PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ASAM PADA PROSES PICKLE TERHADAP KUALITAS KIMIA KULIT KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE USE EFFECT OF TYPE ACID ON THE PICKLE PROCESSING ON CHEMICAL QUALITY FROM THE SKINS OF NEW ZEALAND WHITE RABBIT BREED Dimas Fauzi Anggara*, Denny Suryanto Sutardjo, Kusmayadi Suradi Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2013 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian mengenai penggunaan jenis asam pada proses pickle terhadap kualitas kimia kulit kelinci peranakan New Zealand White telah dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh penggunaan jenis asam dan mendapatkan presentasi penggunaan jenis asam terbaik pada proses pickle terhadap kualitas kimia kulit kelinci peranakan New Zealand White. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan penggunaan jenis asam, yaitu HCl 1%, HCl 1,5%, HCl 2%, H2SO4 1%, H2SO4 1,5%, H2SO4 2%, HCOOH 1%, HCOOH 1,5%, dan HCOOH 2% dari berat bloten, dengan 3 ulangan. Variabel yang diukur adalah kualitas kimia kulit kelinci (pH, kadar air dan kadar garam) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis asam berpengaruh terhadap kualitas kimia kulit kelinci dan penggunaan HCl sebesar 2% memberikan kualitas kimia terbaik, dengan pH sebesar 2,73; kadar air sebesar 75,73% dan kadar garam sebesar 7,28%. Kata Kunci : Jenis asam, kadar air, kadar garam, kulit kelinci, pH, pickle.
ABSTRACT The research about use of type acid on the pickle processing on chemical quality from the skins of New Zealand White rabbit breed aims to determine effect of using the type of acids and to get the best presentation use acid type on the pickle process against chemical quality from the skins of New Zealand White rabbit breed. Experimental method was Completely Randomized Design (CRD) with nine treatments of using acid type, it’s HCl 1%, HCl 1,5%, HCl 2%, H2SO4 1%, H2SO4 1,5%, H2SO4 2%, HCOOH 1%, HCOOH 1,5%, and HCOOH 2% from the bloten weight, with three replications. The variables measured were quality rabbit skin chemistry (pH, water content and salinity) and to test defferences between treatments using Duncan Multiple Test Area. The results of this research suggest that the type of acid effects to the chemical quality of rabbit skin and the use of 2% HCl gave the best chemical quality, with a pH of 2.73; the water content of 75.73% and the salinity of 7.28%. Keywords : Acid type, pH, pickle, rabbit skin, salinity, water content.
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
PENDAHULUAN Industri penyamakan kulit kelinci masih tergolong jarang di Indonesia, hal ini terlihat dari jarang ditemukannya produk samak yang berasal dari kulit kelinci dibandingkan dengan produk samak yang berasal dari kulit domba, kambing, dan sapi. Pengembangan industri penyamakan kulit kelinci memerlukan bahan baku kulit kelinci yang akan memberikan rangsangan kepada para peternak kelinci untuk lebih mengembangkan usahanya, sehingga mampu meningkatkan nilai jual ternak kelinci dan pendapatan peternak sendiri. Kulit kelinci hasil penyamakan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kerajinan yang nilai jualnya cukup tinggi, misalnya pembuatan jaket bulu, tas, dompet, sepatu dan banyak macam kerajinan lainnya. Kulit merupakan hasil sampingan dari penyembelihan ternak yang mudah mengalami kerusakan baik secara fisik, kimia maupun biologis sehingga perlu adanya penanganan yang mampu mencegah kerusakan kulit dan mempertahankan mutu kulit mentah pada keadaan baik dalam jangka waktu yang lama, cara yang tepat adalah menggunakan metode pengawetan. Beberapa metode pengawetan kulit yang sering digunakan, yaitu pengeringan, penggaraman, dan proses pickle (pengamasan) (Sunarto, 2001). Pickle adalah suatu cairan yang terdiri dari campuran antara asam dengan garam dapur yang berfungsi untuk mengawetkan kulit (Gumilar et al., 2010), dan juga meningkatkan kecepatan meresapnya zat penyamak sehingga dapat menghindari kerusakan rajah, dan merupakan proses awal yang sangat penting pada tahapan pengolahan kulit (Judoamidjojo, 1981). Cairan asam pada pickle bersifat bakteriostatik, sedangkan garam berfungsi untuk mencegah pembengkakan kulit yang disebabkan oleh asam (Judoamidjojo, 1981). Pada prinsipnya proses pickle membuat kondisi kulit menjadi asam yaitu dengan menurunkan pH kulit yang semula pH 7 menjadi pH 3, dengan pH yang rendah bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh (Fahidin dan Muslich, 1999). Semua bahan kimia yang bersifat asam dapat digunakan untuk proses pengasaman, tetapi harus memenuhi persyaratan, yaitu mudah diperoleh, murah dan kualitasnya cukup baik serta secara teknis dapat dipertanggung jawabkan (Purnomo, 1991). Asam yang diperlukan terdiri dari asam lemah dan asam kuat yang masing-masing memiliki keunggulan dalam menghasilkan kulit pickle terbaik. Asam-asam yang biasa dipakai dalam cairan pickle ialah H2SO4, HCl, dan HCOOH sedangkan garam-garamnya adalah NaCl (Fahidin dan Muslich, 1999).
