E komonmf,Rakyat
Sektor Informol : "Porositkoh Mereko otou A NecessoryEvift" (StudiKosus: EtnogrofiTukongOiek, KelurohonCibubur,JokorloTimur)
A n t o n i u sT o r i g o n Kasubdit KelenbagaartKerja Sanm Pentbanglular\Direktorat Kerja SantaPentbangunan Sektoral rlart Daeralt, Kartor Meneg PPN/BappettasclartMalmsiswa Program Doktor Uriversitas htdottesia " Kottsettrasi Kebiiakan Publik"-red
Penganta Berbedadengantulisan-tulisan kami sebelumnya,padakesempatanini , penulis lebih banyak mengupas"aspekpraxis" dibandingkandengan"aspekteoritis" dengan mengangkattema sektor informal ( : kasustukang ojek). Secarakhusus penulis merasaterbebanuntuk menyampaikaninformasi ini, mengingkatsektor informal (kasustukang ojek) merupakansuatu gambaraflnyatayang digeluti oleh sebagian besarmasyarakatkita khususnyadi kawasanperkotaaan.Disamping itu, melalui studi etnografi,penulisjugatelah melakukanpengamatanintensif (sekitar1.5bulan) terhadap tindak-tanduk, perilaku dan persoalan-persoalan yang terkait dengan dinamika sektor informal (tukang ojek). \Walaupuninformasi ini tidak cukup komprehensif, dari lessondrawing yang dapat dipotret kami berharapsemogatulisan ini memberikan kontribusi nyata dalam aspekperencan anterkait pentingnyamodal sosial,jenis modal sosialdan efektifitas hukum publik khususnyakepadaDirektorat Perkotaandan Perdesaan, Direktorat Tenaga Kerja, Direktorat Transportasi, Direktorat KerjasamaPembangunan Sektoral dan Daerah,Direktorat Hukum, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, serta direktorat terkait lainnya.
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah-masalah yang tumbuh dan berkembang di kawasanperkotaan merupakansalahsatupersoalanyang paling problematisdewasaini. Pemerintahdi wilayah perkotaan, apalagikota besarsemacamJakarta,harus berhadapandengan
PerencanaanPembanglutartNo. 33/Okt-Des 20/-l-
|
Ekonomi
Qakyat
berbagaimacampersoalanyang terus bertambahkompleks dan rjrenumpuk sementarakemampuandan sumberdayayang dimilikinya relatif terbatas.Demikian halnya denganterbatasnyadaya serapmaupun daya tampung kota. Meningkatnya angka penggangguran,semakin eksesifnyakriminalitas, tidak memadainyasaranapelayananpublik di bidang kesehatan,pendidikan, transponasidan lain sebagainya .adalahbeberapapotret kusamyang merefleksikanketidakramahankawasanperkotaan.Kota juga menjadi areaperebutankue ekonomi ketika batasan-batasaan etika, moral, dan hukum menjadi semakin kabur. Salah satu permasalahanpenting yang terdapat di kawasan perkotaan adalah tumbuh dan berkembangnyasektor informal. Ini merupakansektor alternatifyangantaralain ditandaioleh (1)mudah untuk dimasuki ataupun untuk keluar, (2) ketergantunganpada sumberdayaasli atauendogenous resources, (3)kepemilikan dan pengelolaanbersifatkekelrr"ig""r, ({ .tr"hatry" berskaiakecil dengantingkat mobilitas yang sangattinggi, (5)kbor-intensioedenganteknologitradisional, (6)tidak membutuhkan keahlian renenru sebagaiman a padasektor formal, dan (7) pasarnyabersifat kompetitif tetapi tidak disertai regulasiyang jelas (Gilbert & Gugler, 1984:73). Padatempat lain, Gugler (19s0 juga mencatatbahwa sektor informal bersifarsangarheterogen,sulit ditarik garispembedayangjelasdengansektor formal, malahanterdapatkesatuanrangkaiananrarausaha berskalakecil dengan yang berskalabesar,illegal dan legal serra yang produktif denganyang kurang produhtif. Aktivitas yang merekajalankansangatberagam,mulai dari p'"ryq^-"k"nan,lasa ojek, ..rrrpri pada para penjual barang-barangelektronik bajakan. Mereka ridak memiliki cukup modal unruk meningkatkan skala usahanyasehinggabahkan tidak cukup untuk sekedarmenghidupi keluarganya. Orientasinya bukan padapemupukan modal, tetapi lebih padaupaya memperolehpendapatancashyang langsungdapat dibelanjakanuntuk memenuhi kebutuhan rumah rangga(Rakodi, 1993:211). Dengan karakter ini, sektor informal bisamenjadi saranamenuju sektor formal tetapi juga bisamenjaditujuan itu sendiri. Atau adajugayangmelihatnya sebagaiprosesyang tidak terakomodasidalam kerangkainstitusional dan legal suatu masyarakat sebagaimanaaktivitas formal lainnya (Portes, et.al., L989: L2). Terlepasdari karakterisasisemacamitu, sektor informal telah menjadipermasalahansendiri.Namun tidak sedikit kalanganyangmelihat bahwa sektor informal juga solusi;jadi tidak sekedarmasalah.Perbedaan carrpandang semacamini sangatmenentukan kebijakan ap^y^ngakan diambil pemerintah. Pand4nganpqrtamayang dikenal dengan"pandangan evolusionis (developmentalis)" berpendapat _ bahwa sektor informal akan tumbuh dan berkembang menjadi sektor formal. Dalam p"nd"ngan irri, sektor infcirmal dapat menjadi jawaban alternatif terhadap masalahpenganggurandan kemiskinan di kota, dan karenanya,harus dikembangkan.Pandangansemacamiru rerutama sangardipengaruhi hasil penelitian ILO padatahun 1972yangsekaligusmempopulerkanterminologi dan j."ir tersebut. "kii"it"s Sementaraitu, pgndangankedua yang bersifat "involusionis-eksploitatif" cenderungmelihat sektor informal sebagaisektor yang tidak mungkin berkembang.Kehadiran mereka hanyamenjadi sasaranempuk eksploitasisektor formaT.Dengan demikian, mengembangkansektor informal merupakan up^y^ y^ng sia*ia. Cara pandangkedua inilah yang nampaknya dominan di tanah air sehinggasetiap ada -"r"I"h, maka sektor inilah yang selalumenjadi korban, atauminimal kambing hitamnya. fla* terkecuali dalam 1rp^y^penataankota sepertibidang rransporrasi. Untuk konteks Indonesia,kedua pandangantersebut seolahmenyaru. Tidak sedikit kalanganyang menunjukkan antipatinya terhadap kehadiran sektor informal, tetapi lebih banyak lagi yang r.o.*h emPatidan simpatiterhadapkeberadaankelompok tersebut.Dengankata lain, sekior informal merupak"n ' d necessary eail' yang menawarkan solusisekaligusmendatangkan masalah.
