Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SEKAPUR SIRIH DARI PENULIS Puisi-puisi dalam buku ini bukanlah karya yang sempurna, meski demikian, Terlepas adalah karya yang selesai. Menyoal bagaimana nasib buku ini di kemudian hari, saya menyerahkan seutuhnya kepada pembaca pada segala ruang dan waktu. Selebihnya, tidak banyak yang ingin saya sampaikan, saya hanya bisa bersyukur maring Gusti Allah kang Agung dan bershalawat teruntuk Kanjeng Nabi Muhammad shalAllahu ‗alaihi wasallam, beserta keluarga, shahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Dan buku ini saya dedikasain teruntuk orang-orang terkasih: Teruntuk Ibu dan Abah: H. Tubagus Muhammad Harofisi bin Mudhor Siti Maemunah binti Syadeli Al-Bantani Teruntuk almarhum Kakek dan almarhumah Nenek: KH. Syadeli Al-Bantani bin Mukri Siti Khadijah
H. Tubagus Mudhor bin Abu Bakar Hj. Dafi‘ah binti Manan
Teruntuk kakak: Noor Aisya binte Buang (Singapura) Rohani Din (Singapura) Dan seluruh keluarga kandung saya, Teteh, Kakang, dan adik-adik saya: Ratu Humairoh & Ihwanunasit, Ratu Munyati & Ahmad Khalid, Tubagus Asifurrohman & Eti, Ratu Sufaihah & Abdul Ra‘uf, Tubagus Efi Falati, Tubagus Nasruhi & Fitri, Ratu Arofah, Tubagus Fajril Ulum, Tubagus Sofanuddin, Ratu Susilawati, Tubagus Nurul Fariji, dan almarhumah Ratu Miftahushalihah.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Beserta ponakan-ponakan saya yang manis dan insha Allah jadi anak-anak yang layak dibanggakan. Teruntuk: 1. Gus Muhammad Azka (Addainuriyah 2 Semarang) 2. Rohmatullah (Merak, Cilegon) 3. Khoirul Umam (Merak, Cilegon) Teruntuk: Eli Waliyah (Cilegon), Faris Naufal Ramadhan (Cilegon), Yudi Damanhuri (Tangerang), Ega Eryani Setyatama (Cilegon), Deby Rosselinni (Cilegon), Faisal Kemal (Tangerang), Yuda Apriansyah (Lampung), dan Ade Ubaidil (Cilegon). Teruntuk segenap organ sastra: Lentera Internasional E-Sastera Malaysia dan Indonesia Numera Malaysia dan Indonesia Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Bengkel Puisi Swadaya Mandiri Bebas Melata, Singapura Dewan Kesenian Cilegon Dan banyak lagi nama yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Kiranya kumpulan puisi ini dapat memberi sedikit manfaat, simpanlah.
Salam
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
ROIS YANG RESAH DAN YANG BERUBAH Oleh Dimas Arika Mihardja *(
TERLEPAS. Begitu buku antologi puisi tunggal yang menghimpun karya-karya Muhammad Rois Rinaldi (selanjutnya disebut Rois). Rois secara maknawi mengandung arti ―pemimpin‖. Pemimpin yang baik ialah yang memiliki ―mimpi‖. Rois, sang Pemimpin diri sendiri, memiliki mimpi besar: melahirkan puisi yang memuisi dan memuasi dahaga baca para pembaca. Rois, yang kepala dan dadanya penuh dengan mimpi itu, kini ―melepaskan anak kandungnya‖ (puisi-puisi) dan merumahkannya dalam buku antologi ―Terlepas‖. Tentu saja, sebagai ―pemimpin yang penuh mimpi‖, Rois tak hendak melepaskan anak-anak kandungnya (puisi) tanpa self control yang baik. Begitu banyak puisi dilahirkan dari rahim perenungannya. Rois memang tergolong penyair yang produktif, kreatif, dan tentu saja selalu digelisahkan oleh momentum kreatif dalam penciptaan . Dapat dikatakan, tingkat produktivitas, kreativitas, dan kegelisahan kreatif penyair ini telah sampai pada ―tingkat yang membahayakan‖, sebab setiap saat pikirannya dipenuhi oleh puisi. Mungkin, saat tidur ia pun bermimpi tentang puisi. Sebagai ―pecandu puisi‖, tentu saja Rois mengalami metamorfosa—berubah dari waktu ke waktu seiring perjalanan kreatifnya selaku kreator. Berubah, inilah takdir untuk sesuatu yang hidup; sesuatu yang tumbuh. Berkembang. Jalan kreatif apa pun lalu ditempuhnya. Jalan kreatif itu tampak dari beragamnya corak (tipografi) puisi dalam buku ini. Kita tak perlu khawatir kehilangan irama (baca: musikalitas). Karena sebenarnyalah, sebebas apa pun puisi, selalu mensyaratkan nada di dasar-bangunnya. Tanpanya, puisi tak bisa tegak; tak bisa hidup. Ia seperti air bagi ikan, serupa udara bagi manusia. Bisa saja ia tak tampak di permukaan, tetapi mengalir di kedalaman. Kita baca sebuah puisi yang
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
dimaksudkan sebagai refleksi hari kelahiran (Rois lahir 8 Mei, 25 tahun yang lalu), menulis puisi ini: MENEMU MEI Mei, akankah kau bawa 25 waktu lalu di hadapanku, sedang kedewasaan belum sempat kumamah tanah? Ah Mei... aku belum ingin lari lagi. Ingin tetap di sini, di bibir pematang menyaksikan layang-layang terbang dan kaki-kaki kecil berlari mendekati langit. Tunggulah Mei… biar tahun-tahun yang berjarak menyelam dalam darahku. Setelahnya, sang jagat hening —bumi di mataku jadi sangat kosong. Itulah saat aku takkan lagi menjerit takkan menangis, Mei… Karena jasad telah ditinggalkan dan aku berjalan bersama sepuluh malaikat berwajah Bunda. Membaringkanku di pangkuan Tuhan. Cilegon, 8 Mei 2013 Puisi ini lahir sebagai puisi bebas. Meski bebas, terasa benar orkestrasi bunyi sebagai musikalitas. Melalui puisi ini, langsung atau tidak langsung, Rois menembangkan kidung tentang kelahirannya. Ada nada retoris: mei, akankah kau bawa 25 waktu lalu di hadapanku, sedang kedewasaan belum sempat kumamah tanah? Kidung yang menembangkan tentang kelahiran ini
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
hakikatnya serupa doa, dan doa tentu saja penuh dengan harapan. Ada harapan yang berkelindan menghadapi usia 25—sebab aku lirik merasa ―belum dewasa‖. Pertanyaan retoris itu, meski tak menghendaki jawaban, namun dengan tegas dinyatakan: Ingin tetap di sini— /menyaksikan/ layang-layang terbang dan kaki-kaki kecil/berlari mendekati langit//. Rois, sang pemimpin diri sendiri itu, memiliki mimpi mampu hidup dan menghirup nafas senja, dan pada masanya pulang (ke pangkuan IIlahi). Sebuah impian yang indah tentunya. Ya, melalui puisi indah ini, Rois tak hanya menemu apa yang dicarinya selama ini, yang menggelisahkan batinnya, yang mengusik tidur-tidur malamnya. Secara eksistensial, melalui puisi penuh harapan dan doa ini, Rois telah menemukan muara yang hendak ditujunya: hidup dengan riang dan kelak kembali dengan tenang! Tidaklah mengherankan kalau buku ini lalu menghidangkan ―Saat Matahari Tersuruk‖ dan ―Kasidah Langit‖. Memasuki usia 25 tahun, seperti Chairil Anwar juga, Rois terobsesi oleh kematian, jalan pulang di bawah rimbun kamboja. Saat kembali, berjalan pulang itu, sekali lagi ada kerinduan sosok ibu yang dibayangkan dapat membuat jiwanya tenteram. Tampaknya Rois juga digelisahkan mengenai alienasi diri, pengasingan, rasa terasing, yang sengaja untuk upaya ―menemukan‖ entitas yang dicarinya selama ini, yakni berupa mimpi-mimpinya. Begitu banyak diksi mengenai ―mimpi‖ dalam sajak-sajak Rois yang dalam konteks tertentu dapat dimaknai bahwa Rois memang memiliki mimpi yang besar. Buku ini memuat puisi yang beragam tema dan manifestasinya. Sebagai penyair yang rajin belajar, Rois berkecenderungan lirik, mengungkapkan kesan-personal penyairnya mengenai berbagai hal yang dihayati, direnungi, dan diekspresikan melalui ciri-ciri puisi lirik. Teori-teori perpuisian dengan baik diaplikasikan oleh penyair ini. Misalnya terkait dengan konvensi puisi liris
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
yang meliputi (1) jarak dan deiksis, (2) keseluruhan yang organik, dan (3) tema dan perwujudan. Pertama, jarak dan deiksis. Puisi atau sajak itu tergolong karya rekaan, maka kata-kata yang bersifat deiksis tidak menunjuk orang tertentu, tempat dan waktu tertentu, melainkan referensinya berganti-ganti berdasarkan situasinya. Jadi, ada ―jarak‖ antara situasi si aku penyair dengan situasi aku dalam puisinya. Kata-kata deiktik yang memberi jarak itu berupa deiktik keruangan (di sini, di situ, di sana, dan sebagainya), deiktik kewaktuan (sekarang, besok, nanti, dan sebagainya), dan deiktik keorangan (saya, engkau, kami, dan sebagainya). Oleh karena itu, pembaca membina dunia sendiri berdasarkan jarak dan deiktik itu. Kedua, keseluruhan yang organik. Puisi merupakan keseluruhan atau kesaatuan yang organik, antara bagian-bagian dan keseluruhan ada pertautan yang erat. Oleh karena itu, dalam membaca puisi (memberi makna puisi), dicari hubungan antarbagian-bagian itu hingga merupakan jalinan kesatuan yang utuh. Dalam puisi-puisi modern hubungan antara bagiannya seringkali sangat implisit. Namun, karena anggapan bahwa bagianbagian itu koheren, maka dicari pertautannya sehingga kelihatan bagian-bagian itu tidak terpisahkan, melainkan sangat padu. Ketiga, tema dan perwujudan. Tema dan perwujudan itu merupakan konvensi makna (significance), konvensi makna yang berhubungan. Puisi diandaikan memiliki kekayaan implisit yang menjadikan pembaca berusaha untuk memahami ataupun mencari hubunganhubungannya. Peristiwa yang insidental atau individual mau tak mau diberi makna universal dan manusiawi. Sesuatu yang sederhana mendapat nilai yang mulia. Konvensi ketiga ini tak terpisahkan dengan konvensi kedua. Sajak atau puisi sebagai bentuk komunikasi tidak dapat meninggalkan kata sebagai wahana ekspresi.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Bertumpu pada anggapan bahwa pemaparan teks bertolak dari konfigurasi gagasan maupun bentuk ekspresi tertentu, pemilihan kata dalam kreasi penciptaan puisi selalu memperhatikan satuan hubungannya dengan kata lain dalam satuan bentuk ekspresinya. Dalam puisi yang termuat dalam buku ini, upaya menciptakan efek keindahan antara lain dilandasi oleh prinsip penggunaan kata sehemat mungkin untuk menyampaikan gambaran makna sebanyak mungkin. Kata adalah satuan bentuk kebahasaan yang telah mengandung satuan makna tertentu. Kata sebagai lambang kebahasaan yang ada dalam dunia penafsiran pemakai bahasa pada dasarnya adalah simbol. Berbeda dengan gambaran penger-tian simbol sebagaimana dikemuka-kan di atas, Pierce (1992) mengemukakan bahwa: “A symbol is a sign which refers to the object that is donotes by virtue of a law, usually an association of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted as referring to that object”. Simbol diartikan sebagai lambang yang mengacu pada objek tertentu di luar lambang itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai lambang dengan sesuatu yang dilambangkan sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya menafsirkan maknanya. Dalam artian demikian, kata merupakan salah satu bentuk simbol karena hubungan kata dengan dunia acuannya ditentukan berdasarkan kaidah kebahasaannya. Kaidah kebahasaan itu secara artifisial dinyatakan berdasarkan konvensi masyarakat pemakainya. Lambang dalam wacana puisi Rois, secara kategoris dapat dibedakan (1) lambang konstitutif, yakni lambang yang membentuk kepercayaan-kepercayaan, (2) lambang kognitif, yakni lambang yang membentuk pengetahuan, (3) lambang etis, yakni lambang yang membentuk nilai-nilai moral, dan (4) lambang ekspresif, yakni lambang yang mengungkapkan perasaan. Lambang
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
estetik dapat ditambahkan untuk melengkapi pendapat Bachtiar tersebut. Dengan lambang estetik, penyair dapat mengkomunikasikan dan mengkong-kretkan imajinasi, intuisi, dan ide-idenya. Wujud lambang budaya dalam teks puisi, seperti puisi yang dimuat dalam buku ini, dibedakan dalam lima kode bahasa. Kelima kode tersebut adalah (1) kode hermeneutika (the hermeneutic code), yakni kode yang mengandung unit-unit tanda yang secara bersama-sama berfungsi untuk mengartikulasikan dengan berbagai cara dialektik pertanyaan-respon; (2) kode semantik (the code of semantic or signifier), yakni kode yang berada pada kawasan penanda—penanda khusus yang memiliki konotasi, atau tanda yang materialnya sendiri menawarkan makna konotasi; (3) kode simbolik (the symbolic code), yakni kode yang mengatur kawasan antitesis dari tandatanda, di mana satu ungkapan meleburkan diri ke dalam berbagai substitusi, keanekaragaman penanda dan referensi sehingga menggiring kemungkinan makna ke kemungkinan yang lainnya dalam indeterminasi; (4) kode proraetik (the proraitic code), adalah kode yang mengatur satu alur cerita atau narasi—ia disebut juga kode aksi; dan (5) kode budaya (the cultural code), yakni kode yang mengatur dan membentuk ‗suara-suara kolektif‘ dan anonim dari pertandaan, yang berasal dari pengalaman manusia dan tradisi yang beraneka ragam. Pengantar ini tentu saja tidak perlu membentangpanjangkan uraian atas sajak-sajak Rois. Uraian yang panjang dan lebar hanya akan terkesan ―nyinyir‖ atau ―cerewet‖. Pengantar ini cukuplah jika sekadar menunjukkan ceruk-ceruk terpenting bahwa Rois dalam cipta puisi menunjukkan gejala positif, yakni berubah ke arah positif. Ya, Rois yang gelisah dan berubah! Jambi. *) Direktur Eksekutif Bengkel Puisi Swadaya Mandiri
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SUARA ROIS IALAH SUARA MATANG PENYAIR GENERASI Y (Oleh Profesor Dr. Irwan Abu Bakar) Membaca sajak-sajak tulisan Rois adalah mengapresiasi lontaran suara matang yang puitis dari pada seorang penyair Gen Y yang rata-rata bersifat amat canggih dengan teknologi maju serta tidak dikongkong oleh sempadan geografi mahu pun budaya kedaerahan. Kita akan dibuai dengan idea masa kini dan semangat bebas dari pada sempadan politik. Kita mendengar suara orang muda dan mimpi orang muda tentang masa depannya dan masa depan generasinya. Namun, berbeza dengan anakanak muda Gen Y yang lain barangkali, Rois sebagai penyair sentiasa menghadapi hidup modern dengan iringan rindunya kepada akarumbi peribadi tradisi. Misalnya, dalam sajak ―SEPASANG MATA ‘MAK DAN TAI AYAM DI PEKARANGAN‖, Rois bercakap tentang …gedung-gedung tinggi dengan 180 lampu memencarkan cahaya ke sela pejalan kaki…
Namun akhirnya, dia mendambakan: ...lembut hembusan tai ayam seusai hujan humus semalaman...
