S
DR. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si.
ejak mahasiswa, DR. Tauiqurokhman, S.Sos., M.Si., sudah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa STKS Bandung (1993), Pengurus Pusat dan Ketua Badan Mandiri Kerjasama Mahasiswa di Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI), dan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kosgoro. Karena kepiawaiannya dalam memimpin, sejak tahun 2010 hingga sekarang Tauik dipercaya menjadi Ketua IKA STKS, Bandung dan menjadi Pengurus IKA Universitas Padjajaran Bandung mulai 2009-2014. Kegemarannya berorganisasi akhirnya membawa dirinya mengenal lebih jauh dunia luar melalui dunia pers. Mungkin itu sebabnya pria berusia 44 tahun ini aktif di dunia pemberitaan dengan duduk di Presidium Forum Pers Mahasiswa Bandung (1995) dan menjadi pemimpin majalah kampus Altruist STKS, Bandung (1994). Di dunia pendidikan, ayah tiga anak ini bukanlah sosok yang mudah berpuas diri dengan hanya meraih satu gelar kesarjanaan. Usai menamatkan pendidikan di STKS tahun 1996, Tauik kemudian masuk Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Padjajaran, Bandung untuk mengambil gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial yang berhasil dirampungkannya pada tahun 1998. Selanjutnya, Tauik pun menempuh pendidikan pasca sarjana di universitas yang sama dan berhasil mendapat gelar Magister Ilmu-ilmu Sosial Konsentrasi di Bidang Ilmu Pemerintahan pada tahun 2005. Di samping itu, Tauik juga melakoni dunia pendidikan non formal di antaranya Pendidikan dan Penataran P4 Pola 200 Jam, Pendidikan Singkat Jurnalistik DR. Supomo tahun 2006, Pendidikan Pemetaan dan Surveyor Diploma Satu di Institut Teknologi Bandung, serta Pendidikan dan Pelatihan Singkat dari Kanwil Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, Pemahaman HAM bagi Ormas dan OKP. Seiring waktu berjalan, Tauik mulai memasuki dunia kerja dengan bekerja sebagai Tim Koordinasasi dan Kosultasi Konlik Maluku Di Kementerian Koordinasi Politik dan Keamanan. Menjadi Tim Koordinasi dan Konsultasi Konlik Aceh di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Ketua Angkatan Pendidikan dan Tim Perumus Materi Pendidikan Bela Negara di Departemen Pertahanan, Pengajar di Tenaga Kerja Sosial Kemasyarakatan (TKSM) PUSDIKLAT Departemen Sosial RI, Ketua Yayasan Pusat Studi Kemasyarakatan (PSK) Bandung, Direktur Operasi Yayasan Semesta Jakarta, Direktur Operasional Yayasan LEIMA Bandung, Staf Ahli dan Fraksi FPBB MPR RI khusus menangani Pers dan Dekumentasi, dan menjadi Dosen Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama). Pengalamannya yang segudang, akhirnya ‘menyeret’ seorang Tauiqurokhman masuk dunia politik dengan menjadi Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Cendikiawan Nasional Indonesia (PCNI, menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Organisasi dan Keanggotaan Trisula Nusantara, Ketua Forum Peduli Sosial, Sekretaris Jenderal Badan Pengkaderan Nasional Kosgoro, dan menjadi pengurus di DPP Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPPSI). Sikap aktif dan proaktif-nya di dunia politik inilah, akhirnya yang membawa Tauik benar-benar terjun sebagai pelaku politik dengan menjadi anggota dewan di DPRD Provinsi Banten. Bahkan karena kepiawaiannya di dunia tersebut membuat Tauik dipercaya duduk sebagai Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten 2009 – 2011 dan Wakil Ketua Komisi I DPRD Banten tahun 2011-2014, dan menjadi Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Banten. Bahkan Tauik juga pernah dipercaya menjadi Ketua Seksi Acara Persidangan Kongres DPP Partai Demokrat Tahun 2010 Bandung dan Ketua Seksi Materi dan Seksi Acara di Pelatihan Kepemimpinan Kader Partai Demokrat (PKKPD) Partai Demokrat Cipanas Bogor, Jawa Barat Tahun 2008. Kini, di sela-sela kesibukannya sebagai dosen, pembicara, dan pelaku politik yang aktif di partai Tauik yang berhasil meraih gelar doktor (doktoral S3) Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran Bandung ini juga mulai sibuk menulis berbagai buku dan aktif membangun berbagai organisasi yang bertujuan untuk memberi peluang pada generasi muda untuk turut memajukan bangsa Indonesia.
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama Pers
Riwayat Penulis DR. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si.
PeneRBIT Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama Pers ISBN 978-602-9006-10-0
Sebuah Disertasi
Pandeglang
dalam ImPlementasI KebIjaKan PenIngKatan IPm
dR. taufiqurokhman, s.sos., m.si.
Cetakan Pertama tahun 2015 Penulis
: DR. Tauiqurakhman, S.Sos., M.Si.
Kata Pengantar : DR. Tauiqurakhman, S.Sos., M.Si. Penerbit
: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama (Pers)
Jl. Hang Lekir I No. 8, Senayan, Jakarta Pusat, 10270 Telp: (021) 7220269, 7252682, 7395333 Fax: 7252682 ISBN: 978-602-9006-10-0
I
Sebuah Disertasi
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pengarang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
II
Sebuah Disertasi
daftar Isi kata Pengantar Prof. Dr. Drs. h. utang Suwaryo, ma. Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran. ......................................................................................
VIII
kata Pengantar DR. Tauiqurakhman, S.Sos., M.Si. .................................................................
X
Dalil .......................................................................................................................
XIII
Abstrak .................................................................................................................
XIV
BAB I PenDahuLuan ................................................................................................
02
1.1 Latar Belakang Penelitian ...........................................................................
02
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................
09
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................
09
1.4 Kegunaan Penelitian ...................................................................................
09
1.4.1. Kegunaan Praktis .............................................................................
09
1.4.2. Kegunaan Teoritis ............................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
11
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................
11
2.1.1
Teori Kebjakan Publik ................................................................
11
2.1.2
Teori Implementasi Kebjakan Publik .......................................
14
2.1.2.1. Teori Implementasi Kebjakan Publik Grindle. ..........
18
2.1.2.2. Teori Implementasi Kebjakan Publik Jones. ..............
19
III
Sebuah Disertasi 2.1.3 Model-Model Implementasi Kebjakan Publik ........................................
20
2.1.4 Masalah-Masalah Kemiskinan ...................................................................
43
2.1.5 Indikator-Indikator Kesejahteraan Masyarakat ......................................
48
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................................
56
3.1 Objek Penelitian ...............................................................................................
56
3.2 Disain Penelitian 3.2 Disain Penelitian .........................................................
56
3.3 Sumber Data .....................................................................................................
57
3.3.1. Informan ..............................................................................................
57
3.3.2. Arsip .....................................................................................................
58
3.4. Latar dan Lapangan Penelitian ....................................................................
58
3.5. Instrumen Penelitian ......................................................................................
59
3.6. Tahap dan Prosedur Penelitian .....................................................................
59
3.6.1. Tahap Pra Lapangan. .........................................................................
59
3.6.2. Tahap Penelitian Lapangan ...............................................................
59
3.7. Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data ................................................
60
3.7.1.
Teknik Pengamatan Langsung (Observasi) ...............................
60
3.7.2.
Teknik Wawancara Mendalam (in depth interview) ...............
60
3.7.3.
Pendekatan Interpretatif ..............................................................
61
3.7.4.
Studi Dokumentasi .......................................................................
61
3.8. Teknik Pengujian Keabsahan Data ..............................................................
61
3.9. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .........................................................
62
3.9.1. Pemrosesan Satuan .............................................................................
63
3.9.2. Kategorisasi .........................................................................................
63
3.10. Lokasi dan Jadwal Penelitian ......................................................................
63
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN LOCUS PENELITIAN .........................
64
4.1. Kebjakan Jamsosratu .....................................................................................
64
4.2. Provinsi Banten ...............................................................................................
72
IV
Sebuah Disertasi
Tabel 4.1 .......................................................................................................
73
Tabel 4.2 .......................................................................................................
77
Tabel 4.3 ......................................................................................................
79
Tabel 4.4 ......................................................................................................
80
4.3. Kabupaten Padeglang ................................................................................
80
Tabel 4.5 ......................................................................................................
81
4.3.1. Kecamatan Cadasari .......................................................................
90
Tabel 4.6 ......................................................................................................
90
Tabel 4.7 ......................................................................................................
91
Tabel 4.8 ......................................................................................................
92
Tabel 4.9 ......................................................................................................
94
4.3.2. Kecamatan Kaduhejo .....................................................................
95
Tabel 4.10 ...................................................................................................
96
Tabel 4.11 ...................................................................................................
97
Tabel 4.12 ...................................................................................................
98
Tabel 4.13 ...................................................................................................
99
4.3.3. Kecamatan Pandeglang .................................................................
100
Tabel 4.14 ...................................................................................................
101
Tabel 4.15 ...................................................................................................
101
Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Pandeglang ............................................
102
Tabel 4.16 ...................................................................................................
102
Tabel 4.17 ...................................................................................................
103
4.3.4. Kecamatan Cikeusik ......................................................................
104
Tabel 4.18 ...................................................................................................
105
Tabel 4.19 ...................................................................................................
106
Tabel 4.20 ...................................................................................................
107
Tabel 4.21 ...................................................................................................
109
V
Sebuah Disertasi
4.3.5. Kecamatan Cikeudal ..........................................................................
109
Tabel 4.22 .......................................................................................................
110
Tabel 4.23 .......................................................................................................
111
Tabel 4.24 .......................................................................................................
112
Tabel 4.25 .......................................................................................................
113
4.3.6. Kecamatan Angsana ..........................................................................
113
Tabel 4.26 .......................................................................................................
114
Tabel 4.27 .......................................................................................................
115
Tabel 4.28 .......................................................................................................
116
Tabel 4.29 .......................................................................................................
117
BAB V IMPLEMENTASI KEBJAKAN PENINGKATAN INDKES PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN ............................
118
5.1. Implementasi Kebjakan Jamsosratu ...........................................................
118
Tabel 5.1 .........................................................................................................
129
1. Komponen Kesehatan ......................................................................................
136
2. Komponen Pendidikan ....................................................................................
136
3. Komponen Tabungan .......................................................................................
137
4. Komponen Lainnya ..........................................................................................
137
BAB VI URAIAN TENTANG PROSES DAN TAHAPAN IMPLEMENTASI KEBJAKAN JAMSOSRATU ...............................................
138
6.1. Uraian Tentang Proses dan Tahapan Implementasi Kebjakan Jamsosratu ...........................................................................................
138
6.1.1. Proses Implementasi Kebjakan Jamsosratu ...........................................
138
6.1.1.1. Analisis Isi Kebjakan Dalam Implementasi
Kebjakan Jamsosratu ...........................................................................................
138
VI
Sebuah Disertasi 6.1.1.2. Analisis Konteks Implementasi Kebjakan Jamsosratu .....................
160
6.1.2. Tahapan Implementasi Kebjakan Jamsosratu ......................................
172
6.1.2.1. Aktivitas keorganisasian yang mempengaruhi implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. .........................................................
172
6.1.2.2. Aktivitas Interpretasi yang mempengaruhi implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten....
174
6.1.2.3. Aktivitas aplikasi yang mempengaruhi implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.....................
178
6.2. Temuan Penelitian ........................................................................................
182
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
185
7.1. Kesimpulan ....................................................................................................
185
7.2. Konsep Baru ..................................................................................................
186
7.3. Saran ..............................................................................................................
186
7.3.1. Saran Praktis ...............................................................................................
186
7.3.2. Saran Teoritis ..............................................................................................
187
VII
Sebuah Disertasi Kata PengantaR Peningkatan Indeks Prestasi Manusia (IPM) berhubungan langsung dengan perbaikan indikator-indikator sosial, misalnya angka melek huruf dewasa, angka kematian bayi, dan lain sebagainya. Pperbaikan IPM juga diiringi oleh berkurangnya kemiskinan yang mana angka kemiskinan pendapatan juga tidak dapat mengungkapkan kenyataan bahwa seseorang dapat jatuh miskin bukan saja karena tidak memiliki pendapatan yang cukup, tapi karena tertinggal dalam banyak hal. Misalnya tertinggal dalam hal pendidikan, memiliki tingkat kesehatan yang buruk, atau hidup di lingkungan yang tidak aman. Diseertasi yang berjudul Pandeglang dalam Implementasi Kebjakan Peningkatan IPM (Indeks Prestasi manusia) ini dirasa perlu mendapat perhatian lebih mengingat, selama ini Pandeglang yang berada di wilayah Provinsi Banten bukan hanya mendapat sorotan masyarakat Indonesia, melainkan masyarakat dunia. Seperti kita ketahui, Provinsi Banten merupakan Daerah Otonomi baru di era reformasi, hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2013 menunjukkan bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten tahun 2002 sebesar 66,6 dan tahun 2012 sebesar 71,49. Kemudian tahun 2013 sebesar 71,90 dan. Angka tersebut, masuk dalam urutan IPM menengah yang masih tertinggal jauh dengan IPM nasional, yaitu posisi urutan ke 23 dari 34 provinsi. Sejak Provinsi Banten berdiri sampai sekarang tidak pernah mengalami kenaikan posisi urutanya masih di urutan 23. Pola trend IPM Banten dari tahun 2002 sampai tahun 2013 masih berada di bawah rata-rata nasional 73,81, yaitu terjadi peningkatan IPM, namun peningkatan tersebut kurang signiikan. Rata-rata kenaikannya jika dilihat trendnya dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 hanya sebesar 0,38 persen. Berada di atas Provinsi Gorontalo sebesar 71,31; dan di bawah Provinsi Sulawesi Tenggara 72,14. Dari Data Tabel 4.1. Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan Komponen Pembentuk dan rangking: IPM Kesehatan (Angka Harapan Hidup dalam tahun); Pendidikan (Angka Melek Hurup menggunakan/persen dan Rata-Rata Lama Sekolah/tahun); serta kesehatan (Pengeluaran per Kapita Riil disesuaikan (Rp.000) Tahun 2009 dan 2010 di Provinsi Banten dan Kabupaten Kota terlihat bahwa IPM tertinggi adalah Kota Cilegon tahun 2009 sebesar 74,99 dan tahun 2010 sebesar 75, 29. Dan IPM terendah adalah Lebak dan Pandeglang, berturut-turut tahun 2009 dan 2010 adalah Lebak 64,45 dan 67,67; Pandeglang 67,99 dan 68,29
VIII
Sebuah Disertasi Menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Provinsi Banten untuk meningkatkan pelaksanaan Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu). Seperti diketahui, kebjakan Pemerintah Provinsi Banten ini sejalan dengan upaya Pemerintah Pusat dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial. Kebjakan pemberian jaminan sosial ini selaras dengan Visi Pembangunan Pemerintah Daerah kabupaten Pandeglang, yaitu Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah yang Mandiri dan Berkembang di Bidang Agrabisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan. Jamsosratu yang terkait dengan kepentingan pendidikan Rumah Tangga Miskin diarahkan untuk meningkatkan taraf pendidikan anak-anak Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM); mengurangi Angka Putus Sekolah; memberikan jaminan dalam kehidupan masa depan RTSM karena adanya investasi dalam bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Penyelenggaraan Jamsosratu yang terkait dengan kepentingan kesehatan Rumah Tangga Miskin diarahkan untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita RTSM; meminimalisir Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), prevalensi serta prosentase Gizi Buruk pada Bayi dan Balita; meningkatkan angka cakupan Ibu bersalin oleh Tenaga Kesehatan, persentase desa yg mencapai UCI (Universal Child Imunization), serta Indeks Pembangunan Manusia dan pemberdayaan Gender. Disertasi yang ditulis oleh Sdr, Tauiqurokhman ini diharapkan bisa menyadarkan kita, pelaku dunia pendidikan untuk berbuat lebih banyak, terutama berupaya terus menerus membangunkan dan menyadarkan pemerintah untuk tidak setengah-setengah dalam bekerja. Tujuannya tidak lain adalah demi kesejahteraan masyarakat Pandeglang, khususnya dan masyarakat Indonesia, umumnya.
Prof. Dr. Drs. H. Utang Suwaryo, MA. Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran
IX
Sebuah Disertasi Kata PengantaR Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, tauik dan hidayah yang tercurah kepada penulis dan keluarga. Alahamdulillah, penulis dapat merampungkan penyusunan Disertasi dengan judul “Implementasi Kebjakan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Sosial pada Konsentrasi Ilmu Pemerintahan dari Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran – Bandung. Dalam penyusunan Disertasi, penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dengan masukan-masukan dari Tim Promotor atau Tim Penelaah serta masih terdapat kekurangan yang juga perlu dilengkapi dengan saran-saran dari Tim Promotor atau Tim Penelaah. Karena itu, dengan rendah hati peneliti sangat menghargai berbagai masukan dan saran yang memperkuat dan melengkapi penyusunan Disertasi ini. Dengan tersusunnya Disertasi ini, penulis mengucapkan terimakasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr., sebagai Rektor Universitas Padjadjaran, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfud Ariin, MS, sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, yang berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana; 3. Bapak DR. Arry Bainus, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran, yang telah banyak memberikan dukungan, dorongan dan bimbingan serta bantuan yang sangat berharga untuk kelancaran studi. 4. Bapak Prof. Dr. Drs. H. Utang Suwaryo, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran, sekaligus sebagai Ketua Tim Promotor yang berkenan memberikan arahan, motivasi, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi.
X
Sebuah Disertasi 5. Ibu Dra.Mudiyati Rahmatunisa, MA, PhD, sebagai Anggota Tim Promotor yang dengan kesabaran dan kebjaksanaannya berkenan memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi. 6. Bapak Dr. H. Prio Teguh, SH, MSi, sebagai Anggota Tim Promotor yang dengan kesabaran dan kebjaksanaannya berkenan memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi. 7. Bapak Prof. Dr. Drs. H. Dede Mariana, MSi, sebagai Penguji dan Penelaah yang berkenan memberikan komentar, masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi. 8. Bapak Prof. Dr. Drs. Samugyo Ibnu Redjo, MA, sebagai Penguji dan Penelaah yang berkenan memberikan komentar, masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi. 9. Bapak Dr.Drs. Rahman Mulyawan, MSi sebagai Penguji dan Penelaah yang berkenan memberikan komentar, masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Disertasi. Lebih dari itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada : - Yth. Gubernur Provinsi Banten; - Yth. Sekretaris Daerah Provinsi Banten; - Yth. Bupati Pandeglang; - Yth. Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang; - Kepala Dina Sosial Provinsi Banten - Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang. - Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Dana Sosial (PSDS) dan Jamsos (Jaminan Sosial) di Bidang Linjamsos Budi Darma Sumapraja, SH, M.Si di Dinas Sosial Provinsi Banten. - Yth. Para di Kabupaten Pandeglang, yaitu Camat Cadasari; Camat Kaduhejo Camat Pandeglang; Camat Cikeusik; Camat Cikeudal; Camat Angsana - Yang teramat dihormati dan disayangi Almarhum kedua orang tua penulis
XI
Sebuah Disertasi Bapak MS Widjaya dan Entin Kartini yang dengan kasih sayangnya yang tulus senantiasa menjadi pelita hidup dan sudah membesarkan anaknya. Serta kedua orang tua mertua Bapak Sukjo dan Ibu Sukiyati yang sudah dengan sabar memberikan motivasi dan doronganya serta membeli pelita cahaya hidup penulis - Yang teramat disayang dan dicintai isteri serta anak-anakku, Ibu Eko Darmiyati dan Nur Amaliasari Otavia; Muhammad Tauik Maulana; Khansa Salsabila Nova yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberi motivasi dan mendoakan ayahnya untuk bisa menyelesaikan penulisan Disertasi. - Sahabat temen-temen civitas akademika Kampus Univ. Prof. DR. Moestopo (beragama), yaitu Bapak Rektor. Prof. DR. Sunarto, M.Si dan Bapak Wakil Rektor III Bapak DR. Andriansyah, - Sahabat temen-temen seklas dan seangkatan Jurusan Ilmu Pemerintahan Pasca Sarjana (S3) Bapak DR. Teguh Wahyono, Bapak DR. Fahruri - Sahabat dan temen-temen Pendamping dan Operator Program Jamsosratu dan Program Keluarga harapan (PKH) Kementrian Sosial RI dan DInas Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang. - Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-satu namun telah membantu dalam penulisan penelitian; Atas perhatian, perkenan dan bantuan yang telah diberikan. Demikian yang peneliti perlu sampaikan dalam mengantarkan penyajian materi Disertasi.
Jakarta, 11 Juni 2015
DR. Tauiqurakhman, S.Sos., M.Si. NPM: 170230110524
XII
Sebuah Disertasi
dalIl 1. Peningkatan derajat perubahan yang ingin dicapai (extent of change envision) meningkatkan efektivitas implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. 2. Peningkatan sumber-sumber daya yang digunakan (resources commited) meningkatan efektivitas implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. 3. Peningkatan kompetensi aparatur meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan. 4. Peningkatan kapasitas kelembagaan birokrasi terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam fungs pemerintahan 5. Peningkatan insentif investasi pada sektor-sektor unggulan meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah. 6. Peningkatan fungsi pengawasan melekat meningkatkan efektivitas pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. 7. Peningkatan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah meningkatkan efektivitas penerapan manajemen berbasis sekolah.
XIII
Sebuah Disertasi
F
abstRaK
enomena yang djadikan obyek penelitian adalah implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Kabupaten Pandeglang menempati jumlah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) terbesar, karenanya dilaksanakan program Jamsosratu pemberian uang tunai untuk kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan komponen pembentuk IPM sangat dibutuhkan dalam meningkatkan IPM. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan informan penelitian sebanyak tiga puluh empat orang informan menggunakan snow ball technique. Pengumpulan data sekunder menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara dan observasi. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian adalah berikut : Hasil penelitian menunjukan bagaimana implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, merupakan sebuah proses implementasi kebjakan yang dipengaruhi oleh isi kebjakan dan konteks implementasi. Analisis isi kebjakan, di luar pemberian Bantuan Tunai Bersyarat, ada juga pemberian Polish Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) Ketenagakerjaan. Serta kewajiban melaksanakan komitmen peserta (RTSM) terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan pengembangan kapasitas rumah tangga miskin. Merupakan kekhasan dari implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang tidak ditemukan di provinsi lain atau daerah lain. Kedua, dari analisis konteks impelementasi kebjakan dapat dinyatakan bahwa Implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten merupakan bagian integral pencapaian Visi Kabupaten Pandeglang. Yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah Mandiri dan Berkembang di Bidang Agribisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan”. Sedangkan hasil dari penelitian mengapa peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten belum optimal, maka ada tiga tahapan aktivitas yang mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebjakan dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu adanya pengorganisasian, adanya penafsiran serta adanya penerapan pelaksanaan program Jamsosratu sebagai salah satu implementasi kebjakan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM. Kata Kunci : Implementasi kebjakan, Indeks Pembangunan Manusia, Pemerintah
XIV
Sebuah Disertasi
Sebuah D isertasi dR. taufiqurokhman, s.sos., m.si.
XV
Sebuah Disertasi
bab I PendaHUlUan 1.1
I
latar belakang Penelitian
mplementasi Kebjakan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di KabupatenPandeglang Provinsi Banten diformulasikan dalam Peraturan Gubernur Banten (Pergub) Nomor2 tahun 2013., tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu). Pergub ini dikuatkan dengan keluarnya Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Banten, selaku Ketua TPJ Provinsi No 188.4/2/DINSOS/ I/2014, tentang Petunjuk Teknis Jamsosratu di Banten tahun 2014. Program Jamsosratu merupakan salah satu pelaksanaan implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Karena program Jamsosratu bantuan tunai bersyarat untuk kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (dayabeli) yang merupakan komponen pembentukan IPM. Adapun kebjakan mengenai ketentuan-ketentuan yang antara lain dinyatakan sebagai berikut : 1. Rumah Tangga Sasaran selanjutnya disingkat RTS adalah keluarga yang menjadi sasaran dari jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mengacu pada pendataa program perlindungan sosial tahun 2011. 2. Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu disingkat Jamsosratu adalah skema melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok rumah tangga kurang mampu berdasarkan data PPLS tahun 2011. Sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mendapatkan bantuan sosial tunai bersyarat dan pertanggungan asuransi kesejahteraan sosial. Beberapa istilah lainya yang terdapat pada Pergub No. 5/2014, yaitu: Perlindungan sosial, adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu disingkat BSTB adalah pemberian uang tunai kepada rumah tangga sasaran yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya.
2
Sebuah Disertasi Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) Jamsosratu adalah sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama rumah tangga sasaran sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Pendampingan sosial adalah suatu proses menjalin dan membangun hubungan sosial antara pendamping dengan peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu dalam rangka memperlancar pelaksanaan dan pelayanan sehingga dapat lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial pesertanya. Rumusan kebjakan mengatasi kasus kemiskinan di Pandeglang dan Banten djelaskan dalam program Jamsosratu. Melalui skema yang melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) berdasarkan data PPLS tahun 2011. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) Jamsosratu, dimaksudkan pemberian uang tunai pada Rumah Tangga Sasaran (RTS),yang mewajibkan memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan atau menyekolahkan anaknya di SD dan SMP dalam menjalankan program sembilan tahun wajib belajar yang sudah diberlakukan di Provinsi Banten. Sedangkan perlindungan sosial (Askesos) adalah:
1. semua upaya yang di arahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial;
2. RTS memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak; 3. sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama RTS sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Askesos dikelola Lembaga Pengelola Askesos (LPA) Jamsosratu, yaitu organisasi sosial atau yayasan sosial dan atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dan melakukan usaha-usaha pelayanan kesejahteraan sosial. Dan telah melakukan seleksi, veriikasi yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten. Kemudian Dinas Sosial Provinsi Banten mendelegasikan kewenangan pada kabupaten selaku Tim Pengendali Jamsosratu (TPJ) atau mitra pelaksana Jamsosratu di kabupaten/kota. Peserta Jamsosratu mendapatkan BSTB dan pertanggungan Askesos serta mendapat pendampingan (pendamping dan operator Jamsosratu) dari para pekerja sosial yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi bekerjasama dengan dinas sosial kabupaten/kota. Tim Pengendali Jaminan (TPJ) Jamsosratu Provinsi adalah, tim penunjang yang bertugas untuk mengendalikan dan mengelola jaminan sosial rakyat Banten bersatu di tingkat Provinsi dan gitu juga TPJ kabupaten/kota. Pendamping dan Operator Jamsosratu adalah pekerja sosial yang direkrut dan ditetap-
3
Sebuah Disertasi kan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten, bekerjasama serta direkomendasikan oleh dinas sosial kabupaten/kota selaku tim pengendali kabupaten kota. Perekrutan dilakukan melalui proses seleksi dan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi RTSM peserta Jamsosratu. Tugasnya melakukan pendampingan RTSM dan membantu kelancaran pelaksanaan tim pengendali Provinsi dan kabupaten kota di lapangan. Pergub no. 2/2013, Pasal 3 menyebutkan: Pertama: penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial rakyat merupakan salah satu sasaran pembangunan Provinsi Banten dan KabupatenPandeglang yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2012 – 2017. Kedua, sasaran pembangunan Provinsi Banten dilakukan melalui peningkatan keberfungsian dan keberdayaan sosial menuju masyakat Banten sejahtera. Pergub no.2/2013 Pasal 3 menyebutkan; Keberfungsian dan keberdayaan sosial sebagaimana dimaksud ditandai dengan: (a) terpenuhinya kebutuhan konsumsi dasar, meliputi sandang, pangan dan papan; (b) terpenuhinya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya, meliputi air bersih, kesehatan, pendidikan dan transportasi; (c) terpenuhinya kebutuhan dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain; (d) terpenuhinya kedamaian hati, kasih sayang, kualitas hidup dan dapat menentukan pilihan; (e) mampu menampilkan peranan sosial dengan mengupayakan tanggung jawab dalam mencari nakah bagi orangtua dan masyarakat; (f) mampu mengatasi masalah-masalah sosial dan goncangan yang bersifat individual maupun massal; (g) adanya keamanan dalam mata pencaharian; (h) adanya jaminan masa depan. Sasaran upaya peningkatan keberfungsian dan keberdayaan sosial program Jamsosratu menuju masyakat Banten sejahtera terarah pada penduduk miskin. Jumlah penduduk Pandeglang data BPS tahun 2013 sebanyak 1.133.215 jiwa. Dengan jumlah persentase penduduk miskin menurun dalam kurun dua tahun 2005-2010 dan tahun 2011-2012. Pertama: kurun tahun 2005-2010, yaitu tahun 2005 sekitar13,89 persen, tahun 2010 sebesar 11,14 persen (secara persentase jumlah penduduk miskin turun 2,75 pesen). Kedua, kurun tahun 2011-2012, yaitutahun 2012 sebanyak 209.655 jiwa (9,80persen); tahun 2011sebanyak 219.592 jiwa atau sekitar 9,28 persen. (penduduk miskin turun 99,37 jiwa atau turun 0,55 persen). Penurunan penduduk miskin dan persentase kemiskinan menunjukan keberhasilan pemerintah Kabupaten Pandeglang melaksanakan implementasi kebjakan mengatasi penduduk miskin. Sebaliknya tahun 2013 persentase penduduk miskin Pandeglang naik, jika dibanding tahun 2014 sebanyak 125.315 jiwa (0,98 persen). Hal ini dikarenakan ada kebjakan pemerintah pusat terhadap kenaikan harga BBM. Yaitu tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebanyak 230.364 jiwa (sekitar 10,25 persen), sedang tahun 2014 turun sebesar 105.049 (9.27 persen). Hanya saja, tahun 2014 Kabupaten Pandeglang masih termasuk kategori penduduk miskin terbesar se-Provinsi Banten.
