SELALU INGIN PUAS, MAU BEKERJA KERAS, DAN MELAKUKAN DENGAN IKHLAS (3 “AS”) : SEBUAH PRINSIP DALAM MEWUJUDKAN GURU BERKARAKTER DAN CERDAS
Oleh: Alfiah
ABSTRAK Guru dan dosen dalam pasal 27 ayat 3 tentang tenaga kependidikan disebutkan merupakan bagian dari tenaga kependidikan yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mangajar, melatih, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam pendidikan. Oleh karenanya peran guru sangat penting dalam menyukseskan pogram pendidikan di masa sekarang ini. Untuk mampu melakukan semua itu, guru hendaknya memiliki jiwa/prinsip “3 ‘As’”. “As” yang pertama adalah “puas” bahwa dalam mengajar guru hendaknya betul-betul konsekuen dan bertanggung jawab sehingga mencapai hasil yang memuaskan seperti yang direncanakan. “As” yang kedua yaitu “mau bekerja keras.” Terkait dengan “As” yang pertama, dalam hal ini guru harus bekerja keras untuk mewujudkan rasa puasnya akan hasil pembelajaran yang direncanakan dan untuk melaksanakan ini dibutuhkan ‘As” yang ketiga yaitu “ikhlas”. Prinsip ketiga ini berkaitan dengan kepribadian guru yang dalam bahasa Jawa berarti “digugu lan ditiru”. Dengan dipegangnya ketiga prinsip ini diharapkan guru mampu mempunyai karakter kuat dan cerdas yang nantinya akan menghasilkan generasi yang berkualitas dan dinamis.
ABSTRACT Teacher and lecturer in article 27 verse 3 about education resources are mentioned as a part of education resources whose duties are conducting teaching-learning, training, developing, organizing, and giving technical services in education. Therefore, the role of teacher is very important in succeeding the education program nowadays. In order to be able to do all of the duties, a teacher should have the principals of 3 “As”. The first “As” is “puAS”(satisfied), which means that in teaching, a teacher should be responsible, so
that the result is satisfying as it is planned. The second “As” is “mau bekerja kerAS”(wiling to work hard), which means that a teacher should work hard to achieve a satisfying result in teaching-learning, and it needs the third “As”, which is “IkhlAS”(sincere). With the three principals, hopefully a teacher will have strong and intelligent character that hopefully will creates the next quality and dynamic generation. Berdasar pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Pasal 27 tentang Tenaga Kependidikan, dijelaskan bahwa 1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. 2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. 3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen Guru dan Dosen disebut secara jelas dalam Pasal 27 ayat 3 merupakan bagian dari
tenaga kependidikan yang bertugas menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis
dalam
menggunakan
pendidikan.
Dalam
penyebutan
selajutnya
penulis
akan
istilah guru untuk mewakili guru dan dosen sebagai tenaga
kepandidikan. Guru sebagai bagian dari komponen dalam kegaiatan pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting. Bahkan dapat dikatakan bahwa guru menjadi kunci sukses dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Melalui peran dan kharismanya, guru diharapkan mampu mengantarkan siswa dalam meraih
keberhasilan
dan
cita-citanya.
