Sempat Tak Direstui Ibunda, Karir Model Cantik Asal FH Semakin Bersinar UNAIR NEWS – Berangkat dari keinginan yang kuat sejak kecil untuk menjadi model, kini, prestasi Ayu Maulida dalam dunia modeling semakin bersinar. Berbagai prestasi di bidang model telah diraih mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, tahun angkatan 2015 ini. Dalam perjalanan karir modelnya, Ayu kerap kali mengikuti event bergengsi seperti Jakarta Fashion Week dan Indonesia Fashion Week. Ia juga sempat menjadi salah satu Brand Ambassador salah satu klinik kecantikan dan menjadi icon Surabaya Fashion Parade. “Salah satu kerjaan yang buat aku prestasi adalah saat spring/summer. Saya jadi icon Tangs Plaza Singapore,” ujar Ayu. Tercatat, Ayu pernah memperoleh juara I lomba yang diadakan salah satu klinik kecantikan di Surabaya ketika masih duduk di kelas IX SMP. Ia juga termasuk model yang dipilih desainer Biyan untuk acara “Biyan 30 th Anniversary” ketika duduk di kelas X SMA. Tak dapat dipungkiri, bakat Ayu di bidang model telah terlihat sejak masih usia SD. Ia pernah memperoleh juara ll Lomba Model Hijab Sanggarwati ketika masih kelas V SD. “Dari kecil aku itu pingin banget jadi model. Jadi artis tapi rasanya gak mungkin. Apalagi waktu kecil aku itu tomboy, meskipun aku menyadari bahwa kalau aku tetep punya sisi feminin. Lagian aku kayanya juga gak bakal bisa jadi model karena basic keluargaku juga bukan model, apalagi mama yang muslimnya ketat sekali,” tutur alumnus SMA Trimurti, Surabaya
ini. Sempat tak dapat restu ibu Tak bisa dipungkiri, sebelum karir Ayu seperti saat ini, ia sempat dihadapkan dengan perasaan ragu lantaran latar belakang keluarganya yang bukan dari kalangan model. Ditambah lagi, ibunya yang memiliki background agama sangat kuat, membuat dirinya semakin tidak yakin untuk dapat terjun ke dalam dunia modeling. “Seiring berjalannya waktu, saya sering mendapat tawaran tak terduga dari beberapa agency model yang meminta saya untuk bergabung dalam agency tersebut,” tambah gadis dengan tinggi badan 178 cm ini. Berkat beragam prestasi yang diraih Ayu, orang tua memberikan respon positif karena Ayu mampu menunjukkan kesungguhannya dalam dunia model. Meski demikian, ayu tidak pernah mengesampingkan kewajibannya sebagai mahasiswa. Ia yang masih semester tiga tetap bijak membagi waktu antara kuliah dan karir. Mimpi tidak akan menjadi realita tanpa adanya pengorbanan dan perjuangan. Kalimat tersebut rasanya sangat tepat untuk mewakili sepak terjang Ayu dalam karirnya selama ini. (*) Penulis : Pradita Desyanti Editor : Binti Q. Masruroh
Kaji Sastra Feminis, Alberta
Jadi Wisudawan Terbaik FIB UNAIR NEWS – Alberta Natasia Adji rupanya memiliki minat khusus terhadap kajian sastra feminis. Lihat saja skripsinya “The Sensible Sister Goresees Everything: A Hypertextual Study in Grimm Brother’s The Worn-Out Dancing Shoes and Juliet Marillier’s Wildwood Dancing”, ikut menunjang prestasinya meraih predikat wisudawan terbaik dengan IPK 3,84. Penelitian alumni Sastra Inggris ini mengambil kajian perbandingan antara salah satu dongeng Grimm Bersaudara dan novel Juliet Marillier. Sensibilitas perempuan menjadi sorotan utamanya, karena itu terbukti menjadi kualitas yang penting bagi kaum wanita, terutama dalam menghadapi dunia pratriarkal. Sensibilitas atau kebijaksanaan mendorong wanita untuk senantiasa berkepala dingin, rasional, dan kuat dalam menghadapi apapun alih-alih mengandalkan emosi semata. Lulus lebih cepat dengan waktu 3,5 tahun merupakan prestasi bagi perempuan yang akrab disapa Tasia ini. Saat ini Tasia berstatus sebagai mahasiswa fast track jenjang S2 pada Kajian Sastra dan Budaya, Fakultas Ilmu Budaya UNAIR. Ia mengaku menyelesaikan penelitian skripsinya hanya dalam waktu dua hari, karena sebelumnya bahan-bahan skripsi itu memang telah matang. Selain berprestasi di bidang akademik, Tasia juga punya prestasi pada non-akademik. Dua novelnya telah terbit, yakni Dante dan Youth Adagio. Karir menulisnya dimulai ketika masih di bangku SMA, bahkan pernah dimuat pada Jawa Pos dengan dua cerita pendeknya: Delman Pak Kusno dan Jangan Semudah itu Menyerah. “Saya hobi menulis sejak kecil. Tapi baru serius waktu di SMA,” paparnya. Ia menggemari karya-karya Jonathan Stroud, George R.R. Martin,
