Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015
PENGARUH PROPORSI PASTA LABU KUNING DAN CABAI RAWIT SERTA KONSENTRASI EKSTRAK ROSELLA MERAH TERHADAP SIFAT FISIK KIMIA ORGANOLEPTIK SAUS LABU KUNING PEDAS The Effect of Proportion of Pumpkin Paste and Hot Chili with Concentration of Extract Roselle on Physicochemical and Organoleptic of Hot Pumpkin Sauce Atika Yahdiyani Ikhsani1*, Wahono Hadi Susanto1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Labu kuning (Cucurbita moschata) adalah tanaman yang mudah tumbuh, produktif dan tidak begitu sulit dalam perawatan. Keberadaannya melimpah, kurang termanfaatkan, dan nilai ekonomisnya sangat rendah karena masih dianggap sebagai makanan inferior. Labu kuning merupakan sumber kalori, vitamin A, dan mengandung beta-karoten yang tinggi. Harga cabai cenderung fluktuatif, karena tingkat konsumsi yang tinggi dan tidak diimbangi dengan produktivitas. Permintaan pasar akan saus sambal terus meningkat, diversifikasi produk saus dari pasta labu kuning dan cabai rawit dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Pasta labu kuning berfungsi sebagai bahan pengisi dan penstabil. Pembuatan pasta lebih mudah, praktis, dan ekonomis apabila dibandingkan dengan proses penepungan. Untuk menghasilkan saus yang berwarna merah, digunakan pigmen antosianin dari ekstrak kelopak bunga rosella, sehingga menghasilkan saus labu kuning pedas yang kaya dengan senyawa antioksidan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu proporsi labu kuning dan cabai rawit (70:30, 80:20, 90:10) serta konsentrasi ekstrak kelopak kering bunga rosella merah (10, 20, 30 %). Perlakuan terbaik diperoleh dari proporsi labu kuning : cabai rawit 90:10 dan konsentrasi ekstrak rosella 10% dengan nilai kadar air 90.33 %, total karoten 281.09 ppm, total antosianin 8.01 ppm, aktivitas antioksidan 78.82 %, pH 3.88, viskositas 11180 cP, total padatan terlarut 8.93 %Brix, rendemen 82.11 %, kecerahan 31.98, dan nilai 0Hue 56.05 berwarna oranye. Kata kunci: Antioksidan, Antosianin, Ekstrak, Karoten ABSTRACT Pumpkin (cucurbita moschata) is a plant that easy to grow, productive and also easy to maintain. Its existence is abundant, underutilized, and a very low economic value because it is still regarded as an inferior food. Pumpkin is a source of calories, vitamin A, and contains high level of beta-carotene. The prices of chili are fluctuating, due to high levels of consumption and not offset by productivity. Market demand of chili sauce will continue to rise, diversification of paste sauce and hot chili from pumpkin can be an alternative to overcome these problems. The hot pumpkin sauce derived from the main ingredients such as pumpkins and hot chili with the addition of roselle extract. Pumpkin paste serves as filler and stabilizer. The process to create paste is easier, more practical, and more economical than the flouring process. Anthocyanin pigments from roselle flower are used to produce red sauce, resulting in a hot pumpkin sauce with a lot of antioxidant compounds. This research was carried out by determining the best formulation hot pumpkin sauce using randomized block design (RBD) consists of 2 factors. Factor I = proportion of pumpkin and hot chili (70:30, 80:20, 90:10) and Factor II = concentration of the extract dried roselle flower (10, 20, 30 %). the best treatment results from proportion of pumpkin and hot chili 90:10 with 499
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 concentrations of extract roselle 10 %. The best treatment results of hot pumpkin sauce are water content 90.33 %, total carotenoids 320.08 ppm, total anthocyanin 8.01 ppm, antioxidant activity 78.82 % , pH 3.88 , viscosity 11180 centripoise, total dissolved solids 8.93 % Brix, yield 82.11 %, brightness 31.98, and the value of 0Hue orange 56.05. Keywords: Antioxidants, Anthocyanins, Carotene, Extracts PENDAHULUAN Saus adalah produk berbentuk pasta yang dibuat dari bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma serta rasa yang merangsang [1]. Saus labu kuning pedas adalah saus yang diperoleh dari bahan utama waluh yang matang dan baik, dengan penambahan cabai rawit dan pewarna rosella. Saus menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat modern yang hidup di perkotaan maupun pedesaan. Produsen biasanya lebih mengutamakan keuntungan dari pada memperhatikan nilai gizi produk makanan. Permasalahan yang sangat mengkhawatirkan adalah ketika bahan baku produksi mengalami peningkatan yang dapat memicu terjadinya penyalah gunaan bahan berbahaya pada produk pangan atau bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang telah ditentukan. Labu kuning (C. moschata) sebagai bahan baku utama pembuatan saus labu kuning pedas karena dapat tumbuh subur di Indonesia, mampu beradaptasi di berbagai iklim, dan dapat ditanam secara