SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK
ARIP WIJAYANTO E24080006
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN ARIP WIJAYANTO. E24080006. Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik. Di bawah bimbingan Ir. Rita Kartika Sari, M. Si dan Ir. Totok Kartono Waluyo, M. Si Hutan alam di Indonesia didominasi oleh famili Dipterocarpaceae, salah satunya adalah pohon Shorea javanica. Pohon tersebut menghasilkan resin dengan mutu yang sangat tinggi dan dikenal sebagai damar mata kucing. Damar mata kucing asal Indonesia telah lama menjadi komoditi perdagangan. Walaupun mutu suatu bahan unsur yang sangat penting dalam perdagangan, namun penentuan mutu damar mata kucing di pasar domestik masih berdasarkan uji visual yaitu kebersihan, warna, dan ukuran bongkahan saja. Oleh sebab itu sangat dimungkinkan damar yang diklasifikasikan secara visual sebetulnya memiliki kandungan fisiko-kimia yang hampir sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia damar mata kucing dari berbagai klasifikasi mutu secara visual (mutu A, B, C, D, E, dan Abu) yang berasal dari tiga lokasi (PT. Bintang Kazha Gemilang, Krui, dan PT. Winas Guna Mustika). Pengujian dilakukan dengan pengamatan secara visual terhadap warna dan ukuran bongkahan, serta pengujian laboratoris untuk parameter bahan tidak larut dalam toluena (kadar kotoran), kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, dan titik lunak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa damar mata kucing dengan mutu yang tinggi berdasarkan klasifikasi secara visual, berkecenderungan memiliki nilai kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, titik lunak, dan bahan tidak larut dalam toluena yang rendah. Akan tetapi, penentuan mutu damar mata kucing secara visual masih bersifat subjektif, karena terbukti damar mata kucing mutu A, B, dan C yang dikelompokkan secara visual memiliki ukuran bongkahan yang berbeda, namun menunjukkan sifat fisiko-kimia yang hampir sama dan dapat dikelompokkan ke dalam satu klasifikasi mutu (mutu A). Kata Kunci: S. javanica, damar mata kucing, klasifikasi visual, sifat fisiko-kimia
ii
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik
Nama Mahasiswa
: Arip Wijayanto
NRP
: E24080006
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
(Ir.Rita Kartika Sari, M.Si) NIP. 19681124 199512 2 001
(Ir. Totok K. Waluyo, M.Si) NIP. 19600506 198703 1 004
Diketahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP. 1966 0212 199103 1 002
Tanggal lulus:
iii
SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK
Karya Ilmiah Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
ARIP WIJAYANTO E24080006
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah digunakan dan diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012
Arip Wijayanto NRP. E24080006
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkat, rahmat dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar tercinta atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moral maupun materil. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku pembimbing I dan Ir. Totok Kartono Waluyo, M.Si selaku pembimbing II atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan selama ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (Bapak Atin dan Mas Gunawan) beserta seluruh staf di Departemen Hasil Hutan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Laboran di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu di Pustekolah Gunung batu, Bogor. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rahma, Din, Linda, Dhewi, Isya, Kajol, Mae, kak Adi, kak lifta, Mpeb, Silvan, Desi dan rekan-rekan Mahasiswa THH 45. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya kecil, sehingga masih membutuhkan banyak kritik dan saran dari semua pihak. Pada akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Mei 2012 Arip Wijayanto
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 31 Januari 1990 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Waryono dan Ibu Khumaidah. Penulis mengawali pendidikannya di TK Cempaka 1 Subah dan pada tahun 2002 berhasil menyelesaikan pendidikannya di SDN Subah 4. Kemudian penulis melanjutkan di SMPN 3 Batang dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMUN 1 Subah dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departeman Hasil Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Kemudian pada tahun 2011 penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Anggota Agriaswara tahun 2009, staf Departemen Minat dan Bakat BEM E FAHUTAN IPB tahun 2010-2011, staf PSDM HIMASILTAN IPB tahun 2010-2011, Ketua Divisi Internal HIMASILTAN IPB tahun 20112012, anggota Organisasi Mahasiswa Daerah IMAPEKA. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Leuweung Sancang dan Papandayan Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT. Cimanggu, KBM INK Unit I Jawa Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik dibawah bimbingan Ir. Rita Kartikasari, M.Si dan Ir. Totok K. Waluyo, M.Si.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. viii DAFTARA TABEL........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar ................................................................... 3 2.2 Damar Mata Kucing ( Shorea javanica K. et V. ) ..................................... 4 2.3 Pemanenan Damar Mata Kucing ............................................................... 5 2.4 Kegunaan Damar Mata Kucing.................................................................. 7 2.5 Klasifikasi Damar Mata Kucing................................................................. 7 2.6 Perdagangan Damar Mata Kucing ............................................................. 8 2.7 Sifat-Sifat Damar Mata Kucing ................................................................. 9 BAB III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 13 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 13 3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 13 3.4 Analisis Data .............................................................................................. 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHAS 4.1 Pengamatan Secara Visual ......................................................................... 17 4.2 Kadar Bahan Tidak Larut dalam Toluena .................................................. 18 4.3 Kadar Air ................................................................................................... 20 4.4 Kadar Abu .................................................................................................. 21 4.5 Bilangan Asam ........................................................................................... 23 4.6 Bilangan Penyabunan ................................................................................ 25 4.7 Titik Lunak ................................................................................................. 27 4.8 Pengaruh Pengelompokan Damar Mata Kucing Secara Visual Terhadap Kondisi Perdagangan ................................................................ 29
viii
BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 30 5.2 Saran ..................................................................................................... .... 30 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31 LAMPIRAN ................................................................................................... 34
ix
DAFTAR TABEL No.
HALAMAN
1.
Pembagian dan spesifikasi syarat mutu damar mata kucing .................... 8
2.
Sifat fisik damar mata kucing .................................................................. 10
3.
Komposisi kimia damar mata kucing....................................................... 10
4. Sifat kimia damar yang belum dimurnikan dan damar yang telah dimurnikan. ............................................................ 12 5. Pengamatan visual damar mata kucing berbagai kelas mutu dari tiga lokasi pengambilan .................................................................... 18 6. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena. ................................................ 19 7. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air .................................................................................... 20 8. Pengaruh mutu dengan pengelompokan lokasi pengambilan terhadap kadar abu ................................................................................... 22 9. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan asam ............................................................................. 23 10. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan. ................................................................. 26 11. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap titik lunak.................................................................................... 28
x
DAFTAR GAMBAR No.
HALAMAN
1.
Struktur bunga dan buah S. Javanica ....................................................... 4
2.
Kebun damar mata kucing di Krui, Lampung Barat ................................ 5
3.
Teknik penyadapan damar........................................................................ 6
4.
Damar mata kucing berbagai mutu dari lokasi pengambilan PT.BKG (kanan), Krui (tengah), PT. WGM (kiri)................................... 18
5. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena. ................................................. 19 6. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air ...................................................................................... 21 7. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar abu .................................................................................... 23 8. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan asam ............................................................................. 25 9. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan. ................................................................. 27 10. Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap titik lunak.................................................................................... 28
xi
DAFTAR LAMPIRAN No.
HALAMAN
1. Analisa sidik ragam terhadap nilai kadar air ............................................. 34 2.
Uji lanjut Duncan terhadap kadar air ....................................................... 34
3. Analisa sidik ragam terhadap kadar abu................................................... 35 4.
Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu. ..................................................... 35
5.
Analisa sidik ragam terhadap bilangan asam. .......................................... 36
6.
Uji lanjut Duncan terhadap bilangan asam............................................... 36
7.
