ng berhasii menjatuhkan simanusia aneh kita ini. Kejadian yang berada diluar dugaan yalah setiap gelombang itu dilepas. Siu jin Mo Say akan mundur satu langkah, mana kala ia selesai me lepas semua gelombang yang berjumlah 9 kekuatan itu, mundurnya telah terjadi sehingga 9 langkah, semakin lama, langkah2 mundur itu samakin lebar, sehingga pada langkah yang terakhir, tubuhnya jatuh numprah ditanah dengan memuntahkan darah segar. Siu jin Mo Say adalah lambang kejahatan dan kejahatan dan kaganasan, laki-laki barambut pirang ini jahat dan kejam, tidak mengenal pri-kemanusiaan, lupa budi orang mangabdikan diri pada kejahatan. namanyapun telah dilupakan dan mengganti nama dengan kata2 Siu jin Mo Say, maka untuk mengabulkan angan2nya, seterusnya, kita sebutnya sebagai Siu jin Mo Say. Walaupun Siu jin Mo Say ini palsu adanya. Siu jin Mo Say duduk terluka, tetapi lawan yang dipukul itu tetap berada ditempat semula dengan tidak menderita sagala cidera. „Kau terlalu cepat bergerak." Berkata manusia aneh, orang tua berambut kuning yang telah membuang nama diahatnya Siu jin Mo Say. „Bila tidak,mungkin aku rela menerima serangan Kiu-thian-tolie-kang yang kau lontarkan dengan cepat, tentunya kau tiada akan terluka." Luka sipemakai nama Siu jin Mo Say yang kiri telah dapat pengesahan resmi menggunakan nama Siu jin Mo Say dan menghilangkan embel2 'ganti nama'nya, sungguh berat. T ak dapat ia mengeluarkan bantahan, kedua matanya dimeramkan membenarkan peredaran darah yang kacau.
Si dogol To It Peng belum tahu siapa dua manusia yang sedang berada dihadapannya, hanya diketahui satu jahat satu baik, Siu jin Mo Say itu jahat, sedangkan manusia aneh, orang tua berambut pirang dengan kepala ukuran besar dan mulut besar yang telah menolong dirinya itu baik. Orang tua ini bersedia mengorbankan kesehatan diri sendiri, bila Siu jin Mo Say jahat tidak bergerak terlalu cepat. Siu jin Mo Say selesa i mengalirkan peredarannya tiga putaran, maka luka2 yang diderita berhasil diperingan, ia bangun berdiri saraya berkata : „Ilmu kepandaianku belum dapat manandingmu, biar lain kali saja aku meminta petunjuk-petunjuk berhargamu lagi." la pergi. Hanya saja jalan belum terbuka, orang tua berambut kuning yang tidak mau manggunakan nama Siu jin Mo Say itu masih menghadang dijalan. „Tak mungkin kau dapat mernuntut balas." Berkata manusia aneh ini. ,Aku tidak ada niatan mempersulit dirimu. Katakanlah, dimana anak itu kau letakan? " yang dimaksudkan dengan 'anak itu' yalah anak ketua Seng-potihung dan Kat Siauw Hoan, anak yang To It Peng pernah bawa untuk diserahkan kapada Seng-pochung. To It Peng telah bangun berdiri. „Betul." Berteriak sidungu. „Katakan, dimana kau simpan Tay Koan." Tay Koan adalah nama yang To It Peng berikan kepada calon ketua muda Seng-po-chung itu, hal ini sangat lumrah, bila T ay Koan telah meningkat dewasa, bila sudah waktunya ketua Seng-po-chung mengundurkan diri, tentu Tay Koan yang akan menggantikan kedudukan ayahnya. Wajah Siu jin Mo Say masih pucat biru, tetapi ia bandal, dengan mengeluarkan suara dari hidung, ia berkata : „Anak itu sengaja
kubawa untuk ditukar denqan pedang Hu-ie. Dan seperti apa yang kalian maklum, pedang itu belum kudapat, ketua Seng-po-chung
tidak mau menyerahkannyà mana mungkin kuberi tahu, dimana ia berada ?" „Tetapi, pedang Hui-ie sudah tiada didalam Seng-po-chung." Teriak To It Peng, Suara sidungu cukup keras dan jelas. „Dari mana kau tahu?" Bertanya Siu jin Mo Say dingin. Manusia aneh badan pendek, kepala ukuran besar dengan mulut lebar memandang orang yang berani menggunakan namanya itu, tetapi ia tidak bicara. „Bagaimana kau tahu?" Tanya lagi Siu-jin Mo Say dengan masih penasaran. „Bagaimana aku tidak tahu?" Berteriak To It Peng, Pedang Hui-ie itu ……." Maksud sidungu yalah mengatakan behwa pedang Hui-ie telah barada pada dirinya, tetapi segera sadar bahwa kata2 ini tidak dapat dikeluarkan, maka ia menyetopnya ditengah jalan. Perintah Kat Siauw Hoan yalah harus manyerahkan pedang Hui-ie kepada Tay Koan 12 tahun kemudian, dan tentang pedang Hui-ie tidak boleh disebut kepada siapapun juga. Apa lagi berada padanya, hal ini tidak boleh diketahui olehnya. Siu jin Mo Say baru tidak maenarik panjang perkara, dianggap sidungu ingin menyimpangkan duduk persoalan itu kepada proporsi yang salah, ia mengeluarkan suara dengusan dari hidung. To It Peng bingung, ia berkata iagi : „Hei, segera serahkan Tay Koan kepadaku. Ketahuilah cianpwe ini mempunyai ilmu yang lebih tinggi darimu, bila ia mengulurkan tangan, maka kau segera terpegang …… itu wakktu ……. Hm …… hm…….” Orang tua aneh melowekan mulutnya yang lehar, ia tertawa.
Siu jin Mo Say termundur, wajahnya berubah, diliriknya orang yang udah disanya tiada didalam dunia itu dengan penuh kekhawatiran, ilmunya terlalu hebat, ia harus mundur menjauhinya.
Menyaksikan laki2 rambut pirang ini ingin pergi lagi To It Peng berteriak „Hei, jangan kau pergi! jangan kau pergi! ” Sesuatu semboyan harus disertai dengan pelaksanaan, To It Peng bergerak maju, tangannya dipanjangkan, siap menarik baju orang itu. Sipemakai nama Siu jin Mo Say telah terluka, tetapi untuk menghadapi manusia seperti To It Peng, sisa kekuatanya masih banyak lebih, sikutnya digerakan menyambuti tangan sipemuda. Menghadapi perlawanan ini, To It Peng gugup ….. ia menyampingkan cakarannya dan berteriak : „Hayo katakan dimana kini anak itu berada ?" Sipemakai nama Siu Din Mo Say tidak mempunyai banyak keleluasaan bergerak, lain sikutnya dikasi main, make bila To It Peng tidak menghentikan gerakannya, dada sipemuda yang terbuka itu yang membentur sikut sijahat. Tidak sadar akan bahaya yang mengancam, tidak pandai, ia menyingkirkan diri, To It Peng akan segra terluka. Orang tua berambut pirang itu mempunyai badan pendek, tetapi cukup gesit, ilmu kepandainyapun tinggi luar biasa, dengan satu kali raihan tangan, ia berhasil menarik To It Peng dipegangnya erat2. Siu jin Mo Say jahat segera melarikan diri, larinya bukan kedepan karena orang tua aneh itu menghadang didepan jalannya, tetapi ia membalikkan badan dan lari kebelakang. To It Peng berteriak : „Lepaskan diriku….. Lepaskan diriku….. Aku segera hampir menangkapnya, mengapa kau mencegah ? ………. Lihat, dia melarikan diri, bila kau tidak me lepaskan diriku, bagaimana aku dapat menangkapnya ?"
Orang tua berambut pirang me lowekan mulutnya yang lebar, kepala berukuran tidak norma l itu lucu sekali.
„Dapatkah kau menangkapnya?" Ditatap To It Peng dengan pandangan mata penuh kasih sayang. „Tentu saja. Aku adalah jago nomor satu, mana mungkin tak dapat menangkap orang ?" To It Peng bangga kembali, teringat bahwa dirinya adalah 'jago nomor satu'. Orang tua aneh itu tersenyum lebar. Diketahui orang yang telah mencaplok nama dan gelarnya itu telah terluka, tak mungkin lari jauh, bila perlu, dengan satu kali loncatan ia dapat menangkap kembali. Maka tidak perlu tergesa gesa. Siu jin Mo Say gadungan itu telah me larikan diri tetapi luka yang diderita cukup hebat, ia tidak dapat lari cepat, masih terlihat bayangannya ditempat jauh. „Dia telah terluka," berkata To It Peng. „Sedangkan aku adalah jago nomor satu, mana mungkin tak dapat menangkapnya ? Hayo, segera lepaskan cekalanmu" Orang tua aneh itu melepaskan pegangan tangan yang mengekang To It Peng. „jago nomor satu? Siapakah yang memberi tahu hal ini kepadamu?" la mangajukan pertanyaan. „Seorang nenek berpakaian hitam yang menyebut dirinya sebagai Hian-u Po-po." To It Peng memberi tahu, siapa yang menobatkan dirinya menjadi „jago nomor satu". „Aaaaa…….." Orang tua berambut kuning ini ternganga. „„Dia?". Setelah itu, ia menarik napas panjang, ada sesuatu yang mengingatkan kejadian lama, agaknya ia bersedih. „cianpwe, kau ingin berkeluh-kesah? Berkeluh-kesahlah seorang diri dahulu, aku ingin mengejar Siu jin Mo Say itu dahulu" To It Peng mengayunkan langkahnya siap mengejar Iaki-laki
berambut pirang, ia tidak tahu bahwa orang tua dihadapannya inilah yanq bernama Siu jin Mo Say asli, tanpa ganti2 nama segala.
