Serial “M Menuju AR‐Sian na (AMATIR R RADIO SIAGA B BENCANA)”
|
Konsep HF/NVIS
(Near Vertica all Incidence Skywave)
untuk pancaran den ngan caku upan jara ak dekat dan d seda ang di ban nd HF Pengan ntar: tertentu t jarak segitu tid dak bisa diliiput dengan n baik karena b adanya skip p zone: area yang terlalu u jauh untuk ra j ambatan gro ound wave, ttetapi belum m cukup c jauh atau masih terlalu dekat d untukk menerima pa m antulan sky w wave dari ionosfir.
Bagii kebanyakan awam dan rekan r amatir,, judul artikel in ni barangkali terasa jangga al, karena ada agium yang lazzim terdengarr di antara mereka yang bekerja di band d HF adalah: “bentangkan antena sepaanjang dan setinggi mungkinn, agar dapatt menjangkauu jarak sejauh m mungkin!”
Sepengaamatan penuulis, di YB‐lannd ini belum lazim untuk memanfaatka an band HFF untuk meenjalin d komunikkasi jarak dekkat dan sedanng, taruhlah dalam
radius 0 0 ‐ 400 Km da ari asal panca aran; karena untuk cakupan n dengan jara ak segitu umu umnya rekanss lebih menganndalkan panccaran di bannd V/UHF, appalagi kalau di d area yang hendak dicakkup sudah tersedia jaringan n repeater pad da kedua band “atas” tsb. Lagipula a, dalam kond disi normal masih m banyak moda komunikkasi lain yan ng bisa dipakkai: jaringan tilpon publik ddari TELKOM, jjaringan seluller GSM/CDM MA dari berbaga ai providers, atau untuk di daerah‐d daerah sistim remote/ /terpencil yan ng jauh dari j jaringan BTS seluler bisa dipakai jaringan teleepon satelit (Byru, Inmarsa at) atau den ngan memanffaatkan pera angkat VSAT (vvery small apeerture terminaal) yang diseddiakan TELKOM M.
Tapii, bagaimana a kalau terjad di kondisi da arurat, misalnyya di saat terj rjadinya bencana alam beerskala g bumi. banjir ban ndang, nasionaal (seperti gempa tsunamii dan lain‐lain nnya) yang meelumpuhkan ssemua prasarana bagi berjen nis jaringan rreguler terseb but?
Gam mbar 1 ‐ Konseep pancaran N NVIS
Sejarahnya: S NVIS N sudah dipakai seb bagai backb bone (tulangg punggung) p sistim kom munikasi pasukan Nazii Jerman J (yyang memang me engandalkan n komunikasi t k taktis di ban nd HF) pada ttahun‐tahun n menjelang d m an selama Perang Dunia (PD)‐II.
Pada tulisan t ini akan diulas tentang konsep k dence pemanf faatan NVIS S (Near V Vertical Inci Skywavve) di band HFF, yang setahu u penulis selam ma ini masih kurang k dimanfaatkan seccara “sengaja a dan maksim mal” oleh rekkans amatir di sini, wala aupun dalam praktek p seharri‐hari banyakk yang secara a tidak sadar teelah melakukaannya. [bam]..
