SEKILAS HIBAH, WASIAT
DAN
WARISAN
Ustadz Abu Abdillah Arief Budiman
Publication: 1435 H_2014 M SEKILAS HIBAH, WASIAT DAN WARISAN Oleh: Abu Abdillah Arief Budiman Sumber: AlManhaj.or.id dari As-Sunnah Ed Khusus (7-8) Th. IX_1426H/2005M
Download > 700 eBook Islam di www.ibnumajjah.com
HIBAH
Berkenaan dengan definisi hibah () ِىبٌَة, As Sayid Sabiq berkata di dalam kitabnya1: “(Definisi) hibah menurut istilah syar‟i
ialah,
sebuah
akad
yang
tujuannya
penyerahan
seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa hidupnya2 tanpa imbalan apapun3”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang lain, baik berupa harta atau lainnya”. Syaikh Al Fauzan berkata: “Hibah adalah pemberian (sumbangan) dari orang yang mampu melakukannya pada masa hidupnya untuk orang lain berupa harta yang diketahui (jelas)”.4 Demikian makna hibah secara khusus. Adapun secara umum, maka hibah mencakup hal-hal berikut ini:
ِ )اyaitu hibah (berupa pembebasan) utang 1. Al Ibra`: (إلبْراء َ
untuk orang yang terlilit utang (sehingga dia terbebas dari utang). 1 2
3 4
Fiqh As Sunnah (3/388) Karena jika penyerahan kepemilikan itu terjadi setelah meninggal, maka hal itu disebut wasiat. Karena jika dengan imbalan, maka hal itu disebut jual beli. Al Mulakhash Al Fiqhi (2/163).
dia
2. Ash
Shadaqah
(الص َدقَة َّ )
:
yaitu
pemberian
yang
dimaksudkan untuk mendapatkan pahala akhirat. 3. Al Hadiyah ()اهلَ ِديَّة: yaitu segala sesuatu yang melazimkan (mengharuskan) si penerimanya untuk menggantinya (membalasnya dengan yang lebih baik).5 Syaikhul
Islam
Ibnu
Taimiyah
rahimahullah
pernah
ditanya tentang perbedaan antara shadaqah dan hadiyah, dan
mana
yang
rahimahullah
lebih
menjawab:
utama
dari
keduanya,
“Alhamdulillah,
ash
beliau
shadaqah
adalah segala sesuatu yang diberikan untuk mengharap wajah Allah sebagai ibadah yang murni, tanpa ada maksud (dari pelakunya) untuk (memberi) orang tertentu, dan tanpa meminta imbalan (dari orang yang diberi tersebut). Akan tetapi, (pemberian tersebut) diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sedangkan hadiyah, maka pemberian ini dimaksudkan sebagai wujud penghormatan terhadap individu tertentu, baik hal itu sebagai (manifestasi dari) rasa cinta, persahabatan ataupun meminta bantuan. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerima hadiah, dan berterimakasih
atasnya
(dengan
memberinya
hadiah
kembali), sehingga tidak ada orang yang meminta atau mengharapkan kembali darinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak pernah memakan kotoran-kotoran6 (zakat 5 6
Fiqh As Sunnah (3/388). Maksudnya adalah kotoran dalam arti maknawi, bukan hissi.