Tambahnya, dengan nada yang puitis: Ingin kuhirup kembali perlahan dan dalam. Saya mengenali Rois sebagai anak Gen Y yang benarbenar mampu mengharungi kehidupan generasinya dengan gaya yang sesuai dengan generasi itu. Misalnya, bagi Rois, negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Thailand terutamanya, ialah bentangan bumi Allah yang tidak ada keasingan. Dia menerokainya tanpa rasa rendah diri mahupun ego, malah menyusun langkah di landasan yang ditentukan Allah. Hal ini direfleksinya dalam sajak ―Riwayat Penyu‖: Matahari bundar bulan bundar berputar-putar di garis edar —segala tapal batas telah musnah dari bumi di mata seekor penyu. Sebelum senyap menjadi begitu kentara di antara pekik pasir pada lampu pantai yang satu persatu ‗nyala! Dan gelombang tinggi surut dengan segenap cangkang yang luput penyu turut ke laut.
Anak muda seperti Rois inilah yang diperlukan oleh dunia sastera kita pada hari ini. Kehadirannya di mana-mana sekalipun, termasuk di alam siber, mampu menyemarakkan semangat persaudaraan yang amat kita perlukan hari ini. Profesor Dr. Irwan Abu Bakar Presiden, Persatuan Aktivis E-Sastera Malaysia (ESastera) dan Penasihat, eSastera Enterprise. Kuala Lumpur, 14 Mei 2014.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
ENDORSMENT Antologi sulung Rois, Terlepas, mengandungi warnawarni puisi yang sangat mengagumkan. Dari puisi pertama hingga akhir, pembaca akan dibawa ke sebuah renungan dalam pelbagai aspek kehidupan. Yang pasti kumpulan puisi ini tidak akan menghampakan penggemar puisi juga sastera. Terlepas merangkumi rangkaian bait nurani yang tidak saja indah tetapi tajam memberikan perspektif kehidupan nan semakin mencabar! Syabas, Rois! (Noor Aisya, Guru bahasa Melayu & Penyair, Singapura) Ternyata Muhammad Rois Rinaldi seorang penulis dan pengamat yang tajam akan kehidupan lingkungannya. Puisi-puisinya tergarap dengan metafora yang jelas dan nyaman, kita tersentuh untuk menikmati dan menghayatinya terus baris demi baris tanpa jemu. Puisi ―Penembahan‖ adalah contoh yang baik, meski pendek sungguh mengesankan. Ia adalah cerita kepincangan masyarakat (jemaah) yang tergugah imannya oleh tawaran keduniaan. (Hj Abdullah Hj Mohd Tahir, Penyair, Brunei Darussalam) Rois bermukim bersama komunitasnya di kawasan Kota Industri, tapi ia berlatar belakang santri. Ia melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi ilmu pasti, juga mendalami puisi. Inilah cikal puisi yang lahir dari Kota Industri, tapi penulisnya mempunyai latar belakang santri. Saya memahami situasi , apa yang ditulis terkadang liar seperti Sutardji Calzoum Bachri dan Chairil Anwar. Terkadang begitu lembut serta lirih seperti Subagio Sastrowardoyo atau Sapardi Djoko Damono. Bisa juga puisi pamlet Seperti Rendra, atau bertutur dengan tertib dan teratur seperti Sitor Situmorang (Arief Mursidi Arief . Penikmat puisi, Kota Tangerang Selatan)
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Antologi Puisi ―Terlepas‖ karya Muhammad Rois Rinaldi serat dengan pesan-pesan kehidupan. Saya sangat kagum dengan semangat pemuda Nusantara yang berfikiran kreatif dan mencintai dunia kepuisian. Saya yakin, karya yang bernas ini mendapat sambutan yang baik. (Dr. Phaosan Jehwae, Dosen & Penyair, Thailand) Muhammad Rois Rinaldi, adalah satu dari sekian penyair yang dengan sadar memosisikan dirinya secara utuh sebagi lentera bagi setiap kata kalimat bait dan larik dari setiap puisi yang ia lahirkan. Ia tidak menggunakan puisi untuk dirinya tetapi sebaliknya, ia dan puisi adalah satu kesatuan sebagai sesuatu yang utuh dan harmoni. Tidak saja dalam setiap status komentar kita dapat menemukan puisi yang ia titipkan dan tandai, ucap pikir tulisan diskusi dialog perdebatan bahkan tubuhnya pun adalah serupa puisi itu sendiri. Dan itulah yang kemudian dari detik ke detik kita akan menemukan puisi yang mengalir dari tubuh jiwanya, hingga tidak satupun dari kita dapat menghentikannya menulis puisi. Ia anak muda kreatif yang ajeg berdiri di maqomnya, puisi. (Indra Kusumah, Ketua Umum Dewan Kesenian Cilegon) Dengan tipografi yang membentuk pola-pola yang bervariasi tentu membutuhkan kerja ekstra keras untuk tidak menghilangkan makna atau cita-cita gagasan puisi semula. Tentu ini tidaklah mudah, butuh pemikiran dan kontemplasi yang mendalam. Ternyata Rois bisa. Contoh lain, watak Rois terwakili dari puisi-puisinya, jika tidak menyukai sesuatu, mungkin memendam rasa kecewa, ‗sebel‘, dan ‗marah‘, tetapi di sisi lain melahirkan sikap kompromistis dengan tidak berarti harus sependapat. Itulah keunikan puisi-puisi Rois. (Mahbub JunaediPenggiat Sastra, Bumiayu)
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
“Duhai pemilik waktu, jika puisipuisiku mendatangkan kebaikan, biarkan ia ada di antara manusia dan kehidupan. Namun, jika puisi-puisiku mendatangkan keburukan, musnahkanlah!”
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PROLOG PEMENTASAN Di panggung lawanku bisa memerankan apa saja menjadi raja Fir‘aun, Isa, Hitler, Yahudi, Adam, Setan, atau tuhan sekalipun! Begitu cepat skenario bergantian: menit pertama kawan menit berikutnya lawan kadang mempermainkan kadang dipermainkan kadang menang kadang dikalahkan. Simpanlah pertanyaan-pertanyaan lugu kalian saksikan saja orang-orang suci main judi penjahat bersolek menyerupai orang-orang suci pemabuk berebut siapa paling berakal—paling waras orang-orang waras kian mabuk kian tidak berakal tukang begal tukang jagal mempertanyakan keadilan orang-orang adil mulai menjagal dan membegal orang-orang jujur hidup di kehidupan yang lacur pelacur dianggap orang-orang jujur. Simpan saja kengerian kalian yang polos itu! Panggung kadung diciptakan dan pementasan harus kalian saksikan. Jangan cari celah pendar—jangan cari salah dan benar. Kebenaran hanya seselaput kertas dengan pembenaran. Pada segala yang benar-benar bundar beputar-putar dari titik samar ke titik samar. Siapakah dapat menakar yang mana nalar manusia, yang mana binatang liar?
