Edisi Desember 2013
SEKAPUR SIRIH Sejawat nan terhormat aktu terus bergulir, tak terasa telah menghantarkan kita ke penghujung tahun 2013. Dinamika organisasi baik di lingkungan internal maupun eksternal PAPDI telah banyak terjadi disepanjang tahun 2013. Salah satunya adalah Halo Internis. Kini, Halo Internis hadir dalam bentuk majalah, dengan tampilan dan ukuran yang lebih ringkas dibanding tabloid. Kami, Bidang Humas, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat PB PAPDI mengubah tampilan Halo Internis sebagai respon dari saran sebagian besar pembaca yang menginginkan media ini lebih mudah dinikmati tanpa harus “menutupi” muka ketika membacanya. Nah, media internal PAPDI yang ditangan sejawat saat ini hadir dalam bentuk majalah. Pada edisi ini, kami mengangkat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang Kesehatan yang akan dilaksanakan pada awal Januari 2014. Program pemerintah yang dipayungi Undang-Undang ini akan mengubah sistem layanan kesehatan di negeri ini. Pada era SJSN berlaku sistem layanan kesehatan berjenjang dengan pembiayaan berbasis asuransi. PAPDI yang merupakan bagian dari Ikatan Dokter Indonesia berperan aktif mengawal program Jaminan Kesehatan Nasional ini dengan membentuk tim adhoc SJSN. Di samping SJSN, kami juga mengulas seputar aktivitas PB PAPDI dan Cabang PAPDI. Kegiatan PB PAPDI mulai dari pelantikan, rakernas, Pertemuan Ilmiah Nasional di Pekan Baru, roadshow hingga pelantikan pengurus cabang PAPDI kami hadirkan kehadapan sejawat. Begitu pula dengan kegiatan beberapa cabang PAPDI. Pada rubrik Profil kami mengangkat figur Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-GER, FINASIM, M.Epid. Sepak terjangnya untuk memajukan ilmu kedokteran dapat menjadi inspirasi bagi sejawat sekalian. Dan juga kami hadirkan beberapa sosok internis yang pada tahun ini dikukuhkan menjadi guru besar. Selain itu juga ada sosok internis yang unik, dengan mengabdi di daerah dan aktif melestarikan budaya silat Betawi. Akhirnya, semoga majalah Halo Internis dapat menjadi jembatan komunikasi antar sejawat. Dari dan untuk sejawat. Tapi sebelumnya, kami mohon maaf kepada sejawat atas keterlambatan terbit edisi perdana majalah ini. Dan kami sangat terbuka menerima masukan dan saran dari sejawat semua. Salam.
W
BIDANG HUMAS, PUBLIKASI, DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
SUSUNAN REDAKSI: Penanggung Jawab: Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
*Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. Wismandari, SpPD, FINASIM; Dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD, FINASIM; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD, FINASIM; Amril, SSi *Koresponden: Cabang Jakarta Raya, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Sumbar, Cabang Sulut, Cabang Sumsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Provinsi Aceh, Cabang Kalselteng, Cabang Sulawesi Tengah, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu, Cabang Sulawesi Tenggara *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: Sekretariat PB PAPDI, Jl. Salemba Raya I No. 22-D, Senen, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Telp. (021) 31928025, 31928026, 31928027, Fax. Direct (021) 31928028, 31928027; SMS 085695785909; Email:
[email protected]; Website: www.pbpapdi.org
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
3
DAFTAR ISI 3 .............................................SEKAPUR SIRIH 36 .........................................................INFO IDI 4 .....................................................DAFTAR ISI 37 ...........................................INFO KEMENKES 6 .................................................OM INTERNIZ PROFIL:
38 ...Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD,
7 SOROT UTAMA: SJSN: Menuju Universal Health Coverage
10 ........................PAPDI Serius Dukung SJSN
13
K-Ger, FINASIM, M.Epid: Demi Panji Geriatri
SOSOK PAPDI:
42 ...............Dr. Stefany Adi Wahyuningrum, SpPD 44 ................................Dr. Martina Yulianti, SpPD 46.....Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM Ada Jurus Silat di Ruang Praktek
GURU BESAR:
48..............Prof. Dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, K-GEH, FINASIM, PhD, FACG, FASGE Bukan Sekadar Kompetensi
50.............Prof dr. Catharina Suharti, SpPD, K-HOM, PhD FINASIM: Jalan Berliku Sang Guru Besar Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP: PAPDI di Era Sistem Kesehatan Baru
KABAR PAPDI:
53 ..............Prof. DR. Dr. Pradana Soewondo, SpPD, K-EMD, FINASIM, Secercah Harapan Penyandang DM di Era JKN
INFO MEDIS:
15.............................Tolak Kriminalisasi Dokter 58 ..........................................................Indriyani Hipertensi Pulmonal - Jenis Tekanan Darah 18 ........Pelantikan Pengurus PB PAPDI dan KIPD; PAPDI Lebih Solid dan Profesional
Tinggi Yang Lain
20...............Rakernas Perdana Pengurus Baru 60 ..........DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD,K-P,FINASIM,FCCP From Pulmonary and Respiratory Critical Care 23 ..............Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, to International Pulmonology FINASIM, FACP (Sekjen PB PAPDI) Selangkah Menuju ASEAN Chapter of ACP
26...................................Hari Kesehatan Sedunia PAPDI Kampanyekan Waspadai Hipertensi
29 ..........................................PIN XI PB PAPDI 31 .............PAPDI Forum: Raih Kesempurnaan
Puasa Dengan Sehat Fisik dan Rohani
65.................Dr Bambang Subagyo, SpPD,FINASIM Rekam Medis dan Aturan Pembuatannya
67 ...........................................BERITA CABANG OBITUARI:
75 ....Prof. Dr. H. A. M. AKIL, SpPD, K-GEH, FINASIM:
Selamat Jalan Sang Guru dari Timur 32 .....PAPDI Forum: Kiat Sehat Fisik saat Haji 33 ..................Tim Ad Hoc White Paper PB PAPDI 77 .....Prof. Dr. H. R.H.H Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM White Paper untuk Melindungi Dokter dan Pasien
4
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Kegigihan Berbuah Karya Besar
6
OM INTERNIZ Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
PUSKESMAS
SOROT UTAMA
SJSN:
Menuju Universal Health Coverage K Tepat satu Januari 2014 Indonesia untuk pertama kali memiliki Jaminan Kesehatan Nasional. Targetnya, 2019 seluruh penduduk telah memiliki asuransi. PAPDI serius mengawal pelaksanaan SJSN.
inerja Pemerintah di bidang kesehatan kurang menggembirakan. Penilaian ini dilontarkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam sebuah sarasehan, Januari 2013 lalu. IDI tak segansegan menorehkan tinta merah pada subjek pembangunan kesehatan masyarakat di raport pemerintah. IDI mencatat ada banyak indikasi yang menjelaskan kinerja buruk pemerintah di bidang kesehatan. Satu di antaranya Indeks Pembangunan Indonesia (IPM). Data yang ada menunjukkan IPM Indonesia anjlok saban tahun. Pada 2010, misalnya, IPM Indonesia bercokol pada urutan 108 dari 187. Setahun kemudian IPM Indonesia merosot
ke posisi 124. Menurut Ketua Umum IDI, Dr. Zainal Abidin MH, IPM Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia yang menempati peringkat ke-60. Selain itu, Dr. Zainal menambahkan, berbagai indikator Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan seperti Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka kematian bayi (AKB), masih terbilang tinggi. Begitu pula dengan angka gizi buruk, serta penyakit infeksi dan noninfeksi, yang terus melambung. Padahal target pembangunan di bidang kesehatan menjadi faktor utama pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) yang harus diwujudkan pada 2015.
Dr. Pranawa, Prof. Erol, Menkes Dr. Nafsiah Mboi, dan Ketua Umum PB IDI Dr. Zainal Abidin pada acara Indomedica Expo.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
7
SOROT UTAMA Kenapa kondisi yang memprihatinkan ini an. “Per satu Januari 2014 pemerintah akan la. Pada 2014 nanti, jumlah kepesertaan terus berlangsung? Salah satu penyebab- memulai SJSN bidang kesehatan. Program BPJS diperkirakan 110 juta, termasuk penya, sambung Dr. Zainal, minimnya anggar- ini merupakan upaya pemerintah untuk me- serta Askes dan Asabri. Rencananya, pada an kesehatan menjadi faktor lain yang turut wujudkan pemerataan di bidang kesehatan 2019, seluruh penduduk Indonesia telah mempengaruhi jebloknya pencapaian pe- dan pelayanan kesehatan yang berkeadil- mempunyai jaminan kesehatan. Saat ini, merintah di bidang pembangunan kesehat- an,” papar Agung Laksono. Kemenkes mencatat ada 86,4 juta atau 35 an. Persentase anggaran kesehatan di InSistem Jaminan Sosial Nasional meru- persen masyarakat miskin dan kurang donesia termasuk yang terendah di Asia pakan amanat Undang-Undang Nomor 40 mampu atau Penerima Bantuan Iuran (PBI). Tenggara. Sekadar catatan untuk diketahui, tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Premi bagi masyarakat miskin dan kurang Kamboja mematok anggaran kesehatannya tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara mampu akan ditanggung pemerintah, sebesebesar 4% dari pengeluaran negara. Se- Jaminan Sosial (BPJS). SJSN bertujuan un- sar 19.225 per orang per bulan. “Tapi besardangkan alokasi anggaran kesehatan di tuk memberikan jaminan terpenuhinya ke- nya premi bagi masyarakat miskin dan kuLaos sebesar 5%, Filiphina 5%, Thailand butuhan dasar hidup yang layak bagi setiap rang mampu ini masih sementara, nilainya 7%, dan Malaysia 10%. Dari tahun ke tahun, peserta dan/atau anggota keluarganya de- belum ditetapkan Presiden,” ujar Menkes. pemerintah menganggarkan 2 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal Undangundang Kesehatan No. 36/2009 mengamanatkan alokasi dana minimal 5 persen dari total APBN di luar gaji pegawai. Selain itu, masih kuatnya paradigma sakit dalam sistem kesehatan di negeri ini. Seharusnya, paradigma tersebut segera berganti menjadi paradigma sehat. Yaitu, paradigma yang menekankan aspek pelayanan preventif dan promotif sebelum muncul berbagai penyakit. Carut-marut sistem pelayanan kesehatan di Indonesia membuat kelompok Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono. rakyat miskin dan kurang Menteri Kesehatan Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH. mampu makin jauh tersentuh layanan kesehatan. ngan program jaminan kesehatan yang meProgram SJSN akan menekankan pada Lemahnya aspek promotif dan preventif liputi pelayanan promotif, preventif, kuratif layanan promotif-preventif bukan sematadiakui Menteri Koordinator Kesejahteraan dan rehabilitatif. mata layanan kuratif-rehabilitatif. Pelayanan Rakyat, Agung Laksono pada saat pembuMenteri Kesehatan Dr. Nafsiah Mboi, kesehatan berbasis asuransi ini akan memkaan Indomedica Expo, yang diselenggara- SpA, MPH, pada acara yang sama, menga- perkuat sistem pelayanan berjenjang. Dihakan IDI, 26 Agustus 2013 lalu di Jakarta. takan sesuai dengan amanat UU 24 tahun rapkan, lanjut Menkes, sekitar 70-80 persen Agung Laksono mengatakan, salah satu 2011, penyelenggara Jaminan Kesehatan kasus-kasus pasien dapat terselesaikan di tantangan sistem kesehatan nasional ada- Nasional akan dikelola oleh BPJS. Institusi layanan primer. Sisanya, dirujuk kepelayanlah layanan primer terutama aspek promotif ini adalah gabungan dari beberapa pelak- an kesehatan sekunder dan tersier. “Peladan preventif yang kurang optimal. Pela- sana jaminan kesehatan sebelumnya seper- yanan kesehatan primer akan menjadi priyanan kesehatan selama ini lebih menekan- ti Jamkesda, Jamkesmas, Askes, Jamsos- madona,” ungkapnya. kan pada aspek kuratif-rehabilitatif. Untuk tek,dan Asabri . Untuk itu, pemerintah berupaya membeitu, pemerintah akan memperbaiki sistem Menurut Menkes seluruh anggota ma- nahi pelayanan kesehatan primer. Menkes kesehatan paripurna melalui Sistem Jamin- syarakat secara pribadi atau berkelompok mengatakan pembenahan pelayanan kesean Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehat- dapat menjadi peserta JKN secara sukare- hatan primer memerlukan pendekatan yang
8
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
SOROT UTAMA komprehensif yang meliputi regulasi, pendidikan sumber daya manusia, mekanisme kerja, sistem perencanaan, dan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan. Diharapkan, layanan kesehatan primer menjadi garda dalam memberikan layanan kesehatan bermutu kepada masyarakat. Sistem kapitasi, lanjut Menkes, pada layanan kesehatan primer diharapkan akan merangsang para pemberi layanan kesehatan untuk lebih giat melakukan upaya promotif-preventif pada kelompok masyarakat yang menjadi tanggung-jawabnya, agar jumlah orang yang sakit menurun. ”Kelak penerapan perilaku hidup bersih dan sehat atau paradigma sehat akan lebih cepat terwujud,” katanya berharap. Meski mengelola asurasi massal non profit, BPJS serius dengan mutu layanan kesehatan. Menkes menekankan pentingnya ada kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan JKN. Menurutnya kendali biaya
”
Ketua Umum IDI, Dr. Zainal Abidin, MH, IPM
Rendahnya premi akan berdampak pada mutu pelayanan kesehatan yang ala kadarnya. Pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Para medis pun tidak mendapat apresiasi yang cukup dari keahliannya. Oleh karena itu, IDI sebagai induk organisasi kedokteran aktif mengadvokasi agar anggaran kesehatan dinaikkan sesuai amanat UndangUndang. Dengan begitu pelayanan kesehatan berkeadilan dapat terwujud dan semua pihak dapat tersenyum.
tanpa kendali mutu akan mengakibatkan layanan kesehatan berdampak mortalitas dan morbiditas yang tinggi serta kepuasaan peserta yang rendah. Sebaliknya, kendali mutu tanpa kendali biaya akan mengancam keberlanjutan atau sustainability JKN. Untuk itu, Menkes melibatkan organisasi profesi kedokteran, termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
”
dalam membuat rancangan JKN. PAPDI menaruh perhatian besar terhadap program JKN. Sebagai perhimpunan dokter spesialis terbesar dengan kasus-kasus penyakit terbanyak, PAPDI bersama IDI terlibat dalam penentuan clinical pathway dan Indonesia Case base Groups (INACBGs). Ketua Umum PB PAPDI Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM,
Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
FACC, FESC, FAPSIC, FACP mengatakan PAPDI telah membentuk tim adhoc SJSN yang akan membantu program JKN dalam menentukan tarif Ina-CBG dan clinical pathway. PAPDI terdiri dari 12 divisi, setiap divisi membuat 10 clinical pathway kasus-kasus terbanyak. Berarti PAPDI mesti minimal menyiapkan 120 clinical pathway. Di samping itu, PAPDI juga menyiapkan clinical pathway untuk case mix. “PAPDI mendukung sistem jaminan nasional bidang kesehatan yang akan diberlakukan Januari 2014 nanti,” ujar Prof. Idrus. Kendati demikian, Prof. Idrus menegaskan pelaksanaan JKN hendaknya mensejahterakan semua pihak. Baik Prof. Idrus maupun Dr. Zainal mewanti-wanti jangan sampai ada pihak-pihak yang dirugikan. Saat ini, besarnya premi PBI yang ditetapkan pemerintah jauh dari perhitungan para ahli di bidang kesehatan. Rendahnya premi akan berdampak pada mutu pelayanan kesehatan yang ala kadarnya. Pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Para medis pun tidak mendapat apresiasi yang cukup dari keahliannya. Oleh karena itu, IDI sebagai induk organisasi kedokteran aktif mengadvokasi agar anggaran kesehatan dinaikkan sesuai amanat UndangUndang. Dengan begitu pelayanan kesehatan berkeadilan dapat terwujud dan semua pihak dapat tersenyum. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
9
SOROT UTAMA
PAPDI Serius Dukung SJSN PAPDI mengawal SJSN agar tidak ada internis yang dirugikan.Internis memahami regulasi dan aturan-aturan dalam SJSN, terutama tentang Indonesia Case Based Groups.
Halal Bihalal Pengurus PB PAPDI dan PAPDI Jaya.
S
atu Januari 2014 menjadi momentum penting dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Tepat di awal tahun 2014 nanti pemerintah untuk pertama kali memiliki universal health coverage. Pembiayaan kesehatan yang sebelumnya berdasarkan fee for service akan beralih berbasis asuransi. Dampaknya, layanan kesehatan yang semula spesialistik, sebagian besar akan bergeser menjadi sistem layanan referral atau rujukan. Tentu, pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan berimbas langsung kepada tatanan kedokteran di Indonesia selama ini. Ikatan Dokter Indonesia(IDI) dituntut berperan aktif memberi asupan kepada pembuat regulasi SJSN.
10
Seluruh profesi kedokteran di bawah IDI, termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama-sama mengawal terbentuknya SJSN. PAPDI meletakan program SJSN ini sebagai salah satu agenda utama, sejak disahkannya Undang-Undang SJSN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Terbukti, pasca terpilih Ketua Umum PB PAPDI pada KOPAPDI XV 2012 di Medan Lalu, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP menaruh perhatian besar pada pelaksanaan SJSN. Sejalan dengan Ketua Umum PB PAPDI sebelumnya, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, Prof. Idrus membentuk tim adhoc SJSN untuk mengka-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
ji dan membahas program pemerintah itu. Tim Adhoc yang diketuai Dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD, FINASIM ini membuat kajian dan memberi masukan kepada IDI terkait regulasi SJSN yang berhubungan dengan layanan dokter spesialis penyakit dalam. Rencana kerja tim adhoc ini sudah dipapar Dr. Prasetyo pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PB PAPDI dan Semua Cabang, pada 6-7 April lalu di Jakarta. “PAPDI mendukung dan memberi perhatian serius terhadap pelaksanaan SJSN,” ujar Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP ketika ditemui saat Halal Bihalal PB PAPDI, Medio Agustus 2013 lalu. Dukungan dan perhatian PAPDI cukup
SOROT UTAMA
Prof. DR.Dr. Joko Wahono, SpPD, K-EMD, FINASIM sebagai pembicara pada Halal Bihalal PB PAPDI.
DR. Dr. Hikmat Permana, SpPD, K-EMD, FINASIM sebagai pembicara pada Halal Bihalal PB PAPDI.
beralasan. Pasalnya, Prof. Idrus mengatakan, PAPDI merupakan perhimpunan spesialis dengan jumlah anggota yang cukup besar dan tersebar diseluruh pelosok Indonesia. Apalagi, kasus-kasus di bidang ilmu penyakit dalam cukup banyak ditemui disetiap layanan kesehatan. “PAPDI mengawal SJSN agar tidak ada internis yang dirugikan,” ungkapnya. Prof. Idrus menegaskan agar setiap internis memahami regulasi dan aturan-aturan dalam SJSN, terutama tentang Indonesia Case Based Groups (Ina-CBGs). Soal Ina-CBGs, Guru Besar FKUI ini mengatakan internis perlu mencermati dan memahami sebaik-baiknya. Karena hal ini menyangkut besarnya biaya yang akan diperoleh internis ketika berpraktek di sektor layanan kesehatan sekunder atau tersier. Sebab pembiayaan jasa medis pada pelayanan kesehatan sekunder dan tersier diatur dalam Ina CBGs, bukan berdasarkan kapitasi seperti pelayanan kesehatan primer.
yang dikerjakan berkorelasi dengan jasa medik yang diperoleh internis. “Semua tindakan mesti di coding. Internis mesti memahaminya, jangan sampai sudah bekerja keras tapi yang didapat sedikit. Ada coding, ada payment. No coding, no payment,” ungkap Dr. Hikmat yang juga anggota PAPDI cabang Bandung. Lantas siapa yang menyusun InaCBGs? Dr. Hikmat mengatakan berdasarkan UU BPJS Ina-CBGs disusun oleh Kemenkes dan penyedia jasa medis, dalam hal ini IDI yang dibantu oleh semua perhimpunan dibawahnya. Tiap – tiap perhimpunan spesialis diminta membuat clinical pathway untuk kasus-kasus yang terjadi dalam lingkup keilmuan masing-masing. Dari sini, setiap tindakan utama dan penunjang ditentukan tarifnya. Ini akan menjadi standar dalam tarif Ina-CBGs. “Jadi, berbagai tindakan medis bisa dibayar atau tidak tergantung dari perhimpunan yang mengusulkan tarif Ina-CBGs. Di sini PAPDI bersama-sama seminat mesti kuat.” ujarnya. Saran Dr. Hikmat direspon oleh Ketua Tim Adhoc SJSN PB PAPDI Dr. Prasetyo. Dalam rencana kerjanya, Dr. Prasetyo mengatakan akan melakukan sosialisasi SJSN kepada seluruh internis. Bersama PB PAPDI, dalam beberapa event seperti roadshow ke daerah-daerah, selalu diagendakan sosialisasi SJSN yang bertujuan agar internis memahami SJSN sekaligus menerima masukan dari sejawat lain di daerah. Bersamaan dengan itu, tim adhoc yang dibantu perwakilan dari seminat yang ada di
Pahami Ina-CBGs Hal senada juga disampaikan oleh DR. Dr. Hikmat Permana, SpPD, K-EMD, FINASIM, staf SJSN di Kementerian Kesehatan. Dr. Hikmat yang hadir dalam Halal Bihalal PB PAPDI menjelaskan pentingnya internis memahami Ina CBGs. Semua tindakan medis, sesuai ICD IX dan ICD X , dilakukan oleh internis mesti di coding ke dalam perangkat lunak yang telah tersedia. Seperti apa diagnostik dan tindakan medis
bawah PAPDI membuat clinical pathway dan tarif Ina CBGs. “Hingga kini masih berlangsung proses pembuatan clinical pathway. Ada divisi yang sudah selesai, ada pula yang belum,” ungkapnya. Dr. Prasetyo mengatakan PAPDI merupakan perhimpunan spesialis yang membuat clinical pathway lebih banyak di banding perhimpunan lain. Kemenkes meminta setiap perhimpunan membuat 10 clinical pathway kasus-kasus terbanyak. Sementara PAPDI dengan 12 seminat akan membuat 120 clinical pathway. Clinical pathway, menurut Prof. DR. Dr. Joko Wahono, SpPD, K-EMD, FINASIM, berbeda dengan clinical practice guideline. Clinical pathway merupakan standar managemen prosedur pengobatan yang memperhatikan time line setiap tindakan. Selain itu, Clinical pathway juga mencantumkan kriteria outcome dari tindakan yang dilakukan dokter terhadap pasien. Dengan begitu, setiap tindakan yang diambil dapat diaudit. Sedangkan guideline hanya memuat prosedur pengobatan tanpa pengaturan waktu yang ketat. Namun, clinical pathway tetap merujuk dari guideline agar ada kendali mutu. Pada era SJSN semua rumah sakit memiliki clinical pathway yang sama. Sejalan dengan clinical pathway, akan ditentukan tarif Ina-CBGs. Menurut Dr. Prasetyo tarif Ina-CBGs proses penyusunannya melalui penentuan beberapa komponen antara lain coding, costing, clinical pathway masing masing diagnosa penyakit dan pemanfaatan teknologi informatika untuk penghitungan tarif. Semua diagnosa dan tindakan medis sesuai dengan kode di ICD IX dan X. Setiap kode tindakan ditentukan besarnya biaya (costing). Data costing diperoleh dari beberapa rumah sakit pemerintah. Tindakan medis yang diambil harus sesuai dengan clinical pathway. Beberapa tahapan di atas akan dikemas dalam sebuah software, yang akan mengkalkulasi besarnya tarif yang harus dibayarkan. Namun tarif Ina-CBGs yang diusulkan perhimpunan spesialis tidak serta merta dipenuhi BPJS. Tarif tersebut akan dievaluasi oleh National Casemix Center (NCC) Kemenkes. Wakil Sekretaris Jenderal PB IDI ini menekankan agar internis memahami mekanisme kerja Ina-CBGs. Dalam waktu dekat, PB PAPDI akan menyelenggarakan workshop tentang Ina-CBGs. ”Prosedur Ina-
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
11
SOROT UTAMA CBGs mesti dipelajari sebaik-baiknya. Bila internis rapi meng-input tindakan-tindakan yang dilakukan, maka jasa medis yang dihasilkan akan maksimal,” ujarnya.
Bagaimana Dengan Penghasilan Internis? Sistem rujukan yang diterapkan dalam JKN akan mengurangi lahan layanan kesehatan sekunder, apalagi tersier. Pemerintah mematok 70-80% kasus selesai dipelayanan kesehatan primer. Sisanya, dilanjutkan pada layanan sekunder dan tersier. “Bila tidak mampu ditangani dipelayanan kesehatan primer, maka akan dirujuk kepelayanan kesehatan sekunder atau tersier,” katanya. Namun banyaknya pasien, tidak berbanding lurus dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Dr. Prasetyo mengatakan justru biaya yang besar ada pada layanan sekunder dan tersier, yaitu sekitar 30 persen dari anggaran BPJS. Dr. Prasetyo mencontohkan, pasien kanker jumlahnya kurang dari 0,5 % dari total pasien BPJS. Namun pasien kanker menyedot dana 10 % dari anggaran BPJS. “Secara umum 30 % dana BPJS akan tersedot untuk penyakit catastropik seperti kanker, talasemia, hemofili, gagal ginjal dan jantung,” paparnya. Dr. Prasetyo menambahkan Karena jasa medis di era SJSN nanti penentuan jasa medisnya dengan INA CBGs supaya klaim besarnya jasa medis maksimal salah satu yg harus dilakukan adalah penulisan rekam medis dengan Lengkap dan jelas. Lengkap artinya harus lengkap dituliskan diagnosa utama dan diagnosa tambahan baik komplikasi maupun komorbid sesuai ICD X dan ada tidaknya tindakan medis penunjang sesuai dengan ICD IX. Tentu terdapat perbedaan jumlah klaim yg cukup mencolok bila rekam medis ditulis dengan lengkap dan yang tidak lengkap. Tulisan di rekam medis juga harus jelas, karena bila tidak jelas petugas yang memasukkan data ke program INA CBGs dapat memasukkan diagnosa yang mereka anggap benar padahal hal ini seringkali salah. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pembagian jasa medis. Sesuai aturan
12
Menkes dari keseluruhan jasa medis tadi akan dibagi menjadi jasa sarana 56 % dan jasa pelayanan maksimal 44 %. Tidak ada aturan baku berapa bagian dokter spesialis dari keseluruhan jasa pelayanan ini, akibatnya hal ini seringkali menjadi sumber sengketa antara dokter pihak manajemen rumah sakit, untuk menghindari hal ini haruslah diperjelas berapa bagian dokter dari total jasa pelayanan. Pada bulan November 2013 ini Kemenkes akan mengeluarkan tarif INA CBGs yang baru, yang dari beberapa sumber besarnya sekitar 30 % dari tarif INA CBGs sebelumnya, tarif baru ini juga memasukkan beberapa tarif khusus seperti prosedur, pemeriksaan dan pemakaian obatobatan khusus selain itu mengurangi selisih
Dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD, FINASIM, Ketua tim adhoc SJSN PB PAPDI.
tarif yang terlalu besar untuk satu tindakan yang sama untuk antara rumah sakit tipe A,B, dan C. Persiapan lain yang dilakukan PAPDI dalam menghadapi SJSN adalah menyusun tarif jasa medis semua tindakan yang ada dalam pelayanan penyakit Dalam. Saat ini sudah disusun tarif untuk 202 tindakan. Tarif ini disusun dengan sistem skoring dengan memperhatikan beberapa variabel antara lain tingkat kompetensi, kesulitan pencapaian tingkat kompetensi, penggunaan alat penunjang dalam melakukan tindakan, perlu
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
tidaknya pengawasan setelah tindakan dan lamanya melakukan tindakan. Total skor hasil penjumlahan dari masing masing variabel akan dikalikan dengan nilai rupiah tertentu sehingga dihasilkan tarif jasa medis PAPDI. Tarif ini akan diusulkan melalui PB IDI, dan usulan tarif jasa medis PAPDI dan perhimpunan spesialis lain dibawah IDI akan diusulkan PB IDI ke kementerian kesehatan untuk penentuan besarnya tarif dalam INA CBGs. “PAPDI beranggapan apabila ada selisih antara tarif INA CBGs dan tarif usulan PAPDI, selisih ini merupakan sumbangsih seluruh anggota PAPDI bagi bangsa, tetapi mohon apabila kondisi memungkinkan hargailah kami dengan kedepannya menentukan tarif yang menghargai jerih payah dokter penyakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” kata Dr. Prasetyo. Dari fakta tersebut, Dr. Prasetyo berpendapat diharapkan pada awal pemberlakuan SJSN tidak akan terjadi penurunan pendapatan dokter penyakit dalam karena berpindahnya pasien yang sebelumnya membayar sendiri ke pasien BPJS, “Pada awalnya mungkin akan terjadi penurunan pendapatan, tapi dalam berjalannya masih banyak pasien yang bukan hanya mencari pelayanan yang lebih murah tapi mereka juga menuntut dari segi kenyamanan, biasanya pasien menengah yang membayar sendiri atau dibiayai asuransi, pasien menengah ini jumlahnya cukup banyak dan selalu meningkat setiap tahunnya. “Setiap internis harus optimis, pendapatannya tidak akan berkurang di era SJSN. Semua negara maju di dunia untuk mencapai kemajuannya selalu dimulai dengan menata sistem kesehatan dengan memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyatnya, di tingkat ASEAN sendiri sudah ada 4 negara yang memasuki universal health coverage yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei, yang akan diikuti 2-3 tahun mendatang oleh Filipina dan Vietnam, merupakan harapan besar bahwa dengan SJSN dan sumbangsih seluruh anggota PAPDI dalam persiapan SJSN 2014 nanti lebih menjamin dan mempercepat usaha bangsa kita untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, sehat dan berdaulat seperti dicita-citakan pendiri bangsa kita” demikian Dr.Prasetyo di akhir wawancaranya. (HI)
SOROT UTAMA KETUA UMUM PB PAPDI 2012-2015 Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP:
PAPDI
di Era Sistem Kesehatan Baru K
e depan tantangan profesi kedokteran kian berat. Di samping berbenah menyiapkan pasar bebas, harmonisasi Asean bidang kesehatan, dalam waktu dekat professional jas putih ini mau tak mau harus menyongsong era Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tepatnya, pada Januari 2014 pemerintah seperti yang diamanatkan dalam undang-undang mesti menjalankan sistem asuransi kesehatan nasional. Tentu kondisi ini menyita perhatian para ketua organisasi profesi kedokteran, tak kecuali Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Pasalnya, pada sistem berbasis asuransi ini seluruh organisasi profesi kedokteran mesti terlibat aktif menentukan perangkat layanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Pada kesempatan ini Halo Internis mewawancarai Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP Ketua Umum PB PAPDI periode 2012-2015 yang terpilih pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XV, di Medan akhir Desember 2012 lalu. Berikut petikannya: Prof. terpilih sebagai Ketua Umum PB PAPDI di tengah pemerintah ingin menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Bagaimana PAPDI menanggapi pelayanan kesehatan berbasis asuransi sosial ini?
Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
13
SOROT UTAMA Tak lama lagi, kita akan memasuki sistem tatanan pelayanan kesehatan yang baru, seperti yang diamanatkan UU. PAPDI mendukung sistem jaminan nasional bidang kesehatan yang akan diberlakukan Januari 2014 nanti. Tapi harus disiapkan dengan baik, agar tidak merugikan anggota PAPDI yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
”
memahami SJSN yang akan segera dijalankan Januari 2014 ini. Untuk itu, kami memasukan agenda SJSN ini dalam website PAPDI, media Halo Internis, program kerja roadshow ke cabang-cabang PAPDI dan pertemuan-pertemuan CME. Hal ini bias dilakukan dengan upaya Continuing Professional Development (CPD).
Yang tak boleh dilupakan adalah keberadaan PAPDI seyogyanya dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat harus mengenal peran PAPDI melalui Corporate Social Responsibility, public relation PAPDI, yang juga bekerja sama dengan media cetak maupun elektron. Pada dasarnya, menyusun tim kerja yang solid. Dengan kerjasama semua tugas akan menjadi ringan.