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
Asam kuat (HCl dan H2SO4) mampu berdisosiasi secara sempurna menghasilkan ion hidrogen (H+) yang besar sehingga lebih banyak bereaksi dengan zat-zat didalam kulit yang memudahkan dalam proses penyamakan, selain itu lebih efisien dalam penggunaan, sedangkan asam lemah (HCOOH) hanya sedikit menghasilkan ion hidrogen (H+) yang membuat penyerapan zat penyamak menjadi tidak merata tetapi mampu menghasilkan kulit dengan permukaan yang halus. Kulit pickle adalah kulit mentah yang sudah diproses sampai pengasaman (Departemen Perindustrian RI, 1980). Daya tahan simpannya kurang lebih 1 tahun, asalkan pH dikontrol kurang lebih 2,5 (Fahidin dan Muchlis, 1999). Kulit pickle yang baik juga dipengaruhi jumlah garam yang digunakan pada proses pembuatannya, bila garam yang digunakan terlalu banyak akan mengakibatkan permukaan yang tidak rata pada kulit jadi (leather) dan bila terlalu sedikit akan menyebabkan kulit pickle terasa licin lemas dan mulur akibat pembengkakan (Purnomo, 1985) serta menyebabkan penyusutan ketebalan kulit dan pada akhirnya kulit akan berwarna putih, bertekstur lembut dan lemas (Purnomo dan Wazah, 1984b). Pengaruh jenis asam untuk menghasilkan kualitas kimia kulit pickle kelinci terbaik dan efisien perlu dipelajari dan ditelusuri karena belum tersedianya informasi eksplisit mengenai proses pickle kulit kelinci. Dukungan ilmiah yang terungkap dari beberapa penelitian yang bersangkutan (proses pickle) dapat dijadikan dasar guna mengeksplorasikan lebih lanjut informasi lainnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penggunaan Jenis Asam Pada Proses Pickle Terhadap Kualitas Kimia Kulit Kelinci Peranakan New Zealand White”.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Penelitian menggunakan kulit kelinci peranakan New Zealand White umur 6 bulan sebanyak 27 lembar kulit kelinci awetan garam. Bahan penyamak yang dibutuhkan diantaranya adalah teepol, antimold, Na2(CO3) (soda kue), Ca(OH)2 (kalsium hidroksida), Na2S (natrium sulfida), (NH4)2SO4 (Garam ZA), ginsol, palcobate, HCl, H2SO4, HCOOH, dan NaCl.