4
Sebuah Disertasi Jumlah penduduk Banten tahun 2013 sebesar 9.978.932 jiwa. Berdasarkan catatan BPS tahun 2014 menyebutkan, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Banten sekitar 2,79 persen. Merupakan LPP tertinggi urutan tujuh secara nasional dengan tingkat kemiskinan tahun 2014 sebesar 5,35 persen atau 622.840 jiwa. Dengan presentase penduduk miskin menurun tahun 2014. menempatkan Banten urutan ke 4 dari 33 provinsi, setelah DKI, Bali, Kalimantan Selatan. Jumlah penduduk miskin tersebut di bawah rata-rata nasional 11,25 persen atau berjumlah 28,28 juta jiwa dan telah melampaui target MDG sebesar 7,5 persen pada 2015. Hal ini menunjukan adanya keberhasilan pemerintah Banten dalam menurunkan persentase kemiskinan dan jumlah penduduk miskin. Dengan data tersebut, maka Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten berhasil menurunkan presentasi kemiskinan dan penduduk miskin, tetapi belum optimal menaikan angka rata-rata IPM. Karenanya kelanjutan pelaksanaan implementasi kebjakan pemerintah Banten dan Kabupaten Pandeglang menjalankan program Jamsos ratu sangatlah penting. Mengapa demikian? Karena capaian IPM di Banten dan Kabupaten Pandeglang dalam pola trend kenaikanya masih belum optimal. Data BPS tahun 2014 menyebutkan IPM Kabupaten Pandeglang tahun 2011 sampai 2013; berturut-turut tahun 2011 sebesar 68,77; tahun 2012 sebesar 69,22 dan tahun 2013 sebesar 69,64 (rata-rata IPM Pandeglang 69,14 dengan ratarata kenaikan sekitar 0.66). Persentase kenaikan IPM Pandeglang berada di atas Kabupaten Lebak 68,82, tetapi di bawah Kabupaten Serang 70,25. SedangIPM Banten kurun tahun 2011; 2012 dan 2013 berturut-turut: tahun 2011 sebesar 70,95; tahun 2012 sebesar 71,22; serta tahun 2013 sebesar 70,48 (rata-rata IPM Banten sekitar 70,53 dengan kenaikan rata-rata kenaikan sekitar 0,42). Persentase kenaikan IPM Banten berada diatas Provinsi Gorontalo 71,31,tetapi di bawah Provinsi Sulawesi Tenggara 72,14. Idealnya, capaian IPM di Pandeglang dan Banten sama dengan capaian rata-rata nasional, yaitu sekitar73,29. Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)tersebut mencakup variabel pendidikan, variabel kesehatan dan variabel daya beli masyarakat. Ha lini merujuk pada parameter yang pertama kali diperkenalkan Mahbub ul Haqdengan sebutan “Human Development indeks (HDI) , dimana IPM merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia yang terdiri aspek kelangsungan hidup, pengetahuan dan daya beli. Jika dilihat dari masa perkembangan waktunya, angka IPM berkisar antara 0 sampai dengan 100. Semakin mendekati 100, maka di indikasikan pembangunan manusia semakin membaik. United Nation Development Programe(UNDP) membagi status pembangunan manusia ke 3 (tiga) kriteria, yaitu IPM rendah (kurang dari 50), IPM sedang atau menengah (nilai antara 50 - 79,9) dan IPM tinggi (nilai IPM 80 keatas). Namun ada pula yang membagi kategori menengah menjadi IPM menengah bawah (Nilai 50 – 65,9) dan IPM menengah atas (Nilai 66 – 79,9) . Berdasarkan kriteria capaian IPM tersebut, capaian IPM Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten masuk kategori sedang atau menengah. Artinya, capaian IMP
5
Sebuah Disertasi Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten belum optimal. Belum optimalnya capaian IPM menurut data yang diperoleh dari RPJMD Pandeglang dan Banten disebabkan beberapahal, yaitu: (1) Angka Harapan Hidup (AHH) yang rendah; (2) Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang tinggi; (3) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang masih rendah; (4) Kesenjangan ekonomi yang relatif memperihatinkan; (5) Tingginya kasus gizi buruk yang terjadi di Banten; dan (6) Tingginya tingkat pengangguran yang dapat mengkibatkan tingginya kemiskinan. Belum optimal angka IPM di atas, menurut BPS Tahun 2014 menyebutkan akar permasalahannya adalah: pertama, Angka Harapan Hidup (AHH) yang rendah, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan tingginya kasus gizi buruk, termasuk akar permasalahan terkait dengan kesehatan individu dan keluarga. Kedua, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang masih rendah, termasuk akar permasalahan terkait dengan pendidikan. Ketiga, kesenjangan ekonomi yang relatif memprihatinkan. Dan tingginya tingkat pengangguran, termasuk akar permasalahan terkait dengan lapangan kerja, pendapatan masyarakat dan infrastruktur wilayah. Terutama infrastruktur lingkungan di kawasan permukiman kumuh. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan untuk djadikan rujukan studi adalah penelitian oleh penulis adalah sebagai berikut: Pertama, Solihin(2011) menggunakan model implementasi kebjakan publik Van Meter dan Van Horn dalam membahas implementasi kebjakan pengentasan kemiskinan di Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hill and Hupe (2002:45) menjelaskan model implementasi kebjakan menurut Van Meter dan Van Horn yang mencakup enam variabel yang secara dinamis membentuk kinerja kebijakan. Keenam variabel yang dimaksud adalah Policy standard and objective, The resources and incentives, The quality of inter-organizational relationships, The characteristics of the implementation agencies, The economic, social and political environment; and the disposition or response of the implementers. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan dukungan 16 informan penelitian yang terdiri atas 10 pakar pemberdayaan masyarakat miskin, 4 pejabat birokrasi daerah, dan 2 orang penggiat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Perdesaan. Pembahasan implementasi kebjakan mengatasikemiskinan di Desa Cigoong Utara dan Desa Cigoong Selatan Kecamatan Cikulur yang menggunakan pendekatan teori implementasi kebjakan publik dari Van Meter and Von Horn, diperoleh kesimpulan bahwa: implementasi kebjakan mengatasi kemiskinan di Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak kurang optimal. Kondisi implementasi kebjakan pengentasan kemiskinan di Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak tidak didasarkan pada dukungan sumber daya anggaran, insentif infrastruktur perekonomian dan jaringan sosial yang diperlukan untuk mengatasi keseluruhan masalah kemiskinan masyarakat desa di daerah tertinggal. Kesimpulan yang demikian diperkuat dengan temuan empirik yang menunjukkan adan-
6
Sebuah Disertasi ya kelemahan dalam pelaksanaan standar kebjakan dan pencapaian tujuan serta kekurangan dalam penyediaan sumber daya anggaran dan insentif. Temuan empirik tersebut dapat dijelaskan bahwa kelemahan pelaksanaan standar kebjakan dan pencapaian tujuan kebjakan adalah bahwa perumusan kebjakan pengentasan kemiskinan yang terpusat atau sentralistik tidak efektif dan tidak eisien untuk mengatasi masalah kemiskinan masyarakat desa di daerah tertinggal. Karenanya, penerapan standar dan tujuan kebjakan mengatasikemiskinan yang ditetapkan secara terpusat menjadi tidak maksimal untuk mengatasi keseluruhan akar permasalahan kemiskinan masyarakat desa di daerah tertinggal. Sehingga. KabupatenLebakyang sampai kini berstatus sebagai daerah tertinggal,dengan alokasi sumber daya anggaran dari pemerintah, melalui pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan dan program pengentasan kemiskinan lainnya, tidak otomatis dapat mengatasi keseluruhan akar permasalahan kemiskinan. Kedua, Syehabudin (2010) menggunakan teori levels of living djadikan landasan teoritik penyusunan konsep operasional variabel Kualitas Hidup Masyarakat Miskin. Menurut Todaro dan Smith (2003, 56), di hampir semua negara-negara berkembang standar hidup (levels of living) sebagian besar penduduk cenderung sangat rendah, tidak hanya dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara-negara kaya. Namun dengan gaya hidup golongan elit di negara-negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah (kemiskinan); perumahan yang kurang layak; kesehatan yang buruk; bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali; angka kematian bayi yang tinggi; usia harapan hidup yang relatif sangat singkat; peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah. Dalam banyak kasus, terdapat ketidak puasan dan ketidak berdayaan secara umum. Teori levels of living yang digunakan oleh saudara Syehabudin ini relevan juga untuk djadikan acuan teoritik guna dalam menelaah masalah-masalah yang terkait dengan kondisi kemiskinan masyarakat di Provinsi Banten. Hasil penelitian saudara Syehabudin yang dilaksanakan dengan pendekatan penelitian kuantitatif menjadi cukup relevan untuk djadikan acuan studi. Relevansi ini merujuk pada kesimpulan bahwa Implementasi Kebjakan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan berpengaruh terhadap Kualitas Hidup penduduk Miskin. Hasil Analisis SEM menunjukkan bahwa besarnya pengaruh Implementasi kebjakan program penanggulangan kemiskinan perkotaan. Terhadap kualitas hidup masyarakat miskin ternyata, memang direleksikan oleh faktor komunikasi kebjakan dan sumber daya kebjakan. Dengan Konsep baru yang dikembangkan dari temuan penelitian, implementasi kebjakan penanggulangan kemiskinan perlu didasarkan pada pelaksanaan suatu sistem komunikasi sosial yang efektif. Dan pendayagunaan sumber daya aparatur kebjakan harus lebih optimal, merupakan persyaratan mutlak diperlukan untuk mewujudkan kinerja kebjakan yang kondusif. Seiring dengan pelaksanaan sistem komunikasi sosial yang belum efektif, maka pendaya-
7
Sebuah Disertasi gunaan sumber daya aparatur dan pendayagunaan para pelaksana kebjakan harus pula didasarkan pada pentingnya moralitas aparatur.Dan moralitas para pelaksana kebjakan dapatmengoptimalkan setiap sumber daya dan peluang yang dapat djadikan kekuatan. Atau faktor pendukung peningkatan efektivitas penanganan masalah-masalah kemiskinan. Moralitas dimaksud, sekurang-kurangnya mencakup kejujuran, sikap amanah, pengabdian yang tulus, etos kerja yang tinggi, kemauan kuat untuk menjalin kerjasama fungsional yang saling mendukung dan memperkuat. Ketiga, Abdurrachman (2003) menggunakan teori pembangunan dari dalam (Development from Within), sebagai landasan teoritik penyusunan konsep operasional variabel Pembangunan Ekonomi Masyarakat Miskin. Perspektif teori ini, Sudjatmoko (dalam Peter Hagul, 1985: 4-8), mengatakan bahwa kiranya jelas bahwa kemiskinan tidak bisa dicapai melalui generalisasi pendekatan-pendekatan “basicneeds”.Pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan dasar hanya bisa dimanfaatkan jika terintegrasi dalam apa yang disebut Self Organization dan Self Management dari kelompok miskin yang bersangkutan. Namun demikian bahwa kelembagaan tradisional masyarakat desa (Jawa) seperti sinoman, arisan, gugur gunung, tanggung renteng, lumbung paceklik adalah sifatnya tidak permanen. Maka tidak mampu berkembang secara umum. Disebabkan karena sifat kelembagaan tersebut, seperti dikutip Rusidi (1978) dan Greertz (1959), adalah “normless” dan “structureless”. Mengefektikan pelayanan pada kelompok desa berarti mengefektikan bekerjanya basic communities yang berorientasi pada pengembangan untuk masa depan. Atau dengan kata lain penanggulangan masalah golongan ekonomi lemah dan masyarakat miskin itu sendiri atau melalui pembangunan dari dalam. Yaitu dengan mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta membangun sesuai dengan tujuan yang mereka kehendaki. Usaha pengembangan perlu dilakukan dalam kelompok kecil (kelompok swadaya) yang hidup sedemikian rupa.Sehingga interaksi diantara individu merupakan proses pendidikan saling “asah”, “asuh” dan “asih”. Dalam kelompok juga merupakan tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah yang mereka hadapi bersama serta cara-cara mengatasinya. Sehingga didalam kebersamaan tersebut tidak hanya dicapai self suiencyterhadap kebutuhankebutuhan dasar, tetapi juga self conidence, unsur-unsur pokok bagi “self reliance”. Dengan pendekatan teori development from within ini saudara Abdurrachman mengemukakan hasil penelitian yang dilaksanakan dengan pendekatan penelitian kuantitatif bahwa terbukti terdapat pengaruh positif Kemampuan Aparatur dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Miskin di Wilayah Kelurahan dalam Wilayah Kecamatan Bogor Utara, baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Dari hasil pengu-
8
Sebuah Disertasi kuran regresi berganda diketahui ternyata kontribusi pengaruh Kemampuan Aparatur lebih besar bila dibandingkan dengan kontribusi pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Miskin. Dengan latar belakang yang sudah djelaskan diatas, penulis mengambil Judul Disertasi: Implementasi Kebjakan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini akan disebutkan di bawahini :
1.2 Rumusan masalah Berdasarkanuraiandalamlatarbelakangpenelitian, makarumusan masalah yang diajukan dengan pertanyaan penelitian berikut : 1. Bagaimana Implementasi Kebjakan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di KabupatenPandeglangProvinsiBanten? 2. Mengapa implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten belum optimal?
1.3 tujuan Penelitian Dengan rumusan masalah tersebut, maka ditetapkan tujuan penelitian adalah untukmembahas implementasi kebjakan peningkatanIndek Pembangunan Manusia di KabupatenPandeglangProvinsiBanten. Diharapkandapatmemperoleh suatu konsep baru yang dapat djadikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pengembangan Ilmu Pemerintahan.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapunkegunaanpenelitiandalampenulisaninidibagimenjadidua: secarapraktisdanteoritis, yaitu :
1.4.1 Kegunaan Praktis Bagi Pemerintah Provinsi Banten, lebih khusus lagi bagi Pemerintah Kabupaten Pandeglang, hasil penelitian diharapkan dapat diterima sebagai masukan.Yang berguna dalam mengoptimalisasikan implementasi kebjakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Hasil penelitian diharapkan juga dapat dikembangkan menjadi kajian untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia yang merupakan hasil implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang. Lebih jauhlagi, hasil penelitian di-
9
Sebuah Disertasi harapkan dapat djadikan acuan untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan Deklarasi Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/Res/55/2. United Nations Millenium Declaration) di Indonesia, Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang.
1.4.2 Kegunaan Teoritis Hasil penelitiandiharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama Ilmu Pemerintahan. Hasil penelitian juga diharapkan dapat djadikan acuan studi bagi para peneliti lainya, yang terkonsentrasi pada kajian tentang implementasikan kebjakan penanggulangan kemiskinan. Lebih dari itu, konsep baru diharapkan dapat djadikan acuan studi oleh peneliti-peneliti lain.Dan konsep baru tersebut,dapat memberi inspirasi untuk mengembangkan konsep-konsep penelitian yang lebih luas dan mendalam. oOo
10
Sebuah Disertasi
bab II tInjaUan PUstaKa 2.1 Kajian Pustaka Dalam rangka mendapat dukungan teoritis penyusunan konsep penelitian dilakukan kajian pustaka berikut :
2.1.1 Teori Kebijakan Publik Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jamsosratu di Provinsi Banten adalah salah satu satu jenis kebjakan publik atau kebjakan negara dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Menurut Dye (1978 : 3), mendeinisikan kebjakan negara sebagai “whatever goverments choose to do or not to do”. Menurut Howlet and Ramesh (1995:4) rumusan pendapat Dey itu terlalu sederhana dan tak memberi pengertian untuk memperjelas konsepsi kebjakan publik. George Edward III & Ira Sharkansky (dalam Afan Sulaeman (1998: 31) mengatakan bahwa kebjakan adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah berupa sasaran atau program-program pemerintah dan dapat ditetapkan secara jelas dalam perundang-undangan. Pemahaman yang lebih luas dikemukakan oleh Anderson ( 1984:4) dengan mengatakan : In general usage, the term policy designates the behavior of some actor or set of actors, such as an oicial, a governmental agency, or a legislature, in an area of activity such as publik transportation or consumer protection. Publik policy also may be viewed as whatever governments choose to do or not to do. Dari pendapat Anderson itu terungkap adanya fungsi tertentu kebjakan seperti misalnya untuk melindungi konsumen. Lebih jauh Anderson (1984:5) menjelaskan batasan pengertian kebjakan berikut : One deinition holds that publik policy, “broadly deined,” is “the relationship of a governemental unit to its environment.” Such a deinition is so broad as to leave most students uncertain of its meaning; it could encompass almost anything. Another states that “publik policy is whatever governments choose to do or not to do.” Roughly accurate, this deinition does not adequately recognize that what governments decide to do and what they actually
11
Sebuah Disertasi do may diverge. Moreover, it could be taken to include such actions as routine personnel appointments or grants of driver’s liard Rose suggests that policy be considered “a long series of more-or-less related activities” and their consequences for those concerned, rather than as a discrete decision. Although somewhat ambiguous, his deinition does embody the useful notion that policy is a course or patern of activity and not simply a decision to do something. Kebjakan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa batasan pengertian kebjakan sebagai suatu keputusan yang dinyatakan secara tertulis dan berisi mengenai aturan-aturan yang menyangkut hubungan unit pemerintah dengan lingkungunnya, dan menunjukkan suatu pola kegiatan untuk yang diputuskan guna melakukan sesuatu. Menurut LAN RI (1997 : 2) : Kebjakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus djadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur Pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan. Kebjakan dapat dibedakan sebagai kebjakan internal dan Kebjakan eksternal, tertulis dan tidak tertulis. Kebjakan internal (kebjakan manajerial), yaitu kebjakan yang hanya mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi Pemerintah sendiri. Kebjakan eksternal yaitu kebjakan yang mengikat masyarakat (kebjakan publik). Saefullah (2007:36) mengatakan bahwa daalam merealisasikan suatu kebjakan oleh instansi pemerintah atau lembaga-lembaga pelaksana dikenal juga apa yang disebut kebjakan administratif atau kebjakan operasional, yaitu kebjakan yang diambil oleh lembaga-lembaga atau para pelaksana yang bersangkutan. Kebjakan dapat difahami sebagai keputusan pemerintah tentang pernyataan akan sesuatu yang berkaitan dengan urusan publik untuk mengantisipasi atau mengatasi masalahmasalah publik seperti misalnya masalah pendidikan. Upaya untuk mengatasi masalah publik antara lain tercakup dalam suatu usulan kegiatan tertentu sebagaimana dikemukakan ilmuwan politik Carl J. Friedrich (dalam Anderson, 1984:5) yang mengatakan : A proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an efort to reach a goal or realize an objective or a purpose. Dengan demikian implementasi kebjakan publik akan melibatkan aktivitas individu, kelompok atau pemerintah ke dalam suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan. Dalam konteks ini, Anderson (1984:5) menjelaskan : To the notion of policy as a course of action, Friedrich adds the requirement that policy is
12
Sebuah Disertasi directed toward accomplishing some purpose or goal. Although the purpose or goal of governemental actions may not always be easy to discern, the idea that policy involves purposive behavior seems a necessary part of its deinition. Policy, however, should designate what is actuallya done rather than what is merely proposed in the way of action on some mater. Dengan demikian kebjakan publik mengacu pada cara-cara tertentu yang dianggap aktual dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal perumusan kebjakan publik, Anderson (1984:6) mengatakan “Publik policies are those developed by governemental bodies and oicials. (Nongovernemental actors and factors may of course inluence publik-policy development).” Howlet & Ramesh (1995:5) menyampaikan pendapat William Jenkins yang mengatakan : Publik policy as ‘a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and means of achieving them within a speciied situation where those decisions should, in princile, be within the power of those actors to achieve. Pendapat Jenkins di atas jelas menunjukkan bahwa kebjakan publik itu merupakan suatu set hubungan antar pihak yang berperan sebagai penentu kebjakan. Para pihak yang dimaksud jelas memiliki kewenangan (power) untuk menentukan tujuan-tujuan tertentu serta merumuskan cara untuk mencapai tujuan. Mengenai oreintasi kebjakan publik, Saefullah (2007:41) mengatakan : Kebjakan publik adalah kewenangan yang dimiliki lembaga-lembaga pemerintahan yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh masingmasing lembaga bergantung pada kedudukan lembaga yang bersangkutan. Dalam pengertian lain, kebjakan publik harus beroreintasi pada kepentingan publik, baik yang berupa kepentingan ekonomi maupun berupa kepentingan sosial. Untuk memenuhi kepentingan tersebut, Lasswell dan Kaplan (dalam Islamy, 2000:15) mengatakan kebjakan sebagai “a projected program of goals, values and practies.” Artinya, di dalam suatu kebjakan itu terdapat suatu konsepsi program yang mempunyai tujuan tertentu serta ukuran-ukuran pencapaian tujuan tersebut. Dalam konteks inilah kebjakan penanggulangan kemiskinan dapat dianggap sebagai suatu rumusan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai melalui pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Sementara itu, kebjakan publik yang dirumuskan dan selenggarakan oleh pemerintah tentu mengandung dampak tertentu terhadap kepentingan publik atau masyarakat. Dalam hal ini, Anderson (1984:6) menjelaskan tiga implikasi kebjakan publik berikut : First, the deinition links policy to purposive or goal-oriented action rather than to random behavior or chance occurrences. In actuality, the goals of a policy may be somewhat
13
Sebuah Disertasi loosely stated and cloudy in content, thus providing general direction rather than precise targets for its implementation. Those who want action on a problem may difer both as to what should be done and how it should be done. Second, policies consist of courses or paterns of action taken over time by governmental oicials rather than their separate, discrete decisions. A policy includes not only the decision to adopt a law or make a rule on some topic but also the subsequent decisions that are intended to enforce or implement the law or rule. Third, publik policies emerge in response to policy demands, or those claims for action or inaction on some publik issue made by other actors-private citizens, group representatives, or other publik oicials-upon government oicieals and agencies. Ketiga implikasi kebjakan publik perlu dipertimbangkan dalam setiap implementasi. Implikasi ini tentu berkorelasi dengan bagaimana kebjakan tersebut diimplementasikan.
2.1.2 teori Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, merupakan salah satu jenis kebjakan publik yang terarah mengatasi penduduk miskin. Diterbitkan dalam bentuk Pergub No. 2/2013, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jamsosratu di Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang. Mengacu pada proses implementasi kebjakan publik, Ripley and Franklin (1990:4) mengatakan : Implementation is what happens ater laws are passed authorizing a program, a policy, a beneit, or some kind of tangible output. The term refers to the set of activities that follow statements of intent about program goals and desired results by government oicial. Implementation encompasses action (and no action) by a variety of actor, especially bureaucrats, designed to put program in to efect, ostensibly in such an away to achieve goals. Pendapatan Ripley and Franklin di atas menunjukkan bahwa implementasi kebjakan mengacu pada serangkaian kegiatan atau tindakan yang menyertai pernyataan tentang tujuan dan hasil program yang ingin dicapai oleh pejabat pemerintahan. Serangkaian kegiatan atau tindakan yang dimaksud berlangsung manakala suatu aturan (laws) sudah ditetapkan untuk melaksanakan program tersebut. Dalam konteks ini, Hill and Hupe (2002:7) mengatakan: Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but which can also take the form of important executive orders or court decisions. Ideally, that decision identiies the problem(s) to be addressed, stipulates the objective(s) to be pur-
14
Sebuah Disertasi sued, and in a variety of ways, ‘structures’ the implementation process. The process normally runs through a number of stage begining with passage of basic statute, followed by the policy outputs (decisons) of the implementing agencies, the compliance of target groups with those decisions, the actual impact – both intended and unintended – of those outputs, the percieved impacts of agency decisions, and inally, important revisions (or atemted revisons) in the basic statute. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa idealnya implementasi kebjakan dipandang sebagai suatu keputusan yang mengidentiikasi permasalahan. Kemudian dicarikan berbagai cara penyelesaiannya dengan menunjukkan struktur pelaksanaan kebjakan yang bisa diikuti oleh para pelaksana kebjakan. Dengan begitu, implementasi kebjakan merupakan suatu proses penyelesaian masalah yang dilakukan dengan cara-cara tertentu ke dalam proses pelaksanaan kebjakan. Dengan demikian, implementasi kebjakan membutuhkan dukungan pemahaman yang komprehensif terhadap perspektif permasalahan yang perlu disikapi, diatasi atau diantisipasi melalui serangkaian tindakan atau kegiatan. Menurut Mazmaniah dan Sabatier (dalam Wahab, 2004:61) adalah : Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebjakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebjakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Selain itu, menurut Wahab (2004:65) proses implementasi kebjakan publik djelaskan sebagai berikut : Proses implementasi kebjakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Karena implementasi kebjakan publik termasuk dalam pelaksanaan sistem administrasi publik. Dalam mencapai hasil yang diharapkan setiap bagi pelaksana program yang berperan penting dan menentukan dalam proses implementasi kebjakan perlu memahami konsep administrasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Ripley and Franklin (1990:4) berikut : Agencies charge by law with responsibility for administering programs must acquire resources needed to move ahead. The resourch. These resources include personal, equitment,
15
Sebuah Disertasi land, raw material, and – above all – money. Second, agencies engage in interprestation and planning. Third, agencies must organize their activities by creating bureucratic units and routines for atacking their workload. Finally, agencies ectend beneits or restrictions to their clientele or target groups. They provide the services or payment or limits on activity or whatever else represents the tangible out of a program. Bila dikaitkan dengan penyelenggaraan manajemen pemerintahan daerah, maka pendapat Ripley and Franklin di atas menunjukkan tiga faktor yang agaknya perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan kebjakan. Ketiga faktor yang dimaksud adalah : sumber daya pembiayaan, sumber daya aparatur, dan sumber daya lingkungan dimana program tersebut dilaksanakan. Namun dukungan sumber daya saja tentu sulit didayagunakan secara efektif dan eisien, bila proses implementasi kebjakan tidak cermat dalam menterjemahkan kebjakan dan program ke dalam suatu sistem perencanaan kegiatan yang dapat mencapai sasaran secara efektif dan eisien. Karena itu pelaksanaan kebjakan harus pula dapat membatasi secara jelas kelompok sasaran pelaksanaan kegiatan, agar proses pencapaian tujuan dan hasil program dapat berlaku secara optimal. Gunn and Hoogwood (dalam Sunggono, 1994 : 137) mengatakan bahwa implementasi merupakan “is seen essentially as a technical or managerial problems”. Berangkat dari pendapat ini maka persoalan yang perlu diidentiikasi sebelum implementasi kebjakan dimulai adalah masalah-masalah manajemen dan teknis pelaksanaan kebjakan oleh para implementor kebjakan. Bila implementor kebjakan yang dimaksud adalah aparatur birokrasi, maka yang menjadi persoalan sebelum kebjakan diimplementasikan adalah bagaimana aparatur birokrasi tersebut merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai program serta sumber daya program untuk mengefektikan implementasi kebjakan. Penyusunan rencana kinerja kebjakan secara cermat ini penting sekali, karena menurut Sunggono (1994 : 137) : Implementasi kebjakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Dengan demikian, yang diperlukan dalam implementasi kebjakan ini adalah tindakan-tindakan seperti umpamanya tindakan-tindakan yang sah atau implementasi suatu rencana peruntukan. Suatu kebjakan publik dapat dinyatakan efektif atau berhasil apabila impelementasi kebjakan publik tersebut memberi manfaat bagi kebaikan atau perbaikan para pihak yang menjadi sasaran implementasi. Tapi tidak semua kebjakan publik dapat diimplementasikan secara efektif; dan bahkan ada yang gagal mencapai tujuan-tujaun secara optimal. Dalam hal kegagalan implementasi kebjakan piblik ini, Gunn and Hogwood (dalam Wahab, 2004:61), membagi pengertian kegagalan kebjakan (policy failure) dalam 2 kategori, yaitu non impelementation dan unsuccessful implementation. Menurut Sunggono (1994:143) :
16
Sebuah Disertasi Kekurangefektifan implementasi kebjakan publik juga disebabkan karena kurangnya peran para aktor pelaksana (dan badan-badan pemerintahan) dalam implementasi kebjakan publik. Di samping itu, juga disebabkan masih lemahnya peran para aktor tersebut dalam menyebarluaskan kebjakan-kebjakan publik baru kepada warga masyarakat. Gejala ketidakefektifan implementasi kebjakan itu oleh Dunsire (dalam Wahab, 2004:61), dinamakan : Sebagai implementation gap – suatu istilah yang dimaksudkannya untuk menjelaskan suatu keadaan dalam proses kebjakan selalu akan tetap terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebjakan dengan apa yang senyatanya yang dicapai. Besar kecilnya perbedaan tersebut sedikit banyak tergantung pada apa yang oleh Williams (dalam Wahab, 2004:61) disebutkan sebagai implementation capacity. Implementation capacity tidak lain ialah kemampuan suatu organisasi/aktor untuk melaksanakan keputusan kebjakan (policy decision) sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen formal kebjakan dapat dicapai. Menurut J.A.M. Maarse (dalam Sunggono, 1994:149) : Sebab-musabab yang mungkin timbul dan menjadi dasar dari kegagalan implementasi suatu kebjakan publik tentunya berbeda satu sama lainnya, akan tetapi yang jelas hal itu berkaitan erat dengan beberapa aspek yaitu isi dari kebjakan yang harus diimplementasikan; tingkat informasi dari para pelaku yang terlibat dalam implementasinya; banyaknya dukungan bagi kebjakan yang diimplementasi; dan pada akhirnya pembagian dari potesi-potensi yang ada. Dengan pandangan yang demikian itu, maka dengan sendirinya perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebjakan. Hal ini dapat dipelajari dengan memahami model-model implementasi kebjakan publik. Setiap model implementasi kebjakan publik mempunyai komponen-komponen tertentu yang diformulasikan secara sistemik, dan menunjukkan adanya beberapa faktor yang menentukan keberhasilan atau efektivitas implementasi kebjakan. Dari teori implementasi kebjakan publik di atas, penulis menggunakan dua pendekatan sebagai kajian pustaka dalam penulisan Disertasi. Yaitu kebjakan publik yang dikemukakan oleh Grindle, dimana kebjakan publik merupakan proses berisi isi kebjakan (Content of policy) dan konteks implementasi (Context of implementation) Serta Jones yang mengemu-
17
Sebuah Disertasi kakan teori kebjakan publik sebagai sebuah tahapan, terdiri tiga aktiitas pengorganisasian (organization), penafsiran (interpretation) dan penerapan (application).
2.1.2.1. Teori Implementasi Kebijakan Publik Grindle. Kebjakan publik menurut Grindle (1980: 6), menjelaskan bahwa implementasi kebjakan publik mencakup serangkaian kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebjakan negara. Dalam konteks ini, Grindle (1980:6) mengemukakan: In general, the last of implementation into establish a link that allows the goals of publik politics policies to be realized as outcomes of governmental activity. It involves, therefore, the creation of a “policy delivery system”, I which speciic means are designed and pursued in the expectation of arriving at particular ends. Thus, publik policies—board statements of goals, objectives, and means—are translated into action programs that aim to achieve the ends stated in the policy. It is apparent, then, that a variety of programs may be developed in response to the same policy goals. Action programs themselves may be disaggregated into more speciic projects to be administered. The intent of action programs and individual projects is to cause a change in the policy environment, a change that can be considered an outcome of the program. Menurut Grindle, secara umum, yang terakhir implementasi dalam membangun jaringan yang memungkinkan tujuan politik kebjakan publik direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Ini melibatkan, oleh karena itu, pembentukan “sistem pengiriman kebjakan”, yang berarti secara khusus dirancang dan dicapai dengan harapan tiba pada ujung tertentu. Dengan demikian, kebjakan publik mencakup pernyataan tujuan, sasaran, dan sarana-djabarkan ke dalam program aksi yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang dinyatakan dalam kebjakan. Hal ini jelas bahwa berbagai program dapat dikembangkan untuk menanggapi kebjakan dan tujuan yang sama. Program aksi itu sendiri dapat dibedakan menjadi proyek-proyek yang lebih spesiik. Tujuan program aksi dan proyek individu untuk terjadinya perubahan dalam lingkungan kebjakan, perubahan yang dapat dianggap sebagai hasil dari program. Mengacu pada perbedaan di antara kebjakan dan program, Grindle (1980:6) menjelaskan : The distinction made here between policy and program implies that policy implementation is a function of program implementation and is dependent upon its outcomes. As a consequence, the study of the process of policy implementation almost necessarily involves investigation and analysis of concrete action programs that have been designed as a means of achieving broader policy goals.
18
Sebuah Disertasi Perbedaan di antara kebjakan dan program menyiratkan bahwa implementasi kebjakan merupakan fungsi dari pelaksanaan program dan tergantung pada hasilnya. Akibatnya, studi tentang proses pelaksanaan kebjakan hampir selalu melibatkan investigasi dan analisis program aksi yang telah dirancang sebagai sarana untuk mencapai tujuan kebjakan yang lebih luas. Grindle (1980:6) mengatakan : Such a clear distinction between policy and program is diicult to maintain in practice, however. It is to some degree obscured by the variety of levels at which the term “policy” is oten used. A general statement that the agricultural policy of the government is to increase productivity may be translated into a policy of providing government aid to commercially oriented small farmers. This in turn may be translated into a policy of providing irrigation and transportation facilities to these individuals. In addition, because policy implementation is considered to depend on program outcomes, it is diicult to separate the fate of policies from that of their constituent programs. Moreover, to say that policy implementation depends upon program implementation assumes that the programs are in fact appropriately geared to achieving the goals of the policy, an assumption not always boner out in practice. Menurut Grindle, perbedaan yang jelas antara kebjakan dan program sulit untuk dipertahankan dalam praktek. Hal ini untuk beberapa derajat dikaburkan oleh berbagai tingkatan di mana istilah “kebjakan” sering digunakan. Sebuah pernyataan umum bahwa kebjakan pertanian dari pemerintah adalah untuk meningkatkan produktivitas dapat diterjemahkan ke dalam kebjakan pemberian bantuan pemerintah untuk petani kecil berorientasi komersial. Hal ini pada gilirannya dapat diterjemahkan ke dalam kebjakan pemberian fasilitas irigasi dan transportasi ke orang-orang. Selain itu, karena implementasi kebjakan dianggap tergantung pada hasil program, sulit untuk memisahkan nasib kebjakan itu dengan program konstituen mereka. Selain itu, untuk mengatakan bahwa implementasi kebjakan tergantung pada pelaksanaan program mengasumsikan bahwa program tersebut sebenarnya tepat diarahkan untuk mencapai tujuan dari kebjakan, asumsi tidak selalu benar keluar dalam praktek.
2.1.2.2. Teori Implementasi Kebijakan Publik Jones. Implementasi kebjakan pulik menurut Jones (1984: 12), mengartikan implementasi kebjakan publik sebagai : “geting the job done” and “doing it”. Namun demikian, menurut Jones bahwa dalam implementasi kebjakan publik menuntut adanya syarat antara lain, adanya orang atau pelaksana, uang, dan kemampuan organisasional, yang mana hal ini sering disebut dengan resources. Karenanya, lebih lanjut Jones (1984: 13) merumuskan batasan implementasi sebagai “a process of geting additional resources so as to igure out what is to be done”. Implemen-
19
Sebuah Disertasi tasi dalam hal ini merupakan proses mendapatkan sumber daya tambahan. Sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan. Apa yang dikemukakan oleh Jones tentang implementasi tersebut di atas, tidak kurang dari suatu tahap dari suatu kebjaksanaan yang paling tidak memerlukan dua macam tindakan yang berurutan. Pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan; Kedua, melaksanakan tindakan apa yang telah dirumuskan. Implementasi kebjakan menekankan pada suatu tindakan-tindakan, baik yang dilakukan oleh pihak pernerintah maupun individu (atau kelompok) swasta, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebjakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan baik yang besar maupun yang kecil yang diamanatkan oleh keputusankeputusan kebjakan tertentu. Dalam implementasi kebjakan karena menyangkut berbagai aspek, stakeholder dan masalah-masalah teknis, ekonomis dan bahkan politis, sehingga seringkali dihadapkan pada berbagai masalah krusial yang dapat menghambat proses pelaksanaan kebjakan. Keterbatasan sumberdaya, struktur birokrasi yang kurang memadai, kurangnya sosialisasi dan komitmen yang rendah di kalangan pelaksana, juga faktor situasi politik dan waktu yang kurang tepat, turut mempengaruhi kebjakan atau program tidak dapat terlaksana dengan efektif.
