"One Belt One Road" —Sebuah Orkestra "Angklung" Antara Tiongkok dan Indonesia 2017-05-09 09:45:17 CRI http://indonesian.cri.cn/201/2017/05/09/1s165475.htm "One Belt One Road"—Sebuah Orkestra "Angklung" Antara Tiongkok dan Indonesia (Diterbitkan di Kompas) Xie Feng Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dijadwalkan menghadiri Forum "The Belt and Road" untuk Kerja Sama Internasional, yang akan diselenggarakan di Beijing, Tiongkok, pada 14-15 Mei 2017. Selain Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo, Forum tingkat tinggi ini juga akan dihadiri 27 kepala negara dan pemerintahan lainnya, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, serta lebih dari 200 pejabat tinggi dari 110 negara dan 61 organisasi internasional. Forum ini juga akan dihadiri sekitar seribu 1
delegasi dari lembaga think tank, media, dan perwakilan berbagai kalangan masyarakat. Agenda Forum adalah membahas masterplan Inisiatif "Satu Sabuk dan Satu Jalur" atau "One Belt, One Road" (OBOR), untuk menghasilkan sebuah cetak biru kerangka kerja sama yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Inisiatif "Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21" dicetuskan pertama kali oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Oktober 2013 saat melakukan kunjungan kenegaraan di Indonesia. Dalam kunjungan lain di Kazakhstan pada tahun yang sama, Presiden Xi juga telah menyatakan inisiatif "Sabuk Ekonomi Jalur Sutra". Kedua inisiatif inilah yang menjadi dua komponen utama "One Belt, One Road". Selama tiga tahun sejak dicetuskannya, terdapat sejumlah hal yang perlu ditekankan terkait arah perkembangan OBOR: OBOR bukanlah permainan tunggal Tiongkok, melainkan sebuah orkestra "angklung" yang dimainkan bersama oleh semua negara. Dewasa ini, dunia semakin mengarah pada globalisasi dan multipolarisasi, sehingga yang kita butuhkan sekarang bukanlah pahlawan tunggal yang bertarung sendirian, melainkan sebuah hubungan kerja sama kemitraan yang melibatkan semua pihak, bagaikan berada dalam satu perahu yang sama dan menuju tujuan bersama. Inisiatif OBOR memang dicetuskan oleh Tiongkok, namun sejak awal selalu ditekankan bahwa OBOR harus melibatkan semua negara dalam mendiskusikan, membangun, dan menikmati hasil-hasilnya. Ini ibarat sebuah orkestra musikal tradisional Indonesia, "angklung", di mana setiap pemain harus memainkan peranan masing-masing sebaik-baiknya, sekaligus bersatu dalam kerja sama yang terkoordinasi, demi menghasilkan alunan musik yang harmonis dan merdu. Dengan keterlibatan semua negara dalam mendiskusikan, membangun, dan menikmati OBOR, diharapkan akan tercipta sebuah jejaring hubungan kemitraan antar-negara yang semakin erat dan kuat. Dengan demikian, akan tercapai sinergi efektif antara strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi dari berbagai negara tersebut, demi terwujudnya kemajuan bersama yang saling melengkapi dan saling mendukung. OBOR bukanlah "dua garis" di atas peta, melainkan sebuah "jaringan pertemanan" yang terbuka dan inklusif. Dalam kurun tiga tahun ini, lebih dari 100 negara dan organisasi internasional telah memberikan respons positif terhadap inisiatif OBOR. Lebih dari 40 di antara negara-negara dan organisasi tersebut telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Tiongkok untuk bersama-sama membangun OBOR atau menyinergikan strategi pembangunan mereka. Dalam kerangka OBOR, semua negara dan organisasi internasional
2
dimungkinkan untuk menjadi mitra yang setara, sepanjang mereka menjunjung Semangat Jalur Sutra, yaitu "perdamaian dan kerja sama; keterbukaan dan inklusivitas; pembelajaran bersama dan keuntungan bersama". Semua mitra dalam OBOR bisa berkontribusi dengan cara masing-masing dalam hal pengetahuan maupun tenaga, dan berhak menikmati kesempatan kerja sama yang didatangkan OBOR. Dalam pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump belum lama berselang, Presiden Xi Jinping menyatakan undangan Tiongkok kepada AS untuk turut berpartisipasi dalam kerja sama OBOR. Pada Forum yang segera digelar Mei ini, Tiongkok berharap untuk menandatangani dokumen kerja sama