SIFAT FISIKA MEKANIKA DAN POTENSI KAYU HITAM (Diospyros pilosanthera Blanco) DI CAGAR ALAM TANGKOKO, SULAWESI UTARA Ady Suryawan, Anita Mayasari dan Julianus Kinho Balai Penelitian Kehutanan Manado Jl. Raya Adipura, Kima Atas, Mapanget, Manado;
[email protected] ABSTRAK Potensi kayu hitam (Diospyros pilosanthera Blanco) cukup tinggi karena memiliki fenotip berdiameter mencapai 1 meter lebih, tinggi bebas cabang mencapai 20 meter, termsuk pohon dominan di Cagar Alam Tangkoko terbukti dari nilai INP diurutan ke empat tertinggi serta permudaan alaminya cukup banyak. Informasi mengenai sifat fisika dan mekanika kayu hitam jenis ini masing sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sifat fisika mekanika kayu hitam di Cagar Alam Tangkoko agar nantinya dapat dikembangkan sebagai kayu pertukangan. Metode penelitian menggunakan ASTM D.143-94. Hasil penelitian sifat fisika menunjukan bahwa berat jenis 0,628, kadar air segar 42,37 dan kadar air kering udara 11,98% dan besar penyusutan kondisi segar ke kering udara 3,02% dan penyusutan kondisi segar ke kering tanur 4,75%. Sifat mekanika yang didapatkan antara lain MOR 1.025,57 kg/cm 2, MOE 132,23 x 103 kg/cm2, tegangan batas proporsi 842,53 kg/cm2, kekuatan sejajar serat 446,02 kg/cm2, keteguhan tekan tegak lurus serat 255,59 kg/cm2, keteguhan sejajar serat 130,75 kg/cm2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kayu hitam termasuk dalam kelas kuat kayu II berpotensi sebagai bahan kontruksi, parquet, kusen, plywood (face) perkakas dan berbagai tipe furniture baik dalam ruangan maupun luar ruangan. Kata kunci: Fisika, mekanika, kayu, Diospyros, eboni
I. PENDAHULUAN Kayu hitam D. pilosanthera memilikipersebaran yang cukup luas. Menurut Alrasyid (2002) persebarannya meliputi Sulawesi (Minahasa, Gorontalo, Banggai, Muna, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Kalimantan (Kutai, Bulungan, Berau, Tarakan, Tidung), Maluku (Morotai, Buru, Tanibar, Halmahera) dan Irian Jaya. Jenis ini merupakan jenis eboni dengan daerah persebaran terluas selain eboni jenis Diospyros ferra, Diospyros macrophylla dan Diospyros rumphii. Cagar Alam Tangkoko ditetapkan sejak tahun 1919 dengan luas 4.446 ha. Menurut Suryawan dkk, (2012), Cagar Alam Tangkoko memiliki keanekaragaman jenis kayu paling sedikit 147 jenis yang tergolong dalam 102 marga dan 47 suku. Lebih jelas menurut Kinho dkk. (2010), lima jenis kayu dominan yaitu Cananga odorata Hook. f. et Th. memiliki INP mencapai 40,36%, Alstonia scholaris R. Br. memiliki INP 17,49%, Drypetes neglecta memiliki INP 17,11%, D. pilosanthera Blanco memiliki INP 9,91% dan Buchanania arborescens Bl. dengan INP sebesar 9,68% dan memiliki fenotip yang bagus karena diameter dapat mencapai di atas 1 meter dan tinggi bebas cabang lebih dari 20 meter. Data Kinho dkk. (2010) menunjukkan rata-rata permudaan setiap pohon induk D. pilosanthera mencapai 437 anakan berkisar antara 50–2000 anakan setiap pohon. Pemanfaatan kayu hitam Sulawesi yang sangat terkenal adalah jenis Diospyros celebica, sedangkan kayu hitam jenis khususnya D. pilosanthera Bl. belum banyak pemanfaatannya. Informasi sifat-sifat dasarnya kayu jenis ini masih sangat minim sehingga jenis ini jarang dimanfaatkan. Menurut Idris dkk. (2008), sifat dasar fisika mekanika sangat berperan penting dalam menentukan keseuaian jenis kayu terhadap produk olahan kayu dalam industri pengolahan. Selain itu dengan mengetahui sifatnya maka resiko kerusakan selama pengolahan, penyimpanan, pengiriman dan pemakian dapat dihindari sehingga dapat meningkatkan efisiensi bahan baku kayu. Pengujian sifak fisika dan mekanika kayu merupakan pengujian destruktif sehingga untuk meminimalisir penggunaan kayu maka pengujian menggunakan metode ASTM D. 143-94. Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat fisika dan mekanika kayu hitam jenis D. pilosanthera dari Cagar Alam Tangkoko.