Manusia aneh kita meraihkan tangan, sabentar ia berhasil menarik tangan To It Peng, „Apa guna kau mengajarnya?" Ia bertanya. „Aku ingin mananyakan dimana anak, itu disimpan." Sidungu memberi jawaban. „Anak siapa? Mungkin anakmu?" Tanya orang tua rambut kuning ini, kepalanya yang besar bergoyengan. Wajah To It Peng berubah merah. „Hus!" la membentak. „jangan kau sembarang bicara, Tay Koan adalah anak ketua Seng-po-cung. Lihat orang itu semakin jauh. Bagaimana aku dapat mengejarnya lagi?" „Anak itu adalah anak ketua Seng-po-cung. Mati hidupnya tidak ada hubungan nya denganmu, mengapa kau harus memusingkan kepala ?" Manusia aneh kita ini tidak mengambil pusing kerisauan hati T o It Peng. „Ibu dari anak itu Kat Siauw Hoan adalah ………." To It Peng- mendekap mulutnyacepat, mulut itu kadang2 terlalu lancang. Haruskah diberi tahu bahwa karena Kat Siauw Hoan pernah tidur ber-sama2 dengan nya satu malam sehingga menyebabkan ia bersedia diperbudak ? „lbu dari anak itu yang bernama Kat Siauw Hoan memohon kepadaku untuk merawat dan menjaga anaknya." To It Peng memberi keterangan tentang mengapa ia harus mengejar orang yang menyebut dirinya sebagsi Siu jin Mo Say, ia harus menanyakan kepadanya, dimana Tay Koan sekarang ? Manusia aneh kita menganggukkan kepala dengan penuh arti, dibalik alis dan bulu matanya yang berwarna kuning terlihat
sepasang mata yang bersinar terang, sinar mata ini seperti dapat menembus hati.
jantung To It Peng dibuat ber-debar2 karenanya, degupan hati ini memukul keras sekali, ia menundukkan kepala meruntuhkan pandangan matanya ketanah, tidak berani menantang sinar mata yang tajam itu. Orang tua rambut kuning, berbadan pendek, kepala gentong dan mulut lebar itu diam tenang-tenang saja. Lama sekali kejadian seperti itu, To It Peng melirik kaarahnya, orang tua itu cukup sabar, tak usah menakutkan dirinya. Dilirik lagi Siu jin Mo Say jahat, bayangan laki2 rambut pirang itu telah tidak tampak. „Nah, semakin lama dia semakin jauh. Kini sudah tak tampak. Hayo ………… lepaskan cekalanmu." Pinta To It Peng. „jangan takut, akan kutolong memanggilnya kembali." Berkata orang tua aneh itu sabar. To It Peng menyeringai, bagaimana cara pertolongan itu diberikan kepadanya? Dilihatnya bibir orang tua pendek itu bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tidak terdengar suara. Tidak diketahui olehnya, inilah puncak ilmu bicara jarak jauh dengan tekanan gelombang tinggi. Memandang jauh dimana bayangan Siu jin Mo Say jahat. To It Peng melihat sesuatu yang bergerak ......Eh ……... Itulah Siu jin Mo Say yang balik kembali. jalannya perlahan, hal ini karena ia masih berada didalam keadaan luka, yang aneh ialah tidak iagi ia melarikan diri, tetapi balik kembali. To It Peng kurang yakin kepada apa yang dilihatnya, ia mengusap-usap matanya, dan betul apa yang dilihat, Siu jin Mo Say itu kembali lagi. „Bagaimana, bukankah telah kupanggil kembali?" tanya orang
tua pendek dengan rambut kuning itu. To It Peng tunduk dan takluk, maka ia berkata : „Hebat ! IImu, kepandaianmu ini, lebih tinggi dari apa yang kumiliki."
Mereka menyaksikan bagaimana 'Siu jin Mo Say' kembali, ia menjura dan berkata kepada orang tua : „Aku menyerah. Untuk selanjutnya tidak berani aku memalsukan namamu lagi. Belum puaskah dengan pernyataanku ini ?" To It Peng mengkerutkan alisnya, didengar kata2 ucapan yang menyatakan 'aku tidak berani memaIsukan namamu lagi', nama apakah yang dipalsukan oleh Iaki2 rambut pirang itu ? „Heh! ? Nama apakah yang dipalsukan oleh Siu jin Mo Say?" P!kir To It Peng didalam hati. Seharusnya, manusia manapun akan dapat menduga tentang hal itu, siapa dia manusia berambut pirang yang berada ditempat itu? Hanya sidungu yang jalan pikirannya hanya satu itu sulit untuk meng-ilmiah perkara-perkara rumit, sampai pecah kepalanyapun tidak dapat ia menduga. Bergantian To It Peng memandang dua manusia berambut pirang, satu yang menyebut dirinya bernarna Siu jin Mo Say tunduk tak berkutik, satunya lagi yalah siorang tua pendek dengan ukuran kepala lebih besar dari manusia biasa itu melowekan mulutnya yang lebar, ia tersenyum-senyum saja. „Kau telah menemukan ilmu Kiu-thian-to-lie-kang, tetapi belum cukup latihan, setelah itu berani menyerangku. Tadi terkena seranganmu sendiri, luka yanq kau derita tidak ringan, tahukah, bagaimana kau harus menyembuhkannya?" Orang tua berambut pirang memandang laki2 yang mampunyai warna rambut sama dengannya itu. Wajah 'Siu jin Mo Say' menunjukkan rasa khawatir yang tidak terhingga, peluh membasahi tengkuknya.
„Bila kau tidak berhasil menemukan cara yang tepat, betul kau berhasil menghilangkan rasa sakit, tetapi bukan berarti sembuh didalam arti sesungguhnya." Berkata lagi siorang tua pendek rambut kuning. „Kurang lebih satu tahun kemudian, jalan2 darah dan pembuluh darahmu pecah berantakan, darah mengalir bagaikan air
bah yang memecah bendungan, itu waktu, penderitaan yang kau alami terlalu seram untuk dibayangkan." Peluh dan keringat 'Siu jin Mo Say' mengetel cepat, bagaikan tetesan air hujan yang berjatuhan dari emper rumah. To It Peng adalah cakal bakal para manusia yang bermotto semboyan 'kasih', tak dapat membiarkan seseorang menderita sengsara, melihat hal itu, ia berkata : „cianpwe, beri tahukanlah kepadanya, bagaimana ia harus manghilangkan penderitaan hebat itu." „Tentu. Setelah ia berjanji mengabulkan tiga permintaanku." kata orang tua pendek rambut kuning itu. 'Siu jin Mo Say' kembali denqan maksud tujuan meminta adpis, bagaimana ia harus menyembuhkan luka 'Kiu-thian-to-lie-kang'. Diketahui ilmu Kiu-thian-to-liekang terdiri dari sembilan gelombang, setiap tingkat kian menghebat, maka sehingqa gelombang yang terakhir, semakin sulit mempertahankannya. Kini senjata makan tuan, dengan ilmu yang dipunyainya ia menyebabkan dirinya menderita. Setiap hari, luka yang diderita akan menghebat, maka 9 hari kemudian, dikala luka itu menjalar keseluruh tubuh, seharusnya tidak ada tabib yang dapat memberi pertolongan. Belum lama, ia telah mengerahkan ilmu Kui-thian-to-lie-kang, bukan musuh yang dilukai, tetapi diri sendiri yang akan mengalami siksaan badan, belum lama ia telah Iari menjauhkan diri, tetapi dengan tekanan suara-gelombang tekanan tinggi Siu jin Mo Say asli telah memanggilnya kembali, dikatakan ia akan memberi petunjuk2
bagaimana harus menghilangkan penderitaan badan itu, maka dengan menebalkan muka, memberanikan diri, ia balik kembali. To It Peng telah memberi jalan, segera berkata : „Tiga permintaan apakah itu?" Orang tua pendek dengan kepala gentong itu cukup sabar, ia berkata dan menyebut tiga syaratnya:
„Dengarlah baik2. Syarat yang pertama ialah tidak diperbolehkan kau mengganas, kau hanya boleh menetap didaerah See-gak dan baik2 menjaga keempat muridmu itu. " „Syarat ini dapat kuterima." Setelah berpikir sebentar, 'Siu jin Mo Say memberi jawaban. „Permintaanku yang kedua ialah katakan dimana anak itu berada ?" „Ditangan muridku. " „Lekas panggil mereka dan serahkan anak itu kebangunan Sengpo-chung." 'Siu jin Mo Say' mengkerutkan alisnya. „Permintaanmu ini bararti kau telah menghilangkan kesempatanku untuk memiliki pedang Hui-ie." la masih
mengharapkan pedang pusaka itu. „Ha, ha ……" Siu jin Mo Say tua yang telah bertobat tertawa. „bukan saja kehilangan kesempatan untuk memiliki pedang Hui-ie, sampaipun sarung pedang kulit naga yang berada padamu itu akan kuminta." 'Siu jin Mo Say' termundur, ia berteriak : „Tidak! Dengan mati2an aku mempartahankan nya, maka hampir2 nyawaku tertinggal di Seng-po-chung tergencet oleh tekanan kekuatan puluhan jago2nya. Hal ini untuk memiliki pedang Hui-ie dan mempertahankan sarung pedang kulit naga. Tak mungkin dapat kuserahkan kepadamu. " „Baik. Kau tidak mau menyerahkan kepadaku. Tetapi pikirlah masak2, dengan keadaanmu seperti sekarang ini, mungkinkah dapat mempertahankan lagi? Bila aku bergerak, kemana kau melarikan diri ?" Wajah 'Siu jin Mo Say' semakin pucat, keringat mengucur semakin banyak, sugguh ia tidak berdaya. „Aku tidak mau merampas benda itu dari tanganmu." Berkata lagi Siu jin Mo Say tua. „Ilmu Kiu-thian-to-lie kang yang kau kerahkan
tadi telah ada pada tingkat kesembilan, maka hanya memerlukan waktu lima hari, kujamin kau jatuh menggeletak ditanah tidak dapat bergerak" Badan'Siu jin Mo Say' menggigil dingin. „Pada waktu- itu, dengan mudah, seseorang yang tidak berkepandaian silatpun dapat mengambil sarung pedang kulit naga itu dari tanganmu." Berkata lagi orang tua berbadan pendek itu, Tiba2 laki2 berambut kuning itupun berteriak, tangannya meraih sarung pedang kulit naga yang segera dilempar kehadapan orang tua aneh. Siorang tua memanjangkan tangannya, maka sarung pedang kulit naga tidak jatuh ketanah, tetapi pindah kedalamtangannya.
