SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011 DESAIN MIKROSTRUKTUR NANOTITANIA DARI BAHAN TITANIUM TRIKLORIDA Posman Manurung, Pascoli Hanes, Indra Pardede, Ade Fathurohman dan Hasting Simbolon Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung ABSTRAK Telah dilakukan sintesis nanotitania (TiO2) dengan metode sol-gel menggunakan campuran titanium triklorida (TiCl3) dan natrium hidrokarbonat (NaHCO3). Desain mikrostruktur dilakukan dengan cara mengatur laju pengendapan TiCl3 masing-masing pada 3,33; 2,00; 1,43; 1,11; 0,91; dan 0,77 ml/jam. Karakterisasi dilakukan dengan difraksi sinar-X dan mikroskop elektron. Struktur yang diperoleh adalah anatase yang masih didominasi fasa amorf sebagaimana sampel hanya dikalsinasi pada temperatur 550 oC. Mikrostruktur titania semakin homogen dan halus seiring dengan lambatnya laju pengendapan TiCl3. Hal ini bisa dipengaruhi oleh diameter butiran koloid titania yang terjadi melalui dinamika Brown. Dengan laju pengendapan tersebut diperoleh diameter butiran titania berkisar 80-100 nm. Kata kunci: Nanotitania, Laju pengendapan, Sol-gel, Mikrostruktur.
PENDAHULUAN Pengembangan bahan titania akhir-akhir ini telah banyak dilakukan hingga pencapaian sekala nanoteknologi berkaitan dengan manfaatnya sebagai bahan fotokatalis. Fotokatalis ini diketahui melibatkan cahaya dalam aplikasinya, sehingga bahan ini dapat menguraikan molekul-molekul seperti air, limbah pabrik, dan perwarna tekstil melalui reaksi oksidasi dan dapat menghasilkan gas hidrogen melalui reaksi reduksi (Ricci and Maretti, 2003; Tjeos, et al., 2004). Sifat fotokatalis juga dimiliki oleh bahan oksida dan komposit oksida seperti titania, titania-silika, tenorit-zirkonia dan ferit-silika (Sahaym dan Norton, 2008). Titania memiliki kemampuan katalis yang baik jika memiliki struktur kristal anatase (Balachandaran, et al., 2010) karena lebih aktif dibandingkan struktur lainnya seperti brokit dan rutil (Howard, et al., 1992). Bahan titania dapat dibuat melalui proses sol-gel dan fasa anatase akan lebih banyak konsentrasinya pada ISBN 978-979-8510-34-2 Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29-30 November 2011 “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
BAGIAN I
temperatur 500oC (Bakardjieva, et al., 2006). Selain temperatur rendah, metode sol-gel pada umumnya relatif lebih murah dan lebih homogen (Petrovic, et al., 2001) daripada metode lainnya, seperti reaksi padatan dan metode peleburan (Amista, et al., 1995; Kurama and Kurama, 2006).
Dalam metode sol-gel,
pembentukan titania sol dapat diperoleh dari bahan awal (prekursor) berupa larutan logam alkosida seperti, titanium butoksida, titanium isopropoksida, larutan titanium triklorida, dan titanium tetraklorida atau TiCl4 (Sun, et al., 2004). Bahan TiCl3 dan TiCl4 sangat mudah bereaksi dengan oksigen dengan membentuk titania secara langsung dalam waktu yang relatif lama. Akan tetapi penggunaan bahan titania yang lebih efektif pada temperatur kamar adalah TiCl3 walaupun pembentukkan koloid titania dari TiCl3 akan cenderung lebih sedikit bila dibandingkan TiCl4 (Cassaignon, et al., 2007). Metode sintesis cara sol-gel nanotitania dipengaruhi oleh laju pengendapan prekursor. Melalui laju pengendapan yang sangat lambat akan memberikan peluang untuk membentuk suatu jaringan polimer (gel/koloid) yang sangat kecil sehingga berguna sebagai media terjadinya difusi akibat pergerakan partikelpartikel sol melalui dinamika Brown atau gelasi. Jadi laju pengendapan memberi peluang untuk menghasilkan partikel-partikel tunggal yang sangat amat kecil. Sebagai konsekuensinya akan memberi peluang menghasilkan sekala nano titania.