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan yaitu P1 (HCl 1%), P2 (HCl 1,5%), P3 (HCl 2%), P4 (H2SO4 1%), P5 (H2SO4 1,5%), P6 (H2SO4 2%), P7 (HCOOH 1%), P8 (HCOOH 1,5%) dan P9 (HCOOH 2%), presentasi bahan kimia yang digunakan berdasarkan berat bloten dan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Peubah yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Duncan. Proses pengerjaan pickle dilakukan dengan memodifikasi prosedur penyamakan kulit glase yang terdapat di Laboratorium Riset Penyamakan Kulit BBKKP (2001), yaitu : - Kulit kelinci ditimbang dan hasilnya disebut berat kulit segar, kemudian kulit direndam dengan menggunakan larutan yang terdiri dari 400% air, 1% teepol, 0,5% soda abu (dihitung dari berat kulit segar) selama 30 menit sambil diaduk. - Dilakukan pembuangan daging dengan cara kulit diletakan diatas meja dengan bagian daging menghadap keatas, lalu dengan menggunakan kedua tangan, daging disayat dari arah kulit bagian bonggol ke ujung jari. - Kulit direndam dan diaduk dalam wadah yang berisi larutan 3% Na2S dalam 200% air (dihitung dari berat kulit segar) selama 30 menit, dilanjutkan dengan perendaman dan pengadukan kulit dalam larutan 4% kapur dalam 200% air (dihitung dari berat kulit segar) selama 20 menit lalu dibiarkan terendam selama 60 menit, kemudian diaduk kembali selama 10 menit dan direndam selama 60 menit (perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali), setelah itu kulit direndam dalam larutan selama 1 malam dan diputar selama 30 menit keesokan harinya. - Dilakukan pembuangan bulu dengan cara kulit diletakan diatas meja dengan bagian rajah diatas dan kulit bagian ekor dibawah, kemudian bulu-bulu yang masih menempel dikerok dengan menggunakan pisau buang bulu searah dengan tumbuhnya bulu sampai bersih. - Kulit kelinci ditimbang kembali, hasil timbangannya disebut berat kulit bloten yang nantinya dipakai sebagai dasar perhitungan penggunaan bahan kimia dalam proses selanjutnya. - Kulit kelinci direndam dan diaduk dalam wadah yang berisi larutan 1% ZA dalam 200% air selama 30 menit untuk pembuangan kapur, setelah itu ditambahkan 0,5% asam formiat yang terlebih dahulu diencerkan dengan 200 ml air (pencampuran larutan asam formiat dilakukan dua tahap, yaitu 100 ml pada tahap pertama dan 100 ml pada tahap kedua) diaduk selama 15
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
menit, selanjutnya dimasukkan 1% palcobate dan diaduk selama 60 menit untuk pengikisan protein, kemudian dimasukkan 1% ginsol dan diaduk selama 60 menit untuk pembuangan lemak. - Kulit dimasukkan kedalam wadah yang berisi larutan 10% garam dalam 100% air dan diaduk selama 10 menit agar garam dapat meresap kedalam serat-serat kulit, selanjutnya dimasukkan larutan asam sesuai dengan perlakuan dan diaduk selama 60 menit, setelah itu kulit dibiarkan dalam keadaan terendam seluruhnya selama 1 malam dan diaduk selama 30 menit keesokan harinya.
Peubah Yang Diamati a. pH (Badan Standarisasi Nasional, 1994) Contoh uji ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer lalu diberi 10 ml Akuades, kemudian dikocok selama 2 jam. Setelah itu disaring dengan kertas saring dan air saringan diperiksa pH-nya dengan menggunakan pH meter. b. Kadar Air (Badan Standarisasi Nasional, 1994) Contoh uji ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam cawan yang telah ditimbang dengan tepat, lalu diletakan dalam pengering dengan suhu 100±2 oC sampai diperoleh berat yang tetap atau konstan. Hasil kadar air dinyatakan dalam persen dari berat kulit. Berat air
= berat awal – berat akhir
Kadar Air =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟 x 100% 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑢𝑗𝑖
