seorang saudaranya di London dan ditambahkan pula berbagai cerita tentang pengalamanku. Kemudian saudagar London ini pergi sendiri memberikan segalanya kepada nyonya janda itu. Nyonya ini sangat terharu rupanya; sebab bukan saja ia memberikan uangku yang dahulu itu dengan segera, melainkan menambahnya pula dari kantungnya sendiri uang yang jumlahnya agak lumayan sebagai hadiah kepada nakhoda Portugis, tanda terima kasih atas segala sesuatu yang ia perbuat untukku. Saudagar London itu membelanjakan uang yang 100 pound itu kepada barang-barang buatan Inggris yang kemudian diberikan dan dikirimkannya kepada temannya di Lisabon. Barang-barang itu oleh nakhoda kemudian dibawanya sendiri ke Brasilia dengan aman dan diserahkannya kepadaku. Di antara barang-barang itu terdapat sejumlah karung, entah berapa banyaknya aku lupa mencatatnya, berisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pelbagai macam perkakas, barang-barang besi serta alat-alat yang perlu untuk perkebunan, yang kelak sangat berguna bagiku. Ketika barang-barang muatan ini sampai, aku mengira kekayaanku sudah mulai bertambah dan karena riangnya aku tak dapat berkata-kata. Tapi pembimbingku yang bijaksana itu berbuat lebih banyak lagi bagiku! Dengan 5 pound, yang diperolehnya dari pemberian nyonya janda itu, ia menyewa seorang pesuruh yang mengikat diri kepadaku buat 6 tahun lamanya. Dan untuk kesemuanya itu, ia tidak mau menerima ucapan terima kasih, hanya diambilnya tembakau sedikit daripadaku, jerih payah hasilku sendiri.
Tapi segala yang kusebutkan tadi belumlah semuanya. Selanjutnya ia membawakan pula bagiku beberapa barangbarang kain bahan pakaian Inggris seperti kain lena, kain laken, bermacam-macam kain panas, dan sebagainya; pendeknya barang-barang yang sangat berharga di negeri ini dan sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Inilah kesempatan yang sangat menguntungkan bagiku untuk menjual barangbarang tadi. Sehingga dapatlah kukatakan, bahwa dengan barang-barang itu aku telah mendapat laba empat kali lipat dari semua muatan kapalku. Keadaanku kini lebih baik daripada tetanggaku yang malang itu, sebab sekarang aku mempunyai tenaga pekerja lebih banyak. Uangku itu mula-mula kupergunakan untuk budak belian, sedang di samping itu nakhoda sahabatku itu menawarkan pula dari Lisabon seorang pelayan, pelayan kulit putih yang kedua yang disewanya. Tahun berikutnya adalah tahun yang baik pula dan betulbetul menguntungkan. Selain dapat menukarkan untuk keperluan lain-lain kepada tetanggaku, aku masih mempunyai sisa lima puluh bungkus tembakau yang masing-masing amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berat timbangannya. Dan ini kusediakan untuk para saudagar di Lisabon. Pada tahun berikutnya aku merasa lebih-lebih lapang dadaku, kekayaanku makin hari makin pesat bertambah dan kepalaku penuh dengan pelbagai rencana dan rancangan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Dapatlah dimengerti bahwa setelah aku hampir empat tahun tinggal di Brasilia, aku sudah pandai bahasa penduduknya. Selain dari itu aku sudah banyak kenalan dan
mempunyai hubungan-hubungan persahabatan dengan saudagar-saudagar dari San Salvador, kota bandar yang ramai. Bila aku bercakap-cakap dengan mereka, acapkali kuceritakan tentang pelayaranku ke pantai Guinea, tentang cara berjual-beli dengan orang-orang Negro di sana. Kuceritakan pula, betapa murah dan gampangnya menukarkan barang-barang kecil-kecil buatan Eropah dengan emas, gandum, gading, ya malahan budak-budak Negro pun kami dapat pula. Kisahku selalu diikuti dengan penuh perhatian, terutama sekali kalau aku menceritakan, betapa mudahnya membeli budak-budak Negro. Pada waktu itu masih belum banyak Negro-Negro diangkut orang ke Brasilia dan harganya pun mahal sekali. Pada suatu hari aku mendapat kunjungan dari tiga orang pengusaha perkebunan, yang mengajukan usul secara rahasia padaku. Sesudah aku berjanji tidak akan membuka rahasia itu, mereka berniat menyiapkan sebuah kapal yang akan berlayar, ke Guinea. Mereka amat memerlukan tenaga buruhnya bagi perkebunan, katanya. Tapi karena di Bras ilia dilarang membeli budak-budak di muka umum, maka kami bersepakat untuk berlayar satu kali saja ke pantai Guniea. Dari sana akan kubawa budak-budak untuk dibagi-bagikan buat dipekerjakan di kebun-kebun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pendek kata, aku ditanya apakah aku mau ikut berjual beli. Kalau bersedia, kelak labanya akan dibagi rata di antara kami
berempat, sedangkan aku tidak usah ikut menyumbangkan modal buat melengkapi kapal yang akan berlayar. Bila usul itu diajukan kepada orang, yang tidak mengepalai suatu perusahaan dan perkebunan yang tiap tahunnya menghasilkan 3 sampai 4 ribu poundsterling atau kadangkadang lebih, tentu saja baik sekali. Tapi bagiku usul itu hanya berupa pikiran yang paling tidak masuk akal. Tapi aku memang ditakdirkan untuk menemui bencana selalu. Pendeknya, aku menerima usulnya, asal saja mereka berjanji mau memelihara perkebunan selama aku tidak ada, dan bila aku mati dalam perjalanan bersedia mengurus perusahaanku. Mereka berjanji hitam di atas putih, bahwa mereka sungguh-sungguh bersedia. Setelah itu aku membuat surat warisan, bila aku meninggal dunia, yang kutunjuk sebagai ahli warisku ialah kapten Portugis yang menolongku dahulu. Tapi di samping itu ia diwajibkan mengirimkan separuh dari penghasilan barang-barang bergerak dan tak bergerak kepunyaannya ke Inggris. Sesudah beres mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan semua kekayaanku dan sekali lagi minta kepada sahabat-sahabatku untuk memelihara perkebunanku, aku berangkat pada tanggal 1 September 1659. Tepat delapan tahun, setelah aku melarikan diri dari ayah bundaku di Hull. Kapalku besarnya kira-kira 110 ton, mempunyai enam pucuk meriam dan empat belas orang anak kapal, tidak terhitung juragan kapal, pelayan, dan aku sendiri. Kecuali barang-barang kecil-kecil buatan yang akan dipakai untuk perdagangan tukar-menukar dengan orang-orang Negro, seperti karang, gelas, cermin-cermin kecil, pisau, gunting,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kampak-kampak, dan sebagainya; kapal kami tak banyak membawa muatan. Pada suatu hari aku naik ke atas kapal, dan berlayarlah. Beberapa minggu lamanya, kami berlayar ke arah utara menyusur pantai, dengan maksud akan menyeberang ke pantai barat Afrika. Cuaca tetap baik, hanya saja sangat panas di pantai Amerika Selatan. Akhirnya kami sampai dekat Tanjung Augustino. Di sini kami merobah arah, menempuh lautan dan melanjutkan pelayaran kami ke utara timur laut. Setelah dua belas hari meliwati katulistiwa, dan berada pada tempat yang letaknya 7°22" (tujuh derajat 22 menit) lintang utara, tiba-tiba kami diserang badai. Kami menyimpang dari arah semula. Badai itu mengamuk demikian hebatnya, hingga terpaksa kami selama dua belas hari terapung-apung tak tentu arah, tergantung sama sekali dari kekuasaan sang angin. Di tengah-tengah kesukaran serupa ini, meninggallah seorang daripada kami karena malaria. Setelah itu seorang bujang nakhoda dan seorang kelasi jatuh terlempar dari atas kapal ke laut. Setelah pada hari yang ke dua belasnya badai agak reda, seperti semula, setelah diteliti, ternyata kami telah berada di pesisir Guyana, salah satu daerah yang terletak di sebelah utara Brasilia antara Sungai Amazona dan Sungai Orinoco. Karena kapal sedikit bocor, aku menasihatkan supaya menuju ke Pulau-pulau Karibia saja, agar dapat diperbaiki di pelabuhan Barbados. Nakhoda menyetujui rencana ini. Kami pun bertukar haluanlah menuju lebih jauh ke arah barat laut. Tapi kami tak dapat sampai di Barbados. Sebab, baru saja beberapa hari kami berlayar, datang lagi badai yang ke dua
mengamuk dan menyeret kami tepat ke barat, hingga terombang-ambinglah kami dengan kapal bocor di atas lautan luas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam keadaan serba sulit dan kehilangan harapan seperti ini sedangkan badai tak reda-reda melampiaskan amarahnya, sekonyong-konyong berserulah pada suatu pagi seorang di antara kami, "Daratan! Daratan!" Tapi baru saja kami keluar dari kurung kapal (sebab ketika itu masih sangat pagi), untuk melihat di mana kami sebenarnya telah berada tiba-tiba kami merasa kapal terbentur pada beting dan kami semua basah kuyup disembur ombak yang sangat besar. Sungguh tidak mudah, bagi orang yang belum pernah mengalami peristiwa demikian, untuk melukiskan bagaimana kebimbangan kami di bawah pengaruh keadaan saat itu. Kami pun tidak tahu di mana kami berada, atau ke daratan mana kami terdampar. Juga tak tahu kami apakah tempat itu sebagian dari pulau atau dari benua, berpenghuni ataukah tidak? Dan karena badai terus saja mengamuk, meskipun sudah agak kurang dari semula, kami bingung, apakah kapal kami akan dapat dipertahankan lebih lama lagi atau tidak. Tetapi seakan-akan digerakkan oleh sesuatu daya ajaib, angin kencang tiba-tiba berbalik berembus. Jadi kami masih dapat saling berpandangan untuk penghabisan kali dan menantikan ajal datang sambil bersiapsiap untuk bertolak ke dunia lain. Tapi kami sangat tercengang, setelah beberapa menit kapal kami belum juga binasa, malah nakhoda memberitahukan bahwa badai sudah
mulai agak reda. Karena kapal demikian dalamnya tertanam di pasir dan tak ada kemungkinan akan dapat terlepas kembali, kami sekalian harus mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Sebelum badai mengamuk, kami masih mempunyai sebuah sampan di bagian belakang kapal. Tapi sampan ini telah terbanting kena kemudi dan kini kalau tidak tenggelam, tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih terapung-apung di laut, hingga kami tak dapat lagi mempergunakannya. Benar masih ada sebuah lagi yang lain, tapi ada di geladak, pada saat semacam ini sukar sekali menurunkannya ke laut. Tapi toh tak ada waktu untuk merentang-rentang pikiran tentang sesuatu. Bersama-samalah kami memberanikan diri mengambil sampan itu dari tempatnya dengan mengerahkan segala tenaga yang ada, hingga akhirnya berhasil jugalah. Kami sebelas orang menaiki sampan itu dan setelah berdoa kepada Tuhan, kami menyerahkan kembali keadaan kami ini kepada kekuasaan sang laut. Bagaimana keadaan pantai berbatu-batukah, atau berpasir saja, curam atau dangkal tak tahulah kami. Harapan satusatunya yang ada pada kami, dapatkah hendaknya kami mendarat dekat muara sungai atau tepi pantai yang tidak terserang angin, dan beradakah kami hendaknya di atas perairan yang tenang tentram? Tapi dari semua keinginan ini tak ada satu pun yang terkabul, bahkan makin dekat kami ke tepi, makin menakutkan tampaknya daratan itu. Ketika kami sampai, begitulah kira-kira satu setengah mil jauhnya, tiba-tiba kami melihat ombak setinggi rumah
