PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG,
Menimbang
Mengingat
:
a.
bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, adat istiadat, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan terencana dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi, penciptaan iklim usaha yang semakin kondusif, menarik, dengan lebih menjamin kelangsungan kegiatan penanaman modal;
b.
bahwa dalam upaya meningkatan fungsi dan peran Nagari dalam pembangunan daerah khususnya pada kegiatan penanaman modal di Kabupaten Sawahlunto / Sijunjung, perlu adanya pengaturan menyangkut kedudukan Nagari dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal;
c.
bahwa untuk mencapai maksud sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas maka perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tentang Pengelolaan Izin Penanaman Modal;
1.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 25);
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943); Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853);
3.
1
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944); 4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
5.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348);
6.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
7.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
8.
Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Sawahlunto, Kabupaten Dati II Sawahlunto/ Sijunjung dan Kabupaten Dati II Solok (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 50);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3052);
10. Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998 dan Keputusan Presiden Nomor 97 Tentang Tata Cara Penanaman Modal; 11. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; 12. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah tahun 2000 Nomor 13); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 32);
2
14. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung Nomor 11 Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal.
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN :
PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1.
Daerah adalah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung;
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3.
Bupati adalah Bupati Sawahlunto/Sijunjung;
4.
Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang terdiri dari himpunan beberapa suku di Minang kabau yang mempunyai wilayah dan batas-batas tertentu dan mempunyai harta kekayaan sendiri, berwenang mengurus rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahannya;
5.
Pemerintahan Nagari adalah Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Anak Nagari;
6.
Pemerintah Nagari adalah Wali Nagari beserta perangkat Nagari sebagai Badan Eksekutif Nagari sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari;
7.
Kerapatan Adat Nagari (KAN) adalah lembaga perwakilan permusyawaratan dan pemufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat Nagari;
3
8.
Penanaman Modal adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh Penanaman Modal baik Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing dengan tujuan memperoleh keuntungan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah;
9.
Penanam Modal adalah orang penanaman modal di Daerah;
10.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah penanaman modal yang dilakukan dengan menggunakan kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun Swasta Nasional atau Swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan / disediakan guna menjalankan sesuatu usaha Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
11.
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal yang dilakukan dengan menggunakan kekayaan atau modal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
12.
Persetujuan penanaman modal, pesetujuan prinsip penanaman modal adalah suatu surat persetujuan prinsip yang diberikan oleh Bupati terhadap Investor guna menanamkan modal dalam bidang pertambangan, pertanian, perkebunan, industri, perhutanan, perumahan, pasar dan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya.
13.
Permohonan penanaman modal baru adalah permohonan persetujuan penanaman modal baik penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) beserta fasilitasnya yang diajukan oleh calon penanaman modal untuk mendirikan dan menjalankan usaha baru;
14.
Permohonan perluasan penanaman modal adalah permohonan perluasan/ penambahan modal beserta fasilitasnya untuk menambah kapasitas terpasang yang disetujui dan atau menambah jenis produksi barang / jasa;
15.
Izin pelaksanaan penanaman modal adalah izin dari instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diperlukan untuk merealisasikan persetujuan penanaman modal;
pribadi
atau
badan
yang
melakukan
4
16.
Permohonan perubahan penanaman modal adalah permohonan persetujuan atas perubahan ketentuan-ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan dalam persetujuan penanaman modal sebelumnya.;
17.
Keputusan tentang Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (IKTA) adalah izin bagi perusahaan untuk mempekerjakan sejumlah tenaga kerja warga negara asing pendatang dalam jabatan dan periode tertentu;
18.
Izin Usaha Tetap (IUT) adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi komersial baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan Penanaman Modal yang sebelumnya telah diperoleh perusahaan;
19.
Proses fasilitasi Pemerintah Daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam membantu kelancaran penanaman modal di Daerah, baik berupa pemberian kemudahan perizinan, pengenalan lokasi penanaman modal atau kegiatan lain yang dapat menunjang proses penanaman modal;
20.
Harta kekayaan Nagari adalah harta kekayaan Nagari sebagaimana dimaksud pada Pasal 69 Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 32);
21.
Ulayat Nagari adalah harta benda kekayaan Nagari dan kekayaan suku, kaum pada suatu Nagari yang pengaturannya dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN);
22.
Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang terletak disuatu Nagari yang pengaturannya dilakukan secara bersama-sama antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Nagari;
23.
Tanah Hak Milik adalah tanah yang dimiliki oleh seseorang secara turun temurun, terkuat dan terpenuh yang penguasaannya dilakukan oleh pemilik.
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENANAM MODAL Pasal 2 Penanam modal berhak; a.
Mendapatkan informasi yang luas tentang penanaman modal di Daerah;
b.