^^ a*
I -l
PerettcatnattPembarzgutan No.33/Okr-Des200i
Ekonomni Qakyat
Guna memperjelastopik di atas,maka penelitian singkat ini akan secarakhususmelihar keberadaan jasaojek di kawasanperkotaan.Sektor usahatersebutmerupakansalahsatu varian sekror informal yang jugatidak terlepasdari beberapasinyalementeoritis sebelumnya.Aninya, kehadiranjasaojek bisamenjadi solusibagikeperluantransportasitetapi bisajugamenjadimmalahitu sendiri.Bagipendudukyang memiliki mobilitas tinggi tetapi mengalamihambatandalam hal transportasi,yaitu mereka yang tidak memiliki kendaraanpribadi atau terbatasaksesnyaterhadap transportasipublik, kehadiran jasa ojek sangar membantu. Demikian halnya, sektor tersebut dapat menjadi alternatif bagi penciptaanlapangankerja serta pengurarLgarL angka penggangguran. Nilai-nilai positif-kontributif di atasjuga disertai oleh berbagai gejalayangmemperburuk citra jasa ojek. Media massasering memberitakan tindak kekerasanatau pemerasanyang dilakukan tukang ojek terhadappenumpangnya.Demikian halnya, pada saat-saatdan di kawasantertentu, operasiojek sering menimb.ulkankemacetanlalu lintas.Beberapatukang ojek yang tergabungdalamsuatupangkalanbahkan bersepakatuntuk menegakkanaturansendiri,baikyangberkaitan dengantarif jasa,zona operasi,maupun mekanismepengaturaninternal. Aturan informal tersebut tidak jarangmenyerupai'hukum publik' yang tidak tertulis namun bersifat mengikat. Pandanganlain melihat aturan tersebut sebagaibentuk modal sosial$ocialcapital)walaupun dengancakupanyang relatif terbatas.Uniknya, sebagaimodal sosial,berbagai aturan tersebut tidak saja mengandungaspek-aspekpositif tetapi juga aspek negatif. Aturan tersebut seringkalimenimbulkan keluhan bagi penumpangakibat tarif yangtidak jelasterutamasetelahjam sibuk (makin malam makin mahal), memicu konflik dengantukang ojek dari pangkalanlain akibat pelanggaran zone operasi,dan sebagainya.Dengan lebih tegasdapat dinyatakan bahwa dalam konteks pengelolaan ojek terdapat researchproblem yang cukup serius di mana terjadi selfparadox dalam penerapan hukum publik. Sebagaivarian hukum publik, aturan-aturantersebutseharusnyaberlaku umum. Tetapi ternyata muncul eksklusivitasdi mana hukum publik dikostruksi untuk konteks tertentu dan itu berlaku efektif. Dengankatalain, juga ditemuiadanyadilemaarrtaralegalitas hukum publik dengantingkat efektivitasnya: tidak semuayang bersifat legal-formalitu bisa berlaku efektif, dan sebaliknya,efektivitassuatu hukum publik tidak selaluditentukan oleh legalitasnya. Berangkat dariuraiandi atasmaka penelitian ini akan melihat secarakritis - vralaupunsifatnyadeskriptif - berbagai hal yang berkaitan dengan dinamika jasa ojek, terutama persepsi dan perilakunya serta hubungannyadenganmodal sosialdan hukum publik. Studi semacamini semakinpenting sejalandengan berbagai langkah pemerintah untuk menertibkan ojek yang lebih sering mengalami kegagalankarena kekeliruan dalam menggunakanpendekatan.
B. Setting Salahsatu bentuk aktivitas sektor informal di kawasan perkotaan adalahjasaojek yangdapatdijumpai hampir di semualorong kawasanpemukiman, terutama di daerahpinggiran kota. Umumnya jasausaha ini ditekuni oleh merekayang tidak memiliki modal usahayang cukup - bahkansamasekalitidak memiliki modal usaha kecuali tenaga- dengan tingkat keterampilan yang pas-pasan.Mereka bekerja hampir sepanjanghari dan beberapadi antaranyamenggunakansistemrotasi ataupergantian.Artinya, satu ojek (sepedamotor) bisa digunakanoleh beberapaorang padawaktu yang telah disepakatibersama.Ada juga yang menggunakansistempersewaan,sehinggaadasetorandalamjumlah tertentu dan padawaktutertentu pula (biasanyaharian) yang harus diberikan kepadapemilik ojek.
