PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH 30 JUNI 2011
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
Editor : Anto Rimbawanto Budi Leksono AYPBC Widyatmoko
BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Jl. Palagan Tentara Pelajar km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582 Telp. (0274) 895954, Fax. (0274) 896080, Email :
[email protected]
PROSIDING INI DITERBITKAN OLEH : BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Editor : Dr. Anto Rimbawanto Dr. Budi Leksono Dr. AYPBC Widyatmoko
Redaksi Pelaksana : Ir. Edy Subagyo, MP Ir. Dyah Nurhandayani, M.Sc Nana Niti Sutisna, S.IP Maya Retnasari, A.Md M. Nurdin Asfandi, A.Md
Hak Cipta oleh BBPBPTH Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotokopi, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau keperluan non komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya, seperti berikut : Untuk sitiran seluruh buku, ditulis : Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih, Tema : Peran Sumber Benih Unggul Dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon, 30 Juni 2011. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta. Untuk sitiran sebagian dari buku, ditulis : Nama Penulis dalam Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih, Tema : Peran Sumber Benih Unggul Dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon, 30 Juni 2011. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta. Halaman….
ISBN : 978-979-3666-13-6
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582 Telp. (0274) 895954, Fax. (0274) 896080, Email :
[email protected] Sumber foto cover : Fakultas Kehutanan UGM, Dirjen BPDAS PS, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Yogyakarta, PT. Arara Abadi
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
KATA PENGANTAR Kualitas benih memainkan peranan penting dalam pembangunan hutan tanaman, sehingga pembangunan sumber benih unggul sangat mendesak untuk segera diwujudkan. Sampai saat ini keinginan para pihak untuk menanam jenis tanaman hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dalam rangka upaya rehabilitasi hutan dan lahan masih dibatasi oleh ketersediaan benih berkualitas.
Oleh karena itu pembangunan sumber benih unggul dalam skala luas tentu saja akan menjawab tantangan tersebut. Penggunaan benih berkualitas dalam melakukan rehabilitasi hutan dan lahan dibarengi dengan pemeliharaan yang cukup memadai tentu akan menghasilkan tegakan berkualitas di masa akan datang. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mendukung program tersebut sangat diperlukan agar dapat memenuhi keberhasilan penanaman satu milyar pohon.
Semoga prosiding ini dapat memberikan gambaran dan manfaat mengenai kebijakan dan kemajuan dalam pembangunan sumber benih unggul di Indonesia.
Kepala Balai Besar,
Dr. Ir. Amir Wardhana, M.For. Sc NIP.19570530 198303 1 002
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….
v
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN PADA SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH……………………………………
vii
RUMUSAN………………………………………………………………………………..
xi
MAKALAH Kebijakan Badan Litbang Kehutanan Dalam Pembangunan Sumber Benih Dan Status Pemuliaan Tanaman Hutan Saat ini……………………………………………
3
Aspek Ilmiah Pembangunan Sumber Benih Untuk Mendukung Kebijakan Penanaman Satu Milyar Pohon...............................................................................
37
Kebijakan Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Seed Center Kehutanan…….…
45
Pengalaman Penggunaan Benih Unggul dalam Pertanaman HTI Acacia crassicarpa di PT. Arara Abadi, Sinar Mas Forestry Riau……………………….…...
59
Kebijakan Sumber Benih Dan Potensi Kebutuhan Benih Untuk Mendukung Penanaman Satu Milyar Pohon…………………………………………………………
67
LAMPIRAN Daftar Acara……………………………………………………………………………….
80
Daftar Hadir………………………………………………………………………………..
81
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
v
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEMENTRIAN KEHUTANAN PADA ACARA SEMINAR NASIONAL “PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON”
Assalamu’alaikum warakhmatullah wabarakatuh Yang saya hormati Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Dirjen BPDAS PS, Kepala UPT Badan Litbang Kehutanan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, Para Peneliti serta Undangan yang berbahagia,
Salam sejahtera bagi kita semua Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Pencipta alam semesta beserta seluruh sumberdaya yang berada di atas dan di dalamnya, atas ridho dan rahmatNya, hari ini kita dapat berkumpul bersilaturahmi untuk menghadiri acara Seminar Nasional dengan
judul
“PERAN
SUMBER
BENIH
UNGGUL
DALAM
MENDUKUNG
KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON”.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Salah satu kebijakan Menteri Kehutanan yang telah diimplementasikan dalam tiga decade terakhir adalah rehabilitasi hutan dan lahan. Kebijakan yang dituangkan dalam Permenhut Nomor 21/Menhut-II/2010 tanggal 5 Mei 2010 tentang Panduan Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees/OBIT) mempunyai tujuan agar semua stakeholder yang terdapat di pusat maupun daerah dapat bersinergi dalam mendukung program rehabilitasi hutan. Target program ini pada tahun 2011 adalah penanaman 1,5 M pohon. Untuk mendukung target tersebut saat ini didapati adanya keterbatasan penyediaan bibit, dari perhitungan kemampuan pemenuhan bibit yang dapat disediakan ± 50 juta bibit, sehingga perlu diupayakan pemenuhan kebutuhan bibit yang dihadapi.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
vii
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Program pembangunan hutan tanaman ke depan, termasuk dalam implementasi program penanaman satu milyar pohon harus secara bertahap menggunakan benih bermutu dan akhirnya menggunakan benih unggul. Selama ini, penanaman yang dilakukan masyarakat masih belum menggunakan benih unggul hasil pemuliaan. Hal ini bisa dimaklumi karena sumber benih yang menghasilkan benih unggul belum tersedia luas dan jumlahnya pun belum memadai. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya pembangunan sumber benih di seluruh Indonesia, sehingga gerakan penanaman dan pemeliharaan pohon sebagai program rehabilitasi hutan dapat mewujudkan hutan Indonesia yang berfungsi secara ekologis, social maupun ekonomis. Badan Litbang Kehutanan diharapkan menjadi ujung tombak dalam kegiatan pembangunan sumber benih untuk menghasilkan benih unggul sebagai pendukung program penanaman satu milyar pohon pada tahun 2010, pada kurun waktu 5-20 tahun kedepan. Melalui keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor SK.4/VIII/P3PPH/2011 tanggal 28 Januari 2011, telah diterbitkan Pedoman teknis Pembangunan Sumber Benih untuk Mendukung Program Pembangunan Kehutanan. Pedoman teknis pembangunan sumber benih ini merupakan panduan umum untuk membangun sumber benih unggul secara bertahap oleh UPT Badan Litbang Kehutanan. Dengan pembangunan sumber benih, diharapkan UPT lingkup Badan Litbang Kehutanan dapat berperan dalam menyediakan benih unggul secara bertahap yang dikembangkan dari benih bermutu serta memberikan fasilitas teknis kepada para pihak dalam pembangunan sumber benih.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Badan Litbang Kehutanan mempunyai 15 UPT yang tersebar di seluruh Wilayah Indonesia, dimana masing-masing UPT mempunyai target pembangunan 4 sumber benih selama tahun 2010 sampai dengan 2014. Pemilihan jenis harus mempertimbangkan faktor nilai ekonomis, jenis tersebut meliputi 3 jenis unggulan lokal serta 1 jenis yang terancam punah. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2014, sudah terbangun 60 sumber benih yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai contoh, saat ini Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan di Yogyakarta yang merupakan UPT di Badan Litbang Kehutanan sudah mempunyai ± 54 Ha Sumber Benih Unggul dari berbagai jenis seperti Akasia, Araucaria, viii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Merbau, Jati, Jabon, Nyamplung, Sengon, Suren, Kayu Putih, Pulai dan Kaliandra. Pembangunan sumber benih juga sudah dilakukan oleh seluruh UPT di Badan Litbang Kehutanan, sehingga diharapkan pada kurun waktu 5-10 tahun mendatang sumber benih tersebut sudah berproduksi dan bersertifikat. Disamping itu Badan Litbang Kehutanan juga menjadi pendukung dalam program pembangunan persemaian modern yang di tempatkan di 3 UPT Badan Litbang yaitu BPK DAS Solo mewakili regional Jawa, BPK Palembang mewakili regional Sumatera dan BPK Bajarbaru mewakili regional Kalimantan. Dengan demikian diharapkan pemenuhan kebutuhan bibit dengan menggunakan benih unggul yang ditunjang dengan fasilitas persemaian yang memadai akan terwujud.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Pembangunan sumber benih di seluruh Indonesia untuk
mendukung program
pembangunan hutan secara umum dan program Penanaman Satu Milyar Pohon Indonesia secara khusus menjadi tanggungjawab bersama instansi terkait di dalam Kementerian Kehutanan baik di Pusat maupun di daerah (UPT), Dinas Kehutanan, BUMN, sektor swasta kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat seluruhnya dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Badan Litbang Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta siap melakukan supervise kepada pihak-pihak terkait yang akan melaksanakan pembangunan dan pengembangan sumber benih. Untuk itu, kami sangat berharap hasil dari Seminar Nasional dengan Tema “ PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON” akan memberikan informasi dan strategi-strategi guna menyediakan benih yang bermutu secara cepat dan tepat. Semoga upaya yang kita lakukan ini mendapat ridho Allah SWT dan memberikan manfaat bagi kita semua. Terimakasih, Wassalamu’alaikum warakhmatullah wabaraakatuh
Kepala Badan Litbang Kehutanan
Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc NIP. 19560929 198202 1 001 PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
ix
RUMUSAN Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih dengan tema “Peran Sumber Benih Unggul dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon”, dilaksanakan tanggal 30 Juni 2011 di Hotel Inna garuda Yogyakarta. Berdasarkan pemaparan materi keynote speech dari Bapak Menteri Kehutanan dan pemaparan para pakar serta diskusi yang berkembang dari peserta seminar nasional, maka hasil seminar nasional dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Kebijakan Kementerian Kehutanan melalui Gerakan Menanam termasuk penanaman satu milyar, ditujukan untuk menumbuhkan budaya menanam pada masyarakat, menghijaukan bumi Indonesia sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan program tersebut perlu didukung berbagai factor termasuk ketersediaan benih unggul untuk meningkatkan kulaitas pohon yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan pembangunan sumber benih unggul dari jenis-jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, dan mudah diperoleh dalam jumlah yang mencukupi. 2. Sumber benih yang telah tersedia saat ini lebih dari 10 ribu ha yang sebagian besar (92%) adalah dari klasifikasi sumber benih TBT, TBS dan APB, sedangkan sumber benih unggul (TBP, KBS, KBK, KP) hanya sebesar 8%. Oleh karena itu diperlukan peningkatan ketersediaan sumber benih unggul yang telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas hutan tanaman yang dihasilkan. 3. Badan Litbang Kehutanan sebagai pemegang mandate ilmiah (scientific authority) mendapat tugas untuk melakukan penelitian dan menyediakan teknologi pengadaan sumber benih unggul dari jenis-jenis yang sesuai dan dapat meningkatkan nilai tambah produk tanaman yang dihasilkan untuk mendukung program gerakan menanam Kementerian Kehutanan. 4. Sebagai wujud dalam menyediakan sumber benih unggul, Badan Litbang Kehutanan telah memprogramkan pembangunan sumber benih di 15 UPT, masing-masing dengan 3 jenis unggulan local dan 1 jenis yang terancam punah. 5. Untuk efisiensi dan efektivitas pembangunan sumber benih unggul perlu dibuat Grand design pembangunan sumber benih oleh tim yang berasal dari lintas eselon I Kementerian Kehutanan terkait (Ditjen BPDASPS, Ditjen BUK, Ditjen PHKA, Badan Litbang Kehutanan). 6. Diperlukan pusat benih atau seed centre tanaman hutan di setiap daerah untuk memberikan layanan informasi, sosialisasi dan diseminasi serta pengembangan komoditas unggulan dalam menunjang keberhasilan gerakan menanam di daerah PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
xi
tersebut. Seed centre dapat diinisasi secara bersama oleh Dinas yang mengurusi bidang Kehutanan, BPTH dan UPT Badan Litbang Kehutanan. 7. Peraturan tentang pengelolaan sumber benih untuk penanganan sumber benih dan mngendalikan peredaran benih tanaman hutan di Indonesia belum tersedia, sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut.
Dirumuskan pada Hari/ Tanggal Tempat
: : Kamis, 30 Juni 2011 : Yogyakarta
Tim perumus : Ketua merangkap anggota : Dr. Budi Leksono Anggota : 1. Dr. Anto Rimbawanto 2. Dr. AYPBC Widyatmoko 3. Dr. Liliana Baskorowati 4. Liliek Haryjanto, S.Hut, M.Sc
xii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
KEBIJAKAN BADAN LITBANG KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN SUMBER BENIH DAN STATUS PEMULIAAN TANAMAN HUTAN SAAT INI
Tachrir Fathoni1), Amir Wardhana2), Budi Leksono3) 1) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta 2) Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Tanaman Hutan, Yogyakarta 3) Peneliti Utama pada Balai Besar Penelitian BPTH, Yogyakarta
I.
PENDAHULUAN
Dengan diterbitkan Permenhut Nomor 21/Menhut-II/2010 pada tanggal 5 Mei 2010 tentang Panduan Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees/OBIT) yang merupakan serangkaian kebijakan Kementerian Kehutanan dalam tiga dasa warsa terakhir ini, adalah dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini karena berdasarkan data Kementerian Kehutanan, luas lahan hutan terdegradasi saat ini sebesar 1,08 juta ha/tahun. Untuk memulihkan kondisi tersebut agar kembali baik, Kementerian Kehutanan mentargetkan rehabilitasi seluas 500.000 ha/tahun. Namun pada saat ini, baru tercapai 300.000 ha/tahun. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan penyediaan bibit sehingga harus terus diupayakan untuk memenuhi kesenjangan tersebut. Selain itu, kita juga berharap agar hutan tanaman yang kita bangun mempunyai kinerja pertumbuhan yang lebih baik dan akhirnya memberikan hasil hutan kayu maupun non kayu yang berkualitas dan mempunyai nilai pasar yang tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sumber benih berkualitas tinggi. Hal ini sesuai dengan program pembangunan hutan tanaman ke depan, termasuk dalam implementasi program penanaman Satu Milyar Pohon, agar secara bertahap hutan tanaman yang kita bangun menggunakan benih unggul. Pada program hutan tanaman di negara maju, telah menerapkan kebijakan penggunaan benih ataun klon unggul dalam program penanaman hutan, sehingga mampu meningkatkan produktivitas yang sangat tinggi dan hasil hutannya telah menembus pasar dunia. Sebagai contoh, mereka dapat meningkatkan riap volume tanaman ekaliptus hingga 70-100 m3/ha/th, memperpendek rotasi tanaman menjadi setengah daur, dan menghasilkan benih unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta kondisi iklim yang sangat ekstrim. Hutan tanaman di Indonesia juga mempunyai harapan kesana, namun untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan komitmen yang kuat untuk menyediakan benih unggul dalam jumlah yang memadai. Dalam satu dasawarsa terakhir ini, kita juga sudah menghasilkan benih dan klon unggul dari program pemuliaan yang dilakukan oleh Badan Litbang Kehutanan melalui Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan di Yogyakarhta, maupun beberapa institusi dan perusahaan kehutanan baik BUMN maupun Swasta. Beberapa stakeholder seperti Perhutani, Inhutani dan sebagian perusahaan Hutan Tanaman Industri telah menggunakan benih atau klon unggul dalam program penanamannya, namun baru dapat digunakan untuk keperluan sendiri dan bahkan masih kekurangan PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
3
untuk mencukupi kebutuhannya. Sementara sebagian kecil pelaku penanaman hutan belum mampu memenuhi kebutuhan benih unggul untuk program hutan rakyat maupun hutan tanaman rakyat apalagi untuk program rehabilitasi lahan. Terkait dengan hal tersebut, Badan Litbang Kehutanan sebagai lembaga penelitian diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam kegiatan pembangunan sumber benih berkualitas untuk menghasilkan benih unggul di seluruh Indonesia. Program pembangunan sumber benih dari jenis-jenis unggulan lokal, mulai dirintis oleh 15 UPT Badan Litbang yang tersebar di seluruh Indonesia, mencakup 3 jenis unggulan setempat dan 1 jenis tanaman yang perlu dilindungi. Sampai dengan tahun 2011, 14 sumber benih telah disertifikasi dari 6 UPT Badan Litbang dan sumber benih bersertifikat tersebut akan terus meningkat pada 5-10 tahun ke depan. Sumber benih berkualitas di atas diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh stakeholder yang membutuhkannya, sehingga hutan kita ke depan akan jauh lebih baik. Makalah ini menyajikan kebijakan Badan Litbang Kehutanan dalam pembangunan sumber benih dan status pemuliaan tanaman hutan untuk membangun sumber benih unggul yang telah dilakukan oleh Badan Litbang Kehutanan sampai saat ini. II.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH
A. Tujuan Kebijakan pembangunan sumber benih tanaman hutan oleh Badan Litbang Kehutanan bertujuan untuk: 1. Memberikan panduan teknis bagi pembangunan sumber benih unggul. 2. Mendukung program Kementerian Kehutanan dalam pembangunan hutan tanaman & rehabilitasi. 3. Mendorong UPT badan litbang Kehutanan agar berperan dalam penyediaan benih bermutu. 4. Memasyarakatkan dan sosialisasi pentingnya benih bermutu. 5. Meningkatkan produktivitas potensi lahan melalui produksi tanaman hutan. 6. Menyebargunakan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pemuliaan tanaman hutan. B. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai dalam pembanunan sumber benih tanaman hutan adalah sbb.: 1. Tersedianya benih tanaman hutan yang bermutu untuk mendukung program pembangunan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan serta antusiasme menanam masyarakat. 2. Meningkatnya kesadaran pengguna terhadap pentingnya benih bermutu. 3. Terpenuhinya kebutuhan bibit bagi program Kementerian Kehutanan yang berkaitan dengan penanaman tanaman hutan. C. Target Species Setiap UPT Badan Litbang Kehutanan membangun sumber benih minimal 4 (empat) species yang terdiri dari: 4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
1. Minimal 3 (tiga) species unggulan lokal yaitu species yang banyak ditanam dan dikembangkan masyarakat. 2. Minimal 1 (satu) species yang dikhawatirkan menuju kepunahan. Dengan demikian jumlah sumber benih minimal yang akan dibangun oleh Badan Litbang Kehutanan sampai dengan tahun 2014 sebanyak 60 plot. Diharapkan setiap tahun akan disertifikasi minimal 6 plot sumber benih, sehingga pada tahun 2019 sudah berpoduksi 60 plot sumber benih bersertifikat. D. Langkah strategis Agar tujuan pembangunan dan pengembangan sumber benih dapat tercapai, diperlukan langkah-langkah strategis sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan No: SK.4/VIII/P3PPH/2011 tentang pedoman teknis pembangunan sumber benih untuk mendukung program pembangunan kehutanan sbb.: 1. Inventarisasi kebutuhan jenis-jenis tanaman yang dikembangkan untuk masing-masing daerah dan kemampuan sumber benih yang akan dibangun. 2. Inventarisasi sumber-sumber benih yang telah ada di masing-masing wilayah UPT Badan Litbang Kehutanan untuk dilakukan sertifikasi. 3. Pembangunan demplot sumber benih di masing-masing UPT Badan Litbang Kehutanan melalui penunjukan dan atau penanaman sumber benih sesuai dengan klasifikasi sumber benih (Permenhut No.P.72/Menhut-II/2009) dan kaidah pemuliaan yang berlaku. Terkait dengan hal tersebut Kepala Badan Litbang Kehutanan melalui Keputusan No. SK.46/VIII-Set/2009 menunjuk Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta sebagai pembina teknis pembangunan sumber benih pada UPT Badan Litbang Kehutanan dengan tugas sbb.: 1. Menyusun pedoman teknis pembangunan sumber benih. 2. Mengadakan kursus singkat bagi pelaksana masing-masing UPT dalam menyusun rancangan dan pelaksanaan pembangunan sumber benih. 3. Melakukan monitoring, evaluasi, supervisi dan bimbingan teknis pembangunan sumber benih. E. Klasifikasi Sumber Benih Pembangunan sumber benih dilakukan dengan mengacu pada klasifikasi sumber benih berrdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.01/Menhut-II/2009 yang telah direvisi menjadi P.72/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan. Klasifikasi sumber benih tersebut terbagi atas: 1. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) 2. Tegakan Benih Terseleksi (TBS) 3. Areal Produksi Benih (APB) 4. Tegakan Benih Provenan (TBP) 5. Kebun Benih Semai (KBS) 6. Kebun Benih Klon (KBK) 7. Kebun Pangkas (KP) Urutan klasifikasi sumber benih tersebut didasarkan atas kualitas genetik dari benih yang dihasilkan. Kualitas benih dari masing-masing sumber benih tersebut bergantung
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
5
dari perlakuan dan seleksi yang telah diterapkan pada tegakan dimaksud. Dari setiap pencapaian klasifikasi sumber benih di atas, diupayakan untuk elakukan sertifikasi sehingga memiliki legalitas untuk memasuki pasaran bibit dan benih yang dapat dipercaya oleh masyarakat perbenihan dan pembibitan. II. PROGRES PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Hasil workshop pembangunan sumber benih pertama tahun 2010 di Yogyakarta telah menetapkan rencana pembangunan 77 (tujuh puluh tujuh) sumber benih dari 57 jenis tanaman hutan oleh 15 (lima belas) UPT Badan Litbang Kehutanan di seluruh Indonesia (Lampiran 1). Pada tahun 2011 melalui forum yang sama (workshop pembangunan sumber benih kedua), sumber benih yang telah bersertifikat sebanyak 14 plot seluas 209,36 ha di bawah pengelolaan 6 (enam) UPT Badan Litbang (Tabel 1). Sertifikat sumber benih dan pemberian penghargaan kepada Kepala Balai akan dilakukan oleh Kepala Badan Litbang Kehutanan pada saat Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Badan Litbang Kehutanan di Solo tahun 2011. Tabel 1. Sumber benih yang telah bersertifikat sampai dengan Juni 2011 No 1.
