1
“ SENSIVITAS DAN POTENSI DALAM KOEKSISTENSI POROS MARITIM DAN OBOR (One Belt One Road)“ Dr. A. Irawan J. H Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan
Abstrak Perkembangan abad-21 yang ditandai oleh Rising-China menimbulkan harapan sekaligus kekhawatiran terutama bagi wilayah sekitar dan negara tetangganya. Termasuk dalam hal ini AsiaTenggara dan Indonesia. Pada tahun 2013 Tiongkok telah mencanangkan OBOR (One Belt One Road) sebagai rencana ekonomi jangka panjangnya, yang bercakupan inter-kontinental. Pada tahun yang sama Indonesia membentuk Poros-Maritim. Tulisan ini mengantisipasi persoalan yang dihadapi Indonesia terkait koeksistensi kedua strategi diatas, yang bila tidak diatasi dengan baik akan menutup peluang mendapatkan keuntungan ekonomi timbal-balik. Interaksi antar negara yang seyogyanya dilakukan dengan mengedepankan kerjasama hanya dapat terlaksana bila national-interest para pihak terpenuhi. Dalam paper ini penulis berkesimpulan bahwa OBOR dan Poros-Maritim dapat saling menguntungkan bila potensi persoalan pada dua titik kritis, dari sudut kepentingan Indonesia, dapat ditangani dengan baik: Selat-Malaka dan Natuna (Laut Tiongkok Selatan/LTS). OBOR dan Poros-Maritim berhubungan amat dekat di Selat-Malaka, namun persoalannya tidak dalam tingkatan yang kritis sebagaimana yang terjadi di Natuna (LTS), walaupun lokasi yang disebut terakhir tidak langsung bersinggungan dengan jalur OBOR. Persoalan kedua kritis karena menyangkut isu territorial, yang bila tidak terselesaikan dengan baik berpotensi merubah posisi Indonesia (non-claimant) dalam eskalasi ketegangan di LTS. Ini sekaligus akan mengganggu kerjasama antar kedua negara, termasuk dalam konteks OBOR. Penyelesaian persoalan-persoalan ini akan membuka pintu bagi kerjasama yang memberikan manfaat ekonomi bagi kedua belah pihak. Keywords: One Belt One Road, Poros-Maritim, Maritime-Security, national-interest.
A. Pendahuluan Kerjasama perlu senantiasa dikedepankan dalam interaksi antar bangsa 1. Sayangnya hal ini tidak senantiasa terjadi, dan hubungan antar negara seringkali juga diwarnai oleh konflik, bahsukan perang. Secara alamiah, negara akan bergerak menurut apa yang dipandangnya sebagai national-interest-nya. National-interest 2 negara kemudian diinterpretasikan dalam strategy atau kebijakannya, dimana salah satu jenisnya adalah kebijakan luar negeri (foreign-policy). Strategi negara dibentuk secara internal, dan seringkali baru setelah sebuah formula dibentuk dilakukan sosialisasinya dimasyarakat internasional. Sosialisasi ini seringkali dilakukan secara umum, tidak mendetail. Akibatnya mungkin sekali terjadi berbagai interpretasi. Bukan juga sebuah kemustahilan bahwa kebijakan atau strategi dibuat berdasarkan asumsi-asumsi sepihak. Ini adalah realitas hubungan antar negara, dan terhadapnya perlu dilakukan berbagai respons. Reaksi negara terhadap strategi yang dibangun negara lainnya dapat amat berbeda 3. Reaksi dapat bersifat permisif, menerima begitu saja tanpa memberikan respon yang berarti. Reaksi dapat 1
Robert O. Keohane; Power and Governance in a Partially Globalized World; Routledge; London and New York; 2002. 2 Andew Heywood; Global Politics; palgrave; UK; 2011. 3 Marijke Breuning; “Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction”; Palgrave Macmillan; NY; 2007.
2
juga bersifat adaptif, mengikuti strategi yang dikemukan negara lain. Namun respon dapat juga bersifat reaktif, membentuk strategi lain yang berlawan dengan strategi yang dikemukakan negara yang disebut pertama. Atau tentunya respon dapat bersifat gabungan dari berbagai posisi ini. Sebagaimana yang telah dituliskan oleh berbagai akademisi (?), abad 21 ditandai oleh salah satunya Rising-China 4. Rising-China berlangsung secara bertahap. Pertama adalah peletakan landasan domestiknya yang didasari pertanian, dengan melakukan penutupan terhadap pengaruh asing. Hal ini menyebabkan pada era Mao Tsetung Tiongkok dikenal sebagai negara Tirai-Bambu. Kedua adalah pembukaan diri yang melandaskan diri pada industrialisasi, yang dilakukan pertama kali oleh Deng XiaoPing. Dan ketiga adalah pembukaan diri yang kedua, dimana Tiongkok akan tidak sekedar membuka pintunya terhadap investasi asing, namun akan menjadi pelaku investasi-investasi asing di berbagai kawasan. Hal ini dilakukan oleh Xi-Jinping, terutama sejak tahun 2013 melalui strategi ekonomi lintas kawasannya yang seringakali disebut OBOR (One Belt One Road). Ini adalah suatu strategi jangka panjang (diproyeksikan untuk dimulai tahun 2021-2049) dengan membuat suatu jalur kepentingan perdagangan dan energy Tiongkok yang membentang dari Tiongkok sampai Eropa dan Afrika, tidak menyertakan Amerika-Serikat dan Jepang didalamnya. Jalur ini juga mempunyai titik-titik yang dekat dengan territorial Indonesia, yang terletak di Selat-Malaka dan Natuna. Indonesia perlu memberikan respon yang tepat terhadap strategi ini, terutama pada dua lokasi tersebut, dimana kepentingan Indonesia mungkin sekali bersinggungan dengan kepentingan Tiongkok. Upaya penghindarian terjadinya konflik (termasuk dengan pengerahan kekuatan militer), atau pembangunan kerjasama patut mendapat perhatian khusus pada lokasi-lokasi tersebut. Hal ini juga mengingat bahwa pada tahun yang sama (2013), presiden Indonesia Joko-Widodo juga telah mencanangkan strateginya, yakni pembentukan Poros-Maritim. Dengan mengacu pada berbagai konseiderasi diatas, maka paper ini akan difokuskan pada pertanyaan: “Sejauh mana OBOR yang merupakan strategi ekonomi jangka panjang dapat saling melengkapi dengan kebijakan Poros-Maritim Indonesia (pada kepemimpinan Presiden Joko-Widodo)?” Tulisan ini akan terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan, kedua adalah bagian teoritis yang akan mengusung konsepsi Maritime-Security dan Strategy dan Foreign Policy. Ketiga adalah pembahasan tentang OBOR, yang diikuti oleh bagian keempat yang menggaris bawahi Poros-Maritim. Selanjutnya pada bagian kelima akan dibahas tentang Indonesia-Selat