1
SELEKSI ISOLAT AKTINOMISETES PENGHASIL PROTEIN ANTIBAKTERI
VENNY GENIA PRAMUDHITA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2
SELEKSI ISOLAT AKTINOMISETES PENGHASIL PROTEIN ANTIBAKTERI
VENNY GENIA PRAMUDHITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
3
ABSTRAK VENNY GENIA PRAMUDHITA. Seleksi Isolat Aktinomisetes Penghasil Protein Antibakteri. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan ALINA AKHDIYA. Bakteriosin merupakan protein antibakteri yang mudah diuraikan oleh enzim protease dalam pencernaan manusia, sehingga banyak digunakan sebagai pengawet alami. Kelompok bakteri Aktinomisetes mampu memproduksi bakteriosin. Akan tetapi bakteriosin dari Aktinomisetes belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Aktinomisetes yang dapat menghasilkan protein antibakteri seperti bakteriosin, mengetahui sifat protein antibakteri dan bobot molekulnya. Seleksi 90 isolat Aktinomisetes dengan metode dual culture menghasilkan 19 isolat Aktinomisetes yang mampu melawan bakteri patogen Xanthomonas oryzae, Listeria monocytogenes, Ralstonia solanacearum, dan Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC). Dari 19 isolat Aktinomisetes yang terseleksi didapatkan lima isolat yang paling baik aktivitas antibakterinya yaitu A7.5, A46.3, A51.3, A62.1, dan A64.3. Kelima isolat tersebut dikarakterisasi lebih lanjut senyawa antibakterinya dengan presipitasi amonium sulfat 80%. Endapan hasil presipitasi amonium sulfat 80% dikarakterisasi dengan Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE), perlakuan panas 87 o C selama 10 menit dan perlakuan enzim proteinase K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa antibakteri yang disekresikan kelima isolat Aktinomisetes terpilih tersebut adalah suatu protein antibakteri seperti bakteriosin dengan sifatnya yang stabil pada suhu 87 oC selama 10 menit, menghasilkan beberapa pita protein dengan bobot molekul tinggi yaitu sebesar 57.78-641.44 kDa, dan aktivitasnya menurun oleh enzim proteinase K.
4
ABSTRACT VENNY GENIA PRAMUDHITA. The Screening of Actinomycetes Isolates which Produce an Antibacterial Protein. Under the direction of EMAN KUSTAMAN and ALINA AKHDIYA. Bacteriocin was highly specific antibacterial protein and commonly used as commercial food preservatives because it was rapidly digested by proteinase in human digestive tract. Actinomycetes can produce bacteriocin which is rarely studied rather than other bacteria. The aim of this research is to get the isolate as some Actinomycetes wich produce antibacterial protein such as bacteriocin and to know the characteristic of antibacterial protein.
The screening of 90 Actinomycetes isolates using dual culture method resulted that 19 isolates were able to inhibit the pathogenic bacteria such as Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacearum, Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) and Listeria monocytogenes. The antibacterial substances of five Actinomycetes isolates (A7.5, A46.3, A51.3, A62.1 and A64.3) from 19 selected isolates are precipited by 80% ammonium sulphate. Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE), proteinase K and 87o C heat treatment were done in antibacterial substances had been precipitated using 80% ammonium sulphate. The result of this research indicated that antibacterial substances is an active protein such similar as a bacteriocin with some characters such as its antibacterial activity can be reduced by proteinase K, remarkably stable at high temperature 87o C and has rather high mass (57.78- 641.44 kDa).
5
Judul Skripsi : Seleksi Isolat Aktinomisetes Penghasil Protein Antibakteri Nama : Venny Genia Pramudhita NIM : G44102021
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Eman Kustaman Ketua
Alina Akhdiya M.Si Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP. 131 473 999
Tanggal Lulus :
6
PRAKATA Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih adalah potensi Aktinomisetes dalam menghasilkan antibakteri, dengan judul Seleksi Isolat Aktinomisetes Penghasil Protein Antibakteri. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Desember 2006 di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB Biogen) Bogor. Ucapan terima kasih penulis tujukan terutama kepada Bapak Ir. H. Eman Kustaman sebagai pembimbing dari Program Studi Biokimia, Ibu Alina Akhdiya, M.Si selaku pembimbing di lapangan, Ayah, Bunda dan adik tercinta atas do’a-do’anya. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh staf laboratorium BB. Biogen antara lain mba Susi, mba Kiki, mba Liesya, pak Joko, pak Jajang dan pak Eep atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada teman-teman Al Muthmainnah, Fahrizan, Febri, Yayu, dan Indah serta semua pihak atas bantuan dan dukungannya Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Februari 2007
Venny Genia Pramudhita
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka Jawa Barat pada tanggal 13 Juni 1984 dari ayahanda Ojo Sujana dan ibunda Uum Umayah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Majalengka dan lolos seleksi masuk IPB dengan jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Kimia) pada tahun 2003/2004 dan tahun 2004/2005. Pada tahun yang sama penulis juga aktif di kepengurusan DKM Al Ghifari IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Penddikan Agama Islam, matakuliah Biokimia Umum, matakuliah Biologi pada tahun 2004/2005 dan menjadi asisten praktikum matakuliah SFS (Struktur Fungsi Subseluler) tahun 2005/2006. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di laboratorium mikrobiologi Balai Penelitian Tanah dari bulan Juli sampai Agustus 2005 dengan judul Seleksi Cendawan Penghasil Pektinase Ekstraseluler secara Kualitatif dengan Teknik Difusi Agar.
8
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Aktinomisetes ............................................................................................ 1 Antibakteri ................................................................................................. 2 Xanthomonas oryzae................................................................................... 3 Ralstonia solanacearum ............................................................................ 3 Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC).................................................. 3 Listeria monocytogenes ............................................................................. 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ........................................................................................... 4 Metode Penelitian ...................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Isolat Aktinomisetes Penghasil Protein Antibakteri......................... 6 Hasil Presipitasi Amonium Sulfat 80% ....................................................... 8 Hasil Perlakuan Panas dan Enzim ..............................................................10 Hasil Penentuan Bobot Molekul Pita Protein .............................................11 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................13 LAMPIRAN ......................................................................................................15
9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Diameter zona hambat isolat Aktinomisetes hasil seleksi uji antibakteri .................. 7 2 Diameter zona hambat hasil presipitasi dengan Ammonium Sulfat 80% tanpa perlakuan ...................................................................................................... 9 3 Diameter zona hambat supernatan 2-PBS dengan berbagai perlakuan...................... 10 4 Bobot molekul pita protein hasil presipitasi lima isolat Aktinomisetes terpilih..................................................................................................................... 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A7.5, A51.3, A62.1 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum....................................................................... 7 2 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A64.3 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum ...................................................................................... 8 3 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A46.3 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum ....................................................................................... 8 4 Zona hambat supernatan 2-PBS kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum ............................................................. 9 5 Zona hambat supernatan 1-PBS kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum ............................................................. 9 6 Zona hambat endapan 2-air kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum .............................................................. 9 7 Zona hambat hasil presipitasi ammonium sulfat-enzim proteinase K pada Listeria monocytogenes .......................................................... 10 8 Zona hambat hasil presipitasi ammonium silfat-perlakuan panas 87o C selama 10 menit pada Listeria monocytogenes ................................. 10 9 Zona hambat hasil presipitasi ammonium sulfat tanpa perlakuan pada Listeria monocytogenes ...................................................... 10 10 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A51.3, A7.5 dan A64.3 ............................. 12 11 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A62.1......................................................... 12 12 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A46.3......................................................... 12
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Alur metode penelitian .......................................................................................... 16 2 Alur metode presipitasi ammonium sulfat............................................................... 17 3 Daftar isolat Aktinomisetes yang diseleksi uji antibakteri ...................................... 18 4 Gambar hasil uji antibakteri supernatan kasar kelima isolat terpilih ........................ 21 5 Gambar hasil uji antibakteri setelah presipitasi amonium sulfat 80% terhadap lima isolat Aktinomisetes terpilih ........................................................... 21 6 Grafik perhitungan bobot molekul pita protein hasil elektroforesis............................23
1
PENDAHULUAN Kelompok bakteri Aktinomisetes merupakan bakteri yang banyak menghasilkan antibakteri. Beberapa contoh senyawa yang bersifat antibakteri adalah antibiotik dan bakteriosin. Antibiotik merupakan metabolit sekunder (Suwandi 2000). Sekitar 70% antibiotik telah ditemukan dari Aktinomisetes terutama Streptomyces (Suwandi 1993). Antibiotik yang dihasilkan Aktinomisetes mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain. Menurut Lisdar (1997) yang diacu dalam Suarsana (2001) Aktinomisetes juga mampu memproduksi bakteriosin (43%) yang bersifat bakterisidal dan bakteriostatik. Akan tetapi bakteriosin dari Aktinomisetes belum banyak diteliti dibandingkan dengan bakteriosin dari bakteri lain seperti kelompok bakteri asam laktat (BAL), Bacillus, dan Staphylococcus. Sehingga menggali potensi bakteriosin dari kelompok bakteri Aktinomisetes merupakan sesuatu yang menarik. Apalagi manfaat dari bakteriosin yang besar banyak digunakan dalam bidang industri makanan dan minuman yaitu sebagai pengawet alami yang aman dikonsumsi manusia karena mudah diuraikan enzim pencernaan (Joerger et al. 2000, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Selain dalam bidang industri makanan dan minuman, kemampuan Aktinomisetes dalam menghasilkan antibiotik dan bakteriosin juga dapat dimanfaatkan dalam bidang lain yaitu dalam bidang medis dan pertanian. Pada bidang medis, antibakteri digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit infeksi yang disebabkan bakteri, misalnya antibiotik streptomisin yang diisolasi dari biakan Streptomises, merupakan anti tuberkulosis. Sifat antibakteri ini juga dapat digunakan untuk mengatasi diare pada anakanak yang disebabkan Escherichia coli enteropatogenik (EPEC) dan penyakit listeriosis yang disebabkan Listeria monocytogenes. Sedangkan pada bidang non medis misalnya bidang pertanian, mikrob penghasil antibakteri dapat digunakan sebagai agen biokontrol bagi mikrob patogen tanaman. Contoh penggunaan mikrob sebagai biokontrol yaitu pada penyakit layu bakteri yang disebabkan Ralstonia solanacearum dan penyakit hawar daun bakteri pada padi yang disebabkan Xanthomonas oryzae. Begitu besarnya potensi Aktinomisetes dalam memproduksi antibakteri dan keberadaannya yang melimpah di alam dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi
resistensi mikroorganisme patogen dalam bidang medis dan pertanian, serta sebagai pengawet alami dalam bidang industri yang berkembang dari waktu ke waktu. Penggalian potensi Aktinomisetes sebanyak-banyaknya dari alam untuk berbagai keperluan hidup manusia merupakan salah satu pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah dan beraneka ragam. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Aktinomisetes penghasil protein antibakteri yang mampu menghambat bakteri Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacearum, Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) serta Listeria monocytogenes. Hipotesis penelitian ini adalah beberapa isolat Aktinomisetes hasil seleksi mampu mensekresikan protein antibakteri yang mampu menghambat Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacaerum, Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) serta Listeria monocytogenes.