c. Kadar Garam (Badan Standarisasi Nasional, 1994) Ditimbang 10 gram contoh uji, dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml. Kemudian ditambahkan dengan 200 ml Natrium Asetat 0,2 N, dikocok selama 2 jam. Disaring dengan kertas saring dipipet 25 ml filtrate, diberi indicator Kalium Kromat sebanyak 2 tetes. Selanjutnya dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 N. Kadar Garam
=
200 x ml AgNO3 x N AgNO3 x 58,5 x 100% 25 10000
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pengaruh penggunaan jenis asam pada proses pickle terhadap kualitas kimia kulit kelinci peranakan New Zealand White disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. pH, Kadar Air dan Kadar Garam Seluruh Perlakuan Pickle Kulit Kelinci Peranakan New Zealand White Perlakuan Peubah yang Diamati P1 P2 P3 P4 P5 P6 a d f b e - pH 6,69 3,36 2,73 4,25 3,13 2,54g - Kadar Air (%) 73,28ab 74,79a 75,73a 71,76b 72,92ab 73,29a - Kadar Garam (%) 6,71b 6,79b 7,28a 4,96d 4,98d 5,47c
Jenis Asam pada Proses
P7 P8 P9 a c 6,78 3,81 3,74c 66,25c 70,76b 70,91b 3,69f 4,51e 5,40c
Keterangan : 1.) Huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata 2.) - P1: HCl 1% - P4 : H2SO4 1% - P7 : HCOOH 1% - P2: HCl 1,5% - P5 : H2SO4 1,5% - P8 : HCOOH 1,5% - P3: HCl 2% - P6 : H2SO4 2% - P9 : HCOOH 2%
Nilai pH Berdasarkan Tabel 1. dijelaskan bahwa perlakuan HCOOH 1% (P7) tidak berbeda nyata dengan perlakuan HCl 1% (P1), tetapi keduanya nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena masih terdapatnya residu basa (partikel kapur atau Na2S) yang masih tertinggal pada kulit pada perlakuan P7 dan P1, karena sebagian kapur terikat oleh serat-serat kulit yang sangat sulit dihilangkan dalam pencucian (Purnomo dan Wazah, 1984a), menyebabkan asam klorida bereaksi lebih dulu dengan kapur untuk menghilangkan noda kapur yang terdapat pada kulit (Parthasarathi, 2000) sehingga membuat asam yang terserap kedalam kulit menjadi berkurang, sedangkan asam formiat dapat langsung bereaksi dengan kulit tetapi tidak mampu meresap secara merata kedalam kulit dikarenakan kemampuan ionisainya yang lemah, menyebabkan hanya sedikit ion hidrogen (H+) yang berikatan dengan kolagen kulit, hal tersebut membuat pH kedua perlakuan menjadi tinggi. Kadar asam kulit pickle pada perlakuan H2SO4 1% (P4) nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan HCOOH 1,5% (P8), HCOOH 2% (P9), HCl 1,5% (P2), H2SO4 1,5% (P5), HCl 2% (P3), dan H2SO4 2% (P6), hal ini dikarenakan rendahnya konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada perlakuan tersebut membuat ion hidrogen (H+) yang dihasilkan menjadi rendah sehingga pH kulit pickle yang dihasilkan menjadi tinggi, sebab pH suatu asam ditentukan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) yang terdapat pada asam tersebut sehingga semakin banyak ion H+ yang terkandung dalam suatu bahan maka pH akan semakin rendah (Vogel, 1990).
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
Hasil pH kulit pickle perlakuan HCOOH 1,5% (P8) tidak berbeda nyata dengan perlakuan HCOOH 2% (P9), tetapi keduanya nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P 2, P3, P5, dan P6, hal ini dikarenakan asam formiat hanya mampu meresap pada permukaan kulit dan tidak meresap secara merata kedalam kulit sesuai kegunaannya sebagai masking ion khrom dalam penyamakan (Gumilar et al, 2010) sehingga pH kulit yang dihasilkan sama walaupun dengan konsentrasi yang lebih tinggi, namun asam formiat mampu menghasilkan kulit dengan permukaan yang halus (Purnomo, 1985). Hasil kadar asam kulit pickle perlakuan H2SO4 2% (P4) nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan HCl 2% (P3), H2SO4 1,5% (P5), dan HCl 1,5% (P2), dikarenakan kemampuan asam sulfat yang lambat bereaksi dengan residu basa (kapur atau Na 2S) tetapi dapat langsung bereaksi dengan kulit sehingga aktifitasnya lebih banyak dengan kulit, sedangkan asam klorida lebih cepat