Malaka. Bagian keenam akan menyorot persoalan Laut Tiongkok Selatan, dan yang terakhir adalah Kesimpulan. B. Bagian Teoritis Bagian teoritis ini akan terbagi dalam dua bagian, Maritime-Security dan Foreign Policy. Maritime-Security diperlukan untuk mengetahui eleman-elemen pembentuk kondisi ini.Sedangkan Foreign-Policy dibutuhkan untuk mendalami bagaimana respon-respon yang tersedia bagi suatu negara ketika negara lain mencanangan suatu strategi jangka panjangnya. Bauer 5 menyatakan bahwa Maritime Security terdiri dari empat pilar yang menjalankan fungsifungsi yang berbeda (p.3-4). Pertama adalah national-security, yang dalam hal ini berarti perlunya dibangun sea-power untuk menjamin keamanan negara pada matra laut.Disini akan dipertanyakan sejauh mana kekuatan laut yang dibangun telah dapat menjamin kedaulatan suatu negara di matra laut. Pihak yang mendapat perhatian khusus disini adalah angkatan laut negara-negara. Kedua adalah marine-safety, yang mempertanyakan sejauh mana keamanan pelayaran dan mereka-mereka profesinya terkait dengan laut dapat jalan beriringan dengan konservasi lingkungan laut. Pelaku yang sering disorot disini adalah mereka yang mengadakan eksplorasi laut dan juga para perompak. Ketiga, marine-security terkait dengan potensi ekonomi laut. Disini ditekankan bahwa eksplorasi nilai ekonomi yang dilakukan dilautan harus 4
Jeffrey N. Wasserstrom; China in the 21th. Century: What Everyone Needs to Know; Oxford University Press; Oxford; 2010. Jug abaca Oded Shenkar; The Chinese Century: The rising Chinese Economy and Its Impact on the Global Economy, and the Balance of Power, and Your Job; Wharton; 2005. 5 Christian Bueger, Cardiff University, “What is Maritime Security?”; in Marine Policy, 2015; p. 3-5.
3
dilakukan dengan mengkuti ketentuan-ketentuan “blue-economy” dan “blue-growth” (Rio+20 world summit 2012). Pelaku yang disorot disini tentunya adalah perusahaan dan negara yang melakukan ekplorasi laut. Keempat adalah human security, dimana dinyatakan disini bahwa pengamanan terhadap mereka-mereka yang hidup disekitar laut perlu mendapat perhatian. Contohnya adalah nelayan dan mereka yang bertempat tinggal dipesisir pantai. Akibatnya illegal-fishing mendapat perhatian khusus dalam dimensi ini. Apabila kita mengacu pada konsepsi Bauer, keberadaan OBOR menimbulkan pertanyaan pada National-Security dan Economic-Development pada persoalan Natuna; dan pada Human-Security pada isu Selat Malaka. Agak berbeda dengan Bauer, Rahman mengedepankan lima dimensi marine-security 6 : “security of the sea itself”; “ocean-governance”; “maritime border protection”; military activities at sea”; dan “security rregulation of the maritime transportantion system”. Pertama adalah “security of the sea itself” tetap harus menerima kenyataan bahwa ada rivalitas negara-negara dalam penggunaan samudera. Kedua adalah “ocean-governance”, yang ditujukan untuk menciptakan suatu suatu lingkup samudera yang aman untuk semuanya (negara-negara) disatu pihak, namun juga harus menjaga kepentingan negara secara individual, melalui penguatan suatu “ocean-regime”. Acuan yang dapat dipakan adalah prinsip-prinsip LOSC (Law of the Sea Convention?.....) yang masih belum disepakati bersama. Persoalan yang sering timbul adalah terkait dengan hak negara-negara (terutama kepulauan) atas territorial lautnya dan dengan apa yang dimaksudkan dengan territorial internasional lautan. Ketiga adalah “maritime border protection”. Setelah adanya konsep Zona Ekonomi Eksklusif yang dinyatakan tahun ….. oleh ……., maka negara-negara (terutama kepulauan) berlomba-lomba untuk secara maksimal mengklaim wilayah lautnya. Namun bersamaan dengan hak yang diperoleh, ZEE juga menyatakan perlu adanya kemampuan yang ditunjukkan secara terus menerus, untuk mempertahankan klaim yang dilakukan. Tanpa adanya kemampuan ini, klaim tersebut hanya bersifat simbolis semata, tidak bersifak efektif. Keempat adalah “military activities at sea” yang dalam hal ini digarisbawahi pentingnya demilitarisasi lautan. Sayangnya control persenjataan laut sampai saat ini masih belum banyak berkembang, kareana adanya berbagai permasalahan. Kelima adalah “security regulation of the maritime transportation system” yang menekankan tentang keamanan pelayaran laut, baik untuk individu maupun untuk fungsi komersial. Hal ini terutama menjadi penting setelah adanya peristiwa Nine-Eleven. Keamanan pelayaran laut menjadi penting terutama karena lemahnya regulasi di bidang ini, sehingga rentan terhadap terorisme. Merujuk pada konsep Rahman, maka persoalan yang dihadapi Indonesia sehubungan dengan pengusungan OBOR adalah “maritime border protection” pada isu Natuna, dan “security regulation of the maritime trasnsportation system”. Mengingat OBOR dan juga Poros Maritim adalah suatu policy yang mempunyai dimensi internasional, maka beberapa konsep yang terkait dengan foreign policy juga dikemukakan disini. Grand Policy adalah strategy jangka panjang suatu negara 7. Hal ini biasanya dikembangkan dari sejarah suatu bangsa, juga peran dan semangat yang dipandang menjadi identitas mereka. Hal-hal ini kemudian diproyeksikan untuk diaplikasikan pada masa depan yang cukup panjang, yang kecenderungannya diinterpretasikan dengan gejala yang sudah tampak saat ini. Contohnya disini adalah grand-policy AS setelah berakhirnya Perang-Dingin; grand-policy China dalam masa globalisasi. OBOR adalah aplikasi grand-strategy China, karena dari tahun 2021-2049, yang didasari persepsi positioning China sebagai negara besar, bukan lagi bagian dari negara berkembang, dalam dunia dimana hegemoni AS sudah menurun.
6
Chris Rahman; “Concepts of Maritime Security”; Centre for Strategic Studies: New Zealand; 2009; p.31-42. Michael D. Swaine and Ashley J. Tellis; “Interpreting China’s Grand Strategy: Past, Present, and Future”; Project Air Force / RAND; post 2000; lihat juga Kenneth Christie (ed.); “United States Foreign Policy and National Identity in the 21th. Century”; Routledge; London; 2008.