Sebutan NVIS — — Near‐Ve ertical Incid dence Skywavve merujukk kepada pancaran p (sinyal) radio d di band HF, yyang memancar dengan ssudut pancaraan (Take off ff atau Eleva ation Angle) yang nyaris tegak luruss (= near veertical), sehingga sinyal yang dipanttulkan lapisaan ionosfir jatuh ng berjarak ssekitar 0 ‐ 40 00 Km kemballi ke area yan dari asaal pancaran. Dalam praktek sehari‐hari baaik di lingku ungan p b band HF lainnya amatir maupun pengguna (dinas Pemerintahan, instansi militer maaupun penggu una komersiaal), tergantung frekuensii atau band yang y dipakai sering terjaadi pada jam m‐jam
PC (P Personnel Carrrier) Nazi Jerm man di era PD‐II dilengkapi dengan anten na Loop untukk ber‐NVIS
<< b bam ybØko: K Konsep NVIS (N Near Vertical Incidence Skyywave), hlmn. 1/5 >>
Serial “Menuju AR‐Siana (AMATIR RADIO SIAGA BENCANA)”
| Pasca PD‐II tehnik NVIS kemudian diadopsi dan dikembangkan (dengan sebutan Zenith Radiat‐ ion) oleh militer Uni Soviet. Dengan kondisi geografis wilayah Uni Soviet dan Blok Timur waktu itu yang begitu luas … membentang dari pantai Atlantik di barat sampai ke pantai Pasifik di timur … komunikasi di band HF menjadi satu‐satunya pilihan bagi sistim komunikasi mereka, baik di masa damai (jaringan pemerintahan) maupun di saat terjadi clash militer pada era Perang Dingin (sampai tahun 80‐an). Rekan‐rekan yang “sudah main radio” pada dasawarsa 70‐80an barangkali masih ingat bagaimana ampuhnya transmisi berpolarisasi horizontal dan/atau vertikal (switchable, sesuai kebutuhan) dari OTHR (over the horizon radar) sebagai sistim jammer dan counter jamming Uni Soviet dan sekutunya dalam melumpuhkan seantero band HF dengan Woodpeckering effect kalau mereka (karena alasan apapun) terpaksa meng‐ON‐kannya !!!
[… otherwise tactical commanders will be tied to LOS/line‐of‐sight communications and area system, which will not respond adequately to high‐mobility battle situation …] Army Communicator, edisi Winter/Spring 1987 Awal dekade 90an YL Patricia Gibbons WA6UBE gencar sekali meng‐sosialisasi‐kan NVIS di ling‐ kungan amatir, sampai kemudian artikel Mayor (CA SMR) Edward J. Farmer (di lingkungan amatir lebih dikenal sebagai Ed Farmer, AA6ZM) di QST edisi January 1995 seolah “menyulut” boom penggunaan NVIS oleh tim‐ tim ARES/RACES, Salvation Army (Bala Keselamatan), unit‐unit Emergency Communi‐ cation Palang Merah dan sebagainya di AS. Walaupun secara tidak sadar (atau tidak sengaja) ada juga amatir Indonesia yang menggunakan konsep NVIS dalam ber‐QSO, resminya pengetahuan tentang NVIS ini baru diperkenalkan oleh OM Wyn Purwinto AB2QV (sekarang YB3WWP) di depan para peserta Temu Kangen Lintas Generasi/Sarasehan Tehnis Murnajati 2006, bulan Juli 2006 di Lawang, Jawa Timur.
Sisi Tehnis NVIS Tergantung jarak yang hendak dicapai, tingkat keberhasilan dan efisiensi sebuah jaringan komunikasi radio selalu merupakan perpaduan antara pilihan yang tepat atas tiga faktor: Elevation (Take off) angle, Power Output (Po), dan Frekuensi.
Kendaraan lapis baja BTR 60 dari Angkatan Darat Uni Soviet juga dilengkapi antena berpolarisasi horizontal untuk ber‐NVIS.
Di dalam negeri, Tank amphibi ex Uni Soviet yang pernah dipakai oleh Korps Marinir (KKo)
POWER Level
TNI/AL sebenarnya juga sudah dilengkapi dengan perangkat radio HF dan antena untuk ber‐NVIS, tapi pasca 1965 (ketika pasokan suku cadang dari Unie Soviet jadi tersendat) perangkat ini lantas di‐dump dan diganti dengan perangkat yang dipasok dari blok Barat.
ELEVATION Angle
FREQUENCY
Dalam ber‐NVIS, faktor yang paling menentukan adalah Elevation Angle atau Sudut Pancar, dan karena Sudut Pancar ini antara lain juga ditentukan oleh tinggi rendahnya posisi Feedpoint dari Antena, maka syah‐syah saja kalau ada yang kemudian menyebutkan bahwa tinggi rendahnya bentangan antenalah yang merupakan faktor penentu.
