SET PENELITIAN-I : STUD1 ARSITEKTUR SEMAI DAN BIBIT KLONAL Abstrak Dua sub-set penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter bibit generatif (semai) dan mengeksplorasi kemungkinan penggunaan sernai tersebut sebagai batang bawah. Dari penelitian ini, diperoleh bahwa diperlukan tujuh kornponen utama dengan 13 karakter untuk menjelaskan sekurang-kurangnya 60% keragaman semai antar jenis durian. Fakta ini menunjukkan bahwa populasi batang bawah bersegregasi dan mernperkuat tinjauan (review) bahwa durian merupakan tanarnan menyerbuk silang dan self sterile. Namun demikian di antara 13 karakter morfologi, bentuk tajuk dan sudut cabang merupakan karakter yang berkontribusi cukup besar. Perbandingan antar dua populasi kategori bentuk (kerucut dan kolumnar) mencapai 17.5 : 82.5 (Mentega) dan 18.1 : 81.9 (Koclak). Perbandingan dua populasi kategori sudut cabang (< 60° dan r 60°) mencapai 14.9 : 85.1 (Pagar). Namun perbandingan 50:50 dijumpai pada populasi lainnya. Percobaan penempelan dengan batang atas dan batang bawah semai yang sejenis menunjukkan tidak adanya perubahan kategori karakter sudut cabang. Dengan metode yang lebih tepat diperkirakan batang bawah yang bersudut besar tetap dapat memberikan sudut besar terhadap bibit klonal. Berdasarkan percobaan ini hubungan bentuk dengan perilaku plagiotropi, yang direfleksikan oleh sudut cabang, tidak dapat diketahui karena batang bawah bersegregasi dan obsewasi karakter bersifat kategorisasi terhadap suatu populasi. Oleh karena itu penggunaan semai sebagai identified rootstock untuk memperoleh bibit klonal dengan bentuk tajuk dan sudut cabang tertentu belum dapat direkornendasikan, karena masih memerlukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan perbanyakan vegetatif dan pendekatan yang lebih kuantitatif (seperti model topofisik tajuk). Pendahuluan Latar Belakang
Di Indonesia durian diperbanyak secara vegetatif dengan penernpelan atau penyambungan dengan batang bawah yang tidak diketahui (unidentified rootstock) dan dibudidayakan secara alami tanpa pernbentukan pohon sebagaimana banyak dilakukan pada tanarnan buah-buahan.
Pada budidaya banyak
pohon buah-buahan manipulasi arsitektur pohon diarahkan untuk rnemperoleh bentuk pohon yang kate dan rnernpunyai fitur-fitur bentuk yang baik (Ryugo, 1988 dan Wilson, 1990). Fitur dimaksud meliputi sudut cabang yang besar dan runduk pada jeruk (Bowman, 1997); kendali apikal yang lemah atau bentuk tajuk kerucut yang tumpul pada peach (Cook et a/.,1999). bentuk tajuk yang toleran terhadap pemancungan dan training (Cline, 1997); dart diameter atau nisbah VIA cabang yang besar pada ramiflora (Halle et al.. 1978).
Manipulasi arsitektur pohon dilakukan mulai fase bibit dan juvenil agar struktur cabang dan pernbentukan jaringan pada cabang tidak rnenyebabkan gangguan pada sistem transtokasi (Ryugo. 1988 dan Wilson, 1990) dan tidak menuntut pemangkasan dan training yang berlebihan ketika tanaman dewasa (Cline, 1997 dan
Cook et
a/., 1999). Pada fase bibit keberhasilan pernbentukan
pohon akan dipengaruhi oleh karakter batang bawah rnaupun batang atas (Hartmann et a/.,1990). Penempelan menggunakan semai sapuan (unidentified rootstock) merupakan cara yang larim dilakukan untuk perbanyakan durian.
Mengingat peng-
gunaan bibit stek (cutting) sebagai batang bawah yang belum memungkinkan. penggunaan semai yang teridentifikasi karakter cfan asal pohon induknya (identified rootstock) diperkirakan mernpunyai prospek yang baik.