tumpangsari dengan tanaman palawija. Hal tersebut mendatangkan nilai tambah tersendiri, bahkan dapat menjadi cadangan makanan ketika musim kemarau [2]. Organisasi Pangan dan Pertanian dari PBB (FAO) menyatakan bahwa produksi labu kuning di dunia pada tahun 2011 diperkirakan lebih dari 24.3 juta ton dari 1.7 juta hektar lahan pertanian [3]. Penggunaan labu kuning berfungsi sebagai subtitusi harga cabai yang fluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Cabai rawit (Capsicum frutesence L.) dalam proporsi yang sedikit (10%-30%) berfungsi sebagai pemberi rasa pedas dengan kandungan zat Capsaicine (C18H27O3N) tertinggi dibandingkan dengan jenis cabai merah besar dan cabai hijau besar [4]. Menurut survei Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Aceh Utara, koefisien keragaman harga bulanan cabai untuk periode bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 sebesar 33.19% [5]. Faktor warna juga sangat penting guna menunjang daya jual dan ketertarikan konsumen. Rosella mengandung vitamin C, pigmen antosianin dan kalsium yang berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah tinggi, antiseptik saluran pencernaan dan sebagai antioksidan [6]. Pigmen antosianin dari ekstrak rosella dalam kondisi asam berwarna merah, mudah larut dalam pelarut polar seperti air sehingga mudah diaplikasikan dalam produk saus labu kuning pedas [7]. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh proporsi labu kuning dengan cabai rawit dan konsentrasi kelopak bunga rosella terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik saus labu kuning pedas. BAHAN DAN METODE Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik,sendok, kompor gas, panci, blender, mixer, dan timbangan digital. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu thermometer, cawan petri, labu ukur, pipet volumetric, beaker glass, erlenmeyer, tabung reaksi, buret, bola hisap, kolom kromatografi, desikator, pH meter, spektrofotometer, shaker waterbath, dan color reader. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Labu kuning, cabai rawit, kelopak bunga rosella kering, cuka makanan 25% merk Dixi. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain adalah aquades, KCl, HCl, NaOH yang diperoleh dari toko Makmur Sejati dan Laboratorium Biokimia dan Analisis Pangan Universitas Brawijaya. 500
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 Metode Penelitian Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dua faktor, faktor 1 proporsi labu kuning : cabai rawit yang terdiri dari 3 level dan faktor 2 konsentrasi ekstrak kelopak kering bunga rosella yang terdiri dari 3 level, sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan. Faktor 1 : Proporsi labu kuning dan cabai rawit (%) L1 = 70 : 30 L2 = 80 : 20 L3 = 90 : 10 Faktor 2 : Konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosella R1 = 10% R2 = 20% R3 = 30% Tahapan Penelitian 1. Ekstraksi Pewarna dari Kelopak Bunga Rosella Ekstraksi rosella yang dilakukan berdasarkan pada modifikasi [8] dan [9], melalui tahapan: - Bunga rosella kering disortasi kemudian dan ditimbang sebanyak 300+0.005g. - Bunga rosella dihaluskan dengan mesin penggilingan kasar. - Serbuk rosella kering ditambah air 1000+0.005 ml (rasio bahan : air 30%). - Proses ekstraksi selama 15 menit pada suhu 600C menggunakan. - Ekstrak kemudian disaring dengan kain saring agar terpisah ampas dan filtratnya. - Ekstrak yang didapatkan diambil (v/v) sebanyak 10%, 20%, dan 30%. 2. Pembuatan Pasta Labu Kuning Pembuatan pasta labu kuning berdasarkan pada modifikasi [10], melalui tahapan: - Labu kuning disortasi, dicuci, dibersihkan, dan diperkecil ukurannya 4-5 cm. - Daging buah dikukus (steaming) dengan suhu 1000C selama 15 menit dan dikups - Daging buah digiling hingga menjadi pasta yang homogen. 3. Pembuatan Pasta Cabai Rawit Pembuatan pasta cabai rawit berdasarkan pada modifikasi [10], melalui tahapan: - Cabai rawit yang didapat disortasi, dicuci, dan dibersihkan dari tangkainya - Cabai rawit dikukus (steaming) dengan suhu 1000C selama 15 menit. - Cabai rawit yang telah dikukus dilakukan penggilangan hingga menjadi pasta. 4. Pembuatan Saus Labu Kuning Pedas Pembuatan saus labu kuning pedas yang dilakukan dalam penelitian ini modifikasi [11], melalui tahapan: - Pasta labu kuning dan pasta cabai ditimbang (70:30, 80:20, 90:10), kemudian diaduk hingga homogen dengan menggunakan mixer dan ditambahkan cuka 25% merk dixi sebanyak 12.5% dari total berat. - Pasta ditambahkan ekstrak rosella (10,20,30%) dan dikentalkan 900C, 10 menit. - Saus dipindahkan dalam plastik PE steril ukuran 500ml dalam keadaan panas. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Bahan Baku Parameter yang dianalisis meliputi kadar air, pH, total karoten dan total antosianin. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat Tabel 1. Parameter kimia bahan baku pembuatan saus labu kuning memiliki nilai yang hampir sama dengan penelitian literatur, namun terjadi perbedaan kadar total karoten labu kuning, cabai rawit dan total antosianin ekstrak rosella dari literatur. Perbedaan tingkat parameter kemungkinan disebabkan karena berbagai faktor seperti cuaca, iklim, proses pemeliharaan bahan baku, waktu tanam atau usia bahan baku, kondisi tanah, dan lokasi tanam. Proses pemanasan dapat mengoptimasi mutu dengan memperpanjang umur simpan bahan pangan yang mudah rusak. Pengolahan dengan 501