”
Seperti diketahui setiap organisasi profesi kedokteran terlibat aktif menyiapkan perangkat SJSN. Apa yang telah disiapkan PAPDI? PAPDI telah membentuk tim adhoc SJSN yang diketuai Dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD, FINASIM. Tim adhoc ini dalam menentukan tarif Ina-CBG dan clinical pathway dibantu oleh seluruh perwakilan seminat yang ada di PAPDI. PAPDI terdiri dari 12 divisi, setiap divisi diminta Kemenkes untuk membuat 10 clinical pathway kasus-kasus terbanyak. Berarti PAPDI mesti minimal menyiapkan 120 clinical pathway. Disamping itu, PAPDI juga menyiapkan clinical pathway untuk case mix. Baru sebagian yang rampung, belum semua tugas ini selesai. November ini diharapkan tim ini sudah menyelesaikan tugasnya. Mengingat anggota PAPDI yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, Bagaimana PB PAPDI mensosialisasikan SJSN ini kepada anggota? Kami berupaya seluruh anggota dapat
14
Selain SJSN, pada 2015 Indonesia menyongsong AFTA. Bagaimana PAPDI menyikapinya? Kami juga telah membentuk tim adhoc yang diketuai DR.Dr Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Tim ini membahas masuk dokter asing terkait pasar bebas. Pada lingkup regional, PAPDI aktif menyiapkan harmonisasi Asean bidang Kesehatan melalui Asean Federation of Internal Medicine (AFIM). Bertepatan de-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
ngan KOPAPDI XV di Medan Desember 2012 lalu, PAPDI menjadi tuan rumah AFIM Meeting. Pada Mei 2013 lalu PAPDI mengikuti kongres AFIM yang bersamaan dengan kongres Philippine College of Physicians (PCP). Sejalan dengan itu, pada tingkat international PAPDI bersama anggota AFIM lainnya berhasil membentuk ACP Chapter ASEAN dan aktif bekerjasama dengan International Society of Internal Medicine (ISIM). Dimana Indonesia akan menjadi tuan rumah WCIM 2016. Di samping isu-isu nasional dan global, bagaimana Prof menyikapi fragmentasi di tubuh PAPDI? Ke depan kami berkomitman untuk mempertahankan keutuhan penyakit dalam. Untuk itu, program – program PAPDI ditujukan untuk konsolidasi anggota dan antar seminat di bawah PAPDI. Roadshow akan tetap kami jalani, karena ini merupakan bagian dari konsolidasi internal. Tujuan utamanya adalah kami memberikan pembekalan CPD, tapi pada saat yang bersamaa kita melakukan konsolidasi secara organisasi. Kita berbincang untuk melihat masalah dan kebutuhan daerah serta hal-hal yang akan kami bantu. Bagaimana hubungan PAPDI dengan organisasi profesi kedokteran lain, terkait hal-hal yang masih berbenturan atau belum selaras? Filosofinya adalah kita saling menghargai sesuai dengan kompetensi masing-masing. PB PAPDI itu terbuka, kalau ada masalah bersama, juga harus dilakukan evaluasi bersama. Jadi tidak ada suatu organisasi profesi yang menafikan kemampuan organisasi lain sesuai dengan kompetensi yang telah dicapai. Kalau memang telah mencapai level of competen tertentu yang harus dimiliki, maka harus dianggap mampu untuk menangani kasus-kasus penyakit. Sekali lagi, dasarnya adalah kompetensi. Yang tak boleh dilupakan adalah keberadaan PAPDI seyogyanya dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat harus mengenal peran PAPDI melalui Corporate Social Responsibility, public relation PAPDI, yang juga bekerja sama dengan media cetak maupun elektron. Pada dasarnya, menyusun tim kerja yang solid. Dengan kerjasama semua tugas akan menjadi ringan. (HI)
KABAR PAPDI
TOLAK Kriminalisasi Dokter
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
15
KABAR PAPDI
PAPDI Dukung Aksi Tolak Kriminalisasi Dokter
G
elombang protes atas putusan Mahkamah Agung yang mempidanakan tiga dokter spesialis obstetrik dan ginekologi di Menado berlangsung di berbagai daerah di Indonesia. Serentak ribuan dokter diberbagai daerah menggelar aksi solidaritas demo nasional pada 27 November 2013. Di Jakarta, ribuan dokter long march dari tugu Proklamasi menuju Mahkamah
“……Ini bisa menjadi preseden buruk. Dokter bisa diancam penjara dalam melakukan tugasnya. Para dokter akan menolak menangani kasus emergensi karena takut dipidanakan. Tentu ini akan merugikan masyarakat…..”
Pengurus PB IDI pada aksi solidaritas dokter di Gedung MA.
Agung. Para dokter menuntut bebas Dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, SpOG, Dr. Hendry Simanjuntak, SpOG, dan Dr. Hendy Siagian, SpOG dan menolak kriminalisasi dokter. Aksi “Tolak Kriminalisasi Dokter” ini terkonsentrasi di depan gedung Mahkamah Agung. Di bawah terik matahari, para dokter berorasi menyampaikan tuntutannya. Dr. Eka Ginanjar, SpPD, FINASIM koordinator lapangan (Korlap) dari PB PAPDI dalam orasinya mengecam keras vonis pidana yang dija-
16
Pengurus PAPDI turut serta pada aksi solidaritas di Gedung MA.
tuhkan MA terhadap Dr.Ayu dan kawan-kawan. Ia juga mengutuk Kejaksaan dan Kepolisian yang menangkap paksa Dr. Ayu dan Dr. Hendry. “Tolak kriminalisasi dokter. Bebaskan Dr. Ayu dan kawan-kawan,” tuntutnya. Hal senada juga disampaikan Ketua PAPDI Cabang Jakarta Raya DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP. Dalam orasinya, Dr. Ari mengatakan putusan MA terhadap Dr. Ayu dan kawan-kawan tidak beralasan. Hasil investigasi Majelis
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) tidak menemukan adanya pelanggaran kode etik, apa yang dilakukan Dr. Ayu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) profesi kedokteran. Bahkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado memutuskan bebas ketiga dokter tersebut dari dakwaannya. Dr. Ari mensinyalir ada skandal dari pihak tertentu, termasuk media, yang memojokkan dokter Indonesia, terkait dengan akan masuknya dokter asing.
KABAR PAPDI
Dr. Ari Fahrial.
Dr. Taolin Agustinus.
Dr. Ari Kusuma.
Sedangkan, Ketua PAPDI Cabang Bogor Dr. Taolin Agustinus, SpPD, FINASIM yang hadir bersama internis dari Bogor menyatakan prihatin atas ditangkapnya Dr. Ayu dan kedua rekannya. Mewakili dokter di Bogor, ia menuntut agar MA mencabut putusannya dan membebaskan Dr. Ayu. Sebab, kata Dr. Taolin, keputusan MA akan membuat dokter ragu-ragu dalam menangani pasien. “Dokter merasa takut memberikan pelayanan kesehatan,” tegasnya. Sementara Ketua Umum PB PAPDI, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP mengatakan PAPDI sangat mendukung aksi solidaritas ini. Ia menghimbau cabang- cabang PAPDI di daerah untuk melakukan aksi sebagai wujud
gasnya. Para dokter kuatir menangani kasus emergensi karena takut dipidanakan. Tentu ini akan merugikan masyarakat,” tegasnya. Sebelum demo nasional, menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Obstetrik dan Ginekologi Indonesia (PB POGI) Dr. Ari Kusuma, SpOG telah dilakukan langkah-langkah persuasif antara POGI, PB IDI dan Kemenkes dengan Komisi IX DPR. Namun MA tetap bersikukuh bahwa putusannya sudah adil dan berkekuatan hukum tetap. ”Kita (dokter) tidak didengar suaranya, tidak dianggap” ujar Dr. Ari. “Untuk itu, pada aksi ini saya sangat apresiasi kepada sejawat dari berbagai perhimpunan. Kita sadar bahwa ini merupakan menjadi persoalan dokter semua,” tambahnya.
dukungan moril, namun dikoordinasikan dengan sejawat lain agar pelayanan kesehatan tetap berjalan. Hal ini, lanjut Prof. Idrus, dilakukan bukan sekadar membebaskan Dr Ayu dan kawan-kawan, melainkan untuk menegakkan rasa keadilan di negeri ini. Dr. Ayu beserta koleganya sudah dinyatakan bebas oleh PN Manado. Dan MKEK IDI menyatakan tindakannya sudah sesuai di SOP. Namun MA tetap menjatuhkan sanksi 10 bulan penjara. “Ini bisa menjadi preseden buruk. Dokter bisa diancam penjara dalam melakukan tu-
Di tengah aksi, Ketua Umum PB IDI Dr. Zaenal Abidin, MH, Prof. Dr. I Oetama Marsis, SpOG dan pengurus IDI lainnya melakukan lobi di dalam gedung MA. Namun sayangnya, kehadiran ribuan dokter di MA tidak direspon para hakim agung yang tidak satupun berada di tempat. Dr. Zaenal hanya ditemui oleh panitera. “Hakim agung tidak ada ditempat, kami diterima oleh panitera,” kata Dr. Zaenal kepada media ketika keluar dari gedung MA. Dr. Zaenal memaparkan hasil pertemuan
Dr. Giri.
dengan panitera. Menurutnya IDI menuntut agar MA mempercepat proses peninjauan kembali ( PK) yang telah dilayangkan kuasa hukum dan segera membebaskan Dr. Ayu dan kawan-kawannya. “IDI memberi waktu paling lambat satu minggu harus sudah ada kepastian hukum,” tegasnya. Ia menilai ada kesalahan dalam penerapan hukum oleh MA. Lembaga hukum tertinggi ini menggunakan pasal-pasal pembunuhan yang bersifat umum dalam menjerat Dr. Ayu dan kawan-kawan. Padahal pasalpasal tersebut tidak tepat ditujukan kepada dokter. “Mana mungkin ada pembedahan tanpa perlukaan. Mengartikan pasal ini saja sudah salah, apalagi memutuskan vonis,” ujarnya geram. Dr. Zaenal menambahkan MA tidak memahami essensi dari kedokteran. Pelayanan kedokteran mengutamakan kepada upaya bukan pada hasil. Sementara kesembuhan merupakan kehendak Tuhan. Dalam tugasnya, tidak ada dokter yang berniat untuk membunuh atau mencelakakan pasiennya. Selain itu, Ketua Umum IDI ini mempertanyakan tidak adanya saksi ahli yang ditunjuk MA dalam memutuskan perkara ini. Bahkan MA tidak mempetimbangkan keputusan PN Manado dan keputusan MKEK. “Bagaimana mungkin hakim yang tidak mengerti esensi kedokteran, bisa memutuskan perkara dokter. Dr Ayu dan kawan-kawan merupakan korban kebodohan hakim,” katanya Untuk itu, Dr. Zaenal optimis tuntutannya akan dikabulkan. Tapi, lanjut Dr. Zaenal, bila tuntutan kami tidak diterima maka para dokter akan terus melakukan aksi yang lebih besar, kalau perlu kemungkinan terpahit akan kami lakukan sampai Dr. Ayu, Dr. Hendry, dan Dr Hendy dibebaskan. Karena dalam tugasnya, dokter bukan penjahat atau koruptor yang dapat dikriminalisasi. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
17
KABAR PAPDI
Pelantikan Pengurus PB PAPDI dan KIPD:
PAPDI Lebih Solid dan Profesional K Di era globalisasi tantangan kian berat. Dokter dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Pengurus PB PAPDI periode 2012-2015 harus lebih solid dan professional.
ongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XV, yang diselenggarakan di Medan pada 12 -15 Desember 2012 lalu berlangsung sukses. Perhelatan akbar PAPDI ini menelurkan keputusan-keputusan strategis untuk keberlangsungan organsiasi tiga tahun ke depan. Beberapa keputusan tersebut, diantaranya, adalah terpilihnya Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP sebagai Ketua Umum PB PAPDI, dan Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, KGER, MEpid, FINASIM sebagai Ketua Badan Pengurus Harian Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (BPH KIPD). Mengemban tugas besar, para ketua
segera berbenah. Pasalnya, di samping menahkodai roda organisasi, para ketua dihadapkan pada persoalan-persoalan eksternal seperti keluarnya peraturan Konsil kedokteran Indonesia (KKI) yang merugikan keutuhan PAPDI dan menyongsong diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang cukup menyita perhatian. ”Ini merupakan amanah. Meski saya katakan ini beban pekerjaan yang berat, yang bahkan barangkali tidak diminati banyak orang. Tapi, demi kualitas pendidikan spesialis dan subspesialis penyakit dalam, harus ada yang bersedia untuk mengawal pendidikan.” ujar Prof. Ati begitu biasa Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-GER, MEpid, FINASIM, disapa, semangat.
Pelantikan Pengurus Besar PB PAPDI dan KIPD 2012-2015 oleh Ketua Umum PB IDI, Dr. Zainal Abidin, MH.
18
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
KABAR PAPDI
Foto bersama Pengurus Besar PB PAPDI dan KIPD 2012-2015.
Usai tepilih, rapat-rapat marathon pun dilakukan untuk menyusun kepengurusan dan rencana-rencana strategis masingmasing. Prof. Idrus, begitu biasa Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP disapa, mengatakan kepengurusan PB PAPDI mendatang harus lebih professional. Programprogram kerja PB PAPDI dibuat terukur dengan indikator-indikator keberhasilannya. “Untuk itu dalam menyusun rencana strategis (renstra), kami dibantu konsultan managemen. Akhirnya saya pun juga belajar managemen,” jelas Prof. Idrus. Selesai menyusun kepengurusan dan membuat renstra, Pengurus PB PAPDI dan BPH KIPD periode 2012-2015 pun dikukuhkan. Kedua lembaga tersebut langsung dilantik oleh Ketua Umum PB IDI, Dr. Zainal Abidin, MH yang didampingi Ketua Bidang Organisasi PB IDI Dr. Adib Khumaedi, SpOT di Hotel JW Marriot, 16-17 Februari 2013 lalu. Pelantikan berlangsung khidmat de-
ngan membacakan SK IDI yang kemudian dilanjutkan dengan penyematan pin PAPDI oleh Ketua Umum PB IDI dan diakhiri foto bersama pengurus PB PAPDI, BPH KIPD, dan Ketua Prof. Idrus, Dr. Sally dan Prof. Siti Setiati. Umum serta Kenasional akan mengubah paradigma sistem tua Bidang Organisasi PB IDI. Pada sambutannya, Dr. Zainal Abidin, pelayanan dan pembiayaan kesehatan MH mengatakan pada era globalisasi tanta- nasional. “Diperlukan peran aktif PAPDI ngan kian berat. Secara internal, dokter untuk bersama-sama menghadapi era globdituntut untuk selalu meningkatkan kompe- alisasi ini,” ujar Dr. Zainal. tensinya. Disisi lain, masuknya dokter asing, Sebelum pelantikan, kedua pengurus terutama dokter dari negara-negera Asean, melakukan rapat pleno bersama. Rapat suatu yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Di yang dihadiri seluruh pengurus baik dari samping itu, terhitung awal 2014 mulai PAPDI maupun KIPD ini membahas dan diberlakukannya sistem jaminan sosial mensosialisasikan renstra yang dipaparkan oleh Ketua Umum PB PAPDI dan Ketua BPH KIPD. Pada acara itu, juga diperkenalkan susunan pengurus kedua lembaga tersebut. Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally Aman Nasution, SpPD,K-KV, FINASIM, FACP memperkenalkan jarajaran pengurus PB PAPDI. Dan susunan pengurus BPH KIPD diperkenalkan oleh Sekretaris Jenderal KIPD Dr. Irsan Hasan, SpPD, KGEH, FINASIM. “Baru kali pertama pembahasan renstra PB PAPDI dan KIPD dilakukan bersama. Hal ini menjadi momentum untuk sinergi kegiatan bersama antara PAPDI dan KIPD,” ungkap Prof. Idrus. Selamat bertugas! (HI) Prosesi Pelantikan Pengurus Besar PB PAPDI dan KIPD 2012-2015.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
19
KABAR PAPDI
Rakernas Perdana Pengurus Baru olid dan professional. Semangat ini mewarnai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PB PAPDI dan semua cabang yang diselenggarakan di Hotel Harris, Jakarta 6-7 April 2013 lalu. Rakernas perdana di kepengurusan Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP ini dihadiri oleh seluruh perwakilan dari 36 cabang PAPDI, pengurus KIPD dan kepala departemen ilmu penyakit dalam dari fakultas kedokteran seluruh Indonesia. “Rakernas kali ini pesertanya lebih banyak dari biasanya, karena mengundang sejawat dari departemen ilmu penyakit dalam dari fakultas kedokteran di seluruh Indonesia,” ungkap Prof. Idrus, begitu ia biasa disapa, pada sambutannya. Rakernas yang berlangsung dua hari ini sarat dengan berbagai agenda PAPDI dan KIPD. Acara diawali dengan sambutan dari Ketua Umum PB PAPDI. Pada sambutannya, Prof. Idrus mengatakan ada beberapa isu penting terkait dengan regulasi pemerintah di bidang kesehatan. Diantaranya adalah akan berlangsungnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada awal Januari 2014 dan pasar bebas AFTA 2015. Soal SJSN, kata Prof. Idrus, PAPDI serius merespon pelayanan kesehatan berbasis rujukan dan asuransi ini. PAPDI, lanjutnya, menyikapi hal ini dengan hati-hati jangan sampai SJSN justru tidak memberi-
S
“…Kami ke depan tetap memiliki komitmen untuk mempertahankan keutuhan ilmu penyakit dalam. Itu sudah tak bisa dikompromikan lagi….,”
Rapat Kerja Nasional PB PAPDI.
kan nilai lebih dari tatanan yang sudah ada. Untuk itu, PB PAPDI telah membentuk tim adhoc yang akan mengkaji dan memberi masukan terkait dengan peran inernis dalam pelayanan tersebut. Sementara, dalam menghadapi harmonisasi Asean dalam bidang kesehatan 2015 nanti, PAPDI terlibat aktif menghidupkan kembali Asean Federation of Internal Medicine (AFIM). “Isu-isu ini tentu kami sikapi dengan hati-hati. Kami telah menyiapkan tim ad hoc untuk membuat kajian setiap persoalan tadi,” tegas Prof.
Pembukaan Rapat Kerja Nasional PB PAPDI.
20
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Idrus. Sedangkan persoalan internal, lanjut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini adalah fragmentasi di tubuh ilmu penyakit dalam. “Kami ke depan tetap komitmen mempertahankan keutuhan ilmu penyakit dalam. Itu sudah tak bisa dikompromikan lagi,” ujarnya Program lain yang mesti ditingkatkan, tambah Prof. Idrus, adalah konsolidasi anggota. Program roadshow ke cabang-cabang seperti yang telah dirintis Ketua Umum PB
KABAR PAPDI
Prof. Idrus Alwi.
Prof. Siti Setiati.
PAPDI sebelumnya, intensitasnya harus ditingkatkan. Selanjutnya, meningkatkan kompetensi internis melalui CPD, dan menjalin kerjasama lebih erat dalam lingkup regional maupun international, seperti International Society of Internal Medicine (ISIM) dan American College of Physicians (ACP). Bahkan lebih jauh, PAPDI bersama perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Asean telah membentuk ACP Chapter Asean. “PAPDI bersama perhimpunan dokter penyakit dalam negara-negara Asean membentuk ACP Chapter Asean,” ujarnya. Program kerja yang tak kalah pentingnya, lanjut Prof. Idrus, keberadaan PAPDI harus dirasakan secara umum oleh masyarakat dan khususnya seluruh anggota, terutama anggota yang bertugas di daerah ter-
Rapat Kerja Nasional PB PAPDI.
pencil. “Pada dasarnya pengurus PAPDI akan memberi pelayanan kepada anggota dan masyarakat,” ujarnya. Pada rakernas ini menghadirkan beberapa pembicara dari Kementerian Kesehatan RI. Dr. Untung Sutardjo, MKes, Kepala Badan PPDSM Kemenkes RI memaparkan kebijakan Kementerian Kesehatan dalam mempercepat kebutuhan dokter spesialis untuk mendukung penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Dan, Staf Ahli Kemenkes RI, Prof. DR.Dr. Agus Purwadianto, SpF, SH yang menyampaikan kebijakan Kementerian Kesehatan dalam rangka menyongsong pasar bebas dan AFTA 2015. Selain itu, Prof. DR.Dr. Herkutanto, SpF yang menjelaskan bagaimana membuat white paper. Setelah mendapat asupan dari para nara sumber, Ketua Umum PB PAPDI memaparkan rencana strategis (renstra) PB PAPDI dan dilanjutkan dengan presentasi tiap-tiap bidang oleh koordinator bidang. Sementara rencana kerja terkait dengan pendidikan dipaparkan oleh Ketua KIPD Prof. DR.Dr. Siti Setiati, SpPD, K-GER, FINASIM yang dilanjutkan presentasi pendidikan bidang spesialis dan subspesialis. Disessi terakhir disampaikan langkahlangkah yang diambil dalam merespon isuisu di atas. PB PAPDI telah membentuk 4 tim adhoc : white paper, SJSN, dokter asing, dan mapping need. Tiap-tiap tim adhoc memaparkan hasil kajiannya. Di sela-sela presentasi, terdapat sessi diskusi. Perdebatan yang hangat menambah panjang waktu acara hingga tengah malam. (HI)
Foto Bersama Peserta Rapat Kerja Nasional PB PAPDI.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
21
SNAPSHOT
Galeri Pelantikan Pengurus PB PAPDI dan KIPD
22
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
KABAR PAPDI
Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP (Sekjen PB PAPDI)
Selangkah Menuju
ASEAN Chapter of ACP
A
da kabar gembira untuk para internis di kawasan Asean. Tak lama lagi, akan terbentuk American College of Physicians (ACP) Chapter Asean. “Akan diresmikan tanggal 1 Juli,” ujar Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) ketika ditemui dikantor PB PAPDI. ACP merupakan perhimpunan profesi dokter spesialis penyakit dalam di Amerika Serikat. Saat ini, ACP memiliki anggota sebanyak 133.000 orang, yang terdiri dari internis, subspesialis penyakit dalam, residen, dan fellow yang mengaplikasikan keahlian klinisnya pada diagnosa, terapi, dan per-
awatan pasien dewasa. Kemajuan dalam bidang diagnostik, pengobatan dan akademis, membawa Negeri Paman Sam menjadi kiblat kedokteraan bagi pelbagai negara, termasuk Indonesia. Kendati begitu, ACP tidak hanya ‘milik’ Amerika. Keanggotaan ACP tersebar di lebih dari 125 negara. ACP memiliki perwakilan lokal berupa Chapter di beberapa negara. Saat ini, Chapter ACP berada di Brazil, Kanada, Chile, Jepang, Meksiko, Saudi Arabia, Kolombia, and Venezuela. Sebagai anggota dari International Society of Internal Medicine (ISIM), ACP bekerja sama dengan organisasi lain dan perkumpulan internis di seluruh dunia pada berbagai program. Pembentukan Chapter Asean digagas
Keanggotaan ACP tersebar di seluruh dunia, dan tak lama lagi akan dibuka cabang baru ACP di ASEAN. oleh internis dari beberapa negara Asean, termasuk Indonesia. Keberadaan Chapter Asean diharapkan akan mendukung perkembangan ilmu penyakit dalam di negaranegara Asean. “Pembentukan Chapter Asean memiliki arti penting karena dunia medis banyak berkiblat ke Amerika. Dengan ter-
Ketua Umum PB PAPDI sebagai Special Representative pada acara Convocation ACP di San Fransisco, 2013.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
23
KABAR PAPDI Diakui Dr. Sally, Malaysia umumnya masih menjadikan British sebagai panduan, namun Singapura, yang awalnya juga berkiblat ke British bebeberapa tahun terakhir mengubah ke Amerika. “Bahkan anggota ACP dan fellow dari Singapura ternyata yang terbanyak di antara negara ASEAN,” ujarnya. Dimulai dari pertemuan lima negara di Medan, akhirnya disepakati untuk mulai me-
bentuknya chapter ini, maka ada beberapa keuntungan yang kita dapatkan,” jelas Dr. Sally. Keuntungan yang diperoleh, menurut ahli kardiologi ini, diantaranya adalah ACP memiliki berbagai program training untuk para residen maupun internis dan pembentukan chapter akan membuka akses terhadap pelatihan-pelatihan tersebut. Dan, Indonesia dan negara-negara ASEAN lain dapat meminta para ahli di ACP untuk menjadi pembicara dalam berbagai konferensi ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan medis. “Terbentuknya chapter secara resmi akan menguntungkan kita. Apalagi, ACP punya berbagai kegiatan untuk negara berkembang, dan dengan adanya chapter, maka ACP akan memberi prioritas yang lebih besar,” ujar dokter yang menerima fellow dari ACP tahun ini. Menurut Dr. Sally kurikulum pendidikan penyakit dalam di Indonesia faktanya mengacu ke Amerika. Tak heran, bila internis Indonesia yang telah cukup banyak teregistrasi menjadi anggota ACP Chapter Internasional. “Tentu ini mempermudah terbentuknya Chapter Asean. Dalam kaitannya dengan pasar bebas, maka masyarakat luas dapat melihat bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh internis kita, adalah bukan tanpa guideline,” ujarnya. Ide untuk membentuk Chapter ASEAN ini hadir saat Kongres Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XV di Medan Desember 2012 lalu. Sebenarnya, Indonesia ingin membuat chapter
24
sendiri. Namun ternyata, ada persyaratan yang belum mampu dipenuhi seperti jumlah member dan fellow yang dimiliki Indonesia. Ketika bertemu dengan negara-negara Prof. Idrus Alwi dan Dr. Sally A. Nasution: The new fellows of ACP. ASEAN lain yaitu, Filipina, Singapura, Thailand, dan Malaysia, ternyata lakukan upaya-upaya guna berdirinya mereka memiliki keinginan yang sama Chapter tersebut. Penyusunan proposal namun juga terbentur oleh jumlah keang- dilakukan di antara lima negara ASEAN gotaan yang tidak mencukupi. Akhirnya, tersebut, kemudian diajukan ke ACP. “Kami negara-negara ASEAN berpikir, kenapa melakukan kontak melalui email,” ujar Dr. mereka tidak bergabung saja untuk mem- Sally menggambarkan bagaimana komubentuk Chapter ASEAN. nikasi dilakukan. Proposal yang diajukan
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Pengurus PB PAPDI dan para Internis lulusan Filipina pada Kongres I AFIM Manila, 2013.
KABAR PAPDI
Pengurus PB PAPDI dan Pengurus AFIM pada saat Kongres I AFIM Manila, 2013.
disetujui oleh ACP, dan kelima negara ASEAN diminta untuk datang ke San Fransisco untuk menghadiri acara ACP awal April lalu. “Pihak ACP pada intinya ingin mengetahui seberapa besar keinginan kami untuk membentuk Chapter ASEAN. Mereka, misalnya, antara lain menanyakan bagaimana pengaturan untuk menjadi Ketua di antara kami,” paparnya. Diakui Dr. Sally, secara internal para anggota ini belum memutuskan siapa yang akan menjadi ketua nantinya. Negara-negara ASEAN saat itu menjawab, ketua akan dipilih secara rotasi di antara lima negara tersebut. Untunglah, pihak ACP menilai kesungguhan lima negara ini, dan meminta agar ASEAN Chapter dipersiapkan dengan baik. Usai pertemuan San Fransisco, lima negara ASEAN berkejaran dengan waktu mempersiapkan ASEAN Chapter. Dalam
waktu yang berdekatan, yaitu 5-8 Mei 2013 di Filipina akan diadakan Kongres Asean Federation of Internal Medicine (AFIM) pertama bersamaan dengan Kongres Philippine College of Physicians (PCP). Pertemuan tersebut sekaligus akan digunakan untuk habis-habisan mempersiapkan Chapter. Namun karena dirasa akan banyak pembahasan, maka sebelumnya akan dilakukan pertemuan di Pattaya,Thailand pada acara Annual Meeting The Royal College of Physicians of Thailand, 24 April 2013. Di Pattaya, pertemuan sekaligus membicarakan mengenai keorganisasian AFIM, yang terkait erat dengan chapter. Pertemuan di Pattaya sangat alot yang menghabiskan waktu hampir lima jam membahas kata per kata berbagai tentang kepengurusan, konstitusi, law agreement, board of region, komisi-komisi, dan lain-lain. Pada per-
temuan itu Indonesia diwakili oleh Dr Sally. Pembicaraan pun berlanjut ke Manila. “Alhamdulillah, sudah terbentuk, tinggal ditandatangani oleh masing-masing negara,” ujarnya. Sayang, Malaysia tidak dapat hadir di Manila karena sedang berlangsung pemilihan umum di negara tersebut. Dalam pertemuan tersebut, juga berhasil disetujui logo AFIM yang merepresentasikan negaranegara anggota AFIM. Dr. Sally menjelaskan kepengurusan AFIM akan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Disepakati, bahwa Filipina akan menjadi Ketua AFIM pertama, karena Kongres AFIM pertama diadakan di Filipina. Jabatan Ketua dengan periode 2 tahun akan dirotasi. Selanjutnya Ketua AFIM akan dijabat oleh Singapura, dan selanjutnya Indonesia pada 2016 nanti. Indonesia dipilih menjadi Ketua berikutnya, karena pada 2016 akan berangsung World Congress of Internal Medicine (WCIM) di Bali. “Moderator pertemuan sangat ketat menetapkan pemilihan Ketua berdasarkan event-event tersebut,” ujar dokter Sally menggambarkan suasana sidang. Nantinya, formasi kepengurusan AFIM sekaligus ditetapkan sebagai kepengurusan ACP Chapter. Berarti, hanya tinggal beberapa langkah menuju ASEAN Chapter pada 1 Juli nanti. Dr. Sally mengatakan, ASEAN Chapter akan membawa manfaat besar bagi pendidikan dan pengembangan ilmu para ahli penyakit dalam Indonesia. “Manfaat untuk anggota memang tujuan kami mengupayakan hal ini,” tuturnya di akhir pembicaraan. (HI)
Foto bersama Pengurus PB PAPDI dan Peserta AFIM pada saat Kongres I AFIM Manila, 2013.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
25
KABAR PAPDI
Hari Kesehatan Dunia
PAPDI Kampanyekan
Waspadai Hipertensi PAPDI bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan mengedukasi masyarakat akan bahayanya hipertensi. Bulan April 2013 ditetapkan sebagai bulan kewaspadaan Terhadap Hipertensi.
H
ari Kesehatan Dunia yang jatuh setiap 7 April kerap dijadikan momentum peringatan akan bahaya gangguan kesehatan. Untuk, tahun ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tema Hari Kesehatan Dunia mengenai bahaya hipertensi. Seperti diketahui, hipertensi masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Saat ini penyakit tekanan darah tinggi ini menempati urutan pertama penyebab kematian. Di Indonesia sendiri, angka kejadian hipertensi berdasarkan Riskesdas Departemen Kesehatan Tahun 2007 mencapai 31%.
Data pasien hipertensi di RSCM yang mengunjungi poli rawat jalan maupun rawat inap periode tahun 2010-2012 sebanyak lebih dari 15.000 kunjungan penderita. Untuk itu, sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat, PAPDI menggalang kewaspadaan terhadap hipertensi. Pengurus Besar PAPDI menggelar serangkaian acara pada bulan April atau bulan hipertensi. Diantaranya gathering untuk awak media cetak maupun elektronik di Munik Restoran, pada 8 April lalu yang mengulas seputar hipertensi dengan narasumber Ketua Umum PB PAPDI Prof. DR. Dr. Idrus Alwi,
PB PAPDI menyelenggarakan Seminar Umum Waspada Hipertensi dalam rangka peringati Hari Kesehatan Sedunia 2013.
26
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
KABAR PAPDI
Dr. Tri Juli Edi Tarigan, Dr. Dono dan Dr. Aida sebagai pembicara pada Seminar Umum Waspada Hipertensi dalam rangka peringati Hari Kesehatan Sedunia 2013.
SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP dan Koordinator Bidang Humas, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD,K-KV, FINASIM dan moderator Dr. Eka Ginanjar, SpPD, FINASIM. Pada kesempatan tersebut, Prof. Idrus mengungkapkan rasa terimakasih kepada rekan-rekan media agar dapat menyampaikan informasi penting bahaya hipertensi dan bagaimana pencegahannya kepada khalayak luas. “Disini peran media baik cetak maupun elektronik cukup strategis untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya resiko penyakit hipertensi,” ujar Prof. Idrus sembari memberitahukan kepada rekanrekan media sebagai Ketua Umum PB PAPDI terpilih sejak Desember 2012 silam menggantikan DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Prof. Idrus menambahkan pada bulan Hipertensi ini, PAPDI bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan menggelar seminar tentang hipertensi untuk masyarakat. Seminar awan telah diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta yang dihadiri ratusan masyarakat dari berbagai kalangan. Hadir sebagai pembicara Dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, FINASIM, Dr. Aida Lydia, PhD, SpPD, K-GH FINASIM dan Dr. Dono Antono, SpPD,K-KV FINASIM serta moderator Dr. Dharmeizar, SpPD, K-GH. Dan menetapkan bulan April 2013 merupakan bulan “Kewaspadaan Terhadap hipertensi”.
Di samping itu, PB PAPDI juga menghimbau kepada 36 cabang PAPDI dari di seluruh Indonesia untuk berperan aktif memperingati Hari Kesehatan Sedunia tahun ini. Dan PAPDI juga menyelenggarakan Jurnalis Award tentang hipertensi bagi awak media. Sementara Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM banyak memaparkan bahaya, pengobatan dan pencegah an penyakit hipertensi. Menurutnya Hipertensi ditengarai sebagai pemicu terhadap terjadinya semua penyakit kardivaskular mayor, seperti PJK, stroke, penyakit arteri
perifer, dan gagal jantung dengan risiko yang meningkat antara 2-3 kali lipat dibanding populasi tanpa hipertensi. Bahayanya, tambah Dr. Ika, hipertensi merupakan silent killer karena penderita tidak akan menemukan gejala apa-apa pada tubuhnya. Dan hipertensi menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya gangguan pada jantung dan pembuluh darah, dan secara khusus menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) dan gagal jantung pada usia dewasa muda maupun usia lanjut. Seperti diketahui faktor genetik berperan sangat besar dalam terjadinya hipertensi yaitu 40-50%, sedangkan faktor lingkungan berperan sebesar 10-30%. Oleh karena itu, lanjut Dr. Ika, yang paling penting adalah mencegah hipertensi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjalankan pola hidup yang sehat, seperti berhenti merokok, makan banyak sayuran dan buah-buahan, menghindari makanan cepat saji karena banyak mengandung natrium. Berolahraga secara teratur dan dilakukan secara kontinu setiap hari selama 30-60 menit. Ia mengajak semua orang, khususnya mereka memiliki keluarga yang penderita hipertensi harus melakukan kontrol secara berkala. Dengan Demikian, PAPDI berharap masyarakat cukup memahami resiko hipertensi dan bersama-sama mewaspadai hipertensi dan kendalikan tekanan darah sehingga upaya global menekan prevalensi hipertensi menjadi kenyataan. (HI)
Dr. Ika Prasetya sebagai narasumber pada konferensi pers HKS 2013.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
27
KABAR PAPDI
PAPDI Cabang Serentak Peringati Hari Kesehatan Sedunia 2013
PAPDI Cabang Cirebon menyelenggarakan seminar hipertensi dalam rangka HKS 2013.
