TINJAUAN PUSTAKA
Hama sengon yang secant ekommis sangat merugikan adalah penggerek batang boktor (Xystrmerafern). Hama ini mempunyai nama daerah uter-uter, boktor, wowolan, kumbang serendeng, dan engkes-engkes, yang tennasuk ke dalam famili Cerambicidae clan ordo Coleoptera. Hama ini menyerang beberapa spesies dari famili Leguminoceae sepwti Albizia falcatma (P.falcataria), A. sumparm, A. strfilda, A. lebbeck, dan Pithecellobiurn lobdurn (Suratmo, 1982;
Nandika dan Wiseno, 1993). Hama ini biasanya menyerang saat sengon berumur 3 tahun dan bila
serangan dibiarkan selama 2-5 tahun selwh tanaman &an rusak . Serangan ditandai dengan warna merah kecokhtan pada batang. Serangan yang terjadi pada kayu kadang sampai sekeliling batang dan bila demikian maka tajuk akan menguning sehingga daun berguguran dan akhirnya pohon &an mati. Derajat serangan hama pohon sengon dipengaruhi oleh umur pohon, ketinggian, diameter batang serta p l a taaam. Derajat serangan kumbang penggerek pada sengon cenderung semakin besar menghti pertumbuhan pohon dan serangan terbesar terjadi pa& ketinggian batang 6,s
- 9 m (Hasan et al.,
1990). Hama boktor pada umumya menyerang batang-batang pohon yang besar sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tuai umur pohon maka serangan hama ini pada sengon akan semakin besar. Berdaszukan pengamatan dilapangan, besar kerusakan yang diakibatkan oleh serangan X festiva mencapai 80% dari seluruh pertanaman.
Bebentpa peaelitian mengenai penggunaan insektisida tetah dilakukan untuk mengatasi m&ah
hama seperti insektisida kontak Sumithion SO EC dan
Sumialpha 25 EC serta insek-tisida sistemik Suscon Blue yang disemprotkan langsung. Insektisida ini dapat rnematikan imago maupun larva X' f e s t h . Berbagai usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah hama baik dengan cars men-
pola tanam maupun penggunaan insektisida belum efektif untuk
mengendalikan serangan hama.
Interaksi hama-tanaman
Mekanisme perlindungan tanaman terhadap hama dan patogen terdiri dari mekanisme konstitutif dan mekanisme terinduksi. Mekanisme konstitutif berupa ciri-ciri yang dibentuk pada perhunbuhan vegetatif dan perkembangan tanaman, seperti trikoma yang merupakan perlindungan daerah aerial pada berbagai spesies tanaman. Pada mekanisme tefinduksi, hama atau patogen memicu
tanaman membentuk suatu sistem pertahanan. Mekanisme ini mungkin melibatkan produk gen in situ yang telah siap, seperti induksi alrtivitas callme synthase, gluiranase, kithast atclu inhibitor pfdeinase (Ayres, 1992). Infeksi
hama yang dilakukan pada daun melon ternyata meningkatkan aktivitas inhibitor proteinase, sehingga diduga protein tersebut berperan dalam sistem pertahanan tanaman melon terhadap hama (Hammersmidt dan Kuc', 1995). Mekanisme yang lain adalah yang mengarah kepada pengaktifan gen-gen pertahanan. Gen-gen yang terlibat didalam pertahanan mungkin menyandi sejumlah produk yang behngsi secara langsung seperti deterrents, anti feedtmts ataupun gen penyandi enzim yang mensintesis produk-produk yang berhubungan dengan
ketahanan sejxrti fitodeksin (Ayres, 1992). Kecepatan serta i~ltmsitasbiosintesis senyawa yang terlibat ddam respon ketahatlan tanaman terhadap serangga tergmtung pada jarak dari titik pelukaan, besarnya kerusakan, dan jenis elisitor yang terlibat.