Memperoleh kemudahan dibidang pelayanan perizinan dan peninjauan lokasi atas biaya sendiri;
c.
Memperoleh penyelesaian permasalahan penanaman modal di Daerah;
5
d.
Memperoleh kemudahan dalam pengembangan usaha;
Pasal 3 (1) Penanam modal wajib: a.
Mentaati peraturan yang berlaku;
b.
Menghormati adat istiadat dengan filosofis adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah;
c.
Wajib menyisihkan keuntungan bersih setiap tahun untuk kepentingan pengembangan masyarakat disekitar proyek penanaman modal;
d.
Memanfaatkan tenaga kerja setempat sesuai dengan kebutuhan dan formasi yang ada;
e.
Menyampaikan laporan kepada ketentuan yang berlaku;
f.
Menjaga kelestarian lingkungan.
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
(2) Setiap orang, investor atau badan yang akan menanamkan modalnya wajib memiliki persetujuan penanamanan modal, persetujuan prinsip penanaman modal dari Bupati atau pejabat lain yang berwenang dibidang penanaman modal dan setiap unit kerja , dinas, badan, kantor, wajib mempersyaratkan persetujuan penanamanan modal, persetujuan prinsip penanaman modal sebelum mengeluarkan izin - izin pelaksana teknis lainnya ; (3) Kesungguhan penanam modal dibuktikan dengan menyerahkan surat tanda bukti jaminan Bank pada Bank Daerah setempat; (4) Persetujuan Penanaman modal, persetujuan prinsip penanaman modal dan macam izin-izin pelaksana sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB III PERSYARATAN DAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL Pasal 4 (1) Untuk memperoleh izin, orang pribadi atau badan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui Pejabat yang berwenang di bidang penanaman modal; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan di atas kertas yang bermaterai cukup, dengan melampirkan: a.
Administrasi usaha dan ketenagakerjaan;
b.
Kebutuhan Utilitas;
6
c.
Perjanjian antara calon penanam modal dengan pemilik tanah;
d.
Rekaman Dokumen, Kehakiman, NPWP;
e.
Rekomendasi Tata Ruang;
f.
Izin pelaksanaan lainnya;
g.
Dokumen AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan/UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan/UPL serta Pernyataan Pengelolaan Lingkungan/SPL sebelum perusahaan melakukan konstruksi dan disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dan instansi teknis di Daerah;
Akta
Pendirian
Perusahaan,
Pengesahan
(3) Penanam modal harus berkantor di Daerah dan menunjuk kuasa perusahaan; (4) Permohonan yang memenuhi syarat dimaksud ayat (2) diberikan tanda terima;
administrasi
sebagaimana
(5) Pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan.
Pasal 5 (1) Apabila permohonan ditolak, maka keputusan penolakan harus dengan alasan yang jelas, sekaligus mengembalikan berkas permohonan; (2) Keputusan penolakan sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada pemohon dalam waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan. Pasal 6 Apabila Bupati atau Pejabat lain yang berwenang di bidang penanaman modal tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (5), Pasal 5 ayat (2), maka permohonan dianggap diterima.
Pasal 7 Pelayanan perizinan penanaman modal mencakup: a.
Persetujuan seluruh penanaman modal selain yang menjadi kewenangan Propinsi dan Pemerintah Pusat, persetujuan seluruh proyek baru dan persetujuan PMDN/PMA atas semua bidang usaha yang telah diperuntukan bagi penanaman modal selain yang menjadi kewenangan Propinsi dan Pemerintah Pusat;
7
b.
Persetujuan prinsip penanaman modal seluruh proyek baru dan persetujuan PMDN/PMA atas semua bidang usaha yang telah diperuntukan bagi penanaman modal;
c.
Pemberian persetujuan perubahan penanaman modal ;
d.
Pemberian perizinan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c dengan memperhatikan: 1.
Angka Pengenal Impor Terbatas;
2.
Izin memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Asing (IKTA) berdasarkan visa untuk maksud kerja yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang dibidang keimigrasian;
3.
Izin Usaha Tetap/ Izin Usaha Perluasan;
4.
Surat Izin Tempat Usaha (SITU);
5.
Sertifikat atau alas hak atas tanah;
6.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
7.
Izin Undang-Undang Gangguan;
8.
Izin-izin lain.
Pasal 8 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi penanaman modal dan pelayanan perizinan maka dibentuk Komisi Investasi Daerah; (2) Struktur dan Susunan Keanggotaan Komisi Investasi Daerah diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IV KERJA SAMA PENANAMAN MODAL
Pasal 9 (1) Pelaksanaan penanaman modal yang memanfaatkan tanah Negara, Nagari, suku dan kaum harus dilakukan berdasarkan perjanjian tersendiri, yang dibuat antara penanam modal dengan pemilik yang di fasilitasi oleh Pemerintah Daerah; (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) dilaksanakan dengan membuat nota kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, sekurang-kurangnya memuat: a.
