bagian V
Simulasi Reservoir
S
etahun setelah kembali dari studinya di Perancis sebagai kader spesialis pada tahun 1978, Rachmat mendapat tugas untuk terjun langsung mengerjakan simulasi reservoir yang diterapkan pada lapangan minyak raksasa Minas, lapangan terbesar di Indonesia dengan kandungan minyak sekitar 9 miliar barel. Suatu pekerjaan besar yang tidak tanggungtanggung dan dia diminta langsung untuk memimpin sebagai Tim Leader. Beruntung dia mendapat dukungan dari anggota Tim yang solid dan percaya diri, sebagai anggota Tim inti adalah Nur Subagyo dan Sutomo Sudomo, lulusan Master dari Tulsa, Bambang Pudjianto dan Wiria Tirtasudiro masing-masing dari UGM dan ITB yang telah mengikuti kursus intensif dari Corelab selama enam bulan, serta anggota lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini. Hampir semua anggota Tim belum pernah mengerjakan pemodelan reservoir, tapi paling tidak mereka sudah memiliki pengetahuan dasar yang kuat untuk itu. Disini terlihat bagaimana semboyan dari Ibnu Sutowo yang terkenal waktu itu ‘bekerja sambil belajar dan belajar sambil bekerja’ diterapkan. Tim juga mendapat dukungan penuh dari Pertamina BKKA terutama dari Didit Hadiatno dan Sofyan Farhan sebagai pengawas serta Mohammad Anwar (ASA) yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas. Sungguh merupakan suatu kesempatan emas bagi proses capacity building Lemigas. “Pak Anwar orangnya sangat attentif (hati-hati) kepada anggota Tim. Tidak ada sekat di antara kita, kalau sedang asyik mengobrol hingga larut malam, lupa waktu. Beliau juga seorang perfeksionis. Laporan yang |
67
|
ambang
Simulasi Reservoar
a | Rachmat Sudibjo
kita buat beliau koreksi berulang kali sampai titik koma pun diperhatikan. Pak Anwar terus mengikuti kemajuan studi yang dilakukan oleh Tim dan sering kali beliau memimpin langsung rapat antara Tim dengan pihak operator (PSC). Bahkan beliau meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung sehabis rapat koordinasi antara Tim Lemigas dengan salah satu PSC pada tahun 1990. Kita tidak mungkin bisa melupakan jasa beliau,” kenang Rachmat. Pekerjaan dilakukan di kantor Caltex di Rumbai, Pekanbaru, tempat dimana komputer mainframe (IBM 360) dipasang. Dengan komputer inilah Tim bergulat untuk me-run model reservoir yang dibangun. Karena itu anggota Tim di bagi menjadi dua grup, masing-masing terdiri dari lima anggota, agar dapat bergantian secara berkesinambungan dengan pola 3-1 minggu on-off selama pekerjaan studi berlangsung. Beruntung bahwa Lemigas memberikan dukungan penuh terkait dengan pengaturan perjalanan dinas yang kemudian sangat bermanfaat terlebihlebih setelah pekerjaan studi harus dilakukan di luar negeri. Rachmat menjelaskan tentang alasan mengapa pengerjaan simulasi reservoir dilakukan: “Suatu reservoir migas mempunyai dua aspek yang ekstrem, pertama dimensi pori-pori batuan yang sangat kecil berukuran mikron dan kedua dimensi luas reservoir yang dapat mencapai ratusan kilometer persegi. Untuk dapat mengambil migas dari media seperti itu satu-satunya cara adalah melalui lubang sumur berdiameter tujuh inci (sekitar 20 cm). Walaupun berdiameter kecil lubang sumur tersebut bernilai jutaan dolar sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengeboran yang tergantung pada kedalaman dan kondisi permukaan apakah di darat atau di laut, daerah remote atau laut dalam.” Lingkup dari seorang ahli Teknik Perminyakan adalah bagaimana dengan kondisi seperti itu dia harus dapat menghitung jumlah kandungan migas dan tingkat perolehan maksimum (cadangan) migas, menentukan jumlah dan jarak antar sumur, pemboran sumur, metoda dan tingkat laju produksi serta pengolahan di lapangan. Nah, bayangkan minyak yang terkandung dalam rongga pori-pori yang kecil dengan luas reservoir yang mencapai puluhan sampai ratusan kilometer persegi hanya dapat diserap melalui
|
68
|
lubang-lubang sumur berukuran 20 cm. Tentu untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja dari reservoir yang besar dan komplek itu dapat dilakukan secara analitik melalui penyederhanaan, tetapi dengan pemodelan reservoir, di samping hasil peramalannya lebih akurat tapi juga dapat dibuat beberapa skenario pengembangan lapangan yang berbeda dengan jumlah dan lokasi sumur yang bervariasi.”