Fragmen tanaman dm dinding sel cendawan mengandung oligosakarida dalam s t d c h r polisakaridanya. Oligosakarida yang dibebaskan ketika sel mengalami kerusakan oleh hama atau mikroorganisme dapat befingsi sebagai sinyd yang mengaktifkan gen-gen penyandi enzim untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang berkaitan dengan kelahanan tanaman (Gambar 1). Fragmen poli dan oligosakarida yang dilepaskan akibat serangan hama dapat distimulasi secara in viiro, yaitu meldui kontak antara dinding sel dengan endopoligalalcturonase (ERhe) yang mempakan suatu enzim yang dilepaskan oleh bagian tertentu di dalam sel akibat serangan hama.
avon no id Diterpen
Gambztr 1. Mekanisme pertahanan yang terinduksi oleh serangan hama (Panda 1995).
Penelitian-pelitim
yang berkaitan dengan pengaktifan sistem
pertahanan tamman telah banyak dil-.
Pemggeaek polong (Helicoverpa
armigera) yang diinfeks'lkan pada polong buncis 12 sampai 60 hari setelah
pemtwngaan, meng*
inhibitor proteinase dengan aktivitas penghdmbatan
yang berbeda terhadap tripsin, kimotripsin, proteinase pencemaan ulat dan proteinase bakteri (Giri et d.,1998). Aktivitas inhibitor tripsin pada kedelai yang terinduksi oleh hama lebih tinggi d i b a n d i i a n dengan tanpa induksi (Zhao et al., 1996). Pelukaan secara mekanik juga diketahui dapat menginduksi gen
penyandi inhibitor tripsin. Gen swin 1.1 penyandi inhibitor protease serin d i t e m u h pada Salk viminalis yang dilukai secara mekanik, yang ditapis dari pustaka genom dengan menggunakan pelacak win 3 dari populus (Saarikoski et al., 1996).
Penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan respon secara rnolekulQ antara pelukaan yang disebabkan oleh harna dan pelukaan secara rnekanik. Pada
kentang (So-
tuberam), akumulasi transkrip mRNA untuk proteinase
inhibitor I1 @in 11)dan 3-hydK,xy-3-methylalutsryI-coeaymeakibat kerusakan oleh harna lebih besar dibandihg dengan pernotongan daun (Korth ctan Dixon, 1997).
Konstruksi Pustaka cDNA
Pengklonan gen melalui cara pemotongan DNA genom dengan suatu enzim restriksi yang kemudian disisipkan dalam suatu vektor dan dipelihara dalam suatu inang disebut dengan shot gun cloning. Setiap vektor yang membawa fragmen"DNA genom disebut dengan klon DNA genom dan
SekumpUtan klon DNA goaom mempakan pustaka genom. Fragmen DNA genom
yang dihorsilltan 58npt banyrrk, clan k e n a pemotmgm teajadi seam acak maka hanya sedikit fiagmen saja yang mengandung gen. Cara lain untuk memperoleh klon DNA ymg berupa gen dapat dilalrukan dengan memilih sekuen penyandi saja. Enzim trankriptase balik dapat d i m a n f w untuk ntensintesis DNA komplementer (cDNA) dengan menggunakan RNA sebagai cetakan (tRNA, rIUUA, mRNA). Gen-gen eukariot urnumnya terdiri dari sekuen-sekuen DNA yang dipisahkm oleh sekuen bukan penyandi (intron). Intron ini akan dibuang pada proses pasca transkripsi mRNA yang disebut dengan splicing. Klon cDNA
eukariot yang diperoleh dari mRNq tidak mengandung intron-clanberguna untuk mempelajari ekspresinya di dalam sel bakteri misalnya Escheriichia coli. Pada umumnya prokariot tidak &pat memproses intron (Old dan Primrose, 1985). Bakteri yang digunakan untuk membuat klon cDNA umumnya adalah E. coli.