2.1.3 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik Model implementasi kebjakan publik Smith. Menurut Tachjan (2008:38), model implementasi kebjakan yang paling klasik adalah model proses atau alur Smith. Menurut Smith dalam proses implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan, yaitu idealised policy, target groups, implementing organization, dan environmental factor. Keempat variabel tersebut djelaskan oleh Tachjan (2008:38) berikut : 1) Idealised policy (kebjakan yang diidealkan), yakni pola-pola interaksi ideal yang telah mereka deinisikan dalam kebjakan yang berusaha untuk diinduksikan; 2) Target Groups (kelompok sasaran), yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebjakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebjakan; 3) Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebjakan; 4) Environmental factor, yakni unsur-unsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebjakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
20
Sebuah Disertasi Menurut Tachjan (2008:38), keempat variabel tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu terjadi ketegangan-ketegangan (tensions) yang bisa menyebabkan timbulnya protes-protes, bahkan aksi isik, dimana hal ini menghendaki penegakan institusi-institusi baru untuk mewujudkan sasaran kebjakan tersebut. Ketegangan-ketegangan itu bisa juga menyebabkan perubahan-perubahan dalam insitusi-institusi lini. Jadi pola-pola interaksi dari keempat variabel dalam implementasi kebjakan memunculkan ketidaksesuaian, ketegangan dan tekanan-tekanan. Pola-pola interaksi tersebut mungkin menghasilkan pembentukan lembaga-lembaga tertentu, sekaligus djadikan umpan balik untuk mengurangi ketegangan dan dikembalikan ke dalam matriks dari pola-pola transaksi dan kelembagaan. Selanjutnya Tachjan menunjukkan model alur Smith tersebut berikut :
Gambar 2.1 A Model of The Policy Implementation Process Smith
Sumber : Smith (dalam Tachjan, 2008:39) Model implementasi kebjakan publik Hoogerwerf. Hoogerwerf (1978 : 168) mengatakan: Sebab musabab yang mungkin menjadi dasar dari kegagalan pelaksanaan kebjakan, sangat berbeda-beda satu sama lain. Sebab musabab ini ada sangkut-pautnya berturut-turut dengan isi dari kebjakan yang harus dilaksanakan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat pada pelaksanaan, banyaknya dukungan bagi kebjakan yang harus dilaksanakan dan akhirnya pembagian dari potensi-potensi yang ada (struktur organisasi, perbandingan kekuasaan dan seterusnya).
21
Sebuah Disertasi Dari model implementasi kebjakan yang djelaskan oleh Hoogewerf diketahui bahwa ada empat faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebjakan. Keempat faktor yang dimaksud adalah isi kebjakan, informasi, sumber daya dan pembagian potensi. Dari keempat faktor tersebut, menurut penulis, informasi dan dukungan sumber daya adalah dua faktor yang tampak dominan dalam proses implementasi kebjakan. Mengapa demikian, karena tanpa dukungan informasi yang jelas yang disampaikan melalui sistem komunikasi yang efektif maka isi kebjakan sulit ditransmisi dari satu pihak ke pihak lainnya. Begitu juga, tanpa dukungan sumber daya (misalnya sumber daya aparatur, sumber daya pembiayaan, sumber daya sarana) yang menyeluruh dan terpadu, maka dengan sendirinya implementasi kebjakan menjadi tidak optimal. Model implementasi kebjakan publik Warwick. lainnya adalah model yang dikembangkan oleh Warwick (1979) yang dikenal dengan nama ”Transactional Model”. Model ini pada prinsipnya bertolak dari pandangan bahwa guna memahami berbagai masalah pada tahap pelaksanaan suatu rencana atau kebjakan, melihat keterkaitan antara perencanaan dan implementasi tak dapat diabaikan. Proses perencanaan tidak dapat dilihat sebagai suatu proses yang terpisah dengan pelaksanaan. Pada tahap implementasi, berbagai kekuatan akan berpengaruh baik faktor yang mendorong atau mempelancar, maupun kekuatan yang menghambat atau memacetkan pelaksanaan program. Dalam konteks ini, Tachjan (2008:43) menjelaskan :
1.Tahap Perencanaan Dalam tahap ini diperlukan kemampuan yang meliputi: (1) kemampuan staf perencanaan, (2) kemampuan organisasi perencanaan, (3) kemampuan teknik analisis, (4) mutu informasi yang dibutuhkan.
2.Tahap Implementasi Program dan Proyek-Proyek Pembangunan Dalam tahap ini terdapat dua kategori faktor yang bekerja dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan proyek yaitu: (1) faktor pendorong (facilitating condition), (2) faktor penghambat (impeding condition). Faktor-faktor pendorong terdiri dari: (a) commitment of political leaders, (b) organizational capacity, (c) the commitment of implementation, (d) dukungan dari kelompok kepentingan. Adapun faktor-faktor penghambat terdiri dari: (a) banyaknya pemain (actors), (b) terdapat komitmen atau loyalitas ganda, (c) kerumitan yang melekat pada proyek-proyek itu sendiri, (d) jenjang pengambilan keputusan yang terlalu banyak, (e) waktu dan perubahan kepemimpinan. Model implementasi kebjakan publik Gordon Chase. Model implementasi kebjakan yang dikembangkan oleh Gordon Chase (1979) didasarkan pada hasil studi kasus implemen-
22
Sebuah Disertasi tasi tiga jenis pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah New York City dalam bidang pelayanan kesehatan dan pengawasan obat. Model ini djelaskan Tachjan (2008:43) berikut : Dari hasil studi tersebut ditemukan bahwa, hambatan utama dalam implementasi program pelayanan terhadap masyarakat, dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu: (1) masalahmasalah yang timbul karena kebutuhan operasional yang melekat pada program itu sendiri; (2) masalah-masalah yang timbul dalam kaitan dengan sumber daya yang dibutuhkan guna pelaksanaan program tersebut; (3) masalah-masalah lain yang timbul karena keterkaitan dengan organisasi atau birokrasi lainnya, yang diperlukan dukungan, bantuan dan persetujuannya guna pelaksanaan program tersebut. Dengan tiga kategori tersebut Gordon Chase (dalam Tachjan, 2008:44) merinci ke dalam 15 bidang atau sumber sebagai berikut: Diiculties Arising from Operational Demands : 1) People to be served: Number of Clients transactions and Easy of reaching client. 2) Nature of science : Number of discrete functions; Complexity of disrete functions; Coordinations among functions; Repilication. 3) Likelihood of Costlines od Distorkons or irregulaties : Involving Clients and Involving Services. 4) Controlling of Program : Measurability and Uncontrollable Critical Elements. Diiculties arising nature and availability of resources : 5) Money : Flexibility and Obtaining additional funding. 6) Personnel : Nature of personnel in place; Numbers, kinds and quality needed; Availability of personnel in market; and Atractiveness of program to personnel. 7) Space : Nature of the current facilities; Availability of Facilities; Special programs in acquiring on using space. 8) Supplies and Technical Equipment : Availability and usability and Importance of Technology. Diiculties arising from need to share authority: 9) Overhead Agencies : Nelihood of favorable response. 10) Other Line Agencies : Extent of involvement; Critical Nature of Involvement; Likelihood of harmonique working conditions; Ability to pinformit responsibility. 11) Elected politicians : Capacity to help on hurt and Inclination to help on hurt. 12) Higher level of Government : External of Authority; Number of Transactions; Nature of Politicus; Likelihood of favorable response. 13) Private Sector Providere : Need; Availability; Control; and Political Problems. 14) Special interest groups : Kinds and Inclination; Strenght and Likelihood of helping on hunting. 15) The press : Level of vidibility; Power of the press; View of adminidtration; and Contrroversial dimensions. Model implementasi kebjakan publik Van Meter dan Van Horn. Van Meter dan Van Horn ( 1975:462) mengemukakan model implementasi kebjakan dengan mengatakan bahwa
23
Sebuah Disertasi ada enam variabel yang membentuk hubungan antara kebjakan dan kinerja. Menurut Van Meter dan Van Horn : This model not only speciies the relationships between the independent variables and the ultimate dependent variable of interest, but also makes explicit the relationships among the independent variables. The linkages included implicitly represent hypotheses which could be tested empirically, assuming that satisfactory indicators could ‘be constructed and appropriate data collected. By approaching the problem in this manner, there is greater promise for elucidating the processes whereby policy decisions are carried out than simply by correlating .independent and dependent variables in a relatively unthinking fashion (Van Meter and Asher, 1973). The model has been constructed on the basis of the three bodies of literature cited above, as well as the authors’ own research and intuitions about the implementation process. Model implementasi kebjakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn tidak hanya menentukan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen utama, tetapi juga membuat eksplisit hubungan antara variabel-variabel independen. Keterkaitan tersebut merupakan hipotesis yang dapat diuji secara empiris, dengan asumsi bahwa indikator bisa dibangun dan data yang sesuai dapat dikumpulkan. Pendekatan masalah dengan cara ini, ada peluang yang lebih besar untuk menjelaskan proses di mana keputusan kebijakan yang dilakukan dibandingkan hanya dengan menghubungkan. Selanjutnya, hubungan antar variabel dalam model implementasi kebjakan Van Meter dan Van Horn tergambar berikut :
Gambar 2.2 A model of the policy impelementation process Von Meter & Von Horn
Sumber : VanMeter dan VanHorn, 1975 :462
24
Sebuah Disertasi Hill and Hupe (2002:45) menjelaskan model implementasi kebjakan menurut Van Meter dan Van Horn berikut : Van Meter and Van Horn go on to suggest a model in which six variables are linked dynamically to the production of an outcome ‘performance’. The six variables (surely are in fact clusters of variables) are: 1. Policy standard and objective, which elaborate on the overall goals of the policy decision … to provide concrete and more speciic standards for assessing performance; 2. The resources and incentives made available; 3. The quality of inter-organizational relationships (we ind in their discussions of this, as in so much of the American literature on implementation, an extensive discussion of aspects of federalism); 4. The characteristics of the implementation agencies, including issues like organizational control but also, going back surely to inter-organizational issues, the agency’s formal and informal linkages with the “policy-making ” or “ policy-enforcing” body; 5. The economic, social and political environment; and 6. The disposition or response of the implementers, involving three elements: their cognition (comprehension, understanding) of the policy, the direction of their response to it (acceptance, neutrality, rejection) and the intensity of that response. Mengenai variable Policy Standards and Objectives, Van Meter dan Van Horn ( 1975:464) menjelaskan : Given our primary interest in the factors that determine the performance of policy, the identiication of performance indicators is a crucial stage in the analysis. Essentially, the performance indicators assess the extent to which the policy’s standards and objectives are realized. Standards and objectives elaborate on the overall goals. of the policy decision. They move beyond the generalities of the legislative document to provide concrete and more speciic standards for assessing program performance. These standards and objectives are selfevident and easily measurable in some cases. To ascertain whether implementation has been successful, one must determine the number of jobs that have been created, the identity of those who have been hired, and the progress on the related publik works projects. Menurut pandangan Van Meter dan Van Horn, identiikasi indikator kinerja adalah tahap penting dalam analisis. Pada dasarnya, indikator kinerja menilai sejauh mana standar kebijakan dan tujuan yang diwujudkan. Standar dan tujuan yang rumit pada tujuan keseluruhan.
25
Sebuah Disertasi keputusan kebjakan. Mereka bergerak di luar generalisasi dokumen legislatif untuk memberikan standar yang lebih spesiik untuk menilai kinerja program. Mengenai variabel Policy Resources, Van Meter dan Van Horn ( 1975:465) menjelaskan : Policies furnish more than the standards and objectives against which to judge implementation: they also make available resources which facilitate their administration. These resources may include funds or other incentives in the program that might encourage or facilitate efective implementation. Menurut Van Meter dan Van Horn, kebjakan memberikan lebih dari sekedar standar penilaian terhadap tujuan pelaksanaan. Kebjakan juga menghendaki penyediaan sumber daya yang memfasilitasi administrasi kebjakan. Sumber daya ini mungkin termasuk dana atau insentif lainnya dalam program yang mungkin mendorong atau memfasilitasi pelaksanaan yang efektif. Selain sumber daya tersebut, menurut penulis sumber daya aparatur yang berperan melaksanakan kebjakan juga penting dalam proses implementasi kebjakan publik. Begitu pentingnya sumber daya aparatur dalam proses implementasi kebjakan publik, eisiensi pembiayaan mungkin bisa bergantung sepenuhnya pada kinerja sumber daya aparatur. Terlebih lagi bila sumber daya aparatur itu terdiri atas sejumlah unsur dari beberapa organisasi yang berkaitan, maka ketergantungan eisiensi pembiayaan itupun menjadi tergantung pada perbedaan kinerja unsure-unsur sumber daya aparatur tersebut. Karena itu, kegiatan komunikasi antar organisasi perlu mendapat perhatian. Dalam hal Interorganizational Communication and Enforcement Activities ini, Van Meter dan Van Horn ( 1975:466) menjelaskan : Efective implementation requires that a program’s standards and objectives be understood by those individuals responsible for their achievement. Hence, it is vital that concern ourselves with the clarity of standards and objectives, the accuracy of .their communication to implementers, and the consistency (or uniformity): with which they are communicated by various sources of information. Standards and objectives cannot be carried out unless they are stated with suicient clarity so that implementers can know what is expected of them. Communication within and between organizations is a complex and diicult process. In transmitting messages downward in an organization, or from one organization to another, communicators inevitably distort them-both intentionally and unintentionally (Downs, 1967:133-136). Furthermore, if diferent sources of communication provide inconsistent interpretations of standards and objectives or if the same source provides conlicting interpretations over time, implementers will ind it even more diicult to carry out the intentions of policy. Therefore, the prospects of efective implementation will be enhanced by the clarity with which standards and objectives are stated and by the accuracy and consistency with which they are communicated.
26
Sebuah Disertasi Menurut Van Meter dan Van Horn, pelaksanaan kebjakan yang efektif mensyaratkan bahwa standar program dan tujuan perlu dipahami oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, penting sekali kejelasan standar dan tujuan, akurasi komunikasi kebjakan untuk pelaksana, dan konsistensi (atau keseragaman) yang dikomunikasikan melalui berbagai informasi. Standar dan tujuan tidak dapat dilakukan kecuali kebjakan dinyatakan dengan kejelasan yang memadai sehingga pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari kebjakan tersebut. Komunikasi di dalam dan antara organisasi merupakan proses yang kompleks dan sulit. Dalam transmisi pesan ke dalam sebuah organisasi, atau dari satu organisasi ke organisasi lain, komunikator pasti mendistorsi kebjakan – baik sengaja maupun tidak sengaja (Downs, 1967:133-136). Selanjutnya, jika sumber yang berbeda dan komunikasi memberikan interpretasi yang tidak konsisten dari standar dan tujuan atau jika sumber yang sama memberikan penafsiran yang saling bertentangan dari waktu ke waktu, maka pelaksana akan menemukan kesulitan untuk melaksanakan arah kebjakan. Oleh karena itu, prospek implementasi yang efektif dapat ditingkatkan dengan kejelasan akan standar dan tujuan yang dinyatakan secara akurat dan konsisten dengan apa yang dikomunikasikan. Efektivitas kegiatan komunkasi antar organisasi ini mungkin berkorelasi dengan karakteristik organisasi yang berfungsi melaksanakan kebjakan. Dalam hal The Characteristics of the Implementing Agencies, Van Meter dan Van Horn (1975:470) menjelaskan : Numerous factors are included in this component of the model. Students of bureaucratic politics have identiied many characteristics of administrative agencies that afect their policy performance. Ripley et al. (1973: to), for example speak of bureaucratic structure as those “characteristics, norms, and recurring paterns of relations inside the executive agencies that have either potential or actual relation to what they do in the way of policy.” Like Ripley, we view this component as consisting of both the formal structural features of organizations and the informal atributes of their personnel. Without trying to provide an exhaustive listing of these elements we ofer the following suggestions of characteristics that may impinge on an organization’s capacity to implement policy: 1) the competence and size of an agency’s staf; 2) the degree of hierarchical control of subunit decisions and processes within the implementing agencies; 3) an agency’s political resources (e.g., support among legislators and executives); 4) the vitality of an organization; 5) the degree of “open” communications (ie., networks of communication with free horizontal and vertical communication, and a relatively high degree of freedom in communications with persons outside the organization) within an organization; and
27
Sebuah Disertasi 6) the agency’s formal and informal linkages with the “policy making” or “policy - enforcing” body. Menurut Van Meter dan Van Horn, banyak faktor yang termasuk dalam komponen model. Telah teridentiikasi banyak karakteristik lembaga administratif yang mempengaruhi kinerja kebjakan. Ripley et al. (1973), misalnya berbicara tentang struktur birokrasi sebagai orang-orang dengan “karakteristik, norma, dan pola yang berulang dari hubungan yang memiliki hubungan baik potensial atau aktual untuk apa dilakukan kebjakan.” Seperti Ripley, kita melihat komponen ini sebagai terdiri dari kedua itur strukturalisasi organisasi formal dan atribut informal personil. Tanpa mencoba untuk memberikan datar lengkap dari unsur-unsur ini, dikemukakan karakteristik yang mungkin terkait dengan kapasitas organisasi dalam menerapkan kebijakan, yaitu kompetensi dan jumlah staf sebuah instansi; tingkat kontrol hirarkis keputusan subunit dan proses dalam instansi pelaksana; sumber daya politik suatu lembaga; vitalitas organisasi; derajat “keterbukaan” komunikasi dalam suatu organisasi; hubungan lembaga formal dan informal dengan pembuatan kebjakan. Karakteristik lemaga pelaksana kebjakan ini tentu tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti misalnya pengaruh kondisi lingkungan ekonomi, kondisi lingkungan sosial dan atau situasi politik. Mengacu pada Economic, Social, and Political Conditions, Van Meter dan Van Horn (1975:472) menjelaskan : The impact of economic, social, and political conditions on publik policy has been the focus of much atention during the past decade. Students of comparative state politics and publik policy have been particularly interested in identifying the inluence of these environmental variables on policy outputs (see, for example, Sharkansky, 1967, 1971; Sharkansky and Hoferbert, 1969; Cnudde and McCrone, 1969; Dye, 1966; Hoferbert, 1964). Although the impact of these factors on the implementation of policy decisions has received litle atention, they may have a profound efect on the performance of implementing agencies. For illustrative purposes, we propose that consideration given to the following questions regarding the economic, social, and political environment afecting the jurisdiction or the organization within which implementation takes place: (a) Are the economic resources available within the implementing jurisdiction (or organization) suicient to support successful implementation?; (b) To what extent (and how) will prevailing economic and social conditions be afected by the implementation of the policy in question?; (c) What is the nature of publik opinion; how salient is the related policy issue?; (d) Do elites favor or oppose implementation of the policy?; (e) What is the partisan character of the implementing jurisdiction (or organization); is there partisan opposition or support for the poli?; (f) To what extent are private interest groups mobilized in support or opposition to the policy?
28
Sebuah Disertasi Menurut Van Meter dan Van Horn, dampak dari kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebjakan publik telah menjadi fokus perhatian banyak orang selama dekade terakhir. Siswa komparasi kebjakan publik dan politik negara telah mengidentiikasi pengaruh variabel-variabel lingkungan terhadap output kebjakan. Meskipun dampak dari faktor-faktor pada pelaksanaan keputusan kebjakan telah mendapat sedikit perhatian, kebjakan itu mungkin memiliki efek mendalam pada kinerja instansi pelaksana. Van Meter dan Van Horn menunjukkan bahwa untuk tujuan ilustrasi, diusulkan bahwa pertimbangan diberikan untuk pertanyaan-pertanyaan berikut mengenai lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang mempengaruhi yurisdiksi atau organisasi dalam pelaksanaan kebjakan yang berlangsung. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah (a) Apakah sumber daya ekonomi yang tersedia dalam yurisdiksi pelaksana kebjakan cukup untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebjakan tersebut; (b) Untuk sejauh mana (dan bagaimana) kondisi ekonomi dan sosial yang berlaku akan terpengaruh oleh pelaksanaan kebjakan tersebut; (c) Apa yang menjadi opini publik, dan bagaimana opini tersebut menonjol menjadi isu yang terkait dengan kebjakan; (d) Apakah elit mendukung atau menentang pelaksanaan kebjakan; (e) Karakter partisan apa dari yurisdiksi pelaksanaan, apakah ada oposisi partisan atau dukungan untuk poli; (f) Sampai sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan swasta dimobilisasi untuk mendukung atau menentang kebjakan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas merupakan persoalan-persoalan lingkungan kebjakan yang timbul sebagai konsekuensi logis dari proses implementasi kebjakan. Karena itu, kondisi lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan lingkungan politik dapat saja mempengaruhi proses implementasi kebjakan. Dan dalam keterpengaruhan itu bisa saja terjadi disposisi para pelaksana kebjakan. Mengenasi disposisi para pelaksana kebjakan ini, Van Meter dan Van Horn (1975:472) menjelaskan : Each of the components of the model discussed above must be iltered through the perceptions of the implementer within the jurisdiction where the policy is delivered. Their elements of the implementers’ response may afect their ability and willingness to carry out the policy: their cognition (comprehension, understanding) of the policy, the direction of their response toward it (acceptance, neutrality, rejection), and the intensity of that response. Menurut Van Meter dan Van Horn, setiap komponen dari model yang dibahas harus disaring melalui persepsi pelaksana dalam yurisdiksi dimana kebjakan tersebut dilaksanakan. Elemen-elemen dari respon pelaksana dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan kebjakan tersebut, yaitu pemahaman para pelaksana kebjakan terhadap kebjakan, arah respon para pelaksana kebjakan terhadap kebjakan (penerimaan,
29
Sebuah Disertasi netralitas, penolakan), dan intensitas respon tersebut. Lebih jauh Van Meter dan Van Horn (1975:473) mengatakan ”The implementers understanding of the general intent, as well as the speciic standards and objectives of the policy, is important.” Van Meter dan Van Horn juga mengatakan : The direction of implementers’ dispositions toward the standards and objectives is crucial also, Implementers may fail to execute policies faithfully because they reject the goals contained in them. Conversely, widespread acceptance of the policy’s standards and objectives, on the part of those responsible for administering it, will enhance greatly the potential for successful execution (Kaufman, 1960). At minimum, it would seem that share atitudes will make implementation easier. The goals of a policy may be rejected for a variety of reason: they may ofend implementers’ personal value systems, extra organizational loyalties, sense of self-interest, or existing and preferred relationships. Summarizing this phenomenon, Petrick (1968: 7) has writen that it “arises from the fact that human groups ind it diicult to carry out efectively acts for which they have no underlying beliefs.” Arah disposisi pelaksana kebjakan ‘terhadap standar dan tujuan sangat penting juga. Pelaksana kebjakan mungkin gagal dalam melaksanakan kebjakan karena mereka menolak tujuan yang terkandung di dalam kebjakan tersebut. Sebaliknya, penerimaan secara luas terhadap standar-standar kebjakan dan tujuan, pada mereka yang bertanggung jawab akan meningkatkan potensi untuk mensukseskan pelaksanaan (Kaufman, 1960). Minimal, akan terlihat bahwa sikap berbagi akan membuat implementasi lebih mudah. Van Meter dan Van Horn (1975:474) mengingatkan : Finally, the intensity of implementers’ dispositions may afect the performance of the policy. Less intense atitudes may cause implementers to atempt surreptitious diversion and evasion, a more common patern. In these circumstances one may have to look to the role of oversight and enforcement to explain variations in the efectiveness of implementation. Akhirnya, intensitas disposisi pelaksana dapat juga mempengaruhi kinerja kebjakan. Sikap kurang intens dapat menyebabkan pengalihan pelaksana kebjakan untuk mencoba pasif dan menghindar dari pola yang lebih umum. Dalam keadaan ini kita mungkin harus melihat ke peran pengawasan dan penegakan hukum untuk menjelaskan variasi dalam efektivitas pelaksanaan kebjakan. Model implementasi kebjakan publik Hogwood dan Gunn. Hogwood dan Gunn mengembangkan model implementasi kebjakan yang disebut sebagai ”the top down approach”. Menurut Hood dan Gun (dalam Tachjan, 2008:40) untuk dapat mengimplementasikan kebjakan negara secara sempurna (perfect implementation) maka diperlukan beberapa
30
Sebuah Disertasi persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1. The circumtances external to the implementing agency do not impose cripling constraints. 2. That adequate time and suicient resources rare made available to the programme. 3. That the requires combination of resources is actually available. 4. That the policy to be implemented is based upon a valid theory of cause and efect. 5. That the relationship between cause and efect is direct and that there are few if any, intervening link. 6. That dependency relationships are minimal. 7. That there is understanding of, and agreement on objectives. 8. That tasks are fully speciied in correct sequence 9. That there is perfect communication and coordination. 10. That those in authority can demand and obtain perfect compliance.
Model implementasi kebjakan publik Edward III. Model yang dikembangkan oleh Edward III dimulai dengan pertanyaan “Apakah prakondisi untuk implementasi kebjakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebjakan yang sukses?”. Menjawab pertanyaan penting ini, Edward III menunjukkan empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebjakan publik, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut djelaskan oleh Edward III (2003: 12) sebagai berikut : 1. Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya kereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebjakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebjakan ini mesti jelas, akurat, dan konsisten. Jika para pembuat keputusan kebjakan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya, maka kemungkinan akan timbul kesalahpahaman di antara pembuat kebjakan dan implementasinya. 2. Tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi dan menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditransmisikan, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebjakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi tidak akan efektif pula. Sumber daya yang penting meliputi staaf
31
Sebuah Disertasi ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebjakan dan dalam penyesuian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebjakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan, dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan. 3. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehenak untuk melakukan suatu kebjakan. Para implementor kebanyakan bias melakukan seleksi yang layak didalam implementasi kebjakan. Salah satu dari berbagai alasan untuk ini adalah independensinya dari atasan (superioir) nominal yang merumuskan kebjakan. Alasan lain adalah kompleksitas dari kebjakan mereka sendiri. Cara dimana para implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebjakan. Sikap-sikapnya, pada gilirannya, akan dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebjakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebjakan yang mempengaruhi kepentingan organisasional dan pribadi. 4. Bahkan jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebjakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboroskan sumber daya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebjakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi yang terbaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional selenggarakan kebjakan mereka mengembangkan SOP untuk menangani situasi rutin dalam pola hubungan yang beraturaan. Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebjakan-kebjakan masa depan sering tidak tepat bagi kebjakan-kebjakan baru dan mungkin menyebabkan perintangan terhadap perubahan, penundaan, pemborosan atau tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebjakan. Dari uraian di atas diketahui bagaimana komunikasi, sumber daya, disposisi sikap, dan struktur birokrasi menjadi factor dominan dalam proses implementasi kebjakan. Edwards (1980:148) menggambarkan interaksi faktor-faktor tersebut:
32
Sebuah Disertasi Gambar 2.3 Direct and Indirect on Implementation
Sumber : Edwars III (1980:148)
Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebjakan jelas diperlukan karena fungsi komunikasi dapat memperjelas isi kebjakan yang harus dimengerti dan djabarkan oleh setiap implementor. Dalam hal komunikasi ini Edward III (2003:19) mengatakan : Persyaratan pertama bagi implementasi kebjakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan mesti tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebjakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan, dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Banyak rintangan terletak pada jalur transmisi komunikasi pada proses implementasi, bagaimanapun juga, dan rintangan-rintangan ini mungkin menganggu implementasi kebjakan. Akurasi komunikasi dalam proses implementasi kebjakan menjadi hal penting. Dalam hal ini, Sunggono (1994:147) mengatakan : Faktor komunikasi menjadi penting dibicarakan, karena bagaimanapun juga kita harus menyadari bahwa tindakan pengundangan suatu peraturan hukum itu berkonsekuensi timbulnya suatu jenis aktivitas tertentu yang sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kebjakan. Berpihak dari sini, maka para aktor pelaksana tidak hanya dipersyaratkan memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, akan tetapi mereka juga harus mempunyai pengetahun atau pemahaman akan substansi kebjakan (publik) yang hendak dilaksanakan.