56 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
II. METODOLOGI Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan adalah kayu eboni (D. pilosanthera Bl.) yang telah tumbang namun masih segar yang ada di Cagar Alam Tangkoko. Sampel yang digunakan memiliki diameter 35 cm (dbh), tinggi total 23 m dan batas cabang pertama 15 meter, yang berdasarkan lingkaran tahun maka diperkirakan berumur 21 tahun. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian batang bawah, tengah dan atas pada bulan Agustus 2011. Ciri-ciri kayu berwarna terang terdapat garis-garis hitam, keras. Pengambilan sampel dari pohon ini dilakukan karena pada kawasan konservasi tidak boleh dilakukan kegiatan yang mempengaruhi struktur sedangkan kelimpaham di luar konservasi belum dijumpai dan sangat sulit untuk ditemukan. Alat-alat yang digunakan gergaji belah, gergaji potong, pembuatan sampel uji dan pengujian sifat fisika dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Kayu Fakultas Kehutanan UGM sedangkan sifat mekanika dilakukan di Lab. Mekanika Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Analisis Data Data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis ditabulasi dan dianalisis, dihitung nilai rata-rata, simpangan baku, nilai minimum dan maksimum serta dibandingkan dengan hasil pengujian serupa sesuai dengan yang standar ada. III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Sifat Fisika Jenis kayu eboni yang diujikan merupakan kayu tumbang yang belum lama sehingga akan mempengaruhi kadar air basahnya, sehingga kadar air basah yang didapat bukanlah kadar air segar sebenarnya. Penyebab tumbang diduga disebabkan oleh adanya angin karena akar tercerabut. Kondisi tapak berada pada kelerengan yang landai. Sampel kayu memiliki warna putih bergaris-garis hitam seperti zat ekstraktif. Garis tersebut seperti ornament bebas, sehingga memberi warna yang unik. Bau dari kayu eboni tidak memiliki karakter yang spesifik. Serat kayu relatif lurus, sehingga menimbulkan kilap. Tekstur halus, kesan raba halus, kayu keras dan berat. Hasil pengujian sifat fisika kadar air dan berat jenis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kadar air dan berat jenis kayu pada beberapa kondisi. Hasil pengujian kadar air basah berkisar 11,65% pada daerah sekitar kulit hingga 60,47% pada daerah dekat empulur, sehingga kadar air rata-rata pada saat basah menjadi kecil. Hasil pengujian berat jenis D. pilosanthera saat kering tanur berkisar antara 0,627-0,667. Sampel yang diuji menunjukan bahwa pada daerah tengah kayu memiliki berat jenis lebih tinggi daripada daerah empulur dan kulit, lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Den Berger (1923) dalam Idris (2008), nilai berat jenis ini diklasifikasikan ke dalam golongan kelas kuat II karena berada pada kisaran 0,6-0,9.
