PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TAN JIN SING : BUPATI YOGYAKARTA TAHUN 1813-1830
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: HAKMI SULISTRI 101314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TAN JIN SING : BUPATI YOGYAKARTA TAHUN 1813-1830
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: HAKMI SULISTRI 101314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN Makalah ini saya persembahkan kepada: 1. Makalah ini saya persembahakan untuk kedua orang tua saya yaitu almarhumah ibu saya Sujilah dan bapak Dakir. 2. Adik saya Herka Yulisda Nugraha. 3. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2010 yang senantiasa mendukung saya. 4. Segenap keluarga Setrodikromo dan Pawirosuwarno.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO Kebaikan tidak bernilai selama diucapkan akan tetapi bernilai sesudah dikerjakan. (Hakmi Sulistri) Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan / diperbuatnya. ( Ali Bin Abi Thalib ) Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya. (Hakmi Sulistri) Berangkat dengan penuh keyakinan Berjalan dengan penuh keikhlasan Istiqomah dalam menghadapi cobaan “ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “ ( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK TAN JIN SING : BUPATI YOGYAKARTA TAHUN 1813-1830 Oleh: Hakmi Sulistri Universitas Sanata Dharma 2015 Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) proses pengangkatan Tan Jin Sing sebagai bupati Yogyakarta, (2) peran Tan Jin Sing saat menjabat menjadi bupati Yogyakarta, (3) akhir dari kekuasaan Tan Jin Sing sebagai bupati Yogyakarta. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosial politik. Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa: (1) setelah Tan Jing Sing menjadi seorang kapiten Tionghoa yang cukup terkenal, kemudian diangkat menjadi bupati Yogyakarta, (2) peran Tan Jin Sing yang telah membantu Sultan Hamengku Buwono III untuk naik tahta kembali sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono III. (3) akhir dari masa jabatan Tan Jin Sing digantikan oleh anaknya yaitu Dadang sebelum meninggal dunia.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT TAN JIN SING : REGENT YOGYAKARTA IN 1813-1830 By: Hakmi Sulistri Sanata Dharma University 2015 This paper aims to describe: (1) Tan Jin Sing’s appointment process as regent of Yogyakarta, (2) the role of Tan Jin Sing while serving as regent of Yogyakarta, (3) the end of the power of Tan Jin Sing as regent of Yogyakarta. This paper was prepared using the historical method that includes five stages, namely the formulation of the title, collection sources, verification (source criticism), interpretation and historiography. The approach used is a social political. The repost writing technique used is descriptive analysis. The results of this paper show that: (1) after becaming a captain of the Chinese Tan Jin Sing was known, and later became regent of Yogyakarta, (2) Tan Jin Sing has a role in helping Hamengku Buwono III to reaseend the throne. (3) by the end of his term, Tan Jin Sing was replaced by his son Dadang.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv MOTTO ...................................................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................................. vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT ............................................................................................................. ix KATA PENGANTAR ............................................................................................x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................4 D. Sitematika Penulisan ..............................................................................6 BAB II TAN JIN SING MENJADI BUPATI A. Kapiten Cina Di Kedu .......................................................................... 7 B. Kericuhan Di Yogyakarta ................................................................... 12 C. Penyerbuan Ke Yogyakarta ...................................................................20 BAB III PERAN TAN JIN SING SEBAGAI BUPATI A. Gelar Untuk Tan Jin Sing .................................................................... 23 B. Dilantik Sebagai Bupati ...................................................................... 26 C. Yogyakarta Berkabung ..........................................................................30
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV AKHIR KEKUASAAN TAN JIN SING A. Sultan Sepuh “Come Back” .................................................................36 B. Hamengku Buwono II Mangkat ...........................................................40 C. Tan Jin Sing Wafat ................................................................................41 BAB V KESIMPULAN KESIMPULAN ......................................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48 LAMPIRAN SILABUS ...............................................................................................................49 RPP.........................................................................................................................51
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdebatan akademis tentang kapan orang Tionghoa hadir untuk pertama kalinya di kota Yogyakarta, mencapai sebuah kesepakatan bahwa keberadaan orang Tionghoa di Yogyakarta adalah setua usia kota itu sendiri. Ini berarti bahwa orang Tionghoa sudah ada sejak kota Yogyakarta pertama kali didirikan tahun 1755. Hal itu tidak mengherankan, mengingat bahwa dibangun sebuah kota biasanya diikuti dengan pembangunan sarana ekonomi, terutama pasar yang kemudian diikuti oleh datangnya para pedagang ke wilayah baru tersebut. Sebagian pedagang tersebut kemudian menetap di kota baru ini, di antaranya adalah orang Tionghoa. Bukti paling kuat tentang hal itu adalah fakta diangkatnya seorang kapiten Tionghoa untuk daerah Mataram yang bernama To In (1755-1764), pada saat Sultan Hamengku Buwono I (Pangeran Mangkubumi) mendirikan kota Yogyakarta. Dengan diangkatnya seorang kapiten Tionghoa dapat diperkirakan bahwa pada waktu itu terdapat suatu komunitas Tionghoa yang cukup mapan di kota baru tersebut.1 Sebelum lahirnya Yogyakarta, semasa masih berdirinya kerajaan Mataram Islam, yang wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Jawa, orang Tionghoa merupakan salah satu komunitas pendatang yang cukup besar di Jawa dan keberadannya memiliki posisi cukup signifikan. Pada waktu itu secara 1
Budi Susanto, Identitas Dan Postkolonialitas Di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2003, hal. 73.
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
umum dapat dikatakan bahwa orang Tionghoa memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat Jawa dan pihak Kraton. Memang hubungan baik antara masyarakat Jawa dengan orang Tionghoa di Yogyakarta pernah merosot, hal ini disebabkan karena keterlibatan orang Tionghoa dalam konflik internal Kraton. Hal ini mengakibatkan citra orang Tionghoa semakin hari semakin merosot di mata masyarakat pribumi. Kesan dan citra buruk orang Tionghoa semakin bertambah dan meluas di kalangan masyarakat, ketika orang Tionghoa merelakan dirinya menjadi alat penguasa dan menjadi kepanjangan tangan dari suatu kebijakan ekonomi yang mencekik masyarakat kebanyakan. Sistem pemungutan pajak jalan tol dan perdagangan candu yang dipercayakan orang Tionghoa, menyebabkan hubungan dengan masyarakat pribumi semakin berjarak. Hubungan baik antara masyarakat Tionghoa dan Kesultanan Yogyakarta waktu itu, tidak dapat dilepaskan dari peran dan sosok seorang kapiten Tionghoa bernama Tan Jin Sing (masa jabatan 1803-1813). Sebagai teman penerjemah, dan asisten dari Putra Mahkota, ia memainkan peran diplomatik penting dalam mempengaruhi penguasa Inggris saat itu agar mendukung pengangkatan Putra Mahkota sebagai Sultan Hamengku Buwono III. Oleh karena jasanya itu, maka Tan Jin Sing diangkat sebagai Bupati Yogyakarta pada tanggal 18 September 1813 yang dilantik oleh Gubernur Jendral Raffles dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat. Ia juga diberi hadiah sebuah wilayah yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
berpenduduk seribu kepala keluarga. Sebelum ia dilantik menjadi bupati, Tan Jin Sing pindah agama menjadi Islam.2 Sesungguhnya ia putra Demang Kalibeber, Wonosobo. Tetapi setelah kematian ayahnya, ia dipungut-anak oleh seorang Cina, Oei Tek Liong, yang kemudian memberinya nama Cina yaitu Tan Jin Sing. Pada usia muda, Tan Jin Sing telah menjadi Kapiten Cina di Kedu, dan berkat jasanya membantu Sri Sultan Hamengku Buwono III dalam merebut kembali Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat. Ketika kecil beliau dikenal dengan nama Tan Jin Sing. Seorang wiraswasta sukses, yang pada usia 30 tahun berhasil menjadi Kapiten Cina di Kedu. Lalu beberapa tahun kemudian Kapiten Cina di Yogyakarta. Sempat terjun ke kancah politik, mempertaruhkan jiwa dan harta miliknya, membantu Pangeran Surojo atau Sultan Raja memperoleh kembali tahta Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono III. Atas jasa-jasa yang telah beliau lakukan, kemudian diangkat menjadi pembantu utama Sultan Hamengku Buwono III, sebagai bupati, dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat. Keunikan dalam hidupnya, ia dilahirkan dari keluarga priyayi Jawa dan diangkat anak oleh keluarga Cina, kemudian menjadi Kapiten Cina. Oleh Sultan Hamengku Buwono III ia diangkat kembali menjadi priyayi Jawa dengan memberikan gelar Raden Tumenggung Secodingrat. Ia dapat memegang dua jabatan pada waktu yang sama, Kapiten Cina sekaligus bupati di Kesultanan
2
Budi Susanto, Identitas Dan Postkolonialitas Di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2003, hal. 74.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Yogyakarta. Orang Barat yang mengenalnya harus mengakui bahwa ia pandai, cerdik, terampil, dan penuh dinamika. Ia juga menguasai beberapa bahasa seperti Cina, Melayu, Jawa (ngoko dan kromo), Belanda dan Inggris. Ia pandai dalam memadukan antara kepiawaian seorang Cina dengan unggah-ungguh Jawa. Posisi Tan Jin Sing yang berada di tiga kultur bangsa berbeda yaitu Tionghoa, Jawa dan Eropa. Namun ada yang tidak senang dengan beliau, mengejeknya dengan “Cina warung, Londo durung, Jawa tanggung” atau Cina bukan, belum menjadi Belanda, Jawa ya tidak.3 Sebagai seorang Bupati ia bekerja keras agar Kesultanan Yogyakarta menjadi maju dan makmur.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas mengenai Tan Jin Sing, maka dalam penulisan ini ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pengangkatan Tan Jin Sing sebagai Bupati Yogyakarta? 2. Bagaimana peran Tan Jin Sing saat menjabat sebagai Bupati Yogyakarta? 3. Bagaimana akhir dari kekuasaan Tan Jin Sing sebagai Bupati Yogyakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan a. Mendeskripsikan dan menganalisis hal yang melatarbelakangi Tan Jin Sing sebelum menjadi sebagai Bupati Yogyakarta.
3
Setiono Benny G, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Elkasa, Jakarta, hal. 168
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
b. Mendeskripsikan dan menganalisis peran Tan Jin Sing pada saat menjabat menjadi Bupati Yogyakarta. c. Mendeskripsikan dan menganalisisakhir dari kekuasaan Tan Jin Sing sebagai Bupati Yogyakarta. 2. Manfaat a. Bagi ilmu sejarah, hasil dari penulisan sejarah ini berguna untuk memperkaya khasanah penulisan sejarah Indonesia. b. Bagi civitas akademika Universitas Sanata Dharma, pada umunya dan bagi civitas akademika program studi pendidikan sejarah pada khususnya, penulisan inin untuk menambah wawasan nusantara dan semangat nasionalisme serta menambah referensi dari apa yang terdapat dalam sejarah Indonesia.