Hak dan kewajiban masing-masing pihak;
8
b.
Hak dan kepemilikan harta kekayaan yang diperjanjikan tidak boleh dipindahtangankan;
c.
Jangka waktu kerjasama selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) tahun lagi;
d.
Prioritas bagi penanam modal untuk perluasan usahanya;
e.
Pembagian hasil antara penanam modal dan pemilik tanah;
f.
Penegasan bahwa setelah kesepakatan berakhir harta kekayaan yang diperjanjikan kembali kepada pemiliknya.
(3) Pemanfaatan aset sebagaimana kesinambungan aset tersebut.
dimaksud
ayat
(1)
harus
menjamin
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 10 (1) Pemerintah Daerah pengawasan;
bertanggungjawab
melakukan
pembinaan
dan
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk jaminan keamanan dalam berusaha.
BAB VI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 11 Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi berupa; a. Teguran tertulis; b. Pembekuan izin; c. Pencabutan izin;
BAB VII PERLINDUNGAN HUKUM Pasal 12 (1) Setiap orang yang kepentingannya dirugikan akibat tindakan Pemerintah Daerah mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan berkenaan dengan perizinan dalam Peraturan Daerah ini, maupun tindakan berupa pengenaan sanksi bagi pelanggar dapat mengajukan keberatan kepada Bupati;
9
(2) Bupati dalam tenggang waktu 40 (empat puluh) hari sejak saat permohonan keberatan diajukan kepadanya wajib mengeluarkan keputusan berkenaan dengan keberatan menerima atau menolak; (3) Jika dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak ada jawaban, maka secara hukum Bupati dianggap telah melakukan penolakan. (4) Keputusan Bupati berkenaan dengan keberatan merupakan keputusan administrasi tertinggi di Daerah dan mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan;
BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) adalah: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana pelanggaran; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. Melakukan tindakan dipertanggungjawabkan;
lain
menurut
hukum
yang
dapat
j. Menghentikan penyidikan;
10
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (2) membuat berita acara setiap tindakan tentang: a. b. c. d. e. f.
Pemeriksaan tersangka; Pemasukan rumah; Penyitaan benda; Pemeriksaan surat; Pemeriksaan saksi; Pemeriksaan ditempat kejadian;
(4) Berita Acara sebagaimana kepada Kejaksaaan Negeri.
dimaksud ayat (3) dikirimkan tembusannya
BAB IX SANKSI PIDANA Pasal 14 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah); (2) Tindak pidana pelanggaran.
sebagaimana
dimaksud
ayat
(1)
adalah
tindak
pidana
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.
11
Ditetapkan di pada tanggal
: Muaro Sijunjung : 12 Januari 2005
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG,
DARIUS APAN Diundangkan di pada tanggal
: :
Muaro Sijunjung 12 Januari 2005
Plt. SEKRETARIS DAERAH,
ZULFIKAR. BA NIP. 410003473,LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO / NOMOR 5
SIJUNJUNG TAHUN
2005
12
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL I.
PENJELASAN UMUM
Sesuai dengan tujuan dan arah kebijakan pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri sehingga dapat diukur sejauh mana keberhasilan pembangunan daerah, hal itu tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang berlaku. Sistem pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah Pemerintahan Nagari. Dalam upaya meningkatkan fungsi dan peran Nagari dalam pembangunan daerah khususnya pada kegiatan penanaman modal di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung maka dipandang perlu adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Izin Penanaman Modal. Dalam pelaksanaan penanaman modal yang berhubungan dengan tanah, seperti halnya tanah ulayat dapat dimanfaatkan oleh segenap penanam modal. Apabila tanah itu merupakan ulayat suku atas pemanfaatannya adalah warga suku dan juga ulayat nagari. Dengan demikian bukan tertutup bagi orang luar untuk mengelola suatu tanah ulayat suatu Nagari. Diharapkan
pembangunan
yang
dilaksanakan
dapat
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat namun dalam pelaksanaan pembangunan tersebut harus memperhatikan beberapa aspek antara lain; kondisi geografis, sosial budaya masyarakat, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
serta
infrastruktur
yang
dimiliki
maka
dalam
pelaksanaan
pembangunan daerah untuk pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan sekali aspek penanaman modal di Daerah.
13
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (3)
Yang dimaksud dengan berkantor adalah mempunyai kantor cabang atau perwakilan di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.
Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Komisi Investasi Daerah adalah lembaga yang terdiri dari Instansi Teknis
Daerah
dan
Pusat
yang
berada
di
wilayah
Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung dan bertanggungjawab pada Bupati. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14
14
Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 5
15