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 57
Gambar 2. Berat jenis dari dekat hati ke kulit Nilai perubahan dimensi dan rasio dilakukan pengukuran pada tiga kondisi yaitu pada saat segar, kering udara dan kering tanur. Hasil penghitungan disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Perubahan dimensi dan ratio t/r pada tiga kondisi. Ratio T/R pada ketiga perubahan kondisi memiliki angka di bawah 2. Menurut Sasmuko (2010), karakter rasio <2 menunjukkan bahwa kayu tersebut relatif mudah diolah baik dalam proses pengeringan maupun proses pemesinannya selain itu menunjukan bahwa stabilitas dimensi relatif stabil. Lebih jelas menurut Kasmudjo (2010), kisaran nilai rasio T/R 1,30–1,49 merupakan kayu stabil, mudah dikerjakan dengan hasil finishing memadai dan mempunyai peluang cukup baik sebagai bahan mebel dan kerajinan. b. Sifat Mekanika Sifat mekanika merupakan salah satu sifat penting yang harus diketahui dalam pengolahan hasil hutan kayu. Menurut Idris (2008), sifat mekanis merupakan keteguhan atau kekuatan kayu dalam menahan beban diperoleh dari hasil pengujian dengan menggunakan contoh uji. Hasil pengujian sifat-sifat mekanika yang dapat dilakukan pada sampel yang didapat meliputi 1) Keteguhan lengkung statik, 2) Keteguhan Tekan sejajar serat, 3) Keteguhan tekan tegak lurus serat, 4) Keteguhan geser sejajar serat. Tabel 1. Rata-rata nilai keteguhan lengkung statik Keteguhan Lengkung Statik Dekat Hati Tengah Dekat kulit Rata-rata
MoE ( x10³ kg/cm²)
MOR (kg/cm²)
121,17 131,08 144,44 132,23
1.026,62 1.034,41 1.015,69 1.025,57
Tegangan Batas Proporsi (kg/cm²) 834,37 955,51 737,71 842,53
Berdasarkan Tabel 1 di atas, rata-rata nilai MOR (modulus of repture) menurut Den Berger (1923) dalam Idris (2008) tergolong dalam kelompok kayu dengan kelas kuat II yaitu berkisar antara 725–1.100
58 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
kg/cm2, sedangkan berdasarkan nilai tegangan batas proporsi dikelompokan dalam kelas kuat I karena lebih dari 650 kg/cm2. Lebih jelas untuk melihat kekuatan kayu terhadap pembebanan dapat dilihat Gambar 4.
Gambar 4. Grafik deformasi kayu beberapa sampel saat uji lengkung statis Berdasarkan Gambar 4 diatas, pada saat beban mencapai tegangan pada batas proporsi, grafik semua sampel yang diuji hanya 1 yang menunjukan terjadinya grafik menurun drastis. Hal ini dapat diketahui bahwa kayu ini memiliki keuletan yang tinggi karena deformasi terjadi tidak terlalu signifikan. Grafik yang mengalami penurunan drastis terjadi pada sampel yang paling dekat dengan hati. Kayu dekat empulur/hati merupakan kayu yang mengalami perubahan berat jenis atau seringg disebut kayu juvenile, sehingga kekuatannya masih relatif belum stabil.
Gambar 5. Rerata keteguhan tekan pada beberapa posisi horizontal Hasil pengujian pada Gambar 5 menunjukkan bahwa keteguhan sejajar serat memilikki nilai paling tinggi kemudian disusul tegak lurus dan geser. Hal ini menunjukan bahwa kayu D. pilosanthera memiliki kekuatan terbaik saat menahan beban sejajar serat seperti untuk tiang. Nilai kekuatan ini hampir mencapai dua kali lipat dari kekuatan menahan beban secara tegak lurus dan dibanding pada keteguhan geser, nilai sejajar serat hampir mencapai empat kali lipatnya. c. Kualitas Kayu D. pilosanthera Bakh dibanding dengan Diospyros celebica Bakh dan kayu sekelasnya Dunia perdagangan eboni yang selama ini kita kenal adalah kayu dari famili Ebenaceae dengan species Diospyros celebica.Jenis ini endemik Sulawesi dan merupakan jenis eboni paling sempit daerah persebarannya yaitu tersebar di daerah Parigi, Poso, Donggala, Maros, Maluku dan Mamuju (Alrasyid, 2002). Jenis D. celebica tumbuh baik pada ketinggian kurang dari 400 mdpl dan berada pada punggung-punggung bukit. Jenis ini merupakan kayu mewah kebanggaan Indonesia dan diekport dengan harga yang tinggi. Puncak volume ekspor selama kurun waktu 1969 sampai 1982 menurut Sanusi (2002) mencapai 114.341,678 m3, sehingga menyebabkan populasi eboni semakin terbatas. Oleh karena itu, sekarang dilindungi oleh pemerintah daerah setempat dan pernah diusulkan untuk masuk dalam Apendix II CITES.