D. Sistematika Penulisan Makalah yang berjudul “Tan Jin Sing” : Bupati Yogyakarta Tahun 1813-1830 memiliki sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan. BAB II : Menjelaskan tentang proses pengangkatan Tan Jin Sing sebagai bupati Yogyakarta BAB III : Menganalisa peran Tan Jin Sing saat menjabat sebagai bupati di Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
BAB IV : Menguraikan akhir-akhir dari kekuasaan Tan Jin Sing sebagai bupati Yogyakarta. BAB V : Penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab I, II, III, IV. Demikian sistematika penulisan makalah ini, dari uraian di atas dapat dicermati bahwa penulis ingin menyajikan tentang Tan Jin Sing dari Kapiten Cina menjadi Bupati Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
BAB II TAN JIN SING MENJADI BUPATI A. Kapiten Cina Di Kedu Tan Jin Sing atau R. T. Secodiningrat lahir tahun 1760. Ibunya yang bernama R. A Patrawijaya, puteri R. M. Kunting keturunan ketiga Sunan Mangkurat Agung (Tegal Arum). Ayahnya yang bekerja sebagai demang desa Kalibeber, dekat Wonosobo. Ayahnya meninggal 6 bulan sebelum ia dilahirkan dalam keadaan miskin. Ayahnya yang bekerja sebagai demang itu sudah lama tidak aktif karena menderita sakit yang membuatnya harus berhutang demi biaya hidup dan pengobatan. Setelah meninggal dunia, ibunya memiliki hutang yang sangat banyak. Dalam suasana seperti itulah Tan Jin Sing lahir. Karena persalinan yang banyak menyerap tenaga, maka R. A. Patrawijaya menjadi lemah. Mungkin karena lama menjaga suaminya yang sakit dan mengabaikan kesehatan dirinya sendiri, selain memang hidup dalam keadaan serba kekurangan. Beruntunglah masih ada seorang kawan dari Ki Demang yang bernama Oei Tek Liong, yang tidak melupakan keluarga yang tertimpa musibah itu dengan terus-menerus memberikan bantuan.4 Karena penderitaan hidup R. A. Patrawijaya mendorong untuk merelakan Tan Jin Sing kepada keluarga Tan Jin Hong akan memeliharanya sambil menyusui selama 7 bulan. Kemudian diberi nama Tan Jin Sing. Diberikannya nama Tan Jin Sing mengingat anak kandung Sing Hong, yang sebaya sudah diberi
4
Werdoyo, T.S, Tan Jing Sing Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1990, hal.1
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
nama Tan Tek Sing. Sebelum pulang Tek Liong memberikan sumbangan untuk klenteng, dan kepada Sing Hong diberikan dana yang memadai untuk mengasuh Jin Sing selama 7 bulan. Tak lama setelah kejadian R. A. Patrawijaya memutuskan untuk tinggal bersama ibunya di Banyumas. Sambil menjenguk sebelum berpisah, Tek Liong memberikan bekal hidup yang cukup untuk ibu kandung Tan Jin Sing. Ternyata drama manusia ini tidak diceritakan kepada istrinya. Hanya beberapa hari sebelum mengambil Tan Jin Sing ia berkata kepada istrinya bahwa ia ingin memungut anak lelaki karena mereka belum dikaruniai anak meskipun sudah sepuluh tahun menikah. Istrinya yang merindukan, namun tidak dapat melahirkan, maka ia setuju. Tepat pada saat Tan Jin Sing berumur 7 bulan, Tek Liong membawanya pulang, kemudian dijelaskan kepada istrinya, ia mengangkat anak dari keluarga Sin Hong, yang diterima istrinya dengan suka cita, apalagi Tan Jin Sing memiliki warna kulit seperti orang Cina. Kebahagiaan menyelimuti keluarga suami-istri Tek Liong. Sayangnya, semua ini hanya berjalan sekitar satu tahun, karena menjelang Tan Jin Sing berusia 2 tahun, istri Tek Liong meninggal dunia sesudah mendadak sakit keras. Hal ini merupakan suatu pukulan bagi keluarga Tek Liong. Setelah setahun lamanya menduda sambil mengasuh putranya seorang diri. Akhirnya ia memutuskan untuk memanggil R. A. Patrawijaya dari Banyumas. Ibu kandung Tan Jin Sing ini segera datang karena ia juga sangat rindu akan anaknya. Begitu bertemu dengan Tan Jin Sing ia langsung terharu dengan air mata berlinang. Si
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
kecil Tan Jin Sing digendong diciumi sepuas hati. Pengaruh ikatan darah pun berbicara. Anak kecil itu sama sekali tidak menolak, meskipun baru pertama kali melihat wanita itu. Bahkan segera membalas memeluk wanita itu erat-erat. Hal ini membawa pengaruh tersendiri pada Tek Liong. Terpikir olehnya, takkan ada orang lain yang bisa mengasuh Tan Jin Sing sebaik ibunya sendiri. Ia pun segera memutuskan untuk melamar R. A. Patrawijaya yang tentu saja senang sekali bisa berkumpul lagi dengan anaknya. Wanita yang bersedia berkorban demi anaknya ini menyandang gelar Raden Ayu, salah satu putri R. M. Kunting, keturunan ketiga Sunan Mataram Mangkurat Agung (Tegal Arum). Hal ini berarti Tan Jin Sing adalah keturunan ketiga dari Sunan Mataram tersebut. Dari ibu kandung Tan Jin Sing belajar bahasa Jawa halus dan adat istiadat priyayi Jawa tanpa mengetahui, siapa sebenarnya wanita yang sangat menyayangi dirinya itu. Sedangkan ayahnya memanggil seorang guru untuk mengajar Tan Jin Sing dan anak-anak tetangga ketika berusia 6 tahun. Ia belajar bahasa Cina, berhitung dan adat istiadat Cina. Semua itu membuat Tan Jin Sing, yang memang anak pandai, sudah lancar bahasa Cina, Jawa (ngoko dan kromo inggil) serta Melayu, ketika usianya masuk 10 tahun. Bahasa Melayu dan Jawa ngoko ia serap lewat percakapan sehari-hari dengan para pembantu dan kawan-kawanya. Ia juga pandai berhitung dengan menggunakan sipoa (alat hitung Cina dari kayu). Selain itu ia menggemari epos Ramayana dan Mahabarata. Bila ada pangelaran wayang kulit di Wonosobo, ia selalu hadir dan terkadang baru pulang ke rumah lewat tengah malam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Menjelang 11 tahun usia Tan Jin Sing ibunya jatuh sakit. Segala macam obat telah diberikan, tetapi tidak menolongnya, bahkan membuatnya kian parah. Merasa tidak dapat bertahan lagi, R. A. Patrawiaya memanggil Tan Jin Sing ke kamarnya dan menceritakan siapa ia sebenarnya. Semua ini membuat Tan Jin Sing sangat terharu karena sadar ia sedang berhadapan dengan ibu kandungnya, bukan ibu tiri seperti anggapan selama itu. Namun R. A. Patrawijaya memohon dengan sungguh-sungguh kepada anaknya, agar rahasia ini jangan sampai bocor ke siapa pun. Tan Jin Sing berjanji akan menjaga rahasia ini, sehingga membuat ibunya tenang meninggalkan putranya untuk selama-lamanya. Perasaan duka menyelimuti keluarga Tek Liong dan Tan Jin Sing yang ditinggal R. A. Patrawijaya. Untuk melupakan kesedihan, 6 bulan kemudian Tek Liong mengajak Tan Jin Sing pindah ke Magelang untuk memulai hidup baru dan membangun usahanya yang berangsur-angsur membesar berkat relasinya yang memang tidak sedikit. Setelah dua tahun menduda, Tek Liong berkenalan dengan seorang janda berkecukupan bernama Lim Lian Nio. Keduanya saling jatuh cinta yang berlanjut hingga diresmikannya sebagai suami istri. Ny Tek Liong yang baru ternyata pandai dan punya banyak relasi dengan sejumlah pemuka Cina, Jawa, dan Belanda di daerah Kedu. Berkat bantuanya ini usaha suaminya mengalami kemajuan pesat. Terhadap Tan Jin Sing perhatiannya pun sangat besar. Ia, yang tidak mempunyai anak sendiri, menumpahkan rasa sayang kepada Tan Jin Sing. Untuk menambah pendidikan Tan Jin Sing ia meminta kenalannya, seorang Belanda keturunan Portugis, untuk memberikan pelajaran bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Dasar sang murid berotak encer, dalam waktu 3 tahun ia sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
mahir berbicara maupun menulis dalam kedua bahasa tersebut. Memasuki usia yang ke-17 tahun Tan Jin Sing sudah bisa membantu usaha orang tuanya. Kemampuanya dalam berbagai bahasa membuatnya mudah bergaul dengan berbagai lapisan masayarakat sehingga orang tuanya tambah terkenal. Bapak dari Tan Jin Sing memiliki tiga saudara, yaitu Tek Bhe seorang pengusaha di Semarang, Tek Ho yang juga sebagai pengusaha besar dan kemudian menjadi Kapiten Cina di Yogyakarta, dan Tek Biauw menjadi salah satu bupati di Semarang dengan gelar Kyai Tumenggung Reksonegoro I. Saudara kedua dari bapaknya yang yaitu Tek Ho mempunyai anak yang bernama U Li, ia berusia dua tahun lebih muda dari Tan Jin Sing, dan terkenal cantik. Diantara kedua bersaudara ini sepakat untuk menjodohkan U Li dengan Tan Jin Sing. Ternyata keduanya juga saling mencintai satu sama lainnya, dan kemudian dilanjutkan dengan pesta perkawinan yang berlangsung meriah. Pada waktu itu usia Tan Jin Sing 25 tahun. Sementara itu Tek Liong yang merasa dirinya bertambah tua, mulai berangsur-angsur menyerahkan perkerjaannya kepada Tan Jin Sing, maka hal ini meningkatkan kemampuan Tan Jin Sing sehingga ia tidak mengalami kesulitan ketika ayahnya meninggal dunia lima tahun kemudian. Bahkan usahanya bertambah maju. Pada tahun 1793 ia di angkat sebagai Kapiten Cina untuk daerah Kedu saat berusia 33 tahun. Pada tahun 1802 Tek Ho, mertua Tan Jin Sing yang mulai sakit-sakitan memanggilnya ke Yogya, dan ternyata ia diminta meneruskan usaha sang mertua karena tidak mempunyai anak laki-laki. U Li mendesak Tan Jin Sing agar ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
menerima permintaan terakhir itu. Semua ini membuat Tan Jin Sing mengajak keluarganya pindah ke Yogyakarta pada tahun berikutnya. Rumah yang di Magelang di serahkan kepada ibu tirinya, kemudian ia memulai tugas sebagai Kapiten Cina di Yogyakarta. Setelah dua tahun meninggal Tek Ho kemudian disusul istrinya. Tentu saja harta warisan jatuh ke tangan Tan Jin Sing, sehingga menambah kokoh posisinya sebagai salah satu orang terkaya di Jawa Tengah, selain itu kepandaiannya dalam mengolah usaha dan bergaul, membuatnya terkenal tokoh yang mudah diterima semua lapisan masyarakat. Ia juga menjalin hubungan erat dengan pamannya, Kyai Tumenggung Reksonegoro I yang tinggal di pinggir kota Yogyakarta. Pamannya ini menjadi penasihat Sultan dalam bidang keagamaan dan kerohaniawan, tetapi sering juga dimintai pendapat tentang urusan lain. Melalui pamannya, Tan Jin Sing menjalin hubungan dengan para pejabat Kraton. Tidak lama setelah ayahnya meninggal dunia, pamannnya yang Tumenggung ini juga meninggal dunia. Kedudukannya digantikan anaknya, dengan gelar Kyai Tumenggung Reksinegoro II. Sepupunya ini sebaya dengan Tan Jin Sing dan merupakan salah satu kawan baiknya.