Di lain fihak, terlena dengan kemajuan di bidang komunikasi satelit di dasawarsa 50‐60an, fihak Barat terutama AS seakan melupakan potensi sistim komunikasi di band HF untuk aplikasi militer ‐‐ dan baru tergerak untuk memanfaat‐ kan NVIS di saat Perang Vietnam hampir berakhir (paruh kedua dasawarsa 70an), sesudah melakukan serangkaian percobaan di wilayah Vietnam maupun Thailand. Adalah Lt Col David M. Fiedler (NJ ARNG ‐ Ret.) dari US Army Signal Corps yang di tahun 80an gigih memperjuangkan (advocating) agar kon‐ sep HF/NVIS dimasukkan dalam doktrin dan pelatihan bagi pelaku sistim komunikasi militer AS, seperti tersirat dalam ungkapannya:
I. ELEVATION ANGLE: Dalam hal NVIS, untuk dapat mencakup liputan dalam radius 0 ‐ 400 Km yang diperlukan adalah antena dengan Sudut Pancar yang tinggi (High Elevation Angle), nyaris mendekati 900. Konsep atau pengertian High Elevation angle (pada
<< bam ybØko: Konsep NVIS (Near Vertical Incidence Skywave), hlmn. 2/5 >>
Serial “Menuju AR‐Siana (AMATIR RADIO SIAGA BENCANA)”
Gambar‐1 digambarkan dengan garis solid) dapat dianalogikan dengan apa yang terjadi kalau seseorang menyemprotkan (lewat slang) air ke langit‐langit (plafond) kamar. Bertambah rendah sudut kemiringan semprotan, bertam‐bah jauh pula jatuhnya air yang dipantulkan oleh langit‐langit; sedangkan kalau slang diarahkan nyaris tegak lurus ke atas maka air seakan dikembalikan tidak jauh di seputar asal semprotan itu sendiri.
Sebenarnya ada band yang ideal sebagai band transisi (katakanlah di pagi hari, saat band 80m sudah mulai tertutup tetapi 40m belum sepenuhnya terbuka, atau kondisi sebaliknya di sore hari), yaitu band 60m/5 MHz. Pada rig buatan pabrik, baik dari khazanah YAECOMWOOD maupun dari pabrikan Amerika (seperti TenTec dan Elecraft) keluaran tahun tahun terakhir, band 60m sudah ter‐install pada produk mereka, walaupun pada beberapa merk masih tersedia sebagai opsi, yang baru dipasang jika diminta saja.
II. POWER OUTPUT/LEVEL: Dari Gambar 1 yang kelewat disederhanakan itupun bisa dilihat bahwa karena jarak yang harus di”jangkau” (dari titik TX sampai ke titik pantul di ionosfir) relatip lebih dekat ketimbang jarak yang harus dijangkau sinyal dengan sudut pancar rendah, maka Power Level yang diperlukan untuk ber‐NVIS relatip juga lebih kecil ketimbang yang diperlukan sinyal dengan sudat elevasi yang rendah.
Sebagai anggota IARU (International Amateur Radio Union) Region III, di Indonesia band 60m MASIH BELUM BOLEH dipakai, walaupun atas dasar sharing (dengan dinas lain) sekalipun, sedangkan di beberapa negara di wilayah IARU Region I dan II dengan beberapa pertimbangan Regulator setempat sudah memberikan persetujuannya, walaupun sifatnya masih sangat terbatas (misalnya atas sharing basis, hanya dengan mode tertentu, hanya untuk eksperimen dan sebagainya).