Setelah melemparkan sarung pedang kuht naga, 'Siu jin Mo Say' mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya, dilempar keudara bebas, maka.... sssiiiuuuttt …………. sesuatu benda bercahaya merah pecah diudara, bertaburan dan lama sinar itu memancar diudara. Tidak berapa lama, terlihat 4 bayangan berlari mendatang, mereka melihat tanda panggilan dan datang segera. To It Peng bermata tajam, segera ia melihat kedatangan mereka, itulah 4 Manusia Wajah Tak Berkulit, Hantu Wanita, Patung Arca dan dua baju putih 4 bayangan itu telah tiba sagera, pada tauaan si Hantu Wanita tergendong seorang anak, itulah Tay Koan yang dicari, To It Peng segera menyongsong kedatangannya, mengulurkan dua tangan kedepan berkata : „Lekas ….. Lekas serahkan anak itu kepadaku." ---oo0oo---
BAGIAN 15
BAGAIKAN TIKUS MENEMUKAN KUCING, JAGO NOMOR SATU DARI DAERAH LIAUW-TONG TENG SAM TAK BERANI MENEMUI NENEK HlTAM HlAN-U PO-PO
TERNYATA 4 Wajah Tak Berkulit adalah 4 murid Siu jin Mo Say gadungan, mengatahui guru mereka melepaskan tanda panggilan, mereka datang segera. Murid tertua yalah wanita rambut panjang, si Hantu Wanita, demikian To It Peng menamakannya, dan putra ketua Seng-pochung berada pada tangannya. Mengetahui anak itu diminta, Hantu Wanita memutar putarkan matanya yang bergantungan seperti lampu setan itu, dari sela2
rambut yang terurai masih jelas terlihat wajahnya yang menakutkan. „Serahkan kepadanya!" Sang guru memberi perintah. Perintah ini berada diluar dugaan Hantu Wanita, tetapi ia tidak membantah, diserahkan Tay Koan kepada To It Peng. Agaknya Tay Koan masih mengenali sidungu, ia lari dan merangkul leher T o It Peng dengan mesra. Putra Kat Siauw Hoan tehah berada didalam pelukannya, maka To It Peng lupa akan segala penderitaan ia harus membawa anak ini ke Seng-Po-chung dan menyerahkan kepada ayahnya, sete!ah itu ia mengawaninya hingga 12 tahun. Dengan membawa Tay Koan, To It Peng berjalan perqi. Boleh dikata, ia telah lupa daratan, Iupa akan keadaan sekelilingnya, lupa orang tua berambut kuning yang telah berulang kali menolongnya, lupa Siu jin MO Say dan lupa 4 Wajah Tak Berkulit, ditinggalkannya mereka itu semua. To It Peng menuju kearah Seng-po-chung. Berjalan beberapa waktu, keadaan sipemuda mulai dingin, ia segera teringat bahwa beberapa orang telah ditinggalkan begitu
saja, diantaranya termasuk orang tua pendek berambut kuning yang baik hati. la menolah kebelakang dan . . . . Eh . . . . orang tua pendek berambut kuning, berkepala gentong dengan mulut lebar itu masih berada dibe!akangnya, ia tertawa-tawa menyaksikan kekagetan sipemuda. Tidak terlihat Siu jin MO Say dan keempat muridnya yang tidak mempunyai kulit pada wajahnya itu. „Hanya kau seorang diri ?" T o It Peng mengajukan pertanyaan. „Begitu menemukan anak itu, kau segera menggendongnya dan pergi, meninggalkan kawan dan lawan. Setelah pu!uhan lie, baru kau teringat dan membalik-kan kapala. Mungkinkah kau menyuruh
mereka mengikuti jejakmu, mengintil dibelakangmu?" Demikian orang tua berambut kuning itu berkata. „Oooooo . . . . Aku telah berja!an puluhan lie?" To It Peng garuk2 kepala. „Dan mengapa kau turut dibelakangku ?" „Tentu ada urusan denganmu. Aku ingin meminta sesuatu darimu." To It Peng kaget, dipeluknya Tay Koan karas-keras, takut kalaukalau orang tua berambut kuning itu merebut dari tangannya. „Apakah yang kau mau?" Tanyanya gemetar. „Bila kau ingin merebut anak ini dari tanganku, aku akan mengadu jiwa, tahu" „Mengadu jiwa?" Orang tua itu tertawa. „jiwa mana yang ingin kau adu ?" To It Peng mamandang penuh kesiap siagaan. „Nah, kau lihat !" kata orang tua pendek itu. jarinya ditudingkan, maka tangan To It Peng kaku. Tay Koan lepas dari pelukannya dan terbang. To It Peng lompat maju, ia menubruk tubuh Tay Koan, takut jatuh atau terluka.
Tetapi orang tua berambut kuning itu lebih gesit darinya, disaat To It Peng menubruk, Tay Koan telah berada didalam rangkulannya. „Bagaimana kau dapat mengadu jiwa?" orang tua pendek itu tertawa. To It Peng membentak, dan iapun mengejar, siap merebut kembali anak Kat Siauw Hoan. Orang tua pendek dengan rambut pirang itu ada niatan mempermainkan sipemuda, tubuhnya melesat, dan dengan membawa Tay Koan, ia melarikan diri. To It Peng membikin pengejaran. Sayang! Ilmu ke pandaiannya sungguh minim sekali, betapa kuatpun ia mengejar, mana mungkin
dapat mengejar tokoh kenamaan jaman dahulu kala? Bila mau, orang tua itu dapat meninggalkan To It Peng. Tetapi hal ini tidak dilakukan, ia menunggu sipemuda, manaka!a hampir tercapai, baru ia melesat, dipertahankannya jarak2 yang tertentu. Napas To It Peng memburu keras, beberapa kali ia jatuh banqun, tapi tekatnya membuat, walau kebulan Tay Koan dibawa, tetap akan dikejar juga olehnya. Orang tua pendek, dengan rambut kuning itu marasa kasihan, ia manghentikan kakinya dan bertanya : „Bagaimana ?" „Serahkan anak itu !" T o It Peng berteriak. „Baik." Dan Tay Koan diserahkan keptida sipemuda. „Bila aku ada niatan merebut anak itu, dapatkah kau mengadu jiwa ?" To It Peng tidak mengerti s ikap orang tua ini, ia menggoyangkan kepala dan ber-kata2 : „janganlah kau merebutnya lagi." „Tentu saja. hubunganmu dengan ibunya baik sakali. Aku tidak mau merebut darimu. Maksudku hanya meminta sesuatu darimu." Kata2 'Hubunganmu dengan ibunya baik sekali' itu sangat mengejutkan To It Peng, hampir2 ia jatuh ditanah.
„Kau ……. kau mau meminta sesuatu ?"Tanyanya. „Apakah yang kau ingini itu ?" „Pedang pusaka yang diberi nama pedang Hu-ie itu Suara siorang tua berambut kuning tidak terlalu keras, tetapi masuk kedalam telinga sipemuda keras dan berdengung-dengung. Ia terlompat berkata : „jangan . . . . jangan…… Aku tidak mau menyerahkan pedang itu…… Aku…. Aku…. tidak mermpunyai pedang Hu-ie. " To It Peng menyebut jangan beberapa kali, dipeluknya Tay Koan erat2, takut jatuh atau direbutnya lagi. Orang tua pendek dengan rambut kuning itu tidak mendesak, ia
menggoyangkan kepalanya yang sebesar gentong itu berkata : „Lebih baik kau s impan pedang itu didalam tanganku. Bila tidak……. Tahukah bahaya yang mengancam kalian ? " Didalam kamus perbendaharaan benak sipemuda tidak ada kata2 yang menerangkan apa itu artinya 'ancaman bahaya', ia tidak mengenal takut, yang penting yalah menjaga Tay Koan hingga berumur 12 tahun, setelah itu menyerahkan pedang Hu ie kepada anak tersebut. Inilah pesan dari ibunya. „Serahkan pedang itu kepadaku," kata orang tua berambut pirang itu. Tidak sedikit kutahu tentang keadaanmu. Bia saja kau tidak mau menyerahkan, dan kukatakan tentang keadaanmu itu ……" „jangan…… jangan……To It Peng berteriak „jangan kau katakan kepada siapapun juga." „Kau bersedia menyerahkan pedang Hu-ie? " „Kulihat kau tidak jahat kepadaku, seharusnya kuserahkan pedang itu kepadamu, hanya saja benda pusaka itu bukan barang milikku, tetapi pesan seseorang untuk dihadiahkan kepada anaknya."
Orang tua itu mengkerutkan alisnya yang berwarna kuning, ia berkata : „Sungguh Kau juyur! Baik! Akan kuberi sedikit keterangan, tahukan betapa bahaya kau membawa-bawa pedang pusaka ?" „Tokh tidak ada yang tahu, Bahaya apa yang mengancam?" „Kau harus menunggu sehingga anak dewasa dan menyerahkan pedang Hu ie kepadanya bukan ?" „Betul." „Berapa Iama, waktu itu kau butuhkan ?" „12 thun." „Nah, itulah ! Waktu itu terlalu panjang. Bila sampai terjadi
sesuatu, dapatkah kau mempertahankan pedang itu hingga tidak direbut orang?" „Kukira .... " To It Peng tidak dapat menjamin tentang hal tersebut. „Lebih baik kau serahkan kepadaku. Biar aku yang tolong menyimpannya. Aku hanya ingin pinjam untuk sementara." „Betul ?" To It Peng ragu2. „Percayalah kepadaku. Aku bukan hidup ditahun 1968, dimana banyak kawan yang memakan kawan, banyak penipu berkeliaran, banyak bajingan dengan seribu janji2 muluk yang tidak akan ditepati." Sipemuda mengeluarkan pedang Hu-ie didalam keadaan seperti itu, mana mungkin ia tidak menyerahkannya, orang tua aneh dengan kepala berukuran tidak normal ini dapat merebut pedang pusaka dari tangannya, tetapi ia tidak melakukan hal itu, suatu tanda betapa jujur sifat kepribadiannya, betapa baik hatinya. „Bilakah kau akan mengembalikan pedang ini ?" To It Peng tidak segera menyerahkan.
„Setelah anak itu dewasa" kata orang tua berambut kuning itu." jari tangannya dipentilkan, maka . . . . ser…. menyerang pedang yang masih berada ditangan orang. Terdengar suara.... teng….. pedang Hu-ie terpental dan lepas dari tangan To It Peng, naik keatas tinggi, berputar dan menukik turun, arah tujuannya yalah dimana ia berada. cepat luat biasa, sarung pedang kulit naga dikeluarkan dan terpasang untuk menyanggah datangnya pedang. Dan slep, pedang masuk kedalam warangkanya. Manakala To It Peng mengeluarkan pedang Hu-ie, keadaan cahaya terang karena pantulan sinar pedang pusaka itu, setelah masuk kedalam sarung pedang kulit naga, cahaya itupun lenyap
tanpa bekas. Dengan menenteng pedang Hu-ie dengan telah bersarung tempat pedang kulit naga, orang tua pendek dengan ukuran kepala tidak normal itu melesatkan dirinya, ia pergi meninggalkan sipemuda. „Selamat berjumpa lagi !" Lamat2 masih terdengar suaranya. „Hei….." To It Peng berkoar. „jangan lupa mengembalikan pedang itu, setelah anak ini dewasa." Bayangan orang tua berambut pirangpun telah tidak tampak, terlalu cepat untuk dilukiskan. Maka, dengan membawa Tay Koan, sipemuda melanjutkan perjalanan menuju Seng-po-chung. Seng-po-chung……………… Seng-po-chung adalah Iambang dari suatu kerajaan kecil yang memisahkan diri dari kerajaan dunia, ia dibangun diantara dua Iembah yang tidak mudah dicapai orang, yang menuju tempat itupun tidak ada. Bila tidak ada petunduk orang atau belum pernah berkunjung, tidak mudah untuk mencapainya.
