Inlef-unlwnity Forum for T..nsport.allon StlKllH
I
Semarang, October 29-30th 2008
Sambutan Ketua FSTPT Pengantat"
sambutan Ketulll t<:omite IImiah Sambutan t<:etua PaRma p. . . . . . .' Susunan Acara
r.a
International Scientifics Committee • Pro!. Ka~ L-Bang (KTH, Sweden) • Dr Mlle. Tight (University 01 LeedS) • Pro!. Radin Urnar (MIRDS. Malaysia) • Dr. Mark Zuldgeest (tTC En.thede The NelherlandS) .. Prof. wtmpy Santosa (UnlYersitas Parahyangan) • Prof. Slgtt ~yanlo (Unlversttas GadJah Mada)
ANALISIS KEBUTUHAN TERMINAL (LOKASI DAN TIPE) UNTUK
PENGEMBANGAN DAERAH BERDASARKAN KEBUTUHAN TRANSPORTASI
(STUDI KASUS: PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM)
Sofyan M. Saleh Mahasiswa Program S3 Program Studi Teknik Sipil FFSL Institut Teknologi Bandung JI. Ganesa No. 10 Bandung Telp/Fax: (022)2502350.,
[email protected]
Nindyo Cahyo Kresl/anlo Mahasiswa Program S3 Program Studi Teknik Sipil FTSL Institut Teknologi Bandung JI. Ganesa No.1 0 Bandung Telp/Fax: (022)2502350.,
[email protected]
Muhammad I.ya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah JI.Syeh AbdurraufNo. 7 Darussalam Banda Aceh Telp: (0651)7401004,
[email protected]
Abstract
Increasing in transportation needed, mainly in land transportation should be followed by a good service to the users. A good service in transportation infrastructure has a positive impact to the development of a region. Optimum quality service should be supported by availability of infrastructure and means of transport. Terminal is one of vital infrastructure to support the optimum services. This study is concern in how to analyze the need of a terminal in a certain region, in this case is Province of Nanggroe Aceh Darussalam. The analysis is based on the neeessity of transportation. regional planning, and the minimum standard of terminal. The result of this study is to identitY the necessity of a terminal based on location and type of terminal which is needed by a region.
Keywords: Tenninal. transportation infrastructure,
1.1. PENDAHULUAN Meningkatnya kebutuhan transportasi khususnya transportasi darat mengharuskan adanya peningkatan pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi darat. Transportasi darat yang banyak dibutuhkan oIeh pengguna jasa adalah bidang angkutan umum. Pelayanan angkutan umum sering kali terabaikan karena hanya mengutamakan kuantitas dari pada kualitas. Kualitas pelayanan yang optimal harus didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai. Prasarana angkutan umum yang memadai akan berpengaruh terhadap kinerja pelayanan angkutan umum itu sendiri. Pelayanan yang diberikan kepada konsumen pengguna jasa angkutan umum menjadikan sistem transportasi khususnya angkutan umum dapat tertata dengan baik. Prasarana angkutan umum tersebut merupakan tempat untuk menunggu angkutan, tempat beristirahat awak kendaraan dan penjadualan angkutan umum yang akurat, prasarana yang dimaksud adaJah tenninal. Dengan demikian perlu adanya suatu perencanaan dalam pembangunan terminal sehingga manfaatnya dapat dirasakan maksimal. Letak suatu tenninaI akan berpengaruh terhadap tingkat pelayanan angkutan umum yang melayani trayek di wilayah tersebut. Kondisi ini sering terabaikan dalam perencanaan suatu tenninal, sehingga tenninal yang sudah terbangun dan beroperasi seringkali manfaatnya kurang terasa. Tidak maksimalnya manfaat yang dihasilkan dengan adanya pembangunan tenninal ini, juga tidak lepas dari pengawasan di lapangan, tanpa pengawasan yang baik kinerja terminal kurang bagus. Di NAD sendiri pelayanan tenninal dirasakan tidaklah maksimal. Kondisi ini terjadi karena fasilitas tenninaI dan bangunan yang sudah tidak layak lagi bagi pelayanan terhadap angkutan umum dan pengguna jasa tenninal. Kondisi ini diperburuk lagi dengan kinerja awak kendaraan yang sering mengabaikan peraturan lalu-lintas sehingga menambah beban citra pelayanan buruk tenninal.
