BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR
III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan suatu penggambaran relief bumi dengan sebuah model secara digital. Model tinggi digital dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari peta digital. Selain itu, model tinggi digital juga dapat didefinisikan sebagai representasi statistik permukaan tanah dari titik-titik yang diketahui koordinat X, Y, dan Z nya pada suatu sistem koordinat tertentu (Petrie & Kennie, 1991). Dari dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa model tinggi digital merupakan bentuk pemodelan permukaan bumi ke dalam suatu model digital permukaan tanah tiga dimensi dari titik-titik yang mewakili permukaan tanah tersebut. Teknik pengumpulan data untuk model tinggi digital dapat dibedakan dalam pengukuran secara langsung (terestris), pengukuran model obyek (fotogrametris), dan peta analog (digitasi). Teknik pembentukan model tinggi digital selain terestris, fotogrametris, dan digitasi adalah dengan pengukuran pada model obyek. Hal ini dapat dilakukan apabila ada sepasang citra yang mencakup wilayah yang sama dan dapat direkontruksikan dalam bentuk model stereo. Kualitas dari model tinggi digital dapat dilihat pada tingkat akurasi dan presisinya. Akurasi adalah nilai ketinggian titik Z yang diberikan oleh model tinggi digital, berbanding dengan nilai sebenarnya yang dianggap benar. Presisi adalah banyaknya informasi yang dapat diberikan oleh model tinggi digital dan bergantung pada jumlah dan sebaran titik-titik sample dan ketelitian titik sampel sebagai input bagi pembentukan model tinggi digital dan juga sebagai metode interpolasi untuk mendapatkan ketinggian titik-titik pembentuk model tinggi
26
digital. Titik-titik sampel yang dipilih untuk digunakan harus dapat mewakili bentuk permukaan secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Model tinggi yang merupakan hasil pengolahan dari interferometri dapat berupa DSM (Digital Surface Model-Model Permukaan Digital) dan model tinggi digital. Munculnya model permukaan digital dan model tinggi digital disebabkan karena ada perbedaan band atau panjang gelombang yang digunakan pada saat pencitraan. Model tinggi digital dapat diperoleh jika sistem radar menggunakan band-P pada saat pencitraan. Gambar III.1 menunjukkan pemakaian antena untuk band-P pada wahana pesawat terbang.
Gambar III.1 Posisi Antena untuk Band-P
III.2 Model Permukaan Digital (Digital Surface Model-DSM) Penurunan model tinggi digital dengan metode INSAR sangat membantu dalam pembuatan peta kontur, peta kemiringan tanah, pemodelan jalan, simulasi banjir, dan sebagainya. Di samping itu dengan memanfaatkan band-X, dapat diturunkan model permukaan digital.
Gambar III.2 Posisi Antena untuk Band-X
27
Model permukaan digital merupakan gambaran permukaan obyek yang diperoleh dari band-X pada pencitraan sistem radar atau merupakan permukaan pertama yang tercitrakan dari tutupan lahan, seperti tinggi dari bangunan pada suatu area atau kanopi pohon-pohon pada suatu area vegetasi. Model permukaan digital ini dapat dipakai untuk pemodelan tiga dimensi, karena bila dikombinasikan dengan model tinggi digital yang diperoleh dari band-P, akan didapatkan nilai ketinggian dari vegetasi yang terdapat di area tersebut. Hasil kombinasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui ketebalan hutan yang bisa dipakai sebagai bahan analisis tingkat kesehatan dan produktivitas hutan. Gambar III.2 menunjukkan posisi antena band-X pada wahana pesawat udara, sedangkan gambar III.3 menunjukkan perbedaan antara model permukaan digital dan model permukaan digital.
Gambar III.3 Perbedaan Model Permukaan Digital dan Model Tinggi Digital
III.3 Pembentukan Model Permukaan Digital dan Model Tinggi Digital Pada bab sebelumnya telah dibahas tahapan mengenai proses pembentukan model tinggi digital yang secara umum dapat dilihat pada diagram III.1.