Secara umum pembuatan pustaka cDNA dilakulcan melalui tahap-tahap sebagai befilnrt ( Huang et al., 1982): I . Isolasi RNA total
bahaa untuk isolasi mRNA
2. Sintesis utas pertama dan utas kedua cDNA 3. Konstruksi vektor rekombinan. Jika vektor ystng digunakan berupa plasmid,
selanjutnya plasmid rekombinan diintmduksikan ke dalam sel inang. 4. Seleksi vektor r e k o m b i i berdasarkan gen penanda yang terdapat pada
vektor. Plasmid merupakan salah satu vektor yang &pat digunakan untuk mengkonstruksi pustaka c D N k Plasmid yang digunakan antara lain pT7T3D
untuk klon cDNA Br&m
napus (Kim et al., 1998), pGEX-2T untuk klon
cDNA ubi jalar (Yeh et al., 1997) dan pSPORTl untuk mengkIon gen-gen kedelai yang terinduksi oleh alumunium (Miftahudin et al., 1995; Yuniati, 1999; ARWar, 2000). Pembuatan pustaka cDNA dapat pula dilakukan dengan
menggunakan vektor lain seperti cosmid dan vektor h. Vektor h banyak digunakan untuk mengkonstruksi cDNA seperti ZAPXR untuk konstruksi cDNA Cicer arietinum (Munoz et al, 1998), h gtl 1 untuk kentang (Gruden et al., 1997),
A Zap 11 untuk Brassim campestris L. ssp. pekinensis dan Arabidopsis
(Lim et al., 1996 ;Park et al., 1998). Masing-masing klon dari suatu pustaka cDNA dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti peningkatan produksi protein yang disandikan oleh klon cDNA tertentu dalam sel inang, karakterisasi gen maupun transfer cDNA kepada sel lain. Gen mustard tripsin PI2 (mti-2) yang diperoleh dari klon cDNA telah dimasukkan ke dalam Nicotiana tabacum L. cv Xanthi dan Arabidopsis L. (Heynh.) dan digunakm untuk mempelajari pengaruh tingkat ekspresi inhibitor
proteinase terhadap larva S ' t e r a lifforalis (Leo et al., 1998). Klon cDNA juga dapat d i d -
dalarn upaya mengurutkan DNA
genom. Pada eukariot tingkat tinggi urutan DNA keseluruhan genom masih sulit dilakukan karena ukurannya besar dan kompleks, sehingga analisis genom dimulai dengan mengenali wutan DNA yang diekspresikan
saja atau yang
dikenal dengan analisis EST (Expremed Sequence Tags). Dalam analisis EST, cDNA diklon ke dalarn suatu vektor dan selanjutnya dilakukan pengurutan DNA dari ujung 5' ke ujung 3'. Urutan DNA yang diperokh dengan panjang 300-500
pasang basa cukup untuk mengidentifikasi gen dengan cara membandingkannsa dengan database publik. Menurut data per September 2000 sudah lebih dari 26000 sekuen EST l,o/ri.s japot~ictrs yang telah tercatat dalam database publik. Sekuen vang ditemukan tersebut dibagi menjadi beberapa grup dengan berbagai fungsi seperti respon terhadap lingkungan, sintesis protein, proses seluler, respon terhadap patogen dan metabolit sekunder (Asamizu el al., 2000). Beberapz- famili gen pinus seperti chaperonin 60, thiolase, elongnizon.fact)r i a,acid phoshatase, actin Jeplymerizing factor,
heat shock polypeptide
HSP 90 dan alcohol
dehidrogenase telah diidentifikasi dengan cara mensekuen cDNA (Kinlaw dan Neale, 1997). Gen penyandi Notch dari Drosophila juga telah diteliti urutan basanya dari cDNA (Caballero, 1992).