Simposium XI FSTPT, Ulliversilas Dipollegoro Semarang, 19-30 Oktober 1008
Kebutuhan tenninal di NAD haruslah direncanakan sematang mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pelayanannya. Adanya perencanaan dan kaj ian mengenai kelayakan pembangunan tenninal sangatlah diperlukan untuk menentukan lokasi yang strategis dan mendapatkan manfaat yang maksimal. Kajian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kelayakan pembangunan tipe tenninal sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tenninal yang strategis mengakomodasi kepentingan pengelola dan pengguna jasa transportasi, untuk mendukung pengembangan wilayah NAD. Secara terinci tujuan dari kajian ini: • •
Perancangan model demand pergerakan untuk tiap lokasi yang ditinjau. Penentuan kebijakan tipe-tipe tenninal yang digunakan.
Untuk mencapai tujuan ini, maka dibutuhkan analisis dan prediksi sebagai berikut:
•
• II.
Pengumpulan data dan infonnasi serta inventarisasi awal yang meliputi data fisiografi dan topografi, data instansional, data sosio demografi, data lalu lintas, data harga bahan/material, serta studi banding ke tenninal daerah lain yang representatif. Pekerjaan survai yang meliputi survai lalu lintas, survai topografi, survai penyelidikan tanah dan observasi menyeluruh lingkungan sekitar. STUDI PUSTAKA
2.1. Definisi Terminal
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Tenninal Transportasi merupakan:
• Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. • Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas. • Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang. • Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota. 2.2. Fungsi Terminal
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Fungsi Tenninal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:
I. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan lain, tempat fasilitas fasilitas infonnasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan manajemen untuk menata lalu lintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali kendaraan umum. 3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah untuk pengaturan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat dan infonnasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan. 2.3. Jenis Terminal
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Tenninal dibedakan berdasarkanjenis angkutan, menjadi:
I. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. 2
Simposium Xl FSTPT, Universitas Diponegoro Sernarong, 29-30 Oktober 2008
2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keper\uan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. 2.4. Ketentuan Mengenai Terminal Angkutan Penumpang Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi: I. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. 2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. 3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan. 2.5. Persyaratan Lokasi Terminal
Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:
o
Rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasijalan.
o
Rencana umum tata ruang.
o
Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal.
o
Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.
o
Kondisi topografi, lokasi terminal.
o
Kelestarian lingkungan.
2.5.1. Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A o
Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara.
o
Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IlIA.
o
Jarak antara dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan yang tersedia sekurang kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya.
Mempunyai jatan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya. 2.5.2. Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B o
Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan kota dalam propinsi.
o
Terletak di jalan acteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB.
o
Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal tipe A, sekurang kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di pulau lainnya.
o
Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya.
o
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya.