2.
3.
Nama UPT BPTA Ciamis
BPTHHBK Mataram
BPK Kupang
Jenis
B2PBPTH Yogyakarta
Kelas Sbr Bnh
Tahun Sertifikat
1.
Meranti (S. ovalis)
1,83
TBT
2009
2.
Merawan (H. mengarawan)
1,66
TBT
2009
3.
Mahoni (S. macrophylla)
5,00
TBT
2010
4.
Rajumas (D. mollucana)
5,00
TBT
2010
5.
Klicung (D. malabarica)
1,84
TBT
2010
6.
Klokos (E. polyantha)
0,62
TBT
2010
7.
Bayur (P. javanicum)
0,23
TBT
2011
8.
Cendana (S. album)
4,09
APB
2011
9.
Kayu Merah (P. indicus)
100,19
TBT
2011
24,39
APB
2011
10. Ampupu (E. urophylla) 4.
Luas (Ha)
11. Pelita (E. pellita)
2,39
KBS F1
2010
12. Mangium (A. mangium)
3,33
KBS F1
2010
5.
B2PD Samarinda
13. Meranti (Shorea spp)
50,00
TBT
2011
6.
BPK Palembang
14. Mahoni (S. macrophylla)
11,00
APB
2009
Sumber benih yang telah dibangun dan belum disertifikasi sampai dengan tahun 2011 dari 15 UPT Badan Litbang Kehutanan sebanyak 56 jenis seluas 522,75 ha. Sumber benih tersebut dari hampir seluruh klasifikasi sumber benih, dari Tegakan Benih 6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Teridentifikasi sampai dengan Kebun Pangkas. Klasifikasi sumber benih dan jumlah jenis tanaman hutan yang dibangun beserta luasannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sumber benih yang telah dibangun sampai dengan Juni 2011 dan yang akan dibangun mulai tahun 2012-2014 No
Kelas Sbr benih
Sampai dengan 2011
Luas (Ha)
2012-2014
Luas (Ha)
1.
TBT
3
210
1
200
2.
TBS
2
20
-
-
3.
APB
5
161,5
3
81
4.
TBP
6
39,3
2
54
5.
KBS
36
91,55
1
1
6.
KBK
-
-
-
-
7.
KP
4
0,4
1
1
Sedangkan sumber benih yang rencana akan disertifikasi pada tahun 2012-2014 adalah sebanyak 14 plot seluas 394,65 ha dari 8 UPT Badan Litbang sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sumber benih yang akan disertifikasi pada tahun 2012-2014 No
Kelas Sbr benih
Jumlah sumber benih
Luas (Ha)
Jumlah UPT
1.
TBT
2
205
2
2.
TBS
2
20
2
3.
APB
5
158
3
4.
KBS
5
11,65
2
III. STATUS PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Pemuliaan tanaman hutan merupakan aplikasi dari perpaduan prinsip-prinsip genetika hutan dan silvikultur untuk menghasilkan tanaman hutan dengan produktivitas yang tinggi, kompetitif, sehat dan dapat dipanen secara lestari. Untuk memperoleh perpaduan yang optimal dari kedua elemen dasar tersebut diperlukan program pemuliaan untuk membuat strategi yang tepat bagi suatu jenis sesuai dengan tujuan pengusahaannya. Strategi pemuliaan pohon merupakan dasar pengembangan yang diperlukan untuk meningkatkan produksi hasil hutan persatuan unit sesuai dengan tujuan yang diharapkan secara ekonomis. Dalam pembuatan strategi untuk program pemuliaan pohon, perlu memperhatikan baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, sesuai PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
7
dengan potensi dan informasi yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan agar dalam pengusahaan hutan akan diperoleh tegakan dengan kinerja yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (dari satu daur ke daur berikutnya). Tujuan dari strategi pemuliaan suatu jenis adalah: (1) memuliakan secara progresif populasi dasar dan populasi pemuliaan, (2) membiakkan material genetik yang telah dimuliakan untuk mengembangkan populasi produksi, (3) menjaga variabilitas dan ukuran populasi pada populasi dasar dan populasi pemuliaan dan (4) mencapai tujuan tersebut secara ekonomis. Strategi pemuliaan yang efektif akan melibatkan adanya 4 (empat) populasi untuk domestikasi pohon hutan, yaitu: (1) populasi dasar, (2) populasi pemuliaan, (3) populasi perbanyakan dan (4) populasi produksi. Dengan strategi ini, material genetik mengalami peningkatan kualitas genetiknya dari generasi ke generasi melalui proses seleksi dan persilangan sehingga dapat memenuhi permintaan benih yang bermutu. Berdasarkan pertimbangan di atas, telah dilakukan kegiatan pemuliaan oleh Badan Litbang Kehutanan dari jenis-jenis tanaman hutan prioritas dengan status pemuliaan sejak tahun 1990 hingga tahun 2011 yang dibagi dalam 3 (tiga) periode sbb.: A. Periode Tahun 1990-2000 Kegiatan pemuliaan pohon hutan di Indonesia relatif masih baru bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Meskipun penelitian terhadap kegiatan pemuliaan ini telah dimulai sejak tahun 1930 terhadap tanaman jati (Tectona grandis) di Jawa, namun secara intensif baru dikembangkan pada tahun 1975 untuk jenis P. merkusii di Jawa oleh Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Setelah itu, pemuliaan berkembang cukup pesat setelah berdiri Balai Litbang Pemuliaan Tanaman Hutan di Yogyakarta (1994) dan oleh para pelaksana Hutan Tanaman Industri (HTI) di luar Jawa pada awal tahun 1990. Program pemuliaan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman berkembang cukup pesat yang produknya diarahkan untuk produksi pulp atau sejenisnya, dimulai dari jenis-jenis Acacia dan Eucalyptus karena jenis-jenis tersebut paling luas dikembangkan oleh para pemegang Hak Pengusahaan HTI (HPHTI). Kedua jenis tersebut sangat potensial dikembangkan oleh karena kelebihan yang dimilikinya seperti: kemampuan adaptasi, kecepatan pertumbuhan (jenis cepat tumbuh), bentuk batang dan memenuhi persyaratan industri pulp dan kertas. Program pemuliaan kedua genus tersebut telah dimulai sejak tahun 1994 dengan membangun 38 kebun benih semai generasi pertama (F-1) untuk jenis-jenis: A.mangium, A auriculiformis, A.crassicarpa, A.aulacocarpa, E.pellita dan E.urophylla di 7 (tujuh) lokasi pengembangan HTI di Sumatera (Sumsel, Riau) dan Kalimantan (Kalsel, Kalbar, Kaltim) serta KHDTK Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta di Wonogiri (Jawa Tengah). Pembangunan kebun benih tersebut bekerjasama dengan 5 (lima) perusahaan HPHTI, yaitu PT. Musi Hutan Persada (MHP), PT. Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), PT. Inhutani III, PT. ITCI Hutani Manunggal (IHM), PT. Tanjung Redeb Hutani (TRH). 25 kebun benih diantaranya telah memproduksi benih unggul sejak tahun 1999 dan telah digunakan sebagai materi tanaman untuk pembangunan HTI pada rotasi kedua (Leksono, 2000; Leksono dan Masripatin, 2004). Informasi kebun benih semai (KBS) generasi pertama yang telah memproduksi benih unggul disajikan pada Lampiran 2. 8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Untuk mendapatkan informasi peningkatan genetik dari setiap kebun benih semai A.mangium generasi pertama, telah dibangun uji perolehan genetik (genetic gains trial) dengan melibatkan benih dari 6 (enam) kebun benih semai dan 2 (dua) tegakan benih sebagai pembanding (Leksono, 2004). Dari hasil evaluasi peningkatan genetik di 3 (tiga) lokasi, diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan benih yang berasal dari kebun benih semai F-1 dapat meningkatkan riap volume sampai dengan 68% terhadap sumber benih yang belum dimuliakan (areal produksi benih) atau sebesar 37,5 m3/ha/th (Leksono dkk., 2007; Setyaji dan Nirsatmanto, 2009). IPTEK hasil-hasil pemuliaan A.mangium telah diterbitkan dalam beberapa publikasi (Kurinobu and Nirsatmanto, 1996; Kurinobu et al., 1996; Leksono, 2001; Leksono et al., 2002; Nirsatmanto and Kurinobu, 2002; Nirsatmanto et al., 2003; Leksono dan Setyaji, 2003; Herawan, 2003; Leksono dkk., 2005; Leksono dkk., 2007; Susilawati et al., 2007; Setyaji dan Nirsatmanto, 2009). Untuk jenis E.pellita yang merupakan jenis prioritas kedua pada hutan tanaman industri dengan tujuan kayu pulp, peningkatan genetik yang dihasilkan pada generasi pertama dapat mencapai 22% terhadap populasi yang belum dimuliakan (Leksono, 2009), sedangkan IPTEK hasil-hasil pemuliaan E.pellita F-1 untuk pembuatan strategi pemuliaan pada generasi berikutnya, telah diterbitkan dalam beberapa publikasi (Kurinobu et al., 1996; Leksono dkk., 1997; Leksono and Kurinobu, 2002; Chigira et al.,2002; Leksono, 2003; Leksono dan Mashudi, 2003; Leksono dan Setyaji, 2004; Leksono and Kurinobu, 2005; Adinugraha dkk., 2005; Leksono et al., 2006; Leksono, 2009; Leksono et al., 2009; Leksono dan Setyaji, 2009, Leksono, 2010a; 2010b). Selain pemuliaan untuk tujuan kayu pulp juga telah dibangun pemuliaan untuk tujuan non kayu. Pada tahun 1995 dan 1998 telah dilakukan eksplorasi benih kayu putih (Melaleuca cajuputi ssp cajuputi) dari kepulauan Maluku (Leksono, 1998), dan pada tahun 1998 telah dibangun uji keturunan F-1 kayu putih di Paliyan, Gunung Kidul (DIY) (Rimbawanto dkk., 2009). Hingga tahun 2000 plot uji tersebut dalam proses evaluasi.