J.K. Rowling, Ronald Dahl, Leila S. Chudori, Windry Ramadhina, Judy Blume, Simone Elkeles, Shannon Hale, Suzanne Collins, Anthony Doerr, Juliet Marillier, dan C.S. Lewis. Selain cerita-cerita fantasi, Tasia juga senang membaca karya sastra feminis. Kini, perempuan penghoby membaca, browsing, dan nonton film ini, juga disibukkan dengan mengajar les privat TOEFL. “In the end of the day, you will walk and suffer alone for the sake of your dreams. So, make everything count,” pungkas Tasia. (*) Penulis : Lovita Marta Fabella Editor : Binti Quryatul Masruroh
Fakultas Farmasi Siap Jadikan SDA Indonesia sebagai Ikon Level Dunia UNAIR NEWS – Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia tidak terbantahkan. Ada begitu banyak hasil bumi, pertanian, tanaman, hewan, dan lain sebagainya, yang memiliki keunikan. Kekhasan yang dimaksud, dapat menjadi nilai tawar dalam beragam bidang di level dunia. Kondisi ini dipahami oleh Fakultas Farmasi (FF). Maka itu, fakultas yang berlokasi di kampus B UNAIR ini berkomitmen untuk mengedepankan khazanah kearifan lokal untuk bersumbangsih di ranah farmasi. Baik di tingkat nasional, maupun internasional. Sebab, bahan tradisional diyakini tidak kalah berkualitas dibandingkan bahan baku dari negara lain.
“Kami ingin menjadikan sumber daya alam sebagai ikon. Eksplorasi bahan baku khas Indonesia untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan akan terus dijalankan,” kata Dekan FF Dr. Umi Athiyah, Dra., MS., Apt. saat ditemui UNAIR News di ruang kerjanya. Dia mencontohkan, tim dari FF selalu ikut sdalam penelitian obat malaria, kanker, TBC dan lain sebagainya, yang semuanya berbahan dasar asli Indonesia. Tak hanya itu, penelitian untuk memproduksi obat-obatan atau suplemen berbasis herbal juga terus digiatkan. Para pakar dari FF, kata Ummi, juga ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk urun gagasan dan pemikiran dalam mengembangkan program Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada bagian lain, FF siap menyongsong mimpi UNAIR menjadi World Class University. Bertransformasi menjadi “500 kampus terbaik dunia” memang bukan hal mudah. Namun, tidak mustahil untuk dicapai. Guna meraih predikat tersebut, FF sudah menyiapkan sejumlah strategi. Di antaranya, menguatkan kultur pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang baik. “Kami berprinsip untuk fokus pada proses. Kalau prosesnya bagus, hasilnya pasti memuaskan,” kata Ummi. Dia menjelaskan, selama ini FF sudah berupaya membentuk kultur atau spirit pelayanan prima. Semua elemen di fakultas bersinergi. Sebagai misal, di aspek penelitian. Dosen melakukan komunikasi aktif dengan mahasiswa. Tujuannya, mengarahkan mahasiswa untuk melakukan penelitian yang bermanfaat kongkret di masyarakat. Nantinya, penelitian tersebut bisa dikembangkan lagi oleh dosen yang bersangkutan. Atau, diteruskan oleh mahasiswa itu sendiri bila studi lanjut. Dari proses ini, bakal dilahirkan akademisi yang mahir membuat penelitian aplikatif dan menjawab tantangan zaman. Kemampuan menelaah materi penelitian yang baik, baru akan dicapai melalui sistem pendidikan yang baik. Dan dengan
penelitian yang baik, ditambah pengamatan lapangan yang cermat, pengabdian masyarakat yang tepat sasaran pasti bisa dilaksanakan. “Kami terus membenahi proses dan membangun sistem yang baik. Kalau proses sudah baik, mutu tiga aspek tri dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) yang dijalankan pasti ikut terangkat menjadi kelas dunia,” urainya. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Ikuti Puluhan Kompetisi, Mahasiswa Ini Terus Berprestasi Tanpa Henti UNAIR NEWS – Mahasiswa S-1 program studi Ekonomi Pembangunan Zeqi Mohammad Yasin ini telah menorehkan berbagai prestasi melalui banyak sekali kompetisi. Kompetisi yang sering digeluti ialah kategori akademis seperti lomba karya tulis ilmiah dan debat. Bagi mahasiswa yang akrab disapa Zeqi, keikutsertaannya di berbagai kompetisi memiliki banyak manfaat. Manfaatnya, bisa menjadi bekal kehidupan setelah lulus kuliah, pengalaman berharga, dan menjalin relasi baru. Zeqi menganggap lomba merupakan mood booster bagi pribadinya. Dalam mengikuti lomba, Zeqi tak pernah menargetkan diri untuk menjadi juara. Ia berusaha untuk bersikap realistis dan tidak banyak berharap. Yang penting, adalah memaksimalkan kemampuan diri dengan berusaha yang terbaik. Namun, ia secara rutin
melakukan evaluasi diri usai mengikuti kompetisi. “Setiap lomba tidak ada rasa optimis, justru ada ketakutan ketika terlalu optimis. Jatuhnya nanti kecewa. Intinya, terus berusaha mempersiapkan kekalahan terlebih dahulu,” tutur Zeqi yang juga Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis tahun 2015. Dari sekitar 56 kompetisi yang telah diikuti, lebih dari separuhnya berbuah kemenangan. Pencapaian terbarunya adalah Best Presenter di International Conference Islamic and Financial Inclusion 2017, juara I National Paper Iqtishoduna 2016, dan juara III International Development Student Conference. Lantas, siapa yang menjadi motivasi bagi dirinya dalam mengikuti puluhan kompetisi itu? Zeqi menjawab, rekan-rekan seorganisasinya di Association of Sharia Economic Studies (AcSES) FEB UNAIR dan ibu adalah sosok yang berarti di balik pencapaiannya. Di sela-sela waktu senggang, pria kelahiran 29 September 1995 ini gemar menonton drama Korea. Mulai dari Goblin hingga Descendant of The Sun. Selain itu, Zeqi juga suka bermain badminton. “Niatkan saja semua untuk belajar. Dunia kampus itu gila, pascacampus lebih gila. Meskipun teman-teman sudah sidang, bahkan menikah saya masih menikmati kompetisi. Semua untuk persiapan setelah lulus nanti,” jelas Zeqi yang saat ini sibuk menyelesaikan skripsi.
Penulis : Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Sosok Cahya Arum, Wisudawan Terbaik Fakultas Vokasi UNAIR NEWS – Fokus dengan kegiatan akademik selama menjalani kuliah adalah kiat Cahya Arum Perdana untuk menjadi lulusan terbaik. Usahanya dalam memperhatikan dosen mengajar selama kuliah membuahkan hasil manis. Cahya berhasil didapuk menjadi wisudawan terbaik pada Fakultas Vokasi Universitas Airlangga periode Maret 2016. Selama di UNAIR, ia menjalani kuliah di program studi D-3 Perpajakan. Saat dinyatakan lulus, ia meraih indeks prestasi kumulatif sebesar 3,93. “Saya tidak ada kiat-kiat khusus, tetapi memang kalau sedang kuliah di kelas, saya benar-benar fokus memperhatikan. Jadi, kalau ada ujian, saya tinggal mengulangi materi kuliah yang diberikan dosen,” tutur Cahya. Ditanya mengenai kesibukan semasa kuliah, ia sering mengikuti kegiatan seperti seminar, lomba, dan bekerja secara purna waktu. Pada tahun 2016, ia menjadi peserta seminar Focused Group Discussion ‘Outlook Perpajakan’. Sedangkan, pada tahun 2015, dara kelahiran Sidoarjo ini menjadi finalis ‘Indonesian Spectaxcular Competition’ di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Selama pengerjaan tugas akhir, setiap mahasiswa diploma diwajibkan untuk praktik kuliah lapangan dan membuat laporan tugas akhir. Pada saat itu, ia menjalani praktik di sebuah kantor akuntan publik. “Saya praktik di kantor akuntan publik yang notabene lebih dominan (topik) akuntansi daripada prodi perpajakan. Jadi, ya, saya harus pintar-pintar mencari topik. Kenapa saya magang di kantor akuntan publik? Karena saya ingin belajar lebih banyak. Jadi, saya juga punya ilmu selain pajak,” ujar perempuan
kelahiran 8 Maret 1993. Setelah lulus dari studi diploma perpajakan, ia berencana melanjutkan kuliah pada jenjang strata satu dan meniti karir di Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan. Namun, sebelum ia berhasil menyelesaikan kuliah, ia telah menjadi ‘Junior Auditor Staff and Assitant Tax Consultant’ di salah satu kantor konsultan akuntan publik di Jawa Timur. Selamat, Cahya! Penulis: Defrina Sukma S.