3
Simposillm XI FSTPT, Universitas Dipo1legoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
2.5.3. Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C • Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek angkutan pedesaan. • Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi lilA. Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan. • Mempunyai jalan akses masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas sekitar terminal. 2.6. Tipologi Terminal
Tabel I. Secara tabelaris tipologi terminal dapat disarikan menjadi sebagai berikut:
Ketentuan Fungsi Terminal (KM 31 TH 1995) Pasai 2
Fasil~as Tenninal (KM 31 TH 1995) Pasal3
Lokasi Tenninal (KM 31 TH 1995) Pasal11,12dan 13
Instansi Penetap Lokasi TelTllinal (KM 31 TH 1995) Pasal14 Penyelenggara TelTllinal (KM 31 TH 1995) Pasal17
TIPEA TIPEB TIPEC Melayani kendaraan umum unluk Melayani kendaraan umum untuk Melayani angkutan pedesaan angkutan antar kola antar propinsi angkutan anlar kola daiam propins;, dan atau angkutan lintas batas angkulan kola dan angkutan negara, angkulan antar kola dalam pedesaan propinsi, angkulan kola dan anokulan Dedesaan Jalur Pemberangkalan dan Jalur Pemberangkalan dan - Jalur Pemberangkatan dan Kedatangan Kedatangan Kedalangan - Tempal Parkir - Tempat Parkir Kantor Tenninal - Kantor Tenninal Tempal Tunggu - Kantor leminal - Tempal Tunggu - TempatTunggu Rambu-rambu dan Papan - Menara Pengawas - Menara Pengawas InfolTllasi - Loket Penjualan Kareis - Loket Penjualan Kartis - Rambu-rambu dan Papan - Rambu-rambu dan Papan Infonnasi Infonnasi - Pelataran Parkir Penganlar alau - Pelalaran Parkir Penganlar Taksi alau Taksi Te~elak di dalam wilayah - Te~elak dalam janngan trayek - Te~etak dalam janngan trayek antar kota antar propinsi kabupaten DTII dan dalam antar kola dalam propinsi dan/alau angkutan lintas balas - Te~etak di jalan a~en dengan janngan trayek pedesaan negara kelas jalan sekurang-kurangnya Te~elak di jalan arten dengan kelas jalan sekurang-kurangnya - Te~elak di jalan arten dengan kelas III B kelas jalan sekurang-kurangnya - Jarak antar dua lenninal kelas III C kelas lilA penumpang tipe A dengan B Luas lahan yang tersedia sesuai sekurang-kurangnya 15 Km di dengan perminlaan angkulan - Jarak antar dua terminal penumpang lipe A sekurang Pulau Jawa - Mempunyai akses jalan masuk kurangnya 20 Km di Pulau Jawa - Luas lahan yang lersedia alau jalan keluar ke dan dan sekurang-kurangnya 3 ha teminal sesuai dengan - Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha - Mempunyai akses jalan masuk kebutuhan - Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak atau jalan keluar ke dan dan terminal dengan jarak sekurang sekurang-kurangnya 50 m kurananva 100 m Di~end HubDar setelah mendengar Gubemur selelah mendengar Bupati setelah mendengar pendapat Gubemur dan Kepala pendapat dan Kepala Kanwil pendapat dan Kepala Kanwil Kanwil DepHub selempal DepHub dan mendapat persetujuan DepHub dan mendapat perselujuan dan Dinend dan Gubemur Direktarat Jenderal Gubemur Bupali
2.7. Sistem Jaringan Angkutan Umum
Sistem jaringan angkutan umum biasanya dapat dibagi menjadi (2) dua kelompok, yaitu:
1. Jaringan rute yang terbentuk secara evolutife yang pembentukannya dimulai oleh pihak-pihak pengelola individual secara sendiri-sendiri,
4
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Sel1Ulrang, 29-30 Oktober 2008
2. Jaringan rute yang terbentuk simultan secara menyeluruh, pembentukkannya dilakukan oleh pengelola angkutan umum yang besar (swasta ataupun milik pemerintah) ataupun oleh sekelompok pengelola individual secara simultan dan bersama-sama. Pada kelompok yang pertama, pembentukkan jaringan rute benar-benar tidak terkoordinasi, karena sistem tumbuh secara parsial. Masing-masing lintasan rute terbentuk karena keinginan pengguna jasa (penumpang) ataupun karena keinginan pihak pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute menjadi lemah. Lintasan rute hanya terkonsentrasi pada jalan-jalan arteri yang secara geometrik mempunyai