B. Periode Tahun 2000-2010 Diantara 6 (enam) jenis Acacia dan Eucalyptus sebagaimana tersebut pada Lampiran 2, tiga jenis diantaranya mendominasi dalam pembangunan HTI pada rotasi kedua, yaitu A.mangium, A.crassicarpa dan E.pellita. Terkait dengan hal tersebut, telah dibangun kebun benih semai generasi kedua (F-2) untuk meningkatkan perolehan genetik (genetic gain) terhadap riap tanaman dan kualitas kayu yang telah dihasilkan pada generasi sebelumnya. Pembangunan kebun benih tersebut dimulai pada tahun 2000 untuk jenis A.mangium dan 2003 untuk E.pellita serta 2004 untuk A.crassicarpa. Ketiga jenis tersebut merupakan primadona HTI pada rotasi kedua dibandingkan jenis-jenis Acacia dan Eucalyptus lainnya (Leksono, 2000). Hingga saat ini telah dibangun 45 kebun benih semai F-2 di 9 (sembilan) lokasi HPHTI yang akan digunakan sebagai materi tanaman pada rotasi ketiga (Leksono dan Masripatin, 2004). Kebun benih generasi kedua (F-2) yang dibangun oleh BBPBPTH dari jenis Acacia dan Eucalyptus, saat ini sudah memproduksi benih unggul F-2 (Lampiran 3). Penelitian lain yang mulai diinisiasi adalah studi variasi sifat kayu pada uji keturunan Acacia dan Eucalyptus (Susilawati and Fujisawa, 2002), studi resistensi Acacia terhadap jamur akar merah/ganoderma (Hidayati dan Mulyanto, 2004; Irianto, 2006) dan
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
9
studi persilangan inter specific jenis-jenis Acacia (A.auriculiformis x A. mangium) (Sunarti et al., 2009). Hasil penelitian bioteknologi untuk kayu pulp telah dilaporkan terkait dengan optimalisasi kondisi PCR A. mangium pada konsentrasi MgCl 2 dan proses PCR touchdown (Yuskianti and Isoda, 2002). Aplikasi penanda SSR ini digunakan untuk menduga pola sebaran serbuk sari di KBS F-1 A.mangium, dimana jarak optimal sebaran serbuk sari sejauh 40 m dan frekuensi keberhasilan penyerbukan berbanding terbalik dengan jarak. Hasil verifikasi benih yang dihasilkan di KBS F-2 A. mangium di group C menunjukkan hampir 50% benih berasal satu tetua jantan (Isoda et al., 2002). Analisa tetua yang dilakukan di kebun benih semai F-2 A. mangium di group D menunjukkan 70% tetua di F-1 dapat teridentifikasi (Prihatini, 2004). Selain jenis unggulan kayu pulp dari jenis Acacia dan Eucalyptus, juga dibangun uji keturunan jenis alternatif kayu pulp untuk serat panjang dari jenis Araucaria cunninghamii pada tahun 2002 dan 2007 dengan luas masing-masing 1 ha di Bondowoso, Jawa Timur. Hingga saat ini masih dalam proses evaluasi dan pendugaan nilai paramater genetik karena berdaur panjang. Hasil yang telah dicapai untuk kegiatan pemuliaan kayu pertukangan meliputi pembangunan populasi dasar berupa plot konservasi genetik, populasi pemuliaan berupa plot uji keturunan dan plot uji klon serta kegiatan bioteknologi berupa perbanyakan planlet melalui kultur jaringan (tunas adventif) jenis suren (T. Sinensis dan T.sureni) (Putri and Jayusman, 2009). Pembangunan plot konservasi genetik telah dilakukan untuk 3 jenis, yaitu (Mahfudz, 2009a, 2009b; Mashudi, 2009, Jayusman, 2009): 1. Merbau (Instia bijuga) pada tahun 2005 dan 2006 seluas 3,25 ha di Bondowoso (Jawa Timur) dan tahun 2007 seluas 3 ha di Gunung Kidul (DIY). 2. Suren (Toona sureni, T.sinensis) pada tahun 2005-2007 seluas 10,2 ha di Candiroto (Jawa Tengah). 3. Pulai (Alstonia scholaris, A.angustiloba) pada tahun 2003-2007 seluas 2 ha di Gunungkidul (DIY). Hingga saat ini plot-plot konservasi genetik tersebut di atas masih dalam pengamatan untuk mendapatkan informasi karakteristisasi dari setiap jenis dan populasi untuk pemanfaatan program pemuliaan ke depan. Beberapa hasil penelitian konservasi genetik telah diterbitkan dalam beberapa publikasi (Rimbawanto dan Widyatmoko, 2006; Mahfudz dkk., 2009; Haryjanto, 2010a) Hasil yang telah dicapai pada populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan saat ini masih dalam proses pengamatan berupa plot uji keturunan dan plot uji klon. Pembangunan plot populasi pemuliaan telah dilakukan untuk 4 (empat) jenis tanaman sebagaimana disajikan pada Lampiran 4. Hingga saat ini plot-plot populasi pemuliaan tersebut masih dalam pengamatan dan proses evaluasi untuk mendapatkan besaran nilai parameter genetik yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan seleksi untuk menghasilkan benih unggul. Beberapa hasil antara dari penelitian populasi pemuliaan dan bioteknologi jenis-jenis di atas yang telah diterbitkan dalam beberapa publikasi (Rimbawanto dan Suharyanto, 2005; Mahfudz dan Naiem, 2005; Mahfudz dkk., 2006; Mahfudz, 2008; Mahfudz dkk., 2009). Pemuliaan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman kayu energi belum dilakukan secara intensif pada periode sebelumnya. Akan tetapi dari salah satu kebun benih semai F-1 yang semula dibangun untuk tujuan kayu pulp, yaitu A.auriculiformis, pada tahun 2009 mulai dilakukan seleksi pohon plus untuk kegiatan pemuliaan dengan 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
tujuan kayu energi karena berpotensi memiliki sifat unggul untuk peningkatan nilai kalor sebagai kayu energi. Pemuliaan jenis ini diharapkan dapat menghasilkan kayu energi dengan nilai kalor yang tinggi, cepat tumbuh dan mempunyai kemampuan bertunas yang tinggi. Penelitian pemuliaan untuk jenis-jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK), selain kayu putih yang telah dibangun periode sebelumnya, juga dari jenis sukun (Artocarpus altilis). Pemuliaan kayu putih yang dilakukan pada periode 2000-2010 meliputi kegiatan uji keturunan F-1, uji keturunan full sib, uji klon, uji perolehan genetik, uji keturunan F-2 dan pembangunan kebun benih klon (Lampiran 5). Pemuliaan kayu putih pada kebun benih semai F-1 telah menghasilkan benih unggul kayu putih dengan rata-rata rendemen minyak sebesar 2 % atau meningkat 1005 dari 0,8-1% (yang belum dimuliakan) dan kadar 1,8 cineole lebih dari 65% (Susanto et al., 2003). Sukun sebagai salah satu jenis unggulan HHBK untuk pangan (Food) juga menjadi prioritas yang ditangani oleh BBPBPTH. Sukun merupakan jenis tanaman partinocarpy atau tidak memiliki biji dalam buahnya sehingga pembibitannya hanya dilakukan secara vegetatif dan program pemuliaan dilakukan dengan melakukan uji klon dan identifikasi karakter morfologi dan gizi yang dihasilkan. Mengingat adanya variasi morfologi tanaman sukun antar daerah maka dilakukan pembangunan plot konservasi untuk mengoleksi kultivar-kultivar sukun dari berbagai daerah sebaran alam di Indonesia dan pembangunan uji klon sukun pada tahun 2003-2004, di Playen, Gunung Kidul (DIY). Koleksi materi genetik sukun yang ditanam berasal dari Lampung, Jawa (Banten, Sukabumi, Kediri, Yogyakarta, Cilacap, Banyuwangi, Madura), Bali, Mataram, Sulawesi Selatan (Malino, Bone) dan Papua (Sorong, Manokwari). Pada tahun 2003 ditanam 25 klon dan tahun 2004 sebanyak 36 klon. Hasil pengamatan pada tahun 2008 menunjukkan sekitar 70% klon sudah berbuah (Kartikawati dkk., 2009). Hasil uji klon menunjukkan tanaman sukun memiliki kemampuan tumbuh yang baik pada kondisi lahan yang kering. Masing-masing klon menunjukkan variasi dari morfolgi daun, buah maupun gizi yang dihasilkan. Informasi karakteristik dari masing-masing klon dari populasi di seluruh Indonesia sudah siap diaplikasikan sesuai dengan keinginan konsumen. C. Periode Tahun 2010-Sekarang Tahun 2010 merupakan tahun pertama penelitian integratif dibawah payung RPI (Rencana Penelitian Integratif) untuk program penelitian 5 (lima) tahunan (2010-2014). Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan pada periode ini, sebagian merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (2003-3009) dan sebagian merupakan penelitian baru untuk meningkatkan hasil dari penelitian sebelumnya, baik dari jenis yang diteliti maupun generasi tingkat lanjut. Kegiatan penelitian pemuliaan tanaman hutan pada periode 2010sekarang dipayungi dalam 5 RPI, yang sebagian besar masuk dalam RPI Pemuliaan Tanaman Hutan dan sebagian yang lain masuk dalam 4 RPI lainnya (RPI Pengelolaan HHBK FEM, RPI Pengelolaan HHBK Non FEM, RPI Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Iklim, dan RPI Konservasi Flora, Fauna dan Mikro organisme). Proposal RPI tersebut secara detil didokumentasikan dalam buku RPI Badan Litbang Kehutaan (Balitbanghut, 2010) dan secara ringkas disajikan berikut ini.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
11
1. RPI Pemuliaan Tanaman Hutan Dari 5 (lima) output yang akan dihasilkan pada RPI pemuliaan tanaman hutan, penelitian lanjutan dilaksanakan dalam bentuk evaluasi dan seleksi dari plot penelitian yang telah dibangun sedangkan penelitian baru didominasi oleh kegiatan persiapan materi genetik dan pembangunan plot penelitian baru dari species target. Penelitian pemuliaan dibagai dalam beberapa tujuan pengusahaan dari lingkup kegiatan pemuliaan tanaman hutan, yaitu: a. Pemuliaan Kayu Pertukangan Penelitian pemuliaan kayu pertukangan meliputi populasi dasar, populasi pemuliaan dan bioteknologi. Karakterisasi populasi dasar dari jenis yang telah dikembangkan masih terbatas pada pertumbuhan tanaman di plot konservasi genetik seluas 19,1 ha dari jenis-jenis I.bijuga umur 3-5 tahun (8 populasi dari Papua dan Maluku), T.sureni umur 3 tahun (48 populasi seluruh Indonesia), A.scholaris dan A.angustiloba umur 3-6 tahun (18 populasi dari seluruh Indonesia) (Haryjanto, 2010b). Dua jenis baru (S.leprosula, F.variegata), masih dalam tahap persiapan materi genetik. S.leprosula dikoleksi pada saat musim panen raya dari 4 (empat) populasi (Bukit Bunga, Kalbar; Sungai Runtin, Kalbar; Bukit Baka, Kalteng; Kenangan, Kaltim), dan F.variegata dikoleksi dari 2 (dua) populasi di Kalimantan Timur (Charomaini, 2010; Haryjanto, 2010b). Pengumpulan materi genetik untuk jenis F.variegata akan dilanjutkan pada tahun 2011 untuk populasi di Lampung, Sulawesi Tengah dan Sumatera Selatan. Jenis baru yang akan dilakukan eksplorasi benihnya pada tahun 2011 adalah jenis Fagraea fragans dari populasi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Barat (Charomaini, 2011; Haryjanto, 2011). Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan meliputi tanaman hutan dengan daur panjang (T.grandis, I.bijuga), daur menengah (S.leprosula, T.sinensis, A.scholaris, A.angustiloba) dan daur pendek (Falcataria moluccana). Empat jenis tanaman yang telah dibangun dalam bentuk uji klon (T.grandis) dan uji keturunan (T.grandis, I.bijuga, A.scholaris, A.angustiloba) merupakan lanjutan periode sebelumnya untuk melakukan evaluasi dan seleksi (Mashudi, 2010; Adinugraha, 2011). Sedangkan untuk S. leprosula masih dalam tahap persiapan materi uji klon (Mashudi, 2010; Rayan, 2010) yang akan dilanjutkan dengan perbanyakan vegetatif pada tahun 2011 (Mashudi, 2011; Rayan, 2011). Pemuliaan kayu pertukangan daur pendek, difokuskan pada penelitian pemuliaan resistensi karat tumor pada jenis sengon (F. moluccana) yang saat ini sedang serius menyerang tanaman sengon di Jawa. Pada tahun 2010, kegiatan baru dimulai dengan eksplorasi materi genetik dari 9 (sembilan) populasi di Papua yang mengindikasikan toleran terhadap karat tumor pada penelitian sebelumnya serta pengadaan benih dari Solomon sebagai populasi infusi (Baskorowati, 2010; Rohandi, 2010). Penelitian akan dilanjutkan dengan pembangunan tegakan benih provenan di Jawa Barat, uji keturunan di 3 (tiga) lokasi Jawa Timur (Jember, Lumajang, Bondowoso) dan uji resistensi di 2 lokasi (Jawa tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur) pada tahun 2011 (Baskorowati, 2011; Rohandi, 2011). Penelitian bioteknologi untuk kayu pertukangan dilakukan dengan pendekatan DNA untuk jenis S.leprosula dan I.bijuga serta pendekatan kultur jaringan untuk jenis T.sinensis. Penelitian bioteknologi jenis S.leprosula dilakukan untuk mengidentifikasi 12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
indukan dan anakan hasil eksplorasi dan untuk mengetahui heterozygositas anakan yang akan digunakan. Pada tahun 2010 telah dilakukan optimasi 3 (tiga) primer SSR dan materi hasil ekstraksi DNA (24 sampel) untuk 1 (satu) populasi indukan S.leprosula (Sulistyawati, 2010). Penelitian bioteknologi pada kayu I.bijuga difokuskan untuk melakukan verifikasi asal-usul kayu I.bijuga dengan penanda DNA. Penelitian dimulai dengan pengumpulan materi genetik dari 15 (lima belas) populasi yang tersebar di Maluku, Papua dan Sulawesi Tenggara dilanjutkan dengan metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk ekstraksi DNA dari kayu I.bijuga serta analisa keragaman genetik populasi I.bijuga berdasarkan penanda sequencing cpDNA untuk penyusunan data base (Rimbawanto, 2010). Penelitian ini akan dilanjutkan pada tahun 2011 dengan sasaran mengetahui Teknik ekstraksi DNA kayu, penambahan materi genetik berupa daun dari 3 (tiga) populasi alam I.bijuga di Papua dan Maluku serta mendapatkan penanda SSR untuk jenis I.bijuga (Rimbawanto, 2011), sedangkan bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan kultur jaringan dilakukan untuk jenis jenis T.sinensis dengan metode embryogenesis somatik. Pada tahun 2010 telah berhasil dilakukan penelitian pada tahap induksi kalus (Putri, 2010) dan akan dilanjutkan pada tahun 2011 pada tahap multiplikasi kalus dan diperolehnya 50 kultur embryogenesis somatik T.sinensis terbaik pada tahap tersebut (Putri, 2011). b. Pemuliaan Kayu Pulp Penelitian pemuliaan kayu pulp meliputi populasi dasar, populasi pemuliaan dan bioteknologi dalam kelompok jenis unggulan dan jenis alternatif. Jenis unggulan merupakan 3 (tiga) jenis yang menjadi primadona pada pembangunan HTI (A.mangium, A.crassicarpa, E.pellita) termasuk pengembangan acacia hibrida. Sedangkan untuk jenis alternatif meliputi jenis Antocephalus cadamba dan Octomeles sumatrana yang sangat potensial untuk kayu yang diarahkan pada produksi pulp atau sejenisnya. Penelitian populasi dasar kayu pulp merupakan kegiatan baru untuk pembangunan plot konservasi genetik dari jenis alternatif kayu pulp. Kegiatan ini dimulai dengan pengumpulan materi genetik jenis A.cadamba dari 2 (dua) populasi (Ogan Komering Ilir, Sumsel dan Lombok Barat, NTB) dan pembangunan plot uji konservasi genetik populasi asal Sumatera Selatan di Kedu Utara seluas 4,1 ha (Pamungkas, 2010) sedangkan populasi asal NTB akan dibangun pada tahun 2011 (Pamungkas, 2011). Pada tahun yang sama juga akan dilakukan penambahan pengumpulan materi genetik A.cadamba dari 3 (tiga) populasi (Maluku Utara, Pulau Sumbawa dan Kalimantan Selatan) dan O.sumatrana dari 2 (dua) populasi (Maluku Utara dan Sumatera) (Pamungkas, 2011). Populasi pemuliaan kayu pulp merupakan penelitian yang paling advance dilakukan karena sudah dimulai pada tahun 1994 untuk generasi pertama (F-1) sedangkan F-2 mulai dibangun pada tahun 2000. Hasil penelitian pemuliaan untuk jenis E. pellita pada F-1 dan F-2 telah ditulis secara komprehensif dalam bentuk buku (Leksono et al., 2011). Pada tahun 2010 seleksi di dalam plot untuk uji keturunan A.mangium F-2 (Leksono, 2004) telah selesai dilakukan sehingga sudah berfungsi sebagai kebun benih semai (KBS F-2) dilanjutkan dengan pembangunan 2 (dua) plot uji keturunan F-3 A.mangium yang dimulai di Riau dan akan dilanjutkan pada tahun berikutnya (Nirsatmanto, 2010; Sunarti, 2011). Pengambilan sampel kayu pada KBS A.mangium F-2 di Sumatera Selatan dilakukan untuk mengetahui variasi genetik kualitas kayu A.mangium
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
13
pada generasi kedua. Pada tahun yang sama juga telah dihasilkan IPTEK persilangan terkendali jenis Acacia spp dan penanda morfologis tanaman acacia hibrida serta benih acacia hibrida hasil persilangan sebanyak 20 kombinasi. Penelitian dilanjutkan dengan pembangunan plot uji klon dari jenis acacia hibrida dan E.pellita seluas 1,5 ha di Wonogiri. Keberhasilan tumbuh beberapa klon E. pellita dengan teknik sambungan untuk memperoleh materi genetik dari pohon plus yang telah dewasa telah dikuasi (Adinugraha dkk., 2005). Untuk studi resistensi penyakit jamur akar (ganoderma) pada Acacia, telah dilakukan pengamatan terhadap somatic incompatibility pada jenis A. mangium sebanyak 8 (delapan) isolat dan pembuatan peta pola sebaran serangan jamur ganoderma di kebun benih A. mangium dan A. auriculiformis. Hasil tersebut diikuti dengan teknik isolasi berikut hasil isolat biakan murni jamur ganoderma serta hasil kegiatan inokulasi pada klon A. mangium dan A.auriculiformis (Sunarti, 2011), sedangkan populasi pemuliaan untuk jenis alternatif baru dimulai dengan eksplorasi materi genetik A.cadamba dari 2 (dua) populasi (Sumsel dan NTB) dan pembangunan uji keturunan F-1 di Kediri (Jatim) seluas 4,0 ha (Setyaji, 2010). Kegiatan eksplorasi materi genetik akan dilanjutkan di Kalimantan dan Sulawesi serta pembangunan uji keturunan F-1 di Wonogiri (Jateng) seluas 2,0 ha (Setyaji, 2011). Penelitian bioteknologi untuk kayu pulp dilakukan melalui dua pendekatan yaitu dengan pendekatan DNA untuk menghasilkan data base genotype pohon plus F-1 dan informasi struktur genetik tetua unggul F-2, dan dengan kultur jaringan untuk menyediakan teknik somatic embryogenesis jenis A.mangium dan E.pellita (Nurtjahjaningsih, 2010; Herawan, 2010). Penelitian tahun 2010 dilakukan untuk menyiapkan materi genetik (daun) semua pohon plus di Kebun Benih F-1 A.mangium, optimasi 15 penanda SSR, ekstraksi DNA dan analisa fragment DNA. Namun analisa fragment DNA tidak berjalan optimal karena dampak adanya bencana alam G. Merapi sehingga bahan kimia dan materi hasil ekstraksi di laboratorium genetika molekuler banyak yang rusak dan aktivitas di laboratorium tidak dapat dilanjutkan (Nurtjahjaningsih, 2010). Penelitian akan dilanjutkan pada tahun berikutnya dengan mengidentifikasi tetua unggul dari pohon plus A.mangium dari KBS F-2 grup A dan C, uji perolehan genetik A. mangium dari 3 (tiga) KBS (grup A, C dan Wonogiri) (Nurtjahjaningsih, 2011). Sedangkan teknik somatic embryogenesis untuk jenis A.mangium dan E.pellita masih dalam tahap induksi kalus (Herawan, 2010) dan akan dilanjutkan untuk mendapatkan informasi klonklon A.mangium dan E.pellita yang dapat dibiakkan melalui pendekatan kultur tunas aksiler, dan perbanyakan kalus embryogenik untuk jenis A.mangium dan E.pellita masingmasing 50 kultur hasil perbanyakan kalus embriogenik (Herawan, 2011). c. Pemuliaan Kayu Energi Penelitian pemuliaan kayu energi dilakukan untuk membangun populasi pemuliaan dari dua species target, yaitu: A.auriculiformis dan Callindra callothyrsus. Penelitian dimulai tahun 2009 dengan menyeleksi pohon plus berdasarkan pertumbuhan dan nilai kalor dari KBS A.auriculiformis F-1 di Wonogiri. Penelitian dilanjutkan pada tahun 2010 dengan pembangunan plot uji keturunan A.auriculiformis F-2 seluas 1,0 ha di Wonogiri (Jateng) dan seluas 1,2 ha di Parung Panjang (Jabar) serta plot pertanaman genetik A.auriculiformis seluas 2 ha di Kulon Progo, DIY (Hendrati, 2010a; Rohandi, 2010). Selain itu telah dilakukan eksplorasi materi genetik (biji) C.callothyrsus dari 10 populasi (8 Jawa 14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
dan 2 Sumatera) sebanyak 120 pohon induk untuk pembangunan uji keturunan F-1. Eksplorasi materi genetik C.callothyrsus akan dilanjutkan pada tahun 2011 dari beberapa populasi di luar Jawa (Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua) dan pembangunan plot uji keturunan C.calothyrsus asal Jawa di 2 (dua) lokasi (Jateng dan Jabar). Uji pertanaman genetik A.auriculiformis juga akan dibangun di Gunung Kidul (DIY) (Hendrati, 2011a; Swestiani, 2011).