bereaksi dengan residu basa sehingga aktifitasnya akan lebih banyak dengan residu basa kemudian bereaksi dengan kulit. Hal tersebut membuat ion hidrogen (H+) hasil asam sulfat lebih banyak terikat dengan kolagen kulit dibandingkan ion hidrogen (H+) hasil asam klorida. Penggunaan bahan kimia pada proses pengasaman bisa berkurang konsentrasinya karena sebagian dari asam tersebut bereaksi dengan sisa basa dan sebagian menghancurkan dan bereaksi dengan serabut kulit (Wazah, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, pH kulit pickle kelinci peranakan New Zealand White berada pada kisaran 2,54 sampai 6,78, bila dikaitkan dengan nilai SII kulit pickle domba/kambing yaitu pada kisaran 1 sampai 2,5, maka semua perlakuan tidak ada yang memenuhi syarat SII (Departemen Perindustrian RI, 1975), hal ini dikarenakan kulit kelinci lebih tipis dibandingkan kulit domba/kambing sehingga hanya sedikit asam yang terserap kedalam kulit, hal inilah yang menyebabkan rataan pH kulit pickle kelinci hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan rataan pH kulit pickle domba/kambing menurut SII. Kadar Air Berdasarkan Tabel 1. perlakuan HCl 2% (P3), HCl 1,5% (P2), H2SO4 2% (P6), HCl 1% (P1) dan H2SO4 1,5% (P5) tidak berbeda nyata satu sama lain, hal ini dikarenakan jenis asam yang digunakan adalah asam kuat yang dapat berdisosiasi sempurna menghasilkan ion hidrogen (H+) yang besar. Ion hidrogen (H+) tersebut akan berikatan dengan sisi rantai kolagen membentuk kation dan apabila berlebih akan membuat ketidakseimbangan muatan pada serat-serat kolagen yang mengakibatkan perbedaan osmosis, hal tersebut membuat air masuk kedalam struktur
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
kolagen untuk mengurangi ketidakseimbangan tersebut sehingga mengakibatkan pembengkakan, sebab molekul kolagen mengandung gugusan polar yang dapat menarik dan menahan molekulmolekul air (Woodroffe, 1948) dan akan lebih membengkak didalam larutan asam (Purnomo dan Wazah, 1984a). Hasil penelitian perlakuan HCl 1% (P1), H2SO4 1,5% (P5), H2SO4 1% (P4), HCOOH 2% (P9) dan HCOOH 1,5% (P8) menunjukkan kadar air kulit pickle yang tidak berbeda nyata satu sama lain sebab jumlah penggunaan pada asam lemah lebih tinggi dibandingkan asam kuat sehingga menyebabkan konsentrasi ion hidrogen (H+) menjadi sama dan membuat air yang masuk akibat pembengkakan asam tidak berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar air perlakuan HCOOH 1% (P7) nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (P1, P2, P3, P4, P5, P6, P8, dan P9), hal ini karena asam formiat merupakan asam lemah yang berdisosiasi tidak sempurna menyebabkan sedikit ion hidrogen (H+) yang dihasilkan (Sharphouse, 1983) dan ditambah konsentrasi penggunaan yang rendah pada perlakuan ini sehingga menyebabkan semakin sedikit ion hidrogen (H+) yang dihasilkan, hal inilah yang membuat pH larutan berada pada titik aman pembengkakan yaitu pada pH 5 yang dapat disebut sebagai titik isoelektrik (Sharphouse, 1983), akibatnya pembengkakan dapat diminimalisir dan air yang meresap pada kulit menjadi sedikit. Sejalan dengan rumus pH = – log [H+], dimana pH dan ion hidrogen (H+) dihubungkan oleh tanda negatif (-) yang artinya kedua besaran itu berbanding terbalik yaitu makin besar konsentrasi ion H + maka makin kecil nilai pH. Hasil penelitian menunjukan kadar air kulit pickle kelinci peranakan New Zealand White berada pada kisaran 66,25% sampai 75,73%, lebih tinggi dibandingkan SII (Departemen Perindustrian RI, 1975) kadar air kulit pickle domba/kambing yaitu 50% sampai 60%, hal ini dikarenakan kulit kelinci lebih tipis dibandingkan kulit domba/kambing sehingga zat kimia (asam atau basa) akan lebih cepat bereaksi, menyebabkan perubahan fisik seperti pembengkakan dan mampu menyerap air lebih banyak. Kadar Garam Berdasarkan Tabel 1. bahwa kadar garam kulit pickle pada perlakuan HCl 2% (7,28%) nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh perlakuan (P 1, P2, P4, P5, P6, P7, P8, dan P9), hal ini dikarenakan asam klorida dapat terionisasi lebih sempurna dibandingkan kedua asam lainnya (H2SO4, HCOOH), ditambah dengan konsentrasi penggunaannya yang tinggi (banyak ion