mendatang dari belakang, yang kemudian segera menyerbu kami sebelum kami sempat berseru, "O, Tuhan!" Sungguh tak dapat dilukiskan perasaan yang kualami pada saat hampir tenggelam itu. Sebab meskipun aku pandai berenang, aku tak berdaya menghadapi ombak raksasa yang bergulung-gulung seperti itu. Tapi aku masih dapat bernapas. Ombak itu mengangkatku dan melemparkan daku jauh ke tepi. Setelah itu barulah ia menarik diri dan membiarkan daku terbaring lesu di pasir, tidak apa-apa tapi setengah mati, tanah di bawah kakiku. Aku tidak kehilangan akal dan masih dapat bernapas. Karena kulihat bahwa aku berada lebih dekat ke pantai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ daripada yang kusangka semula, dengan susah payah aku berdiri. Aku berusaha mendarat, sebelum datang gelombang lain, yang akan menyeretku lagi ke laut. Tapi segera kulihat, bahwa aku tak mungkin terlepas daripadanya. Sebab di belakang, ombak menggunung-gunung bagaikan musuh yang tak kenal mengalah. Aku berusaha bernafas terus, jangan sampai tenggelam dan tetap menuju pantai. Yang amat kutakuti kalau-kalau gelombang itu mengangkatku lagi, bila ia kembali ke laut. Gelombang dahsyat menyergapku sampai tidak berdaya sama se kali. Aku merasa didorong oleh tenaga yang luar biasa, jauh ke pantai. Aku menahan nafasku, dan berenang ke muka dengan sekuat tenaga. Meskipun aku berhasil hanya selama dua detik saja menyembulkan kepala dan tanganku di atas permukaan air, tapi cukup lama untuk menghirup udara baru. Sekali lagi aku terbenam dalam air, tapi masih juga aku
dapat bertahan. Dan ketika kulihat bahwa air laut buat kedua kalinya mundur ke laut, aku maju dan kurasa kembali tanah di bawah kakiku. Beberapa saat lamanya aku berhenti untuk menarik nafas, kemudian lari lagi ke darat. Tapi masih belum juga aku terlepas dari gelombang. Aku dikejarnya lagi, diangkatnya, lalu dilemparkannya lebih jauh lagi ke pantai, yang sangat landai. Sekali ini membawa celaka bagiku. Sebab ketika gelombang dengan dahsyat menyeretku ke darat, aku tiba-tiba terbanting kepada sebuah batu karang, demikian kerasnya, hingga rasanya paru-paruku kehilangan semua udara. Beberapa detik lamanya aku pingsan, dada dan rusukku terbentur batu karang. Ketika aku siuman, dan melihat air laut itu datang kembali, aku bertekad akan berpegang erat-erat kepada batu karang dan menahan nafasku, sampai air itu enyah dari padaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena gelombang tidak setinggi semula kupegang erat-erat batu karangku sampai air kembali ke laut. Kemudian aku lari secepat-cepatnya, sehingga aku berhasil mencapai pantai, sebelum gelombang-gelombang datang kembali. Setelah itu kudaki salah satu tebing, aku membaringkan diri di atas rumput. Setelah beberapa lamanya, aku melihat-lihat sekelilingku, untuk mengetahui di mana aku berada dan untuk memikirkan apa yang harus kuperbuat pertama-tama. Aku segera mengerti, bahwa keadaanku hampir-hampir tak memberi harapan sama sekali. Tak ada seutas benang kering pun yang melekat pada badanku, dan aku tidak pula mempunyai pakaian penukar maupun makanan ataupun minuman. Aku
agaknya ditakdirkan untuk mati kelaparan atau digasak binatang-binatang buas, sebab sepucuk senjata pun tak ada padaku untuk dapat membela diri. Yang kupunyai hanya sebilah pisau saku, pipa, dan kotak tembakau yang berisi sedikit dalamnya. Tatkala hari menjadi malam, dengan cemas aku berpikir apakah yang mesti kukerjakan, bila aku didatangi binatangbinatang buas yang sedang mencari mangsanya. Aku memutuskan akan bermalam di atas pohon yang besar di dekatku, yang agak menyerupai pohon cemara. Tapi sebelum aku naik, aku berjalan-jalan dulu sebentar sepanjang pantai, dengan harapan menemukan air tawar. Untung benar segera kuketemukan, dan setelah minum sepuas puasnya kumasukkan sedikit tembakau ke dalam mulutku sekedar penghilang rasa lapar. Kemudian aku memanjat pohon, mencari tempat duduk yang kira-kira dalam tidur pun aku takkan terjatuh. Akhirnya, kubuat dulu sebuah tongkat pendek besar dari dahan untuk dipakai sebagai senjata jika ada bahaya. Barulah aku tidur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
5 Tatkala aku terbangun, hari sudah lama siang. Topan sudah reda sama sekali dan cuaca sejuk terang. Aku merasa heran sekal, karena kapal kami telah terlepas dari pasir, sekarang berayun-ayun di atas gelombang, tak jauh dari batu karang celaka itu. Jauhnya tidak lebih dari satu mil, dan karena ia masih terapung apung, timbullah niatku untuk naik ke atasnya mengambil bahan bahan makanan yang paling
perlu saja. Tapi ketika aku turun dari pohon dan sekali lagi memperhatikan sekelilingku, tiba tiba kulihat sampan kami ada di pantai pada kira-kira dua m il jauhnya dari padaku. Aku pun berjalanlah sepanjang pantai menuju ke sampan itu. Tapi ketika kuketahui ada teluk yang masih tergenang air, yang lebarnya kira-kira setengah mil memisahkan aku dari sampan, maksudku yang mula-mula itu tidak kulangsungkan, aku lebih mengharapkan menemukan makanan yang untuk sementara dapat menahanku dari mati kelaparan. Siangnya, laut sangat tenang dan sangat surut, sampai aku dapat mencapai jarak seperempat mil lagi dari kapal. Dan aku menjumpai kekecewaan baru! Sebab jelaslah kini kepadaku, bahwa kalau saja kami semua diam di kapal, kami akan dapat juga mendarat dengan selamat, dan aku tak usah jadi orang sengsara dan kesunyian, menyendiri seperti sekarang ini. Pikiran ini menyebabkan air mataku titik, tapi karena dengan menangis kesedihan tak akan berkurang, aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menetapkan hati akan segera pergi memasuki kapal. Kubuka bajuku dan aku melompat ke dalam air. Ketika sudah sampai, aku berenang dulu mengitari kapal sampai dua kali. Akhirnya menemui seutas tali kecil yang bergantung dari atas haluan kapal, tapi demikian tingginya, sehingga baru setelah berusaha dengan banyak kesukaran aku dapat menjangkaunya dan baru dapat naik ke atas kapal. Setelah di atas, segera aku mengetahui bahwa kapal itu bocor, air sangat banyak masuk ke dalamnya; tapi karena kapal itu merapat ke samping beting yang keras, buritan kapal
pun menungging di atas beting itu sedangkan haluannya sebagian tenggelam. Akibatnya setengah dari geladak tak apaapa tinggal kering. Segeralah pula kuketahui, bahwa persediaan makanan kering pula, tak terkena air. Selanjutnya aku menemukan sedikit minuman keras dari kurung kapal. Aku meminumnya seteguk besar untuk membangkitkan semangat. Kini aku memerlukan sampan untuk memuat segala yang kudapati dalam kapal itu. Sayang tak ada sampan barang sebuah, jadi aku harus mendapatkan jalan lain, untuk dapat membawa semua milikku ini ke darat. Kami mempunyai beberapa andang-andang cadangan, tiga buah tonggak kayu yang agak panjang dan dua tiang kapal, aku bermaksud dengan barang-barang ini akan membuat sebuah rakit. Maka kulemparkan kepingan kayu-kayu itu dari atas kapal, setelah kuikat erat dengan tali, supaya jangan hanyut. Setelah selesai aku sendiri meluncurkan badanku dari samping kapal, lalu kutarik balok-balok itu kepadaku, kuikat kedua ujungnya, sampai merupakan rakit, dan lalu kuletakkan papan-papan yang pendek-pendek melintang. Aku sudah dapat berjalan-jalan di atasnya, tapi rakit belum kukuh benar untuk dimuati beban yang berat. Pekerjaan kuteruskan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan mempergunakan gergaji kepunyaan tukang kayu kami, aku memotong tiang cadangan itu menjadi tiga potong dan kuletakkan ketiga potong itu kepada rakit tadi. Berhasillah usaha ini, setelah bekerja keras dengan penuh kesukaran. Rakitku kini cukup kuat untuk membawa muatan yang berat. Tapi masih ada pertanyaan apa yang harus lebih dulu
dimuatkan ke atas rakit dan bagaimana caranya supaya tidak kemasukan air laut dari bawah. Lalu kuletakkan dahulu papanpapan dan balok-balok yang dapat kujumpai itu di atasnya, lalu kumuatkan di atas papan-papan ini tiga peti yang telah kubuka dan kukosongkan. Peti pertama berisi perbekalan, roti, beras, tiga kiju belanda, lima kerat daging kambing yang telah dikeringkan dan sedikit gandum, yang dahulu kami sediakan untuk makanan unggas, tapi mati di tengah perjalanan. Tentang beberapa peti sopi manis yang kudapatkan itu adalah kepunyaan nakhoda, semuanya ada enam gallon (1 gallon = 4 l Inggris), Peti-peti sopi ini tidak kukemasi, kuletakkan saja berderet di atas rakit. Ke dalam peti yang ke dua kumasukkan sedikit pakaian dan perkakas tukang kayu; ini suatu perolehan berharga, pada ketika itu bagiku lebih berharga daripada emas. Usaha selanjutnya supaya dapat memperoleh sedikit peluru dan senjata api. Ada dua senapan pemburu dalam kurung kapal, yang sangat boleh dipercaya dan dua pistol. Barangbarang inilah kumuatkan lebih dulu dalam rakit bersama-sama dengan tempat mesiunya sedikit, peluru sekantung kecil dan sebilah pedang yang sudah berkarat. Aku telah mengetahui masih ada mesiu tiga kantung lagi dalam kapal itu tapi aku tak tahu di mana disimpannya oleh si penembak meriam itu. Setelah kucari, barulah kutemui ketiga kantung mesiu itu, tapi yang dapat dipakai hanya yang dua kantung saja, yang ketiga telah basah kena air. Jadi aku hanya mengambil yang dua kantung itu sajalah yang masih dapat dipergunakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah cukup beristirahat, aku mulai memikirkan akan
kembali ke darat. Bagaimana aku dapat sampai ke darat dengan selamat, sebab aku tak mempunyai layar, tak punya pendayung, tak ada kemudi. Sekali saja angin kencang datang menyerang, akan habis tersapulah muatan milikku itu ke dalam laut.