Isolasi RNA RNA merupakan polimer linier yang terdiri dari monomer ribonukleosida monofosfat yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester (Farrell, 1993). RNA terdiri dari dua jenis yaitu RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen serta yang tidak berhubungan dengan ekspresi gen, yaitu RNA primer dalam repiikasi DNA dan RNA dalam struktur kromosom bakteri. Terdapat tiga jenis RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen yaitu rRNA (ribosomal RNA), tRNA (trmfer RNA) dan m w A (messenger RNA). rRNA merupakan komponen utama penyusun ribosom yang berperan dalam sintesis rantai protein, yaitu sebagai tempat pertemuan antara mRNA dengan tRNA yang bermuatan asam amino. Jumlah rRNA di dalam sel adalah yang
paling banyak y a h 80-85% dari RNA total. Pada eukariot terdapat 4 jenis rRNA yaitu rRNA 18s (17s pada khamir), 28s (25s pada khamir), 5,8S, dan 5s (Sambrook et al., 1989). Jumlah tRNA lebih sedikit dibanding rIWA yaitu 15-20%. RNA transfer b b n g s i mentejemahkan kodon yang terdapat pada mRNA menjadi satu jenis
asam amino pada proses translasi. mRNA merupakan model cetakan dalam proses penyusunan asam-asam amino pada rantai polipeptida dan disandi oleh
mas khas. Proporsi mRNA adalah yang paling sedikit yaitu 1-2% dari RNA total dan hanya ada sehtna protein yang disandikan masih diproduksi. Kebanyakan
rnRNA prokariot sangat tidak stabil clan mempunyai waktu paruh sekitar 3 menit sedangkan mRNA eukariot lebih stabil dengan waktu paruh >10 jam
(P-globin)
dan ada pula yang hanya 30 menit atau h a n g (Albert et al.,1989). Populasi mRNA dalam sel mamalia terbagi menjadi tiga jenis yaitu tipe
mRNA beriimpah (12000 kopi per sel), tipe intermediet (300 kopi per sel) dan tipe jarang (15 kopi per sel) (Farrel, 1993). Sambrook et al. (1989) membagi mRNA menjadi dua jenis yaitu abuncht mRNA dan low abumhce mRNA ( 4 4 kopi per sel). Fro@
low abtnsdance mRNA adalah. 30% dari jumlah
mRNA. Secara kimiawi maupun biologi, RNA lebih labil dibanding DNA
terutama pada suhu tinggi (%S°C) dan terhadap alkali. RNA juga sangat mudah terdegradasi oleh RNase, yang merupakan enzim yang sangat stabil. Pada saat mengisolasi RNA,aktivitas RNase h a s dihambat, yang dapat dilakukan dengan menambahkan inhibitor RNase misalnya 8-hydroxyquinolin, memanaskan peralatan gelas yang akan digunakan hingga 200°C atau direndam &lam DEPC.
Air yang digunakan untuk melarutkan bahan untuk isolasi RNA juga harus bebas
RNase. Sifat RNA yang tidalc stabil memerlukan cara-cara yang tepat u~ltuk mengisolasinya. Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dalam isolasi RNA dari jaringan tanaman yaitu: 1. Penghancuran dinding sel tamman
Se1 tanaman dilcelilingi oleh dinding sei yang terdiri dari selulosa, pektin dan xyloglucan. Pada prinsipnya isolasi RNA dilakukan dengan rrierusak dinding
sel untuk mengeluarkan sitoplasma dan RNA. Penggunaan nitrogen cair ketika penggerusan jaringan tanaman sangat penting untuk menjaga jaringan tanaman
tetap beku karena suhu sangat rendah (-196°C) sehingga ribonuklease tidak aktif (Wilkins dan Smart, 1996). 2. Pdisakarida dan metabolit sekunder
Kandungan polisakarida dan metabolit sekunder pada sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi RNA. Banyak jaringan tanaman yang mengandung polisakarida cukup tinggi yang sifirtnya mirip dengan asam nuWestt sehingga dapat mengendap bersama RNA Polisakarida dapat menghalangi atau menghambat pengendapan RNA, mengganggu kuantifikasi RNA yang berdasarkan absorbansi, menghsmbat aktivitas enzirnatik pada percobaan selanjutnya seperti terhadap enzim restriksi, ligase dan polimerase, menghambat seleksi poly(~)'-RNA (mRNA) dan mengg-