atau shadaqah) orang lain yang mereka bersuci dengannya dari dosa-dosa mereka, yaitu shadaqah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memakan shadaqah karena alasan ini ataupun
karena
alasan-alasan
lainnya.7
Maka
(dengan
demikian) telah jelaslah perkaranya, bahwa shadaqah lebih utama. Kecuali jika hadiyah memiliki makna tersendiri, sehingga membuatnya lebih utama dari shadaqah, seperti memberi hadiah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di masa hidupnya sebagai tanda cinta kepadanya, atau memberi hadiah kepada kerabat, yang dengannya terjalinlah hubungan lebih erat antara kerabat, atau juga memberi hadiah kepada saudara seiman, maka hal-hal seperti
ini
bisa
membuat
hadiyah
lebih
utama
(dari
shadaqah)”.8 Ibnu
Qudamah
Al
Maqdisi
rahimahullah
berkata:
“Kesimpulannya, hibah, shadaqah, hadiyah, dan ‘athiyah memiliki makna yang saling berdekatan. Makna ketiga istilah ini adalah penyerahan kepemilikan (seseorang kepada orang lain) pada waktu hidupnya tanpa imbalan balik apapun. Dan penyebutan „athiyah (pemberian) mencakup seluruhnya, demikian pula hibah. Sedangkan shadaqah dan hadiyah 7
Sebagaimana hadits Al Fadhl bin Abbas radhiyallahu anhuma dalam Shahih Muslim (2/754 no.1072) dan lain-lainnya:
ٌآللٌ ُُمَ َّم ٍد ٌِ ٌٌَ َوإِن ََّهاٌ ٌلٌَ ََِتلٌٌلِ ُم َح َّم ٌٍدٌ َو ٌل,َّاس ٌِ اخٌالن ٌُ اتٌإََِّّنَاٌ ِى ٌَيٌأ َْو َس ٌِ َالص َدق َّ ٌِإِ ٌَّنٌ َى ِذٌه
8
Sesungguhnya shadaqah-shadaqah ini adalah kotoran-kotoran manusia, tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad. Majmu’ Al Fatawa (16/151).
berbeda, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan hadiyah dan tidak pernah memakan shadaqah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata ketika Barirah diberi daging shadaqah:
ٌص َدقَةٌٌ َولَنَاٌ َى ِديَّة َ ٌُى ٌَوٌ َهلَا "Daging itu baginya adalah shadaqah dan bagi kami hadiyah".9 Maka zhahirnya, orang yang memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan dengan berniat taqarrub kepada Allah adalah shadaqah. Sedangkan orang yang memberi sesuatu
dengan
tujuan
untuk
(melakukan)
pendekatan
kepadanya, dan dalam rangka mencintainya, maka itu adalah hadiyah. Dan seluruh (amalan-amalan) ini hukumnya sunnah dan sangat dianjurkan (untuk dilakukan), karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اد ْواٌ ََتَاب ْوا ُ تَ َه "Saling memberi hadiahlah sesama kalian, niscaya kalian saling mencintai".10
9 10
HR Bukhari (2/543), Muslim (2/755), dan lain-lain. HR Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra (6/169), dan lain-lain, dan Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini. Lihat Shahih Al Jami’, no.3004.
Adapun banyak,
shadaqah, di
luar
maka
batas
keutamaannya kemampuan
jauh
kami
lebih untuk
menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 271,
ِ ِ ِ ٌِ َالص َدق ٌوىا ٌالْ ُف َقَر ٌاءَ ٌفَ ُه ٌَو ٌ َخْي ٌٌر َّ ٌ إِ ٌْن ٌتُْب ُدوا َ ُوىا ٌ َوتُ ْؤت َ ات ٌفَنع َّما ٌى ٌَي ٌ َوإِ ٌْن ٌ ُُتْ ُف ٌ ٌلَ ُك ٌْمٌ َويُ َك ِّفٌُرٌ َعْن ُك ٌْمٌ ِم ٌْنٌ َسيِّئَاتِ ُك ٌْم
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan
kepada
orang-orang
fakir,
maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari
kamu
sebagian
kesalahan-
kesalahanmu”. 11
WASIAT
Makna
wasiat
ِ )و (ٌصيَّة َ
menurut
istilah
syar‟i
ialah,
pemberian kepemilikan yang dilakukan seseorang untuk
11
Al Mughni (8/239-240).
orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi meninggal dunia. 12 Dari definisi ini jelaslah perbedaan antara hibah (dan yang semakna dengannya) dengan wasiat. Orang yang mendapatkan
hibah,
dia
langsung
berhak
memiliki
pemberian tersebut pada saat itu juga, sedangkan orang yang mendapatkan wasiat, ia tidak akan bisa memiliki pemberian tersebut sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu.13
WARISAN
Warisan berbeda dengan hibah ataupun wasiat. Warisan
َِّ ). Definisinya dalam bahasa Arab disebut at tarikah (كة َالَّت menurut istilah syariat ialah, seluruh harta seseorang yang ditinggalkannya disebabkan dia meninggal dunia.14 Hak-hak yang berkaitan dengan at tarikah (warisan) ada empat. Keempat hak ini tidak berada pada kedudukan yang sama, akan tetapi hak yang satu lebih kuat dari yang lainnya, sehingga harus lebih didahulukan dari hak-hak 12
13 14
Lihat Al Mughni (8/389), Fiqh As Sunnah (3/414), Al Fiqh Al Manhaji (2/243), dan Al Mulakhash Al Fiqhi (2/172). Lihat Fiqh As Sunnah (3/414). Lihat Fiqh As Sunnah (3/425).
lainnya. Urutan empat hak yang berkaitan dengan at tarikah tersebut sebagai berikut:15 1. Hak yang pertama, dimulai dari pengambilan sebagian at tarikah tersebut untuk biaya-biaya pengurusan jenazah si mayit
(mulai
dari
dimandikannya
mayit
sampai
dikuburkan). 2. Hak yang ke dua, pelunasan utang-utang si mayit (jika memiliki utang).16 3. Hak yang ke tiga, melaksanakan wasiatnya dari sepertiga tarikahnya setelah dikurangi biaya pelunasan utangutangnya.
15 16
Lihat Fiqh As Sunnah (3/425-426). Imam Ibnu Hazm dan Imam Asy Syafi‟i mendahulukan pelunasan utang-utang kepada Allah, seperti zakat dan kaffarat-kaffarat di atas utang-utang kepada sesama manusia. Sedangkan ulama Hanafiyah mengatakan, bahwa utang-utang mayit kepada Allah gugur dengan sebab kematiannya, maka tidak wajib bagi ahli warisnya untuk melunasi utang-utangnya, kecuali jika mereka mau menyumbangkannya, atau jika si mayit berwasiat agar utangutangnya tersebut dilunasi. Jika si mayit berwasiat dengan wasiat tersebut, maka hukum wasiatnya ini sama dengan wasiat yang ditujukan kepada orang asing (bukan ahli waris). Dengan demikian si ahli waris atau orang yang diwasiati hanya boleh mengeluarkan maksimal sepertiga at tarikah setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah dan setelah pelunasan utang-utang (si mayit) kepada sesama manusia. Hal ini dilakukan jika si mayit memiliki ahli waris. Jika dia tidak memiliki ahli waris, maka boleh dikeluarkan dari seluruh tarikahnya itu. Sedangkan ulama Hanabilah, mereka menyamaratakan antara utang-utang kepada Allah dan kepada manusia. Lihat Fiqh As Sunnah (3/425-426).
4. Hak
yang
ke
empat,
pembagian
tarikah
(harta
warisannya) kepada seluruh ahli warisnya dari sisa pengurangan (dari ke tiga hak di atas). Demikian penjelasan singkat tentang hibah, wasiat dan warisan. Adapun permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat, insya Allah akan diangkat pada edisi yang akan datang. Wallahu a’lam, wa akhiru da’waana anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamin.[]
KITAB WASIAT Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Publication: 1435 H_2014 M KITAB WASIAT Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi Sumber AlManhaj.Or.Id. Com yang menyalinnya dari Kitab al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wa Kitaabil Aziiz, Ed. Indonesia: Panduan Fikih Lengkap, Terjemahan Team Tashfiyah LIPIA-Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir 1428 H/ 2007 M
Download > 700 eBook Islam di www.ibnumajjah.com
Defenisi Wasiat
Kata wasiat diambil dari kata, “
وصيت ٌالشيء ٌأوصيو
(aku
menyampaikan sesuatu yang dipesankan kepadaku).” Maka, setelah orang yang berwasiat wafat, ia telah menyampaikan apa yang dulu akan disampaikan semasa hidupnya. Adapun secara syara‟ wasiat berarti penyerahan barang, hutang, atau kemanfaatan kepada orang lain agar diberikan kepada orang yang diwasiati setelah orang yang berwasiat meninggal.