28
Citra 1
Citra 2
Koregistrasi Pembentukan Interferogram
Phase Unwrapping Konversi Fasa Menjadi Tinggi
DTM Geocoding DTM Absolut (bergeoreferensi) Diagram III.1 Proses Umum Pembentukan Model Permukaan Digital dan Model Tinggi Digital
III.3.1 Konversi Fasa Menjadi Tinggi Dengan menggunakan dua antena radar (A1 dan A2), pemantauan secara simultan dilakukan pada permukaan yang sama dan kedua antena itu terpisah sebesar baseline (B) dan membentuk sudut sebesar α terhadap horizontal.
Gambar III.4 Geometri INSAR dengan Single Pass (Dowman, 2003)
29
Pada gambar III.4, salah satu antena melakukan dua fungsi yaitu memancarkan dan menerima sinyal radar, namun antena yang lainnya hanya menerima sinyal saja. Beda fasa berpengaruh terhadap geometri pencitraan dan ketinggian permukaan yang dicitrakan (Z) di atas ketinggian referensi (H=0), dengan catatan kita dapat menentukan ambiguitas 2π dalam pengukuran fasa tersebut. Dari gambar di atas, hubungan geometri pencitraan dengan tinggi dapat dijelaskan melalui persamaan (Dixon, 1995): Z(y) = H – ρ.cosφ dimana: φ
(3.1)
Æ incidence angle
Z(y) Æ tinggi permukaan Z H
Æ tinggi wahana
ρ
Æ jarak antena A1 terhadap Z
Dengan menerapkan hukum cosinus (c² = a² + b²- 2ab.cos(C) ), maka akan didapat persamaan: (ρ + δρ)² = ρ² + B² - 2ρB.cos(φ + 90 - α) = ρ² + B² - 2ρB.sin(φ - α) = ρ² + B² - 2ρB.sin(α - φ)
(3.2)
Persamaan (3.2) dapat disusun menjadi bentuk persamaan berikut:
sin (α − ϕ ) =
(ρ + δρ )2 − ρ 2 − B 2 2 ρB
(3.3)
Beda fasa yang terukur antara kedua antena yang berbanding lurus dengan δρ, dengan konstanta perbandingan sebesar 2π/λ (Dixon, 1995), maka:
δρ =
λΔφ 2π
(3.4)
Persamaan (3.4) dapat disubtitusikan ke persamaan (3.3) untuk menyatakan topografi Z(y) yang belum diketahui dengan fasa dan parameter yang dapat diamati menjadi:
30
(λφ / 2π )2 − B 2 Z ( y) = H − cosϕ 2 B.sin (α − ϕ ) − (λφ / 2π )
(3.5)
III.3.2 Geocoding
Dari diagram III.1, terdapat proses geocoding yang bertujuan agar model tinggi digital yang terbentuk bergeoreferensi. Pemilihan datum dan sistem proyeksi sudah ditentukan pada tahap awal, namun apabila sistem referensinya tidak sesuai, maka dapat disesuaikan pada tahap ini. Hasil yang didapat pada tahap ini adalah semua titik dalam koordinat kartesian X, Y, dan Z (geosentrik) dan hasil ini kemudian ditransformasikan ke dalam sistem koordinat geodetik (φ, λ, h). Dengan menggunakan koefisien-koefisien pada Earth Gravitional Model 1996 (NIMA), dilakukan hitungan untuk mendapatkan harga undulasi (N) untuk setiap titik tersebut (Ismullah, 2002). Tahap berikutnya adalah melakukan transformasi dari sistem koordinat geodetik menjadi sistem koordinat UTM. Dengan menggunakan titik-titik kontrol, dilakukan transformasi konform tiga dimensi dan perataannya, didapat semua titik dalam sistem koordinat UTM dengan tinggi orthometris.