migrasi RNA
saat elektroforesis (Wilkins clan Smart, 1996). Karena sifatnya yang mirip dengan asam nukleat, pemisahan polisakarida dari RNA sangat sulit. Pengendapan diferensial mengpnakan 2-Butil Ether (2-BE) pada beberapa
tanaman seperti Geranium, poinsetia, pinus putih dan k h o dapat menghasilkan RNA yang ba& (Schultz et al., 1994 dan Santoso, 1996). Senyawa fenolik dm metabolit sehnder lain seperti antosianin, lateks dan
asam anacardic dapat mempengaruhi proses isolasi RNA dan percobaan selanjutnyo yang menggunakan RNA.Terdapat beberapa cara untuk mengatasi
ha1 ini antam lain penggunam polivinilpirolidon (PVP) yang bekerja melalui ikatm hidrogen dm mengendapkan senyawa fenolik serta metabolit sekunder. Senyawa pereduksi seperti $-mercaptoethanol dan dithithreitol
me@
(Dm) &pat
oksidasi senyawa fenolik sehingga menghambat aktifitas radial
bebas yang dihasilkan oleh oksidasi fen01 terhadap asam nukleat. Bufer alkalin dapat menghambat reduksi senyawa fenolik oleh difenol oksidase. Penggunaan proteinase K dapat mendegradasi enzim pengoksidasi senyawa fenolik dan metabolit sekunder. 3. Aktivitas nuklease
Dalam kondisi senescens, pelukaaq serangan patogen atau kekwangan fosfat, produksi r i b o d e a s e endogen bisa meningkat. Hal ini dapat diiasi dengan penambahan peredulrsi kuat seperti $-merkaptoe&mol atau DTT,proteinase K, guanidin isotiosianat, beberrrpa jenis inhibitor nuWease seperti VDR (vanadyl ribonuclease complexes), RNasin dan RNAguard. Beberapa bahan lain yang dapat menghambat aktivitas nuklease adalah guanidine hydrochloride, SDS, sarcosyl, phenol : chloroform : isoamylalcohol, 8-hydroxyquinoline, cesium chloride d m cesium tri fluoroacetate (Farrell, 1993; Wilkins dan Smart, 1996) Larutan untuk isolasi RNA yang siap pakai telah tersedia , seperti TRIzoL~~
(GIBCOBRL)yang telah digunakan untuk isolasi RNA dari alfalfa (Medicago
varia) dm sel HeLa dengan kualitas RNA yang dihasilkan
baik (Kapros dm
Weterborg, 1995; Braccete et al., 1 999)
Isolasi mRNA Pada sel eukafiot mRNA matang dibentuk dari prekursor hnRNA (heterogenw nuclear RNA) meldui proses pasca transkripsi RNA. Sekitar 14% RNA total yang terdapat ddam sitoplasma merupakan mRNA matang. Pasca
transkripsi RNA terdiri dari pemasangan tudung ( 5 ' q ) yang krupa
pemunbahan nukleotida 7-methyl guanosine (m7G) pada ujung 5', met3asi pada posisi N-7 dari nukleotida panin, pembuangan intron (intron splicing) dan penambahan ekor (3'-end processing) yaitu penambahan 50-300 nukleotida adenin pada ujung 3' (Farrel, 1993). Ketmadaan poly-A+ yang baperan menjaga kestabilan stmktuf mRNA dapat dimanfbtkan untuk memisahkan mRNA dari rRNA dan tRNA. Isolasi
mRNA dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara yaitu hksinasi mRNA daIam kolom digo-dT
penggunaan partikel magnetik, biotinilasi secara
kimia maupun enzimatik atrurpvn metoda kombinasi seperti fraksinasi oligo dT berlapis &el
magnet dan strep avidin berlapis partikel magnet (Jones et al.,
1994). Seluruh metoda isolasi RNA berdwrkan pada perpasangan basa antara *
residu adenilat dari mRNA dengsn residu timidilat (oligo-dT) 'Mau residu urasilat (poly-U) (Cleaver et al., 1996).