Oleh karena
itu peluang ini dieksplorasi dengan mernpelajari karakter semai dan kornbinasi sernai sebagai batang bawah dengan batang atas durian unggul. Sejauh ini sumbanoan karakter bentuk tajuk dan sudut cabang di antara karakter morfologi yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan (Tjitrosoeporno. 2000 dan IBPGR, 1980) durian dalam menjelaskan keragaman antar jenis semai belurn diketahui dan karakter tersebut belum digunakan untuk seleksi batang Di Thailand durian telah ditanam dari bibit klonal dengan batang antara
bawah.
(interstock) yang diidentifikasi atas dasar ketahanannya terhadap penyakit Phytophtora (Poerwanto, 1996). dan bukan atas dasar bentuk tajuk dan sudut cabang.
Oleh karena itu studi tentang struktur semai dan bibit klonal dilakukan
sebagai Set Penelitian-1 (SP-1) Tujuan Penelitian Set Penelitian-I terdiri atas dua sub set penelitian yang bertujuan: a.
Melakukan karakterisasi rnorfologi semai untuk mempelajari sumbangan ka-
b.
Mernpelajari pengaruh batang bawah yang diidentifikasi terhadap karakter
rakter sudut cabang dan bentuk tajuk terhadap keragarnan antar jenis? rnorfologi bibit tempelan.
Bahan dan Metode Sub-set Penelitian-la: Karakterisasi Morfologi Semai Sejalan dengan konteks penelitian untuk mempelajari struktur pohon, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sumbangan karakter rnorfologi sudvt cabang dan bentuk tajuk terhadap keragaman antar jenis durian semai (asal biji).
Sernai durian diarnbil dari biji yang berasal dari pohon yang sama durian unggul lokal Bogor Pagar, Mentega, Silodong dan Koclak. Untuk mengurangi keragaman, biji untuk bahan benih suatu jenis diarnbil dari pohon yang sama.
Pohon
induk asal sernai ini yaitu klon Mentega (M), Pagar (P), Silodong (S) dan Koclak
(K) masing-masing berturut-turut bertajuk kolumnar dan bersudut besar; kolurnnar dan bersudut besar; kerucut dan bersudut besar; kerucut dan bersudut kecil. Penelitian dilakukan di Kebun Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB ~aranangsiang(selanjutnya disebut Kebun Baranangsiang) pada tahun 1997.
Semai berasal dari biji yang diambil dari Kebun Haji Aden, Desa
Sukaiuyu Bogor. Pohon induk durian Pagar. Mentega, Silodong, Koclak sebagai asal sernai dan batang atas (scion) bibit klonal
berumur sekitar 20 tahun.
Karakterisasi rnorfologi semai dilakukan pada bulan September-Nopernber 1996 atau urnur sernai 6-8 bulan. Sub-set Penelitian-9 b: Pengaruh Batang Bawah terhadap Karakter Morfologi Bibit Tempelan Penelitian ini bertujuan rnernpelajari pengaruh batang bawah yang diseleksi dan terhadap karakter rnorfologi bibit klonal tempelan. Batang bawah yang digunakan adalah sernai durian lokal Bogor Pagar (P), Mentega (M), Silodong (S) dan Koclak (K).
Batang atas yang digunakan adalah durian unggul nasional
Monthong dan Hepe dan durian yang sejenis dengan batang bawahnya. Dengan dernikian penelitian rnernbandingkan karakter dan pertumbuhan: 1. Sernai P dengan bibit klonal P-P. M dengan M-M, S dengan S-S untuk
rnernpelajari pengaruh penempelan dibandingkan sernainya.
2.
Bibit klonal Hepe dan Monthong masing-masing dengan batang bawah P, M, S atau K untuk rnernpelajari pengaruh batang bawah terhadap sudut cabang dan pertumbuhan atau tinggi tanaman.
Mengingat bibit kional mengalami penempelan dan tunas yang diamati tunas yang muncul dari rnata ternpel rnaka semai P, M. S dan K sebagai perlakuan kontrol dipangkas bersamaan dengan masa penernpelan.
Tunas semai yang
diarnati adalah tunas yang tumbuh setelah pernangkasan. Pohon induk durian Pagar, Mentega. Silodong, Koclak sebagai asal sernai dan batang atas (scion) bibit klonal berumur sekitar 20 tahun.
