Siaran
Televisi
Digital
Indonesia
Siap
Dinikma5
Selasa,
3
Maret
2009
16:25
WIB
Jakarta,
(ANTARA
News)
‐
Siaran
televisi
digital
Indonesia
sudah
mulai
bisa
dinikmaJ
konsumen
atau
sesuai
target
semula
yang
akan
diujicobakan
pada
Maret
2009
di
kawasan
Jabodetabek.
Era
TV
digital
sudah
diambang
pintu
ini,
merupakan
konsorsium
hasil
kerjasama
antar
enam
televisi
nasional
Indonesia
yaitu
ANTV,
MetroTV,
SCTV,
Trans7,
TV7,
dan
TVOne
mengundang
PT
Hartono
Istana
Teknologi
pemilik
merek
dagang
Polytron
untuk
turut
menyosialisasikan
dan
menyebarkan
TV
digital.
Televisi
digital
Polytron
merupakan
sebuah
televisi
yang
telah
menyisipkan
teknologi
digital
ke
dalamnya
untuk
menerima
siaran
televisi
DVB‐T
tanpa
perlu
menggunakan
perangkat
tambahan
lagi.
Sedangkan
Polytron
Set
Top
Box
adalah
sebuah
perangkat
tambahan
untuk
menerima
sinyal
digital
yang
dipancarkan
oleh
sistem
DVB‐T
yang
kemudian
diubah
ke
dalam
sinyal
analog
agar
dapat
ditampilkan
pada
monitor
TV
analog.
Siaran
televisi
digital
atau
penyiaran
digital
sendiri
merupakan
jenis
siaran
televisi
yang
menggunakan
modulasi
digital
dan
sistem
kompresi
untuk
menyiarkan
sinyal
video,
audio,
dan
data
ke
pesawat
televisi.
Siaran
DVB‐T
mempunyai
banyak
keunggulan
dibandingkan
dengan
siaran
TV
analog.
Keuanggulan
tersebut
melipuJ
tahan
terhadap
efek
interferensi,
kualitas
gambar
yang
lebih
baik,
Jdak
ada
noise
(binJk‐binJk,
semut),
bayangan
atau
"ghost",
interakJf,
EPG
(Electronic
Program
Guide)
yang
menampilkan
jadwal
acara
sampai
beberapa
hari
ke
depan,
serta
penerimnaan
yang
lebih
jelas
pada
saat
bergerak
(mobile).
Kelebihannya
lainnya
adalah
efisiensi
di
banyak
hal
antara
pada
spektrum
(efisiensi
bandwidth),
efisiensi
dalam
network
transmission,
transmission
power,
dan
power
konsumsi.
Perangkat
set
top
box
Polytron
dilepas
ke
pasaran
dengan
harga
Rp425
ribu
sebagai
perangkat
tambahan
bagi
televisi
analog
yang
saat
ini
masih
banyak
dimiliki
oleh
masyarakat.
Perangkat
dengan
nama
dagang
Polytron
DVB
(Digital
Video
Broadcast)
tersebut
mulai
dipasarkan
pada
Februari
2009
untuk
tahap
awal
di
Jabodetabek.
Depkominfo
Terbitkan
Aturan
Main
TV
Digital
Dok
Depkominfo
/
Kompas
Images
Seorang
tenaga
ahli
dari
Jepang
sedang
menunjukkan
beberapa
fitur
dan
aplikasi
dalam
siaran
TV
digital
di
negeri
itu
kepada
delegasi
Indonesia
yang
sedang
melakukan
studi
banding
berkait
dengan
rencana
migrasi
TV
analog
ke
digital
di
Indonesia.
Senin,
2
November
2009
|
14:29
WIB
JAKARTA,
KOMPAS.com
‐
Departemen
Komunikasi
dan
InformaJka
(Depkominfo)
rupanya
sudah
menerbitkan
aturan
terbaru
tentang
penyelenggaraan
siaran
televisi
digital
yang
dinanJkan
pelaku
usaha.
Dirjen
Postel
Basuki
Yusuf
Iskandar
menjelaskan
aturan
berupa
Peraturan
Menteri
Nomor
39/PER/M.KOMINFO/10/2009
tersebut
mengatur
tentang
Kerangka
Dasar
Penyelenggaraan
Penyiaran
Televisi
(TV)
Digital
Terestrial
Penerimaan
Tetap
Tidak
Berbayar
(Free
to
Air).
"Aturan
itu
baru
kerangka
dasarnya
saja,
untuk
bisa
efekJf
segera
diterbitkan
peraturan‐peraturan
menteri
yang
lain,"
kata
Basuki.