TINJAUAN PUSTAKA Aktinomisetes Aktinomisetes termasuk kelompok bakteri gram positif, memiliki bentuk morfologi berfilamen (benangbenang halus), pleomorfisme (banyak bentuk) dan tumbuh dalam koloni yang bercabang-cabang luas dengan hifa dasar yang pendek, sempit dengan miselium yang berdiameter kecil berukuran 0.05-2 µm (Dindal 1990). Bentuk koloni aktinomisetes berbentuk bulat dengan elevasi timbul dan cembung, tepian rata dan tidak beraturan serta permukaan bertepung, licin, kasar, atau keriput. Warna koloninya juga bermacam-macam, bahkan ada koloni yang dapat mengubah warna medium serta menghasilkan bau menyerupai tanah yang disebut geomisin (Indriasari 1999). Berdasarkan klasifikasinya, aktinomisetes termasuk kelas Schizomycetes, ordo Actinomycetales yang dikelompokkan menjadi 4 familia yaitu Mycobacteriaceae, Actinomycetaeceae, Streptomyceae, dan Actinoplanaceae (Kanti 2004). Sebagian besar aktinomisetes ditemukan tersebar di tanah dengan jumlah yang dapat mencapai ribuan juta. Hal ini dikarenakan sifat aktinomisetes yang bersifat aerob, sehingga berkembang baik dalam tanah yang teraerasi. Aktinomisetes juga tumbuh baik pada pH 6-7.5 dan suhu 45 oC- 55 oC (Miyadoh & Otoguro 2004). Meskipun begitu,
2
pertumbuhan aktinomisetes ini tergolong lambat pada media agar. Koloni baru terbentuk pada media pertumbuhan setelah 420 hari inkubasi, bahkan ada yang mencapai 1 bulan atau lebih baru tumbuh (Suwandi 1993). Kelompok bakteri ini merupakan kelompok mikroorganisme yang mampu mendegradasi bahan organik tanah yang kompleks. Selain itu, aktinomisetes juga merupakan sumber utama penghasil antibiotika. Tidak kurang dari 80% antibiotik yang beredar di pasar dunia adalah antibiotik yang berasal dari jenis aktinomisetes. Famili aktinomisetes yang paling banyak dan terkenal menghasilkan antibiotik yaitu Streptomyces yang menghasilkan streptomisin sebagai obat antituberkulosis. Antibakteri Antibakteri merupakan senyawa kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Setyaningsih 2004). Beberapa senyawa yang dapat bersifat antibakteri adalah antibiotik dan bakteriosin. Antibiotik sebagai salah satu senyawa antibakteri, merupakan metabolit sekunder. Metabolit -metabolit sekunder dihasilkan dalam alur metabolisme oleh enzim dan tidak diperlukan untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan sel (Schlegel 1976). Akan tetapi antibiotik ini bermanfaat dalam memenangkan persaingan dengan mikrob lain dalam mendapatkan substrat yang sama untuk pertumbuhan. Karena sifatnya tersebut, antibiotik dapat diaplikasikan dalam bidang medis dan pertanian. Namun dalam bidang pertanian, sifat antagonis dari antibiotik tidak dapat dibuktikan di dalam tanah karena produksinya yang sangat sedikit dan dapat menghambat pertumbuhan organisme penghasil antibiotik sendiri. Antibiotik menurut Zehner dan Mass 1972 yang diacu dalam Hasim 2004 adalah substansi yang dihasilkan organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh organisme lainnya. Sedangkan menurut Selman Walksman (1928) yang diacu dalam Suwandi (2000) antibiotik adalah substansi kimia yang diperoleh dari mikroorganisme yang dalam larutan encer mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan dan membinasakan mikroba lain. Antibiotik dapat dihasilkan oleh alga, lumut, tumbuhan tingkat tinggi, hewan tingkat rendah, vertebrata, dan mikroorganisme. Produksi antibiotik oleh mikroorganisme khususnya bakteri , banyak
ditemukan berasal dari kelompok aktinomisetes terutama genus Streptomyces. Genus ini merupakan genus yang paling banyak menghasilkan antibiotik. Sekitar 70% antibiotik telah dihasilkan oleh Streptomyces (Suwandi 2000) dan pada tahun 1972 terdapat 2078 jenis antibiotik yang dihasilkan (Betina 1983, diacu dalam Hasim 2004). Antibiotik dari aktinomisetes dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu aminoglikosida, makrolida dan golongan obat antitumor (Hasim 2004). Golongan aminoglikosida mengandung gugus amino dan glikosida. Aminoglikosida bekerja secara langsung pada ribosom bakteri dan akan menghambat sintesa protein sehingga mengganggu translasi pesan genetik bakteri tersebut. Contoh antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin, peromomisin, kanamisin, gentamisin, dan tobramisin. Golongan kedua yaitu golongan makrolida. Struktur golongan ini terdiri atas cincin lakton yang besar dinamakan makrolid, gugus keton, dan glikosida. Cara kerja golongan makrolid ini antara lain dengan menghambat sintesis protein Contoh-contoh antibiotik ini adalah pikromisin, eritromisin, karbomisin, oleandomisin, spiramisin, josamisin, dan tilosin. Golongan ketiga yaitu golongan obat antitumor. Contohnya aktinomisin D, mitomisin C dan antraksiklin, bleomisin, stretonigrin, mitramisin, kromomisin dan olivomisin. Mekanisme kerja aktinomisin D, mitomisin C dan antraksiklin yaitu mengganggu fungsi DNA. Sedangkan bleomisin dan stretonigrin memecahkan ikatan rantai DNA. Mitramisin, kromomisin dan olivomisin berinteraksi dengan DNA (Salas & Mendez 1998, diacu dalam Hasim 2004). Senyawa lainnya yang bersifat antibakteri adalah bakteriosin. Bakteriosin pertama kali ditemukan oleh A. Gratia pada tahun 1925 yaitu berupa protein beracun yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Hoover & Chen 2003). Bakteriosin merupakan substansi protein yang memilki bobot molekul kecil dan memiliki aktivitas bakterisidal yang diproduksi oleh bakteri (Tagg et al. 1976; Klaenhamer 1988, diacu dalam Prasad et al. 2005). Beberapa contoh bakteriosin diantaranya yaitu Bacillocin 490 merupakan bakteriosin dari Bacillus yang berukuran 2 kDa (Martirani et al. 2002) dan bakteriosin dari Staphylococci yang berukuran antara 856-1400 Da (Suarsana 2003). Bakteriosin merupakan hasil sintesis ribosom. Gen produksi bakteriosin dan gen
3
pelindung biasanya diatur oleh klaster operon (Nes et al. 1996; Sahl & Bierbaum 1998; McAuliffe et al. 2001, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Ada juga bakteriosin yang gen klasternya berlokasi di kromosom (Banerjee & Hansen 1998, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Kebanyakan bakteriosin disintesis dengan tahapan: pembentukan prepeptida dari gen yang mengkode prepeptida dalam operon , modifikasi reaksi, pemecahan kepala peptida (proteolitik) dan memindahkan prepeptida yang sudah dimodifikasi dengan translokasi menyebrangi membran sitoplasma sehingga menghasilkan propeptida matang yaitu bakteriosin. Pemecahan kepala peptida dapat dilakukan lebih dahulu atau setelah mengirimnya ke luar sel. Menurut Klaenhamer (1993) dan Nes et al. (1996) yang diacu dalam Hoover dan Chen (2003) bakteriosin digolongkan dalam 3 kelas yaitu Kelas I yang berbobot molekul <5kDa, Kelas II berbobot molekul < 10 kDa, dan Kelas III yang berbobot molekul >30 kDa. Sintesis bakteriosin untuk masing-masing kelas memiliki perbedaan dalam modifikasi reaksi dan pembentukan prebakteriosin awal (prepeptida). Bakteriosin bersifat antibiotik, namun tidak seperti antibiotik, bakteriosin dihasilkan oleh bakteri melalui metabolisme primer dan mudah diuraikan enzim protease dalam saluran pencernaan manusia (Joerger et al. 2000, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Sehingga bakteriosin tidak bereaksi alergi terhadap manusia. Berbeda dengan antibiotik yang dapat menimbulkan alergi bagi orang yang hipersensitif (Cleveland et al. 2001, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Salah satu bentuk bakteriosin yang baru-baru ini ditemukan yaitu BLIS (Bacteriocin-Like Inhibitory Substances) dari Vibrio harveyi VIB 295. BLIS bekerja sebagai penghambat interstrain dan interspesies. Sama seperti bakteriosin, BLIS juga merupakan protein. BLIS adalah suatu polipeptida (~32kDa) yang dikode dalam bentuk kromosom (Prasad et al. 2005). Xanthomonas oryzae Xanthomonas oryzae merupakan bakteri gram negatif yang menyebabkan penyakit penting pada padi yaitu penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) (Swings J 1990, diacu dalam Hifni 1986). Penyakit ini adalah penyakit utama padi sawah terutama di daerah tropis. Penyebarannya luas dan telah dilaporkan dari berbagai daerah di Asia, Afrika (Ou 1972, diacu dalam Hifni 1986), Australia (Aldrick,