7
4
Kebijakan luar negeri suatu negara juga perlu merespons kondisi eksternalnya yang berubah. Dalam konteks ini Mariyke 8 (p.152) menjelaskan setidaknya ada dua posisi yang dapat menjadi pilihan, dimana masing-masing mempunyai alasannya yang berbeda. Pertama adalah mengambil posisi berlawanan, baik karena kepentingan sendiri untuk lepas dari ketergantungannya (counterdependent foreign policy) maupun karena adanya kepentingan untuk memuaskan public domestik (compensation). Kedua adalah mengambil posisi searah, baik karena kepentingannya sendiri (consensus-oriented foreign policy) maupun tekanan negara yang mendominasinya (compliant foreign-policy). Posisi lain yang dapat dikemukan adalah menekankan kebijakan yang berbeda pada issue yang berbeda. Misalnya disini adalah mengambil posisi berlawanan ketika menyangkut masalah territorial, secara bersamaan mengambil posisi yang searah dalam masalah ekonomi.
C.1. Poros-Maritim (Dunia) Maritime-Security, yang merupakan salah satu butir dari Nawacita, dapat dijabarkan dalam Lima Pilar Poros Maritim 9, untuk membuatnya lebih operasional. Program Poros Maritim dibentuk dengan menekankan pada pembentukan budaya maritim; kedaulatan pangan maritime; pembangunan infrastuktur dan konektivitas maritime (termasuk didalamnya membangun industry perkapalan dan wisata bahari); diplomasi maritime; dan pembangunan kekuatan kelautan. Ini adalah pengertian luas dari Poros Maritim (Geo-Maritime Fulcrume?). Budaya maritime perlu untuk diperkenalkan kembali, dibangkitkan, dan diimplementasikan dalam kehidupan keseharian. Hal ini akan mengakibatkan pada perubahan paradigm dalam melihat laut, bukan sebagai batas tetapi sebagai area dimana berbagai aktivitas dan potensi dapat dikembangkan. Kedua adalah dengan membangkitkan kemampuan untuk menjadikan lautan sebagai sumber pangan nasional. Hal ini amat relevan terutama mengingat luas lautan Indonesia yang bahkan melebihi luas daratannya. Ketiga adalah pengembangan fasilitas-fasilitas maritime, untuk membangun konektivitas, dalam lingkup nasional. Keempat adalah intensifikasi diplomasi-maritime yang penting dalam interaksi Indonesia dengan negara-negara tetangga, disamping dengan negara besar. Dan kelima pembangunan kekuatan laut, yang merupakan prasyarat agar batas-batas territorial laut dan keamana aktivitas bahari dapat terjamin. Yang perlu juga difahami adalah bahwa Poros-Maritim bukan merupakan suatu strategi menutup wilayah laut Indonesia dari aktivitas lalu-lintas laut internasional. Hal ini terkait dengan pengakuan Indonesia akan tiga ALKI 10yang menjamin kebebasan kelautan bagi pihak asing, sesuai dengan UNCLOS 82. Walaupun merupakan suatu reduksi, namun untuk tujuan analisa ada perlunya untuk melihat pengertian sempit strategi ini. Poros Maritim akan dibangun dalam tiga tahap 11. Pertama adalah pengembangan empat pelabuhan utama: Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makasar. Ini adalah sasaran jangka pendek. Kedua adalah pengembangan pelabuhan-pelabuhan “feeder” yang masing-masing akan terkoneksi dengan empat pelabuhan utama yang telah disebut diatas. Ini merupakan sasaran jangka menengah. Dan ketiga adalah pembentukan Tol-Laut yang membentang dari Belawan sebagai koridor barat sampai ke Sorong sebagai koridor Timur. Hal yang merupakan sasaran jangka panjang ini akan menjamin lalu-lintas barang dari ujung barat Indonesia sampai ujung timur. Pada tahap yang selanjutnya akan dibangun Tol-Laut, yakni dengan menambahkan pembangunan pelabuhan Sorong sebagai titik paling timur di Indonesia. 8
Marijke Breuning; “Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction”; Palgrave Macmillan; NY; 2007. Endah Murniningtyas (Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam); disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional dan Seminar Nasional: “ Ekonomi Maritim: Pengelolaan Ekonomi Maritim yang Mandiri dan Berkelanjutan”; Wakatobi, 25 Januari 2015. Baca juga Tempo, 13 November 2014. 10 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dibarat, ALKI II di tengah, dan ALKI III di timur. ALKI memberi hak pihak asing (kapal dan pesawat internasional) untuk menggunakannya. 11 Departemen Perhubungan; dalam Muh. Dimyati (Deputi Sumber Daya IPTEK, Kemenristek dan Dikti; Jakarta, 10 Desember 2014; “Pemikiran Kecil Tentang Kontribusi Strategis IPTEK untuk Mewujudkan Poros Maritim Dunia”. 9
5
Agus Suhartono 12 menekankan bahwa perlu adanya keseimbangan antara mempertahankan kedaulatan kelautan Indonesia dengan penyelenggaraan kehidupan internasional yang bertanggung jawab dalam memandang PM. Keseimbangan tersebut akan berhubungan dengan hak lintas transit, hak lintas damai, dan hak lintas alur laut kepulauan. Untuk melaksanakannya diperlukan pemenuhan aspek yuridisnya, instrument untuk melaksanakannya, dan institusi hukum bila terjadi kasus. Realisasi PorosMaritim membutuhkan kerja keras yang sungguh-sungguh. Sedangkan Muhamad Dimyati 13 menyatakan ada beberapa persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam mewujudkannya. Pertama adalah sumberdaya manusia; kedua penguatan infrastruktur maritime; ketiga ketersediaan dana yang besar yang kemungkinan harus melibatkan pihak luar (investasi asing). Selanjutnya Forum Rektor Indonesia 14 menyatakan bahwa ada sebelas sector utama yang perlu dikembangkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari Poros Maritim. Potensi kebaharian Indonesia dapat dikatakan amat besar. Selanjutnya Dewan Rektor Indonesia juga mengemukakan tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan Poros Maritim. Misalnya adalah mengatasi