Hukum Wasiat
Wasiat wajib bagi orang yang memiliki harta untuk diwasiatkan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ٌت ٌإِن ٌتََرٌَك ٌ َخْي ًرا ٌالْ َو ِصيٌَّةُ ٌلِلْ َوالِ َديْ ٌِن ٌُ َح َد ُك ٌُم ٌالْ َم ْو ٌَ ُِكت َ ب ٌ َعلَْي ُك ٌْم ٌإِذَا ٌ َح َ ضٌَر ٌأ ِ ٌي ٌِ يٌبِالْ َم ْعُر ٌَ َِو ْاْلَقْ َرب َ وفٌٌ َح ًّقاٌ َعلَىٌالْ ُمتَّق
“Diwajibkan atasmu, apabila seorang di antara kamu mendapatkan
(tanda-tanda)
kematian,
jika
ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibubapak dan karib kerabatnya secara ma‟ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. AlBaqarah/2: 80) Dan
dari
bahwasanya
„Abdillah Rasulullah
bin
„Umar
Radhiyallahu
Shallallahu
'alaihi
wa
anhuma sallam
bersabda:
ِ ئ ٌمسٌلِ ٌٍم ٌلٌَو ٌ َشي ٌء ٌي ٍ ٌُي ٌإِ ٌلَّ ٌ َوَو ِصيَّتٌُو ٌِ ْ َيت ٌلَْي لَت ٌُ ِوصي ٌفِ ٌِيو ٌيَب ُ ٌ ْ ُ ْ ُ ٌ َما ٌ َحقٌ ٌ ْام ِر ِ َُم ْكتُوبَةٌٌعْن َدٌه “Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu yang harus ia wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika wasiat itu tertulis di sampingnya.” 17
17
Muttafaq „alaih: Shahiih al-Bukhari (V/355, no. 2738), Shahiih Muslim (III/1249, no. 1627), Sunan Abi Dawud (VIII/63, no. 2845), Sunan at-Tirmidzi (II/224, no. 981), Sunan Ibni Majah (II/901, no. 2699), Sunan an-Nasa-i (VI/238).
Ukuran Harta Wasiat Yang Disunnahkan
Dari Sa‟d bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Ketika di Makkah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menjenggukku sementara beliau enggan wafat di tanah yang beliau hijrah darinya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ٌ،َ ٌل:ال ٌَ َال ٌ ُكلٌِِّو ٌق ٌ ِ َللاِ ٌأ ُْو ِصي ٌِِب ٌ ٌ ٌيَا ٌ َر ُس ْوٌَل:ت ٌُ ْللاُ ٌابْ ٌَن ٌ َع ْفَر ٌاءَ ٌقُل ٌ ٌ يَْر َح ٌُم ٌث ٌ َكثِْي ٌٌر ٌُ ُ ٌ َوالث ل،ث ٌَ َ ٌق،ث ٌُ ٌقُ ْل،ٌَل:ال ٌَ َالشطُْر؟ ٌق ٌُ قُ ْل َّ ٌَف:ت ُ ٌُفَالث ل:ال ُ ٌُاَلث ل:ت ٌف ٌ ٌَِّاس ٌَ اءٌَ َخْي ٌٌرٌ ِم ٌْنٌأَ ٌْنٌتَ َد َع ٌُه ٌْمٌ َعالٌَةًٌيَتَ َك َّف ُفو ٌَنٌالن ٌ َكٌأَ ْغنِي ٌَ َعٌ َوَرثَت ٌَ كٌأَ ٌْنٌتَ َد ٌَ َّإِن ٍ ِ ٌ ك ٌمهما ٌأَنْ َف ْق ِ ِِ ٌت ٌ ََِّت ٌالل ْق َم ٌةُ ٌال ٌَّ ص َدقَةٌ ٌ َح َ َ ٌ ت ٌم ٌْن ٌنَ َف َق ٌة ٌفَِإنَّ َها َ ْ َ ٌَ َّ ٌ َوإن،أَيْديه ْم ٌضٌَّر ٌٌ َك ٌن ٌَ ِك ٌفَيَ ْنتَ ِف ٌَع ٌب ٌَ للاٌُأَ ٌْن ٌيَْرفَ َع ٌ ٌ ٌ َو َع َسى،ك ٌ ٌِ ل ٌَ ِتَ ْرفَعُ َها ٌإ َ ِف ٌ ْامَرأَت َ ُاس ٌ َوي .آخُرو ٌَنٌ َوٌَلٌْيَ ُك ٌْنٌلٌَوٌُيَ ْوَمئِ ٌٍذٌإِ ٌلٌَّابْنٌَة ٌَ ِب َ ٌك “Semoga
