SERANGGA PENULAR (VEKTOR) PENYAKIT KERDIL PADA TANAMAN LADA DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA Rodiah Balfas Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Penyakit kerdil termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman lada. Cara penularan penyakit ini adalah melalui bahan tanaman dan serangga. Serangga penular (vektor) penyakit tersebut adalah dua jenis kutu putih, Ferrisia virgata dan Planococcus sp, dan sejenis aphid Aphis gossypii. Kutu putih berkembangbiak pada tanaman lada dan mudah sekali menyerang di pembibitan maupun di lapang, sedangkan aphid jarang sekali ditemukan pada tanaman lada. Belum ada cara yang efektif untuk menanggulangi penyakit ini, strategi penanggulangan diarahkan pada upaya pencegahan (mengupayakan bahan tanaman tidak tertular penyakit ini), anatara lain dengan menanggulangi serangga vektornya). Cara penanggulangan di pembibitan maupun di lapang dapat dilakukan penggunaan insektisida nabati atau sintetis. Penanggulangan di lapang seyogyanya dilakukan secara bersama-sama pada seluruh areal tanaman lada.
PENDAHULUAN Penyakit kerdil di Indonesia sampai saat ini sebarannya sudah meluas di daerah penghasil utama lada, seperti Lampung, Bangka, Kalimantan Barat dan Jawa Barat. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 2004, telah berhasil di deteksi PYMV (Piper yellow mottle virus) dan CMV (Cucumber mosaic virus) dari tanaman lada terserang penyakit kerdil di Bangka, Sukamulya dan Lampung.
Akibat serangan penyakit ini tanaman lada terhambat pertumbuhannya, daun-daun mengecil, buah yang terbentuk sedikit akibatnya produksinya menurun. Kerugian akibat serangan penyakit ini belum diketahui, namun serangannya makin meluas. Penyakit ini dianggap sangat membahayakan pertanaman lada di masa yang akan datang (Sitepu dan Mustika, 2000). Cara penularan penyakit melalui bahan tanaman (setek) dan serangga penular (vektor). Ada beberapa jenis serangga vektor yang sudah diketahui dapat menularkan PYMV, misalnya Planococcus citri (Lockhart et al., 1997), Di Malaysia, serangga vektor PYMV adalah Planococcus citri dan Ferrisia virgata, sedangkan CMV ditularkan oleh aphid (Eng, 2002). Selain itu PYMV dapat ditularkan oleh Diconocoris distanti (Drake) (Hemiptera; Tingidae) (De Silva, 1999) Di Indonesia, serangga vektor penyakit kerdil adalah P. minor (Balfas et al., 2002); Aphis sp. (Mustika, 1987) dan Ferrisia virgata (Balfas dan Mustika, 2004). Serangga Planococcus sp. dan F. virgata dikenal sebagai kutu putih termasuk dalam famili Pseudococcidae (ordo Homoptera). Kedua kutu putih
71
ini umum ditemukan pada tanaman lada di Bogor, Sukamulya (Sukabumi) dan Bangka serta Lampung. F. virgata yang terdapat pada tanaman lada juga ditemukan pada tanaman lainnya. Kedua kutu ini mudah berkembang biak pada pembibitan tanaman lada. Kehadiran serangga tersebut perlu diwaspadai dan dilakukan langkah untuk menanggulanginya. Tulisan ini mengemukakan tentang ciri-ciri, cara hidup dan strategi penanggulangan serangga vektor penyakit kerdil pada tanaman lada. CIRI DAN BIOLOGI PLANOCOCCUS (Homoptera; Pseudococcidae) Kutu putih Planococcus umum ditemukan pada tanaman di rumah kaca/persemaian maupun pada pertanaman lada di lapangan. Jenis Planococcus yang berasal dari Bogor telah diidentifikasi dengan nama spesies P. minor, sedang yang berasal dari daerah-daerah lain (Bangka, Sukamulya/Sukabumi, dan Lampung) sedang dalam proses identifikasi. Planococcus sp. adalah kutu putih yang berbentuk oval, dewasa betina berukuran 1 - 2 mm, berwarna putih dan disekeliling tubuhnya terdapat 14 – 18 pasang lilin seperti duri (Gambar 1a). Nimfa instar pertama aktif bergerak berukuran kira-kira 0,5 mm, setelah mengisap serangga cendrung menetap. Kutu dewasa jantan mempunyai sayap. Planococcus sp. terdiri dari empat instar. Siklus hidup pada umbi kentang di laboratorium berlangsung selama 44 - 46 hari. Lama