Di
pundak
guru
pula
siswa
menggantungkan harapan terhadap penguasaan materi yang diajarkan. Maka tak heran lagi jika munculnya sikap benci atau sukanya siswa terhadap suatu
pelajaran bergantung pada bagaimana guru mengajar. Jadi dapat dikatakan bahwa kepiawaian guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap ketercapaian hasil belajar siswa. Seperti yang termuat dalam UUGD No. 14 Tahun 2005 ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memilki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepibadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, dengan empat kompetensi yang dimilikinya, guru sebagai tenaga pendidik diharapkan tetap bertanggung jawab dalam tugasnya untuk mewujudkan ketercapaian hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kepiawaian, kiat, dan tanggung jawab guru yang merupakan wujud kinerja guru dalam mengemban tugas mulia tetap diharapkan. Kepiawaian dalam mengemban tugas mulia tersebut akan menunjukkan jati diri sebagai guru yang berkarakter dan cerdas. Berkarakter artinya sebagai pendidik memiliki kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak, atau budi pekerti pendidik yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada pendidik. Sedangkan cerdas adalah pintar dan cerdik, cepat tanggap dalam menghadapi masalah, cepat mengerti jika mendengar keterangan, tajam fikiran, dan cerdik adalah punya akal pintar, mampu atau pandai memcahkan masalah, cepat memahami sesuatu yang sulit dan menemukan pemecahannya, serta banyak akal.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa peranan guru dalam menyukseskan program pendidikan di masa sekarang ini sangat dibutuhkan. Yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini bagaimana kiat guru dalam rangka mewujudkan jati dirinya sebagai guru sejati yang berkarater dan cerdas mencapai keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Satu gagasan yang ditawarkan penulis adalah hendaknya guru dalam melaksanakan tugasnya harus mempunyai keinginan untuk selalu puas, karena ingin puas maka harus mau bekerja keras, tetapi melakukaknya dengan ikhlas. Apa maksud dari gagasan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
REALISASI PRINSIP “Selalu
Ingin Puas, Mau Bekerja Keras, dan
Melakukannya dengan Ikhlas ( 3 “As” )
1. Selalu Ingin Puas Puas artinya merasa senang atau gembira karena sudah terpenuhi keinginan hatinya (Hardaniwati, 2003:524). Kepuasan adalah relatif. Artinya kepuasan yang dirasakan oleh seseorang bergantung pada standar pribadi masingmasing. Demikian pula guru, sebagai pengajar yang sarat dengan tanggung jawab dalam membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan, tentu memiliki standar kepuasaan yang berbeda-beda. Hanya saja kepuasan yang dirasakan guru bukan karena terpenuhi keinginan pribadinya, akan tetapi cenderung mengarah kepada keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Sehinggga ketika guru mengajar mampu membuat siswa menguasai materi pembelajaran dan mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, tentunya guru akan merasa senang. Kepuasan yang dirasakan oleh guru mestinya tidak akan datang dengan sendirinya, tetapi perlu adanya kiat untuk mencapainya. Oleh karena itu harus secara konsekuen, kiat tersebut dilaksanakan secara maksimal untuk mencapai hasil. Selain itu guru juga harus memiliki target atau standar keberhasilan yang ingin dicapai. Misal, guru berusaha semaksimal mungkin supaya nilai KKM dapat tercapai secara optimal, guru berupaya agar dalam proses pembelajaran siswa selalu aktif, guru senang jika dalam proses pembelajaran kelas selalu kondusif, dll.. Jadi, target keberhasilan yang ingin dicapai oleh guru harus ditetapkan di awal sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Sehingga dapat memotivasi guru untuk menentukan kiat-kiatnya agar tujuan dapat tercapai. Dalam hal ini, kalau misalnya di tengah pelaksanaan kemudian menemukan suatu kendala, guru dapat secara langsung mengganti cara atau metode lain dari yang dilakukan sebelumnya. Namun, yang tidak kalah penting, dalam menentukan target keberhasilan, tentunya guru tetap mempertimbangkan kemampuan siswa dan
lingkungan pendukungnya. Sehingga tidak akan muncul konsep idialisme yang berlebihan. Bagimanapun ketercapaian dalam proses pembelajaran sangat bergantung pada faktor-faktor pendukungnya. Misal, tingkat kemampuan siswa, latar belakang sosial siswa, ketersediaan sarana pendukung, dll. Selain itu juga harus mempertimbangkan kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah sesuai dengan kurikulum yang diprogramkan. Dengan demikian dapat digarisbawahi bahwa guru dalam mengajar, tidak sekedar melaksanakan rutinitas tugas dan mengalur begitu saja, akan tetapi betulbetul konsekuen dan bertanggung jawab. Istilahnya kalau dalam pernyataan orang Jawa : aja mung nggugurake kewajiban, artinya jangan hanya sekedar melaksanakan tugas.