Sintesis eDNA Prinsip sintesis cDNA addab membentuk DNA kornplementer meialui proses enzimatik dengan RNA sebagai cetakan. Sintesis cDNA dari mRNA terdiri dari dua tahap yaitu sintesis utas perkma yang memanfhtkan ekor plyA+ pada ujung 3' yang @at berpasangan dengan primer oligo dT untuk memulai sintesis utas pertama dm sintesis utas kedua dengan cetakan utas pertama dari cDNA yang terbentuk. Pada sintesis utas pertama diperlukan molekul mRNA sebagai mtakan, suatu primer sebagai umpan untuk memulai sintesis, cmpat macam nukleotida yaitu d A Z , dCTP, dGTP dan dTTP, enzim transkriptase terbalik dan larutan penyangga reaksi. Sintesis utas kedua cDNA dapat dilakukan dengan metode seypriming yang memanfatkan 'simpul jepit rambut' yang terbentuk pada ujung 3' sebagai primer. Sintesis utas kedua diitalisis oleh fiagmen Klenow dari DNA polimerase I E cob dan selanjutnya simpul ini dipotong dengan S1 nuklease. Metoda ini mempunyai kelemahan, yaitu penggunaan S1 nuklease untuk memotong simpul jepit nunbut mmpakan reaksi yang sulit dikontrol.
Cara lain untuk rhensintesisutas kedua cIlNA addah metoda replacement synthesis yang dikembangkan oleh Okayama dan Berg (1982) dan dimojifikasi oleh Gubler dan Hoffman (1983). Metoda ini menggunakan mRNA yang berpasangan dengan utas pertama cDNA sebagai bahan r@csi nick translasi RNaseH. Hasil pernotongan RNaseW pada rnRNA digunakan sebagai primer untuk sintesis utas kedua cDNA.
*
Perkiraan jumlah klon cDNA yang ideal Pengklonan cDNA untuk memperoleh jenis kopi mRNA berlimpah seperti penyandi globin, imunoglobulin dan ovalbumin yang proporsinya mencapai 50-90% dari M
A sitoplasma, tidak memerlukan tahap purifikasi
lebih lanjut sebelum disintesis menjadi cDNA utas ganda. Konstruksi pustaka cDNA yang lengkap, yaitu yang mengandung seluruh jenis mRNA yang berbeda Mam sel membutuhkan jumlah klon cDNA yang tinggi. Menurut Kamalay dan Goldberg (1980) yang disitir oleh Slightom dan Quemada (1988), diperkirakan dalam sel tembakau terdapat 25.000 jenis mRNA dan sekitar 6000 diantaranya unik untuk setiap organ seperti daun, akar, cabang, petal, anter atau ovari. Jumlah klon cDNA yang diperlukan agar jenis mRNA jenis low.
abundance tercakup dalam pustaka, dapat diperkirakan dengan rumus sebagai berikut (Sambrook et al., 1989): N = ln (1 - P) 1l(1 - lln) N :jumiah Mon yang d h t d b q P :probabilitas ,bhany-a:0,99, n:fraksipopulasi mRNA total yang dinpesewasilcanoleh satu jenis low abundcmce mRNk
Sebagai contoh, dalam sel fibroblast manusia yang mengandung 30% RNA jenis low abundance dengan 11.000 jenis sekuen yang berbeda, dibutuhkan 170.000
klon cDNA untuk menyusun pustaka cDNA yang lengkap. Penapisan klon cDNA untuk mengidentifikasi sekuen yang diinginkan dari sejumlah klon cDNA yang sangat banyak merupakan pekerjaan yang sulit dan membutuhkan biaya yang ti@.
Untuk memudahkan penapisan, jumlah
klon cDNA bisa dibatasi dengan cara melakukan fraksinasi mRNA atau fraksinasi cDNA.
Fraksinasi mRNA kdasarkan ukuran merupakan cara paling sederhana untuk mendapatkan populasi mRNA yang mengandung h
n yang diinginkan.
Fraksinasi mRNA dapat cEilakukan dengan cara sentrifugsi dalam gradien sukrosa yang mengandung bahan yang dapat mendenaturasi struktur sekunder RNA. Fraksinasi cDNA lebih menguntungkan dibandingkan fiaksinasi mRNA
karena DNA lebih tahan terhadap degradasi oleh rmklease, dapat dilakukan fiaksinasi secara lebih akurat melalui elektrof~esispada gel agarose, dan karena fidcsinasi cDNA dilakukan pada tahap yang lebih lanjut maka kemungkinan untuk memperolehfill-length c M A lebih besar.