tambah buncah. Ada sesuatu yang terus berkecamuk merasuk jiwanya. Dan katakata ayah ibunya seperti sengaja diberondongkan menghancurkan pertahanan Patimah . Entah kenapa tiba-tiba Patimah merasa asing di hadapan ayah ibunya. Dia merasa tak lebih sebagai tumbal , menjadi mangsa untuk dikorbankan. Jalinan kata-kata ayah ibunya adalah sebagai jerat yang akan menyeretnya kepembantaian. “Kau tahu sendiri, sejak dulu ayah hanya seorang nelayan kecil. Adikadikmu masih banyak yang minta dibiayai . Tanggungan ayah amat berat.” Sampai di situ ayahnya menarik nafas panjang. Ibunya terdengar mengeluh. Patimah tetap diam. Matanya berkaca-kaca. Terbayang sehari-hari ayahnya turun ke laut malam-malam, dan siang esok pulang dengan hampa karena dipukul angin kencang. Kadang berminggu-minggu ayahnya tak pergi melaut terhalang musim angin ribut. Ibunya senantiasa cemas mengasuh anak-anak. Ayahnya banyak terbelit hutang. Sedangkan dua orang lagi abang-
42
abangnya tidak banyak dapat diharapkan bisa membantu. Mereka juga harus bekerja keras menyabung hidup di laut membesarkan anak-anak yang banyak sekeliling pinggang. “Syukurlah kakakmu Masitah masih mau mengerti, dan dia rela menjadi istri ketiga Sodik yang sangat kepadanya. Ayahmu juga banyak dibantu Sodik. Termasuk biaya sekolah kau pun di kota ditanggung abang iaprmu Sodik.” Kata-kata ayahnya mengepung hati Patimah tetap bungkem. Dia merunduk diam bagai batu. Patimah berusaha sekuatnya menahan segenap perasaan. Berkali-kali dia menghindar pandang, mendongakkan kepalanya menatap bumbungan rumah mereka yang kusam diselaputi jelaga. Angin laut terasa menggelepar menyusup sela-sela atap daun nipah. Patimah menghela nafas. Dia hanya mendengarkan ucapan ibunya kemudian. “Sekarang Sodik meminta sendiri kau untuk kawin ganti tikar. Cuma untuk kebaikan pemeliharaan anak-anak kakak kandungmu Masitah. Termasuk untuk kehidupan ayah, ibu dan adik-adikmu. Kami hanya akan menumpang di atas kebahagiaanmu, Patimah. Tentu kau tidak mengecewakan harapan kami, bukan?” tutur ibunya memelas , berupaya menggoyah hati anak gadis itu untuk menyerah. Tapi Patimah tetap ingin bertahan. Dengan kekuatan hati dia berkata: “Sesungguhnya aku sangat menyayangi ayah, ibu dan adik-adik. Juga aku sangat mengasihi anak-anak kakak Masitah. Aku pun sadar berhutang budi pada Bang Sodik. Tanpa bantuan dia, tentu dari semula aku tak jadi sekolah ke kota. Dan sekarang aku mengerti patut membalas jasa, harus berbakti kepada semuanya. Tapi, berilah aku waktu memper-
siapkan diri.” “Maksud kau bagaimana Timah?” tanya ayah dan ibunya hampir serempak memotong ucapan Patimah. ‘Umurku masih muda untuk berumahtangga. Aku masih belum siap menjadi seorang istri. Biarlah kuselesaikan sekolah lebih dulu, yang tak lama lagi. Aku berharap ayah dan ibu pun tentu bisa mengerti,” ujar Patimah tersendat di kerongkongan. Air matanya menggenang mendesak tumpah. Digigitnya bibirnya yang lentik, mencoba menahan hati, meski tak luput wajahnya kelihatan tambah merah. Dia semakin gelisah. Ayahnya tersenyum memandang ibu dengan sudut mata sambil menyulut rokok lintingan pada bibirnya yang tebal kehitaman. Ibunya bergeser duduk lebih mendekati duduk Patimah yang tertunduk menekur tikar pandan tua ada yang lepas anyamannya. Si ibu menelan ludah lalu mengatakan perlahan kepada anak gadisnya. “Patimah, ibu dulu kawin dengan ayahmu baru umur empat belas tahun. Kemudian ketika kakakmu Sita dikawinkan umurnya baru genap enam belas tahun. Anak gadis sebaya kau di kampung kita ini sudah menikah semua. Kalau kau asyik terus sekolah, umurmu jadi bertambah, tanpa kau sadari telah berusia lanjut. Lagi pula ibu dengar, perempuan sekolahan tinggi itu membuat lelaki segan meminangnya. Sayang Patimah, kau pun jadi perawan tua.” Ada keluhan terdengar lepas di antara ucapan itu. Sesaat si ibu terdiam, terhenti mengunyah sirih. Sudut matanya mencuri pandang memperhatikan wajah Patimah msih tetap menunduk. Pandang mata si ibu beradu tatap dengan kerlingan mata si ayah.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
“Andai Sodik mau kawin dengan perawan lain, dia tinggal pilih saja anak-anak gadis remaja kampung ini, banyak yang menyerah mau. Tapi kita sekeluarga jadi kecolongan,” sela ayahnya terbatuk-batuk dan berkata lagi, “Kau ingatlah nasib anak-anak kakakmu masih kecil-kecil. Sodik akan melupakan kami, bila sempat dia kawin dengan orang lain. Dia pasti mengambil hati pada mertua barunya nanti. Ayahmu ini akan bergelut lagi dengan angin ribut. Ibumu terpaksa mengulang kerja lama mengambil upahan menjemur ikan asin di tangkahan. Dan adik-adikmu berpencar jadi anak sampan orang lain. Ah, banyak akibatnya jika kau menolak lamaran Sodik, Patimah. Semua bisa berantakan jadinya.” Beberapa saat lengang lagi. Percakapan itu terdiam lama , terbawa pikiran masing-masing. Patimah faham benar makna ucapan ayahnya. Berbagai-bagai arah bisa ditafsirkan, tajam ujungnya.. Bisa berarti dia dipaksa, dan dia menjadi tumpuan kehendak dan juga timbunan sesalan jika dia menampik. Sementara itu dalam kenangan Patimah melintas bayangan kakaknya Masitah muncul di antara mereka. Diingatnya wajah kakaknya yang cantik, lugu dan pasrah. Terbayang Patimah ketika masih gadis tanggung , dan Masitah sudah gadis remaja, mereka berdua selalu mengikuti ibu mengambil upahan menyirat jaring di pelataran Sodik. Masitah sering diganggu Sodik, mengejek siratannya tidak rapi. Sebenarnya cuma alasan Sodik mau menggenggam tangan Masitah. Melihat itu, ibunya pura-pura tidak tahu. Si ibu selalu segera menjauh bila Sodik menghampiri Masitah yang lagi bekerja. Tapi, perempuan lain yang turut menyirat jaring di situ terdengar berceloteh berbisik-bisik. Banyak yang tertawa mengejek karena iri.
Dan Patimah sering mengingatkan kakaknya. “Awas! Nanti kakak dikejar dua orang istri Bang Sodik datang ke mari.” Dia mencubit paha Masitah agar tidak bertingkah yang bukan-bukan. Tapi keduanya tidak bisa berkutik bila Sodik mendekati mereka. “Ha-ha, kalau kau seumur kakakmu, kau lebih cantik, anak manis,” Sodik tersenyum gatal mencuil pipi Patimah jadi kemerahan malu digoda. Waktu itu Patimah benar-benar masih hijau. Dia belum prnah mendapat kain kotor. “Tapi kau tentu senang menjadi adik iparku, Patimah. Kakakmu Msitah pantas jadi istriku. Kalian akan menginyam bahagia.” Sodik terkekeh puas mengusap dadanya telanjang berbulu hitam tumbuh lebat. Matanya nakal mengerdip pada Patimah. Kumis Sodik yang melintang hitam bergerak-gerak membikin bulu kuduk Patimah bergidik. Dan kakaknya Masitah jelas kelihatan dadanya yang subur bergerak kencang. ******* Larut bersama kenangannya, Patimah sedih menelusuri kehidupan Masitah sama senasib dengan perempuan-perempuan muda di kampung itu. Tak ubah kuntum-kuntum gugur bertabur kelopak sebelum mekar. Kemudian cepat terhisap sari madunya , lantas rontok, kisut dimamah biak oleh anak-anak lahir tiap tahun. Semua repot hamil, repot menyusukan bayi bergantungan di dada menipis. Repot mengurusi anakanak merengek, mengerang sakit, menangis sehari suntuk, berkelahi, minta tidur,mau makan, mau berak. Huh, sungguh membikin pusing. Kepala jadi mumet. Menyita pikiran dan waktu. Kalau tak nyaris putus asa.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Satu-satu wajah perempuan muda di desa pantai itu hadir di depan mata Patimah. Wajahwajah suram kehilangan rona masa depan, berpendar terbenam lumpur lanyau. Patimah merasa sangat prihatin terhadap nasib kaumnya di tanah kelahirannya itu. “Kasihan kakakku Masitah,” batin Patimah. “Semua diterima dengan pasrah sebagai pengabdian. Sebagai suratan takdir tanpa daya. Dia sarat menyeret beban hamil tua, tambah dibebani lima orang anak masih kecil-kecil. Wajahnya yang cantik cerah dulu , bertukar pucat tak bergairah lagi. Nampak Sita letih kehilangan tenaga, terkuras dari tahun ke tahun dari masa perkawinannya. Kemudian sirna demikian cepat, kelihatan jadi lebih tua.” Membayangkan semua itu, hati Patimah merasa cemas diterkam berbagai kemelut menakutkannya. “Alangkah sia-sia kalau aku juga nanti mesti menyerahkan masa mudaku menjadi korban nasib yang sama. Ah, tidak! Jangan terulang nasib buruk menimpa.” Tiba-tiba hati Patimah bangkit , jiwanya berontak menerima tantangan. Ingin diputuskannya rantai nasib yang membelenggu kehidupan perawan pantai itu. ”Ya Tuhan beri aku kekuatan, bukakan pintu hati kami,” serunya dalam hening terpukau sejak tadi. Kemudian terdengar suara ibunya menyapa lembut, “Kami tidak bermaksud memaksamu, Patimah. Ayah dan ibu tahu kau dapat menerima dengan rela hati. Agar hati kau terbuka lapang, kembalilah ke kota Selesaikan urusan sekolahmu dengan baik.” “Ayah akan menyusulmu sebulan kemudian, seraya akan berpamit kepada Datuk Pawang tempat kau menumpang. Dan, sekalian mengundang Datuk datang menghadiri hari perkawinanmu nanti dengan Sodik.” Ucapan
43
CERPEN