PerencanaartPembartgtrnatt No. -l-l/okt-Des 20l-l'
|
25
El
Dbngan karakfer tersebut, penghasilanriil yang diterima oleh tukang ojek juga pas-pasan- untuk tidak mengatakanrelatif rendah.Jumlahnya pun tidak pasti. Hal ini nampaknyabisa digunakansebagai penjelasmengapasektor usahatersebut memiliki tingkat persainganyang tinggi - walaupun agak terselubung- y^ng tidak jarang berakhir dengan tindakan kekerasanseperti perkelahian bahkan pembunuhan,baik antar tukang ojek maupun antar tukang ojek denganpengguna.Tingkat kompetisi tersebutmakin terasauntuk kawasanoperasiyang tidak memiliki aturanataukesepakatanbersamatentang pengelolaannya.Dampak negatifnyajuga dirasakanoleh penggunaberupakurang terjaminnya kenyamanan dan keselamatankarena perilaku kebut-kebwtanguna mengejar setoran. Untuk menghindari kondisi teisebut, maka beberapapangkalanmenegakkanaturan main sendiri. Misalnya sistemantrian dan penentuantarif. Aruran tersebutbersifatmengikat ke dalam maupun keluar. Artinya, baik tukang ojek yang menjadi anggotamaupun tukang ojek dari pangkalanlain sertapengguna harus mentaati aturan tersebut. Berbagaiaturan tersebut,lagi-lagidan sampaitingkatan tertentu,.justru menimbulkan problema tersendiri yang semakinmemperpanjangdaftarmasalahdi kawasanperkotaan.
C. Kasus Srudi ini dilakukan di Kelurahan Cibubur, JakartaTimur padapertengahanOktober s.d. akhir November 2001.Di beberapatitik di kawasantersebutdapat dijumpai pangkalanojek. Mereka berasaldari berbagailatar belakangpendidikan (dari yang tidak menamatkanSD sampaiyang S-1)dan suku (Betawi, Jawa, Sunda,Batak, dsb). Di beberapapangkalanyang strategis,kehadiran mereka cukup mengganggu kelancaranlalu lintas.Ada jugayang melarangangkutanumum untuk melewatimte tertentu yang menjadi areal kekuasaannya.Hal itu sangatmerugikan penumpang yang akhirnya harus mengeluarkanbiaya tambahan untuk transportasi. Beberapapangkalan ojek sudah memiliki aturan sendiri yang bersifat mengikat ke dalam maupun keluar, sedangkanyang lainnya belum memiliki aturan bersamatentang sistem pengelolaannya.Perbedaanpola pengelolaantersebut membawa implikasi signifikan bagi kenyamanandan keselamatanpenumpang.Perbedaankarakter tersebutmenjadikan lokasi ini menarik untuk diteliti.
Analisis
Reflektif
: Sebuah
l(ornparasi
A. PersepsiTukang Ojek Persepsimerupakansalahsatuaspekpenting dalamkehidupanmanusiayang berkaitandengankognisi. Persepsiseseorang, ant^ralain,dipengaruhioleh pengalamannyatadalamkehidupannya.Dipahami secara demikian,maka persepsitukang ojek merupakanhasil interaksi merekadenganperi kehidupannyasebaga tukang ojek. Dalam kaitan denganitu ada 3 hal yang mendapatperhatian khusus,yaitu persepsitukang ojek terhadappekerjaannya,persepsitukang ojek terhadappenumpangdan persepsitukang ojek terhadap sesamatukang ojek. Dari hasilpengamatansepintasdi kedualokasi di atas,terlihat adanyasedikir variasipandangantukang ojek dalam melihat pekerjaannya. Pandanganpertama,adayangmelihatpekerjaantersebutsebagaisekedarpelariankarenatidak adanya alternatif,sebagianlagi melihatnya sebagaiwarisankeluargayang sudahditekuni sejaklama, dan sebagian
26
| I
Prrrrro,roott Pen'tbartgurmn No.J-i/okr-Des 200-l
Ekomomi Ratcyat
latar belakangsosialekonomi para tukang ojek. Merekayang menganggappekerjaanmengojek sebagai pelarian adalahmerekayang terkena dampak krisis ekonomi. Sebelumnyamereka bekerjadi sektor formal seperti karyawan pabrik, sopir, dan sebagainya.Karena himpitan krisis di mana gajiyang diterima relatif kecil sementarahargaberbagaikebutuhanhidup terusmenanjak,makamerekapun beralihpekerjaan. Pemilihan pekerjaansebagaitukang ojek pun merupakan bagian dart'garnbling'. Karenanya,perilaku mereka sangatnekad.Sepertidituturkan Herry Sutanto,pemuda kelahiran Brebes,menjadi tukang ojek 'berani itu ibarat jadi: kalau berhasil bagus,kalau gagal,nggak apa-apa.Mereka berprinsip mati di atas motor'. Pandangankedua.ditemui khususdi lokasiPangkalanPortal Cibubur. Merekamerupakanmasyarakat asliBetawidanpekerjaanojek adalahpekerjaankeluarga.Yaitu bahwabapakdan anaksama-sama mengojek, baik secaraparalel maupun bergantianuntuk menghidupi keluarganyadan hal itu sudahlama dijalani. Adanya latar sosialyang homogeninilah yang nantinyadapatdipakai