d. Perbenihan Hasil Pemuliaan Tanaman Hutan Penelitian perbenihan hasil pemuliaan tanaman hutan meliputi 3 (tiga) kegiatan, yaitu a) Populasi perbanyakan untuk kayu pertukangan, kayu pulp dan kayu enerji, b) Penanganan benih hasil pemuliaan tanaman hutan, dan c) Standardisasi mutu benih hasil pemuliaan tanaman hutan. Populasi perbanyakan dibangun untuk menyediakan sumber benih unggul dari hasil penelitian pada populasi pemuliaan. Pada jenis A.mangium akan dibangun dalam bentuk kebun benih komposit yang dibangun dengan menggunakan 10 pohon plus terbaik dari 4 empat) grup KBS A.mangium F-2 (jumlah total pohon plus sebanyak 40 famili) yang berasal dari Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Pudjiono, 2010). Kebun benih komposit F-2 tersebut akan dibangun pada tahun 2011 di 2 (dua) lokasi (Jabar dan Jateng). Sedangkan untuk T.grandis akan dibangun dalam bentuk kebun pangkas dengan menggunakan 10 klon terbaik dari hasil uji klon T.grandis di Wonogiri (Jateng) yang dimulai dengan persiapan materi genetik sejumlah 100 ramet untuk setiap klon (Pudjiono, 2011). Paket IPTEK teknik penanganan benih hasil pemuliaan untuk jenis A.mangium telah dihasilkan pada tahun 2010 dengan menerapkan berbagai teknik penanganan benih yang diterapkan selama ini dan menghasilkan teknik terbaik untuk mempertahankan mutu fisik, fisiologis, dan genetik benih hasil pemuliaan (KBS F-1 dan F-2) dibandingkan dengan sumber benih yang belum dimuliakan (tegakan benih) (Yuniarti, 2010). Pada tahun 2011, penelitian akan dilakukan untuk jenis A.crassicarpa dengan menerapkan teknik penangan benih yang sama sebagaimana pada jenis A.mangium di atas untuk memperoleh paket IPTEK penanganan benih hasil pemuliaan dari jenis A.crassicarpa. Disamping itu akan dilanjutkan dengan pengamatan penyimpanan benih (periode simpan 1 tahun) dan penggunaan alat panjat mekanik untuk pengunduhan buah jenis A. mangium serta informasi efektifitas penerapan metode penanganan benih di lokasi kelompok sumber benih hasil pemuliaan dengan metode yang dilakukan pada penelitian ini (Yuniarti, 2011a). Penelitian standardisasi mutu benih hasil pemuliaan tanaman hutan dilakukan dengan menggunakan materi benih yang sama dengan penanganan benih di atas (KBS F-1 dan F-2) dibandingkan dengan tegakan benih biasa untuk jenis A.mangium (Megawati, 2010; Yuniarti, 2011b). e. Demplot sumber benih jenis unggulan lokal Pembangunan demplot sumber benih di setiap UPT Badan Litbang Kehutanan (Balitbanghut) merupakan kegiatan berjangka panjang yang dimulai pada tahun 2010 dengan tujuan untuk memberikan percontohan dan sebagai kontribusi Balitbanghut dalam penyediaan benih bermutu atau benih unggul dalam program rehabilitasi hutan dan lahan. Pembangunan sumber benih tersebut diarahkan hingga mendapatkan sertifikat sumber
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
15
benih sesuai dengan klasifikasi sumber benih yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (Permenhut No:P.72/Menhut-II/2009). Sumber benih yang akan dibangun di masing-masing UPT Balitbangut diharapkan mencakup 3 (tiga) jenis tanaman unggulan setempat (yang mempunyai nilai ekonomi tinggi) dan 1 (satu) jenis yang perlu dikonservasi, dengan demikian diharapkan paling tidak 60 sumber benih akan dibangun untuk 15 UPT lingkup Balitbanghut. Progress dari pembangunan demplot ini telah disajikan secara rinci pada Bab II. 2. RPI Lainnya Kegiatan pemuliaan tanaman hutan pada periode 2010-2011 selain masuk dalam kegiatan RPI Pemuliaan Tanaman Hutan juga masuk dalam 4 RPI lainnya sebagaimana diuraikan di atas, yaitu: RPI Pengolalaan HHBK FEM, RPI Pengelalaan HHBK Non FEM, RPI Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Iklim dan RPI Konservasi Flora, Fauna dan Mikro organisme. Kegiatan penelitian yang masuk dalam RPI Pengelolaan HHBK FEM meliputi pemuliaan untuk jenis kayu putih (Melaleuca cajuputi), jenis-jenis tengkawang (Shorea spp.), nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan mimba (Azadirachta indica). Dari 4 jenis yang ditangani, 3 jenis (tengkawang, nyamplung, mimba) merupakan kegiatan baru sedangkan untuk kayu putih merupakan lanjutan penelitian pada periode sebelumnya yaitu untuk kegiatan evaluasi dan seleksi pada uji keturunan F-2 dan mating system pada kebun benih F-1. Ketiga jenis tanaman HHBK FEM yang baru ditangani pada tahun 2010 diawali dengan kegiatan eksplorasi materi genetik dari populasi alam dan ras lahan (Hakim dan Leksono, 2010; Hakim dkk., 2010; Leksono dan Widyatmoko, 2010; Leksono dkk., 2011) yang digunakan untuk analisis kadar minyak nabati pada biji tengkawang, rendemen dan sifat fisiko-kimia biofuel pada biji nyamplung dan kandungan azadirachtin pada biji mimba; dilanjutkan dengan uji pertumbuhan melalui uji species-provenan untuk tengkawang serta uji provenan untuk nyamplung dan mimba (Leksono, 2010c dan 2011). Penelitian pemuliaan untuk HHBK Non FEM menangani jenis cendana (Santalum album) dan gaharu (Aquilaria mallacensis, A. microcarpa dan Gyrinops verstigii). Kegiatan pada kelompok ini juga melanjutkan penelitian pada periode sebelumnya khususnya untuk kegiatan konservasi genetik (cendana) dan bioteknologi (penanda DNA dan kultur jaringan pada gaharu serta pengembangan teknik somatik embriogenesis pada cendana) (Widyatmoko, 2010 dan 2011). Kegiatan penelitian untuk RPI Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Iklim dilakukan melalui satu kegiatan yaitu uji species dan genetik terhadap perubahan iklim dengan menggunakan materi genetik dari jenis-jenis yang tumbuh pada daerah ekstrim kering dan atau daerah pantai (bergaram) guna mengantisipasi perubahan iklim global (Hendrati, 2010b dan 2011b). Penelitian untuk RPI Konservasi Flora, Fauna dan Mikro organisme dilakukan melalui satu kegiatan yaitu konservasi sumber daya genetik jenis eboni (Dyospiros celebicca) dan ulin (Eusideroxylon zwagery). Penelitian ini juga merupakan lanjutan dari kegiatan pada periode sebelumnya dan dilakukan untuk membuat strategi konservasi sumber daya genetik eboni dan model plot konservasi genetik ulin di luar sebaran alaminya (ex-situ) (Hakim, 2010).
16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
IV. PENUTUP Kebijakan Badan Litbang Kehutanan dalam pembangunan sumber benih merupakan kontribusi nyata dari Badan Litbang dalam mendukung program Kementerian Kehutanan untuk pembangunan hutan tanaman dan rehabilitasi, khususnya dalam penyediaan benih bermutu agar hutan Indonesia ke depan lebih produktif dan berkualitas. Informasi status pemuliaan tanaman hutan pada saat ini menunjukkan keseriusan Badan Litbang Kehutanan dalam jangka panjang untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dikemudian hari dengan penelitian konservasi genetik dan pemuliaan tanaman hutan serta aplikasi bioteknologi hutan dalam menjaga kelestarian hutan di masa yang akan datang. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh tim besar penelitian integratif Pemuliaan Tanaman Hutan dari seluruh UPT Badan Litbang Kehutanan (Kepala Balai Besar dan Kepala Balai beserta Peneliti terkait) dan juga kepada para peneliti pada Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta serta stakeholder yang turut terlibat dalam penelitian ini dan atas kontribusinya dalam memperkuat pelaksanaan penelitian di bidang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan hingga menghasilkan output yang dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Adinugraha, H.A., B. Leksono dan F. Halang. 2005. Keberhasilan tumbuh beberapa klon jenis Eucalyptus dengan penerapan dua teknik sambungan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.2 No.2:96-102 Adinugraha, H.A. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur panjang. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Balitbanghut. 2010. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Baddan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2014. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Baskorowati, L. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur pendek. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Baskorowati, L. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur pendek. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Charomaini. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi dasar jenis dipterocarpa. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Charomaini. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi dasar jenis dipterocarpa. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Chigira, O., A.A. Hamdan, H. Moko, L. Baskorowati and B. Leksono. 2002. Grafting techniques applying to conserve Eucalyptus pellita F. Muell. Plus Tree. Proceedings Advances in Genetic Improvement of Tropical Tree Species Jogjakarta 1-3 October 2002. p.137-138 Dephut. 2009. Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
17
Hakim, L. 2010. Laporan hasil penelitian: Konservasi sumber daya genetik jenis eboni dan ulin. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hakim, L., B. Leksono, D. Setiadi. 2010. Eksplorasi tengkawang (Shorea spp) di sebaran alam kalimantan untuk konservasi sumber daya genetik dan populasi pemuliaan (Prosiding Seminar Nasional Mapeki XIII “Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kayu untuk mendukung Implementasi Program Perubahan Iklim”), Bali 10-11 Nopember 2010. MAPEKI. p. 813-822 Hakim, L. dan B. Leksono. 2010. Strategi konservasi sumberdaya genetik dan pemuliaan jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang (Prosiding –Bagian II, Seminar Nasional Sains dan Teknologi III “Peran Strategis Sains dan Teknologi dalam Mencapai Kemandirian Bangsa”), Lampung 18-19 Oktober 2010. Universitas Lampung. p.271-278 Haryjanto, L. 2010a. Status Penelitian Konservasi Sumberdaya Genetik: Program dan Kendala. Prosiding Temu Ilmiah Konservasi Sumberdaya Genetik Hutan “Peran Strategis Konservasi Sumberdaya Genetik Hutan dalam Mendukung Program Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta, 8 Desember 2010. Haryjanto, L. 2010b. Laporan hasil penelitian: Populasi dasar jenis non dipterocarpa. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Haryjanto, L. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi dasar jenis non dipterocarpa. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hendrati, R.L. 2010a. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu energi. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hendrati, R.L. 2010b. Laporan hasil penelitian: Uji species dan genetik terhadap perubahan iklim. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hendrati, R.L. 2011a. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu energi. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hendrati, R.L. 2011b. Rencana penelitian tingkat peneliti: Uji species dan genetik terhadap perubahan iklim. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Herawan, T. 2003. Propagasi klon Acacia mangium Wild melalui kultur jaringan. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol.1 No.2: 43-48 Herawan, T. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi untuk kayu pulp dengan kultur jaringan. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Herawan, T. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi untuk kayu pulp dengan kultur jaringan. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Hidayati, N. dan Mulyanto. 2004. Pengamatan awal serangan penyakit akar merah pada kebun benih semai Acacia mangium generasi pertama di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.1 No.2: 49-57 Irianto, R.S.B., K. Barry, N. Hidayati, S. Ito, A. Fiani, A. Rimbawanto and C. Mohammed. 2006. Incidence and spatial analysis of root rot of Acacia mangium in Indonesia. Journal of Tropical Forest Science 18: 157-165 Isoda, K., V. Yuskianti and A. Rimbawanto. 2002. Verification of full sib relationship of seeds within a pod of Acacia mangium using parentage analysis by microsatellite markers. Proceedings International Seminar: Advances in genetic improvement of tropical tree species. JICA-CFBTI Yogyakarta, Indonesia, October 1-3 2002. p: 6769 18
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Jayusman. 2009. Litbang pemuliaan Suren. Laporan Hasil Penelitian UKP tahun 2009. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Kartikawati, N.K., H.A. Adinugraha, D. Setiadi dan Prasetyono. 2009. Variasi produktivitas dan morfologi buah sukun pada uji klon di Gunung Kidul. Prosiding Ekspose HasilHasil Penelitian “Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta 1 Oktober 2009. p: 97-104. Kurinobu, S. and A. Nirsatmanto. 1996. Expected Gain on Volume Productivity in SSO of A. mangium Established by Technical Cooperation Project Between Indonesia and Japan. Proceeding International Seminar “Tropical Plantation EstablishmentImproving Productivity Throuh Genetic Practices”. JICA and FTIRDI.Yogyakarta. Kurinobu, S., A. Nirsatmanto and B. Leksono. 1996. Prediction genetic gain by within family-plot selection in seedling seed orchards of Acacia mangium and Eucalyptus with application of retrospective selection index. Proceedings QFRI-IUFRO Conference “Tree Improvement for Sustainable Tropical Forestry”. Caloundra, Queensland, Australia. 27 October-1 November 1996. p.158-163. Leksono, B., S. Kurinobu and A. Nirsatmanto. 1997. Kajian tentang pertumbuhan dan parameter genetik pada kebun benih semai uji keturunan Eucalyptus pellita F.Muell, di Kalimantan Selatan. Buletin Kehutanan 33:3-11. Leksono B. 1998. Sebaran alami Melaleuca cajuputi dan jenis-jenis Melaleuca lainnya di propinsi Maluku. Buletin Kehutanan, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta No.36: 11-23 Leksono, B. 2000. Peningkatan genetik uji keturunan A. mangium generasi pertama (F-1) dan rencana pembangunan generasi kedua (F-2). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Perbenihan Tanaman Hutan. BTP Bogor-BP3BTH Yogyakarta, Yogyakarta 21-22 Maret 2000. hal.31-46 Leksono, B. 2001. Teknik Pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi Kedua (F-2). Wana Benih Vol.4. No.1:1-26. Leksono, B., A. Nirsatmanto and S. Kurinobu. 2002. Realized genetic gain observed in second-generation seedling seed orchards of Acacia mangium in South Kalimantan, Indonesia. Proceedings International Seminar: Advances in genetic improvement of tropical tree species. JICA-CFBTI Yogyakarta, Indonesia, October 1-3 2002. p. 137-138 Leksono, B. and S. Kurinobu. 2002. Genotype by environment interaction estimated in seedling seed orchard of Eucalyptus pellita established in South Kalimantan and South Sumatera, Indonesia. Proceedings International Seminar: Advances in genetic improvement of tropical tree species. JICA-CFBTI Yogyakarta, Indonesia, October 1-3 2002. p. 43-47. Leksono, B. 2003. Teknik penunjukan dan pembangunan sumber benih. Informasi teknis Vol.1 No.1 Tahun 2003. P3BPTH Jogjakarta Leksono, B dan T. Setyaji. 2003. Teknik persemaian dan informasi benih Acacia mangium Seri GNRHL. P3BPTH Yogyakarta. pp.20 Leksono, B dan Mashudi. 2003. Teknik persemaian dan informasi benih Eucalyptus pellita Seri GNRHL. P3BPTH Yogyakarta. pp.18
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
19
Leksono, B. 2004. Litbang pemuliaan Acacia dan Eucalyptus untuk penyediaan benih unggul dan perannya dalam mendukung program GN-RHL. Prosiding Ekspose hasil-hasil penelitian P3BPTH, 24 Desember 2004. Jogjakarta. Leksono, B., T. Setyaji. 2004. Variasi pertumbuhan tinggi dan diameter pada uji keturunan Eucalyptus pellita dengan sistem populasi tunggal. Jurnal Pemuliaan Tanaman hutan Vol.1 No.2:67-78 Leksono, B. dan N. Masripatin. 2004. R&D, suatu insentif bagi pembangunan hutan tanaman: Sepuluh tahun pemuliaan Acacia dan Eucalyptus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. pp.10 Leksono, B., T. Setyaji dan N. Hidayati, 2005. Evaluasi uji peningkatan genetik mangium. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.2 No.2:60-67 Leksono, B., S. Kurinobu. 2005. Trend of within family-plot selection practiced in the three seedling seed orchards of Eucalyptus pellita in Indonesia. Journal of Tropical Forest Science 17:235-242 Leksono, B., S. Kurinobu and Y. Ide. 2006. Optimum age for selection based on a time trend of genetic parameters related to diameter growth in the three seedling seed orchards of Eucalyptus pellita in Indonesia. Journal of Forest Research 11:359-364 Leksono, B., A. Nirsatmanto, Reni S.W. dan A. Sofyan. 2007. Uji perolehan genetik kebun benih semai generasi pertama (F-1) jenis Acacia mangium di tiga lokasi. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 4 No.1:27-40. Leksono, B. 2009. Breeding zones based on genotype-environment interaction in seedling seed orchards of Eucalyptus pellita in Indonesia. Journal of Forestry Research Vol.6 No.1:74-84. Leksono, B., S. Kurinobu and Y. Ide. 2009. An optimum design for seedling seed orchards to maximize genetic gain: An investigation on seedling seed orchards of Eucalyptus pellita, F. Muell. Journal of Forestry Research Vol.6 No.2:85-95 Leksono, B. dan T. Setyaji. 2009. Lima belas tahun pemuliaan Eucalyptus pellita: Hasilhasil yang telah dicapai. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian “Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta 1 Oktober 2009. p:85-96. Leksono, B. 2010a. Efisiensi seleksi awal pada kebun benih semai Eucalyptus pellita. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 7 No.1:1-13. Leksono, B. 2010b. Realized genetic gains for first-generation Eucalyptus pellita tree improvement observed in second generation seedling seed orchards in Indonesia. Proceedings International Seminar “Research on Plantation Forest Management: Challanges and Opportunities” Bogor, Indonesia 5-6 November 2009. p:69-78. Leksono, B. 2010c. Laporan hasil penelitian: Populasi dasar, populasi pemuliaan dan bioteknologi Tier 3. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Leksono, B., A.Y.P.B.C. Widyatmoko. 2010. Strategi pemuliaan Nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk bahan baku biofuel. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III: Peran Strategis Sains dan Teknologi dalam Mencapai Kemandirian Bangsa. Bandar Lampung 18-19 Oktober 2010. Universitas Lampung. Hal. 125137. Leksono, B., Y. Lisnawati, E. Rahman, K.P. Putri. 2011. Potensi tegakan dan karakteristik lahan enam populasi nyamplung (Calophyllum inophyllum) ras Jawa. Prosiding 20
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