Batang
atas (scion) Hepe dan Monthong diarnbil dari pohon yang telah b e ~ r n u masingr rnasing 42 tahun dan 8 tahun di Kebun Percobaan atau lnstalasi Penelitian Hortikultura Departernen Pertanian Cipaku, Bogor.
Proses penempelan bibit
klonal Monthong dan Hepe dilakukan di Kebun Jurusan Budidaya Pertanian. Fakuttas
Pertanian
IPB Baranangsiang Bogor pada bulan Maret
1997.
Pengarnatan bibit klonal Hepe, Monthong serta semai (sebagai perlakuan kontrol) durian Pagar, Mentega, Silodong dan Koclak dilakukan pada bulan Nopember 1997 atau pada urnur 8 bulan. Pengamatan Karakter morfologi. Karakterisasi rnorfologi didasarkan pada Tropical Fruit Descriptor yang diterbitkan IBPGR (1980),
Suketi (1994),
Deskripsi
Durian Unggul Nasional (Departernen Pertanian, 1995) dan hasil observasi di Kebun
Durian Warso Farm Bogor dan Taman Buah Mekarsari, Cileungsi
Bogor.
Pengarnatan rneliputi rnorfologi sebagai berikut:
1.
Bentuk tajuk bibit secara keseluruhan yang dibedakan dalarn 2 kategori yaitu: kerucut dan kolumnar. Bentuk tajuk kerucut rnewakili bentuk-bentuk kerucut tumpul atau kerucut dengan bagan basal lebar, sedangkan kolumnar selain rnewakili bentuk kolom juga mewakili bentuk kubah.
2.
Sudut cabang (khususnya 3 cabang basal) yang dibedakan dalarn 2 kategori yaitu < 60° dan 2 60".
3.
Distribusi cabang secara radial yang dibedakan dalarn 3 kategori yaitu:
4.
Warna batang utarna yang dibedakan dalam 4 kategori yaitu hijau, coklat,
radial, satu sisilbidang dan carnpuran. coklat keabuan dan abu-abu. 5.
Bentuk
batang
utarna yang dibedakan
dalarn
3
kategori yaitu segi
ernpat, silinder dan lainnya (rnisalnya lonjong atau bulat telur). 6.
Bentuk daun yang dibedakan dalarn 3 kategori yaitu (1) elipfical-oblonglanceolate,
(2) oval oblong-linear oblong-obovolanceolate dan (3)obov-
ate-obovate oblong.
7.
Bentuk
lekukan ujung daun yang dibedakan dalam 5
kategori
yaitu
acurninate, cuspidate, caudate, cirrhose dan aristate. 8.
Bentuk lekukan pangkal daun yang dibedakan dalarn 3 kategori yaitu obtuse, acute dan roundate.
9.
Urat tulang daun yang dibedakan dalarn 2 kategori yaitu jelas dan tidak jetas.
10.
Warna perrnukaan atas daun yang dibedakan dalam dua kategori yaitu hijau dan hijau tua.
11.
Warna permukaan bawah daun yang dibedakan dalam 4
kategori yaitu
hijau, hijau muda, coklat keemasan dan hijau kecoklatan. 12.
Perrnukaan antar tulang daun yang dibedakan dalam 4 kategori yaitu rata, bergelombang, keriput dan berbingkul (bergelombang tidak teratur).
13.
Lipatan daun yang dibedakan dalam 3 kategori yaitu rata (mendatar atau tidak berlipat), agak rneiipat dan melipat (seperti V) Sudut cabang.
Sudut cabang menyatakan sudut yang terbentuk antara
cabang primer dengan arah atas batang utarnanya. Sudut cabang diukur dengan busur derajat yang diletakkan mengikuti arah cabang dan diberi bandul (Norman dan Campbell. 1989). Skala yang ditunjukkan oleh benang bandul rnenyatakan skala sudut cabang (dalam derajat).
Cabang yang bersudut lebih dari
60'
dikategorikan sebagai cabang yang datar. Tinggi tanaman.