sebagaibasisieksplanasiatasberbagai kekhasanyang dijumpai di pangkalan tersebut.Kedua kelompok pandangandi atasmewakili mereka yang menjadikanojek sebagaipekerjaantetap di mana nafkah hidupnya bergantung. Sementaraitu, yang menganutpandangan ketiga adalahmerekayang menjalanipekerjaanmengojek sebagai pekerjaansampingan.Kebanyakandari merekamemiliki pekerjaantetapdi sektorformal. Mengo.iek adalahpekerjaanyang rrierekalakukan sebelumatau setelahjam kantor. IX/alaupunterdapatvariasipersepsidalammelihat pekerjaannya,hampir semuatukang ojek - terutama mereka yang menjadikan ojek sebagaipekerjaantetapnya -mengaku bahwa pekerjaansebagaitukang ojek adalahpekerjaanyang menyenangkansekaligusmenjanjikan.Selainkarenatingkat penghasilanyang relatif tinggi dibandingkan dengan pekerjaandi sektor lain yang menuntut kualifikasi senrpa,mereka sangatmenikmati kebebasansebagaitukang ojek. Di lokasi AURI, seorangtukang ojek kadang bisa mendapatkanuang sampai Rp 100.000,-perhari. Jika penghasilantersebut konstan maka minimal dia di pangkalan akanmeraupRp 3.000.000,perbulan,suatujumlah yang tentu sajasangatfantastis.Sedangkan jumlah penghasilanhariannya relatif kecil karena penggunanyapun relatif terbatas. Portal Cibubur, menikmati kebebasanyang tidak dijumpai kalau bekerjadi sektor formal: Yang jelasmereka.sama-sama tidak adayang mengatur,tidak adayangmenyuruh, dapat bekerja kapan saja,dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pandangantukang ojek terhadap pekerjaannya agak-r"ri"iif, baik di pangkalanPortal Cibubur yang begitu teratur maupun di pangkalanAURI yang agaksemrazaut.Yang berbedaadalahtingkat kompetisi.Di pangkalanCibubur, iklim kompetisitidak tampak.Hal itu disebabkan karena adanyapengaturanyang disepakati bersamadengan sistem antrian. Semuaojek mendapatkan kesempatanyang sama,apapunkualitasmotornya. Sistemtersebutsekaligusmendorong adanyadistribusi pendapatanrelatif. Hal yang sebaliknya terjadi di pangkalan ojek AURI. Absennya aturan bersama menyebabkanpersainganyang begitu tinggi. Semuaberebutanpenumpang.Tingkat tarif pun terkadang berbedayang seringrnemicu konflik denganpengguna.Hal itu diperparaholeh tidak adanyainteraksi di antaratukang ojek serta antaratukang ojek denganpenggura. Hubungan yang terjalin adalahmurni hubungan transaksionalekonomis, sedangkanrelasisosialkurang tampak. Mengenaipandanganterhadap pengguna,terdapatdua blok pandanganyang sangatkontras. Di pangkalan Portal Cibubur, sangat kelihatan adanyainteraksi yang akrab antaratukang ojek dengan pengguna.Mereka sudah.saling mengenalsehinggaperlakuan terhadap penggunapun lebih manusiawi. Artinya, penggunabenar-benardilihat tidak sekedarsebagaipartner transaksiekonomis,tetapijugasebagai sesamamanusia.Apabila ada sesamatukang ojek yang kurang hati-hati, maka akan diperingatkan oleh tukang ojeklainnya. Kondisi seruFatidak dijumpai di pangkalanojek AURI. Sifat transaksionalmurni ditambah denganrendahnyasaling mengenaldan jalinan interaksi menyebabkanburuknya perlakukan
PerencanaattPembangwtartNo. ,)3/okt-Der 20l-l.
|
27
E l
terhadappengguna.Mereka dapatmemotong jalan seenaknya,menempuh arah yangberlawanandengan arah lalu lintas, menjemput pengguna secarabersama-sama dan sebagainya.Hal itu tentu saja sangar membahayakankeselamatanpengguna. Lalu, bagaimanapandangantukang ojek terhadapsesamanya? Pada aspekini juga dijumpai kondisi yang sangatkontras. Di pangkalanojek Cibubur, para tukang ojek adalahjuga satu keluargabesaryang terikat oleh hubungan darah, persamaanlatar belakangsosial budaya (orang Betawi), serraaruran dan norma yang disepakatibersama.Solidaritasdiantaramerekasangattinggi. Tegasnya,di pangkalantersebut benar-benarterlihat adanyakekeluargaan dalampengertianyang sesungguhnya. Hal sebaliknyaterjadi di pangkalan ojek AURI. Di pangkalan tersebut, tidak dijumpai adanyakesepakaranbersama.Tingkat solidaritaspun relatif rendah.Hal itu dipengaruhi oleh variatifnyalatar belakangsosialbudaya mereka. Ada yang berasaldari suku Betawi, Jawa dan Sunda.Sesamatukang ojek dilihat sebagaikomptitor. Hal itu berpengaruhterhadapinteraksiybng terjalin diantaramereka.Tingkat kompetisi pun menjadisemakin ketat dan cenderungtidak ada saling kepedulian,apalagisolidaritas,di anraramereka.