6 Dalam tiga hal aku beruntung; pertama, laut tenang; kedua, air pasang; dan ketiga, angin berhembus ke arah darat. Setelah aku menemukan tiga dayung yang sudah patah, begitu pula dua buah gergaji, sebuah kampak dan sebuah palu, aku berlayar. Selama satu mil semua berjalan baik, hanya saja rakitku tidak menuju tempat aku mula-mula mendarat. Karena itulah aku dapat menarik kesimpulan, bahwa tentu ada sebuah teluk dekat di situ. Memang demikian halnya, tak lama kemudian kuketemukan sebuah teluk kecil di pantai. Aku merasa rakitku seakan-akan tertarik ke arah teluk tadi. Karena itu sedapat mungkin aku berlayar ke jurusan itu dan berusaha tetap di tengah-tengah arus. Pekerjaan itu bukan kepalang berat dan sukarnya, sebab arus amat kuat. Tapi aku akhirnya berhasil juga sampai pada teluk di pantai itu. Dengan perasaan lega tak terhingga, kulihat aku berada dekat muara sebuah sungai kecil. Jadi, aku berlayar ke hulu. Tepi kiri kanan sungai itu bertebing curam. Sambil berlayar kucari suatu tempat mendarat yang baik, sebab aku tidak bermaksud lebih jauh berlayar ke hulu daripada yang kuanggap perlu, karena aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berharap pada suatu waktu dapat melihat sebuah kapal. Aku
memutuskan tetap tinggal dekat pantai. Di tepi kanan sungai kulihat sebuah teluk lagi. Ke sanalah kutu-jukan rakitku. Dengan pertolongan dayungku dengan susah payah aku melompat ke darat, lalu mengikatkan rakitku. Yang pertamatama kulakukan ialah melihat-lihat dulu tempat itu dari dekat, dalam pada itu mencari tempat yang baik untuk mendirikan rumah. Di mana aku berada, aku tak tahu. Juga tak tahu, apakah sebuah pulau atau benua, apakah berpenghuni ataukah kosong. Kira-kira dalam jarak satu mil, kulihat sebuah bukit, yang menjulang curam dan tinggi dan agaknya menguasai seluruh tempat itu*
begitu pula mengatasi puncak bukit sebelah utara. Kuambil salah satu bedil pemburuku, kuselipkan sepucuk pistol dalam ikat pinggang, kuambil tanduk berisi obat bedil dan dengan begitu aku pergi menjelajah ke arah bukit, yang puncaknya kucapai dengan susah payah sekali. Sesampainya di sana dengan perasaan sedih, kuketahui bahwa aku berada di sebuah pulau, yang seluruhnya dikelilingi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ laut. Sama sekali tak tampak daratan, hanya beberapa batu karang yang gundul jauh menjulur ke laut. Selain itu kulihat 2 buah pulau kecil, yang tampaknya lebih kecil daripada pulauku, yang jauhnya kira-kira tiga mil ke sebelah barat. Selanjutnya kulihat dari kejauhan bahwa tanah pulauku itu tampaknya gersang dan tandus, karena itu aku mengira, bahwa ia tidak berpenghuni. Kecuali mungkin binatangbinatang buas, tetapi sama sekali tidak kujumpai. Yang kulihat hanya burung-burung banyak sekali, tetapi tidak kukenal seekor pun. Waktu aku pulang kembali, kutembak seekor burung besar yang bertengger di atas sebuah pohon dekat hutan lebat. Aku yakin bedilku, bedil pertama yang pernah dipasang orang di s ini sejak dunia diciptakan T uhan. Sebab baru saja aku melepaskan tembakan, dari segala jurusan terbanglah burung-burung yang tak
terkira banyaknya, hingga keadaan sekitarya, menjadi riuh rendah karenanya. Lalu kulihat-lihat burung yang kutembak tadi. Rupanya semacam burung elang seperti yang terdapat di negeriku, tetapi dagingnya bau amis dan tak dapat dimakan. Puas dengan penemuan-penemuanku, aku kembali lagi ke rakitku dan mulai mengangkat mutannya ke darat. Di mana aku akan bermalam, tak tahulah aku. Untuk tidur di atas tanah, aku tak berani, karena takut kalau-kalau binatang buas menerkamku. Tapi kemudian aku tahu, bahwa kekuatiranku itu tidak beralasan. Meskipun begitu aku membuat rintangan juga, dengan jalan menumpuk peti-peti dan papan sekitarku, lalu kubuat semacam tempat tidur untuk bermalam. Aku mulai sadar, bahwa aku masih dapat mempergunakan banyak sekali benda-benda dari kapal, terutama alat-alat kerek dan layar. Aku mengambil keputusan untuk sekali lagi pergi ke kapal dan karena aku tahu, bila datang taufan kapal itu akan hancur, aku mesti cepat-cepat bertindak. Mula-mula aku bermaksud pergi ke sana dengan rakit, tapi itu ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak praktis. Karenanya, ketika air surut, aku berenang lagi ke kapal. Seperti pada pertama kalinya saja aku naik ke atas kapal dan membuat lagi rakit yang kedua. Sesudah rakit itu kuikatkan dengan tali kepada kapal, kuambil barang-barang yang perlu. Pertama kuketemu-kan dalam kurung tukang kayu tiga karung penuh berisi dongkrak, dan dua lusin kampak. Selain itu kuketemukan pula alat yang paling berguna di seluruh dunia, yaitu batu pengasah. Ini semua kusimpan bersama-sama dengan barang-barang lainnya kepunyaan kelasi penembak meriam itu, seperti: tiga
kikir besi, dua kantung peluru setinggar, tujuh buah bedil setinggar, sebuah lagi senapan pemburu dengan mesiunya sedikit, dan segulung baja lempengan, tapi yang terakhir ini, terlalu berat bagiku, untuk dapat mengangkatnya. Bersama-sama dengan perkakas itu, kuambil juga pakaian, yang kudapati di sana. Kukumpulkan semua ini beserta layar cadangan, tikar gantung dan sedikit kain hamparan, dan dengan barang-barang itu semua, dengan rakitku yang kedua ini aku kembali ke darat. Setelah muatanku ini kubongkar dengan selamat, mulailah aku membuat kemah kecil dari kain layar dan pancang kayu, yang sengaja kubawa untuk keperluan itu. Ke dalam kemah itu kumasukkan lebih dahulu benda yang tak boleh kena hujan atau panas, sedangkan tong-tong besar dan peti-peti kutempatkan dalam lingkaran besar sekeliling kemah, sebagai perisai terhadap serangan-serangan manusia maupun binatang. Setelah selesa i, kupancangkan sebuah tonggak lagi sebagai batas dari dalam, lalu kutempatkan sebuah peti tegak dekat pancang itu, inilah pintu, Lalu kubentangkan salah satu tikar di tanah, dan berbaringlah aku dengan dua pistol di atas kepalaku dan sebuah bedil yang berisi di sebelah kanan tempat tidurku. Kemudian aku pun tertidurlah dengan nyenyaknya, sebab sangat lelah, malam kemarinnya sebentar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saja aku dapat tidur, karena semalam-malaman harus bekerja keras. Meskipun aku sudah mempunyai persediaan lengkap untuk waktu lama, aku belum puas. Aku merasa berkewajiban, sebelum kapal itu hancur, berusaha mengambil apa-apa yang
dapat diambil. Karena itu kalau laut sedang surut, aku pergi ke kapal, dan mengambil apa saja, terutama perkakas-perkakas dan tali temali layar dan kain-kain layarnya. Sangat menggembirakan, setelah aku lima hari berturutturut berkunjung ke kapal, terdapat sebuah tong besar penuh berisi roti, tiga bejana air gula atau semacam minuman beralkohol lainnya, satu peti gula halus, dan sekantung tepung masih sangat baik. Penemuan-penemuan ini sungguh mengagumkan, aku telah mengira sudah tidak ada persediaan makanan lagi di kapal itu. Kali ini pun kubawa barang-barang ini dengan selamat. Kini aku sudah tiga belas hari di darat dan selama itu sudah sebelas kali pergi ke kapal. Hampir-hampir saja aku mengira, bahwa kalau angin tetap tenang seperti sekarang, aku akan dapat membawa kapal itu sebagian-sebagian ke darat. Tapi ketika aku sedang bersiap-siap akan berenang untuk kedua belas kalinya, tiba-tiba angin mulai bertiup dengan kencang. Tapi karena laut sedang surut, aku pergi juga ke kapal dan meskipun pada perasaanku aku sudah menjelajah kapal itu dari bawah hingga ke atas, aku masih juga menemui di dalamnya beberapa alat penyeduk air, tiga pisau cukur, sebuah gunting besar dan selusin pisau dan beberapa garpu yang masih baik. Di dalam penyeduk air aku menemui uang Eropah dan Brasilia seharga tiga puluh enam poundsterling. Aku tertawa tak sengaja ketika melihat uang itu. Oh, lumpur kotor! pikirku, untuk apa engkau? Sedikit pun tak berharga untuk dipungut dari tanah, sebilah pisau ini lebih berharga. Aku tak membutuhkan engkau, diam sajalah di tempatmu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hancur musnahlah, seperti mahluk yang tak berguna sepeser pun! Untunglah aku tak berpegang terus pada pikiranku tadi. Kuambil uang itu dan sete lah kuikat dengan sedikit kain layar, aku berniat akan memulai membuat rakit baru. Tapi aku melihat langit mendung dan angin makin kencang. Dan benar saja, setelah kira-kira seperempat jam, datanglah angin tegar bertiup dari tepi pantai. Tentu