Wireless LAN ..................................................................................................................... 2 1. Arsitektur .................................................................................................................... 2 1. 1. Basic Service Set................................................................................................. 2 1. 2. Extended Service Set .......................................................................................... 3 1. 3. Tipe-tipe station .................................................................................................. 4 2. Sublapisan MAC......................................................................................................... 4 2. 1. Distributed Coordination Function (DCF).......................................................... 4 2. 2. Point Coordinator Function (PCF)...................................................................... 7 2. 3. Fragmentasi......................................................................................................... 8 2. 4. Format Frame...................................................................................................... 8 2. 5. Tipe-tipe Frame................................................................................................... 9 3. Mekanisme Pengalamatan ........................................................................................ 10 3. 1. Hidden Station Problem.................................................................................... 11 3. 2. Exposed Station Problem.................................................................................. 13 4. Lapisan Fisik Pada Wireless LAN............................................................................ 13 4. 1. IEEE 802.11 FHSS ........................................................................................... 14 4. 2. IEEE 802.11 DSSS ........................................................................................... 14 4. 3. IEEE 802.11 Infrared ........................................................................................ 15 4. 4. IEEE 802.11a OFDM........................................................................................ 15 4. 5. IEEE 802.11b DSSS ......................................................................................... 16 4. 6. IEEE 802.11g.................................................................................................... 16 Referensi: ...................................................................................................................... 16
1
Wireless LAN Dr. Ir. Risanuri Hidayat, M.Sc Teknik Elektro FT UGM, Jln Grafika 2, 55281Yogyakarta
Komunikasi nirkabel merupakan salah satu teknologi yang berkembang sangat cepat di era saat ini. Koneksi wireless LAN adalah layanan masyarakat yang tak dapat dihindari sehingga wireless banyak ditemukan di kampus-kampus, kantor-kantor, dan di berbagai tempat public. 1. Arsitektur IEEE telah mendefinisikan spesifikasi untuk wireless LAN, pada IEEE 802.11, yang memberika spesifikasi pada lapisan fisik dan data-link. Standar arsitektur 802.11 pada dasarnya terdiri atas dua macam layanan, satuan layanan dasar (basic service set, BSS) dan satuan layanan lanjutan (extended service set, ESS) 1. 1. Basic Service Set BSS dapat digambarkan sebagai blok prinsip kerja untuk sebuah wireless LAN. Sebuah BSS terdiri atas beberapa piranti mobile (laptop misalnya) atau piranti diam (PC) dan satu stasiun sentral, yang dikenal dengan nama access point (AP). Gambar 1 memperlihatkan kedua satuan tersebut. BSS tanpa AP adalah sebuah jaringan yang berdiri sendiri (stand-alone) dan jaringan ini tak dapat berkomunikasi dengan BSS lain. Jaringan seperti ini disebut dengan jaringan ad-hoc. Dengan arsitektur ad-hoc ini, piranti-piranti komputer membentuk jaringan tanpa memerlukan sebuah AP, yang mereka menempatkan satu sama lain untuk berfungsi sebagai BSS. Sedangkan BSS yang mempunyai AP dikenal sebagai jaringan infrastruktur (infrastructure network). Untuk memudahkan mengingat, BSS tanpa AP disebut dengan jaringan ad hoc, sedangkan BSS dengan AP disebut dengan jaringan infrastruktur.
2
Gambar 1. Basic Service Set (BSS) 1. 2. Extended Service Set Extended Service Set (ESS) adalah jaringan yang terbentuk dari dua atau lebih BSS dengan AP. Dalam hal ini antar BSS terdistribusi melalui sistem jaringan, yang biasanya adalah jaringan LAN. Jaringan LAN ini disambungkan ke AP pada setiap BSS. IEEE 802.11 tidak membatasi jenis jaringan yang tersambung ke BSS melalui AP. Terlihat pada gambar 2 adalah sebuah ESS, yang mana mobile station (laptop dsb) menjadi bagian di dalam BSS. Sedangkan AP tersambung dari sebuah jaringan komputer LAN.