workshop sintesa hasil penelitian hutan tanaman 2010. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan, Bogor. P:397-408. Leksono, B., S. Kurinobu and Y. Ide. 2011. A breeding strategy for the tropical Eucalyptus: Findings and lessons acquired from the multi-generation tree breeding of Eucalyptus pellita in Indonesia. LAP Lambert Academic Publishing GmbH & Co.KG, Germany. 2011. pp 120. Leksono, B. 2011a. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi dasar, populasi pemuliaan dan bioteknologi Tier 3. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Leksono, B. 2011b. Peranan bibit unggul dalam rangka meningkatkan produktivitas hutan: “Strategi pemuliaan untuk jenis-jenis dipterokarpa” (Prosiding Seminar Produktivitas Hutan: “Optimasi Pemanfataan Kawasan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Dipterokarpa”), Samarinda 1 Desember 2011. BBPD Samarinda. p. 3754 Mahfudz dan M. Naiem. 2005. Pengaruh kedewasaan jaringan dan posisi cabang pada tajuk pohon induk terhadap keberhasilan stek pucuk jati. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 2 No.1:186-193 Mahfudz, T. Purwani dan W. Yudianto. 2006. Variasi pertumbuhan beberapa klon jati hasil stek ucuk pada dua jarak tanam di Gunung Kidul. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 3 No.1:247-256. Mahfudz. 2008. Evaluasi uji genetik Jati Muna. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian di Makasar 25 Nopember 2009. P3HKA. Bogor Mahfudz. 2009a. Litbang pemuliaan Jati. Laporan Hasil Penelitian UKP tahun 2009. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Mahfudz. 2009b. Litbang pemuliaan Merbau. Laporan Hasil Penelitian UKP tahun 2009. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Mahfudz, M. Naiem, M.Sumardi dan E.B. Hardiyanto. 2009. Variasi pertumbuhan pada uji keturunan merbau di Sobang, Banten. Jurnal Penelitian Tanaman Hutan Vol. 4 No.3. Mahfudz, S. Pudjiono dan T. Pamungkas. 2009. Status terkini konservasi sumberdaya genetik merbau (Instia bijuga). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian “Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta 1 Oktober 2009. p:3-10. Mahfudz. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur panjang. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Mashudi. 2009. Litbang pemuliaan Pulai. Laporan Hasil Penelitian UKP tahun 2009. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Mashudi. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur menengah. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Mashudi. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur menengah. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Megawati. 2010. Laporan hasil penelitian: standarisasi mutu benih hasil pemuliaan tanaman hutan. BPTP Bogor (tidak dipublikasikan) Nirsatmanto, A. and S. Kurinobu. 2002. Trend of within family-plot selection practiced in two seedling seed orchards of Acacia mangium in Indonesia (short communication). Journal of Forest Research 7:49-52
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
21
Nirsatmanto, A., S. Kurinobu and E.B. Hardiyanto. 2003. A projected increase in stand volume of introduced provenances of Acacia mangium in seedling seed orchards in South Sumatra, Indonesia. Journal of Forest Research 8:127-131 Nirsatmanto, A. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk jenis unggulan kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Nurtjahjaningsih, ILG. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi untuk kayu pulp dengan pendekatan DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Nurtjahjaningsih, ILG. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi untuk kayu pulp dengan pendekatan DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Pamungkas, T. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi dasar untuk kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Pamungkas, T. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi dasar untuk kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Prihatini, I. 2004. Analisis tetua Acacia mangium menggunakan penanda microsatellite. Thesis. Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia (tidak dipublikasikan) Pudjiono, S. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi perbanyakan untuk kayu pertukangan, kayu pulp dan kayu energi. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Pudjiono, S. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi perbanyakan untuk kayu pertukangan, kayu pulp dan kayu energi. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Putri dan A.I., Jayusman. 2009. Axillary bud initiation of Toona sinensis and T. Sureni in tissue culture propagation. Proceedings International Seminar “Research on Plantation Forest Management: Challanges and Opportunities” Bogor, Indonesia 56 November 2009. p:299-303. Putri, A.I. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan kultur jaringan. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Putri, A.I. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan kultur jaringan. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Rayan. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur menengah. BBPD Samarinda (tidak dipublikasikan) Rayan. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur menengah. BBPD Samarinda (tidak dipublikasikan) Rimbawanto, A., Suharyanto. 2005. Identifikasi klon jati dengan penanda SCAR. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 2 No.1:148-155 Rimbawanto, A. dan A.Y.P.B.C. Widyatmoko. 2006. Keragaman genetik empat populasi Instia bijuga berdasarkan penanda RAPD dan implikasinya bagi program konservasi genetik. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 3 No.3:149-154 Rimbawanto, A., N.K. Kartikawati, L. Baskorowati, M. Susanto dan Prasetyono. 2009. Status terkini pemuliaan Melaleuca cajuputi. Hasil-Hasil Penelitian “Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta 1 Oktober 2009. p:148-157 Rimbawanto, A. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi untuk verifikasi asal-usul kayu merbau dengan penanda DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan)
22
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Rimbawanto, A. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi untuk verifikasi asal-usul kayu merbau dengan penanda DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Rohandi, A. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur pendek. BPK Ciamis (tidak dipublikasikan) Rohandi, A. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur pendek. BPK Ciamis (tidak dipublikasikan) Setyaji, T., A. Nirsatmanto. 2009. Uji perolehan genetik terhadap hasil pemuliaan generasi pertama (F-1) jenis Acacia mangium pada umur 7 tahun di Jawa Tengah. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian “Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan”. BBPBPTH Yogyakarta 1 Oktober 2009. p:158-166. Setyaji, T.. 2010. Laporan hasil penelitian: Populasi pemuliaan untuk jenis alternatif kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Setyaji, T. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk jenis alternatif kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Sulistyawati, P. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan pendekatan DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Sulistyawati, P. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan pendekatan DNA. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Sunarti, S., AYPBC. Widyatmoko and M. Naiem. 2009. Morphological characteristics of natural Acacia hybrids (A.auriculiformis x A.mangium). Proceedings International Seminar “Research on Plantation Forest Management: Challanges and Opportunities” Bogor, Indonesia 5-6 November 2009. p:299-303. Sunarti, S. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: populasi pemuliaan untuk jenis unggulan kayu pulp. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Susanto M, Doran J, Arnold R, Rimbawanto A. 2003. Genetic variation in growth and oil characteristics of Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi and potential for genetic improvement. Journal of Tropical Science. 15(3):469-482. Susilawati, S. and Y. Fujisawa. 2002. Family variation on wood density and fiber length of E. pellita in seedling seed orchard Pelaihari, South Kalimantan. Proceeding of International Seminar "Advances in Genetic Improvement Tree Species". CFBTIJICA, Jogjakarta. Susilawati, S. dan N. Maksum. 2006. Physical properties variation of Eucalyptus pellita in seedling seed orchard Pelaihari, South Kalimantan, Indonesia. Journal of Forestry Research Vol.6 No.1: 74-84. Susilawati, S., N. Maksum dan A.Nirsatmanto. 2007. Variation in wood physycal of Acacia mangium in seedling seed orchard of Acacia mangium (Wonogiri, Central Java). Proceedings the 2nd International Workshop on Improvement of Tropical for Global Environment. Yogyakarta, July 14-15 2007. Swestiani, D. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Populasi pemuliaan untuk kayu energi. BPK Ciamis (tidak dipublikasikan) Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 2010. Laporan hasil penelitian: Bioteknologi dan konservasi genetik jenis-jenis non FEM. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan)
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
23
Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 2011. Rencana penelitian tingkat peneliti: Bioteknologi dan konservasi genetik jenis-jenis non FEM. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Yuniarti, N. 2010. Laporan hasil penelitian: Penanganan benih hasil pemuliaan tanaman hutan. BPTP Bogor (tidak dipublikasikan) Yuniarti, N. 2011a. Rencana penelitian tingkat peneliti: Penanganan benih hasil pemuliaan tanaman hutan. BPTP Bogor (tidak dipublikasikan) Yuniarti, N. 2011b. Rencana penelitian tingkat peneliti: Standarisasi mutu benih hasil pemuliaan tanaman hutan. BPTP Bogor (tidak dipublikasikan) Yuskianti, V. and K. Isoda. 2002 Mating system analysis of Acacia mangium using DNA marker in the Seedling Seed Orchard (group C) in South Kalimantan. FTIP-P2:4
24
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
ASPEK ILMIAH PEMBANGUNAN SUMBER BENIH UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
Mohammad Na’iem Guru Besar Pemuliaan Pohon dan Silvikultur Fakultas KehutananUGM Yogyakarta
I.
PENDAHULUAN
Gerakan Nasional Reboisasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) yang dilakukan di Indonesia merupakan salah satu implementasi dari konsep restorasi sumber daya hutan yang telah mengalami kerusakan. Program yang mempunyai tindakan utama penanaman jenis-jenis pohon perenial itu juga dirancang dalam suatu gerakan. Semua komponen masyarakat diharapkan dapat melakukan hal yang sama yaitu memperbaiki potensi sumber-sumber daya hutan dan lahan yang telah mengalami kerusakan. Gerakan yang dimulai pada 2003 tersebut sampai pada 5 tahun pertama mempunyai target rehabilitasi hutan dan lahan seluas 3 juta ha.memang jauh dari luas hutan/lahan yang perlu direhabilitasi (lebih dari 43 juta ha). Banyak hasil positif yang dapat diperoleh dari perjalanan GERHAN selama ini, tetapi juga tidak sedikit masalah-masalah yang sering menjadi kendala pencapaian tujuan. Seiring dengan kebijakan Gerhan yang masih perlu dimantapkan terutama terkait dengan jumlah benih yang perlu disediakan Kementerian Kehutanan juga harus mengamankan program pengembangan Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebagai bagian dari usaha mensukseskan kesinambungan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan melalui program Penanaman 1 Milyar Pohon. Besarnya kebutuhan akan benih dalam rangka mendukung program GN-RHL menyebabkan proses pengadaan benih ada dalam situasi yang dilematis. Disatu sisi target penanaman yang begitu luas akan mengedepankan aspek kuantitas agar program nampak berhasil, tetapi program berhasil saja yang asal kelihatan hijau jelas jauh dari tujuan GN-RHL karena tidak akan memiliki nilai sosial dan ekonomi yang optimal. Oleh karena itu, kebutuhan benih yang besar harus dapat disediakan dari sumber benih yang berkualitas yaitu benih yang mampu menghasilkan tegakan yang kualitasnya bagus dan meningkat produktivitasnya dari rotasi ke rotasi sehingga mampu mendukung keberhasilan program RHL.
II. SEKILAS TENTANG HUTAN TANAMAN Secara umum pembangunan hutan tanaman ditujukan untuk menambah,, menambah dan memperluas tutupan lahan hutan, termasuk didalamnya melakukan penghijauan di daerah urban, melakukan penanaman di areal areal terbuka dan memperkaya struktur
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
37
dan komposisi jenis pada kawasan lansdcape yang kurang rapat dan menaman kembali kawasan hutan rakyat yang telah mencapai masak tebang dengan tujuan meningkatkan nilai dan tujuan dari tegakan. Menurut Pritchett (1979), di bidang kehutanan penanaman hutan pada dasarnya diarahkan untuk 1). merehabilitasi real terbuka yang tidak atau kurang bervegetasi, 2). menanami kembali areal hutan setelah kegiatan penebangan, 3). memperkaya tegakan hutan yang terlalu jarang, dan 4). merestorasi kawasan yang rusak karena bencana alam seperti kebakaran hutan, hama penyakit, taifun dsb. Ada alasan khusus mengapa pembangunan hutan tanaman dilakukan, karena 1), menggunakan spesies dan genotipe baru memiliki nilai ekomoni yang tinggi, 2). memiliki pertumbuhan yang lebih seragam, 3). Menghasilkan struktur tegakan yang lebih sederhana sehingga akan memudahkan pemanenan dan 4), menghaslkan tegakan dengan kerapatan yang lebih teratur sehingga individu pohon dapat tumbuh lebih cepat, ukuran pohon yang lebih seragam dan bentuk batang yang lebih baik. Di Indonesia gagasan untuk membangun hutan tanaman secara luas yang lebih dikenal dengan sebutan Hutan Tanaman Industri (HTI) timbul sekitar tahun 1980-an.. Seluruh hutan produksi di P. Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani adalah hutan tanaman seperti jenis-jenis jati, tusam, mahoni, sono, damar, sengon, dan lain-lain yang luasnya 1,8 juta hektar. Pemerintah mencanangkan untuk membangun HTI diluar jawa seluas 6,2 juta hektar sampai tahun 2008 dengan tujuan untuk bubur kertas, sehingga target species yang dikembangkan adalah sengon, mangium, ekaliptus, jabon. Hingga saat ini dengan berbagai kendala yang dihadapi belum seluruh areal berhasil ditanami. Dari informasi yang diperoleh lahan yang berhasil ditanami baru selitar 3 juta ha, dari luas areal yang dicanangkan. Dengan dicanangkannya pembangunan HTI, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pembangunan Hutan telah berkembang pesat terutama untuk Perum Perhutani di Jawa dan perusahaan HTI besar seperti RAPP, Arara Abadi, Muara Enim Lestari, Tanjung Redep Hutani, Wirakarya Sakti, Siurya Hutani Jaya dll. untuk diluar Jawa.Bahkan beberapa perusahaan HTI sudah ada yang sampai pada praktek “Clonal Forestry” dengan stek pucuk yang materinya genetiknya bersumber dari kebun pangkas. Hanya saja materi tanaman yang bagus ini baru terbatas untuk kepentingan perusahaan, belum bahkan tidak menjangkau pada kepentingan progarm penanaman 1 Milyar Pohon termasuk KBRnya, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat.maupun Hutan Desa, III.
MEMBANGUN HUTAN TANAMAN PROSPEKTIP
Tujuan membangun hutan tanaman, diantaranya adalah untuk menjawab tantangan dan permasalahan bidang kehutanan Indonesia, diantaranya agar tidak perlu menggantungkan kebutuhan bahan baku kayu dari hutan alam, yang dimasa mendatang diperkirakan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan kayu yang semakin meningkat. Sementara itu hutan alam yang tersisa tidak lagi memiliki potensi yang cukup untuk melakuka berbagai fungsi yang diembannya.. Oleh karenanya perlu upaya secara serius untuk membangun hutan tanaman yang prospektif, yaitu Sehat, Produktif, Kompetitif, Efisien dan Lestari 38
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Hutan yang sehat, yang sehat akan mampu melakukan fungsi produksi secara optimal, karena akan memacu munculnya hutan dengan produktivitas tinggi dan kualitas produknya prima, efektif pengelolaannya, efisien pemanfaatanya dan lestari keberadaannya, serta selalu meningkat produksinya dari rotasi ke rotasi sehingga akan mampu mensejahterakan masyarakatnya. Semakin intensif pengelolaan suatu hutan tanaman pendekatan silvikultur intensif yaitu suatu program dengan memperpadukan antara menggunakan bibit unggul, manipulasi lingkungan, dan pengendalikan kehilangan produk, akibat hama, penyakit dan sebab-sebab lainnya, secara simultan, sangat diperlukan Gb. 1.
Faktor Genetik
• breeding • DNA • RNA • kromosome
Interaksi Proses fisiologis
Faktor Lingkungan
Air Tanah Topografi Suhu Cahaya Kelembaban Angin Hama & penyakit
Kulitas dan kuantitas Pertumbuhan
Fenotipe (hutan prospektif)
Penyerapan Translokasi Fotosintesa Respirasi dll.
Gambar 1. Konsep Kleb Melukiskan Hubungan Faktor Genetik dan Lingkungan Pada dasarnya pembangunan hutan tanaman komersial selalu mengacu pada produk akhir yang diharapkan. Produk tersebut dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kayu pertukangan atau sawn timber. Golongan kayu ini memerlukan bentuk batang yang bagus/lurus, percabangan yang ringan, kayunya mudah dikerjakan, kekuatan kayunya tinggi dan mudah diawetkan. 2. Kayu industri untuk kayu lapis atau plywood. Golongan kayu ini berukuran moderat sampai besar, cepat tumbuh, kemampuan pruning alami tinggi, tidak banyak mata kayu, mudah dikelupas dan mudah direkat. 3. Kayu industri untuk pulp. Golongan kayu ini berdaur pendek, maupun pendek, cepat tumbuh.
berserat panjang
Untuk mendukung terwujudnya hutan tanaman yang prospektif maka alih teknokogi kepada masyarakat luas tentang implementasi silvikultur intensif (penggunaaan beni unggul, memanipulasi lingkungan dan pengendalian hama terpadu) untuk meningkatkan produktivitas hutan perlu dilakukan. Disamping itu teknik silvikultur yang lain seperti teknik pruning (memangkas/memotong cabang dengan cara yang benar agar diperoleh
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
39
log yang bebas cacat) dan thinning (melakukan tindakan penjarangan dengan menebang pohon yang kerdil, batangnya bengkok, terserang penyakit sembari mengatur jarak tanamnya, agar diperoleh bentuk batang yang lurus dan berdiameter besar) perlu dilakukan. Selanjutnya kombinasi cara penanaman yang agak rapat disaat awal dan secara periodik dilakukan penjarangan dengan mengurangi pohon-pohon inferior (penjarangan bawah) yang sekaligus juga mengatur jarak bagi pohon tinggal merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman jati rakyat. Oleh karenanya teknik–teknik silvikultur dasar perlu dikenalkan dan disosialisasikan kepada petani hutan rakyat. Misalnya : 1. Pengetahuan tentang asal usul benih. Benih yang digunakan harus jelas asalusulnya dan harus berbasis genetik luas. Untuk itu dalam unit hutan rakyat dengan luasan tertentu perlu dibangun sumber benih desa, yang sumber benih ini dapat berupa tegakan benih maupun kebun pangkas untuk menyediakan materi tanaman dengan kualitas genetik yang tinggi baik dalam bentuk generatif maupun vegetatif (Ritchie, 1996; Monteuuis, 1994.). 2. Adanya informasi tentang sumber benih. yang meliputi : jenis sumber benih, lokasi, luasan, asal benih, umur tegakan benih, waktu pengunduhan buah, lama simpan, viabilitas, perlu tersedia. 3. Teknik persiapan pembuatan tanaman harus benar. Hal ini meliputi sosialisasi tentang cara membuat semai (media, ukuran kantong plastik, teknik transplanting, jarak tanam di persemaian, penggunaan jenis dan dosis pupuk), persiapan lapangan, pembuatan dan ukuran lobang, penentuan jarak tanam ideal, penggunaan pupuk dasar, penanaman, pemeliharan dari gulma, hama dan pengakit. 4. Perlu ada percontohan (Demonstration plot) untuk bahan informasi dan referensi tentang produktivitas hutan tanaman jati, sehingga masyarakat akan mudah untuk mengadop informasi tersebut dan melakukannya dalam praktek.