B. Perilaku Tukang Ojek Perilaku seseorangmerupakan ekspresicarapandangnya.Atau dapat juga dipahami sebagairespons ragawi terhadap rangsangandari luar. Dalam tulisan ini, penulis beranggapanbahwa perilaku tukang ojek merupakanfungsipandangannyasebagaimana telahdiuraikan di atasditambahrangsangan lingkungan lainnya. Untuk keperluan sistematika,perilaku tukang ojek dapat dibagi ke dalam perilaku terhadap pengguna,perilaku terhadapsesama)dan perilaku terhadap aturanpemerinrah Terhadap penggunajasa ojek, dijumpai adanyaperilaku yang sangatberbedadi kedua pangkalan tersebut. Di pangkalan Cibubur, penggunadiperlakukan sebagai'konsumen yang berdaulat'. Mereka diperlakukan denganramah dan keselamatanmereka benar-benardiperhatikan. Ada 2 pola melayani penggunadi pangkalanini, yaitu pertama, penggunamendatangitukang ojek, dan kedua, tukang ojek yang mendatangipengguna.Pola kedua biasanyahanya untuk penumpang yang harus menyeberang. Perilaku yang sangat berbeda dijumpai di parigkalanAURI. Di pangkalan tersebur, penumpang diperlakukan seenaknya."Yang penting terima duit dan saya harus segerakembali untuk merebui penumpangberikutnya,' kira-kira seperti itulah bayanganyang adadalam pikiran mkang ojek sehingga perilaku merekasangatngaraur;memotong jalan seenaknya,merebut penumpang,parkir seenaknyadan sebagainya. Kondisi yang nyaris senrpajuga dijumpai dalam hal perilaku terhadapsesamatukang ojek. Tidak ada basa-basi atautegur sapayang benar-benar'lepas'di antarasesamatukang ojek. Denganmelihat sesamanya sebagaikompetitor dantidak adaaturanyang mengarahkanperilaku mereka,makamerekasalingberebutan untuk mendapatkanpenggunadan daerahstrategis,yaitu sisijalan luar paling dalam ataujustru agakjauh dari perempatan.}{al itu terjadi karena angkutanumum akan berhenti dan menurunkan penumpangnya sebelumperempatan.Sebaliknya,angkutanumum yang kosong akan berhenti repardi peremparanuntuk menunggu penumpangyang dibawa tukang ojek. Tampak ada hubungan mutualistis di antara tukang ojek dengansopir angkutanumum) hal mana tidak terlihat di antarasesamatukang ojek. Tidak adanyaaturanyang mengarahkaninteraksitukang ojek seringmenyebabkanbeberapagesekan konflik di antaratukang ojek. Misalnya, untuk memperebutkanposisi strategis,sering terjadi tabr"kan ringan dr antaramotror. Demikian halnya dengansalingmembentak padasaatterjadi kemaceransebagai akibat lanjut dari perilaku menyeberangyang cenderungngaul)ur.
28
Perencanaan Pembangunan No. -]3/Okr-Des 2003
Ekomomi Qakyat
Kondisi tersebut sangarberbedadengan yangterjadi di pangkalanCibubur. Di sana,antar^tukang ojek terdapatinteraksi yang sangatakrab. Mereka selalumengisikekosongandenganbersendagurau atau permainan-permainanringan. Tidak adanuansakonflik dalaminteraksi mereka.Yang adaadalahsuasana kekeluargaan.
Lesson
Dravving
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menghadapibeberapakendala.Kendalatersebut terutama berkaitan dengan kesulitan menjaring data. Selain karena singkatnya waktu, penelitian etnografi mensyaratkanadanyakontak yang intensif dengansertakepercayaandari obyek yang diteliti. Padatahap awal sempat timbul ke-curigaanterhadap kehadiran peneliti yang dengan berjalannyawaktu akhirnya hilang. Terlepas diri kendala tersebut, penelitian singkat ini mengandungbeberapaaspek yang dapat dijadikan bahan pembelajaranatau yang dikenal denganlessondrawizg. \Tujudnya dapatberupa pesanpesanmoral atautawaranpraktis untuk melakukan atautidak melakukansesuatu.Tiga aspekyang dinilai penting oleh penulis dan sejalandengantopik penelitian ini akan dipaparkanberikut ini.