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 59
Perbandingan sifat fisika–mekanika pada Tabel 2 di bawah ini akan menunjukan bahwa kayu D. pilosanthera memiliki potensi yang baik. Tabel 2. Perbandingan sifat fisika mekanika kayu eboni D. pilosanthera dan D. celebica Bakh (Martawijaya et al., 2005) No. 1. 2.
Sifat/karakteristik Fisika Berat Jenis Penyusutan T/R
3. 4. 5. 6. 7.
Mekanika Keteguhan lentur pada batas proporsi (kg/cm2) Modulus of Rapture (kg/cm2) Modulus of Elasticity (1000 kg/cm2) Keteguhan sejajar serat (kg/cm2) Keteguhan tegak lurus serat (kg/cm2)
8.
Keteguhan geser sejajar serat (kg/cm2)
D. celebica
D. pilosanthera
1,09 (1,01–1,27) 1,25%
0,628 (0,57-0,65) 3,27%
b 633 / k 786 b 921 / k 1.130 b 134 / k 150 b 435 / k 614 b 44,3 /k 72,6 (Radial) b 46,8 /k 56,9 (Tangensial) b 84,9 /k 57,7 (Radial) b 100,4 / k 64,6 (Tangensial)
842,53 (737,71– 955,51) 1.025,57 (1.015,69–1.034,41) 132,23 (121,17–144,44) 446,02 (420,79– 470,46) 255,59 (242,63– 276,79) 130,75 (128,31–134,34)
Berdasarkan data Tabel 2, nampak bahwa berat jenis D. pilosanthera jauh di bawah D. celebica. Berat jenis merupakan indikator utama dalam menentukan kelas kuat suatu kayu. Menurut Suryawan (2009), berat jenis berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan, semakin cepat pertumbuhan akan menyebabkan penurunan berat jenis. Berdasarkan berat jenis tersebut dapat diketahui bahwa D. pilosanthera memeliki riap pertumbuhan yang lebih tinggi, sehingga berat jenis hasil pembentukannya rendah. Tinggi berat jenis akan berpengaruh terhadap keawetan kayu terhadap deteriorasi kayu, umur pakai dan proses pengerjaan kayu. Semakin tinggi berat jenis, maka kualitas hasil pemesinan seperti pembentukan, pemboran, penyerutan, pembubutan, pengampelasan akan semakin tinggi. Namun berat jenis mempengaruhi energi yang digunakan dalam pengerjaan, semakin tinggi berat jenis akan menyebabkan energy yang dibutuhkan untuk suatu jenis pengerjaan semakin tinggi. Berat jenis kayu juga berpengaruh terhadap proses perpindahan (pengiriman, pengangkutan) Pada sifat mekanika, keteguhan lentur pada batas proporsi, MOR dan MOE kedua jenis menunjukan nilai yang relatif mendekati. Nilai keteguhan pada batas proporsi D. pilosanthera lebih besar daripada D. celebica, sedangkan MOR dan MOE memiliki nilai di bawahnya namun masih kisaran nilainya masih saling bersinggungan. Hal ini menunjukan bahwa D. pilosanthera juga memiliki keteguhan cukup tinggi terhadap tekanan. Dibandingkan dengan jenis kayu sekelasnya (kelas kuat II) seperti kayu jati (Tectona grandis) menurut Martawijaya (1981) memiliki keteguhan pada batas proporsi mencapai 718 (kg/cm2), MOR 1.031 (kg/cm2) dan MOE 127,7 (1.000kg/cm2), maka kayu D. pilosanthera memiliki keunggulan pada sifat keteguhan pada batas proporsi dan MOE-nya. Berdasarkan berat jenisnya, jati lebih tinggi yaitu 0,677 (0,62–0,75) sedangkan D. pilosanthera hanya 0,628. Perbandingan ini menunjukan bahwa D.pilosanthera merupakan kayu yang baik berdasar sifat mekanika dan pertumbuhaannya diduga lebih cepat daripada jati maupun D. celebica. Pemanfaatan kayu eboni (D. celebica) adalah