METODE PENELITIAN Sintesis titania dilakukan dengan metode sol-gel pada perbandingan mol TiCl3 15% dan sol NaHCO3 4% (Merck) sebesar 0,026:5,6. Larutan NaHCO3 disiapkan dengan cara melarutkan 8 g NaHCO3 ke dalam 100 ml aquabides. Kemudian NaHCO3 diteteskan dengan TiCl3 sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet tetes yang berukuran 1 ml sambil diputar menggunakan pemutar magnetik. Pengontrolan penetesan atau laju pengendapan TiCl3 dapat dilihat dalam Tabel 1. Sampel akan berbentuk gel/koloid basah dengan keadaan yang lebih homogen apabila dijenuhkan selama 24 jam. Dengan keadaannya yang terisi banyak air, semua sampel tersebut perlu dibentuk ke dalam bentuk padatan yang berupa
582
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
BAGIAN I
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
bubuk titania, yakni dengan cara melakukan penyaringan dengan kertas saring selama 24 jam, dan membilasnya dengan larutan oksidator kuat (bayclin) yang hangat, serta melakukan proses pengeringan dengan temperatur 100 oC selama 12 jam dalam oven pengering. Langkah terakhir adalah menghomogenkan semua partikel/bubuk melalui proses grinding lalu dipelet. Tabel 1. Formulasi sampel sebagai fungsi laju penambahan TiCl3. Sampel T-1 T-2 T-3 T-4 T-5 T-6
Laju penambahan TiCl3 (ml/jam) 3,33 2,00 1,43 1,11 0,91 0,77
Waktu stir (jam) 3 5 7 9 11 13
Analisis fasa yang terbentuk pada bahan yang telah dikalsinasi dilakukan dengan mesin difraksi sinar-X (XRD) Shimadzu 610. Kondisi operasi: radiasi Cu Kα ( = 1,54506 Å) dihasilkan pada 30 kV dan arus 30 mA. Pola XRD dikoleksi pada suhu kamar dalam selang 10-80°. Analisis struktur mikro (SEM) dilakukan dengan mikroskop elektron JEOL JSM-6360LA.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Titania Untuk mengamati kehadiran fasa pada sampel dilakukan metode pencocokan antara data dan pangkalan data yang ada pada perangkat lunak PCPDFWIN 1997. Pada penelitian ini, karakterisasi XRD hanya dilakukan pada sampel T-2 dan T-5 dengan alasan bahwa ada kemiripan di antara sampel karena dipreparasi dari bahan yang sama, dikalsinasi pada temperatur yang sama (550 oC) dan metode yang sama. Hasil XRD kedua sampel disajikan pada Gambar 1. Difraktogram sampel T-2 memiliki fasa anatase yang ditunjukkan pada tiga intensitas tertinggi dengan sudut 2θ sebesar 32,023, 45,744, dan 25,584. Hal yang sama terjadi pada sampel T-5 dengan intensitas yang berbeda. Dari segi perbedaan intensitas ini dapat diketahui bahwa tingkat kekristalan sampel T-2
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
583
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
BAGIAN I
lebih banyak daripada sampel T-5. Dari hasil pencocokan antara data dan pangkalan data dapat dikatakan bahwa sampel adalah fasa anatase dengan nomor PDF 21-1272 (Natl. Bur. Stand, 1969). Jadi sampel adalah fasa anatase yang masih banyak didominasi fasa amorf dengan tingkat kristalinitas yang sangat rendah. Ciri khas amorf akan menampilkan difraktogram berlatarbelakang dari tinggi pada sudut awal menjadi rendah (Cullity, 1978).
Gambar 1. Difraktogram sampel T-2 dan T-5. Keterangan a = fasa anatase. Panjang gelombang yang digunakan (λ) sebesar 1,54056 Å.
Selanjutnya difraktogram sampel T-2 dihaluskan datanya dengan metode Rietveld memakai perangkat lunak Rietica versi 1.7. Metode Rietveld merupakan suatu pemodelan pendekatan difraktogram yang didasarkan pada perbandingan pola difraksi yang terukur (data hasil difraksi sinar-X) terhadap data yang terhitung dari suatu kristal yang strukturnya telah diketahui melalui proses kuadrat terkecil iterasi Newton-Raphson (Hunter, 2001). Hasil penghalusan T-2 ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil penghalusan sampel T-2. Data difraktogram berwarna hitam, merah = model, biru = sudut puncak difraksi dan hijau = selisih model dengan data.