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 proses pemanasan dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisiko-kimia, nutrisi, turunnya aktivitas mikroba dan aktivitas enzim [17]. Tabel 1. Data Analisis Bahan Baku Parameter Hasil analisis Literatur Kadar air (%) 83.27 pH 5.50 Total karoten (ppm) 441.05 Aktivitas Antioksidan(%) 86.71 Pasta labu Kadar air (%) 90.57 kuning pH 6.12 Total karoten (ppm) 303.91 Aktivitas Antioksidan(%) 76.10 Kelopak bunga Kadar air (%) 16.25 rosella kering Total antosianin (ppm) 177.54 Aktivitas Antioksidan(%) 64.83 Ekstrak pewarna pH 2.85 kelopak bunga Total antosianin (ppm) 160.41 rosella Aktivitas Antioksidan(%) 53.79 Cabai rawit Kadar air (%) 73.51 merah pH 5.45 Total karoten (ppm) 562.80 Aktivitas Antioksidan(%) 84.12 Pasta cabai rawit Kadar air (%) 78.60 merah pH 6.20 Total karoten (ppm) 355.98 Aktivitas Antioksidan(%) 75.21 Sumber: a. [9], b. [10], c. [12], d. [13], e. [4], f. [14], g. [15], h. [16] Sampel Labu kuning
89.47 c 5.66d 404.98h 92.24b 5.30b 7.60f a
2.23 190.92a 53.68a 85.00e 5.11g 611.54g -
Karakteristik Kimia dan Fisik Saus Labu Kuning Pedas Tabel 2 merupakan data hasil penelitian terhadap karakteristik kimia dan fisik saus labu kuning pedas akibat pengaruh perlakuan proporsi pasta labu kuning : cabai rawit dan konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 2. Analisis Karakteristik Saus Labu Kuning Pedas Berdasarkan Pengaruh Proporsi pasta Labu Kuning : Cabai Rawit Proporsi Kadar Total Aktivitas Rendemen TPT Viskositas pasta Labu: Air (%) Karoten Antioksidan (%) (%Brix) (cP) Cabai (ppm) (%) 70:30 88.36 a 206.44 a 67.57 a 80.56 c 10.36 b 7036.67 a 80:20 89.56 b 257.25 a 70.58 b 70.58 b 9.63 a 7253.33 a 90:10 90.09 c 337.28 b 80.56 c 67.57 a 9.59 a 8138.89 b BNT 1% 0.72 57.35 2.87 2.87 0.70 848.53 Keterangan: 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 kali ulangan, 2. Angka yang didampingi huruf yang tidak sama dalam satu kolom menunjukkan berbeda sangat nyata (a = 0.01) Tabel 3. Analisis Karakteristik Saus Labu Kuning Pedas Berdasarkan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Rosella Ekstrak Total Aktivitas Nilai Rendemen TPT Viskositas Warna Warna Rosella Antosianin Antioksidan pH (%) (% (cP) (L) (OHue) (%) (ppm) (%) Brix) 10 8.49a 71.48a 3.85c 74.20b 9.19a 10847.78b 32.40c 53.51b 20 15.77b 73.03ab 3.64b 73.03ab 10.04b 6095.56a 28.50b 38.55a 30 22.05c 74.20b 3.46a 71.48a 10.34b 5485.56a 26.37a 31.47a 502
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 BNT1% 1.54 0.14 0.70 848.53 1.02 9.33 BNT5% 2.08 2.08 Keterangan: 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 kali ulangan, 2. Angka yang didampingi huruf yang tidak sama pada BNT 1% dalam satu kolom menunjukkan berbeda sangat nyata (a = 0.01), 3. Angka yang didampingi huruf yang tidak sama pada BNT 5% dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (a = 0.05) a. Kadar Air Kadar air menjadi faktor utama dalam menentukan kualitas suatu produk. Hasil analisis berkisar antara 88.03% – 90.33%. Kadar air mengalami peningkatan seiring dengan proporsi pasta labu kuning yang bertambah, cabai rawit yang berkurang, dan bertambahnya konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 2. Menunjukan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan proporsi 90:10 dan kadar air terendah diperoleh pada perlakuan proporsi 70:30. Hal ini diduga karena kadar air bahan baku labu kuning 83.27%, lebih tinggi dibandingkan dengan cabai rawit 73.51%. Adanya uap air yang dihasilkan dari proses pengukusan menempel ke bagian permukaan labu kuning kemudian masuk dan meresap ke dalam daging buah, semakin banyak proporsi pasta labu kuning maka semakin banyak air yang meresap dalam daging buah. Air yang meresap dalam pasta merupakan air teradsorbsi. Air teradsorbsi tersebut terserap pada permukaan koloid makromolekul (protein dan pati) labu kuning. Air didalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu air bebas, air terikat lemah atau air teradsorbsi, dan air terikat kuat. Air bebas dan air teradsorbsi inilah yang terhitung dalam proses pengukuran kadar air, karena jumlahnya yang dominan dibanding dengan air terikat kuat yang jumlahnya sangat kecil dan membentuk hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik [18]. b. Total Karoten Hasil analisis