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
hidrogen) sehingga
menghasilkan pH larutan
yang rendah kemudian menyebabkan
pembengkakan pada kulit akibat ketidakseimbangan muatan ion, pada kondisi tersebut garam akan terserap kedalam kulit sebagai buffer dalam upaya meminimalisir pembengkakan
(Judoamidjojo, 1981), sehingga semakin banyak ion hidrogen (H+) yang berada dalam larutan maka semakin besar pula anion dari garam yang bereaksi dengan kation dari asam selama dalam larutan masih tersedia ion garam (West, 1963). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar garam kulit pickle perlakuan HCl 1,5% (P2) tidak berbeda nyata dengan HCl 1% (P1), kondisi serupa dialami juga pada perlakuan H2SO4 1,5% (P5) yang tidak berbeda nyata dengan H2SO4 1% (P4) dan kedua asam yang digunakan merupakan asam kuat. Keadaan tersebut dikarenakan pembengkakan pada kulit disebabkan oleh pH larutan, dimana pH larutan P2 dengan P1, serta P5 dengan P4 masih berada diatas batas maksimum pembengkakan kulit yaitu pH 2 (Guthrie, 2005) sehingga pembengkakan masih dapat dikendalikan dan garam yang terserap sebagai buffer pembengkakan kedalam kulit tidak berbeda, sehingga mengakibatkan kadar garam kulit pickle menjadi sama. Hasil penelitian perlakuan H2SO4 2% (P6) dengan HCOOH 2% (P9) menunjukkan kadar garam yang tidak berbeda. Hal ini diduga karena masih ada sebagian partikel garam hasil penggaraman kulit yang tidak larut dan mengendap pada serat-serat kulit setelah proses perendaman sehingga mempengaruhi kadar garam pada kulit, oleh karena itu kadar garam kulit pickle perlakuan asam formiat sama dengan perlakuan asam sulfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar garam kulit pickle perlakuan HCOOH 1% (P7) nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan seluruh perlakuan (P 1, P2, P3, P4, P5, P6, P8, dan P9), hal ini dikarenakan asam formiat merupakan asam lemah dan berdisosiasi hanya sebagian sehingga sedikit mengahasilkan ion hidrogen (H+) akibatnya pembengkakan tidak terjadi dan garam yang terserap pun menjadi sedikit. Hasil penelitian menunjukan rata-rata kadar garam kulit pickle kelinci pada perlakuan HCl (1% = 6,71%, 1,5% = 6,79%, dan 2% = 7,28%) pada setiap tingkat penggunaan menghasilkan kadar garam lebih tinggi dibandingkan rata-rata perlakuan H2SO4 (1% = 4,96%, 1,5% = 4,98%, dan 2% = 5,47%), meskipun keduanya merupakan asam kuat. Alasan yang dapat dikemukakan adalah bahwa asam klorida memiliki kemampuan disosiasi yang lebih kuat dibandingkan asam sulfat sehingga mampu menghasilkan ion hidrogen (H +) lebih banyak
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
dibandingkan asam sulfat dan menyebabkan anion dari garam yang berikatan dengan kation dari asam menjadi lebih banyak dalam upaya mencegah pembengkakan (buffer). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar garam kulit pickle kelinci peranakan New Zealand White ada pada kisaran 3,69% sampai 7,28% lebih rendah dari kisaran kadar garam yang ditetapkan dalam SII kulit pickle domba/kambing (Departemen Perindustrian RI, 1975) yaitu minimal 8%. Menurut SNI No. 06-3537-1994, bahwa kadar garam kulit pickle domba/kambing minimal 7%, sehingga hanya perlakuan HCl 2% (P3) yang berada diatas batas minimal kadar garam kulit pickle domba/kambing menurut SNI (minimal 7%). SIMPULAN 1. Penggunaan jenis asam pada proses pickle berpengaruh terhadap kualitas kimia (pH, kadar air, dan kadar garam) kulit kelinci peranakan New Zealand White. 