Tinggi tanarnan merupakan tinggi tunas dari titik mata
ternpel pada bibit klonal atau dari pangkal tunas yang tumbuh setelah semai dipancung pada semai yang dianggap sebagai perlakuan kontrol. Analisis Statistika Data karakter morfologi berupa data ordinal dan nominal (frekuensi)
dianalisis dengan analisis komponen utama yang dapat menjelaskan keragaman sekurang-kurangnya 60% (Suketi, 1994 dan Sahardi, 2000).
Analisis ini
dimaksudkan untuk melihat besarnya kontribusi karakter tertentu terhadap keragaman antar jenis. tabel frekuensi.
Kategori bentuk dan sudut cabang disajikan sebagai
Data tinggi tanaman dan sudut cabang dianalisis dengan uji-t
pada taraf uji 5% dan 1%.
Hasil d a n Pembahasan Sub-set Penelitian-la: Karakterisasi Morfologi Semai Durian Hasil analisis kornponen utarna terhadap 13 karakter morfologi rnenunjukkan tujuh kornponen utarna pertarna rnenjelaskan 64.1% dari keragaman total (Tabel 1).
Masing-masing berturut-turut ketujuh kornponen utama tersebut
menyumbangkan keragaman sebesar 12.7, 9.9, 9.4, 8.6,.8.3, 7.8 dan
7.4%.
Dari karakterisasi tersebut diperoleh bahwa untuk menjelaskan tingkat keragaman sedikitnya 60% diperlukan tujuh kornponen utama.
Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa karakter morfologi antar jenis sangat beragam.
Sebagai
perbandingan, untuk menjelaskan sedikitnya 60% keragaman pada padi diperlukan tiga komponen utama (Sahardi, 2000) sedangkan pada bibit klonal durian
Tabel 1
: Proporsi (%) komponen karakter morfologi semai durian lokal Bogor Pagar. Mentega. Silodong dan KocIak
Warna perrnukaan atas daun
-0.132
-0.188
0.016
0.413
0.305
0.252
0.327
Warns
-0.306 -0.038 0.282 -0.318 0.037 -0.434 -0.389 bawah daun Permukaan antar -0.067 0.101 0.609 -0.003 0.175 0.253 0.380 tulanq daun Sudut permukaan -0.184 -0.445 0.127 -0.342 -0.264 0.229 -0.731 daun Angka yang dicetak tebal menyatakan lima karakter pertarna yang rnenerangkan keragaman terbesar pada kornponen utarna I-VII.
diperlukan dua komponen utama (Suketi. 1994).
Keragaman yang tinggi ini
terjadi karena populasi mengalami segregasi dan fakta ini menegaskan bahwa durian termasuk tanaman yang menyerbuk silang dan self-sterile (Subhadrabandhu et a / . ,1992). Mengingat besarnya keragaman ini analisis lebih jauh dengan diagram pencar maupun dendrograrn tidak dilakukan. Sangatlah sulit menginterpretasi diagram pencar maupun dendrogram yang diderivasi dari lebih 2-3 komponen utama. Pengelompokan menurut jenis akan sulit diperoleh karena suatu karakter tidak dimiliki secara khas oleh suatu jenis.
Namun demikian di antara 13
karakter morfologi tersebut bentuk tajuk dan sudut cabang berkontribusi cukup besar dalam menjelaskan keragaman semai antar jenis durian. Perbandingan antar dua populasi kategori bentuk (kerucut dan kolumnar) mencapai 17.5 : 82.5 (Mentega) dan 18.1 : 81.9 (Koclak). Perbandingan dua populasi kategori sudut cabang (< 60° dan r 60') nlencapai 14.9 : 85.1 (Pagar). Namun perbandingan 50:50 dijumpai populasi lainnya pada dua kategori tadi (Tabel 2).
Walaupun sumbangan dua karakter ini cukup besar untuk rnenjelaskan keragaman jenis tertentu, namun mengingat populasi mengalami segregasi maka kedua karakter ini tetap disimpulkan tidak dapat menjelaskan keragaman semai.