33
Sebuah Disertasi Komunikasi membantu para implementor kebjakan untuk memahami substansi kebijakan yang dilaksanakannya. Searah dengan pendapat ini, menurut Edward III (2003:19): Jika kebjakan harus diimplementasikan secara tepat, ukuran implementasi mesti tidak hanya diterima, namun mereka mesti juga jelas. Jika tidak, para implementor akan kacau dengan apa yang seharusnya mereka lakukan, dan mereka akan memiliki diskresi (kewenangan) untuk mendorong tinjaunnya dalam implementasi kebjakan, memandang bahwa mungkin berbeda dengan pandangan atasannya. Fungsi komunikasi kebjakan adalah untuk memperjelas isi kebjakan. Dalam hal ini, Edward III (2003:13) mengatakan bahwa perintah-perintah implementasi yang tidak ditransmisikan, yang terdistorsi dalam transmisi, atau yang tidak pasti atau tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan serius bagi implementasi kebjakan. Dalam hal sumber daya ini, implementasi kebjakan public menurut Edward III (2003:55) mengatakan : Tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi dan menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditransmisikan, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebjakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi tidak akan efektif pula. Sumber daya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebjakan dan dalam penyesuian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebjakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan, dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Edward III terungkap bahwa disamping berbagai fasilitas untuk memperlancar pelaksanaan kebjakan, ternyata kompetensi implementor kebjakan menjadi sangat penting untuk mengefektikan implementasi kebjakan. Sumber daya bisa menjadi suatu faktor kritis dalam implementasi kebjakan publik, terutama sumber daya staf dengan jumlah yang cukup dan dengan ketrampilan yang tepat untuk melakukan tugasnya serta informasinya, otoritas, dan fasilitas yang diperlukan. Dalam konteks ini, Edward III mengatakan “Insuicient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided, and reasonable regulations wail not be developed.” Dengan demikian fungsi sumber daya dalam proses implementasi kebjakan, terutama sumber daya manusia (staf), menjadi penting dan bernilai strategis untuk mengefektikan pelaksanaan berbagai peraturan yang menjadi isi kebjakan. Karena itu, menarik apa yang dikatakan oleh Edward III (2003:119) berikut :
34
Sebuah Disertasi Implementasi memiliki diskresi yang hebat di dalam mengimplementasikan kebjakan. Komunikasi dari atasan seringkali tidak jelas atau konsisten, dan kebanyakan implementor menikmati ketergantungan substansial dari atasannya. Beberapa kebjakan jatuh di dalam “zona pengabaian” administratur, yang lainnya mendapatkan sambutan kuat. Kebjakan ini mungkin berupa konlik dengan pandangan kebjakan subtantif implementor atau kepentingan personal atau organisasional. Ada disini bahwa disposisi menimbulkan rintangan pada implementasi. Apa yang dikatakan oleh Edward III itu pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa implementor kebjakan bisa cenderung pada kepentingan pribadi atau kepentingan organisasi. Dan dengan demikian disposisi atau katakalah kecenderungan sikap aparatur dalam mengimplementasikan kebjakan merupakan pergeseran sikap implementor dari yang semestinya sehingga tidak selaras lagi dengan tujuan dan sasaran implementasi kebjakan. Karena itu, Edward III (2003:120) mengatakan bahwa disposisi mungkin merintangi implementasi ketika implementor begitu saja tidak setuju dengan bahan dari suatu kebjakan dan penolakannya mengarahkan bukan untuk melakukannya. Mengapa demikian, karena menurut Van Meter and Van Horn’s (dalam Hill and Hupe, 2002:46) : The ‘disposition’ or ‘response’ of the implementers, involving three elements, ‘their cognition (comprehension, understanding) of the policy, the direction of their response to it (acceptance, neutrality, rejection) and the intensity of that response. Semakin luas dan dalam pemahaman implementor terhadap isi kebjakan yang harus diimplementasikan, dan ia sendiri berupaya mengimplementasikan isi kebjakan tersebut secara konsisten dan konsekuen, maka responnya cenderung netral, atau ia konsisten dan konsekuen pada aturan yang djalaninya. Intensitas dan oreintasi respons terhadap isi kebjakan bisa menimbulkan perbedaan, tergantung dari mana isi kebjakan itu dipandang. Perbedaan ini dapat terjadi, karena menurut Edward III (2003:121) : Unit-unit birokrasi berbeda adalah memungkinkan untuk memiliki pandangan berbeda. Penolakan intra dan interdinas menghalangi kerjasama dan merintangi implementasi. Di dalam bidang kebjakan tunggal, setiap agen kemungkinan memiliki prioritas berbeda, komitmen berbeda, dan metode penanganan masalah yang berbeda. Perbedaan ini tidak kondusif untuk menciptakan kepercayaan mutual dan hubungan kerja yang erat yang seringkali perlu untuk implementasi efektif. Implementasi kebjakan publik berlangsung di antara unit-unit kerja birokrasi. Meskipun setiap pimpinan unit kerja birokrasi sama-sama mengetahui tujuan kebjakan tersebut, namun karena komitmen dan sudut pandangnya bisa berbeda, dan masing-masing pimpinan menunjukkan pengaruhnya, maka disposisi implementor kebjakan juga cenderung terpen-
35
Sebuah Disertasi garuh oleh perbedaan tersebut. Karena itu, disposisi implementor kebjakan dapat menjadi faktor kritis dalam suatu proses implementasi kebjakan. Dalam konteks inilah, Edward III mengatakan bahwa disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga dalam implementasi kebjakan publik, karena menurut Edward III (2003:13) : Cara dimana para implementor melakukan seleksinya, bagaimanapun juga, bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebjakan. Sikap-sikapnya, pada gilirannya, akan dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebjakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebjakan yang mempengaruhi kepentingan organisasional dan pribadinya. Untuk mengefektikan implementasi kebjakan lingkungan hidup diperlukan sikap kerja aparatur yang sepenuh fokus pada tujuan dan sasaran kebjakan, dan tidak terlalu menonjolkan kepentingan pribadi. Sementara itu pembentukan sikap aparatur dalam proses implementasi kebjakan merupakan suatu fenomena sosial yang berlangsung dalam organisasi. Masing-masing organisasi mempunyai struktur dan fungsi tersendiri. Karena itu, implementasi kebjakan jelas membutuhkan suatu pola koordinasi dan prosedur yang mendukung terjalinnya suatu kerjasama yang harmonis, baik di tingkat administratif maupun di tingkat teknis operasional. Untuk itu diperlukan suatu standard operating procedure (SOP) sebagaimana dikatakan Edward III (2003:146) berikut : Bukan hanya SOP kadang mencegah tindakan yang tepat, namun juga mereka mungkin menyebabkan personalia mengambil tindakan yang pejabat senior tidak ingin lakukan. Tujuan tertentu untuk situasi ini diprogramkan ke dalam sebuah repertoire perilaku organisasional. Tinadakan-tindakan ini mungkin terjadi, bahkan meskipun tindakan ini membahayakan kebjakan para pejabat tinggi. SOP dengan visibilitas rendah bisa menyebabkan kritis karena para pembuat kebjakan ini tidak sadar akan implikasinya. Pelaksanaan prosedur yang lamban dan berbelit-belit serta menimbulkan biaya yang tidak semestinya merupakan salah satu implikasi pelaksanaan SOP yang ditemukan dalam pelaksanaan kebjakan publik. Karena itu, Edward III (2003:146) berani mengatakan: Bahkan jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebjakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboros-
36
Sebuah Disertasi kan sumber daya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah keoada kebjakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi yang terbaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional selenggarakan kebjakan mereka mengembangkan prosedur pengoperasian standard (SOP untuk menangani situasi rutin dalam pola hubungan yang beraturaan. Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebjakan-kebjakan masa depan sering tidak tepat bagi kebjakan-kebjakan baru dan mungkin menyebabkan perintangan terhadap perubahan, penundaan, pemborosan atau tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebjakan. Dari pemikiran Edward III terungkap pentingnya koordinasi dan kerjasama untuk mensukseskan implementasi kebjakan di antara perbedaan struktur birokrasi, karena perbedaan struktur birokrasi dapat menghambat koordinasi untuk mensukseskan implementasi kebijakan. Sementara itu, masalah di lingkungan internal birokrasi bisa disebabkan oleh struktur birokrasi yang terlalu hirarkis. Menurut Widodo ( 2007: 121-122) : Masalah strategis yang berasal dari lingkungan internal bisa berupa struktur kelembagaan, penataan dan kompetensi aparatnya, ketatalaksanaan, teknologi administrasi (sarana dan prasaranan), dan manajemen birokrasi itu sendiri. Masalah yang berasal dari lingkungan eksternal bisa berupa dinamika masyarakat dan tumbuh-kembangnya masalah yang dihadapi masyarakat begitu cepat, perubahan kondisi masyarakat dari kurang berdaya (powerless) menjadi berdaya bahkan sangat beraya (power full), terjadinya penggesaran paradigma berpikir, penggeseran paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangaunan, dan layanan masyarakat, dari sentralisasi ke desentralisasi (otonomi daerah), dari rule government menjadi good governance, dan sebagainya. Masalah lain yang cukup potensial di lingkungan birokrasi adalah seperti yang digambarkan oleh Down (dalam Widodo, 2007: 123) yang mengatakan : Watak birokrat sering digambarkan sebagai sosok yang ceroboh (bungling), berpikiran sempit (narrow-minded), sering berbuat kesalahan yang aneh-aneh (ludicrous)”. Hal itu semata-semata disebabkan Karena ketidakcerdasan mereka dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Karena birokrasi kurang menaruh perhatian pada manajemen lambaganya, maka menurut Blondal (dalam Widodo, 2007:124) “ They have limited capacity for specifying the results expected of agencies and monitoring their performance – both of which are essential elementas of the new accountability regime. ”Pendapat seperti ini layak diakui karena kenyataan menunjukkan bahwa sedikit aparatur birokrasi yang kompeten dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan secara profesional, terutama di daerah. Untuk bisa menuju atau mencip-
37
Sebuah Disertasi takan birokrasi publik sebagai agen pembangunan yang lebih kompetitif, adaptif dan responsif perlu dilakukan penataan birokrasi. Dalam hal penataan struktur birokrasi, menurut Widodo (2007:40) diperlukan hal-hal sebagai berikut : 1. Struktur dan proses birokrasi publik harus jelas, tegas, dan leksibel. 2. Para birokrat harus mengetahui apa yang menjadi tujuan birokrasi 3. Para birokrat harus mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya 4. Para birokrat harus mempunyai kemampuan dan kejelian dalam mengenali, mengidentiikasi masalah, kebutuhan, dan kepentingan yang dihadapi oleh masyarakat tempat birokrasi itu berada. 5. Para birokrat harus mempunyai kemampuan dalam memobilisasi dan mendayagunakan sumber daya local untuk memecahkan masalah dan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya. 6. Para birokrat harus membuka kesempatan seluas-luasnya pada warga masyarakat untuk berkonsultasi. 7. Para birokrat harus berani mengambil keputusan sesuai dengan kompetensi mereka. 8. Para birokrat harus senantiasa mendorong dan mengajak warga masyarakat untuk aktif berpartisipasi dan ikut serta dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara terpadu. Mengacu pada hal-hal tersebut maka wajarlah bila faktor struktur birokrasi turut menentukan kinerja kebjakan. Artinya, keberhasilan implementasi kebjakan penanggulangan kemiskinan juga bergantung pada fungsi struktur birokrasi yang melaksanakan kebjakan tersebut. Theodore Lowi telah menunjukkan bahwa jenis kebjakan yang dibuat akan memiliki dampak yang besar terhadap jenis kegiatan politik yang dirangsang oleh proses pembuatan kebjakan. Pengamatan ini dapat diterapkan dengan validitas yang sama dengan proses pelaksanaan, mendorong pertimbangan “kemampuan” berbagai program. Perbedaan juga dapat dibuat antara program yang memberikan manfaat kolektif, yang mendorong permintaan pembuatan kategoris, dan mereka memberikan manfaat yang dibagi, yang dapat memobilisasi lebih banyak jenis partikularistik tuntutan pada tahap implementasi. Dalam hal perbedaan ini, Grindle (1980:9) mengatakan: Diferences in the degree of behavior change the program envisions for its intended ben-
38
Sebuah Disertasi eiciaries is another way the content of policy afects its implementation. The introduction of new technologies for agricultural development is a commonly cited example of a program requiring considerable behavioral adaptation and participation on the part of recipients. In contrast, providing housing for low-income group may require litle in the way of changes behavior paterns. Moreover, programs that are designed to achieve long-range objectives may be more diicult to implement than those whose advantages are immediately apparent to the beneiciaries. Menurut Grindle, perbedaan dalam tingkat perilaku mengubah program untuk pihak penerima bantuan adalah cara lain isi dari kebjakan mempengaruhi pelaksanaannya. Pengenalan teknologi baru untuk pembangunan pertanian adalah contoh yang umum dikutip dari program yang memerlukan adaptasi perilaku yang cukup dan partisipasi dari pihak penerima. Sebaliknya, menyediakan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah mungkin memerlukan sedikit pola perubahan perilaku. Selain itu, program yang dirancang untuk mencapai tujuan jangka panjang mungkin lebih sulit untuk diterapkan pada mereka yang lebih mementingkan manfaat segera. Dalam konteks inilah isi kebjakan menjadi penting untuk menelaah ke mana arah implementasi kebjakan itu. Dalam perspektif ini, Grindle mengatakan “The content of various policies also dictates the site of implementation.” Lebih jauh Grindle (1980:10) mengatakan : Decision made during policy formulation may also indicate who is to be charged with executing various programs, and such decision can afect how the policy pursued. There may be, for example, diferences in the capacity of various bureaucratic agencies to manage programs successfully. Some will have will enjoy greater support of political elites and have greater access to resources, and some will be more able to cope with the range of demands made upon them. In addition, the form in which policy goals themselves are stated may have a decided impact on implementation. Menurut Grindle, keputusan yang dibuat selama perumusan kebjakan juga dapat menunjukkan siapa yang akan dibebankan dengan melaksanakan berbagai program, dan keputusan tersebut dapat mempengaruhi bagaimana kebjakan yang dicapai. Mungkin ada, misalnya, perbedaan dalam hal kapasitas kelembagaan birokrasi untuk mengelola berbagai keberhasilan program. Beberapa menerima dukungan yang lebih besar dari elit politik dan memiliki akses terhadap sumber daya, dan beberapa akan lebih mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dibuat atas mereka. Selain itu, bentuk tujuan kebjakan itu sendiri yang dinyatakan mungkin memiliki dampak yang memutuskan pada implementasi. Karena itu, konteks kebjakan menjadi perhatian. Dalam hal ini, Grindle (1980:12) mengemukakan :
39
Sebuah Disertasi Clearly, then, the content of policy program and policies is an important factor in determining the outcome of implementation initiatives. But as many of the examples above indicate, and as is evident in Figure 1-1,policy or program content is oten a critical factor because of the real or potential impact it may have on a given social, political, and economic seting. Therefore, it is necessary to consider the context or environment in which administrative action is pursued. We have conceived of implementation to be an going process of decision making involving a variety of actors. In the process of administering any given program, many actors are called upon to make choice about speciic allocations of publik resources and many others may atempt to inluence decisions. A brief listing of those who might be involved in the implementation of any particular program would include national level planners; national, regional, and local politicians; economic elite group, especially at the local level; recipient groups; and bureaucratic implementers at middle and lower levels. Menurut Grindle, isi kebjakan dan program merupakan faktor penting dalam menentukan hasil dari inisiatif implementasi. Tapi seperti banyak contoh di atas menunjukkan, dan seperti yang terlihat pada gambar konten, kebjakan atau program sering merupakan faktor penting karena potensi atau dampak nyata mungkin berada pada pengaturan sosial, politik, dan ekonomi yang diberikan. Oleh karena itu, perlu mempertimbangkan konteks atau lingkungan di mana tindakan administratif dicapai. Sering, tujuan aktor akan berada dalam konlik langsung dengan satu sama lain dan hasil dari konlik ini dan akibatnya, siapa mendapat apa, akan ditentukan oleh strategi, sumber daya, dan posisi kekuasaan masing-masing aktor yang terlibat. Apa yang diimplementasikan mungkin merupakan hasil dari kalkulasi politik kepentingan dan kelompok bersaing untuk sumber daya yang langka, respon dari pejabat pelaksana, dan tindakan elit politik, semua berinteraksi dalam konteks kelembagaan yang diberikan. Analisis pelaksanaan program khusus untuk itu dapat diartikan menilai “daya kemampuan” aktor, kepentingan mereka dan strategi untuk mencapainya, dan karakteristik rezim di mana mereka berinteraksi. Hal ini pada gilirannya dapat mempermudah penilaian potensi untuk mencapai kebjakan dan tujuan program. Bagaimana tujuan tersebut dicapai, menurut Grindle (1980: 13) : In achieving such goals oicials face two subordinate problems that highlight the interaction of program environment and program administration. First, oicials must address the problem of how to achieve compliance with the ends enunciated in the policy. Menurut Grindle, dalam mencapai suatu tujuan para pejabat dihadapi dua masalah yang menyoroti interaksi lingkungan program dan administrasi program. Pertama, pejabat harus mengatasi masalah bagaimana untuk mencapai kepatuhan kebjakan.
40
Sebuah Disertasi Mereka harus, misalnya, memperoleh dukungan dari elit politik, dan kepatuhan instansi pelaksana, pembebanan birokrasi dengan pelaksanaan program-program dari elit politik tingkat yang lebih rendah, dan penerima manfaat. Mereka harus mengubah oposisi dari mereka yang mungkin dirugikan oleh program ke penerimaan mereka, dan mereka harus menjaga mereka yang dikecualikan, tetapi yang ingin memperoleh manfaat, dari menghancurkan mereka. Pemunculan semacam ini bisa berarti kepatuhan tawar-menawar, akomodasi, dan sekali lagi, konlik yang cukup besar. Namun, jika tujuan kebjakan secara keseluruhan untuk diwujudkan, sumber daya ditransaksikan guna memperoleh kepatuhan yang tidak boleh membahayakan dampak kekhususan program. Untuk itu tentu diperlukan pemahaman terhadap dimensi lain permasalahan kebjakan, yang menurut Grindle (1980:13) : The other side of the problem of achieving policy and program goals within a speciic environment is that of responsiveness. Ideally, publik institutions such as bureaucratic must be responsive to the needs of thosethey are intended to beneit in order to serve them most adequately. In addition, without a considerable amount of responsiveness during implementation, publik oicials are deprived of information to evaluate program achievement and of support may mean that policy goals are not achieved because of the intervention of the same individuals or groups, either in order to acquire speciic types of goods and services in greater amounts or to obstruct the accomplishment of particular programs that may not be accepted by them as beneicial. Sisi lain dari masalah kebjakan dan mencapai tujuan program dalam lingkungan tertentu adalah responsitas. Idealnya, institusi publik seperti birokrasi harus responsif terhadap kebutuhan yang paling memadai bagi mereka untuk melayani mereka. Selain itu, tanpa responsitas yang cukup selama pelaksanaan, pejabat publik yang kehilangan informasi untuk mengevaluasi pencapaian program. Dan dukungan dapat berarti bahwa tujuan kebjakan tidak tercapai karena intervensi dari individu-individu atau kelompok yang sama. Sehingga dalam rangka memperoleh spesiik jenis barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar atau untuk menghalangi pemenuhan program tertentu. Yang tidak dapat diterima oleh mereka sebagai menguntungkan. Dalam hal ini Grindle (1980:14) mengatakan : Related to this is a theme that emerges in a number of the case studies in this volume: the extent to which political regimens and administrative organizations have the power to implement policies they are commited to. At issue here be decentralized or, on the other hand, controlled from the political or bureaucratic center of the country.
41
Sebuah Disertasi Menurut Grindle, tema yang muncul dalam sejumlah studi kasus adalah sejauh mana rejim politik dan organisasi administratif berkomitmen dan memiliki kekuatan untuk menerapkan kebjakan mereka. Pada masalah ini terjadi desentralisasi atau, di sisi lain, dikendalikan dari pusat politik atau birokrasi negara. Dalam konteks ini pertimbangannya menurut Grindle (1980:15) : This suggest that consideration of the context of administrative action also involves such variables as the structure of political institutions and the type of regime in which a policy or program is pursued. Maters of ideology, culture, political alliances and payofs, and international events are other environmental inluences that may also have considerable impact on the administrative process, moreover, programs are not implemented in isolation from other publik policies; a program’s success may easily be afected by the priorities of political oicials or the outcome of other programs. Ini menunjukkan bahwa pertimbangan konteks tindakan administratif juga melibatkan variabel seperti struktur lembaga-lembaga politik dan jenis rezim di mana kebjakan atau program dicapai. Hal-hal ideologi, budaya, aliansi politik dan hadiah, dan acara internasional pengaruh lingkungan lain yang mungkin juga memiliki dampak yang cukup besar pada proses administrasi. Apalagi, program tidak dilaksanakan secara terpisah dari kebjakan publik lainnya, keberhasilan sebuah program dengan mudah dapat dipengaruhi oleh prioritas pejabat politik atau hasil dari program lain. Bagaimana factor-faktor yang disebutkan oleh Grindle itu berkorelasi antara satu sama lain, ditampilan dengan gambar implementasi kebjakan berikut :
Gambar 2.4 Implementation as a Political and Administrative Process
Sumber : Grindle, 1980:15
42
Sebuah Disertasi Dari model-model implementasi kebjakan publik di atas, penulis memilih pendekatan model implementasi kebjakan publik yang dikemukakan Grindle, sebagai tahapan dalam implementasi kebjakan publik. Dan pendekatan teori Jones, yang memandang implemetasi kebjakan publik sebagai sebuah proses. Dalam mengatasi akar permasalahan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan IPM. Bentuk pelaksanaan implementasi kebjakan publik dari kedua pendekatan teori tersebut, tertuang dalam Pergub Banten No. 2/2013. Dikuatkan oleh SK Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten Provinsi Banten No188.4/2/DINSOS/ I/2014, yang hasilnya diharapkan dapat meningkatkan IPM.
2.1.4 Masalah-Masalah Kemiskinan Menurut Suparlan (1993 : xi), kemiskinan dapat dideinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat tersebut. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Menurut Ansyari (1995:179), kemiskinan dalam arti umum adalah kondisi kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Menurut Friedman (1995 : 207) , kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuasaan sosial ini menurut Friedman meliputi : 1). modal yang produktif atas assets, misalnya, tanah perumahan, peralatan, kesehatan. 2). sumber keuangan, seperti income dan kredit yang memadai. 3). organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, seperti partai politik, atau koperasi. 4). network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barangbarang, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, dan 5) informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan. Bank Dunia mendeinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan mencapai standar hidup minimum (Suyanto ,1993 : 31). Sedangkan Mubyarto (1997 :35) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah kondisi serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar manusia meliputi sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan pendidikan dasar bagi anak-anak. Menurut Sudibyo (1995 : 11), kemiskinan adalah kondisi deprevasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Menurut Rahardjo (1995 : 146), kemiskinan adalah sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga. Menurut Arsyad (1993 : 10), kemiskinan adalah terjadinya kekurangan modal. Masalah kekurangan modal ini bisa djelaskan dengan menggunakan konsep lingkaran tak berujung pangkal (vicious circle). Kekurangan modal ini disebabkan
43
Sebuah Disertasi oleh rendahnya investasi, sedang rendahnya investasi disebabkan oleh rendahnya pendapatan, sedangkan rendahnya pendapatan karena tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja, sumber daya alam dan modal. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh keterbelakangan penduduk, belum dimanfaatkannya sumber daya alam secara optimal. Menurut Kartasasmita (1993:50) pengetahuan tentang karakteristik kemiskinan memiliki arti yang sangat penting bagi perumusan kebjakan dalam pengentasan kemiskinan. Perumusan kebjakan pengentasan kemiskinan perlu mengetahui terlebih dahulu bagaimana hakekat pola atau wajah kemiskinan dalam masyarakat, agar program pengentasan menjadi efektif dan tepat sasaran. Hal ini tentu memerlukan suatu pendekatan khusus untuk memahami perspektif permasalahan kemiskinan. Dalam konteks ini, menurut Sumodiningrat (1999:2) mengatakan bahwa pada umumnya kemiskinan diukur dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Jika tingkat pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatasnya akses pada kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Karena itu, Kartasasmita (1993:64) mengatakan bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Menurut Kartasasmita (1993:64), secara konseptual, kemiskinan dapat dilihat secara kualitatif yakni merupakan suatu kondisi kehidupan manusia yang tidak bermartabat atau dengan pemahaman lain taraf hidup manusia tidak layak menurut nilai-nilai kemanusiaan. Secara kuantitatif, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana manusia hidup serba kekurangan, karena rendahnya produktivitas, minimnya pendapatan dan sangat terbatasnya kemampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sutrisno (1997:16) mengatakan : Secara empirik, banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan seperti budaya yang dikaitkan dengan rendahnya etos kerja, ketidakadilan yang dikaitkan dengan kepemilikan faktor produksi seperti kepemilikan tanah yang tidak merata. Namun ada juga yang mengatakan bahwa model pembangunan yang hanya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menimbulkan kemiskinan pada sekelompok masyarakat. Kartasasmita (1996:240-250) mengatakan bahwa ada beberapa penyebab kemiskinan, namun secara garis besar diuraikan sebagai berikut : 1. Rendahnya taraf pendidikan, taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan menyempitnya
44
Sebuah Disertasi lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan menentukan. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang. 2. Rendahnya derajat kesehatan, taraf kesehatan dan gizi yang rendah, menyebabkan rendahnya daya tahan isik, daya pikir, dan prakarsa. 3. Terbatasnya lapangan kerja, keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu. 4. Kondisi keterisolasian, banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Masih sejalan dengan pendapat diatas, Chambers (1983:111) menggunakan konsep terpadu (integrated poverty) untuk memahami masalah kemiskinan di negara sedang berkembang. Berbeda dengan para ahli pembangunan pedesaan lainnya, Chambers melihat bahwa kemiskinan yang dialami oleh rakyat yang sedang berkembang, khususnya rakyat pedesaan, disebabkan oleh beberapa faktor yang disebut “ketidakberuntungan” atau disadvantage yang saling terkait satu dengan lainnya. Chambers (1983:111) menjelaskan bahwa ketidakberuntungan yang melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin adalah : 1. Kemiskinan (poverty), hal ini ditandai dengan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan yang kurang memadai dan pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. 2. Fisik yang lemah (phisycal weakness) yaitu adanya rasio ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga dalam hal ini mencari nakah. 3. Kerentanan (vulnerability) biasanya keluarga miskin tidak mempunyai cadangan baik berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat. 4. Keterisolasian/keterasingan (isolation) yang meliputi keterasingan secara geograis maupun keterasingan sosial. 5. Ketidakberdayaan (powerless). Orang miskin tidak memiliki daya/kekuatan untuk menghadapi orang-orang yang lebih kuat (powerfull) yang seringkali mengeksploitasi mereka. Untuk memahami kondisi obyektif kemiskinan, maka pengklasiikasian kondisi kemiskinan diperlukan. Kartasamita (1993:2), membedakan kemiskinan dari tingkat pendapatan :
45
Sebuah Disertasi Pertama, kemiskinan absolut yaitu tingkat pendapatan atau jumlah pendapatan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Kedua, kemiskinan relatif yaitu keadaan perbandingan antara kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan yang sudah di atas garis kemiskinan sehingga tidak termasuk miskin, tetapi masih lebih miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Lebih dalam lagi Kartasamita (1993:3), menjelaskan kemiskinan yang dapat dibedakan kedalam tiga pengertian berikut : Pertama, kemiskinan natural (alamiah), yaitu keadaan kemiskinan karena dari asalnya memang miskin. Kelompok ini miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya. Kedua, kemiskinan struktural, kemiskinan yang disebabkan oleh ketimpangan perolehan pendapatan dalam masyarakat yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Ketiga, kemiskinan kultural ini mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan kebudayaannya, mereka sudah merasa kecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi melakukan perubahan, ataupun memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai. Lebih jelas lagi, Kartasasmita (1993:18-19) mengatakan bahwa bila dikaji dari pola waktu, kemiskinan di suatu daerah dapat digolongkan sebagai berikut : Pola pertama adalah “Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah turun temurun. Daerah ini pada umumnya merupakan daerah-daerah kritis sumber daya alam atau daerah yang terisolir. Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty yaitu kemiskinan musiman seperti sering djumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Terakhir adalah accidental poverty yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebjakan yang keliru yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Menurut Bank Dunia (dalam Sumodiningrat, 1999:2), keadaan miskin sebagai “Poverty is concern with absolute standard of living of part of society the poor in equality refers to relative living standards across the whole society”. Dengan pemahaman lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum. Konsep dasar garis kemiskinan (poverty line) selama ini ditetapkan berdasarkan besarnya pengeluaran un-
46
Sebuah Disertasi tuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan normal. Garis kemiskinan dinyatakan dalam satuan pendapatan perkapita perbulan. Kemiskinan banyak dikaitkan dengan masalah perekonomian. Karakteristik masalah perekonomian di satu negara dengan negara lainnya tentu berbeda. Begitu juga karakteristik masalah ekonomi di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Meskipun demikian, menurut Todaro dan Smith (2003, 55) , kita juga harus berusaha mengungkap dan memahami kesamaan-kesamaan karakteristik perekonomian negara-negara berkembang demi memungkinkan kita mendapatkan suatu bentuk kerangka analisis umum yang bisa diterapkan untuk mempelajari negara-negara berkembang secara keseluruhan atau sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian analisis masalah kemiskinan di suatu negara atau daerah perlu dikaitkan kondisi perekonomian di negara atau daerah tersebut. Berangkat dari masalah perekonomian di negara-negara berkembang, menurut Todaro dan Smith (2003, 55), secara singkat dan sederhana, ciri-ciri umum masalah-masalah kemiskinan pada negara berkembang dapat diklasiikasikan menjadi enam kategori sebagai berikut : 1. Standar hidup yang relatif rendah, ditunjukkan oleh tingkat pendapatan yang rendah, ketimpangan pendapatan yang parah, kondisi kesehatan yang buruk, dan kurang memadainya sistem pendidik. 2. Tingkat produktivitas yang rendah. 3. Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan pendapatan yang sangat besar kepada produksi sektor pertanian serta ekspor produk-produk primer (bahan-bahan mentah). 4. Pasar yang tidak sempurna, dan terbatasnya informasi yang tersedia. 5. Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan yang parah pada hampir semua aspek hubungan internasional. Dari pemikiran di atas jelas dapat ditarik suatu proposisi bahwa produktivitas yang rendah menyebabkan pendapatan yang rendah. Pendapatan rendah menyebabkan daya beli pun menjadi rendah. Rendahnya daya beli jelas mengakibatkan sulit mencapai standar hidup yang diharapkan. Dalam konteks ini, Todaro dan Smith (2003, 56) mengungkapkan: Di hampir semua negara-negara berkembang standar hidup (levels of living) dari sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah, tidak hanya dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara-negara kaya, namun juga dengan gaya hidup golongan elit di negara-negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah (kemiskinan), perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim
47
Sebuah Disertasi atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah, dan dalam banyak kasus juga terdapat ketidakpuasan dan ketidakberdayaan secara umum. Dari ungkapan Todaro dan Smith itu diketahui bahwa secara kuantitatif dan kualitatif masalah-masalah kemiskinan antara lain teridentiikasi dari (1) tingkat pendapatan yang sangat rendah, (2) perumahan yang kurang layak, (3) kesehatan yang buruk, (4) bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali, (5) angka kematian bayi yang tinggi, (6) usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, dan (7) peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah. Masalah-masalah kemiskinan inilah yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah.
2.1.5 Indikator-Indikator Kesejahteraan Masyarakat Batasan kesejahteraan masih banyak diperdebatkan. Banyak batas-batas kesejahteraan yang telah dikemukakan para ahli. Namun secara umum kesejahteraan dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu kesejahteraan juga dapat dideinisikan sebagai tingkat aksesibilitas seseorang dalam pemilikan faktor-faktor produksi yang dapat dimanfaatkan dalam suatu proses produksi yang dapat ia manfaatkan dalam suatu proses produksi dan ia memperoleh imbalan bayaran (compensations) dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Semakin tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi yang ia kuasai maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan yang diraihnya. (Todaro, 2003: 252). Ibnu Khaldun dalam teori ”Model Dinamika” berpendapat bahwa kesejahteraan bukan hanya sebuah kondisi dimana seseorang dapat mencukupi kebutuhan dasar jasmaninya saja, tetapi juga kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani meliputi ketenangan mental, keharmonisan rumah tangga dan masyarakat, kebebasan dan persaudaraan umat manusia. Sementara itu, menurut ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, kesejahteraan atau sejahtera mempunyai arti yang dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi dimana manusia dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang membutuhkan interaksi dengan orang lain, sehingga harus bisa bekerjasama dan saling membagi tugas sesuai dengan spesialisasinya. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain tingkat persamaan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua, terpenuhinya kesempatan bekerja/ beru-
48
Sebuah Disertasi saha bagi semua anggota masyarakat, terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, stabilitas ekonomi yang dicapai tanpa tingkat inlasi yang tinggi, rendahnya penyusutan sumber daya ekonomi yang tidak dapat diperbaharui, atau ekosistem yang membahayakan kehidupan. Kesejahteraan dipandang sebagai kebaikan artinya kesejahteraan menunjuk kepada kondisi kehidupan sejahtera, kebaikan sosial, keadaan yang baik, kemakmuran, kebahagiaan, yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan kemanusiaan terutama yang mendasar. Misalnya, orang dikatakan sejahtera jika memiliki tubuh yang sehat, mempunyai penghasilan memadai, memiliki rumah yang layak untuk dihuni, memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar (seperti membaca dan menulis), atau dapat berinteraksi dengan dan berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya. (Thomas, 2005: 15). Menurut Midgley, et al (2000: xi) mendeinisikan kesejahteraan sebagai “…a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resikoresiko utama yang mengancam kehidupannya. Kesejahteraan hidup seseorang dalam realitasnya, memiliki banyak indikator keberhasilan yang dapat diukur. Indikator kesejahteraan suatu daerah diukur melalui tingkat kemiskinan, angka buta huruf, angka melek huruf, emisi gas CO2, perusakan alam dan lingkungan, polusi air dan tingkat produk domestik bruto (PDB) (Thomas, 2005: 15). Pendapatan orang kaya (golongan menengah ke atas) akan digunakan untuk dibelanjakan pada barang mewah, emas, perhiasan, rumah yang mahal. Golongan menengah ke bawah yang memiliki karakteristik miskin, kesehatan, gizi dan pendidikan yang rendah, peningkatan pendapatan dapat meningkatkan dan memperbaiki kesejahteraan mereka (Todaro, 2003: 252). Kesejahteraan masyarakat terkait erat dengan produktivitas masyarakat dalam mengelola sumber daya produksi. Menurut Todaro dan Smith (2003, 17) : Peningkatan produksi nasional, perbaikan taraf hidup, dan perluasan kesempatan kerja di suatu masyarakat, dalam banyak hal merupakan fungsi dari (ditentukan oleh) sejarah daerah tersebut, harapan masyarakat, tata nilai, insentif-insentif, dan kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat global yang secara langsung dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi strategis seperti tabungan, investasi, harga-harga produk dan faktor produksi, serta kurs.
49
Sebuah Disertasi Dengan demikian peningkatan produksi nasional, perbaikan taraf hidup, dan perluasan kesempatan kerja di suatu masyarakat dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi strategis seperti tabungan, investasi, harga-harga produk dan faktor produksi, serta kurs. Todaro dan Smith (2003:28) yang mengatakan : dapat kita simpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan isik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin – melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional – demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Sen, (2002: 8) mengatakan bahwa welfare economics merupakan suatu proses rasional ke arah melepaskan masyarakat dari hambatan untuk memperoleh kemajuan. Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulillment), kualitas hidup (quality of life) dan pembangunan manusia (human development). Selanjutnya Sen (1992: 39-45) lebih memilih capability approach didalam menentukan standard hidup. Sen mengatakan: the freedom or ability to achieve desirable “functionings” is more importance than actual outcomes. Penanggulangan kemiskinan sebagai suatu rangkaian upaya pembangunan perlu diorientasikan secara tajam pada perbedaaan karakteristik kemiskinan di setiap daerah, namun upaya pembangunan tersebut juga harus sistematis dan komperehensif. Dalam konteks ini, Todaro dan Smith (2003, 68) mengatakan : Upaya terkini yang paling ambisius untuk menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi secara sistematis dan komprehensif telah dilakukan United Nations Development (UNDP) dalam Human Development Report yang terbit berkala setiap tahuan. Sejak dimulainya pada tahun 1990, tema sentral dari laporan ini adalah pembentukan dan penajaman ulang Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI). Indikator - indikator Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index tersebut juga diterapkan dalam pembangunan di Indonesia. Mengenai HDI ini, lebih jauh Todaro dan Smith (2003, 68) mengatakan : HDI mencoba untuk memeringkat semua negara dari skal 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan : masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuai dengan paristas daya beli (purchasing power parity atau PPP) dari mata uang setiap
50
Sebuah Disertasi negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semamkin menurun dari pendapatan. Dengan mengggunakan ketiga ukuran pembangunan dan menerapkan rumus tersebut untuk menghitung data dari 175 negara, HDI memeringkat semua negara menjadi tiga kelompok : tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 hingga 0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50 hingga 0,799), dan tingkat pembangunan manusia yang tinggi (0,80 hingga 1,0). Pengukuran HDI telah mengalami beberapa perubahan sejak pertama kali dicetuskan. Mungkin yang terpenting adalah bahwa indeks tersebut telah disederhanakan sehingga sekarang HDI dihitung secara langsung. Khususnya, di masa lampau rumus yang relatif lebih rumit digunakan untuk mengkonversi PPP menjadi pendapatan yang “disesuaikan” (yang berarti bahwa pendapatan disesuaikan demi memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semakin menurun). Salah satu keuntungan terbesar dari HDI adalah indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah negara dapat berbuat jauh lebih baik pada tingkat pendapatan yang rendah, dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar dapat berperan relatif kecil dalam pembangunan manusia. Dengan demikian upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah tidak terbatas hanya pada pendekatan peningkatan pendapatan perkapita saja. Pendekatanpendekatan lain yang lebih memungkinkan berkembangnya sumber daya manusia bagi terwujudnya kondisi kesejahteraan masyarakat juga menjadi hal yang boleh diabaikan. (Todaro dan Smith,2003, 68). Menurut BKKBN (Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Kesejahteraan keluarga digolongan kedalam 3 golongan; yaitu : (1) Keluarga Sejahtera Tahap I dengan kriteria sebagai berikut. (2) Keluarga Sejahtera Tahap II, meliputi. (3) Keluarga Sejahtera Tahap III. (4) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus. Adapun yang termasuk keluarga Sejahtera Tahap I: (1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama; (2) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda dirumah /pergi/bekerja/sekolah; (3) Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah; (5) Anak sakit ataupun pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber KB dibawa ke sarana kesehatan. Keluarga Sejahtera Tahap II: (1) Paling kurang sekali seminggu lauk daging / ikan/telur; (2) Setahun terakhir anggota keluarga menerima satu stel pakaian baru; (3) Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni; (5) Ada anggota keluarga umur 15 tahun keatas berpenghasilan tetap; (4) Anggota keluarga umur 10 – 60 th. bisa baca tulis latin; (5) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah; (6) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat kontrasepsi. Keluarga Sejahtera Tahap III, meliputi : (1) Sebagian penghasilan keluarga ditabung; (2) Keluarga sering ikut dalam kegiatan mesyarakat di lingkungan tempat tinggal; (3) Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali
51
Sebuah Disertasi dalam enam bulan; (3) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar/majalah/TV/radio; (5) Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi setempat. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus: (1) Keluarga secara teratur memberikan sumbangan; (2) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan / institusi masyarakat. Badan Pusat Statistik (2005), menyebutkan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan, yaitu (1) pendapatan, (2) konsumsi atau pengeluaran keluarga, (3) keadaan tempat tinggal, (4) fasilitas tempat tinggal, (5) kesehatan anggota keluarga, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, (7) kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan, dan (8) kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Tabel 2.1. Indikator keluarga sejahtera berdasarkan BPS tahun 2005 dalam Sugiharto (2006), menyebutkan kriteria untuk masing-masing klasiikasi adalah sebagai berikut : (1) Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24; (2) Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19; (3) Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 8-13. Kriteria tempat tinggal yang dinilai ada 5 item yaitu jenis atap rumah, dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai.