B. Kericuhan Di Yogyakarta Pada saat Sultan Hamengku Buwono I mangkat tanggal 24 Maret 1792, kemudian digantikan Gusti Raden Mas Sundoro yaitu anak tertua dari ibu Ratu Kadipaten ini memakai nama Sultan Hamengku Buwono II, dan terkenal pula dengan sebutan Sultan Sepuh. Ketika itu kesultanan Yogyakarta
terdiri dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
kabupaten-kabupaten Yogyakarta, Magetan, Sokawi, Panjang, Bagelen, Kedu, Madiun, Grobogan, Caruban, Pacitan, Bojonegoro, Tulung Agung, Mojokerto, Kalangbret, Sela, Bumigede, dan Wirasari. Sultan Sepuh terkenal berwatak keras, terkadang kurang bijaksana, dan mudah sekali dipengaruhi istri-istrinya. Tidak sedikit keputusan yang di ambil hanya berdasarkan naluri, tanpa dipikirkan lebih dalam. Beliau memiliki 4 orang istri resmi (garwo padmi) dan 28 orang selir (garwo ampeyan). Dari mereka Sultan Sepuh mendapatkan 80 anak.5 Ketika anak-anaknya masih kecil perselisihan antar mereka dapat diselesaikan. Namun pada saat menjelang dewasa, perselisihan menjadi lain. Ditambah lagi Sultan Sepuh mempunyai seorang adik yaitu Pangeran Notokusumo, dari selir R. A. Trenggono. Pangeran yang pro-Belanda ini mengatakan kepada kompeni Belanda, bahwa sebenarnya ayahnya (Sultan HB I) ingin ia yang menjadi Sultan Yogyakarta, karena ayahnya lebih mencintai dan menilainya lebih pandai dari pada sang kakak. Mendengar kabar ini Sultan Sepuh menjadi curiga terhadap Notokusumo dan orang-orang Belanda. Khawathir suatu saat Notokusumo dan Belanda akan merebut kekuasaannya sebagai Sultan. Ditambah lagi ia percaya akan ramalan, suatu waktu Notokusumo akan menjadi orang besar di Yogyakarta. Maka keretakan ke dua saudara ini tidak dapat dielakan lagi. Di dalam Kesultanan Yogyakarta terjadi kericuhan-kericuhan akibat ulah kerabat Sultan sendiri, sehingga mendorong Daendels mengambil tindakan yang merugikan Sultan Sepuh sekaligus membuat dirinya terjepit karena, pertama : 5
Werdoyo, T.S, Tan Jing Sing Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1990, hal. 7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Raden Rangga Prawirodirjo, Bupati Nayoko daerah Madiun yang menjadi menantu setelah menikah dengan Ratu Maduretno, Putri Sultan Sepuh dan Ratu Kedaton yang terkenal ambisius dan pemberani. Kedua : Kepusingan Sultan Sepuh bermula dari Ratu Kenconowulan. Istri ketiganya yang cantik, pandai merayu, dan ambisius. Sayangnya tidak memiliki anak lelaki sehingga ingin sekali menantunya Notodiningrat menjadi Putra Mahkota. Suami Ratu Ayu, anak kesayangan Sultan Sepuh ini diharapkan mampu menyingkirkan Pangeran Surojo, Putra Mahkota yang sah. Notodiningrat sendiri adalah putra sulung Pangeran Notokusumo. Pada bulan November 1810, Daendels melalui Residen Surakarta Van Braan mengancam menyerang Yogyakarta bila Sultan Sepuh tidak bersedia melaksanakan tuntutan-tuuntutan yang diajukan : 1. Mencabut
kekuasaan
Notodiningrat,
dan mengembalikan sepenuhnya
kekuasaan Danurejo II sebagai patih 2. Memberikan kekuasaan penuh kepada Pangeran Surojo, Putra Mahkota sah, untuk menjalankan pemerintah sehari-hari dalam Kraton 3. Memecat Raden Ronggo Prawiridirjo dan menyerahkan kepada Belanda untuk dibuang keluar kesultanan Yogyakarta. Ia dianggap sebagai biang keladi kerusuhan pada beberapa daerah di Jawa Tengah. Mendengar berita ini Ronggo meninggalkan Kraton secara diam-diam. Namum sempat memberitahukan Notokusumo dan Notodiningrat yang kebetulan berada di Kraton, tentang niatnya memerangi Sunan Surakarta dan Belanda. Begitu tiba di Madiun, ia mengangkat dirinya sebagai Sunan Prabuingalogo, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
bersama pengikut-pengikutnya melakukan pemberontakan. Daendels bertambah curiga dan lebih yakin mengenai adanya komplotan antara Notokusumo dan Notodiningrat, Ratu Kenconowulan, dan Sumodiningrat, salah satu menantu Sultan Sepuh.6 Gubernur Jendral Belanda menyiapkan pasukan untuk menghadapi keadaan yang semakin memburuk, dan menuntut agar komplotan itu diserahkan kepadanya. Sultan Sepuh mencari kompromi karena tentaranya tidak siap melawan pasukan Belanda yang lebih besar dengan perlengkapan lebih muktahir. Ia memohon agar istrinya, Ratu Kenconowulan, dan menantunya, Sumodiningrat, diijinkan tetap tinggal di Kraton. Sebaliknya, ia rela menyerahkan Notokusumo dan Notodinigrat kepada Belanda. Daendels menerima tawaran dan kedua pangeran tersebut dibawa Belanda ke Semarang. Dari situ masuk rumah tahanan Surabaya setelah sempat ditahan pada beberapa kota lainnya. Ronggo Prawirodirjo sendiri terbunuh pada bulan Desember 1810 dalam pertempuran melawan Pangeran Dipokusumo, yang memang diperintah Sultan Sepuh untuk menangkapnya. Sesuai dengan keinginan Belanda, Sultan Sepuh terpaksa mengangkat kembali Danurejo II sebagai Patih yang berkuasa. Sedangkan putra sulungnya, Pangeran Surojo, sang Putra Mahkota diangkat sebagai Penguasa Yogyakarta, dan selanjutnya dikenal dengan nama Sultan Raja7. Rangkaian peristiwa yang menimpa dirinya membuat Sultan Sepuh sangat murung, putus asa dan penuh dendam. Ia mengurung dirinya di dalam Kraton setelah menyerahkan mahkotanya. 6
Ibid., hal. 10 Ibid., hal.11
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Sesungguhnya sejak tahun 1803 Inggris sudah terlibat perang dengan Prancis di bawah Kaisar Napoleon yang berambisi menguasai lebih dari separuh Eropa Barat. Melihat hal ini Inggris khawatir, Napoleon juga berniat memperluas kekuasaannya di Asia. Tidak mengherankan bila Lord Minto, Gubernur Jendral Inggris untuk Asia Selatan yang berkedudukan di Kalkuta, India, ingin mengurangi kekuasaan Prancis di Asia. Salah satunya dengan menyerbu Indonesia yang dikuasai Prancis setelah Belanda menjadi bagi Prancis. Tugas Pulau Jawa diserahkan kepada Raffles.8 Kemudian tepat pada 4 Agustus 1811 Raffles bersama pasukannnya, gabungan tentara Inggris dan Gurka (Sepoi atau Sepehi) di bawah komando Kolonel Gillepsi, mendarat di Batavia. Selanjutnya dalam waktu satu bulan Raffles berhasil mendudukkan tentara Belanda yang tidak banyak melakukan perlawanan. Jansens yang melarikan diri dari Batavia berhasil ditangkap di Salatiga dan menyerah pada tanggal 18 September 1811. Letnan Gubernur Raffles yang ternyata seorang politikus yang pandai bergaul dengan macam-macam bangsa dan lapisan masyarakat. Meskipun kantor resminya di Batavia, ia lebih suka tinggal bersama Olivia, istrinya di Bogor di rumah yang pernah dipakai Jensens. Raffles yang pernah tinggal di Penang dan Malaka mengerti bagaimana cara berhadapan dengan para raja. Ia sebenarnya ingin menjalin hubungan baik dengan Sultan Yogyakarta dan Sunan Surakarta. Namun ia pun ingin agar perjanjian-perjanjian antara para raja dengan Belanda tetap dipatuhi dan tidak 8
Wiharyanto Kardiyat A, Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2008, hal. 108.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
boleh diubah tanpa tujuannya. Raffles juga ingin memperbaiki keadaan rakyat kecil yang selama pemerintahn Daendels seorang tiran sekaligus diktator yang kejam.9 Selama peralihan pemerintahan Belanda kepada Inggris, Sultan Sepuh mengambil kesempatan melaksanakan kehendaknya untuk mendapatkan kembali mahkotanya. Patih Danurejo II yang dianggap telah berkhianat, dipanggil menghadap. Syahdan, Sultan menyuruh pembantunya membunuh sang Patih di hadapannya. Bahkan ayah Patih, Kyai Danukusuma I yang tinggal di Pacitan, turut dibunuh karena dianggap mendukung Danurejo II. Jabatan Patih dipegang kembali oleh Sindunegoro.10 Peristiwa tragis ini sangat mengelisahkan Sultan Raja. Ia khawatir nasibnya bisa sama seperti iparnya itu dan memutuskan untuk berunding dengan putra sulungnya, Diponegoro. Antara lain mengambil keputusan demi keselamatan dirinya untuk mengembalikan mahkota kepada Sultan Sepuh yang tentu saja menerimanya dengan penuh suka cita. Surojo dicopot dari seluruh kekuasaannya, dan Sultan menunjuk Mangkudiningrat, putra ke-11 dari istrinya, Ratu Hemas sebagai wakilnya. Sesungguhnya Sultan Sepuh sama sekali tidak suka pada Pangeran Surojo. Beberapa kali di muka saudara-saudaranya sang ayah memakinya dianggap salah dan kurang becus dan tidak tahu diri. Semua tindakannya dia anggap salah dan merugikan. Sebagian adiknya tidak berani membela meskipun bersimpati. Hanya putranya, Pangeran Diponegoro, yang selalu membela ayahnya bila dimarahi 9
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 dari EmperiumSampai Imperium, Jakarta, PT Gramedia, 1987, hal. 129. 10 Ibid., hal. 13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
kakeknya. Tetapi Sultan Sepuh menganggap seperti cucunya, bahkan ibu Diponegoro yang kemudian kena marah karena dianggap tidak bisa mendidik anaknya. Sultan Sepuh pernah berniat membunuh Pangeran Surojo, bila tidak mengembalikan mahkotanya.11 Berita duka tentang Danurejo II dan penyerahan mahkota kepada Sultan Sepuh tersebar luas. Tan Jing Sing yang selalu mengikuti perkembangan, sangat cemas. Kejadian terakhir ini membuatnya tidak suka kepada Sultan Sepuh. Ia lebih bersimpati kepada Pangeran Surojo. Dikarenkan Pangeran Surojo yang sebenarnya berhak atas kekuasaan pada masa itu.12 Selain memperkenalkan diri kepada penguasa Kraton, ia juga mengundang Tan Jin Sing untuk datang ke loji (rumah residen) untuk berkenalan. Residen Inggris ini menganggap Tan Jin Sing sebagai tokoh Cina yang memiliki pengaruh di Yogyakarta. Selama pertemuan itu Tan Jin Sing berusaha mengetahui pribadi Letnan Gubernur Raflles. Residen Crawfurd menceritakan bahwa Raflles termaksud orang yang pandai, memiliki kemauan yang keras, mudah bergaul dan humanis. Tan Jin Sing sangat puas bertemu dengan residen Inggris ini. Antara kedua orang ini terjalin hubungan baik. Sementara itu Pangeran Surojo yang merasa jiwanya terancam dan diperlakukan sewenang-wenang oleh ayahnya, atas anjuran ibunya, memanggil Tan Jin Sing, yang ia anggap sangat pandai dan berpengaruh. Surojo menceritakan dari awal hingga akhir perlakuan ayahnya terhadap dirinya.