2. Mau Bekerja Keras Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 2004:12, 14). Terkait dengan keinginan guru yang selalu ingin puas, tentunya guru juga harus mau berkerja keras dalam arti berupaya semaksimal mungkin agar tujuan yang dimaksud dapat tercapai. Dalam hal ini PAIKEM menjadi acuanya, yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Bagaimana kiat dalam mewujudkan PAIKEM mestinya menuntut guru supaya piawai dalam mengimplementasikan kompetensi pedagogik dan profesionalnya. Kepiawaian dalam mengimplementasikan kedua kompetensi tersebut akan memberikan corak atau gaya tersendiri bagi guru di hadapan siswanya. Kepiawaian guru dalam memilih atau menentukan model atau metode pembelajaran inovatif dalam setiap kali masuk kelas, jelas memberikan pengaruh besar terhadap motivasi belajar siswa. Apalagi dilengkapi dengan pemakaian media yang ilustratif akan mampu menghipnotis proses belajar siswa. Pemilihan materi yang sesuai dengan tingkat intelektual siswa dan penentuan sumber belajar
sesuai dengan kebuuhan siswa juga menjadi tuntutan bagi guru untuk mewujudkan kompetensi yang aplikatif. Tidak kalah pentingnya lagi adalah konsekuensi pelaksanaan dalam penentuan hasil belajar siswa karena tahapan ini merupakan proses penting untuk menentukan ketercapaian kompetensi siswa selama dalam proses pembelajaran. Bagian-bagian tersebut merupakan tuntutan kerja keras guru dalam mewujudkan model PIKEM. Tanpa adanya kerja keras dari guru, mustahil pembelajaran akan membuahkan hasil yang baik. Apa artinya kalau pembelajaran tidak mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas? Oleh karena itu prinsip untuk terus bekerja keras dalam menyukseskan pembelajaran harus menjadi nafas guru sebagai insan pendidik sejati yang berkarakter dan cerdas.
3. Melakukan dengan Ikhlas Prinsip yang ketiga ini erat sekali dengan kepribadian guru sebagai insan yang berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian yang melekat pada diri guru tidak cukup disebut-sebut saja. Kompetensi tersebut justru harus diwujudkan sebagai dasar dalam mengimplementasikan tiga kompetensi yang lain, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, dan sosial seperti yang telah disebutkan pada bagian awal. Merupakan aplikasi prinsip ketiga ini adalah selalu ikhlas dalam melakukan pekerjaan yang baik dan bermanfaat. Sebagai contoh, jika guru sudah melakukan
segala
upaya
dengan
semaksimal
menyukseskan keberhasilan dalam pembalajaran,
mungkin
dalam
rangka
bahkan telah terbukti
keberhasilannya tetapi dalam benak guru tidak terpikirkan sedikit pun mengharapkan imbalan apa pun, bahkan berupa sanjungan saja tidak. Imbalan yang dimaksud misalnya, menuntut kepada siswa untuk membalas jasanya entah dengan iuran atau membawakan bingkisan, bisa jadi menuntut kepada sekolah untuk memberikan tambahan gaji atas kinerjanya. Jadi, apa yang dilakukan selalu berorientasi dengan uang atau sering dikatakan UUD (ujung-ujungnya duit). Keikhlasan yang tulus akan mengkarakter pada diri guru. Karakter guru yang baik secara tidak langsung memberikan teladan terhadap siswa. Mengutip pernyataan orang Jawa, guru iku digugu lan ditiru. Dengan penuh harapan,
adanya keikhlasan di benak guru dalam mewujudkan kinerjanya akan mampu mecetak generasi-generasi yang intelektual dan juga berakhlak mulia. Dengan demikian menjadi harapan dan imbauan bagi kita bahwa sebagai guru hendaknya senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang mulia. Sebagai pengemban tugas mencerdaskan generasi bangsa, dengan prinsip guru yang selalu ingin puas, mau bekerja dengan keras, dan melakukannya dengan ikhlas (3 “As”) corak guru berkarakter dan cerdas akan terwujud. Melalui guru yang berkarakter dan cerdas akan mampu mencetak generasi yang berkualitas. Dengan penuh harapan pula, melalui guru yang berkarakter dan cerdas mampu mewujudkan suatu peradaban dalam dunia pendidikan yang lebih dinamis.