Prof Sukardiman Kecintaannya Farmakognosi
dan pada
UNAIR NEWS – Ada dua unsur dalam pembuatan obat-obatan, yaitu sintesis dan bahan alami. Untuk ilmu yang mempelajarai obatobatan yang berasal dari alam, biasa disebut dengan ilmu Farmakognosi. Prof. Dr. Sukardiman, Apt., MS, merupakan Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR di bidang Farmakognosi tersebut. Dari tiga bahan alam yang dipelajari dibidang ilmu Farmakognosi (Tumbuhan, Hewan, dan Mineral), Sukardiman fokus pada bidang kajian obat yang berasal dari tumbuhan. Sebagai peneliti, Ketua Lembaga Pengembangan Produk Akademik dan Hak Kekayaan Intelektual (LPPA-HKI) UNAIR tersebut telah menghasilkan beberapa produk riset. Diantaranya yaitu, “Komposisi Ekstrak Samiloto dengan Kunyit” yang sudah diuji aktifitas sebagai suplemen untuk kanker payudara pada pasien, dan “Pengembangan Obat Herbal Fraksi Kencur” yang digunakan
untuk kanker lambung ataupun usus besar. Beberapa jurnalnya yang telah di-publish nasional maupun internasional, diantaranya yaitu “Immunohistochemical Study of Curcuma xanthorrhiza Roxband Morindacitrifolia L Ethanolic Extract Granules Combination in High fat Diet Induced Hyperlipidemic Rats” pada tahun 2014, dan “The Role of Ethyl Acetate Fraction of Andrographis paniculata and Doxorubicine Combination To Ward The Increase Apotosis and Decrease of VEGF Protein Expression of Mice Fibrosarcoma Cells” pada tahun 2015. Selain karya ilmiah, Sukardiman juga mengikuti berbagai konferensi internasional, diantaranya yakni, “The International Seminar on Chemopreventive for Health Promotion and Beauty” di Denpasar pada tahun 2010, dan “Seminar international Conference and Exbition on Pharmaceutical Nutraceutical and Cosmetical technology : Formulation and Applications” di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2010. Sukardiman juga mendapatkan beragam penghargaan atas pengabdiannya dibidang penelitian. Diantaranya, Sukardiman diberikan penghargaan “Young Investigator Award” oleh Perhimpunan Dokter Ahli Mikrosirkulasi Asia pada tahun 1999. Selain itu, ia juga ditetapkan sebagai Penyaji Terbaik Hasil Penelitian Ilmu Penelitian Dasar (IPD) oleh DIKTI pada tahun 2004. Selain berprofesi sebagai Ketua LPPA-HKI UNAIR dan dosen, Guru Besar Termuda Farmasi pada tahun 2008 tersebut juga menjadi anggota reviewer penelitian DIKTI sejak 2010 dan Penelitian Binfarkes Kemenkes RI sejak 2013. Selain itu, ia juga menjadi Anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sejak tahun 2010 dan Anggota Bidang Obat Bahan Alam dari Koligeum Ilmu Farmasi Indonesia (KIFI) pada tahun 2016. Disela kesibukannya tersebut, ia juga sempat menghasilkan sebuah karya buku di bidang keilmuannya yang berjudul “Farmakognosi Jilid I” pada tahun 2014.