PAPDI Cabang Purwokerto seminar hipertensi dalam rangka HKS 2013.
PAPDI Cabang NTB seminar hipertensi dalam rangka HKS 2013.
PAPDI Cabang Sumatera Barat seminar hipertensi dalam rangka HKS 2013.
S
emarak Hari Kesehatan Sedunia tidak hanya dirasakan warga Jakarta. Gaungnya pun terasa hingga di daerah-daerah. Beragam bentuk kegiatan digelar untuk memperingati bahaya risiko hipertensi, mulai dari seminar, bersepeda santai, olah raga massal hingga lomba menulis bertema “Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan darah”. Berbagai pihak, termasuk PAPDI turut peduli terhadap risiko penyakit ini.“Kami mengimbau kepada 36 cabang PAPDI untuk berpartisipasi aktif mengkampayekan waspadai hipertensi,” kata Ketua Umum PB PAPDI Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Beberapa cabang menyambut himbauan
28
ini. Di antaranya PAPDI cabang Cirebon bekerjasama dengan Dinkes Kota Cirebon menggelar seminar kesehatan dengan tema ”Kendalikan Tekanan Darah: Cegah Komplikasi dan Raih Hidup Berkualitas”. Seminar itu diadakan di Hotel Zamrud Cirebon, 27 April lalu dengan pembicara dr. Sutiadi Kusuma, SpPD, Dr. Irwan haris, SpPD, dan Dr. Wizhar Syamsuri, SpPD, FINASIM serta selaku Moderator Dr. Dedi Nuralamsyah, SpPD., FINASIM. Sementara di Nusa Tenggara Barat, PAPDI cabang NTB juga menyelenggarakan hal serupa. Seminar dengan tema “Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan Darah” berlangsung di Mataram Lombok dengan menghadirkan pembicara Dr. I Gede Palguna,
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
SpPD, FINASIM dan Dr. IGN. Ommy Agustriadi, SpPD. Seminar berlangsung meriah dengan dihadiri masyarakat sekitar dan beberapa awak media setempat. PAPDI cabang Purwokerto menggelar seminar hipertensi di Aula RSUD Margono Sukarjo Purwokerto. Tampil sebagai pembicara Dr. Haidar Alatas, SpPD, K-GH, Dr. Aditiawarman, SpPD, dan Dr. Ma’mun, SpPD dengan dihadiri 16 perserta dari masyarakat setempat. Di Cabang lain, PAPDI cabang Sumatera Barat tak kalah semaraknya memperingati Hari Kesehatan Sedunia 2013. Berbagai acara seperti siaran radio mengenai hipertensi, kampanye anti rokok hingga seminar hipertensi, digelar sepanjang bulan April 2013 atau bulan hipertensi. (HI)
KABAR PAPDI
PIN XI PB PAPDI 2013:
Bernas Ilmiah
di Bumi Lancang Kuning Selamat bernas ilmiah, kudapan kuliner, tidur nyenyak di Kota Bertuah, Pekanbaru, Riau.
S
ekali layar terkembang pantang mundur ke belakang. Ungkapan ini tampaknya tepat ditujukan PB PAPDI dan PAPDI cabang Riau. Di tengah kepulan asap tebal yang menyelimuti langit Pekan Baru beberapa waktu lalu, PAPDI cabang Riau tetap menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) XI PB PAPDI, di Hotel Pangeran, Pekan Baru,
Riau, 28-30 Juni 2013 lalu. Derasnya pemberitaan mengenai asap ini, seperti terganggunya aktivitas di bandara hingga menimbulkan komplain dari pemerintah negara-negara tetangga, tidak menyurutkan langkah para dokter dari seluruh Indonesia untuk hadir pada pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) ini. Ketua Pelaksana PIN XI PB PAPDI, DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP, mengatakan informasi adanya asap yang menyelimuti Pekan Baru tidak menghalangi niat para dokter untuk tetap hadir di Pekan Baru, Riau. Peserta PIN XI, lebih dari 700 dokter, tumpah ruah di Hotel Pangeran. Begitu pula dengan stand pameran yang tersedia telah penuh oleh
mitra farmasi dan alat-alat kesehatan. “Syukur Alhamdulillah, meski Kota Pekan Baru di selimuti asap, acara PIN PB PAPDI XI berjalan dengan baik. Dokter-dokter penyakit dalam dari seluruh Indonesia, hari ini telah membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa asap tidak menyurutkan niat para dokter untuk tetap beraktifitas melakukan kegiatan di kota Pekanbaru yang selalu diberitakan paling menderita akan bencana asap nasional ini,” ungkap Dr. Ari, begitu Dr. Ari Fahrial Syam biasa disapa. Bencana bak misteri, tak pernah tahu kapan datangnya. Bencana asap yang menggelayuti langit Pekan Baru sempat bikin ciut tuan rumah PIN XI, PAPDI cabang Riau. Panitia yang terdiri dari internis, dokter umum, dan perawat berupaya maksimal untuk ke-
Peresmian PIN XI PB PAPDI 2013 oleh Wali Kota Pekan Baru H. Firdaus MT.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
29
KABAR PAPDI
DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP
lancaran acara ini. Ketua PAPDI cabang Riau, Dr. Rayendera, SpPD, FINASIM mengatakan pemantau intensitas asap terus dilakukan dan dikoordinasikan dengan PB PAPDI. Sementara Pemda Pekan Baru, melakukan pemadaman titik-titik api dan membentuk hujan buatan untuk menurunkan intensitas asap. “Menjelang PIN asap mulai menipis, tidak lagi menghalangi jarak pandang sehingga bandara sudah dapat berjalan normal,” ujarnya. PIN XI pun berjalan sesuai dengan rencana. Pada kesempatan itu, Wali Kota Pekan Baru H. Firdaus MT hadir dan meresmikan PIN XI PB PAPDI 2013. Memang, Pertemuan Ilmiah Nasional PAPDI punya daya tarik sendiri. Saban tahun pesertanya selalu meningkat. Bahkan beberapa dokter baik internis maupun dokter umum menjadikan PIN PAPDI agenda wajib untuk mengupdate pengetahuan yang mesti dihadiri tiap tahunnya. Kenapa? Dr. Ari mengatakan PIN menjadi ajang untuk para dokter meningkatkan kemampuan klinis dalam penanganan kasuskasus penyakit dalam. Berbagai teknik pemanfaatan tehnologi dan penanganan mutakhir kasus-kasus penyakit dalam di ajarkan pada PIN ini, khususnya dalam bentuk kegiatan workshop. Selain workshop para peserta juga disuguhi materi aktual dan update seputar penyakit dalam dalam bentuk kuliah umum serta simposium. Hal ini diharapkan agar internis dapat menatalaksana pasien secara holistik dan mampu menangani kasus-kasus yang kerap terjadi di wilayah masing-masing. Dr. Ari menegaskan ketika seseorang telah memutuskan untuk berprofesi sebagai
30
dokter maka mereka dituntut untuk tetap belajar seumur hidup. Dokter Indonesia juga selalu diminta untuk melakukan registrasi ulang setiap lima tahun untuk tetap bisa berpraktek melakukan pelayanan kedokteran ditengah-tengah masyarakat. Untuk dapat registrasi ulang, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mensyaratkan adanya partisipasi dokter dalam meng-update pengetahuannya. Satu Januari 2014 nanti Indonesia memulai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan. Pada era ini, pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang dengan pembiayaanya berbasis asuransi. Menurut Dr. Ari, dasar dari sistem rujukan ini adalah bukti-bukti klinis atau evidence based dalam melaksanakan praktek dokter. Kualitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dokter dalam menegakkan diagnosis dan terapi. “Dokter harus selalu mengupdate pengetahuannya,” tegas Dr. Ari. Alasan lain, lanjut Dr. Ari, adalah diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) di bidang kesehatan pada 2015 nanti. Saat itu, rumah sakit asing dan dokter asing akan leluasa untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk 240 juta orang dengan pertumbuhan perekonomain yang baik akan mejadi pasar yang menggiurkan bagi investor asing di bidang kesehatan. Oleh karena itu di era AFTA nanti pilihan untuk masyarakat berobat hanya melihat apakah dokter berkompeten atau tidak menangani permasalahan kesehatan mereka. Dr. Ari merisaukan jika dokter Indonesia tidak mengupdate pengetahuan, maka dokter Indone-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Wali Kota Pekan Baru H. Firdaus MT.
sia tidak akan menjadi tuan rumah buat masyarakatnya sendiri.
Seleksi Gelar FINASIM Bagi sebagian internis, PIN XI merupakan agenda yang tak boleh terlewatkan. Pada saat itu diumumkan para penerima gelar Fellow FINASIM oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. Pada 2013 ini ada 182 internis dari seluruh cabang PAPDI yang mendaftar FINASIM. Namun hanya 176 internis yang dinyatakan lulus hasil uji verifikasi dan berhak mendapat gelar FINASIM. Menurut Dr. Sally internis yang lulus seleksi pada 2013 akan mendapat sertifikat FINASIM dan sudah boleh menambahkan gelar tersebut dibelakang namanya. Sedangkan Konvokasi akan dilaksanakan pada Kongres Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XVI di bandung pada tahun 2015 nanti. Di samping up date pengetahuan, peserta PIN berkesempatan menikmati wisata alam, sejarah dan kuliner di Kota Bertuah Pekanbaru. Beberapa tujuan, seperti wisata air sungai Siak , istana siak menjadi pilihan wisata. Sedangkan bagi penggemar wisata kuliner, makanan khas Riau gulai asam pedas patin Riau menjadi tujuan wisata kuliner favorit. Sementara untuk membeli cinderamata khas Riau, Pasar Bawah yang menjual berbagai souvenir dengan harga cukup miring menjadi sararan para peserta PIN. (HI)
KABAR PAPDI
PAPDI Forum:
Raih Kesempurnaan Puasa Dengan Sehat Fisik dan Rohani
Dr. Wismandari, SpPD, FINASIM.
Dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM.
DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP
uasa di bulan Ramadhan itu menyehatkan. Ibadah puasa selama satu bulan penuh hendaknya memperhatikan kondisi kesehatan. Berbagai penyakit yang termasuk lingkup Ilmu penyakit dalam, seperti hipertensi, diabetes dan lain-lain mesti dikontrol agar ibadahnya dapat berjalan dengan baik tanpa kendadla kesehatan. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAP-
SIC, FACP ketika membuka PAPDI Forum simposium awam dengan tema “Meraih Kesempurnaan Ibadah Puasa Dengan Sehat Fisik dan Rohani”, yang diselenggarakan pada 11 Juni 2013 di Aula FKUI, Jakarta. Pada kegiatan ilmiah ini di bahas beberapa gangguan kesehatan yang kerap dijumpai masyarakat, diantaranya penyakit maag, diabetes dan gangguan kesehatan pada lansia. Hadir sebagai pembicara para dokter yang pakar dibidangnya. Ia adalah
Untuk DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, FINASIM, MMB, FACP yang menyampaikan materi tentang puasa dan sakit maag, Dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM yang menyampaikan tema puasa bagi pasien geriatrik dan Dr. Wismandari, SpPD, FINASIM yang membahas puasa bagi pasien/penyadang Diabetes Millitus (DM). Dan acara dimoderatori oleh Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD, FINASIM. PAPDI Forum Puasa ini merupakan acara rutin tahun yang diselenggarakan oleh bidang Humas, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat PB PAPDI. Pesertanya adalah masyarakat umum, mahasiswa, anggota klub jantung terpadu dan perwakilan dari puskesmas di Jakarta. Selain itu acara ini juga dihadiri rekan-rekan media baik cetak maupun elektronik yang membantu menyebarkan informasi kesehatan keseluruh masyarakat. PB PAPDI berharap semoga melalui acara ini dapat memberikan edukasi pendidikan dan pemahaman bagaimana menyikapi pelaksanaan puasa di bulan suci ramadhan dengan baik dan benar tanpa terbentur kendala kesehatan. (HI)
P
Simposium awam PAPDI Forum: Meraih Kesempurnaan Ibadah Puasa dengan Sehat Fisik dan Rohani.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
31
KABAR PAPDI
PAPDI Forum:
Kiat Sehat Fisik Saat Haji Dr. Rima Irwinda, Sp.OG.
Dr. Anna Uyainah ZN, SpPD, K-P, MARS.
Dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, FINASIM.
angkaian ibadah haji menuntut kesiapan dan ketahanan fisik jamaah. Oleh karena itu, jauh sebelum berangkat ke tanah suci jemaah hendaknya memperhatikan kondisi kesehatannya. Jemaah perlu mengontrol keluhan kesehatan yang diderita, asupan nutrisi, dan terbuka dengan petugas kesehatan tentang riwayat penyakit yang dialaminya. Hal tersebut disampaikan Dr. Anna Uyainah ZN,
sambutannya, Ketua Umum PB PAPDI, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP berharap melalui acara ini dapat memberikan pendidikan keilmuan tentang pentingnya bagi jemaah haji, KBIH dan puskesmas dalam mengedukasi kesehatan jasmani calon jemaah haji Indonesia. Dan kegiatan ini merupakan program PAPDI untuk membangun eksistensi PAPDI di masyarakat.
atori oleh Koordinator PAPDI Forum Dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, FINASIM. Simposium setengah hari ini dihadiri masyarakat umum dan petugas kesehatan haji. Mereka sebagian besar dari perwakilan puskesmas di Jakarta, KBIH Haji, Klub Jantung Terpadu (KJK), AKHI (Asosiasi Kesehatan Haji Indonesia), Mahasiswa, dan jemaah haji reguler dan ONH Plus pada tahun 2013. Acara ini juga didukung oelh rekan-
R
Para Pembicara PAPDI Forum simposium awam yang bertema “Kiat Menjaga Kesehatan Jasmani dalam Menjalan Ibadah Haji”.
SpPD, K-P, MARS, salah satu pembicara dalam PAPDI Forum simposium awam yang bertema “Kiat Menjaga Kesehatan Jasmani dalam Menjalan Ibadah Haji”, yang diselenggarakan pada 18 September 2013, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta Dr. Anna Uyainah merupakan salah satu pembicara dalam PAPDI Forum haji yang rutin setiap tahun dilakukan Bidang Humas, Publikasi dan Media PB PAPDI. Dalam
32
Para Peserta PAPDI Forum simposium awam yang bertema “Kiat Menjaga Kesehatan Jasmani dalam Menjalan Ibadah Haji”.
Dalam kesempatan ini, Dr. Anna Uyainah mengangkat tema “Faktor resiko bagi jemaah haji dengan penyakit paru obstruksi kronik”. Selain itu, hadir sebagai pembicara adalah Dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, KGer, FINASIM dengan presentasinya yang bertema “Persiapan kesehatan fisik bagi jemaah haji uzur/lansia”. dan pembicara terakhir, Dr. Rima Irwinda, Sp.OG dengan tema presentasinya “Kiat cerdas dalam penggunaan obat penunda haid”. Acara dimoder-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
rekan media baik cetak maupun elektronik untuk menyebarkan informasi ini keseluruh masyarakat. PAPDI berharap acara ini dapat memberikan pemahaman dan informasi yang tepat baik kepada para jemaah haji yang akan menunaikan ibadah haji maupun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji ini. Semoga jamaah haji Indonesia menjadi haji yang Mabrur... amiin. (HI)
KABAR PAPDI
Tim Adhoc White Paper PB PAPDI:
White Paper Untuk Melindungi Dokter dan Pasien akernas PB PAPDI dan seluruh Cabang PAPDI di Hotel Harris, Jakarta awal April 2013 lalu mensosialisasikan tim adhoc white paper ilmu penyakit dalam. Ketua tim adhoc, Dr. Bambang Setiyohadi, SpPD, K-R, FINASIM pada kesempatan itu memaparkan perkembangan white paper yang dibuat oleh timnya dihadapan pengurus PB PAPDI, para ketua dari seluruh PAPDI Cabang dan delegasi dari departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran di Indonesia. “Pada Rakernas PB PAPDI yang lalu, telah dipresentasikan white paper ilmu penyakit dalam. Tapi, belakangan diketahui apa yang telah dibuat tim ini lebih kepada clinical privilege (kewenangan klinis),” kata Dr. Bambang ketika diwawancarai di ruang kerjanya Divisi Reumatologi FKUI-RSCM. “Ada salah pengertian tentang white paper,” ungkapnya. Untuk sementara, lanjut Dr. Bambang, clinical privilege yang telah dibuat akan didistribusikan ke seluruh cabang PAPDI agar komite medik rumah sakit mengetahui kompetensi spesialis penyakit dalam. “White paper ini cukup urgen, internis di daerah sudah ada yang memintanya. Sementara diberikan clinical privilege, sambil merevisi white paper yang sebenarnya,”katanya. Maklum, white paper adalah kebijakan baru yang digulirkan Kementerian Kesehatan pada tahun 2011. Belum banyak yang memahami kebijakan yang dipayungi Undang-Undang ini. PB PAPDI membentuk tim adhoc white paper pada kepengurusan baru, pasca KOPAPDI XV di Medan Desember 2012 lalu. Dr. Bambang menambahkan tim ini bertugas menyusun white paper ilmu penyakit dalam yang nantinya akan menjadi panduan bagi para internis ketika membuat white paper di rumah sakit tempat mereka praktek. White paper dibuat tidak untuk melarang seorang dokter melakukan tindakan
R
White paper dibuat tidak untuk melarang seorang dokter melakukan tindakan medis tertentu, melainkan siapa saja dokter yang boleh melakukan tindakan medis tersebut
Prof. DR. Dr. Herkutanto, SpF (ketiga dari kiri) bersama tim adhoc white paper IPD dan pengurus PB PAPDI pada saat penyusunan white paper di JS Luwansa, Oktober 2013.
medis tertentu, melainkan siapa saja dokter yang boleh melakukan tindakan medis tersebut. Karena White paper, lanjutnya, berisi ketentuan-ketentuan bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan klinis di rumah sakit. Isinya bukan saja kewenangan klinis, melainkan syarat-syarat yang mesti dipenuhi seorang dokter untuk mendapatkan penugasan klinis dari komite medik rumah sakit. Syarat tersebut diantaranya memiliki sertifikat kompetensi, sudah melakukan sekian kali tindakan tersebut, tergabung dalam organisasi spesialistik tertentu dan lain-lain. Untuk itu, PB PAPDI, tambah Dr. Bambang, mengundang Prof. DR. Dr. Herkutanto, SpF untuk membantu merevisi white pa-
per yang telah dibuat oleh tim adhoc. Tim adhoc akan membuat white paper seluruh kompetensi yang dimiliki spesialis penyakit dalam. Namun dalam waktu dekat, tim adhoc lebih memprioritaskan white paper untuk tindakan-tindakan klinis di luar kompetensi inti ilmu penyakit dalam dan yang tumpang tindih dengan perhimpunan lain. “Tim ini akan membuat white paper seluruh kompetensi ilmu penyakit dalam. White paper akan menjadi panduan komite medik untuk menentukan siapa yang boleh melakukan tindakan medis tertentu di rumah sakit tersebut. Di rumah sakit, komite medik melalui mitra bestari (peer group) melakukan kredensial terhadap seorang dokter
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
33
KABAR PAPDI dengen mengacu white paper. “Bila PAPDI tidak membuat white paper, boleh jadi internis tidak akan mendapat rekomendasi dari komite medik,” katanya.
Kredensial Dulu, Baru Clinical Privilege Tak ayal, saat ini white paper menjadi perhatian serius setiap perhimpunan profesi kedokteran, termasuk PAPDI. Menurut Prof. DR. Dr. Herkutanto, SpF organisasi profesi kedokteran saat ini sedang membuat white paper masing-masing yang akan dijadikan panduan bagi anggotanya dalam membuat white paper terhadap suatu tindakan medis di rumah sakit tempat mereka bekerja. “Bila perhimpunan profesi tidak membuat white paper, maka anggotanya tidak mendapat diperkenankan melakukan tindakan medis tertentu atau kompetensi
Ketua tim adhoc white paper ilmu penyakit dalam, Dr. Bambang Setiyohadi, SpPD, K-R, FINASIM pada Rakernas PB PAPDI dan semua cabang.
medis dan risikonya merupakan tanggung jawab rumah sakit itu sendiri. Oleh karena itu, pihak rumah sakit sudah semestinya mengelola seluruh pelayanan medis yang dilakukan stafnya sedemikian rupa agar aman bagi pasien. Dalam pengelolaanya, pihak rumah sakit berhak melarang stafnya melakukan pelayanan medis tertentu, kecuali dokter yang menerima surat penugasan medis atau yang telah memiliki clinical privilege. Pemberian clinical privilege terhadap staf medis dilakukan oleh komite medik yang dibantu mitra bestarinya (peer group) dari profesi yang sama atau spesialis lain yang memiliki pengetahuan terhadap tindakan medis tersebut. Kewenangan klinis ini harus mengacu pada ketetapan yang dikeluarkan kolegium masing-masing. “Clinical privilege diperoleh setelah dokter tersebut melewati tahap kredensial oleh mitra bestari,” jelasnya.
White Paper Beri Perlindungan Kepada Dokter dan Pasien
Rapat penyusunan white paper IPD oleh tim adhoc bersama Prof. DR. Dr. Herkutanto, SpF sebagai konsultan white paper di JS Luwansa, Oktober 2013.
anggotanya di rumah sakit akan dikredensial berdasarkan white paper perhimpunan lain yang melakukan tindakan klinis yang sama,” ujar Guru Besar FKUI ini. White paper digunakan sebagai standar tindakan medis oleh pihak rumah sakit pada saat kredensial seorang dokter. Komite medik suatu rumah sakit akan menentukan mitra bestari untuk melakukan kredensial terhadap seorang dokter apakah layak melakukan suatu tindakan medis tertentu pada rumah sakit tempat ia bekerja. Dokter yang lulus dari penapisan ini akan memperoleh kewenangan klinik (clinical privilege) atas tindakan medis tertentu dari direktur rumah sakit. “Seorang dokter dikredensial oleh
34
mitra bestari berdasarkan white paper. Dokter-dokter yang mendapat clinical privilege merupakan dokter yang kredibel dan kompeten. Dengan ini mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di setiap rumah sakit lebih terjamin” kata ahli forensik FKUI/RSCM ini. Prof. Herkutanto menegaskan white paper di rumah sakit muaranya adalah patient safety. Hal tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Perumahsakitan. Sementara pelaksanaannya diatur dalam Permenkes Nomor 755 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit. Pada dasarnya, menurut UU di atas, semua pelayanan
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Keamanan pasien menjadi prioritas rumah sakit. Pihak rumah sakit berupaya memberikan pelayanan kesehatan yang professional kepada pasiennya. Pelayanan yang baik hanya dapat diberikan dari staf medis yang memiliki kompetensi dan kredibiltas yang tinggi. Untuk menjaga kompetensi stafnya, pihak rumah sakit menunjuk mitra bestari membuat white paper. “White paper sebagai bukti kemahiran dan sekaligus melindungi dokter,” ujar Dr. Bambang White paper menjadi salah satu tolak ukur akreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Untuk membuat white paper yang baik maka pihak rumah sakit menunjuk peer group yang kompeten. Prof. Herkutanto menambahkan rumah sakit yang tidak layak melakukan tindakan medis tertentu, jangan membuat white paper yang substandar. Pasalnya, tambah Prof. Herkutanto, bila pada waktu tertentu, ada pasien dirugikan akibat tindakan medis tersebut, maka pihak rumah sakit dan pembuat white paper dapat dipersalahkan secara hukum karena melakukan tindakan di bawah standar. “Itu melanggar Undang-Undang Praktik kedokteran,” tegasnya. (HI)
INFO IDI
Kerjasama IDI dan KPK:
Tidak Terkait Gratifikasi Dokter dan Farmasi
B
aru-baru ini Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengklarifikasi kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan IDI. Hal tersebut dilakukan karena merebaknya informasi ‘menyesatkan’ terkait kerjasama ini. Sekretaris Jenderal PB IDI Dr. Daeng M Faqih, MH mengatakan kerjasama IDI dan KPK yang dilakukan pada Juni 2012 lalu adalah kesepakatan dalam hal penilaian medis, keterangan medis dan second opinion terhadap saksi/tersangka/terdakwa yang perkaranya sedang ditangani KPK. Kerjasama ini tidak terkait hubungan dokter dengan perusahaan farmasi. “Berkaitan dengan adanya pemberitaan yang beredar melalui sms, BBM, dan email yang memberitakan terdapat kesepakatan kerjasama antara KPK dan IDI mengenai larangan dokter menerima secara langsung atau melalui transfer berupa uang atau keikutsertaan dalam seminar yang disponsori oleh perusahaan farmasi (gratifikasi), maka kami sampaikan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar,” kata Dr. Daeng M Faqih dalam pernyataannya yang ditujukan keseluruh perhimpunan profesi yang berada di bawah IDI. Dalam upaya pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, tak terkecuali Ikatan Dokter Indonesia. Para saksi atau terdakwa atau tersangka ketika ingin disidangkan kerap mangkir dengan alasan kesehatan. Tak tanggung-tanggung ia mengklaim sendiri penyakitnya. Bahkan ada diantaranya memegang surat keterangan sakit dari dokter atau rumah sakit tertentu. Hal ini akan menghambat kerja Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menangani suatu perkara korupsi. Memang dalam hukum acara di negeri ini ada dispensasi bagi tersangka/terdakwa/saksi yang kesehatannya terganggu. Setiap orang yang duduk di kursi pesakitan dipastikan kondisinya dalam keadaan sehat. Namun bila tersangka atau terdakwa dalam kondisi sakit, maka ia mesti memiliki surat keterangan sakit dari institusi kesehatan tertentu, sehingga dimungkinkan persidangannya ditunda. Untuk menghindari adanya praktek kongkalingkong antara dokter dengan saksi atau tersangka atau terdakwa, KPK bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia.
36
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Kerjasama ini dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dalam bidang penindakan tindak pidana korupsi khususnya terhadap saksi/tersangka/terdakwa yang memerlukan penilaian medis, keterangan medis dan second opinion. Pada Juni 2012 lalu telah disepakati kerjasama antara KPK dan IDI, yaitu tentang “Kerjasama Dalam Penilaian Medis dan Second Opinion Terhadap Saksi atau Tersangka atau Terdakwa yang Perkaranya Ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi”. Kesepakatan itu dilakukan di gedung KPK yang ditandatangani oleh Ketua Umum PB IDI, saat itu Dr. Prijo Sidipratomo SpRad dan Ketua KPK Abraham Samad. Menurut Abraham Samad, kerjasama ini dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dalam bidang penindakan tindak pidana korupsi khususnya terhadap saksi/tersangka/terdakwa yang memerlukan penilaian medis, keterangan medis dan second opinion. Dalam perjanjian itu, dokter atau dokter spesialis yang ditunjuk IDI atas pemintaan KPK dapat melakukan pemeriksaan medis, mengkaji dan member keterangan tertulis mengenai kelayakan medis saksi/tersangka/terdakwa guna kepentingan proses penyidikan atau persidangan. Selain itu, dokter atau dokter spesialis yang ditunjuk IDI dapat memberi second opinion secara tertulis terhadap penilaian medis saksi/tersangka/terdakwa berdasarkan data atau hasil pemeriksaan kesehatan dokter sebelumnya. Dengan demikian, melalui pernyataan ini, IDI berharap pemberitaan yang menyesatkan terkait kerjasama IDI dan KPK dapat diluruskan. (HI)
INFO KEMENKES
Kemenkes RI :
Laporan Situasi Terkini Perkembangan Malaria di lndonesia Periode Januari-Juni 2013
K
ami sampaikan rangkuman informasi dari Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, perihal ”Laporan Situasi Terkini Perkembangan Malaria di lndonesia Periode Januari-Juni 2013” dengan beberapa informasi sebagai berikut : 1. Penemuan Dini dan Pengobatan Tepat Penderita Malaria a. Persentase kasus yang dikonfirmasi laboratorium pada triwulan 1 (Januari - Maret) sebesar 92% dan triwulan 2 (April - Juni) sebesar 95% (pencapaian di atas target sebesar 90%). Capaian ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu sebesar 93 %. b. Jumlah kasus positif malaria yang ditemukan secara aktif melalui MBS (Mass Blood Survey) pada triwulan 1 sebanyak 311 kasus dan triwulan 2 sebanyak 1966 kasus c. Jumlah ibu hamil yang di-skrining pada triwulan 1 sebanyak 100.053 dan 741 positif, pada triwulan 2 dari 27.260 ibu hamil ditemukan sebanyak 25 kasus positif d. Jumlah kasus positif malaria yang ditemukan melalui kegiatan rutin puskesmas pada triwulan 1 sebanyak 53.095 kasus dan triwulan 2 sebanyak 107.072 kasus e. Persentase penderita positif yang diobati ACT pada triwulan 1 sebesar 85 % dan pada triwulan 2 menjadi 86% (pencapaian diatas target 80%). Angka ini meningkat dibandingkan capaian tahun 2012 yaitu sebesar 82% 2. Pencegahan Penderita a. Distribusi kelambu berinsektisida (Long Lasting Insecticidal
Net/LLIN) sampai triwulan 2 mampu melindungi 64% penduduk di daerah endemis tinggi. b. Kegiatan penyemprotan dinding rumah melalui Indoor Residual Spray (IRS). 3. Ketersediaan Logistik a. Stok obat malaria (ACT) di gudang pusat, provinsi dan kabupaten/kota pada juni 2013 sebanyak 160.009 cure. b. RDT (Rapid diagnostic Test) : Stok RDT sampai triwulan 2 tahun 2013 adalah sebesar 212.542 test. c. LLIN (Long Lasting lnsectiside Net) : Sampai triwulan 2 tahun 2013 jumlah kelambu yang masih efektif digunakan sekitar 3,6 juta buah yang sebagian besar ada di Kalimantan dan Sulawesi. 4. Pencatatan dan Pelaporan a. Kelengkapan pelaporan kabupaten/kota hingga triwulan 2 sebesar 79% b. Dibandingkan dengan kelengkapan pelaporan kabupaten/kota hingga triwulan 2 pada tahun 2012 sebesar 69%, terjadi peningkatan sebesar 10%. Dari laporan kinerja per provinsi beberapa daerah masih perlu untuk ditingkatkan. Untuk kawasan lndonesia Timur (Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT) yang endemisitasnya tinggi akan dilakukan kegiatan akselerasi berupa penemuan dan pengobatan kasus secara aktif, kampanye pada kelambu massal dan penyemprotan dinding rumah (IRS) secara selektif di desa endemis tinggi.
IPMG Bersama ini kami sampaikan informasi dari IPMG (International Pharmaceutical Manufacturers Group) perihal: pemberitahuan atas larangan pembayaran untuk dan atas nama institusi melalui rekening bank pribadi. Tertanggal 1 Januari 2014, para anggota IPMG group tidak dapat lagi melakukan pembayaran apapun ke rekening bank pribadi yang bertindak untuk dan atas nama institusi/organisasi profesi. Untuk lebih lengkapnya, sejawat dapat mengunduh surat edaran IPMG tersebut pada website : www. pbpapdi.org. Atas perhatiannya kami haturkan terima kasih.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
37
PROFIL
Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
Demi PANJI GERIATRI “....Saya selalu bersyukur memiliki keluarga yang baik, yang mendukung habishabisan. Saya bisa ‘gila’ begini karena ada dia (suami) yang men-support saya secara finansial dan mental,.......”
B
erjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau. Agaknya pepatah inilah yang pas disematkan kepadanya jika melihat segala hasil kerjanya. Lewat perjalanan panjang, berkat ketekunan dan kepandaiannya, akhirnya pada awal September 2013 lalu dia berhasil meraih posisi sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan berhak menyandang gelar Profesor. Gelar terakhir ini melengkapi capaian akademis yang telah menghiasi namanya. Dia adalah Prof. DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid. Prof. Setiati, begitulah dia akrab disapa, bukan cuma bersinar di bidang akademis, melainkan juga di dunia keorganisasian. Prof. Setiati tercatat pernah menjabat penanggung-jawab klinik layanan terpadu usia lanjut RSCM. Menyusul beberapa posisi lain, seperti Sekretaris Kolegium Ilmu Penyakit Dalam Indonesia; Koordinator Penelitian dan Administrasi Keuangan Geriatri FKUI; Ketua Pusat
38
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
PROFIL penerbitan Penyakit Dalam; Ketua Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam FKUI; Sekretaris Fakultas FKUI, dan aneka jabatan lainnya yang terlalu panjang untuk disebutkan satu per satu. Segala hasil yang telah ia petik kini, merupakan buah kerja kerasnya selama ini. Meski tetap menekuni bidang akademis sebagai staf pengajar ilmu penyakit dalam di FKUI, Prof. Setiati juga terus menggeluti beberapa organisasi yang diamanatkan kepadanya. Pada akhir Desember lalu, para koleganya menunjuk Prof. Setiati menjadi orang nomor satu di Kolegium Ilmu Penyakit Dalam periode 2012 -2015. ”Ini merupakan amanah walau sebenarnya pekerjaan ini merupakan beban pekerjaan yang berat, yang bahkan barangkali tidak diminati banyak orang,” ujar Setiati kepada Halo Internis. ”Tapi, demi kualitas pendidikan spesialis dan subspesialis penyakit dalam, harus ada yang bersedia untuk mengawal pendidikan” Tugas kolegium, lanjut Wakil Rektor UI ini, memang tidak mainmain. Kolegium memiliki peran dalam mengawal dan menjaga mutu lulusan dokter spesialis dan sub spesialis penyakit dalam. Kolegium secara teknis harus membuat standar kompetensi, memantau, dan memonitor pelaksanaannya, serta mengevaluasi hasil yang dicapai. Tentunya, Prof. Setiati menyadari, kolegium tidak bisa bekerja sendiri, melainkan bekerja sama dengan program studi. Karena program studi-lah yang mendidik peserta pendidikan. Kolegium menyusun kurikulum dan memastikan dijalankan dengan baik oleh program studi. “Jadi perlu ada sinergi antara kolegium dan program studi,” jelas nya.