dengan lebih dari 40 negara dan organisasi internasional lainnya. OBOR bukanlah hidangan "sate" yang disantap sendirian, melainkan "nasi tumpeng" untuk dinikmati bersama-sama Dalam kurun tiga tahun terakhir, volume perdagangan antara Tiongkok dan negara-negara sepanjang Jalur Sutra (baik darat maupun maritim) telah mencapai US$ 3,1 triliun. Besaran investasi dari Tiongkok di negara-negara tersebut melebihi US$ 50 miliar. Perusahaan Tiongkok juga telah membangun 56 zona kerja sama ekonomi dan perdagangan di 20 negara sepanjang Jalur Sutra, sehingga menyumbang pemasukan pajak sebesar US$ 1,1 miliar dan menciptakan 180 ribu kesempatan kerja di negara-negara tersebut. Tiongkok dan Kazakhstan telah menandatangani dokumen kerja sama pembangunan "Sabuk Ekonomi Jalur Sutra" yang bersinergi dengan program pembangunan nasional Kazakhstan, "Jalan Terang" ("Bright Road"). Kesepakatan antara Tiongkok dan Kazakhstan ini adalah untuk menciptakan mekanisme kerja sama rutin dalam bidang energi, dengan menetapkan 51 proyek utama. Sementara itu, Tiongkok dan Pakistan telah menyepakati pembentukan Dewan Bersama Koridor Ekonomi Tiongkok—Pakistan, dan telah menetapkan 39 program Early Harvest (EHP). Kesepakatan ini termasuk sejumlah proyek energi yang segera dimulai di Pakistan, yang akan membantu memenuhi kekurangan dalam proses pembangunan di negara itu. Tiongkok juga memprakarsai berdirinya Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), yang saat ini telah memiliki 70 anggota. Indonesia adalah salah satu anggota pendiri AIIB yang memegang peranan penting. Mantan Deputi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Indonesia, Luky Eko Wuryanto saat ini menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur AIIB. Dalam proyek perdana AIIB, Indonesia mendapatkan pinjaman sebesar US$ 216,5 juta untuk program nasional penanganan permukiman kumuh yang akan berimbas pada kehidupan jutaan warga di 154 kota dan kabupaten. Dalam gelombang pendanaan terbaru, AIIB menyetujui pendanaan tiga proyek, di mana dua di antaranya diberikan kepada Indonesia. Besaran pinjaman yang digelontorkan AIIB kali ini adalah sebesar US$ 225 juta, untuk mendanai proyek peningkatan operasi bendungan dan proyek pembangunan infrastruktur di berbagai daerah di Indonesia.
3
OBOR bukanlah "arisan omong kosong", melainkan suatu "gerakan kerja nyata" yang efektif Sebagai salah satu urat nadi utama dalam inisiatif OBOR, jalur kereta api yang menghubungkan Tiongkok dan Eropa hingga saat ini telah dilintasi hampir 3.000 perjalanan kereta. Pada 1 Januari 2017, satu rangkaian kereta api barang Tiongkok—Eropa dengan kapasitas penuh diberangkatkan dari Yiwu, kota perdagangan di Tiongkok Selatan, menuju London, Inggris. Perjalanan sepanjang 12.451 kilometer ini melintasi tujuh negara, hanya memakan waktu 18 hari, atau sepertiga dari waktu tempuh jalur laut, sedangkan biayanya hanya seperlima dari biaya jalur udara. Dinas perkeretaapian dari tujuh negara, yaitu Tiongkok, Belarus, Jerman, Kazakhstan, Mongolia, Polandia, dan Rusia baru-baru ini juga telah menandatangani Protokol Peningkatan Kerja Sama Perkeretaapian Tiongkok—Eropa. Saat ini, 27 kota di Tiongkok telah membuka 51 jalur kereta api menuju Eropa, yang bisa mencapai 28 kota di 11 negara Eropa. Ini tentunya mendorong perdagangan di sepanjang jalur yang dilewati kereta tersebut, serta menggenjot pembangunan di berbagai daerah. Indonesia sejak dulu adalah poros penting dalam "Jalur Sutra Maritim". Hubungan "Jalur Sutra" antara Indonesia dan Tiongkok telah berlangsung selama ribuan tahun. Enam abad silam, sang pengelana bahari kenamaan dari Tiongkok, Laksamana Cheng Ho, telah melakukan tujuh kali ekspedisi bahari ke negara-negara Asia dan Afrika. Dalam setiap ekspedisi tersebut, Laksamana Cheng Ho selalu singgah di kepulauan Indonesia. Dari Tiongkok, dia membawa keramik, teh, dan sutra, juga perdamaian dan persahabatan. Sebagian awak kapal Cheng Ho yang berasal dari Tiongkok juga memutuskan untuk menetap di Indonesia. Selain menyebarkan agama Islam, mereka mengajarkan teknik pembuatan tahu serta kue-kue tradisional Tiongkok, dan