Gambar 29. Tim Lemigas sedang Berkunjung ke Lapangan
Sebelum ditentukan beberapa skenario pengembangan lapangan migas, dilakukan kajian terhadap kinerja reservoir untuk mengetahui mekanisme energi yang bekerja di dalam reservoir, respon terhadap upaya yang dilakukan dari luar seperti efek injeksi air atau gas dan pada tahap lebih lanjut respon terhadap bahan injeksi yang dapat merubah sifat kimia-fisika dari batuan dan fluida reservoir. Dalam kaitan dengan itu ada beberapa jenis kajian analitis yang dilakukan secara rutin dan apabila dianggap penting kajian dengan menggunakan simulasi reservoir. Untuk cara yang terakhir ini dipakai model matematik dimana persamaan aliran fluida di dalam media berpori didiskritisasi dan dijabarkan secara numerik untuk dijadikan sebagai software komputer. |
69
|
ambang
Simulasi Reservoar
a | Rachmat Sudibjo
Gambar 30. Tim Studi Reservoir Minas di Depan Camp Caltex di Rumbai
Pada saat Rachmat dan timnya melakukan simulasi reservoir untuk pertama kalinya di lapangan Minas, software yang dikembangkan jumlahnya sangat terbatas. Perusahaan jasa penyedia software simulasi reservoir yang besar waktu itu adalah Scientific Software Corporation (SSC) dan Intercomp yang kemudian bergabung menjadi SSCIntercomp. Software dapat digunakan oleh pemakai jasa melalui leasing dengan sistem lisensi yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Model yang digunakan biasanya memerlukan CPU yang besar sehingga hanya dilakukan dengan menggunakan jenis mainframe yang waktu itu masih didominasi oleh IBM. Untuk pemodelan reservoir yang lebih besar dan kompleks digunakan Super-Komputer Cray, jenis mainframe yang oleh pemerintah Amerika Serikut dilarang untuk diekspor, kecuali dengan izin khusus, karena dapat digunakan untuk keperluan strategi pertahanan. Beberapa studi reservoir pada lapangan-lapangan migas di Kalimantan Timur yang dilakukan Lemigas menggunakan software dan fasilitas mainframe dari Intercomp di Houston, Texas, sedangkan khusus untuk studi reservoir dari lapangan migas yang dioperasikan oleh Total dilakukan di kantor pusat perusahaan di Paris. Perusahaan minyak yang |
70
|
besar biasanya mengembangkan sendiri software simulasi reservoir yang kadang-kadang sangat spesifik sehingga tidak tersedia di pasaran. Tentang tahapan simulasi reservoir Rachmat menjelaskan: ” Model dapat dibangun sebagai dua atau tiga dimensi, tergantung pada ketebalan serta heterogenitas reservoir baik secara areal maupun vertikal. Karena data hanya diperoleh melalui sumur, maka dibuat peta kontur kedalaman struktur reservoir dan ketebalan lapisan produksi, peta penyebaran sifat fisik batuan (petrofisik) dan fluida reservoir (PVT). Kemudian di atas peta itu dibuat sistem grid dimana reservoir dibagi menjadi blok-blok kecil. Masing-masing blok mempresentasikan unit kecil yang mempunyai karakterik petrofisik dan fluida reservoir pada lokasi dimana blok itu berada yang dapat dibaca dari peta. Semakin kecil ukuran blok, semakin tinggi resolusi dari model sehingga hasil yang diperoleh akan semakin akurat. Tentu saja harus ada kompromi antara jumlah blok dengan waktu proses perhitungan komputer. “
Gambar 31. Di Salah Satu Sumur Produksi Lapangan Minas
|
71
|
ambang
Simulasi Reservoar
a | Rachmat Sudibjo