Sejauh ini, berdasarkan hasil akreditasi, lanjut Prof. Setiati, beberapa program studi spesialis penyakit dalam masih menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Untuk itu, harus dilakukan berbagai pembenahan, terutama dalam hal manajemen pendidikan. ”Meski tidak mudah, ada beberapa hal yang harus dilakukan,” ujar dokter yang mengambil pendidikan geriatri di Australia ini. Pertama, melakukan revisi terhadap standar kompetensi yang telah dibuat baik
masalahan di tingkat yang lebih makro terkait sub spesialisasi dengan advokasi ke berbagai pihak baik internal maupun eksternal. ”Saya percaya bahwa tidak ada masalah yang tidak selesai, asalkan ada niat baik. Ini memang harus kita perjuangkan, baik internal, eksternal, ke atas, dan ke bawah,” ujarnya optimis. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan dokter, yakni meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pendidikan yang baik. “Jadi, mari berlomba memperbaiki pendidikan kita. Harapannya
Prof. Siti Setiati bersama suami dan kedua anaknya.
untuk spesialis maupun sub spesialis. Kedua, membantu program studi dalam memperbaiki manajemen pendidikan agar mutu lulusan dapat dijaga. Bentuk yang dilakukan dapat berupa course dan pemantauan ke lapangan apakah saran-saran kolegium saat akreditasi telah dijalankan oleh program studi tersebut. Hal lain yang akan dilakukan kolegium bersama PAPDI adalah menyelesaikan per-
adalah kualitas kesehatan masyarakat kita menjadi jauh lebih baik,” jelasnya. Setiati mengakui, tugas ini merupakan hal serius dan juga tantangan besar. Meski begitu, dia yakin jika dilakukan bersama-sama, semua pasti bisa. Tapi semua itu perlu dilandasi komitmen, disiplin, passion, dan conscience. ”Kalau tidak ada komitmen maka sulit untuk berjalan dengan baik,” ujarnya.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
39
PROFIL Perempuan kelahiran Bandung 15 Oktober 1961 ini mengaku, acap kali menomor-duakan keluarga saat menyelesaikan tugas-tugasnya. Bahkan, ibu dua orang anak ini kerap membawa pekerjaannya ke rumah, entah untuk membuat program, membuat tulisan, atau soal ujian. Tak ayal, keseriusannya bekerja malah mengundang rasa ingin tahu anak keduanya. “Apa sih yang ibu cari dalam hidup ini?,’’ tanya sang anak sebagaimana dikutip Setiati. Sungguh mengenaskan. Jauh di lubuk hatinya sebagai seorang ibu, Prof. Setiati merasakan penyesalan yang mendalam, karena dirinya tidak bisa penuh mendampingi anak-anaknya saat mereka sedang tumbuh. Beruntung, suami dan kedua anaknya kemudian memahami betapa besar tugas dan tanggung jawab yang ada di pundak Prof. Setiati. Berkat dukungan mereka, ia melakoni semua tugasnya dengan sepenuh hati.
Suara Lantang untuk Lansia Mengabdi di dunia kedokteran, sebenarnya bukanlah hal yang dicita-citakan sejak lama. Awalnya, anak pertama dari 4 bersaudara dalam keluarga R. Kresno Brodjonegoro, lebih memilih teknik seperti ayahnya almarhum yang alumni ITB. Namun, sang ibunda, yang kini berusia 78 tahun, memintanya untuk kuliah di Jakarta. Jadilah ia memilih FKUI. Baru ketika tahun keempat, ketika sudah mulai berinteraksi dengan pasien, ia menyukai profesinya. Kecintaanya pada dunia kesehatan semakin mendalam saat menekuni bidang geriatri. Ia merasa itu sudah panggilan jiwa. Baginya, menyenangkan jika bergaul dengan orang yang lebih tua. “Saya suka belajar wisdom-nya mereka,” ujarnya. Prof. Setiati mengakui, di geriatri bukan cuma pintar yang dibutuhkan, tapi juga ketekunan dan kemauan untuk mendengar pasien. Terlebih dengan segala kemampuan fisik orang lanjut usia yang sudah menurun. Setiati tak segan-segan bersuara lantang jika mendapati pemangkasan hak-hak lansia. Maka, ketika pasien mengeluh diberi obat hanya untuk pengunaan dua minggu yang di-cover askes, atau hanya diberikan beberapa obat, instansinya telah melayang-
40
Prof. Siti Setiati saat pidato pengukuhan sebagai guru besar.
kan surat protes ke asuransi kesehatan tersebut. “Kasihan pasien ini. Mereka orangorang tua, nggak mungkin mereka demo atau disuruh komplain,” ujarnya. Dahulu, orang mungkin hanya sebelah mata memandang bidang geriatri. Spesialisasi yang tergolong baru di Indonesia membuat mereka yang kini berkiprah di bidang ini harus berupaya keras sebelum eksis di Indonesia. Tidak ada karpet merah mewah terbentang. Setiati termasuk salah satu murid Pelopor Geriatri Indonesia, Prof.Dr. Supartondo, SpPD, K-Ger yang ikut serta dalam liku-liku perjalanan hingga bidang ini diperhitungkan. Dan bagi Setiati, semuanya dimulai pada tahun 1994. Saat itu, Setiati yang baru setengah jalan menyelesaikan pendidikan Sp-1 spesialis Ilmu Penyakit Dalam FKUI diminta pelopor Geriatri Indonesia, Prof. Supartondo, membantu mengembangkan spesialisasi geriatri saat itu masih asing di Indoensia. Menyikapi permintaan tersebut, wanita yang mengenakan jilbab ini merasa tertantang, dan me-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
nyanggupinya. Setiati harus bersedia memberikan waktu dan segenap pemikirannya, tanpa menghitung imbalan materi. Bersama DR. Dr. Czeresna Heriawan, SpPD, K-Ger, FINASIM dan rekan se-profesinya, Setiati memulai hari-harinya dengan penuh kesibukan baru. Pada tahun yang sama, Setiati mulai merintis pendirian poliklinik geriatri yang mengembangkan pelayanan terpadu untuk pasien lanjut usia. Geriatri yang dapat dikatakan masih bayi, mulai diperkenalkan, baik kepada pasien, dan terutama kalangan medis. Kampanye sosialisasi geriatri bukanlah tugas yang mudah. Pasalnya, penyakit pada lansia umumnya tidak cuma satu, dan semua masalah memiliki keterkaitan terlebih dengan organ tubuh yang mulai mengalami penurunan fungsi. Jika bicara satu penyakit, maka pada orang tua tidak bisa dilihat secara parsial. Problem usia lanjut sangat besar, mencakup masalah fisik, psikologi, sosial, hingga spiritual. Berbagai disiplin ilmu harus terlibat ketika membicarakan geriatri. Di sinilah salah satu tantangan
PROFIL besar itu muncul, yaitu bagaimana menghimpun berbagai ahli berbagai bidang untuk duduk bersama mencari solusi untuk penyakit-penyakit yang tidak kasat mata pada orang tua. “Saya terkadang sempat frustasi,” kata Prof. Setiati. “Tapi Prof. Supartondo selalu sabar dan terus menerus memberikan semangat serta keyakinan kepada kami.” Tahun demi tahun berjalan, dengan berbagai rintangan yang ada, geriatri yang dulunya hanya poli kecil kini telah berkembang dan memiliki ruang rawat yang didukung berbagai ahli serta layanan home care. Kini, poliklinik geriatri pun ramai dikunjungi pasien. Pendidikan Sp-2 konsultan geriatri kolegium ilmu penyakit dalam berdiri di RSCM, sebagai salah satu dari 4 pusat pendidikan geriatri di Indonesia. Tentu, lanjut Ketua KIPD ini, pengembangan ini masih terus berlangsung mengingat populasi usia lanjut semakin meningkat dan pastinya akan menjadi beban ekonomi dan sosial terhadap negara. Untuk itu, kata Prof. Setiati, perlu dipikirkan rencana stategis dari para penentu kebijakan di negeri ini dalam mengembangkan pelayanan geriatri yang terintegrasi. Menurutnya, beberapa langkah penting yang dapat diambil, antara lain, mendirikan tempat rawat jalan terpadu dan perawatan kasus akut geriatri di rumah sakit di seluruh Indonesia. Program lain, menyiapkan tempat peristirahatan sementara, nutrisi usia lanjut, layanan psiko-geriatri dan demensia care, dukungan care giver, pencegahan penyakit kronis dan konseling, dan menyiapkan model transportasi yang sesuai bagi lansia. Selain itu, pemerintah dapat membentuk badan perlindungan bagi usia lanjut yang mengalami frailty maupun demensia untuk menghindari abuse pada lansia.”Para penentua kebijakan mesti memberi perhatian lebih terhadap populasi lansia yang semakin bertambah,” ungkap Ketua Bidang Ilmiah Pergemi ini. Di balik segala upayanya mengibarkan panji-panji geriatri, Prof. Setiati amat terban-
tu dengan dukungan sang suami, Dr. Asdineri, SpOG. Ia pun tidak memiliki keraguan sedikitpun dan selalu memiliki motivasi tinggi. Dan untuk itu, ia tak henti-hentinya mengucap syukur. “Saya selalu bersyukur memiliki keluarga yang baik, yang mendukung habis-habisan. Saya bisa ‘gila’ begini karena ada dia (suami) yang men-support saya secara finansial dan mental,” ujar wanita yang tomboy semasa SMA-nya di SMA 11 (sekarang SMA 70) ini.
tidur, sudah tersedia nasi goreng,” katanya. Dukungan suami, katanya, sangat melampaui batas untuk semua yang dikerjakannya. Bahkan, suaminya pula yang mendorongnya untuk selalu meneruskan jenjang pendidikannya. Termasuk tahun 1996 ketika ia harus meneruskan pendidikan di Australia usai menyelesaikan pendidikan spesialis penyakit dalam di FKUI. Ketika itu ia memang berat meninggalkan keluarga, terutama karena dua buah hatinya masih kecil. Anak keduanya, Arief Dimas Dwiputro, ma-
Tak segan bersuara lantang jika mendapati pemangkasan hak-hak lansia. Ketika pasien mengeluh diberi obat hanya untuk pengunaan dua minggu yang di-cover askes, atau hanya diberikan beberapa obat, instansinya telah melayangkan surat protes ke asuransi kesehatan tersebut. “Kasihan pasien ini. Mereka orang-orang tua, nggak mungkin mereka demo atau disuruh komplain.” Dr. Asdineri, menurut Prof. Setiati, telah mengerti betul wataknya yang ‘tidak bisa diam’ sejak mereka masih menjadi teman di FKUI. Sejak mahasiswa, salah satu kesibukan Setiati adalah menjadi pemimpin redaksi Media Aesculapius, sedangkan Asdineri duduk di bidang usaha. Namun, karena watak itu pula rupanya Asdineri jatuh cinta pada wanita yang dinikahinya tahun 1987 ini. “Suami saya mengatakan, saya kenal kamu sejak dulu seperti ini, kamu orang yang senang kerja, makanya saya pilih kamu, bukan yang lain.” Setiati, tidak pernah dituntut untuk mengurus suaminya. Bahkan, Setiati mengaku, sang suami lebih pintar memasak. Tak jarang justru suaminyalah yang memasakkan makanan atau membuatkan jus untuk Setiati. Padahal, suaminya juga sibuk dengan praktiknya di RS Permata Cibubur. “Saya bangun
sih berusia 2 tahun, sedangkan anak pertamanya, Andika Pratama, berusia 6 tahun, masa seorang anak membutuhkan kehadiran ibu di dekat mereka. Namun lagi-lagi mentalnya dikuatkan oleh ayah anak-anaknya. “Teruskan sampai mana kamu memiliki kemampuan,” ujarnya menirukan kata-kata suaminya. Ia pun ‘terbang’ untuk mengambil program Post Graduate Education in Geriatric and Rehabilitation Medicine, Department of Geriatric and Rehabilitation Medicine Royal Adelaide Hospital. Anak-anak diurus oleh suami dibantu keluarganya. Namun tak urung, ketika menjalani studi, hampir tiap malam ia menelepon keluarga, terkadang dengan tangis. “Uang beasiswa saya habis untuk telepon,” ujar wanita kelahiran Bandung, 15 Oktober 1961 ini. Mengenang semuanya, Prof. Setiati bersyukur anak-anaknya memiliki kesabaran dan pengertian, dan tumbuh menjadi anakanak yang pintar. Andika Pratama, kini telah lulus ITB mengambil bidang teknologi informasi. Sedangkan Arief Dimas Dwiputro tingkat tiga Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
41
SOSOK PAPDI
Dr. Stefany Adi Wahyuningrum, SpPD
Daerah Menempa Saya MENJADI LEBIH TANGGUH
taran sang suami memang asli putra Flores (Ende), tapi bekerja di daerah terpencil memang telah menjadi impiannya. Bahkan bermain kucing-kucingan dengan orangtua yang menolak mentah-mentah keinginannya pun dijalaninya. ”Diam-diam saya tidak memberitahu orangtua saya bahwa saya mendaftarkan diri PTT ke NTT, saya juga sempat ikut LSM Perdhaki-Unicef untuk menjadi dokter pengungsi di Atambua sebelum SK PTT saya keluar,” terangnya. Apalagi Timor Leste di tahun 1999, tengah marak dengan kerusuhan. ”Orangtua terus-menerus menahan saya untuk pergi, tapi karena tekat saya kuat dan sedikit nekat akhirnya mereka saya memberi ijin walaupun dengan bertetesan air mata,” kenang dokter kelahiran 8 Agustus 1974 ini.
Keterbasan Membuat Saya Berpikir Lebih Tajam Dr. Stefany bersama keluarga.
D
i Kota Semarang, Ia lahir dan tumbuh bersar. Di kota yang masuk daftar 5 kota besar di tanah air ini pula ia sukses merampungkan pendidikan yang mengantarnya pada profesi sebagai dokter. Di kota ini, dengan keberadaan rumah sakit pendidikan, mestinya menjanjikan banyak peluang karir dalam profesinya sebagai dokter. Tapi dia lebih memilih menancapkan karirnya di daerah terpencil yang berada di bagian timur Republik Indonesia, Kupang. Sebuah wilayah yang diakuinya sebenarnya cukup memberikan kesulitan untuk bisa mendapatkan ke-
42
langsungan pendidikan lebih lanjut yang notabene kontradiktif dengan keinginannya untuk menambah ilmu dan mengembangkan diri kita? ”Daerah ini kering dan membuat kita memang susah menabung untuk kelangsungan pendidikan,” ujar Dr. Stefany Adi Wahyuningrum, SpPD. Bahkan diakuinya keputusannya waktu itu ke wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menjalani PTT setelah kelulusannya di FK Universitas Diponegoro Semarang itu, diakuinya banyak ditertawakan orang dekat dan teman-teman. Tapi pilihannya sudah bulat. Bukan lan-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Untuk sebuah karir, bekerja di daerah, tentu bukan pilihan primadona. Apalagi jika daerah yang dipilih adalah daerah kering yang nun jauh dari pusat pemerintahan negara. Di tambah lagi, kasus dan masalah yang muncul seringkali komplek dengan sarana dan fasilitas diagnosis penunjang yang ada seringkali juga sangat terbatas. Tapi bagi Dr. Stefany, semua keterbatasan itu justru menjadi hal menantang dan mengasah kemampuan dokternya untuk dapat lebih tajam. ”Karena keterbatasan ini, kita harus selalu berpikir dan belajar melalui ketajaman klinis,” ujarnya. Upaya perujukan hanya baru dilakukan jika segala upaya telah menthok tidak ada yang bisa dilakukan. Sisi positif lain bekerja di daerah menurutnya adalah penerimaan masyarakat yang
SOSOK PAPDI pertama mengontrak rumah yang terpaksa harus menabung 3 bulan untuk bisa membeli kain jendela. Apakah ia akhirnya menyerah? Nyatanya tidak. Baginya, itu semua, ”Sangat menyenangkan.” Apalagi ia bersyukur, mimpinya untuk bisa melanjutkan pendidikan spesialis akhirnya terwujud. Pemerintah propinsi NTT menggelar program beasiswa dokter specialis, dan akhirnya dia bisa bersekolah lagi di Universitas Brawijaya, Malang, untuk mengambil spesialisasi penyakit dalam. Seusai pendidikan spesialistnya, ia juga tak bergeDr. Stefany bersama anggota PAPDI cabang NTT. ming untuk berkarir di Malang ataupun kotakota pendidikan lainnya, namun tetap pada cenderung terbuka dan baik serta kesem- (Pengendalian Pencegahan Infeksi) dan tekadnya untuk kembali ke Kupang untuk patan untuk bisa lebih banyak menikmati tim akreditasi RS pendidikan RSUD prof meneguhkan perannya sebagai dokter dan ”safari dinas” dan memuaskan hobi travel- WZ. Johannes. ibu dari Patricia Novena Adi Roga, buah hatilingnya. Maka, dalam tiap kesempatan kunnya bersama sang suami, Vincentius Roga, jungan spesialis ke kabupaten-kabupaten Menjadi Anemis SP. “Saya berterima kasih untuk guru-guru yang belum memiliki internist, ia tidak hanya saya di Brawijaya, Malang yang terus menLantaran Langganan datang untuk melayani pasien, namun selagingatkan saya untuk kembali lagi ke NTT lu menyempatkan diri jalan-jalan menikmati Malaria dan berkarya disana,” ungkapnya. Di luar profesinya sebagai dokter, menjakeindahan alam NTT dan kebudayaan maDr. Steffany memang yang pertama sesyarakat setempat usai tugas. ”Banyak dae- lani kehidupan di tanah Kupang juga dijala- bagai internist wanita di RSUD WZ johanes, rah di NTT yang sebenarnya kalau dikelola ni dengan aneka cerita haru biru. Usai me- Kupang. Tapi kini dua internis wanita lainnya dengan baik bisa menjadi tujuan wisata nuntaskan dinas PTT di Kefamenanu, kabu- telah menemaninya, Dr. Chatarina Keraf, Spasing dan dalam negri, seperti pulau komo- paten Timor Tengah Utara (TTU), NTT, ia PD dan Dr. Jeanne Sinaga, SpPD. Dan ia do dan rinca, labuan bajo, keindahan taman pun resmi menyandang dokter PNS di kota merasa gembira. Ditambah internist wanita laut di Riung, danau tiga warna Kelimutu, Kupang dan bekerja di puskesmas Siku- lain di Maumere dan Kefamenanu. Belum lamana, dengan hidup yang serba pas-pasan. gi spesialis lain yang mulai banyak berdadan masih banyak lagi,” ujarnya. Daerah juga memberi peluang besar Ia mengaku, sepuluh tahun lalu ketika ma- tangan di Kupang. ”Kami senang karena bagi seseorang untuk menjadi seorang sih CPNS, hanya menerima gaji 500 ribu akhirnya bisa bekerjasama dalam penanganyang multitalenta karena tuntutan untuk perbulan, yang bakan untuk transportasi PP an pasien sehingga pasienpun dapat tertamampu bertindak multitasking. Barangkali dan makan sehari-hari saja sudah habis. Ini talaksana dengan baik, kami juga kerap berini ilustrasi untuk menggambarkan aktivitas masih ditambah hampir sebulan sekali ia kolaborasi dalam seminar misalnya dengan dari sekretasis PAPDI cab Kupang ini. Tak terkena malaria sampai anemis sehingga tema spondilitis TB, di mana kami internist, hanya hari-hari dengan kesibukan menguru- produksifitas kerja pun menurunkan. ”Nah neurolog, dan rehab medik menjadi pemateri si pasien. Selain aktivitas lainnya sebagai dengan gaji segitu bagaimana saya bisa dalam seminar terebut,” kata dr. Steffany. sekretaris PAPDI Cab. Kupang dan sekreta- makan makanan bergizi?” terangnya. KeSebagai anggota PAPDI, ia pun mengaris II di IDI Cab. Kupang, ia juga membantu nangannya berputar pada ingatan ketika ku senang karena PAPDI Cab. Kupang sebagian biro hukum dan pembelaan anggota lang dua tahun terakhir mulai aktif IDI wilayah yang menuntutnya belajar tak dengan simposium dan workshop BIODATA : hanya menangani penyakit, tapi hal-hal seuntuk dokter umum. Hal ini baginya Nama : Dr. Stefany Adi Wahyuningrum, SpPD perti hukum kesehatan, malpraktek, sengsangat membantu karena sekarang Lahir : Semarang, 08 Agustus 1974 keta medik dan lain-lain. sudah ada dokter muda yang stase Praktek/Dinas : RSU Prof. Dr. WZ. Yohanes, ”Saya juga memegang sekretaris medi penyakit dalam. Selain tetap Kupang - NTT rangkap koordinator mahasiswa di Staf Medalam bimbingan, dalam penataJabatan di PAPDI: Sekretaris PAPDI Cab. Kupang dik Fungsional (SMF) bagian Penyakit Dalaksanaan pasien, mereka juga Riwayat Pendidikan: lam, yang sekaligus juga merangkap sebaselalu dilibatkan dalam setiap S.Ked (S1) : FK UNDIP Semarang - 1999 gai tenaga admin karena kita belum punya kegiatan PAPDI. ”Karena nantinya Spesialis (SpPD) : FK Unibraw - 2010 tenaga administrasi haha..,” ujarnya tergesebagai dokter umum mereka juga Nama orang tua : Drs. Johanes Adi Prabowo, MM lak. Bahkan karena ia kerap dipanggil kepaharus bisa menjadi leader dan Nama suami : Vincentius Roga, SP la sekolah, karena juga mengurusin dokter manager di pusat pelayanan priNama anak : Patricia Novena Adi Roga muda. Masih ditambah menangani tim PPI mer.” (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
43
SOSOK PAPDI
Dr. Martina Yulianti, SpPD
Perjuangan MELAWAN DIABETES di Daerah
B
agi sebagian besar orang, kota besar, adalah sebuah tempat yang menggiurkan. Kemudahan akses, banyaknya fasilitas, ketersediaan kebutuhan, persaingan yang memacu untuk maju hingga peluang peningkatan karir yang lebih besar dan pastinya harapan material yang lebih baik. Dengan segala privileges ini, tak sedikit yang rela mengesampingkan kesah, melawan derita kemacetan yang mewarnai, polusi yang menggelayuti, setress yang kerap mendera, ataupun persaingan yang menguras emosi dan pikiran. “Here’s where all dreams begin.” Tapi bagi dokter Dr. Martina Yulianti, SpPD, kembali ke kampung halaman dan mengabdikan diri sebagai dokter di daerah di tempat tinggalnya di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, justru adalah wujud dari mimpi terbaiknya.
”
Kami sangat prihatin, banyak pasien diabetes yang datang ke Rumah Sakit sudah dalam kondisi terlambat. Kini, diabetes menempati urutan tinggi dalam penyakit sindrom metabolik yang diderita masyarakat Kutai Kartangera. Peningkatan taraf hidup yang berimplikasi pada perubahan gaya hidup seperti doyan makan enak, menjadi salah pemicu trend ini.
”
“Tak ada macet, dan setiap hari tidak hanya bisa ngantor, saya juga mengantar anak ke sekolah, di sini adalah tempat yang paling menguntungkan untuk menjalani kedua profesi saya sebagai dokter dan ibu,” ujar sekretaris PAPDI Kalimantan Timur yang saat ini juga aktif sebagai internis di RSUD AM Parikesit Kutai Kartanegara ini. Tinggal di daerah pun bukanlah kendala baginya untuk tetap bisa mengoptimal pengabdian pada profesinya. Ibu dari dua anak ini pun tercatat sangat aktif dalam kampanye tentang kesadaran penyakit diabetes di wilayah kabupaten Kutai Kartanegara. Sejak ia tercatat dua kali menjadi ke-
44
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
SOSOK PAPDI tua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang Kutai Kartanegara sejak 2-008 hingga kini, ia aktif mengkampanyekan diabetes tidak hanya di wilayah kota kabupaten, tapi juga menghadirkan PERSADIA di kecamatan-kecamatan.“Kami sangat prihatin, banyaknya pasien diabetes yang datang ke Rumah Sakit sudah dalam kondisi terlambat, ada yang kakinya sudah harus diamputasi, dan lainnya,” ungkap Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang ini. Saat ini, diabetes menempati urutan tinggi dalam penyakit sindrom metabolik yang diderita masyarakat Kutai Kartangera. Peningkatan taraf hidup yang berimplikasi pada perubahan gaya hidup seperti doyan makan enak, menjadi salah pemicu trend ini. Kenyataan ini menyadarkan Dr. Martina akan tanggung jawab besar yang dibebankan di pundaknya. Maka melalui PERSADIA yang dihadirkan di kecamatan, dihadirkannya programprogram edukasi tentang diabetes yang diharapkan dapat menyentuh langsung ke kelompok masyarakat yang jauh dari kota.
Bukan Kendala Untuk Maju
Dr. Martina Yulianti bersama anggota PERSADIA cabang Kutai Kartanegara.
Hidup di daerah tak pula menjadi penghalang bagi puteri keempat dari 7 bersaudara, anak pasangan Y. Soedartomo dan Antonia Devung, yang juga menjadi satu-satunya dokter di keluarga ini untuk berkiprah. Tercatat ia aktif di berbagai organisasi baik yang terhubung dengan dunia kedokteran secara langsung atau tidak langsung. Selain dua jabatan sebelumnya yang sudah tersebut, Ia juga saat ini aktif menjadi ketua PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia)/ Perkumpulan gastroenterologi Indonesia (PGI)/ Perhimpunan Endoskopi Gastroenterotestinal Indonesia (PEGI), Pengurus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kalimantan Timur, juga saat ini aktif mengetuai Task Force Pengoperasian untuk pembangunan RSUD Kota Bangun di Kutai Kartanegara. Saat ini, dengan berkembangnya dunia
Kita tentu tidak asing dengan ungkapan ini, “Untuk apa tinggal di daerah? Karir akan susah untuk maju.” Tapi bagi Dr. Martina, karir tidak semata tentang pencapaian level posisi atau materi, tapi tentang bagaimana bisa berbuat lebih banyak untuk orang lain dan masyarakat juga dirinya. Selain itu, dia juga membantah jika tinggal di daerBIODATA : ah menghambat kemajuan karir. “Kalau persoalan materi, di daerah juga tidak Nama : Dr. Martina Yulianti, SpPD buruk, selain saat ini infrastruktur sudah Tanggal Lahir : 12 Juli 1971 Orangtua : Y. Soedartomo (Ayah) sangat memadai, akses pengetahuan Antonia Devung (Ibu dengan adanya internet menjadi mudah, Anak : Valencia Ursula Khrisnamurti (14) di tambah nilai lebih di daerah adalah Angellica Gynarossa Puspita (10) kehidupan lebih tenang dan persaingan Pendidikan: juga sedikit,” ungkap ibu dari Valencia S.Ked (S1) : FK UNDIP Semarang - (Lulus 1989) Ursula Khrisnamurti (14) dan Angellica Spesialis (SpPD : FK UNDIP Semarang - (Lulus 2002) Gynarossa Puspita (10) ini. Sebagai Riwayat Pekerjaan: perempuan, kondisi daerah juga tidak 1996: Dokter PTT di RSUD AM Parikesit Kutai Kartanegara memberinya ancaman untuk tetap ber2007: Internis di RSUD AM Parikesit Kutai Kartanegara aktivitas secara maksimal, serta baginya tidak ada perbedaan mendasar dengan Jabatan Organisasi: internis pria yang bekerja di daerah. 1. Ketua Komite Medik RSUD AM Prikesit 2. Ketua Task Force Pengoperasian RSUD Kota Bangun “Wanita pun dapat berbuat lebih banyak di Kutai Kartanegara dan lebih baik bagi profesinya maupun masyarakat sekitar,” ujarnya.
kedokteran di tanah air, keberadaan dokter spesialis di daerah juga makin menyeruak. “Dulu awal datang masih menjadi spesialis, internis, sendirian di sini, hampir 4 tahunan, jadi apa saja ditangani sendiri,” kata wanita kelahiran 12 Juli 1971 ini. Tapi kini spesialisspesialis lain sudah mulai berdatangan di Kutai Kartanegara. Maka tugas pun mulai terbagi. Mendapat pesaing? “Tidak,” tegasnya. Keberadaan spesialis-spesialis ini baginya juga membuka peluang kerjasama selain juga tugas yang juga bisa dibagi.
Target yang Tertunda Kini Dr. Martina masih memendam satu mimpi yang tertunda yang belum bisa ia wujudkan, yakni menempuh pendidikan konsultan. Pendidikan konsultan yang hanya bisa dilakukan di Kampus yang memiliki Rumah Sakit Pendidikan, yang bagi dirinya terdekat adalah bisa dijalani di Samarinda, masih terhalang berbagai aktivitas dan tugas merawat pasien. “Kalau saat ini saya menempuh pendidikan ini, berarti paling dekat saya ke Samarinda dan harus meninggalkan Kutai Kartanegara dan semua pasien di sini, ini memerlukan pengorbanan besar, dan masih belum bisa saya lakukan,” ungkapnya. Meski demikian ia tak mengaku sedih atau berkecil hati. Baginya menjalani semua yang saat ini ada di depan mata adalah yang terpenting. Baginya ada banyak cara untuk berkembang, tak melulu dengan menjadi konsultan, melalui organisasi juga bisa menjadi pilihan. Namun ia tak menampik, jika kesempatan itu tiba, dia akan mewujudkannya. Good luck ya dok! (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
45
SOSOK PAPDI
Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM Ketua Umum PB Sin lam ba
Ada JURUS SILAT di Ruang Praktek
M
embangkitkan batang terendam. Ungkapan ini tepat ditujukan kepada Dr. Agasjtja Wisnu Wardhana, SpPD, FINASIM. Dokter yang berpraktik internis ini tahap demi tahap sukses mengembalikan khitah perguruan silat Betawi Sin lam ba. Setelah bertahun-tahun konflik internal menerpa perguruan ini, membuat perguruan silat Sin lam ba terbengkalai. Lambat laun pamornya pun redup. Bahkan ada beberapa pendekar yang memisahkan diri membentuk perguruan silat sendiri. Perguruan diambang perpecahan. Kondisi ini membuat beberapa sesepuh Sin lam ba prihatin. Mereka pun membicarakan bagaimana membawa perguruan keluar dari kemelut ini. Akhirnya, para sesepuh menunjuk Dr. Wisnu, begitu biasa ia disapa, untuk menjadi Ketua Umum PB Sin lam ba. Dokter yang berpraktik di RS Polri Kramat Jati ini dinilai mampu merekatkan kembali para pendekar. Selain itu, ia juga pemegang sabuk hitam strip hijau, satu tingkat dibawah sabuk tertinggi, dipandang cukup mampu membenahi organisasi ini. “Para sesepuh dan pendekar meminta saya untuk menjadi ketua umum,” ujar Dr. Wisnu ketika ditemui di RKPD FKUI. Menjadi ketua umum perguruan silat terkenal tidak membuat ia jumawa. Menurutnya didampuk sebagai ketua umum merupakan amanah yang besar, apalagi aktivitasnya yang padat sebagai internis dan sedang mengambil program pendidikan konsultan gastroenterologi dan hepatitis di FKUI. Langkah pertama yang dilakukan adalah konsolidasi para pendekar. Perwakilan Sin lam ba tersebar di seantero Indonesia. Kepengurusan mereka ada di tingkat
46
“…Ia sedih, seni bela diri asli budaya bangsa, tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Ia mengubah citra perguruan silat Sin lam ba agar lebih modern…” kabupaten. Selain itu, perwakilan juga tersebar di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang, London, Washington, Brunei dan Moskow. “Para pendekar yang tersebar mesti dikonsolidasi kembali agar roda organisasi ini bisa berjalan,” ujar dokter yang juga mahir memukul drum ini. Karena vakum yang cukup lama, banyak perwakilan yang tidak melakukan pembinaan dan latihan kepada anggota. Kalau pun ada perwakilan yang aktif, itu cuma sekadarnya, berlatih tidak sistematis. Tak jarang ia menyambangi perwakilan di daerah-daerah. Ia pun membuat buku silabus berisi tahapan jurus-jurus yang akan diajarkan kepada
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
SOSOK PAPDI anggota sesuai dengan tingkatannya. “Pembinaan pendekar tidak berjalan baik, materi latihan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan,” katanya Ia pun membenahi organisasi perguruan Sin lam ba. Dasar-dasar organisasi sedikit demi sedikit dibenahi. Tertib administrasi pun diterapkan. Mulai dari mengubah AD/ART hingga kartu anggota tak lepas dari perhatiannya. “Tata tertib dan aturan main perguruan dibuat lebih professional,” ungkapnya. Sebenarnya, kata Dr. Wisnu, misi utamanya menjadi ketua adalah mengubah citra perguruan silat Sin lam ba agar lebih modern. Ia sedih, seni bela diri asli budaya bangsa, tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebaliknya, bela diri yang berasal dari negara-negara lain malah lebih populer dan digandrungi masyarakat Indonesia. Membalikkan kondisi ini bukan perkara mudah. Dr. Wisnu menerobos kakunya budaya perguruan. Ia kerap mengirim para pendekar ke berbagai event olah raga baik nasional maupun international. Beberapa pendekar yang pernah mengharumkan nama perguruan, berhasil mendongkrak prestasinya. Nama Sin lam ba kembali diperhitungkan dijagat persilatan. Bahkan ada beberapa orang asing seperti Belanda mendaftar ikut belajar silat Sin lam ba. “Kami mengirim para pendekar ke berbagai event untuk meningkatkan prestasinya. Dengan begitu Sin lam ba akan lebih terdengar dan image bahwa perguruan ini identik dengan klenik dapat berubah,” ujarnya. Pandangan masyarakat masih miring terhadap perguruan silat, termasuk Sin lam ba. Nuansa angker dan klenik kerap menye-
limuti perguruan ini. Padahal, kata Dr. Wisnu, masyarakat belum mengenal perguruan ini. Dokter yang juga aktif di PAPDI ini berpikir bagaimana mengubah citra perguruan silat. Lalu apa yang dilakukan? Dr. Wisnu mengemas silat dengan entertainment. Menurutnya, bela diri asing lebih mudah dikenal, salah satunya, karena diperankan dalam film-film laga. Aktor-aktor laga yang menguasai bela diri sering menghiasi perfilm dunia. “Kenapa para pendekar silat belakangan ini belum ada yang main film?” tanyanya. Gayung pun bersambut. Salah satu rumah produksi sedang mencari aktor laga untuk film “Merantau”. Audisi pun dibuka. Salah satu murid Sin lam ba, Iko Uais terpilih jadi pemeran utama. Sukses film “Merantau” membuka pintu bagi para pendekar silat untuk terjun di dunia entertainment. Beberapa murid Sin lam ba lulus audisi untuk film Berandal, The Raid, Man of Taichi, Dead Mine, Serangon Road, Fast and Furious VIII, Gending Sriwijaya dan lain-lain. Tak tanggung-tanggung rumah produksi Hollywood minta disiapkan pendekar silat untuk main di film Fast and Furious VI dan VIII. “Kami diminta menyiapkan pendekar untuk main di salah satu film di Holywood,” tutur Dr. Wisnu. “Saya diminta memberi penilaian, termasuk kondisi fisik. Karena kebanyakan tidak pakai peran pengganti atau pengaman. Standar aerobiknya mesti 8 agar tidak cedera. Tingkatannya minimal sabuk coklat ke atas karena memiliki kelenturan, pernafasan, dan kemampuan menahan benturan telah dikuasai dengan baik.”