perompakan, konflik antar nelayan, pencurian ikan, penyelundupan manusia, batas wilayah laut (h.49-53). C.2. OBOR sebagai Strategi Ekonomi Jangka Panjang Inter-kontinental OBOR merupakan strategi ekonomi jangka panjang Tiongkok yang terutama ditujukan untuk membangun fasilitas-fasilitas infrastruktur untuk kelancaran arus barang dan jasa dalam jalur yang membentang dari Tiongkok sampai Eropa Barat dan Afrika. OBOR dikembangkan dari China’s Silk Road, suatu jalur perdagangan yang telah dilakukan masyarakat Tiongkok jaman dahulu. Ide Silk Road dikemukakan kembali oleh Wang Jisi, seorang professor dari Universitas Beijing, tahun 2012. Ia menyatakan perlunya mengembangkan tiga Silk-Roads: ke Asia Tenggara, ke Asia Selatan, dank e Asia Tengah. OBOR (yidai-yilu) adalah suatu strategi jangka panjang yang dikembangkan oleh Xi-Jinping sejak sekira tahun 2013, dari SREB (Silk Road Economic Belt) dan “The 21th. Century Maritime Silk Road 15. Yang pertama dikembangkan Xi-Jinping untuk mendukung perdagangan dengan Asia Tengah, sedangkan yang kedua mendorong interaksi yang lebih intens lagi dengan ASEAN. Sekarang tentunya cakupannya jauh lebih luas dari dua kawasan tersebut. OBOR dikatakan sebagai suatu kerjasama terbuka, tanpa ikatan politik (walaupun ketika peran Tiongkok didalamnya menjadi demikian dominan keterikatan ini menjadi sesuatu yang sulit untuk diabaikan). OBOR merupakan sebuah strategi kolosal yang mau tidak mau akan merubah peta ekonomi global. Hal ini dikarena ia akan menyertakan 65 negara, 55% GNP dunia, 70% penduduk dunia, dan 75 cadangan energy global. Xi-Jianping yang merupakan tokoh yang menginisiasi OBOR ditempatkan sebagai penerus dari modernisasi Tingkok. Tokoh yang pertama adalah Mao Zedong yang mengisolasi Tiongkok dan mengembangkan pertanian; yang kedua Deng Xiao Ping yang membuka Tiongkok untuk investasi asing; dan yang ketiga adalah Xi-Jinping. Xi-Jinping dipandang sebagai tokoh yang melakukan China’s Second Opening. Bila Deng Xiao Ping membuka Tiongkok untuk dijadikan lokasi industry dari investor-investor asing; maka Xi-Jinping adalah orang yang membuat Tiongkok yang sudah terbuka untuk melakukan investasi-investasi diluar negeri. Hal ini dirasa perlu untuk dilakukan karena masa pertumbuhan tinggi yang didasari oleh proses produksi di Tiongkok, yang dijalani oleh buruh murah, telah lewat. Jadi diperlukan suatu strategy baru, yakni dengan menekankan pada investasi luar negeri oleh Tiongkok, dalam suatu jalur imaginer yang seringkali disebut OBOR.
12
Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono; Jabatan terakhir Kasal 2009-2010, Panglima TNI 2010-2013. Dalam Sarasehan “Indonesia Poros Maritim Dunia” topic bahasan “Kedaulatan Maritim Indonesia” 13 Departemen Perhubungan; dalam Muh. Dimyati (Deputi Sumber Daya IPTEK, Kemenristek dan Dikti; Jakarta, 10 Desember 2014; “Pemikiran Kecil Tentang Kontribusi Strategis IPTEK untuk Mewujudkan Poros Maritim Dunia”. 14 Naskah Akademik 2015 Forum Rektor Indonesia. 15 European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward.
6
Tujuan-tujuan Non-Ekonomi OBOR Pelaksanaan OBOR penting bagi Tiongkok dalam memenuhi tujuan jangka panjang yang bersifat menyeluruh. Cakupan inter-kontinental dari strategi ini membuat batas antara domestic policy dan foreign policy menjadi baur. OBOR merupakan proyek mercusuar yang amat penting bagai Tiongkok, sejak kepemimpinan Xi-Jinping. Ada beberapa penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan munculnya OBOR sebagai suatu strategi jangka panjang Tiongkok 16. Pertama, OBOR sekedar merupakan perluasan dari strategi “Go-West” yang salah satu pokok pentingnya adanya stabilitas di provinsi Xinjiang. Kedua, Tiongkok ingin merubah cadangan devisa dan surat-surat berharganya menjadi sesuatu yang lebih merefleksikan pengaruhnya. Ketiga, OBOR mencerminkan telah terjadinya orientasi politik luar negeri Tiongkok. Keempat, OBOR dimaksudkan sebagai pencapaian di luar Tiongkok yang diperuntukkan terutama bagi kelangsungan Partai Komunis Tiongkok, dalam kondisi merosotnya pamor partai komunis terutama dengan disintegrasi Uni-Sovyet. Tujuan-tujuan Ekonomi OBOR Pencapaian OBOR penting bagi Tiongkok untuk mengatasi kondisi ekonomi jangka pendek yang menekannya, yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya, yang berakar dari industrinya yang “overcapacity” 17. Mesin industry Tiongkok yang telah di “set” untuk melakukan produksi masal dengan efisien menjadi tampak ‘over-capacity’. Implikasinya adalah bahwa produk-produk Tiongkok tidak akan sepenuhnya dapat diserap pasar global. Bila ini terjadi secara terus menerus tentunya hal ini akan menimbulkan kerugian luar biasa bagi Tingkok, karena biaya akan menjadi lebih besar dari pemasukan. Perubahan besar ini, yang mengarah langsung pada mesin industry dan ekonomi Tiongkok (yang dapat mengakibatkan kritikan terhadap kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok) harus direspon. Beberapa tahun yang lalu Tiongkok telah mencoba meresponsnya dengan menggeser perekonomian menjadi domestic oriented. Walaupun tidak benar-benar gagal tapi hal ini belum mampu mencapai hasil sebagaimana yang diraih melalui export oriented strategy yang dilakukan sebelumnya. Artinya perlu dilakukan sesuatu yang lain. Tampaknya Tiongkok memandang bahwa mengandalkan pada pasar domestik bukan merupakan hal yang mencukupin, sehingga harapan dipersepsi ada dilingkup eksternalnya. Dengan landasan pemikiran ini maka dimunculkan OBOR. Strategi ini diarahkan untuk memperkuat posisi Eropa sebagai pasar utama Tiongkok, dengan secara gradual merubah struktur industry menuju high-quality products, sekaligus mempersiapkan beberapa lokasi (Asia-Tengah, TimurTengah, dan Afrika) sebagai pemasok energinya. Manfaat OBOR OBOR ditujukan untuk membangun sarana-sarana infrastruktur darat dan laut disepanang jalurnya. OBOR akan membuka enam corridor ekonomi baru bagi Tiongkok 18. Mereka adalah: New Eurasian Land Bridge; China-Mongolia-Russia Corridor; China-Central Asia-West Asia Corridor; ChinaIndochina Peninsula Corridor; China-Pakistan Corridor; and Bangladsh-China-India-Myanmar Corridor. 13 (dari 17 provinsi?) China akan terkoneksi dengan dunia luar dengan OBOR 19. Prvinsi-provinsi di pantai timur (Jiangsu, Zhejiang, Fukian, Guangdong, Hainan) aan angsung terhubng dengan Maritime 16