11
Ibid., hal. 13 Djamari, Saleh. A, Strategi Menjinakan Diponegoro, Yayasan Komunitas Bambu, Jakarta, 2004, hal. 26 12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Menurut penilaian Tan Jin Sing, Pangeran Surojo bersifat simpatik, dan dapat dipercaya, tetapi jiwanya tidak tenang karena frustasi.13 Tan Jin Sing sangat kasihan dan tergugah untuk membantunya. Ia menganggap Sultan Sepuh tidak berperikemanusiaan. Tan Jin Sing mengatakan kepada Pangeran Surojo, ia akan membantu mengatasi keadaan yang serba sulit ini. Sementara itu karena tidak tahu apa yang akan diperbuat Sultan Sepuh selanjutnya, Tan Jin Sing menganjurkan agar sang Pangeran Surojo dipanggil menghadap ayahnya agar selalu mengajak salah satu anaknya
untuk
mendampingi. Bila bepergian agar selalu membawa beberapa pengawal pribadi yang dapat diandalkan. Tan Jing Sing juga mengusulkan agar Pangeran Surojo seksama mengikuti gerak gerik Sultan Sepuh, dan melaporkan setiap perkembangan kepadanya. Pertemuan ini menggembirakan Pangeran Surojo yang merasa agak lega karena Tan Jin Sing berada dipihaknya. Selesai pertemuan, Tan Jin Sing pergi menemui Tumenggung Reksonegoro II, yang dianggapnya tahu banyak tentang pergolakan di Kraton, mengingat saudara sepupunya ini ialah pejabat Kraton, yang masing-masing dipimpin oleh : 1. Tumenggung Ronggo, tidak berpengaruh lagi karena telah tewas. 2. Pangeran Notokusumo dan Ratu Kenconowulan. Notokusumo ingin menjadi sultan atau anaknya Notodiningrat. Kenconowulan juga berharap mantunya dapat menggantikan Sultan Sepuh, meskipun Notokusumo dan Notodiningrat
13
Werdoyo, T.S, Tan Jing Sing Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1990, hal.14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
kini sudah tidak di Yogyakarta. Namun apabila diteruskan akan menjadi kelompok yang kuat di Kraton. 3. Sultan Raja (Surojo) yang didukung Patih Danurejo II. Sesudah terbunuhnya Danurejo II dan pengembalian mahkota kepada ayahnya. Sebenarnya Pangeran Surojo telah kehilangan semua kesempatan, namun sebaliknya jika ia mempertahankan mahkotanya kemungkinan besar ia telah dibunuh Sultan. 4. Pangeran Mangkudinigrat yang didukung ibunya, Ratu Hemas. Sultan Sepuh sendiri ingin agar Mangkudinigrat suatu waktu menggantikannya.14 Selanjutnya Sultan Raja sendiri orang baik. Patuh kepada orang tua. Sangat sabar terhadap saudara-saudaranya yang tidak senang terhadap dirinya, tinggal di Kraton. Sebenarnya Sultan Raja menjadi korban kebaikannya sendiri.
C. Penyerbuan Ke Yogyakarta Sementara keadaan Yogyakarta
semakin tegang.
Sultan Sepuh
mendapatkan tenaga-tenaga muda baru untuk dijadikan tentara. Menjelang datangnya pasukan Inggris, Patih Cokronegoro memberitahu kepada Hamengku Buwono II, prajurit Surakarta sudah siap membantu prajurit Yogyakarta, bila sampai terjadi pertempuran melawan tentara Inggris. Tanggal 10 Juni Tan Jin Sing diberitahu bahwa sudah ada jawaban dari Letnan Gubernur yang menyetujui Pangeran Surojo sebagai calon tunggal pengganti Sultan Sepuh, dan hal itu akan langsung diumumkan setelah Sultan yang lama turun tahta. Sehubungan dengan hal itu Crawfurd menulis surat jawaban tertanggal 12 Juni
14
Ibid., hal. 15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
kepada Pangeran Surojo, yang menjamin bahwa Pangeran Surojo menjadi pengganti Sultan Hamengku Buwono II. Surat tersebut diberikan kepada Tan Jin Sing untuk diteruskan kepada Pangeran Surojo. Crawfurd juga memberitahukan, Raffles dan Kolonel Gillepsi akan tiba di Semarang tanggal 15 Juni, dan esok harinya akan melanjutkan perjalanan ke Yogya. Namun Tan Jin Sing tidak bisa meneruskan kabar tersebut karena Kraton sudah dijaga ketat. Pagi hari pada tanggal 20 Juni 1812, di bangsal Mangturtangkil, Siti Inggil Kraton Yogyakarta, belangsung upacara pengangkatan Pangeran Surojo menjadi Sultan Hamengku Buwono III yang dihadiri oleh Patih Yogyakarta, para Pangeran dan Tumenggung. Anak-anaknya yang hadir antara lain, Pangeran Diponegoro, Pangeran Dipowiyono dan Pangeran Sumoonegoro. Pangeran Surojo dalam pakaian kebesaran Sultan diambil sumpah secara Islam sebagai penguasa. Setelah selesai kemudian Sultan meninggalkan Kraton dengan naik kereta kencana diikuti patih Danurejo III, Pangeran lainnya sebagai pengiring menuju kediaman residen. Tiga hari kemudian Tan Jin Sing dipanggil Sri Sultan datang ke Kraton. Ia menerangkan kepada Tan Jin Sing bahwa ia dengan bantuan anaknya, Pangeran Diponegoro, sedang menyusun dan memilih orang-orang di antara para anggota dan pengabdi Kraton untuk dijadikan pembantu dalam pemerintahan baru di Kesultanan Yogyakarta. Kemudian Sultan Hamengku Buwono III sekeluarga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Tan Jin Sing atas segala usaha jeri payahnya dan bantuan hingga akhirnya ia bisa naik tahta. Sebagai balas budi ia merencanakan untuk mengangkat Tan Jin Sing sebagai Bupati Miji dengan tugas-tugas tertentu, yang langsung dibawah Sultan. Selanjutnya Sri Sultan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
menjelaskan kepadanya, empat hari lagi ia akan mengadakan pertemuan dengan Letnan Gubernur Raffles dan Residen Crawfurd. Ia meminta agar Tan Jin Sing sebelumnya mengadakan penjajakan dengan mereka tentang keinginannya untuk membentuk tentara. 15 Mereka mengharapkan dengan di angkatnya Tan Jin Sing menjadi bupati hubungan antara Sultan Hamengku Buwono III dengan pihak Inggris akan berjalan lancar. Kemudian atas nama pemerintahannya, Raffles mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan, mengharapkan dengan kerja sama Tan Jin Sing dengan Sultan Hamengku Buwono dan Residen, keadaan Yogyakarta selanjutnya bisa aman. Raffles mengemukakan bahwa Tan Jin Sing akan diberi kekuasaan mengurus pemungutan pajak daerah Kedu dan bertanggung jawab kepada Residen Yogya. Setibanya di rumah, Tan Jin Sing menulis surat kepada Sri Sultan mengenai apa yang sudah ia bicarakan dengan Raffles tentang keinginannya untuk membentuk tentara Kraton. Tan Jin Sing dalam bertugas memungut pajak, Paku Alam I memprotes karena merasa ia lebih berhak, mengingat ibunya berasal dari Kedu. Kemudian Raffles menjawab, bahwa Tan Jin Sing pernah menjadi Kapiten Kedu dan sangat berpengalaman dalam mengurus pajak. Namun hal ini bersifat sementara. Raffles berharap agar dalam waktu dekat semua keputusan ini dituangkan menjadi keputusan tertulis.