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Kiranya demikian prolog ini disampaikan dengan kebenaran yang tidak dapat dipercaya. Teruntuk kalian yang lebih memilih yakin kepada naskah-naskah kebohongan. Sebelum cahaya dari segala penjuru dipadamkan suluk seribu satu setan nagari-nagari kegelapan diperdengarkan. Siapkanlah kostum, bedak, gincu, topeng, racun, dan senjata selengkap-lengkapnya. Simpan nyawa kalian pada badan paling badan karena bisa saja, kalian terseret sebagai pemeran dan tidak dapat diselamatkan. Tegakkanlah kepalsuan wahai wayang-wayang! Cilegon, 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
DRAMA PEMBUNUHAN PERTAMA Qabil yang memuja kecantikan Iqlima dan menolak Lubuda, meletakkan sekarung gandum di bukit pengorbanan. Ia mengutuk langit dan menggugat Tuhan. Habil yang tertidur tenteram di sekitar peternakan domba, kepalanya dipecah dihantam batu hitam. Adegan pembunuhan manusia pertama dan kematian pertama dari turunan Adam berakhir. Tetapi bau amis darah itu terus mengalir menderas hingga hari kehancuran bumi langit manusia! Kramat, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
ANGKARA Di antara segala kekacauan ini, telah saya relakan anda mengumpulkan boojum dan akasia, saat api kemarahan menyala membakar sahara terluas yang tidak kunjung anda padami. Anda begitu gelisah menginginkan segala kemenangan, setelah kalah dalam petempuran-pertempuran sebelum semua dimulai sebagai kesedihan, mendendam di segenap ingatan anda. Dengan begitu saya dapat melihat lebih jelas betapa cinta telah gugur dan kekalahan anda adalah kenyataan yang sesungguhnya diperjuangkan demi ketidakpercayaan anda pada kebajikan. Nyalakanlah agar api semakin besar dan biarkan semua terbakar setelahnya saya tahu, anda akan melukiskan sebuah mimpi kedamaian di atas abu, yang diterbangkan ke barat. Tempat bersenang sambil menghitung jumlah korban dan manusia seperti anda akan terus dilahirkan. Kramat, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
IQLIMA LUBUDA Perempuan adalah jagat senyap yang menyemaknyenyakkan laki-laki dari kejalangan akal birahi. Menerjemah ketegangan dengan kelembutan pelukan. Menaklukkan amuk amarah dengan sentuhan yang tabah. Tetapi bila perempuan mengeras membuas laki-laki adalah binatang liar, makan daging mentah dan memangsa segala jenis rupa perempuan. Kramat, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
KARBALA Duhai dinding-dinding ratapan katakan kepada setiap yang meronta kepada yang menangisi masa silam dengan segenap kebutaan dan dendam bagi perdaban yang hitam: Sayyidina Husain mandi di surga! Kramat, 2015
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
PANEMBAHAN Mall-mall menyingkirkan azan dengan seruan bandrol harga discount barang impor dan derap kaki para pemburu dunia malam. Suara-suara liar: hingar yang bingar riuh yang menyeluruh adalah kesunyian laki-laki tua —sang Imam yang ditinggalkan jamaahnya. Cilegon, 2012
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
PENOLAKAN Jangan pernah memintaku pulang dengan segenap keluguan seperti anak kecil dihadiahi permen sebab sahabat-sahabat paling akrab mengajariku cara menikam sambil mengeratkan pelukan kekasih tercinta memaknai kesetiaan dengan dusta dan kehidupan telah membuatku begitu percaya pada khianat manusia. Kramat, 2014
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
RIWAYAT PENYU Di pesisir, aku seekor penyu mencercap percakapanpercakapan tentang isyarat laut yang memeluk asin sendirian. Ketika Tuhan mengalihkan angin ke kapal-kapal kecil dan sekumpulan gagak tergesa menyemak ke nibung tua. Matahari bundar bulan bundar berputar-putar di garis edar —segala tapal batas telah musnah dari bumi di mata seekor penyu. Sebelum senyap menjadi begitu kentara di antara pekik pasir pada lampu pantai yang satu persatu ‗nyala! Dan gelombang tinggi surut dengan segenap cangkang yang luput penyu turut ke laut. Singapore-Tanjung Pinang. 03.09.2013
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
MELANKOLIA ... lalu malam-malam suram selesai merangkum duka dari penantianpenantian yang alpa. Di dalam diri segala bereaksi seperti bilangan redoks: jiwaku terkapar jiwaku terbakar. Melepaskan tulang rusuk dari pedihnya percintaan. Marbela, Anyer, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
BE … lalu sunyi aku maknai pada matamu sebagai selasar-selasar malam di dentang ketiga ketika segala nyala adalah kegelapan riuh dan gemuruh dadaku adalah kelelapan. o, Be… pada dunia yang mana aku mesti mengakar, ini langit begitu dalam ini bumi begitu tinggi gemetar dan berdenyar.... Ponpes Al-Muasyaroh ibnu Ali Banten, 2005
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
INSTRUMENTALIA Ingatlah lagi hujan malam itu juga dingin yang kau rangkulkan ke tubuhku. Telah khatam tirakat cinta dari panas mataku yang leleh dan luruh sebelum tubuhku menjadi patung es yang gegas kau tinggalkan. Jl. Raden Sastradikarta 77, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
RATIH Hingga kota lengang kau masih terdiam di tepian. Apa yang kau tunggu, Ratih? Orang-orang telah nyenyak dan bermimpi tentang hari esok serta panen raya di kampung-kampung yang jauh ditinggalkan. Menggelar pesta perkawinan dan menyambut kelahiran bayi-bayi mungil dengan gembira sedang kau masih saja percaya pada kutukan, mitos sang pengembara di kota-kota buta. Gegaslah berkemas, Ratih! Sebelum purnama dan lelaki jalang menghadang sebagai maut yang bikin kau sekarat berkali-kali. Bukankah kau kau telah sepakat hidup hanya soal cara memilih dan bahagia? Pulanglah, Ratih… bersama jiwamu yang senantiasa perawan. Cilegon, 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
SUARA ORANG-ORANG KHAEK Waktu yang karat melahirkan bunga emas gugur di ujung tombak Burma. Kami memenuhi lorong-lorong pertanyaan sambil mengunyah nyanyian-nyanyian teruntuk buddha. Menyaksikan madrasah yang dikorbankan. Di atas api kami terpaksa menari. Bagi duka lara Sang Sultan bagi kelak yang tuli dan dibutakan. Tanah Kramat, 2014
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
ELEGI SEPASANG BOLA MATA (Teruntuk lelaki tua di kedai Kopi „O) Sepasang matamu Merlion berputih di pelabuhan Temasek; ―Melukut di tepi gantang, merempat di bumi sendiri.‖ Sang Nila Utama tersisir ke semak merangkul musim. Hujan imigran adalah dongeng klasik untuk didengungkan seperti tangisan para budak yang menggamit orkid Vanda Miss Joaquim di utara dari lipatan sejarah Singa Putih yang basah. Jejak Stamford bagai duka menyala, dupa mengepul ke lorong-lorong tempat segala menipiskan suara: ―Kami mencari nyawa di rawa-rawa yang dirampas dari gemetar genggaman Tumenggong sri Maharaja.‖ Sepasang matamu jatuh dari jendela flats lantai 16, jadi nyanyian burung di Jurong Bird Park. Ruas-ruas kota menjelma hutan. Marsiling Drive, Singapura, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
KALAU SAMPAI LANGKAHKU : Kepada Aceh Darussalam Kalau sampai langkahku tunjukkanlah ketenteraman ombak yang meronce bunga-bunga karang. Di tepianmu aku akan duduk (seperti dalam mimpi kecilku) menunggu matahari menjadi merah ikan-ikan berenang di permukaan dan sebuah garis cahaya membentang di ketinggian membelah perut lautmu antara suara pasir dan para nelayan yang menyalakan petromaks sebelum berlabuh. Dan bila sunyi benar-benar purna rendahkanlah langitmu. Aku ingin berbisik seperti bisikan seorang kekasih yang lama mendambakan pertemuan: “Aceh seuramoe Mekkah beu aman bek lee ro darah!” Tanah Banten, 2013
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
SERENADE GUNUNG PINANG Dampu Awang sang anak rantang merantau ke Malaka enggan pulang. Dampu jadi patung kapal jadi gunung sejak Pelabuhan Bulan memecah Wulandira dan Tenjolaut memaut silsilah yang direnggut senja berkabut. Sementara berkabung-kabung burung terbang melintasi tiang-tiang langit lengang mengumang di liang-liang batu, seperti sempat mengkrabi ikanikan bermain di kaki anak nelayan. Tiada lagi gerak riak teluk Banten di antara derak kapal tua dan jaring-jaring kehidupan yang berjarak ombak. Desir pasir digulung gelombang kini jadi angin menyemak di ranting-ranting kering sepanjang GiripadaTayamarta. Dan kutuk bunda kekal di daun-daun mengembun pada ‗nun‘ tak berkurun membai‘at kalimat-kalimat Kramat sebagai alamat tarikat maklumat yang zulmat. Kramat, 1435 H
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PERJALAN KEMARIN Bersama Kang Omat Kemarin kita satu kereta. Di gerbong lima dari stasiun Merak ke Tanah Abang. Matamu menelusup antara tubuh penumpang yang berdesakan. Lalu mengerdip: berpaling ke arah jendela—ke pemukiman-pemukiman itu —dengan sedih. ―Kita masih sangat muda untuk mengalah…‖ Katamu terbata. Dan aku tahu dalam pikiranmu tugas-tugas kuliah serta nilai-nilai katrolan menjadi monster seram dan kau takkan bisa lari. Di hari depan, kau dibayangi oleh kemungkinan: serjana-sarjana lulusan negeri nan malang ini harus memilih, jadi penggangguran, penipu, atau pelacur yang mati bunuh diri. Senen-Merak, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
RETORIS : penyair Mubaqi Abdullah "Mubaqi, inilah jarak," kataku. Ia melirik sepasang gelas —yang kusuguhkan—berisi ingatan. Di sepasang gelas itu kebisuan kami menjadi percakapan ihwal sunyi seorang panyair di kebun binatang. Sebelum puisi dimulai sebagai rimba suara yang tidak juga bicara. "Mubaqi, inilah jarak," kataku. Sambil memperlihatkan lembaran kertas berisi beribu kilo meter kecengengan penyair tua yang merasa khatam soal-soal cinta. "Semacam inikah jarak?" tanya Mubaqi. Sambil merapatkan letak duduk —aku merasakan bau basah rambutnya di sela kopyah hitam. Lalu badan kami semakin bersidepan — perlahan-lahan Jl. Raden Sastradikarta, No. 77, 2014
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
“Jika puisi-puisiku baik bagimu, rawatlah seperti laut yang merawat ombak dan riak.”
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
LIMAU RAKSASA DI LANGIT BARAT : sebuah isyarat untuk Gus Rifqiel Asyiq Dan langit tinggi semakin dalam dan terus memperdalam. Maka aku berenang-renang di ketinggian tanpa pernah berpikir tentang jeda. Aku harus merengkuh setiap ombak bergejolak, yang mengirim gerak riak ke tepi-tepi langit itu. Aku mengarahkan mataku kepada sepotong limau raksasa kemerahan di ufuk barat —burung-burung kabung mengapung di sekitarnya— dan tidak lelah telingaku menampung lenguh awan pancaroba. Di mana ia terus melawan dirinya sendiri (lahir putih lalu hitam sebelum meledak dan lenyap demi musim demi angin yang menjadikannya musnah). Limau raksasa menggelembung, kian merah. Demi arah aku terus merenangi langit yang asin ini juga kisah-kisah cacat yang menenggelamkan para perenang karena dihentikan oleh keletihan atas nama pengorbanan sedang ufuk barat belum tersentuh, terjebak di tengah pusaran. Mungkin kisah-kisah itu datang dari segala abad dan terkumpul menjadi mitos purba yang menyedihkan. Sehingga siapa saja yang, mungkin baru menatap langit akan merasakan, betapa gelap betapa dingin! Limau raksasa perlahan-lahan hitam, hilang wujud. Aku mempercepat seluruh gerak tapi badan pada jarak adalah kesia-siaan yang sempurna. Dan aku melihat para perenang terapung dengan mulut menganga. Mereka datang dari nagari-nagari seribu satu duka nagari yang, dari inti buminya keadilan direnggut harapan pada kebaikan selalu mati sebelum dilahirkan dan pertentangan di antara mereka adalah batu-batu yang mengucurkan darah dari setiap kepala.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Di sini mereka kembali kecewa pada harapan. Mereka tenggelam! Mereka tenggelam! Semua terlanjur gelap, tapi aku harus pulang ke timur —limau raksasa akan tiba di sana— meski dengan ketakutan yang lebih. Karena gemuruh yang kian lantang itu pertanda ombak langit kian tinggi. Lalu gema lalu dentum lalu berakhir dengan satu ledakan lalu cahaya putih bertaburan. Aku seperti mendengar lagi, seseorang berkisah dengan suara yang begitu tenteram tentang keintiman Idris pada bani Qabil dan Memphis tentang Ibrahim yang bersandar di Baitul Maqdis tentang Muhammad dan shalawat yang tiada habis ―O… Malikulmulk! Di langit mana aku berenang?‖ teriakku, saat pusaran maha dahsyat menyeret-melempar tubuhku: ke kedalaman ke ketingian—tidak mengapung tidak tenggelam. Dan langit dalam semakin tinggi dan terus meninggi…. Kramatwatu, 13 Maret 2015