Buddenhagen & Reddy 1973, diacu dalam Hifni 1986) serta Amerika tengah dan Amerika selatan (Lozano 1977, diacu dalam Hifni 1986). Di Indonesia penyakit HDB pertama kali ditemukan menyerang tanaman padi di Muara Jawa Barat. Kerugian yang diakibatkan HDB terus meningkat karena varietas padi unggul yang dianjurkan seperti IR 64 bersifat peka terhadap HDB meskipun di satu sisi ia tahan terhadap wereng coklat (Hifni 1986). Ralstonia solanacearum Bakteri Ralstonia solanacearum adalah nama pengganti dari bakteri Pseudomonas solanacearum (Smith 1986 diacu dalam Yadi et al. 2000). Ralstonia solanacearum merupakan bakteri gram negatif penyebab penyakit layu bakteri (Bacterial wilt) (Yabuuchi et al. 1995, diacu dalam Yadi et al. 2000). Penyakit ini menyerang lebih dari 200 spesies tanaman (Gillings et al. 1993, diacu dalam Yadi et al. 2000) dan merupakan kendala utama produksi kacang tanah dan sayuran solonaceae. Selain itu, penyakit ini juga sulit dikendalikan karena patogennya memiliki kemampuan yang cepat dalam merubah jenis infeksinya dan menunjukkan ciri reaksi biokimia dan fisiologi serta ekologi yang heterogen (Yadi et al. 2000). Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) merupakan bakteri gram negatif strain Escherichia coli yang enteropatogenik dan menyebabkan penyakit diare. Penyakit diare didominasi oleh bakteri enteropatogen Escherichia coli diaregenik, dengan frekuensi terbanyak EPEC dan disusul oleh Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). EPEC biasa menyerang organ-organ pencernaan, dapat menyebabkan meningitis pada bayi, neonatus dan menyebabkan diare akut pada anak-anak berumur di bawah dua tahun. EPEC masuk ke tubuh melalui makanan dan minuman yang tidak bersih dan sehat. Diare karena EPEC masih belum diketahui pasti prosesnya. Patogenisitasnya lebih kompleks daripada ETEC dan diyakini terdiri dari tiga tahap (Juniastuti 2003). Tahap pertama yaitu non intimate binding yang diperantarai pili (alat pelekatan EPEC). Tahap kedua, adhesi bakteri pada sel inang mencetuskan transduksi sinyal yang berhubungan dengan aktivasi kinase tirosin
4
sel inang dan menyebabkan kenaikan level Ca2+ intraseluler sel inang. Tahap ketiga, yaitu intimate binding dan actin rearrangement (penyusunan kembali aktin) yang ekstensif di sekitar bakteri. Pada banyak penderita dilihat dari mikroskop elektron, EPEC melekat erat dengan permukaan mukosa dan sebagian dikelilingi oleh pedestals pada permukaan eritrosit dan pada area pelekatan EPEC, brush border mikrovili (jonjot usus halus) menjadi hilang. Maka hilangnya mikrovili usus menyebabkan hilangnya kemampuan usus dalam menyerap air dari sisa makanan yang sedang dicerna sehingga menyebabkan diare. Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes merupakan bakteri gram positif yang tidak berspora dan dikenal sebagai penyebab penyakit listeriosis (Cossart & Bierne 2001, diacu dalam Kane V 2001). Listeriosis merupakan penyakit yang dapat menyerang hampir setiap organ tubuh. Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah bayi baru lahir, usia lanjut (diatas 70 tahun) dan orang yang memiliki gangguan system kekebalan. Infeksi paling banyak terjadi pada bulan Juli-Agustus (Rahmi 2002). Gejala-gejala listeriosis pada orang dewasa adalah meningitis yaitu infeksi pada selaput pembungkus otak dan medulla spinalis (meningens). Meningitis menyebabkan demam dan kaku kuduk, jika tidak diobati bisa menyebabkan penurunan kesadaran, koma, dan kematian. Listeria monocytogenes juga dapat menginfeksi mata menjadi merah dan nyeri. Apabila infeksi sampai ke katup jantung maka dapat menyebabkan gagal jantung. Pada ibu hamil listeriosis dapat menginfeksi membran yang melindungi janin sehingga menyebabkan keguguran (Rahmi 2002). Listeriosis biasanya terjadi karena manusia mengkonsumsi hasil olahan susu atau sayuran mentah yang terkontaminasi. Kontaminasi Listeria monocytogenes dapat berasal dari proses pengolahan makanan yang kurang bersih. Bahan makanan yang didinginkan sangat mudah diserang bakteri ini karena bakteri Listeria monocytogenes dapat hidup di setiap lingkungan (Cossart & Berne 2001, diacu dalam Kane V 2001). Bakteri ini dapat tumbuh di dalam usus burung, laba-laba, binatang air berkulit keras (krustasea) serta mamalia selain manusia. Listeriosis dapat diatasi dengan pengobatan oleh antibiotik (Rahmi 2002).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah bacto agar, nutrient broth (NB), ekstrak ragi, soluble starch (pati polar), glukosa, CaCO32H2O, kacang kedelai yang sudah dihaluskan, NaCl, tripton, sukrosa, bacto pepton, K2HPO4, MgSO4.7H2O, ammonium sulfat, etanol, akuades, alkohol 70%, buffer PBS (Phosphat Buffer Salin) pH 7.4, enzim proteinase K, pewarnaan silver kit, buffer elektroforesis, akrilamid, bisakrilamid, Tris, glisin, Tris HCl, gliserol, bromphenolblue, spirtus, isolat Aktinomisetes koleksi B.B.Biogen, biakan Ralstonia solanacearum, biakan Xanthomonas oryzae, biakan Escherichia coli enteropatogenik (EPEC), dan Listeria monocytogenes. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, tabung reaksi ulir, tabung sentrifus, gelas piala, lup inokulasi, autoklaf, inkubator, microwave, spektrofotometer uvvis, mesin penggoyang (shaker), sentrifus Beckman dan Hettich, ruang pendingin (coolroom), laminar air flow, freeze drier, kapas, plastik tahan panas, tusuk sate, label, karet, erlenmeyer, neraca analitik, sudip, pipet, tisu, korek api, kertas pembungkus, alumunium foil, kompor gas, panci dan bunsen. Metode Penelitian Pembuatan Media Media peremajaan Xanthomonas oryzae dan Listeria sp. Media yang digunakan adalah media NA (Nutrient Agar) yaitu sebanyak 8 g NB (Nutrient Broth) dan 3% bacto agar yang dilarutkan dalam 1 L akuades. Kemudian diautoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu lalu dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Media peremajaan EPEC. Media yang digunakan adalah media Luria Betani (LB) dengan komposisi 2 g NaCl, 1 g ekstrak ragi, 2 g tripton dan 4 g bacto agar yang dilarutkan dalam 700 ml akuades. Kemudian dipanaskan sampai larut untuk kemudian dibagi-bagi ke dalam tabung reaksi ulir sebagai agar miring. Lalu diautoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media peremajaan Ralstonia solanacearum. Media yang digunakan adalah SPA (Sucrose Peptone Agar) dengan
5
komposisi 20 g sukrosa, 5 g bacto pepton, 0.5 g K2HPO4, 0.25 g MgSO4.7H2O, dan 3% bacto agar yang dilarutkan dalam 1 L akuades. Kemudian diautoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Lalu disimpan pada papan miring sampai membeku. Media peremajaan dan produksi senyawa antibakteri dari aktinomisetes. Media peremajaan yang digunakan adalah media YSA (Yeast Starch Agar)dan media NA (Nutrient Agar). Media YSA dengan komposisi 2 g ekstrak ragi , 10 g soluble starch, dan 15 g bacto agar yang dilarutkan dalam 1 L akuades dan diautoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Kemudian dituang ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Media NA (Nutrient Agar) dengan komposisi 8 g NB (Nutrient Broth) dan 2% agar yang dilarutkan dalam 1 L akuades. Kemudian diautoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu lalu dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Sedangkan media produksinya adalah media soy bean meal dengan komposisi 20 g soluble starch, 10 g glukosa, 3 g CaCO32H2O, dan 15 g kacang kedelai yang sudah dihaluskan. Semua bahan tersebut dilarutkan dalam 1L akuades. Media uji. Media yang digunakan adalah media NA (Nutrient Agar) dengan komposisi 8 g NB (Nutrient Broth) dan 2% agar yang dilarutkan dalam 1 L akuades. Kemudian diautoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu lalu dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Media kultur cair bakteri uji. Media yang digunakan untuk Xanthomonas oryzae dan Listeria sp adalah NB dengan komposisi 8 g NB (Nutrient Broth) yang dilarutkan dalam 1 L akuades. Kemudian diautoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Untuk Ralstonia solanacearum digunakan media SPB dengan komposisi 20 g sukrosa, 5 g bacto pepton, 0.5 g K2HPO4, 0.25 g MgSO4.7H2O yang dilarutkan dalam 1 L akuades dan dibagi ke dalam tabung reaksi uril masing-masing 10 ml. Kemudian diautoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Sedangkan pada EPEC digunakan media LB cair dengan komposisi 2 g NaCl, 1 g ekstrak ragi, 2 g tripton dan 4 g agar yang dilarutkan dalam 700 ml akuades dan dibagi ke dalam tabung reaksi uril masing-masing 10 ml. Kemudian diautoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit.