72
imago jantan (bersayap) 2 - 4 hari dan betina dapat mencapai 102 hari. Telur diletakkan dalam kelompok di dalam jalinan benang (seperti kapas) di bawah tubuh imago betina (Mardiningsih dan Balfas, 2003). Pada tanaman lada, Planococcus mengisap bunga, buah, ruas, daun muda dan ketiak dan seludang daun. Serangga yang berasal dari tanaman lada mudah berkembangbiak pada umbi kentang. Serangan kutu ini umumnya banyak ditemukan menyerang tanaman lada setelah musim hujan. Pada musim kemarau, serangga ini jarang ditemukan di atas permukaan tanah, tetapi ditemukan pada bagian tanaman yang dekat dengan permukaan tanah dan sering ditemukan pada lada perdu. Bahkan tanaman pada tanaman lada dengan tiang panjang di Lampung, serangga ini ditemukan pada pangkal batang dan akar. Disamping itu serangga ini juga ditemukan pada akar lekat tanaman lada. Di India juga demikian, koloni Planococcus sp. ditemukan pada akar tanaman lada. CIRI DAN BIOLOGI F. VIRGATA (Homoptera; Pseudococcidae) F. virgata adalah kutu putih yang terdapat di daerah tropis dan bersifat polifag (mempunyai inang yang banyak). Di Indonesia, inang utama dari serangga ini adalah lamtoro. Tanaman inang lainnya adalah kopi, coklat dan kakao (Kashoven, 1981) dan ubi jalar, ketela pohon, jeruk, jambu biji (Schreiner, 2000). Keberadaan
serangga ini pada tanaman lada telah dilaporkan oleh Wikardi dan Asnawi (1996). Ciri-ciri dari serangga ini adalah serangga betina berbentuk oval panjang dengan sepasang garis panjang di ujung abdomen dan benang lilin yang panjang di sekeliling tubuhnya (Gambar 1b) dan kutu betina menghasilkan 200 – 450 telur. Serangga jantan bersayap (Kalshoven, 1981). Telur diletakan disamping serangga dewasa dan nimfa berkembang di dekatnya. Siklus hidup berlangsung kurang lebih selama 40 hari (Schreiner, 2000). F. virgata yang berasal dari lapang dipelihara pada bibit lada di rumah kaca, Bogor ternyata serangga ini mudah dikembangbiakkan pada lada. Serangga betina bertelur dan nimfa-nimfa yang baru keluar aktif, setelah mengisap serangga ini umumnya menetap. Serangga ini menyerang daun muda maupun tua, batang, cabang dan tunas tanaman lada. Kutu ini menyukai bagian batang, sehingga batang dan cabang dari bibit lada dipenuhi oleh kutu ini yang mempunyai lilin putih. Pada populasi yang tinggi dimana kutu menutupi
A
B
batang dan ranting, daun-daun atas dapat rontok. Sedangkan pada populasi rendah tidak memperlihatkan gejala pada tanaman lada. Pada musim kemarau kutu ini sulit ditemukan pada bagian tanaman sebelah atas, tetapi biasanya ditemukan pada daun atau ranting yang dekat dengan permukaan tanah. CIRI DAN BIOLOGI A. GOSSYPII Serangga ini bersifat kosmopolitan dan polifag. Tanaman inangnya banyak dari tanaman yang dibudidayakan maupun gulma, diantaranya tapak dara dan kapolaga. Serangga ini berwarna hijau sampai hitam atau kuning kecoklatan (Kalshoven, 1091), berukuran 1 – 2 mm (Gambar 1c). Siklus hidup serangga ini berlangsung selama kurang lebih satu minggu. Berbeda dengan kutu putih, serangan aphid ini menimbulkan gejala antara lain daun-daun muda akan mengkerut, sehingga daun tidak berkembang dengan sempurna. A. gossypii ini berperan sebagai serangga dari kita-kira 44 penyakit yang disebabkan oleh virus ( Hill, 1983).