CSS Analyses in Security Policy; No. 195; September 2016; Editor Christian Nunlist; “One Belt, One Road: China’s Vision of Connectivity”, p. 3. 17 CSS Analyses in Security Policy; No. 195; September 2016; Editor Christian Nunlist; “One Belt, One Road: China’s Vision of Connectivity”, 18 Foreign and Commonwealth Office (Chna-Britain Business Cuncil); A Role for UK Companies in Developing China’s Initiative: New Opportunities in China and Beyond; 2015/2016?; 6 Economc Corridors for China Outside; and Provinces in China . 19 Foreign and Commonwealth Office (Chna-Britain Business Cuncil); A Role for UK Companies in Developing China’s Initiative: New Opportunities in China and Beyond; 2015/2016?; 6 Economc Corridors for China Outside; and Provinces in China
7
Silk Road. Provinsi Xinjian akan merupakan core yang terhubung dengan the Silk Road Economic Belt (jalur darat),. Provinsi Yunnan akan terkoneksi khususya ke AAsia Selatan dan Asia Tenggara. Dan Beberapa provinsi dengan Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Barat (Qinghai, Gansu, Shaanxi, dan Ningxia). Proyek ini juga dimaksudkan untuk menyediakan pusat-pusat pasokan energy bagi Tiongkok. Beberapa lokasi yang dinyatakan dalam istilah String of Pearls 20 tidak berada di wilayah Indonesia. Industrialisasi Tiongkok yang massif telah menjadi tulang punggung perekonomiannya selama lebih dari tiga dekade. Untuk melakukan ini dengan berhasil perlu pasokan energy yang terus menerus dalam jumlah besar. Selama ini Tiongkok mendapatkannya dari Timur-Tengah, Afrika, dan sebagian kecil dari Asia. Pasokan energy harus dipelihara, karena tanpanya industrialisasi tidak dapat dilakukan dengan berhasil. Untuk itu Tiongkok telah menetapkan sekian banyak pusat-pusat energy di lingkup global, yang disebutnya sebagai “pearls”. Lokasi-lokasi ini antara lain …….. Modalitas Tiongkok untuk Pelaksanaan OBOR: Konsistensi, Institutionalisasi, dan Pendanaan OBOR sebagai suatu strategi ekonomi inter-kontinental didukung oleh beberapa modalitas penting yang telah dimiliki Tiongkok. Pertama adalah adanya kesinambungan kebijakan jangka panjang di Tiongkok. Kedua, OBOR didukung oleh koordinasi antar lembaga. Ada setidaknya tiga institusi negara yang terkait langsung dan bertanggungjawab terhadap implementasi OBOR 21. OBOR sejak 2014 ditangani secara khusus oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, dan Kementerian Perdagangan. Ketiga, Tiongkok telah menyediakan capital dalam jumlah yang cukup besar, yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari pihak-pihak luar. Ada beberapa sumber pendanaan OBOR 22 yang secara keseluruhan berjumlah sekira 100 milliar dollar AS. Pertama dari Central-Asia-focused Silk Road Fund (sekira 40 milliar $US), AIIB / Asia Infrastructure Investment Bank (sekira 50 milliar $US), dan dari BRICS-led New Development Bank (sekira 10 milliar $US) (hal. 3/I). Secara lebih luasnya, pembiayaan OBOR akan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak 23. Misalnya bank-bank swasta Tiongkok, dana yang berasal dari perusahaan negaranya, juga pihak swasta dan pemerintah negara dimana proyek akan dilaksanakan, disamping mungkin sekali bank yang diperuntukkan langsung untuk membiayai OBOR (…..). Tentunya juga dari tiga pihak yang telah disebut terdahulu (AIIB, NSRF/New Silk road Fund; dan …. BRICS) 24. Tantangan Politik Eksternal dan Ekonomi Pelaksanaan OBOR: Pandangan Akademisi Tiongkok Ada berbagai tantangan dalam merealisasikan OBOR. Zhang juga mengajukan beberapa permasalahan eksternal yang bersifat politik dalam implementasi OBOR 25. Yang pertama adalah persepsi bahwa OBOR mempunyai motivasi strategic bagi Tiongkok. Kedua adalah ketegangan Tiongkok dengan negara-negara tetangganya yang sudah tampak dalam masalah Laut Tiongkok Selatan. Yang ketiga adalah potensi penentangan dari negara-negara besar: AS, Rusia, dan India. Terhadap pemikiran Zhang ini Chu menambahkan bahwa yang menjadi problema utama dari OBOR adalah stabilitas politik yang tidak dapat diprediksi di negara-negara yang dimasukkan kedalam skema tersebut (p.4). 20
Christina Lin; The Washington Institute for Near East Policy; The New Silk Road: China’s Energy Strategy in the Greater Middle East; Policy Fcus #109; April 2011. 21 European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward. 22 European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward. 23 Alessandro Arduina; China’s One Belt One Road: Has the Europenan nion Missed the Train?”; Policy Report; Mar Uch 2016; RSiS (S. Rajaratnam School of International Studies; Policy Report; March 2016. 24 Lihat juga CSS Analyses in Security Policy, No. 195, September 2016, Ed. Christian Nunlist; One Belt One Road: China’s Vision of Connectivity” . 25 European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward Many peoples’ works; Challenges to implement OBOR.