Media Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE). Bahan elektroforesis terdiri dari (1) larutan A yaitu stok akrilamid yang berisi larutan 30% akrilamid dan 0.8% bis akrilamid. (2) Larutan B yaitu 4x buffer sparating yang berisi 18.2 g Tris dilarutkan dalam 100ml air bebas ion sampai ber-pH 8.8. (3) Larutan C yaitu 4x buffer stacking, sebanyak 6 g Tris HCl dilarutkan dalam 100 ml air bebas ion sampai pH 6.8. (4) Larutan ammonium persulfat 10% sebanyak 5 ml dibuat dari 0.5 g ammonium persulfat dalam 5 ml air. (5) Buffer elektroforesis dibuat dari 3 g Tris 25mM dan 14.4 g glisin 192 mM yang dilarutkan oleh dalam air bebas ion sampai 1L dan pH 8.8. (6) 5x buffer sampel dibuat dari 3.1 ml Tris HCl 1M pH 6.8, 5ml gliserol, 0.5ml 1% bromphenolblue dan 1.4 ml air. Peremajaan Bakteri Peremajaan isolat Aktinomisetes pada media YSA dan media NA. Sebanyak 90 isolat aktinomisetes diremajakan dengan metode cawan gores. Isolat Aktinomisetes digoreskan pada permukaan media NA dalam cawan petri dengan lup inokulasi dengan goresan yang rapat. Kemudian diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (27oC). Peremajaan kultur bakteri Ralstonia solanacearum, Xanthomonas oryzae, EPEC dan Listeria monocytogenes. Biakan bakteri tersebut digoreskan pada media agar peremajaan masing-masing bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 16-18 jam. Pembuatan kultur cair Ralstonia solanacearum, Xanthomonas oryzae, EPEC dan Listeria monocytogenes . Dengan menggunakan lup inokulasi, kultur bakteri diambil dan dibiakkan pada media kultur cair masing-masing. Kemudian diinkubasikan pada suhu ruang di mesin penggoyang selama 16-18 jam. Setelah itu diukur kerapatannya berdasarkan metode Mc Farland Nephelometer 1985 yaitu menggunakan tabung no 5 atau 0.5 % BaCl yang setara dengan jumlah bakteri sebanyak 1.5 x 109/ ml. Uji Antibakteri dengan Culture (Sudir et al. 1997)
Metode Dual
Isolat aktinomisetes yang telah tumbuh subur di media cawan agar diambil dengan chock borer lalu diletakkan pada sumur agar pada media uji yang telah diberi sebaran bakteri uji 100 µl. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang (27oC).
6
Uji Antibakteri dengan Metode Kirby Bauer (Atlas 1997) Media NA sebagai media uji diberi sebaran bakteri uji dengan konsentrasi 1.5 x 109/ ml sebanyak 100µl. Kemudian paper disc dari kertas saring dicelupkan pada senyawa antibakteri yang akan diuji dan diletakkan pada permukaan media NA yang telah mengandung sebaran bakteri uji. Lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam untuk kemudian diamati zona hambatnya. Karakterisasi Senyawa Antibakteri dengan Presipitasi Amonium Sulfat 80% Bagian supernatan dilarutkan dengan ammonium sulfat 80% yaitu sebanyak 52.3 gram untuk 100 ml larutan (Harris ELV and Angal S 1989) sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam dalam suhu 4 oC sampai didapatkan presipitat. Kemudian disentrifus 12000 rpm selama 15 menit dan diambil pelletnya. Pelletnya didialisis dengan PBS (Phosphat Buffer Saline) dalam keadaan dingin. Kemudian disentrifus lagi 12000 rpm, 4 oC, selama 15 menit. Lalu didapat supernatan 1-PBS dan endapan 1-PBS. Endapannya dilarutkan dalam sedikit PBS lalu disentrifus kembali dan didapat supernatan 2-PBS dan endapan 2-air karena endapan yang didapatkan dilarutkan dalam air. Kemudian masing- masing bagian tersebut diuji anti bakteri dengan metoda Kirby Bauer. Supernatan 2-PBS diberi perlakuan panas 87 oC 10 menit, tidak diberi perlakuan, dan perlakuan enzim proteinase K yaitu sebanyak 50 µl sampel supernatan 2PBS dicampur dengan 10 µl enzim proteinase K dan diinkubasi pada suhu 37o C selama kurang dari 4 jam. Kemudian diuji antibakteri dengan metode Kirby Bauer. Karakterisasi Senyawa Antibakteri dengan Polyacrilamide Gel Electrophoresis (EPEC) Selanjutnya, senyawa antibakteri yang telah dikarakterisasi terbatas dan menunjukkan zona hambat yang jernih dan luas dielektroforesis Polyacrilamid Gel Electrophoresis (PAGE) untuk mengetahui bobot molekul protein aktif. Gel elektroforesis dibuat dengan ketebalan 0.75mm dan 1mm yang terdiri dari stacking gel yang berada di paling atas dan sparating gel yang ada di bawahnya. Gel sparating dibuat sebesar 7.5% yaitu dengan komposisi larutan A x/3 ml,
larutan B 2.5ml, air bebas ion (7.5-x/3)ml, 10% ammonium persulfat 50µl dan TEMED 5 µl-10 µl.(x = persen gel). Sedangkan untuk stacking gel dibuat sebesar 5% yaitu terdiri dari campuran 2.3ml H2O, 0.67ml larutan A, 1ml larutan C, 30 µl 10%ammonium persulfat dan 5 µl TEMED. Setelah gelnya disusun lalu dibuat sumur gel diatas stacking gel. Sampel disiapkan sebanyak 20 µl dan dicampurkan dengan 5 µl 5x sampel buffer lalu diinjeksikan ke dalam sumur yang telah dibuat bersama markernya dan diberi arus 100 V. Setelah selesai, gel dibuka dan diberi pewarnaan dengan silver kit. Alur metode percobaan ini dapat dilihat dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Isolat Aktinomisetes Penghasil Antibakteri Seleksi isolat Aktinomisetes penghasil antibakteri dilakukan terhadap bakteri isolat Aktinomisetes koleksi laboratorium Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (B.B. Biogen) Sebanyak 90 isolat Aktinomisetes diseleksi uji antibakteri terhadap 4 bakteri uji yaitu : bakteri Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacearum, Enteropathogenik Escherichia coli (EPEC), dan Listeria monocytogenes. Isolat - isolat Aktinomisetes ini belum diuji lebih lanjut karena merupakan hasil eksplorasi B.B. Biogen dari berbagai sumber yaitu dari tanaman bawang merah, terungterungan, jagung, tembakau, pisang, markisa, benalu api, kopi, kubis, jati, kentang, sawah dan pertanian organik. Adapun asal daerahnya berasal dari Lembang, Malang, CibinongBandung, Serang, Banten, Temanggung, Brastagi-Medan, Makassar, Purworwjo, Nganjuk, Kupang, dan Karawang. Kesembilan puluh isolat Aktinomisetes hasil eksplorasi ini belum diidentifikasi lebih lanjut sehingga isolat-isolat ini hanya diberi kode angka untuk memudahkan dalam penggunaanya. Sembilan puluh isolat Aktinomisetes yang diseleksi uji antibakteri dapat dilihat pada Lampiran 3. Bakteri uji yang digunakan sebanyak 4 jenis yaitu Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacearum, Enteropathogenik Escherichia coli (EPEC), dan Listeria monocytogenes. Keempat bakteri ini merupakan koleksi B.B. Biogen. Keempat bakteri uji tersebut dipilih karena bersifat patogen terhadap tanaman (Xanthomonas oryzae dan Ralstonia solanacearum) dan patogen terhadap manusia
7
(Enteropathogenik Escherichia coli (EPEC), dan Listeria monocytogenes). Seleksi isolat Aktinomisetes dilakukan secara kualitatif dengan metode uji antibakteri dual culture yaitu dengan menumbuhkan isolat Aktinomisetes dengan bakteri uji secara bersama-sama dalam satu cawan yang mengandung nutrisi dalam bentuk padat atau agar dengan diusahakan kondisi lingkungannya sama dan mendukung pertumbuhan. Hasil seleksi isolat Aktinomisetes ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukan kesembilan belas isolat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hanya satu isolat yang mampu menghambat keempat bakteri uji yaitu isolat A64.3 Sedangkan isolat lain yang menghambat 3 bakteri uji yaitu isolat A62.1, A52.2, A45.2, dan A7.5. Isolat yang menghambat 2 bakteri uji adalah A3.2, A35.2, A46.3, dan A51.3. Isolat yang menghambat 1 bakteri uji yaitu A7.3, A7.4, A14.1, A14.2, A34.2, A39.1, A46.2, A48.4, A52.1, dan A56.2. Isolat A64.3 mampu menghambat keempat bakteri uji dengan diameter zona hambat masing-masing untuk Xanthomonas, Ralstonia, EPEC, dan Listeria yaitu 1.4 cm, 1.3 cm, 2.3 cm, dan 1.4 cm. Isolat A64.3 ini berasal dari daerah Karawang Jawa Barat Pada Tabel 1 sebanyak 5 isolat Aktinomisetes dipilih untuk diuji lebih lanjut. Pemilihan 5 isolat tersebut didasarkan pada kualitas daya antibakteri yang dimilikinya yaitu bersifat membunuh dengan zona yang sangat luas terhadap beberapa bakteri uji. Lima isolat yang dipilih adalah A7.5, A46.3, A51.3, A62.1,dan A64.3. Kelima isolat ini memiliki zona antibakteri yang paling luas dan memiliki intensitas yang paling baik yaitu zona hambatnya terlihat jernih dibandingkan dengan isolat lainnya. Isolat Aktinomisetes hasil seleksi memiliki kemampuan berbeda dalam menghambat setiap bakteri uji. Kemampuan isolat Aktinomisetes dalam menghambat bakteri uji dapat digolongkan menjadi dua yaitu bersifat bakterisidal dan bakteriostatik. Bakterisidal yaitu bersifat membunuh bakteri dan bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri tapi tidak sampai membunuhnya. Kemampuan antibakteri yang baik adalah bersifat bakterisidal dan sensitif karena dengan kedua sifat ini maka bakteri uji atau patogen yang digunakan akan mati dalam zona hambat yang luas meskipun dengan kuantitas antibakteri yang minim.