kapasitas lalu lintas yang besar dan juga mempunyai potensi demand yang tinggi. Pada daerah-daerah lain jarang dijumpai rute angkutan umum. Akibatnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum sangatlah tidak merata. Ada beberapa daerah tertentu yang dijumpai kemudahan yang tinggi untuk menggunakan angkutan umum, dan di daerah daerah lain yang mempunyai tingkat kemudahan yang rendah terhadap penggunaan angkutan umum. Secara keseluruhan sistem rute menjadi tidak efektif dan efisien. Pada kelompok yang kedua, di lain pihak, karena pembentukannya secara simultan dan dilakukan oleh pengelola skala besar ataupun sekelompok pengelola individual, maka jaringan rute yang terbentuk biasanya merupakan jaringan rute yang komprehensif dan integral. Hal ini dimungkinkan, karena pembentukan yang secara simultan ini biasanya didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jaringan rute seperti ini, keterkaitan antar individual rute sangatlah kentara, sehingga penumpang dengan mudah dapat menggunakan sistem jaringan rute yang ada untuk kepentingan mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan jaringan rute secara kescluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan pula. Semua potensi pergerakan betul-betul diantisipasi sedemikian schingga tingkat aksesibilitas setiap daerah perkotaan cukup merata. Orang dengan mudah menggunakan angkutan umum di manapun dia berada untuk tujuan ke manapun yang diinginkan. Dengan demikian, secara keseluruhan, sistem jaringan rute angkutan umum menjadi efektif dan efisien. III. Metodologi - -
-
----
-
- - -
-~---
Aspek Kewllayahan 1) T<'lt8 Ru"ng 2) Kundrsl Flslk T8kl115
' I
I
-
Identifikasi Alternatif
l."f:Pii--I
L----=Lc::o",kac::se-iT"'o"'rme-i"'na=-I_---'I
5
-~
- -
-
-
KondlSl Janngan Transportasl 1) Anglullan 2) _T 81 mlmll __ _ ~
-
_
Kebijakan Urnum &
Rencana Pengembangan
Simposium XI FSTPT, Ulliversitas Dipollegoro Semarallg, 29-30 Oktober 2008
IV. HASIL DAN DISKUSI 4.1.
Kajian Permintaan
Dalam studi ini, pemodelan menggunakan pemodelan kebutuhan transportasi empat tahap (jour stage transport demand model). Analisis demand dilakukan hanya untuk permintaan transportasi jalan raya. Dalam studi ini, yang ditinjau hanya jaringan jalan nasional dan provinsi dalam wilayah provinsi NAD. Secara umum metode yang digunakan adalah 4 Tahap Perencanaan Transportasi. Kajian permintaan perjalanan penumpang di daerah ini dilakukan berdasarkan data sosio ekonomi daerah Provinsi NAD yang dimodelkan. Hasil Pemodelan dengan menggunakan piranti lunak SATURN didapat hasil dalam bentuk desire line dan desire flow pada tahun tinjauan dapat dlihat pada Gambar 4.1 sampai dengan Gambar 4.2.
Nanauroo Acoh
»~ru8Rala~ ~
2007
2011
2021
2040
Keterangan gambar (smplhari) 40.000 20.000 10.000
o
Gambar 4.1 Desire line pada tahun prediksi
6
25
~-
7
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktaber 2008
2007
2011
2021
2040
Keterangan Gambar (smpjhari) 100.000
__ 0
Gambar 4.2 Desire flow pada tahun rencana 4.2.
Analisis Kebutuhan Terminal
Indikasi kebutuhan pengembangan terminal penumpang tersebut terkait dengan hasil prediksi pergerakan penumpang antar daerah (kabupatenlkota) hingga tahun 2020 seperti yang dapat ditunjukkan dalam Gambar 4.3. Gambar 4.3 menunjukkan simpul-simpul wilayah (kabupatenlkota) yang memiliki pola pergerakan penumpang berdasarkan jumlah pergerakan j perjalanan penumpang per hari. Hasil analisis prediksi pergerakan penumpang antar kabupatenlkota yang ditunjukkan dalarn Gambar 4.3 tersebut memperlihatkan potensi pergerakan penumpang per hari pada daerah daerah kabupatenlkota pada jalur lintas utara-timur provinsi NAD dengan angka pergerakan penumpang (total kedatangan dan keberangkatan) di atas 5.000 penumpang per hari. Hasil analisis ini mengindikasikan bahwa daerah-daerah pada lintas utara-timur tersebut merupakan daerah potensial bagi pengembangan fasilitas pendukung transportasi darat yang berfungsi sebagai simpul-simpul pergerakan penumpang berupa terminal bus.