8
Dalam pelaksanaannya OBOR perlu mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan ekonomi domestik, agar program ini dapat dilakukan secara berhasil 26. Jia menyatakan bahwa keberhasilan OBOR akan ditentukan oleh kemampuan Tiongkok untuk membalans perekonomian domestiknya (p.5). Hal lain yang perlu diwaspadai adalah akan jatuhnya Tiongkok pada perangkap hutang, yang dapat terjadi ketika ROI (return of investment) tidak memadai. Adapun Huang (p.5) menggaris bawahi pentingnya membatasi peran pemerintah dalam membangun program-program OBOR, dan lebih pada mendelegasikannya pada investasi negara yang dimasukkan dalam sekama ini, dan juga pada pasar. Bahwa pendanaan tidak dilakukan oleh dana negara juga disampaikan oleh An Jianglin (p.5) D. Natuna dan Selat Malaka: Titik-titik Singgung Terdekat OBOR dan Poros Maritim Setidaknya ada tiga persoalan yang dihadapi Indonesia dalam masalah kelautan. Pertama adalah persoalan perbatasan dengan negara-negara tetangga. Kedua adalah praktek illgal-fishing oleh kapalkapal asing. Dan ketiga adalah perompakan dan penculikan 27. Selat Malaka Selat Malaka merupakan daerah yang beresiko bagi lalu-lintas perkapalan, walaupun tetap menjadi pilihan karena dapat mengurangi jarak tempuh laut, yang tentunya mempunyai konsekuensi financial bagi mereka. Bila tidak melewati selat Malaka, maka kapal-kapal harus memutar, umumnya kearah Lombok dan ….. Rencana pembuatan jalur potong di Thailand juga masih tidak terealisasi, sehingga bagaimanapun Selat Malaka tetap menjadi pilihan kapal-kapal dagang antar benua. Negara-negara yang langsung berbatasan dan bertanggung-jawab terhadap keamanan selat ini adalah Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Berbagai persoalan membayangi daerah ini 28. Pertama adalah perompakan…… Kedua adalah terorisme ……. Dan ketiga adalah adanya praktek perekonomian illegal yang akut. Walaupun tampak sebagai aktivitas-aktivitas yang berbeda, perompakan dan terrorisme dapat merupakan kejadian yang terkait satu sama lain. Wilayah-wilayah tertentu yang merupakan basis terorisme seringkali mengembangkan keakhlian untuk melakukan hal ini. Keakhlian ini memungkinkan untuk dilakukannya perompakan. Selanjutnya hasil perompakan ini akan berguna untuk membeli persenjataan dan peralatan-peralatan untuk melakukan perompakan yang lebih canggih dan berhasil. Perompakan bermotivasikan uang, sedangkan terorisme mempunyai kepentingan untuk menyampaikan pesan politik. Namun keduanya dapat terjalin sehingga tidak dapat dipisahkan. Pengamanan Selat Malaka terutama dilakukan secara bersama oleh Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kapabilitas ketiga negara dalam mengamankan wilayah Selat Malaka berbeda-beda 29. Persoalan yang oleh ketiganya dipandang penting adalah masalah perompakan, yang dapat saja mempunyai kandungan terorisme 30. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan ini, baik secara unilateral, bilateral, trilateral, maupun ekstra-regional. Contoh-contohnya 31 adalah: …… Kerjasama bilateral dalam hal pengamanan selat, terutama dari perompakan, adalah ……
26
European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward Many peoples’ works; Challenges to implement OBOR. 27 Indonesia Security Doctrine by … 28 FFP (Fund for Peace): Patricia Taft and Filipe Umana; Threat Convergence: Transnational Security Threats in the Straits of Malacca”; 2012. 29 FFP (Fund for Peace): Patricia Taft and Filipe Umana; Threat Convergence: Transnational Security Threats in the Straits of Malacca”; 2012. 30 Anthony S. Massey; “Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca”; University of Washington; 2002; for Master of Arts in Security Studies 31 FFP (Fund for Peace): Patricia Taft and Filipe Umana; Threat Convergence: Transnational Security Threats in the Straits of Malacca”; 2012.
9
Sedangkan kerjasama multilateral
32
telah dibina dalam ASEAN, ReCAAP, FMSI, FPDA,
MSSP.
Masalah Laut Tiongkok Selatan dan Natuna Abad-21 ditandai dengan Rising-China 33, yang dimulai oleh Deng Xiao-Ping dan kemudian dilanjutkan oleh Xi-Jinping. Deng mengadakan the First China Opening, dengan membuka Tiongkok (timur) bagi modal asing untuk membangun industrialisasinya yang efisien. Xi-Jinping mengadakan the Second China Opening dengan membentuk New Silk Road dan kemudian Maritime Silk Road, dimana keduanya kemudian disebut OBOR (One Belt One Road). Strategi ini akan membuat suatu jalur ekonomi antara Tiongkok dengan Eropa dan Afrika, yang akan diisi dengan sejumlah besar proyek-proyek pembangunan infrastruktur. LCSadalah wilayah penyangga bagi Maritime Silk Road Tiongkok 34. Pengamanan LCS memungkinkan Tiongkok mengontrol suatu segmen OBOR (dalam hal ini Maritime Silk Road) yang cukup luas. Walaupun tidak dapat diketahui apakah kedua hal tersebut memang diperuntukkan untuk mendukung satu sama lain namun fungsi itu memang ada. Beberapa tahun sebelumnya (2009) Tiongkok mencanangkan Nine Dash-Line yang mengklaim hampir keseluruhan wilayah Laut Tiongkok Selatan, berdasarkan sejarah jelajah nelayannya. Hal ini menimbulkan persoalan karena adanya tumpang-tindih dengan wilayah beberapa negara ASEAN 35. Indonesia berposisi untuk tidak memasukkan diri sebagai claimant, sehingga dapat memainkan peran sebagai honest broaker. Namun aktivitas nelayan Tiongkok sampai ke wilayah Natuna yang kemudian ditangkap oleh angkatan laut RI, dan kemudian lepas karena bantuan coast-guard China telah memperlihatkan keinginan Tiongkok untuk mengklaim wilayah laut Natuna sebagai teritorial penangkapan ikannya. Bahwa wilayah kepulauan Natuna masuk kedalam peta Nine-Dash-Line diperkuat dengan pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang menyatakan bahwa nelayan China tidak melanggar wilayah Indonesia. Jadi lokasi dimana kapal Tiongkok itu beroperasi, dan kemudian ditangkap oleh Angkatan Laut RI, diklaim sebagai wilayah Tiongkok! Bila hal ini dibiarkan maka Tiongkok akan merasa mempunyai hak defakto terhadap wilayah Natuna. Masalah Laut Tiongkok Selatan, Natuna dalam hal ini, dapat menjadi persoalan sensitif karena tiga alasan 36. Pertama hal ini telah melemahkan upaya Indonesia selama ini yang mengupayakan negaranegara yang bersengketa mematuhi Code of Conduct. Selain itu persoalan LTS dan Natuna dapat menggerogoti kohesifitas ASEAN. Kedua, militer Indonesia merasa bahwa persoalan Natuna dapat menjadi titik api yang sensitif dalam persoalan LTS. Dan ketiga persoalan Natuna dapat menimbulkan munculnya antipati internal terhadap mereka yang berketurunan Tiongkok, disamping potensi nasionalisme yang ditujukan pada pihak luar.