Seiring dengan bermunculan para pendekar di berbagai film memberi dampak positif terhadap seni bela diri tradisional ini. Perguruan silat kebanjiran murid yang ingin menuntut ilmu bela diri. “Sejak itu, banyak yang daftar Sin lam ba. Kebanyakan mereka tujuannya mau ikut audisi menjadi bintang film. Itu bukan tujuan sebenarnya. Tapi paling tidak mereka sudah mencintai budaya bangsa sendiri,” jelasnya. Berlatih jurus silat, bagi Dr, Wisnu, membantu menjaga stamina. Tak jarang, ia pun mencontohkan gerakan silat untuk mengurangi keluhan pasien. “Beberapa jurus dapat membantu pengobatan. Mereka saya ajari di ruang praktik. Memang ini belum ada bukti empirisnya, jadi saya ajari kalau pasiennya bersedia,” katanya. Kegemaran Dr. Wisnu terhadap bela diri sudah dari remaja. Sebelum jatuh hati ke silat Sin lam ba, ia pernah menjajal bela diri lain seperti Karate, Taek Wondo dan lainlain. “Di Sin lam ba saya dididik oleh sosok guru yang alim, jujur, bijak dan mau berbagi ilmu,” kata dokter yang bergabung silat Sin lam ba sejak kuliah di FK Undip, Semarang pada 1983. Nilai-nilai yang diperoleh dari sang guru, lanjut Dr. Wisnu, persis dengan apa yang ditanamkan ayahnya yang seorang militer. Dalam silat, seseorang untuk mencapai tingkat tertentu mesti rajin berlatih, sabar dan iklas. Selain itu sesama manusia suka tolong menolog, santun, dan tidak meremehkan orang lain. Dan seorang pendekar tidak mencari permusuhan, tapi kalau ada musuh pantang lari: ente jual, ane beli.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
(HI)
47
GURU BESAR
Prof. Dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, K-GEH, FINASIM, PhD, FACG, FASGE
Bukan Sekadar Kompetensi,
Perlu Clinical Thinking dan Critical Thinking Seorang dokter mesti belajar sepanjang hayat. Selain memiliki standar kompetensi, diperlukan pula pengetahuan ilmu pendidikan kedokteran agar dapat memberikan pelayanan kesehatan terbaik.
B
ekerja keras dan berdoa demi kepentingan pasien. Begitulah tekadnya dalam menapaki setiap jenjang kariernya. Selalu berupaya keras memberikan pengobatan terbaik bagi pasien, mengantarkanya ke puncak prestasi akademik tertinggi. Pada 18 Mei 2013 lalu ia dikukuhkan oleh Rektor UI menjadi Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI), di Aula FKUI. Gelar professor pun berhak bersanding menambah panjang gelar dinamanya. Ia adalah Prof. Dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, K-GEH, FINASIM, PhD, FACG, FASGE. Prosesi pengukuhan berlangsung khidmat. Di hadapan para Guru Besar FKUI dan koleganya Prof. Marcel, begitu biasa ia disapa, menyampaikan orasinya yang bertema “Aplikasi Teknologi Kedokteran Mutakhir dan Peran Ilmu Pendidikan Kedokteran Dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare kronis di Indonesia”. Menurutnya infeksi masih menjadi masalah serius penyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Diare kronis misalnya. Di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, diare kronis di
48
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
GURU BESAR
Prof. Marcel bersama keluarga pada saat pengukuhan menjadi Guru Besar FKUI.
tengarai penyebab terbesar akibat infeksi kuman Escheria coli pathogen. Sedangkan di negara-negara maju diare kronis penyebabnya adalah non-infeksi seperi malabsorbsi, maldigestif makanan, keganasan dan lainlain. Data di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta menunjukan bahwa 48,3% penderita diare kronis disebabkan oleh infeksi usus, 33,3% disebabkan akibat non-infeksi dan sisanya 18,4% dikarenakan campuran antara infeksi dan non-infeksi. Sayangnya, lanjut Prof. Marcel, diagnosis penyebab diare kronis cukup sulit. Meski menggunakan pemeriksaan yang teliti dan canggih namun sekitar 10-15 % penderita belum dapat ditentukan penyebabnya. Untuk itu, untuk diagnosis diperlukan dokter yang handal, bukan sekadar kompeten melainkan selalu meng-udate keilmuannya. “Hal ini menjadi tantangan bagi dokter agar selalu meng-update ilmu pengetahuan,” ungkapnya Seorang dokter, sambung Prof. Marcel, selain memiliki standar kompetensi, diperlukan pula pengetahuan ilmu pendidikan kedokteran mengenai clinical reasoning dan critical thinking. Dengan begitu, dokter dapat memberikan pelayanan medis yang baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Dalam klinik diperlukan clinical reasoning, clinical thinking, dan komunikatif agar tugas dokter menjadi baik dan memenuhi tuntutan masyarakat,” tegas Ketua Departemen Pendidikan Kedokteran FKUI ini Kasus-kasus gastrointestinal, termasuk diare kronis, kata Prof. Marcel, sangat terkait dengan buruknya sanitasi, pola makan dan faktor genetik. Pada orasinya, ia mengatakan faktor-faktor pencetus di atas harus diantisipasi agar kasus diare kronik dapat ditangani optimal. Untuk itu perlu peran berbagai stakeholder kesehatan, terutama institusi pemerintah bersama-sama menangani kese-
hatan seluruh masyarakat Indonesia.
Pribadi Kalem, Sederhana dan Pekerja Keras Dinobatkan sebagai Guru Besar bagi Prof. Dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, KGEH, FINASIM, PhD, FACG, FASGE adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurut Prof. Marcel, begitu biasa ia disapa, keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dari sisi eksternal, Prof. Marcel merasa senang dapat bekerja di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pasalnya, sambung Prof. Marcel, atmosfir bekerja di FKUI sangat kondusif sehingga memacunya untuk terus berkarya. Begitu pula, etos kerja para sejawat di FKUI, membuatnya terus termotivasi. “ Saya beruntung bekerja di sini (FKUI), iklim kerja yang baik membuat saya termotivasi,” ujar pakar gastroenterologi ini. Lingkungan kerja FKUI, tambah Ketua Departemen Pendidikan Kedokteran FKUI ini cocok dengan karakternya. Seperti diakuinya, bila diberi suatu tugas ia akan berupaya sekuat tenaga memberikan yang terbaik. Baginya, kerja mesti maksimal, tak ada istilah setengah-setengah dalam kamus hidupnya. Tak heran, beberapa posisi penting baik di organisasi profesi maupun di lingkungan fakultas kedokteran pernah lakoninya. Ketika di Departemen Pendidikan Kedokteran (DPK) FKUI misalnya. Dekan FKUI, DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM memintanya untuk full time di departemen yang baru diresmikan pada 2006 lalu. Padahal, perannya sebagai dokter senior di divisi gastroenterologi tak kalah pentingnya. “ Kalau bekerja mesti sepenuh hati, 100 persen,” tutur Ketua
Umum Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia ini. “ Jadi, 90 persen kerja saya di DPK, 10 persen di Divisi Gastroenterologi FKUIRSCM. Sebelumnya, saya minta izin dulu ke sejawat di divisi.” Selain itu, ia memiliki keluarga yang sangat mendukung kariernya. Marcel kecil tumbuh dikeluarga sederhana yang religius, pekerja keras dan disiplin. Ayahanda, Almarhum Dr. Simadibrata, SpPD, K-GEH adalah pelopor gastroenterologi di Indonesia. Sosok ayah, lanjut Prof. Marcel, adalah inspirasi dalam mengarungi hidup. Sifat ayahnya yang pekerja keras dan sangat disiplin dengan waktu menjadi teladan baginya. Tak heran, ketiga anaknya, Dr. Kristina Lani Simadibrata, Prof. Marcel, dan Dr. Paulus Simadibrata, mengikuti jejaknya menjadi dokter. Padahal, putra kedua pasangan Dr. Simadibrata dan Joyce Biana Simadibrata ini mengatakan, ayah tidak pernah memaksa anakanaknya untuk menjadi dokter. Ia memberi kebebasan memilih untuk menjadi sarjana apa saja, asal dapat bermanfaat bagi masyarakat.“ Bagi kami, ayah itu selain sebagai orang tua, ia juga guru dan temen. Ia temen yang dapat diskusi, memberi nasihat dan bimbingan. Kami tidak pernah disuruh menjadi dokter. Boleh menentukan pilihan, yang penting berguna bagi masyarakat,” ujar Prof. Marcel mengenang nasihat ayahnya. Apa yang dicapainya saat ini tak lepas dari peran istrinya, Dr. Christine Gono dan ketiga anaknya Christophorus Simadibrata, Daniel Martin Simadibrata dan Natasha Martina Simadibrata. Tak jarang, padatnya akitivitas menyita sebagian besar waktu bersama keluarga. Tapi pria penggemar musik jazz ini tetap menyempatkan diri untuk berkumpul bersama keluarga. “Mesti ada waktu untuk bertemu keluarga walau sebentar,” ungkapnya Persis seperti ayahnya, Prof. Marcel memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih profesi yang diinginkannya kelak. Kini, anak pertamanya, Christophorus Simadibrata merupakan mahasiswa kedokteran FKUI. Sedangkan Daniel Martin Simadibrata masih duduk di sekolah menengah atas dan Natasha Martina Simadibrata di sekolah menengah pertama. “Baginya, bila ayahnya dokter, belum tentu anaknya cocok menjadi seorang dokter. Profesi apapun baik selama dijalani tekun dan berguna untuk masyarakat,” ujarnya. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
49
GURU BESAR
Prof. dr. Catharina Suharti, SpPD, K-HOM, PhD FINASIM
JALAN BERLIKU
Sang Guru Besar
S
abar, tekun, dan ikhlas. Itulah bekalnya menapaki jalan hidup. Lewat perjalanan panjang nan berliku, akhirnya dia mampu mencapai puncak di bidang akademis. Ia dinobatkan sebagai guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dengan meraih gelar Profesor. Gelar ini menambah deret prestasi akademik yang dicapai. Dia adalah Profesor dr. Catharina Suharti, SpPD, KHOM, PhD FINASIM. Dengan rasa syukur teramat dalam, ia menganggap capaian ini merupakan anugerah luar biasa dari Tuhan. Sepertinya semua merupakan takdir atau kehendak dari Yang Kuasa. Mengapa tidak? Semula C. Suharti tidak pernah bercita-cita jadi dokter. “Bagaimana mau jadi dokter, melihat orang meninggal saja saya takut,’’ jelasnya. “Masuk fakultas kedokteran saya tidak berani, dalam arti terlalu tinggi untuk saya” Usai menamatkan SMA, lanjut C. Suharti, dia merasa gamang. Tak tahu mau lanjut studi dimana. Suatu waktu, dengan tujuan membantu teman, C. Suharti bersepeda memboncengkan teman mendaftar di FK UNDIP. Baru sampai di tempat pendaftaran dan melihat calon pendaftar cukup banyak, temannya berubah pikiran. Sang teman tidak jadi mendaftar, karena khawatir tidak diterima. “Lantaran saya kesal sudah jauh-jauh menjemput dan memboncengkan dia hingga saya capek tapi sia-sia, akhirnya saya yang mendaftar di FK UNDIP, “ jelas C. Suharti. Namun karena fakultas kedokteran memang bukan pilihannya, ia tetap mencoba mendaftarkan diri di Fakultas Ekonomi. Tapi sial, C. Suharti divonis gagal masuk fakultas pilihannya. Rupanya, Tuhan punya kehendak lain. Kesal membawa nikmat. Rupanya jerih payah C. Suharti membuahkan hasil. Ia di-
50
“Jabatan Guru Besar yang merupakan gelar akademik tertinggi bagi saya merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa, yang juga mengandung arti tanggung jawab yang besar…” terima bergabung sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Kadung masuk kedokteran, tak ada pilihan lain baginya, kecuali merampungkan pendidikannya. Akhirnya, dia lulus sebagai dokter umum. Selanjutnya, C. Suharti bekerja di Bank Darah RSUP. Dr. Kariadi. “Bukan karena saya minat di bidang hematologi, tetapi karena disitu belum ada dokternya. Jadi kemungkinan besar bisa diterima,” C. Suharti menambahkan. Dua tahun berselang, dari
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
tempatnya mengabdi, C. Suharti mendapat tawaran melanjutkan pendidikan. Direktur rumah sakit menyarankannya menempuh studi hematologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, subspesialisasi Hematologi-Onkologi Medik. Pilihan studi barunya memaksa C. Suharti menekuni dan mencintai bidang ini dan berusaha agar menjadi bidang yang menarik bagi generasi muda. “Dan memang akhirnya saya mencintai bidang ini, karena bekerja dengan tekun dan dengan hati, bisa
GURU BESAR menjadi “berkat” bagi orang lain yang membutuhkan terutama penderita kanker,” ujar penerima Young Investigator Awards dalam The 2nd Asian-Pacific Congress on Thrombosis and Hemostasis, Seoul, Korea, 2002. Jadilah C. Suharti menjadi seorang tenaga ahli hematologi-onkologi medik (HOM). Di Indonesia masih sangat terbatas, tidak sebanding dengan luasnya wilayah serta jumlah penduduk Indonesia. Sebagai contoh, propinsi Maluku maupun Papua belum mempunyai ahli HOM, Pulau Kalimantan yang merupakan pulau terbesar di Indonesia hanya mempunyai 1 ahli HOM. Selain itu, distribusi tidak merata, sebagian besar ahli HOM berada di Jakarta.
bang, dan bukan bidang yang sulit dipahami seperti masih di awang-awang. Dengan demikian banyak generasi muda yang bakal meminati bidang ini. Lewat program tersebut, C. Suharti berharap, kesenjangan antara kebutuhan tenaga ahli HOM dengan pertumbuhan jumlah penderita kanker kian menipis. C. Suharti menguraikan, dari data berbagai rumah sakit menggambarkan, jumlah penderita kanker di Indonesia makin meningkat. Hasil survei dari beberapa kabupaten menunjukkan, kanker termasuk 10 penyebab kematian terbesar. Menurut C. Suharti, bidang hematologionkologi medik terus berkembang sejak
Prof. C. Suharta bersama kolega HOM pada saat pengukuhan menjadi Guru Besar di FK Undip Semarang.
Guna mencetak para ahli HOM di tanah air, Suharti menyarankan langkah strategis yang mesti diambil. Pertama, hendaknya pemerintah atau pihak otoritas menambah jumlah ahli HOM lewat program pendidikan Spesialis-2 HOM di sentra yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakan pendidikan. Institusi yang terlibat pendidikan Sp-2 memberi kemudahan bagi mereka yang ingin mengambil subspesialis bidang HOM ini. Kedua, dan ini merupakan terobosan yang sedang dilakukan di beberapa sentra pendidikan HOM, termasuk di Semarang, yaitu mendidik Internis plus. Para Internis yang bekerja jauh dari pusat HOM dididik dalam bidang onkologi/kemoterapi. Mereka dididik untuk menjadi kepanjangan tenaga medis di rumah sakit masing-masing. Ketiga, usaha secara kontinu menanamkan citra bahwa HOM adalah bidang yang sangat menarik, sangat luas dan terus berkem-
sekitar 30 tahun terakhir, baik dalam bidang diagnosis maupun terapi. Jenis obat kemoterapi maupun efektifitasnya terus meningkat. Namun perubahan yang sangat besar adalah munculnya kelas baru dari terapi sistemik kanker yang disebut terapi target molekul. Temuan kelas obat ini sebagai akibat perkembangan di bidang biologi molekular yang mampu menjelaskan dari sisi molekular tentang etiologi maupun perilaku sel kanker. Usaha untuk masyarakat agar terhindar dari penyakit ini melalui pencegahan yang bukan menjadi tanggung jawab dokter saja tetapi juga pihak lain yang terlibat, misalnya edukasi tentang bahaya merokok (kanker paru), peran mikronutrien (carotenoid), konseling genetik, skrining kanker (kanker payudara, mulut rahim, usus besar), pola hidup sehat dan perhatian terhadap lingkungan (pekerjaan, makanan yang mengan-
dung zat karsinogenik), dll. Kiprah C. Suharti terus berlanjut. Ia terlibat di berbagai penelitian yang bersifat global, karena mempunyai beberapa publikasi di beberapa jurnal, misalnya studi Einstein, IPAS, ACTION dsb. Sedangkan di bidang pengabdian masyarakat, sejak 1987 hingga sekarang C. Suharti terlibat dalam tim kerja cangkok sumsum dan Tim Pelaksana Medis Yayasan Hematologi Jawa Tengah. Di bidang pengabdian masyarakat, C. Suharti juga berperan sebagai Pembina Himpunan Masyarakat Peduli ELGEKA (komunitas Leukemia Granulositik Kronik dan GIST) Jawa Tengah (2009-sekarang), Pembina CISC (Cancer Information & Support Center) Semarang (2008-sekarang). Ia juga dipercaya selaku Pembina Komunitas Trombofilia Semarang (2010-sekarang). Sejak Februari 2013 lalu, C. Suharti ‘ketumpuan’ satu lagi amanat besar selaku Pembina Panggon Kupu (Komunitas Odapus/orang dengan lupus) Semarang. C. Suharti mengenang sedikit tentang Transplantasi Sumsum Tulang (TST) di RSUP Dr. Kariadi-FK UNDIP Semarang. Sejak 1987 timnya telah melakukan 6 kali TST, 4 TST autologous dan 2 allogeneic. Hingga sekarang masih survive 2, seorang lulus Fakultas Ekonomi, ibu dari 2 putra; seorang lainnya telah menjadi dokter umum, dengan 1 putra. Atas prestasi kerjanya, C. Suharti memperoleh penghargaan keberhasilan cangkok sumsum tulang pada 1998. Tapi cukup disayangkan, aktifitas C. Suharti bersama tim sempat terhenti karena berbagai kendala, terutama dana. Beruntung tahun ini mereka mulai lagi dengan melakukan regenerasi anggota tim, dengan memasukkan generasi muda. Hingga bulan ini mereka telah melakukan 3 kali TST autologous, 2 penderita Leukemi Mielositik Akut (LMA), dan 1 penderita Myeloma. Satu pasien LMA dewasa sedang dalam persiapan untuk dilakukan dalam minggu ini. “Sebagai orang tua saya bahagia dan bangga melihat semangat staf muda yang penuh semangat dan inovasi,” terang C. Suharti. Berkat dedikasinya pada dunia penelitian dan pengembangan, menjelang pensiun, C. Suharti dipanggil Rektor UNDIP, Prof. Dr. dr. Soesilo Wibowo, MS Med Sp And. Ia diminta mengajar di almamater yang pernah membesarkannya. Setelah 6 tahun di tempat barunya, akhirnya C. Suharti memper-
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
51
GURU BESAR oleh jabatan guru besar di FK UNDIP. masih harus menghadapi ganjalan. Ternya“Jabatan Guru Besar yang merupakan ge- ta C. Suharti masih diminta menambah belar akademik tertinggi bagi saya merupakan berapa publikasi, karena beberapa publikaanugerah Tuhan yang luar biasa, yang juga sinya tidak bisa diterima, dengan alasan jurmengandung arti tanggung jawab yang be- nal yang memuat publikasi dia adalah jurnal sar. Saya harus konsisten meneruskan Tri yang tidak memiliki akreditasi DIKTI dan Dharma Perguruan Tinggi: mendidik, mene- tidak dapat diakses lewat internet. “Kenapa liti dan mengabdi/melayani,’’ ucapnya lirih. institusi yang paling berwenang memberi C. Suharti sangat bersyukur atas anu- penilaian membuat keputusan yang tidak gerah yang diterimanya, karena jalan untuk benar?,” tanyanya membatin. bisa sampai jenjang guru besar cukup panProf. C. Suharti mencoba menginformajang dan sulit. Pada awalnya status kepe- sikan perihal ini kepada Editor in chief dari gawaian C. Suharti menginduk ke Kemen- jurnal yang bersangkutan, dengan maksud kes. Berhubung waktu pensiun sudah sa- agar dikemudian hari tidak ada lagi yang ngat dekat, supaya bisa diproses lokal di dirugikan seperti saya. Untunglah, berkat Universitas, KUM-nya hanya digunakan un- penjelasan dari Editor dengan disertai bukti tuk jabatan Lektor saja. Sisanya amat banyak, tidak digunakan. Ternyata proses melimpah dari Kemenkes ke Kemendikbud itu sangat sulit. Untung ada seseorang yang rela membantu proses ini dengan setiap saat datang untuk memantau. Akhirnya 11 hari sebelum pensiun, C.Suharti telah mengantongi SK, Prof. C. Suharta bersama suami Dr. Paulus Prawito S, SpKK usai pengukuhan menjadi dan selanjutnya diriGuru Besar di FK Undip Semarang. nya menginduk pada Kemendikbud. tentang status jurnal, dan ditembuskan ke Pada 2007 C. Suharti diminta untuk me- bapak Rektor serta DIKTI, akhirnya dia lolos ngumpulkan KUM untuk persyaratan Guru menjadi Guru Besar. “Tuhan membantu saBesar. “Bagi saya hal ini tidak ringan karena ya lewat para sahabat dan mengizinkan saya harus “loncat jabatan” dari lektor ke saya untuk menjadi Guru Besar. Untuk ituGuru Besar, yang tentu saja dibutuhkan ba- lah saya selalu bersyukur,” ucap istri dr. nyak tambahan KUM,” C. Suharti mengaku. Prawito, SpKK ini. Beberapa publikasi internasional sewaktu Pada hari pelantikannya sebagai Guru dia studi program PhD di University Medical Besar, C. Suharti membawakan orasi yang Centre St. Radboud (Belanda) tidak diakui, bertema: “Gangguan Hemostasis Pada Indinilai sudah terlalu lama (2001). Tapi C. Su- feksi Virus Dengue: Peranan Sitokin Proharti tak kurang akal. Terpaksa dalam waktu inflamasi Sebagai Mediator”. Tema ini menasingkat C. Suharti harus mengejar agar sya- rik baginya, karena beberapa alasan. Perrat untuk pengusulan Guru Besar terpenuhi. tama, demam berdarah dengue (DBD) tidak Dia membuat beberapa buku ajar dan me- hanya merupakan masalah nasional tetapi lakukan publikasi dari penelitian yang belum masalah global; Kedua, di Asia Tenggara, Insempat dipublikasikannya dulu. Akhirnya donesia menduduki peringkat ke satu dalam usahanya membuahkan hasil, C. Suharti di- hal jumlah kasus maupun angka kematian; nyatakan lolos oleh Senat Universitas, dan Ketiga, salah satu komplikasi penting penyediproses di DIKTI. bab kematian DBD adalah perdarahan diRupanya proses menjadi Guru besar samping syok. Gangguan perdarahan meru-
52
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
pakan kompetensi HOM; Keempat, C. Suharti merupakan peneliti tentang gangguan hemostasis pada DBD, yang merupakan kerjasama antara FK UNDIP-RSUP Dr. Kariadi Semarang, Indonesia dengan University Medical Centre St. Radboud, Nijmegen; Slotervaart Hospital, Amsterdam, dan Institute of Virology, Erasmus Medical Centre, Rotterdam The Netherlands. Dari hasil penelitian tentang patofisiologi pendarahan DBD, C. Suharti menyimpulkan, trombositopenia bukan sebagai penyebab perdarahan utama pada DBD, seperti yang banyak dikhawatirkan masyarakat. Sitokin proinflamasi TNF-α, IL-1β, IL-6, IL1Ra terbukti berhubungan dengan pengak-
”Tuhan memberi anugerah lewat orang baik yang ada di sekitar saya, sepanjang hidup saya..” tifan sistem koagulasi maupun fibrinolisis pada DBD. Dalam kaskade koagulasi, jalur intrinsik faktor XI terlibat dalam patogenesis kelainan koagulasi pada DBD, yang menghasilkan konsentrasi trombin dalam jumlah besar lewat faktor IX dan faktor X. Dan tidak terbukti adanya aktifitas sistem kontak (faktor XII) dalam patogenesis kelainan koagulasi pada DBD. Kesimpulan lainnya, antigen dan aktifitas TAFI (Thrombin activatable fibrinolytic inhibitor, suatu inhibitor fibrinolisis yang diaktifkan oleh trombin) sangat menurun dan mengakibatkan perdarahan hebat. TAFI sendiri merupakan inhibitor fibrinolisis yang belum lama ditemukan. Temuan ini sangat fenomental, karena merupakan yang pertama terbukti pada infeksi virus. Tidak lupa dalam orasinya, C. Suharti mengucapkan terima kasih atas dukungan segenap orang yang membantunya mencapai Guru Besar, seperti suaminya, Rektor UNDIP, Direktur RSUP Kariadi, serta seluruh staf HEMON, pasien, dan sahabat. “Tuhan memberi anugerah lewat orang baik yang ada di sekitar saya, sepanjang hidup saya,” pungkasnya. (HI)
GURU BESAR
Prof. DR. Dr. Pradana Soewondo, SpPD, K-EMD, FINASIM
Secercah Harapan Penyandang DM
di Era SJSN Sudah seyogyanya penyakit DM mendapat perhatian dalam JKN agar dapat mencegah penyandang DM dari komplikasi akut dan kronik.
S
osok kalem, tak banyak bicara, dan seperti terlihat tak ingin tahu. Namun sejatinya dia tahu banyak hal. Ia juga terkesan cuek, acuh, dan seperti tidak memperhatikan sekitar. Padahal ia begitu sangat peduli. Sebagian besar waktunya rela dihabiskan untuk mendalami dan membantu pasien-pasien diabetes. Itulah Prof. DR. Dr. Pradana Soewondo, SpPD, K-EMD, FINASIM, yang pada 7 September 2013 lalu dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Ilmu Penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Jakarta.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
53
GURU BESAR
Prof. Pradana pada saat pidato pengukuhan menjadi Guru Besar FKUI.
Bagi Prof. Pradana, begitu dia biasa disapa, sukses mencapai gelar akademik tertinggi merupakan suatu anugrah luar biasa dari Tuhan. Gelar professor yang disandangnya tak membuat ia jumawa. Bahkan, Manager Akademik dan Kemahasiswaan FKUI ini mensyukuri apa yang dicapainya saat ini dengan kerja keras mengembangkan pendidikan kedokteran di Indonesia, terutama di FKUI. “Ini tentu saja penghargaan bagi saya, karena ini adalah pencapaian tertinggi dan setiap orang yang mencapai pencapaian ini pasti akan bangga termasuk diri saya,” ujarnya saat ditemui usai prosesi pengukuhannya. Namun baginya, pengukuhan tersebut tentu juga memberi sebuah amanah baru, sebuah tugas berat yang harus ia laksanakan dalam mengembangkan pendidikan dunia kedokteran, FKUI khususnya. Karier akademiknya mengalir bagai air. Menjadi seorang dokter adalah takdir yang tak direncana sebelumnya. Pasalnya, Pradana kecil mengaku tidak pernah bercita-cita menjadi tenaga medis. Pria yang kerap bersepeda ini lebih tertarik menjadi penerbang. Tapi lantaran ingin berbakti dan patuh kepada orangtua, suami Anita Seman, BA, MA ini ikut seleksi masuk FKUI. Dari beberapa ujian masuk perguruan tinggi yang diikuti, FKUI mengumumkan hasil seleksi lebih dahulu dan ia diterima sebagai mahasiswa FKUI. Akhirnya, ia menjalani profesi se-
54
bagai tenaga kesehatan dan pendidik di Fakultas Kedokteran FKUI.”Waktu kecil saya tertarik untuk menjadi penerbang, tetapi orang tua lebih mendorong menjadi dokter dan pada waktu itu yang diterima pertama kali adalah di FKUI. Di dalam keluarga ada beberapa orang yang menjadi guru besar sehingga ibu juga menginginkan putra-putrinya ada yang menjadi guru besar,” ujar penggemar olah raga renang ini mengenang kata-kata ibunya dahulu. Puskesmas Simpang Martapura, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan menjadi kawah candradimuka kemampuannya menangani pasien. Usai mengantongi gelar dokter dari FKUI (1971-1977) Pradana muda mengawali karier mengikuti program dokter inpres dan bertugas di Puskesmas Simpang Martapura, Sumatera Selatan dari 1978 – 1982. Studinya dilanjutkan pada program studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di almamater yang sama tahun 1982–1988. Kasus-kasus diabetes dan endokrinologi mencuri perhatiannya sehingga ia mendalaminya sampai memperoleh gelar Konsultan Endokrinologi dan Diabetes Medik (KEMD) pada 1996. Tak berhenti di situ, mantan Ketua Umum PB Perkeni, 2 periode ini, melanjutkan studi ke program doktoral di bidang Imu Kedokteran pada FKUI. Dan lulus dari program doktornya pada 2011. Berselang dua tahun, staf medik Divisi Metabolik Endokrin IPD FKUI ini dinobat
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
menjadi Guru Besar FKUI. Dalam orasinya yang bertema ”Harapan Baru Penyandang Diabetes Melitus Di Era Jaminan Kesehatan Nasional 2014”, Prof. Pradana menegaskan penyandang diabetes mellitus (DM) di Indonesia akan mengancam status kesehatan bangsa bila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan serius. Saat ini di Indonesia diperkirakan prevalesi DM sebanyak 7,6 juta atau 4,8 % jumlah penduduk. Angka ini menduduki peringkat 7 dunia penderita DM terbanyak. Sayangnya, lanjut Prof. Pradana, tingginya penderita DM tidak dibarengi layanan kesehatan yang mumpuni. Rendahnya akses layanan kesehatan, misalnya, menjadi momok banyaknya penyandang DM yang tidak terdiagnosis. Menurut Prof. Pradana, sulitnya akses layanan kesehatan bagi penyadang DM karena rendahnya cakupan jaminan kesehatan. Sedangkan pasien DM membutuhkan biaya yang relatif mahal, apalagi bila penyakit berkembang kronik dan muncul komplikasi dan penyakit komorbid. Dengan begitu, kondisi pasien DM akan memicu permasalahan ekonomi dan sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat. “Penyandang DM dengan komplikasi akan membutuhkan biaya kesehatan yang tinggi,” ujar dokter yang pernah belajar endokrin di beberapa negara maju ini. Ironisnya, penyandang DM kerap mendapat diskriminasi oleh pihak asuransi kesehatan. Faktanya, sebagian penderita DM mendapat penolakan ketika bergabung pada sistem asuransi. Atau penyandang DM mesti membayar premi yang lebih besar dari non DM. Untuk itu, Prof. Pradana berharap ke depan harus dipastikan penderita DM tidak lagi mengalami diskriminasi dalam sistem asuransi.