7
Simposium Xl FSTPT, Ulliversilas Dipollegoro Semarallg, 29-30 Oktober 2008
•
--¢-. ,
•
8
Simposium XI FSTPT. Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
~el~'(~""J~I"nm
EU5
':'"WA.TW'Oft=
f!!!!1
':"~or •• 1'tI'W=
~
':"U"II,1'tIU':tc:'
E:]
':'l~(':-"J"."':II
fi!!I! e!I!
"'.c 0. ~ ~JO:. -='c_ e, ~.....
=
'Co." Gambar 4.4 Sebaran Lokasi Potensi Pengembangan Terminal berdasarkan tipenya dan rencana pengembangan di Provinsi NAD 5.
Kesimpulan
Dari pembahasan tentang data dan anal isis yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan: • Dengan semakin berkembangnya wilayah di Provinsi NAD, mengakibatkan semakin meningkatnya pergerakan penduduknya baik di dalam wilayah itu sendiri maupun pergerakan ke luar wilayah (teridentifikasi dari hasil survai Lalu Lintas yang ada). Untuk menunjang pergerakan tersebut, maka dibutuhkan sebuah terminal yang representatif. 9
Simposium Xl FSTPT, Ulliversilas DipOllegoro Semarang, 29-30 Ok/ober 2008
Karenanya, keberadaan sebuah terminal angkutan umum terutama tipe B dan tipe C sangat dipeJukan di wilayah ini. • Penentuan lokasi terminal ditiap wialyah kabupaten harus dilakukan dengan mempertimbangkan prakiraan perpindahan orang menurut asal tujuan perjalanan; dan arah dan kebijaksanaan peranan transportasi di jalan dalam keseluruhan moda transportasi; rencana kebutuhan lokasi simpul dan rencana kebutuhan ruang lalu-Iintas. Jadi dalam penentuan lokasi terminal ini juga harus mempetimbangkan rencana umum tata ruang, keterpaduan dengan moda transportasi lain dan kelestarian lingkungan. DAFTARPUSTAKA
Black, J.A. (1981), Urban Transport Planning: Theory and Practice, London, Cromm Helm.
Catanese J.A. dan J.e. Snyder, (1996), Perencanaan Kota, ErIangga, Jakarta.
Morlok, E. K., (1978), Introduction To Transportation Engineering and Planning, McGraw
Hill, Inc. Ortuzar, J.D. dan Willumsen, L.G. (1994), Modelling Transport, Second Edition, John Wiley and Sons Ltd. Riyadi dan D.S. Bratakusumah, (2005), Perencanaan Pembangunan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tamin, O.Z., (2001), Peran Prasarana Transportasi Jalan dalam Menunjang Otonomi Daerah, Seminar Sehari Teknik Sipil, Untar, Jakarta. Tamin, O.Z. (2003), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi: Contoh Soal dan Aplikosi, Penerbit ITB, Bandung. Tamin, O.Z., dan R.B. Frazilla (1997), Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan Sistem Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 8 no. 3, Institut Teknologi Bandung. Vliet, D.V., (1995), SATURN User's Manual, ITS, The University of Leeds. Badan Litbang Perhubungan (2001) Konsepsi Penyusunan Tatrawil Provinsi, Departemen Perhubungan RI. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi lVaswnal(S~trana~.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Prasarana dan Angkutan Jalan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor II Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangko Panjang lVasional2005-2025.
10