Dewasa
C
Imago
Foto : Rodiah Balfas
Gambar 1. Serangga vektor penyakit kerdil pada tanaman lada (Kalshoven, 1981 dan Hill, 1983): a. Planococcus sp., b. Ferrisia virgata dan c. Aphis gossypii
73
PERANAN SERANGGA VEKTOR DALAM MENULARKAN PENYAKIT KERDIL Kutu putih F. virgata dan Planococcus telah diketahui peranannya sebagai serangga vektor penyakit kerdil pada tanaman lada baik di Indonesia maupun di negara Asia Tenggara lainnya. Kedua serangga tersebut berperan sebagai serangga vektor PYMV pada tanaman lada, sedangkan A. gossypii berperan dalam menularkan CMV (Eng, 2000). Walaupun di luar negeri telah diketahui peranan A. gossypii sebagai vektor CMV pada tanaman lada, tetapi di Indonesia peranannya sebagai vektor pada tanaman lada masih dalam penelitian (di Balittro). Penularan penyakit kerdil terutama melalui bahan tanaman setek. Umumnya bahan tanaman diambil dari tanaman lada yang terserang penyakit kerdil. Di pembibitan kutu putih Planococcus maupun F. virgata mudah sekali berkembang biak pada bibit lada di persemaian, sehingga penularan penyakit besar kemungkinan terjadi di pembibitan. Karena kutu putih ini dikenal sebagai vektor yang efisien, artinya serangga tersebut mempunyai kemampuan menularkan yang cukup tinggi. Virus terbawa oleh serangga ini pada waktu mengisap pada tanaman sakit dan dan serangga ini berpindah dan mengisap pada tanaman sehat, virus tersebut tertular ke tanaman sehat. Berdasarkan hasil penularan sebanyak dari 5 serangga ekor per tanaman (yang telah diberi makan pada tanaman sakit)
74
mampu menghasilkan gejala sebesar 35% (Balfas dan Mustika, 2004; Balfas et al., 2003). Hasil ini mungkin lebih tinggi lagi apabila diikuti dengan deteksi virusnya. Di lapangan, kedua kutu putih tersebut juga seringkali ditemukan. Hanya larva instar pertama yang bergerak aktif, setelah mengisap serangga ini cenderung menetap. Serangga-serangga tersebut seringkali berasosiasi dengan semut. Distribusi kutu ini dibantu oleh semut, sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit di lapangan. Selain itu, perpindahan serangga dimungkinkan melalui angin, sehingga penularan juga dibantu oleh angin. STRATEGI PENANGGULANGAN SERANGGA VEKTOR Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus sangat sulit. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan pencegahan. Untuk menghindari penyebaran penyakit menghendaki keberhasilan penunggalan serangga vektor yang amat tinggi sejak pembibitan sampai di lapang. Persemaian harus bebas dari kutu putih dan aphid dan apabila telah terlihat ada tanaman yang terserang penyakit kerdil di lapang, maka perlu dilakukan pengendalian serangga vektor (Eng, 2002). Disamping itu penyebaran penyakit dapat dicegah apabila dilakukan penyemprotan secara teratur dan secara bersama-sama dan hamparan yang cukup luas. Karena apabila penanggulangan hanya pada
satu atau dua kebun saja, sementara tanaman lain disekelilingnya tidak, maka masih memungkinkan untuk terjadinya penularan. Sampai saat ini belum diketahui adanya tanaman lada yang resisten atau toleran terhadap serangan kutu putih. Penyakit kerdil dapat semua jenis lada yang dibudidayakan. Pengendalian secara biologis kurang memungkinkan karena untuk pengendalian serangga vektor menghendaki penekanan serangga vektor yang cukup tinggi. Pengendalian serangga vektor penyakit kerdil yang pernah dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida sintetik dan nabati. Insektisida sintetik. Insektisida sintetik untuk mengendalikan kutu putih terutama Planococcus akan lebih baik menggunakan insektisida sintetik, karena ini seringkali serangga ini tersembunyi pada bagian tanaman sehingga tidak terkena dengan insektisida kontak. Insektisida yang telah digunakan antara lain karbosulfan. Duarte (2000) mengemukakan insektisida dimetoat, malation, metil paration, diazinon untuk pengendalian serangga vektor penyakit kerdil. Insektisida nabati. Hasil penelitian penanggulangan kutu putih pada tanaman lada di rumah kaca dengan ekstrak jarak, ekstrak mimba dan inksektisida sintetik selama tiga bulan menunjukkan ekstrak jarak cukup efektif menekan tumbuhnya kutu putih (Balfas dan Mustika, 2005).