32
Anthony S. Massey; “Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca”; University of Washington; 2002; for Master of Arts in Security Studies 33 Seminar Nasional: Strategi Operasional TNI Angkatan Udara dalam Menghadapi Eskalasi Konflik Laut China Selatan; Gedung Merdeka; 24 Oktober 2016 (Dr. Darmansyah Djumala, MA; Brigjen ....... ; .....oleh: Markas Besar Angkatan Udara Sekolah Staf dan Komando. 34 Seminar Nasional: Strategi Operasional TNI Angkatan Udara dalam Menghadapi Eskalasi Konflik Laut China Selatan; Gedung Merdeka; 24 Oktober 2016 (Dr. Darmansyah Djumala, MA; Brigjen ....... ; .....oleh: Markas Besar Angkatan Udara Sekolah Staf dan Komando. 35 Seminar Nasional: Strategi Operasional TNI Angkatan Udara dalam Menghadapi Eskalasi Konflik Laut China Selatan; Gedung Merdeka; 24 Oktober 2016 (Dr. Darmansyah Djumala, MA; Brigjen ....... ; .....oleh: Markas Besar Angkatan Udara Sekolah Staf dan Komando. 36 Indonesia Security Doctrine.
10
Indonesia telah melakukan berbagai hal untuk mengisyaratkan kehadirannya di Natuna, terutama terhadap Tiongkok. Beberapa diantaranya adalah pengadaan cold-storage raksasa untuk mendinginan ikan dan produk laut, tentunya diperuntukkan terutama untuk mendukung industry perikanan. Lainnya adalah pembangunan dermaga apung di utara Natuna, pembangunan kompleks militer untuk satu kompi marinis, pembangunan gudang amunisi, pembangunan landas pacu yang dapat digunakan untuk Sukhoi. Pada 26 Juni 2016 Joko Widodo mengadakan rapat diatas kapal perang Imam Bonjol; selain mengunjungi Morotai dan pulau Myangas yang merupakan pulau-puau terluar Indonesia dengan Laut Tiongkok Selatan. Perhatian juga diberikan pada Morotai dan Mensyi, pulau-pulau terluar yang paling berbatasan dengan NDL Tiongkok. Diharapkan dengan ini maka Tiongkok akan mundur dari Natuna. Adalah tidak rasional bagi Tiongkok untuk membuat persoalan dengan Indonesia untuk memperbutkan Natuna, walaupun kawasan itu diduga kaya energi. Adalah lebih menguntungkan untuk membangun kerjasama ekonomi dengan Indonesia, bukan untuk berkonfrontasi. Jangan dilupa juga realisasi strategi OBOR nya, yang membutuhkan diplomasi yang intensi, yang tentunya akan terganggu bila Indonesia membawa kasus ini ke forum internasional. Uni-Eropa sebagai tujuan pasar utama Tiongkok selain AS amat peka dengan hal seperti ini, sehingga kerjasama yang intens dengan Tiongkok untuk mewujudkan proyek-proyek infrastruktur di kawasan ini akan tidak akan selancar dibandingkan bila tidak ada permasalahan perebutan teritorial dengan negara tetangganya (misalnya masalah Natuna). Kesimpulan Poros Maritim adalah strategi Indonesia pada masa Joko-Widodo yang ditujukan juga untuk membangun fasilitas-fasilitas infrastruktur laut, yang menghubungkan wilayah barat dan timur Indonesia. Untuk itu infrastruktur empat pelabuhan utama akan diprioritaskan yakni Belawan, Tanjung-Priuk, Tanjung Perak, dan Makassar. Pengembangan infrastruktur pelabuhan Sorong di Papua akan kemudian dilakukan untuk membuat Tol-Laut Indonesia. OBOR adalah rencana jangka panjang Tiongkok yang didiproycanangkan tahun 2013 oleh XiJinping, diproyeksikan untuk menjadi implementasi dari China Second Opening, untuk iimplementasikan tahun 2021-2049. Rancangan ini mempunyai cakupan inter-kontinental namun tidak melibatkan Jepang dan AS. Didalam jalur inter-kontinental ini barang produksi Tiongkok, kebanyakan bukan high quality atau technology product, akan dialirkan untuk diperdagangkan. Juga investasi dari pemerintah Tiongkok, SOE nya, dan pihak swasta akan ditanamkan. Ia telah mempunyai sumber pendanaan, dan juga didukung oleh tiga organ dalam pemerintahan Tiongkok. Rancangan ini untuk mendukung Tiongkok dimasa depan dengan menyediakan pasar dan ketersediaan energy. Tujuan lainnya adalah untuk memajukan wilayah barat Tiongkok yang masih belum berkembang, mengatasi masalah over-capacity dari industrinya, dan mengukuhkan keberadaan partai tunggalnya. Untuk pencapaiannya dibutuhkan pendanaan (yang sudah dimulai namun perlu didukung oleh negara-negara dan pihak lain sepanjang rute ini), diplomasi ekonomi yang mapan, dan kemungkinan militer yang siap diterjunkan ke wilayah-wilayah di luar negeri ketika program infrastruktur yang didanai Tiongkok mendapat serangan. Persoalan Natuna adalah masalah batas wilayah, territorial; sedangkan masalah yang dihadapi di Selat Malaka cenderung berakar pada perompakan dan terrorisme. Kedua masalah yang berbeda ini membutuhkan respon yang juga berbeda. Perubahan lingkungan eksternal sejauh mungkin dapat direspon secara positif, dengan melihat peluang-peluang yang muncul bersamanya. Namun ada batas-batas sensitive yang perlu diidentifikasikan, dimana kompromi tidak bisa dilakukan. Pengamanan Selat Malaka menjadi makin penting dengan pencanangan OBOR oleh Tiongkok. Berbagai kerjasama pengamanan wilayah perairan ini perlu ditingkatkan, untuk menyediakan suatu jalur lintas perdagangan yang aman bagi berbagai negara. Indonesia juga perlu mengambil keuntungan dari posisi strategisnya. (Selat Malaka) Disini tampak adanya kebutuhan komplementer antara Indonesia-Tiongkok. Indonesia dapat mengundang Tiongkok untuk berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur pelabuhan.