Tabel 1 Diameter zona hambat (cm) isolat Aktinomisetes hasil seleksi uji antibakteri No
Kode isolat
Diameter zona hambat pada bakteri uji (cm) X R E L
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
A3.2 A7.3 A7.4 A7.5 A14.1 A14.2 A34.2 A35.2 A39.1 A45.2 A46.2 A46.3 A48.4 A51.3 A52.1 A52.2 A56.2 A62.1 A64.3
1.4 0.8 0.8 1.4 1.1 1.3 1.4
1.0 1.6 0.8 1.7 1.9 1.3 1.0 1.3 1.2 1.0 1.4 1.3 2.0 1.4 1.3
1.0 1.4 1.6 2.0 2.3
1.8 1.3 1.0 1.3 1.5 1.5 1.4
Ket Intensitas zona hambat ++++ +++ +++ ++++ +++ ++++ ++++ +++ ++ ++++ +++ ++++ ++ ++++ +++ ++ ++ ++++ ++++
A= Aktinomisetes, X= Xanthomonas oryzae, R= Ralstonia solanacearum, E= Escherichia coli patogenik, L= Listeria monocytogenes, ++= bakteriostatik keruh, +++= bakteriostatik jernih, ++++= bakterisidal jernih
Gambar 1 menunjukkan isolat A51.3, A7.5, dan 62.1 dengan diameter zona hambat yang jernih dan luas. Adapun dua isolat lainnya yaitu A64.3 dan A46.3. Kedua isolat ini juga memiliki keunggulan dibandingkan isolat lainnya. Isolat A64.3 mampu menghambat semua bakteri uji dengan zona yang jernih dan luas yaitu salah satunya terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum (Gambar 2). Gambar 3 menunjukan isolat A46.3 dengan zona hambat yang luas dan jernih meski tidak terhadap semua bakteri uji seperti A64.3.
Gambar 1 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A7.5, A51.3, A62.1 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum.
8
Gambar 2 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A64.3 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum.
Gambar 3 Hasil seleksi isolat Aktinomisetes A46.3 terhadap bakteri uji Ralstonia solanacearum. Hasil Presipitasi Amonium Sulfat 80% Kelima isolat terpilih kemudian ditumbuhkan pada media produksi soy bean meal dan diambil filtratnya. Filtratnya sebagian diuji antibakteri dan sebagian lagi dipresipitasi dengan amonium sulfat. Hasil uji antibakteri pada supernatan tidak menunjukkan aktivitas zona hambat untuk semua isolat kecuali isolat A46.3. Isolat A46.3 memperlihatkan zona hambat pada setiap bakteri uji dengan sifat bakteriostatik yaitu sebesar 0.9 cm terhadap Ralstonia, 1.3 cm terhadap Xanthomonas, 0.9 cm terhadap EPEC, dan 0.8 cm terhadap Listeria (Lampiran 4). Sedangkan hasil uji antibakteri pada presipitasi ammonium sulfat menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik. Hal ini mungkin disebabkan karena senyawa aktif tersebut adalah suatu protein, sehingga ketika belum diendapkan maka aktivitas antibakterinya tidak begitu terlihat. Filtrat dipresipitasi dengan amonium sulfat 80% dalam kondisi dingin. Amonium sulfat 80% merupakan garam berkonsentrasi tinggi yang dapat mengendapkan protein aktif yang diharapkan. Hasil presipitasi amonium sulfat disentrifus lalu endapannya didialisis dengan buffer PBS (Phosphat Buffer Saline) agar garam amonium sulfat tidak lagi berada dalam
protein yang diinginkan. Dialisis dilakukan dengan menggunakan membran dialisis, sehingga molekul-molekul kecil seperti garam amonium sulfat akan melewati pori-pori mebran dialisis tetapi protein dengan berat molekul tinggi akan tertahan di dalam (Lehninger 1982). Membersihkan garam berkonsentrasi tinggi dari protein aktif sangat penting agar hasil dari uji antibakteri tidak menjadi bia s sebab garam berkonsentrasi tinggi pun dapat mematikan bakteri. Bakteri dapat mati karena dinding atau membran sel bakteri sebagian besar tersusun atas protein sehingga protein penyusun dinding selnya akan mengendap oleh garam berkonsentrasi tinggi dan sel akan pecah. Prinsip pengendapan protein oleh garam dimaksudkan untuk menurunkan kelarutan protein dengan mengkondisikan protein tersebut berada pada titik isolistriknya (Poedjiadi A 1994). Setelah didialisis kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit, 4oC. Supernatan dan endapan yang didapat masingmasing dilarutkan dalam PBS, menghasilkan endapan 1-PBS dan supernatan 1-PBS. Endapan 1-PBS dilarutkan dalam PBS, disentrifus kembali sehingga menghasilkan supernatan 2-PBS dan endapan yang dilarutkan dalam air sehingga menghasilkan endapan 2-air. Endapan 1-PBS, supernatan 1PBS, supernatan 2-PBS, dan endapan 2-air diuji aktivitas antibakteri. Hasil uji antibakteri dari perlakuan presipitasi amonium sulfat ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan bahwa endapan 1-PBS memiliki kemampuan menghambat yang lebih baik daripada supernatan 1-PBS pada setiap isolat terhadap semua bakteri uji, maka endapan 1-PBS tersebut dapat dipastikan mengandung senyawa aktif. Sehingga endapan 1-PBS dilarutkan kembali dalam PBS dan disentrifus menjadi supernatan 2-PBS dan endapan yang dilarutkan dalam sedikit air yaitu menjadi endapan 2-air. Pada endapan 2-air, zona hambat yang paling baik untuk semua bakteri uji diberikan oleh isolat A64.3 yaitu sebesar 1.3 cm terhadap Ralstonia, 1.2 cm terhadap Xanthomonas, 1.2 cm terhadap EPEC, dan 1.3 cm terhadap Listeria. Akan tetapi pada isolat A46.3 diameter zona hambatnya 0 cm untuk semua bakteri uji. Hal ini menunjukkan kandungan protein aktif yang sedikit dalam endapan, sedangkan dalam supernatannya tetap ada. Hal ini juga membuktikan bahwa kadar kandungan protein aktif dari tiap isolat berbeda-beda.
9
Tabel 2 Diameter zona hambat hasil uji presipitasi dengan ammonium sulfat 80% setelah dialisis tanpa perlakuan Kode isolat dan Perlakuan
Diameter zona hambat (cm) Ralsto Xantho EPEC Listeria
A46.3 Endapan 1-PBS Supernatan 1- PBS Endapan 2- air Supernatan 2- PBS
1.8 1.0 0.0 1.5
2.5 1.1 0.0 1.3
2.5 0.0 0.0 1.1
2.0 1.2 0.0 1.2
A7.5 Endapan 1-PBS Supernatan 1- PBS Endapan 2- air Supernatan 2- PBS
1.8 1.1 0.0 1.2
2.0 0.9 0.0 1.5
2.0 0.9 0.9 2.0
2.1 1.1 0.0 1.7
A64.3 Endapan 1-PBS Supernatan 1- PBS Endapan 2- air Supernatan 2- PBS
2.3 0.8 1.3 1.4
2.2 1.0 1.2 1.2
2.1 0.7 1.2 1.0
2.0 0.9 1.3 1.9
A62.1 Endapan 1-PBS Supernatan 1- PBS Endapan 2- air Supernatan 2- PBS
1.3 1.0 0.0 1.0
2.1 0.8 0.0 2.2
2.0 0.8 1.0 1.0
1.2 1.5 0.7 1.4
A51.3 Endapan 1-PBS 1.6 2.1 3.0 1.9 Supernatan 1- PBS 1.0 1.0 0.7 1.1 Endapan 2- air 0.0 0.0 0.7 0.0 Supernatan 2- PBS 1.0 1.1 1.2 1.1 A= isolat Aktinomisetes, Endapan 1-PBS= endapan hasil presipitasi yang dilarutkan dalam sedikit larutan PBS, Supernatan 1-PBS= supernatan hasil presipitasi dalam larutan PBS, hasil sentrifus ke-1, Endapan 2-air= endapan hasil presipitasi yang dilarutkan dalam air, hasil sentrifus ke-2, Supernatan 2-PBS= supernatan hasil presipitasi dalam larutan PBS, hasil sentrifus ke-2, PBS= Posphat Buffer Saline.
Supernatan 2-PBS menunjukkan zona hambat yang jernih (Gambar 4) dibandingkan endapan 1-PBS (Gambar 5) dan endapan 2-air (Gambar 6). Untuk hasil uji antibakteri supernatan 2-PBS terhadap bakteri uji lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Gambar 4 hampir semua senyawa aktif dari kelima isolat menunjukkan aktivitas bakterisidal dengan luas yang berberda-beda dan paling luas ditunjukkan isolat A46.3 yaitu 1.5 cm. Gambar 5 memperlihatkan zona hambat hasil presipitasi endapan 1-PBS dari setiap isolat. Semua isolat kecuali isolat A46.3 memberikan zona hambat yang bersifat bakteriostatik yaitu hanya menghambat pertumbuhan bakteri uji sehingga zona hambat yang terlihat tidak jernih. Hanya satu zona hambat yang jernih yaitu A46.3 dengan diameter 1.8 cm. Pada endapan 2-air yang ditunjukkan dalam Gambar 6 memerlihatkan zona hambat
hanya pada isolat A64.3 yaitu sebesar 1.3 cm dengan sifat bakterisidal namun sangat tipis karena sebaran bakteri ujinya tipis juga. Sedangkan pada isolat lainnya tidak menghasilkan aktivitas antibakteri sebaik isolat A64.3. Bahkan pada isolat A46.3 zona hambat pada semua bakteri uji adalah 0 cm.