Harapan Pengelolaan DM di Era JKN Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan yang dimulai pada awal Januari 2014 membawa angin segar bagi
GURU BESAR pengelolaan penyandang DM. Di era Jaminan kesehatan Nasional (JKN) sistem pelayanan kesehatan lebih mudah dijangkau dan berpihak kepada masyarakat yang membutuhkan, tanpa harus berpikir kendala keuangan. Sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis asuransi akan memberi jaminan kesehatan yang berkualitas mulai dari tingkat layanan primer sekunder dan tersier. DM merupakan salah satu penyakit dalam daftar 144 kondisi kesehatan yang dapat dilayani layanan kesehatan primer dan dibiayai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menurut Prof. Pradana penyandang DM memiliki harapan hidup yang rendah dan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
”
Saya berharap ke depannya, para ahli endokrin mampu memberikan standar pelayanan yang tinggi layaknya dokter-dokter di negara maju bagi pasiennya. Begitu pula untuk para internis baik yang bekerja di institusi pendidikan maupun intstitusi layanan kesehatan, mohon selalu meningkatkan komunikasi dan kerjasama sesama internis dan profesi lain untuk mencapai hasil yang baik untuk pasien. Sebagai dokter di Layanan rujukan selalu senantiasa mengayomi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan juga sebagai role model.
”
Prof. Pradana bersama keluarga pada saat pengukuhan menjadi Guru Besar FKUI.
Sudah seyogyanya penyakit DM mendapat perhatian dalam JKN agar dapat mencegah penyandang DM dari komplikasi akut dan kronik. ”JKN memberi harapan besar bagi pasien DM untuk memperoleh pelayanan yang lebih komprehensip dan holistik,” ungkap dokter yang tergabung dalam American Diabetes Association ini. Tentu, lanjutnya, mewujudkan “impian” layanan paripurna bagi penyandang DM di era JKN bukan perkara mudah. Pria kelahir-
an Jakarta, 19 April 1952 ini, menghimbau semua stakeholder kesehatan agar memiliki komitmen tinggi, konsistensi dan keseriusan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu better care at lower cost. “Saya berharap ke depannya, para ahli endokrin mampu memberikan standar pelayanan yang tinggi layaknya dokter-dokter di negara maju bagi pasiennya. Begitu pula untuk para internis baik yang bekerja di institusi pendidikan maupun intstitusi layanan kese-
hatan, mohon selalu meningkatkan komunikasi dan kerjasama sesama internis dan profesi lain untuk mencapai hasil yang baik untuk pasien. Sebagai dokter di Layanan rujukan selalu senantiasa mengayomi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan juga sebagai role model.” katanya. Ia mengemukakan, salah satu impiannya sendiri yakni dengan terwujudnya pusat diabetes regional di Jakarta. Kehadiran pusat diabetes ini diharapkan sebagai langkah nyata dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang menderita diabetes sehingga mereka tidak lagi menjadi si ‘penderita’ namun tetap bisa menjalankan hidupnya sebagaimana orang normal pada umumnya. Pria penggemar gado-gado ini tidaknya hanya peduli dengan ancaman DM di Indonesia, ia pun aktif sebagai pendidik dan peneliti di FKUI. Kendati demikian, Prof. Pradana mengaku ditengah padatnya aktivitas, ia masih dapat berkumpul dengan keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Bahkan, di usianya yang lebih setengah abad ia masih menyempatkan diri untuk olah raga renang dan bersepeda setiap minggu. Bagi tetangga dan warga di lingkungannya, ayah dengan enam orang anak ini juga dikenal sebagai pribadi yang rajin, dermawan dan disiplin. Dan atas sikapnya ini, pada Agustus 2011 lalu ia dianugerahi warganya piagam penghargaan sebagai warga terpilih karena budaya sikap dermawan dan disiplin di lingkungannya di Rukun Warga 08, Kelurahan Tebet Timur, Jakarta Selatan. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
55
ADVERTORIAL
INSPIRE: PB PAPDI, PERKENI – Novo Nordisk
Kerjasama Latih
Ahli Diabetes Kerjasama PB PAPDI-PERKENI dan PT Novo Nordisk diharapkan berlangsung dalam jangka panjang dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam terkait tatalaksana DM secara komprehensif.
I
ndonesia menduduki rangking ke 4 dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dalam prevalensi diabetes (Diabetes Care, 2004). Riset Kesehatan Dasar Indonesia pada tahun 2007, menunjukkan Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 dari seluruh kematian pada semua kelompok umur. Prevalensi Diabetes di Indonesia adalah 5,7%, dan 73,7% diantaranya belum terdiagnosis sebelumnya. Dari seluruh jumlah pasien tersebut, 70% diantaranya belum mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Untuk itu, dibutuhkan pelatihan yang intensif dan
berkesinambungan mengenai tatalaksana diabetes secara menyeluruh. Diharapkan dokter umum yang telah terlatih tersebut dapat menjadi salah satu jalan keluar mengatasi kesenjangan antara banyaknya jumlah pasien dengan ketersediaan dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan endokrinologi. Peran dokter spesialis penyakit dalam yang terlatih dalam tatalaksana
kasus diabetes mellitus (DM) dengan komplikasi juga dapat mengurangi beban konsultan endokrinologi. Selain itu WHO merekomendasikan bahwa strategi yang efektif berbasis masyarakat perlu dilakukan secara terintegrasi melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor termasuk swasta. Dengan demikian pengembangan kemitraan dengan berbagai
Prof. Idrus memberi sambutan pada acara Inspire di Jakarta, Maret 2013.
PB PAPDI dan PERKENI menyelenggarakan workshop TOT untuk program Inspire.
56
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
ADVERTORIAL Kerjasama pelatihan ini ta 304. Di tahun 2013 hingga bulan Septemakan berlangsung tahun 2012 ber telah dilakukan pelatihan untuk dokter sampai 2014 di 16 kota se- umum di 15 kota, dan masih akan berlangluruh Indonesia dengan tar- sung di 13 kota lainnya sampai akhir tahun get peserta dokter umum 2013. Sedangkan untuk pelatihan dokter sebanyak 2400 dan dokter spesialis sudah dilaksanakan di 13 kota dan spesialis sebanyak 1200. akan berlangsung di 3 kota lainnya. Sebelum pelatihan dimulai, 4 Diharapkan kerjasama ini akan berlangJuli 2012 telah dilaksanakan sung dalam jangka panjang dan berkesiTrain of Trainer (ToT) untuk nambungan sehingga dapat meningkatkan para konsultan metabolik pengetahuan dokter umum dan dokter speendokrin dan 9 November sialis penyakit dalam terkait tatalaksana DM 2012 untuk dokter spesialis secara komprehensif. Diharapkan pada penyakit dalam dengan pe- akhirnya akan meningkatkan kepercayaan serta 53 dokter dari 19 masyarakat terhadap dokter umum dan cabang-cabang PAPDI. Di spesialis penyakit dalam saat melakukan Dr. Aru dan Prof Pradana pada acara TOT Workshop Inspire. tahun 2012, pelatihan ini telah tatalaksana DM, termasuk dalam hal penceunsur di masyarakat dan lintas sektor yang dilaksanakan sebanyak 12 kali untuk dokter gahan, meningkatkan kepatuhan terapi serterkait dengan DM di setiap wilayah meru- umum dengan jumlah peserta 513 dan 9 kali ta melaksanakan perawatan komplikasi akut pakan kegiatan yang penting dilakukan. untuk dokter spesialis dengan jumlah peser- maupun kronik. PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), yang saat ini beranggotakan 80 dokter konsultan metabolik endokrin dan calon konsultan, memandang perlunya diadakan pelatihan tatalaksana diabetes bagi dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan yang kompeten sehingga dapat bekerjasama dengan konsultan endokrinologi dalam tatalaksana DM. Diharapkan setelah ini terlaksana, akan tercipta sistem rujukan yang baik antara dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan endokrinologi. Dalam hal ini, kerjasama dilakukan dengan PAPDI sebagai organisaPeserta workshop pada progra Inspire di Bogor, September 2013. si yang memayungi ahli penyakit dalam di seluruh Indonesia. Pelatihan ini ditunjang dengan kurikulum yang paripurna dan terstandarisasi kualitasnya yang dibuat oleh PERKENI bekerja sama dengan berbagai pihak. Salah satu mitra PERKENI dalam pembuatan modul pelatihan adalah Steno Diabetes Center yang merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian yang khusus menangani DM yang berlokasi di Denmark. Selain itu dilakukan pula kerjasama dengan pihak sponsor yang dalam hal ini adalah PT. Novo Nordisk. Pelatihan DM ini dinamakan Inspire, dimana terdapat Inspire GP dan Inspire Internis. Diharapkan pelatihan ini dapat menginspirasi berbagai pihak, baik dokter, pasien maupun pihak-pihak terkait untuk berbuat lebih baik lagi di masa mendatang dalam hal tatalaksana diabates secara menyeluruh. Peserta workshop pada progra Inspire di Jambi, September 2013.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
57
INFO MEDIS Indriani Ketua Indonesia Pulmonary Hypertension Family
Hipertensi Pulmonal Jenis Tekanan Darah Tinggi yang Lain tahun yang lalu Mastiur merasa heran dan aneh, dia yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit selama 10 tahun dan biasa beraktifitas normal bahkan menyukai banyak olah raga seperti berenang dan mendaki gunung tiba-tiba dia menjadi gampang lelah, capek, sesak, pusing dan rasanya ingin pingsan. Selain itu detak jantung juga sangat cepat dan tidak teratur, hingga suatu hari ternyata yang tadinya seperti hanya perasaan saja benar-benar menjadi kenyataan, dia pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit. Dokter di rumah sakit Medan merujuk supaya Mastiur ke RS Harapan Kita di Jakarta. Sesampai di jakarta, ternyata keheranan itu terjawab dan dia didiagnosa hipertensi pul-
4
monal sekunder yang disebabkan oleh ASD. Pengobatan segera dilakukan dengan dorner, viagra, furosemide, aspark dan simarc2. Lain halnya dengan Octarina yang didiagnosa hipertensi pulmonal primer (belum diketahui penyebabnya) 11 tahun yang lalu setelah suaminya meninggal. Sebagai seorang single parent dia harus berjuang membesarkan anak-anaknya yang waktu itu masih berumur 7 dan 8 tahun bersama dengan gejala-gejala hipertensi pulmonal yang harus dihadapi setiap hari seperti sesak nafas, mudah lelah dan saturasi oksigen yang rendah (dibawah 90%). Dokter memberikan bosentan dan viagra sebagai pengobatan hipertensi pulmonal primernya.
Gambaran mikroskopik pulmonary arterial hypertension.
58
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
INFO MEDIS Hipertensi Pulmonal (Pulmonary Hypertension) — The other high blood pressure
Karena hipertensi pulmonal didiagnosa melalui test yang tidak umum dilakukan seperti echocardiography dan katerisasi jantung kanan, atau ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rontgen dada dan didapati jantung kanan telah membesar/bengkak, maka dalam banyak kasus pasien terdiagnosa pada saat jantung kanan sudah mulai mengalami kegagalan fungsi atau stadium lanjut. Selain itu diagnosa juga seringkali sulit dilakukan karena gejala yang adan menyerupai penyakit lainnya seperti asma dll. Pengobatan konvensional yang biasa dilakukan untuk hipertensi pulmonal adalah dengan calcium beta blocker. Selain itu dengan adanya banyak penelitian yang dilakukan 10 tahun terakhir ini telah hadir beberapa jenis obat lain yang telah disetujui FDA untuk hipertensi pulmonal, yaitu : - phosphodiesterase-5 inhibitors (Viagra dengan nama dagang Revatio, Tadalafil, dll) - endothelin receptor antagonist (Bosentan/tracleer, Ambrisentan, dll) - prostacyclin (Iloprost, Tyvaso, dll). - epoprotenol (Flolan, dll).
Hipertensi pulmonal adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada arteri yang menuju ke paru-paru. Tekanan pada arteri paru-paru lebih rendah daripada tekanan darah di bagian lain tubuh yang biasa berkisar 120/80 mm Hg. Pada orang normal tekanan di arteri paru-paru ini berkisar antara 25/10mm Hg. Apabila tekanan pada arteri paru-paru ini melebihi 40/20 mm Hg atau rata-rata (mean pressure) melebihi 25 mm Hg maka hipertensi pulmonal terjadi. Apabila hipertensi pulmonal terjadi, maka bilik jantung kanan yang biasa memompa darah ke arteri paru-paru tidak dapat bekerja optimal dan pasien mulai mengalami gejala seperti sesak nafas, kehilangan energi, edema, dimana merupakan gejala-gejala terjadinya gagal jantung kanan. Prevelansi terjadinya hipertensi pulmonal di dunia tidak diketahui dengan pasti. Di USA sendiri terdapat 10-20ribu pasien yang terdiagnosa PH (pulmonary hypertension) dan diperkirakan masih banyak lagi yang belum terdiagnosa. Terdapat 200ribu perawatan rumah sakit yang dilakukan untuk hipertensi pulmonal dan 15ribu kematian setiap tahunnya. Hipertensi pulmonal terjadi 2x lebih banyak pada wanita dengan rata2 usia saat diagnosa adalah 36 tahun. Tanpa pengobatan yang benar dan dilakukan dengan segera maka tingkat kelangsungan hidup pasien pada tiga tahun pertama sejak diagnosa hanya sekitar 50%. Seringkali hipertensi pulmonal diFoto dada pasien Hipertensi Pulonal sebabkan oleh banyak jenis penyakit lain seperti penyakit jantung bawaan, jaringan ikat (connective tissue disease), Apabila pengobatan-pengobatan di atas emboli paru, obat-obatan (drug-induced) telah diberikan dan pasien tidak merespon dan masih banyak lagi yang lain. Selain itu dengan baik, maka pilihan terakhir adalah hipertensi pulmonal bisa juga karena ge- dilakukan transplantasi paru-paru maupun netik/keturunan, tetapi sebagian besar jenis jantung. hipertensi pulmonal yang terjadi sekarang Di Indonesia sendiri pengobatan hiperadalah idiopatik atau belum diketahui pe- tensi pulmonal dimulai dengan beraprost nyebabnya (biasa disebut hipertensi pulmo- sodium (Dorner) dan sildenafil (Viagra). nal primer). Pengobatan tingkat lanjut yang lain belum
tersedia disini selain Iloprost. Tetapi karena kendala akses dan biaya pengobatan yang sangat mahal dan tidak terjangkau, maka banyak pasien hipertensi pulmonal di Indonesia yang hanya mendapatkan pengobatan konvensional untuk membantu mengatasi gejala sehari-hari, bukan pengobatan hipertensi pulmonalnya sendiri.
Group Support Hipertensi Pulmonal di Indonesia Bermula dari sebuah artikel di Kompas tentang hipertensi paru pada tahun 2006, beberapa pasien hipertensi pulmonal saling berkenalan dan mulai membentuk group Indonesia Pulmonary Hypertension Family di facebook beberapa tahun yang lalu dan pertemuan pertama secara offline dilakukan pada Maret 2012. Dengan keinginan kuat untuk saling berbagi dan mendukung sesama pasien dan keluarga hipertensi pulmonal di Indonesia, maka kami berusaha untuk memperkenalkan hipertensi pulmonal lebih lanjut ke kalangan medis dan masyarakat umum melalui berbagai cara/media, dan lain-lain. Aliansi dengan yayasan hipertensi pulmonal di USA dilakukan dan situs resmi hipertensi pulmonal Indonesia di www.phaindonesia.org diluncurkan pada bulan Juni 2012. Fakta bahwa jumlah penduduk Indonesia yang hampir sama dengan USA, maka bisa dikatakan bahwa terdapat ribuan pasien di Indonesia yang belum terdiagnosa dan mendapatkan informasi maupun pengobatan yang sesuai. Kami dari group support hipertensi pulmonal Indonesia berharap untuk dapat bekerja sama dengan kalangan medis khususnya para Dokter Ahli Penyakit Dalam untuk diagnosa maupun dalam hal membantu pasien-pasien hipertensi pulmonal di seluruh Indonesia mendapatkan informasi, pengobatan yang baik dan memperkenalkan support group hipertensi pulmonal kepada pasien sehingga mereka tidak merasa sendirian dan bisa menjalani hidup dengan berkualitas.
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
59
INFO MEDIS DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD, K-P, FINASIM, FCCP Pertemuan Ilmiah Perpari Makasar 17 Mei 2013
FROM PULMONARY and RESPIRATORY CRITICAL CARE
to Interventional Pulmonology
P
ulmonologi (Pulmonary Medicine) sebagai salah satu cabang Ilmu Penyakit Dalam adalah ilmu yang mempelajari penyakit paru, pleura (selaput tipis pembungkus paru), organ rongga mediastinum, dinding dada (toraks) dan berbagai keadaan bagian tubuh lain/ sistemik lain yang melibatkan paru dengan segala akibatnya pada individu dewasa. Bidang ini berkembang sangat pesat, baik dalam segi molekuler, imunologi, dll sehingga tidak mencakup hanya Pulmonal sebagai organ saja tapi juga sampai respirasi pada tingkat seluler/mitochondria, karena mencakup sistim ventilasi di saluran nafas, parenkim paru sampai proses respirasi dit-
60
ingkat selular/mitochondria maka istilahnya diperluas menjadi Respiratory Medicine/Respirologi. Pada proses tatalaksana pasien dengan kondisi khusus/kritis, dengan orientasi pada proses resusitasi dari keadaan fisiologis yang mengalami gangguan ekstrim diperlukan pemahaman yang dalam tentang proses patofisiologis penyakit. Termasuk penguasaan berbagai tindakan diagnostik seperti pemasangan kateter vena sentral, monitoring/pengobatan intensif, maupun terapi pengganti seperti ventilator mekanik/renal replacement therapy. Kemajuan ini memungkinkan seorang pasien yang menderita gangguan fisiologis berat/penyakit paru berat mempunyai prognosis yang lebih baik. Perawatan penyakit kritis (’Critical care medicine’) yang bergelut dengan perawatan lanjut kasus kritis medis (dewasa) dilain pihak sebagian dikaitkan dengan pemakaian ’artificial lung’ (ventilator) dimana semua hal fisiologis paru diadaptasikan pada ventilator ini. ’Critical care medicine’ sebagai suatu percabangan ilmu Sub Spesialis di Penyakit Dalam oleh panel ekspert pendidikan ABIM (American Board of Internal Medicine) diperkenankan dikuasai keahliannya sebagai subspesialis ganda bersama Sub Spesialis Pulmonologi sebagaimana Hematologi digabung dengan Onkologi Medik dan Rematologi digabung dengan Alergi Imunologi.
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pulmonologi/Respirologi dan Penyakit Kritis Terkait, perlu diimbangi dengan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terstruktur dan berkesinambungan, sehingga pelayanan kesehatan pasien bisa lebih baik lagi. Dari sejarah perkembangan Pulmonologi tercatat beberapa hal sbb : • Hipocrates 600 SM, hanya berdasar pemahamannya sendiri menyatakan bahwa beberapa bagian tertentu udara yang dihisap (maksudnya Oksigen) merupakan zat yang amat penting bagi kehidupan. • William Harvey (1628): berhasil menerangkan fisiologi tubuh manusia dengan baik dan mengatakan bahwa fungsi utama bernafas adalah dengan mendinginkan jantung. • Boyle (1660), membuktikan dengan percobaan binatang bahwa udara adalah zat esensial utk hidup. • Robert Koch (1876), menemukan bahwa penyakit tuberkulosis paru sebagai penyebab kematian tersering saat itu di Eropa disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis. • Conrad Roentgen (1890) menemukan alat roentgen, yang amat memudahkan para dokter untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari paru seseorang. • Lalu penemuan lainnya diabad ke 20 ini adalah ditemukannya beberapa antibiotik
INFO MEDIS untuk mengobati tuberkulosis, penemuan fiberbronkoskope oleh Shigeto Ikeda (1967), operasi pengangkatan paru cukup dengan bronkoskop saja oleh Atul Mehta (2006) Jenis, berat dan penyebaran penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko seperti lingkungan, pekerjaan, umur, jenis kelamin, dan genetik. Saat ini telah dikenal lebih dari 200 jenis penyakit dibidang respirologi yang menunjukkan gambaran klinik sama atau berbeda sama sekali sehingga memerlukan pemeriksaan penunjang mulai yang sederhana seperti (foto dada biasa) sampai pemeriksaan canggih seperti ’elektromagnetic guided lung examination biopsy technique’ suatu tehnik elektromagnetik yang bisa mencari sendiri jaringan patologis dalam paru seperti roket pintar yang hanya menembak sasaran yg sudah ditentukan. Dari sekian banyak penyakit paru ini yang banyak dijumpai adalah berbagai infeksi saluran pernafasan ringan sampai yang mematikan termasuk infeksi oleh tuberkulosis, virus dan jamur, kanker, asma bronkial, penyakit paru obstruksi menahun dll, juga kasus ’critical’ antara lain seperti ARDS, sebagai komplikasi berbagai kegawatan organ lain (seperti septic shock, perdarahan, coma, multi organ disease/failure dll) dst. Pada sebagian besar pusat pendidikan kedokteran dunia, Pulmonologi dan ’critical care medicine’ merupakan subspesialisasi tersendiri dari llmu Penyakit Dalam dan telah mempunyai standard kurikulum, kompetensi dan modul-modul pendidikan yang baku. Dari sejarah, pada mulanya Ilmu kedokteran merupakan ilmu dan seni dalam menyembuhkan penyakit yang dilaksanakan dokter melalui pengobatan terhadap pasien. Kemudian sesuai dengan perkembangan kebutuhan, ilmu Kedokteran bercabang menjadi cabang ilmu bedah dan cabang ilmu medis (Penyakit Dalam). Selanjutnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang menjadi sub-sub dan cabang ilmu baru. Perkembangan dan percabangan ilmu tersebut tidak mungkin bisa dicegah karena memang dibutuhkan untuk pendidikan, penelitian dan pelayanan kesehatan. Percabangan ilmu kedokteran memungkinkan terjadinya pendalaman ilmu yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan juga pela-
yanan kesehatan. Namun di sisi lain percabangan ilmu berpotensi menyempitkan ilmu kedokteran ke dalam kotak-kotak yang mengaburkan kesatuan ilmu dan berakibat kepada pelayanan kesehatan yang memandang organ pasien sebagai satuan-satuan kecil. Positifnya adalah pendalaman spesifik tapi negatifnya pada pelayanan penyakit pasien akan mengaburkan bahwa manusia harus ditangani seutuhnya/komprehensif/holistik. Percabangan ilmu kedokteran akan terus terjadi dan patut didorong untuk pengembangan ilmu kedokteran namun perlu dijaga agar percabangan itu tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan tidak menyebabkan layanan menjadi mahal dan tidak efisien. Sejarah Ilmu Kedokteran Klinis, sejak awalnya menggambarkan bahwa Ilmu Penyakit Dalam adalah induk atau pokok batang (Science Tree) dari cabang-cabang subspesialisasi mencakup: Pulmonologi, Kardiologi, Endokrinologi, Hematologi, Nefrologi, Alergi-Immunologi, Rematologi, Hepatologi, Gastro-Enterologi, Ilmu Penyakit Infeksi dan Tropik, Psikiatri/Neurologi, critical care, emergency medicine dan Geriatri. Sudah sama-sama kita ketahui bahwa setiap sistem organ dalam tubuh manusia berfungsi secara terkait secara langsung atau tidak langsung serta saling berpengaruh satu sama lain, baik secara hubungan sebab akibat ataupun sebagai faktor risiko. Gangguan pada salah satu sistem organ akan memberi dampak pada sistem organ lain. Dasar pandangan ini menjadi salah satu dasar utama dalam kebijaksanaan pelayanan bidang Penyakit Dalam sehingga penanggulangan klinis sena ntiasa bersifat holistik dan integratif. Berkembangnya ilmu kedokteran di Indonesia tentu tidak terlepas dari dan perlu mengacu pada perkembangan ilmu kedokteran di berbagai pusat pendidikan luar negeri yang sudah maju, mapan dan memiliki standar pendidikan/kompetensi yang selalu dijaga mutunya. Perkembangan dan percabangan ilmu kedokteran di negara-negara maju tentu sudah melalui pemikiran matang dan mendalam dari para ahli tingkat dunia, yang seyogjanya dapat menjadi acuan untuk perkembangan ilmu kedokteran di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Namun demikian, untuk cabang ilmu kedokteran klinik, yang langsung
bersinggungan dengan pelayanan pada masyarakat, di negara sedang berkembang seperti Indonesia yang luas dan heterogen, pencabangan ilmu harus selalu mempertimbangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang signifikan, bukan semata-mata kebutuhan keilmuan sang dokter. Dengan demikian, layanan yang diberikan tidak akan menjadi mahal, tepat sasaran, efektif dan efisien. Subspesialisasi juga dibutuhkan dalam rangka pengembangan ilmu, pendidikan spesialis, pelayan kasus khusus tersier/subspesialistik. Berdasarkan acuan yang dibuat oleh World Federation Medical Education (WFME) yang jadi referensi dalam membuat standard pendidikan dokter terdapat 3 strata pendidikan dokter, yakni pendidikan dokter umum/dokter pelayanan primer, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Bila dikaitkan dengan UU Sistim pendidikan yang berlaku di Indonesia, UU SISDIKNAS tahun 2003 yang menyatakan bahwa terdapat 3 strata pendidikan, dimana pendidikan strata 1 harus di berikan oleh strata 2, demikian pula pendidikan strata 2 harus diberikan oleh strata 3. Maka sistim pendidikan spesialis dan subspesialis Penyakit Dalam yang dibuat Kolegium Ilmu Penyakit Dalam Indonesia sudah memenuhi semua kriteria tersebut. Pulmonologi/Respirologi dan ’Critical Care Medicine’ sebagaimana juga subspesialis lain di Ilmu Penyakit Dalam (IPD) merupakan disiplin ilmu yang menggunakan pengetahuan intelektual dan keterampilan medis untuk melakukan pengamatan dan penilaian, identifikasi dan pemecahan masalah, yang diaplikasikan dalam pengelolaan pasien. Lulusan PPDS-PD Konsultan Paru dan Penyakit Kritis adalah Sub Spesialis Penyakit Dalam (Sp.PD) yang menguasai IPD umum (general internal medicine) dan kekhususan Pulmonologi/Respirologi + Perawatan Penyakit Kritis (critical care medicine’). Dia kompeten melakukan penilaian, menegakkan diagnosis dan mengelola masalah medik terkait, terutama yang mempunyai gejala dan penampilan klinik non-spesifik serta masalah dan gangguan sistem yang bersifat ganda. Menyikapi berlakunya Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, ma-
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
61
INFO MEDIS ka sudah ada pendidikan bidang Pulmonologi dan Penyakit Kritis Penyakit Dalam yang setara dengan Pendidikan Dokter Spesialis II, yang disebut dengan Pendidikan Dokter Spesialis II Pulmonologi Penyakit Dalam yang berada di bawah naungan satu institusi pendidikan dengan kurikulum yang disusun oleh Kolegium PAPDI. Penyelenggara Pendidikan Dokter Spesialis II Pulmonologi Penyakit Dalam adalah institusi pendidikan fakultas kedokteran negeri yang mempunyai institusi pendidikan dokter spesialis Penyakit Dalam Konsultan Pulmonologi yang diakui oleh Kolegium Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Kongres PAPDI telah menetapkan kesempatan yang sama bagi semua anggota PAPDI yang berkecimpung di institusi pendidikan maupun di institusi non pendidikan untuk mengembangkan diri menjadi Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan dengan sebutan yang sama yaitu Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan dan disingkat dengan Sp.PD(K). Pengurus Pusat PAPDI dan Kolegium Ilmu Penyakit Dalam Indonesia telah menetapkan kriteria umum untuk menjadi Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan serta beberapa persyaratan Iainnya. Karakteristik Pulmonologi dan Perawatan Penyakit Kritis sebagai bagian Ilmu Penyakit Dalam: Sebagai salah satu percabangan ilmu kedokteran, Ilmu Penyakit Dalam mewarisi ciri ilmu kedokteran namun Ilmu Penyakit Dalam juga telah berkembang dan mempunyai nilai dan ciri yang merupakan jati dirinya. Nilai dan ciri tersebut meski merupakan kekhasan ilmu Penyakit Dalam namun tidak bertentangan bahkan mendukung keutuhan ilmu Kedokteran itu sendiri. Kekhasan keilmuan Ilmu Penyakit Dalam adalah : 1. Pemikiran sistemik (systemic thinking), kekhasan ini menumbuhkan pemahaman mengenai adanya keterkaitan antar berbagai organ dan sistem di dalam tubuh manusia. 2. Holistik, Ilmu Penyakit Dalam juga mempunyai kekhususan dalam memandang manusia secara seutuhnya 3. Integrasi, yaitu upaya perbaikan dalam memadukan berbagai masalah yang ada menjadi masalah yang terpadu sehingga dapat diselesaikan secara terpadu pula.
62
Semua ciri khas tersebut aplikatif dan melekat dibidang pulmonologi + perawatan penyakit kritis baik dalam pelayanan maupun keilmuan. Posisi Pulmonologi sebagai cabang Ilmu Penyakit Dalam dalam Perkembangan Ilmu Kedokteran bersama percabangan ilmu kedokteran lain, Ilmu Penyakit Dalam mempunyai posisi memperdalam dan mengembangkan ilmu kedokteran sekaligus menjaga kesatuan ilmu kedokteran agar tidak terjerumus dalam pengkotakan keilmuan. Salah satu bentuk kegiatan dalam menjaga peran ini adalah tugas para pendidik di Departemen llmu Penyakit Dalam setiap Fakultas Kedokteran menanamkan pentingnya keutuhan ilmu kedokteran bagi mahasiswanya, untuk selalu melakukan pendekatan holistik dan terintegras saat menangani pasien. Serta berusaha selalu untuk memahami hubungan antar berbagai organ tubuh yang terdapat dalam tubuh manusia. Posisi dan peran ini perlu dikembangkan dan dijaga oleh para ahli Ilmu Penyakit Dalam dan sewajarnya didukung oleh para ahli di percabangan ilmu kedokteran lainnya. Pendalaman ilmu yang terjadi di percabangan ilmu kedokteran telah memotori dan mendukung perkembangan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Demikian pula percabangan Ilmu Penyakit Dalam dengan salah satu cabangnya Pulmonologi telah memungkinkan terjadinya pendalaman dalam percabangan tersebut yang akan memberi sumbangan pada perkembangan Ilmu Penyakit Dalam khususnya dan ilmu kedokteran umumnya. Seorang Sp.PD diharapkan menguasai pengetahuan dasar ilmiah dan pengetahuan klinik untuk dapat mengelola pasien secara berkualitas, aman dan cost effective. Spesialis Penyakit Dalam juga diharapkan dapat melakukan praktik klinik komprehensif, terintegrasi, dan mandiri, serta mampu mempertahankan atau meningkatkan kompetensinya melalui pengembangan (pendidikan dan pelatihan) profesional yang berkesinambungan (continuing professional development). Sedangkan sebagai Konsultan Pulmonologi yang merupakan istilah lain dari subspesialis Paru spesialis Penyakit Dalam, mereka mempelajari lebih dalam segala penyakit yang mengenai paru/pleura/mediastinum, dinding dada dan berbagai hal lain yang melibatkan organ/pembuluh darah paru, pleura, mediastinum dan din-
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
ding torak, sehingga diharapkan basis pengetahuan dan keterampilannya untuk penyakit tersebut bersifat komprehensif, integratif dan spesifik. Dengan tingkat keahlian seperti itu penanganan penyakit akan terjaga mutunya dan ”cost effective” hemat, sebagaimana tercantum dalam pasal Undang-Undang Praktek Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban Kendali mutu dan Kendali Biaya. Seorang Ahli IPD diperlukan untuk mengajar di program pendidikan dokter umum (S1), sedang program pendidikan Ahli Ilmu Penyakit Dalam (Sp1) juga memerlukan pendidik dan pengajar ahli-ahli Ilmu Penyakit Dalam yang telah memperdalam dan mematangkan keahliannya secara khusus (di negara maju disebut Master Clinicians) dalam salah satu bidang subspesialisasi dan disebut sebagai Konsultan/subspesialis (Sp2). Untuk menjadi Dokter Spesialis Penyakit Dalam konsultan Pulmonologi + Penyakit Kritis diperlukan waktu tertentu untuk mempelajari berbagai Ilmu Penyakit Dalam umum, pendalaman ilmu holistik penyakit dalam sebagai ”master clinicians’ dan mengikuti semua kurikulum khusus subspesialis Pulmonologi. Dalam periode tersebut diharapkan seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang mau menjadi konsultan Pulmonologi + Penyakit Kritis dapat memahami dan menguasai berbagai aspek penyakit paru dengan mendalam disertai dukungan basis Ilmu Penyakit Dalam holistik yang kuat. Di Indonesia, tingkat dan jangkauan pelayanan Pulmonologi secara spesifik untuk kasus yang ’advance’/komplikatif memang masih rendah dan terfokus dikota besar saja, ini merupakan permasalahan yang perlu dipecahkan oleh para ahli yang berkecimpung di bidang ini. Tapi karena Pulmonologi juga kompetensi yang dikuasai oleh Ahli Penyakit Dalam (jumlah anggota terakhir 2700 orang) tersebar diseluruh Indonesia, maka kasus umum terbanyak penyakit paru seperti TB, Pneumonia, PPOK, Asma, Kanker pada taraf tertentu realitanya sudah bisa ditangani oleh para ahli penyakit dalam yang 2700 tsb. Program pemerintah yang telah bergabung dalam AFTA dan era globalisasi di tahun 2015, memacu kita untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan bebas tersebut. Di sisi lain kita memerlukan banyak tenaga profesional terdidik dalam
INFO MEDIS upaya meningkatkan pelayanan kesehatan di berbagai bidang termasuk bidang Pulmonologi + Perawatan Penyakit Kritis di seluruh pelosok tanah air. Menyadari kenyataan tersebut di atas, kolegium SP2 Pulmonologi+ Perawatan Penyakit Kritis PAPDI harus mempersiapkan diri mengantisipasi kemungkinan datangnya dokter ahli Pulmonologi+ Perawatan Penyakit Kritis dari mancanegara yang akan memanfaatkan era globalisasi ini. Keinginan untuk tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri harus diimbangi dengan usaha meningkatkan kualitas profesionalisme sehingga kita mampu memperlihatkan jati diri se-
bagai konsultan Pulmonologi dan Perawatan Penyakit Kritis Penyakit Dalam dengan kualifikasi yang sama dengan konsultan Pulmonologi Penyakit Dalam + Perawatan Penyakit Kritis dari negara manapun. Banyak kemajuan Pulmonologi di dunia termasuk di Indonesia, disamping itu juga banyak permasalahan yang perlu dipecahkan bersama berkaitan dengan struktur pendidikan Pulmonologi yang ada di Indonesia. Pendidikan seorang Pulmonolog langsung dari seorang dokter umum sebagaimana yang ada di Medan, Jakarta dan Surabaya selama ini sudah berjalan baik, para ahli ini sudah berjasa ikut membantu
pelaksanaan program - program Kemenkes, sedangkan pendidikan Konsultan/subspesialis Pulmonologi + Perawatan Penyakit Kritis Spesialis Penyakit Dalam di Palembang, Bandung, Jakarta, Jogya d Semarang juga berjalan baik, yang akan segera disusul oleh Makasar dan Medan. Permasalahannya bagaimana kedua luaran sistim pendidikan yang berbeda ini bisa saling menghargai / hidup berdampingan ikut membantu program Kemenkes, bersaing sehat dalam memberikan pelayanan, pendidikan, dan penelitian dimana hasilnya akan menaikkan nama bangsa Indonesia.