“Obat itu bagaikan racun dan madu. Kalau terlalu banyak dosisnya, maka obatnya jadi racun. Tentunya, ilmu farmasi yang mampu mengelolanya dari berbagai macam aspek. Termasuk, melakukan pengembangan keilmuan untuk bisa menyiapkan bahanbahan obat paling mutakhir,” kata dia. Sementara itu, bidang kajian farmasi bukan hanya obat-obatan itu sendiri, makanan dan minuman pun juga bisa menjadi fokusnya. Tanggung jawab farmasi sangat besar. Karena, kaitannya dengan nyawa orang. (*) Penulis: Dilan Salsabila Editor: Rio F. Rachman
Teliti Rumah Adat di Flores, Konfridus Jadi Wisudawan Terbaik FISIP UNAIR NEWS – Sa’o Ngaza adalah rumah bagi masyarakat adat Wogo, di Ngadha, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sa’o ngaza bukan hanya sekadar rumah ataupun shelter bagi masyarakat adat Wogo, melainkan juga rumah yang lengkap dengan atribut simbol serta makna, dan merupakan gambaran dari realitas sosial kultural masyarakat adat Wogo. Namun nilai dan makna rumah adat Sa’o Ngaza ini tereduksi seiring dengan perkembangan zaman. Itulah yang disampaikan oleh Konfridus Roynaldus Buku, wisudawan terbaik S-2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Lulus dari prodi S2 Sosiologi ini, Roynaldus meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,76. Realitas
sosial
kultural
Sa’o
ngaza
ini
dibentuk
dari
pandangan kosmologi masyarakat Wogo, yakni dunia bawah (kekuatan gaib), dunia tengah (kehidupan sehari-hari), dan dunia atas (dunia sakral). Melalui Sa’o Ngaza, masyarakat Wogo menjalin relasi dengan dunia atas yang mereka sebut dewa. Sa’o ngaza juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya ritus-ritus keagamaan dan sebagai gambaran tentang tanggungjawab laki-laki dan perempuan. Dalam konteks perubahan sosiokultural, Roynaldus mencatat ada perubahan tentang makna Sa’o ngaza. Pertama, perubahan ritual keagamaan. Kedua, pergeseran tuntutan atas hak dan kewajiban terutama dalam kaitannya dengan hak atas tanah suku yang akhirnya melahirkan konflik perebutan tanah suku. Ketiga, masuknya prinsip kesetaraan mengakibatkan geseran pada praktik sistem kasta masyarakat adat Wogo. “Umumnya, masyarakat adat Wogo saat ini masih menjaga keaslian bangunan Sa’o ngaza, tetapi realitas sosiokultural telah berubah dan bergeser. Ini dipengaruhi oleh perjumpaan dan kontaminasi dengan berbagai produk budaya global,” tutur mahasiswa asal Flores ini. (*) Penulis : Defrina Sukma Satiti Editor : Bambang ES
Mahasiswa Asing Ini Ingin Menjadi Menteri di Madagaskar UNAIR NEWS – “Saya ingin menjadi pengusaha atau Menteri Perikanan dan kelautan di Madagaskar,” ujar Randriamamisoa Heriniaina Olivia atau yang kerap disapa Olivia, mahasisiwi asing UNAIR asal Madagaskar.
Sudah tiga tahun Olivia tinggal di Indonesia. Di tahun 2013 hingga 2014, ia mengikuti program Beasiswa Darmasiswa, program beasiswa dari Pemerintah Indonesia yang dikhususkan bagi siswa dari negara lain yang ingin mempelajari bahasa Indonesia. Olivia mendapatkan kesempatan belajar bahasa Indonesia di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Nampaknya, Olivia tak kesulitan belajar bahasa Indonesia. Terbukti, setelah satu tahun mengikuti program Darmasiswa, Olivia lancar berbahasa Indonesai dan nyaris tidak ada slip of the tongue ketika berkomunikasi. Setelah menyelesaikan program Dharmasiswa, Olivia tak langsung pulang ke negara asalnya. Keinginannya untuk kuliah di Indonesia ia mantapkan dengan mendaftar beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) dengan mengambil program studi S-1 di Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR. Ia lolos seleksi dan resmi tercatat sebagai mahasiswa FPK UNAIR sejak September 2014. “Saya senang sekali bisa berkuliah di sini. Saya menyukai jurusan ini. Sebenarnya di Madagskar ada jurusan ini tapi jauh dari tempat tinggal saya. Kampusnya berada di kota lain,” ujar mahasiswa yang tinggal di Asrama Putri, Kampus C UNAIR ini. Ingin kembangkan potensi laut Madagaskar Mengambil kuliah di FPK UNAIR bukan tanpa alasan. Hidup di negara kepulauan yang kaya akan potensi alam, membuat Olivia ingin turut andil dalam pengembangan kekayaan di negaranya. Selain berkeinginan untuk menjadi pengusaha, Olivia mengaku ingin menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan di Madagaskar. “Ahli perikanan dan kelautan di Madagaskar masih sedikit,” ujarnya. Olivia berharap, bisa lekas menyelesaikan program sarjana dan mendapatkan pekerjan di bidang perikanan dan kelautan di Madagaskar. “Saya ingin pulang, dapat kerjaan dulu di sana.