sebagai kayu istemewa sehingga banyak dimanfaatkan sebagai face (plywood), mebel kelas mewah, alat music (biola, gitar), bahan konstruksi dan bahan yang membutuhkan kekuatan tinggi seperti kapal (Sumiasri dan Setyowati, 2006). Sedangkan jati menurut Martawijaya (1981) dapat digunakan sebagai bahan konstruksi seperti tiang, gelagar, rangka atap, kusen, jendela, pintu, gelagar, kayu perkakas, bantalan rel kereta, mebel, kapal dan berbagai peralatan yang membutuhkan deformasi yang kecil. Melihat potensi kedua jenis kayu tersebut, D. pilosanthera diduga dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, parquet, plywood (face), perkakakas dan berbagai tipe mebel bailk indoor maupun outdoor. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasar berat jenis kayu 0,628 dan keteguhan lentur maksimum (MOR) 1.025,57 kg/cm 2, maka D. pilosanthera merupakan kayu dengan kelas kuat II. Penyusutan rasioa T/R ke kering tanur mencapai 4,75%, kadar air kering udara 11.98. Sifat mekanika yang didapatkan yaitu MOE 132,23 x 10 3 kg/cm2, tegangan 60 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
batas proporsi 842,53 kg/cm2, kekuatan sejajar serat 446,02 kg/cm2, keteguhan tekan tegak lurus serat 255,59 kg/cm2, keteguhan sejajar serat 130,75 kg/cm2. Kayu hitam (D. pilosanthera Bl.) memiliki sifat fisika mekanika yang baik dan berpotensi sebagai bahan kontruksi, parquet, kusen, plywood (face) perkakas dan berbagai tipe furniture baik dalam ruangan maupun luar ruangan. Potensi D. pilosanthera yang baik ini perlu adanya kajian terhadap kualitas kayu olahannya. DAFTAR PUSTAKA Alrasyid, H. 2002. Kajian Budidaya Pohon Eboni. Berita Bilogi Volume 6, Nomor 2. Halaman 219-225. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI. Bogor. Idris, M.M., dkk. 2008. Atlas Hand Book 4st. Puslitbang Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor. Kasmudjo. 2010. Peluang Kayu Mindi, Pinus Dan Trembesi Sebagai Bahan Mebel Dan Kerajinan. Prosiding Mapeki 13 : 182 – 192. Bali. Kinho, J., Suryawan, A., Mayasari, A. Halawane, J.E., dan Lekitoo, K. 2010. Dinamika Populasi Kajian Habitat dan Populasi Jenis-Jenis Eboni (Diospyros spp.) Pada Kawasan Konservasi Di CA.. Tangkoko, TN. Bogani Nani Wartabone dan TN. Aketajawe Lolobata. Laporan HasilPenelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado. Sasmuko, S.A., 2010. Karakteristik Kayu Lokal Untuk Rumah Woloan di Propinsi Sulawesi Utara. Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Sumiasri, N. dan Setyowati, N. 2006. Pengaruh Beberapa Media pada Pertumbuhan Bibit Eboni (Diospyros celebica Bakh) melalui Perbanyakan Biji. Biodiversitas. Vol. 7 Nomor 3: 260-263. Bogor Suryawan, A. 2009. Pengaruh Durasi Pemakaian Pisau dan Tempat Tumbuh Terhadap Kualitas Pemesinan Kayu Jati (Tecnota grandis) di KBMIK Cepu. Skripsi. UGM. Yogyakarta (tidak dipulikasikan). Suryawan, A., Mayasari, A. dan Kinho, J. 2012. Potensi Dan Strategi Pengelolaan Sumber Plasma Nutfah Jenis-Jenis Pohon Di Cagar Alam Tangkoko. Makalah Ekspos Balai Penelitian Kehutana Manado. Manado.
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 61