Dalam praktek, untuk ber‐NVIS Power Output sekitar 50 watt dianggap sudah cukup, malah untuk keperluan taktis/tactical (yang meliput jarak dekat) perangkat yang tersedia di pasaran (untuk keperluan militer, patroli hutan, eksplorasi di ladang‐ladang minyak dan sejenisnya maupun untuk keperluan amatir) kebanyakan cukup dengan output 20 watt saja (misalnya transceiver militer –‐ terutama dalam bentuk manpack – ‐ seperti AN/PRC‐74, PRC 1099A, Barret 2040,Q‐Mac HF90M, Codan 2110M (dipakai sebagai perangkat tactical standard di lingkungan NATO), versi manpack lama dari Racal, Thomson CSF, Harris dsb., sedangkan di lingkungan amatir dikenal Tentec Argonout V dan SGC 2020).
Pengguna NVIS Di samping untuk komunikasi taktis di lingkungan militer dan instansi pemerintah di tempat terpencil (remote areas) dengan prasarana telekomunikasi yang terbatas, sekitar satu dasawarsa belakangan ini komunikasi HF/NVIS berkembang pesat sebagai penunjang bagi Komunikasi Darurat (KomDar) atau EmComm/Emergency Communication, yaitu komunikasi di saat dan dari lokasi bencana. Pelaku EmComm bisa berasal dari organisasi manapun, seperti di AS dicontohkan operator bisa dari Red Cross, Salvation Army, satuan‐ satuan militer dan tentunya amatir radio.
III FREQUENCY: Untuk pemakaian di lingkungan militer, maritim, dinas pemerintahan maupun komersial dipakai rentang frekuensi 2 ‐ 10 MHz. Biasanya dipakai 2 frekuensi: frekuensi tinggi untuk pemakaian di siang hari dan frekuensi rendah untuk malam hari, atau bila diperlukan komunikasi 24 jam PENUH maka diperlukan satu frekuensi tambahan sebagai frekuensi transisi. Frekuensi persisnya ditentukan lewat prediksi MUF (Maximum Usable Frequency), yang selalu berubah sesuai dengan musim, siklus bintik/noda matahari, time of the day serta berbagai fenomena alam lainnya. Untuk lingkungan amatir, hanya ada 2 band yang berada pada rentang frekuensi 2 – 10 MHz tersebut, karenanya hanya tersedia pilihan di band 40m untuk siang hari 80m untuk malam hari.
EmComm di Indonesia Sesuai dengan kondisi geografis dan sistim pemerintahan di Indonesia, EmComm dipakai untuk cakupan (coverage): 1. LOKAL – tingkat Kabupaten kebawah 2. REGIONAL – ke ibukota Propinsi 3. NASIONAL – ke Pusat*)
*) kadang‐kadang saja, lebih bersifat untuk laporan ketimbang operasional dan koordinatip seperti pada butir 1 dan 2. Dalam kondisi NORMAL, kebutuhan akan komunikasi REGULER di suatu daerah lazimnya dilayani oleh: Jaringan TELEPON PUBLIK GSM/CDMA
<< bam ybØko: Konsep NVIS (Near Vertical Incidence Skywave), hlmn. 3/5 >>
Serial “Menuju AR‐Siana (AMATIR RADIO SIAGA BENCANA)”
5. Meningkatnya S/N ratio memungkinkan
Jaringan V/UHF (dengan Repeaters) Internet (VOIP) based: Skype, WA, FB messenger, Echolink, e/i‐QSO, APRS Telepon Satelit (mis.: Byru, Inmarsat) VSAT (dari TELKOM) Namun dalam kondisi (terjadi) BENCANA, sering ditemui bahwa sebagian besar prasarana dasar komunikasi reguler tersebut lumpuh: badai, gempabumi, tsunami bisa merobohkan bukan saja menara BTS, tiang dan menara tegangan rendah dan tinggi listrik, sentral telepon, gedung pusat komunikasi, bahkan setasiun bumi atau tiang dan antena parabola dari sistim komunikasi satelit ‐‐‐ dan seperti yang di alami di belahan bumi manapun, dalam keadaan seperti ini maka komunikasi berbasis HF akan kembali menjadi pilihan.
dipakainya Perangkat/Rig dengan Power yang relatip lebih rendah, yang berarti penghematan enerji. 6. TIDAK ada Skip‐zone
III ‐ OPERASIONAL: ramah LOKASI, dalam arti kontur dan topografi lapangan tidak mempengaruhi kwalitas pancaran, apakah berada di lembah, rawa, pantai, dikelilingi genangan air (banjir), padang rumput, hutan lebat, lereng gunung dan sebagainya.