III.4 Data Citra
Citra yang digunakan untuk studi pada tugas akhir ini adalah citra Hutan Amazon, Negara Bagian Para~ Brasilia, Amerika Selatan. Pencitraan dilakukan dengan wahana pesawat terbang (airborne). Gambar III.5 memperlihatkan wahana yang digunakan untuk pencitraan Hutan Amazon tersebut. Spesifikasi parameter terbang: Wahana
: Turbo Commander
Kecepatan rata-rata
: 100 m/s
Ketinggian
: 17000 kaki
Tanggal
: Oktober – Desember 2006
31
Gambar III.5 Turbo Commander
Spesifikasi dari penggunaan band pada Turbo Cammander ini adalah: Tabel III.1 Konfigurasi Radar Keterangan Frekuensi pembawa Panjang gelombang Band gelombang Polarisasi Kekuatan maksimal Kekuatan rata-rata PRF Incidence angle Mode akuisisi Baseline Resolusi range Resolusi azimuth Sapuan Resolusi horizontal Akurasi vertikal
Band-X 9.6 GHz 3.1 cm 100 MHz HH 10 kW 110 W 2.777 KHz 45° single-pass 0.3 m 0.4 m 0.5 m 7 km 2.5 m 1.5 m
32
Band-P 0.4 GHz 75 cm 100 MHz HH/HV/VH/VV 2 kW 45 W 2.777 KHz 45° two-pass 43 m 1.5 m 1m 7 km 2.5 m 2.5 m
III.4.1 Citra Model Permukaan Digital
Gambar III.6 Citra Model Permukaan Digital
Citra model permukaan digital (gambar III.6) ini merupakan hasil yang didapat dari pencitraan SAR dengan menggunakan band-X. Deskripsi citra: Resolusi
: (2,5 X 2,5) m
Format
: Geotiiff 32 bits
Datum horizontal
: SAD-69, UTM, Zona 21 S
33
III.4.2 Citra Model Tinggi Digital
Gambar III.7 Citra Model Tinggi Digital
Citra model tinggi digital (gambar III.7) ini merupakan hasil yang didapat dari pencitraan SAR dengan menggunakan band-P. Deskripsi citra: Resolusi
: (2,5 X 2,5) m
Format
: Geotiiff 32 bits
Datum horizontal
: SAD-69, UTM, Zona 21 S
III.5 Penghitungan Volume Biomass III.5.1 Studi Biomass
Biomass adalah volume kehidupan per satuan luas atau materi organik yang terdiri
dari tumbuhan dan binatang, baik yang masih hidup ataupun sudah mati. Biomass tumbuhan terdiri dari tumbuhan yang bersifat kayu (woody) dan tidak bersifat kayu (non-woody) seperti daun dan dapat identifikasi lebih lanjut untuk
34
mengetahui keberadaannya, di bagian atas tanah, bagian bawah tanah, atau total keseluruhan biomass.
III.5.2 Studi Proses Pengolahan Data
Citra yang digunakan untuk studi ini merupakan potongan atau cropping (pojok kiri atas dan pojok kanan bawah) dari citra model permukaan digital dan model tinggi digital yang tersedia. Studi pengolahan data ini menggunakan perangkat lunak (software) ArcView 3.3, Global Mapper 8, Microsoft Excel 2003, dan Matlab 7.
Tahapan studi pengolahan data: 1. Memotong (cropping) citra model permukaan digital dan model tinggi digital menjadi ukuran (4 X 4) km dengan perangkat lunak ArcView 3.3. Gambar III.8a dan gambar III.8b memperlihatkan lokasi pemotongan citra yang dijadikan sebagai daerah studi.