Ucapan ayahnya itu seperti batu jangkar jatuh ke lubuk. Patimah menyelami diri sendiri terbenam jauh sampai ke dasar. **** Berangkat dari kampung kembali ke kota, Patimah diiringkan beberapa pasang mata berbinar-binar. Lima orang keponakannya, ayah dan ibunya, serta juga tak ketinggalan abang iparnya Sodik. Semua pandang mereka memberati langkah Patimah. Dia hampir-hampir tak berani menoleh ke belakang meninggalkan rumah, di mana ada tatapan mata keponakannya yang sendu, tatapan ayah dan ibunya yang penuh harap, juga ada sorot tajam mata abang iparnya Sodik penuh nafsu. Patimah ingin cepat-cepat pergi jauh. Hatinya bagai tercabik-cabik. Bahkan dia tak tahan mendengarkan teriakan keponakannya yang terkecil meronta menangis tak henti ditinggalkan Patimah. Sampai di ujung mendapatkan jalan besar, tangis anak itu masih terdengar menjeritjerit minta dibawa serta. Semua kejadian itu membuntuti kepergian Patimah yang tergoncang-goncang di dalam bus penumpang penuh sesak menempuh jalan berlubanglubang dari desa pantai ke kota. Kelelahn dan pikiran ruwet berbaur jadi satu menghimpit perasaan Patimah dengan sebongkah tuntutan ditimpakan atasnya. ****** Hingga beduk subuh azan berkumandang, Patimah menemukan hikmah hidupnya . Dia tegak untuk mencapai keridhaan. Patimah lama sekali menghampirkan sujudnya ke haribaan Tuhan. Dia cuci hatinya dengan bening air mata. Dia berdoa dengan tulus memohon kekuatan, memohon petunjuk. Dan begitu dia mengusap wajah denga kedua belah telapak tangannya sambil mengucap istighfar dan selawat, Patimah pun
44
tersentak. “Patimah, teguhkan hatimu anakku.” Terdengar teguran yang ramah, mampu mengangkat wajah Patimah menatap ke depan. Di hadapannya berdiri Datuk Pawang tersenyum dengan air muka kebapaan. “Bapak mengerti perasaanmu Patimah,” katanya lembut. “Gelisah yang kau pendam dapat kita bagi bersama. Kau sudah menceritakan dirimu kepadaku. Dan hari ini kau katakan ayahmu akan datang menjemputmu pulang.. Bapak tahu kau sedih meninggalkan kawan-kawan sebaya. Berat sangat hatimu pulang. Sekarang kau ingin berteriak menolak….., ” ucapan Datuk Pawang terputus dipintas kata-kata Patimah. “Saya akan menjadi ibu, harus membesarkan anak-anak piatu. Kemudian saya sendiri akan beranak pinak sebagai istri Abang Sodik. Nah, lengkaplah riwayat itu, sama seperti perempuan-perempuan muda di kampung nelayan pantai kita sejak dulu terus berkembang biak. Melahirkan dan melahirkan meneruskan leluhur. Namun hidup di kampung kita terus melingkarlingkar dalam putaran angin dan pusaran arus tak pernah berhenti. Keras dan kering”. Suara Patimah terdengar tinggi lebih getir lagi. “Orang-orang lelaki dan perempuan banyak kawin cerai,” sambungnya. “Ibuibu menjadi janda , anak-anak tumbuh besar jadi liar. Anak-anak perawan cepat lenyap kemudaannya, segera hamil. Malah tak sedikit yang terenggut nyawanya. Boleh saja si ibu muda atau bayi merah menjadi korban. Itu sama artinya kemelut tak pernah selesai. Yang celaka , saya ikut terjerat di dalamnya , “ ujarPatimah sengit. Datuk Pawang menekurkan kepala, terdiam mendengarkan sangat arif. Mengusap-usap janggutnya lebat memutih, kemudian membetulkan letak kopiah lebainya
menyungkup kepala yang ubanan. Sesaat lelaki tua itu memandang jauh ke luar menyonsong matahari pagi mulai naik. Daun jendela dibukanya lebar-lebar. Seperti biasa Datuk Pawang meneguk air putih segelas besar yang telah tersedia di meja. Biasanya Datuk Pawang meneruskan membaca ayat-aat suci Al Qur’an yang telah dimulainya sejak menjelang sholat Subuh. Baru setelah agak siang , Datuk memulai tugasnya sebagai guru mengunjungi kelompok pengajian dari satu tempat ke tempat lain. Datuk memberikan pelajaran dengan tekun dan ikhlas , menyampaikan ilmu karena amal semata kepada Allah. Tempat-tempat pengajian didatanginya hanya berjalan kaki , meski kadang-kadang ada yang berjarak jauh. Sehari suntuk meninggalkan rumah. Barulah Datuk pulang mendapatkan Maghrib, menjadi imam sholat berjemaah di masjid tak jauh dari rumahnya. Sepagi itu perhatian Datuk Pawang tertumpu buat Patimah. Diamatinya gadis ranum itu berbenah, menghirup udara sejuk berkabut embun sepuasnya. Seakan dengan begitu memberikan kesempatan pada Patimah melepaskan diri dari kegelisahan. Baru ketika Datuk Pawang menemukan saat yang tepat, dipanggilnya Patimah duduk bersama di ruang tamu. Keduanya berhadaphadapan . Datuk Pawang mencoba meyakinkan Patimah. “Anakku, kau lihat matahari pagi ini begitu terang cahayanya. Seperti ia sengaja datang menerangi hatimu. Tak usah terus bermurung Patimah. Lenyapkan segala kebimbangan, hadapi masa depan dengan berani dan percaya diri. Kita sama menghadang badai, Patimah. Kau mengerti itu,” ujar Datuk Pawang sambil meneguk air putih dari gelas besar. Minumannya masih tersisa di atas meja. “Orang sekampung tahu, Datuk adalah yang dituakan dulu
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
di kampung kita. Datuk banyak mengetahui dan faham seluk beluk kehidupan orang-orang pantai secara jelas. Tapi, Datuk tinggalkan kampung halaman kita karena kecewa, dan pergi merantau ke kota ini,” ucap Patimah dengan suara rendah, ragu menatap mata gurunya. “Saya seorang murid waktu itu jadi merasa kehilangan guru mengaji,” sambungnya. “Untung saya dapat datang menumpang ke rumah ini, dapat meneruskan mengaji sambil bersekolah di sini.” “Ya, saya ingat itu. Kau murid yang setia, sepenuh hati mau belajar. Malam-malam, kau rajin datang membawa pelita menerangi kitabmu sehabis Maghrib mengaji di surau.” Datuk Pawang pun ingat, bahwa surau di kampungnya selalu sepi akan orang sholat berjemaah. Makmumnya bisa dihitung jari sebelah tangan. Di antaranya ada terselip seorang gadis kecil, Patimah, menempati saf paling ujung di belakang. Dia begitu khusuk mendengarkan suara Datuk yang parau membaca ayat-ayat terdengar sendu. Sejenak Datuk Pawang mengangguk-angguk kepala , memandang haru mata Patimah, seakan ada geliat cahaya pelita memancar di sana memantulkan bayangan dirinya yang renta. Pernah dulu hati Datuk Pawang terenyuh. Karena lama kelamaan, dia hanya berhadapan dengan seorang murid tinggal satu-satunya , yaitu Patimah yang tetap datang mengaji. Sedangkan murid-murid lainnya banyak telah berhenti. Anak-anak lelaki ada yang telah berani turun melaut menjadi anak sampan. Dan murid-murid wanita , banyak keburu dinikahkan orang tua mereka. Yang kanak-kanak sengaja disuruh ayahnya membantu menyirat jaring bila malam-
malam di rumah. Bahkan banyak yang mengambil upahan bekerja di rumah juragan. “Kau katakan aku kecewa, memang benar Patimah. Kesepian mencampakkan aku . Aku semakin tua,” Datuk Pawang tercenung seperti berkata pada diri sendiri. Mata orang tua itu yang tadi bagai telaga bening , tiba-tiba beriak tergoncang seperti tertimpa lemparan sebongkah batu. “Anak-anak lelakiku ada beberapa orang. Tapi tak seorang pun berhasil kudidik dengan baik,” katanya dengan suara berat. “Aku sendiri gagal memenuhi kewajiban selaku seorang ayah, Mereka tumbuh dewasa, hidup menurut semau hatinya sendiri. Dan aku sangat terpukul oleh tindakan mereka , anak-anakku yang memberi ‘aib, merendahkan harga diriku. Martabat keluargaku terhina di mata penduduk. Anak-anakku jadi perompak di laut. Naik ke darat mereka mengumbar kemaksiatan di kampung kita. Berbuat terkutuk mabuk-mabukan, berkelahi memperkosa dan mereka tega membunuh warga kampung sendiri. Teman sepermainan mereka dulu, sama mengaji di hadapanku.. Putra-putraku jadi buronan, ada yang tertangkap dan dihukum, Istriku tertekan batin dan menderita sakit, akhirnya meninggal. Aku benar-benar kecewa. Aku merasa berdosa sangat kepada Tuhan, tak mampu memelihara amanah yang diberikanNya. Begitulah kenapa aku pergi membawa diri meninggalkan kampung kita.” Datuk Pawang menarik nafas panjang , seraya istighfar menyebut asma Tuhan berulang-ulang. “Maafkan saya Datuk. Saya tidak bermaksud membangkit kenangan masa lampau itu,” ucap Patimah menyesali diri. Dia sadar kesedihan menyiksa Datuk Pawang, jelas terbayang di wa-
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
jahnya yang gundah. “Kau tidak bersalah Patimah. Dulu aku terlempar ke dalam gelap karena tingkah bejat anakanakku. Hampir aku didera putus asa sepanjang hidupku. Tapi saat ini, aku bahagia masih menemukan sinar terang dari pelita kecil tetap menyala tergengganm di tanganmu.” Datuk Pawang sangat terkesan. Keharuan menggugah perasaannya , terbayang masa silam. “Dulu pelita yang kau bawa dari rumah, selalu kekurangan minyak , Patimah. Hingga jelaga lampu teplok itu banyak bertaburan di atas kitabmu. Tapi kau tetap bertahan penghabisan pulang mengaji. Hingga sekarang pelita yang kurang minyak itu terus hidup nyala di tanganmu, anakku. Pegang teguhlah Patimah!” “Kuatkah saya bertahan Datuk? Badai begitu keras menerpa. Mungkin sekejap lagi pelitaku segera padam. Hari ini ayah akan tiba menjemputku pulang.” “Sudah bulatkah tekadmu menerima?” “Saya mesti berani mengambil keputusan Datuk,” kata gadis itu tajam menatap mata lelaki tua di hadapannya. “Sebelum bertemu ayah di sini, saya harus secepatnya pergi.” Patimah bangkit dari duduknya. “Tak baik gegabah memikirkan diri sendiri Patimah. Apa pula kata ayahmu nanti?” “Datuk katakan kepada ayah, bahwa saya tidak ada datang lagi ke mari sepulang dari kampung. Dan Datuk katakan tidak mengetahui khabar tentang diri saya.” “Kau hendak kemana Patimah. Bagaimana jadinya dirimu,” Datuk Pawang jadi galau, seperti kecemasan seorang ayah akan nasib anak perempuannya sendiri.