2. Penggunaan HCl sebesar 2% dari berat kulit bloten memberikan pengaruh terbaik terhadap kualitas kimia kulit pickle kelinci peranakan New Zealand White, yaitu pH sebesar 2,73; kadar air sebesar 75,73%; dan kadar garam sebesar 7,28%. SARAN 1. Penggunaan asam lemah (HCOOH) sebaiknya lebih banyak dibandingkan asam kuat untuk menghasilkan kualitas kimia yang sama. 2. Proses penambahan air pada saat pengenceran asam sebaiknya dilakukan melalui dinding wadah untuk menghindari reaksi yang membahayakan kulit.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Denny Suryanto Sutardjo, M.S, sebagai dosen Pembimbing Utama, serta Prof. Dr. Ir. Kusmayadi Suradi, M.S, Kepala Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan dan sebagai dosen Pembimbing Anggota, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dari awal penyusunan usulan penelitian hingga penyusunan skripsi dan jurnal ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Balai Besar Kulit Karet dan Plastik, Yogyakarta, yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian disana serta kepada para karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa ilmu dan tenaganya guna kelancaran penelitian. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Ayahanda dan Ibunda tersayang serta
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
ketiga adik yang telah memberikan dorongan moral dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 1994. Kulit Pickle dari Domba atau Kambing. Jakarta:SNI No. 063537-1994. Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP). 2001. Proses Penyamakan Kulit Glase. Yogyakarta:Laboratorium Riset Penyamakan Kulit Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 1975. Mutu dan Cara Uji Kulit Pickel Domba/Kambing. Jakarta: SII No. 0066-75 .1980. Istilah dan Definisi Untuk Kulit dan Cara Pengolahannya. Jakarta:SII No. 0360-80. Fahidin & Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Diktat. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian IPB. 7-21, 29, 102-104. Gumilar, J., Putranto, W.S., & Eka W. 2010. Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) dan Asam Formiat (HCOOH) Pada Proses Pikel Terhadap Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 10. 1-6. Guthrie, J. J. 2005. The Investigation, Development and Characterisation of Novel ZirconiumBased Tanning Agents. Department of Chemistry. Faculty of Science. Rhodes University. 17-22. Judoamidjojo R, M. 1981. Dasar Teknologi Dan Kimia Kulit. Bogor:Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknologi Pertanian IPB. 4, 12, 15, 44, 65. Parthasarati, K. 2000. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. India:Consultan Unido. 30-34. Purnomo, E dan Wazah. 1984a. Teknologi Penyamakan Kulit. Ed 1. Yogyakarta:Akademi Teknologi Kulit. 17, 99-100. . 1984b. Teknologi Penyamakan Kulit. Ed 2. Yogyakarta:Akademi Teknologi Kulit. 18-19. Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta:Akademi Teknologi Kulit. 55-59. . 1991. Penyamakan Kulit Reptil. Yogyakarta:Kanisius. 13, 29, 31.
Pengaruh Asam Terhadap Kimia Kulit ……………………………………………………………...........................Dimas Fauzi Anggara
Sharphouse, J H. 1983. Leather Technician’s Handbook. Kings Park Road, Moulton Park, Northampton:Leather Producers Association. 17-19 Sunarto. 2001. Bahan Kulit Untuk Seni Dan Industri. Yogyakarta:Kanisius. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Terjemahan Setiono & Pudjaatmaka, H.A. Jakarta:P.T. Kalman Media Pusaka 38-39 Wazah. 2009. Teknologi Beam House. Yogyakarta:Akademi Teknologi Kulit. 7-8 West, E.S. 1963. Textbook of Biophysical Chemistry. 3th Ed. New York:The Macmillan Company. 103 Woodroffe, D. 1948. Fundamental of Leather Science. 2nd Ed. Duppas Hill Road, Northampton:A Harvey Publisher “Craigienburn”. 18, 73-77