saja rakit tak dapat diteruskan, aku harus bersiapsiap sebelum laut pasang naik ke darat. Kalau tidak, aku tak akan dapat mencapai daratan lagi. Kuluncurkan diri ke atas permukaan air dan berenang melalui selat antara kapal dan gosong itu. Sebenarnya aku sudah sangat payah, sebagian disebabkan beratnya barangbarang yang kubawa, sebagian lagi karena air sudah mulai haru-biru. T api mujurlah, aku masih dapat mencapai kemahku dengan selamat. Kemah tempatku ini penuh sekelilingnya dengan semua kekayaan dan aku merasa kaya raya seperti raja. Badai mengamuk terus semalam-malaman dan ketika aku pada keesokan harinya melayangkan pandangan ke laut, aku tak melihat bekas-bekasnya lagi dari kapal yang kemarin masih terletak di beting itu. Sebenarnya agak mengherankan, kapal itu sangat cepat menghilangnya. Tapi selanjutnya tak kupikirkan lagi perkara ini, karena aku sudah mempergunakan waktu dan usaha yang terbuang-buang untuk mengambil apa-apa yang masih berguna. Juga aku tahu, bahwa tak ada sisanya lagi yang berharga yang tinggal di kapal itu. Seterusnya tentang kapal tak kupikirkan lagi. Hanya aku kadang-kadang mengamat-amati apakah tidak ada sesuatu benda yang masih berguna terbawa air. Dan ternyata memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ada dan berbagai bagian dari buritan yang terdampar ke pantai. Pada hari-hari selanjutnya, aku asyik memikirkan bagaimana caranya aku mempertahankan diri, kalau diserang orang-orang liar atau oleh binatang-binatang buas, andaikata terdapat di pulau itu. Aku ragu-ragu, apakah membuat kemah ataukah menggali lubang di dalam tanah. Akhirnya aku mengambil keputusan membuat kedua-duanya. Sebenarnya tempat aku mula-mula mendirikan kemahku, ternyata tidak patut untuk tempat tinggal. Pertama, tanahnya rendah berpaya-paya, kedua di sekitar tempat itu tidak ada air tawar. Jadi, aku memutuskan akan mencari tempat yang lebih sehat dan letaknya lebih baik. Kecuali yang lebih sehat dan lebih baik letaknya, ada lagi pertimbangan lainnya. Pertama, aku ingin terhindar dari sinar matahari yang terik; kedua, aku harus mendapat tempat yang gampang dipertahankan terhadap serangan orang-orang liar atau binatang-binatang buas; dan ketiga, aku ingin mendapat pemandangan yang lepas ke laut, kalau-kalau kebetulan ada kapal lewat. Sesudah lama mencari, akhirnya aku menemukan sebuah dataran, yang terletak dekat tebing sebuah bukit yang menurun curam ke dataran tadi, sehingga tak seorang pun dapat turun dari puncak bukit ke bawah melalui tebing ini. Di sebelah tebing itu ada sebuah lekuk besar. Di dataran kecil itulah, tepat di bawah tebing bukit, aku memutuskan mendirikan kemahku. Dataran itu lebarnya tidak lebih dari 100 hasta, dan panjangnya kira-kira dua kali lebar. Pada ujungnya ada sebuah jalan berliku-liku menuju ke
dataran-dataran di sebelah laut. Dataran itu hampir sepanjang hari terlindung dari sinar terik matahari. Sebelum aku memasang kemahku, di muka tebing bukit itu, terlebih dulu aku membuat setengah lingkaran. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lingkaran ini kudirikan dua baris pancang, yang demikian dalamnya kutancapkan di dalam tanah, hingga teguh seperti tembok. Tingginya lima setengah kaki dan bagian atasnya diruncingkan. Sesudah itu, kuambil beberapa potong tali kabel dan kubelit-belitkan di antara pancang-pancang itu. Kemudian di antara pancang-pancang yang lebih kecil dan lebih pendek. Pagar itu kukuh sekali, dapat menahan serangan orang dan binatang apa pun juga. Aku tidak membuat pintu masuk, sebagai gantinya kubuat tangga pendek untuk keluar masuk. Kalau aku sedang berada dalam kemah, kutarik tangga itu ke dalam, dan bila aku di luar dia kugantungkan di sebelah luar.
7 Di dalam benteng ini kusimpan segala kekayaanku, yakni persediaan makanan, obat bedil, dan uang yang telah kukatakan dulu. Untuk menjaga jangan sampai kena hujan, kubuat lagi kemah yang besar. Juga aku tidak lagi tidur di atas kasur seperti dulu, melainkan dalam ayunan bekas kepunyaan mualim kami dulu. Aku mulai menggali-gali di atas bukit. Dengan batu serta tanah yang kudapati dari penggalian ini, kutinggalkan tanah sekira setengah meter sekeliling kemahku.
Selang-selang bekerja tiap hari aku pergi berburu; sudah kuketahui di pulauku banyak terdapat kambing. Tapi binatangbinatang itu begitu liar, cekatan dan cepat larinya, agaknya tak mungkin aku dapat menembaknya. Tapi aku tak putus asa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan akhirnya tak sampai lama aku berhasil juga menembak seekor. Setelah aku mengetahui sedikit tempat persembunyiannya, kuambil jalan seperti berikut. Aku tahu binatang-binatang itu dapat segera mengetahuiku, jua meskipun mereka ada di batu karang, di lembah. Tapi kalau mereka sedang makan rumput di lembah dan aku kebetulan berada di atas bukit batu, mereka tak dapat mencium kehadiranku. Karena itu aku dapat menarik kesimpulan seperti berikut: pancaindra pelihatnya hanya dapat melihat ke arah bawah saja dan apa yang terletak di atasnya, tak dapat dilihatnya. Hal ini kuingatkan betul; lalu naiklah aku ke atas bukit batu setinggi mungkin, hingga aku benar-benar ada di atas mereka, dan dengan jalan ini tembakan-tembakanku seringkah mengenai sasarannya. Dengan peluru pertama, dapat kutembak seekor kambing. Binatang itu ada anaknya, yang masih menyusu, sehingga sangat menyedihkan hatiku. Sebab, ketika induknya mati, anaknya itu seolah-olah terpaku, diam dekat induknya, sampai aku datang mengambilnya. Bukan tak mau menyingkir saja, tapi ketika aku meletakkan tubuh induknya di bahu akan kubawa pulang, anak kambing itu mengikutiku dari belakang. Oleh karena itu, dekat pagar kemahku kuletakkan induk kambing itu, lalu aku memangku anaknya, dengan pengharapan akan dapat kupelihara dan kujinakkan. Tapi anak kambing itu tak mau makan, hingga akhirnya kusembelih juga
untuk menambah persediaan makananku. Daging kedua binatang ini dapat kusimpan sampai lama, sebagai persediaan makananku. Aku hidup cermat, kadangkadang makananku itu tidak kujamah, terutama rotiku. Dan karena aku kini telah terpaksa tinggal untuk selamalamanya, kupikir sangat berguna sekali apabila aku membuat perapian tempat memasak. Tapi bagaimana membuatnya? Dan bagimana pula aku membuat tempat penyimpanan yang besar lagi? Rancangan apa dan ketentuan apa yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kuambil, ini akan kuceritakan nanti. Aku akan bercerita dulu tentang satu dan lain hal mengenai diriku sendiri dan tentang apa-apa yang kupikirkan mengenai kehidupanku. Aku merasa, keadaanku sangat mengerikan. Seperti telah kukatakan, seandainya tidak karena terbawa angin, aku tak akan terdampar begitu saja di pulau itu. Demikianlah aku harus mengira bahwa ini adalah petunjuk Tuhan yang telah menentukan sampai ajalku datang, di pulau yang terpencil ini, jauh dari keramaian manusia. Pikiran semacam ini membuat aku tambah merasa celaka. Meskipun begitu ada juga sesuatu dalam diriku, yang meredakan pikiran-pikian semacam ini. Pada suatu hari, aku berjalan-jalan sepanjang pantai, dengan menyandangkan bedil di atas bahuku, sambil pula bersungguh-sungguh memikirkan keadaan. Terpikir olehku, dan pikiran ini sangat tiba-tiba benar datangnya: Keadaanku sangat menyedihkan, dalam kesunyian menyendiri. Itu benar, tapi cobalah bertanya, apa yang terjadi malah dengan temantemanmu? Bukankah kalian berjumlah sebelas orang dalam kapal itu? Ke manakah sekarang yang sepuluh orang itu? Mengapa mereka tidak tertolong, sedangkan engkau
tertolong? Manakah yang lebih baik, engkaukah atau merekakah? Terpikir lagi olehku, bagaimana cukupnya persediaan makananku. Dan aku berpikir terus bagaimana nasibku, kalau kapal itu tidak terdorong sampai dekat ke pantai benar, sehingga aku dapat mengambil apa-apa dari dalamnya. Apa yang akan kumulai dengan tak berbedil, tanpa mesiu dan tanpa perkakas serta sedikit pakaian, kain sepere dan sedikit tenda, kataku kepada diriku sendiri. Aku mempunyai persediaan cukup, dan lebih-lebih lagi, aku mempunyai harapan, kalau saja mesiuku habis, aku tak akan mati kelaparan. Aku sudah mempunyai rencana, bagaimana supaya aku dapat menyiapkan keperluanku, pada saatnya mesiuku habis, dan pada waktu kesehatan dan tenagaku berkurang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
