SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING KELINCI HYLA HYCOLE DAN NEW ZEALAND WHITE
ADEL OKTAVIAN PUTRA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci Hyla, Hycole dan New Zealand White adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Adel Oktavian Putra NIM D14120090
ABSTRAK ADEL OKTAVIAN PUTRA. Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci Hyla Hycole dan New Zealand White. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan BRAM BRAHMANTIYO. Hyla dan hycole merupakan kelinci pedaging unggul dengan laju pertumbuhan dan tingkat prolifik yang tinggi. Kedua kelinci tersebut masih relatif baru dikembangkan di Indonesia, sedangkan kelinci new zealand white telah adaptif dan populer sebagai kelinci pedaging. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white berdasarkan sifat fisik dan kimia. Kelinci mulai dipelihara pada kisaran rataan bobot 2 000-2 256 g hingga mencapai bobot akhir 2 700-3 500 g dengan pemberian kualitas pakan yang sama (protein 17.8% dan energi 4098 kcal). Otot longissimus dorsi digunakan sebagai bahan uji sifat fisik, sedangkan daging dari setiap potongan komersial digunakan untuk uji sifat kimia. Hasil uji sifat fisik menunjukkan bahwa rataan nilai pH akhir daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white adalah 5.67, sedangkan untuk susut masak 38.27-39.72%, keempukan 3.10-3.70 kg cm-2 dan DMA 23.75-28.18%. Hasil uji sifat kimia menunjukkan nilai rataan persentase kadar air 75.00-77.26%, abu 1.08-1.14%, lemak 3.29-4.05%, protein 18.15-19.64% dan gross energy 1 327.00-1 521.20 kcal kg-1. Kelinci hyla, hycole dan new zealand white memiliki kualitas daging yang sama baiknya. Kata kunci: hycole, hyla, new zealand white, sifat fisik dan kimia
ABSTRACT ADEL OKTAVIAN PUTRA. Physical and Chemical Properties of Hyla Hycole and New Zealand White Rabbit Meats. Supervised by HENNY NURAINI and BRAM BRAHMANTIYO. Hyla and hycole are two broiler rabbits excel in growth rate and prolificacy. These rabbits are still relatively new in Indonesia, while the new zealand white rabbits had been adaptive and popular as broiler rabbit. This study aimed to compare the quality of hyla, hycole and new zealand white rabbit meats, based on physical and chemical properties. Rabbits started reared at the range of average weight 2 000-2 256 g until it reaches the final weight of 2 700-3 500 g, with the same of feed quality (protein 17.8% and energy 4098 kcal). The longissimus dorsi muscle was used as objects for physical tests, while meat from every parts of commercial cuts for chemical tests. Physical test results showed that average pH value of meat of 5.67, cooking loss of 38.27-39.72%, tenderness of 3.10-3.70 kg cm-2 and WHC of 23.75-28.18%. Chemical test results showed that average of meat moisture of 75.00-77.26%, ash of 1.08-1.14%, fat of 3.29-4.05%, protein of 18.15-19.64% and gross energy of 1 327.00-1 521.20 kcal kg-1. Hyla, hycole and new zealand white rabbits had the same quality of meat. Key words: hycole, hyla, new zealand white, physical and chemical properties
SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING KELINCI HYLA HYCOLE DAN NEW ZEALAND WHITE
ADEL OKTAVIAN PUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, juga kepada Dr Ir Asnath M. Fuah, MS selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih juga kepada Sigid Prabowo, SPt MSc selaku dosen pembahas seminar hasil dan juga kepada Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRur Sc serta Muhammad Baihaqi, SPt MSc selaku dosen penguji sidang skripsi atas segala bantuan, masukan, arahan dan bimbingannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf di kandang penelitian bagian kelinci Balai Penelitian Ternak, Ciawi serta kepada Bapak Eko, Bapak Dudi, Ibu Nurlela, Estifani Fajrin (Laboratorium Ruminansia Besar) dan