Analisa sidik ragam terhadap bilangan penyabunan. ............................... 37
8. Uji lanjut Duncan terhadap bilangan penyabunan .................................... 37 9. Analisa sidik ragam terhadap titik lunak ................................................. 38 10. Uji lanjut Duncan terhadap titik lunak. .................................................... 38
11. Analisa sidik ragam terhadap bahan tidak larut dalam toluena ................ 39 12. Uji lanjut Duncan terhadap bahan tidak larut dalam toluena ................... 39
xii
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan alam dengan keanekaragaman tinggi yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Selain menghasilkan kayu, famili Dipterocarpaceae juga menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa resin damar dan minyak tengkawang. Damar yang dihasilkan kebanyakan berasal dari genus Shorea, Hopea, serta Vatica, dan spesies terbanyak adalah Shorea javanica K. et V. (Larasati 2007). Pohon S. javanica menghasilkan resin damar dengan mutu yang sangat tinggi dan dikenal sebagai damar mata kucing. Menurut Hadjib dan Abdurachman (2005), Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar yang cukup besar, dengan luas hutan Shorea penghasil damar sekitar 17.500 ha. Dari luasan tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Strategi pengelolaan damar mata kucing di Lampung dilakukan dengan pola campuran (agroforest) yaitu dalam bentuk Repong damar (Wijayanto 2002, Sudarmalik 2006). Damar mata kucing asal Indonesia telah lama menjadi komoditi ekspor dalam perdagangan dunia. Pada tahun 2006 produksi damar Indonesia mencapai 11.087 ton yang sebagian besar (sekitar 75%) diekspor ke berbagai negara, sisanya sekitar 25% dikonsumsi dalam negeri (Statistik Kehutanan Indonesia 2007, Sakinah 2006). Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan dalam Statistik Kehutanan Indonesia (2007), mencatat untuk ekspor lak, getah dan damar pada tahun 2006 volumenya sebesar 6.813 ton dengan nilai mencapai 7.692.080 US$. Standardisasi mutu merupakan unsur penting, selain itu juga menjadi acuan bagi produsen dan konsumen dalam perdagangan damar mata kucing. Penentuan mutu damar mata kucing di pasar domestik mulai dari petani, penghadang, pedagang pengumpul desa, pedagang besar krui, sampai ke industri maupun eksportir, masih berdasarkan uji visual yaitu kebersihan, warna, dan ukuran bongkahan. Selain itu pengolahan awal damar mata kucing di Indonesia yang meliputi sortasi, pemecahan bongkahan dan pembersihan dari kotoran,
2
belum dilakukan secara baik, sehingga dihasilkan damar mata kucing dengan ukuran bongkahan yang sangat kecil. Pada akhirnya mutu damar mata kucing yang dihasilkan relatif rendah dan harganya murah (Larasati 2010, Zulnely 2010). Menurut Wiyono dan Silitonga (2001), pengelompokan damar mata kucing secara visual hanya berguna untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan konsumen luar negeri dan industri lebih menekankan persyaratan mutu berdasarkan sifat fisiko-kimianya bukan ukuran partikel. Namun demikian, penentuan harga di pasar domestik masih ditentukan
berdasarkan mutu visual,
sehingga bersifat subjektif. Damar mata kucing dengan ukuran bongkahan yang besar dikelompokkan ke dalam mutu lebih tinggi dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan damar yang ukurannya lebih kecil, walaupun bisa saja memiliki sifat fisiko-kimia yang sama. Harga damar mata kucing di PT. Winas Guna Mustika untuk mutu A, B, C, D, E, dan Abu berturut-turut adalah Rp.45.000,00/kg,
Rp.40.000,00/kg,
Rp.35.000,00/kg,
Rp.30.000,00/kg,
Rp25.000,00/kg, dan Rp.17.000,00/kg. Menurut Mentell (1941) dalam Namiroh (1998), sifat-sifat damar mata kucing tidak jauh berbeda. Sehingga kelompok damar mata kucing yang berbeda berdasarkan mutu visual diduga memiliki sifatsifat yang sama. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji sifat fisiko-kimia damar mata kucing dari berbagai mutu (A, B, C, D, E, dan Abu) yang berasal dari tiga lokasi (PT. Bintang Kazha Gemilang, Krui, dan PT. Winas ,Guna Mustika), sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan mutu damar mata kucing yang lebih objektif.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar Resin merupakan senyawa organik atau campuran berbagai senyawa polimer alam yang disebut terpen, berbentuk padat atau semi padat. Resin mudah larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Boer dan Ella 2001). Resin alam merupakan resin yang tereksudasi secara alamiah dan keluar secara alami maupun buatan. Resin yang tereksudasi secara alamiah mengandung campuran antara gum dan minyak atsiri. Resin alam memiliki bentuk berupa padatan, berwarna mengilap dan bening kusam, rapuh, meleleh bila kena panas dan mudah terbakar (Sedtler et al. 1975 dalam Namiroh 1998). Kirk dan Othmer (1941) dalam Larasati (2007), mengklasifikasikan resin alam sebagai berikut: 1. Damar, yaitu golongan resin yang memilki bilangan asam rendah dan dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contohnya adalah damar mata kucing. 2. Golongan resin yang termasuk dalam resin semi fosil, jenis ini juga dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contoh golongan resin ini adalah damar resak, damar biru, dan damar hitam. 3. Kopal, yaitu golongan resin yang memiliki bilangan asam lebih tinggi dibandingkan damar, resin ini dihasilkan dari jenis pohon damar (Agathis sp) yang tergolong dalam famili Araucariacea. 4. Jenis-jenis resin yang lain seperti gondorukem, shellac, dan balsam. Damar merupakan hasil eksudasi dari famili Dipterocarpaceae dan Burseraceae, contoh jenis famili Burseraceae adalah Canarium luzonicum. Pohon damar tumbuh baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Jafarsidik (1987) dalam Mulyono (2009) dan Sari (2002), resin damar diklasifikasikan menjadi resin bermutu sedang dan bermutu baik. Resin damar bermutu sedang dihasilkan oleh H. mengarawan, H. sangal, S. kunstleri, S. laevifolia, S. platycarpa, dan S. faguetiana. Sedangkan resin damar bermutu baik dihasilkan oleh S.lamellata, S. virescens, S. retinodes, H. celebica dan S. javanica.
4
Berdasarkan dari warnanya resin damar dapat dibedakan menjadi damar rasak, damar putih, damar merah, damar hitam, dan damar mata kucing. Damar mata kucing merupakan resin damar yang dihasilkan dari jenis S. javanica dengan mutu terbaik dan tertinggi. Damar ini berwarna mengilap dan tampak seperti kaca. 2.2 Damar Mata Kucing ( Shorea javanica K. et V. ) Sistem taksonomi damar mata kucing adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Bangsa
: Theales
Marga
: Shorea
Jenis
: Shorea javanica
Gambar 1 Struktur bunga dan buah S. javanica.
5
Pohon S. javanica
tingginya dapat mencapai 40-50 meter, diameter
mencapai 150 cm, dan berbanir. Permukaan kulit pada batang berwarna kelabu tua sampai sawo matang, beralur dangkal, sedikit mengelupas, kulit hidup berwarna kuning. Daunnya agak tebal, berbentuk bulat telur memanjang, panjang 8-15 cm, lebar 4-7 cm, ujung berbentuk meruncing, pangkal sedikit tumpul ( Boer dan Ella 2001, Al-rasyid 1991 dalam Larasati (2007). Boer dan Ella (2001) melaporkan bahwa jenis pohon S. javanica dikenal dengan berbagai nama daerah, yaitu damar mata kucing (Sumatera Selatan) dan damar sibolga (Sumatra Utara). Secara umum juga disebut damar kaca. Di Indonesia sendiri jenis S. javanica tersedia cukup melimpah. Menurut Hadjib dan Abdurrachman (2005), Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar yang cukup besar, memiliki hutan damar seluas 17.500 ha. Dari luasan tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar dari jenis S. javanica banyak dihasilkan di Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Riau.
Gambar 2 Kebun damar mata kucing di Krui, Lampung Barat. 2.3 Pemanenan Damar Mata Kucing Menurut Lukman (2001), dengan teknik penyadapan yang selama ini diterapkan di Krui, produksi damar mata kucing per pohon sangat bervariasi, yakni bekisar antara 0,5-4,5 kg/bulan. Boer dan Ella (2001), melaporkan bahwa produktivitas pohon S. javanica yang berdiameter 60-80 cm dapat mencapai 4-5 kg/bulan. Produktivitas tergantung lokasi pohon yang disadap, periode sadap,
6
faktor genetik pohon, dan faktor teknologi pohon. Produktivitas getah masih dapat ditingkatkan dengan perlakuan fisika dan kimia. Perlakuan fisika telah dicoba pada S. javanica, yaitu dengan melubangi batang tanaman dan menutupnya dengan plastik sehingga produktivitas dapat meningkat sebanyak 66,4%-114%. Sedangkan perlakuan kimia dapat dilakukan dengan menggunakan cairan stimulans yang berfungsi untuk memperlancar aliran getah dari saluran damar. Cairan stimulans yang dapat digunakan adalah 10% CEPA (chloro-ethyl phosporic acid) dan asam sulfat berkonsentrasi 10%. Masing-masing cairan tersebut dapat meningkatkan produktivitas sebesar 110% dan 219%. Pohon damar mulai disadap pada umur 20 tahun atau apabila diameter batang telah mencapai 25-30 cm.