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
KEPADA PEREMPUAN YANG KUSEBUT ‘MAK ‗Mak… lelaki memang harus bertarung habis-habisan. Aku tidak boleh gemetar, tidak pernah gentar! Karena lelaki bersuara gagap dengan tubuh terbungkuk adalah mangsa bagi setiap hewan di hutan manusia ini. Karena setiap kepala menyimpan pikiran buruk dan jiwa-jiwa dipenuhi perasaan menyimpang: saling cakar tanpa alasan, berebut bunga meski tidak paham apa keindahan apa keharuman, dan duduk menduduki mertabat demi kekuasaan semu. Suara yang mereka agungkan tidak lebih dari kekosongan untuk menciptakan pertikaian tanpa penyelesaian atau sekadar mengubah kesepian menjadi bising bagi hutan yang sepi dari kebaikan. Lelaki harus bertarung habis-habisan, ‗Mak…. Tidak boleh tersungkur meski diseret-seret oleh persoalan yang datang dari ketidakwarasan. Kadang-kadang kubiarkan tubuhku terhuyung-huyung di jalan dan berdarah menerima tikaman dari arah tidak terduga. Kadang aku melawan, membalas kesewenang-wenangan. Yang paling sering di antara segala sikap dan ucapku: aku duduk satu meja dengan para pengkhianat. Berbicara tentang inti kebaikan dan kejujuran, lalu berakhir dengan gelak tawa—lantaran kami sama banyak menyembunyikan—sampai perut kami mengeras, terlalu kenyang oleh kebohongan. Dalam kehidupan yang kadung lacur ini, aku harus pandai berkata-kata, harus banyak bicara! Karena bisu berarti menyerah kepada desas-desus dari omongan ke omongan tanpa kejujuran.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Tetapi kadang-kadang aku diam juga, jika aku seperti tersesat di antara sekumpulan monyet atau ketika aku merasa berada di kandang domba, di mana biji-biji tai terselip di bulu-bulu tebal dan suara-suara bau mengembik. Dan apalah pula arti dari kesedihan-kesedihan juga rasa sakit ditinggalkan kawan, kehilangan kecupanpelukan kekasih, serta kehangatan yang musnah dari segenap tubuh jiwaku tidak lagi penting. Karena menerima atau melepas tidak ada beda, dicintai atau dibenci sama saja. Apa lagi kehidupan memang selalu melahirkan pengkhianat. Aku tidak mau buang waktu untuk meratapi, sekalipun demi pikiran-pikiranku tentang kesetiaan. Bukan sebab aku angkuh, Mak… tapi sebab aku lelaki dan lelaki harus membenci kecengengan! Hei, Mak… Di hutan manusia ini saja aku sedikit ganas sedikit buas, sedang di dekatmu aku tetap lelaki kecil yang manis yang selalu engkau baringkan ketika malam gelap dengan dongengan ajaib yang menjadi begitu nyata dalam kehidupanku hari ini. Janganlah khawatir, ‗Mak… aku tidak akan habis dalam pertarungan karena dari rahimmu diberangkatkan napas seorang petarung dan kepada rahimmu, seorang petarung akan kembali. Ah! Mak, dunia memang tipu daya! Kuala Lumpur, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SEPASANG MATA ‘MAK DAN TAI AYAM DI PEKARANGAN Bukan mall dan gedung-gedung tinggi dengan 180 lampu memencarkan cahaya ke sela pejalan kaki, kuingin. Tetapi lembut hembusan tai ayam seusai hujan humus semalaman. Ingin kuhirup kembali perlahan dan dalam. Hanya di antara ayam yang berak sembarangan tempat aroma tanah jadi sangat tenteram dan sepasang matamu itu seumpana kitab-kitab klasik dari peradaban paling emas. Di dalamnya dikisahkan: bumi yang tamak meringkuk terisak dalam telur dari dubur seekor ayam. Tai ayam di pekarangan dan sepasang bola matamu, Mak, lebih kurindukan ketimbang perawan di pesta purnama. Lebih ingin kuintimi dari pelukan seribu kekasih. Karena penciuman dan penglihatanku dirawat cahaya dan udara terbuka. Di mana aku tidak lagi merasa hidup seperti para manusia sakit di nagari-nagari pengembara yang tidak tahu dari mana datang kemana hendak tandang dan kapan pulang. Tai ayam di pekarangan dan sepasang bola matamu, Mak: jagat tenteram, di sana aku selalu merasa beribu kali dilahirkan, beribu kali menjadi seorang bayi. Cilegon. Rabi’ul Awal 1435 H
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SEORANG LELAKI DEPAN CERMIN I// Seorang lelaki depan cermin tangannya di atas meja di antara bedak, gincu, eye shadow, dan selembar akta kelahiran. Puluhan almanak terserak dalam kepalanya: bulan-bulan kemerahan yang retak mengambang di ingatan paling darah. Tahun-tahun menyedihkan membawa badannya terlampau jauh. Dari kota ke kota demi pertanyaan yang tidak pernah selesai. Melintasi bangsa-bangsa demi menolak segala kehendak di luar kehendak. Kali ini memang tidak kemana-kemana. Depan cermin ia memperhatikan dirinya sendiri juga hal aneh yang tumbuh subur begitu saja. Membayangkan jalan perkampungan yang jauh sebelum sebuah keputusan menciptakan jarak tidak terhitung. Lalu ia berdiri mengambil laptop dari tas pingky, menyalakan musik. Ia berdansa sambil menggoreskan gincu di bibir tipisnya dan membedaki wajahnya yang kuning langsat. Seperti orang mabuk dalam kisah-kisah kudus yang penuh kebohongan, ia terus berdansa dan berceracau: ―Demi rahim yang melahirkan luka di sekujur jiwaku, lihatlah betapa aku telah lupa pada tangisan!‖ II Puluhan SMS masuk, telepon genggam terus berdering, surat-surat elektronik yang tidak lagi dibaca, gagak dan katak yang mengakak di luar, angin di dalam menyemak di tirai-tirai jendela, redup lampu, sunyi detak jarum jam, dan sepatu kaca. Semua berbisik lirih tapi lebih berisik dari akrobat petir pada musim penghujan Ingatannya dihantui derit mainan dan tawa kekanak sebelum akhirnya ia merasa tengah menemui kembali lelaki kecil malang yang menangis di pojokan kamar
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
dengan kaki tertekuk, menyembunyikan wajah di antara lutut lalu bersenandung dengan nada yang sulit diterjemahkan sebagai kesunyian atau kebisingan: ―Ambilkan bulan, Bu. Ambilkan bulan, Bu Untuk menerangi tidurku yang lelap di malam gelap‖ III// Ia duduk lagi depan cermin. Menghela napas dalam. Lama sekali ia menahan. Ia tahu udara menjadi bau pada gordeng, kolong ranjang, sela-sela lemari alas kaki, meja rias, dan semakin terasa busuk pada tubuhnya. Tetapi cermin memilih tidak lagi bicara. Cermin terarah ke sebidang dada. Lelaki itu seketika tergagap mengenang rumah dan pintu-pintu tanpa kasih sayang, yang ditinggalkan dengan sangat mahal sedangkan kehidupan setelahnya jadi sangat murah: terusir dari seluruh kalangan tidak sepadan bagi semua golongan tertolak dari permainan juga kesenangan demi menerima pelarian dalam kehinaan. Menatap mata cermin dan melihat dadanya yang bidang, lelaki itu panik, mendongak dan bertanya: ―Tuhan, bulu-bulu lebat dan dada bidang ini milik siapa!?‖ Cilegon, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
A N O M A L I A Aku sudah tidak punya uang! Sampingan sebagai makelar makalah ternyata tidak bikin untung teman-teman kampus yang malas bodoh tapi culas maunya mudah mau murah bikin susah. Dosen-dosen juga mana peduli, mereka cuma tahu soal A B C D E, ancamana-ancaman tidak lulus ujian harapan-harapan nilai tambahan dan tanda plus minus itu selebihnya, mereka pinta aku rajin belajar mereka tuntut aku pintar tetapi sekali telat bayar aku habis-habisan dicecar! Ah! Terpaksa aku pulang tanpa titel sarjana atau apalah! (Tentu tidak ada dendam, dosen butuh makan gedung dan bangku kuliah bukan punya nenek moyangku tidak sanggup bayar, ya… tidak perlu jadi sarjana!) Aku masuk kamar membongkar tas berisi botol parfum sepuluh ribuan, baju-baju murahan yang bau sepa dan tiga lembar uang—lima belas ribu cukup untuk beli sebungkus rokok. Lalu sepanjang malam berbaring di lantai. Melihat nyamuk-nyamuk mampus ditelan cicak di dekat lampu lima watt. Paru-paruku didesak, disentak asap putih. Aku juga merasa akan mampus! Dalam begini aku lebih senang tinimbang percaya pada umur panjang. Di lampu lima watt itu, aku seperti melihat lagi orangorang bicara: mati bunuh diri arwah akan penasaran. Tapi hidup dari perlakuan durjana mengapa begini penasaran?
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Kawanku si Fulan yang tampan dikasih pinjam satu-satunya celengan babi hutan ia bilang dikembalikan minggu depan sudah tiga musim penghujan ia padaku enggan bersidepan Si Fulanah, perempuan cantik, kekasihku bilang cinta bilang sayang bilang mau peluk Abang sampai pelaminan sepuluh bulan kabar menghilang datang-datang bawa momongan temanku yang makan! Ah! Jagat yang luas terasa menghimpit, seperti jalan tikus! Di mana segala jenis bau busuk berdesakan. Ini rumah pula bikin heran, malam-malam tiada orang. Tuhan, Abah ‗Makku di mana? Aku gemetar Aku lapar!
Waduk Krenceng, Cilegon, 2010
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
JUNED Aku telah mendengarmu bicara dengan kesenduan saat malam menciptakan kesepian yang begitu cerewet. Kau berdiri depan jendela mengutarakan amarah. Lalu dunia bagimu adalah rumah kekal para setan. Kekejaman jadi tanah dan atap kehidupan sedang kau, semata lelaki kecil yang menanggung celakanya dilahirkan. Sudah sangat lama kisah itu tidak ada hulu dan hilir. Masa depan telah lempang tapi kau pilih telentang. menyusun tahun tahun kesedihan lalu kau mengutuknya saban waktu. Apa yang hilang? Main gatrik sepulang sekolah, layang sekitar galengan dan semua kesenangan yang rusak di masa silam? Melankolia, menyedihkan sekali Juned! Lebih melankoli dari penyair yang ingin jadi perawi atau manusia telantar di sekitar dinding buta yang bicara tentang rubaiyat matahari. Lebih menyedihkan dari presiden yang haru biru dalam drama perampokan hati rakyat dan para calon anggota dewan yang gila seusai pemilihan umum. Kerinduanmu kepada pelukan Ayah Ibu yang musnah sebelum kau sanggup mewujudkan cita-citamu jadi koboi dengan bedil di pinggang, membunuh para penjahat, itu ilusi dari mimpi kanak-kanakmu yang tidak selesai. Hanya ada hari ini Juned dan masa silam sekadar secangkir teh pahit yang tidak cukup berarti bagi dahaga para petani yang menggarap tanah kemarau.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Maka berhentilah meronta-ronta seperti para perempuan dalam adegan telenovela dan asmaradana. Aku kasihan melihatmu, Juned kasihan sekali! Bukan masa silam dan kisah-kisah kesedihan itu membuatku kasihan, tapi ketidaksanggupanmu mengucapkan selamat tinggal kepada segenap kekecewaan, kebencian dan dendam membuatku merasa, kau seperti kucing yatim piatu yang cacat di tengah huruhara. Hadapilah hidup sebagai manusia yang lelaki, Juned! Kramat, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
LEGENDA NAGARI-NAGARI BATU Inilah legenda nagari-nagari batu. Bumi keras yang bersenjata dipenuhi peperangan! ―Masa depan hak yang kuat, untuk para suku abadi!‖ Manusia di nagari-nagari batu, meyakini kekekalan dengan kesombongan Iblis kepada Adam. Maka demi segenap ambisi, jiwa manusia tidak lagi penting. Pelenyapan nyawa bukan kabar duka, karena kehidupan hanya benda-benda mati yang bergerak di bawah langit kebatuan atas bumi bebatuan. Jangan tanyakan di mana Tuhan. Tuhan bagi manusia batu adalah dirinya yang dibentuk sedemikian batu lalu dipuja dengan pemujaan paling batu! Kramat, 2015
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
GENERASI PELUPA Kita adalah orang-orang yang gampang lupa. Kemarin—ketika mulai bosan—kita menggebu menciptakan pertarungan antara kita. Sebab mitos Satria Piningit kembali dipercaya lahir dari letusan perut Mega yang hitam kemerahan dan kedatangan pangeran berkuda putih dari gurun membawa angin pembebasan. Baru kemarin, tapi kini kita berebut jalan selamat berderap-derap di antara semak dan rumput hijau —sekumpulan kambing hitam telah diusir— kita masuk ke kemah-kemah persembunyian. Sesekali jemari kita terjepit dan tertekuk, tapi kita tidak boleh terpekik. Di luar ada pertanyaan tentang orang berbibir tebal dan bermulut besar yang tiba-tiba bungkam entah mengapa dan sekumpulan pedangdut yang tidak lagi bergoyang sambil mendesahkan angka 1 atau 2. Kita harus terus tiarap, karena pertanyaanpertanyaan adalah teror. Kita tidak berdosa. Dosa hanya bagi manusia, sedang kita hanya anak-anak ayam yang terjerat rumput liar dalam kemah dekat petai cina. Di mana partai politik menciptakan angin ribut dengan bau busuk yang tidak kentara.