KONFIGURASI HF/NVIS SET‐UP Persyaratan: Merujuk kepada sifat (nature) dari bencana yang dihadapi (misalnya gempabumi, tsunami – akibat gempabumi yang terjadi di laut, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin topan, banjir dsb.), maka prasarana bagi EmComm harus bisa memenuhi persyaratan berikut:
Dalam berbagai kasus bencana, bantuan darurat misalnya bahan makanan, pakaian, obat‐obatan atau lojistik lainnya, tenaga medis dan para medis, para relawan (seperti TAGANA, LSM) dan sebagainya biasanya begitu datang akan terkonsentrasi di tingkat Kabupaten saja. Dari ibukota Kabupaten ke lokasi bencana jaraknya masih bisa bervariasi dalam hitungan puluhan sampai ratusan kilometer …. dan di sinilah ‐‐ dalam kondisi lumpuh atau belum pulihnya sarana komunikasi regular – komunikasi HF/NVIS bisa berperan sebagai penyedia layanan komunikasi, terutama di bidang koordinasi dan penyaluran lojistik.
Ringan, kompak ( = mudah diangkat dan
I‐ TRANSCEIVER HF/SSB Multibander, setidaknya duo‐bander (80/40m), 12‐13.8 VDC, Po 20‐50 watt. Dari awal harus diantisipasi terjadinya power breakdown di lapangan, sehingga harus disiapkan Genset berkapasitas minimal 500‐ 750 VA, atau PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) mini berkapasitas setara 400 VAC, yang dilengkapi terminal untuk mencatu sediaan batere/aki kering (MF Type) setidak‐ nya 2 bh @ 80Ah.
Kenapa harus NVIS? Dalam keadaan darurat, ada kelebihan HF/NVIS yang bisa menjadikannya sebagai pilihan: tara
dipindah/easily movable & transportable) Praktis ( = mudah instalasi dan operasinya) Handal (reliable) Dapat dioperasikan 24 jam Hemat Enerji
I – INDEPENDENT 1. TIDAK memerlukan infrastuktur lain (mis.:
jaringan repeater, koneksi Internet dsb.)
II‐ ANTENNA TUNING UNIT/ATU: untuk mengantisipasi kalau antena yang dibawa rusak atau tidak dapat dipakai, atau kalau karena satu dan lain hal harus membuat antena dari bahan seadanya di lapangan; atau kabel coax tertinggal, jatuh, rusak atau hilang. Siapkan ATU yang mempunyai keluaran balance dan unbalance seperti Z‐match Tuner yang yang bisa dibuat sendiri (homebrewed).
2. TIDAK memerlukan bantuan fihak ke‐3
(Telkom, PHB instansi lain dsb.)
3. Karena tidak memerlukan tiang/mast yang
tinggi, instalasi (dan operasi)‐nya mudah dan bisa ditangani operatornya sendiri, tanpa harus mengandalkan bantuan orang lain.