Penyadapan damar dilakukan dengan cara
melukai bagian batang pohon dalam bentuk takik. Adapun bentuk takik sadap pada umumnya berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran bervariasi dari 7,5-12 cm dengan kedalaman 2-4 cm (Trison 2001, Boer dan Ella 2001). Resin yang tereksudasi dibiarkan mengalir dan terkumpul di dalam lubang sadap hingga mengering dan mengeras. Setelah resin damar mengering kemudian damar dikumpulkan. Periode pengumpulan biasanya dalam waktu seminggu hingga satu bulan setelah penyadapan (Lukman 2001).
Gambar 3 Teknik penyadapan damar. Menurut Trison (2001), setelah kegiatan pemanenan berakhir, maka dilakukan proses pengolahan sederhana di tingkat pengumpul. Sampai saat ini
7
pengolahan dilakukan dengan pembersihan bongkahan-bongkahan, kemudian disaring menggunakan saringan bertingkat. Setelah itu dilakukan penyortiran berdasarkan warna dan ukuran bongkahan. 2.4 Kegunaan Damar Mata Kucing Damar mata kucing banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyalakan obor, bahan membuat batik, bagian sambungan kapal, sebagai bahan baku untuk perekat, cat, lilin, dan bahan pengisi kertas. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar mata kucing banyak digunakan sebagai bahan mentah dalam industri-industri campuran karet, lak, vernis, plastik, macam-macam kulit,korek api, bahan isolator, obat-obatan dan industri bahan peledak. Beberapa penelitian terapan menunjukkan bahwa resin damar berpotensi digunakan sebagai antirayap dan anti jamur (Sari 2002 dan Setyawati, 2001), bahan pengeruh dan pemberat (Mulyono 2009), minyak atsiri (Wiyono 1998 dan 2000), anti virus herpes (Poehland et al. 1987 dalam Mulyono 2009), dan Pernis (Sumadiwangsa et al.2004). Damar mata kucing di luar negeri telah banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan piringan hitam, campuran karet, water proofing, pelapis permen untuk memberikan penampakan yang mengkilap dan keras. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai sebagai campuran kuku kutek, dan saat ini sudah mendapat pengakuan food and drugatministration di Amerika selatan (LATIN 2004 dalam Sakinah 2006) 2.5 Klasifikasi Damar Mata Kucing Boer dan Ella (2001), menyatakan bahwa penentuan mutu damar di Indonesia, masih dilakukan dengan sangat sederhana, yaitu berdasarkan warna, kebersihan, dan ukuran bongkahannya. Mutu A, B, dan C merupakan damar kualitas ekspor, ukuran bongkahan mutu A dapat mencapai 10-15 cm, mutu B ukuran bongkahannya sekitar 1-2 cm, dan mutu C lebih kecil dari 1 cm. Mutu D dan E adalah kualitas sedang dengan kotoran relatif lebih banyak. Penentuan damar mata kucing di pasaran domestik yaitu dari tingkat petani, penghadang, pedagang pengumpul desa, pedagang besar krui, sampai ke
8
industri maupun eksportir masih dilakukan secara visual. Trison (2001), melaporkan bahwa pengklasifikasian damar mata kucing di Krui Lampung berdasarkan ukuran bongkahan, kebersihan, dan warna. Pengklasifikasian mutu damar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mutu A, yaitu merupakan resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan besar ( 3 cm x 3 cm atau lebih). 2. Mutu B, yaitu resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan agak lebih kecil (2 cm x 2 cm, atau lebih). 3. Mutu AB, merupakan resin damar berwarna kuning kehitaman dengan ukuran bongkahan kecil ( 1 cm x 1 cm, atau lebih). 4. Mutu AC, merupakan resin damar yang berwarna kehitam-hitaman dan berupa butiran-butiran kecil. 5. Mutu debu/Abu, yaitu mutu damar mata kucing yang berwujud debu. Pembagian mutu damar menurut SNI 01-2900-1999 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian dan spesifikasi syarat mutu damar mata kucing Jenis Uji Titik lunak Bilangan asam, (b/b) Kadar Abu, (b/b)
Satuan °C Mg/gr %
Persyaratan 95-120 19-36 0,50-4,0
Bahan tak larut dalam toluena: Golongan A, (b/b) Golongan B, (b/b) Golongan C, (b/b) Golongan D, (b/b) Golongan E, (b/b) Golongan bubuk, (b/b) Golongan A/D, (b/b) Golongan A/E, (b/b) Sumber: SNI (1999)
% % % % % % % %
Maks 0,40 Maks 0,40 Maks 0,45 Maks 1,50 Maks 4,50 Maks 7,50 Maks 0,75 Maks 1,80
2.6 Perdagangan Damar Mata Kucing Damar mata kucing merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu yang telah lama diekspor ke berbagai negara. Jalur perdagangan damar mata kucing dari Lampung ke seluruh dunia setidaknya melibatkan beberapa pelaku perdagangan, mulai dari petani pengumpul sampai industri pengguna. Sakinah
9
(2006), melaporkan bahwa jalur perdagangan yang paling banyak digunakan yaitu 63,33% di Pahmungan, Lampung Barat adalah petani→ penghadang→ pedagang pengumpul desa→ pedagang besar Krui→ eksportir. Pada tahun 2006, Indonesia telah memproduksi damar mata kucing sebanyak 11.087 ton. Lima negara pengimpor damar terbesar dari Indonesia adalah India, Singapura, Bangladesh, Cina, dan Taiwan. Volume ekspor untuk masing-masing negara adalah 6104,5 ton, 1351,4 ton, 636,4 ton, 611,2 ton dan 468,0 ton (BSPJBSE 2007 dalam Mulyono 2009) Sakinah (2006), menyatakan bahwa harga ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Harga rata-rata damar mata kucing di tingkat petani adalah sebesar Rp5.500/kg. Sedangkan harga ditingkat padagang penampung besar dan pasar industri adalah sekitar Rp12.250/kg. Menurut informasi yang didapatkan dari eksportir, harga damar mata kucing yang akan diekspor dapat mencapai 25$/kg. Sedangkan di PT. Bintang Kaza Gemilang harga antara Rp.13000Rp21000/kg dan di PT. Winas Guna Mustika harga antara Rp.17000-Rp45000/kg. 2.7 Sifat-Sifat Damar Mata Kucing Damar mata kucing memiliki bentuk bongkahan yang tidak beraturan, bersifat rapuh, mudah melekat pada tangan, dan berwarna kuning bening. Selain itu damar mata kucing juga bersifat sebagai isolator dan tidak tahan panas serta mudah terbakar tetapi tidak bersifat volatil bila tidak terdekomposisi. Warnanya mudah berubah terutama jika disimpan dalam waktu yang lama. Mudah larut dan larut sempurna dalam pelarut benzena, kloroform dan tetrahydronaptalena (Namiroh 1998, Setianingsih 1992). Bobot jenisnya kurang lebih 1,05 g/ml, kadar air maksimum 1,4 %, susut bobot maksimum selama pengeringan (105°C, 18 jam) 6%, kadar Pb maksimum 2 ppm (Boer & Ella 2000, Weatherwax 2006 dalam Mulyono 2009).