Ibu Nani (Laboratorium Analitik Kimia) atas segala bantuannya selama masa penelitian. Terima kasih juga kepada rekan tim penelitian: Dana Rahmadiansyah, Rahma Dini Awalia dan Astari Wibiayu Putri atas perjuangan dan kebersamaannya, serta kepada para sahabat terdekat: Anggita Karina Permaditya, Muhammad Rivandi, Zulfarina Said, Siti Nur Karimah, Fajrin Shidiq, Evni Fina Trihidaini, Ichsan Al Hakim, Putri Kusumadewi, Kiki Rizqi Januar, Satria Maulana, IPTP 49, TPB P12, KKP Tajursindang, Basket Fakultas Peternakan dan Teman SMA 1 Bogor atas segala bantuan, masukan dan waktunya selama ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta: Bapak (Iriyadi) dan Ibu (Yanuarita Fitriani), Kakak (Chaerany Amanda Putri), Kakak Ipar (M. Andika Taufik Fauzany), Adik (Zaki Faturahman Akbar), serta keluarga besar Sueb dan Sanubari atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2016 Adel Oktavian Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Prosedur Pemeliharaan Kelinci Pemotongan Kelinci Rancangan Percobaan Analisis Data Peubah HASIL DAN PEMBAHASAN Kelinci Hyla, Hycole dan New Zealand White Sifat Fisik Daging Sifat Kimia Daging SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 5 5 6 8 9 10 12 14
DAFTAR TABEL 1 Sifat fisik daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white 2 Sifat kimia daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white
6 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Analisis ragam nilai pH daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam susut masak daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam keempukan daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam daya mengikat air daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam kadar air daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam kadar abu daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam kadar lemak daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam kadar protein daging hyla, hycole dan NZW Analisis ragam gross energy daging hyla, hycole dan NZW
12 12 12 12 12 12 13 13 13
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia antara tahun 2010 dan 2014 mencapai 1.40% (BPS 2016). Daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat indonesia, seperti daging sapi dan ayam belum mampu menunjukkan pertumbuhan produksi daging yang signifikan tiap tahunnya. Produksi daging sapi hanya mampu mengalami peningkatan sebesar 5.28% antara tahun 2014 dan 2015, demikian juga daging ayam yang hanya mengalami peningkatan sebesar 5.36% (Kementan 2015). Pengembangan jenis ternak penghasil daging dengan tingkat produksi yang tinggi diperlukan sebagai alternatif pangan yang mampu membantu memenuhi kebutuhan daging di Indonesia. Ternak kelinci dapat menjadi salah satu pilihan karena memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dengan interval kelahiran yang pendek, serta tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya. Populasi ternak kelinci di Indonesia tahun 2014 sudah mencapai 1 104 283 ekor dengan persentase peningkatan produksi daging antara tahun 2014 dan 2015 mencapai 16.26% (Kementan 2015). Daging kelinci juga dikenal sebagai daging sehat karena memiliki kadar protein yang tinggi dengan kadar lemak yang rendah jika dibandingkan dengan ternak lainnya. Kadar protein daging kelinci 21.9% dengan kadar lemak 5.5% (Suradi 2005). Kelinci hyla, hycole dan new zealand white merupakan bangsa kelinci pedaging unggul. Kelinci hyla dan hycole memiliki produktivitas, laju pertumbuhan dan daya tahan yang tinggi terhadap penyakit serta mampu mencapai bobot 2 160 g dan 2 550 g pada umur 70 hari (Nizza dan Moniello 1994; Grimaud 2012). Laju pertumbuhan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelinci new zealand white, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kelinci pedaging unggul baru di Indonesia. Keunggulan tersebut harus diimbangi dengan kualitas daging yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai sifat fisik dan kimia daging sebagai salah satu indikator penilaian mutu daging. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white berdasarkan sifat fisik dan kimia. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup pengaruh perbedaan daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white berdasarkan sifat fisik (nilai pH, susut masak, keempukan dan daya mengikat air) dan kimia (kadar air, abu, lemak, protein dan gross energy). Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pengembangan kelinci pedaging unggul di Indonesia.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak, Bagian Kelinci dan Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2016. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan sebanyak 15 ekor (5 ekor hyla, 5 ekor hycole dan 5 ekor new zealand white) umur 3 bulan dengan kisaran bobot awal kelinci hyla 1 885-2 495 g, hycole 1 700-2850 g dan new zealand white 1 710-2 545 g. Daging yang digunakan sebagai bahan uji sifat fisik yaitu otot longissimus dorsi, sedangkan daging bagian foreleg, rack, loin dan hindleg digunakan sebagai bahan analisis proksimat. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya pisau, pengasah, pisau scalpel, plastik, refrigerator, cool box, pH meter, talenan, wadah plastik, tisu, label, panci, termometer bimetal, pinset, corer, warner-bratzler shear force, timbangan digital sartorius, carper press, kertas saring whatman 41, pulpen dan planimeter. Prosedur Kelinci mulai dipelihara di kandang penelitian bagian kelinci, Balai Penelitian Ternak, Ciawi dengan pemberian pakan yang sama pada umur 3 bulan hingga mencapai kisaran bobot akhir 2 700-3 500 g. Setelah kelinci mencapai kisaran bobot akhir, kemudian kelinci masuk dalam tahap pemotongan, pelayuan, parting potongan komersial, deboning, uji sifat fisik dan analisis proksimat. Pemeliharaan Kelinci Kelinci dipelihara dengan pemberian pakan konsentrat (protein 17.8% dan energi 4 098 kcal) dan hijauan serta air minum secara ad libitum . Kelinci hyla dipelihara hingga mencapai bobot akhir 2 700-3 500 g dengan rataan pemeliharaan selama 45.5 hari, hycole 50.4 hari dan new zealand white 56 hari. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi dengan tempat makan, water nipple dan bedding plastik. Pemotongan Kelinci Pemotongan dilakukan setelah kelinci mencapai kisaran bobot akhir 2 700-3 500 g. Kelinci dipuasakan terlebih dahulu sehari sebelumnya dan dipotong pada pagi hari. Kelinci disembelih dengan cara memotong tiga saluran yaitu esophagus, trakhea dan dua pembuluh darah arteri carotis, sehingga proses
3 pengeluaran darah berlangsung sempurna. Setelah proses pemotongan, kemudian dibuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi salah satu kaki belakang lalu digantung. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis, lalu kaki depan dan kaki belakang dipotong pada sendi sikunya. Ekor kemudian dipotong dari pangkalnya, lalu kelinci dikuliti dan isi rongga perut dan dada dikeluarkan, Karkas kemudian dilayukan di dalam referigerator pada suhu ±4 ºC. Keesokan harinya karkas dipotong menjadi empat potongan komersial, yaitu foreleg, rack, loin dan hindleg. Otot longissimus dorsi kemudian dipisahkan untuk bahan uji sifat fisik daging, sedangkan daging bagian foreleg, rack, loin dan hindleg untuk analisis proksimat. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga bangsa kelinci yang berbeda, yaitu hyla, hycole dan new zealand white dengan jumlah ulangan sebanyak lima ekor. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y =μ+α +є ij
i
ij
Keterangan Yij : nilai pengamatan dari bangsa kelinci ke-i pada ulangan ke-j µ : nilai tengah umum αi : pengaruh bangsa kelinci ke-i 𝞮ij : galat percobaan dari bangsa kelinci ke-i pada ulangan ke-j