Gambar 4 Zona hambat supernatan 2-PBS kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum.
A 7.5 A62.1
A 46.3
A 51.3 A64.3
Gambar 5 Zona hambat endapan 1-PBS kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum.
A64.3 A62.1 kontrol A51.3 A7.5 A46.3
Gambar 6 Zona hambat endapan 2-air kelima isolat Aktinomisetes terpilih terhadap Ralstonia solanacearum.
10
Hasil Perlakuan Proteinase K
Panas
dan
Enzim
Supernatan 2-PBS yang merupakan sampel terakhir dari rangkaian presipitasi oleh amonium sulfat kemudian diberi tiga perlakuan yaitu perlakuan panas 87o C, enzim proteinase K dan tanpa perlakuan apa-apa sebagai pembanding dari kedua perlakuan tersebut. Hasil dari ketiga perlakuan pada sampel supernatan 2-PBS tersebut ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 memperlihatkan perbedaan luas zona hambat pada tiap perlakuan. Pada perlakuan enzim, hampir semua isolat menunjukkan penurunan aktivitas antibakteri yaitu dengan menunjukkan zona hambat yang lebih kecil dibandingkan zona hambat tanpa perlakuan. Hal ini memperlihatkan bahwa senyawa antibakteri yang disekresikan oleh isolat aktinomisetes tersebut adalah suatu protein antibakteri, karena terbukti bahwa protein tersebut rusak oleh enzim proteinase K (Gambar 7). Sedangkan pada perlakuan panas 87o C selama 10 menit, aktivitas antibakterinya masih cukup baik yaitu dilihat dari luas zona hambatnya yang tidak terlalu berkurang (Gambar 8) dibandingkan dengan zona hambat tanpa perlakuan (Gambar 9). Tabel
3
Perlakuan
Diameter zona hambat (cm) supernatan 2-PBS dengan berbagai perlakuan Isolat
X
R
E
L
A7.5 A51.3 A64.3 A62.1 A46.3 kontrol
2.0 1.8 1.7 1.3 1.9 0.0
1.6 1.7 1.9 1.5 1.4 0.0
1.5 1.4 2.0 1.5 1.5 0.0
1.7 2.0 1.7 1.5 1.5 0.0
Enzim Proteinase K (37o C, 3 jam 30 menit)
A7.5 A51.3 A64.3 A62.1 A46.3 kontrol
0.8 0.7 0.8 0.8 0.7 0.0
0.8 0.8 0.8 0.7 0.6 0.0
0.7 0.8 0.8 0.7 0.8 0.0
0.8 0.7 0.7 0.7 1.0 0.0
Panas (87o C, 10 menit)
A7.5 A51.3 A64.3 A62.1 A46.3 kontrol
1.3 1.2 1.3 1.6 1.4 0.0
1.2 1.1 1.2 1.3 1.2 0.0
1.6 1.3 1.3 1.5 1.6 0.0
1.2 1.2 1.5 1.4 1.1 0.0
Tanpa perlakuan
A=kode isolat Aktinomisetes, Kontrol=air , X=Xanthomonas oryzae, R=Ralstonia solonacearum, E=Enteropatogenik Escherichia coli, L=Listeria monocytogenes.
Pada isolat A64.3 besarnya zona hambat masing-masing terhadap Xanthomonas, Ralstonia, EPEC, dan Listeria pada perlakuan panas 87o C selama 10 menit yaitu sebesar 1.3 cm, 1.2 cm, 1.3 cm, dan 1.5 cm sedangkan tanpa perlakuan yaitu 1.7 cm, 1.9 cm, 2.0 cm, dan 1.7 cm serta pada perlakuan enzim yaitu 0.8 cm, 0.8 cm, 0.8 cm, dan 0.7 cm. Untuk isolat lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Kontrol
Gambar 7 Zona hambat hasil presipitasi amonium sulfatenzim proteinase K pada Listeria monocytogenes.
kontrol
Gambar 8 Zona hambat hasil presipitasi amonium silfat-perlakuan panas 87o C selama 10 menit pada Listeria monocytogenes.
Gambar 9 Zona hambat hasil presipitasi amonium sulfat tanpa perlakuan pada Listeria monocytogenes.
11
Berdasarkan Jacob et al. (1953) yang diacu dalam Hoover and Chen (2003) dan menurut Tagg et al. 1976; Klaenhamer 1988 diacu dalam Prasad et al. 2005 bahwa telah ditemukan protein yang bersifat bakterisidal dan diproduksi oleh bakteri yang dinamakan bakteriosin. Bakteriosin yang dihasilkan Staphylococcus epidermis bersifat aktif pada suhu 50-100 oC pH 3-8 dan menurun aktivitasnya dengan enzim proteolitik salah satunya protease (Suarsana 2003) dan menurut Zaria (1993) yang diacu dalam Suarsana (2003) bakteriosin yang dihasilkan staphylococci koagulase negatif bersifat stabil pada pemanasan 40-100 oC, inaktif dengan enzim proteolitik dan memiliki bobot molekul 856-1400Da, serta Bacillocin 490 dari Bacillus dilaporkan memiliki ukuran 2 kDa (Martirani et al. 2002). Sifat kelima isolat Aktinomisetes pada Tabel 3 yang stabil pada suhu 87o C dan menurun aktivitasnya oleh enzim proteinase K sama dengan sifat bakteriosin tersebut. Berdasarkan kesamaan sifat protein aktif kelima isolat Aktinomisetes ini maka dapat diduga bahwa protein aktif ini adalah bakteriosin. Hasil Penentuan Protein
Bobot
Molekul
Pita
Karakterisasi lebih lanjut dilakukan dengan Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE). Elektroforesis PAGE merupakan elektroforesis dalam keadaan sampel tidak terdenaturasi. Visualisasi pita protein dilakukan dengan pewarnaan silver kit. Teknik pewarnaan ini dipilih karena konsentrasi protein dalam sampel sangat rendah. Dengan menggunakan pewarnaan silver kit yang memiliki sensitivitas tinggi yaitu sampai 2 ng protein dalam satu pita (Bollag et al. 1996) diharapkan pita protein dapat terlihat. Elektroforesis dilakukan dengan arus sebesar 100 Volt selama 1 jam. Sampel yang dielektroforesis adalah supernatan 2-PBS karena sampel tersebut memberikan aktivitas uji antibakteri yang paling baik. Semua sampel protein aktif dari kelima isolat Aktinomisetes dielektroforesis pada gel poliakrilamid 7.5% dan ketebalan 0.75mm. Semua sampel hasil presipitasi dari kelima isolat Aktinomisetes memperlihatkan pita protein yang berbeda ketebalannya dan semuanya memiliki pita protein lebih dari satu pita. Profil elektroforesis senyawa protein dari isolat A51.3, A64.3, A7.5 dapat dilihat dalam Gambar 10. Isolat A51.3 pada Gambar 10
memiliki 2 pita protein, A64.3 memperlihatkan 3 pita protein, dan A7.5 menghasilkan 3 pita protein. Masing- masing pita memiliki Bobot Molekul (BM) yang berbeda. Untuk mengetahui besarnya BM tiap pita maka dibandingkan dengan pita penanda atau Marker (M). Marker yang digunakan merupakan campuran dari protein bakteri yang telah diketahui BMnya yaitu 669 kDa, 440 kDa, 232 kDa, 140 kDa dan 66 kDa. Perhitungan BM protein isolat A51.3, 7.5, dan 64.3 dilakukan dengan grafik regresi linier berdasarkan jarak markernya (Gambar1 dalam Lampiran 6). Besarnya BM hasil perhitungan untuk pita protein isolat A51.3 yaitu 605.48 kDa dan 79.45 kDa. Isolat A64.3 memiliki pita protein dengan BM 272.6 kDa, 189.7 kDa, dan 85.43 kDa. Isolat A7.5 dengan 3 pita protein yaitu 563.12 kDa, 235.8 kDa dan 63.91 kDa. Profil elektroforesis untuk dua isolat lainnya yaitu A62.1 dan A46.3 masingmasing ditunjukkan dalam Gambar 11 dan Gambar 12. Hasil elektroforesis untuk isolat A62.1 memperlihatkan 3 pita protein (Gambar 11) dan isolat A46.3 juga menunjukkan 3 pita protein (Gambar 12). Perhitungan bobot molekul (BM) dari masing-masing pita protein dari isolat A62.1 dihitung dengan persamaan linier dari markernya (Gambar 2 dalam Lampiran 5). Pita-pita protein isolat A62.1 memiliki BM 478.9 kDa, 180.45 kDa, dan 57.78 kDa. Sedangkan pita-pita protein dari isolat A46.3 dihitung dengan persamaan linier dari markernya (Gambar 3 dalam Lampiran 5) yaitu ada 3 pita dengan BM 641.44 kDa, 299.14 kDa, dan 126.82 kDa. Bobot Molekul semua pita protein dari setiap isolat Aktinomisetes dapat dilihat dalam Tabel 4. Pita-pita protein yang dihasilkan oleh kelima isolat Aktinomisetes A7.5, A51.3, A64.3, A46.3, dan A62.1 pada Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) berjumlah lebih dari satu pita sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti pita protein mana yang merupakan protein aktif atau protein yang memiliki kemampuan antibakteri. Seharusnya sampel dimurnikan terlebih dahulu dan dipisahkan tiap fraksi protein yang ada lalu setiap fraksi tersebut diuji aktivitas antibakteri kembali. Selanjutnya fraksi protein yang menunjukan aktivitas antibakteri dielektroforesis PAGE kembali sehingga diketahui bobot molekulnya. Akan tetapi untuk sampel kelima isolat Aktinomisetes ini tidak memungkinkan untuk dimurnikan terlebih dahulu karena keterbatasan sampel.