Titik leleh mencapai 120°C (Sedtler et al.1925 dalam
Setianingsih 1992). Sifat fisik damar mata kucing disajikan pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Sifat fisik damar mata kucing Perlakuan Kadar air (%) Titik lunak (°C) Tanpa perlakuan 0,703) 96,25-106,501) Dengan pemurnian fisik 88,002) Dengan pemurnian kombinasi pelarut: Benzene-metanol 0,64-0,833) 69,33-73,673) Benzene-etanol 0,38-0,703) 65,00-68,003) 3) Toluena-etanol 0,51-0,85 63,00-76,673) Pelarut+arang aktif 87,25-97,502) Pemurnian dengan 93,00-104,1251) pemanasan Sumber:1)Larasati (2007),2)Setianingsih (1992), 3)Namiroh (1998) Menurut Sedtler (1925) dalam Setianingsih (1992), senyawa yang terdapat dalam resin damar dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu ester resin serta produk dekomposisinya, asam resin dan resen. Ester resin berasal dari alkohol resin yang terdiri dari resinol dan resinotanol. Resen merupakan senyawa yang mengandung oksigen, bukan merupakan alkohol, aldehida, ester, asam, maupun keton. Selain itu resen juga tidak dapat bereaksi dengan basa. Sedangkan asam resin merupakan senyawa yang kompleks dan mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Umumnya asam resin memiliki bobot molekul tinggi. Secara umum kandungan damar dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia damar mata kucing Bahan Jumlah (%) Asam damarolat 23,0 Senyawa α-damarresen 40,0 Senyawa β-damarresen 22,5 Abu 3,5 Air 2,5 Minyak atsiri 0,5 Kotoran 8,0 Sumber Sadtler et al (1925) dalam Namiroh (1998) Komposisi utama damar adalah resin yang mengandung fraksi yang bersifat asam dan netral. Fraksi yang bersifat netral dikelompokkan menjadi fraksi
11
yang larut dalam etanol (disebut alfa-resin) dan fraksi yang tidak dapat larut dalam etanol (disebut beta-resin). Beta-resin merupakan fraksi yang memiliki bobot molekul rendah, sedangkan alfa-resin umumnya merupakan senyawa terpen yang merupakan senyawa-senyawa tetrasiklik. Fraksi yang bersifat asam antara lain asam damarolat, asam ursonat, asam damarenolat dan asam damarenoat serta metil ester dari asam-asam ini. (Doelen et al.1998 dan Tan 1990 dalam Mulyono et al.2004) Hasil analisis gas kromatografi spektrum masa terhadap damar mata kucing yang dilakukan oleh Mulyono (2009), berhasil mendeteksi sejumlah 67 senyawa yang terdiri atas empat golongan, yaitu 30 senyawa karbon tetrasiklik, 3 senyawa pentasiklik, 11 senyawa C15 dan 23 Senyawa golongan lain. Komponen terbanyak dalam damar mata kucing dan merupakan golongan karbon tetrasiklik adalah brasikasterol, yaitu sebanyak 20,23%. Yamaguchi (1971)
dalam Setianingsih (1992), melaporkan bahwa di
dalam resin damar terdapat berbagai molekul yang termasuk ke dalam golongan alkohol, asam, keton, dan ester. Menurut Manitto (1981) dalam Setianingsih (1992), molekul di dalam resin damar termasuk dalam golongan triterpen dan triterpen-o yang merupakan hasil reaksi siklisasi dari poliisoprene. Lenny (2006), melaporkan bahwa triterpen merupakan senyawa yang memiliki atom C30 dan bersifat tidak menguap. Perbandingan sifat kimia damar mata kucing berbagai mutu yang belum dimurnikan dan damar mata kucing berbagai mutu yang telah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 4.
12
Tabel 4 Sifat kimia damar mata kucing yang belum dimurnikan dan damar yang telah dimurnikan. Sifat
Mutu
Damar mata kucing yang belum dimurnikan
Damar mata kucing yang telah dimurnikan dengan pelarut Benzene Toluena 1) 1) Bilangan asam A 22,58 19,66 20,991) 1) 1) B 23,20 19,61 22,091) C 25,081) 22,791) 24,341) 1) 1) D 26,60 23,11 24,621) 1) 1) E 28,15 23,89 25,671) Abu 29,102) 1) 1) 21,62 21,961) Bilangan A 31,30 B 30,551) 22,101) 22,371) penyabunan 1) 1) C 34,68 27,75 28,621) D 37,181) 29,111) 30,161) 1) 1) E 39,65 32,61 34,481) Abu 58,022) 1) 1) Kadar Abu A 0,69 0,44 0,471) B 0,711) 0,481) 0,491) 1) 1) 0,49 0,541) C 0,74 D 8,031) 0,521) 1,071) 1) 1) E 11,22 0,57 1,221) Abu 0,792) 1) Ketidaklarutan A 0,42 0,281) 0,281) B 0,421) 0,291) 0,301) dalam toluena 1) 1) C 0,44 0,30 0,311) 1) 1) D 1,84 0,31 0,321) 0,321) 0,341) E 3,901) 2) Abu 6,248 Sumber: 1)Wiyono & Silitonga (2001), 2)Mentell (1941) dalam Namiroh (1998)
13
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi dan Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penelitian juga dilaksanakan di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah damar mata kucing mutu A, B, C, D, E, dan Abu yang berasal dari PT. Bintang Kazha Gemilang (PT. BKG), Krui-Lampung dan PT. Winas Guna Mustika (PT.WGM), Bekasi. Bahan kimia yang digunakan untuk pengujian adalah Etanol 95%, KOH 0,1 N, HCl 0,1 N, indikator fenolftalein, Toluena, dan aquades. Alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, erlenmeyer 300 ml, desikator, oven, timbangan, cawan porselen, tanur, pipet, kertas saring, alumunium foil, penangas uap air, mortar, ring and ball apparatus, termometer, cawan porselen. 3.3 Metode Penelitian 1. Pengamatan Secara Visual Pengamatan secara visual dilakukan pada bongkahan-bongkahan damar mata kucing dengan berbagai mutu yang meliputi ukuran bongkahan dan warna. Pengamatan ukuran damar mata kucing dilakukan dengan mengukur dimensi panjang, tebal, dan lebar damar dari beberapa sampel bongkahan. Untuk ukuran bongkahan yang berbentuk butiran kecil, diukur dengan saringan mesh, sedangkan pengamatan warna dilakukan secara visual. 2. Pengujian Sifat Fisiko-kimia
14
Damar mata kucing yang telah berbentuk serbuk
diuji sifat fisiko-
kimanya, yang meliputi, kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, titik lunak, dan bahan tidak larut dalam toluena. a. Persiapan sampel Damar mata kucing mutu A, B, C, D, E dan Abu ditumbuk secara terpisah di dalam mortar hingga dihasilkan serbuk yang halus. b. Pengujian kadar bahan tidak larut dalam toluena (SP-SMP-83-1975) Prosedur pengujian diawali dengan mencuci kertas saring menggunakan toluena, kemudian dioven pada suhu 105-110 °C selama 24 jam dan setelah didinginkan lalu ditimbang. Serbuk damar mata kucing (2,5 g) yang ditempatkan di dalam gelas piala ditambahkan 25 ml toluena dan dipanaskan pada suhu 50°C sambil diaduk hingga seluruh contoh damar terlarut. Contoh uji kemudian disaring menggunakan kertas saring sampai filtrat berwarna jernih. Sisa penyaringan dibilas dengan pelarut panas. Kertas saring dan fraksi residu dikeringkan pada suhu 105-110 °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan yang tidak larut dalam toluena dihitung dan dinyatakan dalam persen terhadap contoh uji awal. Kadar bahan tak larut dalam toluena
x 100%
c. Pengujian kadar air Pengujian kadar air damar mata kucing merujuk pada prosedur yang dilakukan oleh Sudarmadji et al. (1989) dalam Namiroh (1998). Serbuk damar mata kucing sebanyak 2-3 g dioven pada suhu 105° C selama 3 jam. Setelah didinginkan dalam desikator selama 10 menit, contoh uji damar mata kucing kemudian ditimbang. kadarAir %
Berat awal sampel Berat akhir sampel X 100% Berat awal sampel
d. Pengujian kadar abu (%) (ASTM 1975) Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui bahan mineral (Ca, Mg, Al, Na, P dan K) yang tertinggal sebagai residu pada saat pembakaran. Serbuk
15
damar mata kucing sebanyak 2-3 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang terlebih dahulu telah dipijarkan dan ditimbang beratnya. Contoh dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 250° C dan diarangkan sampai tidak ada bahan yang menguap. Selanjutnya suhu dalam tanur dinaikkan sampai 500° C dan dipertahankan sampai arang habis. Cawan porselen kemudian didinginkan dan ditimbang. A
Kadar Abu %
X 100%
e. Pengujian Bilangan Asam (ASTM 1975) Serbuk damar sebanyak 0,5-1 g yang telah dihancurkan ditambah 25 ml etanol netral 95%, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu sebanyak tiga tetes fenolftalin ditambahkan ke dalam larutan kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N. Titrasi dilakukan sampai warna larutan berubah menjadi merah. Bilangan asam
A N
,
B
Keterangan: A = larutan alkali yang digunakan untuk menitrasi contoh (ml) B = normalitas larutan alkali (KOH) yang digunakan C = berat contoh yang digunakan 56,1= BM KOH f. Pengujian bilangan penyabunan (ASTM 1975) Sebanyak 2 g serbuk damar dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan 0,5 N KOH yang berakohol dan 25 ml alkohol netral. Larutan dipanaskan di atas penangas uap air selama 1 jam, lalu ditambahkan beberapa tetes fenolftalin dan dititrasi dengan HCl 0,1 N. Titrasi dihentikan pada saat warna merah muda tepat menghilang.