8 Menurut perhitunganku, aku mulai menginjak pulau itu tepat pada tanggal 30 September. Setelah berlangsung kirakira sepuluh atau duabelas hari, kuketahui bahwa aku, karena kehabisan kertas dan tinta, akan kehilangan perhitungan waktu dan mungkin juga penetapkan hari-hari libur akan bertukar dengan hari hari kerja. Untuk menghindarkan ini, aku mencungkil-cungkil, dengan huruf besar besar pada balok yang tebal, tulisan seperti berikut: "Aku datang mendarat di sini pada tanggal 30 September tahun 1659" Tiap hari di kedua belah sisi balok kubuat takik dengan pisau, sedangkan pada tiap hari Minggu takik yang kubuat itu kupanjangkan dua kali dari keenam takik lainnya. Dan hari
pertama setelah sebulan, kubuat satu yang panjangnya empat kali yang mingguan. Dengan demikian terbuatlah sebuah kalender. Sebelum meneruskan ceritaku perlu kukatakan dulu, bahwa di antara barang-barang, yang kuambil dari kapal itu, ada yang aku lupa menyebutkannya seperti: pena, tinta, dan kertas. Terutama dari peti nakhoda, juru mudi dan anggota barisan penembak laut, aku mendapatkan yaiig terakhir ini beberapa pak. Selanjutnya kudapati juga barang-barang: empat buah pedoman, sebuah perkakas pengukur, beberapa penunjuk waktu, teropong, peta laut, dan buku-buku tentang pelayaran. Juga aku menemui empat Injil yang masih sangat baik yang dahulu dikirimkan kepada kami dari Inggris. Seterusnya masih ada beberapa buku Portugis, antara lainnya tiga buku ibadat Katolik dan beberapa macam lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juga tak boleh lupa bahwa aku masih mempunyai seekor anjing dan dua ekor kucing. Ke dua kucing itu, ketika kubawa dari kapal kupegang saja dengan tanganku sedangkan anjing dapat berenang sendiri mengikutiku. Seperti sudah kukatakan tadi, aku dapat pula tinta, pena, dan kertas. Sedapat-dapatnya aku memakainya dengan hemat sekali. Tetapi ketika tinta habis, aku tak dapat menulis catatan-catatan lagi, karena aku tidak dapat membuat tinta. Hal ini membuatku insyaf, bahwa meskipun aku sudah mempunyai barang sekian banyaknya, masih banyak juga keperluanku, terutama tinta. Seterusnya sekop, beliung, bajak untuk menggali dan mengangkut tanah, jarum semat dan benang. Kekurangan pakaian tidak begitu terasa, sebab aku sudah tak memerlukannya lagi.
Ketidakadaan perabot itulah yang sangat merintang pekerjaanku. Karena itulah pekerjaan membikin sempadanku baru selesai dalam setahun. Rumahku sudah kuceritakan. Ia berupa kemah, yang letaknya dekat lereng bukit, dikitari cerocok yang kukuh, diisi pula dengan potongan-potongan tali dan tonggak-tonggak kecil. Tapi cerocokku boleh juga dinamakan benteng, sebab di sebelah luarnya kubuat lagi dinding dari lemping-lemping rumput yang tebalnya kira-kira dua kaki. Setelah beberapa waktu lamanya (kukira satu setengah tahun), dari dinding lemping-lemping rumput ini kuletakkan papan papan sampai bukit. Papan-papan ini ditutupi ranting-ranting pohon, sehingga aku terlindung dari hujan, yang pada waktu-waktu tertentu kadang-kadang sangat derasnya. Barang-barangku kusimpan di belakang cerocok itu di dalam sebuah ruangan di bawah tanah. T api perlu kukatakan di sini, bahwa di dalam ruangan ini keadaannya sangat tidak teratur, aku tak dapat bergerak sama sekali. Jadi tidak ada jalan lain daripada memperbesar ruangan ini dan menggali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bukit untuk mendapat batu dan tanah guna mempertinggi lantainya. Oleh sebab bukit itu sebagian berupa pasir, maka pekerjaan menggali itu tidaklah sukar. Mula-mulanya aku menggali kesuatu jurusan saja. Dan karena bukit itu tidak begitu lebar maka segera aku sampa ke sebelah luar bukit. Di muka lubang ini kupasang pintu, sehingga dengan demikian aku dapat masuk dan ke luar bentengan melalui dua jalan. Selain daripada itu, aku beroleh tempat menyimpan barangbarangku yang lebih luas..
Sesudah semua ini selesai, aku membuat perabotanperabotan yang paling perlu, misalnya meja dan kursi dari papan-papan dan potongan-potongan kayu, yang kuambil dari kapal. Sesudah semua itu beres, dari kayu sesisanya kubuat papan-papan yang lebarnya satu setengah kaki. Papan-papan ini kupasang pada dinding tempat menyimpan barangbarangku, dan di atasnya kusimpan paku-paku dan segala barang-barang besi. Pendeknya aku berhasil memberi tempat simpanan yang tetap, sehingga aku lekas dapat mempergunakannya bila perlu. Seterusnya aku memasang pula paku-paku pada dinding guna menggantungkan bedilbedil dan barang-barangku yang lain. Baru sesudah itulah, aku memulai catatan harianku, yang kuberikan salinannya di bawah ini. Ia tidak berisi catatan lengkap dari semua pengalamanku, sebab tintanya keburu habis, aku terpaksa mengakhiri catatanku, sebelum kuceritakan semuanya. Nopember 13, hari ini hujan, karenanya badanku segar. Tapi hujan itu disertai guruh dan petir, hingga aku merasa khawatir akan mesiuku. Setelah hujan angin reda, aku mengambil keputusan untuk memecah mesiu itu menjadi
beberapa bagian kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nopember 14, 15 dan 16. Selama tiga hari ini kubuat kotakkotak kecil empat persegi, yang masing-masing berisi kira-kira satu pon mesiu. Kotak-kotak ini kusimpan, sejauh mungkin dari satu sama lainnya. Pada hari pertama kutembak seekor burung yang lezat dagingnya. Tapi namanya aku tak tahu. Nopember 17. Aku mulai menggali-gali di bawah bukit di belakang kemahku, untuk mendapat tempat menyimpan barang-barangku yang lebih besar. Catatan: Ada tiga macam alat yang sangat kuperlukan buat pekerjaan ini, ialah beliung, sekop, dan kereta dorong. Sebagai pengganti beliung dapat kupergunakan salah satu linggisku meskipun agak berat. Tapi bagaimanakah kuperolah sekop? Aku sungguh-sungguh memerlukannya, tanpa sekop aku tak dapat mengerjakan sesuatu yang penting, tapi aku tak dapat membuatnya. Nopember 18. Keesokan harinya ketika aku berkelana dalam hutan, kulihat sebuah pohon, di Brasilia yang karena kerasnya dinamakan orang pohon besi. Sesudah bersusah payah dan sesudah hampir saja patah kampakku, aku berhasil memotong sebagian. Karena luar biasa kerasnya, lama benar sebelum aku dapat membuat semacam sekop daripadanya. Kubuat dia meniru-niru sekop Inggris, tapi tanpa gagang, sebab besi tak ada padaku. Aku belum merasa puas, aku memerlukan benar kereta dorong. Tapi tak mungkin aku dapat membuatnya, pertamatama aku tidak tahu bagaimana caranya membuat roda, keduanya aku tak mempunyai besi, aku tak bisa membuat poros tempat roda berputar. Jadi aku terpaksa membuat
semacam palung kapur, sebagaimana digunakan tukang batu untuk menyimpan kapur. Untuk palung sekop dan persiapan membuat kereta dorong ini menelan waktu empat hari. Biarpun begitu tiap hari aku pergi juga ke hutan seperti biasa dengan bedilku. Jarang sekali aku tidak mendapat sesuatu yang dapat dimakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Catatan: Sudah delapan belas hari lamanya aku bekerja untuk memperbesar tempat simpananku. Sekarang sudah demikian luasnya dan lebarnya, sehingga bisa digunakan sebagai gudang, dapur, kamar makan dan tempat simpan di bawah tanah. Untuk tidurku, masih kupakai kemahku, kecuali kalau hujan begitu deras aku basah kuyup meskipun dalam kemah. Itulah sebabnya mengapa kemudian aku menutupi ruangan antara kemahku dan pagarku. Desember 10. Baru saja aku berpikir bahwa pekerjaanku dalam bukit itu dapat kuanggap selesai, sekonyong-konyong tanah longsor. Aku sangat terkejut. Ini tidak mengherankan, sebab andaikata aku tertimbun maka tidak perlu lagi orang menggali kuburan bagiku. Karena peristiwa itu aku terpaksa mengulangi pekerjaanku. Selain itu aku harus memperkukuh langit-langit, agar tidak dapat ambruk. Desember 11. Hari ini aku sudah memulai pekerjaan ini. Langit-langit kutunjang dengan dua tiang dan papan-papan melintang di atasnya. Pekerjaanku lebih lanjut lagi, sebab kupasang lebih banyak tiang-tiang ke dalam tanah. Sekarang tiang-tiang itu berderet-deret dan langit-langit cukup tertupang. Desember 17—20. Dari tanggal 17 sampai tanggal 20 kupasang papan-papan dan dinding. Di mana-mana kupasang