45
CERPEN
“Datuk tak usah berkecil hati. Saya akan berjuang berdiri sendiri Datuk. Saya akan bekerja apa saja secara halal di kota ini, hingga saya mampu hidup dan menyelesaikan pendidikan. Suatu waktu nanti baru saya akan kembali ke desa pantai. Datuk, saya ingin tegak di tanah kelahiranku sebagai guru. Membimbing anak-anak Masitah, anak-anak orang sekampung yang tumbuh.” “Kau menjadi guru, Patimah?” Datuk Pawang terkesima. Ada yang menyentak di benaknya. Jantungnya berdetak lebih kencang . Dia menggapai pundak Patimah. Patimah berdiri menatapnya. “Pelita mengaji di hadapan Datuk dulu, akan tetap kunyalakan. Syukur kalau berguna jadi penyuluh bagi orang banyak,” kata Patimah pasti. “Patimah, anakku!” sapa Datuk Pawang menembus pandang mata perawan dari pantai itu. “Kalau menjadi guru adalah pilihanmu, kau tak perlu pergi men-
inggalkan rumah ini. Bertahanlah tetap bersama di sini. Kita tunggu kedatangan ayahmu dengan sikap terbuka.” “Tapi Datuk…….!” “Ini amanah besar Patimah, dan aku merasa ikut bertanggugjawab menyelamatkan cita-citamu yang luhur.” “Ayah saya tak akan faham, Datuk.” “Kewajibanku, dan kewajibanmu sendiri untuk menyampaikan kebenaran kepada siapa saja . Juga ayahmu, Patimah. Kita mesti mengatakan yang benar. Menjelaskannya, membukakan pengertian pada setiap pintu hati yang tertutup. Mari kita ketuk pintu hati ayahmu, pintu hati ibumu, dan pintu hati Sodik, serta semua hati nurani orang sekampung. Kewajiban kita bersama mengangkat mereka dari kubangan lumpur lanyau pantai.” Berkata begitu mata Datuk Pawang tampak berbinar. “Oh, Datuk….!” Patimah simpuh di ujung kaki lelaki tua itu.
“Saya takut Datuk, hati akan luluh terbawa ratap tangis anak-anak kakakku Masitah. Bagaimana mungkin saya menerima perlindungan dari Datuk!” Hingga saat itu Patimah masih terumbang-ambing dipermaikan arus gelombang perasaannya menghempas-hempas di dada. Sementara Datuk Pawang berupaya sekuatnya mengangkat hati Patimah dari kebimbangan. Lelaki tua itu tersenyum menuntun Patimah berdiri. “Dengarlah Patimah!” berkata Datuk Pawang, “engkau tidak berlindung dibawah bayangbayang siapa pun. Tapi tegaklah sebagai tonggak yang langsung menjunjung sinar matahari kehidupan. Awal engkau melangkah menjadi guru, tunjukilah hatimu sendiri!” Datuk Pawang meneguk habis air putih dari gelas besar minumannya yang masih tersusa di atas meja tadi. (Kuala Asahan 2012)
Jangan Paksa Aku Jadi Presiden Cerpen YS Rat
GAWAT! Negeri berselimut-
kan kegalauan. Jadwal pemilihan presiden dan wakil presiden yang telah di ambang pintu terancam gagal. Semua bermula dari ketaksengajaan prinsip yang ternyata sama. Kali ini, pengurus masingmasing parpol yang memenuhi persyaratan mengajukan capres dan cawapres berketetapan mencari figur yang bersih dari keterlibatannya di parpol mana pun untuk dicalonkan. Berbuat semata-mata demi masyarakat, bangsa dan negara tanpa sedikit pun mengedepankan kepentingan pribadi, partai
46
maupun golongan. Begitulah landasan prinsip dan tekad yang hendak dibuktikan oleh pengurus masing-masing parpol. Karenanya, dengan kriteria jujur, tangguh dan sederhana, mencari figur capres dan cawapres di antara tokoh yang sama sekali tak berkait dengan parpol menjadi agenda utama. Untuk itu, masing-masing parpol menebar angket guna menghimpun jawaban sekaligus usulan dari masyarakat. Menurut Anda, sosok manusia jujur dan tangguh sekaligus sederhana banyak ditemukan di lingkungan orang-orang yang menggeluti profesi apa? Jika Anda mengenal satu
atau lebih orang dari lingkungan profesi apapun yang menurut Anda jujur dan tangguh sekaligus sederhana, mohon cantumkan nama dan kalau memungkinkan juga alamatnya.
Gambar Ilustrasi
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
Demikian secara umum isi angket yang ditebar masing-masing parpol. Hasilnya? Sembilanpuluh sembilan persen responden memberi jawaban, sosok manusia jujur dan tangguh sekaligus sederhana banyak ditemukan di antara mereka yang menggeluti profesi sebagai tukang becak. Togap, yang beralamat di Jalan Ujung Negeri, Gang Akhir No 45, Kota Tepi Laut, Provinsi Kaki Langit, menempati urutan teratas di antara nama-nama tukang becak yang dikenal para responden dan menurut mereka merupakan orang yang paling jujur dan tangguh, serta sederhana. Maka, dilengkapi data hasil angket yang disebarkan masingmasing parpol, seluruh media massa baik cetak maupun elektronik mengetengahkan berita utama yang bahkan dengan judul nyaris tak berbeda pula. Di antaranya, “Togap, Abang Becak Capres Pilihan Rakyat.” Jadilah Togap sebagai pusat perhatian dan pembicaraan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, para penumpang di kawasan tempat biasa dia mangkal rela antre, menunggu giliran demi mendapatkan kesempatan menumpang becak yang dikayuhnya. Tentu saja hal itu memberikan rezeki berlebih dibanding harihari sebelumnya bagi Togap. Tapi, sekaligus juga menghadirkan beban tambahan terhadap daya tahan fisiknya sebagai seorang tukang becak yang telah memasuki usia 59 tahun. Begitupun, meski mengharuskannya setelah lewat tengah malam baru kembali ke rumah, dilandasi prinsip hidup tak berarti apa-apa jika membuahkan kecewa bagi orang lain, satu per satu dia antar ke
tempat tujuan masing-masing antrean penumpang yang telah dengan sabar menunggunya. ***** BERSEBAB undang-undang menentukan pasangan capres dan cawapres yang telah diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol tidak boleh dicalonkan lagi oleh parpol atau gabungan parpol lainnya, maka dengan cara mengirimkan utusan menemui Togap, masing-masing parpol berusaha untuk bisa lebih dahulu mendapatkan persetujuannya didaftarkan sebagai capres. Akibatnya, terjadilah saling intip di antara utusan masing-masing parpol. Setiap utusan parpol berusaha sebisa mungkin agar kehadirannya menemui Togap tak diketahui oleh yang lainnya. Jika melihat gelagat rumah Togap sedang kedatangan tamu, utusan parpol yang hendak menemuinya segera undur diri terlebih dahulu. Setelah memastikan tak ada orang lain kecuali Togap dan istrinya, barulah utusan parpol itu buru-buru menuju rumah Togap. “Bung boleh saja merasa tak percaya dan menganggapnya sebagai lelucon. Yang jelas, partai kami telah melakukan pembahasan dan mempertimbangkannya secara matang melalui rapat yang diikuti pengurus dari semua tingkatan. Keputusannya, seluruh peserta rapat bersepakat untuk mendaftarkan Bung Togap sebagai capres pada pemilu yang tak lama lagi akan digelar. Itulah sebabnya saya diutus untuk menemui dan meminta persetujuan tertulis dari Bung.” Demikian di antara pernyataan utusan parpol yang menemui Togap. Soal cawapres, semua mengatakan bahwa parpolnya
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
memberi kesempatan kepada Togap untuk memilihnya sendiri jika memang nantinya dia bersedia dicalonkan. Terserah siapa orangnya, asalkan sama halnya dengan dia, tak berasal dari salah satu parpol, sebagai pengurus maupun anggota. Mereka pun tak langsung meminta jawaban, melainkan mempersilakan Togap mempertimbangkannya terlebih dahulu dan barulah seminggu kemudian akan kembali menemuinya untuk mendapatkan kepastian. “Kalau dibilang aneh, ya sudah jelas aneh. Tapi, Abang kan maklum, keanehan bahkan sudah menjadi biasa di negeri ini. Makanya, agar tak malah menjadi bagian dari keanehan itu, perlu Abang pikirkan matang-matang, pantaskah seorang tukang becak dicalonkan untuk jadi presiden? Dengtan begitu, nantinya bisa disimpulkan apakah orang yang mengaku utusan parpol itu serius atau sekadar ingin membuat lelucon dan sensasi? Atau, siapa tau malah sudah tak waras?” ujar istrinya, Lestari, ketika Togap meminta pendapat dan sarannya. Menurut Togap, apa yang dikatakan istrinya itu sangat masuk di akal. Oleh karenanya, ketika utusan salah satu parpol yang ditugaskan meminta persetujuannya agar bersedia didaftarkan sebagai capres kembali menemuinya, tak sepatah pun diberinya kesempatan untuk berbasabasi terlebih dahulu. “Atas dasar apa seorang tukang becak dicalonkan untuk jadi presiden? Lagipula, apakah hal itu pantas?” tanya Togap kepada lelaki utusan salah satu parpol itu, yang tampak dengan tenang duduk berhadapan dengannya.
47
CERPEN
“Pertanyaan Bung Togap bagi saya merupakan hal wajar, karena sejak awal saya sudah katakan, Bung boleh saja merasa tak percaya atau menganggapnya sebagai lelucon. Tapi kami punya alasan dan Bung pasti bisa menerima alasan kami itu. Pertama dan yang terpenting, alasan kami untuk mendaftarkan Bung Togap sebagai capres adalah karena hal itu merupakan kehendak dari sebagian besar masyarakat. Alasan kedua, kami ingin membuktikan benar-benar berbuat demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, tanpa secuil pun terselip kepentingan pribadi, partai maupun golongan. Itulah sebabnya kami sengaja mencari figur capres di antara orang-orang yang tak terlibat di parpol mana pun,” papar lelaki itu. “Tapi, dari sisi mana saya yang hanya tukang becak dianggap layak dijadikan calon presiden?!” desak Togap. “Dari sisi hak sebagai warga negara, sesuai ketentuan di dalam undang-undang dasar nagara kita. Di situ jelas-jelas disebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Lebih dari itu, sebagaimana kriteria di dalam angket yang kami sebarkan, sebagian besar responden berpendapat bahwa sosok manusia jujur dan tangguh sekaligus sederhana banyak ditemukan di antara mereka yang menggeluti profesi sebagai tukang becak. Di antara yang dikenal para responden, Bung menempati urutan teratas, sehingga tak ada alasan bagi partai kami untuk tak mendaftarkan Bung sebagai capres,” balas lelaki utusan salah satu parpol itu pula. Seolah tak memberi kesempatan kepada Togap, dia melanjutkan bicaranya.