11
Belawan tentunya merupakan pelabuhan yang paling potensial untuk dikembangkan dengan investasi bersama Tiongkok. Hal ini dikarenakan Belawan amat dekat dengan jalur OBOR, yang dalam hal ini di Selat Malaka. Belawan akan menempati posisi yang amat strategis, karena lokasinya yang amat dekat dengan Singapura. Negara kota ini merupakan “hub” jalur perdagangan dunia, sekaligus dilewati oleh jalur OBOR. Patut juga untuk difikirkan untuk sekaligus membangun sarana basis angkatan laut, walau tidak perlu terlalu besar, di Belawan, untuk lebih meyakinkan tentang kehadiran RI disana. OBOR dan PM bersinggungan amat dekat di Selat Malaka (pelabuhan Belawan), namun persoalannya tidak menyangut territorial negara, karena menangkut masalah keamanan pelayaran dan penanganan terorisme. Perlu intensifikasi kerjasama Indonesia-Malaysia-Singapura dalam pengamanan selat ini. Pembangunan infrastruktur maritime, pelabuhan internasional, dengan bekerjasama dengan Tiongkok dapat menjadi konsiderasi. Hal ini akan mendekatkan Indonesia dengan salah satu jalur perdagangan global utama. Persoalan di LCS lebih pelik, karena yang terjadi adalah klaim territorial antar negara. Dalam masalah pemeliharaan stabilitas Asia-Tenggara dan penyelesaian damai klaim-klaim wilayah karena adanya NDL, maka cara diplomasi terhadap China, misalnya pengajuan CoC dan DoC, merupakan hal yang tepat. Namun dalam hal persoalan Natuna, Indonesia hampir dapat disebut berada dalam posisi berhadapan dengan China. Walaupun kedua belah pihak berusaha menahan diri, namun pemberian pesan yang jelas kepada Tiongkok bahwa Indonesia dapat hadir secara fisik dalam dimensi ekonomi dan militer perlu dilakukan, berbarengan dengan tindakan-tindakan keras seperti pengusiran nelayan Tiongkok dari wilayah perairan Natuna. Bila China memaksakan pandangannya terhadap Natuna, maka bukan tidak mungkin posisi Indonesia akan berubah, dari non-claimant menjadi claimant. Akibat yang lebih jauh dari hal ini adalah bahwa bila hal ini terjadi, maka Indonesia tidak akan dapat memainkan peran sebagai honest broaker dalam memelihara stabilitas Asia-Tenggara pasca the Rising-China, sehingga kawasan akan kehilangan pelaku yang produktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan. Walaupun persinggungan OBOR dan PM tidak terlalu dekat, namun persoalan dalam kawasan ini cukup kritis, karena menyangkut territorial negara-dinegara. Amat perlu bagi Indonesia untuk menyatakan kehadirannya (ekonomi-sosial-militer) yang kuat dalam jangka panjang. Hal ini amat kritikal, karena akan merupakan prasyarat bagi posisi non-claimant Indonesia dalam menyelesaikan masalah stabilitas regional di Asia-Tenggara, melaluiperan honest-brooker nya. Potensi kerjasama Indonesia-Tiongkok dalam konteks koeksistensi Poros-Maritim dan OBOR cenderung lebih kuat di Selat Malaka, dan cenderung sensitive di Laut Tiongkok Selatan (Natuna). Selama keamanan pelayaran Selat-Malaka dapat diselenggarakan (melalui kerjasama Indonesia-MalaysiaSingapura); dan kedaulatan Indonesia dapat ditegakkan dari klaim NDL Tiongkok (melalui kehadiran fisik nyata secara social-politik-militer Indonesia di Natuna), maka berbagai kerjasama IndonesiaTiongkok dapat dikembangkan sepanjang jalur OBOR yang dekat dengan wilayah Indonesia, termasuk yang dekat dengan jalur PM. Salah satu yang paling mungkin untuk dilakukan adalah pengembangan infrastruktur-infrastruktur maritime, diantaranya pembangunan international sea-ports di Selat Malaka. Refernsi: -) Christian Bueger, Cardiff University, “What is Maritime Security?”; in Marine Policy, 2015; p. 3-5. -) Michael D. Swaine and Ashley J. Tellis; “Interpreting China’s Grand Strategy: Past, Present, and Future”; Project Air Force / RAND; post 2000; lihat juga Kenneth Christie (ed.); “United States Foreign Policy and National Identity in the 21th. Century”; Routledge; London; 2008. -) Marijke Breuning; “Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction”; Palgrave Macmillan; NY; 2007. -) Endah Murniningtyas (Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam); disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional dan Seminar Nasional: “ Ekonomi Maritim: Pengelolaan Ekonomi Maritim yang Mandiri dan Berkelanjutan”; Wakatobi, 25 Januari 2015. Baca juga Tempo, 13 November 2014.
12
-) Departemen Perhubungan; dalam Muh. Dimyati (Deputi Sumber Daya IPTEK, Kemenristek dan Dikti; Jakarta, 10 Desember 2014; “Pemikiran Kecil Tentang Kontribusi Strategis IPTEK untuk Mewujudkan Poros Maritim Dunia”. -) Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono; Jabatan terakhir Kasal 2009-2010, Panglima TNI 2010-2013. Dalam Sarasehan “Indonesia Poros Maritim Dunia” topic bahasan “Kedaulatan Maritim Indonesia” -) Departemen Perhubungan; dalam Muh. Dimyati (Deputi Sumber Daya IPTEK, Kemenristek dan Dikti; Jakarta, 10 Desember 2014; “Pemikiran Kecil Tentang Kontribusi Strategis IPTEK untuk Mewujudkan Poros Maritim Dunia”. -) Naskah Akademik 2015 Forum Rektor Indonesia. -) Foreign and Commonwealth Office (Chna-Britain Business Cuncil); A Role for UK Companies in Developing China’s Initiative: New Opportunities in China and Beyond; 2015/2016?; 6 Economc Corridors for China Outside; and Provinces in China -) Christina Lin; The Washington Institute for Near East Policy; The New Silk Road: China’s Energy Strategy in the Greater Middle East; Policy Fcus #109; April 2011 String of Pearls -) European Council on Foreign Relations (China Analysis); “One Belt, One Road: China’s great Leap Outward Many peoples’ works; Challenges to implement OBOR. -) Alessandro Arduina; China’s One Belt One Road: Has the Europenan nion Missed the Train?”; Policy Report; Mar Uch 2016; RSiS (S. Rajaratnam School of International Studies; Policy Report; March 2016. -) CSS Analyses in Security Policy; No. 195; September 2016; Editor Christian Nunlist; “One Belt, One Road: China’s Vision of Connectivity”, p. 3. -) Anthony S. Massey; “Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca”; University of Washington; 2002; for Master of Arts in Security Studies -) FFP (Fund for Peace): Patricia Taft and Filipe Umana; Threat Convergence: Transnational Security Threats in the Straits of Malacca”; 2012. -) Seminar Nasional: Strategi Operasional TNI Angkatan Udara dalam Menghadapi Eskalasi Konflik Laut China Selatan; Gedung Merdeka; 24 Oktober 2016 (Dr. Darmansyah Djumala, MA; Brigjen ....... ; .....oleh: Markas Besar Angkatan Udara Sekolah Staf dan Komando. -) Indonesia Security Doctrine.