A. Pentingnya Modal Sosial Paparan sebelumnya,sejalandengan kerangka berpikir yang dikembangkan di depan, semakin memperkuat argumenpenulis akan pentingnya modal sosialbaik sebagaisuplemenmaupun komplemen hukum publik. Proposisi bahwa modal sosial seharusnyamenjadi elemen pokok dalam formulasi dan hukum publik berangkatdari kenyataanbahwa eksesifnyaperan dan posisi negaratelah operasionalisasi menjadi salahsatu penyebab- bahkan penyebabutama - tidak bekerjanyakerangkainstitusional yang ada.Hukum publik yang paling otoritatif pun seolahkehilangandayapaksanyamanakalatidak ditopang oleh modal sosial.Robert Putman - penulis yang pertamakali memperkenalkanterminologi tersebutmenemukan bahwa ternyataterdapatkorelasi yang sangatsignifikan anta.raperwujudandemokrasi dengan nilai-nilai sosialyang ada dalam suatu masyarakat.Korelasi yang samajuga ditemukan dalam dinamika pembangunansosialekonomi. '\ocial netz.aorks" Secarasederhanamodal sosialdapat didefinisikansebagai"...tbecollectivevalueof all [zuhopeopleknoroJand tbe inclinations that arisefrorn tbesenetworks to do tbingsfor eachotlter ["norms of reciprocity'J(Putman, 1993).Atau juga dapat dipahami sebagai"...featuresof socialorganizationsuchas netrporks,nor?ns,and socialtrust tbat facilitate coordination and cooperationfor mutual benefit.." (La Jolla Institute, 1999).Konsepsi tersebut memperlihatkan bahvramodal sosial memiliki dua dimensi pokok yah: jaringan sosialdan norma resiprokal. Di dalamnyaterdapat dan dikembangkan sistem interaksi yang ditandai oleh kehangatan,saling berbagi informasi, kerjasama,saling membantu, gotong royong' adanyaaksi kolektif, identitasbersamadan solidaritas.Nilai.nilai tersebut begitu melekat dan mengikat para anggorarryayangtidakjarang menyebar ke masyarakatatau kelompok lain di sekitarnya (bystander).Dengankarakter yang demikian, semuaanggotaterikat untuk mematuhinyajlkatidak ingin terkena ' sanksisosialdari anggotalainnya. Untuk masyarakatdengantingkat perkembangansedang- ataubahkan terbelakangdalam aspek-aspektertentu - nilai-nilai tersebut begitu dihargai sehinggasangatdipatuhi. Tipikal masyarakatsepertiini adalahmasyarakatyang belum terlalu terkena polusi modernisasidengan segalaimplikasinya. Modal sosialtidak sajamenjadipelengkaphukum publik yang sudahada,tetapi bisameniadiPengganti
I 20C3| No.33/Okr-Des Pentbangtman Perencanaan I
29
E,konomi Qakyat
bila terdapat kekosongan.Misalnya, sampaisdat ini, belum ada aturan resmi yang mengatur aktivitas ojek: persyaratan apa salayangharus dipenuhi, bagaimanamekanismepenenruan harga,di mana mereka harusberoperasidan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian, modal sosialbisatampil sebagaipengganti sehinggaketeraturanpublik (publicorder) tetapdapat diciprakan dan ditegakkanwalaupun tidak dengan kekuatanotoritatif regulasinegara.Dalam wujudnya yang paling sederhana, kehadiranmodal sosialsebagai penggantiaturanpublik merupakanmanifestasipergeseran peranpemerintahdi manamasyarakatsemakin mendapatruang untuk mengekspresikanpotensi dan kontribusinya. \Walaupunsangatfungsional, modal sosialbukan tanpa kelemahan.Kelemahanurama rerletak pada eksklusivitasnya.Artinya, nilai-nilai tersebut hanya berlaku unruk kelompok masyarakartertentu dan tidak untuk kelompok masyarakat lainnya. Sifat eksklusif tersebut sekaligusmenjadi pembatas efektivitasnya.Dengan kata lain, modal sosialhanya efektif unruk kategori kelompok terrenru dan tidak untuk kategorilainnya. Konflik akantimbul manakalaterdapatdua modal sosialyang salingbertenrangan dari dua kelompok yang berbeda yang terlibat dalam arean interaksi tertentu. Dalam konteks yang demikian, modal sosial tidak dapat menjelma menjadi hukum publik - dalam pengerrianrara aruran umum yang dikembangkansendiri oleh masyarakat,dan bukan hukum publik dalam pengertianaruran hukum formal pemerintah - karena adanyapertentangannilai. Kalaupun dipaksakanmaka akan timbul "fenomena leviatan pluralistik" di mana masing-masingkategori modal sosialakan mengklaim sebagai yang paling otoritatif bagi kebajikan publik. Klaim yang demikian justru menjadi ancaman nyata bagr efektivitas hukum publik itu sendiri yang mau tidak mau harus diterapkan secaradiskriminatif atau berstandarganda.Eksplanasiterhadapfenomenatersebutdapatdilakukan denganmenggunakangambaran aktivitas tukang ojek sebagaireferensinya,walaupun padaaraf. kualifikasi justifikasi yang masih sangar terbatas.