Jenis minyak dan gas yang terkandung dalam reservoir juga ikut menentukan kecanggihan dari pemodelan reservoir yang dipakai. Model reservoir disebut black oil apabila perubahan tekanan dalam reservoir hanya berpengaruh pada rasio fasa minyak dan fasa gas (kelarutan gas dalam minyak). Simulasi reservoir Minas menggunakan model ini. Untuk reservoir yang mengandung jenis minyak yang ringan dan volatile atau gas kondensat digunakan compositional model yang mampu memperhitungkan perubahan komposisi dari komponen hidrokarbon dalam fasa minyak dan gas. Model jenis ini dipakai pada studi simulasi di lapangan gas Badak, Kalimantan Timur. Untuk tahapan produksi dimana EOR diterapkan, maka diperlukan model yang mampu memperhitungkan perubahan sifat kimia-fisika dan atau sifat thermal dari batuan dan fluida reservoir. Simulasi reservoir jenis ini (thermal) diterapkan pada proyek Steam Flood di lapangan Duri. Simulasi reservoir pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga tahap. Tahap Pertama, persiapan data terkait dengan pembagian variasi geometri, penyebaran sifat petrofisik dan fluida reservoir sebagai input pada masing-masing blok dari model yang dibuat. Khusus pada blok yang ada sumurnya di input-kan data historis tekanan dan produksi dari sumur. Tahap Kedua, validasi data melalui penyelarasan (matching) data historis hasil perhitungan model dengan data historis aktual (history matching). Kedua jenis data historis ini harus sesuai, baik per sumur maupun secara keseluruhan reservoir. “Kalau semuanya sesuai berarti modelnya bagus, dengan kata lain input data petrofisik pada masingmasing blok sudah representatif. Kalau tidak, kita ubah datanya sampai akhirnya data historis hasil simulasi sama atau mendekati harga actual baik per sumur maupun keseluruhan reservoir. Tahap Ketiga, peramalan produksi. Dari model yang sudah dianggap final dan representatif, kita bisa melakukan berbagai macam skenario pengembangan lapangan, baik dengan mengutak-atik jumlah maupun letak sumur, mencoba berbagai macam pola dan jenis injeksi untuk melihat respon model untuk melihat proyeksi produksi migas ke depan. “Misalnya, kalau dilakukan pengeboran 10 sumur, atau 20 sumur bagaimana proyeksi produksinya? Bagaimana kalau letak atau jadwal pengeboran sumur diubah lebih awal |
72
|
atau lebih lambat? Bagaimana kalau dilakukan injeksi air dan bagaimana perbandingannya dengan kalau tidak dilakukan injeksi? Tanpa melakukan pengeboran yang sesungguhnya, kita sudah bisa mengutak-atik skenario dan mengetahui proyeksi produksi ke depan. Jadi, skenarionya bisa banyak. Untuk studi pengembangan lapangan Duri, ada sampai sepuluh skenario dan dilaporkan menjadi sepuluh jilid buku yang tebal. Masingmasing membahas skenario pengembangan,” Rachmat memberi contoh. Khusus untuk lapangan Duri, simulasi tidak langsung diterapkan pada keseluruhan reservoir sebagai satu kesatuan, tetapi dilakukan secara parsial pada tiap-tiap area pengembangan. Karena minyaknya yang sangat kental, produksi pada satu area tidak mempunyai efek yang berarti pada area yang lain. Sebenarnya tujuan simulasi reservoir yang dilakukan oleh Tim Lemigas dapat dibagi dua macam golongan besar. Tujuan Pertama, melihat kenaikan perolehan dan produksi minyak pada tahap secondary recovery dan atau EOR pada proyek yang sudah atau akan dilaksanakan. Ini terkait dengan kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif terhadap kenaikan produksi dari proyek-proyek semacam ini. Untuk itu dalam tahap peramalan dilakukan melalui dua skenario. Skenario pertama dilakukan peramalan produksi dengan sumur injeksi dalam model di-off-kan sehingga didapat base-line sebagai dasar perhitungan insentif. Skenario kedua, peramalan produksi dilakukan dengan sumur injeksi dalam model di-on-kan. “Nah kalau produksi dan perolehan minyak dari skenario kedua, yaitu dengan dengan sumur injeksi, lebih tinggi dibanding dengan base-line yang diperoleh dari skenario pertama, tanpa sumur injeksi, maka jumlah tambahan produksi itulah yang berhak mendapat insentif dari pemerintah. Tapi kalau pada skenario kedua, produksi naik tapi kemudian turun sehingga tidak ada atau sedikit tambahan perolehan minyak, maka respon demikian itu disebut sebagai percepatan (acceleration) produksi. Dalam kasus tidak ada tambahan perolehan minyak, artinya tidak ada tambahan produksi secara kumulatif, maka proyek tersebut tidak berhak mendapat insentif. Termasuk dalam kasus terakhir ini adalah proyek water flood Minas yang dilakukan secara peripheral,” Rachmat menjelaskan. |