Bilangan penyabunan
B V
N
,
S
Keterangan : B = HCl yang digunakan untuk menitrasi blanko (ml) N = Normalitas HCl
16
V = HCl yang digunakan untuk menitrasi contoh (ml) 56,1 = BM KOH S = berat contoh yang digunakan (g) g. Pengujian titik lunak (ASTM 1977) Pada prinsipnya, pengujian titik lunak bertujuan untuk mengukur suhu pada saat damar mata kucing berubah wujud dari padat menjadi semi padat. Pengujian menggunakan sampel berbentuk bubuk yang dipanaskan sampai mencair lalu dicetak dalam ring, dan didiamkan sampai mengeras. Ring disusun pada penyangga yang telah dilengkapi termometer dan diberi bola besi kecil di atas sampel. Setelah itu ring beserta alat penyangga dicelupkan ke dalam gliserol yang dipanaskan. Suhu titik lunak damar dicatat pada saat sampel telah jatuh disertai jatuhnya bola besi ke dasar penyangga. 3.4 Analisis Data Analisis dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Office Excell 2007 dan SPSS 16.0 Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model umum: Yij = μ + τi + βj + εij Dimana : I
= mutu damar mata kucing (A, B, C, D, E dan Abu);
J
= tempat pengambilan
Yij
= Nilai pengamatan perlakuan damar mata kucing mutu ke-i dan kelompok tempat pengambilan ke-j
μ
= Rerata umum
τi
= Pengaruh perlakuan mutu damar mata kucing ke-i
βj
= Penngaruh kelompok tempat pengambilan ke-j
ε(ij) = Pengaruh acak dari perlakuan mutu ke-i dan kelompok ke-j Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.
17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening dan mengilap, sebaliknya damar mata kucing
mutu rendah
memiliki warna yang semakin kecoklatan. Warna damar mata kucing diduga berhubungan dengan kotoran yang terdapat dalam bongkahan damar mata kucing. Faktor lain yang mempengaruhi warna damar mata kucing adalah
lamanya
penyimpanan. Menurut Tambunan (1975) dalam Namiroh (1998), warna damar mata kucing mudah berubah terutama jika disimpan dalam waktu yang lama tanpa sirkulasi udara yang baik. Menurut Payne (1964) dalam Setianingsih (1992), perubahan warna pada damar mata kucing dapat disebabkan oleh keberadaan ion logam yang dapat memacu terjadinya proses oksidasi sehingga dihasilkan senyawa kromofor (pembentuk warna), yaitu senyawa yang memiliki gugus >C=C< atau >C=O. Penentuan mutu damar mata kucing secara visual, selain didasarkan pada warna juga ditentukan berdasarkan ukuran bongkahan. Ukuran bongkahan damar mata kucing yang semakin besar dikelompokan ke dalam mutu yang lebih tinggi (Tabel 5). Hasil pengamatan visual damar mata kucing sejalan dengan kondisi penentuan mutu secara visual yang dilakukan di pasaran (Gambar 4). Damar mata kucing yang memiliki ukuran bongkahan lebih besar dan warna yang lebih jernih dikelompokan sebagai damar yang bermutu tinggi. Namun demikian, penentuan mutu berdasarkan warna adalah tidak mudah dan berkecenderungan bersifat subjektif. Menurut Sumadiwangsa (2000), pengelompokan damar yang masih secara manual dan bersifat subjektif menghasilkan mutu yang berbeda-beda antara pabrik yang satu dengan pabrik yang lain. Oleh karena itu, diperlukan pengujian mutu damar mata kucing dengan cara yang lebih objektif, yaitu dengan pengujian sifat fisiko-kimianya.
18
Tabel 5 Pengamatan visual damar mata kucing berbagai kelas mutu dari tiga lokasi pengambilan Mutu A B C D E Abu Mutu A B C D E Abu
Warna PT.BKG KRUI PT.WGM kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning bening kuning kecoklatan Kuning kuning bening kuning kecoklatan kuning kecoklatan kuning kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan coklat kehitaman Ukuran Bongkahan (p x l x t) cm PT.BKG KRUI PT.WGM (3,80x3,40x1,97) (3,17x2,33x1,37) (4,07x3,17x2,00) (2,43x2,03x1,23) (1,78x1,33x0,85) (2,57x1,83x1,11) (1,20x,0,97x0,50) (1,15x0,81x0,56) (1,49x1,08x0,75) (0,73x0,53x0,45) (0,41x0,33x0,16) (0,89x0,67x0,46) 40-60 Mesh 40-60 mesh (0,44x0,32x0,18) Serbuk Serbuk Serbuk
Gambar 4 Damar mata kucing berbagai mutu dari lokasi pengambilan PT.BKG (kanan), Krui (tengah), PT. WGM (kiri). 4.2 Kadar bahan tidak larut dalam toluena Pengujian bahan tidak larut dalam toluena dilakukan untuk mengetahui kadar kotoran, yaitu persentase jumlah bahan padat organik atau anorganik yang tidak larut dalam toluena, seperti pasir, lilin, mineral, kepingan kayu, dan kulit kayu dalam damar. Besarnya kadar bahan tidak larut dalam toluena damar mata
19
kucing berkisar 0,14--39,72%. Nilai N terendaah dimiliki damar d mutuu B yang beerasal dari Krui, sedangkann nilai tertinnggi dimilik ki damar mutu m Abu yyang berasal dari PT.WGM (Gambar 5). Tabel 6 Pengaruh mutu m dengaan pengelom mpokan tem mpat pengaambilan terh hadap bahan tidakk larut dalam m toluena Mutu Damar D
Bahan Takk Larut dalaam Toluenaa (%) PT. BKG KRUI PT.W WGM 0,26 0,32 0,225 0,26 0,14 0,118 0,22 0,22 0,331 4,32 6,30 0,334 15,41 8,35 2,882 14,77 8,10 39,,72
Rerata Mutu 0,28A 0,19A 0,25A 3,65AB 8,86B 20,8C
A B C D E Abbu Rerata Tempat T 5,86 3,90 Pengam mbilan 7,227 Keterangaan: 1) A, AB, A B dan C hasil uji jarak j bergaanda Duncann terhadap mutu damaar Secara statisttik mutu daamar mata kucing yaang berbedaa memiliki nilai bahan tidaak larut daalam toluenna yang berrbeda nyataa. Hasil ujii jarak berg ganda Duncan menunjukan m n bahwa muutu A, B, C, dan D saling tidakk berbeda nyata (Tabel 6).. Secara um mum damarr mata kucing mutu tinggi t mem miliki nilai bahan b tidak larutt dalam toluuena yang rendah. r Hall ini erat kaaitannya deengan banyaaknya kotoran daalam damarr. Besarnya nilai bahan n tidak larutt dalam toluuena pada damar d mata kuciing diduga mempengaaruhi nilai kadar air, kadar abu dan titik lunak. Semakin tinggi t bahaan tidak larrut dalam toluena t dalaam damar maka kadaar air,
bahan tak larut dalam bahan tak larut dalam toluena (%)
kadar abu,, dan titik luunak damar semakin meningkat. m 40.00
A
30.00
B
20.00
C
10.00
D E
0.00 PT. BKG
KRUI PTT.WGM Tempat penggambilan
Abu
Gambar 5 Pengaruh mutu denggan pengelo ompokan tem mpat pengaambilan terh hadap bahan tidaak larut dalam toluena..
20
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang damar (SNI 01-29001999) dan hasil pengujian statistik, damar mata kucing mutu A, B, dan C yang berasal dari tiga lokasi pengambilan memiliki kualitas yang hampir sama dan termasuk ke dalam kelas mutu A. Persyaratan nilai bahan tidak terlarut dalam toluena damar mata kucing mutu A menurut SNI 01-2900-1999 maksimum 0,4%. 4.3 Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang menunjukan jumlah air dalam bongkahan damar mata kucing. Kadar air damar mata kucing yang diuji berkisar 0,65-7,02%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh damar mata kucing mutu Abu, sedangkan yang terendah dimiliki oleh damar mata kucing mutu A. Kedua mutu damar mata kucing tersebut berasal dari PT.WGM. Tabel 7 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air Mutu Damar PT.BKG 0,70 0,84 0,81 1,44 2,11 1,93
Kadar Air (%) KRUI PT.WGM 0,84 0,65 0,78 0,77 1,01 0,75 1,90 0,87 2,14 1,37 2,10 7,02
Rerata Mutu 0,73A 0,80A 0,86A 1,40A 1,87A 3,68B
A B C D E Abu Rerata Tempat Pengambilan 1,30 1,46 1,91 Keterangan: 1) A dan B hasil uji jarak berganda Duncan pada mutu damar mata kucing. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi memiliki kadar air yang semakin rendah, dan sebaliknya (Gambar 6). Kadar air damar mata kucing selain disebabkan oleh keberadaan air dalam damar
juga dapat dipengaruhi oleh
keberadaan kotoran yang bersifat higroskopis, misalnya adalah berupa serpihan kayu dan kulit pohon. Berdasarkan kadar airnya, sampel yang diambil dari ketiga lokasi memiliki nilai yang sama, sehingga bisa dikatakan memiliki kualitas yang sama.