paku sehingga dapat kugantungkan segala apa saja yang sekiranya dapat bergantung. Desember 20. Hari ini kusimpan segala sesuatu dalam tempat simpananku di bawah tanah dan aku mulai membuat perabot-perabot rumahku. Kubuat semacam bangku, tempat menaruh bahan makanan. Tapi persediaan papan sudah mulai berkurang, karena aku sudah membuat pula kursi. Desember 24. Sepanjang hari hujan badai. Aku belum dapat keluar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Desember 26. Tidak hujan lagi; sekarang lebih nyaman daripada semula. Desember 27. Kubunuh seekor kambing yang masih muda. Yang seekor lainnya kakinya terluka, terjatuh dan dapat kutangkap. Setiba di rumah kubalut kakinya yang patah. Catatan: Kupelihara kambing itu cermat-cermat sehingga ia tetap hidup, kakinya sembuh seperti sediakala. Selama kupelihara ia jadi jinak. Ia merumput di padang kecil di muka kemahku, tak mau lari ke hutan. Pada saat itulah aku mendapat pikiran untuk berternak binatang-binatang yang dijinakkan. Cita-cita makin hidup. Desember 28, 29, 30, 31. Panas tiada terperikan dan tiada angin. Tak ada pikiran untuk bepergian meninggalkan rumah. Hanya malam hari aku pergi mencari makanan. Januari 1. Hawa masih sangat panas. Aku ke luar rumah hanya pada malam hari atau pagi. Malam ini kebetulan aku pergi lebih jauh dari biasa; aku melihat di lembah, di tengahtengah pulau itu serombongan kambing, yang rupanya sangat liar. Aku bermaksud dengan anjingku akan berburu kambing. Januari 2. Apa yang kupikirkan, kunyatakan dengan
perbuatan. Kubujuk anjingku yang kebetulan kubawa hari itu, supaya mau memburu kambing. Tapi aku salah kira. Sebab kambing-kambing itu serentak menyerang dengan rombongan besar, hingga anjingku lari pontang panting. Aku mulai membuat pagar. Dan karena aku masih selalu takut akan kemungkinan serangan-serangan dari luar, kubuat pagar itu tebal-tebal dan kukuh. Tambahan: Karena tentang pagar ini telah kuceritakan panjang lebar dahulu, aku tak hendak mengulanginya lagi dalam catatan harian ini. Hanya akan kutambahkan bahwa pekerjaan membuat pagar ini telah berlangsung dari tanggal 8 Januari sampai tanggal 17 April.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selama waktu tersebutlah aku bekerja keras, meskipun hujan tak henti-hentinya berhari-hari, dan baru berhenti setelah beberapa minggu. Aku tahu hatiku tak akan merasa tentram, sebelum pekerjaan membuat kubu ini selesai sama sekali. Dan itu hampir tak terpikirkan berapa waktu dan tenaga yang kuhabiskan untuk keperluan tersebut. Lebih-lebih waktu mengangkat batang-batang kayu dari hutan serta memancangkannya sekali ke dalam tanah untuk tiang, sungguh menghendaki pekerjaan yang tidak mengenal lelah. Dalam pada itu aku harus membiasakan juga pergi menjelajah itu apabila hari tidak hujan. Dan dalam penjelajahan inilah aku
mendapatkan penemuan-penemuan baru, yang sering menguntungkan. Aku menemukan burung dara liar, yang tidak seperti burung dara pohon yang biasa bersarang pada pohonpohon kayu, tapi seperti burung dara rumah yang jinak, yang membuat sarangnya di lubang-lubang bukit karang. Aku membawa anaknya pulang dan menjinakkannya, dan kebetulan berhasil. Tapi ketika anak-anak burung itu sudah besar, terbanglah semuanya meninggalkan daku. Ternyata sebabnya, karena kekurangan makan. Tapi seringkali aku menemukan kembali sarang-sarang burung itu dan kuambil anaknya beberapa ekor sebab dagingnya memang baik untuk dimakan. Sambil berangsur-angsur me lengkapkan apa yang disebut perkakas rumah, nyatalah kini padaku bahwa masih banyak sekali kekurangannya, yang rupanya pada permulaannya tak dapat kubuat sendiri. Demikianlah umpamanya aku tak berhasil saja mencoba membuat bejana. Seperti telah kuceritakan, aku mempunyai dua bejana kecil dan sia-sialah aku membuatnya yang lebih besar, meskipun aku telah mencobanya sedapat mungkin. Juga aku tak mempunyai lilin. Karena itulah sete lah hari gelap, yang biasanya mulai kira-kira pukul tujuh, terpaksalah aku tidur saja. Sedih rasa hatiku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kalau aku teringat akan gumpalan lilin lebahku, yang dahulu biasa kubuat lampu dalam pengembaraanku di Afrika. Sekarang aku tak mempunyainya, hanya kalau kebetulan pada suatu ketika aku menyembelih kambing, barulah ada penerangan pada malam hari. Kutaruh lemak kambing itu di atas piring, yang kubuat sendiri dari tanah, dan setelah kubakar dalam terik matahari, dan dengan memakai sabut
tumbuh-tumbuhan, yang kumasukkan beserta lemak tadi, aku dapat menyalakannya kalau malam tiba, meskipun cahayanya tidak seterang cahaya lilin. Di tengah-tengah pekerjaanku, pada saat aku membereskan tetek bengek itu, tiba-tiba aku menemui sebuah kantung yang kemudian baru teringat olehku, mula-mula berisi gandum untuk makanan ayam. Gandum yang sedikit yang tertinggal dalam kantung itu ternyata telah dimakan tikus. Demikian kiraku karena ketika aku me lihat ke dalam kantung itu, tak lain yang dapat kulihat hanya dedak dan abu belaka. Dan karena aku memerlukan tempatnya untuk apa-apa yang lain, kubalikkan kantung itu dan kuguncang-guncangkan isinya supaya ke luar. Ini kukerjakan di luar pagar kemahku, di kaki bukit. Dan ini terjadi beberapa minggu sebelum musim hujan tiba. Aku sudah lupa akan peristiwa ini, malah tak ingat lagi tempatnya yang tepat, waktu aku mengguncang-guncang kantung dahulu itu. K ira-kira sebulan sesudah itu, aku melihat ada tumbuhan hijau ke luar dari tanah. Mula-mula aku mengira bahwa itu adalah pucuk-pucuk tanaman lain, yang belum kukenal, tapi s iapa akan dapat melukiskan keherananku ketika aku sete lah beberapa waktu melihat sepuluh atau dua belas tangkai berisikan bulir-bulir gandum Eropah, bahkan bulir-bulir gandum Inggris yang masih murni. Hal ini sungguh-sungguh mengejutkan hingga ke luarlah air mataku. Lebih-lebih lagi terperanjat, ketika aku me lalui tangkai-tangkai gandum itu sepanjang kaki bukit, dan tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terlihat olehku beberapa tangkai yang lain lagi, yang segera kuketahui bahwa itu adalah tangkai-tangkai padi. Mula-mula aku mengira ini adalah karunia Tuhan sematamata untuk memelihara hidupku, tumbuh di sini, dan karena aku tak ragu sedikit pun bahwa masih banyak lagi di pulau itu tempat-tempat yang ditumbuhi gandum dan padi, maka aku pun segera pergi mencari ke setiap penjuru bukit itu. T api aku tak mendapatkan lagi apa apa. Dan baru pada saat itu teringat akan kantung yang berisi makanan ayam dan pada saat itu pula keajaiban tadi terbuka tabirnya. Hal ini lebih-lebih karena kebetulan daripada karena hikmat. Bulir-bulir dan gandum itu kebetulan terjatuh tepat di bawah bayangan bukit. Yang karenanya dapat tumbuh dengan subur. Sebab seandainya terbuang di tempat lain tentu akan angus kena terik sinar matahari dan aku tak akan melihat sesuatu apa. Dapat dipahami kalau aku sangat berhati-hati memelihara tanaman ini, dan ketika masak, kukumpulkan bulir-bulir itu dengan cermat. Aku bermaksud akan menyemainya, supaya aku mempunyai jumlah yang lebih banyak, sehingga dapatlah aku kelak sebagian dari padanya membuat roti. Toh, lain daripada bulir-bulir gandum ini, aku masih akan mendapat dua atau tiga puluh tangkai padi yang akan kupelihara juga dengan hati-hati. Dan padi ini pun kusebarkan pula kelak di pesemaian. Tapi marilah kembali kepada buku harianku. Aku bekerja keras dalam empat bulan itu menyiapkan dinding. Pada tanggal 14 April barulah pekerjaan itu selesa i dan kutetapkan kini, hanya dengan perantaraan tangga sajalah aku dapat ke
luar masuk kemahku. April 16. Aku menyelesaikan tangga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keesokan harinya, ketika aku selesai membuat dinding, terjadilah sesuatu yang ngeri, yang hampir-hampir saja minta korban jiwaku. Dalam kemahku pada pintu masuk ruangan di bawah tanah ketika aku lagi mengerjakan sesuatu, dengan sekonyongkonyong kulihat, sejumlah besar pasir tumpah dari atas ke bawah, dan bersamaan dengan itu kudengar bunyi gemertak yang keras sekali. Aku amat terperanjat, tapi pikirku tidak lain bahwa langit-langit ruangan di bawah tanah itulah yang runtuh, seperti pernah sekali terjadi. Karena takut tertimbun pasir, aku lari cepat-cepat ke tanggaku, lalu memanjat ke luar pagar. Tapi baru saja aku berjalan satu dua langkah, kurasa ada gempa bumi yang sangat keras. Tanah tempat aku berdiri dalam tempo delapan menit tidak kurang tiga kali berguncang, demikian hebatnya sehingga bangunan yang paling kukuh pun tentu akan roboh oleh karenanya. Sebagian dari puncak bukit yang letaknya kira-kira setengah mil, roboh dengan mengeluarkan bunyi dahsyat yang belum pernah kudengar seumur hidupku. Kulihat juga laut menjadi bergolak. Kukira guncangan-guncangan di dalam air lebih keras daripada di darat. Segalanya sangat mengejutkan sehingga aku merasa lebih baik mati daripada hidup. Lagipula guncangan-guncangan bumi itu menyebabkan perutku sakit. Ketika guncangan yang ketiga berakhir dan aku tidak merasa lagi bumi berayun-ayun, barulah keberanianku timbul kembali. Tapi aku masih belum berani masuk ke kemahku. Aku duduk-duduk saja di tanah,