12
Tabel 4 Bobot pita protein hasil presipitasi amonrium sulfat 80% dari isolat Aktinomisetes Kode isolat Bobot Molekul(BM) Aktinomisetes pita protein(kDa) (A)
BM(kDa) 669 440 232 140
A7.5
66
A51.3 A64.3 A51.3
A64.3
M
A 7.5 A62.1
Gambar 10 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A51.3, A7.5 dan A64.3. A46.3 BM(kDa) 669 440 232 140 66
M A62.1
Gambar 11 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A62.1.
BM (kDa) 669 440 232 140 66
M
A46.3
Gambar 12 Hasil elektroforesis PAGE pada isolat A46.3.
563.12 235.8 63.91 605.48 79.45 272.6 189.7 85.43 478.9 180.45 57.78 641.44 299.14 126.82
Hasil elektroforesis senyawa protein aktif dari kelima isolat dalam Tabel 4 menunjukkan bobot molekul (BM) yang semuanya berkisar diatas 30 kDa sehingga protein aktif tersebut adalah bakteriosin yang masuk pada bakteriosin Kelas III. Bakteriosin digolongkan dalam 3 kelas yaitu Kelas I yang berbobot molekul <5kDa, Kelas II berbobot molekul < 10 kDa, dan Kelas III yang berbobot molekul >30 kDa. Bakteriosin Kelas III belum dapat terkarakterisasi dengan baik karena ukurannya yang sangat besar. (Klaenhamer 1993 & Nes et al. 1996, diacu dalam Hoover & Chen 2003). Karakteristik protein aktif atau bakteriosin yang didapatkan dari isolat A51.3, A46.3, A64.3, A62.1, dan A7.5 memiliki sifat tahan panas atau stabil pada suhu 87oC, menurun aktivitasnya oleh enzim proteinase K, dan memiliki bobot molekul lebih dari 30 kDa. Bakteriosin merupakan metabolit sekunder karena bagi sel yang memproduksinya bakteriosin adalah senyawa protein yang berguna untuk mempertahankan diri dari serangan bakteri lain dan sangat penting bagi adaptasi sel terhadap lingkungan. Selain berfungsi sebagai pertahanan diri, bakteriosin juga dapat membahayakan sel yang memproduksinya karena dapat melisis protein sehingga sel menjadi mati. Untuk melindungi diri dari bakteriosin maka sel memproduksi suatu protein imunitas yaitu bersifat kationik yang terdiri dari 51- 254 asam amino. Protein imunitas ini akan melindungi membran sel
13
dari produksi bakteriosin sendiri. (Nissenmeyer et al. 1993b; Venema et al. 1994; Nes & Holo 2000, diacu dalam Hoover & Chen 2003).Preb Mekanisme kerja dari bakteriosin secara umum yaitu melalui pembentukan pori dalam membran sel target. Sel target adalah sel organisme yang sensitif terhadap bakteriosin. Pembentukan pori diawali dengan penempelan (inisiasi) bakteriosin pada reseptornya. Lipid anionik dalam membran sitoplasma adalah reseptor utama bagi bakteriosin. Kemudian bakteriosin diadsorpsi ke dalam selubung sel bakteri target. Pori yang terbentuk akan mengganggu proton motive force sehingga muatan di dalam dan di luar membran menjadi seimbang. Akibatnya senyawa-senyawa yang dibutuhkan sel target dari luar sel tidak bisa masuk dan akhirnya sel target pun bisa mati. Selain itu beberapa jenis bakteriosin juga mengganggu sintesis DNA, sintesis RNA dan protein dari sel target dengan cara membloknya (Hoover & Chen 2003).Preb Akte
SIMPULAN DAN SARAN
Saran Senyawa antibakteri hasil presipitasi amonium sulfat 80% dari isolat Aktinomisetes sebaiknya dimurnikan dan dipisahkan masingmasing fraksi proteinnya. Kemudian setiap fraksi protein diuji antibakteri. Fraksi protein yang menunjukkan kemampuan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji selanjutnya dielektroforesis sehingga bobot molekulnya dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA Atlas RM. 1997. Principles of Microbiology Second Edition. Iowa : WNC Brown. Bollag DM, Rozycji MD, Edelste SJ. 1996. Protein Methods Second Edirion. New York: Willey-Liss. Dindal DL. 1990. Soil Biology Guide. Kanada: John Willey Sons. Harris ELV, Angal S.1989. Protein Purification Methods. New York: Oxford University Press.
Simpulan Hasil seleksi uji aktivitas antibakteri dari 90 isolat Aktinomisetes terhadap 4 bakteri uji Xanthomonas oryzae, Ralstonia solanacearum, Enteropathogenik Escherichia coli (EPEC), dan Listeria monocytogenes menghasilkan 19 isolat Aktinomisetes yang mampu menghambat keempat bakteri tersebut. Dari 19 isolat ini terpilih 5 isolat yang paling luas zona hambatnya dan paling baik kemampuan bakterisidalnya yaitu A7.5, A62.1, A64.3, A46.3 dan A51.3. Karakterisasi senyawa antibakteri menunjukkan bahwa senyawa aktif dari kelima isolat Aktinomisetes A7.5, A62.1, A64.3, A46.3 dan A51.3 adalah suatu protein aktif seperti bakteriosin karena kesamaan sifat yang dimiliki keduanya. Sifat protein aktif atau bakteriosin dari kelima isolat Aktinomisetes terpilih ini yaitu stabil pada suhu 87oC selama 10 menit dan menurun aktivitasnya dengan enzim proteinase K. Pita protein yang dihasilkan berjumlah lebih dari satu pita dan berbobot molekul lebih dari 30 kDa. Bobot molekul terkecil terdapat pada isolat A62.1 sebesar 57.78 kDa dan bobot molekul terbesar dihasilkan oleh isolat A64.3 sebesar 641.4 kDa.
Hasim. 2004. Menanam rumput, memanen antibiotik.http://bidiversitylipi.org/modul es.php?name=content&pa=showpage&pi d=32. Hifni HR. 1986. Kelompok bakteri Xanthomonas camprestis pv oryzae berdasar varietasnya pada varietas padi. Penelitian Pertanian 6 (2):74-76. Hoover DG, Chen H. 2003. Bacteriocin and their food applications. Compherensive Reviews Food Science and Food safety. Vol 2 Indriasari V. 1998. Eksplorasi Aktinomisetes dari sedimen ekosistem air hitam serta uji daya hambatnya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli KCAM 11823.http://www.icbb.org/indonesia/pen elitian/penelitian 05.htm. Juniastuti 2003. Perbedaan pola hemaglutinasi Escherichia coli diargenik (EPEC dan ETEC) dengan Escherichia coli flora normal.http://diglib.unair.ac.id/go.php?id =jiptunair-gdl-s2-2003-juniastuti-683hemaglutinan&PHPSESSID.