15
Ibid., hal. 47.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
BAB III PERAN TAN JIN SING SEBAGAI BUPATI YOGYAKARTA A. Gelar untuk Tan Jin Sing Waktu Tan Jin Sing menghadap Sultan Hamengku Buwono III, beliau menyambut kedatangannya dengan hangat. Lalu ia berkata, bahwa ia telah membaca laporan tentang percobaan pembunuhan yang gagal atas diri Tan Jin Sing, dan gembira kini dapat bertemu kembali dengannya dalam keadaan selamat. Tan Jin Sing menerangkan kepada Sri Sultan, Tumenggung Rekso telah mengusulkan agar kelak Tan Jin Sing memakai nama Secodiningrat. Sultan menyetujuhinya, dan akan memberikan gelar Raden Tumenggung kepadanya, sehingga
sebutan
lengkapnya
adalah
Kanjeng
Raden
Tumenggung
Secodiningrat.16 Selanjutnya Tan Jin Sing menyatakan, atas anjuran Tumenggung Rekso, ia sekeluarga berniat masuk Islam dan sementara waktu akan mempelajari dan menghayati agama ini. Mendengar niat masuk Islam Sri Sultan sangat terharu dan tambah menganggap Tan Jin Sing sebagai kerabatnya sendiri. Beliau berjanji, sebelum pertengahan tahun 1813 ia akan resmikan pegangkatannya sebagai Bupati dengan upacara Kraton. Diberitahukan niat untuk mangangkat Diponegoro menjadi Putra Mahkota dan meminta pendapat Tan Jin Sing, dan hal itu sangat disetujuhi olehnya. Karena Diponegoro berwibawa, pandai, setia dan selalu mendampingi ayahnya dalam mengatasi kesulitan. Berhubungan dengan itu, Sri Sultan meminta agar Tan Jin 16
Ibid., hal. 66
23
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Sing memberitahu Residen Yogyakarta mengenai niatnya itu, dan mohon dapat restu dari Residen. Ia sendiri akan membicarakan hal ini dengan keluarganya dan dengan Diponegoro pada malam hari. Kemudian, Sultan Hamengku Buwono III mengabarkan bahwa, pada tanggal 1 Agustus 1812, Letnan Gubernur Raffles akan ke Yogyakarta untuk menandatangani surat perjanjian dengannya. Ia sangat gembira bila Raffles juga menyetujui pengangkatan Diponegoro sebagai Putra Mahkota. Untuk itu ia berharap agar Tan Jin Sing pada tanggal 4 Agustus 1812 bersedia menghadapnya. Setelah selesai Tan Jin
Sing mengunjungi Residen Yogyakarta. Meskipun
Crawfurd sangat sibuk, namun bersedia menemui Tan Jin Sing. Ia memberi selamat kepada temannya karena bisa lolos dari maut, sesuai laporan yang diterima. Warga Inggris ini kemudian memberitahukan tentang kedatangan Raffles pada akhir bulan Juli, dan meminta Tan Jin Sing menghadapnya pada tanggal 3 Agustus 1812. Tan Jin Sing ganti memberitahukan keinginan Sri Sultan mengangkat putranya, Pangeran Diponegoro, sebagai Putra Mahkota, dan sekaligus minta pendapatnya. Ternyata Residen Yogyakarta sependapat karena ia juga menganggap Diponegoro dapat dipercaya dan cakap. Ia yakin bahwa Raffles juga akan menyetujuinya. Tan Jin Sing tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berharap agar Pangeran Diponegoro bisa berubah pikiran bila ia sudah mempunyai permaisuri. Tan Jin Sing pergi ke rumah Residen dan diterima tuan rumah bersama atasannya, Raffles. Penguasa tertinggi Inggris ini memberitahukan bahwa perjanjian dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Sri Sultan telah Ditanda tangani, tetapi ia menyayangkan mengapa Pengeran Diponegoro tidak bersedia menjadi Putra Mahkota. Kemudian Raffles menyerahkan kepada Tan Jin Sing surat kuasa untuk pengurusan penarikan pajak di daerah Kedu yang berlaku 4 tahun berikut kemungkinan diperpanjang dan mengharapkan agar Tan Jin Sing dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tan Jin Sing pun mengucapakan terima kasih kepada Raffles atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dalam kesempatan Tan Jin Sing mengabarkan kepada Raffles dan Crawfurd, bahwa sebagai bupati, akan memakai nama Secodiningrat dan Sri Sultan akan memberi gelar Kanjeng Tumenggung Secodinigrat. Menurut Raffles ia pantas mendapat gelar itu karena banyak jasanya terhadap Sultan Hamengku Buwono III. Lalu Tan Jin Sing berkata bahwa Letnan Gubernur dikemudian hari bila sudah kembali di tanah air pasti juga akan diberi gelar oleh Kerajaan Inggris untuk jasanya menaklukan Belanda di Pulau Jawa.17 Setiap minggu seperti yang telah ditetapkan, Tan Jing Sing dan keluarganya pergi ke rumah Tumenggung Rekso untuk belajar agama Islam. setetah 4 bulan belajar Tan Jin Sing sekeluarga merasa cukup menguasai ajaran agama Islam dan siap dijadikan seorang muslim. Ia lalu berunding dengan Ki Rekso yang bersedia untuk mengislamkan Tan Jin Sing sekeluarga. Kemudian hari baik yang dipilih adalah 5 Desember pada pagi hari Tan Jin Sing mengundang Tumenggung Rekso dan beberapa pemuka agama Islam untuk datang ke rumahnya. Acara pertama ialah pemotongan kuncir (rambut) Tan Jin
17
Ibid., hal. 67-68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Sing dan Dadang. Setelah selesai mereka kemudian disuruh mandi. Berikutnya ialah khithanan yang diikuti istirahat makan siang. Sesudah itu dilakukan acara terakhir yaitu Tan Jin Sing mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat dihadapan Ki Rekso, disaksikan para pemuka agama Islam lainnya. Kemudian dimulai Ki Rekso, para tamu memberi selamat kepada Tan Jin Sing dan keluarga. Ki Rekso bicara tentang peristiwa besar ini tidak boleh dilupakan. Ia berharap agar agama Islam bisa terus berkembang. Ketika pulang para tamu mendapatkan besekan (berupa bingkisan), berupa makanan kecil.18
B. Dilantik Sebagai Bupati Sekitar pertengahan bulan Januari 1813, Tan Jin Sing mengahadap Sri Sultan yang memberitahu, bahwa pada tanggal 17 Maret 1813, Residen Crawfurd atas nama pemerintahan Inggris akan menandatangani perjanjian dengan Pangeran Notokusumo. Inti perjanjian ini tak lain pengesahan pengangkatan Pangeran Notokusumo sebagai Paku Alam I. Sehubungan dengan hal itu, Sri Sultan merencanakan pelantikan Tan Jin Sing sebagai bupati, enam bulan sesudah itu yaitu pada tanggal 18 September 1813. Tan Jin Sing menerima rencana itu dengan senang hati. Selanjutnya penguasa Yogyakarta ini menceritakan keberhasilannya membujuk Diponegoro mempersunting putri almarhum Tumenggung Ronggo Prawirodirjo. Namum pernikahannya mungkin baru bisa dilangsungkan awal tahun berikutnya. Sehubungan dengan hal ini Tan Jin Sing mengatakan bahwa ia
18
Ibid., hal. 70-71
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
juga sedang mempertimbangkan agar putranya segera berumah tangga. Bila mungkin tahun itu juga. Sementara itu pembangunan kantor Tan Jin Sing berlangsung terus, dan pada tanggal 1 Juni, ia masuk kantor baru yang terletak di tanah Tumenggung Reksonegoro II. Pengurusan kantor lama dilanjutkan Dadang dan Hwie Kiong, yang menangani urusan perdagangan. Sedangkan Sugiarto dan Hartono dari Wonosobo, sudah pindah ke Yogyakarta, dan mulai bekerja di kantor baru itu. Sugiarto sebagai sekertaris dan Haryono sebagai staff penghubung dengan pejabat Kesultanan Yogyakarta. Hong San, Bi Kun, dan Ping Han, turut diajak bekerja di kantor baru dengan kedudukan yang sama. Gedung baru itu, selain untuk kantor juga dipakai untuk rumah tinggal, karena di belakang terdapat kamar tidur dan dilengkapi dengan ruangan keluarga. Tan Jin Sing sesekali menginap di situ bila ia harus bekerja sampai larut malam. Tahun 1813 membawa kamajuan dan perbaikan bagi Kesultanan Yogyakarta. Tan Jin Sing turut berperan membuat hubungan antara pejabat Kasultanan
dan
Inggris
mengalami
perbaikan.