B. JenisModal Sosial Para tukang ojek, dengantingkat kompleksitasaktivitas yang relatif masih rendah, memiliki nilainilai tersendiri yang mungkin hanya dipahami oleh mereka sendiri dan para perggunanya. Namun kepemilikan modal sosialitu terbataspada lokasi di mana terjadi interaksi yang intens di antara para anggota.Denganinteraksiyang intensdimungkinkanadanyasalingpengertian,terbentuknyakesepakatan bersama,solidaritasdan nilai-nilai semacamnya.Bentuk modal sosialyang mengikat secarainternal ini membawa dampak yang positif, tidak sajabagi para anggotanya tetapijuga bagi pihak lain yang terlibat dalam interaksi tersebut.Misalnya denganpenumpang,penjual makanankecil di sekitarnya,seita pihak lain yang biasamenjadikantukang ojek sebagaisumberinformasi. Kondisi itu dijumpai di pangkalanojek Portal Cibubur. Sebagaimanadigambarkan sebelumnya,'tukangojek di pangkalan tersebut sudah saling mengenal dengan baik. Mereka berasaltidak saja dari satu suku, yaitu Suku betawi, tetapi juga masih memiliki hubungan darah, kecuali 3 orang lain yang berasaldari Jawa. Dengan ikatan pertalian yang demikian, mereka dapat denganmudah membangunkesepakatandalam melakukan aktivitasnya.Misalnya adanya kesepakatantentang sistem antrian, gotong royong dalam membangun pangkalansehinggaada tempat berteduh yang cukup ny.aman, dan adanyatingkat tarif. yang sama.Mereka juga -"rr.g"kk"n kontrol sosial yang cukup efektif untuk mengatur perilaku para anggotanyasehinggatidak membahayakan Peng€unasekaligustidak merusak citra tukang ojek. Adanya kohesivitasinternal juga memungkinkan r.erjalinnyainteraksiyang baik denganpengguna.Hal itir pada gilirannya menciptak"n kenyamananbagi sehinggatidak perlu adarasawas-wasdalam menggunakanjasaojek. Dengan kata lain, adanya Penggama modal sosial memungkinkan terciptanya interaksi sosial yang sangatbaik antara tnkang ojek dengan
30
|
,rrr,rronoon Pembatzgunan No. -13/okt-Des 2003
E karmomi lQakyat
a,l
i#l
OJEK. Atlonya kontrol sosial yang baik sekoligus dapat menekanpotensi konlTik t'ang bisa timbul. baik di antara sesama tukang oiek. nkang oiek den 9?il petlg grna. maupun antara tukang ojek dengan pihak loinnya. Bohkon soal tari.f pun titlak pernah terjddi kotlllik. Kesalahpahaman soal taril ha*a mungkin terjacli tlengan para pengquna baru
pengguna.Jadi, tidak hanyaberhentipadahubungantransaksionalyang bersifatekonomis-instrumental. Adanya kontrol sosialyang baik sekaligusdapat menekanpotensi konflik yang bisa timbul, baik di antarar"r"-" tukang ojek, tukang ojek dengan pengguna,maupun antaratukang ojek dengan pihak lainnya. Bahkan soaitarif pun tidak pernah terjadi konflik. Kesalahpahamansoal tarif hanya mungkin terjadi denganpara penggunabaru. Kondisi tersebutsangarkontras denganrealitasyang dijumpai di PangkalanOjek AURI Di pangkalan rersebuttidak dijumpai adanyavarian modal sosial dalam bentuk apapun. Selaintidak adany^ aturan bersamajuga dijumpai rendahnyatingkat interaksi, baik di antaratukangojek denganpenggunamaupun di antarar!rr-, t.rk"tg ojek. Hubungan yang terjalin di antara mereka murni merupakan hubungantransaksional.penel'.rsuransingkat di wilayah tersebut menemukan adanyabeberapaimplikasi negatif akibat ulah paratukang ojek, walaupun yang cukup serius.Yang paling nyataadalahterjadinyakemacetan *"r".k" bnkr.r p.rry.b$s"tu-satunya. Parkir yang semrawut,bahkan mengambil arah yang berlawanan menjadipenyebabkemacetantersebut. denganarahlalu lintas sebenarl.ya, Selainkemaceran,implikasi negati{lain adalahtidak adanyakontrol sosial.Semuacenderungberjalan sendirisendiri.Akibatnya adalah1.-"hrrya posisi tawar merekajika harus berhadapandenganpihak hargamisalnya,tidak adastandarumum arLt^ramereka.Terkadangmerekah?\V? luar. Dalam negosiasi "k.-rrr"h"r, p.rgguna. Dengan sendirinya, kalau biaya yang diberikan penggunalebih berharap p"d, rendah yingy^ngbiasanya arau yang mereka harapkan maka akan terjadi konflik. Dalam kondisi itu, 'meng"du domba' tukang ojek. Misalnya denganmenyatakanbahwa repornya lAi p*gg"na sering anhargaln ^r^r"t., t.rkrng ojek dengantukang ojek lainnya. Yang dijadikan standar -ing"p" "d|p"tb.J" tentu sajalebih rendah dari yang seharusnya.
I
PerencanaanPenrbangunn No. -l-l/Okr-Des100-l |
3l
E l
C. Efektivitas Hukum Publik Selamaini hukum publik merupakandomain eksklusifnegara:dikonstruksidan ditegakkansepenuhnya oleh negara.Sementaramasyarakatmenjadi aktor pasifyanghanya bisadijadikan obyek. Robert Putman melihat bahwa penyebab utama kegagalanmekanisme institusional negara dalam menyelenggarakan berbagaiurusan publik adalahkepatuhan dan ketergantunganmasyarakatyang begitu besarterhadap mekanismetersebut.Jalankeluar yang ditawarkan adalahkonstruksimekanismebanr yang memungkinkan terciptanya burdensbaring antara negara dengan aktor lainnya terutama masyarakat.Dalam konteks bahasanini, formulasi dan penegakanhukum publik dapatdigeserkepadamasyarakatdenganmenyiapkan kerangkainteraksisehinggadapatmengakomodasipotensidan kontribusi masyarakat.Dalam artianyang paling riil, masyarakatdapatmenegakkanhukum publik dalam aspektertentu yang dimungkinkany^ng memang