Kramat, 2015
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
TAMAN PESAKITAN PENYAIR Penyair ada di semua taman karena penyair suka bermain-main dengan cemara dan daun-daun suka sekali pada embun juga batu-batu. Penyair begitu setia menunggu gerimis menderas —menunggu hujan tiba. Angin di dahan beringin kadang-kadang diajak bicara diajak bercerita tentang asmara dan percumbuan tentang rindu dan penderitaan tentang airmata seumur hidup dan panjang usia yang celaka. Malamnya, penyair tertidur di kursi panjang antara bunga-bunga yang lelap mengigau tentang yang pergi tanpa pesan lalu esok, lusa, dan selanjutnya kehidupan adalah kepahitan yang kekal. Serupa kopi dingin tanpa gula yang senantiasa diteguknya. *** 2010
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
SAAT MATAHARI TERSURUK Hari telahlah petang dan perjalan masih jauh. Rasanya aku ingin lekas menetak almanak dan jarak yang membentang jejak menemui seorang perempuan penimang tembang di ranjang mayang berkelambu segenap sayang. Perempuan itu, kuseru Ibu sekujur waktu penghimpun duka dengan sepuluh jemari yang setia. Petang mulai gelap, dalam perjalan tanpa suluh ini aku makin dibayang layang-layang di langit Kramatwatu: bau tanah basah, kelapa, juga bambu hijau yang merimbun ke tenggara. Di antaranya, seorang lelaki bertopi jerami melenggang —aku ingin lagi ditopang atas pematang diiringi shalawat dari surau yang jauh di seberang. Lelaki itu kuseru Abah berdada sawah perwat tanah nasib yang basah dengan lengan cangkul paling tabah. Ah… rindu dan perjalan jauh. Aku harus bergegas dan engkau yang tersuruk, jadilah saksi betatapun jauh langkah menempuh segala arah cinta Ibu dan Abah dalam ruh tubuhku adalah kalimah rajah bagi setiap wabah. Bersaksilah matahari! Cilegon, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PESAN SEORANG SUAMI Kalau aku tidak pulang, langit jadi muram ajaklah anak-anak kita keluar melihat cuaca padam, sebab di dalam segala mengancam. Kalau aku tidak pulang, langit jadi muram kau takkan bisa melawan debt collector. Kekayaan memang harus hilang, sayang. (Boleh saja bersedih boleh saja menangis tapi airmata bukan mata uang) Kalau aku tidak pulang, langit jadi muram berlarilah ke alun-alun tapi jangan dekat-dekat dengan keramaian karena dalam keramaian wajah-wajah alim menebar keburukan waspadalah pada setiap kebaikan! Kalau aku tidak pulang, langit jadi muram ajarkanlah pada anak-anak agar siaga. Setiap uluran tangan mesti dilihat, lebat tipis botak bulunya mesti diteliti dengan seksama, putih hitam kulitnya juga bulat lonjong kepalanya Tidak boleh tergesa-gesa tidak boleh lekas percaya karena manusia banyak bicara banyak berdusta. Kalau aku tidak pulang, langit jadi muram dan lapar semakin mendesak bawalah anak-anak lari ke pelukan lelaki lain tetapi jangan terima pelukan dengan cinta. Lantaran kau usir aku sebab hutang dan kredit bank. Jl. Raden Sastradikarta, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
KALAU KAU DATANG Kalau kau datang, pematang seusai hujan para penggembala domba berlari kecil gadis-gadis bersarung membakul kangkung dan genjer berhambur dari gubuk peristirahatan jangan merentang tangan, jangan kaki menyilang berbagi jalanlah, Tuan. Kalau kau datang, pematang seusai hujan jerami mengeram cuaca dan bangau khusu‘ di punggung kerbau junga jangkrik meritusi akar rumput, itulah isyarat kehidupan kami. Bukalah telingajiwamu, Tuan dengarkanlah doa-doa menyekar tanah, air, dan udara menebar wangi dari perut bumi. Kalau kau datang, pematang seusai hujan langit terbuka, matahari tiba di pintu kedua menebar biji-biji cahaya dari petakan ke petakan dari sawit ke sawi, dari padi ke seledri (napas anak-anak kami tersimpan di sana) duduk dan ambillah kelapa hijau dari pohon yang kami tanam dengan kesabaran yang kami rawat dengan ketabahan. Minumlah selagi segar tetapi jangan tergesa mengukur panjang lebar dan menghitung seberapa murah harga sawah-sawah kami, Tuan! Kramat, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
NYANYIAN KARANGANTU Karangantu, nyanyian-nyanyianmu terselip di dompet penjual ikan, bangkai kapal tua, ketiak anak-anak pencari kumang di terumbu karang, di sela jempol sekumpulan ibu yang bertahun begitu tahan mengeram keriput kakinya di laut. Juga pada dada-dada lelaki yang kehitaman, sehabis mengikat sauh dan melipat pukat yang koyak di anjungan. Selain itu, tidak ada. Hanya asin amis merebak ketika ombak tinggi mengganti suluk empat belas purnama para nelayan, menjadi angin sengit yang merasuki harapan-harapan mabuk yang kian lapar. Musim ikan, tripang, dan udang pun berganti, musim kemelaratan! Karangantu, nyanyianmu jadi tangis nasib yang terpelanting dari drum-drum kosong ke lorong-lorong. Juga di balik tampah bolong yang dibawa para gadis bersarung kumal yang tidak henti bersiul sambil menjemur rebon di atap-atap gubuk yang senantiasa terancam rubuh itu. Karangantu, nyanyianmu adalah lelaki tua yang mencongkel sisa giginya dengan jangkar untuk sarapan anak cucu saat pancaroba mengamuk menghempas Banten Lama dan kapal-kapal tiba, oleng di dermaga. Karangantu, nyanyian-nyanyianmu oi...! 29 Januari 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
ZIARAH NAWAWI Assalamu‘alaikum, ya Syaikh Al-Bantani Darussalam aku anak cucu Fulan bin Fulan menziarahi risalahmu dari merah rekah Tanah Tanara menggapai-gapai Ma‘la. Kala Tirtayasa hujan pasir dan sekumpulan setan menebar menghembuskan ampas panas ke lumbung-lumbung padi seperti kaki api yang liar, memencar ke sendi-sendi Tanara antara para peziarah berbibir pucat dan bermata kuyu yang putus asa di tepi-tepi itu. Lantaran laut dalam digali ikan-ikan hilang dan rumah-rumah masa depan dimangsa longsor! Agama jadi senjata kelaliman dalil diolah alih jadi dalih hujjah makin licin dan asin di lidah kalimah-kalimah bau ludah mengisi percakapan-percakapan tentang perawan sial yang membakul dosa dan para pengampu kitab suci terkepung golok panjang para penguasa. Ya Syaikh aku juga merasa terkepung berkali kukirim hadharah berkali kubaca Ummul Kitab berkali-kali lidahku kelu, terasa ngilu!
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Beribu tahlilku beribu tahmidku beribu takbirku beribu-ribu suara gemetar bersila antara orang-orang yang menjerumuskan doa dalam keputusasaan. Ya Syaikh... Tanara di Nagari Bantahan memecah darah jadi kemarau panjang di Ciujung. Aku seperti melihat dan mendengar orang-orang berlari dan teriak: Ratu adil! Ratu adil! Mengapa kau mendekam di penjara sedang petaka dari tanganmu menerjang segala-gala? Sebelum akhirnya mereka menjadi alap-alap ketika beduk subuh ditelan lenguh. Ah! Wassalamu‘alaikum, ya Syaikh Al-Bantani Darussalam aku anak cucu Fulan bin Fulan menziarahi risalahmu dari merah rekah Tanah Tanara menggapai-gapai Ma‘la.
Tanah Banten, 2014
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SURAT TERBUKA UNTUK DAENDELS Daendels, kau tidak pernah memiliki sejengkal pun. Api yang kau kobarkan dipadam waktu, dan kuasa yang kau runtuhkan tegak kembali. Tidak ada yang kau miliki dari penyerbuan dini hari hukum pancung bagi Mangkubumi Banten Hulu Banten Hilir Riwayat yang tertimbun duka aspal hitam sepanjang duka Anyer-Panarukan. Tapi Daendels, dari abad kegagalanmu kau berhasil menyuntikkan keserakahan pada nadi Sang Ratu. Ia jadi sangat lapar dan makan segala tanah segala udara segala air segala pasir segala batu segala daging segala bangkai! Ia jadi sangat tamak ingin menguasai segala jembatan segala pasar segala terminal segala comberan. Oi... Daendels!
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Kesultanan kini menjadi Keratuan kemakmuran yang dijanjikan selesai pada kebohongan-kebohongan tapi kami selalu kikuk melawan Ratu turunan moyang kami sendiri Maka, ketimbang menumpahkan darah sesama kami kirimkan surat terbuka ini padamu: bangkitlah dari kubur dan nyalakan kembali peperangan berapi-api itu itu. “Endog sepetarangan remuk siji remuk kabeh!” Kami, pewaris Kesultanan Banten menantangmu! Benteng Surosoan, 10 Oktober 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
KRISIS FUNDAMENTAL Perahu Bapak oleng anjing-anjing berebut kamar mandi sekumpulan celeng sibuk sikat gigi. Cilegon, 2013
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SAJAK BAGI BURUH SEUMUR HIDUP Apa kabar anak-anak yang dilahirkan dari rahim pendidikan
—kelahiran-kelahiran serba salah kelahiran dari pemerkosaan dan pemaksaan itu—sudahkah pakai seragam jeans tebal? Seperti dalam kisah para budak pemecah batu Bumi Barat sebelum lenyap tanpa sempat dicatat. Apa kabar anak-anak yang dilahirkan dari rahim pendidikan
tanpa kesempatan tanpa pilihan, sudahkah sarapan? Empat sehat lima sempurna, karena buruh harus bugar —seperti kerbau Pak Tani, tidak boleh kurus kering— sebelum kalian berdesakan di jalan-jalan berlubang antara ibu-ibu yang gelisah menuju pasar, mahasiwa kupu-kupu yang diteror iuran serta nilai ujian, dan para pengemis yang menyewa bayi-bayi memenuhi emperan dan trotoar dengan wajah kemiskinan yang diperdagangkan. Apa kabar anak-anak yang dilahirkan dari rahim pendidikan
aku dengar kalian mendemonstrasikan nasib outsourcing Sudahkah dipertimbangkan kemenangan macam mana hendak direbut dengan tangan kalian yang disegel kontrak kerja? Sudahkan dihitung benar, berapa uang makan, ditambah bensin sebulan, pakaian anak bini, juga jalan-jalan? Agar harapan kalian tidak selalu cukup dengan 50 ribu kenaikan gaji. Lalu kalian pulang dengan perasaan menang yang aneh. Dan setelahnya kembalilah kalian kepada hari-hari sibuk tanpa waktu istirahat. Sambil menghadapi masa depan di balik kabut rencana penguasa yang menjadi puzzle rumit penuh jebakan. menjadi ancaman menjadi racun menjadi kotak Pandora bagi segenap turunan kalian!
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Apa kabar anak-anak yang dilahirkan dari rahim pendidikan.
Aku sampaikan ini, agar kalian kembali bertanya-tanya dalam ketidakberdayaan. Apa yang layak diperjuangkan? Dan di mana kalian titipkan harapan-harapan melelahkan itu? Sementara lembaga perlindungan rakyat hanya sekumpulan keroco birokrat yang dikuasai pengerat orang menggadang kemakmuran sambil kasak-kusuk menjual apa saja yang kalian miliki dengan sangat murah dan kehidupan yang serba diobral ini, melampaui batas kewajaran. Di mana kalian tidak akan memiliki apa-apa Warisan dari dan bagi kalian adalah takdir sebagai buruh seumur hidup. Benih-benih kalian hari ini adalah tumbuhan yang dimakan anak cucu. Tumbuhan nasib tanpa kemerdekaan. Wahai buruh seumur hidup, perjuangkanlah yang layak diperjuangkan! Raden Sastradikarta, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
TERUNTUK KANG MAS JOKOWI Saya sih setuju saja, Kang Mas naikkanlah satu dua tiga kali lipat subsidi bikin deg-degan apalagi balsem anget sekali atis semalem Meriang disko jadinya! Besok saya pulang kampung atau lusa mau bilang ke warga: BBM akan naik! BBM akan naik! Tidak perlu pakai kentongan karena masjid kampung saya punya pengeras suara. Saya sih setuju saja, Kang Mas naikkanlah empat lima enam kali lipat Besok saya pulang kampung mau ke sawah, nimbang gabah hasil timbangan dikali harga jual diambil biaya benih, pupuk, ‗nandur, ‗ngoyos, dan upah panggul. Belum termasuk biaya ini itu juga bensin bolak-balik ngalor-ngidul. Selesai nimbang saya bilang lagi ke warga: Beras naik 100 x lipat! Beras naik 100 x lipat! Tidak perlu pakai kentongan karena masjid kampung saya punya pengeras suara
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SAJAK BAGI PENGAMEN JALANAN Jika menyangkut urusan perut jangan heran melihat badut bersungut- sungut di Senayan beradu sikut dan kentut. Suara-suara keras, arogan dan tergagap-gagap di dalam ruang panas itu, bukan perkara harkat martabat atau daulat, di sana sekadar para pelakon dagelan tidak lucu mempertontonkan bermacam adegan: kasur sumur dapur. Sebagian lelaki dari mereka bertempur demi segenap napsu yang tidak kenal uzur sebagian perempuan sibuk mendebat merek pupur sisanya, mendengkur! Orang-orang boleh saja percaya kepada kelakar tentang sandang pangan papan tertipu oleh lelucon, ilusi kemakmuran. Tetapi kalian, jangan sampai jadi mangsa. Tinggalkan mereka, berhambur di jalan-jalan, nyanyikan lagu-lagu gila dengan nada-nada yang tidak masuk akal karena negeri ini penyuka kegilaan —orang-orang waras dirumahsakitjiwakan. Pengamen-pengamen jalanan kalian tidak perlu percaya pada dongeng. Indonesia tidak pernah ada dalam upacara bendera, pembacaan teks undang-undang paduan suara sebelum rapat paripurna toko para cukong, catatan tukang catut pajak, dan pilar-pilar kebangsaan yang senantiasa diucapkan
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
semacam jimat sebelum buang hajat itu. Indonesia ada di pertigaan yang padat dan macet Dalam bus-bus kota panas yang penuh lenguh Dalam kereta ekonomi yang bau ayam dan embe Dalam igau seribu satu kota yang kacau Dalam petikan gitar bolong dan okulele Dalam kaleng kecil berisi kelereng dan krikil Dalam serak kering kerongkongan kalian! Pengamen-pengamen jalanan orang-orang boleh saja tergerus berita politik dan rencana-rencana masa depan yang tidak jelas itu, tapi kalian, jangan sampai jadi mangsa. Benyanyilah! Persatuan BEM Banten, 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SENANDUNG ANJING Ada satu senandung kunyanyikan saban pagi senandung bagi anjing manis lugu dan menggemaskan: ―Aku punya anjing kecil Kuberi nama Helly Dia senang bermain-main Sambil berlari-lari‖ Tetapi, anjing itu entah kemana dia menghilang ketika musim santap menyantap digelar. Suatu ketika aku mendengar lagi suara anjing di tengah kota yang riuh dan penuh pertengkaran. Anjing itu sudah besar menjadi pembesar sangat besar suka sesumbar umbar kabar dan kelakar sampah pasar. Aku tertegun melihat dia berlalu dengan kepala mendongak dan setelah itu, wajahnya ada di banner, baliho, famplet menempel pada pokok-pokok pohon dan memenuhi pagar trotoar bahkan pada liang-liang matahari yang nyala dia menjadi bayang-bayang, menyeramkan!