Tabel 2.1 Indikator keluarga sejahtera berdasarkan BPS tahun 2005
Sumber : Sugiharto (2006), Jurnal Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan
52
Sebuah Disertasi Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan, yaitu (1) pendapatan, (2) konsumsi atau pengeluaran keluarga, (3) keadaan tempat tinggal, (4) fasilitas tempat tinggal, (5) kesehatan anggota keluarga, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, (7) kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan, dan (8) kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.
2.2 Kerangka Pemikiran Dengan menggunakan dua pendekatan teori Grindle (1980) dan Jones (1996), maka kerangka pemikiran penulisan Disertasi yang berjudul “implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menjelaskan dua pertanyaan rumusan masalah, yaitu bagaimana implementasi peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten? Penjelasannya menggunakan pendekatan teori Grindle (1980), yang menyebutkan proses pelaksanaan implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dipengaruhi oleh isi kebjakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementation). Proses isi kebjakan terdiri dari pihak yang berpengaruh (interests afected), jenis manfaat (type of beneits), jangkauan perubahan yang diharapkan (extent of change envisioned), letak pengambilan keputusan (site of dicision making) dan sumber daya manusia (site of dicision making). Sedangkan pada tahap konteks implementasi dibagi menjadi : kepentingan kekuasaan (power interests), strategi para, aktor yang terlibat (strategies of actors involved), ciri kelembagaan dan rezim (institution and regime characteristic), konsistensi dan daya tanggap (compliance and responsiveness). Analisa isi kebjakan pelaksanaan yang dimaksud adalah proses pelaksanaan program Jamsosratu yang dibuat oleh bupati dan gubernur. Karena pengajuan dan penetapan anggaran Jamsosratu diambil dari APBD (Anggaran Pendapan Belanja Daerah). Manfaatnya yang diperoleh peserta (RTSM) dengan pemberian bantuan tunia bersyarat untuk kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan komponen pembentuk IPM. Diharapkan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Analisia konteks implementasi kebjakan program Jamsosratu merupakan bagian integral pencapaian Visi Kabupaten Pandeglang, yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah Mandiri dan Berkembang di Bidang Agribisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan. Sedangkan pertanyaan kedua dalam rumusan masalah menyebutkan, mengapa implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten belum optimal? Maka pendekatan teori Jones (1996) menyebutkan ada tiga aktivitas tahapan implementasi kebjakan agar dapat terlaksana dengan baik. Yaitu tahap pengorganisasian (organization), tahapan penafsiran (interpretation) dan tahapan penerapan (application).
53
Sebuah Disertasi Tahap pengorganisasian (organization), terdiri dari tiga tahap implementasi kebjakan agar dapat terlaksana dengan baik, pertama, adanya tahap pembentukan atau penataan sumber daya (the establishment or rearrangement of resources). Kedua, adanya unit-unit sebagai pelaksana dari sebuah pelaksana kebjakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, adanya metode atau cara untuk menempatkan sebuah kebjakan yang nantinya akan memberikan efek positif dalam pelaksanaan sebuah kebjakan. Sedangkan tahap penafsiran (interpretation), menyebutkan rujukan aturan yang menjadi landasan dilaksanakanya sebuah implementasi kebjakan. Tahap penerapan (application), menyebutkan ada tiga tahap yang perlu ditempuh agar implementasi kebjakan dapat dilaksanakan dengan baik. Yaitu adanya penyediaan rutin pelayanan di lapangan, adanya tahapan pembayaran dan ada instrument tujuan pendukung lainya guna mensukseskan pelaksanaan implementasi kebjakan dalam sebuah program. Dari dua pendekatan teori diatas, implementasi kebjakan dimaksud adalah program Jamsosratu dalam meningkatkan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Tahapan pengorganisasian program Jamsosratu yaitu adanya Tim Pengendali Jamsosratu (TPJ) mulai tingkat prorinsi sampai ke kabupaten. Tahapan penafsiran menyangkut aturan, program Jamsosratu diformulasikan dalam Pergub No 2/2013 dan dikuatkan oleh SK Kepala Dinas Sosial No. 188.4/2/DINSOS/I/2014. Tahap penerapan program Jamsosratu merupakan bantuan tunai bersyarat untuk kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan komponen pembentuk IPM. Pesertanya adalah RTSM yang juga diberikan bantuan Asuransi Jaminan Kesejahteraan Sosial (Askesos) Ketenagakerjaan. Tujuanya melindungi RTSM dari kerawanan penghasilan. Dinas sosial selaku ketua TPJ (stake holder) juga memantau unit pelayanan pendukung pembayaran uang tunai di kanor PT. Pos. Sedang unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu dan pelayanan pendidikan adalah SD/ sederajat serta SMP/sederajat. Program Jamsosratu diharapkan memberikan efek posistif dalam meningkatkan IPM. Dengan landasan teori di atas, maka dapat dibuatkan gambar kerangka pemikiran seperti di bawah ini:
54
Sebuah Disertasi Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Kerja Hipotesis Kerja 1 :
Proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dipengaruhi oleh isi kebjakan dan konteks implementasi terhadap pelaksanaan Program Jamsosratu.
Hipotesis kerja 2 : Tahapan implementasi kebjakan peningkatan IPM dapat optimal melalui tiga aktivitas tahapan: pengorganisasian, penafsiran dan penerapan terhadap pelaksanaan Program Jamsosratu.
55
Sebuah Disertasi bab III metOde PenelItIan 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian adalah peserta Jamsosratu (RTSM) yang menerima bantuan tunai bersyarat untuk kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Diharapkan dapat meningkatkan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Pelaksanaan program Jamsosratu pertama kali uji coba dilaksanakan tahun 2013 di Kabupaten Pandeglang dengan mengambil dua wilayah kecamatan Cadasari dan Kecamatan Kaduhejo. Kemudian pada tahun 2014 dilaksanakan di tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Dan pada tahun 2015 sekarang dilaksanakan di tiga puluh lima kecamatan seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Provinsi Banten melaksanakan program Jamsosratu pertama kali uji coba dilaksanakan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang dan Lebak. Masing-masing kabupaten diambil dua kecamatan. Sedang trahun 2014 ditambah lagi Kabupaten Serang, Kota Cilegon serta Kota Serang. Tahun 2015 ditambah satu wilayah yaitu Kabupaten Tangerang.
3.2 Disain Penelitian Penelitian Disertasi menggunakan proses dan tahapan implementasi kebjakan dalam meningkatkan IPM guna melaksanakan program Jamsosratu di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Penelitian dilakukan melalui metode kualitatif, bertujuan memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi, dan kelompok. Penelitian dilakukan secara bertahap dengan cara memahami gejala-gejala sosial dengan membedakan, membandingkan, katalogisasi, dan mengelompokkan obyek studi. Bogman dan Taylor (dalam Moleong, 1997: 3) menyatakan, bahwa metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari perilaku orang-orang yang dapat diamati. Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif berdasarkan data. Adapun disain penelitian bersifat deskriptif, yaitu menemukan fakta dengan interpretasi yang melukiskan sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu yang berasal dari
56
Sebuah Disertasi hasil penemuan. Pendekatan kualitatif dipakai untuk mengungkapkan secara komprehensif dan alami mengenai bagaimana proses dan tahapan kebjakan program Jamsosratu dapat diimplementasikan di lapangan. Dengan demikian tujuan pemilihan pendekatan kualitatif ini adalah untuk memahami bagaimana proses dan tahapan dalam mengungkapkan makna dari setiap fenomena menurut persepsi masyarakat maupun pemerintah, dengan dukungan teoritik yang ada, kemudian dibangun kerangka pikir dan hipotesis kerja. Dalam penelitian ini peneliti merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data, sedangkan fokus penelitian ada pada peran dan pengalaman informan dan cara mereka memandang implementasi kebjakan. Informan juga dapat menggambarkan fenomena yang terjadi, hubungan sebab akibat, kecenderungan, dan budaya yang berkembang dalam jejaring kelembagaan publik. Peneliti juga lebih menekankan pada obyektiitas dan kejujuran yang diwujudkan dengan menjelaskan tujuan penelitian kepada informan. Selain itu, merahasiakan identitas informan. Sehingga konsekuensi dari hasil penelitian tidak berdampak kepada informan yang telah memberikan informasi. Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian didapat dari observasi dan wawancara. Sementara itu informasi yang didapatkan berasal dari observasi langsung, catatan wawancara, rekaman wawancara, dan foto kegiatan, yang dikemas dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa yang kemudian diolah menjadi data.
3.3 Sumber Data Data hasil penelitian bersumber dari informan, yakni data hasil wawancara dengan pelaku utama, baik dari para pengambil keputusan, pelaksana dan penerima program Jamsosratu. Sedangkan data sekunder bersumber dari artikel, studi literatur, dokumen, data statistik, arsip dari pihak pemerintah dan pihak swasta, maupun media massa. Adapun sumber data tersebut dapat dikelompokkan pada:
3.3.1. Informan Informan, yaitu orang yang memberikan data dan atau informasi berupa kata-kata atau tindakan, serta mengetahui dan mengerti masalah yang tengah diteliti. Informan diperoleh menurut tujuan tertentu. Artinya, dipilih informan yang memenuhi syarat berdasarkan karakeristik obyek penelitian. Dengan demikian informan akan berada di semua lapisan masyarakat serta berbagai fenomena yang diteliti. Pada gilirannya akan terseleksi informan bagus yang memenuhi syarat good informan, yakni menyampaikan data apa adanya, jujur,
57
Sebuah Disertasi enak bicara, dapat berkomunikasi dengan baik, disukai orang lain, bertanggung jawab, memahami obyek penelitian, menguasai informasi, mau membagikan pengetahuannya, serta menjunjung tinggi sikap saling percaya. Jumlah informan yang dibutuhkan dengan cara memperhatikan apa yang ingin diketahui sesuai dengan data dan informasi yang dibutuhkan. Sumber data yang dimiliki informan dan peneliti. Setelah terjadinya pengulangan informasi dari informan ke informan. Adapun informan yang diwawancara representasi dibagi menjadi tiga klasiikasi pada program Jamsosratu. Pertama informan pengambil keputusan Jamsosratu (Sekda Banten, Bupati Pandeglang, Sekda Pandeglang, Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang. Jumlahnya ada lima orang informan. Kedua: informan pelaksana Jamsosratu; (kepala seksi dinas sosial Banten; para operator di tingkat Provinsi Banten; para pendamping dan operator di Kabupaten Pandeglang. Jumlahnya ada sebelas orang informan. Ketiga, peserta atau penerima Jamsosratu (RTSM) (diambil tiga orang RTSM dari tiap enam kecamatan (Kecamatan Cadasari, Kaduhejo, Pandeglang, Cikeusik, Cikeudal, Angsana) di Kabupaten Pandeglang. Totalnya enam kecamatan adalah ada delapan belas informan. Total keseluruhan informan dalam penelitian di Kabupaten Pandeglang dan Banten berjumlah tiga puluh empat informan.
3.3.2. Arsip Peneliti mengambil data atau bahan-bahan dari beberapa sumber, antara lain; surat keputusan, peraturan perundangan, laporan penelitian, laporan kegiatan, hasil rapat, dan lainlain. Selain itu, dokumen berupa data statistik dan naskah-naskah penting lainnya sebagai bahan acuan mendeskripsikan kejadian yang telah lalu.
3.4. Latar dan Lapangan Penelitian Latar (seting) penelitian adalah situasi berlangsungnya observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan para para pengambil keputusan, pelaksana dan peserta Jamsosratu. Lapangan penelitian (ield research) merupakan lokasi dimana terdapat pelasanaan program Jamsosratu, di Kabupaten Pandeglang. Wawancara kepada informan dilakukan ditempat dan pada waktu yang telah disepakati, yang diikuti dengan pengamatan mendalam terhadap perilaku dan tutur kata obyek yang diamati, serta didukung oleh pemberitaan media massa. Situasi berlangsungnya proses melalui pengamatan berperan serta dan dilakukan dalam suasana santai, informal, penuh kekeluargaan, dan situasi saling mempercayai, tanpa tekanan, dan tidak terpengaruh oleh jabatan atau kedudukan.
58
Sebuah Disertasi Kondisi ini dimaksudkan agar informan dapat dengan leluasa, tanpa tekanan, dan dapat menyampaikan pengalaman, pemikiran, serta pertimbangannya secara obyektif tentang halhal yang ditanyakan peneliti.
3.5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data lebih banyak bergantung kepada peneliti sendiri, sebagai pengumpul data. Peneliti disebut sebagai instrumen penelitian yang didukung oleh alat bantu seperti; alat tulis, tape recorder, kamera, peta, dan lain-lain, sedangkan pedoman observasi dan pedoman wawancara diambil dari hipotesis kerja.
3.6. Tahap dan Prosedur Penelitian Prosedur penelitian kualitatif dilakukan melalui beberapa tahap, yakni:
3.6.1. Tahap Pra Lapangan. Dalam tahap pra lapangan ini, dilakukan penyusunan rancangan penelitian, menentukan lokasi penelitian, pengurusan surat jin penelitian, penjajagan atau penilaian kondisi isik lapangan, penentuan nara sumber atau informan, penyiapan perlengkapan penelitian, serta persiapan diri peneliti untuk beradaptasi dengan suasana kehidupan obyek penelitian.
3.6.2. Tahap Penelitian Lapangan Tahap ini, peneliti berusaha memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lokasi dan obyek penelitian, berperan serta dalam proses pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewajiban. Selain peneliti menjalin hubungan dalam pergaulan dengan obyek penelitian, baik selama maupun sesudah pengumpulan data. Disamping peneliti memainkan peran yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Artinya, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh obyek penelitian. Kemudian melakukan diskusi dengan rekan sejawat (peer group). Setelah itu peneliti melakukan wawancara dan pengamatan serta yang dilakukan melalui proses editing, reduksi, dan klasiikasi semua fakta, data, dan informasi yang terekam secara utuh. Berikutnya pengelompokan data menurut kategori, serta menganalisis temuan penelitian serta mengkomparasikan dengan sumber lainnya. Tahap ini diakhiri dengan perumusan kategori, memberikan interpretasi, dan memberikan eksplanasi demi menjawab masalah penelitian dan merumuskan jawaban masalah penelitian. Dengan demikian, analisis data meliputi aktiitas reduksi data, tampilan data, dan pembuatan kesimpulan atau veriikasi. Tahap akhir yaitu tahap penulisan laporan penelitian. Se-
59
Sebuah Disertasi lain memuat temuan penelitian, juga menguraikan hasil interpretasi dan eksplanasi temuan penelitian serta perumusan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.
3.7. Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data 3.7.1. Teknik Pengamatan Langsung (Observasi) Dalam pengumpulan dan pencatatan data, dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan dengan melihat hasil kegiatan yang tengah berjalan, pelaksanaan observasi lapangan disertai juga dengan wawancara kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pemberdayaan. Selanjutnya hasil observasi dan wawancara ditindaklanjuti dengan pengecekan pada literatur dengan melakukan studi dokumentasi. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan dan pencatatan langsung terhadap suatu objek (Nazir 1989: 212). Peneliti melakukan peninjauan langsung ke lokasi penelitian dan mengamati obyek-obyek yang menjadi sasaran penelitian. Melalui teknik ini, peneliti berharap memahami kondisi obyektif berbagai hal yang menjadi sasaran pengamatan, dan melalui teknik ini pula, maka akan diperoleh data primer dan data sekunder. Observasi dilakukan sebagai studi yang secara langsung dan sistematis mengamati fenomena yang diteliti. Dalam hal ini peneliti mengamati kondisi perkembangan pelaksanaan program Jamsosratu yang dilaksanakan oleh para pengambil keputusan dan pelaksana serta penerima program Jamsosratu (RTSM). Kemudian peneliti merekam, mencatat, dan mendeskripsikan pelaksanaan perkembangan program Jamsosratu di Kabupaten Pandeglang.
3.7.2. Teknik Wawancara Mendalam (in depth interview) Pada penelitian ini metode wawancara mendalam merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan; Pertama, dengan wawancara mendalam, maka peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami objek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri objek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Dalam wawancara mendalam, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Peneliti menyimpan cadangan masalah yang perlu ditanyakan kepada informan. Cadan-
60
Sebuah Disertasi gan masalah tersebut adalah kapan menanyakannya, bagaimana urutannya, seperti apa rumusan pertanyaannya, dan lain-lain, yang biasanya muncul secara spontan sesuai dengan perkembangan situasi wawancara itu sendiri. Dengan teknik ini peneliti berharap wawancara berlangsung secara luwes, arahnya bisa lebih terbuka, dan percakapan tidak membuat jenuh kedua belah pihak. Sehingga diperoleh informasi yang lebih komprehensip. Metode wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan. Hal ini hanya untuk memudahkan dalam melakukan wawancara, penggalian data dan informasi, dan selanjutnya tergantung improvisasi di lapangan. Proses wawancara mendalam diawali dengan pengantar, dalam pengantar ini secara terbuka dan jujur peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari wawancara. Selanjutnya peneliti menyampaikan pertanyaan yang bersifat luas dan diakhiri dengan pertanyaan terbuka.
3.7.3. Pendekatan Interpretatif Pendekatan interpretative merupakan salah satu cara yang digunakan peneliti dalam menggali dan mengungkapkan data serta informasi melalui wawancara mendalam. Kunci keberhasilan pendekatan ini terletak pada kemampuan peneliti dalam menjalin hubungan dengan informan. Karena peneliti mempunyai keterbatasan memahami lebih dekat dengan para informan. Pendekatan ini lebih menekankan pada peneliti, karena; (1) pemahaman muncul melalui interaksi; (2) memahami konteks; (3) bagaimana memahami pengalaman informan; dan (4) bagaimana informan membuat dan membagi pemahaman.
3.7.4. Studi Dokumentasi Tinjauan pustaka, yaitu suatu usaha mengumpulkan data dengan cara membaca, mengumpulkan kepustakaan yang ada hubungannya dengan masalah penelitian untuk djadikan wacana. Tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mendasari dan mendukung proses penelitian dan pengkajian, pada intinya tinjauan pustaka dilakukan dengan banyak membaca, membahas, dan menyerap isi sejumlah buku, dokumen, makalah, diktat, serta referensi yang dianggap relevan dengan topik dan fokus penelitian.
3.8. Teknik Pengujian Keabsahan Data Pengujian data dalam penelitian dilakukan dengan teknik triangulasi, yaitu melalui chek, re-check, dan crosscheck terhadap data yang diperoleh dari teori, metodologi, dan persepsi peneliti. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data. Yaitu untuk keperluan pengecekan pembanding data.
61
Sebuah Disertasi Triangulasi dapat dilakukan dengan sumber data atau pengamat lain. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik yang memanfaatkan penggunaan sumber (pengamatan, wawancara, perpustakaan, dan arsip). Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Milles dan Huberman (1992: 423-468) menyatakan bahwa teknik pengujian keabsahan data dilakukan melalui tujuh teknik, yaitu; perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan rekan sejawat, kecukupan referensi, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Triangulasi secara umum merupakan check, re-check, dan crosscheck antara materi/data/informasi dengan observasi penelitian, yang selanjutnya hasil observasi di crosscheck melalui persepsi peneliti. Triangulasi merupakan siklus kerja check, re-check, dan crosscheck data yang bersifat data guliran. Dari data guliran tersebut informan ke-1 memperoleh data ke-1, informan ke-2 mendapat data ke-2, informan ke-3 mendapatkan data ke-3, dan informan ke-4 mendapatkan data ke-4. Pada teknik triangulasi, aktiitas peneliti sebelum turun ke lapangan harus sudah memiliki persepsi awal terhadap fenomena lapangan penelitian. Untuk mendapatkan data secara akurat, maka peneliti melakukan check, re-check, dan crosscheck terhadap situasi lapangan yang diuraikan dengan perguliran sebagai berikut: 1) Data-data sekunder yang dimiliki di chek ke informan ke-1 (informan pengambil keputusan Jamsosratu/pangkal). Kemudian hasil dari informan ke-1 di re-chek melalui observasi peneliti ke lapangan, yang selanjutnya di crosschek dengan apa yang menjadi persepsi peneliti, yang kemudian menghasilkan data ke-1; 2) Data-data sekunder yang dimiliki di chek ke informan ke-2 (pelaksana penerima Jamsosratu) kemudian hasil dari informan ke-2 di re-chek melalui observasi peneliti ke lapangan, yang selanjutnya di crosschek dengan apa yang menjadi persepsi peneliti, sehingga menghasilkan data ke-2; 3) Data-data sekunder yang dimiliki di chek ke informan ke-3 (penerima atau peserta Jamsosratu/RTSM) kemudian hasil dari informan ke-3 di re-chek melalui observasi peneliti ke lapangan, yang selanjutnya di crosschek dengan apa yang menjadi persepsi peneliti, yang kemudian menghasilkan data ke-3.
3.9. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Adapun teknik pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:
62
Sebuah Disertasi 3.9.1. Pemrosesan Satuan Pengolahan data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu berupa data hasil pengamatan, wawancara, studi kepustakaan, dan arsip, dengan menyeleksi untuk menemukan data yang diperlukan. Kemudian dari masingmasing data yang telah ditelaah dari masing-masing sumber itu dibuat abstraksi berupa rangkuman inti.
3.9.2. Kategorisasi Kategorisasi data dikelompokan atas dasar pikiran, intuisi, dan pendapat. Selanjutnya data ditempatkan pada kategori masing-masing. Metode yang digunakan dalam analisis, adalah mengkomparasikan data yang diperoleh dari informan dan dokumentasi.
3.10. Lokasi dan Jadwal Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini mengambil lokasi di enam kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang, yaitu Kecamatan Cadasari, Kecamatan Kaduhejo, Kecamatan Pandeglang, Kecamatan Cikeusik, Kecamatan Angsana. Enam lokasi tersebut adalah daerah kecamatan yang mendapatkan bantuan program Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu. Sedangkan Jadual penelitian dilakukan oleh peneliti sejak pengajuan usulan penelitian pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, dengan jadual sebagai berikut :
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Kegiatan Penelitian
Bulan/Tahun 2014-2015 Apr
Persiapan Penelitian Pendahuluan Penulisan dan Konsultasi Penulisan UP Seminar Usulan Penelitian Pengumpulan dan Pengolahan Data Konsultasi dan Penulisan Disertasi Telaahan Disertasi Ujian Naskah Disertasi (UND) Revisi / Perbaikan Disertasi Ujian Terbuka
63
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Sebuah Disertasi
bab IV gambaRan UmUm ObYeK dan lOCUs PenelItIan 4.1. Kebijakan Jamsosratu Kebjakan Jaminan Sosiar Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu) diformulasikan dalam Peraturan Gubernur Banten (Pergub) No.2 Tahun 13 dan No. 5 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Program Jamsosratu Tahun 2013 dan Perubahan penambahan lokasi Jamsosratu Tahun 2014. Dikuatkan dengan SK Kepala Dinas Sosial Banten No. 188.4/2/DINSOS/ I/2014, tentang Petunjuk Teknis Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Provinsi Banten. Beberapa konsep dan ketentuan dalam Pergub No.5/2014 Pasal 1 menyebutkan : 1. Rumah Tangga Sasaran selanjutnya disingkat RTS adalah keluarga yang menjadi sasaran dari jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mengacu pada pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. 2. Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat JAMSOSRATU adalah skema yang melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok rumah tangga kurang mampu berdasarkan data PPLS tahun 2011 sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mendapatkan bantuan sosial tunai bersyarat dan pertanggungan asuransi kesejahteraan sosial. 3. Perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Selanjutnya dalam Pasal 1 Pergub Nomor 5 tahun 2014 menjelaskan, Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BTS) Jamsosratu adalah pemberian uang tunai kepada rumah tangga sasaran yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya. Konsep dan deinsi tentang pendataan program perlindungan sosial (PPLS) adalah pendataan yang dilaksanakan setiap tiga tahun satu kali oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dilakukan terhadap rumah tangga menengah kebawah dan menghasilkan Basis Data Terpadu Nasional yang diterbitkan oleh Tim Nasional Percepatan penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). PPLS dapat dipergunakan oleh seluruh instansi/lembaga pemerintah pusat maupun daerah bagi program perlindungan sosial bagi rumah tangga menengah kebawah.
64
Sebuah Disertasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah, keluarga sasaran dari Jamsosratu. Yang mengacu pada PPLS Tahun 2011. Jamsosratu adalah, skema melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok rumah tangga kurang mampu berdasarkan data PPLS tahun 2011. Peserta (RTSM) Jamsosratu mendapatkan Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTS) dan pertanggungan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Tim Pengendali Jamsosratu (TPJ) adalah, tim penunjang yang bertugas untuk mengendalikan dan mengelola jaminan sosial rakyat Banten bersatu. TPJ Provinsi di bantu oleh TPJ kabupaten/kota. Dalam menjalankan; memfasilitasi; mengawasi agar program Jamsosratu sesuai dengan aturan yang diharapkan, maka dibantu oleh para pendamping dan operator. Yang menjalankan tugas sesuai dengan funsinya. Pendamping dan operator Jamsosratu, adalah pekerja sosial yang direkrut dan ditetapkan oleh dinas sosial provinsi dan bekerjasama serta direkomendasi oleh dinas sosial kabupaten/kota. Serta diberikan pelatihan veriikasi, validasi bagi para pendamping, sedang operator diberikan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi. Resertiikasi RTS, adalah proses evaluasi status kepesertaan RTSM untuk menentukan apakah peserta masih layak atau tidak sebagai peserta jaminan sosial rakyat banten bersatu yang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Perlindungan sosial, adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Askes, adalah sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama rumah tangga sasaran sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Lembaga Pengelola Askes (LPA-Jamsosratu), adalah organisasi sosial atau yayasan sosial dan atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dan melakukan usaha-usaha pelayanan kesejahteraan sosial yang telah diseleksi, diveriikasi dan ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, selanjutnya disebut BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Perusahaan Terbatas POS Indonesia, selanjutnya disebut PT. Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman. Premi, adalah bantuan iuran wajib peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu. Dan dibayarkan sekaligus untuk periode 12 bulan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama. Klaim adalah pengajuan permintaan sejumlah uang pertanggungan yang menjadi hak peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang diakibatkan oleh terjadinya risiko karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan kerja dan atau meninggal dunia. Polis asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat banten bersatu adalah surat tanda bukti kepesertaan jaminan sosial rakyat banten bersatu dan surat pengikat perjanjian jaminan
65
Sebuah Disertasi pelayanan perlindungan antara peserta, Dinas Sosial dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Sedangkan konsep lainya yang memang masih perlu djabarkan dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2014 adalah : 1. Resiko adalah suatu kondisi yang mengakibatkan menurunnya atau hilangnya pendapatan dan menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga peserta karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit akibat hubungan kerja dan/atau meninggal dunia. 2. Kecelakaan adalah suatu kondisi atau perisitiwa baik yang terjadi pada peserta diluar kemampuan peserta yang mengakibatkan peserta kehilangan pendapatan sehingga menurunnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan keluarga peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu menurun karena peserta pencari nakah utama mengalami kecelakaan dan atau sakit akibat hubungan kerja. Selanjutnya dalam Pergub Nomor 5/2014 Pasal 1 menjelaskan pula mengenai, Pertanggungan adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan kepada peserta asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat Banten bersatu sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Ahli waris adalah suami/istri/ayah/ibu/anak yang ditunjuk oleh peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu atau berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dapat mengajukan klaim dan menerima uang pertanggungan. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menunjukkan bahwa rumusan kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia didasarkan pada Basis Data Terpadu Nasional yang diterbitkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Dengan demikian kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi bagian integral upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan secara nasional antara lain pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Program yang dilaksanakan di wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan ini juga dilaksanakan di Provinsi Banten. Program ini terarah juga pada Rumah Tangga Sasaran. Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah keluarga yang menjadi sasaran dari jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mengacu pada pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (BSTB) yang dimak-
66
Sebuah Disertasi sud adalah pemberian uang tunai kepada rumah tangga sasaran yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya. Tidak hanya itu, rumah tangga sasaran juga mendapat perlindungan sosial. Perlindungan sosial yang dimaksud adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Perlindungan sosial ini dilakukan dengan memberi jaminan sosial kepada rumah tangga sasaran. Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Untuk itu, diberlakukan Asuransi Kesejahteraan Sosial Jansosratu. Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat Askesos JAMSOSRATU. Yaitu sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama rumah tangga sasaran sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Asuransi ini dikelola oleh Lembaga Pengelola Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu. Lembaga Pengelola Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (LPA-JAMSOSRATU) adalah organisasi sosial atau yayasan sosial dan atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dan melakukan usahausaha pelayanan kesejahteraan sosial yang telah diseleksi, diveriikasi dan ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi sebagai mitra pelaksana jaminan sosial rakyat Banten bersatu atas rekomendasi Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota. Ketentuan dalam rumusan kebjakan Pemerintah Provinsi Banten menyatakan bahwa Jamsosratu dikendalikan dan dikelola oleh Tim Pengendali. Peserta Jamsosratu mendapat pendampingan dari para pekerja sosial yang direkrut oleh Dinas Sosial. Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (TPJ) yang dimaksud adalah tim penunjang yang bertugas untuk mengendalikan dan mengelola jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Provinsi (TPJ-Provinsi) adalah tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Provinsi. Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Kabupaten/Kota (TPJ-Kab/Kota) adalah tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Kabupaten/Kota. Pendamping Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Pendamping) adalah pekerja sosial yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan social rakyat Banten bersatu Provinsi melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan rumah tangga sasaran sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang membantu kelancaran pelaksanaan di lapangan. Operator Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Operator) adalah pekerja sosial yang direkrut oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi melalui proses seleksi dan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu.