Gambar 2. Extended Service Set (ESS) Satu station ke station lain di dalam satu BSS dapat berkomunikasi baik melalui AP ataupun tanpa AP. Sedangkan dua buah station yang berada di dua BSS yang berbeda akan berkomunikasi setelah melalui dua AP. Arsitektur ini mirip dengan sistem komunikasi seluler, yang mana masing-masing BSS berlaku seperti sel dan masing-
3
masing AP berlaku seperti halnya station radio basis. Catatan bahwa ada kemungkinan sebuah mobile station menjadi anggota lebih dari satu BSS pada saat yang bersamaan. 1. 3. Tipe-tipe station IEEE 802.11 mendefinisikan tiga tipe station berdasarkan pada, yaitu: no-transition, BSStransition, dan ESS transition. Sebuah station dikatakan berkategori no-transition apabila dia adalah piranti (computer) yang diam, seperti PC biasa, atau bergerak tetapi hanya di dalam BSS yang sama. Kategori BSS-trsansition apabila sebuah station dapat berpindah dari BSS satu ke BSS tetangganya, tetapi masih di dalam satu ESS. ESS-transition apabila sebuah station dapat berpindah dari satu ESS ke ESS lain. Dalam hal ini tak seperti komunikasi seluler, IEEE 802.11 tak menjamin komunikasi berlangsung secara kontinyu ketika sebuah station sedang berpindah dari satu sel ke sel yang lain.. 2. Sublapisan MAC IEEE 802.11 mendefinisikan dua sublapisan MAC, distributed coordination function (DCF) dan point coordination function (PCF). Gambar 3 memperlihatkan hubungan antara kedua sublapisan MAC tersebut, sublapisan LLC, dan lapisan fisik.
Gambar 3. 2. 1. Distributed Coordination Function (DCF) DCF menggunakan metode akses CSMA/CA (Carrier Sense Multiple Access/Collision Avoidance). Dalam hal ini wireless LAN tidak dapat mengimplementasikan CSMA/CD (CD= collision detection), sebagaimana LAN dengan kabel. Hal ini disebabkan karena: 1. Collision detection sebuah station harus mampu mengirim dan menerima isyarat tabrakan (collision) data pada saat yang sama. Hal ini pasti menyebabkan hardware station yang tak murah serta memerlukan bandwidth lebih banyak lagi.
4
2. Tabrakan mungkin tidak terdeteksi karena masalah adanya station yang tersembunyi. 3. Jarak antara station-station dapat saja sangat dekat. Isyarat fading dapat menyebabkan sebuah station tak mendengar adanya tabrakan data.
Gambar 4 memperlihatkan proses flowchart CSMA/CA pada wireless LAN.
Gambar 4.
1. Sebelum mengirim frame data, station sumber men-sense medium dengan mengecheck lever energi frekuensi pembawa. a. Digunakan strategi pemantauan terus-menerus dengan back-off sampai dirasakan bahwa kanal sedang sepi (idle).
5
b. Setelah station sumber merasakan adanya idle, station itu menunggu beberapa saat, (dinamakan DIFS=distributed interframe space); kemudian station sumber itu mengirim sebuah frame permintaan untuk mengirim, request to send (RTS) 2. Ketika menerima RTS dan kemudian diam beberapa saat (dinamakan SIFS=short interframe space), station tujuan mengirim sebuah frame kontrol, yang disebut clear to send (CTS) kepada station sumber. Frame control ini mengindikasikan bahwa station tujuan itu siap menerima data. 3. Station sumber mengirim data setelah diam beberapa saat selama SIFS. 4. Station tujuan setelah menerima data dan diam beberapa saat (selama SIFS) mengirimkan tanda terima (acknowledgement) untuk memberitahukan bahwa frame telah diterima. Acknowledgement ini diperlukan pada protocol ini karena station sumber tidak mempunyai piranti untuk menge-check keberhasilan bahwa data sampai tujuan. Gambar 5 memperlihatkan frame pertukaran data dan kontrol dalam fungsi waktu.
Gambar 5.