Gambar III.8a Pemotongan Model Permukaan Digital Area A
35
Gambar III.8b Pemotongan Model Tinggi Digital Area A
2. Pemotongan juga dilakukan pada model permukaan digital dan model tinggi digital area B yang mayoritas terdiri dari perairan, sehingga menghasilkan citra A dan B. Gambar III.9 memperlihatkan hasil potongan area A dan area B yang dijadikan sebagai daerah studi. Area A itu merupakan daerah studi ujung kiri atas, sedangkan area B berada di ujung kanan bawah.
Area A
(4x4)km
Area B
(4x4)km Gambar III.9 Area A dan Area B
36
3. Mengubah (export) format citra, geotiff menjadi format xyz sehingga data koordinat titik-titik pada kedua citra tersebut dapat diketahui secara langsung pada susunan X, Y, dan Z. Proses ini dilakukan pada perangkat lunak Global Mapper 8.
4. Titik-titik yang dimunculkan pada format xyz mempunyai interval jarak yang sebelumnya sudah ditentukan pada saat melakukan export data. Untuk studi kali ini, interval jarak yang digunakan adalah sebesar 25 m. Jadi masingmasing (area A dan area B) potongan citra tersebut terdiri dari: 4000m = 161 Æ 161 X 161 = 25921 titik 25m 5. Menghitung selisih tinggi (Z) antara model permukaan digital dan model tinggi digital pada area A dan area B dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003. 6. Melakukan proses perataan untuk mendapatkan tinggi rata-rata antara model permukaan digital dan model tinggi digital dengan tingkat kepercayaan 95% serta melihat sebaran titik koreksi dengan menggunakan Matlab 7. 7. Menghitung volume akhir biomass pada area A dan area B.
III.5.3 Data Tinggi
Dari hasil pengurangan titik Z pada model permukaan digital dan model tinggi digital, maka didapatkan selisih atau tinggi antara permukaan model permukaan digital dan model tinggi digital. Teknik perataan sangat diperlukan dalam penentuan tinggi rata-rata dari selisih dua permukaan tersebut, mengingat banyaknya titik yang ada. Untuk area A, selisih tinggi rata-rata antara model permukaan digital dan model tinggi digital adalah 15,101 m. Sedangkan untuk area B, tinggi rata-rata antara model permukaan digital dan model tinggi digital adalah 14,456 m. Dua selisih tinggi rata-rata ini menerapkan tingkat kepercayaan sebesar 95% (±1,96σ).
37
III.5.4 Penghitungan Volume
Tinggi yang didapatkan dari proses perataan di atas, dapat digunakan untuk mengitung volume dari biomass yang terdapat pada area tersebut. Volume adalah fungsi dari luas dan jarak vertikal (selisih tinggi model permukaan digital dan model tinggi digital) dari bentuk geometrik ruang. Pengertian volume ini bila diterapkan pada bentuk geometrik ruang yang sederhana yaitu kubus, maka akan diperoleh rumus pokok hitungan volume. Rumus tersebut dapat dituliskan sebagai:
V = L.h
(3.6)
dimana: V : volume biomass L : luas area yang dihitung h : beda tinggi rata-rata antara model permukaan digital dan model tinggi digital •
Area A Luas area yang digunakan untuk studi ini adalah sebesar (4 x 4) km atau seluas 16 juta m², sedangkan tinggi rata-ratanya adalah 15,101 m. Jadi, volume yang didapatkan berdasarkan persamaan (3.6) adalah: V = 16 jt m² . 15,101 m = 241616000 m³
•
Area B Luas area yang digunakan untuk studi ini adalah sebesar (4 x 4) km atau seluas 16 juta m², namun dikarenakan ada penghilangan titik ±20% dari 16 juta m², maka luas daerah studi pun menjadi 12800000 m². Tinggi rata-rata yang digunakan adalah beda tinggi rata-rata pada area bervegetasi padat saja, yaitu 14,456 m. Jadi, volume yang didapatkan berdasarkan persamaan (3.6) adalah: V = 12800000 m² . 14,456 m = 185036800 m³
38