14
Kanti A. 2004. Actinomycetes selulotik dari tanah hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi. Biodiversitas Vol 6 No 2 hal 85-89. Lehninger AL. 1982. Principles of Biochemistry. Inggris: Worth Publisher. Martirani L, Mario V, Gino N, Maurilio D. 2002. Purification and partial characterization of Bacilocin 490, a novel bacteriocin produced by a thermophilic strain of Bacillus licheniformis. Microbial Cell Factories I; 1. Italy: Biomed Central. Miyadoh S, Otoguro M. 2004. Workshop on Isolation Methods and Classification of Actinomycetes. Bogor: Biotechnology Centre LIPI. Pelczar MJ, Chan ECS.1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of microbiology. Prasad et al. 2005. A novel bacteriocin-like substance (BLIS) from a pathogenic strain of Vibrio harveyi. Microbiology Vol 151 part 9 pages 2815-3145. USA:Society for General Microbiology Pub. Poedjiadi A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Rahmi. 2002. Faktor penyebab stillbirth. Tabloid Ibu dan Anak. http://cyberwomen.cbn.net.id/detil.asp?ka tegori=mother&newsno=314. Schlegel HG. 1976. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam (Indonesian Edition). Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Setyaningsih I. 2004. Resistansi bakteri dan antibiotik alami dari laut. http://tumoutou.net/pps702.9145/Iriani_se tyaningsih.pdf.2004. Suarsana I, Iwan H, Suartini N. 2001. Aktivitas invitro senyawa antimikroba dari Streptococcus lactis. Jvet Vol.2 (1) 2001. Suarsana I. 2003. Sifat kimiawi bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus epidermis. Jvet Vol 4(4) 2003. Sudir T, Wahyuni, Suparyono. 1998. Pengendalian hayati penyakit hawar pelepah padi Rhizoctonia solani Khun dengan bakteri antagonis. Teknologi tepat guna menunjang gema palagung. Bogor: Balitpa. Suwandi U. 1993. Skrining mikroorganisme penghasil antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No.89199346. http://www.kalbefarma.com.files/cdk/file s/19perkembanganantibiotik083.html. Suwandi U. 2000. Perkembangan antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No.127, 200043.http://www.kalbefarma.com.files/ cdk/files/19perkembanganantibiotik083.h tml. Yadi S, Suhendar MA, Mahmud M. 2000. Pendektesian bakteri Ralstonia solanacearum menggunakan teknik polimerase berantai dan pemberdayaan strain menggunakan hibridisasi DNA. Berita Biologi Vol 5 No 1 April 2000. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Alur metode penelitian
peremajaan isolat Aktinomisetes
seleksi isolat dengan uji antibakteri dual culture
produksi antibakteri dalam media cair soy bean meal sentrifus 15000 rpm, 30 menit, 4OC supernatan
presipitasi dengan amonium sulfat 80% sentrifus 12000 rpm 15 menit, 4OC pelletnya didialisis dengan buffer PBS sentrifus 12000 rpm 15 menit, 4OC supernatan 2-PBS
perlakuan panas 87oC
tanpa perlakuan
uji antibakteri
Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) penentuan bobot molekul pita protein
perlakuan enzim proteinase K 50 µl sampel +10 µl enzim proteinase K dan diinkubasi pada suhu 37o C,4 jam
17
Lampiran 2 Alur metode presipitasi amonium sulfat Supernatan
Presipitasi oleh amonium sulfat 80% Sentrifus 12000 rpm, 4oC, 10 menit Pellet
Dialisis dengan buffer PBS Sentrifus 12000 rpm, 4oC, 10 menit
Supernatan 1-PBS
Endapan 1-PBS
Dilarutkan dalam PBS Sentrifus 12000 rpm 10 menit, 4oC Endapan dilarutkan dalam air Endapan 2-air
Uji antibakteri
Supernatan 2-PBS
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 27 28 29 30 31 32
Kode isolat A1.1 A3.1 A3.2 A3.4 A3.5 A3.6 A3.8 A7.1 A7.2 A7.3 A7.4 A7.5 A7.7 A9.2 A13.1 A14.1 A14.2 A15.2 A15.4 A19.1 A22.1 A24.1 A25.1 A26.1 A26.2 A31.2 A31.3 A34.1 A34.2 A34.3 A35.1 1.4
1
1
1
1.9 1.3
1.6 0.8 1.7
EPEC
Ralstonia
1.8
Listeria
Zona hambat terhadap bakteri uji (cm) Xanthomonas
Asal Isolat Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, Kresmen Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang, terung-terungan Lembang (Benalu api) Lembang (Benalu api) Lembang (Benalu api) Lembang (Benalu api) Lembang (Benalu api) Baji,Batu Malang (jagung) Desa Drawati, Malang Desa Drawati, Malang Cibinong, Ds. Sukamantri,Bandung Cibinong, Ds. Sukamantri,Bandung Cibinong, Ds. Sukamantri,Bandung Gn. Sugih Anyer, Banten Gn. Sugih Anyer, Banten Ds. Koper Tegal Kedung Bulak, Kec Cikande Serang Ds. Koper Tegal Kedung Bulak, Kec Cikande Serang Ds. Koper Tegal Kedung Bulak, Kec Cikande Serang Ds. Kalodran kec.Walantaka Serang Banten
Lampiran 3 Daftar isolat Aktinomisetes yang diseleksi uji antibakteri Karakterisasi visual abu kecoklatan putih putih putih kemerahan merah muda kecoklatan merah muda kecoklatan abu-abu putih tulang hitam coklat kuning putih putih coklat muda putih kuning kecoklatan putih jadi hitam putih krem keunguan abu kecoklatan putih keabuan krem putih keabuan putih keabuan abu kecoklatan putih kekuningan putih kekuningan abu kehitaman putih agak merah muda kuning coklat muda
18
Kode isolat A35.2 A35.6 A37.1 A37.2 A39.1 A39.2 A40.2 A43.1 A43.2 A43.3 A44.1 A45.2 A45.3 A46.1 A46.2 A46.3 A47.1 A47.2 A47.3
A48.1
A48.2
A48.4
A49.1
A49.2 A50.1 A51.1 A51.3 A52.1 A52.2
NO 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
52
53
54
55
56 57 58 59 60 61
Lampiran 3 (lanjutan)
0.8 1.4
0.8
Xanthomonas
2
1.3
1.4
1
1.2
1.3
Ralstonia
2
1.4 1.6
EPEC
1.5
1.3
1
1.3
Listeria
Zona hambat terhadap bakteri uji (cm)
Brastagi Medan (kentang) Brastagi Medan (pertanian organik) Sudangm Makasar (jati) Sudangm Makasar (jati) Kp. Balitser, Maros Makasar (ekosistem jali-jali) Kp. Balitser, Maros Makasar (ekosistem jali-jali)
Brastagi Medan (kentang)
Brastagi Medan (kopi)
Brastagi Medan (kopi)
Brastagi Medan (kopi)
Asal Isolat Ds. Kalodran kec.Walantaka Serang Banten Ds. Kalodran kec.Walantaka Serang Banten Ds. Wates Telu Kec. P.Merak, temanggung Ds. Wates Telu Kec. P.Merak, temanggung Ds. Jetis Kel.Dangkel Kec. Parakan Temanggung (tembakau) Ds. Jetis Kel.Dangkel Kec. Parakan Temanggung (tembakau) Ds. Jetis Kel.Dangkel Kec. Parakan Temanggung (tembakau) Ds. Menayu, Kel. Bulu kec. Bulu, Temanggung (tembakau kemlaka) Ds. Menayu, Kel. Bulu kec. Bulu, Temanggung (tembakau kemlaka) Ds. Menayu, Kel. Bulu kec. Bulu, Temanggung (tembakau kemlaka) Ds. Menayu, Kel. Bulu kec. Bulu, Temanggung (tembakau kemlaka) Brastagi Medan (markisa) Brastagi Medan (markisa) Brastagi Medan (pisang) Brastagi Medan (pisang) Brastagi Medan (pisang) Brastagi Medan (kubis) Brastagi Medan (kubis) Brastagi Medan (kubis)
abu-abu putih abu putih putih licin merah bata putih
putih keabuan
coklat kehitaman
putih kecoklatan
krem
Karakterisasi visual putih putih kekuningan putih abu-abu krem putih keunguan kuning kecoklatan coklat muda krem putih putih tulang krem abu-abu krem kebiruan abu kehitaman abu-abu putih kecoklatan krem kehitaman putih kecoklatan
19
A52.4 A56.1 A56.2 A57.2 A57.3 A58.1 A58.2 A58.3 A58.4 A58.5 A58.6 A59.1 A60.1 A60.2 A61.1
A61.2
A61.3
A62.1
A62.3 A63.1 A63.2 A63.3 A64.1 A64.2 A64.3 A65.1 A65.2 A65.3
63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
78
79
80
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
62
Kode Isolat A52.3
NO
1.4
1.3
1.1
Xanthomonas
1.3
1.4
Ralstonia
2.3
EPEC
1.4
1.5
Listeria
Zona hambat terhadap bakteri uji (cm)
Ds. Balok Kec. Kupang barat NTT Kel. Alak Kec. Alak kodya Kupang NTT Kel. Alak Kec. Alak kodya Kupang NTT Kel. Alak Kec. Alak kodya Kupang NTT Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang
Ds. Balok Kec. Kupang barat NTT
Kel. Kelapa Lima Kodya Kupang NTT
Kel. Kelapa Lima Kodya Kupang NTT
Kp. Balitser, Maros Makasar (ekosistem jali-jali) Balittas Malang Balittas Malang Purworejo (sawah) Purworejo (sawah) Nganjuk (bawang merah) Nganjuk (bawang merah) Nganjuk (bawang merah) Nganjuk (bawang merah) Nganjuk (bawang merah) Nganjuk (bawang merah) Kel. Namosan, Kec. Alak Kodya Kupang NTT Kel. Pasir Panjang, Kec. Kelapa Lima kodya Kupang NTT Kel. Pasir Panjang, Kec. Kelapa Lima kodya Kupang NTT Kel. Kelapa Lima Kodya Kupang NTT
Kp. Balitser, Maros Makasar (ekosistem jali-jali)
Asal Isolat
abu-abu abu-abu kuning kuning putih kecoklatan putih merah muda abu kehitaman putih keabuan kuning lemah abu-abu
putih licin kekuningan
merah bata
kuning
abu-abu kekuningan merah bata abu kehitaman putih puth keabuan putih keabuan kuning abu-abu abu-abu abu-abu putih putih kekuningan putih kecoklatan abu-abu
abu-abu
Karakterisasi visual
20
21
Lampiran 4 Gambar hasil uji antibakteri supernatan kasar senyawa antibakteri kelima isolat Aktinomisetes terpilih
Terhadap Enteropatogenik Eschericha coli (EPEC).
Terhadap Xanthomonas oryzae.
Terhadap Listeria monocytogenes.
Lampiran 5 Gambar hasil uji antibakteri setelah presipitasi amonium solfat 80% dari kelima isolat Aktinomisetes terpilih
Supernatan 2-PBS terhadapEnteropatogenik Escherichia coli (EPEC)
Supernatan 2-PBS pada Xanthomonas oryzae.
Supernatan 2-PBS terhadap Listeria monocytogenes.
Supernatan 2-PBS tanpa perlakuan pada Ralstonia solanacearum.
22
Supernatan 2-PBS tanpa perlakuan pada EPEC.
Supernatan 2-PBS dengan perlakuan panas 87oC, 10 menit pada EPEC.
Supernatan 2-PBS tanpa perlakuan pada Xanthomonas oryzae.
Supernatan 2-PBS dengan perlakuan panas 87oC, 10 menit pada Xanthomonas oryzae.
Supernatan 2-PBS dengan perlakuan panas 87oC,10 menit pada Ralstonia solanacearum.
23
Lampiran 6 Perhitungan bobot molekul (BM) pita protein marker pada setiap isolat Marker untuk A64.3, 51.3, 7.5 x y 0.3 2.8254 0.8 2.6434 1.8 2.3655 2.3 2.1461 3.5 1.8195
Marker untuk A62.1 x y 0.2 2.8254 0.7 2.6434 2.2 2.3655 2.8 2.1461 4.4 1.8195
Gambar 1 Grafik marker untuk A64.3, A51.3, A7.5
Gambar 2 Grafik marker untuk A62.1
Gambar 3 Grafik marker untuk A46.3
Marker untuk A46.3 x y 0.2 2.8254 1 2.6434 1.5 2.3655 2 2.1461 2.7 1.8195