rerata total karoten saus labu kuning pedas berkisar antara 187.10 ppm – 353.99 ppm. Total karoten meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi labu kuning dan menurunnya proporsi cabai rawit, serta meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata total karoten tertinggi diperoleh pada perlakuan proporsi 90:10, sedangkan rerata total karoten terendah diperoleh pada perlakuan proporsi 70:30. Hal tersebut disebabkan karena proporsi pasta labu kuning yang lebih banyak dibandingkan dengan proporsi cabai rawit yang sedikit. Kandungan total karoten bahan baku labu kuning 441.05 ppm, setelah dijadikan pasta menjadi 303.91 ppm, cabai rawit merah 562.80 ppm, dan setelah menjadi pasta 355.98 ppm. Total karoten cabai rawit yang lebih besar dari pada total karoten pasta labu kuning tidak akan mempengaruhi total karoten saus menjadi lebih kecil karena proporsinya sangat sedikit. Jumlah total karoten pada saus labu kuning pedas juga dipengaruhi oleh proses pengolahan. Penelitian ini melaui proses termal suhu 600C (pengukusan) dan 1000C (Pengentalan saus). Pengaruh proses termal tersebut menyebabkan struktur betakaroten menjadi tidak stabil dan isomernya berubah bentuk, dan proses blanching suhu 650C-950C dapat menyebabkan penurunan kadar trans beta karoten sebesar 20.47 % [12] [19]. c. Total Antosianin Hasil analisis rerata Total antosianin saus labu kuning pedas berkisar antara 8.42 – 22.14 ppm. Total antosianin cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 3 menunjukan bahwa rerata total antosianin tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi 30%, sedangkan rerata total antosianin terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 10%. Penambahan ekstrak rosella berbanding lurus dengan total antosianin. Peningkatan total antosianin pada konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi disebabkan karena kandungan pigmen antosianin yang terekstrak jumlahnya lebih banyak. Hasil menunjukan bahwa saus labu kuning pedas memiliki total antosianin yang rendah meskipun terjadi peningkatan total antosianin yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi ekstrak rosella. 503
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 Pigmen alami antosianin dalam produk memiliki kestabilan yang rendah. Kestabilan pigmen antosianin dipengaruhi oleh ph, cahaya, suhu, oksidator, dan enzim antosianase. Selama proses pembuatan saus labu kuning pedas, terjadi proses pemanasan dan adanya cahaya, yang menyebabkan dekstruksi antosianin, suhu mempercepat proses degradasi antosianin pada produk minuman bersoda berbasis antosianin [20] [21]. Besarnya konsentrasi ekstrak rosella menunjukkan banyaknya jumlah pigmen antosianin ditambahkan dalam produk. Proses pengolahan produk dengan proses yang sama dengan pemanasan sari buah arbei pada 100°C selama 1 jam [22], akan menghasilkan jumlah destruksi antosianin yang sama yaitu menyebabkan destruksi antosianin 50%. Sehingga pada saat ditambahkan ekstrak dengan jumlah yang lebih banyak akan menghasilkan kadar antosianin yang lebih tinggi. d. Aktivitas Antioksidan Hasil analisis aktivitas antioksidan berkisar antara 66.67% – 81.59%. Aktivitas antioksidan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi pasta labu kuning : cabai rawit, dan meningkatnya konsentrasi ekstrak pewarna rosella. Tabel 2. dan Tabel 3. Menunjukan bahwa nilai aktivitas antioksidan tertinggi didapat dari proporsi 90:10 dan konsentrasi 30%, sedangkan nilai aktivitas antioksidan terendah didapat dari proporsi 70:30 dan konsentrasi 10%. Meningkatnya aktivitas antioksidan disebabkan karena labu kuning dan cabai rawit mengandung senyawa-senyawa yang memiliki sifat fitokimia. Senyawa yang terkandung dalam labu kuning dan cabai rawit seperti vitamin C, vitamin E, total karoten, total xantofil, dan total fenol. Berdasarkan uji korelasi antara total karoten terhadap aktivitas antioksidan saus labu kuning pedas, diketahui bahwa total karoten berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan sebesar 96.1% (R2=0.961). Total karoten memiliki korelasi positif terhadap aktivitas antioksidan saus labu kuning pedas. Semakin tinggi total karoten, aktivitas antioksidan saus labu kuning semakin tinggi. Bunga rosella termasuk dalam tanaman yang mengandung senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan tersebut dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan saus labu kuning pedas. Senyawa antioksidan yang terkandung dalam bunga rosella adalah pigmen antosianin, gliikosida fenol dan glikosida flavonoid [9]. Pigmen antosianin, glikosida fenol dan glikosida flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar yang dapat terekstrak oleh pelarut polar seperti air. Sehingga ketika konsentrasi ekstrak rosella meningkat maka jumlah senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan tersebut