21
Haasil analisis sidik ragam m menunju ukan bahwaa mutu dam mar mata ku ucing yang berbbeda memiliki nilai kaadar air yan ng berbeda nyata. Uji jarak berg ganda Duncan menunjukkan m n bahwa muutu A, B, C, C D dan E saling tidakk berbeda nyata, n sedangkann mutu Abuu berbeda nyyata dengan n mutu yangg lainnya (Tabel 7).
8.00
Kadar Air (%)
7.00 6.00
A
5.00
B
4.00
C
3.00 2.00
D
1.00
E
0.00
Abu P PT.BKG
KRU UI
PT.WGM
Tempat Pen ngambilan
Gambar 6 Pengaruh mutu denggan pengelo ompokan tem mpat pengaambilan terh hadap kadar air. 4.4 Kadarr Abu Pengujian kaadar Abu dilakukan untuk menngetahui persentase bahan b mineral antara a lain; Ca, C Mg, Al, Na, P, dan n K yang terrtinggal sebbagai residu u pada saat pembbakaran bahan organik. Kadar abu u merupakann salah satuu parameter mutu damar maata kucing menurut SNI S 01-290 00-1999. Mutu M damarr akan sem makin rendah deengan kadarr abu yang semakin tin nggi, dan seebaliknya m mutu damar akan semakin tinggi t dengan kandunggan abu yaang semakinn rendah. N Nilai kadar abu damar matta kucing yaang diteliti berkisar 0,0 01- 6,17%. Kaadar abu damar d mataa kucing daapat dipenggaruhi olehh kadar ko otoran mineral dalam d bonggkahan dam mar. Kadar kotoran yang y semakkin tinggi dapat meningkattkan kadar abu damar mata kucin ng. Hal ini terbukti deengan sejalaannya nilai rerataa kadar abuu dengan reerata bahan tidak larut dalam d tolueena mutu A yaitu sebesar 0,,05 % dan 0,28%. Sem mentara itu u, damar muutu E mem miliki nilai rerata r kadar abuu dan bahann tidak laruut dalam to oluena yangg lebih tingggi dibandin ngkan
22
dengan mutu A, yaitu sebesar 2,20% dan 8,86%. Selain dipengaruhi jumlah kotoran, kadar abu damar juga dipengaruhi oleh jenis kotoran. Damar mata kucing yang memiliki jenis kotoran bahan organik seperti kayu, serpihan ranting, dan kulit pohon dengan jumlah relatif tinggi diduga memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Tabel 8 Pengaruh mutu dengan pengelompokan lokasi pengambilan terhadap kadar Abu Mutu Damar
Kadar Abu (%) PT.BKG KRUI PT.WGM 0,03 0,01 0,10 0,03 0,05 0,10 0,04 0,02 0,12 0,38 0,33 0,12 4,53 1,76 0,30 7,76 2,41 6,17
Rerata Mutu 0,05A 0,06A 0,06A 0,28A 2,20B 5,45C
A B C D E Abu Rerata Tempat Pengambilan 2,13b 0,77a 1,15a Keterangan :1) A, B, C hasil uji jarak berganda Duncan terhadap mutu
2) a dan b hasil uji jarak berganda Duncan terhadap pengelompokan tempat pengambilan Secara statistik pengelompokan mutu dan lokasi pengambilan damar mata kucing memiliki nilai kadar abu yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan damar mata kucing mutu A, B, C, dan D saling tidak berbeda nyata, sedangkan berdasarkan tempat pengambilan, nilai kadar abu damar mata kucing dari PT. WGM tidak berbeda nyata dengan damar mata kucing dari Krui. Berdasarkan SNI 01-2900-1999, mutu damar mata kucing yang diuji telah memenuhi standar yang dipersyaratkan, kecuali sampel damar mutu kucing mutu Abu. Persyaratan kadar abu menurut SNI bekisar 0,5-4,0%. Merujuk pada hasil analisis statistik dan persyaratan SNI 01-2900-1999, damar mata kucing mutu A, B, C, dan D memiliki kualitas yang hampir sama dan termasuk ke dalam kelompok kualitas baik. Informasi kadar abu sangat bermanfaat terutama dalam industri cat. Kadar abu yang tinggi menunjukan kandungan bahan mineral yang tinggi pada damar
23
mata kucinng. Keberaddaan bahan mineral dap pat mengakkibatkan renndahnya mu utu cat yang dihassilkan (Nam miroh 1998)).
kadar abu (%)
8.00 6.00
A
4.00
B
2.00
C
0.00
D PT.BKG
E KRUI
PT.W WGM
Abu A
Tempat penggambilan
Gambar 7 Pengaruh mutu denggan pengelo ompokan tem mpat pengaambilan terh hadap kadar Abuu. 4.5 Bilanggan Asam Billangan asam m merupakkan parametter yang menunjukan asam bebas dan tingkat keerusakan daamar karenaa hidrolisis molekul trrigliserida ((Namiroh 1998). Damar mata kucing mutu B dari Krui memiliki m bilaangan asam m yang tereendah (20,16), seedangkan bilangan asam a terting ggi (30,26) terdapat pada damar mutu abu dari PT. P WGM (Tabel ( 9). Tabel 9 Pengaruh mutu m dengaan pengelom mpokan tem mpat pengaambilan terh hadap bilangan assam Mutu Damar D
Bilangan Asam A PT.BKG KRUII PT.W WGM 20,68 27,,13 22,57 21,59 21,46 27,,26 22,25 22,89 28,,30 24,84 23,95 29,,48 23,73 23,71 29,,87 24,69 26,22 30,,26
Rerata Mutu 23,47A 23,44A 24,48AB 26,09C 25,77BC 27,06C
A B C D E Abuu Rerata Tempat T Pengam mbilan 23,26b 23,15a 28,72a Keterangaan: 1) A, AB B,B, BC, C hasil uji jarrak bergandda Duncan teerhadap mu utu 2) a, b, hasil uji u jarak berganda Duncan teerhadap teempat pengambilan
24
Mutu damar mata kucing yang tinggi umumnya memiliki nilai bilangan asam yang rendah (Gambar 8). Perbedaan bilangan asam dapat dipengaruhi oleh kadar air dalam damar mata kucing. Kadar air damar yang semakin tinggi maka bilangan asam yang dihasilkan juga semakin tinggi. Menurut Namiroh (1998), keberadaan air dalam damar dapat menyebabkan molekul trigliserida dalam damar terhidrolisis menjadi alkohol dan asam bebas yang bersifat reaktif. Selain itu bilangan asam juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Damar mata kucing yang disimpan terlalu lama dapat menimbulkan adanya reaksi oksidasi, sehingga semakin banyak asam bebas yang bersifat reaktif. Hasil analisa sidik ragam pengelompokan lokasi pengambilan dan mutu damar mata kucing yang berbeda memiliki nilai bilangan asam yang berbeda nyata. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan menunjukan bahwa bilangan asam pada damar mata kucing mutu A, B, dan C tidak berbeda nyata. Selain itu lokasi pengambilan PT. BKG dan Krui juga tidak berbeda nyata. Semua mutu damar mata kucing yang diuji telah memenuhi SNI 01-29001999, yang mensyaratkan nilai bilangan asam damar mata kucing antara 19-36. Mengacu kepada hasil statistik dan SNI, damar mata kucing mutu A, B, dan C memiliki bilangan asam yang hampir sama dan dapat dikelompokan ke dalam mutu yang baik. Dikaitkan dengan pemanfaatannya, damar mata kucing dengan bilangan asam yang rendah lebih dikehendaki dibandingkan dengan damar mata kucing yang memiliki bilangan asam yang tinggi. Bilangan asam yang rendah merupakan salah satu karakteristik resin yang penting dalam pembuatan produk dari resin. Semakin banyak asam bebas maka akan menghasilkan produk yang semakin tidak tahan lama karena bersifat korosif terutama jika produk tersebut dicampur dengan pigmen yang berunsur logam (Namiroh 1998).
25
35 5.00
Bilangan Asam
30 0.00
A B C D E Abu
25 5.00 20 0.00 15 5.00 10 0.00 5 5.00 0 0.00 P PT.BKG
KRUI Tempat Penggambilan
PT.WGM
Gambar 8 Pengaruh mutu denggan pengelo ompokan tem mpat pengaambilan terh hadap bilangan asam. a 4.6 Bilanggan Penyab bunan Billangan pennyabunan merupakan n parameteer yang diigunakan untuk u menentukaan jumlah asam a bebaas dan terik kat serta meerupakan gaambaran pan njang rantai moolekul asaam resin (Namiroh 1998). Daalam peneentuan bilaangan penyabunaan seluruh asam resiin disabunk kan dengann cara direeaksikan deengan larutan baasa disertai pemanasan p (Wiyono dan d Silitongga 2001). Beesarnya bilaangan penyabunaan berkisarr 21,27-50,335. Nilai teerendah dim miliki damaar mutu A yang berasal daari Krui, seddangkan nillai tertinggii merupakaan damar deengan mutu u Abu yang berassal dari PT.WGM (Tabbel 10) . Muutu damar mata kuccing yang tinggi um mumnya meemiliki bilaangan penyabunaan yang renndah (Gambbar 9). Men nurut Jacobbs (1986) ddalam Wiyo ono et al. (2010), bilangan penyabunan p n mempunyaai hubungann erat dengaan berat mollekul, m i berat moleekul rendahh akan mem mpunyai bilaangan dimana daamar yang mempunyai penyabunaan yang tinnggi.