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
Dan ketika musim perebutan kekuasaan tiba dari jauh aku mendengar gonggongannya —sudah nyaring pakai pengeras suara pula— Ternyata ia sedang goyang dangdut di alun-alun kota yang bau busuk anjingku bergoyang sambil mendesahkan janji-janji yang basah atas nama rakyat dan omong kosong tentang daulat anjing! Anjingku! Anjingku! Dia tidak menyahut, sibuk senggol-senggolan di tengah sorak-sorai rakyat anjing yang begitu percaya pada liur. Padahal anjingku itu selalu lupa pada janjinya sebagaimana dia lupa pada lembutnya nyanyian-nyanyianku: ―Helly! Guk! Guk! Guk! Kemari! Guk! Guk! Guk! Ayo lari-lari‖ Ah! Aku mendengar kabar, anjingku sayang, anjingku yang menang. Cilegon 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SAJAK UNTUK BAPAK PRESIDEN Biar saya bantu absen ya, Pak: Century, Grasi, Andi, Anas, Anggi mana lagi, lagi di mana, Bapak? Kita akan bicara apa untuk hari ini? Tentang kraton Cikeas memanas, bagi-bagi opor ayam untuk oposisi atau posisi? Ah! Rasanya buang-buang waktu bekala, Pak. Kita ini terlalu banyak mengabsen padahal kita sering absen dari sesungguhnya persoalan. Barangkali ketimbang cuap-cuap soal korupsi lebih baik main-main ke Gang Kelinci atau ke Doli. Menenggak tuak, menuntaskan lelucon sepuluh tahun. Soal pemenang pilpres 2014 itu, lupakanlah. Juga tentang seorang ratu yang gemar main boneka. Toh, rakyat bergembira, berdansa memenuhi trotoar dan atrean beras bulog sepanjang pagar kabupaten dan bersorak lagu-lagu gembira tanpa henti memasuki pasar-pasar yang menjerit sambil menghitung berapa kenaikan biaya hidup meski penghasilan yang kian tiada kian dibebani pajak. Mereka akan terus berdansa dan bersorak di tengah kegusaran dan ketakutan yang memuncak juga desakan kabar tentang suara-suara lantang yang tenggelam. Di antara mereka, para janda kehilangan pegangan. Tetapi, kita tidak boleh su‘udzon, kan, Pak? Ya, ya ya! Masa anda telah selesai Saatnya kita main-main. Tinggalkan kertas pidato itu. Lagi pula, pidato Bapak isinya hanya: ―Saya turut prihatin!‖
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Jangan khawatir, rakyat baik-baik saja: tukang becak tetap membecak anak bini mereka masih diberi makan tukang semir sampai tua bangka masih ‗nyemir. Anak-anak Ibu yang disebut babu di negeri-negeri nun jauh itu biarkan sajalah. Meski mati berpuluh mereka dibuang dari tanah kelahiran, dirampas dari dekapan handai taulan! O lala, tidak, Bapak! Saya tidak sama sekali berniat mengatakan presiden negeri ini abai pada rakyat Bapak dan semua presiden adalah orang baik. Kami saja, rakyat selalu bernasib buruk! Ya sudah, kita main-main saja, ya, Pak?
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
SAJAK KORAN MINGGUAN I/ Ada balita busung lapar dikubur pagi ini! ―Sebab tidak diberi makanan empat sehat lima sempurna. Asi pun tidak cukup. Tubuhnya kurang gizi, jelas mati!‖ pungkas petugas puskesmas yang culas. Padahal tahu, Ibu dari Banten Selatan dadanya kurus kering sehari-hari badog nasi aking wajar datar seperti papan selancar tidak ada susu diperas-peras pun tidak ada susu! Sebelum mati, bayi itu tidak dirawat, tergeletak berjam-jam di UGD dokter tidak dapat memeriksa Jamkesmas tidak laku—lama cairnya sekarang pasien dirawat, bulan depan dan bulan depannya lagi baru cair puskesmas butuh biaya operasional mesti pilah-pilih siapa yang dirawat siapa yang dilewat soal hidup mati, serahkan saja pada Tuhan. Ibu kurus kering itu gagu ditanya wartawan jiwanya ngambang. Langit atau bumi baginya sama menekan. Manusia berhenti sekadar ingin tahu lalu pura-pura bersimpati diam-diam „ngumpati.
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
(Dalam begitu, jangan bertanya, mengapa orang-orang ringan saja melihat mayat bayi diboyong ojek—bayarnya pakek kasihan sedang mobil-mobil plat merah ‗nganggur di parkiran mall, nunggu istri arisan. Jangan ditanya mengapa duka sendiri-sendiri sedang manusia sepadan hidup di bumi) Wartawan terus mendesak dengan pertanyaan, betapa sedih betapa duka. Ibu itu jadi membayangkan dua anaknya yang tidak makan Sekolah Dasar di gubuk bersidepan dengan maut dengan lapar di lambung usus perut mereka yang buncit meneguk dukanya ditelantarkan dari waktu ke waktu dengan mata yang calang anak-anak itu menatap masa depan: harapan tanpa kepastian. Merataplah perempuan paruh baya itu: Leusteuing anak kula pang alit maot aya dua anak deui nangguan maot kula gé sakedeng deui maot leusteuing kabehan maot. Ia tidak bisa bahasa Indonesia, tidak tahu Indonesia!
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
II/ Siswa Sekolah Menengah diusir sebab bangku dan buku kudu dibeli pakai uang bukan nasib malang yang dikisahkan—sudah tidak laku. Apalagi kemelaratan juga tangisan-tangisan mana punya harga!? Kepala Sekolah yang baik hati tidak perlu ambil pusing. soal pendidikan bukan soal kebijakan tidak sama sekali soal kebajikan. ―Kami tidak bisa mempertahankan siswa yang tidak kontributif! Sekolah bukan yayasan sosial semua harus dibayar, pakai uang! Ingat, pakai uang!‖ katanya sambil menghitung jumlah tunggakan dan beberapa nama yang ditandai, untuk diusir esok hari. Sebelumnya, sang siswa merengek: ―Bulan depan Ujian Nasional, Pak!‖ ―Ya, saya tahu. Kamu tidak perlu repot ikut ujian!‖ ―Tidak ada kebijakan untuk saya?‖ Kepala sekolah menunjukkan catatannya. ―Tiga tahun kamu selalu menunggak, apa saya kurang bijak!?‖ Kepala Sekolah membanting buku tebal di meja. Siswa itu terisak. Kertas berisi surat keputusan dilempar ke wajah siswa malang itu. ―Satu bulan lagi, Pak...,‖ siswa itu lesu merundukkan kepala.
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Tahu sia-sia. Sebuah bogem mendarat di wajah Kepala Sekolah. Wartawan terus bertanya dan mencatat. Ia juga kudu hati-hati, tidak boleh salah pilih bumbu berita. Harus sedap sedap memabukkan kalau tidak kepingin sepi amplop (tanpa amplop, anak bini mau makan koran?) soal dusta dalam berita, tidak dosa yang dosa itu, ‗nyolong sandal di masjid! ―Bapak melaporkan anak itu ke polisi?‖ ―Ya!‖ ―Tidak kasihan?‖ ―Kasihan, tetapi hukum harus ditegakkan!‖ ―Benar sekali, keadilan harus ditegakkan!‖ kata wartawan. Kepala Sekolah tertawa. Alahai... III/ Dua Pegawai Negeri Sipil ditangkap Satpol-PP di mall merah padam wajah dua perempuan itu terbayang budget bedak, gincu, parfum gelang, kalung, dan tas-tas bermerek. Kehidupan dan penghidupan sehari-hari hura-hura dan pesta fora gaji bulan tiga belas lenyap juga rutinitas salon, belum lagi arisan dengan ibu-ibu pejabat. Aduhai… puan-puan yang terhornat kepalanya mulai ditumbuhi ketakutan
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
hari-hari akan jadi berat udara yang dihirup jadi serbuk besi yang karat. Para tetangga akan meneror dengan gosip saban hari. Rupanya mereka masih punya malu, tutup wajah saat diseret antara ratusan pengunjung mall —orang-orang membunyikan klakson panjang-panjang. Angkutan kota dan sepeda motor ledekan-ledekan para calo, ibu-ibu kelontongan dan ledakan balon dari tangan anak-anak TK. Suara-suara itu tidak dapat dibungkam! Jalanan memanjang sampai jauh dan berliku. Mereka kemudian dipecat, sementara hutang 150 juta untuk menyogok panitia sana dinas sini dinas situ makelar anu sana sini situ anu belum lunas terbayang mobil harus dijual juga rumah. Mereka akan dimusuhi anak-anak mereka karena bikin jatuh miskin! ―O Tuhan, berat nian cobaanMu!?‖ mereka tertawan, langit bumi tertawa O lala, cobaan Tuhan? IV Ada Walikota demen masuk tipi, radio dan koran sumbangan kerudung sajadah untuk ibu-ibu pengajian sumbangan pembangunan masjid
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
dan tetek bengek dikoar-koarkan, sedang dana membangun hotel-hotel megah tidak ada yang tahu sedang dana pemilu yang bau bangkai dipaksa sembunyi. Ia kini sibuk menggadang-gadang program: dari Rakyat untuk Rakyat segala gipang, segapa gembleng, segala emping, segala awug-awug dikumpulkan di lapangan terbuka. ―Pesta dimulai!‖ seru ajudan Walikota setelah terompet pertama ditiup (teromptet bukan tanda pesta, Tuan, tapi tanda kiamat telah tiba!) orang-orang datang dengan senang dikasih makan dikasih mainan di lapangan terbuka itu berjamaah mereka mengucap puji-pujian, syukur katanya sebab rakyat hidup makmur, rakyat makmur! Tampak juga para seniman duduk manis menunggu piala penghargaan dari Walikota seniman-seniman mabuk piala! Lalu baliho dibuka, sebuah tulisan dibaca bersama-sama: ―TERIMA KASIH WALIKOTA YANG AMANAH DAN PRO RAKYAT!‖ Tulisan itu besar sekali, sebesar kebohongan orang-orang yang berdoa berjamaah itu
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
yang memuji Tuhan karena amplop tipis, bingkisan kecil, dan piala-piala palsu dari penghargaan dan harapan-harapan palsu Sebentar mereka merasa senang pulang nanti diserang meriang. Walikota berpidato kalimat-kalimat aneh bermunceratan bau-bau naganya seperti menyimpan kebohongan tetapi orang-orang selalu gemuruh tepuk tangan ada yang bersuluk-suluk macam ma‘ung ada yang bersiul seperti orang baru pulang dari rimba. Lapangan terbuka itu benar-benar penuh orang gundul yang mencari tukang cukur! V/ Ada halaman sastra memuat karya para penyair, penyair? Ya ya ya oblada obladi Si Murni tukang cicil panci rakyat susah senang makan uang riba penguasa mengunyah segala. Obladi oblada tiga biji Kakao bikin Nenek Minah nyaris dijeruji kampang memang tua bangka dimejahijaukan juga.