Network Allocation Vector (NAV). Bagaimana dengan station-station yang lain mampu berdiam diri tak mengirim data ketika salah satu station sedang aktif? Atau, bagaimana pencegahan tabrakan dapat dilakukan dengan protocol ini? Kuncinya adalah adanya NAV. Ketika sebuah station mengirim frame RTS, itu sudah termasuk pemesanan selang waktu yang dibutuhkan untuk memakai kanal. Station-station yang lain kemudian akan membangkitkan timer, dinamakan dengan network allocation vector (NAV), untuk kemudian berdiam diri selama waktu itu. Setelah diam selama NAV, barulah mereka menge-check kembali kekosongan kanal. Setiap kali sebuah station mengakses kanal dan mengirim RTS, station-station yang lain akan mulai mengaktifkan NAV nya. Maka sebelum sebuah station men-sense apakah kanal kosong, terlebih dahulu ia menge-check NAV-nya apakah sudah sampai waktunya men-sense. Gambar 5 memperlihatkan cara kerja NAV ini.
6
Tabrakan terjadi ketika masih dalam proses akan mengirim data (Handshaking). Apa yang terjadi jika tabrakan terjadi ketika masih dalam proses kirim RTS atau CTS (proses ini disebut dengan periode handshaking/minta ijin)? Dua atau lebih station mungkin mengirim RTS pada saat yang sama. Dan frame-frame kontrol itu akan bertabrakan di kanal. Karena tak ada mekanisme deteksi tabrakan (collision detection), sebuah station sumber hanya akan menduga bahwa telah terjadi tabrakan ketika ia tak menerima RTS dari station tujuan. Kemudian strategi back-off diterapkan, dan sumber berusaha mengirim frame RTS lagi.
2. 2. Point Coordinator Function (PCF) PCF merupakan metode akses pilihan yang hanya dapat diimplementasikan pada jaringan infrastruktur, bukan pada ad-hoc. PCF diterapkan di atas DCF dan digunakan untuk transmisi yang bersifat time-sensitive. PCF adalah tersentralisir, berupa metode akses polling bebas. AP membuat semacam tiket untuk station-station yang dapat diberi polling. Station-station itu diberi hak mengirim data secara bergiliran, untuk mengirim data ke AP. Untuk memberi prioritas pada PCF di atas DCF, dipakai interframe baru, PIFS dan SIFS. Di sini SIFS sama dengan yang di DCF. Sedangkan PIFS (PCF IFS) lebih pendek dibandingkan dengan SIFS. Berarti bahwa apa bila pada saat yang sama sebuah station ingin menggunakan hanya DCF, sedangkan AP ingin memakai PCF, maka prioritas diberikan pada AP (yang akan memakai PCF). Namun adanya prioritas lebih pada PCF atas DCF dapat menyebabkan station-station yang hanya mampu memakai DCF tidak dapat mengakses medium. Untuk mencegah hal ini, sebuah repetition interval dibuat untuk meng-cover baik lalu lintas PCF maupun DCF. Repetition interval ini berulang secara terus-menerus, dimulai dari sebuah frame control yang dinamakan beacon frame. Ketika para station mendengar adanya beacon frame, mereka akan mengaktifkan NAV untuk durasi waktu periode repetition interval. Gambar 6 menunjukkan sebuah contoh mengenai repetition interval.
7
Gambar 6.
Selama repetition interval, point controller (PC) dapat mengirim sebuah frame poll, menerima data, mengirim ACK, menerima ACK, atau mengerjakan kombinasi semua itu. Pada akhir waktu contention free, PC ini mengirim frame CF end (contention-free end) agar station-station dengan contention based dapat menggunakan medium. 2. 3. Fragmentasi Kondisi komunikasi melalui udara yang sangat padat menyebabkan frame-frame terkirim kemungkinan ada yang rusak. Dalam hal ini frame rusak harus dikirim ulang. Dengan demikian perlu protocol yang memungkinkan memecah sebuah frame besar menjadi frame-frame yang lebih kecil. Lebih efisien mengirim ulang frame dalam volume yang kecil-kecil dari pada dalam satu volume besar. 2. 4. Format Frame Frame di lapisan MAC terdiri atas sembilan bagian, sebagaimana terlihat pada gambar 7. Frame Control (FC). FC sepanjang 2 bytes mendefinisikan tipe dari frame itu dan sebagai informasi jenis kontrolnya. Table 1 menjelaskan makna sub-sub bagiannya.
8