26
Tabel 10 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan Mutu Damar
Bilangan Penyabunan PT.BKG KRUI PT.WGM 25,45 21,27 34,64 28,18 24,15 34,92 29,45 24,17 36,04 37,02 34,91 37,31 37,37 33,97 44,18 38,69 38,64 50,35
Rerata Mutu 27,12A 29,08A 29,89A 36,41B 38,51C 42,56D
A B C D E Abu Rerata Tempat 29,52a 39,57b Pengambilan 31,22a Keterangan: 1) A, B, C dan D hasil uji jarak berganda Duncan terhadap mutu damar 2) a dan b hasil uji jarak berganda Duncan terhadap tempat pengambilan damar Secara statistik pengelompokan lokasi pengambilan dan mutu damar mata kucing yang berbeda menghasilkan nilai bilangan penyabunan yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa mutu A, B, C saling tidak berbeda nyata dan menurut lokasi pengambilan, damar mata kucing dari PT. BKG tidak berbeda nyata dari Krui. Mengacu hasil statistik dapat diketahui bahwa mutu A, B, dan C memiliki nilai bilangan penyabunan yang hampir sama dan masuk ke dalam kualitas yang baik karena bilangan penyabunannya rendah. Wiyono dan Silitonga (2001) melaporkan bahwa
berkurangnya asam bebas yang terkandung dalam damar
mata kucing akan mengurangi pula bilangan penyabunannya.
27
Bilangan Penyabunan
60.0 00 50.0 00 A
40.0 00
B 30.0 00
C
20.0 00
D
10.0 00
E Ab bu
0.0 00 PT.BKG
KRUI
P PT.WGM
empat Pengam mbilan Te
Gambar 9 Pengaruh mutu denggan pengelo ompokan tem mpat pengaambilan terh hadap bilangan penyabunan p n. 4.7 Titik Lunak L Tittik lunak merupakan m suhu diman na damar mata m kucingg mulai berrubah dari wujudd padat meenjadi semi padat. Suh hu titik lunaak damar m mata kucing yang diuji berkkisar 88,00--126,00°C. Titik lunak k tertinggi dimiliki ooleh damar mata kucing muutu Abu yaang berasall dari PT.W WGM, sedaangkan titikk lunak tereendah dimiliki olleh damar mutu m A yangg juga berassal dari PT.W WGM (Tabbel 11). Beesarnya titikk lunak dappat dipengarruhi oleh kadar k kotoraan dalam daamar. Keberadaaan kotoran yang y semakkin tinggi daapat meninggkatkan titikk lunak. Ko otoran dapat mennyebabkan terbentuknnya ikatan dengan sennyawa dalaam damar mata kucing seehingga terbbentuk sennyawa baru yang mem miliki rantaai molekul lebih panjang. Namun N dem mikian dam mar mata kucing k muttu E yang memiliki kadar k kotoran tinnggi dibanddingkan denngan mutu C, ternyataa memiliki rrerata titik lunak yang lebihh rendah. Haal ini didugga erat kaitan nnya dengaan keberadaan minyak atsiri. a Menurut Wiyono W dann Silitonga (2001), sem makin tingggi kandungan minyak atsiri dalam dam mar maka titik lunaknyya semakin n rendah. Tiitik lunak yyang lebih tinggi t dapat jugga disebabkkan oleh jumlah j ikaatan rangkaap yang berkurang akibat a terjadinyaa reaksi okssidasi, sehinngga panass yang dibuutuhkan unntuk melunaakkan damar akaan lebih besar dibandinngkan dengaan damar yaang memilikki ikatan ran ngkap lebih banyyak (Larasatti 2007).
28
Tabel 11 Pengaruh mutu dengan pengelom mpokan tem mpat pengaambilan terh hadap titik lunak Mutu Damar D
L (°C) Titik Lunak PT T. BKG KRUI K PT.W WGM 9 95,25 9 90,00 88 8,25 9 97,00 9 99,50 88 8,00 9 97,75 9 99,75 91 1,75 9 96,50 1001,00 93 3,75 9 98,00 9 95,00 91 1,75 103,50 1006,75 12 26,00
Reerata M Mutu 91,17A 94,83A 96,42A 97,08A 94,92A 1122,08B
A B C D E Abuu Rerata Tempat T Pengam mbilan 9 97,79 9 98,67 96 6,58 Keterangaan: 1) A dann B hasil ujii jarak bergaanda Duncaan terhadap mutu damaar Haasil analisa sidik ragam m menunju ukan bahwaa mutu dam mar mata ku ucing yang berbbeda memiliki nilai titik t lunak yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan D meenunjukan bahwa b mutu A, B, C, D dan E saling tidak berrbeda nyata, sehhingga dapat dikategoorikan ke dalam d kelom mpok kualitas yang sama. s Berdasarkkan SNI 01-2900-19999 persyaraatan titik lunak l damaar mata ku ucing nilainya anntara 95-120°C. 140.0 00
titik lunak °C
120.0 00 100.0 00
A
80.0 00
B
60.0 00
C
40.0 00
D E
20.0 00
A Abu
0.0 00 PT.. BKG
KRUI
P PT.WGM
empat pengambilan Te
Gambar 10
Penggaruh mutuu dengan pengelompokan temppat pengam mbilan
terhadap titik t lunak.
29
4.8 Pengaruh Pengelompokan Damar Mata Kucing Secara Visual Terhadap Kondisi Perdagangan. Di pasar domestik, pengelompokan damar mata kucing berdasarkan ukuran bongkahan, warna, dan kebersihan dijadikan dasar penentuan harga jual damar mata kucing. Damar yang memiliki ukuran bongkahan besar dan warna yang semakin kuning jernih berharga jual semakin mahal, dan sebaliknya damar yang memiliki ukuran bongkahan semakin kecil dan warna yang semakin gelap berharga jual semakin murah. Harga damar mata kucing mutu A di PT. WGM yaitu sebesar Rp45.0000,00/kg sedangkan mutu B dan C dijual dengan harga Rp40.000,00/kg dan Rp35.000,00/kg. Penggunaan damar mata kucing dalam industri sebetulnya tidak mementingkan ukuran bongkahan akan tetapi lebih berdasarkan pada sifat fisikokimia yang dimiliki damar mata kucing. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan pada tingkat eksportir maupun industri, bahwa sebelum dilakukan pembelian biasanya konsumen akan melakukan pengujian sifat fisiko-kimia terlebih dahulu. Hasil uji fisiko-kimia merupakan cara untuk memastikan bahwa mutu damar mata kucing yang dibeli sesuai dengan permintaan pembeli. Misalnya industri cat akan lebih menyukai damar mata kucing yang memiliki bilangan asam dan kadar abu yang rendah. Hasil pengujian sifat fisiko-kimia pada penelitian ini menunjukan bahwa damar mata kucing yang memiliki ukuran bongkahan berbeda ternyata memiliki sifat-sifat yang hampir sama, terutama damar mata kucing mutu A, B, dan C. Praktek pengelompokan mutu secara visual yang masih dilakukan sampai saat ini dapat menguntungkan pembeli atau konsumen, tetapi merugikan produsen ditingkat hulu. Konsumen dapat membeli damar mata kucing dengan sifat fisikokimia yang baik dengan harga yang lebih murah, karena ukuran bongkahan yang lebih kecil. Sementara itu, produsen hulu dirugikan karena walaupun damar mata kucing dengan kualitas baik dihargai murah yang disebabkan ukuran bongkahan yang lebih kecil.