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan (Gaspersz 1991). Peubah Peubah yang diamati meliputi sifat fisik (pH, susut masak, keempukan dan daya mengikat air) dan kimia (kadar air, abu, protein, lemak, protein dan gross energy) daging kelinci. Nilai pH Daging. Sampel otot longissimus dorsi disiapkan, kemudian pH meter yang telah dikalibrasi pada pH 4 dan 7 ditusukkan ke dalam sampel hingga nilai pH yang tertera pada pH meter konstan. Susut Masak Daging. Sampel otot longissimus dorsi dipotong menjadi bagian yang lebih kecil (±50 g), kemudian termometer bimetal ditusuk ke dalam sampel lalu direbus hingga mencapai suhu internal 81 ºC. Sampel daging kemudian diangkat dan didinginkan hingga beratnya konstan. Persentase dihitung menggunakan rumus dalam Soeparno (2015) sebagai berikut:
4 Keempukan Daging. Sampel otot longissimus dorsi dipotong menjadi bagian yang lebih kecil (±70 g), kemudian termometer bimetal ditusukkan ke dalam sampel lalu direbus hingga mencapai suhu internal 81 ºC. Sampel daging kemudian diangkat dan didinginkan lalu dibentuk silinder sebanyak tiga kali mengikuti alur serat daging dengan menggunakan corer berdiameter 1.27 mm. Daging kemudian dipotong secara melintang menggunakan alat warner-bratzler shear force, lalu dilihat pada skala alat (kg cm-2) sebagai nilai keempukan daging. Daya Mengikat Air (DMA). Sampel 0.3 g disimpan pada bagian tengah diantara dua kertas saring whatman 41 berdiameter 9 mm. Sampel kemudian ditekan menggunakan carper press dengan tekanan 35 kg cm-2 selama 5 menit. Luas area basah yang terlihat pada kertas saring digambar lalu diukur dengan menggunakan planimeter. Besarnya daya mengikat air dihitung menggunakan rumus Hamm dalam Soeparno (2015) sebagai berikut:
Kemudian mg H2O dikonversi dalam persen dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Air (AOAC 2005). Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan almunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100-102 °C selama 16-18 jam. Setelah itu didinginkan di desikator lalu ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus berikut:
Kadar Abu (AOAC 2005). Sampel sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Kemudian diabukan di dalam tanur bersuhu 550 °C sampai pengabuan sempurna. Setelah itu didinginkan di desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut:
Kadar Lemak (AOAC 2005). Sampel sebanyak 5 g (A) dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang beratnya (C). Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut menguap. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C lalu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (B). Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
5
Kadar Protein (AOAC 2005). Sampel ditimbang sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambahkan 2 atau 3 butir batu didih, 2 tablet katalis, 15 mL H2SO4 dan 3 mL 30-35% H2O2. Sampel didestruksi selama 45 menit sampai jernih lalu didinginkan 10 menit. Sampel yang telah didestruksi dituangkan ke dalam labu destilasi lalu ditambahkan 50-75 mL akuades dan lalu dilakukan proses destilasi. Hasil destilasi ditampung 20 mL NaOH dalam labu erlenmeyer yang berisi 25 mL H3BO4 dan 2 tetes indikator brom cherosol green-methyl red. Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak bereaksi basa lagi. Selesai destilasi ujung kondensor dibilas dengan air suling, larutan H3BO4 dititrasi dengan 0.2M HCl standar sampai warna larutan erlenmeyer berubah menjadi merah muda ( . Kadar protein ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Gross Energy (AOAC 2005). Sampel daging 500 mg dibentuk pellet dengan cara dipress, lalu ditimbang (x). Sampel dimasukkan ke dalam cawan yang sudah dipasang elektroda sehingga menyentuh sampel. Cawan dimasukkan ke dalam bom kalorimeter yang berisikan 5 mL methyl orange lalu tutup dan diisi oksigen bertekanan 25 atm. Bom kalorimeter dimasukkan ke dalam buket berisi air 2 000 mL lalu tutup dengan jaket dan diputar selama 5 menit untuk mencari suhu awal konstan (a), lalu dibakar selama 8 menit, sampai mencapai suhu akhir yang konstan (b). Bom kalorimeter dikeluarkan lalu dibilas dengan methyl orange. Air bilasan dititar dengan natrium karbonat (ti) sampai menjadi warna orange. Ukur berapa panjang kawat yang terbakar (k). Gross energy ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelinci Hyla, Hycole dan New Zealand White Kelinci hyla, hycole dan new zealand white merupakan kelinci pedaging impor dari negara Cina, Perancis dan Amerika Serikat. Ketiga bangsa kelinci tersebut memiliki keunggulan laju pertumbuhan yang cepat dengan tingkat prolifik yang tinggi. Bobot kelinci hyla pada umur 70 hari mampu mencapai 2 160 g (Nizza dan Moniello 2000), hycole 2 550 g (Grimaud 2012) dan new zealand white 1 998.30 g (Hernandez dan Rubio 2001). Persentase karkas kelinci hyla mencapai 60.20% pada umur potong 70 hari (Zita et al. 2012),
7 kisaran 1.5-40% (Soeparno 2015). Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki nilai susut masak sebesar 28.82±0.49%, sedangkan kelinci hycole pada umur 83 hari sebesar 31.8±0.60% (Peiretti et al. 2013) dan new zealand white 33.70±0.10% pada umur 70 hari (Lebas and Delmas 1998). Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai susut masak daging ketiga bangsa kelinci dalam penelitian ini. Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan (Soeparno 2015). Semakin tinggi temperatur pemasakan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak juga berhubungan dengan daya mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air, maka persentase susut masaknya rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shanks et al. (2002) bahwa besarnya susut masak dipengaruhi oleh kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging dalam mengikat air. Keempukan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan bangsa kelinci hyla, hycole dan new zealand white tidak berpengaruh terhadap nilai keempukan daging. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki nilai keempukan sebesar 4.52 kg cm-2, sedangkan nilai keempukan daging kelinci hycole pada umur 84 hari dan new zealand white pada umur 77 hari sebesar 5.00 kg cm-2 dan 5.03 kg cm-2 (Lebas 1999). Aktivitas otot dapat mempengaruhi keempukan daging (Brahmantiyo 2000). Aktivitas gerak yang sedikit akan mengurangi kontraksi otot, sehingga keempukan akan meningkat (Soeparno 2015). Kelinci muda lebih aktif dibandingkan dengan kelinci umur yang lebih tua. Oleh sebab itu, hasil daya putus warner-bratzler shear force daging kelinci pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Lebas (1999) dan Fu Qing et al. (2015). Daya Mengikat Air (DMA) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan bangsa kelinci hyla, hycole dan new zealand white tidak berpengaruh terhadap nilai DMA daging. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki nilai DMA sebesar 60.73±0.34%, sedangkan kelinci hycole pada umur 77 hari sebesar 36.09±3.50% (Chrastinova et al. 2009) dan new zealand white 35.63±0.92% (Rafay et al. 2008). Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai DMA daging ketiga bangsa kelinci dalam penelitian ini. Protein daging berperan dalam pengikatan air dalam daging. Kadar protein yang tinggi akan meningkatkan kemampuan daging dalam menahan air sehingga akan meningkatkan nilai DMA daging. Semakin tinggi persentase susut masak, maka nilai DMA semakin rendah. Honikel (1998) menambahkan bahwa DMA juga dapat ditentukan oleh pH akhir. DMA meningkat pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik (5.0-5.1) protein-protein daging (Soeparno 2015).