48
“Yakinlah, partai kami tak bertindak gegabah dalam hal ini. Itulah sebabnya, kalaupun seminggu yang lalu saya katakan hari ini saya akan datang kembali untuk mendapatkan jawaban dari Bung, hal itu bukan merupakan harga mati. Kedatangan saya kali ini tak harus mendapatkan kepastian dari Bung. Kami bahkan mempersilakan Bung Togap langsung datang ke kantor partai kami, jika nantinya Bung memutuskan bersedia kami calonkan. Telepon terlebih dahulu kalau Bung akan datang, supaya ketua umum partai kami bisa menyediakan waktu khusus,” kata lelaki itu, sambil mengeluarkan kartu nama berisi alamat parpolnya, lantas memberikannya kepada Togap dan berpamitan. ***** TAK cuma melayani antrean penumpang yang setiap hari menunggu kesempatan bisa menumpang becaknya, tak pula hanya menghadapi utusan masing-masing parpol yang bertubi-tubi saling berganti menemuinya untuk meminta kesediaannya didaftarkan sebagai capres. Tumpukan surat yang dialamatkan kepadanya kini mewarnai hari-hari Togap bersama sang istri, Lestari. “Seratus persen aku mendukung kau, Togap. Aku yakin kau mampu, karena aku tau betul siapa kau!” “Begitu tau nama Togap yang dijagokan sebagai capres oleh semua parpol ternyata kau, aku langsung bertekad akan berkorban untuk ambil bagian menjadi tim sukses baik diminta maupu tak kauminta. Sebagai seorang sahabat di masa lalu, aku merasa ikut bertanggung jawab untuk mengantar kau menggapai sukses.” “Soal kejujuran, ketangguhan dan kesederhanaan, aku tau betul hal itu sudah jadi trademark dalam hidup kau, Togap. Sebab, tanpa sepengetahuan kau sebenarnya
aku sering melihat kau. Dengan mata dan kepalaku sendiri aku menyaksikan, ternyata kejujuran, ketangguhan dan kesederhanaan itu tetap utuh di dalam diri kau sampai sekarang. Tak lekang sedikit pun. Jadi, menurutku bukan cuma sebagai capres, kau bahkan pantas jadi presiden. Percayalah, aku mendukung kau sepenuhnya, Togap!” “Kesempatan datangnya cuma sekali, Togap. Aku yakin kau mahfum hal itu. Kalau selama ini tak sedikit orang yang berharap atau menggantang asap, bahkan memaksakan diri untuk meraihnya, sekarang malah kaulah yang dihampiri oleh kesempatan itu. Kalau kau membiarkannya begitu saja, sampai kapan pun kesempatan itu tak bakalan kembali, Togap!” Itu hanya sebagian dari isi surat yang diterima Togap. Selebihnya, juga bernada sama, menyatakan dukungan dan menyarankan agar dia bersedia maju sebagai capres. Dari sekian surat yang diterimanya, Ahrim, Bunhar, Coing, Daurah, dan Esikno adalah di antara nama-nama pengirim yang amat sangat dikenal Togap. Mereka orang-orang yang puluhan tahun lalu pernah seiring sejalan dengannya. “Pastilah sekarang mereka sedang membelai angan, berharap mendapat limpahan jabatan jika aku bersedia dicalonkan dan akhirnya benar-benar terpilih jadi presiden,” bisik hati Togap. Mengenang mereka, bekas temanteman seperjuangannya sesama aktivis kampus, yang kemudian memisah arah, bahkan tak secuil pun hirau akan nasibnya setelah kegagalannya menuntaskan perkuliahan akibat ketakmampuan keuangan orang tuanya, kini tersenyum-senyumlah Togap karenanya.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
“Semestinyalah seorang istri berdoa demi keberhasilan suaminya. Tapi, menghadapi kenyataan yang Abang alami sekarang, Tari jadi bingung, apakah pantas Tari mendoakannya?” ujar Lestari ketika duduk menemani Togap di ruang tamu rumah mereka yang sangatsangat sederhana, setelah hingga menjelang pagi baru selesai membaca satu per satu berjibun surat yang dikirim kepadanya. “Kalaupun terlintas niat untuk berdoa, batalkan sajalah sudah. Sebab, telah kuputuskan akan kubuat pernyataan dan kukirim ke semua surat kabar, majalah, tabloid, stasiun televisi maupun radio. Isinya singkat, padat dan tepat; Jangan paksa aku jadi presiden! Selebihnya, kepada wartawan media mana pun aku akan bersikap no comment,” papar Togap. Setelahnya, kecuali dirinya dan sang istri, tak sesiapa pun yang tau mengapa dia tak bersedia dijadikan capres.
LARUT malam. Gelap.
Perempuan menapak dari timur ke barat. Lelaki datang dari arah matahari terbit menuju arah matahari terbenam. Perempuan berada di depan. Tak peduli ada lelaki di belakangnya. Lelaki tak bermaksud mengejar perempuan. Kota dipenuhi tumpukan gedung tak beraturan. Perempuan menghentikan langkahnya. Tak berselang lama lelaki pun sampai di tempat sama dan menyudahi ayunan kakinya. Di bawah mercury perempuan dan
“Seorang presiden pastilah akan sering tampil di depan umum, atau berdiri dan berpidato berjamjam. Bagaimana mungkin itu bisa kulakukan kalau untuk menahan supaya tak kencing dalam waktu satu jam saja ak tak sanggup?!” kata Togap kepada Lestari dan tergelaklah sang istri karenanya. Jadi kian mesralah keduanya, meski tanpa kehadiran seorang anak pun di antara mereka. ***** GAWAT! Negeri berselimutkan kegalauan! * --------------------------------------------------------------------------------------BIODATA YS RAT, mempublikasikan puisi dan cerpen mulai awal 1980, terutama di surat kabar Medan. Sejumlah puisinya telah dihimpun dalam kumpulan bersama seperti Muara Dua (himpunan karya satrawan Sumatera Utara-Utara Malaysia, 1989), Bumi (Studio
Aku Ingin Menikahimu
lelaki tegak. Keduanya saling tatap, saling curiga, tapi juga saling dongkol karena sama-sama tak bisa melihat dengan jelas. Telah lebih seminggu pe-el-en belum juga puas dari “cuti” terangnya. “Kau siapa?” perempuan bertanya. Lelaki hanya membalas dengan senyum. Perempuan tak melihat tarikan garis keras namun manis di sudut bibir lelaki. “Kau mengikutiku?” perempuan menambah pertanyaannya. Lelaki menggelengkan kepala. Cahaya lampu kendaraan yang melintas membantu perempuan
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Seni Indonesia, Medan 1996), Jejak (Dewan Kesenian Sumatera Utara, 1998), Baruga (Taman Budaya Sulawesi Selatan, 2000), Muara Tiga (Antoloji Sastra Indonesia-Malaysia, 2001), 10 Penyair Sumut Pamer Puisi (Star Indonesia Productions-Millennium Expo 2001), dan Tengok 2 (Arisan Sastra Medan, 2001). Sedangkan kumpulan pribadinya berjudul 5, diterbitkan Teater Kartupat Medan tahun 1987. Sehari-hari bekerja sebagai redaktur Harian MedanBisnis. Menetap di Jalan Madiosantoso Gang M. Yusuf No. 149 A, Pulo Brayan Darat I Medan. Telepon: 085362500062. --------------------------------------------------------------------------------------Tambahan Catatan : Rekening No: 0219659789 Bank Muamalat Kantor Kas Krakatau Medan Atas nama: Yusrianto SH (YS Rat)
menangkap gerak kepala lelaki. “Kenapa kau berjalan dari timur ke barat seperti aku?” perempuan jadi penasaran. Lelaki tak hirau. “Kenapa kau juga berhenti di tempat aku menghentikan langkahku?” Tak ada jawaban dari lelaki. “Kenapa?!” Cuma tarikan napas berat terdengar meronta. “Katakanlah, kenapa semua ini kau lakukan?” Hempasan napas perempuan dan lelaki bertubruk di hadapan keduanya.