584
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
BAGIAN I
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
Gambar 2 menunjukkan sampel T-2 adalah fasa anatase dengan Goodness of Fitting (GOF) atau χ2 sebesar 1,3. Nilai GOF ini sudah cukup baik karena nilai yang terbaik untuk GOF ≤ 4 (Kisi, 1994). Model yang dipakai untuk menghaluskan data adalah Howard, et al., (2002). Analisis Mikrostruktur Nanotitania Mikroskop elektron merupakan suatu alat ulas morfologi permukaan dengan bantuan detektor backscattering electron (BSE) dan secondary electron (SE). Permukaan sampel titania T-1, T-2, T-5, dan T-6 yang diulas permukaannya dapat dilihat pada Gambar 3.
T-1
T-5
T-2
T-6
Gambar 3. Foto SEM sampel T-1, T-2, T-5, dan T-6. Sekala berupa tanda garis pada foto menunjukkan panjang 0,5 m. Dalam Gambar 3, terlihat jelas bahwa morfologi permukaan sampel T-2, T-5, dan T-6 sudah menunjukkan besar butiran titania dalam sekala nanometer. Dari beberapa contoh butiran yang diambil, diameter butiran titania berkisar dari 80 sampai dengan 100 nm. Besar butiran T-2 dan T-5 secara rata-rata memiliki diameter sebesar 80 nm dan sampel T-6 memiliki diameter rata-rata sebesar 100 nm. Sampel T-5 dan T-6 memberikan indikasi besar butiran yang relatif lebih homogen dan kecil dari sampel lainnya. Hal ini menandakan bahwa preparasi sampel dengan laju yang lebih lambat memberikan besar butir yang lebih kecil
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
585
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
BAGIAN I
dibandingkan dengan laju preparasi yang cepat. Dari sini dapat dikatakan bahwa pengaturan laju pengendapan TiCl3 dapat memberikan pengaruh pada besar butiran yang diperoleh.
Selain dari ukuran diameter butiran tersebut, pada
Gambar 3 terlihat juga tingkat kehomogenan setiap butiran-butiran yang tersebar di permukaan bahan. Keseragaman itu dapat terlihat dari berkurangnya jumlah pori pada permukaan sampel T-6. Sampel inilah yang menghasilkan permukaan yang lebih homogen daripada sampel T-2 dan T-5 walaupun diameter butirnya lebih besar daripada T-2 dan T-5. Dari proses sol-gel ini, ternyata laju pengendapan (laju penetesan) TiCl3 sangat berpengaruh terhadap hasil morfologi titania. Dengan demikian, semakin lambat laju pengendapannya maka semakin kecil dan juga semakin homogen butiranbutiran yang diperoleh. Kenyataan ini sangat bersesuaian dengan fenomena dinamika Brown yang diajukan oleh Einstein, 1905.
KESIMPULAN Desain mikrostruktur nanotitania dapat disintesis melalui metode sol-gel dengan bahan awal TiCl3 dan NaHCO3. Nanotitania tersebut mempunyai fasa struktur anatase yang masih didominasi bahan amorf. Laju pengendapan berpengaruh pada tingkat kekristalan bahan
dan mikrostruktur
yang diperoleh. Pembentukan
nanopartikel titania mulai terjadi pada sampel T-2 sampai T-6 dengan laju penambahan TiCl3 dari 2 hingga 0,77 ml/jam. Ukuran nanotitania yang lebih kecil terjadi pada sampel T-5 dan T-6 dengan penyebaran butiran yang lebih homogen pada sampel T-6.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucakna terimakasih kepada Unila yang berkenan mendukung dana penelitian ini melalui DIPA FMIPA Universitas Lampung, tahun anggaran 2011.