30
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Damar mata kucing dengan mutu yang tinggi berdasarkan klasifikasi secara visual, berkecenderungan memiliki nilai kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, titik lunak, dan bahan tidak larut dalam toluena yang rendah. Namun penentuan mutu damar mata kucing secara visual masih bersifat subjektif. Walaupun damar mata kucing mutu A, B, dan C yang dikelompokan secara visual memiliki ukuran bongkahan yang berbeda tetapi hasil pengujian fisiko-kimia menunjukan nilai yang hampir sama dan dapat dikelompokkan ke dalam mutu yang baik setara mutu A. 5.2 Saran Pengelompokan mutu damar mata kucing berdasarkan warna dan ukuran bongkahan ternyata masih bersifat subjektif dan belum representatif, sehingga diperlukan pengelompokan damar mata kucing dengan lebih objektif, misalnya berdasarkan sifat fisiko-kimia dan kandungan utama yang terdapat dalam damar mata kucing. Untuk melengkapi informasi sifat fisiko-kimia damar mata kucing hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian kandungan utama damar mata kucing yang paling berpengaruh terhadap mutu damar mata kucing.
31
DAFTAR PUSTAKA Boer E, Ella AB. 2001. Plant Resources of South-East Asia 18: Plant producing ekudates. Bogor: Prosea Foundation. Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. Hadjib N, Abdurrachman. 2005. Sifat fisis mekanis kayu damar mata kucing bekas sadapan dan kemungkinan pemanfaatannya untuk kayu konstruksi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 (2005)3: 177-185. Larasati, F. 2007. Pemurnian Beberapa Mutu Damar Mata Kucing (Shorea javanica) dengan Sistem Pemanasan. [skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. [karya ilmiah]. Medan: Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Sumatera Utara. Lukman, AH. 2001. Cara Penyadapan yang Dapat Meningkatkan Produksi Damar Mata Kucing. Di dalam: Prosiding Ekspose Hasil Penelitian BTR Palembang. Palembang. Mulyono, N. 2009. Ekstrak Damar untuk Bahan Pengeruh dan Fosforilasi Damar untuk Bahan Pemberat. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Mulyono N, Apriantono A. 2004. Sifat fisik, kimia, dan fungsional damar. Jurnal teknologi dan industri pangan XV (2004)3: 245-252. Namiroh, N. 1998. Pemurnian Damar (Shorea javanica) dengan Kombinsi Pelarut Organik. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sakinah, N. 2006. Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Damar Mata Kucing (Shorea javanica) Untuk Meningkatkan Farmer Share Petani. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sari, RK. 2002. Isolasi dan Identifikasi Komponen Bioaktif dari Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. Et V). [Thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Setianingsih, N. 1992. Pemurnian Damar (Shorea javanica) dengan Menggunakan Pelarut Organik dan Bahan Pemucat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
32
Setiawati T, Purwantiningsih, Husaeni, EA. 2001. Penapisan senyawa anti rayap dari getah S. javanica dan Shorea Leprosula. Buletin Kimia (2001) 1: 101-105. Standar Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2900-1999. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Sudarmalik, Rochmayanto N, Purnomo. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan Sumatera Barat. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan (2006): 199-219. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan. Sumadiwangsa, S. 2000. Pemanfaatan Resin untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Sekitar Hutan. Di dalam: Prosiding Lokakarya Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan. Trison, S. 2001. Kajian Kelayakan Usaha Sistem Pengelolaan Repong Damar Mata Kucing (S. javanicaK et V) di Krui Lampung. [skripsi] Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Ianstitut Pertanian Bogor. Wijayanto, N. 2002. Analisis strategis sistem pengelolaan repong damar di pesisir Krui, Lampung. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 8 (2002) 1: 39-49. Wiyono, B. 1998. Mempelajari pemisahan minyak atsiri dari damar mata kucing dan sifat fisiko-kimia residunya. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15 (1998) 6: 363-370. . 2000. Percobaan pemisahan minyak damar mata kucing dengan penyulingan secara kering pada kondisi vakum. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18 (2000) 1: 27-39. Wiyono B, Silitonga T. 2001. Pengaruh jenis dan mutu damar terhadap rendemen dan sifat fisiko-kimia damar yang dimurnikan. BuletinPenelitian Hasil Hutan19 (2001) 2: 103-115. Wiyono B, Sofyan K, Kurniasih D, Hastoeti, P. 2001. Pengaruh lama penyulingan secara kering pada kondisi vakum terhadap rendemen dan sifat fisikokimia residu damar mata kucing. Buletin Penelitian Hasil Hutan 19 (2001) 2: 89-101. Zulnely. 2010. Pengolahan Damar di Krui Lampung. Di dalam: Prosiding Lokakarya Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Analisa sidik ragam terhadap nilai kadar air Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
40.714
7
5.816
4.911
.001
Intercept
87.547
1
87.547
73.917
.000
Mutu
38.331
5
7.666
6.473
.000
Lokasi pengambilan
2.384
2
1.192
1.006
.378
Error
33.163
28
1.184
Total
161.425
36
Corrected Total
73.877
35
Lampiran 2 Uji lanjut Duncan terhadap kadar air Subset Mutu
N
1
A
6
.7300
B
6
.8033
C
6
.8567
D
6
1.4067
E
6
1.8767
Abu
6
Sig.
2
3.6833 .113
1.000
35
Lampiran 3 Analisa sidik ragam terhadap kadar abu Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
153.836
7
21.977
16.417
.000
Intercept
65.502
1
65.502
48.931
.000
Mutu
142.015
5
28.403
21.217
.000
Lokasi Pengambilan
11.821
2
5.910
4.415
.022
Error
37.483
28
1.339
Total
256.820
36
Corrected Total
191.318
35
Lampiran 4 Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu Subset Mutu
N
1
2
A
6
.0467
B
6
.0600
C
6
.0633
D
6
.2783
E
6
Abu
6
2.1983 5.4467
Sig.
.755
1.000 Subset
Lokasi pengambilan
N
1
KRUI
12
.7650
PT.WGM
12
1.1542
PT.BKG
12
Sig.
3
2
2.1275 .417
1.000
1.000
36
Lampiran 5 Analisa sidik ragam terhadap bilangan asam Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
308.880
7
44.126
36.552
.000
Intercept
22585.581
1
22585.581
1.871E4
.000
Mutu
66.354
5
13.271
10.993
.000
Lokasi pengambilan
242.527
2
121.263
100.448
.000
Error
33.802
28
1.207
Total
22928.264
36
Corrected Total
342.683
35
Lampiran 6 Uji lanjut Duncan terhadap bilangan asam Subset Mutu
N
1
B
6
23.4350
A
6
23.4617
C
6
24.4817 24.4817
E
6
25.7717 25.7717
D
6
26.0783
Abu
6
27.0567
Sig. Lokasi pengambilan
2
.129
.052 Subset
N
1
KRUI
12 23.1525
PT.BKG
12 23.2725
PT.WGM
12
Sig.
3
2
28.7175 .791
1.000
.064
37
Lampiran 7 Analisa sidik ragam terhadap bilangan penyabunan Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1817.717
7
259.674
27.391
.000
Intercept
40765.629
1
40765.629
4.300E3
.000
Mutu
1090.206
5
218.041
22.999
.000
Lokasi pengambilan
727.511
2
363.755
38.370
.000
Error
265.448
28
9.480
Total
42848.794
36
Corrected Total
2083.165
35
Lampiran 8 Uji lanjut Duncan terhadap bilangan penyabunan Subset Mutu
N
1
2
A
6
27.1217
B
6
29.0833
C
6
29.8917
D
6
E
6
Abu
6
4
34.7467 38.5050 42.5567
Sig.
.152
1.000
1.000
Subset
Lokasi pengambilan
N
1
KRUI
12
28.6867
PT.BKG
12
PT.WGM
12
Sig.
3
2
3
32.6933 39.5725 1.000
1.000
1.000
1.000
38
Lampiran 9 Analisa sidik ragam terhadap titik lunak Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.039
7
.006
7.073
.000
Intercept
1005.953
1
1005.953
1.266E6
.000
Mutu
.038
5
.008
9.652
.000
Lokasi pengambilan
.001
2
.000
.625
.543
Error
.022
28
.001
Total
1006.014
36
Corrected Total
.062
35
Lampiran 10 Uji lanjut Duncan terhadap titik lunak Subset Mutu
N
1
A
6
91.1667
B
6
94.8333
E
6
94.9167
C
6
96.4167
D
6
97.0833
Abu
6
Sig.
2
1.1208E2 .130
1.000
39
Lampiran 11 Analisa sidik ragam terhadap bahan tidak larut dalam toluena Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.159
7
.023
7.444
.000
Intercept
780.696
1
780.696
2.554E5
.000
Mutu
.155
5
.031
10.172
.000
Lokasi pengambilan
.004
2
.002
.626
.542
Error
.086
28
.003
Total
780.940
36
Corrected Total
.245
35
Lampiran 12 Uji lanjut Duncan terhadap bahan tidak larut dalam toluena Subset Mutu
N
1
B
6
0.1950
C
6
0.2157
A
6
0.2767
D
6
3.6517
E
6
Abu
6
Sig.
2
3
3.6157 8.8617 20.8617
.346
.142
1.000