Saling
pengertian
juga
berkembang, antara Sultan dan Residen John Crawfurd, yang memahami bahasa, kebudayaan, dan sejarah Jawa. Dalam pemerintahan Sultan Hamengku Buwono III terjadi perbaikan dan kemajuan keuangan. Dalam Kraton diterapkan usaha penghematan. Sedangkan nasib rakyat turut ditingkatkan. Misalnya petani yang tidak mampu membayar pajak dengan uang, diizinkan menggantinya dalam bentuk pelayanan santunan. Pangeran Diponegoro banyak memberi saran dan nasihat kepada ayahnya dalam masalah pemerintahan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Sesuai dengan rencana, pada tanggal 18 Juli U Li dan Dadang pergi ke Banyumas dan bermalam selama empat hari. Hal itu disambut Po Jan dan Kwi Nio sangat positif. Kedua suami istri ini setuju dengan perjodohan May Hwa dan Dadang. Tan Jin Sing pun sangat gembiran mendengar kabar tersebut dan memutuskan untuk bersama istrinya pergi melamar secara resmi sebulan setelah dilantik menjadi bupati yaitu pada tanggal 18 September 1813 pukul sembilan, sesuai surat terakhir dari Sultan kepadanya. Upacara akan dilangsungkan di bangsal Kencana, dan yang akan diundang adalah pejabat Kraton dan pejabat Inggris. Ia perlihatkan surat ini kepada Tumenggung Rekso. Lebih baik jauh hari dipersiapkan. Sehari sebelum pelantikan, suami–istri Tan Jing Sing bermalam di wisma baru itu. Esok harinya, 18 September 1813, setelah sarapan Tan Jin Sing mulai dirias oleh Mariam, seorang waria terkenal sebagai ahli rias. Pukul delapan, Suparjan, ahli busana datang membantu Tan Jin Sing mengenakan pakaian upacara, yang panjangnya dua kali kain batik biasa dan dilipatkan mengelilingi pinggang sedemikian rupa, sehingga sebelah kanan memanjang dan ujungnya menyentuh lantai. Ikat pinggangnya yang berupa kain sutra bersulam benang emas. Bajunya berbentuk sekap hitam dihiasi sulaman benang emas pula. Di kepala tampak kuluk bludru bersulam benang emas. Sedangkan sebuah keris menghiasi pinggang belakang. Setelah selesai berdandan, ia melangkah menuju ke keretanya yang sudah menunggu di depan rumah. Tepat pukul 08.30 pagi kereta menuju Kraton. Ki Rekso yang juga mengenakan busana bupati ikut serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
sebagai pengiring dalam keretanya sendiri. Istri Tan Jin Sing dan istri Ki rekso tinggal di rumah untuk mempersiapkan malam syukuran. Sementara di Bangsal Kencana sudah menunggu para undangan. Duduk di sebelah kiri adalah para pejabat Kesultanan dan di sebelah kanan pejabat Inggris. Di antara para tamu, tampak Pangeran Diponegoro dan John Crawfurd. Beberapa menit kemudian sebelum pukul 09.00, Tan Jin Sing sudah tiba di muka Kraton dan disambut oleh beberapa abdi dalem (karyawan Kraton), yang menyertai masuk ke dalam. Di Bangsal Srimanganti ia dipersilakan menunggu sejenak. Seorang abdi dalem pergi melapor kepada Sri Sultan tentang tibanya calon bupati. Tan Jin Sing dipersilakan masuk ke Bangsal Kencono dan duduk di kursi khusus disediakan baginya. Tepat pukul 09.00, Sri Sultan masuk ke Bangsal. Hadirin berdiri dan setelah ia duduk di singgasana, hadirin duduk kembali. Tidak lama kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono III berdiri dan membaca naskah pengangkatan sebagai Bupati Miji dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat. Dan untuk jasanya terhadap Sri Sultan kepadanya diberikan beberapa bidang tanah yang terletak di daerah Yogyakarta dan Bagelen. Perincian hal ini dituangkan dalam piagam yang akan diserahkan dalam waktu tiga bulan. Tan Jin Sing terharu mendengar pembacaan naskah tersebut. Selesai pembacaan naskah pelantikan Tan Jin Sing sebagai bupati Yogyakarta, Sri Sultan kemudian membuka sebuah peti kecil dan mengeluarkan sebilah keris pusaka bagi sang bupati baru sebagai lambang kedudukannya. Kanjeng Raden Tumenggung Secodinigrat (gelar Tan Jin Sing setelah dilantik)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
berdiri dan maju ke depan. Seorang abdi dalem menerima keris pusaka itu dari Sri Sultan. Ia kemudian menghampiri bupati baru ini dan mengambil keris yang dipakainya dari rumah untuk ganti keris pusaka Kraton. Sebelum pulang kepadanya juga diberikan payung kebesaran. Pada waktu meniggalkan Kraton menuju keretanya, seorang abdi dalem membuka payung itu untuk melindungi bupati baru dari panas matahari. Kemudian, abdi dalem itu berdiri dibagian belakang kereta dengan membawa payung tersebut. Malam harinya, berlangsung syukuran meriah yang diramaikan pertujukan tarian anak-anak dan dagelan. Ketika karyawan pamit pulang, Tan Jin Sing memberi mereka masing-masing amplop berisi uang sebulan gaji sebagai hadiah.19
C. Yogyakarta Berkabung Hujan deras disertai angin ribut dan sambaran petir menimpa Yogyakarta sejak 2 November. Esok malamnya hujan masih deras sekali. Sekitar pukul 11.00 malam itu Tan Jin Sing dalam tidurnya berteriak dalam mimpi, bahwa dalam mimpinya Sri Sultan datang ke rumahnya. Kemudian pagi harinya hujan telah berhenti namun langit tetap mendung. Sekitar pukul 07.00 pagi seorang abdi dalem Kraton datang membawa berita, bahwa Sri Sultan telah meninggal dunia pada hari Rabu malam tanggal 3 November 1814, setelah menderita sakit beberapa hari. Beliau mangkat dalam usia 43 tahun. Pada pukul 12.00 jenazah akan dibaringkan di Bangsal Kencono, dan Jumat pagi pukul 09.00 akan dikebumikan di Pasareyan Pajimatan Imogiri, Kedhaton Suwargan.
19
Ibid, hal. 72-76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
Hal ini sangat memukul Tan Jin Sing yang langsung masuk kamar kerja dan menutup pintunya, lalu mengheningkan cipta. Beberapa menit kemudian ia menjatuhkan diri di atas kursi dan mulai melamun. Ia bertanya pada diri sendiri tentang peristiwa meninggalnya Sri Sultan, apakah ada hubunganya dengan mimpinya semalam dan mimpi 3 tahun lalu tentang perjumpaan dengan Sri Sultan yang membawa tanaman jagung, yang merupakan pertanda bahwa beliau hanya dapat bertahta selama tiga tahun. Sesudah sadar kembali, Tan Jin Sing merasakan kesedihan yang luar biasa. Kemudian ia memberitahukan tentang wafatnya Sri Sultan, dan mengajak bersama-sama naik kereta ke Pasar Bringharjo untuk membeli semua bunga melati dan mawar yang ada. Setelah semuannya dikemas dalam berupa puluhan keranjang, Tan Jin Sing lalu menyewa kereta dan menyuruh Hwie Kiong mengirimkannya ke Kraton untuk dipakai perkabungan. Ia sendiri berangkat ke kantor. Begitu tiba ia meminta Sugiarto menutup kantor selama seminggu sebagai tanda turut berkabung sekaligus memberi kesempatan kepada karyawan untuk sungkem terakhir kepada jenazah Sri Sultan. Tan Jin Sing pun kemudian pergi ke kantor Ki Rekso yang juga sudah menerima berita tentang wafatnya Sri Sultan. Dalam kunjungan ke kantor Ki Rekso Tan Jin Sing bertanya siapa yang kan menggantikan Sri Sultan mengingat Putra Mahkota masih berusia 10 tahun. Kemudian menurut Ki Rekso di Yogyakarta ada dua tokoh kerabat Kraton yang menonjol yaitu :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
1. Pangeran Diponegoro, tetapi sayangnya ia telah menyatakan kepada kerabat Kraton, juga kepada Crawfurd dan Raffles bahwa ia tidak berniat menggantikan ayahnya sebagai Sultan. 2. Paku Alam I, yang sangat dekat dengan pemerintah Inggris, dan sejak menjadi Pangeran Notokusumo, ia berambisi menjadi Sultan Yogyakarta. Namun, kerabat Sultan Hamengku Buwono III kurang menyukainya. Selain itu, pemerintah Inggris di sini sebetulnya tidak stabil meskipun kelihatannya adem-ayem. Menurut berita yang didengarnya, dalam konvesi London 13 Agustus 1814, pulau Jawa akan dikembalikan kepada pemerintahan Belanda. Kemudian Tan Jin Sing berkata, menurut pendengarannya Raffles telah menulis surat kepada Pemerintahan Inggris di London, agar pulau Jawa dipertahankan karena mempunyai nilai strategis yang besar. Ki Rekso berpendapat meskipun Raffles penguasa di Jawa, namun pengaruhnya tidak banyak dan kemungkinan suratnya tidak ditanggapi oleh penguasa Inggris. Tan Jin Sing pun sependapat dengannya. Setelah selesai makan siang Tan Jin Sing dan Ki Rekso naik keretanya untuk bersama pergi ke Kraton. Dihalaman sekitar Bangsal Kencana sudah dipenuhi banyak orang. Suasana berkabung mencekam dan sangat hening. Harum melati, mawar dan dupa memenuhi udara. Jenazah Sultan terbaring dalam peti berada di tengah Bangsal membujur ke utara diselimuti kain satin putih. Pada gilirannya kedua Tumenggung tersebut sungkem di muka peti jenazah dan memberi salam takzim. Mereka kemudian menghampiri ibu dan permaisuri Sri Sultan, Pangeran Diponegoro, dan juga anggota keluarga lainnya, untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
menyampaikan belasungkawa. Para tamu berdatangan. Lewat satu jam kedua Tumenggung meninggalkan ruangan. Sementara diluar Kraton banyak pelayat yang berdatangan guna memberikan penghormatan terahkir pada Rajanya. Pada Jumat paginya, sekitar pukul 07.30, Tumenggung Secodinigrat dan Tumenggung Reksonegoro pergi melayat ke Kraton dalam satu kereta. Mereka turun alun-alun selatan, tempat banyak kereta berjejer. Lalu keduanya berjalan kaki menuju Bangsal Kencana. Sementara suara bedug terdengar jauh. Lalu bunyi gamelan mangalun membawakan gendingi Monggang, yang iramanya maratap dan menyayat hati. Tamu terus berdatangan memenuhi pelataran Bangsal Kencana. Sekitar pukul 08.30 muncul 12 prajurit Kraton yang dengan perlahan mengangkat jenazah Sultan Hamengku Buwono III. Payung kebesaran berwarna kuning emas yang semula berada di sebelah peti jenazah dibawa ke luar bangsal. Gending Mogangan mengalun terus. Secara bergantian, prajurit Kraton, para keluarga dan kawan terdekat mengusung jenazah Sultan ke pintu gerbang Mogangan, tempat kereta jenazah menanti.20 Kereta berwarna kuning emas dihiasi bunga melati, asparagus, dan anggrek. Dengan hati-hati peti jenazah dimasukkan kedalam kereta. Sementara di atas kuda putih, komandan prajurit Kraton menyiapkan pasukannya. Pukul 09.00 kereta jenazah mulai bergerak, diawali pasukan musik terdiri dari 12 tambur, 8 terompet, 12 seruling, 2 gong kecil, dan 2 gending. Dengan lirih dibunyikan irama Laratangis. Dibelakang pasukan musik berbaris 200 prajurit Kraton. Di depan kereta berjalan beberapa abdi dalem sambil terus menyebarkan sawur berupa
20
Ibid., hal. 95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
beras kuning campur bunga melati, mawar dan kenanga. Para keluarga Sri Sultan berjalan di belakang kereta jenazah diikuti pelayat lainnya. Setelah sampai alunalun selatan kereta jenazah berhenti diantara pohon beringin kembar. Para keluarga dan pelayat lalu naik ke dalam kereta masing-masing yang sudah menunggu di situ. Ada sekitar 100 kereta menunggu di alun-alun selatan. Di tepi jalan yang menuju ke kompleks makam kerajaan di Imogiri, ribuan rakyat menyaksikan prosesi ini. Menjelang pukul 14.00 kereta jenazah tiba di Imogiri. Kompleks makam itu berada di atas bukit untuk mencapainya harus naik 400 anak tangga. Jenazah Sri Sultan diusung ke masjid Pajimatan yang terletak di kaki bukit untuk disembayangkan dahulu sebelum diusung ke atas. Tidak lama kemudian, diawali dengan bunyian tambur, 12 prajurit mengusung peti jenazah dengan perlahan dan hati-hati mendaki anak tangga. Setiap sepuluh menit prajurit lain menggantikannya. Satu jam berlalu sebelum peti tiba di atas. Kompleks makam kerajaan ini, yang terletak diatas bukit, yang kemudian dikenal dengan nama Pasareyan Pajimatan, dibangun oleh Sultan Agung yang memerintah antara tahun 16271647. Pada saat itu terdapat 4 kompleks makam, yang terbagi menjadi atas Kesultanan Agung, Paku Buwono, Kasuwargan Surakarta, dan Kasuwargan Yogyakarta.