67
Sebuah Disertasi Guna mewujudkan keteraturan, keterpaduan, dan keterarahan pengelolaan Jamsosratu, disusun Petunjuk Pelaksanaan Jamsosratu. Petunjuk Pelaksanaan JAMSOSRATU dimaksudkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan, SKPD Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan. (2) Petunjuk Pelaksanaan JAMSOSRATU bertujuan untuk mensinergikan pelaksanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Banten. Percepatan penanggulangan kemiskinan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan Provinsi Banten : (1) Penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial rakyat merupakan salah satu sasaran pembangunan Provinsi Banten yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2012 -2017; (2) Sasaran pembangunan Provinsi Banten sebagaimana dimaksud, salah satunya dilakukan dengan peningkatan keberfungsian dan keberdayaan sosial dalam sektor pendidikan dan kesehatan serta memutus rantai kemiskinan melalui Jamsosratu menuju masyakat Banten sejahtera. Peserta Jamsosratu merupakan Rumah Tangga Miskisn (RTS) sesuai pendataan PPLS tahun 2011, yang memenuhi beberapa kriteria : (a) memiliki ibu hamil/nifas; (b) anak balita dan/atau anak usia 6 tahun sampai dengan 7 tahun yang belum masuk pendidikan SD/sederajat; (c) anak usia SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat; dan (d) anak usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar 12 tahun. RTS sebagaimana dimaksud diberikan bantuan Jamsosratu untuk meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan sosial, berupa: (a) BSTB; dan (b) Askesos Jamsosratu yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. BSTB (Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu) sebagaimana dimaksud diberikan sebagai bantuan pendapatan kepada RTS melalui pengurangan beban pengeluaran selama tiga periode dalam satu tahun. BSTB sebagaimana dimaksud diberikan untuk memotivasi RTS dalam meningkatkan keberdayaan sosial melalui sektor pendidikan dan kesehatan. Besaran BSTB sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut oleh Petunjuk Teknis Jamsosratu. Askesos Jamsosratu sebagaimana dimaksud diberikan untuk mengganti pendapatan RTS yang hilang atau menurun yang disebabkan pencari nakah utama RTS mengalami: (a) kecelakaan kerja; (b) sakit akibat hubungan kerja; atau (c) meninggal dunia. Askesos Jamsosratu sebagaimana dimaksud diberikan kepada ahli waris pekerja sektor informal yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja dengan status aktif. Jaminan kematian sebagaimana dimaksud diperlukan untuk meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Besaran santunan kematian dilaksanakan berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud merupakan perlindungan bagi pencari nakah utama RTS sebagai peserta Askesos Jamsosratu yang bekerja pada sektor informal diberikan apabila mengalami kecelakaan, sebagai berikut : (a) pada saat melakukan aktivi-
68
Sebuah Disertasi tas sesuai dengan pekerjaannya (profesinya) yang tercantum pada saat pendataran (maksimal 2 (dua) pekerjaan); (b) pada saat berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali ke rumah. Peserta Askesos Jamsosratu yang telah terdatar dan djaminkan ketika mengalami musibah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dapat diganti dengan peserta baru sebagai ahli waris yang menjadi pencari nakah utama tanpa harus dibayarkan kembali kewajiban preminya. Apabila Kecelakaan terjadi pada saat sebagaimana dimaksud, BPJS Bidang Ketenagakerjaan akan memberikan jaminan kompensasi dan rehabilitasi bagi pencari nakah utama RTS. Jika terjadi kecelakaan kerja atau meninggal dunia pada saat melakukan aktivitas sesuai dengan pekerjaannya yang tercantum pada saat pendataran (maksimal 2 (dua) pekerjaan), peserta Akesos Jamsosratu dapat memanfaatkan dana klaim untuk memenuhi kebutuhan RTS dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan modal dalam usaha yang sudah berjalan. Dana klaim sebagaimana dimaksud tidak digunakan untuk: (a) biaya kesehatan, dikarenakan keluarga tertanggung layanan kesehatan masyarakat miskin termasuk pekerja sektor informal; (b) biaya pendidikan, dikarenakan keluarga mendapatkan bantuan operasional sekolah. Jamsosratu dilaksanakan secara berkelanjutan dalam 5 (lima) tahun, dimulai sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2017. Pada tahun 2014 Jamsosratu sebagaimana dimaksud dialokasikan kepada 30.000 RTS berdasarkan data PPLS Tahun 2011. Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud dilakukan evaluasi meliputi aspek: (a) metode penentuan sasaran; (b) validasi data; (c) veriikasi persyaratan; (d) mekanisme pembayaran; dan (e) pengaduan masyarakat. RTS sebagaimana dimaksud terdapat pada Kabupaten/Kota sebagai berikut: (a) Kabupaten Lebak; (b) Kabupaten Pandeglang; (c) Kabupaten Serang; (d) Kota Serang; (e) Kota Cilegon; (f) Kota Tangerang Selatan. RTS peserta Jamsosratu yang masih memenuhi kriteria dan persyaratan dimungkinkan menerima bantuan selama maksimal 5 (lima) tahun. RTS sebagaimana dimaksud, setelah 3 (tiga) tahun kepesertaan Jamsosratu dilakukan evaluasi dalam rangka resertiikasi terhadap status kepesertaan Jamsosratu. Apabila resertiikasi peserta Jamsosratu sebagaimana dimaksud dinilai tidak lagi memenuhi persyaratan maka RTS tidak lagi menjadi peserta Jamsosratu. Pelaksanaan Jamsosratu terkait dengan data RTS peserta yang menjadi target, tercakup dalam tahapan sebagai berikut: (a) penetapan lokasi dan peserta; (b) validasi; (c) pengajuan; (d) veriikasi; (e) pembayaran; (f) pertanggungan. Kegiatan pendukung kelancaran dan perbaikan implementasi Jamsosratu, antara lain: (a) sosialisasi dan publikasi; (b) rekrutmen, pelatihan serta pembinaan Pendamping dan Operator; (c) rapat-rapat TPJ Provinsi maupun
69
Sebuah Disertasi Kabupaten/Kota; (d) peningkatan kapasitas Pendamping, Operator dan peserta Jamsosratu; (e) Pembinaan Teknis Pendamping dan Operator serta penyedia layanan kesehatan dan pendidikan. Kesepakatan antara Dinas Sosial selaku TPJ-Provinsi dengan PT. POS sebagai instansi penyalur dana bantuan dan BPJS Bidang Ketenagakerjaan sebagai pengelola pertanggungan Askesos Jamsosratu terhadap RTS; (f) pengaduan masyarakat; (g) monitoring dan evaluasi. Terkait dengan kewajiban dan hak peserta Jamsosratu, rumusan kebjakan Pemerintah Provinsi Banten menyatakan bahwa kewajiban peserta Jamsosratu adalah (1) RTS penerima BSTB, diantaranya harus memiliki anggota keluarga sebagai berikut: (a) ibu hamil/menyusui/nifas; (b) anak balita usia 0 tahun sampai dengan 5 tahun; (c) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD/MI; (d) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMP/ MTs; (e) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMA/MA atau sederajat. RTS yang mempunyai ibu hamil/nifas sebagaimana dimaksud berkewajiban sebagai berikut: (a) memeriksakan kehamilannya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan dan mendapatkan tablet suplemen ferium; (b) proses kelahiran ditangani tenaga medis; (c) ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya minimal 2 (dua) kali setelah melahirkan. Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang mempunyai anak balita (0 tahun sampai dengan 5 tahun) sebagaimana dimaksud berkewajiban sebagai berikut: (a) usia 0 bulan sampai dengan 11 bulan melakukan imunisasi komplit (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan pemantauan tumbuh kembang anak setiap bulan di Posyandu atau Puskesmas; (b) usia 6 bulan sampai dengan 11 bulan melakukan pemberian Vitamin A (2 (dua) kali setahun: Februari dan Agustus); (c) usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan melakukan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang setiap bulan; (d) pemantauan tumbuh kembang anak usia prasekolah (5 tahun sampai dengan 6 tahun). RTS yang mempunyai anak sedang menjalani jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/sederajat sebagaimana dimaksud berkewajiban sebagai berikut: (a) mendatarkan anak usia 6 tahun sampai dengan 18 tahun di SD sampai SMA/sederajat dengan kehadiran minimal 80% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung; (b) RTS/peserta JAMSOSRATU yang mempunyai anak usia lebih dari 15 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan universal (SD sampai SMA), dapat menerima bantuan apabila anak tersebut bersekolah atau mengikuti pendidikan kesetaraan (Paket A-B-C); (c) mendatarkan anak usia 15 sampai dengan 18 tahun di SMA/sederajat. Dengan kehadiran minimal 80% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. RTS peserta JAMSORATU juga mempunyai kewajiban sebagai berikut: (a) menabung paling sedikit sebesar Rp 5.000,- setiap bulan; (b) mengikuti pembinaan dan pengembangan
70
Sebuah Disertasi kapasitas yang dilaksanakan Dinas Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota dengan BPJS Bidang Ketenagakerjaan sebagai mitra kerja Jamsosratu; (c) mengembangkan usaha yang dikelola secara terus-menerus untuk peningkatan kesejahteraan keluarga;(d) meningkatkan kerjasama dengan LPA-Jamsosratu dan Pendamping dalam rangka pelaksanaan Jamsosratu; (e) memiliki Kartu Keluarga dan KTP/Surat Keterangan Domisili; (f) mematuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan. RTS sebagai pencari nakah utama melakukan aktivitas pekerjaan (profesinya) maksimal 2 (dua) pekerjaan saat mendatar. Setiap RTS peserta Jamsosratu mempunyai hak sebagai berikut: (a) mendapatkan BSTB sebesar Rp1.500.000,- setiap tahun, diberikan kepada RTS peserta JAMSOSRATU sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu tahun paling banyak Rp 500.000 per satu tahap pencairan dengan besaran disesuaikan dengan hasil veriikasi komitmen; (b) mendapatkan polis dan kartu peserta Jamsosratu atau kartu peserta BPJS Bidang Ketenagakerjaan; (c) mengajukan klaim atau dana pertanggungan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (d) mendapat jaminan kecelakaan kerja, sakit karena kerja dan kematian dalam bentuk uang tunai sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (e) mendapat jaminan pelayanan kesehatan akibat kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (f) mendapat pelayanan pendampingan sosial dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu; (g) memanfaatkan dana jaminan sosial yang diperoleh untuk peningkatan kesejahteraan sosial keluarga atau untuk keperluan apapun sepanjang tidak melawan hukum. Untuk mengefektikan Jamsosratu tentu dibutuhkan unsur pendukung pengelolaan. Unsur pendukung pengelolaan Jamsosratu adalah Tim Pengendali, Pendamping dan Operator Jamsosratu. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Jamsosratu, dibentuk TPJ-Prov yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. TPJ-Prov sebagaimana dimaksud mempunyai fungsi: (a) merumuskan kebjakan berupa pedoman; (b) melaksanakan pengendalian dan penyediaan anggaran pelaksanaan Jamsosratu. TPJ-Prov dalam mengintegrasikan pelaksanaan Jamsosratu sebagaimana dimaksud dibantu TPJ-Kab/Kota. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Jamsosratu dibentuk TPJ-Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota atau setidak-tidaknya oleh Sekretaris Daerah atas nama Bupati/ Walikota. TPJ-Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud mempunyai fungsi: (a) mengajukan usulan Kepesertaan RTS Jamsosratu dari Kabupaten/Kotanya masing-masing berdasarkan PPLS 2011; (b) membantu serta mengintegrasikan pelaksanaan Jamsosratu di Kabupaten/Kotanya masing-masing; (c) melaksanakan sosialisasi, koordinasi dan pengendalian di daerah masing-masing. Pendamping diperlukan sebagai upaya untuk melakukan pendampingan terhadap peserta Jamsosratu. Pendamping sebagaimana dimaksud mempunyai fungsi fasilitasi, veriikasi data RTS dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu. Pola dan Tata cara Rekrutmen Pendamping selanjutnya diatur dalam Petunjuk Teknis Jamsosratu.
71
Sebuah Disertasi Tujuan pendampingan sebagaimana dimaksud yaitu: 1. Meningkatkan kemampuan peserta Jamsosratu dalam menemukenali permasalahan, potensi dan sumber daya sosial ekonomi yang ada dilingkungannya; 2. Meningkatkan kemampuan peserta Jamsosratu dalam merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan dan mengendalikan kegiatan; 3. Meningkatkan akses peserta Jamsosratu dalam mengembangkan kegiatan usaha; 4. Memotivasi peserta Jamsosratu untuk memenuhi ketentuan yang diisyaratkan dalam Jamsosratu. Pendamping dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud diberikan honorarium setiap bulan dengan besaran yang disesuaikan dengan kemampuan Keuangan Daerah. Operator merupakan pelaksana teknis dalam proses pengolahan data base peserta Jamsosratu. Operator sebagaimana dimaksud mempunyai fungsi pendataan melalui fasilitas teknologi informasi yang tersedia. Pola dan Tata cara Rekrutmen Operator selanjutnya diatur dalam Petunjuk Teknis Jamsosratu. Operator sebagaimana dimaksud mempunyai tugas : (a) menerima data hasil veriikasi, pengawasan peserta Jamsosratu dari para Pendamping; (b) melakukan veriikasi data untuk kepentingan pemberian BTB Jamsosratu; (c) berdasarkan data dari para Pendamping menyediakan nominatif data peserta Jamsosratu berdasarkan pemenuhan kewajiban/komitmen mereka sebagai bahan kelanjutan kepesertaan dan besarnya BSTB tahap berikutnya.
4.2. Provinsi Banten Provinsi Banten merupakan Daerah Otonomi baru di era reformasi, merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Dengan jumlah penduduk mencapai 11.248.947 jiwa pada tahun 2012, wilayah Provinsi Banten terbagi menjadi 8 wilayah kabupaten/kota, 154 wilayah kecamatan, 1.265 wilayah Desa, dan 278 wilayah Kelurahan. Delapan wilayah kabupaten/kota yang dimaksud adalah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Serang dan Kota Cilegon. Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2013 menunjukkan bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten tahun 2002 sebesar 66,6 dan tahun 2012 sebesar 71,49. Kemudian tahun 2013 sebesar 71,90 dan. Angka tersebut, masuk dalam urutan IPM menengah yang masih tertinggal jauh dengan IPM nasional, yaitu posisi urutan ke 23 dari 34 provinsi. Sejak Provinsi Banten berdiri sampai sekarang sudah empat
72
Sebuah Disertasi belas tahun tidak pernah mengalami kenaikan posisi urutanya masih di uutan 23. Pola trend IPM Banten dari tahun 2002 sampai tahun 2013 masih berada di bawah rata-rata nasional 73,81, yaitu terjadi peningkatan IPM, namun peningkatan tersebut kurang signiikan. Rata-rata kenaikannya jika dilihat trendnya dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 hanya sebesar 0,38 persen. Berada diatas Provinsi Gorontalo sebesar 71,31; dan dibawah Provinsi Silawesi Tenggara 72,14. Dari Data Tabel 4.1. Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan Komponen Pembentuk dan rangking: IPM Kesehatan (Angka Harapan Hidup dalam tahun); Pendidikan (Angka Melek Hurup menggunakan/persen dan Rata-Rata Lama Sekolah/tahun); serta kesehatan (Pengeluaran per Kapita Riil disesuaikan (Rp.000) Tahun 2009 dan 2010 di Provinsi Banten dan Kabupaten Kota terlihat bahwa IPM tertinggi adalah Kota Cilegon tahun 2009 sebesar 74,99 dan tahun 2010 sebesar 75, 29. Dan IPM terendah adalah Lebak dan Pandeglang, berturut-turut tahun 2009 dan 2010 adalah Lebak 64,45 dan 67,67; Pandeglang 67,99 dan 68,29. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa rendahnya IPM di Provinsi Banten disebabkan : (1) Angka Harapan Hidup (AHH) yang rendah; (2) Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang tinggi; (3) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang masih rendah; (4) Kesenjangan ekonomi yang relatif memperihatinkan; (5) Tingginya kasus gizi buruk yang terjadi di Banten; dan (6) Tingginya tingkat pengangguran yang dapat mengkibatkan tingginya kemiskinan.
Tabel 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Komponen IPM Dan Kabupaten Kota di Provinsi Banten
73
Sebuah Disertasi Penduduk miskin di Provinsi Banten menurut Berita Resmi Statistik Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, tanggal 2 Januari 2013 sebesar 5,71 % sedangkan rata-rata Nasional penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 11,66 %, artinya persentase kemiskinan di Provinsi Banten lebih kecil dibanding rata-rata nasional. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Banten dapat dinilai berhasil menekan tingginya angka kemiskinan. Namun demikian bahwa berdasarkan PPLS tahun 2011 di Provinsi Banten masih terdapat 136.924 RTSM (Rumah tangga Sangat Miskin) tentunya masih perlu mendapat perhatian serius, salah satu upaya Provinsi Banten dalam percepatan penanggulangan kemiskinan melalui sinergitas kebjakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta masyarakat adalah melalui Program Perlindungan dan Jaminan Sosial yaitu “Jamsosratu” (Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu). Jamsosratu merupakan program inovasi Gubernur Banten yang memadukan program Kementerian Sosial yaitu Program Keluarga Harapan dengan Program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Jansosratu bertujuan meningkatkan keberdayaan sosial Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) melalui sektor pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Penentuan RTSM didasarkan pada data PPLS 2011. PPLS 2011 adalah Pendataan Program Perlindungan Sosial yang dilaksanakan BPS dan dipublikasikan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang menghasilkan basis data terpadu rumah tangga dan keluarga sasaran berbagai Program Perlindungan Sosial. Pemerintah Provinsi Banten meluncurkan Jamsosratu sebagai wujud komitmennya dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial. Pelaksanaan Jamsosratu terinspirasi ketika Gubernur Banten melakukan kunjungan kerja ke lokasi pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan berkomunikasi langsung dengan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) serta Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Dari sini terlihat bahwa PKH sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan dasar dan pengurangan beban pengeluaran RTSM. Jamsosratu merupakan skema yang melembaga di bawah supervisi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang bertugas melakukan koordinasi dan pengendalian pelaksanaan peanggulangan kemiskinan di tingkat Provinsi. Pelaksanaan Jamsosratu melibatkan berbagai Dinas/Instansi terkait dan memerlukan sinergitas agar dapat berjalan secara baik beitu juga di tingkat Kabupaten Pandeglang melibatkan pejabat Pemerintah Daerah dari mulai Bupati dan Sekda serta jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Pandeglang, baik Kepala Dinas Sosial; Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pendidikan dan unsur dinas terkait lainnya. Pelaksanaan Jamsosratu berpedoman kepada Peraturan Gubernur Banten No. 2 Tahun
74
Sebuah Disertasi 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten, kemudian diubah menjadi menjadi Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten. Kebjakan Pemerintah Provinsi Banten ini sejalan dengan upaya Pemerintah Pusat dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial. Kebjakan pemberian jaminan sosial ini selaras dengan Visi Pembangunan Pemerintah Daerah kabupaten Pandeglang, yaitu Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah yang Mandiri dan Berkembang di Bidang Agrabisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan. Penyelenggaraan Jamsosratu mencakup tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penyelenggaraan Jamsosratu adalah : (1) Meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta berubahnya perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari RTSM. (2) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tujuan khusus penyelenggaraan Jamsosratu adalah : (1) Memenuhi kebutuhan dasar pangan, sandang, dan papan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). (2) Meningkatkan aksesibilitas dan motivasi RTSM terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. Dengan tujuan-tujuan tersebut maka penyelenggaraan Jamsosratu yang terkait dengan kepentingan pendidikan Rumah Tangga Miskin diarahkan untuk (1) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM); (2) Mengurangi Angka Putus Sekolah; (3) Memberikan jaminan dalam kehidupan masa depan RTSM karena adanya investasi dalam bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Penyelenggaraan Jamsosratu yang terkait dengan kepentingan kesehata Rumah Tangga Miskin diarahkan untuk (1) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita RTSM; (2) Meminimalisir Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), prevalensi serta prosentase Gizi Buruk pada Bayi dan Balita; (3) Meningkatkan angka cakupan Ibu bersalin oleh Tenaga Kesehatan, persentase desa yg mencapai UCI (Universal Child Imunization), serta Indeks Pembangunan Manusia dan pemberdayaan Gender. Lebih dari itu, penyelenggaraan Jamsosratu diarahkan juga untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada RTSM. Jaminan dan perlindungan ini berlaku bagi pencari nakah utama RSTM yang bekerja di sektor informal yang menghadapi “goncangan dan tekanan” (shocks and stresses) atau resiko pekerjaan. Tujuan penjaminan dan perlindungan adalah mengganti penghasilan yang hilang atau menurun selama kurun waktu tertentu akibat kepala keluarga pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit dan atau meninggal dunia. Seiring dengan pemberian jaminan dan perlindungan tersebut, penyelenggaraan Jamsosratu juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan RTSM dalam menghadapi masalah yang mendesak melalui investasi dalam bentuk tabungan; dan membangun dan mengembangkan
75
Sebuah Disertasi modal sosial (social capital), seperti kepercayaan, jaringan, dan kegotong-royongan melalui kelompok dan pendampingan. Dengan tujuan-tujuan yang demikian itu, maka manfaat yang diharapkan dari penyelenggaraan Jamsosratu adalah bahwa untuk jangka pendek memberikan income efect kepada Rumah Tangga Sangat Miskin dengan pengurangan beban pengeluaran melalui Bantuan Tunai Bersyarat. Untuk jangka panjang dapat memutus rantai kemiskinan antar generasi melalui (1) Peningkatan kualitas kesehatan atau nutrisi, pendidikan dan kapasitas pendapatan anak dimasa depan (price efect anak Rumah Tangga Sangat Miskin); (2) Pemberian kepastian kepada si anak akan masa depannya (insurance efect); (3) Mengubah perilaku keluarga miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya; (4) Mengurangi pekerja anak; (5) Mempercepat pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, peningkatan kesetaraan gender, dan pemberantasan kemiskinan); (6) Perlindungan bagi peserta Jamsosratu atas kecelakaan yang terjadi pada saat yang bersangkutan melakukan aktivitas sesuai dengan pekerjaannya (profesinya) yang tercantum pada saat pendataran (maksimal 2 jenis pekerjaan), termasuk saat tenaga kerja berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali ke rumah. Sasaran penyelenggaraan Jamsosratu adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang menunjukkan adanya ibu hamil/menyusui/nifas; anak balita usia 0 tahun sampai dengan 5 tahun; anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD/MI, anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMP/MTs atau anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMA/MA atau sederajat. Penyelenggaraan Jamsosratu di Provinsi Banten pada tahun 2013 baru dilaksanakan di tiga Kabupaten dan satu Kota. Pertama kali jumlah RTSM se Banten baru baru mengambil sekitar 2.000 RTSM. Lokasi pelaksanaan Jamsosratu pada tiga kabupaten (Kabupaten Pandeglang; Lebak; Serang) dan satu Kota Serang. Untuk di Kabupaten Serang dua kecamatan yaitu Kecamatan Bandung sebanyak 278 RTSM dan Kecamatan Carenang sebanyak 309 RTSM. Kabupaten Pandeglang untuk dua kecamatan yaitu Kecamatan Cadasari sebanyak 254 RTSM dan Kecamatan Kaduhejo sebanyak 251 RTSM. Kabupaten Lebak untuk dua kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmanik sebanyak 132 RTSM dan Kecamatan Cimarga sebanyak 499 RTSM. Kota Serang untuk dua kecamatan yaitu Kecamatan Taktakan sebanyak 124 RTSM dan Kecamatan Walantaka sebanyak 153 RTSM. Sebaran RSTM Jamsosratu pada tahun 2013 adalah berikut :
76
Sebuah Disertasi Tabel 4.2 Sebaran RSTM Jamsosratu Tahun 2013
Jenis bantuan yang diterima peserta Jamsosratu terdiri atas Bantuan Tunai Bersyarat Jamsosratu; dan Asuransi Kesejahteraan Sosial yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Peserta Jamsosratu mendapat bantuan untuk meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan sosial berupa Bantuan Tunai Bersyarat Jamsosratu sebesar Rp 1.500.000,- (Satu Setengah Juta Rupiah) setiap tahun. Bantuan tunai ini diberikan setiap 4 bulan satu kali atau sebanyak 3 kali dalam satu tahun paling banyak Rp 500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) per satu tahap pencairan. Besaran pencairan disesuaikan dengan hasil veriikasi komitmen peserta terhadap kewajibannya mengakses layanan kesehatan dasar dan Pendidikan yaitu memeriksakan anggota keluarganya (ibu hamil/nifas, balita) ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran minimal 80 persen setiap sebulan selama tahun ajaran berlangsung. Penerimaan Jamsosratu disertai dengan kewajiban peserta Jamsosratu. RTSM peserta JAMSOSRATU dikenakan kewajiban. RTSM yang mempunyai ibu hamil/nifas wajib memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dan mendapatkan tablet suplemen ferium; proses kelahiran ditangani tenaga medis; dan ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya minimal 2 kali setelah melahirkan. RTSM yang mempunyai anak balita (0 tahun sampai dengan 5 tahun) dan usia 0 sampai dengan 11 bulan wajib melakukan imunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan pemantauan tumbuh kembang anak setiap bulan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Anak usia 6 bulan sampai dengan 11 bulan wajib melakukan pemberian Vitamin A (2 (dua) kali setahun. Anak usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan wajib melakukan imunisasi
77
Sebuah Disertasi dan pemantauan tumbuh kembang setiap bulan dan pemantauan tumbuh kembang anak usia prasekolah (5 tahun sampai dengan 6 tahun). RTSM yang mempunyai anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/sederajat wajib mendatarkan anak usia 6 tahun sampai dengan 18 tahun di SD sampai dengan SMA/sederajat dengan kehadiran minimal 80 persen dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. RTSM/ peserta JAMSOSRATU yang mempunyai anak usia lebih dari 15 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan universal (SD sampai dengan SMA), dapat menerima bantuan apabila anak tersebut bersekolah atau mengikuti pendidikan kesetaraan (Paket A-B-C). RTSM peserta Jamsosratu wajib mendatarkan anak usia 15 sampai dengan 18 tahun di SMA/sederajat, dengan kehadiran minimal 80% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. RTSM peserta Jamsosratu wajib menabung paling sedikit sebesar Rp 5.000,- setiap bulan, mengikuti pembinaan dan pengembangan kapasitas peserta Jamsosratu serta mengembangkan usaha yang dikelola secara terus-menerus untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Jamsosratu merupakan skema yang melembaga di bawah supervisi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Banten. Pelaksanaan Jamsosratu melibatkan Dinas/Instansi berikut : Pertama, Pemerintah Provinsi Banten cq. Dinas Sosial sebagai Tim Pengendali dan pengelola Jamsosratu. Kedua, Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang c.q Dinas Sosial sebagai Tim Pengendali dan pengelola Jamsosratu. Ketiga, PT. Pos Indonesia (Persero) mempunyai fungsi kepada penyedia jasa distribusi Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dari Kantor Pos terdekat. Keempat, PT. Jamsostek (Persero) mempunyai fungsi Fasilitasi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Yang Melakukan Pekerjaan di-Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) berupa Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Kematian; Kelima, Dinas Pendidikan dan Kesehatan Kabupaten Pandeglang mempunyai fungsi layananan Faslitas Pendidikan dan Fasilitas Kesehatan serta bekerja sama dengan pendamping Jamsosratu dalam membantu proses veriikasi komitmen peserta terhadap kewajibannya mengakses layanan kesehatan dasar dan Pendidikan. Keenam, Dinas Instansi Sosial Kabupaten Pandeglang sebagai Tim Pengendali Jamsosratu Kabupaten/Kota (TPJ-Kab./Kota) mempunyai fungsi pelaksana sosialisasi, koordinasi dan pengendalian di daerah masing-masing. Ketujuh, Lembaga Pelaksanaan Askesos Jamsosratu (LPA Jamsosratu) sebagai administrator Jamsosratu pada tingkat komunitas. Kedelapan, Pendamping Jamsosratu mempunyai fungsi fasilitasi, veriikasi data RTSM dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu. Kesembilan, Operator Jamsosratu (OP-Jamsosratu) mempunyai fungsi pendataan melalui fasilitas Teknologi Informasi yang tersedia. Kesepuluh, Kelompok Jamsosratu sebagai mo-
78
Sebuah Disertasi bilisator. Salah satu unsur yang berperan penting dalam pelaksanaan Jamsosratu adalah Pendamping. Pendamping Jamsosratu adalah pekerja sosial masyarakat yang direkrut oleh Dinas Sosial selaku Tim Pengendali Jamsosratu Provinsi (TPJ-Prov). Rekruitmen dilakukan melalui proses seleksi dan pelatihan. Pendamping Jamsosratu yang bekerjasama dengan LPA Jamsosratu melakukan pendampingan RTSM dalam rangka mencapai keberhasilan Jamsosratu. Pendamping melakukan sosialisasi, pengawasan, veriikasi dan pendampingan peserta Jamsosratu dalam pengembangan usaha mereka. Pendamping Jamsosratu melakukan koordinasi dengan stakeholder dalam melaksanakan tugasnya, juga membantu peserta Askesos Jamsosratu mengajukan klaim kepada PT Jamsostek. Pendamping Jamsosratu mempunyai tugas menyediakan data hasil validasi pemenuhan komitmen peserta Jamsosratu sebagai dasar pemberian BTB Jamsosratu.
Tabel 4.3 Pendamping dan Operator Jamsosratu Provinsi Banten Tahun 2013
Pendamping merupakan ujung tombak pelaksanaan Jamsosratu, karena mereka bertugas untuk memveriikasi komitmen RTSM terhadap kewajiban-kewajiban mereka dalam pendidikan, kesehatan dan menabung. Peran pendamping menjadi penting sebagai kontrol RTSM agar tetap berkomitmen tinggi untuk meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan sosial RTSM dapat tercapai dengan baik. Data berikut menunjukkan pendamping dan opera-
79
Sebuah Disertasi tor Jamsosratu Provinsi.
Tabel 4.4 Sebaran RSTM Jamsosratu Tahun 2015
4.3. Kabupaten Padeglang Kabupaten Pandeglang pusat pemerintahan untuk ibukota Kabupaten berada di Kecamatan Pandeglang. Luas wilayah Kabupaten Pandeglang 274.689,91 Ha atau 2.747 Km2 terdiri atas 35 kecamatan, 322 desa, 13 kelurahan. Jumlah penduduk 1.149.610 jiwa pada tahun 2014. Rata-rata kepadatan penduduk mencapai 419 jiwa/km2 (dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kepadatan Penduduk Pandeglang Menurut Kecamatan Tahun 2014). Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Pandeglang dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam penentuan kebjakan bidang kependudukan. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000, jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tercatat sebanyak 1.011.788 jiwa. Selama Selama periode tahun 1990 - 2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) menunjukkan angka sekitar 2,14 persen per tahun, sedangkan pada periode tahun 2000 – 2010 rata-rata laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,30 persen. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang berdasarkan data BPS tahun 2014 menyebutkan 1.183.006 orang dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 604.603 orang dan perempuan sebanyak 578.403 orang. Berdasarkan data tersebut rasio jenis kelamin pada tahun 2013 sebesar 104,53. Sebaran penduduk per kecamatan relatif tidak merata. Kecamatan dengan penduduk terjarang yaitu Kecamatan Sumur dengan rata-rata sebanyak 88 jiwa/Km2, sementara wilayah yang terpadat adalah Kecamatan Labuan, yaitu sebanyak 3.439 jiwa/Km2. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 419 jiwa/Km2. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Pandeglang berdasarkan data hasil Sensus
80
Sebuah Disertasi Penduduk periode 1961 – 1971 sebesar 2,71 persen, periode 1971 – 1980 sebesar 2,15 persen, periode 1980 – 1990 sebesar 2,14 persen, periode 1990 – 2000 sebesar 1,64 persen dan 2000 – 2010 sebesar 1,30 persen. Menurunnya angka laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan bidang kependudukan yang salah satunya antara lain adalah program Keluarga Berencana (KB).
Tabel 4.5 Kepadatan Penduduk Pandeglang Menurut Kecamatan Tahun 2014
81
Sebuah Disertasi Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang Tahun 2014, jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja berjumlah 384.657 jiwa. Lapangan pekerjaan utama penduduk berupa pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan; industri; perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi; dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Secara umum, pekerja di Kabupaten Pandeglang bekerja di sektor informal (83,67%) dan sisanya bekerja di bidang formal (16,33%) dari jumlah pekerja di atas 15 tahun berjumlah 434.746 jiwa(Indikator Kesejahteraan Rakyat, 2009). Dari jumlah pekerja 434.746 jiwa, pekerja dengan status pekerjaan berusaha sendiri memiliki proporsi yang terbesar yaitu 23,67%, sedangkan pekerja dengan status pekerjaan berusaha dibantu buruh tidak tetap/ tidak dibayar memiliki proporsi terkecil (2,32%). Indikator AKB dan AHH merupakan indikator utama yang menggambarkan derajat kesehatan penduduk. Pada tahun 2014 angka kematian bayi di Kabupaten Pandeglang menunjukan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 55,4 menjadi 53,8 per 1000 kelahiran hidup. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Pandeglang pada tahun 2014 relatif meningkat dari 63,5 tahun (tahun 2009) menjadi 63,77 tahun (tahun 2014). Angka ini memberi makna bahwa setiap bayi di kabupaten Pandeglang yang lahir hidup pada tahun 2014 mempunyai harapan untuk hidup selama 63,77 tahun. Pembangunan di bidang kesehatan mencakup peningkatan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Tujuan penyediaan fasilitas kesehatan adalah tersedianya fasilitas kesehatan yang mudah dan murah bagi semua lapisan masyarakat. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan puskesmas pembantu selama ini menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan penduduk karena mudah terjangkau dan murah, terutama bagi penduduk di daerah pedesaan. Jumlah puskesmas dan puskesmas pembantu di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2009 sebanyak 94 unit yang tersebar di 35 Kecamatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa penanganan masalah kesehatan masyarakat di setiap kecamatan rata-rata dilayani oleh 2 sampai 3 puskesmas/pustu. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembangunan bidang kesehatan adalah ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan reproduksi. Seperti diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kematian balita dan ibu melahirkan adalah persalinan yang tidak aman. Penanganan proses persalinan sampai dengan pasca persalinan yang berkualitas dan tepat waktu diharapkan akan mengurangi resiko kematian bayi dan ibu. Penolong persalinan balita oleh tenaga medis meliputi dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lain. Dukun yang membantu proses persalinan (dukun beranak) tidak dicakup dalam tenaga kesehatan lain walaupun pelatihan bagi dukun beranak juga digalakkan oleh Kementrian Kesehatan terutama didaerah pedesaan.