Allah
merahmati
Ibnu
„Afra
(Sa‟d).‟
Aku
katakan, „Wahai Rasulullah, aku berwasiat dengan semua hartaku?‟ Beliau bersabda, „Tidak boleh.‟ Aku katakan, „Separuhnya?‟
Beliau
bersabda,
„Tidak
boleh.‟
Aku
katakan, „Sepertiganya?‟ Beliau bersabda, „Ya, sepertiga, dan
sepertiga
itu
banyak,
sebab
jika
engkau
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, mereka meminta-minta pada orang lain. (Selain itu, jika engkau hidup) walaupun engkau memberikan hartamu pada keluargamu, akan tetap dihitung sebagai sedekah, sampai makanan yang engkau suapkan pada mulut isterimu. Semoga Allah mengangkat derajatmu, memberikan manfaat kepada sebagian manusia, dan membahayakan sebagian yang lain.‟ Pada saat itu Sa‟d tidak
mempunyai
pewaris
kecuali
seorang
anak
perempuan.”18
Tidak Boleh Berwasiat Untuk Ahli Waris
Dari
Abu
Umamah
al-Bahili
Radhiyallahu
'anhu,
ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya pada tahun Haji Wada‟:
ٍ لٌَو ِصيٌَّةٌَلِوا ِر ٍ للاٌَقَ ٌْدٌأ َْعطَىٌ ُك ٌَّلٌ ِذيٌ َح َّ ٌث ٌ ف ٌ ٌ و ق ح ٌ ٌ ق ٌ ٌإِ ٌَّن َ ّ ُ َ َ َ
18
Muttafaq „alaih: Shahiih al-Bukhari (V/363, no. 2742), dan ini lafazhnya, Shahiih Muslim (III/250, no. 1628), Sunan Abi Dawud (VIII/64, no. 2847), Sunan an-Nasa-i (VI/242).
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang yang memiliki hak akan hartanya. Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.”19
Apa Yang Ditulis Di Awal Wasiat
Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Para Sahabat menulis pada awal wasiatnya:
ٌالرِحْي ِم ٌ ٌبِ ْس ٌِم َّ ٌالر ْْح ٌِن َّ ٌِللا Berikut ini apa yang akan aku wasiatkan kepada Fulan bin Fulan: “Hendaklah ia bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak di-ibadahi dengan benar selain Allah, yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Dan bahwasanya Kiamat pasti akan
datang
tanpa
keraguan
sedikit
pun.
Dan
bahwasanya Allah akan membangkitkan setiap orang yang ada di kubur. Maka hendaknya ia mewasiatkan kepada keluarga yang ditinggalkannya supaya bertakwa kepada Allah, selalu memperbaiki diri, mentaati Allah dan 19
Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah no. 2194], Sunan Ibni Majah (II/905, no. 2713), Sunan Abi Dawud (VIII/72, no. 2853), Sunan atTirmidzi (III/293, no. 2203).
Rasul-Nya
jika
ia
benar-benar
beriman.