Jenazah Sultan Hamengku Buwono III masuk ke Kasuwargan
Yogyakarta. Liang lahat sudah disiapkan menanti peti yang diturunkan perlahanlahan. Sekitar pukul 16.00 upacara pemakaman selesai. Sepasang nisan dipasang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
dan payung emas ditancapkan di ujung kepala makam, di sisi kiri letak makam Sultan Paku Buwono I.21 Selesai pemakaman, keluarga dan kawan dekat Sri Sultan, termasuk Tumenggung Secodiningrat dan Reksonegoro, melakukan upacara ngebekten, menghaturkan sembah pada makam Sultan, diikuti penaburan bunga.
21
Ibid., hal. 96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
BAB IV AKHIR KEKUASAAN TAN JIN SING A. Sultan Sepuh “Come Back” Belanda kembali melancarkan serangan besar-besaran. Dalam serangan kali ini di bawah pimpinan Mayor Jendral Van Geen didukung prajurit Kraton pimpinan Pangeran Panular dan Murdaningrat. Penyerbuan pada bulan juli 1826 ini memilih sasaran markas besar Pangeran Diponegoro di Dekso. Tetapi mereka menemukan desa Dekso yang sudah kosong, karena barisan Diponegoro sudah menyingkir lebih dahulu, setelah mengetahui pasukan musuh jauh lebih besar. Setelah 20 hari menduduki Dekso, Van Geen dengan pasukannya berangkat kembali ke Yogyakarta. Sementara Pangeran Panular dan Pangeran Murdaningrat dengan prajuritnya yang ditambah satu kompi tentara Belanda pimpinan Letnan Haubert tetap di Dekso. Dalam perjalanan pulang melewati daerah Kasuran yang berjurang, terjadi penyergapann gemilang oleh barisan Diponegoro yang dipimpin Sentot Prawirodirjo. Banyak prajurit Belanda tewas bergelimpangan dalam jurang. Van Geen sendiri berhasil meloloskan diri dan tiba dengan selamat di Yogyakarta. Jendral ini lalu memerintahkan sisa pasukannya dan prajurit Kraton yang masih di Dekso untuk kembali saja ke Yogyakarta melalui Lengkong yang dianggap aman. Pada 30 Juli 1826, Letnan Haubert, Pangeran Panular, dan pangeran Murdaningrat bersama seluruh pasukannya meninggalkan Dekso. Di Lekong mereka dicegat oleh barisan Diponegoro, yang dipimpin oleh Sentot Prawirodirjo
36
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
dan Pangeran Diponegoro. Kedua pemimpin tersebut berhasil memukul musuh yang menderita kerugian besar, termasuk terbunuhnya Letnan Haubert, Pangeran Panular, dan Pangeran Murdaningrat. Meskipun memenangkan pertempuran namun Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi sedih atas meninggalnya kedua Pangeran tersebut. Pangeran Panular adalah paman Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Murdaningrat adalah kakaknya. Mendengar kekalahan ini, Jendral De Kock menjadi gelisah dan mencari siasat baru. Ia mengusulkan kepada Komisaris Jendral Belanda agar Sultan Sepuh yang berada dalam pengasingan di Ambon, di angkat kembali menjadi raja Yogyakarta dengan harapan wibawanya dapat mengakhiri pemberontakan. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1812 Sultan Sepuh diasingkan Inggris ke Penang dan setelah Jawa dikembalikan kepada Belanda, ia dipindahkan ke Ambon.22 Sultan Sepuh sangat bergembira menerima surat tawaran Belanda untuk diangkat kembali menjadi raja Yogyakarta. Ia menyatakan bersedia membantu Belanda untuk memulihkan keamanan di Jawa bila ia nanti kembali menjadi kembali menjadi Sultan Hamengku Buwono II. Dengan menumpang kapal “Melempas” Sultan Sepuh dan istrinya, Ratu Kenconowulan meninggalkan Ambon, pada permulaan bulan Agustus 1826. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1826 bertempat di Istana Bogor, Komisaris Belanda mengangkat Sultan Sepuh kembali menjadi Sultan Hamengku Buwono II. Mendengar berita itu, Sugiarto segera
menanyakan
tanggapan
majikannya.
Tumenggung
Secodiningrat
berpendapat, pengangkatan kembali Sultan Sepuh sebagai Sultan Hamengku
22
Dwiyanto Djoko, Kraton Yogyakarta, Paradigma Indonesia, Yogyakarta, 2009, hal. 63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Buwono II tidak akan mengakhiri peperangan. Pangeran Diponegoro, sejak orang tuanya masih hidup, sudah tidak cocok dengan kakeknya dan tentu ia tak akan menghentikan perlawanan terhadap Belanda, hanya karena kakeknya kembali menjadi Sultan Yogyakarta. Ternyata dengan “come back”nya Sultan Sepuh menjadi Sultan Yogyakarta memang tidak menggoyahkan semangat perjuangan barisan Diponegoro. Hal ini terbukti pada tanggal 28 Agustus 1826, ketika pertahanan Belanda di Delanggu diserang pasukan Diponegoro. Dalam pertempuran dahsyat ini tak terhitung korban serdadu musuh maupun senjata yang dirampas. Untuk merayakan kemenangan ini Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya mencukur habis rambut mereka. Sultan Hamengku Buwono II sendiri baru tiba di Yogyakarta pada 27 September 1826. Pihak Belanda Sibuk mengadakan upacara penyambutan secara besar-besaran. Di tengah upacara Sultan Sepuh menyerukan agar kaum pemberontak
bersedia
meletakkan
senjata
sambil
menegaskan,
bahwa
pemerintahan Belanda akan memberi pengampunan bagi mereka yang menaati seruannya itu. Sultan Sepuh juga menyurati Pangeran Diponegoro agar mengakhiri peperangan, dan kembali ke Kraton mengingat banyak kerabat Kraton dan rakyat jadi korban. Surat balasan yang ditulis Pangeran Mangkubumi diterima Sultan Sepuh pada tanggal 26 Oktober 1826. Isi surat mnyatakan bahwa mereka tidak pernah memulai peperangan ini. Belanda telah menipu mereka dengan mengadakan penyerangan secara mendadak atas perintah Residen Smissaert pada waktu itu. Mereka juga menyesal, Sultan Sepuh yang dahulu terkenal antiBelanda, sekarang justru bekerja sama. Mereka hanya bersedia kembali ke Kraton
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
setelah Belanda meninggalkan daerah Yogyakarta. Pada bulan November tahun itu terdengar desas-desus, Sultan Hamengku Buwono II secara rahasia membantu Diponegoro dalam perjuangan melawan Belanda. Desas-desus ini akhirnya sampai juga ke telinga pejabat Residen, I. J. Van Sevenhoven. Lalu ia mengerahkan kaki-tangannya untuk melakukan penyelidikan. Tetapi mereka tidak bisa menemukan sesuatu yang mencurigakan. Kemudian Van Sevenhoven mengadakan wawancara dengan Sultan Hamengku Buwono II memperlihatkan kebencianya
terhadap
Diponegoro
yang
mengangkat
dirinya
Sultan
Ngabdulhamid Herukoco, dan ia menyatakan ingin melihat cucunya itu ditumbangkan. Pada awal bulan November, Tumenggung Secodiningrat menerima surat kawan lamanya, Kapten Trevers tentang Raffles sebagai lanjutan dari surat yang dikirim sebelumnya. Surat kali ini ditulis dari Irlandia, tempat ia tinggal setelah meninggalkan Bengkulu. Isi surat tersebut sebagai berikut : Raffles dua kali berada di Singapura. Pertama kali untuk menduduki dan kedua kali untuk membangunnya sebagai kota pelabuhan, tempat persinggahan kapal-kapal dari Eropa menuju Asia. Sejak perawatan terakhir ke Singapura, Juli 1823, Raffles sering menderita
sakit
kepala.
Obat
yang
diberikan
dokter
tidak
dapat
menyembuhkannya, hanya meringankan rasa sakitnya. Bila ia lelah setelah kerja keras,
penyakitnya
kambuh.
Ia
berpendapat,
iklim
di
Inggris
dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menyembuhkan sehingga memutuskan kembali
ke tanah airnya,
40
yang
dilaksanakan pada 2 Februari 1824 menumpang kapal “Fame” bersama istrinya. 23
B. Hamengku Buwono II Mangkat Sejak bulan November Sultan Hamengku Buwono II menderita sakit tenggorokan. Gangguan ini mengakibatkan ia sulit bicara dan susah menelan makanan sehingga terpaksa setiap hari ia hanya makan bubur beberapa sendok. Obat dari dokter tidak dapat menyembuhkan penyakitnya, sementara badannya makin melemah. Akhirnya pada tanggal
2 Januari 1828 malam,
ia
menghembuskan nafas terkhir dalam usia 78 tahun. Keesokan harinya langsung dikebumikan di Pasareyan Astana Kitha Hageng dekat Kota Gede. Meninggalnya Sultan Hamengku Buwono II membuat Gathot Menol diangkat kembali menjadi Sultan Hamengku Buwono V. Pergantian ini tidak mempengaruhi jalannya pertempuran antara pasukan Belanda dan barisan Diponegoro. Belanda makin banyak membangun benteng di daeraah yang mereka kuasai. Di samping itu mereka mendatangkan prajurit dari Madura, Sulawesi, Maluku, dan Menando untuk membantu Belanda memerangi barisan Diponegoro. Dari negeri Belanda mengalir terus persenjataan dan obat-obatan yang dibutuhkan Patroli 24 jam menjaga hubungan antar benteng. Di samping mengadakan penyergapan, Belanda juga menjalankan politik membujuk para pemimpin pejuang agar menyerahkan diri dengan imbalan menarik. Beberapa pangeran dan tumenggung yang putus asa tidak yakin lagi
23
Ibid., hal. 131.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
akan tercapainya kemenangan, menyerah kepada Belanda. Pada tanggal 18 April 1828, Pangeran Notodiningrat, putra Pangeran Mangkubumi, beserta pengikutnya masuk perangkap dan menyerah kepada pasukan Belanda. Penyerahan ini sangat menggembirakan Belanda dan mereka mengharapkan Pangeran Mangkubumi bisa segera menyerah pula. Sementara itu pertempuran masih terus berlangsung antara pasukan Belanda dan barisan Diponegoro. Saat itu pusat pertempuran Pangeran Diponegoro telah dialihkan ke Sambirata. Pada awal bulan September 1828 Belanda mengerahkan pasukan menyerang Sambirata secara besar-besaran. Melihat kekuatan musuh yang lebih besar Pangeran Diponegoro atas anjuran pembantunya meninggalkan Sambirata menuju desa Redjasa. Setelah menemukan markas besar Diponegoro dalam keadaan kosong, pasukan Belanda membumihanguskan Sambirata dan juga desa sekitarnya. Sentot yang mendengar hal itu, naik pitam dan mengerahkan pasukannya untuk menyerang tentara Belanda secara mendadak. Mereka berhasil membuat tentara Belanda kocar-kacir. Pangeran Diponegoro lalu memutuskan untuk mengalihkan markas besarnya ke desa Pengasih. Dan di luar dugaan, pada tanggal 5 November 1828. Kyai Maja, yang merupakan orang ke-3 dalam barisan Diponegoro, menyerah bersama anak buahnya kepada Belanda. Pangeran Diponegoro sangat terpukul dengann peristiwa ini.