82
Sebuah Disertasi Kurang tersedianya dokter hingga pelosok wilayah dan biaya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan menggunakan jasa bidan menjadi penyebab rendahnya penolong persalinan oleh dokter. Namun demikian, persentase penolong persalinan oleh dokter menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,35 persen menjadi 2,55 persen. Sementara itu, untuk mengatasi gangguan/keluhan kesehatan penduduk berusaha melakukan upaya pengobatan baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan pada fasilitas kesehatan. Pada tahun 2014 persentase penduduk yang berobat sendiri dengan menggunakan obat modern menurun yaitu dari 94,96 persen pada tahun 2009 menjadi 91,84 persen pada tahun 2014. Sedangkan persentase penduduk yang menggunakan obat tradisional pun menurun dari 30,89 persen pada tahun 2009 menjadi 29,23 persen pada tahun 2014. Sedangkan bagi penduduk yang memilih untuk berobat jalan ketika sakit atau mengalami gangguan kesehatan, lebih memilih memanfaatkan Puskesmas/Pustu sebagai tempat berobat. Seperti disajikan pada tabel 3.6, terlihat bahwa jenis fasilitas kesehatan selain Puskesmas/Pustu yang sering digunakan dan menjadi alternatif pilihan penduduk adalah petugas kesehatan lainnya (paramedic/mantri), praktek dokter/klinik dan rumah sakit. Pada tahun 2010 persentase penduduk yang melakukan kunjungan berobat jalan ke puskesmas meningkat menjadi 52,74 persen dari 49,68 persen pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas/pustu cenderung meningkat. Tingginya persentase kunjungan penduduk yang berobat jalan ke puskesmas antara lain disebabkan oleh akses yang mudah dan biaya yang relatif lebih murah. Kemampuan baca tulis tercermin dari indikator angka melek huruf (AMH). Angka melek huruf merupakan salah satu indicator pencapaian program pendidikan di Indonesia. Indikator tersebut penting mengingat melek huruf merupakan pintu dari segala ilmu pengetahuan. Pada tahun 2014, sekitar 94,32 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas di Pandeglang sudah mampu membaca dan menulis huruf latin, sedangkan sisanya sebanyak 5,68 persen masih belum/tidak dapat membaca dan menulis (buta huruf) perempuan, yaitu 96,95 persen berbanding 91,60 persen Indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan adalah angka rata-rata lama sekolah (RLS). Rata-rata lama sekolah menunjukkan berapa lama rata-rata penduduk suatu wilayah duduk di bangku sekolah mengikuti program pendidikan. Ratarata lama sekolah penduduk Pandeglang pada tahun 2014 baru mencapai 6,87 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk Pandeglang baru dapat bersekolah hingga jenjang SMP kelas satu. Jadi secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Pandeglang baru lulus SD dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang SMP. Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki lebih lama dibandingkan perempuan, yaitu 7,20 tahun berbanding 6,53 tahun. Untuk mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun di Kabupaten Pandeglang diperlukan kerja keras, konsistensi, kemauan yang tulus (political
83
Sebuah Disertasi will) serta sinergi yang baik antar stake holder dalam menjalankan berbagai kebjakan yang terkait dengan program Wajar Dikdas 9 tahun. Program ini dikatakan berhasil apabila angka partisipasi sekolah anak usia 7-15 tahun mencapai 100 persen. Atau dengan kata lain seluruh anak usia SD dan SMP di Pandeglang dalam keadaan bersekolah. Melihat perkembangan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencapai rata-rata lama sekolah 9 tahun akan memerlukan waktu yang cukup panjang. Pada intinya kebjakan yang dibutuhkan adalah bagaimana mempermudah akses masyarakat ke sarana pendidikan setingkat SMP, baik dari segi lokasi geograis maupun biaya pendidikan. Sarana pendidikan perlu dibangun dengan mempertimbangkan kebutuhan, yaitu dengan memperhatikan banyaknya penduduk usia sekolah di suatu wilayah. Hal lain yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan berbagai sosialisasi kepada masyarakat di wilayah pedesaan bahwa pemerintah membebaskan biaya pendidikan dasar seperti djamin dalam UUD 1945, sekaligus menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya pendidikan dalam rangka memutus rantai kemiskinan sehingga mereka termotivasi untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, gambaran kualitas SDM dapat dilihat juga dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk. Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa pada tahun 2014 sebagian besar penduduk usia 10 tahun ke atas (41,5 persen) di Kabupaten Pandeglang hanya mampu menamatkan pendidikan tertinggi sampai tingkat sekolah dasar (SD)/sederajat. Sedangkan penduduk yang dapat menamatkan pendidikan tertinggi hingga tingkat SMP/sederajat baru mencapai 15,1 persen. Yang lebih memprihatinkan adalah tingginya persentase penduduk yang tidak/belum tamat SD/sederajat, yaitu sekitar 29,3 persen. Walaupun persentese penduduk yang yang telah berpendidikan SMP ke atas menunjukkan kecenderungan meningkat tiap tahunnya, namun data tersebut mengindikasikan bahwa program pendidikan dasar Sembilan tahun masih jauh dari sasaran. Jika dilihat menurut jenis kelamin, maka terlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk laki-laki sedikit lebih baik dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini terlihat dari lebih tingginya persentase penduduk laki-laki yang telah mampu menamatkan pendidikan tertinggi sampai level SMP ke atas dibandingkan penduduk perempuan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh faktor budaya pada sebagian masyarakat yang lebih mementingkan pendidikan untuk anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Partisipasi penduduk dalam mengikuti program pendidikan di Kabupaten Pandeglang dapat dilihat dari besarnya indikator angka partisipasi sekolah (APS). APS disajikan dalam tiga tingkatan usia, yaitu APS anak usia 7-12 tahun, usia 13-15 tahun dan usia 16-18 tahun.
84
Sebuah Disertasi Pada tahun 2010 APS Kabupaten Pandeglang untuk anak usia 7-12 sebesar 96,42 persen. Angka ini menunjukkan bahwa persentase anak usia 7-12 tahun yang bersekolah hanya 96,42 persen, sisanya sebesar 3,58 tidak bersekolah. Anak yang tidak bersekolah terdiri dari anak yang sudah memasuki usia sekolah tetapi belum bersekolah dan anak yang putus sekolah. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka untuk semua tingkatan usia partisipasi sekolah anak laki-laki di Kabupaten Pandeglang relatif lebih rendah dibanding partisipasi anak perempuan. Sementara itu, angka partisipasi sekolah anak usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun jauh lebih rendah dibanding angka partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun. Selain masih rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, masih terbatasnya jumlah sekolah SMP dan SMA di daaerah pedesaan ditengarai menjadi faktor penyebabnya. APS anak usia 13-15 tahun sebesar 70,54 persen dan APS anak usia 16-18 tahun sebesar 41,34 persen. Angka ini menunjukkan terdapat sekitar 70 anak yang sedang bersekolah dari 100 anak usia 13-15 tahun. Sedangkan untuk anak usia 16-18 tahun keadaanya lebih buruk, yaitu dari seratus anak hanya sekitar 41 anak yang sedang bersekolah Selain APS, biasanya untuk melihat partisipasi anak/masyarakat terhadap dunia pendidikan digunakan juga angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK). APM merupakan persentase penduduk usia sekolah yang masih sekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Sedangkan APK merupakan persentase penduduk yang sekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia pendidikan tertentu. Tahun 2010 angka partisipasi murni (APM) Kabupaten Pandeglang untuk jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sebesar 93,18 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 7-12 tahun di Kabupaten Pandeglang, 94-94 diantaranya sedang bersekolah pada jenjang pendidikan SD/Sederajat. Sedangkan APM jenjang pendidikan SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat masing-masing tercatat sebesar 53,51 persen dan 34,20 persen. Angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sudah melampaui angka 100, yaitu mencapai angka 109,37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa program wajar dikdas 6 tahun di Kabupaten Pandeglang sudah tercapai. Angka APK yang melebihi 100 persen mengindikasikan masih cukup banyak siswa jenjang SD/sederajat di Kabupaten Pandeglang yang berusia di luar rentang 7-12 tahun. APK jenjang pendidikan SMP dan SMA pada tahun 2014 mengalami pasang surut dibanding tahun 2009. Pada tahun 2014 APK jenjang pendidikan SMP tercatat sebesar 63,68 persen turun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 77,65 persen sedangkan SMA naik dari 45,91 menjadi 53,27 persen. Ketersediaan fasilitas pendidikan merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi dalam menunjang keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Fasilitas pendidikan, terutama
85
Sebuah Disertasi gedung sekolah merupakan hal yang penting karena merupakan tempat di mana terjadinya proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Hal penting lainnya adalah ketersediaan tenaga pengajar yang berkualitas dan memenuhi standar kualiikasi sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. Jumlah sarana sekolah, guru dan siswa di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Pada Tahun ajaran 2014 rata-rata tiap sekolah tingkat SD menampung 184 siswa dengan rata-rata jumlah guru sebanyak 11,38 orang. Untuk sekolah Tingkat SMP rata-rata tiap sekolah menampung 253 siswa dengan rata-rata jumlah guru sebanyak 19,86 orang per sekolah. Sedangkan untuk sekolah tingkat SMA rata-rata tiap sekolah menampung 241 siswa dengan rata-rata jumlah guru sebanyak 24,20 orang. Sama halnya dengan rasio guru sekolah, rasio murid guru pada tahun 2010 menunjukan angka yang cukup baik bahkan cenderung berlebih. Pada tahun ajaran 2014 satu orang guru jenjang pendidikan SD/sederajat rata-rata mengajar/mengawasi 16 sampai 17 orang siswa. Untuk jenjang pendidikan SMP/sederajat, satu orang guru mengajar/mengawasi 12 sampai 13 orang siswa dan satu orang guru pada jenjang pendidikan SMA/sederajat rata-rata mengajar/mengawasi 9 sampai 10 orang siswa. Berdasarkan angka rasio guru-sekolah dan rasio murid-guru, ketersediaan fasilitas pendidikan beserta tenaga pendidik di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sudah menunjukan keadaan yang cukup baik. Namun bila dibandingkan dengan indikator output pendidikan, terlihat ada hal yang cukup kontradiktif, yaitu masih rendahnya partisipasi sekolah anak usia sekolah, terutama pada jenjang pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Perlu ditelaah lebih lanjut apa yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan anaknya disaat fasilitas pendidikan sudah cukup mendukung. Jika memperhatikan perkembangan penduduk miskin di Pandeglang sejak empat tahun terakhir, terlihat kecenderungan menurun jumlahnya. Jika pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Pandeglang diperkirakan sebanyak 177.895 jiwa atau sebesar 15,82 persen dari jumlah penduduk Pandeglang, maka pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin menjadi sebanyak 127.800 jiwa atau sebesar 11,14 persen. Penurunan ini selain akibat membaiknya kondisi perekonomian regional juga tidak lepas dari dampak digulirkannya berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : Kabupaten Pandeglang dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2009-2010), pada umumnya menunjukan perbaikan, khususnya pada tiga bidang pokok pembangunan, yaitu bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Namun demikian beberapa indikator kesejahteraan penduduk lainnya masih menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan sehingga perlu mendapat perhatian lebih serius seperti tingkat
86
Sebuah Disertasi kemiskinan, pengangguran, partisipasi sekolah tingkat atas, angka kesakitan, angka melek huruf dan lain sebagainya. Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tahun 2014 sebanyak 1.149.610 jiwa yang terdiri dari 589.056 laki-laki dan 560.554 perempuan. Berdasarkan data tersebut maka rata-rata kepadatan penduduk sekitar 4189jiwa/Km2 dengan sex ratio sebesar 105,08. Sementara itu pada bidang kesehatan, indikator angka harapan hidup (AHH) meningkat dari 63,5 tahun pada tahun 2009 menjadi 63,77 tahun pada tahun 2014. Begitu juga dengan angka angka kematian bayi (AKB) yang turun dari 53,8 per 1000 kelahiran pada 2009 menjadi 52,8 per 1000 kelahiran di tahun 2014. Untuk indikator angka kesakitan, persentasenya meningkat dari 22,74 persen pada tahun 2009 menjadi 48,06 persen pada tahun 2010, dengan rata-rata lama sakit selama 6,86hari pada tahun 2009 dan 5,02 hari di tahun 2014. Tingkat pendidikan masyarakat Pandeglang pada umumnya masih relatif rendah khususnya pencapaian tingkat pendidikan formal. Persentase penduduk Pandeglang yang melek huruf tahun 2014 sekitar 94,32 persen. Angka tersebut sekaligus mengindikasikan masih terdapat sekitar 5,68 persen penduduk yang buta huruf. Indikator angka melek huruf mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yang sudah sudah mencapai 94,22 persen. Sementara itu rata-rata lama sekolah penduduk Pandeglang tahun 2014 baru mencapai 6,87 tahun. Dengan kata lain rata-rata penduduk pandeglang hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD). Partisipasi sekolah penduduk Pandeglang tahun 2014 secara umum mengalami penrunan, terutama untuk anak usia 16-18 tahun. Partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun mencapai 96,42 persen, sedikit mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,36 persen. Untuk partisipasi sekolah anak usia 13-15 tahun menurun dari 72,09 persen menjadi 70,54 persen. Sedangkan untuk anak usia 16-18 tahun, partisipasi sekolah menurun cukup signiikan dari 46,96 persen pada tahun 2009 menjadi 41,34 persen di tahun 2014. Pada bidang ketenagakerjaan, tingkat pengangguran yang tinggi di Pandeglang merupakan masalah yang cukup serius sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada tahun 2014, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Pandeglang sebesar 11,34 persen, mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 yang sebesar 10,98 persen, namun di tahun 2014 tingkat pengangguran terbuka masih berada pada level dua digit dan harus menjadi perhatian serius dari stakeholder terkait untuk mengurangi tingkat pengangguran ini. Untuk persentase penduduk miskin juga berkurang dari 12,01 persen pada tahun 2009 menjadi 11,14 persen di tahun 2014. Tingkat kesejahteraan penduduk Pandeglang yang masih rendah diantaranya terlihat dari pola konsumsi penduduk Pandeglang dimana persentase konsumsi untuk makanan jauh lebih tinggi dibanding konsumsi untuk non makanan.
87
Sebuah Disertasi Pada bidang perumahan, kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Pada tahun 2014 sekitar 97,21 persen rumah tangga di Pandeglang menempati rumah milik sendiri/orangtua/saudara. Dan sebagian besar rumahtangga di Kabupaten Pandeglang masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak yaitu sebsar 76,46 persen. Sementara itu, tingkat keberhasilan pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2014 yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 68,29. Kondisi ini mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 67,99. Jika digolongkan menurut pencapaian skor, maka angka IPM Kabupaten Pandeglang pada tahun 2014 termasuk golongan angka IPM menengah atas. Bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Banten, IPM Kabupaten Pandeglang tahun 2010 berada pada urutan ke-enam (satu tingkat di atas Kabupaten Lebak) dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota yang ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan bila nanti pada suatu saat posisi angka IPM Kabupaten Pandeglang akan menjadi urutan terbawah di Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Dalam hal penulisan desertasi ini, penulis mengambil contog di lima kecamatan dari tiga puluh lima kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Adapun lima kecamatan yang akan diambil penelitian adalah kecamatan: (1) Cadasari, (2) Kaduhejo, (3) Pandeglang, (4) Cikeusik, (5) Angsana. Untuk lebih jelasnya akan djelaskan secara detail proile masing-masing kecamatan berdasarkan permasalahan yang berhubungan dengan penulisan desertasi menyangkut proile masing-masing kecamatan berdasarkan data demograis dan sosiograis dibawah ini. Pada Tahun 2013 Kabupaten Pandeglang termasuk empat Kabupaten Kota yang masuk pemeberia uji coba pertama Program Jamsosratu. Di Kabupaten Pandeglang sendiri diberikan pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Cadasari dan Kecamatan Kaduhejo. Dengan bantuan untuk masing-masing RTSM sebesar Rp. 1.500.000,-. Jadi jumlah total RTSM tahun 2013 sebanyak 6.925 RTSM dengan total bantuan dana sebersar Rp. 3,462,500,000,-. Pada Tahun 2014 Kabupaten Pandeglang mendapatkan bantuan Jamsosratu untuk tiga puluh empat kecamatan. Masing-masing RTSM diberikan bantuan dana sebesar rp. 750.000,-. Dengan total bantuan RTSM sekitar 8.620 RTSM dengan besaran bantuan dana sebesar Rp. 4.310.000.000,-. Sedangkan Tahun 2015 Kabupaten Pandeglanglang mendapatkan bantuan untuk seluruh Kecamatan yaitu tiga puluh lima kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Masingmasing RTSM diusulkan untuk mendapatkan bantuan setiap RTS sebesar Rp. 500.000,-. Jadi besaran total yang di terima pada tahun 2015 jumlah RTSM diusulkan sebanyak 15.157 RTSM dengan besaran bantuan dana diperkirakan tahun 2015 sekarang sebesar Rp. 10.675.500.00,- . Anggaran bantuan dana yang diberikan dalam pelaksanaannya memang mengalami penu-
88
Sebuah Disertasi runan dari awal tahun 2013 yang diberikan masing-masing RTSM sebesar Rp. 1500.000,-, kemudian tahun 2014 berkurang setengahnya manejdai Rp. 750.000,-. Kemudian tahun 2015 berkurang kembali masing-masing RTSM hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp. 500.000,-. Dari sisi bantuan dana memang mengalami penurunan, hanya saja dari besaran jumlah total RTSM setiap kecamatan dan di Kabupaten mendaptkan penambahan jumlah RTSM. Dalam penulisan desertasi yang mengambil judul Implementasi Kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia mengambil Studi Kasus Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang khusunya pelaksanaan Program Jamsosratu yang menrupakan salah satu kebjakan dalam mengetaskan kemiskinan sekaligus dapat meningkatkan IPM hanya mengambil sampel untuk enam kecamatan yang ada di kabupaten Pandeglang, yaitu Kecamatan cadasari, Kecamatan Kaduhejo, Kecamatan Pandeglang, Kecamatan Cikeusik, Kecamatan Cikeudal dan Kecamatan Angsana. Empat kecamatan yang diambil sampel ini sudah mewakili representatif dari tiga puluh kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang baik secara sosiografois maupun secara geograis yang ada di Kabupaten Pandeglang. Untuk lebih jelasnya, akan djelaskan secara detail proile enam kecamatan yang menjadi studi kemiskinan yang ada di Kabupaten Pandeglang berdasarkan permasalahan yang berhubungan dengan penulisan desertasi menyangkut proile masing-masing kecamatan berdasarkan data demograis dan sosiograis dibawah ini.:
4.3.1. Kecamatan Cadasari Kecamatan Cadasari pusat pemerintahan kecamatan berada di Desa Cadasari. Pada Tabel 4.4 Jumlah Rumah Tangga dan jenis kelamin di Kecamatan Cadasari Tahun 2014 djelaskan jumlah penduduk Kecamatan Cadasari adalah 33.810 orang, yang terdiri atas penduduk lakilaki sebanyak 17.686 orang dan penduduk perempuan sebanyak 16.124 orang. Kecamatan Cadasari terdiri dari 11 desa, yaitu terdiri dari desa Cadasari, Ciinjuk, Cikentrung, Kaduela, Kaduaengang, Kaucang, Koranji, Kurungdahu, Pasirpeuteuy, Tanagara, Tapos. Terdiri dari 44 Rukun Warga (RW) dan 138 Rukun Tetangga (RT). Desa Kurungdahu merupakan desa terkecil dengan luas 160 km2 sedang desa Tapos merupakan desa terbesar dengan luas 3,63 km2. Rata-rata masyarakat kecamatan Cadasari sebagian besar penduduknya bercocok tanam dengan luas sawah tanah 656 hektar yang menggunakan perairan pola irigasi hanya terdapat di tiga desa yaitu Desa Kauncang, Desa Ciinjuk dan Desa Cadasari. Sedang 8 desa lainya masih menggunakan pola tanam pengairan tadah hujan. Produksi padi per hektarnya menghasilkan 6,5 ton/Ha. Hampir semua warga yang ada di Kecamatan Cadasari sudah menggunakan listrik PLN di rumahnya. Hanya ada satu desa di Pasirpeteuy yang belum menda-
89
Sebuah Disertasi patkan aliran listrik karena lokasinya berada di atas gunung karang, terisolasi oleh fasilitas jalan setapak dan penduduknya masih sangat jarang. Data berikut dapat diketahui sebaran penduduk di Kecamatan Cadasari.
Tabel 4.6 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Cadasari
Data yang tersaji pada Tabel 4.6 menunjukkan pada jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Cadasari yaitu sebanyak 6.609 jiwa tahun 2014, disusul Desa Ciinjuk sebanyak 4.273, dan Desa Tapossebanyak 4.234 jiwa. Dengan total populasi sebanyak 32.237 jiwa, dan jumlah murid 4.446 orang, di Kecamatan Cadasari terdapat hanya 213 guru. Data berikut menunjukkan jumlah sekolah dan guru dan murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Cadasari.
90
Sebuah Disertasi Tabel 4.7 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Cadasari
Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Cadasari pada Tabel 4.5 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Cadasari Tahun 2014 disebutkan ada 23 SDN. Masing-masing desa terdapat dua SDN, sehingga setiap orang tua tidak kesulitan menyekolahkan anaknya di SDN yang ada di desanya masing-masing. Sedang untuk RA (setingkat SD Swasta) hanya ada di Desa Ciinjuk dan Cadasari. Dimana di desa Ciinjuk ada SD Swasta sebanyak 2 sekolah dengan jumlah guru 8 orang dan jumlah murid 46 orang rasio guru murid 5.75. Sedangkan di Desa Cadasari ada SD swasta sebanyak 2 sekolah dengan jumlah guru 8 orang dan jumlah murid 30 orang rasio guru murid 6.00. Sedangkan dalam data BPS Tahun 2014 Kecamatan Cadasari Dalam Angka menyebutkan. Sekolah Menengah Pertama Negeri hanya ada di Desa Cikentrung dengan jumlah guru 26 orang, muridnya 466 orang rasio guru murid sebesar 17,92, dengan komposisi tingkatan Kelas satu sebanyak 177 orang, kelas dua 147 orang dan kelas tiga 142 orang. Sedangkan Sekolah swasta Madrasah Itidaiyah/MI (Setingkat SMP) ada di tiga Desa, yaitu Cadasari dengan jumlah sekolah 1; jumlah guru 12 orang; jumlah murid 152 orang rasio guru murid 13. Di Desa Tapos ada sekolah MI 1; jumlah guru 8 orang, jumlah murid 64 dan rasio guru murid 8. Di Desa Tanagara jumlah MI 1 sekolah; jumlah guru 8 orang; jumlah murid 71 dan rasio guru murid 9. Sekolah Negeri Madrasyah Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP ada di tiga desa yaitu 91
Sebuah Disertasi Kaucang, Ciinjuk dan Cadasari. Di Desa Kauncang MTs Negeri jumlah yang sekolah di kelas I ada 80 orang; Kelas II ada 84 orang dan kelas III ada 80 orang jumlahnya 234 orang. Di Desa Ciinjuk kelas I ada 43 orang; Kelas II ada 36 orang dan kelas III ada 19 orang jumlahnya 98 orang. Di Desa Cadasari jumlah kelas I ada 116 orang; kelas II ada 92 orang dan kelas III ada 87 orang jumlahnya 295 orang. Sedangkan untuk sekolah swasta Madrasyah Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP ada di tiga desa yaitu Kaucang, Ciinjuk dan Cadasari. Jumlah sekolah swasta MTs di Desa Kauncang ada 1; jumlah guru 23; jumlah murid 234 rasio guru murid 10,2. Di desa Ciinjuk sekolah swasta MTs ada 1; jumlah guru 11; jumlah murid 98 orang rasio guru murid 8,9. Di desa Cadasari sekolah dwasta MTs ada 1 jumlah guru 46; jumlah murid 315 orang rasio guru murid 6,8. SMA Negeri di Kecamatan Cadasari tidak ada, yang ada hanya sekolah swasta Madrasyah Aliyah/MA setingkat SMTA ada di tiga desa yaitu Desa Kauncang, Desa Ciinjuk dan Desa Cadasari. Di Desa Kauncang jumlah MA swasta ada 1; jumlah guru 22 orang; jumlah murid 59 orang dan rasio guru murid 1,7, di Desa Ciinjuk ada 1 MA dengan jumlah guru 18 orang jumlah murid 55 orang rasio guru murid 3,1. Di Desa Cadasari ada MA Swasta 1 jumlah guru 20 jumlah murid 78 rasio guru murid 3,9. Sementara kondisi obyektif permasalah kemiskinan di Kecamatan Cadasari diketahui dari data keluarga prasejahtera. Data berikut menunjukkan sebaran penduduk miskin yang termasuk keluarga prasejahtera.
Tabel 4.8 Jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Cadasari
Sumber: UPT Dinas Kesehatan Kecamatan Cadasari Tahun 2014
92
Sebuah Disertasi Fasilitas Kesehatan jumlah Puskesmas hanya ada di desa Cadasari 1 Puskesmas dan Poliklinik desa ada satu di Desa Karangdahu. Di Kecamatan Cadasari terdapat 44 Posyandu yang tersebar di sebelas desa yang ada di wilayah Kecamatan Cadasari. Masing-masing desa terbagi rata-rata antara 3 sampai dengan 4 posyandu perdesa. Posyandu inilah yang menjadi garda terdepan upaya penyuluhan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Melalui kegiatan Posyandu inilah berbagai kegiatan penyulusan kesehatan lingkungan dilakukan. Jika dilihat dari penggunaan jamban, warga masyarakat kecamatan Cadasari dari sebelas desa, maka tujuh desa semuanya sudah menggunakan jamban di rumahnya sendiri, kecuali satu desa rata-rata menggunakan jamban umum yaitu di Desa Ciinjuk karena lokasinya yang masih sangat tradisonal dan suasana pedesaan dan warga yang tidak menggunakan jamban umum yaitu kebiasaan buang air besar di sungai/sawah/kebun. Kebiasaan ini terdapat di tiga desa yaitu Desa Tapos, Desa Kaduela, Desa Koranji. Di tiga desa tersebut memang masih terdapat banyak kebun, persawahan dan masih ada mengalir air sungai dari gunung karang yang ada di Kecamatan Cadasari. Selain mengurangi kesehatan lingkungan, dengan kebiasaan buang air besar seperti itu maka warga masyarakat desa tersebut tentu mudah terjangkit berbagai penyakit menular. Jumlah dokter umum dan dokter gigi ada di Kecamatan Cadasari terdiri atas 3 dokter umum dan 1 dokter gigi. Jumlah dokter ini tentu sangat tidak memadai bila dibandingkan jumlah penduduk Kecamatan Cadasari yang mencapai 32.237 jiwa. Sementara itu keberadaan bidan di setiap desa masing-masing ada satu orang, kecuali di Desa Ciinjuk terdapat 3 bidan dan di Desa Cadasari terdapatr 4 bidan. Dokter praktek umum hanya ada satu di Desa Cadasari. Untuk kaum ibunya yang ada di Kecamatan Cadasari dari data monograi di kecamatan sebagian besar kaum ibunya menggunakan alat kontra sepsi Iud; pil dan suntik yang sudah mengikuti program keluarga berencana pemasangan alat kontrasepsinya dilakukan di posyandu yang terdapat di masing-masing desa di kecamatan Cadasari. Penyandang cacat di Kecamatan Cadasari yang menderita cacat tuna netra ada 6 orang; cacat tubuh 54 orang; cacat mental 13 orang; cacat bisu/tuli 5 orang; penyakit kronis 12 orang. Jika dilihat dari komposisi umur, data monograi di Kantor Kecamatan Cadasari menunjukan bahwa jumlah umur yang sudah manupose atau 60 tahun keatas jumlahnya paling banyak, yaitu sebesar 31.425 orang. Hal ini menandakan bahwa komposisi penduduk sudah menunjukan Piramida terbaik atau usia non produktif/manupos mendominasi. Disusul oleh usia sekolah yaitu umur 19 tahu ke bawah sebanyak 3.267 orang. Kemudian masuk ke usia produktif yaitu antara 20 sd 59 tahun sebanyak 2.916 orang. Provinsi Banten dalam melaksanakan Program Jamsosratu memilih Kabupaten Pandeg-
93
Sebuah Disertasi lang sebagai Kabupaten pertama yang melaksanakan (ile project) untuk uji coba Program Jamsosratu di Tahun 2013. Terdiri dari dua Kecamatan yang pertama kali diberikan bantuan, yaitu Kecamatan Cadasari dan Kecamatan Kaduhejo. Pelaksanaan Jamsosratu di Kecamatan Cadasari diberikan pada semua desa (sebelas desa yang ada dikecamatan Cadasari) dengan jumlah bantuan masing-masing rumah tangga berbeda setiap desanya, seperti yang terdapat dalam Tabel 4.7. Capaian Sasaran Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan total penyaluran Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) Jamsosratu pada tahun 2013. Besar bantuan setiap rumah tangga yang diberikan besaranya sama yaitu sebesar Rp. 1.500.000,- untuk setiap rumah tangganya. Selanjutnya bisa dilihat dalam Tabel 4.7 di bawah ini:
Tabel 4.9 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Cadasari
Pada Tahun 2013 jumlah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang diberikan sekitar 274 RTSM, kemudian tahun 2014 ditambah sekitar 283 RTSM; Tahun 2015 jumlah RTSM bertambah yang diberikan bantuan menjadi 345 RTSM. Jumlah bantuan dana yang diberikan Tahun 2013 untuk setiap RTSM nya sama, yaitu sebesar Rp. 1.500.000. Karena dari total jumlah bantuan dana Jamsosratu sebesar Rp. 381.000.000 dibagi 274 RTSM, maka masing-masing RTSM akan mendapatkan bantuan dana sebesar Rp. 1.500.000. Bantuan dana yang diberikan Tahun 2014 sama dengan Tahun 2013 sebesar Rp 1.500 untuk setiap RTSM. Tahun 2015, jumlah bantuan dana setiap RTSM mengalami penurunan menjadi masing-masing RTSM mendapatan Rp. 750.000, sebelumnya tahun 2014 dan 2013 sebesra Rp. 1.500.000. Dari infomrasi yang penulis dapatkan dari informan baik itu RTSM maupun
94
Sebuah Disertasi para pendamping dan operator serta Kepala seksi yang membidangi Jamsosratu, penurunan disebabkan karena adanya kebjakan keputusan pembahasan Tim Anggaran Bappeda dan Dinas Sosial dengan DPRD Provinsi Baten menyangkut jumlah bantuan bagi masing-masing RTSM dengan DPRD Provinsi Banten karena keterbatasan anggaran di Tahun 2015. Sehingga jumlah pengajuan sebesar Rp. 1500.000 bagi setiap RTSM, kemudian dikurangi menjadi setengahnya sekitar Rp. 750.000 bagi seiap RTSM penerima Jamsosratu.
4.3.2. Kecamatan Kaduhejo Kecamatan Kaduhejo pusat pemerintahan kecamatan berada di desa Banjarsari. Pada Tabel 4.8 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis kelamin di Kecamatan Kaduhedjo Pandeglang Tahun 2014 djelaskan jumlah rumah tangga Kecamatan Kaduhedjo sekitar 35.367 Rumah Tangga, dengan komposisi perbandingan laki-laki berjumlah 17.889 rumah tangga dan perempuan sekitar 17.478 rumah tangga. Desa yang terpadat dalam rumah tangga di Kecamatan Kaduhedjo adalah Desa Saninten dengan jumlah rumah tangga 1.212 rumah tangga dan yang tergolong sedikit rumah tangganya adalah desa Kadugemlo dengan jumlah rumah tangganya sekitar 289 rumah tangga. Jumlah penduduk Pasangan Usia Produktif (PUS) di Kecamatan Kaduhedjo Pandeglang menurut data BPS Pandeglang Dalam Angka 2014 menyebutkan (usia 14 – 65 Tahun) sekitar 21.822 jiwa. Perbandingan laki-laki sebesar 6.747 jiwa dan perempuan sebesar 6.760 jiwa. Sedangkan Pasangan Usia Tidak Produktif ( usia 0 – 14 dan > 65 Tahun) sekitar 10.689 jiwa. Dengan komposisi laki-laki sekitar 11.733 jiwa dan perempuan 10.689 jiwa. Luas wilayah Kecamatan Kaduhejo total sekitar 28,09 km² atau sebesar 1,02 % dari luas Kabupaten Pandeglang. Desa Mandalasari merupakan desa yang luas wilayahnya terkecil sekitar 0.9 km2 (3,38 persen dari luas se Kecamatan Kaduhejo), sedang Desa Saninten merupakan desa terbesar dengan luas 7,50 km2 (26,70 persen 28,09 km² atau sebesar 1,02 % dari luas Kabupaten Pandeglang). Bentuk topograi wilayah Kecamatan Kaduhejo pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian rata-rata dibawah 500 m dari permukaan laut (dpl) dengan rincian sebagai berikut; desa Banjarsari ± 157 M, Sukamanah ± 207 M, Palurahan ± 265 M, Kadugemblo ± 232 M, Sukasari ± 274 M, Mandalasari ± 280 M, Saninten ± 426 M, Bayumundu ± 407 M, Campaka ± 423 dan Ciputri ± 213 M. Sedangkan dari segi geomorfologi, wilayah Kecamatan Kaduhejo termasuk kedalam Zona Bogor yang merupakan jalur perbukitan. Rata-rata masyarakat Kecamatan Kaduhejo sebagian besar penduduknya bercocok tanam dengan luas sawah tanah 3.357 hektar dengan lahan sawah 831 (sekitar 24,75 persen) dan lahan kering seluas 831 hektar (sekitar 24,75 persen) yang menggunakan perairan pola pengairan atau irigasi seluas 504 hektar dan yang tidak menggunakan pengairan atau irigasi
95
Sebuah Disertasi seluas 327 hektar. Produksi padi per hektarnya menghasilkan 6,22 ton/Ha sedangklan total produksi padi se Kecamatan Kaduhejo sekitar 14.064 ton. Data berikut dapat diketahui sebaran penduduk di Kecamatan Kaduhejo.
Tabel 4.10 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis kelamin di Kecamatan Kaduhedjo
Pada Tabel diatas terlihat jumlah rumah tangga jenis kelamin laki-laki lebih besar (17.889 laki-laki) dari pada jumlah rumah tangga perempuan (17.478) selisih sekitar 411 rumah tangga. Sedangkan desa yang paling padat penduduknya di Desa Saninten dengan jumlah rumah tangga sekitar 5.643 rumah tangga, dengan komposisi laki-laki sebesar 2.807 rumah tangga laki-laki dan 2.836 perempuan. Sedang jumlah rumah tangga yang paling sedikit ada di Desa Kadugemblu sekitar 1.681 rumah tangga dengan komposisi jumlah rumah tangga laki-laki sekitar 892 laki-laki dan 789 perempuan.
96
Sebuah Disertasi Tabel 4.11 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Kaduhedjo
Tabel 4.11 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Kaduhedjo disebutkan keberadaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di semua desa ada rata-rata dua SDN, kecuali di desa Ciputri saja yang ada satu SDN. Sedangkan data BPS Kecamatan Kaduhejo Dalam Angka 2014 menyebutkan SMPN ada satu tepatnya di desa Kaduhejo. Sedangkan SMAN nya belum ada di Kecamatan Kaduhejo. Jumlah murid SD se Kecamatan Kaduhejo ada sekitar 4.735 murid dengan jumlah guru sekitar 269 guru SD. Jumlag murid SD yang tergolong paling banyak terdapat di desa Ciputri sekitar 903 murid dengan jumlah guru 21 guru. Rasio guru SD secara keseluruhan terhadap muridnya satu guru menangani sekitar 17 sampai dengan 18 murid. Untuk rasio guru tergolong sedikit menangani muridnya dengan gurunya untuk Sekolah Dasar adalah di desa Sukamanah dengan rasio guru SD dengan murid adalah satu murid untuk 9 sampai dengan sepiluh murid. Jumlah sekolah SMP Negari di Kecamatan Kaduhejo ada satu tepatnya di pusat pemerintahan Kecamatan Kaduhejo yaitu di Desa Banjasari, begitu pula Jumlah SMA Negeri yang ada di Kecamatan Kaduhejo ada satu buah yaitu di desa Banjarsari. Sedangkan data BPS Kecamatan Kaduhejo Dalam Angka Tahun 2014 menyebutkan, jumlah Kepala Keluarga yang tidak dan menamatkan pendidikannya berdasarkan jenjang pendidikan yang terbanyak hanya menamatkan sekolah SLTA sekitar 3.789 kepala keluarga; selanjutnya menamatkan Akademi dan Perguruan Tinggi sekitar 2.207 kepala keluarga; menamatkan Sekolah Dasar dan SMP sebanyak 2.150 kepala keluarga; sebanyak 745 kepala keluarga tidak menamatkan Sekolah Dasar.