IV.
PENGERTIAN SUBER BENIH
Sumber benih merupakan areal atau tempat dimana koleksi benih dilakukan. Perbedaan genetik antar sumber benih sering sangat besar dan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pembangunan hutan. Kualitas benih ditentukan oleh 3 komponen : 1). Genetik : terkait dengan sifat keturunan darimana benih dikumpulkan. Dalam hal ini sumber benih dapat berupa provenans (sumber geografik) maupun berupa ras lahan (land race) 2). Fisik dan mekanis : terkait dengan kondisi fisik dari biji, rusak/cacat/utuh, ukuran, warna, umur, sehat(terserang hama dan pengakit); relatif mudah diamati; terkait dengan proses koleksi, penanganan, proses dan penyimpanan benih 3). Aspek Fisiologis : terkait dengan kondisi biologis benih (mis. struktur dan proses biokimia yang ada dalam benih) berhubungan dengan kemasakan benih saat koleksi dan kerusakan setelah koleksi, tidak mudah dideteksi secara visual, tetapi lewat pengecambahan
40
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Kualitas genetik benih dapat di tingkatkan lewat program pemuliaan, sedangkan fisik dan fisiologis benih dapat dipenuhi dan dipertahankan dengan cara koleksi, penanganan dan prosessing, serta penyimpanan benih yang tepat. Ada kalanya membangun suatu kebun benih jenis target sulit dilakukan karena disamping pohon plus sebagai populasi dasar sering sudah sangat sulit ditemukan juga karena buah yang dapat dikumpulkan dari pohon induk yang terpilih jumlahnya tidak mencukupi. Dalam hal ini pembangunan tegakan benih merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan. Jadi tegakan benih dapat dianggap sebagai sumber benih antara selagi kebun benih bergenetik unggul belum tersedia. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk memperoleh benih untuk keperluan pembangunan hutan tanaman secara luas jangka pendek, yang dari segi genetik dapat dipertanggung jawabkan (Zobel and Talbert, 1984). Sumber benih yang dimaksud yaitu : 1) Benih dari individu pohon yang be fenotipe bagus (12-25 pohon per ha) 2) Benih dari tegakan yang bagus (tegakan yang terbaik), hanya jika ukuran tegakan tidak luas benih yang terkumpul akan memiliki kekerabatan yang dekat 3) Benih dari tegakan benih (areal produksi benih). Tegakan benih dibangun dengan melakukan menghilangkan individu penyusun tegakan yang jelek dan hanya meninggalkan sejumlah 75 -125 individu bagus (pohon yang segat, lurus, batang bebas cabang yang tinggi, bebas ari hama penyakit dan dengan kondisi tajuk yang kompak) setiap ha nya.. Tegakan ini juga perlu di batasi dengan jalur isolasi untuk menghindari terjadinya kontaminasi dengan tepungsari dari individu – individu inferior dari tegakan tetangga..Pada tegakan benih permanen, pemupukan juga dilakukan dalam kaitannya dengan mrningkatkan kesehatan pohon, dan juga sebagai upaya meningkatkan produksi buah dan biji. Demikian pula pengendalian hama penyakit dengan cara penyemprotan insectisida ke bagian tajuk pohon. 4) Benih dari tegakan yang telah terbukti baik, yang direkomendasi dari hasil uji lapangan baik dari uji sumber asal benih atau pun uji provenans. Selanjutnya pemenuhan benih unggul jangka panjang dapat diperoleh dari kebun benih Ada sejumlah tipe kebun benih, tetapi secara umum dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama adalah tipe kebun benih yang lain disebut dengan kebun benih semai (seedling Seed-Orchard). Kebun benih ini dibangun lewat penanaman semai (uji keturunan), yang benihnya berasal dari pohon-pohon yang berfenotip baik kemudian diikuti dengan penjarangan seleksi (roguing) yang akan menghilangkan pohon-pohon terjelek. Pohonpohon terbaik dari Seedlot-Seedlot/famili-famili terbaik yang ditinggalkan, kemudian diperuntukkan sebagai produksi benih. Kedua adalah kebun benih vegetatif/klone (Clonal seed orchard). Kebun benih ini dibangun melalui perbanyakan vegetatif dari pohon-pohon induk yang unggul, baik lewat grafting, cutting, kultur jaringan (tissue-culture) atau caracara yang lain. Adapun dalam implementasinya Kementerian Kehutanan sesuai dengan Permenhut No P.01/ Menhut-II/2009, No.P.72/Menhut-II/2009 tentang macam sumber benih, membuat klasifikasi macam sumber benih sbb: 1). Tegakan Benih Teridentifikasi, 2).Tegakan Benih Terseleksi 3). Areal Produksi Benih 4).Tegakan Benih Provenan, 5) Kebun Benih Semai 6). Kebun Benih Klon, 7).Kebun Pangkas PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
41
V.
ASPEK ILMIAH PEMBANGUNAN SUMBER BENIH
Pada dasarnya tinggi rendahnya kualiatas suatu sumber benih sangat tergantung pada tingkat strategi breeding dan pemuliaan yang diterapkan. Semakin lanjut sentuhan breeding dan pemuliaannya semakin tinggi kualitas benih yang dihasilkan. Hal ini dilukiskan oleh Adams, (2001),.White et al. (2007) pada Gambar 2 .berikut. Dari gambar 2, nampak bahwa berih unggul dapat dikembangkan dari proses seleksi spesies tertentu yang memiliki tebaran variasi genetik yang luas. Dari sejumlah individu terseleksi dilakukan serangkaian uji genetik dengan memapankan pada lokasi-lokasi pengembangan dengan jumlah blok/ulangan yang cukup. Pohon yang tidak terseksi (jelek) pada tanaman uji dihilangkan (roguing) dan pohon-tinggal yang fenotipe bagus dapat digunakan sebagai sumber benih.
STRATEGI MEMPEROLEH BENIH UNGGUL Variabilitas Populasi Meningkat
Populasi Dasar
Rekombinasi Populasi Breeding
Infusi Populasi eksternal (Konservasi ex-situ & In-situ)
Menurun Seleksi
Uji Genetik
Populasi terseleksi
Seleksi lanjut Populasi Produksi
Tanaman Operasional Pemanenan Produksi
Gambar 2.: Strategi Memperoleh Benih Unggul (Adam, 2001; White et al., 2007) Demikian seterusnya dilakukan upaya-upaya penyerbukan silang antar individu terseleksi baik secara alami maupun buatan agar variasi genetik yang besar dapat dipertahankan. Dalam strategi memperoleh benih unggul tersebut juga perlu didukung oleh tersedianya areal sumberdaya genetik baik secara in- situ maupun ex-situ. Dengan secara pasti pada tanaman operasional akan terjadi peningkatan produktivitas. Peningkatan ini akan terus terjadi seiring dengan tingkat breeding yang dilakukan. Adapaun keberhasilan suatu program breeding dan pemuliaan tergantung dari strategi breeding yang diterapkan. Haines (1992) menjelaskan adanya beberapa komponen yang dapat dikatagorikan sebgai strategi breeding diantaranya :
42
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
1) Jumlah populasi yang digunakan, semakin besar dan luas populasi yang dilibatkan dalam program breeding semakin besar pula peluang untuk memperoleh materi genetik yang dapat digunakan sebagai modal dasar dalam program breeding yang dilakukan 2) Tingkatan kegiatan seleksi yang dilakukan : pohon induk, uji keturunan, uji klon dst. Semakin banyak pohon plus yang terseleksi semakin sempurna dan lengkap uji keturunan dan uji klon yang akan dapat dibangun. Dengan demikian maka seleksi untuk memilih famili dan individu terbaik sebagai hasil pemuliaan akan dapat dilakukan. 3) Rancangan penyilangan estimasi parameter genetik dan rekombinans: openpollinated, pair-mating, Rancangan peyilangan sangat penting dalam program breeding, dalam upaya memperoleh kombinasi pasangan yang paling baik termasuk penentuan taksiran daya gabung umum (General Combining Ability) maupun daya gabung khusus (Specific Combining Ability). 4) Meminimumkan efek inbreeding. Kawin kerabat antar pohon hutan dapat mengakibatkan lethal gene jelas akan memberikan dampak yang jelek pada keturunannya, oleh karena itu perkawinan inbreeding perlu dihindari. 5) Mengoptimalkan perolehan genetik: open pollinated general combiner orchard, full-sib family options, selected clones, Peningkatan perolehan genetik (increasing genetic gain) dapat dilakukan dengan mengoptimalkan nilai GSA dan SCA lewat pembangunan kebun benih, pesilangan full-sib maupun kebun pangkas. 6) Menyeimbangkan kepentingan produktivitas (maksimum intensitas seleksi) dan mempertahankan variasi genetik (konservasi genetik). Dalam kaitannya dengan itu maka pemanfaatan dan konservasi sumberdaya genetik haruslah dilakukan secara seimbang, dan hanya dengan strategi dan upaya ini peningkatan produktivitas dan kualitas produk hutan tanaman dari rotasi ke rotasi berikutnya akan dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA Adams, W. T. 2001. General concepts of tree improvement. In Training Course on Breeding and Seed Orchard Management. Wanagama, Yogyakarta Haines, R. J. 1992. Mass propagation by cutting, biotechnology and the capture of genetic gain. In AFOCEL-IUFRO. Symposium on mass production technology for genetically immproved fast growing forest tree species. Bordeaux, Farance Pritchett., W. L., 1979, Properties and Management of Forest Soils New York, Wiley White, T L., Adams W T., and D. B. Neale 2007. Forest Genetics. CABI Publishing. Cambridge, MA 02159 USA Wright, J. W, 1976. Introduction to Forest Genetics. Academic Press. Inc., New York. 463p Zobel, B.J., G. Van Wyk dan P. Stahl. 1987. Growing Exotic Forests. A Wiley Interscience Publication, New York. Zobel, B.J. dan J.T. Talbert, 1984. Applied Forest Tree Improvement. Jonh Wiley and Sons. New York.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
43
44
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
KEBIJAKAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI SEED CENTER KEHUTANAN
Akhmad Dawam dan Gatot Nursinggih Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan hutan tanaman telah dilakukan sejak tahun 1976 yang diawali dengan kegiatan program reboisasi dan penghijauan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk perlindungan terhadap areal lahan kritis di areal kawasan hutan negara maupun kawasan di luar areal hutan negara. Selanjutnya sejalan dengan berkurangnya peranan produksi yang berasal dari hutan alam, areal kawasan yang telah dipungut tersebut mengalami penurunan produksi secara alami sehingga dilakukan upaya permudaan melalui penanaman yang diperuntukan untuk keperluan industri yang dikenal dengan sebutan Hutan Tanaman Industri. Pelaksanaan Hutan Tanaman Industri dimulai era tahun 1990. Kegiatan- kegiatan penanaman hutan berlanjut terus dikenal dengan program Gerakan Rehalilitasi Lahan dan Hutan (GERHAN), diikuti dengan gerakan penanaman sejuta pohon dan saat sekarang berupa gerakan penanaman satu milyar pohon. Kegiatan penanaman yang terus berlangsung dalam jumlah yang semakin meningkat tidak diikuti dengan pemenuhan benih yang meningkat dalam kualitas namun hanya dipenuhi dengan benih-benih dari tanaman seadanya. Hasil yang didapat dari program tersebut dapat meningkatkan hasil khusus pada lahan-lahan masyarakat namun dalam kualitas yang masih rendah, akibatnya harga jualpun dihargai seadanya. Program-program peningkatan kualitas benih telah berjalan cukup lama dari berbagai jenis yaitu pemuliaan tanaman pinus, akasia mangium, eucalyptus, kayu putih, jati, cendana, dan lain lain. Hasil-hasil pemuliaan tersebut dilakukan di Yogyakarta sejak lama melalui proyek Perbenihan di Kaliurang sampai dengan sekarang Balai Penelitian dan Pengembangan yang berada di Purwobinangun. Dalam rangka untuk memenuhi benih-benih yang berkualitas, program pengembangan pusat perbenihan sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan hasil produksi yang baik dan selanjutnya dapat meningkatan nilai jual.
II.
KONDISI UMUM
A. Sumber Benih Sumber benih yang dikelola oleh dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY terdapat jenis yang telah bersertifikat dan yang belum bersertifikat. Jenis-jenis yang
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 45
dikelola adalah tanaman jati,mahoni,akasia,pulai,kelapa GS,jarak pagar dan jambu mete disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sumber benih yang dikelola Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY
Sumber benih yang berada di Provinsi DIY berasal dari Sumber benih yang telah bersertifikat berjumlah 13 sertifikat dengan jenis tanaman jati, mahoni, kayu putih akasia auriculiformis dan aren. Dari ke tiga belas yang telah mempunyai batas waktu yang telah habis adalah sertifikat untuk tanaman aren. Potensi produksi benih selama setahun untuk jenis jati sebanyak 6543,2 kg, mahoni sebanyak 1.803 kg, kayu putih sebanyak 120 kg, akasia auriculiformis sebanyak 669,6 kg dan aren sebanyak 109.500 batang. Pengelola dari sumber benih dikelola oleh masyarakat,pemerintah dan swasta yang tersebar di Gunungkidul, Kulon Progo naik di dalam kawasan hutan ataupun di luar kawasan hutan. Gambaran kondisi sumber benih yang bersertifikat diajikan dalam Tabel 2. Sumber benih yang dikelola swasta dilakukan oleh PT Setyamitra Bhaktipersada di Kedungwanglu, Kecamatan Playen Ygyakarta dengan jenis Jati Unggulan Nusantara seluas 4 ha. Kebun pangkas 0,5 ha, sumber tanaman induk 2500 pohon, screen area 6000 m2, ruang terbuka 3000 m2 kapasitas produksi 2.000.000 bibit per tahun.
46
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
B. Persemaian Permanen Persemaian bunder telah memproduksi bibit dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak tahun 2000 sampai dengan 2009 sebanyak 6.733.000 tanaman. Jenis-jenis yang diperbanyak terdiri dari kayu putih, jati mahoni, sengon, nangka, kluwih, kemiri, kenangan, pulai, cendana, sengon, akasia, munggur, jabon, nyamplung, tanjung. Uraian pelaksanaan pembuatan bibit disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi bibit periode tahun 2000 sampai dengan 2009
Perkembangan produksi bibit tanaman persemaian bunder untuk tahun 2010 sebanyak 660.500 bibit dengan jenis tanaman terdiri dari jati, mahoni, sengon, jabon, glodogan, ketapang, nyamplung, tanjung,pulai, munggur, sonokeling, secang, akasia mangium, kayu putih, wuni, flamboyant, soga, sirsak, mindi,suren,podocarpus, kakao, kelapa. Sedangkan untuk tahun 2011 produksi bibit sebanyak 671.000 tanaman dengan jenis tanaman terdiri dari : jati, mahoni, jabon, ketapang, pulai, munggur, kayu putih, kakao, kelapa. Data-data produksi bibit tahun 2010 dan 2011 disajikan pada Tabel 4.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 49
Tabel 4 Produksi bibit periode tahun 2010 dan 2011
Kegiatan-kegiatan pembuatan bibit disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kegiatan pembuatan bibit di persemaian bunder 50
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Persemaian bunder yang dikelola BPDAS SOP baru dibangun tahun 2011 seluas 2,5 ha telah memproduksi bibit sebanyak 489.000 batang dengan jenis tanaman jati, mahoni, sengon, gmelina,eucalyptus, suren dan mangga, Produksi bibit untuk tahun 2012 ditetapkan sbanyak 1.500.000 batang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan persemaian BPDASSOP disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kegiatan persemaian dikelola BPDAS SOP Persemaian swasta dikelola oleh PT Setyamitra Bhaktipersada di Kedungwanglu, kecamatan Playen Gunungkidul. Kapasitas produksi persemaian sebanyak 2.000.000 bibit setahunnya dengan jenis tanaman Jati Unggul Nusantara. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembibitan jati disajikan pada Gambar 3 dan 4.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 51
Gambar 3. Kegiatan persemaian persemaian Setyamitra Bahaktipersada kesatu
52
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Gambar 4. Kegiatan persemaian persemaian Setyamitra Bahaktipersada kedua
C. Pengada dan Pengedar Benih/Bibit Pengada dan pengedar benih yang terdapat di provinsi DIY berjumah 17 perusahaan yang tersebar 5 perusahaan di Sleman, 4 perusahaan di Bantul, 4 perusahaan di Kulon Progo dan 4 perusahaan di Gunungkidul. Data-data persuahaan pengada dan pengedar benih disajikan pada Tabel 5. PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 53
Tabel 5. Perusahaan pengada dan pengedar benih DIY
Kebun pangkas Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY Jenis atau asal pohon kebun pangkas yang dikelola Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Asal pohon indukan kebun pangkas
III.