tidak perlu diatur oleh negaratetapi bersentuhanlangsungdengankepentingannya. Jika masyarakatmendapatkankesempatanuntuk mengatur dirinya sendiri maka ada beberapahal positif yang dapatdiraih. Dalam kasuspangkalanojek Portal Cibubur, sangatkelihatan adanyakomitmen dan rasamemiliki yang tinggi terhadap apayang menjadi'hukum publik' mereka walaupun bentuknya hanya berupakesepakatanbersamayang menjelmamenjadiaturan ataunorma perilaku. Selainkomitmen dan rasamemiliki, juga muncul tanggungjawab sosial,baik tanggungjawab terhadapkorps tukang ojek maupun terhadap penggunanya. Adanya kontak yang intens di antara mereka semakin memperkuat efektivitashukum publik tersebut.Aspek-aspekpositif itu selarasdengankaji3n beberapailmuwan sosial sepertiHerbert Rubin dan Irene Rubin (1986)atauJim lfe (1996)di sampingRobert Purman sendiri yang terangkum dalam konsep modal sosial. Jrkaconcern-nyaadalahefektivitashukum publik, yaitu sejauhmana hukum publik dapatdiberlakukan secaraefektif senaditerima dan dipatuhi secaraluasoleh masyarakat,maka aspeklain yang harusdisoroti - dan itulah fokus perhatian penelitian ini - adalahsejauhmana pertimbanganefektivitasmendapatkan tempat dalam kerangkaperumusanhukum publik yang masih menjadi domain negaradan bersifatlegal formal? Terdapat kecenderunganyang cukup umum bahwa pertimbangan efektivitas ditundukkan di bawah arogansinegaradenganimplikasi semakinmeluasnyaketidakteraturandi ranah kehidupanpublik. Pelajaranpenting dari penelitian ini, oleh karenanya, adalahbagaimananegaramemposisikandirinya secaratepat dalam pengaturankehidupan publik sehinggamasyarakatpun mendapatkanruang ekspresi tanggungjawab sosialnya.Dalam pengertianyang paling sederhana,wujud reposisidiri tersebut adalah berupapenarikandiri dari intervensiyang tidak perlu padaranah-ranahyang dapardikelola secaramandiri 61ehmasyarakatsetempat.Dan dalam konteks ini, intervensi hanya dibatasipada peran regulasiserta peran-peranstrategis lainnya sehinggapreskripsi good goaernancebahwa'the bestgoqrerndnce is the lest government'boleh jadi menemukan relevansinyadi sini.
l(esirnpulan Pertama,terdapatperbedaanyang cukup signifikan antar^persepsi dan perilaku tukang ojekpangkalan ojek Portal Cibubur denganpersepsidan perilaku tukang ojek di peremparanperumahanAURI. Basis eksplanasinyadapat ditemukan pada adanya'hukum publik' berupa konsensusdi pangkalan Portal Cibubur, hal mana tidak dijumpai di pangkalanpermparanperumahanAURI. Kedua, efektivitashukum publik dalam mengatur kehidupan bersamaselanjutnyaditentukan oleh adanyamodalsosialsepertikesepakatan, ikatan emosionaldan kekerabatan,solidaritas,intensitasinteraksi yang cpkup tinggi, sertasaling perc^ya.
3i2
]
Perertc'atMatt Pembattputntt N o. 33/O kt -D es 200-l
Ekonomfl Qakyat
Ketiga,paraleldengankesimpulankedua,maka dapatpula dikatakanbahwa efektivitashukum publik ditentukan oleh (1) sejauhmanapemerintah sebagaipembentuk hukum publik mengakomodasiberbagai modal sosialyang dimiliki masyarakatsehinggaterdapatsemaiamsistempenegakanhukum publik berbasis masyarakatlokal, (2)dibatasinyaintervensipemerintahsehinggaranahtertentu yang dapatdikelola secara mandiri dipercayakansepenuhnyakepadamasyarakat Keempat,jauhdari sebuahkacamatadikotomis antar^'lperspektif evolusionis-developmentalisdan involusionis-eksploitatif", kehadiran sektor formal yang dalam penelitian ini direpresentasikanoleh ojek memiliki kedua nilai tersebut sekaligus.Kehadiran ojek bisa menambah permasalahandi wilayah perkotaan,terutamakemacetanlalu lintas dan praktek eksploitatif oleh pihak lain, namun sektor tersebut juga memberikan sebuahtawaranyang sangatmenjanjikanbagipenciptaanlapangankerja dengantingkat penghasilanyang relatif.memadai. Kehadirannya juga dapat mengisi kebutuhan dinamika masyarakat perkotaan yang kurang memiliki aksesterhadapsaranatransportasiumum. Persoalannyajustru terletak bagaimanapola pengelolaanyang baik di mana modal sosialdapat menjadi penopangutamanyaI
Referensi Barofsky, R. 1982.Making HistoD): Puka Pukan and Anthropological Constructionsof Knoruledge,Cambridge: cambrigdeUniversity Press. Gilbert, Allan, & Josef Gugler, 1984.Cities,Poverty and Deaelopment,Oxford: Oxford University Press Ife, Jim, 1996,Community Deaelopment,Melbourne: Longman La Jolla Institute, 1999.Cioic Participation,SocialCapital and Leadership,Memoir,January23. Portes,Alejandro, 1989."\7ord Uderneath:The Origins, Dynamicsand Effectsof the Informal Economy," in Alejandro Portes, et.al., (eds.),TheInformal Economy,Baltimore: The John Hopkins University Press,Pp.11-40. Putnam, Robert D., 1993.Making DemocraryW'ork.Princeton, NJ: Princeton University Press.. Putman, Robert., 1995."Bowling Alone: America's Declining SocialCapital," in Jburnal of Democracy, Vol. 6, No. 1, January.Pp.65-78 Rakodi, Carole, 1993."Planning for \fhom?," in Nick DevasEr Carole Rakodi, ManagingFastGrozaing Cities,Princeton: Princeton University Press.,Pp. 207-235 Rubin, Herbert J. and Irene Rubin , 1986.Community Organizingand Deaelopmmt, Ohio: Merrill Publishing Company
PerencanaattPenrbangmnttNo. 33/Okt-Der 20r-|'
|
33