KESIMPULAN Penyakit kerdil pada tanaman lada ditularkan oleh serangga dari jenis kutu putih, F. virgata dan Planococcus sp., dan sejenis aphid, Aphis gossypii. Kutu putih mudah berkembangbiak di persemaian maupun lapangan. Untuk mencegah penyebaran penyakit perlu dilakukan pengendalian serangga vektor sejak di pembibitan sampai di lapangan dengan menggunakan insektisida nabati atau sintetis. Pengendalian vektor di lapangan hendaknya dilakukan secara bersamasama pada hamparan yang luas. DAFTAR PUSTAKA Balfas, R., Supriadi, T.L. Mardiningsih dan Endang Sugandi, 2002. Penyebab dan serangga vektor penyakit keriting pada tanaman lada. Jurnal Penelitian tanaman Industri 8(1): 7 – 11. Balfas, R. Supriadi dan Endang Sugandi, 2003. Penularan penyakit kerdil asal Bangka oleh Planococcus. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat, Bogor 17 – 19 September 2002. Bagian Proyek PHT Tanaman Perkebunan. Hal. 207 – 212. Balfas, R. dan I. Mustika, 2004. Penularan penyakit kerdil pada tanaman lada oleh Ferrisia virgata. Makalah disampaikan pada Seminar PERSADA. Bogor, 5 Juli 2004.
75
De Silva, P., 1999. Epidemiologi dan control of Pepper yellow mottle virus (PYMV) disease of black pepper (Piper nigrum L.) in Sri Langka. Paper presented at 24th Peppertech Meeting at Hotel Galadari, Colombo, 9th Nov.1999. International Pepper news Bulletin, Jul – Dec 1999. Duarte, M.L.S., F. C. Albuquerque, E.Y. Chu, 2000. New Disease affecting black pepper crop in Brazil. (unpublished). Eng, L., 2002. Viral disease and rootknot nematode problems of black pepper (Piper nigrum L.) in Sarawak, Malaysia. Symposiumon pests and diseases on pepper, 24th September 2002. Annex Ss-07. p. 1 - 8. Hill, D.S., 1983. Agricultural insect pests of the tropics and their control. Cambridge University Press. 746pp. Kalshoven, L.G.E., 1981. The pests of crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. Van Der Laan and G.H.L. Rothschild. PT Ichtiar Baru-Van Hoeven, Jakarta. 701pp. Lockhart, B.E.L., K. Kiratiya-Angul, P. Jones, L. Eng, P.D. Silva, N.E. Olszewski, N. Lockhart, N. Deema and J. Sangalang, 1997. Identi-
76
fication of piper yellow mottle virus, a mealybug-trasmitted badnavirus infecting Piper spp. in the Southeast Asiaropean Journal of Plant Pathology 103 : 303 - 311. Mardiningsih, T.L. dan R. Balfas, 2003. Biologi Planococcus minor (Mask) (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae). Prosiding Kongres VI Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Simposium Entomologi 2003 di Cipayung, Bogor. 5 – 7 Maret 2003. Mustika, I., 1987. Penelitian mengenai penularan penyakit keriting pada tanaman lada di Bangka. (tidak dipublikasikan). Schreiner, I., 2000. Striped mealybug (Ferrisia virgata (Cockerell)). ADAP 200-18. Reissued August 2000. Sitepu, D. dan I. Mustika, 2000. Diseases of black pepper and their management in Indonesia. In: Black pepper Piper nigrum. Ed. P.N. avindran. Hardwood Academic Publishers. P. 297 – 308. Wikardi, E.A. dan Z. Asnawi, 1996. Hama pengisap dan hama lainnya. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. P. 161 - 170.