8 Sifat Kimia Daging Analisis proksimat daging kelinci dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi dalam daging kelinci. Hasil uji sifat kimia daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Sifat kimia daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white Bangsa Kelinci Sifat Kimia New Zealand Hyla Hycole White Air (%) 75.00±2.74 75.53±3.64 77.26±3.27 Abu (%) 1.14±0.02 1.11±0.10 1.08±0.13 Lemak (%) 4.05±1.41 3.29±1.24 3.87±1.01 Protein (%) 19.64±1.16 19.20±2.51 18.15±2.43 GE (kcal kg-1) 1 521.20±168.81 1 460.40±189.41 1 327.00±134.46 Kadar Air Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketiga bangsa tidak berpengaruh terhadap kadar air daging kelinci. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki kadar air sebesar 75.31±0.51%, sedangkan kelinci hycole pada umur 77 hari sebesar 75.47±0.38% (Chrastinova et al. 2009) dan new zealand white 74.00±0.60% pada umur 91 hari (Metzger et al. 2003). Otot mengandung sekitar 75% air dengan kisaran 68-80% (Soeparno 2015). Ternak dengan umur yang lebih muda memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan ternak berumur tua (Purbowati et al. 2006). Hal tersebut disebabkan karena pembentukan protein dan lemak daging pada ternak muda belum sempurna (Rosyidi et al. 2000). Kadar Abu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketiga bangsa tidak berpengaruh terhadap kadar abu daging kelinci. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki kadar abu sebesar 1.22±0.05%, sedangkan kelinci hycole pada umur 83 hari sebesar 1.26±0.02% (Peiretti et al. 2013) dan new zealand white 1.29±0.09% pada umur 91 hari (Metzger et al. 2003). Kadar abu daging ketiga bangsa kelinci pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan kelinci jantan rex dan lokal pada pada umur 120 hari dalam penelitian Brahmantiyo et al. (2014). Hal tersebut dapat dipengaruhi karena pemberian pakan dengan kandungan mineral yang sama. Kadar Lemak Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketiga bangsa tidak berpengaruh terhadap kadar lemak daging kelinci. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki kadar lemak sebesar 0.91±0.08%, sedangkan kelinci hycole pada umur 77 hari sebesar 1.23±0.10% (Chrastinova et al. 2009) dan new zealand white 0.90±0.40% pada umur 91 hari (Metzger et al. 2003). Faktor umur dan bobot potong dapat menjadi penyebab lebih tingginya kadar lemak daging kelinci pada
9 penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian Metzger et al. (2003); Chrastinova et al. (2009) dan Fu Qing et al. (2015). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Purbowati et al. (2006), bahwa kadar lemak daging cenderung meningkat seiring bertambahnya umur ternak. Kadar lemak berkorelasi negatif dengan kadar air daging. Oleh karena itu, ternak dengan umur yang lebih tua cenderung memiliki kadar lemak daging yang lebih tinggi dengan kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang lebih muda. Kadar Protein Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketiga bangsa tidak berpengaruh terhadap kadar protein daging kelinci. Menurut Soeparno (2015) otot mengandung protein sekitar 19% dengan kisaran 16-22%. Hasil penelitian Fu Qing et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla pada umur 70 hari memiliki kadar protein sebesar 22.23±0.28%, sedangkan kelinci hycole pada umur 77 hari sebesar 22.30±0.35% (Chrastinova et al. 2009) dan new zealand white 23.90±0.30% pada umur 91 hari (Metzger et al. 2003). Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein daging ketiga bangsa kelinci dalam penelitian ini. Pemberian pakan dengan kualitas protein yang tinggi akan meningkatkan kadar protein daging. Sebaliknya, pemberian pakan protein rendah akan mengakibatkan kandungan protein dalam daging menjadi rendah (Kartikasari et al. 2001). Gross Energy (GE) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketiga bangsa tidak berpengaruh terhadap kandungan energi daging kelinci. Hasil penelitian Vasko and Juraj (2011) menunjukkan bahwa daging kelinci hyla memiliki kandungan energi sebesar 1 230.06±238.84 kcal kg-1, sedangkan kelinci hycole pada umur 77 hari sebesar 1 003.15±171.25 kcal kg-1 (Chrastinova et al. 2009) dan new zealand white 1 094.08±309.07 kcal kg-1 (Rafay et al. 2008). Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan gross energy daging ketiga bangsa kelinci dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh kandungan energi dalam pakan yang digunakan (Ulil 2000). Arnim (1992) menyatakan bahwa tingkat konsumsi energi ransum dan konsumsi bahan kering yang berbeda dapat berpengaruh terhadap kandungan energi pada daging.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan sifat fisik dan kimia, daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white dalam penelitian ini memiliki kualitas yang sama baiknya.