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Oblada obladi duka Nyai Marsinah biar saja jadi kenangan berdarah-darah Orba telah tiada Orba telah sirna penyair tinggal duduk manis menatap kata. Ya ya ya, ya sudahlah puisi-puisi memang selalu mesra bumi goyang bumi banjir tidak ambil pusing. Sebab hujan deras tidak reda-reda amat puitis sebab angin kencang adalah kata yang menerbangkan bunga-bunga ke nirwana nirwana! Tempat dewa-dewa mabuk bersama. Ya ya ya puisi adalah kesedihan diri yang terkungkung dalam tempurung dendam masa lalu. Dalam denah asmara yang maha nestapa. Seperti kata Pat Kai: ―Beginilah cinta, deritanya tiada akhir!‖ Ha ha ha. Tidak tua tidak muda demen embun tidak tua tidak muda demen melamun. nagari kacau balau? Tertawa sajalah
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Sini taman melati sana taman mawar 123 indah semua. Ha ha ha Aku juga sedang duduk di taman baca koran mingguan seorang pedagang rempah-rempah lewat. Kuberikan koran mingguan padanya untuk bungkus cabai atau lengkuas. XXX/ Keesokan hari ibu-ibu di kampung memasukkan koran mingguan ke tunggku. Semua akhirnya jadi abu? Ya elaah hu ha! Kramat, 2011
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
HOMPIMPA humpimpa alaihum gambreng sekumpulan celeng nabuh kaleng rombeng. ada cerita tentang gedung-gedung yang sesak oleh rencana dan wacana pada hari-hari yang senantia tergesa. tak ditemu apa jadi apa dikehendaki selain seruan-seruan moral dan etitud kebangsaan sebagai isi segala bab sedang kemarin dan waktu yang lain-lain dari gedung maha syakral itu video mesum disuguhkan bagi segala kaum humpimpa alaihum gambreng gara-gara lapar si boneng nyolong bonteng boneng malang digelandang ke penjara hakim yang adil menganggit kitab humum pidana mengetuk pasal 364 sedang hakim tidak tahu (pura-pura tidak tahu?) orang-orang yang meninggalkan kursi titipan rakyat sibuk study tour pulang nanti mereka membawa tagihan hutang. ihir! dan rakyat tidak lagi peduli, di laut, di gunung, di sawah, di pasar-pasar, rakyat sudah cukup senang bermain-main: hompimpa alaihum gambreng. trah sumpah cuma jadi tameng perut orang perut celeng makan rakyat dianggap enteng. Kramat, 2012
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SENANDUNG ANAK "bintang kecil, di langit yang tinggi amat banyak, menghias angkasa" kami anak-anak yang bersenandung di tepian jalan menghitung bintang sepuluh jemari berulang hitungan hilang kembali diulang. "bintang kecil, di langit yang tinggi amat banyak, menghias angkasa" asa kami diasuh ewuh pekiwuh reklame dan neon iklan pendidikan sambil menghirup asap dan debu kepalsuan sambil menyaksikan nasib kami dikebiri di bawah mesin pembangunan, dan berita kemakmuran. "aku ingin, terbang dan menari jauh tinggi ke tempat kau berada" dan kami terus bersenandung di kota-kota mati ini di mana tubuh suara kami kelak, tegeletak dengan bau busuk paling nestapa.
Cilegon, 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SAYA TIDAK BISA BERPALING Saya tidak bisa berpaling dari orang-orang bermata juling dan sangat terpaksa menyaksikan dagelan sambil nungging miring takut terkentut-kentut dan kebelet kencing. Saya tidak bisa berpaling dari pentas perpolitikan yang rancu di mana iblis dan setan berebut peran menjadi orang-orang suci pencipta pertempuran jadi tuhan yang mengadu-domba hamba-hamba dungu. Saya tidak bisa berpaling dari keriuhan: tanpa microphone suara-suara menebar teror dan ancaman. Begitu tegas, begitu keras bagi pendengaran umat manusia yang dirundung kebingungan. —dalam bingung manusia juga berebut peran ingin jadi iblis atau setan.
Menjelang Pilpres 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
“Apalah hebatnya seorang penyair.”
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
PUSARAN Bagi Abah Cunong Nunuk Suradja Syahdan... jagat pengembaraan tiba dari surga setelahnya hanya ritus tangisan bani Adam sebelum segala musnah tanpa pertanda. Abah! Aku menemukan galur-galur peribadatan yang bingung, apakah manusia dari segenap abad diciptakan tanpa imam tanpa pegangan? Waktu menanam hujan, musim pertikaian makin berdarah waktu memanen kemarau, kepala dan jiwa adalah pusat angkara di mana kekerasan begitu terbuka. Abah! Abah! Aku ingin mengajakmu menepi jadi riak pada ombak bumi, yang merengkuh inti langit di keintiman sepertiga. Lalu kita lesap sebagai gemuruh doa-doa yang tidak sampai sedepa dari dekap Tuhan. Jl. Raden Sastradikarta 77, Cilegon, 09/10/2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
ANTITESIS (Cc: Chairil Anwar & Abdul Hadi WM) Tuhan, tentangMu aku enggan mendebat tak perlu terikat tarekat Hafidz pusaran tarian Rumi syair-syair putih Hamzah liat traktat Halaj atau lumat kalimat Rabiah al-Adawiyah kaffah hujjah tak mencari ciri wajah. Tanpa fana pengamsalan: api pada panas, kain dan kapas, angin pada mata arah, gelap dan cahaya, kayu pada tungku khatam pemahamanku: engkau lebih dari sekadar begitu dekat Maka aku takkan bersiul menabuh suluh di keheningan yang dahaga. Menunggu hangus segala rangka dalam lumat api pembakaran. Karena cintaMu bukan semata terang nyala pada padam seribu satu lampu Engkau padaku aku padaMu tak harus jadi filsuf. Kramat, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PULANG KE PEMATANG Di sini, aku pernah merindu pada kelakar anak-anak pematang ketika jamur pada tumpukan jerami meregang bayang layang-layang. Di sini barangkali, aku juga menemu saat maut jadi penutup para tamu. Pematang Seberang, 2011
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
RUMAH SEORANG PENYAIR Di manakah rumah seorang penyair dalam wangi imaji wangur rahim nurani di panggung bermacam adegan antara topeng-bopeng berupa peran atau tersuruk tak ditemukan. Adakah rumah seorang penyair yang begitu mencintai belukar kata-kata sementara kata-kata selalu menjelma nyeri nyanyian-nyanyian yang menghela kegelisahan dari kekalnya pengembaraan. Di manakah rumah seorang penyair seusai melintasi halte, terminal, stasiun dan bandara-bandara udara penuh sesak yang mengantar tubuh tanpa jiwa pada kesia-siaan. Adakah rumah seorang penyair pada tanah penghujan tanah kemarau waktu pagi merangkak di galengan waktu malam menyemak dalam kerumunan laron yang berkabung atau terkepung lampu-lampu pesta dalam mabuk bulan sepotong limau…. Cilegon, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PENYAIR Penyair tidak peduli pada kenelangsaan diri dan kesedihan telah dibuang jauh ke gunung pertapaan para setan lalu sibuk bicara pada kehidupan pada segala rupa suara di dalam di luar badan. Karena wajah penyair tidak pada cermin wajah penyair pada batu-batu yang mengeram duka seribu jiwa. Jiwa penyair adalah angin kembara yang menyusuri lorong-lorong kehidupan. Kadang,penyair mendengar suaranya begitu lekat pada ember kecil pengemis di sekitar piziarahan dan bakul para janda di gerbong-gerbong kereta. Setiap hendak tidur, matanya ditusuk pertanyaan-pertanyaan janggal tentang pertaruhan dan hari kemarin yang dilupakan para pemikir kerdil. Sukacai, Baros, 2011
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
ABSTRAKSI Di manakah sebenarnya letak cahaya langit menitipkan biji matanya pada denyar nanar lampu jalanan yang dibekap tangan-tangan malam. Ada percakapan tak pernah genap antara terang dan gelap. Di sini, di antara manusia-manusia kalap kebencian dan dendam menyergap. Di manakah sebenarnya letak cahaya alam pitam, badan kian hilang jiwa bola-bola mataku menjelma bola-bola kegelapan O, antarlah aku pulang sebelum pagi. Antarlah aku kembali ke jalan sunyi. Ketika mata hati buta dan tuli. Cilegon, 2013
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
DEJAVU Selalu ada yang melenyapkan dan dilenyapkan seperti sesuatu yang tercuri sesuatu yang tak pernah dianggap ada. Kelak akan dicari ketika waktu mengubah peta jadi kertas buram. Harapan hanya omong kosong manusia kerdil yang menangis di gununggunung pertapaan. Penyesalan adalah kesia-siaan ketika semua makin sadar, tempat-tempat yang dikunjungi adalah kekosongan. yang dinanti yang dicari, kefanaan. Kudus, 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
RAPSODI MEJA JUDI Mak, sepertinya aku harus pergi ke kota dan nagari-nagari asing dengan udara yang kapan saja bisa membunuh harapan dengan keputusasaan kenyataan dengan ketakutan sedang kemungkinan di dalam perjalanan selalu mengancam. Aku akan pulang lagi, Mak kelak, ketika wajahku sepucat tembaga dan nasib pada enam mata dadu berhenti di meja pejudi yang kalah. Kramat, 1 Syawal 1431 H
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
HIJAIYAH SAMODRA Lafal-lah dengan sabar ada debar menggali pendar. Bukan kata mesti benar, mengapung di langit-langit yang gemetar. Tapi makna memusarlah pada selasar paling dasar. Ba-fathah Bi-kasroh Bu-dhommah O lidah, la dholalah! Dari hijaiyah ke hijaiyah Lafal-lah sebelum perahu-perahu layar telungkup di anjungan waktu yang berlumut. Sebelum jatuh seluruh tubuh dirangkul asin laut. Ya badan Ya badan Berpalinglah engkau dari kelindan birahi dan amuk syahwat Ya sukma Ya sukma Berpalinglah engkau dari kelindan tipu daya alam fana
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Ya diri Ya diri Lafal-lah Bismillah sedari tepi hingga dermaga Bismillah, mengeja rubaiyat matahari tirakat empat penjuru angin dzikir segala pasir yang sihr tahmid ikan-ikan tahlil terumbu karang takbir segenap riak, ombak, dan gelombang Ya badan Ya sukma Ya diri! lafal-lah hingga kegelapan sirna membawa kapal menerabas samodra Tuhan! Kramat Malam Jumat, 2014
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
INTSTRUMENTALIA SENJA I Lampu-lampu nyala orang dalam tidur saja orang luar ke mushala. Di jalanan masih ada para buruh Korea tersesat di rimba-rimba —kota yang gulana. II Di langit, magrib habis gema senja tergesa tiba dan cerita-cerita hariba menabuh udara —pintu cahaya terbuka? O dekaplah aku, Cinta lalu segala jadi tiada. 10. 18. 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
AURAT KATA-KATA Duhai… yang mengirim cahaya cinta kepada Musa bin Imran di Thursina. yang menghendaki Isa anak Maryam sebagai nabi tanpa bapak. Kami melihat diri kami dalam kepayang melafalkan syair-syair kesundalan ke lembah-lembah hitam lalu orang-orang bodoh mengikuti kami. O betapa jahat aurat kata-kata! Bersama-sama, kami sepanjang malam memuja cahaya bulan memuji lilin menciptakan api dari unggun paling kobar. Kami menari sambil berputar-putar dan kata-kata dari kata-kata bagi kata-kata adalah segenap yang kami kenakan demi ketelanjangan kami yang menyedihkan. Para lelaki kalap dimabuk imajinasi tanpa tepi perempuan- perempuan meninggalkan rumah lantaran rumah adalah kutukan bagi kemerdekaan syahwat. Kami mengikuti kemungkaran kaum sebelum kami—diikuti kaum sesudah kami. O betapa jahat aurat kata-kata! Cilegon, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
BLURIA Anjinganjing peliharaanmu membalur tubuhku dengan liur. Bau wangur anggur dan gigitan sekujur sampai ke dubur. Apa kau tunggu? Kumpulkan kayu! Nyalakan! Nyalakan! Aku api. Aku abu. Jadi hujan 1000 musim!