C. Tan Jin Sing Wafat Sejak permulaan tahun 1830 kesehatan Secodiningrat menurun drastis. Ia sering mengeluh kepalanya pusing. Meskipun badannya kurang sehat, selama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Ramadhan ia tetap melakukan puasa. Tepat pada hari raya Idul Fitri tanggal 27 Maret 1830, ia jatuh sakit dan tidak bisa meninggalkan tempat tidurnya selama 4 hari. Namun, pada tanggal 1 April, ia masuk kantor meskipun kesehatannya belum pulih sama sekali. Ia memanggil Hariono untuk mendengar laporan pertemuan dengan Pangeran Diponegoro dan Jendral De Kock. Haryono menceritakan dengan panjang lebar, apa yang telah terjadi selama pertemuan di Magelang pada tanggal 28 Maret itu. Dalam percapakan dengan Hariono yang membicarakan hal tersebut, Tumenggung Secodiningrat jatuh pingsan. Kemudian mendapatkan pertolongan dari Endang dan Haryono. Tidak lama kemudian A Siong dan Dadang datang untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. A Siong adalah seorang tabib yang biasa menangani Tumenggung. Dengan kejadian tersebut A Siong menyarankan kapada Dadang bahwa ayahnya tidak boleh bekerja lagi, agar kelak bisa menikmati sisa hidupnya. Salah satu penyebabnya yaitu ia terlalu banyak pikiran dan juga sudah lanjut usia. Kesehatan Tumenggung dalam dua bulan bisa sembuh kembali, setelah makan obat secara teratur. Dadang setiap hari datang berkunjung melihat ayahnya. Dadang mengusulkan kepadanya agar sebaiknya berhenti bekerja saja untuk menjaga
kondisi
kesehatannya.
Kemudian
Tumenggung
Secodiningrat
menceritakan riwayat hidupnya sejak lahir hingga menjadi bupati. Ia menjelaskan bahwa memang sudah waktunya ia menyerahkan jabatan kepada Dadang. Tumenggung menulis surat permohonan berhenti sebagai bupati kepada Sri Sultan dengan tembusan kepada Gubernur Jendral residen Yogyakarta. Pada Desember 1830, datang surat jawaban Sri Sultan yang di kukuhkan Gubernur Jendral, yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
menyetujui bahwa Dadang menggantikan ayahnya sebagai bupati dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat II. Kemudian serah trima dilakukan pada bulan Januari 1831. Setelah pensiun menjadi bupati, Tumenggung Secodiningrat I melakukan aktifitas dengan pergi ke masjid dan membaca Al-quran. Tidak hanya itu, ia juga menaruh minat pada pewayangan. Dari dalang Hadikusuma kenalan baiknya, yang meminjami naskah berbgai cerita yang purwa (wayang kulit) yang bersumber Ramayanan dan Mahabarata. Dan dari temannya Darmoko yang tinggal di Kebumen, ia juga mendapatkan pinjaman naskah cerita pertunjukan wayang golek Menak. Selain kedua jenis wayang tersebut, ia juga menaruh minta pada wayang Kelitik yang menggambarkan lakon hubungan sejarah Majapahit. Jadi, meskipun ia tidak bekerja lagi, tetapi setiap hari masih mempunyai kesibukan. Pada suatu hari ia menyatakan bahwa keinginan kepada istrinya untuk mengadakan pagelaran wayang purwa (wayang kulit) di rumahnya dalam rangka memperingati ulang tahun yang ke-71. Sang istri, Endang tidak menyetujuinya karena pertunjukan yang berlangsung semalam suntuk sangat melelahkan dan bisa menggangu kesehatan suaminya yang sudah lanjut usia. Mendengar ucapan dari Endang, Tumenggung Secodinigrat I merasa kesal dan membicarakan dengan anaknya Dadang. Sifat ayahnya yang keras, Dadang hanya mengatakan tidak keberatan asalkan ayah bersedia meninggalkan pagelaran sebelum tengah malam. Istrinya pun juga menyetujui agar suaminya tidak marah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
Pada awal Maret 1831, Tumenggung Secodingrat I menghubungi dalang Hadikusumo dan memberitahukan rencana pagelaran wayang purwa dengan cerita Baratha Yudha di rumahnya pada tanggal 31 Maret, namun sayang sekali jadwal dalang Hadikusumo sudah padat di bulan Maret. Sang dalang dapat hadir bila pagelaran dilaksanakan pada pertengahan April asalkan dipilih salah satu cerita yang sudah sering dipertunjukan. Untuk cerita Baratha Yudha24 yang jarang sekali dipertunjukan, maka ki dalang harus menyiapkan diri sedikitnya 60 hari. Dalam hal ini Tumenggung Secodiningrat kecewa dikarenakan tidak bisa dilaksanakan pada 31 Maret, namum akhirnya ia dapat menyetujui usu ki dalang, agar pertunjukan diundur hingga 9 Mei. Ia mengehendaki kisah Baratha Yudha, karena selama hidupnya belum pernah menyaksikan pegelaran yang membawakan cerita itu. Dan untuk bayaran kepada ki dalang Tumenggung menjanjikan imbalan yang cukup tinggi. Pada saat pertunjukan, ternyata di luar dugaan penonton yang datang berjumlah 1000 orang. Mungkin karena Baratha Yudha jarang sekali dipentaskan di Yogyakarta. Tumenggung yang duduk bersama Endang di sisi kanan dan Dadang di sisi kirinya. Tepat pada pukul 9 malam pagelaran dimulai. Orang masih terus berdatangan sehingga membuat hawa di tempat itu menjadi panas. Sekitar pukul 10.30, ki dalang membawakan adegan perang antara Gathotkaca, senopati Pandawa, melawan adipati Karna, senopati Kurawa. Pada waktu sedang dipertontonkan adipati Karna melepaskan senjata Kunta yang membuat Gathotkaca gugur, namun Tumenggung merasa kepanasan dan pusing. 24
Baratha Yudha mengkisahkan perang akbar antara kedua keturunan Baratha yaitu Kurawa dan w,lndawa, kisah yang penuh adegan sedih, sendu, tegang, dan penuh kusumat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Dengan dipapah oleh Endang dan Dadang, ia dibawa ke kamarnya dan direbahkan di tempat tidur. Tumenggung Secodiningrat tidak bicara apa-apa langsung tertidur dan mendengkur keras. Dadang memberitahukan kepada Haryono untuk menjadi wakil tuan rumah selama pertunjukan berlangsung. Kemudian menemani Endang di kamar ayahnya. Suara gamelan terdengar sampai kamar. Menjelang subuh Endang melihat suaminya membuka kedua matanya, kemudian istrinya membangunkan Dadang dan memegang erat tangan Tumenggung Secodiningrat. Ia mencoba keras untuk berbicara, tapi tak sepatah kata pun yang mampu diucapkannya. Nafasnya mulai tersendat dan akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir. Sementara jam menunjukkan pukul 6 pagi suara gamelan tidak terdengar lagi dan hari mulai terang. Kemudian 10 Mei 1831, Almarhum dimakamkan di Regocolo, Mrisi, dengan dihadiri ribuan pelayat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan permasalahan Tan Jin Sing : Bupati Yogyakarta Tahun 1813-1830 dapat disimpulkan sebagai berikut ini : 1. Tan Jin Sing yang sebenarnya berasal dari keluarga priyayi Jawa namun besar di keluarga pecinan dikarenakan kemiskinan yang sedang dialami ibunya karena ditinggal mati oleh suaminya 6 bulan sebelum anaknya lahir. Dengan berbagai pertimbangan, ibunya rela anaknya (Tan Jin Sing ) diasuh oleh keluarga Tan Sin Hong. Setelah lepas 7 bulan kembali diasuh oleh keluarga Cina yaitu Oei Tek Liong hingga dewasa, menikah dengan istrinya yaitu U Li. Tan Jin Sing yang menjadi penerus usaha ayahnya dan ayah mertuanya menjadikan Tan Jin Sing sebagai seorang Kapiten Cina di Yogyakarta. Karena menjadi orang besar dan jabatan yang kuat, kemudian ia diangkat menjadi bupati. 2. Sebelum dilantik menjadi bupati, Tan Jin Sing terlebih dahulu masuk Islam, dan setelah itu diberikan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Secodingrat. Pada tanggal 18 September 1813, Tan Jin Sing sah menjadi bupati Yogyakarta. Dan setelah itu banyak membawa perubahan dalam Kasultanan Yogyakarat yaitu menjalin hubungan baik antara Inggris dan pihak Kasultanan. Dalam bidang ekonomi juga mengalami peningkatan.
46
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
3. Tahun 1830 menjadi tahun terahkir menjabat menjadi bupati, dikarenakan sering sakit-sakit pada waktu bekerja dan usia yang sudah cukup tua, kemudian Tan Jin Sing pensiun dan menyerahkan jabatan kepada anak pertamanya yaitu Dadang dengan gelar Tumunggung Secodiningrat II. Pada tanggal 9 Mei 1831 sebagai perayaan ulang tahun yang ke-71 Tan Jin Sing meminta untuk diselenggarakan pagelaran wayang kulit. Namun hal tersebut menjadi perayaan yang terakhir baginya. Karena ditanggal 10 Mei 1831 ia menghembuskan nafas terakhir, dan dimakamkan di Regocolo, Mrisi, sebelah barat Madukismo.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Budi Suanto. 2003. Identitas Dan Postkolonialitas Di Indonesia. Yogyakarta : Kanisius Djamari Saleh. A. 2004. Strategi Menjinakan Diponegoro. Jakarta : Yayasan Komunitas Bambu. Dwiyanto Djoko. 2009. Kraton Yogyakarta. Yogyakarta : Paradigma. Marwati Djoened Poeponegoro, Nogroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka. Sartono Kartodirjo.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 dari EmperiumSampai Imperium. Jakarta : PT Gramedia. Setiono Benny G. 2002. Tionghoa Dalam Pusaran Politik. Elkasa. Jakarta. Werdoyo, T.S. 1990. Tan Jing Sing Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta. Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.
48
48