586
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
BAGIAN I
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
DAFTAR PUSTAKA Amista, P., Cesari, M., Montenero, A., Gnappi, G., and Lan, L. 1995. Crystallisation Behaviour in the System MgO-Al2O3-SiO2. Journal NonCrystalline Solid, Vol. 192, pp 529-533. Bakardjieva, S., Stengl, V., Szatmary, L., Subrt, J., Lukac, J., Murafa, N., Niznansky, D., Cizek, K., Jirkovsky, J. and Petrova, N. 2006. Transformation of Brookite-Type TiO2 Nanocrystals to Rutile: Correlation Between Microstructure and Photoactivitty. J Mater Chem, Vol. 16. pp 1709-1716. Balachandaran, K., Venckatesh, R., and Sivaraj, R. 2010. Synthesis of Nano TiO2SiO2 Composite Using Sol-Gel Method: Effect on Size Surface Morphology and Thermal Stability. Journal of Engineering Science and Technology, Vol. 2, 8, pp 3695-3700. Cassaignon, S., Koelsch, M. and Jolivet, J.P. 2007. From TiCl3 to TiO2 Nanoparticles (Anatase, Brookite, and Rutile): Thermohydrolysis and Oxidation in Aqueous Medium. Journal of Physics and Chemistry of Solids, Vol. 68, pp 695-700. Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. California. pp 105. Einstein, A. 1905. Investigations on the Theory of Brownian Movement. Dover. New York, USA. pp 18. Howard, C. J., Sabine, T. M., and Dickson, F. 1992. Structure and Thermal Parameters for Rutile and Anatase. Acta Cryst, Vol. 47, pp 462-468. Hunter, B.A. 2001. Rietveld Analysis Using a Visual Interface. ANSTO Neutron Scattering. PMB 1, Menai, N.S.W. 2234. Australia. pp 1. Kisi, E.H. 1994. Rietveld Analysis of Powder Diffraction Pattern. Material Forum. pp 135-153. Kurama, S. and Kurama, H. 2006. The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordierite Ceramic. Ceramic International. pp 1-4. Natl. Bur. Stand (US). 1969. Monogr.25.7, 82 and 83. Petrovic, R., Janaclovic, D., Bozovic, B., Zee, S. and Gvozdenovic, L. K. 2001. Densification and Crystallisation Behaviours of Colloidal Cordierite Type Gels. Journal Sebian Chelmical Society. Vol. 66. pp 335-343. Ricci, C. M. N. and Maretti, L. 2003.TiO2-Promoted Mineralization of Organic Sunscreens in Water Suspension and Sodium Dodecyl Sulfate Micelles. Photochem. Photobiol. Sci, Vol. 2, pp 487–92. Sahaym, U and Norton, M. G. 2008. Advances in the Application of Nanotechnology in Enabling A “Hydrogen Economy”. Journal of Materials Science. Vol. 43(16). pp 5395–5429.
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
587
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV “Peran Strategis Sains & Teknologi dalam Membangun Karakter Bangsa“
BAGIAN I
Sun, X., Xie, J., Zhang, H. and Huang, J. 2004. Various Silyl-substituted Cyclopentadienyl Titanium Complexes [CpSi(CH3 )2X] TiCl3 As Catalysts For Syndiotactic Polystyrene. European Polymer Journal, Vol. 40. pp 1651-1657. Tjeos, M., Buono, G. E., Diaz, F. R., Valle, M. A. D. and Palomares, J. 2004. Direct Photodepotition of Nanostructured TiO2 Thin Films from BDiketonate Complexes, and Their Photocatalytic Behaviour. Journal of the Chilean Chemical Society, Vol 49(4), pp 297-301.
DISKUSI SEMINAR 1. Simon Sembiring, Ph. D Pertanyaan : 1. Dari mana kita tahu bahwa sampel yang terbentuk adalah fasa anatase (TiO2)? Jawaban : Difraktogram sinar-X sampel telah menunjukkan keyakinan bahwa sampel mengandung fasa anatase (Natl. Bur. Stand US. 1969) sekalipun masih didominasi fasa amorf. Amorf itu terjadi karena sampel masih dikalsinasi pada suhu 550C. Jadi anatase dan rutil belum terbentuk secara sempurna. 2.
Kenapa sampel T-1 sampai T-6 berbeda mikrostrukturnya? Jawaban : Sebagaimana diketahui seseorang dapat mendesain mikrostruktur suatu bahan melalui berbagai cara seperti metode pembentukan dan perbandingan komposisi. Dalam penelitian ini laju pengendapan ternyata dapat memberikan tampilan mikrostruktur yang berbeda satu dengan yang lain sekalipun bahannya sama.
3.
Apakah sampel T-2, T-5, dan T-6 sudah termasuk nanoskala? Jawaban : Ya, karena batasan diameter butiran-butiran titania dan titania-silika yang terukur mulai dari 0,1 cm sampai 0,2 cm dalam skala 0,5 m (Gambar SEM) dapat dikonversikan ke ukuran diameter yang sebenarnya, yakni sebesar 50-100 nm.
588
Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011