10 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh perbedaan jenis kelamin atau kisaran bobot potong terhadap sifat fisik dan kimia daging kelinci hyla, hycole dan new zealand white.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 18th ed. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC INTERNATIONAL. Maryland (US): AOAC Int. Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 2001. Principles of Meat Science. Iowa (US): Kendall/Hunt Publishing Co. Arnim. 1992. Pengaruh umur terhadap sifat fisik dan kimia daging sapi peranakan ongole. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Blasco A, Ouhayoun J, Masoero G. 1992. Study of rabbit meat and carcass: criteria and terminology. J Appl Rabbit Res. 15;775-786. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia [Internet]. [diunduh 2016 Februari 16]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/ linkTabelStatis/view/id/1268. Brahmantiyo B. 2000. Sifat fisik dan kimia daging sapi Brahman Cross, Murray Grey dan Angus. Med Vet Indon. 7(2):9-11. Brahmantiyo B, Setiawan MA, Yamin M. 2014. Sifat fisik dan kimiadaging kelinci rex dan lokal (Oryctolagus cuniculus). J Petern Indon. 16(1):1-7. Chrastinova L, Chrenkova M, Polacikova M, Laukova A, Simonova M, Szaboova R, Strompfova V, Onsdruska L, Rafay J,Vasilkova Z, Placha I, Faix S, Haviarova M, Mojto J. 2009. Utilization of an extract product from ginseng supplementation in diets and different energy levels of granulated feed in the nutrition of rabbit. Archiva Zootech. 12(1):72-79. Fu Qing, Zhifei HE, Ruidong GAO, Wei JHU, Hongjung LI. 2015. Effect of slaughter age on carcass and meat quality of hyla rabbits. Food Sci. 36:44-48. Gasperzs V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung (ID): Tarsito. Grimaud. 2012. Manual of Hyplus Rabbits. Roussay (FR): La Corbiere. Hernandez JA, Rubio MS. 2001. Effect of breed and sex on rabbit carcass yield and meat quality. World Rabbit Sci. 9(2):51-56. Honikel KO. 1998. Reference methods ford the assessment of physical characteristic of meat. Meat Sci. 49:447-457. Kartikasari LR, Soeparno, Setiyono. 2001. Komposisi kimia dan studi asam lemak daging dada ayam broiler yang mendapat suplementasi metionin pada pakan berkadar protein rendah. Buletin Peternakan. 25(1):33-39. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Populasi dan produksi daging ternak [Internet]. [diunduh 2016 Februari 16]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datanak.
11 Lebas F, Delmas D. 1998. Exudation during storage and cooking loss rabbit meats: effect image. J Rech Cunicole. 7:115-117. Lebas F. 1999. Some recent french studies on rabbit carcass and meat quality. Hungary Conf on Rabbit Prod. 11:1-7. Nizza A, Moniello G. 2000. Meat quality and caecal content characteristics of rabbit according to dietary and botanical origin of starch. World Rabbit Sci. 1:3-9. Peiretti PG, Gai F, Ratolo L, Brugiapaglia A, Gasco L. 2013. Effect of tomato pomace supplementation on carcass characteristic and meat quality of fattening rabbit. Meat Sci. 95:345-351. Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budi SPS, Lestriana W. 2006. Karakteristik fisik otot longissimus dorsi dan biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J Protein. 13(2):9-16. Rafay J, Novotna K, Mojto J, Bozik A, Chrenek P. 2008. Some meat utility and quality traits of transgenic rabbit. Slovak J Anim Sci. 41(3):121-125. Rosyidi A, Ardhana M, Santoso RD. 2000. Kualitas daging domba ekor gemuk (DEG) betina periode lepas sapih dengan perlakuan docking dan tingkat pemberian konsentrat di tinjau dari kadar air, kadar lemak dan kadar protein. J Ilmu Peternakan. 11(3):39-44. Shanks BC, Wolf DM, Maddock RJ. 2002. Technical note: the effect of freezing on warner bratzler shear force values of beef longissimus steak across several postmortem aging periods. J Anim Sci. 80:2122-2125. Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Suradi K. 2005. Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat Melalui Teknologi Pengolahan Daging Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. [internet]. [30 September 2005 di Bandung]. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hlm 1-5; [diunduh 2016 Jul 10]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.pertanian.go/lklc053.pdf. Ulil A. 2000. Kajian produktivitas sifat fisik-kimia daging sapi Brahman Cross pada ransum yang berbeda. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zita L, Ledvinka Z, Mach K, Kocar J, Klesalova L, Fucikova A, Hartlova H. 2012. The effect of different weaning age on performance in Hyla rabbits. World Rabbit Congress. 61-64.