sebaliknya, mereka juga menerima begitu banyak bantuan dan perlakuan yang bersahabat dari penduduk Indonesia. Perlahan-lahan, para awak kapal dari Tiongkok beserta keturunannya itu pun menjadi bagian dari keluarga besar Indonesia. Bukankah ini adalah bukti nyata dari Semangat Jalur Sutra—"perdamaian dan kerja sama; keterbukaan dan inklusivitas; pembelajaran bersama dan keuntungan bersama"? Pada abad ke-21 ini, Indonesia dan Tiongkok sama-sama mengemban tanggung jawab historis untuk membangun negeri, untuk memajukan perekonomian demi mewujudkan kesejahteraan rakyat masing-masing. Karena itulah, kedua negara patut menyebarkan Semangat "Jalur Sutra", demi mencapai kemajuan melalui kerja sama yang saling menguntungkan. Dalam kurun dua tahun terakhir ini saja, pimpinan kedua negara telah menggelar
4
pertemuan sampai 5 kali. Kedua kepala negara bersepakat bahwa inisiatif "Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21" dari Tiongkok sangat bersinergi dengan strategi pembangunan Indonesia untuk menjadi "Poros Maritim Dunia". Karena itu, kedua kepala negara mencapai kesepahaman untuk mewujudkan strategi pembangunan yang bersinergi secara menyeluruh, juga untuk mewujudkan kerja sama yang mendalam dan nyata, demi memajukan hubungan bilateral dan meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara. Pada tahun 2016, Tiongkok mempertahankan posisi sebagai mitra perdagangan terbesar Indonesia untuk enam tahun berturut-turut. Nilai investasi Tiongkok di Indonesia telah meningkat 324 persen, mencapai US$ 2,7 miliar. Posisi Tiongkok sebagai negara investor terbesar bagi Indonesia juga meloncat dari urutan ke-9 menjadi urutan ke-3. Jika turut diperhitungkan investasi dari Tiongkok yang masuk Indonesia melalui Singapura dan Hong Kong, maka sangat mungkin Tiongkok telah menduduki urutan pertama sebagai negara investor terbesar bagi Indonesia. Lebih dari 1.000 perusahaan Tiongkok telah berinvestasi di Indonesia, sehingga mendatangkan aliran dana, teknologi, dan pengalaman manajerial bagi Indonesia. Investasi ini juga telah menyumbang pemasukan pajak dan menciptakan lapangan kerja, sehingga turut mendorong kemampuan Indonesia untuk berkembang secara mandiri. Jalur kereta api cepat Jakarta—Bandung yang melibatkan investasi Tiongkok akan menjadi jalur kereta api cepat pertama di Indonesia, bahkan di seluruh Asia Tenggara. Ini tentunya akan mengembangkan daerah sepanjang lintasan jalur ini menjadi sebuah zona perekonomian, dan akan memacu laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan dari Daratan Tiongkok ke Indonesia telah mencapai 1,453 juta. Tiongkok telah menjadi negara asal wisatawan asing terbanyak di Indonesia. Dalam dua bulan pertama tahun ini saja, jumlah kunjungan wisatawan dari Tiongkok mencapai 400 ribu, sehingga ada kemungkinan total kunjungan wisatawan Tiongkok akan menembus 2 juta sepanjang tahun 2017. Kedua negara berupaya maksimal demi mewujudkan target Presiden Joko Widodo untuk mendatangkan 10 juta wisatawan Tiongkok dalam periode 2015—2019. Sementara itu, 14 ribu mahasiswa Indonesia saat ini sedang menempuh studi di Tiongkok, dan Tiongkok telah menjadi negara tujuan terbesar ke-2 bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Sepekan lagi, Forum "The Belt and Road" untuk Kerja Sama Internasional akan dibuka. Dalam Forum ini, sekali lagi Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo akan menggelar pertemuan bilateral resmi. Saya percaya, Forum tingkat tinggi kali ini akan membuka lembaran baru kerja sama internasional dalam kerangka OBOR, meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan antara Tiongkok dan Indonesia, yang mengejawantahkan keharmonisan orkestra "angklung". Saya juga meyakini, kedua negara Tiongkok dan 5
Indonesia akan terus mengembangkan Semangat Jalur Sutra, demi tercapainya sinergi antara strategi pembangunan kedua negara, serta kerja sama nyata yang menyeluruh dan mendalam. Semua ini akan menjadi motor penggerak bagi pembangunan di kedua negara, demi tercapainya kesejahteraan rakyat masing-masing, serta demi berkontribusi bagi kemakmuran di tingkat kawasan maupun dunia.
6