Setelah itu lanjut S2,” tambahnya. Kepada UNAIR NEWS, Olivia banyak bercerita mengenai kekayaan laut di Madagaskar yang melimpah namun kurang begitu dimaanfaatkan. Ia nampak tak sabar untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk diterapkan di negaranya. Jika cita-citanya tercapai untuk menjadi menteri suatu saat nanti, rasanya ia ingin bekerjasama dengan Indonesia. “Saya kan bisa berbahasa Indonesia. Jadi kemampuan komunikasi dalam bahasa Indonesia saya ini bisa saya gunakan ke depannya. Termasuk bila nanti saya jadi orang sukses, saya ingin menjalin kerjasama dengan Indonesia,” terangnya. Hingga kini, setelah lebih dari dua tahun menjadi mahasiswa UNAIR, Olivia mengaku tak mendapatkan kendala yang berarti. Dengan modal bahasa Indonesia yang ia miliki, Olivia tak ragu untuk berkomunikasi dengan teman sejawatnya menggunakan bahasa Indonesia. Itu membuatnya lebih nyaman dan nyambung. “Cuma kadang saya agak bingung dengan bahasa Jawa kalau teman berbicara. Saya tidak paham,” ujar Olivia sambal meringis. Olivia mengaku, sudah paham menulis dan membaca artikel maupun buku diktat dalam bahasa Indonesia. Ia mengaku kagum dengan karakterisitik orang Indonesia yang menurutnya ramah dan suka tersenyum. Kehangatan yang ia dapatkan di lingkungan kuliah maupun asrama, membuatnya merasakan memiliki rumah kedua. Ia juga mengaku, selama berkuliah di UNAIR, ia sangat terbantu dengan rekan-rekan dan staf di International Office and Partnership (IOP). “Dosen dosen di sini baik sekali, semua teman mengerti saya. Jika saya ada yang tidak mengerti, mereka membantu saya hingga mengerti. Itu berarti sekali untuk saya,” ungkapnya. (*) Penulis : Faridah Hariani Editor : Binti Q. Masruroh
Ririn Probowati, Rela PP Jombang-Surabaya Raih Wisudawan Terbaik S3 FKM UNAIR NEWS – Usaha keras Dr. Ririn Probowati, S.Kp, M.Kes dengan berangkat jam 03.00 pagi dan pulang jam 22.00 (jam 10 malam) dari Jombang ke Surabaya tidaklah sia-sia. Jerih payahnya selama menempuh studi doctoral itu akhirnya terbayar dengan menyabet predikat sebagai wisudawan terbaik. Perempuan kelahiran Banyuwangi 15 Juli 1965 ini, dalam disertasinya mengangkat judul “Model Keperawatan Roleattainment Ibu Bekerja dengan pendekatan Self Efficacy Dalam Kompetensi Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi”. Baginya, penelitian tersebut diangkat untuk memberikan gambaran mengenai cara untuk mengurangi angka kematian bayi baru lahir. “Penelitian ini saya lakukan agar penelitian dapat berkontribusi menurunkan angka kematian bayi baru lahir dan meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir,” jelasnya. Selama menempuh studi S3, perempuan yang tinggal di Sumobito, Jombang ini menturkan bahwa ia kerap menjadi pembicara di berbagai konferensi internasional, baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. “Saya pernah menjadi pembicara dalam International Conference di Makassar, Malaysia, dan Bandung,” paparnya. Selain kuliah, Ririn juga aktif dalam organisasi PKK di Pemerintah Kabupaten Jombang, pada Penjamin Mutu Asosiasi Instititusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) regional Jawa