To It Peng pernah berkunjung, maka kali ini dengan mudah telah berada didepan pintu gerbang Seng-po-chung yang terbuat dari bahan tembaga kuning itu. 8 penjaga pintu menghampirirya, segera sipemuda berteriak : „Lekas beri tahu kepada ketua kalian, katakan kepadanya bahwa aku To It Peng telah membawa putranya kembali." Sudah tenu kejadian ini dilaporkan kepada ketua Seng-po-chung, cepat ia memberi perintah dan menyilahkan sipemuda masuk. Tiba2 didalam ruangan, To It Peng menghadapi kejadian yang diluar dugaan. Ketua Seng-po-chung membawakan sikapnya yang acuh tak acuh, ia berpaling kepada dua orang wanita pengasuh berkata : „Sambutilah anak itu dari tangannya."
Dua wanita pengasuh maju, mereka meminta Tay Koan dari tangan sipemuda, mau tak mau, To It Peng menyerahkan anak itu kepada mereka. Dua pengasuh itu hanya menjalankan perintah, setelah manyambut anak ketua mereka, kedua-duanya berjalan masuk dengan membawa anak itu, tak sepatah kata dikeluarkan. To It Peng tertegun, hubungannya dengan Tay Koan bukan hubungan biasa, berat ia berpisah dengan anak itu. Terdengar suara ketua Seng-po-chung memberi perintah : „Bawa uang emas 50 tail dan serahkan kepada saudara ini." Perintah segera dijalankan, seorang tua telah membawa 50 tail uang emas yang diletakkan diatas baki nampan, dihampirinya sipemuda dan siap menyerahkan hadiah itu. To It Peng mengerutkan alisnya tinggi2. „Apa artinya ini ? " la mengajukan pertanyaan. „Ambillah uang emas itu sebagai hadiahmu." kata 'ketua Sengpo-chung. „Setelahi itu, Pergilah kemana kau suka."
„Aku . . . . Aku . . . Aku ingin menetap disini" kata T o It Peng. „Mengapa?" tanya ketua Seng-po-chung. „Aku….. aku ingin melihat bagaimanm Tay Koan dibesarkan. " Ketua Seng-po-chung mendelikkan mata,membentak : „Pergi !...... Pergi !....... Pergi ……" Tiga kali ia mengucapken kata2 'pergi', dan tiga kaIi pula ia mengibaskan tangan, dari mana keluar tenaga kekuatan yang mendorong sipemuda. Maksud sipemuda ingin mengadakan perdebatan, tetapi dua laki2 berbadan besar telah menentenq dirinya yang segera dibawa keluar. „Hayo….. keluar!......." bentak mereka kasar. To It Peng dilempar keluar dari Seng-po-chung. Setelah itu, pintu gerbang bisar ditutup rapat.
„Hei……" T o It Peng meaggedor pintu. „Mengapa tidak mengenal aturan ?" Sambutan orang2 Seng-po-chunq yalah melempari batu dari atas, hal ini membuat sipemuda lari ter-birit2 menjauhkan diri dari pintu gerbang tembaga Seng-po-chung. Kawan dungu kita berjalan pergi, bingung ia memikirkan sifat2 seseorang yang seperti ketua Seng-po-chung itu. Hanya yang jelas yalah ia te lah menyerahkan Tay Koan kepadanya, keadaan anak itu akan menjadi anak, tak mungkin sang ayah melakukan sesuatu yang merugikan anak sendiri, To It Peng berjalan pergi meninggalkan Seng-po-chung. jauh2 ia melakukan parjalanan dengan tidak mengenal lelah, maksud tujuannya ialah bangunan dengan pintu tembaga kuning itu, setelah tiba disana, setelah menyerahkan anak siraja daerah, ia diusir mentah2, sungguh manjengkelkan.
Hari ini, ma lam mulai berkuasa, keadaan disekitar pegunungan gelap gulita. To It Peng mamandang disekelilingnya, ia tidak mempunyai tujuan tertentu, kemana ia harus pergi. Ia duduk disebuah batu besar, mengenangkan pengalamanpengalaman pahitnya. Setelah Ban-kee-chung dibakar, ia telah terlunta-lunta, tidak ada tempat tinggal yang pasti. Kemana ia harus pergi ? Malam telah tiba bintang2 berkelap-kelip, bertaburan diangkasa. To It Peng terpaksa harus tidur ditengah hutan itu. Terlihat empat bayangan bergerak, wajah mereka mengenakan topeng yang menakutkan, arah tujuannya yalah batu besar dimana sipemuda berada. Bolak-balik sipemuda tidak dapat tidur, tiba2 telinganya dapat menangkap suara yang membangunkan bulu roma. la lompat dan memeriksa keadaan disekeliling itu.
4 orang bertopeng telah mengurung, bentuk dari pada wajah topeng itu menakutkan sekali. „Hei, siapa kalian ?" Bentak To It Peng keras. 4 orang itu mendekatinya-lebih dekat. ,,Aaaaaa……" To It Peng berteriak, dilihat topeng2 itu berupa setan, bebegig dan jejadian2 jahat. „Mungkinkah orang ini yang majikan kita cari ?" Salah satu dari 4 orang manusia bertopeng itu bertanya kepada kawannya. „Mungkin." „Tanyakanlah terlebih dahulu." „Hei," Bentaknya kepada sidungu. ,Namamu To lt Peng ?" “Eh, kalian kenal denganku ?" To It Peng tidak mengerti, mengapa keempat iblis itu dapat mengenal dirinya, „Aaaaaa ……." Salah satu dari 4-manusia bertopeng tadi berseru girang.
„Berhasil juga kita menemukannya." Terdengar lain suara dari keempat setan2 itu. „Bagus usaha kita tidak percuma." Berkata mereka kepada To It Peng. „Kemana saja kau pergi ?" „Majikan kalian ?" To It Peng mengkerutkan alis. „Siapakah majikan kalian itu? Kenalkah majikan kalian itu kepadaku ?" „Tentu. Majikan kami adalah Hian-u Po-po." „Aeaaa……." To It Peng berteriak girang. „Dimanakah dia ? Dimanakah kini dia berada?" Bagaikan menemukan pegangan hidup, si pamuda berjingkrak. Lupa kepada 4 manusia bertopeng yang menakutkan itu. Diketahui Hian-u Po-po ingin mengajaknya kelembah cang-cu-kok untuk berkumpul dengan neneknya. Kemudian terjadi perkara Kat Siauw Hoan yartg mengganggu parjalanannya. Kini orang2 Hian-u Po-po mencari dirinya, tentu tak sukar ia bertemu dengan nenek
berpakaian hitam itu. „Ikutlah dibelakang kami berempat. Segera kau dapat bertemu dengannya." Berkata 4 manusia bertopeng itu. To It Peng mengikuti dibelakang 4 manusia bertopeng itu, malam gelap, maka wajah buruk-pun tidak tidak terlihat jelas. Melewati jalan yang ber-liku2, lama sekali mereka belum tiba ditempat tujuan. „Masih jauhkah?" tanya To It Peng. Keempat orang bertopeng itu tidak memberi sahutan. „Hei, masih jauhkah tempat Hian-u Po-po?" Sipemuda mengajukan pertanyaan ulangan. Mereka jalan dimalam qelap, wajah keempat orang bertopeng itu sesungguhnya menakutkan, gerak-geriknya sangat aneh sekali. Mereka mulai merayap naik kejalan yang menanjak, tidak memberi tahukan dimana letak Hian-u Po-po.
To It Peng bergidik, tiba2 timbul ilhamnya. „Hei, mungkinkah Hian-u Po-po telah teraniaya?" Ia berteriak. 4 manusia bertopeng itu sarentak menghentikan geraknya, mereka memandang dan menatap tajam To It Peng. Suara teriakan sipemuda dimalam gelap sangat karas sekali. Hal ini tidak boleh terjadi. „Hei, siapa kalian?" tanya To It Peng. „Mengapa membunuh Hian-u Po-po ? Kini ingin memancing aku dan menganiayanya pula?" Melihat kedudukan sipemuda, keempat orang itu tertawa lebar. To It Peng ber-teriak2, keempat orang itu tertawa, dimalam gelap yang pekat, keadaan dapat membangunkan bulu tengkuk orang yang mendengar. Disaat inilah terdengar suara Hian-u Po-po yang dingin, agaknya jarak mereka cukup jauh.
„Apa yang kalian tertawakan? Lekas bawa kemari." „Dikatakan olehnya bahwa kita telah menganiayamu. Dan kini sedang memancing dirinya kesuatu tempat sepi untuk dibunuh pula." Masih saja keempat orang itu tertawa. „Kau kira mudah membunuh aku ?" To It Peng mendebat. ,Aku adalah jago nomor satu." Keempat orang itu tertawa semakin terpingkal-pingkal. „jago nomor situ ? Ha, ha, ha, ha, ………. „Dari manakah munculnya jago nomor satu sepertimu ?" „Ha, ha, ha,………. „Siapa yang memberi tahu kepada kalian bahwa aku jago nomor satu gadungan?" Debat To It Peng „Hu, tidak pernahkah Hian-u Popo memberi tahu, bahwa aku telah diciptakan menjadi jago nomor satu? Karena ilmu kepandaianku terlalu tinggi, maka tidak boleh
sembarangan memukul orang. celaka bila kalian kupukul mati semua." 4 orang bertopeng itu tertawa semakin keras, perut mereka dirasakan menjadi sakit mengingat ketololan pemuda dihadapannya. Sesuatu bayangan bergerak cepat, segera membentak keras: „Apa yang kalian tertawakan?" Inilah Hian-u Po-po yang segera membentak 4 orang peliharaannya. Perintah ini tidak boleh dibantah, segera mereka tutup mulut. Hian-u Po-po mendekati To It Peng, ditatapnya sipemuda sekian lama dan bertanya : „Kemana saja kau pergi ? Seorang diri kau masuk kedalam lembah cang-cu-kok ?" „Dimana letak cang-cu-kok? Aku tidak tahu. Bagai mana dapat berada ditempat itu?" kata sipemuda memberi jawaban. „Kotak batu pualam ayahmu itu tentu masih ada, bukan ?" „Betul."
„Dimana saja kau beberapa bulan ini ?" Hian-u Po-po bertanya lagi. „Ah, banyak sekali kejadian yang kualami. Beberapa kali aku bulak-balik disekitar Seng-po-chung." „Seng-po-chung? Ada hubungan apa dengan Seng-po-chung? mengapa kau dapat berada disana ?" „Perkara itu telah kuselesaikan." To It Peng memberi jawaban. Hian-u Po-po memandang dengan mata penuh kecurigaan, betulkah keterangan pemuda ini? Apa yang dikerjakan di Seng-pochung? Perduli amat. Bila ia belum pergi kelembah cang-cu-kok, segala sesuatu masih mudah untuk diselesa ikan. Karena mengetahui bahwa rencana tidak akan gagal, wajah Hianu Po-po tampak seperti biasa pula, ia berkata : „Kau belum pernah berkunjung kelembah cang-cu-kok, mari kita berangkat kesana.
Diketahui nenekmu mengutus Teng Sam memagggilmu: Setelah lewat berbulan-bulan, kau belum sampai, tentunya ia khawatir" „Aku tidak tahu dimana letak cang-cu-kok." kata To It Peng. „Kau takut berjalan bersama-sama diriku, sehingga aku sesat dijalan. Kini kau ingin mengulangi kejadian lama?" „Baik, kini kita mengadakan perjalanan bersama." kata Hian-u Po-po, hal ini untuk menghindari dari perpisahan mereka. Setelah itu, dihampiri 4 orang bertopeng, kepada mereka Hian-u Po-po mengucapkan beberapa patah kata meninggalkan pesan, To It Peng tidak mendengar apa yang dikatakan kepada mereka, karena ucapan: Hian-u Po-po hanya ditujukan kepada 4 orangnya saja, bukan kepada sipemuda. 4 Orang Hian-u Po-po itu berulang kali menqanggukkan kepala, badan mareka melesat pergi, menjalankan perintah sang majikan. Hian-u Po-po memandang To It Peng dan berkata : „Mari !" Mereka menuju kearah Utara, ternyata lembah cang-cu-kok
berada didaerah itu. Perjalanan dilakukan terus menerus sehingga tiga hari tiga malam, selama tiga malam ini tak pernah Hian-u Po-po bicara kepada sipemuda. To It Pang merasa kesal, ia ingin membuka suara, tetapi selalu dibatalkan setelah melihat sikap Hian-u Po-po itu. Hari ini, mereka telah mulai memasuki daerah pegununqan, tinggi diatas gunung terlihat saiju yang memutih, sinar matahari memantulkan cahayanya yang kemilauan, berklebat terang, itulah suatu pemandangan yang menakjubkan. Dari keterangan yang didapat dari dua murid Tiang-pek Sin-ong, Kang Yauw yanq cantik dan Lim cu jin yang gagah, lembah cang-cukok seperti tidak jauh dari gunung es, mungkinkah sudah tiba ? Setelah me lakukan perjalanan jauh, tentu mereka merasa lelah, menjelang malam harinya, mereka telah tiba dilembah tersebut,
Hian-u Po-po berhenti sabentar, memandang jauh kedepan, ia mengeluarkan suara keluhan napas lega. Setelah melakukan perjalanan beberapa lama dengan nenek baju hitam itu, sifat2 Hian-u Po-po cukup dikenal, To It Peng segera menduga akan mendapat istirahat, hal ini sangat lumrah ia duduk bersandar disebuah pohon. Hian-u Po-po mandelikkan mata serta membentak : „Bangun! " To It Peng tertegun. „Tidak istirahat?" la mengajukan pertanyaan. „Bangunlah dahulu. Lihat! Didepan seperti ada seseorang. Tidakkah kau lihat ?" Sipemuda bangun dari tempat duduknya, ia harus taat akan perintah Hian-u Po-po. Samar2 seperti ada orang yang menyalakan api, orang itu duduk ditepian api yang dinyalakan itu. „Sudah kau lihat ?" tanya Hian-u Po-po. „Pergilah lihat, siapa
yang berada disana ?" To It Peng menjalankan perintah, dengan langkah lebar ia maju kedepan menghampiri orang itu. Pada api yang belum lama dinyalakan duduk terpekur 'seseorang dengan menyilangkan' kedua tengannya didengkul, dan kepalanya diletakkan pada kedua tangan itu. Agaknya seperti mengantuk dan kurang tidur. Derap langkah To It Peng mengejutkan orang ini, ia segera mendongakkan kepala memandang kearahnya. Karena sinar api unggun itu, To It Peng segera dapat melihat jelas wajah orang tersebut. Aaaa……. Orang ini cukup dikenal olehnya. Dia adalah si jaqo Nomor Satu dari daerah Liauw-tong, paman Teng Sam itu. Teng Sam menatap To It Peng, ia mangedip kedipkan matanya mengucek uceknya. Kehadiran sipemuda sungguh berada diluar
dugaan, ia kurang percaya. Dikala ia mengatahui keadaan yang sebenarnya, tiba2 badannya mencelat, tangannya mencengkeran dada sipemuda. Didalam sekejap mata, ia berhasil menentengnya. „Ouw ……" To It Peng berteriak. „Ha, ha, ha ……. " Teng Sam tertawa. „Kau? Kau cecurut kecil ini yang datang." „Paman Teng Sam, lepaskanlah tanganmu." To It Peng merasa sakit. „Lepas tangan? Ha, ha, ha,……… Teng Sam tidak mengabulkan permintaan sipemuda. „Begitu tanganku lepas, begitu pula kau melarikan diri. Kemana aku harus mengejarmu lagi ? Ha, ha, ha, ha …….. rejekiku bagus, berhasil menemukanmu kembali, " „Apa yang membuat kau girang, menemukan aku?" To It Peng mengajukan pertanyaan. „Mengapa tidak? Pikirlah, apa nenekmu itu orang yang mudah
dihadapi ? Aku mendapat tugas untuk memanggilmu, tetapi tidak berhasil. Kini kau datang seperti muncul dari dasar bumi mendadak, aku segera pulang kelembah cang-cu-kok memberi pertanggung jawabku kepadanya." Saking girangnya, Teng Sam menari-nari………. „Aku tidak dapat menembus bumi, muncul secara mendadak,To It Peng berkata. „Mungkin-jatuh dari langit. " „Pun bukan, aku datang dengan seorang kawan." „Kawan? Dimanakah dia -berada? Biar kuusir kawanmu itu. Lembah cang-cukok bukanlah tempat yang boleh dikunjungi oleh sembarang orang." kata Teng Sam memandang sekelilingnya. To It Peng menghadapi arah dimana Hian-u Po-po tadi berada dan berteriak: „Hian-u Po-po……."
Bagaikan mendengar berita buruk, tubuh Teng Sam terjengkanq mendadak, badannya menggigil dingin. ,.Eh, paman Tong Sam, kau msngapa?" To It Peng bet tan ya. Wajah jago nomor satu dari daerah Liauw.tong ini pucat pasi, badannya menggigil semakin keras, in tidak dapat memberi jawaben. To It Peng be(um mengerti. Dan pada saat yang sa;na, terdsngarlah ware Hian•u Po-po : „Tidak perlu kau bingungkan keadaannya. Dahulu ia pernah berhutanq kepadaku. Maka tidak berani menemuiku, takut aku menagih hutangnya itu. Ia menggigil dan gemetar karena takut." „Ow……" To It Penq kini telah mengerti persoalannya. „Paman Teng Sam, tidak perlu kau takut, Hian-u Po-po adalah kawanku. Hutangmu kepadanya masih boleh ditunggak. Hal ini biar aku yang memberi d yaminan "
Teng Sam menyengir me-ringis2. „Hian-u Po-po .... Tidak disangka kita berjumpa lagi" Katanya kurang lancar. „Inilah yang diartikan dunia tidak sedaun kelor." Hian-u Po-po berkata. „Oh…… Dunia tidak sedaun kelor… Dunia tidak sedaun kelor ....." Tubuh T eng Sam mundur kebelakanq m3njauhi Hian-u Po-po yang sangat ditakuti, tiba2 saja, setelah jarak msreka cukup jauh, tubuhnya mancelat, ia melarikan diri. Gerakan Teng Sam sungguh diluar dugaan, gesit dan cepat, tetapi langkah Hian-u Po-po lebih cepat darinya, terdengar ia berteriak marah, tubuhnya mumbul keatas, menukik beberapa kali, dan jatuh tepat dihadapan jalan lari Teng Sam. Menghadang kepergian sijago nomor satu dari daerah Liauw-tong. Teng San belum puas, ia berganti arah dan harus cepat2 menjauhkan diri dari nenek berbaju hitam ini. Sayang ia tidak
berhasil menjauhkan dirinya, baru dua langkah, Hian-u Po-po telah berhasil menghalang-halangi. Beberapa kali T eng Sam berganti arah, beberapa kali pula Hian-u Po-po mendahului dirinya, kemana ia lompat, selalu kalah cepat. Semua penjuru telah dikuasa i oleh Hian-u Po-po. Rasa takut Teng Sam kepada Hian-u Po-po tidak dapat dilukiskan, ia masih berusaha melarikan diri. Hian-u Po-po naik darah, segera ia membentak : „Teng Sam, masih kau ingin me larikan diri? Kau memaksa aku membunuhmu, he?" Badan Teng Sam berhenti bergerak, maka dengan mudah tangan Hian-u Po-po telah menangkapnya. Menyaksikan kejadian tadi, maka To It Peng maju bicara : „Paman Teng Sam, sudah kukatakan bahwa Hian-u Po-po adalah
kawanku, ma ………" „Minggir!" Bentak Hian-u Po-po keras. „Aku ada sedikit urusan yang harus diselesa ikan dengannya." To It Peng bandel, ia tidak minggir. „Hian-u Po-po, menagih hutang tak perlu menunjukkan kegalakanmu." kata sipemuda. „Hutang apakah yang belum dibayar kepadamu ?" Hian-u Po-po membentak : „Bila kau banyak cerewet. Aku tidak sudi menjalankan perjalanan bersamamu lagi, tahu? Hayo, pergi ! " To It Peng menggoyang-goyangkan kepala berjalan pergi, ia menggerundel : „Tidak mudah untuk menjadi orang baik. Tagihlah semua hatimu" „Tetapi, paman Teng Sam." Tiba2 ia ingat sesuatu, A, sidungu membalikkan kepala dan berkata. „jangan takut, bila ia terlalu mendesak, katakanlah kepadaku."
Hanya mulutnya saja yang berani berlaku bawel, sebenarnya ia tidak dapat berbuat sesuatu. Hian-u Po-po tidak mau ambil pusing, tangannya menekan pundaknya Teng Sam dan berkata dengan suara perlahan : „Katakan, bagaimana harus masuk kedalam lembah cang cu-kok? " „Tidak…… T idak…..." Keringat T eng Sam mengucur deras, ia jago nomor satu, berkepandaian tinggi, tetapi terhadap Hian-u Po-po, bagaikan tikus bertemu dengan kucing, ia mati kutu. Hian-u Po-po tertawa dengan suara yang sangat menakutkan, bila saja To It Peng menyaksikan bagaimana nenek baju hitam ini tertawa, tentu ia akan terke-jut dan lompat beberapa meter, hal mana dapat dimaklumi, karena tertawanya Hian-u Po-po lebih kejam dari tertawa iblis. Badan Teng Sam menggigil kencang. Terdengar lagi suara Hian-u Po-po berkata kepadanya .
„Teng Sam, ilmu kepandaianmu agak lumayan. Tetapi nyalimu lebih kecil dari nyali tikus, bukan?" „Betul. Aku adalah seorang yang tiada nyali." Suara Tang Sam gemetaran. Hian-u Po-po menekan tangannya keras-keras, ia membentak : „Maka, katakan, bagaimana harus masuk kelembah cang-t yu-kok ?" „Ti……. Tidak……Tidak dapat kukatakan." To It Peng telah berjalan menjauhi mereka, tetapi apa.yang terjadi diantara dua orang itu dapat diduga, ia geli menyaksikan sijago nomor satu Teng Sam yang berkepandaian tinggi, menghadapi si 'Penagih hutang' itu, tidak berdaya sama sekali. „Kau akan katakan." kata Hian-u Po-po. „Karena jiwamu tergantung dari keterangan ini." „ja……. jangan…….."
„Katakanlah." Hian-u Po-po menekan pundak Teng Sam semakin keras. „Baik……. Ba …….. Baik." „Bagaimana cara masuk kedalam lembah cang-cu-kok?" ---oo0oo---
BAGIAN 16 HIAN-U PO PO BERHASIL MASUK KEDALAM LEMBAH CANG CU KOK.
HIAN-U PO-PO, mengetahui jelas sifat dari tabiat T eng Sam yang terlalu sayang kepada jiwanya ia menekan keras dan memaksa jago nomar satu dari daerah Liauw-tong ini menaatakan bagaimana tiara untuk masuk kedalam lembah cang cu kok. Teng Sam akhirnya membuka rahasia berkata : „Masuk kedalam lembah cang-cu-kok harus menerjang tiga
penjagaan, cara masuk dan lewat tempat tempat pos penjagaan tadi ialah harus mempunyai kode2 tertentu. Maka satelah berhasil melewati tiga penjagaan tersebut, kau dapat berada didalam lembah cang-cu-kok. Dan neneknya……….." Teng Sam menunjuk kearah To It Peng. „Neneknya menetap didalam lembah itu." la meneruskan keterangannya. „Bagaimana harus melewati ketiga tempat penjagaan yang kau sebut tadi ?" Bertanya Hian-u Po-po. „Kau harus memberi kode2 tertentu." „Katakan kode2 itu." „Kode . . . . Aduh . . . ." „Lekas katakan." Bentak Hian-u Po-po.
„Aduh….. Mau kukatakan…… Kode penjagaan pertama ialah 'Hujan salju diluar kota yang hebat'." „Kedua ?" „Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai dan kode ketiga ialah 'Salah memilih jodoh akan sengsara badan'." „Apa artinya tiga bait kata2 yang seperti ini ? Pantun bukan, sair bukan, sajakpun bukan ?" Hian-u Po-po mengkerutkan alis. „Mana kutahu ? Kode2 ini adalah perintah Ban Lo Lo." Teng Sam telah selesa i memberi keterangan. Ban Lo Lo adalah nenek tua To It Peng, ibu Ban Kim Sen. Hian-u Po-po menganggukkan kepala, terdengar suara dari dua baris gigi T eng Sam yang gemeretuk keras¬. „Apa yang kau lakukan, bila aku me lepas pegangan tanganku yang menekan pundak ini?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan. „Segera aku angkat kaki, menyebrang lautan dan lari ke Selatan. Tidak berani aku menginjakkan kaki didaerah Utara lagi………." „Hian-u Po-po mengeluarkan suara dingin : „Dimulut kau mengatakan seperti itu, tetapi kau mendapat
kebebasan, dengan mengambil jalan cepat, kau pulang kelembah cang-cu-kok dan memberi tahu akan kedatanganku kepadanya, bukan ? " Teng Sam menggoyangkan kepala berkata : „Bila aku mempunyai keberanian seperti ini, mung¬kinkah ada orang yang mamski aku sabagai 'Ielaki yang tidak bernyali' ?" „Tentunya kau tidak berant." Hian-u Po-po melepaskan tangannya yang menekan orang itu. „Pergilah." Ilmu kepandaian Teng Sam tidak dapat dicela, setelah tekanan itu lenyap, cepat ia melejitkan badan¬nya, hanya beberapa kali putaran badan ia telah berada jauh sekali, hanya dua kaki pantulan kaki. Bayang¬annya telah lenyap tak terlihat.
To It Peng tertawa geli, dilihat Hian-u Po-po telah datang menghampirinya, ia segera mengajukan pertanyaan : „Dia sungguh lucu! Berapa banyakkah hutangnya ke padamu!." Mengapa takut seperti itu?" Mana sidungu tahu, iImu kepandaian Teng Sam sangat tinggi, hanya nyali jago Liauw-tong itu terialu kecil sekali, ia takut mati, maka tidak berdaya menghadapi I Hian-u Po-po, bila saja Teng Sam nekat dengan ilmunya yang merajai daerah Liauw-tong, tak mungkin Hian-u Po-po menangkap dengan mudah. Hian-u Po-po tidak mau banyak bicara tentang Tang Sam, ia berkata singkat : „Hutangnya adalah hutang darah." To It Peng terkejut. „Akh….., kau ber-olok2" katanya. Hian-u Po-po memandang sipemuda itu dan bertanya : Hai, tahukah apa yang kita lakukan didalam lembah cang-cukok?" „Bukankah kau ingin mengawani aku bertemu dengan nenek
tuaku ?" To It Peng memandang heran. „Bagus. Kau memang tahu diri," kata Hian-u Po¬-po. „Lembah cang-cu-kok telah berada didepan, esok hari kita dapat tiba disana." „Maksudmu ingin mengadakan perjalanan malam" tanya To It Peng. Hian-u Po-po tidak menjawab, ia mengulurkan tangannya dan dengan menenteng To It Peng meninggalkan api yang Tang Sam" tidak sempat memadamkannya. To It Pang merasa dirinya menjadi enteng, pohon2 lewat dikedua samping sisinya. la sedang 'terbang' ber-sama2 dengan Hian-u Popo yang melakukan perjalanan malam untuk dapat tiba didalam lembah cang-cu-kok.
Perjalanan dilakukan cepat sekeli, To It Peng bangga dengan ilmu 'kapandaian nomor satù-nya, dia adalah 'jago nomor satu', maka dapat memiliki ilmu 'terbang' yang hebat, dapat melakukan parja!anan bersama-sama dengan Hian-u Po-po. Tentu saja, belum pernah terpikir oleh s ipemuda bahwa bila saja bukan Hian-u Po-po yang menentengnya 'terhang', mana mungkin ia dapat melakukan perjalan dengan kecepatan itu? Lubang jalan otak To It Peng hanya satu jurusan, ia me lihat dan menyaksikan bagaimana Teng Sam, sijago nornor satu dari daerah Liauw-tong takut setangah mati, hal ini dikarenakan ilmu kepindaian Hian-u Popo yang terlalu tinggi, bila nenek baju hitam ini mau, dengan menenteng seekor gajahpun, ia dapat me!akukan perja!anan cepat. Waktu terus berlalu, kini hari telah menjadi pagi…….. sang Surya telah menampakkan sinarnya. Kecepatan Hian-u Po-po mulai mengendur per-lahan2, ia telah tiba dimulut lembah cang-cu-kok, ia harus berhati-hati, Ban Lo Lo bukanlah orang yang mudah dihadapi. To It Peng telah dapat menyaksikan pemandangan matahari
yang memancarkan sinar keemasannya keluar dari balik gunung gelap, cahaya terang bercahaya menguasai jagat. Mereka te!ah malakukan perjalanan di lembah2 terjal yang sulit dilalui, tetapi Hian-u Po-po dapat melakukannya dangan mudah. Satu tikungan kemudian, mereka telah berada pada sebuah jalan yang buntu, didepan mareka terbentang tebing curam, disana terdengar suara gemuruh air terjun, pohon tua yang besar dan berakar panjang memenuhi keadaan ditempat itu. Hian-u Po-po langsung menghampiri air terjun, disana ia menghadang tebing tinggi berteriak : „Kami berdua ingin menuju kelembah cang-cu-kok, diharap tuan dapat memberi sedikit petunjuk." To It Peng memandang jauh kedepan, tak ada sesuatu makhlukpun disana, kepada siapa Hian-u Po-po bicara?
Dari sebuah pahon besar melayang bayangan kurus, ……Ting….. tongkat orang ini menyentuh tanah dan menerbitkan suara yang nyaring, ia memandang Hian-u Po-po dan To It Peng tajam. Orang kurus yang melayang dari atas pohon itu adalah seorang kakek tua yang membawa tongkat, tongkat tersebut dapat menimbulkan suara keras, tentunya terbuat dari bahan besi atau baja. „Kami ingin menuju kelembah cang-cu-kok, harap tuan dapat mamberi sedikit petunjuk." Hian-u Po-po mengulangi permintaannya…….. Orang itu telah cukup memandang, ia membuka suara keras :
„Bagaimana dengan keadaan hawa diluar kota?" Hian-u Po-po mangkerutkan keningnya, tetapi ia seorang pintar yang cepat menyesuaikan diri, segera teringat akan keterangan Teng Sam tentang tiga pos penjagaan cang-cu-kok yang membutuhkan kode2 tertentu. Segera ia menyambung pertanyaan orang tua dengan tongkat berat itu : „Hujan salju diluar kota sangat hebat." Orang tua bertongkat itu menatap tajam, setelah mana, ia menarik sebuah oyot pohon besar sehingga lurus, oyot ini menuju keatas tebing tinggi. „Silahkan naik." Katanya kepada Hian-u Po-po. Hian-u Po-po menenteng To It Peng, dengan jalan diatas oiot pohon itu ia naik keatas tebing. „Terima kasih." Ia berkata kepada orang tua dengan tongkat ditangannya itu. Maka penjagaan Iembah cang-cu-kok yang pertama dapat dilewati dengan mudah, tidak mengalami pertempuran. Keadaan diatas tebing jauh berbeda dengan keadaan dibawah, disini ternyata terdapat dataran tinggi yang luas, Hian-u Po-po dan To It Peng dapat melakukan perjalanan bebas.
Beberapa lama kemudian, dataran tinggi itu mulai menyempit, semakin lama semakin menyerupai lorong panjang, tiba dimulut lorong panjang itu, mereka harus melewati pos penjagaan Iembah cang-cu-kok ¬yang kedua. Tengah disekitar lorong panjang itu penuh dengan pisau2 tajam yang dipasang menghadap keatas langit, bukan itu saja yang mengganggu perjalanan, di-tengah2 jalan "duduk seorang wanita setengah umur, agaknya wanita inilah yang diberi tugas menjaga jalan tersebut. To It Peng segera mengetahui akan adanya rintangan itu.
Hian-u Po-po langsung membawa sipemuda hingga tiba berada didepan wanita setengah umur yang menghadang ditengah jalan. Tak sekecap kata2 apapun yang dikeluarkan. Wanita setengah umur itu memandang dua pendatang baru, ia mengajukan pertanyaan : „Kalian berdua tentunya datang dari daerah Kang¬lam. Bagaimana pemandangan disana?" Hian-u Po-po telah siap, segera ia menyambungnya : „Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai ! " „Bagaimana dengan sebutan kalian berdua?" Wanita setengah umur itu mengajukan pertanyaan yang kedua. Hian-u Po-po menunjuk kearah To it Peng mamberi keterangan : „Saudara kecil ini adalah cucu dari Ban Lo Lo yang ingin segera dijumpai olehnya. Kode2 yang kau butuhkan sudah cocok. Mengapa harus banyak curiga ?" Wanita setengah umur itu bangun berdiri, kakinya bergerak dan menyepak batu yang menonjol keluar. Maka terlihatlah keajaiban terjadi, pisau2 yang menghadang keluar itu masuk kedasar tanah. „Silahkan lewat." Demikian ia berkata. Hian-u Po-po menenteng T o It Peng, dengan kecepatan terbang mereka berhasil melewati jalan tersebut.
Mereka melakukan perjalanan maju. Tiba2 dibela¬kang terdengar suara bentakan: „Tunggu dulu !" Itulah suara siwanita setengah umur yang datang menyusul. Hian-u Po-po dan To It Peng harus menghentikan Iangkah mereka. Mengetahui bahaya, Hian-u Po-po tidak membalikkan wajahnya. „Bolehkah aku bertanya," wanita setengah umur itu berkata. „pada jaman yang belum lama berselang, ada seorang tokoh silat wanita kejam dan ganas yang bernama Lie Bu Siang, kenalkah dengan nama ini ?"
Hian-u Po-po telah mangenal siapa adanya wanita setenga umur itu, dan diketahui pasti bahwa orang itu mengenal dirinya, maka ia cepat2 meninggalkannya dengan maksud untuk menghindari huruhura, tidak tahu hal itu tidak mungkin, wanita itu telah mengejarnya. Maka ia telah siap dengan rencana kedua, baru selesai pertanyaan wanita setengah umur itu, badan Hian-u Po-po mumbul keatas, balik kebelakang mengibaskan dua lengan bajunya, dengan lengan baju ini ia menyerang. Wanita setengah umur telah curiga, ia telah siap sedia, 'sret', sebilah pedang telah keluar dan….. bret….. bret….. ia menyabet putus dua lengan baju Hian-u Po-po. Disinilah letak kepintaran Hian-u Po-po, diketahui ilmu kepandaian wanita setengah umur ini hanya terpaut sadikit darinya, bila tidak menggunakan sedikit akal, didalam waktu yang singkat, tak mungkin ia da pat menjatuhkannya, itu waktu, Ban Lo Lo dan orang2nya segera sadar akan bahaya, dan ia akan tielaka. Mengetahui datangnya pedang, dibiarkan saja, kedua lengan baju terpapas sedikit, menggunakan kelengahan orang yang sedang bergirang, ia mengetuk tangan lawan, mendorong keras dan berhasil membuat wanita setengah umur itu jatuh terjengkang dengan pedang lepas dari pegangan.
Maka sebelah kaki Hian-u Po-po telah menginjak dan berada dipinggang orang, disaat ini pedang yang dibuat terbang melayang turun, disambutnya dengan tangan, cepat-sekali pedang ini bekerja dan ces….. masuk kedalam perut wanita setengah umur itu. „Kau…… Aaaaa……….." Hanya dua patah kata ini yang dapat dikeluarkan oleh wanita setengah umur tersebut, ia telah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Putih mata tersingkat dan tangan kakinya kaku segera.
Perubahan drama tersebut terlalu cepat, manakala To It Peng membalikkan badan, Hian-u Po-po telah berhasil mengantar jiwa lawannya kelain dunia, dilemparkan pedang tersebut dengan segera. „Hian-u Po-po, kau rnembunuhnya ?" Sipemuda mengajukan teguran. „Mengapa?" „Wanita ini adalah tokoh jahat dijaman silam, mewakili nanekmu, aku telah membunuhnya." Hian-u Po-po berkata. „Ouw ... Diakah yang bernama Lie Bu Slang itu?" Lubang jalan otak pikiran To It Peng hanya satu jurusan. „Tutup mulut." Wajah Hian-u Po-po ditekuk masam „Untuk seterusnya, aku melarang kau menyebut nama ¬ini, tahu ?" Dirasakan oyeh To It Peng, Hian-u Po-po tidak ramah, ramah lagi, sikapnya telah berubah galak dan kejam. la menjulurkan lidahnya dan tutup mulut segera. Hian-u po-po me lempar mayat sang korban kedalam semak2 rumput, setelah itu melanjutkan perjalanan lagi. To It Peng mangintil dibelakang Hian-u Po-po dengan penuh kesabaran, mareka telah melakukan perjalanan setengah hari penuh, kini matahari telah berada tepat diatas kepala.
Didepan terlihat sebuah rumah kayu, menghadap rumah kayu itu, Hian-u Po-po pentang, suara¬ : „Kami ingin bertemu dengan Ban Lo Lo, diharap tuan dapat memberi sedikit petunjuk." Dari dalam rumah kayu itu keluar seorang laki laki, wajahnya merah dan kuning, entah makan apa, peru¬bahan ini sungguh jarang terjadi. Laki-laki berwajah dua rupa itu menarik napas panjang, setelah itu bertanya: „Tahukah kalian, mengapa aku harus menarik napas panjang ?"
To It Peng telah siap membuka mulut, mana ia tahu sebab musabab dari kesusahan orang, maksudnya ingin berdebat tetapi Hian-u Po-po lebih cepat, nenek berbaju hitam ini segera berkata memberi jawab¬an : „Salah mamilih jodoh akan sengsara badan….." Laki2 itu tertawa. „Silahkan lewat. " Katanya. „terus saja kejurusan ini" Menenteng To It Peng, Hian-u Po-po segera mele¬sat. Gerakannya cepat sekali. Gerakan Iaki-Iaki itupun tidak kalah gesitnya, tiba-tiba saja ia berjumpalitan dan menghadang ditengah jalan. „Tunggu dulu." la berkata. Hian-u Po-po dan To It Peng tertahan. „Apa artinya ini ?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan. „Tahukah, siapa dan bagaimana asal usulku?" Laki2 berwajah dua rupa itu bertanya. „Sangat disayanqkan, pengalamanku sanqat sempit dan tidak mengenal tuan." „Kukira kata2 keteranganmu itu tidak diucapkan dengan hati sejujurnya." kata laki2 wajah dua macam itu.
„Eh, mengapa kau mengatakan ucapan seperti ini? Ketahuilah bahwa anak ini cucu dari majikan kalian ini. " „Aaaaa…… Silahkan jalan." Dan ia pun tidak menghadang jalan To It Peng dan Hian-u Po-po. badannya melesat, balik kembali dan masuk kedalan rumah kayu. Lain bayangan melayang dari jurusan yang tidak sama, bayangan ini cepat sakali, iapun masuk kedalam rumah batu: Mata To It Peng terbelalak, menyaksikan gerak bayangan tadi, itulah bayangan orang yang telah lama diimpikan. la menghentikan langkahnya. „Perintah Ban Lo Lo yalah……" Terdengar suara yang cukup
dikenal. Suara ini adalah suara bayangan tadi didalam rumah kayu. Hian-u Po-po turut menghentikan gerakannya, ia dapat mendengar apa yang dikatakan oleh orang itu. Tidak lama, laki2 berwajah dua rupa keluar kembali, ia menghampiri Hian-u Po-po dan T o It Peng. Dari bayangan dan suara yang didengar, To It Peng 'teringat akan wanita muda Kat Siauw Hoan, setelah melarikan diri dari Sangpo-chung, setelah kejadian didalam rumah batu itu, tidak ada khabar ceritanya. Melihat laki2 berwajah dua macam itu datang, segera To It Peng mengajukan pertanyaan : siapakah yang bicara denganmu tadi?" Laki2 itu telah berkata kepada Hian-u Po-po: „Ban Lo Lo telah memberi perintah, dikatakan kalian tidak usah menerjang bahaya dan diperbolehkan mengambil jalan singkat dan aman, mari kalian ikut aku." „Tidak menunggu jawaban dan persetujuan lagi, laki2 itu kembali kedalam rumah kayunya.
Hian-u Po-po mangajak To It Peng masuk kedalam rumah kayu. Disini laki2 itu mengajak mereka kearah suatu lubang rahasia, lubanq itu sangat dalam. To It Pang memperhatikan keadaan rumah, kecuali mereka bertiga, tidak ada orang yang dicari, dipastikan bahwa bayangan tadi masuk kedalam rumah ini dan belum tampak ia keluar, mengapa tidak terlihat dirinya? „Hei, kemanakah wanita yang membawakan pesan perintah Ban Lo Lo itu?" tanya To It Peng. Laki2 berwajah dua macam itu mengkerutkan alisnya. Dianggapnya pemuda ini berhidung belang, suka akan paras cantik, maka mendengar suara wanita dapat tergila-gila segera, ia tidak menjawab.
Mana diketahui bahwa betapa pentingriya suara Kat Siauw Hoan itu, wanita muda inilah yang pernah memberi kesenangan padanya. Laki2 berwajah dua rupa itu menunjuk ketempat goa gelap dan berkata : „jalan inilah yang berupa jayan terdekat dan aman untuk menuju kedalam lembah ceng-cu-kok. Betul berbahaya, tetapi dengan adanya rantai besi panjangyang kuat, tak mungkin kalian menderita sesuatu apa." Hian-u Po-po memandang dengan penuh kecurigaan. „Tak usah kalian curiga." Laki2 itu memberi kete¬rangan. „jalan ini ada lebih aman dari pada harus me lewati jurang Kandas, Sungai Air Lemhah,Tebing Sembilan Puluh Derajat dan Iain2 rintangan bahaya. Seperti juga dengan T o It Pang, Hian-u Po-po dapat mengetahui bahwa didalarn rumah kayu ini pernah kedatangan seseorang, dan kini orang itu tidak keluar atau memunculkan diri tentunya melalui jalan rahasia ini, menud yu kedalam lembah cang-cu-kok.