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis ragam nilai pH daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
0.0027 0.0542 0.0569
0.0013 0.0045
0.29
0.7499
Lampiran 2 Analisis ragam susut masak daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
5.3932 55.1377 60.5309
2.6966 4.5948
0.59
0.5713
Lampiran 3 Analisis ragam keempukan daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
1.0519 15.6214 16.6733
0.5259 1.3018
0.40
0.6764
Lampiran 4 Analisis ragam daya mengikat air daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
48.9553 295.0540 344.0093
24.4776 24.5878
1.00
0.3981
Lampiran 5 Analisis ragam kadar air daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
Bangsa Galat Total
2 12 14
JK 13.9079 125.7908 139.6987
KT 6.9539 10.4826
F Hitung
P
0.66
0.5330
Lampiran 6 Analisis ragam kadar abu daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
0.0073 0.1045 0.1117
0.0036 0.0087
0.42
0.6671
13 Lampiran 7 Analisis ragam kadar lemak daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
5.4676 13.8513 19.3189
2.7338 1.5427
2.73
0.1358
Lampiran 8 Analisis ragam kadar protein daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
Bangsa Galat Total
2 12 14
JK 5.8685 54.3589 60.2274
KT
F Hitung
P
2.9342 4.529
0.65
0.5406
Lampiran 9 Analisis ragam kadar gross energy daging hyla, hycole dan NZW SK
Db
JK
KT
F Hitung
P
Bangsa Galat Total
2 12 14
98676.4 329804 428480.4
49338.2 27483.67
1.80
0.2079
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 24 Oktober 1994 di Kota Bogor dari pasangan Bapak Iriyadi dan Ibu Yanuarita Fitriani. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Sukadamai 3 Kota Bogor, SMPN 5 Kota Bogor dan SMAN 1 Kota Bogor. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur UTM pada tahun 2012. Selain mengikuti pendidikan formal, penulis juga aktif mengikuti pendidikan non formal bidang olahraga bola basket saat di SMPN 5 Kota Bogor, SMAN 1 Kota Bogor, TPB IPB dan Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga mengikuti organisasi Himaproter masa jabatan 2013/2014 dan UKM Bola Basket IPB (2014-2016). Kegiatan kepanitian yang pernah diikuti oleh penulis, antara lain: Livestockphoria (2013 dan 2014), Festival Ayam Pelung Nasional (2014), Dekan Cup (2014) dan MPF (2014). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis yaitu sebagai penerima hibah DIKTI tahun 2015 bidang PKM-K dengan judul “Yoghurt Dry (Yo-Dry) sebagai Pengaplikasian Yoghurt dalam Bentuk Kering”. Penulis juga terlibat dalam kegiatan: Secangkir Ilmu Mahasiswa Serantau (SIMS) tahun 2014 di Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia dan Social Movement on Animal Research (SMART) 2015 di Kabupaten Jombang.