Timur, dan berbagai organisasi serta forum kemasyarakatan lainnya. Baginya, untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi diperlukan sikap iklas, motivasi tinggi untuk menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, giat, dan rajin. ”Memiliki prinsip itu penting, yaitu untuk mengerjakan tugas dengan tepat waktu, membagi waktu antara belajar, bekerja, dan menjadi ibu, serta bersosial,” jelasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Studi Maskulinitas untuk Ciptakan Tatanan Gender yang Egaliter UNAIR NEWS – Secara spesifik, Dra. Nur Wulan, M.A., PhD menaruh perhatian pada bidang studi maskulinitas, atau normanorma kelelakian. Studi kelelakian mempelajari konsep kelelakian dalam masyarakat, dan representasinya dalam sastra. Representasi maskulinitas dalam sastra yang ia kaji khususnya mengacu pada sastra anak dan remaja. Bagi Wulan, sapaan akrabnya, konsep maskulinitas dan sastra anak dan remaja adalah dua hal yang penting. Sastra anak biasanya dikaitkan dengan peran sebagai sarana untuk mendidik. Sedangkan sastra untuk orang dewasa, memiliki misi yang lebih dari sekadar mendidik, yakni bisa jadi untuk mendobrak sebuah norma maupun menawarkan nilai yang bersifat subversi. Pada umumnya, apa yang ada dalam sastra anak dan remaja merefleksikan norma yang dianggap lebih ideal oleh sebuah
masyarakat. Studi ini Wulan pilih sebab tidak banyak studi membahas maskulinitas. “Umumnya, studi gender dibahas selama ini adalah studi feminisme keperempuanan. Sementara studi mengenai bagaimana laki-laki dalam sastra sangat minim,” ujar Wulan.
gender yang yang banyak atau norma representasi
Untuk itu, riset studi S-3 di Universitas Sydney yang ia tulis, mengambil topik konsep maskulinitas dalam sastra untuk anak dan remaja di Indonesia. Dalam dunia akademik tingkat global, pembahasan maskulinitas berkembang sekitar tahun 1980, dengan pelopor tokoh-tokoh dunia bagian utara. Sehingga, sumber-sumber mengenai studi maskulinitas bersumber pada penelitian mengenai laki-laki di Barat. “Di
Indonesia,
studi
ini
belum
banyak
diproduksi.
Ini
kesempatan yang masih luas karena belum banyak dieksplor dan membantu kita untuk memahami mengenai bagaimana laki-laki di Indonesia,” ujar dosen yang mengambil program magister di Universitas Auckland ini. Untuk menunjang kepakarannya, Nur Wulan mengikuti dua asosiasi skala internasional yaitu American Men’s Studies Association dan Inter Asia Cultural Studies Consortium. Di sana, ia memiliki banyak kesempatan untuk bertukar pikiran dengan akademisi dengan rumpun keilmuan yang sama dari berbagai belahan dunia. Sebagian besar yang ikut dalam asosiasi tersebut adalah orang-orang dari belahan dunia utara. “Saya memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi memberikan pemahaman kepada akademisi di dunia mengenai maskulinitas, agar pengetahuan mengenai maskulinitas lebih beragam dan imbang. Tidak hanya didominasi maskulinitas Barat,” ungkapnya. Dengan bergelut pada studi ini, Wulan memiliki keinginan untuk
memperluas horizon pengetahuan masyarakat tentang maskulinitas dan feminitas agar imbang. Sebab selama ini, apa yang yang bersumber dari Barat lebih sering dianggap sebagai nilai yang universal. Padahal, banyak hal yang tidak universal tapi dianggap universal karena yang memproduksi adalah orang Barat. Wulan berharap, studi maskulinitas di Indonesia bisa berkembang dan bisa memberi pemahaman mengenai konsep kelelakian. Dengan demikian laki-laki bisa lebih sadar bahwa untuk menjadi laki-laki sejati tidak harus straight, rasional, dan dominan. Agar ada sinergi antara laki-laki dan perempuan. “Studi gender masih banyak berkutat mengenai feminis dan keperempuanan. Sebetulnya, mempelajari maskulinitas studies itu sangat penting untuk menciptakan tatanan gender yang lebih egaliter. Karena selama ini yang dipelajadi dalam studi jender kan perempuan, feminisme. Laki-laki punya peran penting untuk mendukung gender order yang lebih egaliter,” tambahnya. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan