2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 1
21/09/2012 12:23:41
DAFTAR ISI
EDISI Mei-Juni 2012
Dari Redaksi Laporan Utama
03 05 06 06 07
Tarik Ulur P3SPS Sosialisasi P3 & SPS Pada Mitra Kerja, KPI Terima Dukungan Perjelas Hal Substantif P3&SPS, KPI Berdialog dengan ATVSI Atur Iklan, KPI dan ATVSI Cari Titik Temu Task Force P3SPS Bahas Program dan Muatan Jurnalistik
Opini
09
Wujudkan Penyiaran Sehat dan Adil Melalui Pengaturan Iklan
Digitalisasi
10
Digitalisasi Jangan Korbankan Masyarakat
S
ejatinya penyiaran ditujukan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Berbagai fungsi yang melekat erat pada dunia penyiaran, seharusnya menjadi sarana masyarakat untuk lebih tercerahkan, terdidik dan bertambah pengetahuan. Semangat itulah yang menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Sistem Program Siaran (P3SPS) selalu diperbaharui dan disesuaikan dengan semangat zaman. Newsletter KPI kali ini mengangkat soal polemik P3SPS 2012 yang setelah diluncurkan pada Rakornas KPI di Surabaya ternyata berbuahkan surat dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) ke KPI. Untuk itu KPI jalani beberapa proses guna menampung masukan dari ATVSI terkait P3SPS ini. Mulai dari audiensi dengan Komisi I DPR hingga pembahasan pasal per pasal P3SPS yang menjadi bahan keberatan ATVSI, melalui mekanisme Task Force. Selain P3SPS, berita Training of Trainers Literasi Media di Lampung juga diturunkan pada edisi ini. Tak lupa info terakhir soal digitalisasi serta sikap tegas KPI atas dimulainya proses seleksi untuk penyiaran digital. Bagaimanapun juga, digitalisasi penyiaran jangan sampai menjadikan masyarakat sebagai korban!
KPI Pusat
12
Bersihkan Dunia Penyiaran dari Program Buruk, KPI Harus Bersinergi dengan Masyarakat
13 14
KPI Ikut Awasi Pemilukada DKI
Selamat membaca!
KPI Siapkan Aturan Pemanfaatan Lembaga Penyiaran untuk Kontestasi Politik PENANGGUNG JAWAB Ketua KPI Pusat
KPI Daerah
15
KPI Daerah NTT Luncurkan Grand Design Penyiaran Pertama di Indonesia
DEWAN REDAKSI Dadang Rahmat Hidayat, Nina Mutmainnah, Azimah Subagijo, Ezki Suyanto, Mochamad Riyanto, Judhariksawan, Idy Muzayyad, Iswandi Syahputra, Yazirwan Uyun
17 17
KPID Sulbar Minta LPB Cegah Siaran Porno
PEMIMPIN REDAKSI Idy Muzayyad
Iklan Pengobatan Alternatif: Lembaga Penyiaran Wajib Verifikasi Narasumber
REDAKSI Ira Naulita, Sofyan Herbowo, Rianzi Gautama, Shuci Trisna, Aditya Nur Fahmi, Adil Quarta, Eva Navisyalila, Moh. Nur Huda, Intantri Kusmawarni.
18
Galeri Komisi Penyiaran Indonesia
DESAIN GRAFIS DAN ARTISTIK Aditya Nur Fahmi (anurf), Suwandi Tanjung FOTOGRAFI Chairul Yayan, Supriyo Hambodo PRODUKSI Budi Taruna, Wijanarko, Mauludi Rachman ALAMAT REDAKSI Gedung BAPETEN Lt. 6 Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta 10120 Telepon : 021 6340713, Fax: 021 6340679 WEBSITE www.kpi.go.id
2|
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 2
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:43
Laporan Utama
Laporan Utama
P3SPS
Tarik Ulur P3SPS P
enetapan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Sistem Program Siaran (P3SPS) oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Rakornas KPI di Surabaya ternyata membuat beberapa pihak menyatakan keberatan. ATVSI bersurat pada KPI menolak pemberlakuan P3SPS 2012 dengan alasan tidak dilibatkan dalam pembahasannya. Padahal, ujar Erick Tohir yang merupakan Ketua ATVSI, beleid tersebut sangat berkaitan dengan kehidupan industri penyiaran di tanah air. Di antara keberatan ATVSI atas P3SPS ini adalah pengaturan jurnalistik dalam penyiaran serta adanya pembatasan iklan maksimal 20 persen dari seluruh siaran per hari. Dalam pandangan Erick, pengaturan konten jurnalistik seharusnya diserahkan pada Dewan Pers. Sedangkan untuk pembatasan iklan Erick menilai seyogyanya KPI membahas secara intensif dengan pelaku industri. Mengingat iklan merupakan urat nadi utama industri pertelevisian, terlebih lagi industri TV Indonesia memiliki jumlah operator jaringan TV terbesar di dunia. “Pengaturan serta pembatasan soal iklan dalam P3SPS 2012 berpotensi merugikan industri TV termasuk TV lokal. KPI seharusnya melihat konteks atas definisi iklan terhadap kebijakan atas iklan tersebut dengan mengedepankan upaya mendorong perkembangan industri penyiaran yang sehat dan mampu bersaing dengan konten asing di era digital ke depan,” ujar pendiri Mahaka Media ini. Penyusunan P3SPS ini sebetulnya memakan waktu hingga dua tahun dengan mengikutsertakan berbagai pihak yang berkepentingan pada dunia penyiaran. Bahkan seharusnya,
Ketua KPI Pusat Mochamad Riyanto
P3SPS ini rencananya ditetapkan pada Rakornas KPI 2011 di Banten, namun demi mengakomodir masukan dari beberapa pihak, termasuk ATVSI, yang masih ingin memberikan masukan maka pengesahan tersebut ditunda. Hal itu disampaikan oleh Nina Mutmainnah Armando, Komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran saat bertemu dengan Komisi I DPR-RI pada 10 April lalu. Sementara itu menurut Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, tidak benar jika dikatakan KPI tidak melibatkan unsur ATVSI dan kalangan industri penyiaran dalam menyusun P3SPS. KPI sudah lakukan berbagai model komunikasi untuk mengikutsertakan semua pihak, termasuk industri penyiaran. “Setidaknya KPI sudah melakukan empat kali dialog publik untuk menyerap masukan dalam menyusun P3SPS”, ujar Idy. Bahkan, tambah Idy, dalam diskusi publik di Yogyakarta, Neil Tobing selaku Ketua Komisi Hukum ATVSI, ikut hadir sebagai pembicara.
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 3
Laporan Utama | 3
21/09/2012 12:23:44
P3SPS
Laporan Utama
Secara resmi KPI telah mengirimkan draft tertulis kepada ATVSI untuk memberikan masukan. Masukan yang didapat dari industri tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi KPI yang lahir sebagai lembaga representasi publik ini. Meski demikian, tegas Idy, kewenangan pembuatan P3SPS tetaplah ada di KPI. Sekalipun P3SPS tersebut berimplikasi sanksi, tidak ada niatan sedikitpun dari KPI untuk bermusuhkan dengan industri. “Juga tidak ada niat secuilpun untuk mematikan atau membunuh industri penyiaran”, ujar Idy. Dalam Undang-Undang Penyiaran jelas teramanatkan bagi KPI untuk menghadirkan penyiaran yang sehat. Yakni sehat dari segi bisnis, yang artinya tidak ada monopoli. Serta sehat dari sisi isi yang dimaknai tayangan siaran kita bebas dari hal yang membahayakan kehidupan bermasyarakat. Untuk mewujudkan semua itu, tentunya tidak bisa dilakukan jika KPI bermusuhan dengan industri penyiaran. Melainkan, KPI tetap harus bekerjasama dan bersinergi dengan lembaga penyiaran, tuturnya. Dinamika yang muncul karena pengesahan P3SPS 2012 ini mengundang Komisi I DPR-RI ikut bersuara. Dalam pertemuan antara KPI dan Komisi I DPR-RI yang beragendakan penyampaian laporan hasil Rakornas KPI 2012, Ketua KPI Pusat Mochamad Riyanto menyatakan P3SPS 2012 ini juga mengakomodir masukan dari Komisi I DPRRI yang disampaikan dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPI beberapa waktu lalu. Selain itu P3SPS ini pun telah melalui enam kali uji publik untuk memaksimalkan keikutsertaan masyarakat untuk penyempurnaan aturan ini. Pada prinsipnya, DPR berharap KPI harus berwibawa dan produk-
4 | Laporan Utama
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 4
Sementara itu secara terpisah, Wakil Ketua Panja RUU Penyiaran Komisi I DPR RI, Al Muzzammil Yusuf mengapresiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang telah mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012 yang mengikat bagi semua industri penyiaran. Kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat dan mengatur persaingan industri penyiaran yang sehat.
“Jadi pelaku industri penyiaran harus menghormati check and balances yang merupakan keniscayaan demokrasi. Jika tidak dihormati sistem kontrol tersebut maka industri penyiaran bisa menjadi diktator demokrasi” -- Al Muzzammil Yusuf, Ketua Panja RUU Penyiaran Komisi I DPR RI
produknya harus dilaksanakan secara efektif. Menurut Effendi Choirie dari F-PKB, KPI juga harus melakukan sosialisasi ke seluruh stake holdernya guna meminimalkan penolakan. Dukungan serupa juga disampaikan oleh anggota Komisi I dari Fraksi PDIP, Evita Nursanti. Dia mengakui, ada banyak masukan dari Komisi I yang diakomodir KPI dalam P3 & SPS tahun 2012. Diantaranya agar KPI memasukkan lebih detil ke dalam peraturan terkait program reality show, infotainment (membuka aib, privasi), jurnalistik (kekerasan, SARA, peliputan konflik, penggiringan opini, dan kepentingan golongan tertentu), jam tayang untuk anak-anak, dan muatan kebanci-bancian.
“Kami di DPR mengapresiasi P3SPS sebagai bentuk tanggungjawab KPI terhadap aspirasi dari masyarakat yang menghendaki konten penyiaran yang sehat dan bertanggung jawab.” ujar Muzzammil. Terkait penolakan ATVSI terhadap P3SPS, dalam pandangan Muzzammil, demokrasi mensyaratkan adanya check and balances antar pilar demokrasi, termasuk media dalam hal ini industri penyiaran harus bisa dikontrol oleh KPI sebagai representasi publik. “Jadi pelaku industri penyiaran harus menghormati “check and balances” yang merupakan keniscayaan demokrasi. Jika tidak dihormati sistem kontrol tersebut maka industri penyiaran bisa menjadi diktator demokrasi, sesuatu yang sangat dikiritik oleh media jika terjadi di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif” papar politisi dari F-PKS ini. Jika semua pihak terlibat untuk melahirkan isi siaran yang berkualitas,sehat, dan mendidik, kata Muzzammil, bangsa Indonesia akan segera menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. “Untuk itu dirinya akan memperjuangkan RUU Penyiaran yang sedang dibahas di Komisi I memberikan pelanggaran yang lebih tegas kepada industri penyiaran yang menayangkan isi siaran yang berdampak buruk kepada masyarakat.” pungkasnya.IRA
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:44
Laporan Utama
P3SPS
Sosialisasi P3SPS KPI kepada asosiasi dan mitra kerja KPI di kantor KPI Pusat, 28 Mei 2012
Sosialisasi P3 & SPS Pada Mitra Kerja, KPI Terima Dukungan Lembaga Sensor Film (LSF), dan Komnas Perlindungan Anak. Sedangkan dari KPI Pusat, yang menyampaikan paparan tentang P3 & SPS adalah Ezki Suyanto didampingi Nina Mutmainah dan Iswandi Syahputra.
Wakil Ketua KPI Pusat Ezki Suyanto
S
osialisasi P3 & SPS terus dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kepada berbagai asosiasi dan mitra kerjanya. Diantara mitra kerja yang ikut hadir dalam acara sosialisasi P3 & SPS di kantor KPI Pusat (28/5) adalah Kementrian Sosial, Kementrian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Ezki menyampaikan tentang proses pembuatan P3 & SPS 2012 yang mulai disuarakan sejak Oktober 2010. “Semua itu bermula dari pemikiran bahwa P3 & SPS 2009 harus direvisi untuk dapat menampung keluhan dan aspirasi publik”, ujarnya. Hal senada juga ditegaskan oleh Nina Mutmainah, bahwa penyusunan P3 & SPS dilakukan secara terbuka. “DPR pun tahu bahwa KPI membuat P3 & SPS ini tidak sembunyi-sembunyi”, tegasnya. Mitra KPI yang hadir pun mendukung peraturan yang dirumuskan KPI dalam P3 & SPS. Dari kementrian sosial bahkan menyampaikan keresahannya atas tayangan televisi yang seenaknya menyiarkan selebriti hamil 3 bulan di luar nikah.”Dimana letak perlindungan televisi pada anak”, ujar perwakilan Kementerian Sosial tersebut.
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 5
Apresiasi serupa juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, KPI harus jadi wasit dalam dunia penyiaran. “Kalau swasta bersalah, KPI harus tegas mengatakannya. Jangan sampai televisi menjadi corong kepentingan tertentu”, ujar IDI. Lebih jauh IDI menyoroti banyaknya siaran kesehatan yang “misleading”. Juga iklan produk kesehatan yang memberikan “efek seketika” yang secara sebenarnya melanggar etika kedokteran. Untuk itu IDI mendorong KPI bekerja penuh, sekalipun kerja penegakan aturan di dunia siaran ini akan sarat dengan konflik. Dukungan lain diberikan pula oleh Komnas Perlindungan Anak yang berharap P3 & SPS ini dapat menata penyiaran negeri ini menjadi lebih baik. Sedangkan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), KPI berharap dapat segera duduk bersama untuk merumuskan aturan penyiaran selama bulan Ramadhan. “Keluhan yang masuk dari masyarakat, tayangan ramadhan di televisi terlalu banyak yang penuh senda gurau”, ujar Johan Tjasmadi dari MUI.IRA
Laporan Utama | 5
21/09/2012 12:23:45
P3SPS
Laporan Utama
Perjelas Hal Substantif P3&SPS, KPI Berdialog dengan ATVSI Bagaimanapun juga ada kelompok publik yang lain yang justru menginginkan P3&SPS 2012 ini segera diterapkan secara konsekuen.
Pertemuan KPI dengan ATVSI di kantor KPI Pusat 13 Juni 2012
K
omisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar dialog dengan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVI) guna memperjelas hal-hal subtantif yang menjadi keberatan ATVSI atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS) 2012. Dalam dialog di kantor KPI Pusat itu (7/6), Muhammad Riyanto (Ketua KPI Pusat), Azimah Subagijo, Idy Muzayyad, Judhariksawan, Dadang Rahmat Hidayat dan Iswandi Syahputra turut hadir mendengar langsung poin keberatan ATVSI atas P3&SPS. Menurut Muhammad Riyanto, KPI sangat terbuka atas masukan dari seluruh stake holder penyiaran yang akan terlibat langsung menjalankan P3&SPS ini. Namun demikian, bukan berarti penerapan P3&SPS yang sudah disahkan dalam Rakornas di Surabaya, April lalu, harus ditunda.
Dari ATVSI sendiri mengaku telah membagi pembahasan tentang P3&SPS ini atas tiga hal, yakni jurnalistik, program dan salesmarketing. Hal tersebut disampaikan Uni Lubis yang ditunjuk sebagai koordinator pembahasan jurnalistik oleh ATVSI. Dikemukakan Uni, ATVSI meminta pasal 42 Undang-Undang Penyiaran turut diadopsi dalam P3SPS 2012 ini. Mengingat bunyi pasal tersebut mengatur wartawan penyiaran untuk tunduk pada kode etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahasan lebih rinci yang menjadi keberatan ATVSI pada bidang program dan sales-marketing diharapkan dapat dielaborasi dalam grup yang lebih kecil. Menurut Aji Suratmaji,mewakili industri, pembahasan tersebut juga sebaiknya mengikutsertakan stakeholder lain seperti Persatuan Pengusaha Periklanan Indonesia (P3I), Persatuan Wartawan Indonesa (PWI) atau Dewan Pers. Pada prinsipnya KPI menghargai masukan yang akan disampaikan oleh ATVSI, mengingat organisasi tersebut
adalah stakeholder utama yang akan mengimplementasikan P3&SPS 2012. KPI pun siap melakukan diskusi lebih intensif guna penyamaan persepsi atas pasal-pasal yang ada di P3&SPS. Azimah Subagijo berharap dengan adanya dialog yang akan membahas secara rinci pasal per pasal, P3&SPS ini dapat menjadi aturan main yang dihormati seluruh stakeholder dunia penyiaran. KPI juga tidak keberatan, ujar Azimah, untuk mengikutsertakan stakeholder lain guna memperkuat P3&SPS ini. Faktanya, sejak ditetapkan, hanya ATVSI dan PWI yang secara resmi menyatakan menolak P3&SPS 2012. Namun demikian, tutur Azimah, KPI meminta pandangan menyeluruh ATVSI atas P3&SPS ini termasuk pandangan keberatan atas pasal-pasal yang dinilai tidak implementatif. “Pandangan ATVSI ini penting diperoleh, agar KPI juga bisa menyampaikan pandangan pembanding, sehingga didapat titik temu antara ATVSI dan KPI”, ujar Azimah. Bisa jadi sebenarnya perbedaan yang timbul antar dua lembaga ini justru bukan masalah yang krusial, melainkan hanya persepsi terhadap P3SPS yang perlu disamakan, pungkasnya. IRA
Atur Iklan, KPI dan ATVSI Cari Titik Temu
D
ialog lanjutan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS) kembali berlangsung di kantor KPI Pusat (13/6). Disepakati adanya pembagian tiga grup untuk memudahkan pembahasan yang juga dilakukan besera stake holder lainnya. Dalam dialog yang membahas pengaturan Iklan di P3SPS, KPI juga mengikutsertakan Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) untuk ikut memberikan 6 | Laporan Utama
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 6
pemahaman yang sama atas pasalpasal di P3SPS yang mengatur soal iklan. Pada dialog soal iklan ini, komisioner KPI Pusat yang turut membahas adalah Azimah Subagijo dan Judhariksawan. Kepada KPI Pusat, ATVSI mengemukakan keberatan mereka atas pengaturan iklan maksimal sebesar 20% per hari. Menurut Sugiharto, dari ATVSI, Iklan dinegosiasikan antara pihak televisi dan klien per tahun. “Nah pengiklan bebas menentukan dimana
Komisioner KPI Pusat Judhariksawan
saja mau tayang”, ujar Sugiharto. Menurutnya, jika aturan tersebut tetap diberlakukan, akan menyulitkan subsidi silang yang selama ini dilakukan, terhadap program lain yang kurang laku dijual. Atas keberatan ini, Judhariksawan menyampaikan bahwa aturan itu
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:46
Laporan Utama jelas disebut dalam Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah. Hal ini ditujukan untuk menghadirkan kenyamanan para pemirsa saat menikmati program siaran. Judha menyarankan jika memang ATVSI keberatan dengan aturan pemasanganiklan maksimal 20% per hari ini, sebaiknya menyampaikan aspirasi tersebut ke DPR yang saat ini sedang melakukan revisi UndangUndang Penyiaran. Di satu sisi, ujar Judha, sebagai regulator, KPI tidak berdiri sendiri. KPI juga harus memperhatikan pihak lain, seperti P3I dan masyarakat luas. Kalau memang ATVSI merasa aturan ini membelenggu kreativitas, ujar Judha, PP ini bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi. Hal lain yang turut dibahas adalah pengategorisasian gambar, narasi, tulisan atau grafis yang disisipkan pada program sebagai iklan yang dihitung dalam total presentase durasi iklan per hari. Menurut ATVSI, hal tersebut akan sulit untuk dilakukan perhitungannya. Lagipula biasanya, hal tersebut oleh media siaran merupakan bonus yang diberikan pada pengiklan yang telah melakukan pembelian dengan jumlah yang cukup banyak. “Ini sebenarnya untuk memberikan kepuasan pada pengiklan”, ujar Sugiharto. Untuk itu ATVSI menilai, sebaiknya perhitungan
Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo
persentase iklan tetap hanya lewat spot iklan komersil saja. Sementara Neil Tobing, juga dari ATVSI, menambahkan, keberadaan “running text” justru lebih banyak informasi yang penting untuk pemirsa,daripada iklan niaga. Malah untuk televisi berita, lanjut Neil, running text berupa “update” informasi. Lebih jauh Neil juga meminta KPI mempertimbangkan keberadaan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang pendapatannya murni dari iklan. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) mendapatkan subsidi dari APBN hingga 800 milyar dan Lembaga Penyiaran Berbayar (LPB) mendapat dana dari iuran konsumen, namun keduanya masih dibolehkan menerima iklan sekalipun dengan jumlah lebih sedikit dari LPS.” Seharusnya bagi LPS yang menyiarkan tayangan dengan gratis, mendapatkan keluangan. “, ujar Neil.
P3SPS
Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Azimah Subagijo menilai pembatasan iklan yang diatur dalam P3SPS 2012 ini justru bertujuan untuk menjaga industri penyiaran agar tetap sehat. “KPI membatasi iklan agar tidak kebablasan”, ujar Azimah. Menurutnya, kalau spotnya dibatasi, maka lembaga penyiaran dapat menaikkan harga iklannya. Dirinya menilai dengan membatasi spot iklan ini, aka nada pemerataan kue iklan bagi lembaga penyiaran lain. KPI pernah menerima keluhan dari lembaga penyiaran lokal, sebuah radio di Solo. “Penyiarnya mengadukan betapa sulit mencari iklan karena semua pengiklan lebih tertarik beriklan di media nasional”, tutur Azimah. Lebih lanjut dialog ini masih mengupas masalah blocking time dan iklan rokok. Semua masukan dari ATVSI ini, menurut Azimah akan dibicarakan bersama KPI Daerah dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KPI, Juli mendatang. Selain ATVSI, KPI juga akan meminta P3I ikut serta memberikan definisi yang jelas mengenai iklan. Apalagi saat ini modifikasi jenis iklan menjadi sangat berkembang, dan butuh pendefinisian yang lebih rinci, hingga aturan yang ditetapkan ini dapat diimplementasikan oleh semua pihak.IRA
Task Force P3SPS Bahas Program dan Muatan Jurnalistik
T
im Task Force yang membahas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) tentang program kembali ke berdiskusi di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat (20/6). Task Force bersama Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) tersebut membahas beberapa pasal substantif yang memerlukan penjelasan lebih rinci untuk mendapatkan kesamaan persepsi. Diwakili oleh Dadang Rahmat Hidayat dan Muhammad Riyanto, KPI menyatakan masih terbuka kemungkinan adanya penjelasan pasal-pasal yang memang menimbulkan perbedaan penafsiran.
Pertemuan KPI dengan ATVSI di kantor KPI Pusat 20 Juni 2012
Diskusi ini membahas kewajiban lembaga penyiaran menyiarkan program lokal, pembatasan muatan asing, sanksi penghentian sementara dan batas kadaluarsa sanksi. Dalam PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 7
P3 telah dijelaskan bahwa program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual dan program siaran nonfaktual dalam rangka pengembangan potensi Laporan Utama | 7
21/09/2012 12:23:48
P3SPS
Laporan Utama
daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. Menurut Aji Suratmaji dari ATVSI, pasal ini mengasumsikan semua daerah memiliki kualitas yang sama dalam produksi program. Padahal bisa jadi dengan memaksakan program lokal, justru membuatnya seperti “alien” atau lain sendiri dari program yang diproduksi pusat. Aji menilai, kalau memang program lokal ini tetap dijadikan sebuah kewajiban, butuh waktu bagi stasun televisi untuk menyeragamkan kualitas standar program, teknis, brand dan SDM di semua daerah. Dalam pandangan KPI, menurut Dadang, kewajiban ini merupakan dorongan terbentuknya sistem penyiaran berjaringan karena Undang-Undang Penyiaran hanya mengenal dua sistem siaran, yakni siaran lokal dan sistem siaran jaringan. “Semangat hadirnya pasal ini untuk menumbuhkan ekonomi dan kreativitas lokal”, ujar Dadang. Kalau tidak didorong lewat aturan, khawatirnya justru tidak akan jalan sama sekali. Sementara itu menurut Riyanto, kewajiban penayangan konten lokal juga ada dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, jadi P3&SPS ini hanya mengadopsi aturan tersebut. ATVSI sendiri mengusulkan adanya kalimat “diutamakan” dalam pasal ini, sehingga masih membuka ruang yang lebih longgar bagi stasiun TV dalam implementasi program lokal. ATVSI juga menanyakan tentang tidak adanya kewajiban bagi KPI untuk melakukan klarifikasi saat penjatuhan teguran pertama dan kedua. Dalam pasal 85 di SPS dinyatakan bahwa peringatan tertulis pertama dan kedua dapat dilakukan oleh KPI tanpa melalui tahapan klarifikasi lembaga penyiaran. Atas hal ini, Dadang menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Penyiaran justru tidak ada perintah bagi KPI melakukan klarifikasi untuk pemberian teguran tertulis 1 dan 2. Bahkan sebenarnya dalam Undang8 | Laporan Utama
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 8
Komisioner KPI Pusat Dadang Rahmat Hidayat
Undang juga hanya ada teguran tertulis, namun Rakornas KPI di Batam memutuskan adanya teguran 1 dan 2, agar mekanisme yang ada menjadi lebih fair. Pada kenyataannya, sebelum menjatuhkan sanksi penghentian sementara KPI selalu melakukan klarifikasi. Lebih jauh, ATVSI mengusulkan adanya mekanisme scoring untuk pelanggaran yang dilakukan televisi. Menurut Aji, scoring
Komisioner KPI Pusat Idy Muzayyad
atau pembobotan tersebut akan mengukur kadar pelanggaran yang dilakukan. “Sehingga ada perlakukan yang lebih adil antara pelanggaran yang ringan dan berat”, ujar Aji. Sementara itu, Task force bidang jurnalistik yang dipimpin oleh Idy
Muzayyad bersama perwakilan ATVSI yang diketuai Uni Lubis membahas beberapa pasal dalam P3SPS tentang jurnalistik. Pembahasan yang paling hangat menyangkut kode etik jurnalistik. ATVSI mempertanyakan mengapa kalimat kode etik jurnalistik tidak disebutkan secara verbal dalam P3SPS, padahal menurut pasal 48 UU Penyiaran dinyatakan bahwa wartawan penyiaran tunduk pada kode etik jurnalistik. ATVSI juga menghendaki agar urusan program jurnalistik tidak usah diurus oleh KPI dan diserahkan kepada Dewan Pers saja. Menanggapi hal ini, Idy menyatakan salah satu rujukan P3SPS adalah UU Pokok Pers Nomor 40/1999 sehingga otomatis mengakui kode etik jurnalistik dan pasal-pasal jurnalistik dalam P3SPS tidak ada yang bertentangan dengan 11 pasal dalam kode etik jurnalistik. Bahkan P3SPS itu dalam banyak aspek merupakan penjabaran dan operasionalisasi dari konsep dan prinsip jurnalistik yang tertuang dalam kode etik jurnalistik. Mengenai penyerahan kewenangan penanganan program jurnalistik kepada Dewan Pers, Idy menyatakan hal itu tidak bisa dilakukan karena KPI sebagaimana amanat UU Penyiaran diberikan tugas untuk melakukan pengawasan seluruh program siaran tanpa kecuali, termasuk program jurnalistik. “Kalau tidak melaksanakan amanat ini, justeru kami tidak melaksanakan UU Penyiaran. Kaitannya dengan Dewan Pers, KPI selama ini berkoordinasi sebelum melakukan penindakan dan sanksi terhadap program jurnalistik yang melanggar,” imbuh Idy. Idy menyatakan, tidak adak niatan sedikitpun dari KPI dalam melaksanakan kewenangannya untuk mengekang kebebasan pers. “Tidak ada tujuan kami untuk mengekang kebebasan atau kemerdekaan pers. Misi kami adalah menempatkan kemerdekaan pers dalam koridornya dan disertai tanggung jawab,” tegas Idy. IRA
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:49
Opini
Opini
Wujudkan Penyiaran Sehat dan Adil Melalui Pengaturan Iklan Oleh: Azimah Subagijo*
P
ernahkah Anda bertanyatanya bilakah siaran televisi dapat berisi program-program yang sehat dan bermanfaat? Jika pernah, Anda tidak sendiri. Rata-rata surat aduan yang masuk ke Komisi penyiaran Indonesia (KPI) berharap agar program-program yang mereka adukan untuk tidak lagi disiarkan karena berbahaya, tidak mendidik, berpengaruh buruk pada anak, tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai Indonesia, dan lain sebagainya. Mereka juga berharap memperoleh siaran yang lebih bermutu terutama untuk disaksikan putra-putri mereka. Tapi mengapa harapan ini sulit terwujud?
Iklan di Penyiaran dan Konsekuensinya Media penyiaran di negara kita terutama televisi swasta adalah sebuah industri. Untuk menjalankan bisnis ini dibutuhkan modal yang besar dan jumlah karyawan yang mencapai ratusan bahkan ribuan orang. Sebagai sebuah institusi bisnis, televisi swasta tentu mempunyai orientasi mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini didapat melalui banyaknya produk yang beriklan di media mereka, baik dari produsen barang dan jasa secara langsung maupun melalui biro iklan. Maka tak heran jika kemudian media penyiaran ini berlomba-lomba untuk mendapatkan iklan sebanyakbanyaknya. Kondisi ini menghadirkan sejumlah konsekuensi. Pertama, membuat kenyamanan penonton saat menyaksikan programprogram televisi jadi terabaikan.
cukup besar. Tak jarang pula larangan untuk memuat kekerasan, seks, mistik, hedonisme, dan komersialisme dilanggar dengan alasan ratting tinggi yang punya korelasi dengan iklan yang tinggi pula.
Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat Program-program siaran seperti berita/informasi, pendidikan dan juga hiburan, terganggu oleh seringnya interupsi iklan. Mulai dari iklan sabun mandi, pasta gigi, krim pencerah kulit, kudapan, susu, layanan bank, kartu telepon seluler, dan sebagainya. Kondisi ini kian hari kian masif di layar kaca kita akhir-akhir ini. Terutama jika kita bicara televisi swasta yang bersiaran dari Jakarta. Kedua, program-program siaran yang ditampilkan lembaga penyiaran lebih berorientasi pada selera pasar, sedangkan soal mutu bukan prioritas. Keberadaan televisi swasta di tanah air sangat bergantung pada iklan karena iklan merupakan urat nadi dari hidup dan berkembangnya lembaga penyiaran swasta seperti televisi. Untuk itu, semua program siaran yang dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mendatangkan iklan. Akibatnya program informasi, berita, pendidikan, semua dikemas secara menghibur, selain juga proporsi hiburan yang juga sudah PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 9
Ketiga, memicu persaingan yang tidak sehat antara sesama lembaga penyiaran. Perburuan mendapatkan iklan sebanyak-banyaknya, dan di tengah jumlah iklan yang relatif tidak berubah menimbulkan persaingan ketat antarstasiun televisi, televisi dengan radio, maupun dengan media yang lain seperti tabloid dan surat kabar. Tak pelak persaingan ini mendorong bisnis media pada praktek-praktek persaingan yang tidak sehat berupa pragmatisme yang potensial menabrak norma, etika, berbagai kebijakan dan regulasi termasuk peraturan perundangundangan. Salah satunya berkenaan dengan penyiaran iklan, mulai dari durasi, frekuensi, dan juga muatannya.
Pengaturan Iklan di Media Penyiaran Pasal 46 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah mengatur batasan-batasan tentang siaran iklan. Dikatakan siaran iklan ini terdiri dari siaran iklan niaga dan iklan layanan masyarakat. Kewajiban siaran iklan untuk menaati asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Penyiaran, serta materinya yang harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Larangan muatan tertentu dalam siaran iklan niaga, serta kewajiban siaran iklan Opini | 9
21/09/2012 12:23:49
Opini untuk ramah anak. Waktu siaran iklan dibatasi hanya 20% untuk lembaga penyiaran swasta, dan 15% untuk lembaga penyiaran publik dari seluruh waktu siaran. Pasal 46 juga mengatur kewajiban persentase tertentu dari siaran iklan niaganya untuk siaran iklan layanan masyarakat, yakni paling sedikit 10% untuk Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), dan paling sedikit 30% untuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Yang menarik, Pasal 46 ayat (10) UU Penyiaran khusus melarang waktu siaran lembaga penyiaran dibeli oleh siapapun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan. Melihat besaran pidananya, sanksi untuk pelanggaran berkenaan dengan siaran iklan tidak tanggung-tanggung. Berkaitan dengan pelanggaran muatan siaran iklan, ancaman pidananya untuk penyiaran radio adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta, dan untuk penyiaran televisi adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar. Sedangkan ancaman pidana untuk pelanggaran larangan waktu siaran dibeli bukan untuk kepentingan siaran iklan adalah pidana denda paling banyak Rp 200 juta untuk radio penyiaran dan Rp 2 milyar untuk penyiaran televisi. Pemberlakukan secara murni dan konsekuen, serta pengaturannya lebih teknis Pasal 46 UU Penyiaran merupakan salah satu yang menjadi acuan KPI dalam merumuskan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Tahun 2012. P3SPS yang baru yang menggantikan P3SPS Tahun 2009. Pasal 58 ayat (2) SPS 2012 menyebutkan program siaran iklan niaga untuk LPS dibatasi paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari. Pasal 58 ayat (3) SPS 2012 menyebutkan program siaran iklan niaga untuk LPB dibatasi paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari. Selain itu, dibandingkan iklan komersil, iklan Pemerintahan dan Organisasi Politik seperti tenggelam begitu saja. Oleh karena itu P3SPS 2012 juga mengatur bahwa program siaran iklan layanan masyarakat wajib ditayangkan secara cuma-cuma atau memperoleh potongan harga khusus. Terutama untuk iklan layanan masyarakat yang menyangkut keselamatan umum, kewaspadaan pada bencana alam, kesehatan masyarakat, dan kepentingan umum lainnya yang disampaikan oleh badan-badan publik.
Pengaturan Iklan dan Penyiaran yang lebih Adil dan Sehat Intensi
dari
pengaturan
10 | Opini
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 10
siaran
iklan
di
penyiaran,
sebagaimana ditetapkan di Pasal 46 UU Penyiaran yang kemudian diatur lebih teknis di P3SPS 2012 adalah demi keuntungan pemirsa, baik segi kuantitas maupun kualitas program siaran yang mereka terima, dan berdampak juga pada penghematan anggaran negara. Pembatasan jumlah waktu siaran iklan niaga berdampak pada kenyamanan khalayak dalam menikmati penyiaran, dan kualitas siaran yang lebih terjamin mutunya. Termasuk juga semangat berbagi dan keadilan antara sesama stasiun televisi baik yang ada di Jakarta maupun dengan stasiun televisi daerah dan juga dengan radio, terutama radio-radio swasta di berbagai pelosok tanah air yang kian hari kian sulit untuk berkembang akibat kesulitan memperoleh iklan. Stasiun TV dan Radio lokal sulit bersaing dengan stasiun TV Jakarta yang bersiaran nasional karena jangkauan penonton dari stasiun TV Jakarta yang luas. Karena jumlah penonton yang terbatas, sulit bagi stasiun TV dan Radio lokal untuk bersaing menarik hati pemasang iklan.
Penutup Secara kualitas, mengingat iklan merupakan urat nadi LPS, tapi ketersediaannya sangat terbatas membuat persaingan ketat dan menjurus yang tidak sehat. Antar LPS sendiri bahkan tercium gelagat saling mematikan, yang pada akhirnya mau tidak mau berpengaruh kepada kualitas isi siaran. Kualitas program tidak lagi menjadi pertimbangan. Muatan seks, hedonisme, konsumerisme, mistik, dan kekerasan kerap disuguhkan televisi guna mencari perhatian pemirsa dan untuk menjaring produsen memasang iklan sebanyak-banyaknya. Komisi Penyiaran Indonesia telah memberlakukan P3SPS 2012 sejak 1 April 2012 pada Rapat Koordinasi Nasional KPI di Surabaya. Pada forum yang dihadiri komisioner dari KPI Pusat dan 33 KPI Daerah tersebut, menyiratkan tekad kuat dari KPI baik di Pusat maupun Daerah untuk menjadikan P3SPS ini mampu mengarahkan kembali penyiaran Indonesia ke kedaulatan masyarakat demi kebutuhankebutuhan terbaiknya. Segala bentuk program siaran, termasuk siaran iklan tentunya bukan untuk siapa-siapa melainkan demi keuntungan masyarakat sebagai pemirsa, baik segi kuantitas maupun kualitasnya. Untuk itu, partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam dunia penyiaran sangat diharapkan, terutama para pengelola lembaga penyiaran swasta sebagai wujud pengembanan amanah negara atas digunakannya ranah publik yang bernama penyiaran. *Komisioner KPI Pusat periode 2010-2013
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:50
Digitalisasi
Digitalisasi
Digitalisasi Jangan Korbankan Masyarakat
P
enerapan digitalisasi penyiaran yang dimulai pemerintah dengan proses seleksi bagi lembaga penyiaran, seharusnya ditunda sampai semua pihak terkait siap untuk proses migrasi dari sistem analog ke sistem digital. Hal itu terungkap dalam diskusi antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) dan beberapa lembaga penyiaran di kantor KPI Pusat (18/6). Diskusi ini dimaksudkan untuk mengetahui aspirasi dari industri tentang penerapan digitalisasi penyiaran, seiring dimulainya seleksi penyelenggaaan televisi digital oleh pemerintah pada 5-18 Juni 2012. Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Infrastruktur dan Perizinan, Judhariksawan, mencermati perkembangan terakhir, ada banyak hal yang diabaikan pemerintah dalam implementasi digitalisasi penyiaran. KPI sendiri, ujar Judha, sudah menyampaikan pendapat tentang digitalisasi ini. Dalam pandangan KPI, Indonesia tidak punya kewajiban untuk menerapkan digitalisasi seperti yang disebut dalam Geneva Agreement (GA) yang dijadikan landasan hukum pemerintah. GA ini, menurut Judha, adalah perjanjian internasional yang mengatur tentang periode transisi dan rencana frekuensi untuk digital bagi negara di Region I (Eropa, Afrika dan Timur Tengah) ditambah Iran. Untuk itu, tidak ada kewajiban
hukum bagi negara di region lain, seperti Indonesia dari region III, untuk menaatinya. Meski memang, ungkap Judha, perjanjian ini terbuka untuk diaksesi sehingga banyak negara yang sukarela mengikuti periode transisi tersebut. Itulah sebabnya, tidak masalah bagi Indonesia jika menerapkan ASO (Analogue Switchover)-nya di tahun 2018, bukan 2015 seperti yang ditetapkan GA. Dalam critical points yang disampaikan KPI dinyatakan pula, dengan sistem hukum Indonesia maka GA tidak mungkin serta merta berlaku sebagai hukum positif di negeri ini. Indonesia hanya dapat terikat bila menyatakan melakukan “aksesi” atau menyatakan mengikatkan diri kepada perjanjian itu. Sementara untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan DPR. Penerapan digitalisasi ini banyak merugikan bisnis industri penyiaran. Terutama lembaga yang baru saja mendapatkan izin prinsip bersiaran namun harus bermigrasi dalam setahun. ATVLI sendiri menanyakan kegunaan penghematan frekuensi. Kalau memang ada alasan yang rasional atas penghematan frekuensi, ATVLI setuju saja, namun jangan sampai mengorbankan industri penyiaran lokal, ungkap Imawan Mashuri dari ATVLI. “Dengan dimulainya digitalisasi, maka Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dan Izin Siaran Radio (ISR) yang didapat PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 11
lembaga penyiaran dengan susah payah menjadi tak ada guna”, ujar Santoso dari ATVLI juga. Hal lain yang disorot oleh ATVLI menurut Santoso, saat sosialisasi dilakukan pemerintah, disebutkan daerah yang maju akan menolong daerah yang kurang. Tapi ketika tender atau proses seleksi dibuka, ATVLI tidak melihat tindakan afirmatif pemerintah untuk hal tersebut. Sebelumnya ATVLI dan ATVJI telah menyampaikan surat keberatan resmi penerapan digitalisasi penyiaran kepada Komisi I DPR dengan tembusan pada KPI. Sedangkan dari televisi swasta bertanya, apakah keikutsertaan stasiun televisi dalam Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multiplexing (LP3M) itu tidak melanggar hukum, mengingat dalam akta pendirian memang tidak disebut sebagai LP3M. TV Swasta juga mengeluhkan adanya perbedaan antara sosialisasi yang dilakukan pemerintah dan isi dokumen seleksi yang harus dipenuhi oleh peserta seleksi. Dalam diskusi yang juga dihadiri Azimah Subagijo dan Muhammad Riyanto ini menyepakati akan membawa masalah ini ke forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KPI yang mengikutsertakan KPI Daerah se-Indonesia. Azimah menyatakan, sebenarnya digitalisasi itu tidak mungkin dihindari. Namun ketergesagesaan pemerintah dalam penerapan digitalisasi ini yang diyakini akan merugikan banyak pihak, terutama kalangan industri. Dirinya juga mempertanyakan, apa benar model bisnis yang digunakan pemerintah ini adalah satu-satunya pilihan yang memungkinkan dijalani. Sementara itu Muhammad Riyanto, Ketua KPI Pusat, meminta pemerintah juga ikut mencari tahu model atau cara migrasi yang tepat tanpa mengorbankan masyarakat penyiaran.** Digitalisasi | 11
21/09/2012 12:23:52
KPI Pusat
KPI Pusat
Bersihkan Dunia Penyiaran dari Program Buruk, KPI Harus Bersinergi dengan Masyarakat
T
raining of Trainers (ToT) Literasi Media kembali dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan mengikutsertakan 17 KPI Daerah se-Jawa, Sumatera dan Bali, di Lampung (15-16/5). Dalam kesempatan tersebut peserta ToT diharapkan dapat bersinergi dengan masyarakat dalam mewujudkan penyiaran yang sehat. Karenanya, peserta ToT kali ini mengikutsertakan beberapa elemen masyarakat, seperti akademisi, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian, Nasyiatul Aisyiyah dan perwakilan PKK Lampung. Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Azimah Subagijo, ToT ini untuk memberikan standarisasi materi yang akan disampaikan peserta kepada masyarakat. Setidaknya, dasar dari ToT Literasi Media yang juga dikenal Pelatihan Sadar Media ini, dipahami betul oleh peserta. Materi ToT ini selain diberikan oleh Komisioner KPI Pusat, juga disampaikan oleh kalangan akademisi Ahmad Riza Faisal dan dari LSM yang juga pakar penyiaran, Amir Effendi Siregar. Pada hari pertama, materi disampaikan oleh Dadang Rahmat Hidayat, Nina Muthmainnah dan Amir Effendi Siregar. Dadang berbicara seluk beluk perizinan untuk lembaga penyiaran, sedangkan Nina menyampaikan tentang pengawasan isi siaran. Dalam sesi ini, peserta juga mendapatkan contoh-contoh tayangan televisi yang
12 | KPI Pusat
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 12
Amir Effendi Siregar saat menjadi Narasumber pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung.
mendapat teguran dari KPI. Menurut Nina, kalau KPI bersinergi dengan masyarakat, siaran televisi akan bersih dari program berkualitas buruk. Dirinya menyontohkan dihentikannya tayangan Fenomena di salah satu TV Swasta. Hal tersebut hasil dari usaha masyarakat yang
Karena High Regulated, maka televisi yang Free To Air tidak boleh menyiarkan kata-kata kotor, kekerasan dan perbuatan cabul -- Amir Effendi Siregar
tak henti protes, bahkan melakukan demonstrasi, dibarengi teguran
dari KPI sendiri terhadap lembaga penyiaran tersebut. Inilah contoh betapa KPI butuhkan dukungan publik seluas-luasnya, untuk menjalankan kewenangannya mengurangi acara buruk di ranah penyiaran. Dalam kesempatan selanjutnya, Amir Effendi Siregar mengajak peserta ToT memahami cara kerja media. Menurut Amir, pemahaman cara kerja media ini penting agar peserta mengetahui bagaimana sebuah tayangan bisa hadir dalam ruang kaca mereka sehari-hari. Amir membuka materi dengan menjelaskan bahwa sikap kita terbentuk oleh media yang kita konsumsi sehari-hari. Dan saat ini,ujar Amir yang memiliki daya jangkau paling optimal adalah televisi. Kombinasi daya jangkau luas dan ketersediaan frekuensi yang terbatas itu, menjadi alasan utama televisi harus diatur secara ketat, khususnya yang “free to air”. “Karena High Regulated, maka televisi yang Free To Air tidak boleh menyiarkan kata-kata kotor, kekerasan dan perbuatan cabul”, tegas Amir. Dirinya berpendapat, kewenangan pengaturan isi siaran ada di tangan KPI. Kalaupun ada materi jurnalistik di radio dan televisi, KPI dapat berkoordinasi dengan Dewan Pers, ujarnya. AN
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:54
KPI Pusat
KPI Ikut Awasi Pemilukada DKI
K
omisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga
tegas menyebutkan untuk televisi maksimal 10 kali per tiga
penyiaran memberikan kesempatan yang sama bagi
puluh detik per hari per kandidat. Sedangkan untuk iklan
seluruh kandidat dalam Pemilihan Umum Kepala
radio maksimal 10 kail per enam puluh detik per hari per
Daerah (Pemilukada) DKI 2012. Bahkan, jika ada kandidat
kandidat.
Pemilukada yang ditolak beriklan di lembaga penyiaran, mereka dapat melaporkan ke KPI. Hal tersebut ditegaskan
Ketua Pawaslu DKI Jakarta, Ramdhansyah mengatakan
Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, dalam acara konferensi
kerjasama dengan KPI dan KPID ini penting untuk
pers Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah DKI Jakarta
mengawasi adanya kampanye terselubung termasuk black
di Taman Ismail Marzuki (13/5).
campaign. “Ada tiga hal yang kita sepakati dengan KPI, yaitu rekaman dari iklan kampanye, pengumuman survei
Prinsip “fairness” dalam Pemilu ataupun Pemilukada
dan penegasan dalam masa kampanye mengenai apa yang
adalah amanat dari Undang-Undang Penyiaran yang
boleh dan apa yang tidak boleh,” ungkap Ramdhansyah.
dituangkan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Sistem Progam Siaran (P3 & SPS). Untuk itu kegiatan sosialisasi
Mengenai iklan kampanye, jelas Ramdhansyah, Panwaslu
ataupun kampanye yang disiarkan di lembaga penyiaran,
DKI
harus seimbang dan tidak berat sebelah pada salah satu
mengiklankan kampanye dengan penyampaian visi misi
kandidat. Idy menyatakan, setidaknya ada beberapa
dan ajakan memilih diluar masa kampanye. Kerjasama ini,
kegiatan kandidat yang harus diperhatikan keseimbangan
terang dia, termasuk menyediakan rekaman sebagai bukti
tayangannya di media massa, yakni Iklan, debat, monolog,
apabila terjadi pelanggaran kampanye dan black campaign.
Jakarta
meminta
KPI
memantau
media
yang
pemberitaan yang termasuk di dalamnya pemaparan hasil survey.
“Rekaman
ini
dibutuhkan
Panwaslu
untuk
menjadi
bukti ke ranah peradilan,” ujarnya. Kemudian, jelas Pada dasarnya untuk kegiatan kampanye yang dua pekan (24
Ramdhan, Panwaslu juga menghimbau kepada KPI untuk
Juni – 7 Juli 2012), kandidat Pemilukada harus tetap tunduk
dapat mewaspadai adanya pengumuman survei dimasa
pada Undang-Undang Pemilu. Namun untuk pemunculan
kampanye yang mencoba untuk mempengaruhi para opini
kandidat di ranah penyiaran, lembaga penyiaran harus
masyarakat.**
tunduk pada P3 & SPS. Untuk iklan misalnya, aturan sudah
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 13
KPI Pusat | 13
21/09/2012 12:23:54
KPI Pusat
KPI Siapkan Aturan Pemanfaatan Lembaga Penyiaran untuk Kontestasi Politik
Diskusi Pra-Rapimnas KPI 25 Juni 2012 Jakarta.
P
engaturan kegiatan politik dalam lembaga penyiaran mendesak untuk direalisasikan. Apalagi saat ini banyak aktivitas politik yang disiarkan oleh lembaga penyiaran, sementara dalam UndangUndang, terdapat larangan bagi lembaga penyiaran untuk besikap partisan. Terkait dengan Pemilu dan Pemilukada, dari kajian yang dilakukan oleh KPI menunjukkan adanya kampanye pemilu dan kampanye politik yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. Hal tersebut terungkap dalam acara diskusi PraRapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan KPID se-Indonesia di Jakarta (25/6). Menurut Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat, adanya peraturan KPI tentang pemanfaatan media penyiaran untuk Pemilu dan Pemilukada memang mendesak untuk dibuat. Berkaca pada pengalaman Pemilukada di berbagai daerah, ternyata banyak kandidat Pemilu dan Pemilukada yang memanfaatkan lembaga penyiaran untuk mendapatkan suara. Hamdani Masil dari KPID DKI Jakarta berpendapat, KPI perlu membahas aturan tentang sosialisasi Pemilu dan Pemilukada pada masa di luar 14 | KPI Pusat
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 14
kampanye. “Sebenarnya sosialisasi yang dilakukan kandidat di luar masa kampanye, menurut saya, juga kampanye”, ujar Hamdani. Hal senada juga disampaikan I Wayan dari KPID Bali. Menurutnya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara KPI, KPU dan Panwas sulit untuk diterapkan. DIrinya menilai yang penting KPI Pusat segera membuat peraturan tentang kegiatan politik di lembaga penyiaran, hingga KPID pun lebih leluasa membuat aturan turunannya. Sekalipun sudah ada kesepakatan antara KPI , Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas Pemilu baik di tingkat pusat dan daerah, hal tersebut dinilai belum maksimal efektivitasnya. Apalagi Mahkamah Konstitusi sudah menganulir wewenang sanksi dari KPU atas pelanggaran pembatasan durasi iklan kandidat Pemilu dan Pemilukada. Berarti kewenangan sanksi atas lembaga siaran yang melanggar tersebut, dikembalikan kepada KPI. Sementara itu menurut Azimah Subagijo dari KPI Pusat, aturan ini penting dibuat agar lembaga penyiaran taat pada Undang-Undang yang mengamanatkannya untuk
tetap netral dan tidak bersikap partisan. Apalagi, ujar Azimah, media penyiaran memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk persepsi publik terhadap kandidat, baik partai politik ataupun pasangan calon yang sedang berkompetisi. Untuk itu, KPI merasa perlu menjaga agar lembaga penyiaran menjaga kenetralannya di tengah hiruk pikuk kompetisi politik. Kerjasama antara KPI, KPU dan Panwas, menurut Azimah tetap dibutuhkan. Mengingat subyek hukum dari KPI hanyalah lembaga penyiaran, bukan kandidat yang berkompetisi dalam Pemilu atau Pemilukada. Jadi jika ada pelanggaran yang dilakukan kandidat, itu adalah kewenangan Panwas dan KPU. Aturan yang akan dibuat KPI tentang pemanfaatan media penyiaran ini, hanya mengikat pada lembaga penyiaran saja. Draft peraturan tersebut sudah dibuat oleh KPI, dan disosialisasikan dalam forum diskusi Pra-Rapim ini. Rencananya peraturan KPI untuk pemanfaatan media siaran bagi kepentingan Pemilu dan Pemilukada ini akan ditetapkan dalam Rapimnas KPI di Semarang (4-7 Juli) mendatang.AN
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:55
KPI Daerah
KPI Daerah
KPI Daerah NTT Luncurkan Grand Design Penyiaran Pertama di Indonesia
Komisioner KPI Pusat Judhariksawan (kiri) saat menjadi narasumber pada Workshop Penyiaran Perbatasan, 5 Juni 2012, NTT.
K
PI Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) meluncurkan Grand Design Penyiaran NTT 2012-2018, Selasa, 5 Juni 2012. Ini menempatkan KPI Daerah NTT sebagai pioner pelaksanaan Grand Design Penyiaran di Indonesia. Hadir dalam acara peluncuran Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, anggota KPI Pusat, Nina Mutmainnah dan Judhariksawan, Asisten III Gubernur, Ketua Komisi A DPRD, Anggota Komisi A DPRD, perwakilan Kementerian Kominfo, Balmon, perwakilan Pemda kabupaten dan kota, pewakilan lembaga penyiaran, dan insan pers di NTT. Dalam sambutannya, Ketua KPI Daerah NTT, Mutiara Mouboi menyampaikan, pihaknya menginginkan adanya ketersediaan informasi bagi masyarakat khususnya di daerah terpencil dan perbatasan. Karena itu, dia menargetkan hingga 2018 minimal sudah ada radio komunitas atau lembaga penyiaran di setiap kecamatan. KPI Daerah NTT juga menginisiasi wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara lain tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penyiarannya dengan mendorong pemerintah pusat
memberikan bantuan radio komunitas bagi desa-desa perbatasan. Di dalam siaran pers yang dikeluarkan KPI Daerah NTT dinyatakan bahwa ancaman terhadap pertahanan dan kedaulatan negara di daerah perbatasan tidak saja berasal dari kekuatan militer, melainkan juga nirmiliter. Kekuatan militer bisa kita deteksi dan hadapi dengan kekuatan militer, namun ancaman nirmiliter sulit di deteksi dan di hadapi secara militer. Dan, salah satu bentuk ancaman nirmiliter yakni masuknya siaran dan informasi dari negara lain yang diterima masyarakat di perbatasan. Sebagai salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain, KPI Daerah NTT sedang menerapkan model persiapan sistem infrastruktur dan bisa menjadi contoh bagi seluruh daerah di Indonesia. “Kami sedang mengadvokasi Bank Dunia melalui program Ruang Belajar Masyarakat atau Rubelmas untuk mendirikan radio komunitas di setiap daerah dampingannya dan rakom tersebut bisa bekerjasama untuk merelay siaran radio publik lokal di kabupaten dimana ada program Rubelmas. Jika tidak ada RSPD, bisa bekerjasama program dengan radio swasta atau me-relay siaran RRI,” jelasnya. PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 15
Ketua KPI Daerah NTT ini menyatakan pentingnya peningkatan literasi media di masyarakat. Karena itu, pencanangan program melek media di NTT pada 2012 menjadi salah satu target yang dikejar KPI Daerah NTT. “Ini dalam upaya mencerdaskan masyarakat daerahnya agar kritis dan cerdas dalam menggunakan media,” katanya. Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, keynotespeaker workshop penyiaran perbatasan NTT, menyambut baik program yang diluncurkan KPI Daerah NTT. Menurutnya, program ini adalah bentuk dari semangat dan tanggung jawab KPI Daerah NTT untuk mengawal keutuhan NKRI. “Peran KPI di daerah perbatasan adalah menjalankan UU Penyiaran dengan menjamin kepentingan bangsa dan kedaulatan negara Indonesia. Saya harap apa yang dicanangkan KPI Daerah NTT menjadi inspirasi daerah lain untuk peduli pada daerahnya khususnya kedaulatan NKRI,” tukas Riyanto. Usai acara pembukaan, dilakukan penandatangan MoU antara KPI Daerah NTT dengan Universitas PGRI NTT serta penyerahan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) tetap untuk tiga lembaga penyiaran di wilayah NTT. RG KPI Daerah | 15
21/09/2012 12:23:57
KPI Daerah
KPID Sulbar Minta LPB Cegah Siaran Porno
L
embaga Penyiaran Berlangganan TV Kabel di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, diminta mencegah tersebarnya siaran pornografi. Seruan itu disampaikan setelah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Barat menemukan sejumlah TV kabel masih menyalurkan siaran itu. “Pemantauan kami, TV kabel di Sulbar masih menyalurkan channel berbau pornografi terutama yang berasal dari siaran asing, kami minta TV kabel menghentikan itu karena itu merusak moral generasi muda, anak, dan remaja,” kata koordinator bidang izin siaran KPID Sulbar, Munawir di Polewali, Kamis, 14 Juni 2012. Munawir menyampaikan hal itu kepada pengusaha TV kabel di Polewali Mandar saat “Sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran/ Standar
Farhanuddin, Wakil Ketua KPID Sulbar
Program Siaran (P3/SPS)” terhadap para pelaku usaha TV kabel serta jurnalis cetak elektronik se-Polewali Mandar yang diadakan KPID Sulbar. KPID Sulbar mencatat, sejumlah siaran asing yang dipancarkan TV kabel di Polewali Mandar tergolong melanggar aturan penyiaran karena
terdapat materi pornografi seperti adegan ciuman dan buka-bukaan. Channel tersebut diantaranya, channel film Lotus Macau, Fashion TV, dan HBO. Siaran asing lain yang jugamelanggar yakni siaran judi sabung ayam dari dari Filipina. Wakil Ketua KPID Sulbar Farhanuddin menjelaskan, “di samping aspek bisnis, TV kabel harus memperhitungkan tanggung jawab sosial. Kita selalu mengingatkan siaran yang disalurkan adalah siaran sehat, layak ditonton, terutama bagi anak-anak.” Menurut Farhan yang juga Sekretaris AJI Kota Polewali Mandar, P3/SPS adalah aturan tentang pedoman dalam bersiaran, termasuk apa yang bisa dan dilarang untuk disiarkan. ”Lebih baik TV kabel menyalurkan siaran informasi dan teknologi, itu lebih sehat,” tambah Farhan.RG
Iklan Pengobatan Alternatif: Lembaga Penyiaran Wajib Verifikasi Narasumber
K
omisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali menyelenggarakan diskusi terbatas tentang ‘’Pengobatan Alternatif Antara Harapan dan Kenyataan di Masyarakat’’ di ruang rapat Sekretariat KPID Bali, Senin, 18 Juni 2012. Diskusi ini digelar karena ada pengaduan masyarakat terkait penayangan pengobatan alternatif di televisi maupun radio yang menjanjikan hal-hal muluk tetapi tidak terbukti. Selain itu, ada juga pengaduan ke KPID Bali bahwa pengobatan alternatif banyak yang belum mengantongi izin dari Dinas Kesehatan. Menurut Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Bali I
16 | KPI Daerah
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 16
Wayan Yasa Adnyana, pengobatan alternatif adalah fakta yang masih diperlukan masyarakat sekarang, Aspek yang paling penting terkait dengan lembaga penyiaran yang tayangkan perihal pengobatan alternatif adalah etika atau norma di dalam menyampaikan sosialisasi dari produk-produk pengobatan alternatif. Yasa Adnyana menambahkan, suka tidak suka lembaga penyiaran merupakan filter pertama apakah seorang pengobat alternatif itu sudah memiliki izin sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kalau mereka sudah punya izin, tentu saja lembaga penyiaran bisa melangkah lebih lanjut untuk
memberikan ruang. Pasalnya, dalam ketentuan P3SPS pasal 11 ayat 3 ditegaskan program yang berisi tentang kesehatan masyarakat dilarang menampilkan penyedia jasa pelayanan kesehatan masyarakat yang belum atau tidak memiliki izin. ‘’Ini berarti, lembaga penyiaran wajib melakukan verifikasi fakta para nara umber yang akan masuk ke ruang publik melalui corong televisi maupun radio. Aspek legalitas ini perlu diperhatikan oleh lembaga penyiaran. Jadi, hanya pengobat alternatif yang memiliki izin dari instansi terkait yang boleh menggunakan lembaga penyiaran,’’ tegasnya. RG
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
21/09/2012 12:23:57
Imbauan, peringatan dan Sanksi
Imbauan, Peringatan, dan Teguran KPI Periode Mei-Juni 2012 No Program
Stasiun
Status
Deskripsi
1.
Buaya Show
Indosiar
Peringatan Tertulis
Pada tanggal 5 Maret 2012 pukul 23.24 WIB telah ditemukan adegan yang tidak pantas ditayangkan. Adegan yang dimaksud adalah menayangkan pertanyaanpertanyaan host terhadap seorang anak berusia 16 tahun putra Machicha Muchtar yang terkait dengan statusnya. Pertanyaan-pertanyaan host diantaranya “…. “Gimana rasanya setelah mendapat pengakuan bahwa kamu adalah anak sah dari pak Moer?”….. “jadi kemarin kamu merasa belum punya identitas, gitu ya?”….”Sebelum ayah kamu meninggal. Sebetulnya kamu pengen ketemu atau biasa saja?”. KPI Pusat berkesimpulan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak pantas ditayangkan karena dapat berdampak pada perkembangan psikologis si anak. Untuk itu, KPI Pusat memberikan peringatan tertulis agar segera melakukan evaluasi internal pada program agar lebih berhati-hati terhadap tayangan yang melibatkan anak.
2.
Hitam Putih
Trans7
Teguran Tertulis
Pada tanggal 8 april 2012 pukul 18.28 WIB menayangkan adegan host yang menanyakan sebuah pertanyaan kepada seorang anak di luar kemampuan si anak untuk menjawab pertanyaan tersebut. Host menanyakan, “Lebih suka ketemu ayah (ayah kandung si anak yang orang tuanya telah bercerai) atau Daddy? (teman dekat sang ibu saat ini)”. Si anak terdiam sejenak dan akhirnya menjawab “Daddy” lalu menangis. Adegan tersebut disertai dengan penayangan teks “Nasywa lebih suka bertemu dengan “Daddy” Irwan daripada ayahnya sendiri?”. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepada anak. KPi Pusat menilai bahwa adegan tersebut tidak layak ditayangkan karena dapat berdampak pada perkembangan psikologis si anak. Tindakan penayangan hal tersebut telah melanggar P3 Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 29 huruf a dan b serta SPS Pasal 15 ayat (1)
3.
Iklan “Klinik Tong Fang”
Seluruh Stasiun TV
Imbauan
Iklan tersebut menayangkan testimonial pasien dan pemberian diskon bila pasien melakukan pengobatan di klinik tersebut tidak diperbolehkan dalam Peraturan Menteri kesehatan No. 1787 Tahun 2012 mengenai Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Iklan tersebut dinilai KPI Pusat tidak memperhatikan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku. KPI Pusat menegaskan bahwa iklan yang berkaitan dengan promosi klinik, poliklinik, dan/atau rumah sakit wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal tersebut.
4
Comedy Project
Trans TV
Peringatan Tertulis
Pada tanggal 29 Mei 2012 pada pukul 18.30 WIB ditemukan penayangan adegan yang tidak memperhatikan norma kesopanan dan penggolongan program siaran. Adegan yang dimaksud adalah adegan seorang komedian pria yang minta dicium oleh 2 (orang) pria lawan mainnya. Selanjutnya, seorang lawan mainnya menanggapi permintaan itu dengan menjilat pipi komedian tersebut. KPI Pusat menilai bahwa adegan tersebut tidak memperhatikan norma kesopanan dan penggolongan program siaran dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan yang berlaku di masyarakat. Untuk itu, KPI Pusat memberikan peringatan tertulis agar segera melakukan evaluasi internal pada program agar lebih berhatihati atas penayangan program yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat serta agar lebih memperhatikan klasifikasi penggolongan program siaran.
5
Bukan Empat Mata
Trans 7
Sanksi Administratif Pengurangan Durasi
Pada tanggal 16 Mei 2012 mulai pukul 22.07 WIB terdapat penayangan adegan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam acara ditayangkan beberapa narasumber bernyanyi sambil duduk dan tertawa-tawa disertai dengan celetukan-celetukan tertentu. Penonton menyanyikannya dengan duduk dan bertepuk tangan. Selain itu, sebelum lagu selesai, host memotong lagu tersebut. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penggunaan dan tatacara penggunaan Lagu Kebangsaan. Program tersebut juga telah mendapatkan surat teguran. KPI Pusat memutuskan memberikan sanksi administratif pengurangan durasi, yakni selama 3 (tiga) hari berturut-turut program hanya dapat disiarkan selama 1 (satu) jam setiap harinya.
6
Halo Selebriti
SCTV
Teguran Tertulis
Pada tanggal 20 Juni 2012 mulai pukul 09.37 WIB menayangkan adegan ciuman bibir. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagaipelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, pelarangan adegan seksual, penggolongan program siaran serta norma kesopanan dan kesusilaan yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. Tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar P3 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 16, dan Pasal 21 ayat (1) serta SPS Pasal 9. Pasal 15 ayat (1), Pasal 18 huruf g, dan Pasal 37 ayat (4) huruf a
PENYIARAN KITA | Mei - Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 17
Imbauan, Peringatan dan Sanksi | 17
21/09/2012 12:23:58
Galeri Komisi Penyiaran Indonesia
Kunjungan Delegasi Myanmar ke kantor KPI Pusat, diterima oleh Anggota KPI Pusat Azimah Subagijo dan Idy Muzayyad
Literasi Media Pengenalan kepda masyarakat tentang P3SPS di Medan 30 Juni 2012
Konsinyering KPI tentang penyiaran perbatasan di Batam, 28 Juni 2012
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 18
Pelatihan Peningkatan Literasi Informasi Masyarakat, Manado Town Square, 22 Mei 2012
Komisioner KPI Pusat Yazirwan Uyun (tengah)berfoto bersama dengan Jajaran Direksi TVRI usai melakukan sosialisasi P3SPS di TVRI, Kamis 21 Juni 2012.
Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo berfoto bersama dengan jajaran Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) dalam acara Musda JRKI Jawa Timur, 16 Juni 2012.
21/09/2012 12:24:14
Galeri Kegiatan Training Of Trainer Literasi Media Komisi Penyiaran Indonesia
Anggota KPI Pusat Azimah Subagijo saat memberikan presentasi pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
Anggota KPI Pusat Nina Mutmainnah menyampaikan data-data isi siaran dalam materinya pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
Dadang Rahmat Hidayat, Anggota KPI Pusat saat memberikan presentasinya pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 19
Anggota KPI Pusat Idy Muzayyad menyampaikan materi pelatihan pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
Ahmad Riza melakukan permainan dengan peserta pada kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
Para peserta dan anggota KPI Pusat berfoto bersama usai kegiatan ToT Literasi Media, 15-17 Mei 2012, Lampung
21/09/2012 12:24:30
2012_NLKPI_Mei_Juni_FINALE.indd 20
21/09/2012 12:24:32