dengan patah hati dan sedih, tak tahu apa yang mesti kulakukan. Tatkala aku duduk-duduk itu kulihat langit mendung sekali dan menjadi amat gelap seolah-olah akan hujan. Tak lama kemudian angin meniup dan dalam waktu kurang dari setengah jam tiba-tiba berubah menjadi badai. Laut tiba-tiba penuh busa dan memukul-mukul pantai dari segala penjuru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pohon-pohon tumbang dengan akar-akarnya. Sungguh keadaan itu mengerikan benar. Demikian ini berlangsung kira-kira tiga jam lamanya, baru agak reda. Dua jam kemudian hari menjadi tenang kembali, tapi sekarang mulailah hujan dengan amat lebatnya. Aku masih duduk-duduk di tanah setengah bingung, tapi tiba-tiba aku berpikir, bahwa badai dan hujan lebat itu adalah akibatakibat gempa bumi. Karena gempa itu kini sudah lewat, kupikir tidak berbahaya lagi untuk masuk ke dalam kemahku. Pikiran itu agak menentramkan hatiku, dan dengan cepat aku lari kembali ke kemahku. Tapi hujan demikian lebatnya, sehingga kain kemahku tak sanggup menahan air hujan lagi Terpaksalah aku masuk ke dalam ruangan di bawah tanah, meskipun aku masih saja khawatir kalau-kalau langit-langitnya akan menimpa kepalaku. Hujan lebat ini memberi banyak pekerjaan padaku, sebab aku terpaksa menggali lubang melalui pagarku untuk mengalirkan air hujan ke luar. Sesudah beberapa waktu lamanya aku berada dalam ruangan dalam tanahku, aku mulai merasa tenang. Untuk mengembalikan semangatku, hal mana sangat perlu, aku pergi ke lemariku dan minum seteguk rum. Aku berhemat sekali dengan rum ini sebab aku tahu, bila
habis, aku tak akan dapat lagi yang baru. Semalaman itu dan keesokan harinya hujan terus turun, sehingga aku tak dapat ke luar. Tapi itu tak menjadi soal bagiku, sebab pikiranku asyik dengan pertanyaan, di manakah aku selanjutnya harus bertempat tinggal. Bila pulau ini merupakan pusat gempa bumi, maka pastilah aku tak dapat terus berdiam dalam ruangan di bawah tanah. Aku harus mendirikan gubuk di salah satu tempat terbuka dan membuat lagi pagar seperti dulu. Aku memutuskan akan membongkar kemahku dari tempat yang sekarang (tepat di bawah sisi bukit yang bersenggayut) dan dua hari lamanya, yaitu tanggal 19 dan tanggal 20 April
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kupergunakan untuk mencari tempat tinggal yang baru. Perasaan takut tertimbun hidup-hidup di bawah pasir menyebabkan aku tak dapat tidur semalam-malaman, tapi sebaliknya aku takut juga untuk tidur lama-lama tanpa pagar. Akhirnya aku mengambil keputusan ini: aku akan mulai membuat pagar secepat mungkin, yang akan kubuat dalam bentuk lingkaran seperti yang dulu. Di dalamnya baru aku akan memasang kemahku, bilamana pagar itu sudah selesai seluruhnya. Keputusan ini kuambil tanggal 21. April 22. Sudah semenjak hari berikutnya aku berniat akan melaksanakan maksudku, tapi perkakasku tertimbun tanah. Aku mempunyai 2 kampak besar dan banyak pisau (kami mempunyai sejumlah pisau untuk dipertukarkan kepada bangsa pribumi), tapi karena sering dipakai, pisau-pisau itu sudah tumpul dan tidak licin lagi. Benar aku mempunyai batu asahan, tapi aku tak dapat memutarnya, hingga perkakas itu terbiarkan begitu saja tak terasah. Akhirnya setelah berkali-
kali mencoba dengan tak berhasil, pada suatu ketika dapat jugalah aku menghubungkan roda pengasah itu dengan pendayungnya, hingga aku dapat menggerakkan pengasah itu dengan kakiku saja dan tanganku bebas tak usah memegang apa-apa. April 28,29. Sampai dua hari lamanya aku menggunakan waktu untuk mengasah segala perkakasku. April 30. Diketahui bahwa roti telah habis, aku makan tiaptiap hari cukup sekeping biskuit saja. Mei 1. Ketika tadi pagi, waktu air surut aku melayangkan pandangan ke laut, aku melihat sesuatu barang terhantar seperti peti dekat pantai. Setelah kuhampiri ternyata sebuah tong kecil dan beberapa kepingan papan yang asalnya dari rangka kapal, yang rupanya telah berpecahan oleh serangan badai yang terakhir. Selanjutnya aku dapat mengetahui bahwa dalam tong itu ada obat bedil tapi karena terendam air, obat bedil itu jadi keras membatu. Meskipun demikian kugulingkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga tong itu dari pantai agak jauh ke darat dan aku terus ke tepi untuk memeriksa bekas kapal karam itu lebih teliti. Ketika aku sudah dekat, dapatlah aku mengetahui bahwa kapal itu sudah terapung ke atas. Haluannya yang mula-mula tertanam ke dalam pasir, kini menjulang sampai lima kaki di atas permukaan air, dan buritannya, yang tadinya sudah terpisah dari bagian-bagian yang lain, sudah terbongkar dan terbaring di sampingnya; pasir pantai sudah bertimbun-timbun hingga aku tak usah seperti dulu, harus berenang sejauh kirakira seperempat mil tapi sudah dapat berjalan begitu saja, kalau air sedang kebetulan surut. Yang penting, juga mengingat niatku akan membangun
perumahan baru, sedapat mungkin aku harus mengambil apaapa saja, yang berguna dari rangka kapal itu. Mei 3. Aku membawa gergaji dan memotong salah satu balok, yang menghubungkan geladak atas dengan yang dibawanya. Waktu menggergaji balok itu, kukuakkan pasir ke samping, tapi ketika air pasang terpaksa aku kembali ke darat. Mei 4. Aku pulang mengail, tapi tak mendapat ikan yang dapat dimakan. Akhirnya aku dapat menangkap seekor anak ikan paus. Kukeringkan ikan itu di terik panas hari dahulu, baru kumakan. Mei 5. Aku membongkar rangka kapal karam itu, dan dapat membawa pulang ke rumah 3 buah papan kayu cemara yang besar-besar. Mei 6. Kembali aku membongkar rangka kapal itu. Dan aku behasil melepaskan bermacam-macam baud besi dan dapat pula membawa barang-barang besi lainnya. Suatu pekerjaan yang memerlukan tenaga. Aku sangat lelah sampai di rumah dan ada pikiran akan menghentikan saja pekerjaan ini. Mei 7. Aku pergi ke kapal karam itu. Beberapa bagian sudah terlepas dan ruang kapal kini sudah terbuka hingga aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dapat melihat di dalamnya. Hampir seluruhnya penuh air dan pasir. Mei 8. Pergi lagi ke rangka kapal dan membawa linggis mendobrak geladak. Kulepaskan dua keping papan dan kubawa pulang ketika air pasang; linggis kutinggalkan untuk lain kali. Mei 9. Aku naik ke geladak dan membuat lubang dengan linggis di bagian bawah rangka kapal itu. Aku menjumpai beberapa tong lagi, tapi aku tak dapat membukanya. Juga aku
menemui setumpuk timah Inggris, tapi terlalu berat untuk diangkut. Mei 10, 11, 12, 13, 14. Tiap hari aku pergi ke kapal dan mendapatkan lagi banyak potongan-potongan kayu, perkakasperkakas, kepingan-kepingan papan dan lebih kurang tiga ratus pon besi. Mei 16. Ada angin pada malamnya, hingga rangka kapal itu seolah-olah berlepasan sama sekali satu dan lainnya. Tapi aku terlalu lama di hutan menangkap burung merpati, sampai air pasang datang mendahului sebelum aku siap bersedia untuk pergi lagi ke kerangka itu. Mei 17. Hari ini aku melihat ada potongan-potongan kayu dari kapal itu terdampar ke pantai, dua mil jauhnya dari tempatku. Potongan-potongan itu adalah dari bagian haluannya, terlalu berat untuk dapat dibawa ke rumah. Mei 24. Mulai hari ini aku tiap hari menyelesaikan pekerjaan pada bekas-bekas rangka kapal itu, hingga tiap kali, kalau air sedang pasang, berbagai peti dan tong, diantaranya dua peti kelasi, dapat kunaikkan ke darat. Karena angin berembus dari pantai, yang datang terapung-apung ke tepi, hanya kepingankepingan kayu saja, tapi ada sesuatu yang terbawa ialah sebuah tempat berisi lemak babi Brasilia, tapi air laut dan pasir telah merusaknya, hingga keadaannya sudah tak baik lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Begitulah seterusnya keadaanku sampai tanggal 15 Juni dan selama itu aku kaya dengan kepingan-kepingan kayu, papan perabotan-perabotan besi, hingga dapatlah kiranya aku membuat sebuah kapal dari padanya Juga aku telah dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit, kira-kira seratus pon timah.