ISI KURIKULUM /KOMPETENSI SPESIALIS PENYAKIT DALAM, KONSULTAN PARU DAN PERAWATAN PENYAKIT KRITIS SpPD KP / Sp2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Basic methodology scientific problem solving approach Basic methodology medical decision making Anatomi Paru, Fisiologi, dan Mikrobiologi Penyakit Pengembangan Paru dan Genetika Tes Fungsi Paru Bronkoskopi Insersi tube intra torakal Biopsi pleura Medical thoracoscopy Mengerti dan bisa menginterpretasi foto torak Mengerti dan bisa menginterpretasi CT scan torak Mengerti dan bisa menginterpretasi MRI torak Mengerti dan bisa menginterpretasi ventilasi-perfusi scan Asma bronkial PPOK Infeksi Paru Tuberkulosis Bronkiektasis Gagal nafas Penyakit pleura dan mediastinum Manifestasi paru pada penyakit sistemik Infeksi HIV dan manifestasi paru Penyakit Vaskular Paru Penyakit Paru Akibat Kerja dan Lingkungan Skema Perawatan di Rumah Henti Rokok Rehabilitasi Paru Sleep studies Penilaian Preoperatif Pasien dengan Penyakit Paru dan non paru Postoperative Pulmonary Care pada operasi paru / non paru Mengetahui indikasi, kontra indikasi serta persaratan suatu transplantasi paru Kanker paru Penyakit paru pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah
34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.
53. 54. 55. 56. 57. 58.
Penyakit paru Interstisial difus sleep related Disorders Kelainan paru akibat alergi dan anafilaxis Kistik fibrosis Perawatan paliatif Advanced life support Tatalaksana pasien di Intensive Care Unit (ICU) dan High Dependency Units (HDU) Pertimbangan Etikolegal di perawatan intensif Anestesi dan Analgesi pada Perawatan Intensif Pemantauan Perawatan Intensif (hemodynamic monitoring) Pengoperasion mechanical ventilator dan Non Invasive Positive Pressure Ventilator Gagal napas/ARDS/ penyakit respirasi, pada keadaan Syok dan cara Resusitasi Problem respirasi pada gagal ginjal terminal Problem Respirasi pada Pasien dengan Kegagalan Gastrointestinal di ICU Problem Respirasi pada Perdarahan dan ggn Hemostasis Problem Respirasi pada Pasien dg Kelainan Jantung dalam Perawatan Kritis Problem Respirasi pada Penyakit /keadaan Kritis Pasien DM Problem Respirasi pada perawatan Kritis pasien HIVdengan Penyakit oportunistik lain Problem Respirasi pada Perawatan Kritis Penyakit Vaskular Problem Respirasi pada Penyakit Neurologi dalam Perawatan Kritis Gagal Napas/ARDS/Penyakit Respirasi dengan Perdarahan Gastrointestinal Gagal Napas /ARDS/ Peny. Resp. pada Penyakit Hepatobilier Sindroma Hepatopulmonal Sindroma portopulmonal Gagal Napas/ARDS/Penyakit Respirasi pada keadaan Poisonings & Ingestions Gagal Napas/ ARDS/Peny.Respirasi pd tatalaksana terapi antitrombotik
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
63
INFO MEDIS 59. Gagal Napas/ARDS/Penyakit Respirasi sebagai komorbid pada kehamilan 60. Manifestasi Paru pada penyakit Jaringan ikat 61. Anti-neutrophil Cytoplasmic Antibodies dan Komplek Imun Vaskulitis 62. Gagal Ginjal dan akibatnya pada Paru 63. Tata laksana Defisiensi Alfa-1 Antitripsin pada paru 64. Manifestasi Paru pada Penyakit Crohn 65. Manifestasi Paru pada Kolitis Ulseratif
Kanker paru saat ini merupakan kanker paling banyak insidensi dan mortalitasnya di seluruh dunia sejak 1985. Epideminya yang progresif dan banyaknya pasien datang dengan tumor endobronkial berakibat obstruksi saluran nafas dan perlu berbagai terapi minimal invasif endobronkhial menjadi dorongan awal untuk perkembangan dan evolusi Interventional Pulmonologi (IP). Intervensional Pulmonologi (IP) merupakan bidang lanjutan dari perkembangan pulmonologi, berfokus pada pendekatan komprehensif dan invasif minimal diagnosis dan manajemen dalam rongga torak, meliputi kanker paru, mediastinum, limfadenopati hilar, nodul paru, obstruksi saluran nafas sentral, pleura dan penyakit obstruksi saluran nafas. Saat ini, IP meliputi intervensi terapetik endobronkial dan berbagai teknik diagnostik lanjutan dalam membantu penilaian patologi intratoraks, secara spesifik mempercepat/revolusi diagnostik kanker paru. Diagnosis dini kanker paru penting sekali, Kesintasan 5 tahun kanker paru yang buruk ( hanya 15.6% /USA) sebagian besar karena pasien datang pada stadium lanjut sedangkan kesintasan yang lebih baik ditemukan pada kondisi dini. Modalitas tradisional yang tersedia untuk menilai nodul paru meliputi bronkoskopi fleksibel bahkan dengan bantuan lavase bronkhoalveoler, brushing sitologi, transbronchial needle aspiration (TBNA) dan biopsy transbronchial, sensitivitas modalitas ini rendah dan perlu perbaikan, khususnya pada lesi yang lebih kecil, perifer (berkisar 14% hingga 50%). Pada yang nodul yang lebih besar (>4 cm), ganas, perifer, pendekatan perkutan via aspirasi jarum halus transthoraks dgn ‘guided’ computed tomography (CT) sensitifitasnya mencapai (90%) dan spesifisitas (97%). Namun, prosedur ini memiliki risiko terjadi pneumothoraks (ber-
64
66. Manifestasi Paru pada Penyakit Gaster: Stomach-Lung Interaction 67. Komplikasi Noninfeksi pada Paru setelah Transplantasi Organ 68. Gangguan Paru pada Penyakit Endokrin dan Metabolik non diabetic 69. Tata laksana ARDS sebagai akibat berbagai penyebab Sepsis 70. Gangguan Paru akibat Penyakit Kardiovaskular: Kongenital, Edema Kardiogenik Pulmonal, Mitral Stenosis, Gagal Jantung Kronik dan Infark Miokard
kisar 17% hingga 33%) dan risiko seeding sel tumor pada jalur jarum begitu pula kemungkinan embolisme udara arterial yang fatal. Hasil dari aspirasi jarum halus perkutan turun secara signifikan hingga 74.4% pada lesi yang kurang dari 1.5 cm, hal yang sama, untuk mediastinoskopi – prosedur baku yang digunakan untuk menentukan keterlibatan mediastinum pada pasien dengan kanker paru – meskipun sensitifitasnya tinggi > 90%, prosedur invasif memberikan risiko yang kecil namun signifikan terjadinya komplikasi meliputi trauma vaskular utama, syaraf tepi, struktur pohon trakeobronkial dan esofagus (<0.5%), pneumothoraks dan infeksi (hingga 2,5%). Interventional Pulmonologi semakin cepat berkembang dengan adanya kemajuan yang sangat berarti dibidang radiologi. Pengenalan endobronchial ultrasound
(EBUS) memungkinkan pemeriksaan mediastinum dan nodul paru yang lebih nyaman, akurat dan aman baik untuk diagnostik ataupun staging kanker paru. Electromagnetic navigational bronchoscopy (ENB) dan virtual bronchoscopic navigation (VBN) memungkinkan lokalisasi yang cepat dan tepat lesi paru perifer. Teknik penilaian saluran nafas yang lebih lanjut, seperti autofluorescence bronchoschopy, narrow-band imaging (NBI) dan optical coherence tomography, telah membuka jalan untuk deteksi dan deteksi keganasan endobronkhial lebih awal. Medical peuroscopy (MP) yang makin sering dilakukan oleh pulmonologist merupakan cara aman untuk diagnosis dan pengelolaan efusi dan kelainan pleura. Tinjauan ini memberikan gambaran status modalitas diagnostik saat ini yang digunakan dalam IP.
Kepustakaan 1. Joint Committee on Higher Medical Training. Higher Medical Training Curriculum for Respiratory Medicine. London: JCHMT; January 2003. 2. American Board of Internal Medicine.Policies and Procedures for Certification: Pulmonary and Critical Care Medicine Subspecialty Study Catalogue. Philadelphia: ABIM; July 2004. 3. World Federation for Medical Education. Postgraduate Medical Education: WFME Global Standards for Quality Improvement. Copenhagen: WFME; 2003. 4. Kress JP and Hall JB. Principles of Critical care Medicine. In: Harrison Pulmonary and Critical Medicine. Loscalzo J.Ed.McGraw Hll, New York, 2010.246-475. 5. Castillo R, Magat R. Residency Training Program. Manila Adventist Medical Center Department of Internal Medicine. 6. Katalog pendidikan spesialis Penyakit paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FKUI 7. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Standar Kurikulum Pendidikan Ahli Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PB PAPDI; 2006. 8. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Standar Kurikulum Pendidikan Konsultan Pulmonologi dan Perawatan Penyakit Kritis Penyakit Dalam. Jakarta: PB PAPDI; 2006. 9. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Standar Kompetensi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PB PAPDI; 2006. 10. Czarnecka K and Yasufuku K. Interventional Pulmonology: focus on pulmonary diagnosis. Respirology (2013) 18, 47-60.
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
INFO MEDIS Dr Bambang Subagyo, SpPD, FINASIM Dewan Etik dan Pembelaan Anggota PB PAPDI
Rekam Medis dan Aturan Pembuatannya
R
ekam medis merupakan catatan tertulis yang wajib dibuat dokter tentang se orang pasien. Sehingga seharusnya tidak ada seorang dokter yang boleh tidak membuatnya Apalagi pada saat ini keharusan itu, telah menjadi kewajiban hukum bagi semua dokter. Selain itu undang undang juga telah menyatakan, bahwa rekam medis yang dibuat dengan benar, dapat menjadi suatu alat bukti tertulis. Sehingga bisa digunakan oleh dokter ,maupun dipakai oleh pihak lain yang berhak, dalam sengketa hukum di pengadilan.
Karena itu pembuatan, pemberkasan dan penyimpanan dari rekam medis, tidak boleh dilakukan menurut selera setiap dokter atau berdasarkan keinginanan suatu sarana kesehatan. Perlakuan terhadap rekam medis harus sesuai dengan ketentuan yang sudah baku, Di Indonesia masalah rekam medis tsb, telah diatur oleh Undang Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan ( Per menkes) Walaupun UUPraktik Kedokteran telah mewajibkan dokter untuk membuat rekam medis, menentukan kepemilikan dari rekam medis dan mengharuskan men jaga kerahasiaan dari setiap rekam medis tsb. Namun sampai kini Permenkes No1419/Menkes/Pr/X /2005 dan terutama Permenkes No 749.a.tahun 1989, masih menjadi rujukan dalam pembuatan rekam medis Karena belum ada peraturan pemerintah yang lebih baru, Khususnya yang mengatur tentang isi dan tata cara pembuatan suatu rekam medis, serta aturan baku dalam penulisannya. Namun sangat disayangkan sampai saat ini, ternyata masih ada dokter yang rekam medisnya dibuat tidak sesuai dengan yang diharuskan oleh Permenkes tsb. Kemungkinan besar hal itu terjadi, karena masih ada dokter yang tidak mengetahui ada peraturan tsb, Padahal rekam medis yang tidak sesuai dengan aturan yang tel ah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, bisa dianggap sebagai rekam medis yang ber masalah, sehingga berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi dokter pembuat nya.
ISI REKAM MEDIS Suatu rekam medis dianggap lengkap, benar dan baik,apabila isinya juga mencatat data kondisi klinis seorang pasien, paling tidak sejak dari 7 (tujuh) hari sebelum kedatangannya di suatu Rumah Sakit atau diklinik tempat praktik dokter. Dan catatan medis tsb harus berlanjut, dibuat secara kronologis sampai dengan se saat sebelum pasien tadi pulang dari rumah sakit atau tempat perawatan dokter tsb Dalam rekam medis ini, dokter selain wajib mencatat apa yang terjadi pada pasien itu ,juga harus mencatat apa yang telah dilakukan dokter dan tenaga kese hatan lain selama pasien tsb berada dalam perawatannya Dokter juga harus menanyakan dan mencatat dalam rekam medis itu, peristiwa yang dialami pasien, gejala klinis yang dirasakan, dan usaha pengobatan yang telah dilakukan oleh pasien, serta hasil dari pengobatan, sebelum kedatangan pasien tadi di Rumah Sa kit , atau tempat dokter berpraktik Dokter diwajibkan segera membuat rekam medis pasiennya,karena pasal 46 ayat (2) Undang undang Praktik Kedokteran, mengharuskan kepada dokter untuk segera membuat dan melengkapi catatan dalam lembar rekam medis pasien, Jadi Dokter tidak dibenarkan tidak membuat catatan medis. Atau dokter dilarang hanya kadang-kadang saja membuat catatan dalam rekam medis pasiennya. Bagi dokter yang sengaja melanggar ketentuan ini,akan dikenakan sanksi hukum. Adapun sanksi bagi dokter
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
65
INFO MEDIS yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban tsb, menurut UU Praktik Kedokteran pasal 79 ayat(b) adalah: denda sebanyak banyaknya Rp 50 000 000 (lima puluh juta rupiah) Selain dokter terikat pada kewajiban membuat rekam medis, isi dari setiap re kam medis dan cara melakukan pencatatannya, juga harus dibuat oleh dokter ber dasarkan peraturan tertentu. Artinya dokter tidak bisa melakukan pengisian rekam medis menurut seleranya sendiri. Sebab pada Permenkes Nomor 49.a.tahun 1989, telah ditentukan apa yang wajib dicatat dalam suatu rekam medis tsb. Adapun rekam medis dari seorang pasien rawat jalan berdasarkan Permenkes tadi, minimal harus berisi : 1. Identitas pasien 2. anamnese riwayat sakit pasien. 3. diagnosis dari penyakit yang dialami pasien. 4. pengobatan/ tindakan medis yang diberikan pada pasien Sedangkan untuk rekam medis pasien rawat inap, Permenkes mengharuskan harus berisikan data tertulis yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rekam medis pasien rawat jalan. Setiap Rekam medis dari setiap pasien rawat inap, berdasarkan Permenkes Nomor 749.a. tahun 1989, minimal harus berisikan data pasien tentang: 1 2 3 4 5 6 7 8
identitas pasien anamnese riwayat penyakit hasil pemeriksaan laboratorium diagnosis persetujuan tindakan medis tindakan/pengobatan catatan perawat catatan observasi klinis dan hasil pengobatan 9 resume akhir 10 evaluasi pengobatan
ATURAN PENULISAN Selain isi dari rekam medis telah dibakukan oleh pemerintah, tata cara penulisan suatu rekam medis, juga diharuskan untuk mengikuti peraturan tertentu.
66
Menurut Permenkes Nomor 749.a.tahun 1989, tata cara penulisan rekam medis tadi adalah : 1. Tulisan dokter dan perawat dalam rekam medis, harus jelas dan mudah dibaca 2 Disusun menurut kronologis kejadiannya 3. Segera ditulis dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan 4 Setiap pencatatan harus dicantumkan: tanggal, jam, tanda tangan dan nama jelas dokter/ perawat yang mencatat 5. Kesalahan tulis dalam pencatatan tidak boleh dihapus dengan cara apapun 6. Koreksi kesalahan tulis, hanya boleh dilakukan dengan cara dicoret, dan dibubuhi paraf dari pembuatnya
REKAM MEDIS YANG BERMASALAH Banyak dokter tidak menyadari bahwa isi suatu rekam medis dan penulisannya harus dibuat dengan mengikuti suatu aturan tertentu. Sehingga sampai kinipun masih banyak dokter yang isi dari rekam medis yang dibuatnya ternyata tidak sesuai dengan aturan yang disyaratkan oleh Undang-Undang dan Permenkes Selain itu juga masih banyak dijumpai rekam medis yang tulisan dokternya sulit dibaca, banyak menggunakan singkatan-singkatan yang hanya diketahui artinya oleh pembuatnya. Atau suatu rekam medis yang penuh dengan coretan dan koreksi, yang ternyata semuanya dilakukan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan. Peraturan Pemerintah dan hukum tidak dapat membenarkan dokter yang membuat dan menulis suatu rekam medis, dengan cara yang tidak sesuai dengan yang diwajibkan oleh UU Praktik Kedokteran dan Permenkes. Bagi rekam medis yang pembuatannya tidak sesuai dengan yang diharuskan oleh Undang undang dan Permenkes, tentu dapat digolongkan kedalam kelompok rekam medis yang ber masalah, Atau rekam medis yang cacat, alias dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun rekam medis yang bermasalah, sebenarnya juga termasuk pada: rekam medis yang halaman pencatatannya ada yang hilang atau tidak lengkap, rekam medis
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
yang dibuat dengan tidak sebenarnya (direkayasa). Serta yang tidak ada rekam medisnya, alias tidak pernah dibuat, hilang atau sengaja dihilangkan, dll. Masalahnya apabila dikemudian hari terjadi sengketa hukum yang harus meli batkan rekam medis tsb. Maka rekam medis yang bermasalah itu, berpotensi mem perlemah posisi dokter didepan majelis hakim.. Juga tidak tertutup kemungkinan bisa saja hakim memutuskan, rekam medis yang bermasalah tsb, dianggap tidak memenuhi syarat untuk menjadi alat bukti yang sah dalam sengketa hukum yang terjadi. Tetapi yang lebih celaka bagi dokter, apabila rekam medis yang bermasalah tadi, ternyata kemudian menjadi masalah hukum bagi dokter pembuatnya. Alias dokter akan dituntut, akibat kelalaiannya dalam pembuatan suatu rekam medis Untuk menghindari hal itu, seharusnya setiap dokter yang akan membuat rekam medis, harus dibuat sesuai dengan apa yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang dan Peraturam Menteri Kesehatan. Termasuk kelengkapan, isi dan tata cara penulisannya. Dengan demikian sudah melakukan usaha untuk mematuhi hukum dan meminimalkan risiko hukum yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Subagyo B. Rekam Medis.dalam buku Aspek Hukum Rahasia Medis Rekam Medis Dan Informed Consent Dalam Praktik Kedokteran. Hal 15-32. PB PAPDI. Jakarta 2009 2. Isfandyarie A.Tanggung jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter Buku II, hal175. Prestasi-Pusaka, Jakarta 2006. 3. Mahdi DA Quo vadis Kliniko legal Indonesia Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2008. 4. Peraturan Menteri Kesehatan No749a /Menkes/Per/XII/1989 Tentang Rekam Medis. 5. Peraturan Menteri Kesehatan No1419 /Menkes/Per/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi. 6. Undang undang no 29 1994 Tentang Praktik Kedokteran.
BERITA CABANG
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Bengkulu Periode 2012 – 2015
P
engurus PAPDI cabang Bengkulu periode 2012 – 2015 dilantik dan dikukuhkan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) di Hotel Santika - Bengkulu pada 14 September 2013 lalu. Ketua terpilih PAPDI cabang Bengkulu, Dr. Zaini Dahlan, SpPD, FINASIM beserta pengurus PAPDI cabang Bengkulu langsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pelantikan dan susunan pengurus cabang ditetapkan dalam surat keputusan PB PAPDI yang disampaikan Sekretaris Jenderal PB PAPDI, dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. Prosesi pelantikan dihadiri seluruh pengurus PAPDI cabang Bengkulu dan disaksikan perwakilan Ikatan Dokter Indonesia, yakni Ketua IDI Wilayah Bengkulu, dr. H. Hamzah, MM. Dr. Zaini Dahlan, SpPD, FINASIM dilantik untuk kedua kalinya menjabat Ketua PAPDI cabang Bengkulu. Pada sambutannya, Dr. Zaini Dahlan berterimakasih kepada PB PAPDI yang telah menunjuk Bengkulu menjadi salah satu tempat kegiatan roadshow
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Bengkulu.
PAPDI. Roadshow yang diselenggarakan bersamaan dengan pelantikan pengurus PAPDI cabang Bengkulu ini mengangkat tema “Comprehensive Management of Chronic Disease in Daily Practice”. Hadir sebagai pembicara Ketua Umum PB PAPDI, Sekjen PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, dan Dr. Maryantoro Oermardi, SpPD, KEMD. Di sela-sela simposium, juga diselenggarakan workshop EKG oleh Dr. Muhadi SpPD, FINASIM. “Kegiatan ini sangat ditunggu-tungu oleh sejawat dan dokter umum di Bengkulu,” ujar Dr. Zaini Dahlan. Sementara Prof. Idrus dalam sambutan lebih banyak mengulas kesiapan PAPDI menghadapi SJSN yang akan berlaku awal Januari 2014. Saat ini PAPDI cabang Bengkulu beranggotakan 12 internis, dimana 5 diantaranya telah meraih gelar FINASIM. Acara yang menggandeng mitra farmasi PT Dexa Medica berlangsung sukses. (HI)
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Cirebon Periode 2012 – 2015
P
engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan mengukuhkan pengurus PAPDI Cabang Cirebon periode 2012 - 2015, pada 24 Agustus 2013 lalu di Ruang Grand Ballroom, Hotel Grage, Cirebon. Ketua terpilih PAPDI Cabang Cirebon, Dr. I Made Astawa, SpPD, FINASIM, MARS bersama pengurus cabang langsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pelantikan PAPDI cabang Cirebon ditetapkan dalam Surat Keputasan PB PAPDI yang dibacakan Sekjen PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, KKV, FINASIM, FACP. Saat ini, PAPDI cabang Cirebon memiliki anggota 27 internis, ada 13 diantaranya telah bergelar FINASIM. Acara tersebut dihadiri oleh pengurus cabang dan beberapa anggota PAPDI. Pada kesempatan ini, hadir perwakilan Ikatan Dokter Indonesia, Ketua IDI Cabang Kota Cirebon yang juga Kadinkes Cirebon Dr. H. Edi Sugiarto, M.Kes. Pada sambutannya, Prof. Idrus menegaskan pentingnya mempersiapkan anggota dalam menyongsong diberlakukannya Sistem
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Cirebon.
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada awal Januari 2014. Sementara Ketua terpilih PAPDI Cabang Cirebon, Dr. I Made Astawa mengatakan PAPDI cabang Cirebon akan aktif meningkatkan dan memajukan ilmu kedokteran, khususnya di Cirebon dengan melakukan berbagai kegiatan ilmiah untuk internis dan dokter umum. Pada acara tersebut, diselenggarakan pula simposium yang mengangkat tema Comprehensive Approach for Better management in Improving Quality of Life. Hadir sebagai pembicara DR.Dr. Imam Subekti, SpPD,K-EMD, FINASIM, DR. Dr. Hikmat Permana, SpPD, KEMD, FINASIM dan nara sumber lainnya. Acara diakhir dengan ramah tamah sekaligus halal bihalal antara pengurus cabang dengan PB PAPDI. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
67
BERITA CABANG
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Depok Periode 2012 – 2015 engurus PAPDI cabang Depok periode 2012 – 2015 dilantik dan dikukuhkan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) di Kantor Walikota Depok pada 23 Maret 2013 lalu. Ketua terpilih PAPDI cabang Depok, Dr. Sugiyono Sanjoyo, SpPD, FINASIM, SpKN beserta pengurus PAPDI cabang Depok langsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pelantikan dan susunan pengurus cabang ditetapkan dalam surat keputusan PB PAPDI yang disampaikan Sekretaris Jenderal PB
P
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Depok.
PAPDI, dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. Prosesi pelantikan dihadiri seluruh pengurus PAPDI cabang Depok, anggota cabang dan disaksikan perwakilan Ikatan Dokter Indonesia, yakni Ketua IDI Kota Depok, Dr. Fachurrozi, Wakil Walikota Depok, Dr. KH. M. Idris Abdul Shomad, MA dan Dinas Kesehatan Kota Depok. Dr. Sugiyono Sanjoyo dilantik untuk kedua kalinya menjabat Ketua PAPDI cabang Depok. Pelantikan ini merupakan pelantikan cabang pertama sejak Prof. Idrus terpilih menjadi Ketua Umum PB PAPDI pada KOPAPDI XV di Medan Desember 2012 lalu. Sebelum acara pelantikan dilaksanakan, terlebih dahulu acara dibuka dengan round table discussion (RTD) update internal medicine PAPDI Depok, dengan narasumber Dr. Ida Ayu Made Kashanti, SpPD, K-EMD, FINASIM. Prosesi pelantikan berjalan sukses. (HI)
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Jakarta Raya Periode 2012 – 2015
P
engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan mengukuhkan pengurus PAPDI cabang Jakarta Raya, pada 18 Mei 2013 lalu di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Ketua PAPDI Jaya terpilih, DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, FINASIM, MMB, FACP langsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pelantikan ditetapkan dalam Surat Keputusan PB PAPDI yang dibacakan oleh Sekjen PB PAPDI DR. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP. Acara tersebut dihadiri oleh pengurus cabang dan beberapa anggota. Pada kesempatan itu, hadir pula perwakilan Ikatan Dokter Indoensia, Ketua IDI Wilayah DKI Jakarta, Dr. Tony S Natakarman yang menyaksikan prosesi pelantikan. Pada sambutannya, Prof. Idrus mengatakan PAPDI Jaya memiliki peran strategis karena letaknya di ibukota negara dekat de-
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Jakarta Raya.
68
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
ngan pemerintahan dan jumlah anggotanya terbesar. “Jumlahnya yang besar menjadi kekuatan PAPDI untuk mengadvokasi kepentingan PAPDI,” ungkapnya. Selanjutnya Prof. Idrus mengatakan PAPDI cabang diharapkan dapat membina dokter umum di daerah masing-masing. Pasalnya, pada era SJSN 2014 nanti dokter umum yang bergerak dilayanan primer akan menjadi tulang punggung pelayanan kesehatan. Hal senada disampaikan Ketua PAPDI Jaya Dr. Ari Fahrial Syam. Ia mengatakan salah satu program kerja PAPDI Jaya adalah membina dokter umum dalam hal meningkatkan ketrampilan dan kemampuan medisnya. Hal ini sangat diperlukan untuk mendukung layanan kesehatan di era Jaminan Kesehatan Nasional. Di samping itu, program utama PAPDI Jaya adalah menjaga kekompakan dan konsolidasi anggota. Dr. Ari menegaskan ia mendukung program-program PB PAPDI dan juga IDI Wilayah Jakarta. Sebelum prosesi pelantikan berlangsung, acara di awali dengan simposium ilmiah. Pada kesempatan ini, menghadirkan pembicara DR. Dr. Dadang Makmun, SpPD, K-GEH, FINASIM yang mempresentasikan perkembangan ilmu gastroenterologi. Acara berlangsung lancer dan sukses. (HI)
BERITA CABANG
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Gorontalo Periode 2012 – 2015
P
Gorontalo, Dr. Sukri engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Djakatara, SpA dan DR. Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan menDr. Aru W. Sudoyo, gukuhkan kembali kepengurusan PAPDI cabang SpPD, K-HOM, FINAGorontalo (PAPDI Gorontalo), periode 2012 - 2015, pada 23 SIM, FACP penasehat Juni 2013, di Ruang Grand Ballroom, Hotel Maqna, PB PAPDI dan PAPDI Gorontalo. Jaya. Ketua terpilih Pada acara itu, pengurus PAPDI cabang Gorontalo langPAPDI Cabang Goronsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Gorontalo. talo, Dr. Nur Albar, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, SpPD, FINASIM akan memimpin PAPDI Cabang Gorontalo untuk peFAPSIC, FACP. Sebelum dilantik, Sekjen PB PAPDI Dr. Sally Aman riode tiga tahun ke depan. Saat ini, anggota PAPDI cabang Gorontalo Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP membacakan surat keputusan berjumlah 9 orang, dan 5 diantaranya sudah bergelar FINASIM. Di akhir PB PAPDI tentang pelantikan pengurus PAPDI cabang Gorontalo. acara, pengurus PAPDI cabang dan PB PAPDI melakukan ramah tamah Dihadiri oleh seluruh anggota PAPDI cabang Gorontalo, Prof. Idrus dan foto bersama. Prosesi pelantikan berlangsung khidmat. membacakan sumpah anggota Selain melantik cabang, PB PAPDI melakukan simposium ilmiah. dan menyematkan pin PAPDI Simposium kali ini mengangkat tema “Comprehensive Management of kepada Ketua PAPDI cabang Lipid Disorder, Hypertension, Diabetes and Thrombosis” dengan pemGorontalo Dr. Nur Albar, SpPD, bicara DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Dan FINASIM dan anggota. acara tersebut melibatkan mitra farmasi PT Dexa Medica. Rangkaian Pada kesempatan itu, hadir acara pelantikan dan simposium berjalan suksSelamat bekerja dan pula perwakilan dari Ikatan Dokberkarya PAPDI Cabang Gorontalo! (HI) ter Indonesia, Ketua IDI Wilayah
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Semarang Periode 2012 – 2015
P
engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan mengukuhkan pengurus PAPDI cabang Semarang, periode 2012 - 2015, pada1 September 2013 di Ruang Amartapura Ballroom, Hotel Grand Candi, Semarang. Ketua terpilih PAPDI Cabang Semarang, DR. Dr. Lestariningsih, SpPD, K-GH, FINASIM beserta jajarannya dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI yang dalam kesempatan ini di wakili oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP. Pelantikan ini ditetapkan dalam Surat Keputusan PB PAPDi yang disampaikan Ketua Bidang Humas, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat, Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM. Prosesi pelantikan disaksikan oleh perwakilan Ikatan Dokter Indonesia, yakni Ketua IDI Wilayah Jawa Tengah, Dr. Djoko Widyarto JS, DHM, MH.Kes. Pelantikan ini dihadiri oleh seluruh pengurus dan anggota PAPDI cabang Semarang. Pada kesempatan ini, Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution menjelaskan kesiapan PAPDI terkait program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan dimulai awal Januari 2014. Tiap-tiap perhimpunan profesi
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Semarang.
diminta membuat clinical pathway 10 kasus terbanyak. PAPDI dengan 12 subspesialis membuat 12O clinical pathway. Usai pelantikan, acara dilanjutkan dengan simposium ilmiah. Hadir sebagai pembicara diantaranya Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP, DR. Dr. Lestariningsih, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. Dr. Darmono, SpPD, K-EMD, FINASIM, dan DR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Di sela-sela simposium diadakan workshop EKG bersama Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM. PAPDI cabang Semarang beranggotakan 195 internis, dengan 87 diantaranya telah meraih gelar FINASIM. Pelantikan dan kegiatan ilmiah yang didukung mitra farmasi PT Dexa medica ini berlangsung sukses. (HI)
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
69
BERITA CABANG
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Sumsel Periode 2012 – 2015 engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan mengukuhkan pengurus PAPDI cabang Sumatera Selatan, periode 2012 - 2015, pada, 31 Agustus 2013 di Ruang Grand Ballroom, Hotel Aston Conference Centre, Palembang. Ketua terpilih PAPDI cabang Sumatera Selatan, DR. Dr. Zulkhair Ali, SpPD, K-GH, FINASIM beserta jajarannya dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Wakil Ketua Umum, Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GH, FINASIM, M.Kes, FACP. Pelantikan PAPDI cabang Sumatera Selatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan PB PAPDI yang disampaikan Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV,
P
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Susel.