KEBIJAKAN JOGJA SEED CENTER (JSC)
Benih/bibit merupakan cetak biru dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berdayasaing, berkelanjutan, berkerakyatan, dan terdesentralisasi. Oleh sebab itu, ketersediaan benih/bibit bermutu dari varietas/jenis unggul sangat strategis karena menjadi tumpuan utama dalam pencapaian keberhasilan usaha tani. Industri benih/bibit sebagai salah satu subsistem dalam sistem agribisnis bersifat profit oriented, dengan dunia usaha sebagai pemegang peran utama dan Pemerintah sebagai fasilitator. Dalam pengembangan industri benih/bibit, masih sangat dibutuhkan peran Pemerintah untuk mengupayakan kondisi yang menguntungkan (favorable), mulai dari pelestarian dan pengelolaan plasma nutfah sebagai materi genetik varietas/jenis unggul,
54
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
pengembangan varietas unggul, produksi benih/bibit dan sertifikasi, hingga pengawasan mutu benih/bibit. Penumbuhan Jogja Seed Center (JSC) adalah bagian dari program pengembangan agribisnis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Gagasan ini cukup realistis, mengingat saat ini di DIY terdapat sejumlah pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perbenihan/perbibitan di samping kekuatan kelembagaan perbenihan/perbibitan yang ada (Pemerintah, swasta, dan pihak-pihak yang berkomitmen dengan pengembangan perbenihan/perbibitan). A. Tujuan JSC Tujuan dari Jogja seed centre adalah • Pelayanan masyarakat • Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat • Peningkatan rehabilitasi dan Produksi Hutan • Mendukung Wisata Minat Khusus B. Manfaat Sosial JSC Manfaat sosial dari Jogja seed centre adalah • Membuka peluang usaha baru sehingga dapat menampung tenaga kerja • Penguatan kelompok tani melalui jejaring kerja • Peningkatan informsi pasar • Terciptanya inovasi teknologi pembibitan • Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian penggunaan benih unggul • Sebagai wahana pembelajaran C. Fungsi JSC Fungsi dari Jogja Seed Centre adalah • Penyedia layanan informasi (zonasi komoditas benih Pelaku uaha, aktifitas pemasaran secara on line) • Wadah sosialisasi dan diseminasi (Pemda/UPTD), Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian serta UPT Pusat) • Pengembangan komoditas unggulan (sumber benih, persemaian permanen, kebun bibit rakyat, dll) D. Konsep JSC Jogja Seed Center meliputi dua aspek, yaitu aspek pengembangan perbenihan kewilayahan dan aspek pengembangan perbenihan terkoordinasi, dengan adanya pusat pelayanan perbenihan. Dalam rencana (master plan) Jogja Seed Center yang diterbitkan sebagai hasil kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, dicakup dua bidang rencana induk, yaitu: • Bidang Operasional Perbenihan, yang meliputi senarai kegiatan: a) penelitian (eksplorasi, pemeliharaan dan pemanfaatan plasma nutfah di DIY); b) produksi benih bersertifikat; c) sistem dan pelaksnaan distribusi serta pemasaran benih bersertifikat dan benih bermutu belum bersertifikat; PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 55
•
Bidang Pelayanan, termasuk pengawasan dan sertifikasi benih/bibit, pelayanan informasi, promosi, konsultasi/pelatihan, kajian, koordinasi temu mitra usaha, dan penyuluhan perbenihan. Bekerjanya dua bidang tersebut menciptakan sistem pemasaran benih tanaman pangan, hortikultura, bibit ternak, bersama-sama dengan pemasaran bibit ikan, tanaman perkebunan dan tanaman hutan, sekaligus akan mendorong petani untuk mengadopsi benih/bibit unggul dalam melaksanakan usaha mereka. E. Peran Masyarakat dan Petani Masyarakat petani merupakan ujung tombak dalam implementasi gagasan JSC. Melalui sosialisasi yang efektif, petani akan makin menyadari arti penting benih/bibit berkualitas sebagai input agribisnis yang amat menentukan. Petani didorong untuk mentransformasi jenis usahatani dari berorientasi produksi konsumsi ke arah produksi input. Insentif yang diperoleh petani berupa meningkatnya nilai tukar komoditas pertanian (farmer’s exchange value) yang menjanjikan peningkatan pendapatan usaha tani. Sebagai pusat perbenihan/pembibitan, masalah-masalah yang terkait dengan ketersediaan benih/bibit pada saat dibutuhkan petani tidak akan terjadi lagi. Misalnya, di Kulonprogo, di kalangan petani hutan, sayuran, benih/bibit impor amat dominan penetrasinya. Pada saatnya nanti, DIY adalah penghasil benih/bibit, bukan konsumen benih/bibit, sehingga masalah akan bergeser ke arah penciptaan peluang pasar, positioning produk benih/bibit ke pasar nasional maupun global. F. Peran Swasta Swasta atau pebisnis dipastikan menjadi pelaku-pelaku utama bisnis perbenihan/perbibitan. Menggagas JSC berarti menggagas sebuah gerakan masyarakat berorientasi bisnis untuk memberdayakan diri dengan dukungan fasilitasi dan kebijakan Pemerintah. JSC dari sudut pandang swasta adalah sebuah solusi dari potensi. Kondisi benih dan bibit tanaman hutan saat ini di Jogja telah ada usaha swasta yaitu PT Setya Mitra di Gunungkidul dengan produksi Jati Unggul Nusantara, dengan pangsa pasar nasional maupun internasional. Untuk jenis-jenis lainnya hingga saat ini justru mengalami kebuntuan aktualisasi: banyak tumbuh penangkar, luas lahan masih memadai untuk produksi benih/bibit, namun pemasaran penuh ketidakpastian. Ide JSC diharapkan mampu menjelmakan Yogyakarta menjadi pusat produksi benih/bibit, pusat perdagangan benih/bibit, serta pusat informasi perbenihan/perbibitan. G. Peran Lembaga Terkait Perguruan tinggi amat berperan dalam pewujudan JSC dengan sumber manusia yang handal dan berkeahlian, laboratorium serta perangkat analisis memadai, dan akses teknologi yang amat bagus. Perguruan tinggi kiranya menyediakan jasa konsultansi dan pendampingan dalam kerangka penumbuhan operasionalisasi JSC nantinya.
56
daya yang bisa serta
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
H. Kelembagaan JSC Kelembagaan JSC dilakukan secara bersama-sama dalam bentuk kelompok kerja ataupun konsorsium yang tidak bersifat struktural. Keterkaitan hubungan kerja dapat dilihat dalam Gambar 1. Hasil koordinasi yang telah disepakati akan dapat menentukan komoditas, informasi serta upaya-upaya sosialisasi ataupun pelatihan yang sangat diperlukan oleh mitra kerja yang terlibat.
Gambar 1. Hubungan kerja Jogja Seed Center I. Pola Kemitraan Pola kemitraan dalam upaya pengembangan perbenihan diupayakan sebagai memberdayakan seluruh para pihak sehingga dapat menghasilkan benih-benih yang berkualitas dab bersertifikat. Gambaran pola kemitraan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Kemitraan pengembangan perbenihan Provinsi DIY IV. KESIMPULAN PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON 57
1. Provinsi Daerah Istimewa telah memiliki sumber benih yang unggul terutama tanaman kayu putih dan Jati. Selain itu jenis lainnya adalah mahoni, pulai, akasia auriculiformis, aren, kelapa GS dan Jambu mete. 2. Usaha-usaha perbenihan yang berbasis masyarakat telah berkembang. 3. Fasilitas perbanyakan telah dimiliki dengan adanya persemaian permanen milik provinsi DIY ataupun pemerintah serta milik swasta 4. Jogja Seed Center sebagai lembaga non structural telah berkembang yang dapat menghasilkan benih-benih pertanian, peternakan dan perikanan termasuk tanaman kehutanan. 5. Lembaga-lembaga sebagai pusat penelitian pemuliaan tanaman hutan dan lembaga perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas benih.
58
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Pengalaman Penggunaan Benih Unggul dalam Pertanaman HTI Acacia crassicarpa di PT. Arara Abadi , Sinar Mas Forestry Riau Bambang Herdyantara Peneliti R&D PT. Arara Abadi Sinar Mas Forestry Riau
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi harapan yang diunggulkan untuk menggantikan peranan hutan alam dalam mendukung perkembangan sektor ekonomi, khususnya kehutanan sebagai bagian dari perekonomian nasional. Program pembangunan HTI merupakan bagian dari perwujudan pembangunan berkelanjutan yang dapat memberikan kontribusi pada kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Pembangunan HTI dirancang untuk memenuhi kebutuhan kayu bagi industri dalam jumlah yang besar, sesuai dengan spesifikasi tertentu, secara terus menerus, lestari dan berkelanjutan. Pemilihan jenis pohon yang ditanam harus mampu tumbuh optimal, sesuai dengan kondisi tempat tumbuh, iklim setempat, mudah dan sederhana sistem silvikulturnya serta menghasilkan kayu dengan rerata riap tahunan (MAI) yang ekonomis dengan sifat-sifat fisik dan kimia kayu yang sesuai dengan tujuan produksi industrinya. Permintaan kebutuhan kayu sebagai bahan baku yang cukup tinggi dari tahun ke tahun dengan luasan kawasan HTI yang cukup besar menuntut pengelolaan pembangunan HTI dengan produktivitas yang tinggi. Usaha di bidang pembangunan HTI merupakan suatu usaha jangka panjang, penuh resiko kegagalan, memerlukan teknologi dan teknik silvikultur yang tepat karena lahan yang memenuhi persyaratan biasanya bersifat marginal. Penggunaan materi berupa benih unggul merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditunda. Berbagai pengalaman membuktikan bahwa produktivitas HTI akan meningkat secara signifikan apabila ketersediaan benih unggul bisa terpenuhi secara terus menerus dan berkesinambungan. PT. Arara Abadi sebagai salah satu pelaku pembangunan HTI yang cukup besar dan maju di Indonesia, selalu aktif membekali diri dan meningkatkan kapasitasnya dalam penyediaan benih unggul. Benih unggul yang dihasilkan diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas HTI yang ada. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menjalin kerjasama penelitian dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, berupa kerjasama pemuliaan pohon dalam pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi Kedua, salah satunya adalah jenis Acacia crassicarpa.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
59
II.
SEJARAH PEMULIAAN ACACIA CRASSICARPA DI PT. ARARA ABADI RIAU
Acacia crassicarpa merupakan salah satu jenis akasia yang tumbuh baik pada beberapa tipe lahan, seperti lahan gambut. Peran jenis tanaman ini pada pembangunan HTI dalam program rehabilitasi dan peningkatan produktivitas lahan di Indonesia semakin meningkat. Menurut Daryono (1977) Indonesia memiliki hampir 16 juta ha hutan rawa gambut, terutama di bagian timur Sumatera mencapai 9.7 juta ha (Riau, Jambi dan Sumatera Selatan) dan Kalimantan seluas 6.3 juta ha (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat), yang memerlukan rehabilitasi. Hampir sekitar 62% dari luas konsesi PT. Arara Abadi Riau berupa lahan gambut yang termasuk gambut ombrogen yang terdapat pada daerah cekungan dan membentuk kubah (dome), sehingga masukan hara hanya mengandalkan dari air hujan. Dalam tahap inisiasi penanaman program HTI, yang banyak menggunakan tanaman jenis eksotik, maka uji spesies dan provenans merupakan tindakan pendahuluan yang penting dalam upaya mengetahui kemampuan adaptasi suatu jenis tanaman pada lahan yang akan digunakan sebagai areal pengembangan. Menurut Hardiyanto (1995), introduksi suatu spesies atau provenans dilakukan berdasarkan metode kesesuaian spesies atau provenans terhadap tapak (site-species or provenance matching). Penyesuaian spesies atau provenans pada tapak melibatkan 2 hal, yaitu: 1) Spesies atau provenans harus dipilih berdasarkan kemampuannya menghasilkan produk yang diinginkan; 2) Spesies atau provenans harus dipilih berdasarkan kemungkinannya untuk tumbuh pada tapak penanaman. Uji spesies dan provenans pada dasarnya bertujuan untuk mencari spesies atau provenans untuk tujuan tertentu pada lokasi dimana spesies atau provenans tersebut dikembangkan. Hasil analisis pertumbuhan uji spesies yang dilakukan di lahan gambut pada umur 73 dan 84 bulan di areal gambut HTI PT. Arara Abadi, Riau menunjukkan bahwa spesies A. crassicarpa mempunyai riap pertumbuhan lebih baik (48.7 dan 40.1 m3/ha/tahun) dibandingkan dengan jenis lainnya seperti A. mangium, A. aulacocarpa, dan E. pellita. Ini berarti bahwa jenis A. crassicarpa sangat cocok untuk dikembangkan di lahan gambut. Grafik pertumbuhan dapat dilihat pada Grafik 1 di bawah ini:
60
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Grafik 1. Riap rerata tahunan dalam uji spesies di lahan gambut pada umur 73 dan 84 bulan di PT. Arara Abadi Riau
E. pellita
A. aulacocarpa
A. crassicarpa
A. mangium
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
A. mangium
A. crassicarpa
A. aulacocarpa
E. pellita
MAI (m3/ha/yr) 84
38,5
40,1
20,2
13,6
MAI (m3/ha/yr) 73
42,4
48,7
22,2
15,0
Hasil yang diperoleh dari uji provenans untuk jenis A. crassicarpa yang dilakukan pada umur 48 bulan, menunjukkan bahwa hampir semua provenans dari Papua New Guinea (PNG) mempunyai riap pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan provenans dari Australia (AUS). Penentuan provenans yang sesuai ini sangat penting sebagai dasar untuk memilih populasi pemuliaan dalam program pemuliaan pohon selanjutnya. Secara lebih lengkap, pertumbuhan riap rerata tahunan (MAI) dalam uji provenans A. crassicarpa pada umur 48 bulan disajikan pada Grafik 2, sebagai berikut:
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
61
Grafik 2. Riap rerata tahunan uji provenans A. crassicarpa pada umur 48 bulan di PT. Arara Abadi Riau. 70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0 Dimisisi Mai Kussa Derideri, MO Wemenever, Village, MOH, River, MOH, P H PNG MOH, PNG PNG NG MAI (m3/ha/yr)
63,2
58,1
56,1
55,6
Bimadebun, MOH, PNG 52,3
Jardine LauraRiver, Bamaga Musgrave, QL , QLD, AUS D, AUS 30,3
25,1
Salah satu strategi yang diterapkan untuk menghasilkan sumber benih yang berkualitas unggul adalah melalui program pemuliaan pohon. Pemuliaan merupakan suatu teknik penerapan prinsip-prinsip genetika hutan dalam praktek silvikultur dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tegakan. Informasi yang diperoleh dari hasil uji provenans dijadikan sebagai dasar untuk memilih populasi pemuliaan. Perbaikan kualitas genetik A. crassicarpa jangka panjang dimulai dengan pembangunan uji keturunan dan kebun benih semai generasi pertama yang dibangun secara terpisah. Informasi yang diperoleh dari uji keturunan ini akan digunakan untuk melakukan seleksi pada kebun benih semai generasi pertama. Pembangunan uji keturunan dan kebun benih semai generasi pertama ini menggunakan materi genetik yang didatangkan dari CSIRO Australia. Pembangunan HTI dengan menggunakan benih generasi pertama di PT. Arara Abadi, khususnya di lahan gambut, dimulai pada tahun 1990-an. Tegakan HTI di areal gambut ini dibangun dengan jarak tanam 2.5 x 3.5 m dan rotasi antara 6-7 tahun. Perolehan riap rerata tahunan (MAI) di tanaman operasional adalah antara 20-30 m3/ha/tahun. Monitoring pertumbuhan A. crassicarpa generasi pertama di lahan gambut ditunjukkan pada Grafik 3 sebagai berikut:
62
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Grafik 3. Monitoring pertumbuhan A. crassicarpa generasi pertama di lahan gambut PT. Arara Abadi Riau 60
50 Potensi (MAI & CAI)
Poly. (MAI) Poly. (CAI)
40
30
20
10
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Umur (tahun)
Upaya perbaikan kualitas genetik terus dilakukan dengan dibangunnya kebun benih semai uji keturunan generasi kedua. Dalam upaya ini PT. Arara Abadi mulai membangun sendiri kebun benih semai uji keturunan generasi keduanya dengan menggunakan materi genetik yang diperoleh dari kebun benih generasi pertama. Untuk mendapatkan materi genetik baru dalam program pemuliaan lanjutan, PT. Arara Abadi mengadakan kerjasama penelitian dalam pembangunan kebun benih semai uji keturunan lainnya dengan B2PBPTH Jogjakarta yang dimulai pada tahun 2003 dan berakhir pada tahun 2008. Pada tegakan HTI generasi kedua di areal gambut menggunakan jarak tanam 3 x 2 m, dengan rotasi 4-5 tahun. Pertimbangan penurunan daur ini dilakukan atas dasar kondisi tanaman A. crassicarpa di lahan gambut, dimana setelah umur 4 tahun banyak dijumpai pohon tumbang oleh angin. Penurunan daur ini tidak berpengaruh pada perolehan riap rerata tahunan (MAI), karena materi genetik yang digunakan jauh lebih improve bila dibandingkan dengan materi genetik sebelumnya. Riap rerata tahunan pada rotasi kedua bisa mencapai 30-38 m3/ha/tahun. Monitoring pertumbuhan A. crassicarpa generasi kedua dapat dilihat pada Grafik 4 di bawah ini.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
63
Grafik 4. Monitoring pertumbuhan A. crassicarpa generasi kedua di lahan gambut PT. Arara Abadi Riau 70 CAI (m3/ha) MAI (m3/ha/yr) Poly. (CAI (m3/ha)) Poly. (MAI (m3/ha/yr))
60 50
CAI / MAI
40 30 20 10 0 0
III.
1
2
Age3 (yr)
4
5
6
PEMENUHAN KEBUTUHAN BENIH A. CRASSICARPA DI PT. ARARA ABADI RIAU
Kebutuhan benih A. crassicarpa di PT. Arara Abadi semakin meningkat dari tahun ke tahunnya, seiring dengan penambahan luasan konsesi di lahan gambut. Target penanaman HTI A. crassicarpa di lahan gambut di PT. Arara Abadi Riau adalah sekitar 70.000–75.000 ha tiap tahunnya. Berdasarkan target tanam tersebut, paling tidak harus disediakan benih A. crassicarpa sekitar 7–8 ton tiap tahunnya (asumsi 1 kg benih A. crassicarpa bisa menghasilkan pertanaman seluas 8-10 ha). Dengan kondisi seperti ini sangatlah tidak memungkinkan apabila pemenuhan benih A. crassicarpa hanya mengandalkan ketersediaan benih yang ada di pengada benih, baik lokal maupun internasional. Oleh karena itu mulai tahun 2000, PT. Arara Abadi melakukan koleksi benih A. crassicarpa dari sumber benih yang sudah dibangun sebelumnya. Tidak dapat dihindari bahwa untuk memenuhi kebutuhan benih yang demikian tinggi, koleksi dilakukan juga pada Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) yang diseleksi berdasarkan materi genetik yang dipakai. Koleksi dari TBT ini hanya bersifat sementara dan akan dikurangi secara berkala, seiring dengan peningkatan produksi dari kebun benih semai/kebun benih semai seleksi massa, dan kebun benih klon. Produksi benih A. crassicarpa selama tiga tahun terakhir tersaji dalam Tabel 1 di bawah ini.