II – Kelebihan (Advantages) TEKNIS 1. Relatip bebas QSB 2. Relatip lebih bebas derau (noise), terutama man made noise yang kebanyakan berpola‐ risasi vertikal 3. Relatip lebih bebas interfence (QRM) dari sumber pancaran dengan low elevation angle yang berada di luar area cakupan 4. Butir 2 dan 3 berarti S/N (signal‐to‐noise) ratio yang lebih baik
III – SISTIM ANTENA, yang terdiri dari: 1. Antena untuk pancaran NVIS 2. Saltran (saluran transmisi/Transmission Line) 3. Tiang atau Mast
<< bam ybØko: Konsep NVIS (Near Vertical Incidence Skywave), hlmn. 4/5 >>
Serial “Menuju AR‐Siana (AMATIR RADIO SIAGA BENCANA)”
Paradigma baru Dengan makin populernya aplikasi konsep NVIS sejak dua dasa warsa belakangan ini di hampir semua kejadian bencana di manapun: siklon Chantal di Haiti, topan Haiyan di Filipina, gempabumi Iran dan China), rasanya paradigma lama yang menganggap band HF hanya cocok untuk komunikasi jarak jauh CARA LAMA (pra era komunikasi satelit, dimana HF memang satu‐ satunya moda komunikasi jarak jauh) sudah sepantasnya dikaji kembali.
III.1 ‐ Antena untuk NVIS Antena untuk dibawa ke lapangan harus memenuhi persyaratan: • Polarisasi HORIZONTAL • Sudut elevasi TINGGI Antena NVIS yang paling sederhana adalah sebuah (atau dua buah untuk mengcover 2 band) DIPOLE 1/2λ biasa yang dinaikkan dengan posisi feedpoint pada ketinggian 0.2 – 0.1 λ. Untuk mengurangi ground losses serta pe‐ ngaruh pancaran ground wave maka kalau kondisi lapangan memungkinkan bentangkan sebuah Reflektor sepanjang 1.05x panjang elemen yang dipasang 0.15λ di bawah bentangan antena.
Adagium yang menyebutkan:
HF = DX ke depan tentunya bisa dimaknai lebih luas setelah mengkaji kelebihan komunikasi di band HF di saat terjadinya kelumpuhan (failure) pada jaringan komunikasi reguler lainnya seperti disebutkan di bagian awal tulisan ini, sehingga bisa di teriakkan dengan lantang adagium baru:
III.2 ‐ SALTRAN
• Kabel coax 50 ohm (dari Type RG‐58 dan variantnya) • Balanced feeder: buatan pabrik, misalnya 300 ohm Super Low Loss TV TwinLead type 15‐1175 dari Radio Shack, atau 450 ohm window‐type Ladder line dari berbagai suppliers, atau buatan sendiri.
HF/NVIS: if else fails !!!
III.3 – TIANG/MAST
What next? Aplikasi HF/NVIS sebagai tulang punggung EmComm di Indonesia masih perlu lebih disosialisasikan, baik di lingkungan amatir radio (CORE, INTEREST ) atau penggiat dan pelaku EmComm lainnya: TAGANA/Taruna Siaga Bencana (di bawah Departemen Sosial), unit‐ unit SAR yang dikembangkan kelompok‐ kelompok LSM/relawan/pecinta alam, polisi hutan, Pemda dengan areal rawan bencana dan sebagainya ■
Seyogyanya yang terbuat dari material NON conductive, seperti bambu yang sudah di”treat” untuk bisa water & weather proof, fibreglass. Karena tidak perlu terlalu tinggi – ketinggian 6 mtr suadah cukup untuk ber‐ NVIS di 80m ‐‐ bisa dibuat sendiri dan disiapkan di base jauh‐jauh hari sebelum harus berangkat ke lapangan ‐‐ dalam bentuk teleskopis dengan ukuran 1 ‐ 1,5 mtr per section supaya mudah dibawa‐bawa.
Rujukan: + Literatur ex ARRL dan situs Norm Fusaro W3IZ; Pat Lambert WØIPL, Dr. Carl O. Jelinek N6VNG, Bob Hejl W2IK, Patricia Gibbons WA6UBE, H Hamilton K5VR + Kliping majalah Army Communicator (untuk artikel dari Lt Col David M. Fiedler) + US Army Signal Corps. ‐ NVIS Field Manual 24‐18
<< bam ybØko: Konsep NVIS (Near Vertical Incidence Skywave), hlmn. 5/5 >>