49
CERPEN
YS Rat
“Aku tau kau lelaki. Aku tau kau berjalan dari timur ke barat. Aku tau kau melangkah di belakangku. Aku tau kau berhenti di tempat ini setelah aku berhenti. Aku tau kau lelaki baik. Kau orang baik-baik. Tapi aku tak tau siapa kau. Apa yang kau cari?” Lagi, lelaki menarik napas dalam dan melepaskannya dengan sangat lega. “Sekarang aku akan mengatakannya,” lelaki mulai mengeluarkan kata-kata. Teramat lembut dirasakan perempuan menyelusup di telinganya. “Sejak tadi aku sudah bersiap untuk mendengar kata-katamu. Segeralah,” perempuan menyambut penuh semangat. “Semua kata-kata yang tadi kau ucapkan, yang kau tanyakan kepadaku, juga ada padaku. Tadi aku juga bermaksud berkata dan bertanya kepadamu seperti yang telah kau lakukan.” “Jadi?!” “Begitulah kenyataan yang terjadi pada diriku saat ini. Dan untuk
50
setiap pertanyaan yang kau lontarkan tadi, aku cuma punya satu jawaban. Aku tak tau! Itulah jawabanku. Kalaupun ada yang kutau, sekarang rasa kehilangan menggumpal dan menyesak dadaku. Aku kehilangan namaku. Sudah lama sekali namaku hilang dan aku pun lupa siapa namaku itu.” Perempuan dan lelaki sama-sama terenyum. Tapi juga sama-sama dibalut gelap, sehingga perempuan tak bisa melihat senyum lelaki dan lelaki tak bisa melihat senyum perempuan. “Kalaupun tadi kau bertanya lebih dulu dariku, aku akan diam, karena jawaban yang kumiliki sama seperti yang kau punya. Aku tak tau! Aku juga sudah lama kehilangan namaku dan sampai sekarang aku lupa siapa namaku sebenarnya.” “Seperti kau katakan tentang aku, aku juga tau kau perempuan baik. Kau orang baik-baik.” Perempuan diam. Lelaki diam. Perempuan duduk di trotoar. Lelaki juga duduk, di sebelah perempuan. Sepi. Tinggal sesekali kendaraan melintasi jalan raya di hadapan mereka. Lelaki sedikit merapatkan duduknya. Tinggal sedikit jarak di antara keduanya. Bahkan bahu mereka nyaris bersentuhan. Dingin yang mulai menusuk tulang dan rasa kehilangan yang sama mampu menumbuhkan keakraban. “Rasanya seperti tak mungkin kenyataan yang sama-sama kita alami ini. Kau berjalan dari timur ke barat, aku juga. Kau menghentikan langkahmu di sini, aku pun begitu. Kau mengatakan aku lelaki baikbaik, aku juga merasa kau perempuan baik-baik. Akh, sungguh, seperti tak mungkin!” Diam. Perempuan menatap lelaki, bertepatan lelaki pun sedang menatap perempuan. Dalam gelap tatapan mereka saling bertaut. Meski tak tampak jelas di mata keduanya, mereka sama-sama melepas senyum. Lelaki meraih
lembut tangan perempuan. Ikhlas pula perempuan mengulurkan tangannya. Lelaki menggenggam jemari tangan perempuan penuh kelembutan. Tiba-tiba rasa takut menyergap lelaki maupun perempuan. Tiba-tiba mereka takut kalau perpisahan melepas jarak di antara keduanya. Tiba-tiba sekali, seperti pertemuan yang kini menjadikan keduanya merasa bersatu. “Siapa aku harus memanggilmu?” tanya lelaki. “Siapa pula aku harus memanggilmu?” balas perempuan. “Kita butuh nama walau tanpa arti sama sekali.” “Ya! Walau tanpa arti. Dengan nama yang kita miliki maka diri kita akan punya arti. Setidaknya bagi diri kita sendiri.” “Bagaimana kalau aku memanggilmu, Bulan?” “Kalau aku memanggilmu, Matahari, bagaimana?” Lelaki kian erat menggenggam jemari tangan perempuan. “Senang sekali aku mengenalmu. Sungguh, di mataku kau perempuan bijaksana. Aku suka mendapatkan nama Matahari darimu.” “Aku juga begitu. Apa yang kau rasakan, begitu jugalah yang ada dalam diriku. Aku terima nama pemberianmu. Bulan. Kau Matahari dan aku Bulan, adalah lambang persatuan, kebersamaan.” Angin malam semakin menambah dinginnya. Kegelapan tak selamanya mencekam. Seperti yang berlangsung di trotoar jalan raya itu, di tengah kota yang terus dibenahi, namun bertumpuk daki datang silih berganti. Sementara pe-el-en berulang berjanji mencabut “cuti” terangnya, tapi entah kapan yang pasti. Di situ, di bawah mercury yang mati, sepasang manusia yang berjalan dari satu arah dan berhenti di tempat sama, saling memberi nama. Matahari untuk yang lelaki, Bulan untuk perempuan.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Seiring rasa tak ingin berpisah yang kian mendera, lelaki dan perempuan saling dekap. Mesra bagi keduanya. Hingga mewujud bagai perahu di lautan. Oleng ke kiri dan kanan, namun gemulai. Makin jauh ke tengah, bertambah kencang angin menerpa. Ombak pun kian besar, berganti gelombang pasang. Peluh mengucur. Napas berkejaran. Lelaki dan perempuan terhempas dalam kecamuk, membuah kesadaran masing-masing. Di ufuk timur cahaya kuning menawan mulai mengintai.
“Siapa kau?” tanya perempuan. “Kau siapa?” tanya lelaki pula. “Ke mana cahaya matahari yang tadi kau sematkan di jemariku?” “Sinar bulan yang tadi kau curahkan di mataku, ke mana perginya?” “Kalau kuminta, kau mau memberikan cahaya matahari untukku lagi?” Lelaki menjawab dengan anggukan setuju. “Kalau aku juga meminta, apa kau mau memberikan sinar bulan untukku lagi?” Seperti lelaki, perempuan pun
mengangguk setuju. Lelaki berdiri. Perempuan melakukan hal serupa. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan. Perempuan menggelayut mesra di lengan kiri lelaki. “Aku ingin menikahimu,” bisik lelaki di telinga perempuan. Lelaki dan perempuan terus menyusuri trotoar. Kian jauh ke arah barat. Mencari siapa yang bersedia jadi penghulu atas perkawinan mereka. Mereka sepasang gelandangan pada sebuah kota. *
BERSEKOLAH DI KEBON BELANDA (KELAS SATU) Oleh : Norman Tamin
Marto Jambang orang terkenal. Lebih terkenal dari centeng ataupun mandor besar kebon, bahkan lebih terkenal dari Adm belanda si Raja kebon. Disebut orang Marto Jambang, sebab berjambang panjang bersambung janggut, janggut terjuntai sampai ke dada. Tidka sampai disitu saja, tapi ditambah lagi dengan rambut yang mengenai bahu, bodynya tetap tinggi. Raut mukanya mirip maha patih Majapahit Gajah Mada. Kalau Gajah Mada punya sumpah, Sumpah Palapa, Marto juga punya sumpah. Sumpah yang tidak lagi menjadi rahasia. Tahun 1951, tanggal berapa bulan berapa aku tak tau. Pda hari bulan tanggal aku tak tahu itulah aku masuk sekolah. Bukan di negeri Belanda. Tapi sekedar di Kebon Belanda. Di Onderneming Tabaks Matschapai Arensberg Kaelpe. Persyaratan untuk bisa masuk sangat sederhana sekali. Oleh guru pendaftar pak Yopi, aku disuruh menggapai telinga kiriku dengan tangan kanan lewat ubun-ubun. Emak pulang ya, kata emakku setelah pendaftaran. Aku diam saja.
Emak pulang ya, berani kan ditinggal ? katanya pula lagi. Berani, kataku suara tertelan-telan karena sebenarnya aku ketakutan. Aku takut diganggu si penakalpenakal sekolah yang kabarnya terdiri dari murid-murid kelas II dan III. Mereka sering menokok-noko kepala anak-anak dengan belebas. Emak pulang ya. Ya, padahal hatiku mengatakan jangan. Dan mataku tetap padanya, orang yang melahirkan aku itu tetap saja kupandangi. Dan setelah mataku tak sanggup lagi melihatnya karena jalan membelok, berderailah air mataku membasahi baju. Emakku mesti pergi karena harus masuk kerja menyortir tembakau deli. Kok menangis ? Tegur anak perempuan berwajah cantik. Oleh emak aku memang dititipkan padanya. Kalau ada panggilan ke kelas supaya aku dibantu untuk menampilkan diri. Anak perempuan cantik itu memang sangat cantik. Mungkin karena cantiknya itulah tangisku jadi terhenti. Ia dulunya teman kakakku sekelas. Kakakku lulus kelas enam. Lalu melanjutkan ke SMP di Medan. Si cantik
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
manis teman kakakku itu tak lulus lalu mengulang. Setelah sebulan belajar sifat-sifat penakutku jadi hilang. Masalah anak-anak kelas dua, tiga yang nakal-nakal tidak sedikitpun menjadi penghalang keleluasaanku bertingkah. Aku sudah tekad kalau ada yang berani menokokku dengan belebas akan kuadukan dengan backingku. Si cantik teman kakakku. Aku sering bertingkah agar diperhatikannya. Alangkah senang hatiku ketika anak batu tulis milikku diasahkannya. Dan bukan main bahagiaku ketika kukuku dipotongkannya. Tangannnya terasa lembut sekali memegang jemariku. Cemburuku bukan main ketika matanya ia arahkan ke Marto Jambang yang kebetulan sedang lewat di jalan. Sayang aku tidak bisa lagi melihat si cantik Siti Salami pada setiap harinya. Kami dimasukkan sore. Begitulah sehabis libur seminggu, kami masuk sore. Masalahnya lain tidak karena kekurangan lokal. Belanda kebon belum mau lagi menambahkan lokal. Lokal Cuma tujuh. Sedangkan rombongan belajar ada sembilan kelas.