Kepentingan dua karakter morfologi ini untuk karakter batang bawah
Tabel
: Frekuensi (%) sema~berdasarkan bentuk tajuk dan sudut
2
cabang. Jenis durian
Pagar Mente~a Silodonq Koclak Keterangan:
Bentuk taiuk Kerucut Kolumnar 41.8 17.5 50.0 18.3
(59) (34) (52) (26)
58.2 (82) 82.5 (160) 50.0 (52) 81.9 (118)
Sudut cabanq 60° 14.9 (21) 36.6 (71) 42.3 (44) 38.5 (55) 4
Z 60° 85.1 (120) 63.4 (123) 57.7 (60) 61.5 (88)
Angka dalam kurung rnenunjukkanjumlah individu (n).
yang diidentifikasi memerlukan pengkajian lebih lanjut dengan metode-metode perbanyakan vegetatif. Karakter morfologi lainnya seperti bentuk batang, lekukan ujung daun dan morfologi daun lainnya, kecuali warna permukaan bawah daun, walaupun penting untuk mencandra tanaman tampak kurang kontribusinya. Warna permukaan bawah daun cukup besar kontribusinya dalam menjelaskan keragaman antar jenis. Sub-set Penelitian-$6: Pengaruh Batang Bawah terhadap Karakter Morfologi Bibit Tempelan Pada percobaan penempelan batang bawah dengan batang atas yang sejenis tampak bahwa rata-rata sudut cabang tidak berbeda, demikian pula frekuensi kategori batang atas bibit tempelan dengan batang bawah yang sejenis relatif tidak berubah (Tabel 3).
Dari Tabel yang sama tampak bahwa di antara
ketiga jenis durian tersebut Pagar merupakan jenis durian dengan sudut cabang relatif besar dan populasi Silodong lebih tinggi dibandingkan Pagar maupun Mentega. Narnun demikian perbandingan tinggi populasi bibit klonal terhadap tinggi semai dalam jenis yang sama tidak secara langsung mencerminkan efek kate suatu batang bawah, karena (1) tanaman berasal dari populasi semai yang mengalami segregasi. (2) tanaman masih dalam masa juvenil (3) faktor penyambungan karena regenerasi atau pemulihan pembuluh belum maksimal dan (4) faktor-faktor kompatibilitas batang atas dan batang bawah (Hartmann et a/., 1990) yang belum diketahui.
Sama halnya dengan percobaan penernpelan batang atas dan batang bawah sejenis, dari hasil percobaan penempelan yang berbeda jenis (Tabel 4) juga belum dapat disimpulkan bahwa batang bawah tertentu mempengaruhi perilaku batang atas.
Namun demikian sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk
mengeksplorasi maka setidak-tidaknya telah dapat diketahui bahwa batang atas Hepe rnenunjukkan keberhasilan tempelan yang lebih baik dibandingkan
Tabel 3
Catatan:
:Pengaruh penempelan terhadap sudut cabang (di lapang urnur 2 tahun) dan tinggi tanarnan (di pernbibitan urnur 12 bulan) batang atas durian lokal Pagar, Mentega dan Silodong
Anaka rata-rata vano diikuti denaan berturut-turut denaan huruf kecil a dan b atau huruf A dsn B dalam sel yang sama mknunjukkan tidak berbkda nyata dengan uji-t pada taraf uji 5% atau 1%. Angka rata-rata pada semai Pagar (P). Mentega (M) dan Silodong (S) yang diikuti dengan huruf kecil p dan q atau P. Q dan R berturut-turut tidak berbeda nyata dengan uji-t pada taraf uji 5% atau 1%. SD = standar deviasi dan n = individu.
Tabel 4
Monthong.
:
Pengaruh batang bawah terhadap frekuensi bentuk tajuk, sudut cabang dan keberhasilan penempelan bibit klonal Monthong dan Hepe urnur 6 bulan.
Hal ini terjadi diperkirakan karena batang atas Hepe berasal dari
pohon induk yang berurnur cukup tua (42 tahun). Dari penelitian yang bersifat eksploratif ini diperoleh material tanarnan tempelan yang batang bawahnya telah diidentifikasi. Dengan pemancungan bibit klonal,
diperkirakan pertumbuhan tunas
dirangsang.
baru dari batang bawah dapat
Jika tunas baru yang rnuncul dari batang bawah bibit tempelan ini
diperbanyak dengan teknik "layerage" (Hartmann et a/.. 1990) maka akan dapat dihasilkan bibit klonal baru.