jumlahnya juga meningkat. Hal tersebut yang mempengaruhi tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak rosella dengan konsentrasi yang tinggi juga [23] [24]. Tingginya aktivitas antioksidan juga dipengaruhi oleh aktivitas biologi dari antosianin yang berhubungan kuat dengan aktivitas antioksidan dalam menjaga oksidasi asam askorbat, dan membentengi dari radikal bebas. e. Nilai pH Hasil analisis nilai pH berkisar antara 3.47% – 3.88%. pH saus labu kuning pedas cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi pasta labu kuning:cabai rawit, tetapi mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 3. menunjukkan bahwa rerata nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi 10%, sedangkan rerata nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 30%. Penurunan pH tersebut diduga disebabkan karena ekstrak rosella bersifat asam, yaitu memiliki pH 2.23 [9]. pH merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan, yang didefinisikan sebagai logaritma aktifitas ion hydrogen [H+]. Asam adalah zat yang bertindak sebagai akseptor elektron dari basa, sedangkan basa adalah zat yang bertindak sebagai pendonor elektron kepada asam [25]. pH asam tersebut dapat menurunkan pH saus labu kuning pedas seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella yang ditambahkan. Suatu larutan apabila ditambah asam maka pHnya akan turun, karena konsentrasi H+ larutan tersebut bertambah besar. Suatu larutan apabila ditambah basa maka pHnya akan meningkat, karena konsentrasi OH- juga meningkat [26]. 504
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 f. Rendemen Hasil analisis nilai rendemen berkisar antara 79.59% – 82.60%. Semakin besar proporsi pasta labu kuning:cabai rawit akan menurunkan rendemen, sedangkan konsentrasi ekstrak pewarna rosella semakin besar akan menaikkan rendemen saus labu kuning pedas. Tabel 2. dan Tabel 3 menunjukkan rerata rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan proporsi 70:30 dan konsentrasi 10%. Rerata rendemen terendah diperoleh dari perlakuan proporsi 90:10 dan konsentrasi 30%. Rendemen saus labu kuning pedas mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Rerata rendemen tertinggi yang diperoleh dari konsentrasi ekstrak rosella tertinggi didapat dari adanya air terikat dalam saus labu kuning pedas yang konsentrasinya meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Peningkatan rendemen juga dapat terjadi karena rendemen ekstrak rosella yang dihasilkan tinggi, sehingga ketika konsentrasinya meningkat terjadi peningkatan rendemen. Rendemen ekstrak rosella menggunakan pelarut air (70.4%) hasilnya lebih besar dari pada menggunakan pelarut air dan etanol 1:1 (68.6%) [8]. g. Total Padatan Terlarut Hasil analisis total padatan terlarut berkisar antara 9.77 % Brix – 10.73 % Brix. Total padatan terlarut cenderung mengalami penurunan seiring dengan proporsi labu kuning yang semakin meningkat, proporsi cabai yang semakin menurun dan konsentrasi ekstrak rosella yang semakin meningkat. Rerata rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan proporsi 70:30 dan konsentrasi 30%. Hal tersebut dikarenakan kadar air cabai rawit 73.51% lebih sedikit dibandingkan dengan kadar air labu kuning 83.27%. Kadar air mempengaruhi jumlah padatan dalam bahan pangan, karena bahan pangan terdiri total padatan dan air. Apabila jumlah air dalam bahan pangan sedikit maka total padatan dalam bahan pangan besar. Total padatan terlarut saus labu kuning dipengaruhi oleh kandungan gula pereduksi dalam labu kuning yaitu 64.16 mg/g FW dari kandungan total gula 106.58 mg/g FW [13]. Komponen-komponen yang terukur sebagai total padatan terlarut meliputi sukrosa, gula pereduksi, asam organik, dan protein. Total padatan terlarut saus labu kuning pedas terendah dihasilkan oleh konsentrasi ekstrak rosella 10%, dikarenakan ekstrak rosella mengandung total asam sebesar 1.264% [9]. Total asam inilah yang terukur sebagai asam organik, sehingga total padatan terlarut saus labu kuning pedas meningkat. Meskipun dengan bertambahnya ekstrak rosella, total padatan terlarut saus bertambah, namun nilainya sangat kecil. Kisaran nilai total padatan adalah 9%-10%. Berdasarkan uji korelasi antara kadar air dan total padatan terlarut saus labu kuning pedas, diketahui bahwa kadar air berpengaruh terhadap total padatan terlarut sebesar 50.9% (R2=0.509). Semakin tinggi kadar air pada saus labu kuning pedas akan mengakibatkan semakin rendahnya total padatan terlarut saus labu kuning pedas. h. Viskositas Hasil analisis viskositas berkisar antara 6333.33 – 11180 cPoise. Viskositas saus labu kuning pedas cenderung meningkat seiring dengan proporsi pasta labu kuning meningkat, cabai rawit menurun dan konsentrasi ekstrak pewarna rosella yang meningkat. Tabel 2. dan Tabel 3. menunjukkan bahwa rerata viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan proporsi 90:10 dan konsentrasi 10%, sedangkan viskositas terendah diperoleh dari perlakuan 70:30 dan konsentrasi 30%. Viskositas saus pasta labu kuning pedas tertinggi dihasilkan oleh perbandingan proporsi pasta labu kuning terbesar dan cabai rawit terendah. Peningkatan dapat terjadi karena pasta labu kuning mengandung pati yang dapat mengalami gelatinisasi pati saat proses pengukusan dan pengentalan saus labu kuning pedas [27]. Perlakuan konsentrasi ekstrak rosella terendah menghasilkan viskositas saus labu kuning pedas tertinggi. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga rosella mengakibatkan kandungan air bahan semakin meningkat. Semakin tinggi viskositas maka semakin sedikit kadar air yang terkandung. Semakin banyak pemanasan makin banyak air yang teruapkan, sehingga makin kental gel yang dihasilkan [28]. Selain itu, 505
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 ekstrak rosella yang ditambahkan dalam konsentrasi tinggi menyebabkan pH menjadi semakin asam. Penambahan gula pasir yang terlalu banyak dalam pembuatan saus akan meningkatkan viskositas saus, tetapi apabila terlalu sedikit akan mempengaruhi pH menjadi rendah yang akan menghambat pembentukan gel pada saat pemanasan [29]. i. Tingkat Kecerahan (L) Hasil analisis tingkat kecerahan (L+) saus berkisar antara 25.61–32.98. Tingkat kecerahan (L+) memiliki nilai 0 yang berarti hitam dan 100 berarti putih. Tingkat kecerahan (L+) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam [18]. Tingkat kecerahan labu kuning pedas cenderung menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi ekstrak rosella. Tabel 3. menunjukkan bahwa Rerata tingkat kecerahan (L+) tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi 10%, sedangkan rerata tingkat kecerahan (L+) terendah diperoleh dari perlakuan konsentrasi 30%. Tingkat kecerahan (L+) saus labu kuning pedas mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak rosella. Semakin banyak konsentrasi ekstrak rosella maka terjadi penurunan kecerahan. Semakin banyak konsentrasi ekstrak rosella maka semakin tinggi konsentrasi pigmen antosianin yang menyebabkan jumlah gugus cromophore semakin banyak [7]. j. Nilai 0Hue Hasil analisis nilai 0hue berkisar antara 29.08 – 56.50, hasil tersebut sesuai dengan 0 range hue 33-0 warna merah, 52-32 warna kuning kemerahan dan 76-51 warna kuning [30]. Tabel 3. menunjukkan bahwa rerata nilai 0hue tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi 10%, sedangkan rerata nilai 0hue terendah diperoleh dari perlakuan konsentrasi 30%. Warna saus labu kuning pedas dipengaruhi oleh ekstrak rosella. Konsentrasi ekstrak rosella semakin tinggi maka warna yang dihasilkan 0hue semakin merah. Warna dari pigmen tersebut dipengaruhi oleh banyaknya gugus hidroksil dan metoksi, jika gugus hidroksil lebih banyak maka warna akan meningkat menjadi biru sedangkan jika gugus metoksi lebih banyak maka warna merah akan meningkat [7]. Berdasarkan uji korelasi antara kadar antosianin dan warna 0hue saus labu kuning pedas, diketahui bahwa kadar antosianin berpengaruh terhadap warna 0hue sebesar 85% (R2=0.850). Semakin tinggi kadar antosianin pada saus labu kuning pedas akan mengakibatkan semakin rendahnya nilai 0hue. Semakin rendah nilai 0hue ini menandakan bahwa warna yang dihasilkan oleh range 0hue semakin merah. Beberapa antosianin berwarna merah dalam larutan asam, ungu dalam larutan netral dan biru dalam larutan alkali [31]. 3. Sifat Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas Pengembangan produk-produk baru perlu memikirkan penerimaan konsumen akan sifat-sifat yang terdapat dalam produk yang bersangkutan. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap parameter organoleptik (rasa, aroma, warna, dan tekstur) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur Saus Labu Kuning Pedas Perlakuan Rasa Pedas Aroma Warna Tekstur L1R1 3.12 3.48 3.52 3.36 L1R2 3.36 3.92 4.04 3.84 L1R3 3.32 3.88 3.96 3.68 L2R1 3.64 4.04 3.64 3.48 L2R2 3.48 3.96 4.12 3.44 L2R3 3.76 4.28 4.16 4.08 L3R1 4.08 3.72 3.60 3.88 L3R2 3.80 3.80 3.68 4.04 L3R3 3.28 3.96 3.88 3.56
506
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 a. Rasa Pedas Rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa pedas saus labu kuning pedas berkisar antara 3.12 (netral) – 4.08 (suka). Rasa pedas saus labu kuning pedas yang banyak disukai oleh konsumen adalah proporsi pasta labu kuning : cabai rawit 90:10 dan konsentrasi ekstrak rosella 10% yaitu sebesar 4.08 (suka). Rasa pedas dipengaruhi oleh kandungan capsaicin cabai rawit. yang merangsang ujung saraf chemoreceptor di kulit, terutama selaput lendir. b. Aroma Rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma saus labu kuning pedas berkisar antara 3.48 (netral) – 4.28 (suka). Menurut konsumen, aroma khas saus labu kuning pedas yang paling disukai