73
|
ambang
Simulasi Reservoar
a | Rachmat Sudibjo
Gambar 32. Fasilitas Produksi Lapangan Minas
Tujuan Kedua adalah untuk melakukan optimasi produksi, dengan mengutak-atik jumlah dan letak sumur produksi yang dijabarkan dalam beberapa skenario. Contoh besar golongan ini adalah East Kalimantan Gas Deliverability Study (EKGDS) yang merupakan studi yang kolosal meliputi ratusan reservoir minyak dan gas yang dioperasikan oleh Total Indonesie, Huffco dan Unocal di daerah Kalimantan Timur. Lingkup studi mencakup evaluasi kinerja dari seluruh reservoir tersebut dan produksi gasnya diintegrasikan untuk memasok gas ke LNG Bontang. Mengingat jumlah reservoir yang dikaji mencapai ratusan, maka simulasi reservoir hanya dilakukan pada lapangan minyak dan gas yang besar seperti Badak, Nilam (Huffco), Handil, Bekapai (Total) dan Attaka (Unocal). Sedangkan sisanya yang jumlahnya ratusan dikaji secara konvensional dengan metoda material balance dan decline curve. “EKGDS ini mulai dilakukan hampir bersamaan dengan studi Duri Steam Flood, tapi ternyata kemudian harus dilakukan secara terus menerus karena sifatnya yang sangat dinamis sehingga kita sebut sebagai Never Ending Study,” kata Rachmat sambil tertawa.
|
74
|
Yang paling krusial adalah pada tahapan history matching terlebihlebih apabila jumlah sumur sangat banyak dan data historis produksi sudah cukup panjang. Ada dua langkah yang harus ditempuh. Langkah pertama, melakukan matching perubahan tekanan dengan merubah permeabilitas (daya alir batuan reservoir). Secara logis dapat digambarkan bahwa apabila hasil simulasi menunjukkan bahwa tekanan di blok-blok daerah hilir aliran turun drastis dibanding data hasil pengukuran berarti permeabilitas yang di-input-kan terlalu tinggi dan demikian sebaliknya. Langkah kedua, melakukan matching terhadap produksi dengan merubah permeabilitas relatif (daya alir batuan reservoir relatif terhadap masingmasing fasa fluida yang mengalir). Sudah barang tentu upaya matching ini tidak dapat dilakukan sekali jadi, tetapi harus berulang kali karena bersifat trial and error yang bisa mencapai puluhan kali. Yang penting adalah bahwa upaya ini harus dilakukan secara terarah dan konsisten. Apabila tidak, upaya trial and error ini bisa berputar-putar tanpa arah yang jelas. Model dapat dianggap representatif apabila perbedaan antara hasil simulasi dan kondisi real di bawah 10% dan perbedaan itu pun tidak boleh semakin melebar dengan waktu agar hasil peramalannya tidak makin menyimpang. “Proses matching tersebut sangat menguras tenaga. Sebagai contoh, pada simulasi reservoir Minas dengan jumlah sumur lebih dari 200 dan data historis produksi lebih dari 25 tahun memerlukan waktu lebih dari dua bulan untuk menyelesaikan tahap history matching,” Rachmat menambahkan. Terlebih-lebih waktu itu program dan data yang diinputkan pada komputer harus diketik dengan menggunakan mesin di atas punch card (kartu yang dilubangi). Fungsi dari kartu berlubang ini mirip barcode harga barang yang dijual di toko dan untuk membaca harus di scan dengan sinar infra-merah. Data reservoir yang begitu banyak harus diketik di atas ribuan punch card yang disusun berjajar memanjang dalam kotak-kotak untuk kemudian dibawa ke ruang komputer. Setiap kali upaya trial and error harus dilakukan ulang, pengetikan data di atas ribuan kartu harus diulang. “Pernah satu kali ketika dibawa ke ruang komputer tumpukan kartu yang sudah tersusun rapih jatuh berhamburan sehingga sulit untuk diurut kembali. Karena insiden itu pekerjaan harus diulang kembali. Kejadian ‘lucu’ yang pasti tidak akan terulang pada masa kini,” Rachmat mengakhiri ceritanya. |
75
|
ambang
Simulasi Reservoar
|
76
|
a | Rachmat Sudibjo