Juni 16. Hari ini aku menemukan seekor kura-kura besar di pantai; dialah yang pertama kulihat. Catatan: Kemudian ternyata, bahwa di sebelah lainnya lagi dari pulauku terdapat beratus-ratus kura-kura, tapi tentang itu lain kali saja Juni 17. Hari ini kumasak kura-kura itu. Dalam badannya kutemukan tiga kali dua puluh butir telur. Dagingnya amat lezat, dibanding dengan daging kambing dan merpati, yang selalu kumakan sejak aku mendarat di sini, Juni 18. Hujan sepanjang hari, terpaksa tinggal di rumah. Aku merasa kedinginan, hal ini amat luar biasa dalam iklim panas yang selalu terdapat di sini. Juni 19.Terasa sakit seluruh tubuh dan menggigil seperti kedinginan. Juni 20. Tak dapat tidur semalam-malaman; benar-benar sakit kepala, demam. Juni 21. Sakitku tambah parah semalaman terus-menerus memikirkan keadaan diriku. Sakit dan tak ada yang dapat menolong. Sejak topan pertama yang kualami di laut, buat pertama kalinya aku berdoa kepada T uhan. Tapi aku hampirhampir tak tahu apa yang kukatakan, demikianlah kacau balaunya pikiranku. Juni 22. Agak sembuh; tapi sakit kepala tak berkurang. Juni 23. Sakit keras lagi, dingin dan menggigil; kepala makin berat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juni 24. Baikan sedikit. Juni 25. Demam berat. Terus-menerus, lamanya kira-kira tujuh jam; demam dingin; kemudian berkeringat. Juni 26. Sembuh; karena tidak mempunyai makanan,
kuambil bedilku; tapi merasa amat lemah; kutembak seekor kambing, lalu kubakar beberapa kerat dagingnya dan kumakan. Ingin benar aku membuat sup, tapi tak mempunyai panci. Juni 27. Demam sangat berat, semalam-malaman aku berbaring saja di tempat tidur, tidak makan tidak minum. Hampir-hampir tak kuat menahan dahaga; tapi aku tak bertenaga sedikit pun untuk bangkit dan mengambil air. Berdoa lagi kepada Tuhan, tapi tidak tahu apa yang kukatakan. Hanya berteriak-teriak: Tuhan, kasihanilah daku! Kukira, aku berteriak-teriak begitu dua jam lamanya. Kemudian karena letihnya, aku tertidur dan baru terbangun ketika jauh malam. Ketika terbangun, aku merasa amat segar, tapi lemah dan dahaga luar biasa. Karena dalam rumahku tak ada air sedikit pun, terpaksalah aku berbaring sampai keesokan harinya. Aku tertidur lagi. Selama tidur yang kedua ini, aku bermimpi yang mengerikan. Dalam mimpiku, aku duduk-duduk di atas tanah di luar pagarku (seperti waktu ada gempa bumi). Sekonyong-konyong dari awan yang hitam kulihat seorang laki-laki turun ke bawah. Mukanya amat menyeramkan, dan pada setiap langkah, bumi bergerak seperti ada gempa. Baru saja ia sampai di bumi, ia melangkah ke arahku. Tangannya yang satu memegang sebuah tombak, untuk membunuhku rupanya. Kudengar juga suaranya yang menyeramkan, hingga aku merasa takut luar biasa. Ketika ia akan membunuhku benar, terjagalah aku. Ketika itu tak ada seorang pun yang sanggup melukiskan ketakutanku dalam mimpiku tadi. Begitu pula tak seorang pun yang akan dapat menggambarkan kegembiraanku, ketika aku tahu bahwa segala itu hanyalah mimpi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi baiklah kembali kepada catatan harianku.
9 Juni 28. Karena banyak tidur dan demamku sekarang sudah hilang, aku bangun dengan perasaan segar. Sebab aku tahu bahwa pada hari-hari berikutnya serangan-serangan demam itu akan datang kembali, aku segera menyediakan segala sesuatu yang perlu bila aku sakit. Yang kudahulukan ialah mengisi sebuah botol besar berbentuk persegi dengan air. Untuk mengurangi rasa dingin, kucampuri air itu dengan sedikit rum. Kemudian kuambil sekerat daging kambing dan kupanggang dia di atas api, tapi tak napsu aku memakannya. Lalu aku berjalan-jalan sedikit, tapi merasa amat lemah dan hilang semangat, juga karena aku takut demam lagi. Menjelang malam kumakan tiga butir telur penyu, yang kupanggang di atas api. Itulah makanan pertama yang kurasa enak. Setelah aku makan, aku mencoba berjalan-jalan, tapi aku merasa demikian lemahnya, sehingga tak kuat menyandangkan bedilku, yang tak pernah ketinggalan bila aku bepergian. Jadi, aku tinggal saja di rumah, dan karena belum mau tidur, aku duduk di atas kursiku dan memasang lampuku, sebab hari sudah gelap. Aku merasa amat terganggu oleh pikiran demam lagi. Tiba-tiba teringatlah aku, bahwa orangorang Brasilia mengobati segala macam penyakitnya dengan
tembakau. Aku teringat pula bahwa dalam salah satu petiku, aku masih mempunyai segulung tembakau yang sudah kering, dan satu gulung yang belum kering, masih hijau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kubuka peti itu, kutemukan apa yang kucari. Tapi selain itu dekat tembakau tadi kutemukan salah satu kitab Injil, yang pernah kusebut-sebut dulu. Sampai kini aku tak mempunyai keinginan untuk membacabaca, tapi hari ini kuambil Injil itu, kuletakkan di samping tembakau di atas meja. Apa yang akan kubuat dengan tembakau, sebenarnya aku tak tahu. Tapi lalu aku mencoba dengan bermacam-macam cara. Mula-mula aku mengambil daun tembakau yang selembar, dan karena daun itu masih hijau, jadi masih sangat keras, kepalaku malah terasa pusing, dan segera aku mengetahui bahwa cara demikian ini memang tak akan banyak menolong. Karena itu kuambil lagi selembar yang lain dan kurendam selama dua jam dalam rum. Lalu kuambil pula beberapa lembar dan kuletakkan diatas bara, kujulurkan hidungku di atasnya selama aku kuat menahan. Setelah semua ini kukerjakan, barulah aku mengambil K itab Injil dan mulailah aku membaca, tapi kepalaku, oleh percobaan-percobaan dengan tembakau itu, terasa menjadi berat, hingga aku tak mengerti apa yang kubaca. Hanya perkataan-perkataan: "Panggillah Aku pada hari-hari kau berada dalam kesempitan hati, dan Aku akan menolongmu", yang betul-betul mengharukan, karena memang itu yang sungguh-sungguh harus kulakukan. Dalam pada itu harWsudah hampir malam dan seperti telah kukatakan tembakau sudah mulai menjalarkan pengaruhnya, aku kini mulai mengantuk. Kunyalakan lampu dan aku
menanggalkan pakaian. Tapi sebelum aku berbaring, aku berbuat sesuatu dulu, perbuatan yang belum pernah kulakukan selama hidup; aku berlutut dan bermohon lamalama kepada Tuhan. Ketika sembahyangku selesai, aku minum rum, yang dipakai merendam daun tembakau tadi, sehingga rasanya pun sudah seperti rasa tembakau, dan kemudian barulah aku membaringkan diriku di atas tempat tidurku, dan aku pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tertidurlah dengan nyenyak. Baru keesokan harinya aku bangun pada kira-kira pukul tiga. Sampai sekarang aku mengira bahwa aku tidur sehari-harian dan semalam-malaman berturut-turut hingga tiga hari; sebab kalau tidak demikian bagaimana aku akan dapat menerangkan adanya selisih satu hari dan perhitungan tanggal yang kubuat, seperti yang kuketahui kemudian. Biar sajalah, apa yang telah terjadi, ketika aku bangun tidur, aku merasa sangat segar dan kepalaku lebih ringan; ketika aku bangkit aku pun merasa lebih kuat daripada hari kemarinnya. Dan perutku pun rupanya sudah baik pula, sebab aku merasa lapar. Pendeknya, pada hari berikutnya aku tak meriang lagi, pergilah aku dengan membawa bedil ke luar, tapi tidak jauh. Aku menembak dua ekor burung laut, sebangsa angsa liar, dan kubawa pulang. Tapi aku tidak begitu suka makan dagingnya; daripada makan daging angsa liar itu, lebih baik makan telur penyu, yang memang enak. Malamnya pun aku menggunakan lagi obatku, tapi tidak sebanyak seperti mula-mula dan dari percobaan-percobaan yang tiga macam itu, kupraktekkan semacam saja. Toh pada keesokan harinya aku diserang lagi, meskipun tidak sehebat
semula. Juli 2. Aku mengambil daun tembakau dan mempraktekkan lagi ketiga cara itu dan kini kutetapkan banyaknya, dengan sangat cermat. Juli 3. Meriangnya tak datang lagi, hingga aku dapat mengatakan kini penyakitku telah betul-betul hilang, meskipun badanku masih lemah. Juli 4. Setelah bangun, aku mengambil Injil dan mulailah membaca Perjanjian Baru dengan khusu, sambil berjanji dalam hati, seterusnya membaca tiap pagi dan tiap petang satu bagian dari Injil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dari tanggal 4 sampai dengan 14 Juli. Aku berjalan-jalan kini tiap hari melalui hutan dengan membawa bedil di pundak, umpama orang, yang ingin kekuatan tubuhnya lambat laun kembali seperti sediakala. Obat yang kupergunakan, sudah pasti baru dan sebelumnya tentu pernah digunakan orang sebagai penolak meriang. Tetapi aku tak berani menganjurkan kepada siapa pun, sekurang-kurangnya tidak menganjurkan seperti yang pernah kuperbuat. Meskipun dapat menghilangkan meriang, tapi menambah kelemahan badanku. Dari sakitku aku dapat mengambil pelajaran yang baik, yaitu bahwa berjam-jam berada di luar selama hujan, sangat membahayakan kesehatan, lebih-lebih kalau hujan itu disertai badai dan hembusan angin seper