FINASIM, FACP. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh pengurus dan anggota PAPDI cabang Sumsel. Dalam sambutannya, Dr. Chairul Rajab Nasution memaparkan dengan gamblang pentingnya PAPDI menyiapkan diri menyongsong era Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan yang akan berlaku awal Januari 2014. Pada kesempatan ini, hadir pula Wakil Ketua IDI Wilayah Sumatera Selatan, Dr. H. Hibsah Ridwan, M.Sc yang turut menyaksikan jalannya pelantikan. DR. Dr. Zulkhair Ali, SpPD, K-GH, FINASIM terpilih menjadi Ketua PAPDI cabang Sumsel untuk kedua kalinya. Pada saat ini, PAPDI cabang Sumsel beranggotakan 93 internis, 69 diantaranya telah memiliki gelar FINASIM. Di era SJSN ini, kata Dr. Zulkhair Ali, diharapkan pelayanan kesehatan rujukan dan berbasis asuransi ini dapat berjalan dengan sesuai harapan. Setelah pelantikan, acara dilanjutkan dengan simposium sehari. Tampil beberapa pembicara diantaranya Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution. Prosesi pelantikan dan symposium berjalan sukses. (HI)
Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Kepri Periode 2012 – 2015 engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) melantik dan mengukuhkan pengurus PAPDI cabang Kepulauan Riau periode 2012 - 2015, pada, 21 September 2013 di Hotel Harris Batam, Kepulauan Riau. Ketua terpilih PAPDI cabang Kepulauan Riau (Kepri) Dr. Dindin Hardiono Hadim, SpPD, FINASIM beserta jajarannya langsung dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pelantikan ini ditetapkan dalam surat keputusan PB PAPDI yang dibacakan oleh Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sukamto Koesnoe, SpPD,K-AI, FINASIM yang disaksikan perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dalam hal ini dihadiri oleh Wakil Ketua IDI wilayah Kepulauan Riau Dr. Fahkrudin Umar yang didampingi oleh Sekretaris Umum IDI Wilayah Kepulauan Riau, Dr. Mariaman Tjendera, M.Kes. Dr. Dindin terpilih untuk kali kedua menjadi Ketua PAPDI cabang Kepri. Pada saat ini, PAPDI cabang Kepri beranggotakan 21 internis, tiga diantaranya telah menyandang gelar FINASIM. Dalam sambutannya, Prof. Idrus menjelaskan
P
70
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Prosesi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Kepri.
kesiapan PAPDI dalam menyongsong program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan yang akan dimulai awal Januari 2014. Hal serupa juga disampaikan Dr. Dindin. Menurutnya, untuk menghadapi era SJSN perlu ada sinergi antara pusat dan daerah. Sejauhmana kesiapan PAPDI, terkait dengan tarif Ina CBGs dan clinical pathway perlu disosialisasikan ke cabang-cabang. dan kesempatan yang sama, Dr. Dindin juga berterima kasih atas terpilihnya PAPDI cabang Kepri menjadi salah satu tempat pelaksanaan program roadshow PAPDI. Setelah prosesi pelantikan, acara dilanjutkan dengan simposium ilmiah dengan tema “Comprehensive Management of Chronic Disease in Daily Practice”. Simposium ini menghadirkan pembicara Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP,FESC, FAPSIC, FACP dan Dr. Mardianto, SpPD, K-EMD, FINASIM. Acara berlangsung sukses dengan melibatkan mitra farmasi seperti PT Dexa Medica. (HI)
BERITA CABANG
PAPDI Cabang Kaltim :
Konsolidasi Internis di Tanah Borneo
K
ebersamaan dan kekeluargaan namun tetap menjunjung professionalitas adalah semangat PAPDI Cabang Kalimantan Timur. Mengembangkan dan memajukan ilmu penyakit dalam di Tanah Borneo menjadi program utama PAPDI Cabang Kaltim ini. Bukan saja sesama internis, PAPDI Cabang Kaltim membina para dokter umum untuk meningkatkan ketrampilan dan kompetensi diagnostik dan terapi terutama di bidang ilmu penyakit dalam pada berbagai simposium. Pada awal Juni 2013 lalu, PAPDI Cabang Kaltim menyelenggarakan Rapat
Esok hari, acara dilanjutkan dengan simposium selama tiga hari. PAPDI Cabang Kaltim mendapat kehormatan dengan hadirnya Bapak Bupati Berau Drs. H. Makmur HAPK, MM yang sekaligus membuka acara. “Dari awal hingga akhir acara tidak ada kendala yang berarti. Dengan kerjasama panitia semua acara ini berjalan sukses dengan dibuka oleh bapak Bupati Berau,” ungkap Dr. Ketut Ridana Wibawa, SpPD Ketua Panitia. Acara ini, lanjut Dr. Ketut, dihadiri oleh hampir seluruh internis dan dokter umum di Kaltim. Ada 30 internis yang
Dr. Carta Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM
Pesona Kepulauan Derawan
Faily Gathering Pengurus PAPDI Cabang Kaltim.
Tahunan dan dan Simposium Ilmiah “Management of DHF & Hepatitis” yang digelar di Berau, Kaltim, 30 Mei – 2 Juni 2013. Sebelum acara imiah, panitia memanfaatkan event tersebut dengan rapat PAPDI Cabang Kaltim di Hotel Derawan Indah, Berau pada Kamis Malam (30/5) yang dihadiri oleh 30 orang dokter spesialis penyakit dalam anggota PAPDI Cabang Kaltim. “Ini merupakan rapat konsolidasi anggota yang membahas masalah-masalah terkini baik di internal maupun eksternal PAPDI,” ujar Dr. Carta Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Kaltim.
merupakan anggota PAPDI Cabang Kaltim menyatu mensukseskan acara ini. Tampak pula dokter umum yang memadati Hotel Derawan Indah. Mereka antusias mengikuti setiap sesi simposium dalam acara tersebut. Tak heran, karena panitia menurunkan para pembicara yang pakar dibidangnya. Diantaranya Dr. Carta Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM, Dr. Andi Baji Silolipu, DTM&H, SpPD,FINASIM, Ambar, SSi dan Dr. Lubi, dengan moderator dr. Ketut Ridana Wibawa,SpPD dan Dr. Rizka Abdiani, SpPD yang menghidupkan jalannya seminar.
Usai perhelatan, panitia pun memanfaatnya pesona nuasa alam Berau. Berau merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Timur di mana bandaranya yaitu Bandara Kalimarau adalah satu-satunya bandara di Kalimantan yang memiliki Garbarata. Dari sini, perlu waktu 2 jam dengan mobil dan setengah jam naik speed boat maka keelokan laut Derawan sudah terpampang di mata. Kepulauan Derawan yang merupakan salah satu icon wisata bahari Kalimantan Timur. Letaknya, tepat di sebelah timur Tanjung Redeb yang sudah terkenal di seluruh dunia sebagai ‘Surga’ bagi para penyelam. Kepulauan Derawan memiliki 31 pulau namun yang terkenal hanya ada 4 pulau yaitu Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Kakaban dan Pulau Sangalaki. Kepulauan ini dikelilingi ekosistem pesisir: terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau. Ada sekitar 460 jenis terumbu ka-
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
71
BERITA CABANG
rang yang tersebar di seluruh pulau, 870 jenis ikan yang diantaranya merupakan spesies yang dilindungi seperti penyu hijau, pentu sisik, paus lumbalumba, ketam kelapa, duyung, dan ikan barakuda. Kehidupan bawah laut di Kepulauan Derawan ini sangat menakjubkan. Terdapat 28 titik penyelaman di kepulauan ini. Banyak wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara yang menyelam di kepulauan dengan biota lautnya yang menawan ini. Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Maratua yang meru-
juga hilang. Di dunia hanya ada dua lokasi seperti ini, yaitu di pulau Kakaban dan di Republik Palau, Filipina. Lanjut ke Pulau berikutnya yang berada kurang lebih 13 KM sebelah Barat sedikit ke Selatan dari pulau Kakaban, ialah Pulau Sangalaki. Pulau ini sering disebut sebagai “The Manta Kingdom” karena banyaknya Manta Ray atau Pari Manta yang makanannya adalah plankton. Selain terkenal dengan Manta Raynya pulau Sangalaki juga terkenal karena tempat bertelurnya penyu-penyu di daerah ini.
ke Tanjung Redeb. Waktu istirahat digunakan peserta untuk mengumpulkan bawaan dan berburu oleh-oleh. Macam-macam jenis oleh-oleh yang bisa dibeli mulai dari gelang atau cincin dari kulit penyu, kaos, gantungan kunci dan lainya dengan harga yang terjangkau dan sedikit tips bagi yang ingin berbelanja, ”tawarlah sebelum membeli”. Selama beristirahat, tak disangka peserta mendapat pemandangan yang menakjubkan yaitu hilir mudiknya beberapa penyu hijau raksasa yang berenang di sekitar pantai.
Foto-foto pesona Kepulauan Derawan.
pakan Pulau terbesar berbentuk seperti tapal kuda di Kepulauan Derawan. Perjalanan ditempuh menggunakan speed boat selama 1 jam melintasi laut lepas dari Pulau Derawan. Siap-siap bagi yang tidak terbiasa karena akan memicu adrenalin menerjang ombak sehingga bisa diperkirakan akan ada yang mabuk laut. Dari Pulau Maratua, perjalanan ditujukan ke Pulau Kakaban. Pulau yang letaknya di sebelah barat daya Pulau Maratua ini terkenal biota laut ubur-ubur. Pulau ini terisolasi oleh karang sehingga airnya menjadi tawar. Perubahan ini berdampak juga pada adaptasi fauna laut yang ada di dalam danau. Ubur-ubur misalnya, karena ketiadaan pemangsa ubur-ubur maka biota ini jadi berlimpah ruah dan kemampuan menyengatnya
72
Sayangnya, perjalanan ketiga pulau tersebut cukup singkat sehingga ada sebagian peserta yang belum puas untuk menikmati keindahan masing-masing pulau tersebut. Perjalanan dilanjutkan kembali ke Pulau Derawan untuk beristirahat sejenak menghimpun tenaga untuk perjalanan berikutnya kembali
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Wisata diakhiri di Kepulauan Derawan. Banyak peserta yang mengusulkan agar kegiatan seperti ini rutin diadakan dan berpindah-pindah sesuai domisili sejawat anggota PAPDI Cabang Kaltim. Semoga usulan tersebut dapat terwujud. Sukses untuk PAPDI Cabang Kaltim. (HI)
BERITA CABANG
JIM DACE 2013 :
Memperkuat Dokter di Layanan Primer PAPDI beserta Cabang PAPDI di daerah akan membantu dokter yang bertugas di layanan primer untuk memperkuat kemampuan diagnosis dan terapeutiknya.
Strengthening The Role of Primary Physicians in Internal Medicine”. Menurut Ketua Pelaksana JIM DACE 2013 DR. Dr. Murdani Abdullah, SpPD, K-GEH, FINASIM tema ini relavan dengan upaya pemerintah yang akan melaksanakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada awal Januari 2014 nanti. Pada era SJSN akan berlaku sistem layanan kesehatan berjenjang. Dokter umum dilayanan primer menjadi lini layanan kesehatan terdepan.
Dr. Murdani Abdullah Ketua Paniyia JIM DACE memberi sambutan.
Prof Idrus Alwi membuka acara JIMM DACE 2013.
S
etelah sukses JIM DACE tahun lalu, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (PAPDI Jaya) tahun ini kembali menyelenggarakan Jakarta Internal Medicine in Daily Practice (JIM DACE). Acara tahunan PAPDI Jaya ini berlangsung pada 21, 27, 28-29 September dan 5 Oktober 2013 di beberapa tempat terpisah. Puncak JIM DACE 2013 digelar di Hotel Mercure Ancol, Jakarta pada 28-29 September 2013 lalu. JIM DACE kali ini mengusung tema “Towards Universal Health Coverage:
terjadi ketimpangan dalam sistem pelayanan tersebut. “Untuk itu, PAPDI juga turut bertanggungjawab meningkatkan kemampuan dokter layanan primer sehingga dapat menjalankan tugasnya sebaik-baiknya,” tutur Dr. Murdani Abdullah. Hal senada disampaikan Ketua Umum PB PAPDI Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Pada sambutannya Prof. Idrus Alwi mengatakan tema JIM DACE sangat rele-
“Dokter layanan primer terutama dokter-dokter puskesmas memegang peranan penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan awal. Dokter layanan primer yang akan menentukan apakah pasien harus dirujuk atau dapat ditangani di Puskesmas,” ujar Dr. Murdani Abdullah pada acara konferensi pers JIM DACE 2013. Dr. Murdani Abdullah mengatakan sistem rujukan yang baik merupakan kunci utama kelancaran sistem SJSN atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bila dokter di layanan primer tidak dapat menjalankan perannya dengan baik maka akan
van dengan program JKN. Cabang PAPDI di daerah-daerah, termasuk PAPDI Jaya akan membantu dokter umum atau dokter keluarga yang bertugas di layanan primer untuk memperkuat kemampuan klinisnya. “PAPDI yang merupakan bagian dari perhimpunan dokter spesialis dengan jumlah anggota yang besar dan tersebar di daerahdaerah sangat mendukung program JKN,” ujar Prof. Idrus Alwi pada saat membuka acara JIM DACE 2013. Lebih lanjut, Ketua PAPDI Cabang Jakarta DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, FINASIM, MMB, FACP menambah-
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
73
BERITA CABANG kan SJSN merupakan sistem layanan kesehatan yang baru di Indonesia. Tentu, lanjut Dr. Ari Fahrial Syam, pada pelaksnanaanya akan menimbulkan berbagai Kendala. Oleh karena itu, PAPDI Cabang Jakarta turut mendukung SJSN dengan membuat program -program yang bertujuan untuk membantu memperkuat kemampuan klinis para dokter yang bertugas di layanan primer agar dapat member pelayanan kesehatan yang baik. “Profesi mesti mengawal SJSN,” tegasnya Upaya PAPDI, khususnya PAPDI Cabang Jakarta terhadap peningkatan kemampuan dokter membuat acara JIM DACE dipenuhi oleh peserta. Materi-materi yang disuguhkan merupakankasus-kasus yang kerap ditemui ditempat praktek yang dipaparkan oleh para pembicara yang pakar dibidangnya. Tak heran, sekitar 500 peserta antusias mengikuti setiap sessi ilmiah. Pada kesempatan ini, panitia mengundang Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta , Dr. Safaruddin yang berbagai pengalaman mengelola program Kartu Jakarta Sehat. Sebelumnya, acara diawali dengan beberapa workshop oleh masing-masing komisariat PAPDI cabang Jakarta di lima wilayah ibukota. beberapa rumah sakit. Yaitu Pada 21 September 2013 dilaksanakan workshop “CAPD Pada Ginjal Kronik” di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta dan workshop “Update Diagnosisi and Treatment Chronic Hepatitis C and it’s Complication” di Function Hall Golf Gallery Pondok Indah Golf, Jakarta. Kemudian, pada 27 September dilanjutkan dengan workshop “What Should We Know About Arthritis?” di RS Islam Jakarta, dan workshop “Non Cardiac Chest Pain” di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta. Lalu, workshop “EKG” di Hotel Mercure, Jakarta dan ditutup dengan workshop “Diabates Mellitus” pada 5 Oktober 2013 di RS Pelni Pertamburan, Jakarta. Selain acara ilmiah, panitia juga mengadakan malam keakraban antar anggota PAPDI Cabang Jakarta. Pada acara tersebut, anggota PAPDI Cabang Jakarta sebagian besar hadir bersama keluarganya. Acara dimeriahkan dengan penampilan perwakil dari Komisariat PAPDI Cabang Jakarta dari kelima wilayah. “Acara ini untuk memperkuat silaturahmi antar anggota,” ujar Ketua PAPDI Cabang Jakarta. (HI)
74
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
Malam Keakraban PAPDI JAYA
OBITUARI
Prof. Dr. H. A. M. AKIL, SpPD, K-GEH, FINASIM:
Selamat Jalan
Sang Guru dari Timur “…keinginan beliau yang belum terwujud, di antaranya masih mau melihat satu kali Kongres PAPDI di Makassar sebelum wafat. Ingin PAPDI berwibawa dan dihormati bukan hanya anggotanya tetapi juga organisasi perhimpunan yang lain,...”
K
epergian Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar ini tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga sejuta kenangan bagi keluarga dan sejawat. Kabar duka itu datang dari keluarga Almarhum, tepat tengah malam pada Jumat, 26 April 2013 lalu, Prof. Dr. H. A. M. AKIL, SpPD, K-GEH, FINASIM berpulang dalam usia 78 tahun. Duka mendalam tak hanya dirasakan oleh pihak keluarga tapi juga sejawat dan seluruh citivas akademika Universitas Hasanuddin. Dalam kenangan salah satu putri almarhum, Dr. Fardah Akil, SpPD, sang ayah merupakan sosok pribadi yang sederhana dan kuat. Memilik falsafah hidup yang berakar dari keyakinan agama, arif, rasional, jujur dan tegas dalam berfikir dan bertindak, serta penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Di tengah kesibukan, waktu untuk keluarga selalu disempatkan saat pagi atau malam hari, juga di akhir pekan. Masih segar dalam ingatan Dr. Fardah kebiasaan almarhum kala senggang seperti membaca buku, berzikir dan tadarus Al Qur’an. “Saya masih ingat saat masih kecil sampai sekolah menengah, setiap hari libur atau senggang senang menemani bapak ke toko buku untuk mencari buku baru, terutama buku-buku agama. Kebiasaan unik bapak lebih menyenangi makanan rumah,
hal ini dilakukan setiap hari untuk makan siang dan malam. Saat keluar kota, restoran yang wajib dikunjungi adalah rumah makan padang dengan menu rendang, sambal hijau dan sayur hijau,” kisahnya. Di dalam keluarga, sebagai ayah, almarhum merupakan pemimpin yang konsisten, tegas dan bijaksana. “Meskipun termasuk pendiam, namun bapak sebenarnya merupa-
kan pribadi yang hangat, senang bercanda dan penuh perhatian. Sekali bicara sarat dengan nasihat-nasihat yang disertai contoh pengalaman hidupnya,” tambahnya. Sosok yang sangat mencintai profesinya, baik sebagai seorang guru maupun sebagai seorang dokter ini tak pernah lelah memberikan kontribusi nyata. Sangat rajin mengunjungi semua pasien di rumah sakit dan melayani dengan empati dan sosial yang tinggi, tanpa memandang derajat seseorang. Hal ini terlihat dari pasien dan juga keluarga pasien beliau yang merasa kehilangan sosok dokter kesayangan mereka dan menangisi kepulangan almarhum. Dalam kenangan Dr. Fardah, masih banyak keinginan beliau yang belum sempat terwujud, salah satunya menyatukan visi, misi RS Wahidin dan RS. Pendidikan Unhas agar keduanya dapat menjadi rumah sakit yang saling mengisi satu sama lain, sebagai rumah sakit pelayanan dan pendidikan terbaik di Indonesia, khususnya Indonesia Timur. Membuat dan menulis buku mengenai sejarah kedokteran di UNHAS, pengalaman beliau dalam membangun pendidikan kedokteran dan buku ajar divisi gastroentero-hepatologi di Makassar. Insya Allah akan diwujudkan. “Nasihat beliau kepada kami anak-anaknya, bahwa setiap akan melakukan pekerjaan sekecil apapun itu harus ikhlas karena
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
75
OBITUARI Allah SWT. Ridho Allah penting, dikarenakan kita tidak akan tahu takdir apa yang akan kita dapatkan saat melakukan pekerjaan,” kisah Dr.Fardah. Sosok yang sederhana, jujur, arif, dan berdedikasi tinggi ini, tidak hanya diakui oleh pihak keluarga tetapi juga oleh rekan sejawat almarhum, salah satunya Prof. DR. Dr Syamsu, SpPD, K-AI FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Sulawesi Selatan. “Banyak sekali kenangan pribadi saya dengan beliau, bukan hanya sebagai teman sejawat dan senior tetapi saya sudah anggap sebagai orangtua yang tidak hanya mengajarkan ilmu kedokteran tetapi juga membimbing dan menuntun dalam memilih jalan hidup, juga dalam pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual,” ujar Prof. Syamsu salah satu sahabat dekat almarhum. “Almarhum merupakan senior yang mempunyai kharisma dan integritas pribadi yang kuat, sehingga orang lain mau menerima pendapatnya bukan hanya di kalangan PAPDI dan IDI saja tetapi juga di kalangan Universitas Hasanuddin. Beliau berani mengeluarkan pendapat yang melawan arus jika diyakininya benar, kepentingan ekonomi dan pribadi harus diabaikan,” ujar Ketua PAPDI Cabang Makassar ini.
hat satu kali Kongres PAPDI di Makassar sebelum wafat, ingin PAPDI berwibawa dan dihormati bukan hanya anggotanya tetapi juga organisasi perhimpunan yang lain, ingin agar para dokter taat menjalankan Etika Kedokteran. “Inilah yang paling menyedihkan beliau sampai kadangkadang meneteskan air mata jika itu disampaikan kepada saya yaitu makin banyaknya dokter yang pernah dididiknya melakukan pelanggaran etik (meskipun lebih banyak di luar PAPDI),” tutur Prof. Syamsu. Almarhum Prof. Akil mantan Penasehat PB PAPDI. “Banyak hal yang patut diteladani dari sosok, seperti keteguhan pada prinsip yang di- karena jalan keluar yang diusulkannya yakini kebenarannya, selalu mendahulukan umumnya dapat diterima semua pihak,” kepentingan bersama dari pada kepentingan ungkap Prof Syamsu. pribadi, selalu menjaga harga diri sebagai Bersama Pak Ahmad Amiruddin (Mantan Rektor Unhas yang kemudian menjadi Gubernur Sulawesi Selatan) berjuang mendiriMantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, hal tersebut terlihat dari kan Rumah Sakit Pendidikan untuk FK Unhas, karena Rumah Sakit Dadi (yang waktu ucapan duka yang ditulis dalam akun twitternya @JK_Kita: itu dipakai) tidak memenuhi syarat. Di luar “Innalillahi wainnailaihi rojiun, turut berduka cita atas Unhass, almarhum berperan aktif sebagai wafatnya Prof Ambo Akil Guru Besar FK Unhas, Pendiri dan Pembina FK UMI, pembinaan dan pengembangan Rumah Sakit 45 menjasemoga amal baktinya diterima Allah SWT.” di Rumah Sakit Ibu Sina yang kini sudah terakreditasi sebagai Rumah Sakit tipe B PenSaat menjabat sebagai Dekan FK Unhas professional, lebih medidikan oleh Kemenkes. Bersama Jusuf tahun 1980 – 1986, professor kelahiran Pa- mentingkan pengabKalla mendirikan Program Sehat Ulama tila-Waj 15 Mei 1938 ini, membina kepemim- dian dari pada pertimyang memfasilitasi pelayanan kesehatan pinan dan tim kerja yang kompak, beberapa bangan finansial, selalu gratis bagi ulama yang datang pada Dokter Ketua Bagian diganti, administrasi Ketatau- memberi nasehat dimSpesialis yang ditunjuk atau dirawat di Rusahaan lebih ditertibkan, koperasi fakultas di- inta atau tidak, selalu melakukan pekerjaan mah Sakit Islam Faisal Makassar. Kehilangkembangkan. Program Studi Kesehatan Ma- dengan ikhlas. Perasaan kehilangan sangat an besar juga dirasakan oleh Mantan Wakil syarakat diperjuangkan untuk bisa berdiri dirasakan bukan hanya oleh keluarganya Presiden Jusuf Kalla, hal tersebut terlihat dari sendiri sebagai Fakultas Kesehatan Masya- tetapi kami semua yang sering minta ucapan duka yang ditulis dalam akun twitrakat tahun 1982, demikian pula Program pertimbangannya, terutama dalam meng- ternya @JK_Kita: “Innalillahi wainnailaihi rojiStudi Kedokteran Gigi yang bisa berdiri sen- hadapi hal-hal yang krusial atau ada bentu- un, turut berduka cita atas wafatnya Prof diri sebagai FKG Unhas tahun 1983. Bebe- ran kepentingan, beliau selalu memberikan Ambo Akil Guru Besar FK Unhas, semoga rapa Program Pendidikan Dokter Spesialis cara pemecahan yang obyektif untuk amal baktinya diterima Allah SWT.” didorong untuk bisa mendidik penuh. kepentingan bersama. Kehilangan ini sangat Selamat jalan Prof Akil, terimakasih atas “Ada beberapa keinginan beliau yang be- kami rasakan dalam proses pergantian peja- segala jejak baik yang kau tinggalkan. (HI) lum terwujud, di antaranya masih mau meli- bat di Fakultas, Universitas atau Organisasi,
76
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
OBITUARI
Prof. Dr. H. R.H.H Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM:
Kegigihan Berbuah
Karya Besar “…..Papa orang yang sedikit bicara, tapi papa sangat mengerti kami. Papa satu-satunya orang yang selalu berhasil membesarkan hatiku….”
K
embali dunia kedokteran Indonesia berduka. Salah satu Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. H. R.H.H Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM, meninggal dunia pada 21 Mei 2013 lalu setelah menjalani perawatan di Maastricht, Belanda. Dari Negeri Kincir Angin, jenazah diterbangkan ke Indonesia untuk dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Sebelumnya, jenazah disemayamkan terlebih dahulu di Lobi Bawah FKUI pada Minggu (26/5) sebagai penghormatan terakhir dari civitas akademika FKUI. “Terimakasih kepada semua pihak terutama FKUI yang telah membantu pemulangan jenazah papa dari Belanda,” ujar Dr. Iman, putra ke dua almarhum ketika memberi sambutan pada prosesi pemakaman di FKUI. Kini, Prof. Nelwan, begitu ia biasa disapa, telah kembali ke pangkuan sang Khalik. Duka nan mendalam menyelimuti putra-putrinya: Dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, FINASIM, Dr. Iman Nelwan, SpOG, Dr. Arif, Randy, dan Sabrina. Kenangan indah bersama ayahanda semasa hidupnya terpatri kuat dibenak mereka. Dalam satu kisah, Dr. Erni, putri pertama almarhum, menceritakan sosok Prof. Nelwan merupakan figur ayah yang sangat mengerti anak-anaknya. Ia kerap memberi kebebasan kepada mereka untuk menentukan pilihan hidup. Dr. Erni me-
ngatakan Prof. Nelwan tak pernah melarang apapun yang dilakukan anak-anaknya. Pekerjaan yang penuh resiko atau hobi yang menantang pun acapkali mendapat restunya. “Papa sangat percaya kepada kami. Apapun yang kami lakukan selalu didukung. Papa menanamkan rasa percaya dan tanggungjawab yang besar. Papa selalu melihat dari sisi positif apapun yang kami lakukan. Ini merupakan support yang luar biasa buat kami,”
tutur penggemar olah raga menyelam ini mengenang. Di mata Dr. Erni, Prof. Nelwan adalah ayah yang sangat istimewa. Setelah mama meninggal karena kanker caput pankreas pada 1994, papa membesarkan kami dengan penuh kasih sayang. Meski memiliki kesibukan yang padat, namun papa selalu hadir saat ia butuh. “Papa orang yang sedikit bicara, tapi papa sangat mengerti kami. Papa satu-satunya orang yang selalu berhasil membesarkan hatiku,” ujarnya. Prof. Nelwan berhasil mengantarkan tiga dari lima anakanaknya menjadi dokter. Padahal, sebagai orang tua ia tidak menuntut anaknya berprofesi seperti orangtuanya. Bahkan mengarahkan menjadi seorang dokter pun tidak pernah dilakukan almarhum. Berprofesi sebagai dokter, akui Dr. Erni, adalah kehendak masing-masing. Hal ini lebih karena teladan kedua orangtuanya. Aktivitas dan nuasa kedokteran yang begitu kental di rumahnya, menginspirasi mereka menjadi dokter. “Papa dan mama sering mendiskusikan pasien saat kami jalan-jalan. Dan rumah kami isinya lebih banyak bukubuku kedokteran. Mungkin ini menginspirasi kami menjadi dokter. Ditambah lagi almarhumah mama pernah berpesan agar anakanaknya menjadi dokter,” kata internis yang sedang menggeluti penyakit infeksi tropik ini. Pilihan Dr. Erni menekuni subspesialis
Edisi Desember 2013 Halo INTERNIS
77
OBITUARI penyakit infeksi dan tropik merupakan kehendaknya sendiri. Padahal, akui Dr. Erni, papanya menyarankan masuk spesialis paru. Pasalnya, sebelum memulai pendidikan spesialis ia mengikuti penelitian TB Ekstraparu di RS Persahabatan dan klinik TB PPTI di Kalipasir. Namun, Dr. Erni punya pandangan lain. Menurutnya seorang pasien walaupun yang bermasalah parunya, tapi pengobatannya tidak bisa dilepaskan dari kondisi secara utuh. “Karena itulah saya mengambil penyakit dalam. Papa sendiri menganjurkan mengambil paru karena di penyakit dalam cukup berat dan banyak jaga,” ujarnya mengenang saran papanya dahulu. Minatnya mendalami subspesialis infeksi dan tropik, lanjut Dr. Erni, karena lebih ter-
Dekan FKUI Dr. Ratna Sitompul menyampaikan penghormatan terakhir di hadapan Dr Erni, putri almarhum.
Dr. Iman, putra almarhum memberikan sambutan pada prosesi penyemayaman jenazah di Lobby FKUI.
kait dengan kesempatan mendapat pendidikan infeksi di Belanda. Ia pun beruntung dapat dengan mudah berdiskusi dengan papanya yang merupakan pakar di bidang penyakit infeksi dan tropik di FKUI. Sosok kalem, gigih, dan berdedikasi tinggi ini meninggalkan kenangan indah di berbagai institusi. FKUI-RSCM almamaternya merasa kehilangan atas kepergiannya. Di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM, ia merintis dan mengembangkan divisi penyakit infeksi dan tropik. “Almarhum terkenal gigih dalam mengembangkan keilmuan, khususnya dalam Bidang Infeksi dan tropik,” ungkap Kepala Departemen Ilmu Penyakit dalam (IPD) FKUI-RSCM, DR. Dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, FINASIM.
78
Almarhum Prof. Nelwan, lanjut Dr. Imam, adalah salah satu guru besar terbaik di IPD FKUI. Upayanya memajukan pendidikan, pelayanan dan penelitian telah dikenal baik nasional maupun internasional. Tak sedikit, tulisannya menghiasi jurnal-jurnal kedokteran. Ada 150 karya ilmiahnya mengenai penyakit infeksi dan tropik telah dipresentasikannya pada event nasional dan internasional. Sedangkan di organisasi profesi, menurut DR. Dr. Suhendro, SpPD, K-PTI, FINASIM, almarhum berperan aktif menghidupkan PB PETRI tahun 1996. Ia pun menggagas pertemuan ilmiah di bidang penyakit infeksi dan tropik, JADE, sejak tahun 2000. Berkat upayanya pula, beberapa doktor telah dihasilkan melalui kerjasama program
Halo INTERNIS Edisi Desember 2013
pendidikan doktoral sandwich dengan Universitas Radbound, Nijmegen, Netherlands. Selain itu, penggemar Filateli ini aktif memajukan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP penasehat PB PAPDI menceritakan meski sudah pensiun, almarhum masih bersedia berbagi ilmu dengan sejawat internis di daerah-daerah, bahkan di belahan Indonesia Timur. “Kecintaannya terhadap ilmu menginspirasi kita agar tidak berhenti belajar meski sudah pensiun,” ujar Dr. Aru. Di samping itu, lanjut mantan Ketua Umum PB PAPDI ini, almarhum meninggalkan buah karya yang menjadi kebanggaan internis, yaitu majalah Acta Medica Indonesiana. Acta Medica Indonesiana telah teregistrasi di Pubmed, dan saat ini menjadi majalah kedokteran satu-satunya di Indonesia yang terakreditasi international. “Almarhum adalah penggagas dan pengelola majalah Acta Medica Indonesiana yang sekarang sudah diakui secara international,” katanya Kini, pria kelahiran Jakarta 30 Agustus 1939 telah berpulang ke rahmatullah. Kegigihannya telah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran. Di samping itu, seperti diungkap teman satu angkatan Prof. dr. Iskandar, SpPD, K-PTI, FINASIM, selain menjadi guru yang sukses, almarhum adalah kepala keluarga yang disiplin yang berhasil mendidik putra-putrinya. Selamat jalan Prof. Dr. H. R.H.H Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM. (HI)
PB PAPDI mengucapkan Turut Berduka cita atas meninggalnya...
Dr. Agung Pramono, SpPD PAPDI Cabang Jakarta Raya
Dr. Dyonisius Sudarsono, SpPD, K-R PAPDI Cabang Semarang
Prof. Dr. Alex Robertus Sumual, SpPD, K-EMD PAPDI Cabang Sulawesi Utara
Dr. Hans Mansjoer, SpPD, K-KV PAPDI Cabang Jakarta Raya
Dr. Amir Fauzan, H, SpPD PAPDI Cabang Jakarta Raya
Prof. DR. Dr. Soewignyo Soemohardjo, SpPD, K-GEH PAPDI Cabang NTB
Dr. Zulhemi Bustami, SpPD, K-GH
Dr. J. Pudji Rahardjo, SpPD, K-GH
PAPDI Cabang Sumatera Utara
PAPDI Cabang Jakarta Raya
Prof. DR. Dr. H. Zulkarnain Dahlan, SpPD, K-P PAPDI Cabang Jawa Barat