51
CERPEN
Marto Jambang datang ke sekolah menjumpai Pak Yopi. Ia mengadukan bahwa kami ada yang memanjat-manjat bangsal. Termasuk aku mendapat hukuman jewer dari Pak Yopi. Kami memang sering main-main di Bangsal pengeringan tembakau. Perkara mainmain di bangsal, Marto Jambang tidak keberatan. Cuma saja kami memanjat-manjat 20-30 meter itu yang dia marah. Marto Jambang bekerja mengeringkan tembakau deli di dalam bangsal. Tiap malam ia pasang perapian supaya tembakau tetap kering. Dan kalau tembakau sudah selesai pengeringan, tugas Marto menjaga bambu-bambu dan kayu lau yang ditimbun si bangssal. • Dua ekor kerbau berapa kakinya ? kata pak Yopi • Saya Pak, saya pak, saya pak. Kami berebut-rebut minta didulukan. • Norman. • Delapan Pak • Bagus kamu boleh pulang. Akupun bergegas keluar mengepit batu tulis dan kotak grip. Dan aku tidak segera pulang. Aku menonton teman-teman yang belum pulang. Memang begitu cara Pak Yopi, kalau jam pelajaran sudah mau berakhir, tetapi pelajaran sudah habis, ia menghujani kami dengan pertanyaan-pertanyaan. Yang bisa menjawab dan benar ia boleh pulang. • Tiga meja berapa kakinya ? • Saya pak, saya pak, saya pak. • Kamu Tumin • Dua belas pak. • Bagus Tuminpun keluar lalu berdiri disisiku nempel di jendela. Menonton teman-teman yang belum mendapat giliran. Yang paling sedih kalau ada model pertanyaan siapa bisa jawab betul boleh pulang,
52
Benoh, Tumiah, Kliwon, Paikem, dan Kliwon Ces. Kliwon ada dua, Kliwon yang satu diberi gelar Ces, karena senantiasa ngences, ludahnya abadi membasahi dagu, mereka-mereka inilah lima bodoh di kelas kami. Kelas I-a. sedangkan kelas I-b yang top tolol, Sairan Borok. Gelar borok ia peroleh akibat kepalanya penuh mentega alam. Guru kelas I-b pak Mistol. Mendapat predikat Pak Patung. Karena sering melamun sambil tegak. Tak bergerakpgerak tak ubahnya arca penyakit lainnya sering absen. Sehingga kelasnya dirangkap pak Yopi. Istimewanya pandai bahasa Belanda. • Lima lembu barapa ekornya ? • Pak Yopi melemparkan pertanyaan lagi. • Tumin, yang berdiri disisiku mulailah mendropping bantuan jawaban ke dalam. Dan celakanya jawaban yang ia bantukan sengaja ia buat yang salah-salah. Dan yang menjadi sasaran Tumin bagaimanapun Kliwon Ces. • Won Ces, Won Ces bilang Won ekornya selusin. • Tanpa keraguan Kliwon Ces pun menunjukkan tangannya. • Ya Kliwon, berapa won lima lembu berapa ekornya ? • Selusin pak. Ledak ketawa benar-benar meledak di dalam kelas. Dan Tumin mendekati ekor motor. Onan lebih gemetar dan Tumin di luar kelas jingkrak-jingkrak kesenangan sambil ketawa ngakak. Saeran borok anak kelas I B adalah anaknya Marto Jambang. Saeran selain top tolol, borokan juga cengeng. Hoby menangis tiada hari berlalu tanpa tangis Saeran Borok. Pernah suatu hari Pak Yopy Ab-
sen. Pak Patung juga tidak hadir Tumin melemparkan cendol ke Kepala Saeran. Sedang disentuh tidak digoyang tidak tidak Saeran menangis, konon pula boroknya diteplok cendol. Bukan lagi tangis yang kedengaran, tapi ratapan. Pada jam itu juga tangis Saeran tersiar sampai ke luar sekolah. Tak ayal sampai juga ke telinga Marto Jambang. Marto Jambang mengayunkan langkah mendatangi kami. • Mana guru kelian ? • Belum datang Mang. • Siapa tadi yang narok cendol di kepala Saeran ? • Tumin Mang, dia sekarang pulang, tadi mamak datang dia lari pulang. Beojo memberi laporan. • Kelian jangan jahat. Kelian musti kasihan kepada Saeran ia anak korban revolusi. • Revolusi itu apa Mang ? • Revolusi itu perang melawan Belanda. Bapak si Saeran mati ditembak Belanda, ibunya hilang dibawa kaki tangan. • Sungguh tak seorangpun kami tahu apa kaki tangan. Pada masa itu kami mengartikan ada mahluk yang hanya kaki dan tangannya saja yang nampak. • Kaki tangan itu kaki sama tangan saja mang ? tanyaku. • Kaki tangan itu mata-mata. • Terlintas lagi dibenakku selain ada kaki dan tangannya juga punya mata. Sejak itu tahulah kami bahwa Saeran hanya anak angkat Marto Jambang. Mang mamang kok gak pangkas-pangkas mang ? aku usil bertanya. Mamang tidak akan pangkas kalau Irian Barat masih dijajah Belanda. Mamang dulu terenta mang ?, maksud Udin tentara.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
CERPEN
• • • •
Saya dulu lasykar. Punya tembak mang ? Punya Sekarang tembaknya dimana mang ? Mang Marto tidak menjawab. Buruburu ia menjumpai janda muda penjual getuk. Getuk setampah ia borong. Ia bagi-bagikan kepada kami. Kami bukan main gembiranya menikmati kue berbahan singkong itu. Kami asik dengan getuk. Mang Marto asik dengan penjualnya. Paenah janda muda berkenan dibawah pohon Juhar. Sejak di traktir getuk kami sangat akrab dengan beliau. Artinya kalau kami berjumpa dengan Pak Jambang itu tak terlewatkan tegur sapa. • Merdeka mang ! • Merdekaaaa . jawabnya panjang. • Kapan pangkas ? • Kalau Irian sudah bebas • Pak, betul Mang Marto itu dulu Tentara ? • tanyaku kepada bapakku dirumah sehabis kami makan malam. • Dulu memang ia
• •
Kok sekarang kerja jaga bangsal ? Karena buta huruf. Jadi tentara mana boleh buta huruf. Kamu jangan malas sekolah ya nanti buta huruf bisanya hanya kerja jaga bangsal.
Aku mengangguk menndengar nasihat yang sangat berharga itu. Dan emak ikut campur ngomong • Mang Marto itu sangat anti Belanda • Ia, anti dimulut cocok di perut • Maksud kakang ? • Kalau memang anti buat apa kerja menjaga bangsal milik Belanda, kerja bertani kan bagus. Emakku terdiam dibuat tegasnya mulut bapak. Mulutku berdarah ditinju Tumin bertubi, tubi. Dan aku menangis terisak-isak. Tak telap aku melawannya dalam perkelahian yang hanya lima menit itu. • Kenapa berkelahi ? tanya Pak Yopy sebagai hakim. Aku tak bisa menjawab karena terus saja terisak-isak • Kenapa berkelahi Tumin ?
• • •
Dia bilang irian Barat sudah bebas pak, saya bilang belum. Norman darimana kau tahu Irian Barat sudah bebas ? Mang Marto Jambang sudah pangkas pak, jambang sama janggutnya sudah bersih. Pak Yopy senyum-senyum ditahan mendengar jawabanku.
Akhirnya akupun mengerti latar belakang berakhirnya jambang dan janggut serta rambutnya yang jadi pendek, Mang Marto karena ia sudah mau menikah. Calon isterinya sudah mengajukan persyaratan tersebut, kalau tak mau berarti nikah tak terlangsungkan. Hatiku yang paling merana ketika hari pernikahan itu sampai. Tokoh Jambang yang sudah tak berjambang itu bukan nikah dengan penjual getuk Ponijah si janda muda. Melainkan dengan si cantik Siti Salami. Bekas teman kakakku dimana aku juga berjatuh hati. Pantasla dua bulan sejak adegan potong kuku itu dia putus sekolah.
DI MANAKAH RUMAH CHAIRIL ANWAR DI MEDAN Oleh Damiri Mahmud
Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Demikian pula masa
kecilnya sehingga dia dewasa dihabiskannya di Medan. Baru pada tahun 1941 atau menurut Keith Foulcher malah tahun 1942, dia pindah ke Jakarta mengikuti ibunya, Saleha, karena berpisah dengan ayahnya, Toeloes, seorang pamongpraja Belanda. Ini berarti sebagian besar masa hidupnya dihabiskan Chairil di Medan. Chairil telah berusia 20 tahun ketika pindah ke Jakarta, padahal sebagaimana diakuinya dalam suratnya kepada HB Jassin, dia telah menyatakan sikap berkeseniannya ketika berumur 15 tahun! “Aku berkesenian
dengan sepenuh hati” katanya. Ini berarti pilihan hidupnya itu secara mantap telah dia pancangkan ketika masih di Medan. Ironisnya kita tidak tahu dengan pasti di mana sebenarnya rumah Chairil di Medan. (Alm.) Arief Husin Siregar pernah bilang kepada A. Rahim Qahhar bahwa rumah Cahiril berada di salah satu “rumah gedong” di Jalan Gajah Mada, Medan Baru. Hal ini tampaknya sejalan dengan sebuah sajak Chairil berjudul “Rumahku” Rumahku dari unggun timbun sajak Kaca jernih dari luar segala nampak Keluar dari gedong lebar halaman Aku tersesat tak dapat jalan (bait I & II)
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Kita perhatikanlah larik “Kulari dari gedong lebar halaman”. Sebuah rumah gedung dengan halamannya yang lebar pada masa Chairil hidup di Medan tahun dua-puluhan tentulah bukan sembarang rumah. Artinya, rumah itu tentulah rumah orang berada. Pada waktu itu hanya bangsawan dan pegawai tinggi Belanda saja yang memiliki rumah yang bagus. Dan istilah yang dipakai Chairil untuk rumahnya bukan “rumah batu” sebagaimana yang lazim dikatakan waktu itu. Tapi “gedong”! Dan bukan “gedung”. Pada masa itu hingga ke tahun lima-puluhan, orang Medan tahu “rumah gedong” menunjuk ke kompleks perumahan pamongpraja Belanda di Jalan Gajah Mada itu.