64
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
Tabel 1. Produksi benih A. crassicarpa di PT. Arara Abadi tahun 2008 – 2010 Sumber Benih
2008 (kg)
2009 (kg)
2010 (kg)
KBK
588
496
289
KBS
493
675
1.095
APB
646
68
293
TBT
3.418
7.863
1.742
Total
5.145
9.101
3.419
KBK = Kebun Benih Klon APB= Areal Produksi Benih
KBS= Kebun Benih Semai TBT= Tegakan Benih Teridentifikasi
Pembangunan sumber benih terus dilakukan untuk menyediakan benih unggul yang diperlukan dalam program pembangunan HTI PT. Arara Abadi. Pembangunan sumber benih ini dilakukan dengan mengkonversi tegakan plantation untuk dijadikan sebagai Areal Produksi Benih (APB), membangun kebun benih semai dan kebun benih semai seleksi massa generasi kedua dalam skala luas dengan melibatkan sumber daya operasional. Perkembangan luasan sumber benih A. crassicarpa yang di PT. Arara Abadi Riau disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Perkembangan luasan sumber benih A. crassicarpa di PT. Arara Abadi Riau Sumber Benih APB
1.593
0
Total Luas (ha) 1.593
KBSSM
678
250
928
KBS
146
0
146
KBK Total
237 2.654
0 250
237 2.904
Existing (Juni 2011) Rencana July - Des 2011
APB= Areal Produksi Benih KBS= Kebun Benih Semai
KBSSM= Kebun Benih Semai Seleksi Massa KBK= Kebun Benih Klon
Strategi pemenuhan kebutuhan benih A. crassicarpa untuk operasional HTI PT. Arara Abadi yang diterapkan adalah secara berkala mengurangi produksi benih dari sumber benih TBT dan terus meningkatkan produksi dari sumber benih KBS/KBSSM dan KBK sehingga diharapkan akan lebih meningkatkan produktivitas HTI-nya dengan penggunaan benih yang lebih unggul ini.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
65
IV.
KESIMPULAN
Penggunaan benih unggul dalam pembangunan HTI A. crassicarpa di PT. Arara Abadi Riau memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan produktivitas tegakan yang dihasilkan dan bisa memperpendek daur tebangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan riap rerata tahunan dari benih generasi pertama dan kedua sebesar 40%.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanto, Eko Bhakti. 1995. Suplemen Bahan Kuliah Kursus Pemuliaan Pohon di Wanagama I, Kerjasama Fak. Kehutanan UGM dengan APHI. Daryono, Herman. 1977. Struktur dan Komposisi Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Indonesia. Buletin Teknologi Reboisasi No. 3 Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru.
66
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
KEBIJAKAN SUMBER BENIH DAN POTENSI KEBUTUHAN BENIH UNTUK MENDUKUNG PENANAMAN SATU MILYAR POHON
Harry Santoso Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial
I. LANDASAN HUKUM 9 Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanama 9 PP No. 44 Tahun1995 tentang Perbenihan Tanaman 9 PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 9 Permenhut No.P.01/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan jo. Permenhut No. 72/Menhut-II/2009 tentang Perubahan atas Permenhut No. P.01/Menhut-II/2009 9 Permenhut No. P.28/Menhut-II/2010 tentang Pengawasan Peredaran Benih Tanaman Hutan (mulai dari pengunduhan sampai dengan peredaran benih) 9 Permenhut No P.9/Menhut-II/2011 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2011 Kepada 33 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah -> Jenis yang dilimpahkan : Supervisi, konsultasi, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan urusan perbenihan tanaman hutan oleh Pemerintah Provinsi
II. SUMBER BENIH adalah suatu tegakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas
III. PERMASALAHAN 9 Sumber benih dengan kualitas genetik tinggi (kebun benih semai/klon, kebun pangkas) masih sangat sedikit 9 Sumber benih yang telah ada sebagian mengalami penurunan potensi karena perambahan areal, kebakaran dll. 9 Pemilik/pengelola sumber benih kelompok tani/perorangan cukup banyak (25%) namun belum ada kejelasan pemasarannya dan belum ada insentif pemerintah sehingga rawan untuk beralih fungsi PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
67
9 Pengelola sumber benih atau pengada/pengedar benih belum memiliki tempat penyimpanan benih sehingga pada waktu diperlukan benih tidak tersedia mengingat musim panen tidak sama untuk setiap jenis tanaman
IV. KUALITAS SUMBER BENIH
9 Kondisi tegakan dan tapak (komposisi jenis, pertumbuhan pohon, tegakan, batas areal, aksesibilitas, topografi, keamanan, dll)
kesehatan
9 Perlakuan silvikultur yang diterapkan (pemeliharaan, penjarangan seleksi, stimulasi pembungaan, dll) 9 Asal usul benih (dokumen benih, informasi: provenan-famili-klon) 9 Kronologis pembangunan sumber benih (informasi pohon induk, uji pemuliaan, desain uji, peta posisi dan identitas pohon induk, dll.) 9 Seleksi yang telah diterapkan (seleksi phenotipik, seleksi di dalam plot, seleksi antar famili, seleksi antar klon,dll.) 9 Produktivitas sumber benih (produksi benih, umur sumber benih, dll.)
68
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
V. KALSIFIKASI SUMBER BENIH
1. Tegakan Benih Teridentifikasi - TBT
(Identified Seed Stand)
2. Tegakan Benih Terseleksi -TBS
(Selected Seed Stand)
3. Areal Produksi Benih - APB
(Seed Production Area)
4. Tegakan Benih Provenan - TBP
(Provenance Seed Stand)
5. Kebun Benih Semai - KBS
(Seedling Seed Orchard)
6. Kebun Benih Klon - KBK
(Clonal Seed Orchard)
7. Kebun Pangkas - KP
(Hedge Orchard)
Urutan klasifikasi sumber benih menunjukkan peningkatan kualitas genetik terhadap benih yang dihasilkan, dari yang terendah (1) sampai dengan yang tertinggi (7), dilegalisasi dengan Sertifikat Sumber Benih
VI. TEGAKAN BENIH TERIDENTIFIKASI 9 Tegakan dapat berasal dari hutan alam atau tanaman 9 Persyaratan yang diperlukan adalah hanya komposisi jenis dan batas areal 9 Tegakan ditunjuk sebagai sumber benih (TBT) karena aksesibilitasnya mudah
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
69
V.
TEGAKAN BENIH TERSELEKSI
9 Tegakan dapat berasal dari hutan alam atau tanaman 9 Tegakan ditunjuk sebagai sumber benih setelah dilakukan evaluasi dan mempunyai penampilan di atas rata-rata terhadap tegakan disekitarnya. 9 Persyaratan yang diperlukan selain sebagaimana TBT diikuti dengan penjarangan seleksi berdasarkan phenotipenya
VI.
AREAL PRODUKSI BENIH
9 Tegakan dapat berasal dari hutan alam atau tanaman 9 Tegakan ditunjuk atau dibangun sebagai sumber benih setelah dilakukan penjarangan seleksi berdasarkan phenotipenya diikuti dengan pembuatan jalur isolasi dan penerapan teknik silvikultur lainnya seperti: pemeliharaan, stimulasi pembungaan, dll. 9 Lebar jalur isolasi tergantung jenis polinator dari jenis tanaman ybs. Pada umumnya sekitar 50-200 m.
70
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
VII.
TEGAKAN BENIH PROVENAN
9 Tegakan provenan dibangun dengan menggunakan benih dari provenan terbaik hasil uji provenan. 9 Tegakan provenan dapat berfungsi sebagai sumber benih (TBP) setelah dilakukan penjarangan seleksi berdasarkan phenotipenya diikuti dengan pembuatan jalur isolasi dan penerapan teknik silvikultur lainnya seperti: pemeliharaan, stimulasi pembungaan, dll. 9 Penjarangan seleksi dilakukan untuk mengoptimalkan persilangan antar pohon terseleksi.
VIII.
KEBUN BENIH SEMAI
9 Kebun Benih Semai dibangun dengan mengkonversi uji keturunan dengan menggunakan minimal 25 famili (pohon induk). Uji keturunan dibangun dengan menggunakan famili yang berasal dari provenan terbaik hasil uji provenan 9 Uji keturunan berfungsi sebagai sumber benih (KBS) setelah dilakukan penjarangan seleksi berdasarkan informasi parameter genetik (setelah 1 pohon per plot) diikuti dengan pembuatan jalur isolasi dan penerapan teknik silvikultur lainnya seperti: pemeliharaan, stimulasi pembungaan, dll. 9 Seleksi dilakukan untuk mengoptimakan peningkatan genetik dengan penerapan metode seleksi yang tepat.
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
71
IX.
KEBUN BENIH KLON
9 Kebun Benih Klon (KBK) dibangun dengan menggunakan materi vegetatif dari pohon plus hasil uji keturunan dengan menggunakan minimal 25 klon (pohon induk). 9 KBK dapat dibangun dengan sistematik (uji keturunan half-sib) atau dengan cluster (uji keturunan full-sib) diikuti dengan pembuatan jalur isolasi dan penerapan teknik silvikultur lainnya seperti: pemeliharaan, pemangkasan pucuk, stimulasi pembungaan, dll. 9 Pemangkasan pucuk dilakukan untuk meningkatkan produksi buah dan memudahkan dalam pemanenan buah.
X.
KEBUN PANGKAS
9 Kebun Pangkas (KP) dibangun dengan menggunakan materi vegetatif dari klon unggul hasil uji klon untuk memproduksi materi vegetatif. 9 Klon untuk materi uji klon idealnya berasal dari pohon plus hasil uji keturunan, namun juga dapat berasal dari pohon induk yang berasal dari hutan alam atau tanaman yang mempunyai phenotipe bagus. 9 Kebun pangkas dikelola untuk menghasilkan materi vegetatif yang berlimpah dan mempunyai keberhasilan yang tinggi.
72
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
73
74
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
75
76
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
77
78
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
LAMPIRAN
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
79
Jadwal Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih Tema “PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON”
Waktu
Acara
Penyaji
Moderator / Notulis / Penanggung Jawab
Kamis, 30 Juni 2011 09.00 - 09.45
Pembukaan
Panitia
LAPORAN PENYELENGGARAAN
Kepala BBPBPTH
Pembukaan, Keynote Speech dan Pengarah
Menteri Kehutanan
09.45 – 10.00
REHAT
Panitia
SESI I : 10.00 – 12.00
Kebijakan Sumber Benih dan Potensi
Dirjen BPDAS PS
Kebutuhan Benih (Jenis, Volume dan Kualitas) untuk Mendukung Penanaman Penanaman Satu Milyar Pohon Program Pembangunan Sumber Benih
Kepala Badan Litbang
IR. HARJANTO R.
Kehutanan
PUTRO, MS / Nunuk
Aspek Ilmiah Pembangunan Sumber Benih
Dekan Fakultas
Tri
untuk Mendukung Kebijakan Penanaman
Kehutanan UGM
Retnaningsih,S.Hut
Badan Litbang Kehutanan
Satu Milyar Pohon DISKUSI 12.00 – 13.00
ISHOMA
SESI II : 13.00 – 16.00
Kebijakan DIY sebagai Seed Centre Kehutanan
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY
Pengalaman Penggunaan Benih Unggul
PT. Arara Abadi
dalam Pertanaman HTI DISKUSI
UMUM
PUTRO, MS / Nunuk Formulasi
Tri
Peran
Retnaningsih,S.Hut
Sumber Benih Unggul dalam Mendukung Keberhasilan
IR. HARJANTO R.
Penanaman
Satu
Milyar
Pohon 16.00 – 16.15
PEMBACAAN RUMUSAN
16.15 – 16.30
PENUTUP
80
TIM PERUMUS Panitia
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
DAFTAR HADIR PESERTA SEMINAR NASIONAL YOGYAKARTA, TANGGAL 30 JUNI 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Nama A.Bambang h Abdul Azis Abidin Adi Nugroho Agung P Agus Sofyan Agus Wahyudiono Agus Yanto Ali Muddin Yusuf Anas Cahyo S Anti Damayanti Ari Fiani Arie P Arief Nirsatmanto Arief Suwandi Arif Suharyanto Asep R Asri Insiana P AYPBC Widyatmoko Ayu Dewi Bambang Marwoto Bambang Sugianto Bambang Sutopo Basir Amri Batseba A Smipatty BB Sukmananto Benny Bintarto wahyu W Budi Astuti Budi Leksono Budiati Burhan Ismail C. Adriani P Charomaini Cica Ali Danu Dedi Setiadi Dedy L
Instansi PT. Arara Abadi BBPBPTH BPk Makassar Pusprohut Dishutbun Kab. Blitar BPK Palembang BPDAS Idragiri Rokan Riau BPK Aek Nauli Fahutan UNWIM Dinas Hutbun Kab. Kediri UIN Sunan Kalijaga BBPBPTH Pusprohut BPK Manokwari Pusdal Reg II Dishutbun DIY BPK Ciamis BBPBPTH BBPBPTH BPDAS Sop BP Bioteknologi BPTP BPK Solo ANTARA Dipertahut Kulon Progo BPK Manokmawi BUK Dishutbun Gunung Kidul Pusprohut BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BPK Makassar BBPBPTH BPK Aek Nauli BPTP Bogor BBPBPTH Ditjen BUK
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
81
39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 82
Dian Wijayati Dodi Garnadi Dr. Amir Wardhana Dwi Kartikaningtyas Dwiyasa Edi Setiawan Edy Subagyo Eko Gathot W Ema Endang DL Endang Sfitri Eritrina W Esty R Satiti Evi Eryana Fasis Firdaus G. Siswo Gunawan Gunawan HR Gunawan Setiaji Hadi haryono Hamdan Hardiyanto Hary BS Haryanto R Putro Henry S Heru Dwi R I Komang S Idi Bantara IGN Oka Suparti Ima Tri Wisuka Imam Muslimin Indra Indro Prahasto Ir. Siti Maesaroh, M.Si Ismiaty Istiana P Jafred Halawane Jamin Malik Jayusman Kardina Kinasih Citra Utami
BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH Puslitbang Perhutani Cepu BPDAS Dms Mataram Pusprohut BPDAS Kahayan Humas Kemenhut BBPBPTH BPK Banjarbaru BBPBPTH Pusprohut PT. Arara Abadi BBPBPTH Pusat Humas BPDAS Jambi BPK Ciamis BBPBPTH Kutai, Timber Indonesia Balai Besar Penyuluh BBPBPTH BPK Bali Nusra BPK Ciamis IPB BKSDA Yogyakarta BPK Solo BPK Mataram BPDAS Solo BPTP Samboja BBPBPTH BPK Palembang BPK Manado INTAN Kadis Pertanian BBPBPTH BBPBPTH BPK Manadao Humas Jakarta BBPBPTH Dishutbun Jogja BPDAS Kapuas Pontianak
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011
81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122.
Kuncoro Kus Wardani Kusmintarjo Kuspriadi Liliana Baskorowati Liliek Haryjanto Lydia Suastati M. Anis F M. Nurdin Asfandi Misto Mmashudi Mudji Susanto Muswir Ayib Naeruddin Nani Rukmini Neni Nifa Juliati Nunuk Tri R Nur Hidayati Nurrohmah Wisudaningrum Nurul Silva Nuryadi Nutjahjaningsih Pamungkas DP Prastyono Priska Rini Priyo Kusnaedi Purnamila Relawan Kuswandi Retno Agusta Rini Rifki M A El Hakim Riharto Rina Laksmi Rina Sulistyanti Riski Ari F Rizki Maharani Rofiq A Rudy Suryadi Rusmana Setiawan Setiawan Setiyo
BKSDA Yogyakarta BBPBPTH BBPBPTH BTNGM BBPBPTH BBPBPTH BBPD samarinda BBPBPTH BBPBPTH BPK ANU BBPBPTH BBPBPTH BPDAS Solo BP3KP BPTH Jawa Madura Republika BPP Dipterokarpa BBPBPTH BBPBPTH BKSDA BPPD Samarinda BTNGM BBPBPTH BPK Solo BBPBPTH BBPBPTH BPK Mataram BBPBPTH BPK Manokwari BPK Mataram BPK Manokwari BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BPPD Samarinda Hutbun Sleman BPK Manado BPK Bajarbaru BBPBPTH BBPBPTH Dishutbun Cilacap
PERAN SUMBER BENIH UNGGUL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON
83
123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155. 156. 157. 158. 159. 160.
84
Siti Husna Siti Nurjannah Siti Susilawati Sri Anti Ningsih Sri Sunarti Sri Wahyuni Sugeng Pudjiono Suhartono PC Suharyanto Sujarwo Sujatmoko Sumardi Suprihwijayani Suripto Swinarno Syahrul Teguh S Tjuk Sasmito Hadi Toni Herawan Totong Budiman Trayan Tri Maria Tri P Tri Wahyu Tri Wilaida Turbani M Untung P Usman Ashar Uus Sulaeman Vivi Yuskianti Wibowo Hadi Wisnu Wiwiek H Wulan R Yadi H Yelnititis Yos Kinori Omachi Yuliah Yustinus Aryanto
BBPBPTH Dinas Paertahut Bantul BBPBPTH Staf Distanbunhut BBPBPTH BBPBPTH BBPBPTH BPTKP Dishutbun DIY BPK Palembang BPK Kupang BPK Kupang INSTIPER BBPBPTH BPK Kupang BPH P BBPBPTH BPTP Samboja BBPBPTH BPKH XI Yogyakarta BBPD Samarinda BBPBPTH BBPBPTH Dinhutan Wonosobo BPTP Bogor BPK Makassar Distanhutbun TMS BPTH Maluku Papua BBPBPTH BBPBPTH Kapuslitbang Perhutani Bapeda DIY BBPBPTH Dinhut Jateng BPK Mataram BBPBPTH Kutai, Timber Indonesia BBPBPTH BPTP Samboja
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN SUMBER BENIH | 30 JUNI 2011