adalah saus dengan proporsi pasta labu kuning : cabai rawit 80:20 dan konsentrasi ekstrak rosella 30% yaitu sebesar 4.28 (suka). Aroma asam dipengaruhi oleh kandungan asam cuka. Asam cuka berfungsi sebagai pengatur pH. Penambahan labu kuning yang semakin banyak menyebabkan saus labu kuning pedas memiliki aroma asam yang disertai aroma khas labu [32] yang semakin besar dengan meningkatnya proporsi labu kuning. c. Warna Rerata nilai kesukaan panelis terhadap penampakan warna saus labu kuning pedas berkisar antara 3.52 (netral) – 4.16 (suka). Nilai kesukaan konsumen terhadap warna saus labu kuning pedas tertinggi adalah saus dengan proporsi pasta labu kuning : cabai rawit 80:20 dan konsentrasi ekstrak rosella 30% yaitu sebesar 4.16 (suka). Warna yang dihasilkan dari proporsi tersebut kuning-kemerahan yang tidak terlalu gelap sehingga saus labu kuning pedas memiliki warna yang menarik. d. Tekstur Rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur saus labu kuning pedas berkisar antara 3.36 (netral) – 4.08 (suka). Tekstur saus labu kuning pedas yang paling disukai konsumen adalah saus dengan proporsi pasta labu kuning : cabai rawit 80:20 dan konsentrasi ekstrak rosella 30% yaitu sebesar 4.08 (suka). Tekstur dipengaruhi oleh komponen kimia dan fisik dari labu kuning dan cabai rawit. Tekstur inilah yang menentukan produk saus labu kuning pedas dapat diterima panelis atau tidak. Dari uji organoletik dapat diketahui bahwa produk memiliki penerimaan netral hingga disukai. 4. Pemilihan Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik dengan menggunakan Indeks Efektifitas de Garmo meliputi parameter fisik, kimia, dan organoleptik yang dipilih dari perlakuan dengan nilai produk tertinggi. Berdasarkan perhitungan tersebut didapat perlakuan terbaik dengan proporsi 90:10 dan konsentrasi 10% dapat dilihat pada Tabel 5. Saus labu kuning pedas dengan proporsi pasta labu kuning : cabai rawit 90 : 10 dan konsentrasi ekstrak rosella 10% memiliki parameter yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol yang hanya menggunakan cabai rawit saja. Hasil analisis statistik dengan uji t menunjukkan perbedaan yang signifikan (α=0.05) hampir pada semua parameter yang diuji kecuali parameter padatan terlarut dan warna yang menunjukan perbedaan yang tidak signifikan (tn) antara perlakuan terbaik dengan perlakuan kontrol. Perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa saus labu kuning pedas berbeda dengan saus kontrol dan memiliki karakteristik yang lebih baik.
507
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 Tabel 5. Karakteristik Saus Labu Kuning Pedas Berdasarkan Perlakuan Terbaik dan Perbandingannya dengan Perlakuan Kontrol Parameter Kimia Perlakuan Terbaik (labu Kontrol Uji t dan Fisik kuning : cabai rawit (%) 90:10 (100% cabai (5%) dan ekstrak rosella 10%) rawit) Kadar Air (%) 90.33 79.65 * Total Karoten (ppm) 320.08 277.86 * Total Antosianin (ppm) 8.01 * Aktivitas Antioksidan (%) 78.82 75.19 * pH 3.88 3.73 * Viskositas (cP) 11180.00 8643.33 * T.Padatan Terlarut (%Brix) 8.93 10.87 tn Rendemen (%) 82.11 80.12 * Warna (L) 32.98 48.07 * Warna 0Hue 56.05 65.66 tn Parameter Organoleptik Perlakuan Terbaik Kontrol Aroma 3.72 3.16 Rasa Pedas 4.08 3.12 Tekstur 3.88 3.04 Penampakan Produk 3.60 3.04
SIMPULAN Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proporsi pasta labu kuning : cabai rawit berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar air, total karoten, aktivitas antioksidan, rendemen, total padatan terlarut, dan viskositas. Konsentrasi ekstrak rosella berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap total antosianin, pH, total padatan terlarut, viskositas, kecerahan, dan warna 0hue. Konsentrasi ekstrak rosella berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap aktivitas antioksidan, dan rendemen. Tidak terdapat interaksi antara faktor proporsi pasta labu kuning : cabai rawit dan konsentrasi ekstrak rosella terhadap kadar air, total karoten, total antosianin, aktivitas antioksidan, rendemen, pH, total padatan terlarut, viskositas, tingkat kecerahan, dan nilai 0hue. Hasil analisis organoleptik terhadap 25 orang panelis berada pada skala dapat diterima oleh panelis yaitu skala 3 (netral) hingga 4 (suka). Hasil pemilihan perlakuan terbaik dengan metode de garmo diperoleh dari perlakuan proporsi labu kuning : cabai rawit 90:10 dan konsentrasi ekstrak rosella 10%. Perlakuan terbaik tersebut dibandingkan dengan kontrol menggunakan analisis statistika uji t, menunjukkan perbedaan yang signifikan (α=0.05) pada semua parameter kecuali parameter warna dan total padatan terlarut. DAFTAR PUSTAKA 1) Hambali E, A. Suryani, dan M. Ihsanur. 2006. Membuat Saus Cabai dan Tomat. Penebar Swadaya, Jakarta 2) Sudarto, Y. 1993. Budi Daya Waluh. Penerbit Kanisius, Yogyakarta 3) Anonymous. 2013. Production of C.moschata.
. Tanggal akses: 12/04/2014 4) Setiadi. 1999. Bertanam cabai merah. Penebar Swadaya, Jakarta 5) Anonymous. 2012. Data Potensi Industri Kecil Formal menurut Komoditi 2012. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Aceh Utara 6) Arelano, H.A., S.F. Romero, dan M.A.C.J. Tortoriello. 2004. Effectivencess and Tolerability of a Standardizided Extract from Hibiscus sabdariffa in Patients With Mild to Moderate Hypertention. Phytomedicine 11: 375-382 508
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 7) Vargaz, F.D. dan Lopez, O.P. 2003. Natural Colorants for Food and Nutraceutial Uses. CRC Press, USA 8) Winarti, S. dan Firdaus, A. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian 11 (2) 9) Isnaini, L. 2010. Ekstraksi Pewarna Merah Cair Alami Berantioksidan dari Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan Aplikasinya pada Produk Pangan. Jurnal Teknologi Pertanian 11(1): 18 – 26 10) Provesi, J.G., Dias, C.O., Amboni, R.D., dan Amante, E.R. 2012. Characterisation and Stability of Quality Indices on Storage of Pumpkin (Cucurbita moschata and Cucurbita maxima) Purees. International Journal of Food Science and Technology 47: 67–74 11) Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penerbit Swadaya, Jakarta 12) Yuliani S, Purwani, Setiyanto, Usmiati, dan Raharto. 2003. Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal: Kegiatan Penelitian Labu Kuning. Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian 13) Sharma, S. dan T.V. Ramana. 2013. Nutritional Quality Characteristics of Pumpkin Fruit as Revealed by Its Biochemical Analysis. International Food Research Journal 20(5): 2309-2316 14) Adanlawo dan Ajibade. 2006. Nutritive Value of The Two Varieties of Roselle (Hibiscus sabdariffa) Calyces Soaked with Wood Ash. Pak J Nutr 5:555–557 15) Shaha, R.K., Rahman, S., dan Asrul, A. 2013. Bioactive Compounds in Chilli Peppers (Capsicum annuum L.) at Various Ripening (Green, Yellow And Red) Stages. Annals of Biological Research 4(8): 27-34 16) Carvalho, Gomes, Godoy, Pacecho, S Pacheco, Fernandes, Viana, Nutti, Neves, Vieira, dan Ramos. 2012. Total Carotenoid Content, α-carotene and ß-carotene, of Landrace Pumpkins (Cucurbita moschata Duch): a Preliminary Study. Food Research International 47(12): 337-340 17) Estiasih, T. dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit Bumi Aksara, Malang 18) Andarwulan, Kusnandar, dan Herawati. 2011. Analisis Pangan. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta 19) Erawati, C.M., Tien, R.M., dan Purwiyatno, H. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Setama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar. Forum Pascasarjana 29(4): 289-299 20) Markakis, P. 1982. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc, New York 21) Laleh, F., Heidary, Jameei dan Zare. 2006. The Effect of Light Temperature, pH and Species on Stability of Anthocyanin Pigments in Four Berberies Species. Journal of Nutrition pp. 90-92 22) Meschter, E.E. 1953. Effect of Carbohydrates and Other Factors on Strawberry Product. Dalam Eskin, M. (Ed.). Plant Pigments, Flavor and Textures. Academic Press, New York 23) Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB, Bandung 24) Marston, A., dan Hostettmann, K. 2006. Separation and Quantification of Flavonoids. In Anderson, M., dan Markham, K.R. (Ed.). Flavonoids Chemistry, Biochemistryand Applications. CRC Press, NewYork 25) Krisbiantoro. 2008. Kimia Praktis. Yogyakarta Pustaka Wydiatama, Yogyakarta 26) Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 2013. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan. Alfabeta, Bogor 27) Suismono dan Setyono A. 2002. Pemanfaatan Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi dalam Proses Pembuatan Selai Nanas. Dalam Arsyad, J. Soejitno, A. Kasno, Sudaryono, A.A. Rahmiana, Suharsono, dan J.S. Utomo (eds). Kinerja Teknologi untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor 28) Ginting, E., Y. Widodo, S.A. Rahayuningsih, dan M. Jusuf. 2004. Karakteristik Pati dari Beberapa Varietas Ubi Jalar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 24(1): 8-18 29) Satuhu, S., 1990. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta 509
Sifat Fisik Kimia Organoleptik Saus Labu Kuning Pedas - Ikhsani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.499-510, April 2015 30) Mole, M., T. 1999. Food Color Explained Simply. Bangkok University of Technology, Smith (pp. 131-135) 31) Worlstad, Ronald E., Durst, Robert W., Leeb, dan Jungmin. 2005. Tracking Color and Pigment Hangesin Anthocyanin Products. Trends in Food Science &Technolory, l6, 423428 32) Rahmi, Indriyani, dan Surhaini. 2011. Penggunaan Buah Labu Kuning sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami pada Produk Mie Basah. J. Sains 13 (2)
510