Bibit klonal baru hasil layerage dapat digunakan
sebagai identified rootstock untuk mempelajari pengaruh batang bawah terhadap karakter batang atas.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Keragaman dalam jenis sangat besar dan populasi batang bawah bersegregasi, namun demikian dapat djsimpulkan bahwa
di antara 13 karakter
morfologi yang berperan dalam keragaman tersebut, bentuk tajuk dan sudut cabang merupakan karakter yang berkontribusi cukup besar. 2.
Berdasarkan hasil percobaan penempelan, penggunaan semai sebagai
identified rootstock untuk memperoleh bibit klonal dengan bentuk tajuk dan sudut cabang tertentu belum dapat direkomendasikan, karena masih memerlukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan perbanyakan vegetatif
.
3. Hubungan bentuk tajuk dengan perilaku plagiotropi, yang direfleksikan oleh sudut cabang, tidak dapat diketahui karena populasi bersegregasi dan observasi karakter morfologi yang bersifat kategorisasi terhadap suatu populasi. Saran
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk rnernpelajari pengaruh batang bawah terhadap bentuk tajuk dan sudut cabang atau perilaku plagiotropi dengan teknik "layerage"(Hartmann ef a/..1990) terhadap tunas-tunas baru identified rootstock yang telah diketahui secara individual memperbaiki
bentuk tajuk dan sudut cabang bibit klonal.
2. Untuk memperbaiki rnetode pengamatan bentuk tajuk, bentuk tajuk perlu dinyatakan sebagai model-model topofisik tajuk.
Dafhr Pustaka Bowman. K. 13. 1997. Inheritance of procumbent habit from 'cipo' sweet orange in crosses with 'Clementine' mandarin. J. Amer. Soc.. Hort. Sci. 122(3):696-701. Cline, M. G. 1997. Concepts and terminology of apical dominance. Amer. J. Bot. 84~1064-1069. Cook, N. G., E. Rabe and G. Jacobs. 1999. Early expression of apical control regulates length and crotch angle of sylleptic shoots in peach and nectarine. HortScience 34(4):604-606. Departemen Pertanian. 1995. Tidak dipublikasi.
Deskripsi Durian Varietas Unggul Nasional.
Halle, F.. R. A. A. Oldeman and P. 6.Tomlinson. 1978. Tropical Trees and Forest: An Architectural Analysis, Springer-Verlag, Berlin. 441 p.
Hartmann, H. T., D. E. Kester and F. T. Davies, Jr. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices. Fifth Ed. Prentice Hall Career and Technology, New Jersey, 647 p. IBPGR.
1980. Tropical Fruit Descriptors. International Board for Plant Genetic Resources. South-East Asia Regional Committee. 11 p.
Norman, J . M. and G. S. Campbell. 1989. Canopy structure, p:301-325. In R. W. Pearcy et a/. (eds). Plant Physiological Ecology. Chapman and Hall, London, 439 p. Poerwanto, R. 1996. Laporan Kunjungan ke Kebun Buah-buahan di Thailand. Laporan Perjalanan Dinas tanggal 4-12 Mei 1996. Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasi). Ryugo, K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. John Wiley and Sons. New York, 344 p. Sahardi. 2000. Studi Karakteristik Anatorni dan Morfologi serta Pewarisan Sifat Toleransi terhadap Naungan pada Padi Gogo ( O v a sativa L.). Disertasi Program Pascasarjana IPB, Bogor, 96 p. Subhadrabandhu, S., J. M. P. Scheemann and E. W. M. Verheij. 1992. Durio zibethinus Murray, p:147-161. In E. W. M. Verheij and R. E. Coronel (Eds). Plant Resource of South East Asia No 2: Edible Fruits and Nuts. PROSEA. Bogor. Suketi, K. 1994. Studi Karakterisasi Bibit Klonal Durian Berdasarkan Morfologi Daun dan Pola Pita Isozirn. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor, 82 p. Tjitrosoepomo. G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta. 266 p.
Gajah Mada University Press.
Wilson, B. F. 1990. The development of tree form.
HortScience 25(1):52-54.