To It Peng tidak banyak pikir, ia telah marosot turun dalam lobang rahasia. cepat Hian-u Po-po menariknya dan memberi peringatan : „Hei, berhati-hati kau !" Dan iapun turut masuk kedalam lubang rahasia itu. To It Peng mengetahui Kat Siauw Hoan masuk labih dahulu, maka iapun barteriak kedalam : „Hei, berhati-hati kau !" Memang! Bila dibanding harus menerjang beberapa macam bahaya seperti yang laki2 penjaga pos ketiga itu katakan, jalan ini merupakan jalan yang terdekat dan aman. Tetapi aman bukan didalam arti 'sagat aman' Bila salah sedikit saja, keamanan itu akan segera lenyap mendadak. Maka To It Peng berteriak, agar Kat Siauw Hoan dapat
berhati-hati. Hian-u Po-po berkepandaian tinggi, hanya lobang yang seperti ini tidak perlu ditakuti, apa lagi ada rantai yang dapat dibuat pegangan, mengikuti rantai2 tadi, dengan menenteng To It Peng, ia merosot turun. Hanya beberapa saat ia merosot, diatas terdengar suara 'plung', ternyata pintu rahasia te lah ditutup dari atas. Hian-u Po-po harus memperhitungkan sesuatu dengan seksama, ia tidak takut, tetapi lebih berhati-hati lagi. Berbeda dengan Hian-u Po-po, To It Peng yang ingin segera bertemu dengan Kat Siauw Hoan lupa bahaya, ia merosot cepat. Tak berapa lama kemudian, mereka telah berhasil keluar dari jalan rahasia itu, matahari terang me¬nyilaukan mata. Menantikan didepan mulut goa yalah dua gadis pelayan. „Silahkan ikut kami." Mereka berkata.
Hian-u Po-po mengajak To It Peng mengikuti dibebakang kedua gadis pelayan tadi, lembah dimana berada tumbuh dengan subur, tanaman menghijau, burung2 berkicauan, sungguh mengesankan. Kini mereka tiba diujung dari lembah tadi, beberapa baris bangunan yang tarbuat dari bahan yang sangat sederhana barada didepan mata, dibelakang dari bargunan itu adalah pohon lebat. „Bagus! Tempat yag bagus." To It Peng menge¬luarkan pujian. Dua gadis pelayan tidak membawa tamu2-nya kedalam rumah, mereka mengajak ketempat pohon2 Iebat itu. „Ban Lo Lo, tamu kita telah tiba !" Mereka mem¬beri laporan. „Persilahkan mereka masuk." Terdengar suara dari dalam pohon2-an itu. Dua gadis palayan menunjuk kearah rimba buatan itu dan berkata kepada dua tamunya : „Ban Lo Lo menunggu kalian disana, masukIah sendiri."
To It Peng belum pernah mendengar cerita tentang nenek tuanya, ia tidak tahu bahwa nenek tua itu me¬netap ditempat ini, ia diajak oleh Hian-u Po-po maka datang membikin kunjungan. Sikapnya tidak ada rasa kangen sama sekali. Dari suara Ban Lo Lo didalam rimba, To It Peng segera merasakan bahwa nenek tua itupun hampir me¬lupakan, masakan ada seorang nenek yang tidak menyambut kedatangan seorang cucu yanq lama tidak ketemu ?. Hian-u Po-po datang dengan maksud tertentu, ia segera mengajak To It Peng masuk kadalam rimba buatan itu. Duduk ditengah-tengah sabuah Pelataran, terlihat saorang nenek pakaian putih duduk membelakangi mereka, rambut nenek tersebutpun telah memutih, pada tangannya memegang tongkat yang berliku-liku, tak terlihat jelas wajahnya.
Hian-u Po-po dan T o It Peng berjalan maju, mereka manghampiri nenek berbaju putih itu. Seperti tidak terjadi sesuatu apa, nenek berbaju putih duduk tidak bergerak, tetap ia membelakangi kedua tamunya. To It Peng mengerutkan alis, mungkinkah ada se¬orang nenek yang bersikap sedingin itu ?. la meman¬dang Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan: „Hian-u Po-po inikah nenek tuaku?" Hian-u Po-po mana tahu? ia mangeluarkan suara batuk2 dan tidak memberi jawaban. Terdenqar nenek barbaju putih itu mPmbuka suara : „Mendengar suara batuk2mu, kukira yang berkunjung datang adalah Hek yauw-hu bukan ?" Wajah Hian-u Po-po berubah, ia harus dapat meme¬Iihara ketenanqannya, dengan menguasai getaran jiwa ia berkata : „Namaku Hian-u Po-po."
Nenek berbaju putih itu mengerakan tonqkatnya perlahan, ia menggeser duduknya, maka perlahan-lahan dapat menghadapi kedua tamunya. To It Peng memandang mata tajam, ingin diketahui bagaimanakah wajah orang yang dikatakan men¬jadi nenek tuanya ini? Dilihat nenek itu mempunyai wajah yang agak mirip dengan sang paman. Ban Kim Sin almarhum, yang membuat ia terkejut yalah mata nenek tua itu yang dipentang lebar tidak berhitam, hanya putih meletak, ternyata ia sedang berhadapan dengan seorang buta! Terdengar Ban Lo Lo mengeluarkan suara dingin : „Mataku tidak dapat malihat, tetapi telingaku belum pernah salah menangkap suara, tahu? Kau meng¬aku bernama Hian-u Po-po, mungkinkah dimasa mudamu menggunakan nama itu ?"
„Tentu saja bukan." Hian-u Po-po memberi sahutan; „Tetapi aku tidak mempunyai nama harum sepertimu, tentu kau tidak pernah mendengar. Aku datang dengan saudara ini, dia adalah cucu luarmu, maksudku yalah mengantarnya agar dapat bertemu dengan keluarganya. " ---oo0oo---
BAGIAN 17 HIAN-U PO PO ADALAH BIBI KAT SIAUW HOAN BAN LO LO tidak bersuara, kedua mata putih itu mengarah ketubuh Hian-u Po-po, agaknya ingin ia melihat jelas siapa orang yang sedang dihadapi, sungguh sayang, mata itu tidak depat digunakan. Hian-u Po-po tidak berani membuka suara, takut dikenali tepat oleh lawannya Seorang buta mempunyai pendengaran dengan daya ingat yang lebih hebat dari ma¬nusia biasa, hal ini! cukup
dimaklumi olehnya. Beberapa lama kejadian saperti itu berlangsung. To it Peng memandang dua nenek itu dengan penuh keheranan. Ban Lo Lo menarik napas panjang, ia memandang kearah To It Peng dan berkata „To It Peng, sudah kah kau datang?" Masakan ada seorang nenek yang bertemu dengan cucunya seperti Ban Lo Lo bertemu dengan To It Peng, memanggil nama sang cucu bagitu saja se¬olah-olah tidak ada kasih sayang! Didalam benak pikiran sipemuda, sudah dibayangkan kejadian pertemuan itu, tentunya sang nenek memeluknya, merangkul dan mengeluarkan mata girang. T idak tahu hanya sambutan seperti itu, ia agak kece¬wa. „Betul Aku telah tiba." la pun memberi jawaban adem,
„coba kau datang kemari !" Berkata Ban Lo Lo menggapekan tangan. To It Peng ragu2, ia tidak menjalankan perintah itu. Dipandangnya Hian-u Po-po meminta adpist kepadanya. Hian-u Po-po membuat gerakan tangan, menyuruh sipemuda memenuhi panggilan itu. Denqan agak segan, To It Peng berjalan kedepan menghampiri Ban Lo Lo. Ban Lo Lo meraihkan tangan, maka sipemuda telah berada didalam rangkulannya. Karena ia tidak dapat menggunakan mata membuat penilaian, maka- dengan meng-usap2 tangan ia meraih wajah ToIt Peng. To It Peng merasakan satu tangan dingin yang seperti es menjalar ditubuhnya, To It.Peng menggigil kedinginnan, tangan sang nenek tua itu terhenti ditempat bagian wajahnya. „Hei, mengapa tanganmu dingin sekali ?" Ia menga¬jukan
protes. Lama sekali ia maraba wajah To It Peng, dahi Ban Lo Lo berkerinyut. „Mengapa wajahmu mirip dangan sibajingan?" la berkata. To It Peng memandang putih mata Ban Lo Lo yang dekat sekali itu, ia tidak mengerti apa yang diartikan oleh nenek tuanya. Ban Lo Lo panas tidak mendapat jawaban, tangannya melayang dan ... Pang ... menampar pipi sang cucu tersebut. Lagi2 kejedian yang berada diluar dugaan, setelah berjumpa, diantara cucu dan nenek seharusnya ada sedikit rasa kekeluargaan yang hanqat, tidak tahunya hanya makian dan tamparan itu. Hal mana mambuat To It Pang segan, kepalanya dirasakan menjadi pusing tujuh keliling, kena tamparan neneknya tadi. Hian-u Po po membikin pembelaan :
„Eh, pertemuan kalian diantara cucu dan nenek tidak seharusnya dilakukan seperti ini, mengapa kau memukul ?" „Apa yang kau tahu ?" Bentak Ban Lo Lo. „dikala putriku mendapatkan bajingan itu, sudah kukatakan kepadanya bahwa untuk selanjutnya janganlah meng-harap bantuanku, jangan menemuiku : hm…... hm….. mereka telah berada didalam neraka dengan meninggalkan bajingan kurcaci ini yang disuruhnya meminta perlindunganku. Mengapa aku tidak boleh menamparnya? Masih baik bila wajah bajingan kecil mirip dengan putriku, tetapi kenyataan wajahnya banyak menyerupai ayahnya yang sudah tiada itu. Sungguh menjengkelkan." Betapapun dungunya To It Peng, iapun mangerti, siapa yang disebut sebagai 'bajingan' dan siapa yang dimaksud 'bajingan kecil'. Sungguh keterlaluan, ma-sakan seorang nenek mengatakan mantunya sebagai bajingan, mengatakan cucu sendiri sebagai
'bajingan kecil' ? Kesan terhadap ayah dan ibunya terlalu suram, To It Peng harus menjunjung tinggi martabat kedua oranq tua itu, maka segera ia berteriak : „Hei, siapa yang ingin meminta perlindunganmu?" „Hm……. Hm……" Dengus Ban Lo Lo dari hidunq. . „Menyangkal? Apa guna kau berkunjung ketempat ini bila bukan dengan maksud berlindung ?" To It Peng membuka mulut, niatnya ingin memaki2 nenek buta ini, tetapi segera teringat bahwa nenek bertongkat yang berada didepannya ad