Juga
mewasiatkan bagi mereka sebagaimana wasiat Nabi Ibrahim dan Ya‟qub kepada anak-anak mereka, „Wahai anakku, sesungguhnya Allah telah memilihkan untuk kalian sebuah agama, maka janganlah kalian meninggal kecuali dalam keadaan Islam.‟” 20
Kapan Wasiat Dipindahkan Haknya
Wasiat tidak boleh dipindahkan haknya kepada orang yang
diwasiati
kecuali
setelah
orang
yang
berwasiat
meninggal dunia, dan telah dilunasi hutang-hutangnya. Apabila hutangnya melebihi harta peninggalan, maka orang yang diwasiati tidak mendapatkan apa-apa. Dari „Ali Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
memerintahkan
pelunasan
hutang sebelum pelaksanaan wasiat. Kalian juga membaca ayat:
ٍِ ِ ِ ٌوصىٌٌ ِِبَاٌأ ٌَْوٌ َديْ ٍن َ ُمنٌبَ ْع ٌدٌ َوصيٌَّةٌي
20
Shahih: [Al-Irwaa’ (no. 1647)], ad-Daraquthni (IV/154, no. 16), alBaihaqi (VI/287).
“(Pembagian warisan) setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah) hutangnya.‟” (QS. AnNisaa'/4: 12) 21
Peringatan: Sehubungan dengan kenyataan bahwa pada umumnya masyarakat sekarang adalah berbuat bid‟ah pada agamanya, terlebih lagi yang berkaitan dengan urusan jenazah, maka termasuk
wajib
bagi
seorang
muslim
berwasiat
agar
jenazahnya diurus dan dimakamkan sesuai dengan Sunnah, berdasarkan firman Allah Ta‟ala:
ِ ٌَُّاس ٌ َوا ْْلِ َج َارٌة ٌُ ود َىا ٌالن ٌَ يَا ٌأَي َها ٌالَّ ِذ ُ ُين ٌ َآمنُوا ٌقُوا ٌأَن ُف َس ُك ٌْم ٌ َوأ َْىلي ُك ٌْم ٌنَ ًارا ٌ َوق ِ ٌ علَي ها ٌم َلئِ َكةٌ ٌ ِغ َل ٌاَللَ ٌ َما ٌأ ََمَرُى ٌْم ٌ َويَ ْف َعلُو ٌَن ٌ َما ٌَّ ٌ صو ٌَن ُ ظ ٌش َد ٌٌاد ٌٌَّل ٌيَ ْع َ َْ َ ٌيُ ْؤَمُرو َن “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar,
yang
keras,
yang
tidak
mendurhakai
Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka 21
Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2195), al-Irwaa’ (no. 1667)], Sunan Ibni Majah (II/906, no. 2715), Sunan at-Tirmidzi (III/294, no. 2205).
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim/66: 6) Oleh karena itulah para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa
sallam
berwasiat
dengannya.
Riwayat
yang
menjelaskan hal ini sangat banyak, di antaranya: Dari „Amir bin Sa‟d bin Abi Waqqash, bahwa ayahnya (yaitu Sa‟d) berkata pada saat sakit menjelang ajalnya, “Galilah
untukku
sebuah
lahat,
dan
pancangkanlah
di
atasnya sebuah bata (patok), sebagaimana yang di buat untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” 22 Peringatan Kedua: Apabila seseorang mempunyai cabang pewaris yang sudah meninggal ketika ia hidup, maka ia harus berwasiat untuk anak-anak pewaris ini sebanyak apa yang seharusnya menjadi hak mayit atau sesuatu dari hartanya dengan batasan sepertiga. Dan sepertiga adalah banyak. Apabila orang tersebut meninggal, dan tidak berwasiat untuk cucucucunya itu, maka mereka diberi bagian yang seharusnya diwasiatkan. Karena ini merupakan hutang atas orang itu, walaupun ia tidak menulisnya. Dan hendaknya sekarang ini pengadilan memberlakukan hal tersebut.[]
22
Lihat Ahkaamul Janaa-iz, karya Syaikh al-Albani (hal. 8).