Kramat, 2010
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
QASIDAH LANGIT Aku masih di sini, mendengarkan qasidah langit yang tidak pernah memiliki apa-apa. Burung-burung terbang, berpeluk kepada udara matahari tiba bagi rindu wangi bumi sedang langit, suaranya mengembara ke goa-goa mencari nama yang datang, seketika pergi. Lalu qasidah ditenggelamkan ombak, diam-diam langit mengemas ingatan antara samodra yang mengeram percumbuan dengan batu-batu putih di kedalaman. Dan diam-diam langit menelan sendiri, pahitnya ditinggalkan. Cilegon, 2012
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
FRAGMEN MANUSIA PADA SATU DASAWARSA : Pengiring kematian Diani Noor Cahya Pagi bagimu, akhirnya menghela tabuh bedug ketiga! Cilegon, 2014-08-03
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
MENEMU MEI Mei, akankah kau bawa 25 waktu lalu di hadapanku, sedang kedewasaan belum sempat kumamah tanah? Ah Mei... aku belum ingin lari lagi. Ingin tetap di sini, di bibir pematang menyaksikan layang-layang terbang dan kaki-kaki kecil berlari mendekati langit. Tunggulah Mei… biar tahun-tahun yang berjarak menyelam dalam darahku. Setelahnya, sang jagat hening —bumi di mataku jadi sangat kosong. Itulah saat aku takkan lagi menjerit takkan menangis, Mei… Karena jasad telah ditinggalkan dan aku berjalan bersama sepuluh malaikat berwajah Bunda. Membaringkanku di pangkuan Tuhan. Cilegon, 8 Mei 2013
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
MIMESI Sebatang rokok catatan hitam api pada kertas latu pada angin di ujung jarum jam, sunyi ‗nyanyi sendiri-sendiri waktu hilang bunyi. Kramat, 2012
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
PILIHAN Kehidupan dan penghidupan hanya setapak jalan yang dengan sabar kita lalui atas nama keabadian. Pahamilah, pelacur yang memberi minum kepada seekor anjing mati memeluk suara pengampunan dari langit sedang manusia kera hina di negeri dekat laut musnah dalam pengingkaran Hari Sabat dan kaum bar-bar ditenggelamkan kemurkaan. Tidak ada satupun yang tersisa sebagaimana angin dendam Athena yang lembut membisikkan mitos keabadian ras semua akhirnya menjadi kisah-kisah belaka dan apatah yang diperjuangkan hari ini? Para pembuat senjata telah membunuh anak-anak dalam skematis rasis nagari-nagari Barat dan duka tidak akan dapat dihentikan selagi dunia dan senjata masih bicara. Dan kita akan terus dihadapkan pada pilihan peperangan: diam dan tertindas sia-sia atau melawan dan mati. Sekalipun di bumi ketiwasan ini, kita hanya ingin hidup dengan napas kedamaian. Tidak boleh lagi ada korban di sekitar kepercayaan kita tentang harga diri dan kehormatan sebatas badan. Tetapi bila kita terus didesak dalam kehinaan di antara harga kematian yang begitu murah perlawanan tidak pernah sia-sia. Melawan lebih berharga tinimbang menerima-menyerah dalam kenistaan. Tetapi jangan lagi melawan seperti pasukan yang selalu kalah. Kita harus mencari jalan lain menuju kemenangan. Dan tinggalkanlah para peragu serta pengkhianat di kemah-kemah terakhir biar mereka mati oleh ketakutan.
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
MEGATRUH Dan akhirnya kita segurat nama di batu nisan. Berderet antara derit kehidupan, menanti tahun-tahun bagi peziarah menyekar airmata yang pecahkan doa-doa. Di atas kubur segala terasa jauh. Kekasih, tinggalkan lenguh. Cilegon, 2013
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
RITUS Bila waktu mendekat dan musim penerimaan tertunda aku main sendiri ditinggalkan kawan juga lawan. Orang-orang tergesa ke rimbarimba tempat segala ketulusan dan kesetiaan dimusnahkan. Kata-kata penyair juga akhirnya tidak punya daya. Hidup yang sekadar bunga gugur di bagi buta. Banten. Rabi'ul Awal 1435 H
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
SAJAK PENGHABISAN Sampaikanlah kepada langit kepada bumi juga kepada siapa saja yang bertanya. Aku tidak lagi menyentuh api atau dibuat menyala-nyala oleh dendam tidak pula dihantui kegelapan. Aku telah menekuni cahaya seperti penenun rajah di pintu-pintu penjagaan. Dari mana takkan lagi ada serangan! Mandalawangi, 2014
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
AKHIR Alhamdulillah adalah akhir puisi. Hamparan jejak belajar bijak. Sampaikah puncak? Aku padaMu balik pintu remuk! Cilegon, 2011
Terlepas
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
50 SEN BATASAN PUISI SEPERAK: MENANDAI KELAHIRAN PENYAJAK DARI BARAT
MUHAMMAD ROIS RINALDI (MRR) Cunong Nunuk Suraja)*
Dalam susuran jaringan di dunia internet maya ada lima puluh batasan yang mengacu ke puisi (poetry) 1 Dan yang kelima puluh adalah sintensa definisi: Poetry is an attempt to capture the essence of the chord struck in the poet by an instant of insight, in such a way that the same music will sound in the soul of the reader. Tia Azulay Yudi Damanhuri menuliskan puisi atau sajak ditujukan untuk MRR SEBUNGKUS MALAM :Muhammad Rois Rinaldi Ia mengunyah malam di mana sepi semakin dalam. Di bukit, dengan ringkik ada denyar yang pelik; apapun itu, ia percaya pada gaib. Ia merintih lirih seakan ada tetapi waktu semakin renta. Sementara lengang pandang menolaknya untuk pulang. Sebelum embun menemu daun 1
http://poetinthecity.wordpress.com/2011/03/16/what-is-poetry-50definitions-and-counting/
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
sebelum ayun menginjak samun karena pagi selalu membuat bayi. 2013
Pengembaraan penyajak yang senantiasa menebahi malam-malam sunyi memburu ringkik nyanyi imaji menggerimiskan bayang-bayang merongga meruang menyungkup cakrawala aku lirik: Ia merintih lirih seakan ada tetapi waktu semakin renta. Sementara lengang pandang menolaknya untuk pulang.
Pada sajak yang lain KEPADA MUHAMAD ROIS RINALDI Kau begitu akrab dengan malam. Sunyi yang tugur adalah dongeng-mengantarmu pada dengkur. Helai-helai sajak yang kau injak adalah pekik ombak-memelukmu pada sesak. Dan luka adalah nyanyi dan suka adalah duri. Selamat malam. Cisalak Dukuh, 2012
Kembali sosok MRR tertangkap dengan jitu tercandrakan dengan lugas tanpa metafora nan rumit:
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Helai-helai sajak yang kau injak adalah pekik ombak-memelukmu pada sesak.
Bagaimana dengan citraan MRR terhadap cermin yang membelah pribadi pesonanya? Simak dalam sajak MELANKOLIA Aku selalu terjebak dalam pusaran antara meraih dan melepas. Mestinya tak lagi ada kecurigaan pada cinta sebab takut suatu ketika tersingkir dan sakit bukan lantaran ditinggal pergi, tetapi datang yang lain.
Sisi lain yang takterelakkan sebagai penghuni wilayah barat pulau Jawa yang masyhur pusat peradaban Islam dengan gelar pengasa lokal dengan Sultan juga adanya satu masyarakat yang masih taat dengan kepercayaan leluhurnya sebagai suku yang membatasi hubungan dengan dunia di luar wilayahnya maka kisikan ketaqwaan takperlu diragukan menyusup dalam tema besarpuisi-puisinya. Simak beberapa contoh berikut: PROLOG PEMENTASAN Di panggung lawanku bisa memerankan apa saja menjadi raja Fir‘aun, Isa, Hitler, Yahudi, Adam, Setan, atau tuhan sekalipun! Begitu cepat skenario bergantian: menit pertama kawan menit berikutnya lawan
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
kadang mempermainkan kadang dipermainkan kadang menang kadang dikalahkan. Simpanlah pertanyaan-pertanyaan lugu kalian saksikan saja orang-orang suci main judi penjahat bersolek menyerupai orang-orang suci pemabuk berebut siapa paling berakal—paling waras orang-orang waras kian mabuk kian tidak berakal tukang begal tukang jagal mempertanyakan keadilan orang-orang adil mulai menjagal dan membegal orang-orang jujur hidup di kehidupan yang lacur pelacur dianggap orang-orang jujur. Simpan saja kengerian kalian yang polos itu! Panggung kadung diciptakan dan pementasan harus kalian saksikan. Jangan cari celah pendar—jangan cari salah dan benar. Kebenaran hanya seselaput kertas dengan pembenaran. Pada segala yang benar-benar bundar beputar-putar dari titik samar ke titik samar. Siapakah dapat menakar yang mana nalar manusia, yang mana binatang liar? Kiranya demikian prolog ini disampaikan dengan kebenaran yang tidak dapat dipercaya. Teruntuk kalian yang lebih memilih yakin kepada naskah-naskah kebohongan. Sebelum cahaya dari segala penjuru dipadamkan suluk seribu satu setan nagari-nagari kegelapan diperdengarkan. Siapkanlah kostum, bedak, gincu, topeng, racun, dan senjata selengkap-lengkapnya. Simpan nyawa kalian pada badan paling badan karena bisa saja, kalian terseret sebagai pemeran dan tidak dapat diselamatkan.
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Terlepas
Tegakkanlah kepalsuan wahai wayang-wayang! Cilegon, 2011 MEGATRUH Dan akhirnya kita segurat nama di batu nisan. Berderet antara derit kehidupan, menanti tahun-tahun bagi peziarah menyekar airmata yang pecahkan doa-doa. Di atas kubur segala terasa jauh. Kekasih, tinggalkan lenguh. Cilegon, 2013
Kekuatan puisi MRR adalah kentalnya budaya lokal yang takdipungkiri memperkaya khasanah sastra Nusantara. Masih banyak jejak barat seperti halnya penyanyi rapper 50 sen yang perlu dijejak dengan gagah kejujuran atas diri di cermin yang dikira retak dan terbelah demikian ringkikan kuda congklang dari Banten yang menyongsong ufuk barat:
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
RUMAH SEORANG PENYAIR Di manakah rumah seorang penyair dalam wangi imaji wangur rahim nurani di panggung bermacam adegan antara topeng-bopeng berupa peran atau tersuruk tak ditemukan. Adakah rumah seorang penyair yang begitu mencintai belukar kata-kata sementara kata-kata selalu menjelma nyeri nyanyian-nyanyian yang menghela kegelisahan dari kekalnya pengembaraan. Di manakah rumah seorang penyair seusai melintasi halte, terminal, stasiun dan bandara-bandara udara penuh sesak yang mengantar tubuh tanpa jiwa pada kesia-siaan. Adakah rumah seorang penyair pada tanah penghujan tanah kemarau waktu pagi merangkak di galengan waktu malam menyemak dalam kerumunan laron yang berkabung atau terkepung lampu-lampu pesta dalam mabuk bulan sepotong limau…. Cilegon, 2012
Inilah jejak lelaki berbulu di dada ("Tuhan, dada bidang dan bulu-bulu lebat ini / milik siapa?".) yang menjanjikan masa datang susastra Nusantara. Bogor, Mei 2014 )* Pengajar Intercultural Communicationdi FKIP – Universitas Ibn Khaldun Bogor
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
BIODATA PENULIS
Muhammad Rois Rinaldi (lahir di Banten, 8 Mei 1988; umur 26 tahun) adalah sastrawan muda berkebangsaan Indonesia. Dia menulis puisi, cerita pendek, dan esai sastra. Beberapa karyanya mengantarkan namanya menerima penghargaan dari sejumlah organisasi sastra antara lain Esastera Malaysia, Numera Malaysia, dan Puisikan Bait Kata Suara. Selain terbit di beberapa antologi bersama dan antologi pribadi, karya Muhamad Rois juga dimuat di media massa. Puisinya, Nun Serumpun, menjadi judul antologi puisi yang ditulis oleh puluhan penyair dari berbagai negara dan diluncurkan akhir 2014. (Wikipedia Indonesia) Beberapa karyanya selain dalam puluhan buku bersama juga dalam buku pribadi: Sastracyber Tanda dan Makna (Esastera Enterprise, Malaysia 2015), Risalah Melayu Nun Serumpun (Badan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 2014), dan Noor Aisya: Karya dan Kiprahnya (Pustaka Senja Publishing, 2015).
Terlepas
Muhammad Rois Rinaldi
Terlepas
Beberapa penghargaan yang diraih: Anugerah Utama Penyair Alam Siber 2014 (eSastera, Desember, Kuala Lumpur, 2014), Penerima Piala Sastra Bergilir Nik Zafri (Desember, Kuala Lumpur, 2014), Anugerah Cerpen Alam Siber (eSastera, Desember, Kuala Lumpur, 2014), Anugerah Utama Puisi Dunia (Numera Malaysia, Maret 2014), Anugerah Penyair dan Tokoh eSastera Indonesia (eSastra, Bali, 2013), Anugerah Cerpen Alam Siber (eSastera,Bali 2013), Juara I Lomba Menulis Puisi 3 Negara (Puisi Bait Kata Suara, 2012), Juara II Lomba Membaca Puisi se-Kabupaten Serang (Dinas Pendidikan, 2000), dan Juara I Membaca Puisi se-Kabupaten Serang (Dinas Pendidikan, 1998). Dapat dihubungi melalui email:
[email protected], facebook:
[email protected], dan twitter: @babadalasroban.