53
CERPEN
Kemudian dalam sajaknya “Perhitungan” Chairil mendeskripsikan “rumah gedong”nya itu dan mengapa ia lari dari sana. Perhitungan Banyak gores belum terputus saja Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda caya Langit bersih-cerah dan purnama raya... Sudah itu tempatku tak tentu di mana. Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran Hambus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!? Kini aku meringkih dalam malam sunyi. 16 Maret 1943 “Satu rumah kecil putih” ini tentu menunjukkan kebagusannya. Apa lagi dengan “lampu merah muda caya”. Artinya rumah itu memakai penerangan dengan lampu listrik. Pada masa itu hal ini tentulah suatu kemewahan dan keistimewaan yang hanya terdapat pada rumah-rumah tertentu. Kebanyakan rumah orang Medan ketika itu hanyalah rumah papan atau tepas yang beratapkan nipah atau rumbia dengan penerangan lampu sentir atau paling banter lampu petromaks. Tapi, di sisi lain, fenomena rumah Chairil yang eksklusif itu tidak sesuai atau bertolak belakang dengan keterangan seorang kawan dekatnya sesama masih kecil, bernama Sjamsulridwan. Katanya: “Pantang dikalahkan itulah kira-kira kesimpulan yang saya dapatkan dari kehidupan masa kanak-kanak Chairil semenjak kecilnya hingga menginjak dewasa; baik pantang kalah dalam sesuatu persaingan, maupun dalam hal mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan, hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.” “Dan yang lebih menarik hati lagi, althans bagi kami yang mengenal kehidupan rumah tangga mereka, ialah cara hidup kedua suami isteri yang penuh percideraan rumah tangga itu. Kadang-kadang kita bertanya-tanya dalam hati: Bagaimanakah dua orang suami isteri dapat hidup demikian lamanya, bertahun-tahun dengan pertengkaran terus-menerus, boleh dikatakan tiada mengenal damai agak sejenakpun? Keduanya sama-sama galak, samasama keras hati, sama-sama tidak mau
54
mengalah. Seolah-olah pertemuan besi dan api yang menimbulkannya. Ia merah percikan api melulu. Di tengah-tengah api percideraan dan pertengkaran begitulah Chairil Anwar hidup dan dibesarkan. Dapatlah kita rasakan, bagaimana pula pengaruh suasana kehidupan demikian terhadap jiwanya. Sedang di samping itu, dia sangat dimanjakan pula. Segalagalanya harus diadakan untuk Chairil, motor-motoran kanak-kanak, sepeda kanak-kanak dan apa lagi permainan atau kegemaran kanak-kanak, yang terbaik. Dan makanan,. Bukanlah hal yang aneh untuk sebagai anak-anak menghabiskan seekor ayam goreng seorang diri saja.” “Kalau Chairil berkelahi, maka bapaknya selalu membenarkan Chairil. Kalau perlu bapaknya juga ikut berkelahi. Memang, bapak Chairil juga punya sifat untuk bersikap “akulah yang benar”, bukan saja terhadap orang lain, tetapi juga terhadap isterinya sendiri. Karena itulah keadaan rumah tangga tidak harmonis.” (Arief Budiman, “Chairil Anwar Sebuah Pertemuan”, Pustaka Jaya, 1976, hal. 64-65). Suasana tempat tinggal yang dilukiskan oleh kawan dekatnya ini, tentulah jauh dari suasana “rumah gedongan” yang eksklusif dan teratur itu. Situasi dan kondisinya lebih mirip kepada kampung rakyat yang padat dan campur baur antara kebanyakan orang miskin dengan sedikit orang berada. Di “rumah gedong” tentulah fasilitas yang didapatkan Chairil berupa permainan mahal dan makanan enak adalah sesuatu yang lumrah dan sudah pada tempatnya, tidak harus mendapat perhatian atau kecemburuan sosial. Namun, tentulah sulit diterima kalau di kompleks “orang berpangkat” itu, kedua orang tuanya terus perang mulut, Chairil kerap membuat onar dan bapaknya pun ikut berkelahi membela anaknya. Fenomena seperti itu tentulah lebih cocok diperkampungan rakyat biasa. Ada pernyataan seorang penyair, Aldian Aripin, dalam sebuah percakapan dengan saya. Katanya, di awal-awal tahun enam-puluhan, selalu diadakan peringatan tentang Chairil. Kalau mereka mengadakan acara, misalnya di Gedung Kesenian di bawah Titi Gantung (sekarang sudah lenyap dan tergusur), panitia selalu menjemput ibu Chairil yang tinggal di Jalan Singamangaraja di sekitar Mesjid Raya. Dengan demikian, ketika itu ibu Chairil
masih hidup dan sudah “balik kampung” kembali dari Jakarta. Kalau benar ibu Chairil ketika balik ke Medan kembali menempati rumahnya yang lama, pernyataan Aldian Aripin sesuai dengan suasana yang dilukiskan oleh kawan dekat Chairil, Syamsulridwan, di atas. Di sekitar Mesjid Raya itu, yang disebut dengan Kota Maksum, memang banyak tinggal orang Minang. Jadi, di situlah Chairil Anwar lahir, dibesarkan dan dewasa. Dan ketika membaca seluruh sajak Chairil yang hanya 70-an biji itu, kita merasa yakin Chairil sangat akrab dengan orang-orang Melayu yang campur-baur di perkampungan itu, mengingat suasana diksi dan idiom sajak-sajaknya sangat kental dengan budaya Melayu. Misalnya larik “Hambus kau aku tak perduli, ke Bandung ke Sukabumi...!?”, benar-benar khas idiom Melayu Medan. Bahkan hingga sekarang para pengkaji Chairil, banyak yang tidak faham dengan kosakata “hambus”, sehingga dalam versi lain sajak “Perhitungan” itu diganti dengan “hembus”. Misalnya dalam buku “Derai-derai Cemara” terbitan Horison, disebutkan, “Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung ke Sukabumi...!?” Tapi Chairil tampaknya tak pernah menuliskan suasana rumah di lingkungan perkampungan ini. Dia hanya melukiskan rumah “gedong lebar halaman” dengan “lampu merah muda caya”, namun dia tidak betah di sana, karena Chairil tidak cocok dengan ayahnya. Kedua mereka dia lukiskan “serupa dua kelewang bergeseran”. Saya mencoba menarik “benang kusut” ini sebagai berikut. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan di perkampungan sekitar Mesjid Raya itu. Karena pasangan Toeloes dan Saleha itu tak harmonis, mereka bercerai. Dan ayahnya Toeloes menikah lagi. Ibunya Saleha pindah ke Jakarta. Chairil ikut ayahnya menempati rumah pamong di “gedong lebar halaman” itu. Karena Toeloes sangat mencintai Chairil, lagi pula dia adalah pegawai tinggi Belanda (di masa revolusi kemerdekaan dia menjadi bupati Indragiri), ayahnya memasukkan Chairil ke MULO di sekitar Jalan Abdullah Lubis. Belakangan Chairil tidak cocok dengan ayahnya, lalu minggat ke Jakarta, menyusul ibunya, sebelum menamatkan MULO. Ayahnya menjemputnya, tapi Chairil menolak. Sehingga ayahnya yang temperamental itu berang lalu berteriak,
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
PUISI
INFO NASIONAL
Damiri Mahmud DANAU TOBA
Wiratmo Soekito, Bokor Hutasuhut Pohon-Pohon Pinus Melancip Lanus Dan Bumi Semakin Haus Dalam Kelak-Kelok Jalan Di Pinggiran Memandang Jurang Nganga Nostalgia Sendirian Percikan Danau Berpendaran Di Bumi Tuhan Setara Impian Adakah Yang Mesti Aku Sesali Selain Dongeng Gergasi Dalam Kecanggihan Perangkat Teknologi Melahap Darah Bumi Dan Daging Anak Manusia Di Tengah-Tengah Peradaban Kita A Sing Sing So Mari Tamasya Parapat Samosir Tuk-Tuk Ambarita Zaman Megalithika Dalam Pahatan Altar Dan Airmata Maka Adalah Kita Saling Terpana Tuhan Di Sini, Di Danau Toba Alam Dan Manusia Menganga
Damiri Mahmud SEMANGAT PALESTINA Biar merangkak Atau makan tanah Kami akan tetap tegak Tak menyerah Biar makan kerak Bersimbur darah Kami tetap bergerak Fisabilillah Karena ayam saja pun Bertelur dalam sagak Cacing menggembur dan tidur Dalam tanah Kami hanya punya kemah
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris (sumber: ANTARA FOTO)
300.000 Peserta Sudah Mendaftar ke BPJS Kesehatan Jakarta - Sejak bergulir mulai 1 Januari 2014 hingga per tanggal 27 Januari 2014 pukul 17.00 WIB, Sebanyak 318.420 peserta telah mendaftar secara mandiri untuk kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sedangkan untuk peserta peralihan sebanyak 116.122.065 peserta. Demikian disampaikan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di Jakarta, Selasa (28/1). Untuk menampung lonjakan pendaftaran peserta mandiri, lanjut dia, telah beroperasi pendaftaran peserta melalui website www.bpjs-kesehatan.go.id. Hingga saat ini, peserta yang mendaftar melalui website sebanyak 8.608 peserta. Melihat lonjakan peserta BPJS Kesehatan yang cukup tinggi di awal bulan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, Fachmi Idris juga menyampaikan apresiasinya terhadap TNI dan Polri yang mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Fasilitas kesehatan milik TNI dan Polri siap dalam mendukung pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. “Ini adalah bentuk dukungan yang berharga. Kami sangat terbantu dan berharap fasilitas kesehatan milik TNI dan POLRI juga terus meningkatkan mutu pelayanan,” papar Fachmi Idris di acara Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Peserta BPJS Kesehatan dari TNI dan Polri, di Hotel Mercure Ancol, Selasa (28/1). Hingga saat ini, lanjut dia, jumlah peserta peralihan TNI sebanyak 859.216 peserta beserta anggota keluarga dan peserta POLRI sebanyak 743.454 peserta beserta anggota keluarga. Penulis: Herman/FMB Dii sadur Kembali Aswin Nasution.ST
55
OPINI
KETIKA ORANG-ORANG PARTAI MENDEKATI PARA PEMILIH Masanya tidak lama lagi. Hanya menunggu hari. Namun sampai tulisan ini dibuat belum lagi terlihat begitu gencar para pelaku menawarkan dagangannya. Sementara para pembeli sudah tidak sabar lagi untuk menadahkan tangannya ke depan petugas yang ditunjuk. Suasana seperti pasar pagi akan terlihat sebentar lagi. Banyak para petugas partai untuk menjajakan dagangannya ke tengah masyarakat calon pemilihnya. Kenapa ?. belum ada orang-orang partai yang mendekati kami. Mana kami tahu itu ? namun bagi orang yang pernah ikut Pemilu yang lalu sudah pasti ia akan berdiam diri saja, menanti siapa yang akan datang mendatanginya serta membwa lamaran yang pas. Tapi sang pemula pasti ia belum tahu cara-cara bermainnya. Kalau ia termasuk anak yang cerdas ia pasti akan bertanya kepada orang tuanya atau kepada orang lain untuk siapa yang akan dipilihnya kelakn dan berapa yang bakal diterimanya kelak dari orang-orang partai yang mendekatinya. Dan tidak boleh bercerita kepada orang lain berapa yang diterimanya. Cukup ia sendiri yang mengetahuinya. Walaupun kelak akan terbongkar ke tengah masyarakat disekitarnya. Bahwa si pemula menerima pemberian dari partai sekian, sama dengan yang lain.
56
Oleh : Rizal Syam
Begitulah gambaran kejadian yang akan terlihat di tengah masyarakat ketika menghadapi hari H pada pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif nantinya. Masyarakat masih belum juga berubah dalam sikap menentukan pilihannya. Mereka memilih berdasarkan berapa uang yang diterima dari para calon. Dan bukan dari apa yang akan diperjuangkannya ketika ia terpilih menjadi anggota dewan yang terhormat. Mungkin sudah pula lupa terhadap para pemilihnya, kalau ia disapa di tengah jalan. Bila hal ini terjadi, pasti para pemilihnya akan menyumpah serapah terhadap anggota dewan yang sudah merasa sombong ketika jadi orang DPR. Begitu kenyataannya sekarang. Kalau kita mencoba mendekatinya dan memberi salam kepadanya, ia akan menjawab seadanya saja. Kelihatan tidak gembira, seollah akan dimintai uang segala. Padahal tidak semua orang itu punya gaya yang serupa. Dengan membuat orang dengan mamilihnya, akan mudah mendapat semacam bantuan. Gambaran orang yang tidak punya pendidikan lebih tinggi, begitulah cara mereka mengandalkan kepribadian mereka ke tengah masyarakat, sehingga menimbulkan perhatian orang lain. Samakah sifat orang yang terlibat dalam pemilihan umum itu ? pasti tidak. Itu tergantung pada dasar pendidikan yang dilaluinya. Dan jelas mereka bukan lagi sebagai pemilih pemula. Mereka punya pengalaman bermasyarakat, apalagi dalam menentukan pilihan dalam pelaksanaan pemilihan umum ini. Mereka sudah merupakan orang golongan terpelajar serta intelek. Jadi tidak susah untuk mempengaruhi mereka dengan dengan menyodorkan segumpal uang. Lalu diajak berjoget bersama ketika diadakan kampanye secara terbuka bersama dengan para biduan band
yang menghibur pada acara kampanye tersebut. Mereka juga turut seperti yang lainnya. Namun bedanya mereka memilih orang yang dikenalnya baik dan tidak pernah terlibat dengan peristiwa kriminal. Tapi disamping itu yang paling dipilihnya adalah, partai dimana ia bernaung dan ikut memenangkannya. Dan hal ini tidak terlepas dari sikap dan sifat orang-orang terlibat di dalamnya. Karena apa ? sekarang orang yang memilih orang jadi calon anggota DPR itu berdasarkan gambar foto yang terdapat di kertas pemilihan nantinya, dan coblos gambar itu. Mereka tidak mau tahu lagi, apa visi dan misi partai yang membawa namanya sebagai calon DPRD kota tempat tinggalnya. Ia hanya tau si anu itu orangnya baik dan pintar. Bisalah ia akan membawa kota kita ini menjadi lebih baik kelak. Berbeda dengan pilihan orang awam. Yang satu berdasarkan pengetahuan si calon menjadi pilihannya sedang yang lain karena mereka tahu mereka pintar dan baik. Itu saja. Namun yang berdampak kepada masa depan kota kita ini. Dua kubu yang tidak sama namun bukan berarti mereka akan menjadi lawan satu sama lainnya. Sebahagian anggota masyarakat sudah merasa kawatir melihat calon DPRD Kota kita ini. Tidak muncul orang-orang kesehariannya dekat mesjid. Tapi mereka tidak berani mengatakan bahwa calon DPRD itu tidak timbul dari kelompok orangorang yang dekat mesjid. Tapi mereka tidka berani mengatakan bahwa calon DPRD itu tidak timbul dari kelompok orang yang dekat dengan mesjid. Bagaimana mesjid, bagaimana nasib kaum Muslim masa depan dengan hasil pemilihan umum ini. Mau jadi apa kota kita ini kelak ?