Basuki
menambahkan,
sejumlah
ketentuan
pelaksana
memang
Jdak
tuntas
disebutkan
dalam
aturan
baru.
Sebut
saja
mengenai
perizinan,
mekanisme
penyelenggaraan
tv
digital
dan
sebagainya.
"Soal
perizinan
memang
belum
selesai
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
ini.
Selain
itu
juga
akan
ada
perubahan
industri.
Ada
jasa
yang
disebut
jasa
mulJpleksing
yang
dulu
kan
Jdak
ada.
Juga
akan
ada
pola
bisnis
yang
berbeda,
paling
Jdak
ada
cerminan
mengenai
konvergensilah
nanJ.
Kita
tunggu
respons
dari
pelaku
usaha
dulu
untuk
menerbitkan
Peraturan
Menteri
pelaksananya,"
kata
Basuki.
Menurut
Basuki,
instansinya
terbiasa
berdiskusi
dengan
pelaku
usaha
di
sektor
telekomunikasi
seJap
kali
akan
menerbitkan
aturan
baru.
Sehingga,
diharapkan
Jdak
ada
penolakan
keJka
aturan
diterbitkan.
Penyelenggara
penyiaran
televisi
digital
terdiri
atas,
penyelenggara
program
siaran
yaitu
stasiun
tv
swasta
maupun
TVRI
dan
penyelenggara
infrastruktur.
Penyelenggaraan
infrastruktur
ini
terbagi
lagi
menjadi
penyelenggara
mulJpleksing
(suatu
teknik
mengirimkan
lebih
dari
satu
(:banyak)
informasi
melalui
satu
saluran) publik
dan
swasta.
Serta
ditambah
satu
lagi
ketentuan
mengenai
penyediaan
menara.
Supeno
Lembang,
Direktur
PT
Konsorsium
Televisi
Digital
Indonesia
(KTDI)
menilai
pemerintah
masih
memiliki
banyak
pekerjaan
rumah
sebelum
dapat
mewujudkan
digitalisasi
tv
tersebut.
Terlebih
aturan
yang
sudah
diterbitkan
belum
secara
detail
memerinci
tata
cara
penyelenggaraannya.
"Masih
banyak
yang
perlu
diatur.
Mulai
dari
content
provider,
perizinan
bagi
lembaga
penyiaran
atau
stasiun
tv‐nya
itu
sendiri.
Kemudian
harus
ditentukan
juga
penyelenggara
mulJpleksingnya.
Lalu
dimana
saja
diletakkan
pemancarnya.
Terakhir
bagaimana
mekanisme
penyebaran
set
top
box
atau
perangkat
penerima
siaran
digital
ke
masyarakat,"
kata
Supeno.
Meskipun
mengakui
bahwa
proses
digitalisasi
tv
ini
masih
membutuhkan
waktu
yang
panjang,
namun
Supeno
opJmisJs
bahwa
program
ini
sangat
menguntungkan
semua
pihak.
Dari
sisi
pemerintah,
sisa
frekuensi
yang
sudah
Jdak
digunakan
jika
seluruh
stasiun
tv
menggunakan
sistem
digital
bisa
dimanfaatkan
untuk
kepenJngan
lain.
Kemudian,
para
stasiun
tv
juga
bisa
berhemat
karena
bisa
membiayai
infrastruktur
penyiaran
digital
secara
bersama‐sama.
Perusahaan
infrastruktur
yang
menyediakan
mulJpleksing,
pemancar,
dan
set
top
box
juga
diuntungkan.
"Bagi
pemirsa,
mereka
bisa
menikmaJ
gambar
yang
lebih
jernih
dan
dapat
menerima
tayangan
di
kendaraan
bergerak
dengan
kualitas
gambar
yang
stabil,"
katanya.
Sayangnya,
Supeno
mengaku
belum
dapat
menghitung
berapa
besar
biaya
investasi
yang
harus
dikeluarkan
enam
stasiun
tv
anggotanya
yaitu
SCTV,
ANTV,
Metro
TV,
Trans
Tv,
Trans7,
dan
tvOne
untuk
dapat
membangun
jaringan
infrastruktur
tv
digital.
"Karena
sangat
tergantung
dari
jangkauan
pemancarnya.
Pemerintah
memang
sudah
membagi
menjadi
15
wilayah
untuk
seluruh
Indonesia.
Tapi
harus
dipertegas
dulu
provinsi
atau
kota
yang
akan
didahulukan
yang
mana
saja,"
tambahnya.