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
SOSIAL
Pa k e t I m l e k
Menyambut tahun baru Imlek 2565 yang jatuh pada 31 Januari 2014 mendatang, Walikota Tebing Tinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM menyerahkan ratusan paket sembako Imlek berupa beras, minyak goreng, mentega, roti dan mie instant kepada warga prasejahtera etnis Tionghoa di kota itu, Senin (27/1) di halaman Kampus STIE Bina Karya Jalan SM Raja kota setempat. Turut hadir dalam kegiatan itu antara lain Kadis Sosial dan Tenaga Kerja Drs H Hasanuddin Siregar, Ketua Yayasan STIE Bina Karya Lukito Cahyadi, tokoh etnis Tionghoa yang juga panitia dr Djohan Zen, Kabag Humas Pemko Ahdi Sucipto SH serta ratusan warga prasejahtera dari kalangan etnis Tionghoa di kota itu. Selain menyampaikan ucapan Selamat Hari Raya Imlek 2565 kepada warga yang merayakan, Walikota Tebing Tinggi dalam sambutannya juga berharap masyarakat etnis Tionghoa dikota itu agar bersama-sama menjaga ketertiban, tidak bermabuk-mabukan dan tidak berjudi dengan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan khususnya dalam pembangunan daerah. Sebab keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari peran serta seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. “Sebagai sesama anggota masyarakat, masing-masing kita memiliki hak dan kewajiban yang sama dimata pemerintah kota (Pemko) tanpa membedakan etnis maupun golongan. Baik hak memperoleh pendidikan, kesehatan, kesejahteraan maupun dalam
hal pelayanan pemerintahan” kata walikota.
Pada kesempatan itu, Walikota juga memberikan apresiasi kepada Yayasan STIE Bina Karya yang tetap terus berkiprah dalam dunia pendidikan sembari berpesan kepada warga Tionghoa supaya bersyukur dengan apa yang sudah diberikan kepada Tuhan, “Dalam Imlek tahun ini adalah tahun kuda yang mana kuda itu gigih bekerja. Pemko Tebing Tinggi memberikan apresiasi kepada panitia perayaan Imlek khususnya pihak STIE Bina Karya yang telah berkontribusi membantu pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan serta aktif dalam kegiatan social kemasyarakatan”, imbuh Umar Zunaidi Hasibuan.
Sehari sebelumnya, Walikota diwakili Staf Ahli H Ismail Budiman SH secara resmi membuka Imlek Fair bertajuk ‘Chinese New Year Festival Tebing Tinggi 2014’ yang diprakarsai Unit Kerja Mahasiswa Budha (UKMB) STIE Bina Kaya Tebing Tinggi ditandai dengan pemukulan gendang Barongsai oleh Ismail Budiman SH didampingi Wakil Ketua DPRD H Amril Harahap, Ketua DPD Perindo Bun Lak, Ketua PMI H Burhanuddin Harahap, Ketua INTI A Rianto, Tokoh Muda Tionghoa Roy Fernando Salim SE SH dan Ketua Yayasan STIE Bina Karya Lukito Cahyadi. Kemeriahan Imlek Fair itu semakin lengkap diisi dengan berbagai hiburan yang ditampilkan oleh Group Tari Yayasan Pendidikan Ir H Djuanda, Seni Suara Yayasan Pendidikan Budi Dharma serta performa apik lainnya dari PTMSI.**. ***Agung
Sementara tokoh etnis Tionghoa Kota Tebing Tinggi dr Djohan Zen mengatakan, paket Imlek ini diharapkan bisa membantu meringankan beban warga khususnya dalam menyambut Hari Raya Imlek. “Mudah-mudahan akan bermanfaat bagi masyarakat prasejahtera yang menerimanya, terutama dalam merayakan Imlek 2565 Keterangan gambar : APRESIASI “Walikota Tebing Tinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan usai memnanti”, kabagikan paket Imlek kepada warga prasejahtera memberikan plakat kepada Ketua Yayasan STIE Bina Karya Lukito Cahyadi selaku tokoh etnis Tionghoa tanya. yang peduli pada dunia pendidikan dan kegiatan social kemasyarakatan”.
57
TEPIAN
R i s m a Oleh Khairul Hakim
Terlahir dengan nama Tri Risma Harini di Surabaya, Jawa Timur, 20 Oktober 1961. Risma -sebagaimana biasa
ia dipanggil- mendobrak sejarah pemerintahan Surabaya. Ia merupakan perempuan pertama yang terpilih menjadi Walikota, dan juga perempuan pertama yang dipilih secara langsung. Lulusan teknik Arsitektur dan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dilantik sebagai Walikota 28 September 2010. Puncak karir yang membanggkan ini, dijalani Risma dengan memulainya sebagai pegawai negeri sipil di Jawa Timur. Sebelum terpilih sebagai wali kota, Risma pernah menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya hingga tahun 2010. Di masa kepemimpinannya di DKP, bahkan hingga kini menjadi walikota, Kota Surabaya terlihat asri dibandingkan sebelumnya, bahkan lebih hijau dan lebih segar. Sederet taman kota yang dibangun di era Risma. Selain itu, di bawah kepemimpinannya pula, Kota Surabaya meraih tiga kali piala adipura yaitu tahun 2011, 2012, dan 2013 kategori kota metropolitan. Kepemimpinan Risma juga membawa Surabaya menjadi kota yang terbaik partisipasinya seAsia Pasifik pada tahun 2012 versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan. Pada Oktober 2013, Kota Surabaya dibawah kepemimpinannya memperoleh penghargaan tingkat AsiaPasifik yaitu Future Government Awards 2013 di 2 bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital
58
menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik. Dalam sejarah pemerintahan itu pula sebuah dinamika kepemimpian terjadi padanya; belum setahun menjabat, 6 dari 7 fraksi politik yang ada di legeslatif melakukan hak angket untuk memakzulkan Risma. Hanya fraksi PKS yang menolak dengan alasan tindakan pemberhentian dirasa mengada-ada dan belum cukup bukti dan data. Anehnya, hak angket itu sendiri dimotori oleh PDI-P, partai yang mengusungnya sebagai walikota. Alasannya pemakzulan adalah karena adanya Peraturan Wali Kota Surabaya (Perwa) Nomor 56 tahun 2010 tentang Perhitungan nilai sewa reklame dan Peraturan wali kota Surabaya Nomor 57 tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas di kawasan khusus kota Surabaya dengan menaikkan pajak reklame menjadi 25%. Risma dianggap telah melanggar konstitusi, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 16/2006 tentang prosedur penyusunan hukum daerah dan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008. Sebab Walikota tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dalam membahas maupun menyusun Perwa. Sesungguhnya mengenai Perwa nomor 57 yang dikeluarkannya itu, Risma beralasan, pajak di kawasan khusus perlu dinaikkan agar pengusaha tidak seenaknya memakai ruang untuk iklan di jalan umum. Dengan begitu kota juga terhindar dari belantara iklan. Dengan pajak yang tinggi itu, pemerintah berharap, pengusaha iklan beralih memasang iklan di media massa, ketimbang memasang baliho di
jalan-jalan kota, yang bisa merusak keindahan kota. Menyelesaikan persoalan ini, Mendagri Gamawan Fauzi turun tangan dengan menegaskan bahwa Risma tetap menjabat sebagai Walikota Surabaya dan menilai alasan pemakzulan Risma adalah hal yang mengadangada. Terkahir diketahui semua ini disebabkan banyaknya kalangan anggota DPRD Surabaya yang 'tidak senang' dengan sepak terjang politik Risma. Dia terkenal sangat tidak 'kompromi' dengan kepentingan parsial dan terus maju berjuang membangun Kota Surabaya yang ideal. Ideal bagi sebuah peemrintahan bukanlah kepemimpianan yang sempurna, tapi melaksanakan semua program pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Resistensi anggota dewan juga muncul, ketika Risma menolak keras pembangunan tol tengah Kota Surabaya yang dinilainya tidak memberi manfaat besar dalam mengurai kemacetan. Ia lebih memilih meneruskan proyek frontage road dan MERR-IIC (Middle East Ring Road) yang akan menghubungkan area industri Rungkut hingga ke Jembatan Suramadu via area timur Surabaya. Di samping itu juga, akan lebih berorientasi pada pemerataan pembangunan kota. Perfomans Risma sebagai pemimpin layak dijadikan panutan siapa pun. Rupanya, seperti Risma, perempuan juga bisa menjadi pemimpin setangguh dan sekuat seperti yang diharapkan rakyat. Dengan begitu, persoalan gender bukan hal yang menarik lagi untuk menjadi bahan pembicaraan, manakala pemibicaraan itu hanya membedakan peran dan fungsi umat manusia.
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
I K L A N O V O P G R AT I S
Nama : Halimatun Sahkdiah Alamat : Jln.Abdu Rahim Lubis Lk.1 Kelurahan :Tebing Tinggi Nama usaha : Lontong Cemara Jumlah karyawan :2 orang 0mset : 150.000 No Hp : 081375476548 MENERIMA PESANAN
S I N E R G I JA N UA R I 2 0 1 4
59
Walikota dan Jajaran Muspida Kota Tebing Tinggi Bersama Dengan Pengungsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo
SINERGI REFERENSI TEBING TINGGI DELI