97
Sebuah Disertasi Tabel 4.12 Jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Kaduhedjo
Sedangkan pada kelompok Keluarga Sejahtera Tahap II sekitar 2.023 dimana di Desa Mandalasari menempati terbanyak dalam Keluarga Sejahtera Tahap II sekitar 358 keluarga. Dan kelompok Keluarga Sejahtera Tahap III sebesar 2.039 keluarga, dimana Desa Sukasari menempati terbanyak sebesar 511 keluarga. Dan ada sekitar 1.259 Keluarga Pra Sejahtera yang ada di Kecamatan Kaduhejo. Di desa Mandalasari jumlah keluarga yang paling banyak tinggal sedang yang paling sedikit ada di desa Banyumundu sekitar 862 keluarga. Data BPS Kecamatan Kaduhejo Dalam Angka 2014, menyebutkan bahwa laki-laki berjumlah 8 199 kepala keluarga dan kepala keluarga perempuan berjumlah 692 kepala keluarga yang termasuk dalam kategori bekerja berjumlah 8.199 kepala keluarga sdang yang termasuk dalam kategori tidak bekerja berjumlah 692 kepala keluarga. Tabel 4.12 Jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Kaduhedjo Pandeglang menunjukan bahwa keberadaan klasiikasi kesejahteraan di Kecamatan Kaduhejo beragam. Dimana tingkat kesejahteraan dari data BPS sudah diklasiikasikan per desa. Yaitu terdiri dari keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera Tahap I; Sejahtera Tahap II; Sejahtera Tahap II dan Sejahtera Tahap III. Dilihat dari jumlah keluarga yang ada di Kecamatan Kaduhejo, maka kelompok Keluarga Sejahtera Tahap I menempati urutan terbanyak sekitar 3.062 keluarga, Desa Sukasari menempati urutan terbanyak dalam kelompok
98
Sebuah Disertasi Sejahtera Tahap I sebesar 576 keluarga. Sedangkan jumlah kelahiran ibu hamil yang melahirkan laki-laki dan perempuan dari jumlah total tahun 2014 sekitar 819 kelahiran, maka yang melahirkan hidup sebanyak 774 kelahiran dan yang meninggal 45 orang meninggal tidak tertolong saat melahirkan. Dengan komposisi melahirkan laki-laki 389 orang dalam kondisi hidup atau tertolong saat melahahirkan (45 orang meninggal tidak tertolong) dan perempuan 385 orang tertolong hidup melahirkan. Jika dilihat dari total angka yang meninggal sebanyak 45 orang (laki-laki) jumlah ini masih termasuk dalam kategori angka yang cukup tinggi. Kecamatan Kaduhejo merupakan kecamatan yang pertama kali menjadi kecamatan uji coba bersama Kecamatan Cadasari dalam pelaksanaan Program Jamsosratu pada tahun 2013. Jumlah RTSM se Kecamatan Kaduhejo seperti dalam Tabel 4.11 Capaian RTSM dan Total penyaluran BTB Jamsosratu sekitar 253 RTSM. Jumlah bantuan yang diberikan masing-masing rumah tangga besaranya sama yaitu Rp. 376.000.000 dibagi untuk 253 RTSM yaitu sebesar Rp. 1.500.000,-. Sedangkan jumlah RTSM setiap desa se kecamatan Kaduhejo beragam sesuai. Data ini diambil dari hasil pencacahan BPS tahun 2012, dengan kriteria dalam satu desa dilihat dari aspek; jumlah rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan; ibu hamil dan baru melahirkan; memiliki anak sekolah di SD, SMP di setiap desa.
Tabel 4.13 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Kaduhedjo
99
Sebuah Disertasi Tabel.4.13 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Kaduhejo, jumlah total bantuan dana tahun 2014 bertambah menjadi Rp 415.000.000 untuk sekitar 277 RTS dan Tahun 2015 sudah dianggarkan sebesar Rp. 357.000.000 untuk sekitar 477 RTSM. Untuk melihat jumlah besaran yang diterima masing-masing RTSM maka bisa dilihat dengan cara jumlah total bantuan Tahun 2014 Rp. 415.500.000 dibagi sekitar 277 RTSM, maka setiap RTSM mendapatkan bantuan sebesar Rp. 1.500.000. dan tahun 2015 total bantuan sebesar Rp.357.000.000 dibagi untuk 477 RTSM jadi setiam RTSM mendapatkan bantuan sebesar Rp. 750.000. Alasan penurunan bantuan tiap RTSM menjadi setengahnya dikarenakan keterbatasan anggaran yang ada di Pemerintah Daerah.
4.3.3. Kecamatan Pandeglang Kecamatan Pandeglang merupakan ibukota kabupaten Pandeglang. Pusat pemerintahan Kecamatan Pandeglang ada di Kelurahan Pandeglang itu sendiri. Terdiri dari empat kelurhan, 42 Rukun Warga dan 170 Rukun Tetangga. Luas wilayah Kecamatan Pandeglang berdasarkan kelurahanya adalah, kelurahan Pandgelang 4,68 KM2 (28 persen); Kelurahan Kadomas 2,55 KM2 (15 persen); Kelurahan Babakan Kalanganyar 5,19 KM2 (31 persen); dan Kelurahan Kabayan 4,28 KM2 (26 persen). Kelurahan Kadomas merupakan luas yang terkecil di Kecamatan Pandegalang, sedangkan yang terluas adalah Kelurahan Babakan Kalanganyar. Jumlah usia Produktif menurut data BPS Pandeglang Dalam Angka 2014 adalah (15 – 65 Tahun) sekitar 28.161 jiwa; terdiri dari laki-laki sebesar 14.817 jiwa dan perempuan sebesar 13.344 jiwa. Sedangkan usia tidak produktif (0 – 14 tahun dan > 65 Tahun) sekitar 14.260 jiwa; terdiri atas laki-laki sebesar 7.247 jiwa dan perempuan sebesar 7.013 jiwa. Fasilitas Kesehatan seperti Puskesmas di Kecamatan Pandewglang ada di kelurahan Pandeglang dan Kelurahan Kadomas masing-masing satu Puskesmas. Untuk Putu ada di Kelurahan Babakan Kalanganyar satu Pustu, dan Posyandu ada di masing-masing kelurahan dengan jumlah total sekitar 49 Posyandu, yaityu Kelurahan Kadomas 11 Posyandu; Kelurahan Babakan Kalanganyar 9; Kelurahan Kabayan 15 Posyandu; Kelurahan Pandeglang 14 Posyandu. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sekitar 7.002 pasangan dengan komposisi terbanyak menempati perempuan dengan umur 3- - 49 tahun yaitu sebesar 4.316 perempuan. Jumlah akseptor KB suntik masih mendominasi dengan jumlah sekitar 2.571 akseptor. Dan jumlah dokter umum ada sekitar enam dokter, yaitu di kelurahan Kadomas 6 dokter umum; Babakan Kalanganyar 1; Kelurahan Pandeglang 1 dokter umum.
100
Sebuah Disertasi Tabel 4.14 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Pandeglang
Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Pandeglang seluruhnya ada sekitar 42.445 rumah tangga. Dengan komposisi di kelurahan Pandeglang merupakan yang padat rumah tangganya sekitar 4.506 rumah tang, dengan jumlah laki-laki 11.003 dan perempuan 10.025 perempuan. Dan yang paling sedikit jumlah rumah tangganya ada di Kelurahan Babakan Kalanganyar sekitar 1.175 rumah tangga dengan komposisi lak-laki sekitar 2.612 laki-laki dan perempuan sekitar 2.414. Data BPS Kecamatan PAndeglang Dalam Angka 2014 menyebutkan tahun ajaran 2011/2013, jumlah sekolah TK di Kecamatan Pandeglang berjumlah 10 unit, sekolah SD sebanyak 26 unit, SMP sebanyak 5 unit dan sekolah SMA sebanyak 4 unit. Rasio murid-guru pada tahun ajaran 2011/2013 untuk sekolah TK sebesar 9,84 yang berarti setiap seorang guru TK menangani 9-10 siswa. Sedangkan rasio murid-guru untuk sekolah SD sebesar 18,54, sekolah SMP sebesar 19,91 dan sekolah SMA/SMK sebesar 16,01.
Tabel 4.15 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid
101
Sebuah Disertasi Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Pandeglang Tabel 4.15 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid SD se Kecamatan Pandeglang menyebutkan perbandingan rasio guru SD dengan muridnya di Kecamatan Pandeglang totalnya adalah satu guru menangani sekitar 18 sampai 19 murid. Untuk kelurahan pandeglang menempati jumlah yang masih kurang perbandingannya karena dari total satu guru 197 menangani 3.908 murid atau satu guru SD menangani 20 murid siswa SD, sedangkan Kelurahan Kadomas dari sekitar 39 guru Sd menangani sekitar 696 murid SD atau satu guru menangani sekitar 18 murid SD. Pada tahun 2011, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 7.002 pasangan dengan komposisi terbanyak dari perempuan dengan umur 30 – 49 tahun yaitu sebesar 4.316 perempuan. Sementara itu, jumlah akseptor aktif KB pada jenis alat kontarsepsi suntik masih mendominasi dengan jumlah 2.571 akseptor. Sedangkan jumlah akseptor KB aktif di Kelurahan Pandegalang menempati urutan teratas sebanyak 2.239 akseptor; Kelurahan Kabaya 1.299; Kelurahan Babakan kalanganyar 694 akseptor dan Kadomas 640 akseptor.
Tabel 4.16 Jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Pandeglang
Kecamatan Pandeglang merupakan pusat ibukota kabupaten Pandeglang, naka jumlah Keluarga Sejahtera Tahap III menempati posisi terbanyak yaitu sekitar 1.371 keluarga Sejahtera Tahap III, menyusul Keluarga Tahap I sekitar 1.682 dan Keluarga Tahap II sekitar 825 Keluarga. Sedangkan Jumlah total keluarga yang ada di Kecamatan Pandeglang adalah sekitar 10.252 keluarga dengan komposisi terbanyak adalah termasuk kelompok Keluarga Sejahtera I sekitar 3.384 keluarga dan Keluarga Sejahtera Tahap III 2.629 keluarga dan Keluarga Sejahtera Tahap II sekitar 2.108 dan terendah adalah kelompok Keluarga Pra Sejahtera sekitar 1.162. Kelompok Keluarga Pra Sejahtera menempati posisi urutan paling sedikit dikarenakan
102
Sebuah Disertasi Kecamatan Pandeglang merupakan pusat ibukota dari Kabupaten Pandeglang. Semua pusat pemerintahan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kantornya hamper seluruhnya bertempat di Kecamatan Pandeglang, serta sentra perdagangan pun kantornya dan transaksinya dilakukan di kecamatan Pandeglang. Jadi wajar saja jika kelompk Keluarga Pra Sejahtera jumlahnya lebih sedikit.
Tabel 4.17 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Pandeglang
Pelaksanaan Program Jamsosratu di Kecamatan Pandeglang dimulai tahun 2014 dengan total bantuan tahun 2014 sebesar Rp. 495.00.000,- untuk 330 RTSM. Dari empat kelurhan yang ada keluruhan Babakan Kalanganyar menempati urutan terbanyak dengan 99 RTSM dan yang terendah Kelurahan Kadomas sekitar 70 RTSM. Sama seperti kecamatan lainya masing-masing RTSM mendapatkan bantuan yang sama sebesar Rp. 1500.000 pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 sebesar Rp. 750.000 untuk setiap RTSM. Sedangkan jumlah total bantuan dana tahun 2015 se kecamatan Pandeglang sebesar Rp. 336.750.000 dengan total RTSM sekitar 482 RTSM. Secara jumlah RTSM pada Tahun 2015 mengalami kenaikan dari 330 RTSM menjadi 482 RTSM. Hanya dari bantuan dana untuk RTSM menurun masing-masing RTSM mendapatkan Rp. 750.000 sedang tahun 2014 sebesar Rp. 1500.000.
103
Sebuah Disertasi 4.3.4. Kecamatan Cikeusik Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Karena di wilayah selatan itu berbatasan langsung dengan laut Samudera Indonesia, maka ada dua desa yang berbatasan dengan laut tersebut yaitu Desa Tanjungan dan Desa Cikiruhwetan. Sementara untuk wilayah bagaian utara ada satu desa yang berada di tengah kawasan hutan yaitu Desa Leuwibalang dan beberapa desa yang berada disekitar area tanah kehutanan yaitu Desa Nanggala, Cikeusik, Curugciung dan Cikadongdong. Secara keseluruhan tofograi desa merupakan daerah hamparan dengan rata-rata ketinggian 40 meter diatas permukaan laut berdasarkan alat ukur GPS. Pusat pemerintahan Kecamatan Cikeusik ada di Desa Cikeusik. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan lumbung penghasil pangan dan penghasil pertanian lainnya seperti tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan. Luas wilayah Kecamatan Cikeusik sekitar 322,76 kilometer atau 11,75 persen dari luas wilayah Kabupaten dan merupakan kecamatan paling terluas diantara kecamatan yang lain di Kabupaten Pandeglang. Adapun untuk persentase luas wilayah desa, Desa Tanjungan adalah desa yang paling terluas dengan luas wilayah 45 kilometer atau 13.94 persen sedangkan luas wilayah terkecil adalah Desa Rancaseneng dengan luas wilayah 4,76 kilometer atau 1,47 persen dari luas wilayah Kecamatan Cikeusik. Kecamatan Cikeusik terdiri dari empat belas desa, dengan klasiikasi desa Swakarya dengan status desa perdesaan dan 7 diantaranya adalah desa tertinggal ( desa IDT Kecamatan Cikeusik adalah salah satu kecamatan yang sampai Tahun 2015 belum mengalami pemekaran wilayah, artinya wilayah Kecamatan Cikeusik masih utuh dengan jumlah desa 14 desa 77 RW dan 281 RT. Untuk menjalankan roda pemerintahan desa masih ada beberapa desa yang masih menggunakan rumah kades sebagai pusat pelayanan dan pelaksanaan administrasi desa, dengan jumlah desa sebanyak 4 desa yaitu Desa Cikiruhwetan, Sukamulya, Parungkokosan dan Sukaseneng. Kecamatan Cikeusik merupakan salah satu kecamatan lumbung pangan dan penghasil pertanian lainnya, seperti tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan di kabupaten pandeglang, dimana kecamatan ini memiliki wilayah cukup luas yaitu sekitar 32.276 hektar atau 322,76 Km2. Dari total luas lahan tersebut dibagi dalam dua bagian, yaitu tanah sawah dan tanah kering dengan rincian sebagai berikut, tanah sawah sekitar 5.478 ha dan tanah kering sekitar 26.528 ha. Jumlah penduduk Kecamatan Cikeuisk merupakan populasi penduduk terbanyak kedua setelah Kecamatan Labuan, dengan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 4.16 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Kecamatan Cikeusik adalah total sekitar 52.345 rumah
104
Sebuah Disertasi tangga, dengan komposisi laki-laki terbanyak sebesar 26.760 rumah tangga dan perempuan 25.585 rumah tangga. Jumlah rumah tangga Kecamatan Cikeusik berjumlah 14.158 rumah tangga. Dua desa yaitu Desa Cikiruhwetan dan Desa Tanjungan menempati jumlah rumah tangga yang sama yaitu sekitar 1.641 rumah tangga.
Tabel 4.18 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Cikeusik
Sebaran penduduk di Kecamatan Cikeusik yang terpadat ada di Desa Cikiruhwetan sebesar 6.537 orang dan terendah berada di Desa Leuwibalang sebesar 1.556 orang. Tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Cikeusik pada akhir tahun 2014 mencapai 156 penduduk per Km2 atau dengan kata lain setiap satu kilometer persegi wilayah Kecamatan Cikeusik dihuni oleh sekitar 156 penduduk, dengan sex ratio 103,74. Adapun fasilitas sekolah yang berada dibawah naungan Kemdikbud dan Kementerian Agama baik negeri/swasta tahun 2014, meliputi TK swasta 4 sekolah dengan jumlah guru sebanyak 26 orang dan jumlah murid sebanyak 101 orang, sehingga dapat dihitung rasio Guru-Murid sebesar 3,88. Artinya setiap orang guru membimbing sekitar 4 murid. Fasilitas gedung sekolah dasar negeri sebanyak 44 sekolah dan madrasah ibtidaiyah swasta 7 sekolah dengan jumlah guru
105
Sebuah Disertasi sebanyak 224 orang dan murid sebanyak 7.759 orang sehingga dapat dihitung rasio GuruMurid sebesar 31,80 yang artinya setiap guru membimbing sekitar 32 murid. Sementara fasilitas sekolah menengah pertama negeri pada tahun 2015 ini sebanyak 5 sekolah dan swasta 2 sekolah, madrasah tsanawiyah negeri 1 sekolah dan madrasah tsanawiyah swasta 4 sekolah dengan jumlah guru sebanyak 221 orang dan jumlah murid sebanyak 1966 orang sehingga dapat dihitung rasio Guru-Murid sebesar 8,90 yang artinya setiap guru membimbing sekitar 9 murid. Adapun fasilitas sekolah menengah atas selama tahun 2014 hanya ada dua sekolah, yaitu terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dan Madrasah Aliyah Swasta, dengan jumlah guru sebanyak 62 orang dan jumlah murid sebyak 538 orang sehingga dapat dihitung rasio Guru-Murid sebesar 8,68 yang artinya setiap guru membimbing sekitar 9 murid. Tabel 4.19 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid SD di Kecamatan Cikeusik, total rasio guru SD terhadap muridnya totalnya adalah 31.80 dimana jumlah guru SD sekitar 244 sedangkan jumlah muridnya 7.759 atau satu guru SD menangani sekitar 32 murid. Jumlah ini masih sangat jauh dari harapan pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang.
Tabel 4.19 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Cikeusik
106
Sebuah Disertasi Kecamatan Pandeglang merupakan pusat ibukota satu guru SD menangani sekitar 18 murid. Yang berarti masih sekitar hampir duaklinya dari Kecamatan Pandeglang. Sehingga perlu ditambah jumlah gurunya untuk di Kecamatan Cikeusik yang memang jauh dari pusat pemerintahan ibukota. Daerah Cikeusik merupakan daerah yang ada di wilayah selatan paling ujung di Kabupaten Pandeglang. Jumlah Jumlah Keluarga Para Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I;II dan III menyebutkan bahwa kelompok keluarga sejahtera Tahap II dan Keluarga Para Sejahtera menempati urutan pertama Keluarga Sejahtera II sekitar 5.086 keluarga dan keluarga Para Sejahtera sekitar 4.632 keluarga. Sedangkan jumlah terbesar kelompok keluarga Para Sejahtera terbesar ada di Desa Cikadongdong sebesar 462 keluarga sedangkan terkecil untuk keluarga Para Sejahtera ada di Desa Sukasenang sekitar 169 keluarga. Untuk keluarga Sejahtera Tahap III terbesar ada di Desa Parung Kokosan sekitar 249 keluarga dan yang terkecil untuk keluarga Sejahterra Tahap III ada di Desa Umbulan dan Desa Naggala sebesar 54 keluarga.
Tabel 4.20 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Cikeusik
107
Sebuah Disertasi Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Diharapkan akan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik dimana pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Untuk melayani kesehatan masyarakat di Kecamatan Cikeusik, telah tersedia berbagai fasilitas kesehatan berupa 1 Puskesmas, Puskesmas Keliling (Pusling), 3 Puskesmas Pembantu, 5 Poskesdes, juga tersedia 52 Posyandu, bila dibandingkan dengan tahun 2014 maka tahun 2015 mengalami kenaikan jumlah fasilitas kesehatan yaitu ada penambahan 4 Poskesdes di Desa Tanjungan, Parungkokosan, Nanggala dan Desa Leuwibalang. Adapun jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Kecamatan Cikeusik selama Tahun 2015 ini terdiri dari 1 orang dokter umum, 50 orang tenaga paramedis spesialis dan 2 orang tenaga paramedis lainnya. Sementara jumlah sarana pelayanan keluarga berencana pada tahun 2015 sebanyak 79 unit, terdiri dari 3 unit KKB, 14 unit Pos KB dan 52 Posyandu. Jumlah tenaga/ petugas KB ada 7 orang, terdiri dari 1 orang Pengawas PLKB, 3 orang staf PLKB dan 3 orang PLKB non medis. Sedangkan jumlah akseptor KB aktif pada tahun 2012 tercatat sebanyak 8.168 atau sekitar 72,03 persen dari total Pasangan Usia Subur (PUS) atau mengalami penurunan sebesar 4,18 persen bila dibandingkan dengan tahun 2014. Dari jumlah akseptor aktif, tercatat alat kontrasepsi yang banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Cikeusik pada tahun 2011 adalah Suntik sebanyak 5.004, Pil sebanyak 2.688 dan Implant sebanyak 852. Sedangkan untuk alat kontrasepsi kondom tidak ada yang menggunakan. Tabel 4.21 Capaian dan Total Penyaluran BTB di Kecamatan Cikeuisk mendapatkan bantuan Program Jamsosratu dimulai tahun 2014 dengan total bantuan dana sebesar Rp. 630.000.000 dengan jumlah RTSM sebanyak 420. Sedang di Tahun 2015 total antuan dana sebesar Rp. 379.500.000 dengan jumlah RTSM sebanyak 516 RTSM. Pada tahun 2014 sama dengan kecamatan yang lainya besaran masing-masing RTSM diberikan bantuan dana masing-masing sebesar Rp. 1.500.000.
108
Sebuah Disertasi Tabel 4.21 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Cikeusik
Begitu juga di tahun 2015 jumlah bantuan dana menurun menjadi setengahnya masingmasing RTSM mendapatkan bantuan sebesar Rp. 750.000. Di desa Sumurbatu tahun 2014 mendapatkan jumlah RTSM yang paling banyak sekitar 51 RTSM dan Tahun 2015 terbesar pula Desa Sumurbatu mendapatkan 72 RTSM. Desa Sumurbatu wajar mendapatkan jumlah RTSM yang paling banyak dikarenakan wilayah ini masih sangat banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
4.3.5. Kecamatan Cikeudal Kecamatan Ciekudal pusat pemerintahan ada di Desa Cipicung, karena desa ini terdapat pasar tradidional sekaligus paling padat penduduknya. Luas wilayah Kecamatan Cikeudal adalah 26 KM2 dengan jarak dari pusat ibukota adalah sekitar 31 KM. dengan desa terkecil adalah Desa Cening sekitar 1,88 KM2 dengan desa terbesar adalah Desa Karyautama sekitar 4,74 KM2 . dengan jumlah desa sekitar sepuluh desa dan enam puluh enam Rukun Warga (RW) serta 190 Rukun Tetangga (RT).
109
Sebuah Disertasi Tabel 4.22 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Cikeudal
Tabel. 4.22 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Kecamatan Cikeudal, dimana jumlah rumah tangga Kecamatan Cikeudal tercatat sekitar 31.222 jiwa dengan komposisi laki-laki sekitar 15.749 dan perempuan sekitar 15.473. Jumlah usia produktif (15-64 tahun) Kecamatan Cikeudal adalah sekitar 19.632 jiwa dan terdiri dari laki-laki 9.899 jiwa serta perempuan 9.733 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tidak produktif (0 – 14 tahun dan > 65 tahun) sekitar 11.520 jiwa dengaan komposisi laki-laki sekitar 5.821 jiwa dan perempuan 5.699 jiwa. Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar menyebutkan, jumlah rasio total se Kecamatan Cikeudal antara jumlah guru SD (420 guru) dengan jumlah murid (3.624 murid) atau satu guru SD menangani sekitar delapan sampai sembilan murid.
Sebuah D isertasi 110
Sebuah Disertasi Tabel 4.23 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Cikeudal
Komposisi rasio guru murid yang terbaik ada di Desa Tegal dimana satu guru SD menangani sekitar enam orang murid. Sedangkan jumlah terbesar ada di Desa Cipicung dimana satu guru SD menangani sekitar empat belas murid. Jumlah ini masih dibawah Kecamatan Pandeglang yang termasuk pusat ibukota dimana satu guru SD menangani sekitar delapan belas murid.Jumlah rasio guru terhadap murid besar pengaruhnya terhadap daya serap murid dalam menerima matapelajaran yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar serta semangat belajar dari murid tersebut. Dengan jumlah murid yang ditangani lebih sedikit oleg guru maka akan berdampak positif serta akan lebih fokus dalam memberikan bahan mata pelajaran di sekolah. Kesejahteraan suatu daerah menurut data BPS dikelompokan dalam empat kategori yaitu Keluarga Para Sejahtera, dan keluarga Sejahtera I ; II dan III. Hal ini untuk melihat sampai seberapa banyak jumlah keluarga dalam suatu kecamatan dapat dilihat dari garis kemiskinan yang menjadi indikator dari suatu wilayah di kecamatan. Penentuan klasiikasi indikator sejahtera keluarga menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sangat penting. Hal ini untuk mempermudah melakukan kategori penglompokan, dalam hal ini BPS membagi kedalam empat klasiikasi, yaitu Keluara Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I; Keluarga Sejahtera Tahap II; Keluarga Sejahtera Tahap III. Kecamatan Cikeudal klasiikasi kelu-
111
Sebuah Disertasi arga Sejahtera Tahap I menempati urutan terbesar sekitar 2.159 keluarga dan terkecil adalah klasiikasi keluarga Sejahtera Tahap III sebesar 424 keluarga. Sedangkan Keluarga Sejahtera Tahap II adalah sekitar 1.586 keluarga dan keluarga Pra Sejahtera sekitar 1.608 keluarga.
Tabel 4.24 Jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Cikeudal
Kecamatan Cikeusik mendapatkan bantuan Program Jamsosratu dimulai sejak tahun 2014. Dimana total bantuan yang diberikan pada tahun 2014 jumlahnya sangat besar diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Cikeusik mendapatkan total bantuan sebesar Rp. 1.045.500.000 dengan jumlah RTSM sebesar 697 RTSM dan sama dengan kecamatan yang lainya pada tahun 2014 masing-masing RTSM mendapatkan bantuan dana sebesar Rp. 1.500.000. Dan jumlah RTSM pada Tahun 2015 meningkat tajam jumlahnya mencapai 925 RTSM, hanya saja jumlah bantuan dana yang diberikan sama dengan kecamatan lainya diberikan setengahnya menjadi masing-masing RTSM mendapatkan bantuan dana sebesar Rp. 750.000. Dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Cikeusik, maka tahun 2014 Desa Tegal mendapatkan jumlah RTSM terbanyak sekitar 97 RTSM dan di Tahun 2015 Desa Tegal juga mendapatkan jumlah RTSM terbanyak sekitar 112 RTSM.
112
Sebuah Disertasi Tabel 4.25 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Cikeudal
4.3.6. Kecamatan Angsana Kecamatan Angsana pusat pemerintahan kecamatan berada di Desa Angsana. Memiliki luas wilyah 65,39 km² atau sebesar 10,99 % dari luas Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Angsana berjarak 62 km dari Ibukota Kabupaten Pandeglang dan berjarak 84,4 km² dari Ibukota Provinsi Banten, serta memiliki batas administrasi. Kecamatan Angsana secara administrasi terdiri dari 9 Desa, 57 Rukun Warga (RW) dan 139 Rukun Tetangga (RT). Status hukum desa menurut pembentukannya semuanya SK Mendagri. Luas desa terkecil yaitu Desa Kramatmanik dengan Luas 4,41 km² dan luas desa yang terbesar yaitu Desa Cipinang dengan luas 14,36 km². Bentuk topograi wilayah Kecamatan Angsana pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian rata-rata dibawah 500 m dari permukaan laut. Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah Kecamatan Angsana pada umumnya berkisar antara 24,5° C – 31,5° dengan suhu udara rata-rata 27,0° C. Kecamatan Angsana hanya lima desa yang sudah memiliki kantor desa dan balai desa,
113
Sebuah Disertasi yaitu; Desa Cipinang, Desa Sumur Laban, Desa Padaherang, Desa Padamulya, Desa Karangsari dan Desa Angsana, sementara desa-desa yang hanya memiliki balai desa adalah Desa Kadubadak, Desa Cikayas dan Desa Kramatmanik. Desa yang ada di Kecamatan Angsana tergolong desa swasembada.
Tabel 4.26 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Angsana
Tabel 4.26 Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Kecamatan Angsana menyeutkan, penduduk Kecamatan Angsana pada tahun 2014 tercatat sebanyak 25.852 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 13.370 jiwa dan perempuan 12.482 jiwa, serta terdiri dari 7.151 rumah tangga dengan kepadatan penduduk per km2 sebesar 38 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif 14.957 jiwa dengan rincian laki-laki 7.679 jiwa dan perempuan 7.278 jiwa, sementara jumlah penduduk tidak produktif (usia anak-anak dan lanjut usia) sebanyak 10.895 jiwa dengan rincian laki-laki 5.691 jiwa dan perempuan 5.204 jiwa. Dengan Jumlah usia produktif (usia 15 – 65 tahun) sebesar 8.486 jiwa serta usia tidak produktif (0 – 14 dan > 65) sekitar 16.476 jiwa Data yang diperoleh angka beban tanggungan sebesar 72,84 artinya dari setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung beban 73 penduduk usia tidak produktif. Jumlah penduduk terpadat rumah tangganya ada di Desa Angsana sebagai pusat pemerintahan Kecamatan yaitu sekitar 1.019 rumah tangga. Sedangkan yang masih jarang penduduknya
114
Sebuah Disertasi berada di Desa Kdubadak sekitar 499 rumah tangga. Jumlah penduduk dalam setiap km terdapat 38 penduduk/km dan kepadatan penduduk per rumah tangga sekitar 32 penduduk/ rumah tangga serta sex rasio penduduk sekitar 107.11.
Tabel 4.27 Jumlah Sekolah dan Guru Murid serta Rasio Guru Murid Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Angsana
Jumlah sekolah TK Negeri tidak ada di Kecamatan Angsana dan untuk TK Swasta ada 3 TK Swasta dengan jumlah Guru sekitar 11 dan Jumlah Murid 94. Sehingga rasio Guru Murid TK di Kecamatan Angsana adalah satu guru menangani 9 orang murid (rasio Guru murid adfalah 94 8.55). Di Kecamatan Angsana tidak terdapat SMP Negeri maupun.Jumlah Guru di Kecamatan Angsana sekitar 37 guru dan jumlah murid 623 murin. Jadi rasio perbandingan Guru terhadap murid, satu orang guru menangani 17 siswa (rasio guru terhadap murid adalah 16, 84). Berdasarkan Data BPS Kecamatan Angsana Dalam Angka 2014 menyebutkan, jumlah Puskesmas hanya ada satu Puskesmas di Desa Sumurlaban. Dan Pustu terdapat dua ada Pustu, ada di Desa Angsana dan Cipinang. Pusling ada di lima Desa yaitu Desa Cipinang, Kadubadak, Cikayas, Padaherang dan Kramatmanik.
115
Sebuah Disertasi Tabel 4.28 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I sd III di Kecamatan Angsana
Tabel 4.28 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan sejahtera Tahap I; II dan III yang paling banyak adalah kategori keluarga Sejahtera Pra Sejahtera sebanyak 4.298 keluarga. Kemudian berturut-turut Keluarga Sejahtera Tahap I sebanyak 2.305; keluarga Sejahtera Tahap II sebanyak 1.090 keluarga dan keluarga Sejahtera Tahap III sebanyak 398. Jika dilihat dari indicator kesejahteraan masyarakatnya. Kecamatan Angsana yang jauh diujung selatan pusat pemerintahan Ibukota Kabupaten Pandeglang terlihat masyarakatnya masih banyak yang tergolong keluarga Miskin atau Pra Sejahtera, kemudian menyusul berjkutnya Sejahtera Tahap I sampai dengan III. Dengan begitu maka di Kecamatan Angsana terlihat banyak penduduk yang tergolong masih jauh dari kesejahteraan yang diharapkan oleh pemerintah daerah.
116
Sebuah Disertasi Tabel 4.29 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu di Kecamatan Angsana
Tabel 4.29 Capaian RTSM dan Total Penyaluran BTB Jamsosratu Kecamatan Angsana pada Tahun 2014 berjumlah 615 RTSM dan total bantuan dana sebesar Rp. 922.500.000. Dan Tahun 2015 jumlah RTSM bertambah menjadi 867 RTSM dengan total bantuan dana sebesar Rp. 633.750.000. Sedangkan Jumlah bantuan untuk setiap RTSM pada tahun 2014 diberikan sebsar Rp. 1.500.000 dan di Tahun 2015 menurun setengahnya sama dengan kecamatan lainya untuk setiap RTSM diberikan bantuan dana sebesar Rp. 750.000. Tahun 2014 Desa Cipinang mendapatkan jumlah RTSM terbanyak sekitar 92 RTS dan di Tahun 2015 Desa Padaherang menempati jumlah RTSM terbesar sekitar 151 RTSM. Jumlah RTSM Tahun 2014 yang paling sedikit ada di Desa Kramatmanik sebesar 39 RTSM dan Tahun 2015 yang paling sedikit RTSM nya ada di Desa yang sama Kramatmanik sekitar 41 RTSM.
oOo
117
Sebuah Disertasi
bab V ImPlementasI KebIjaKan PenIngKatan IndKes PembangUnan manUsIa dI KabUPaten Pandeglang PROVInsI banten 5.1. Implementasi Kebijakan Jamsosratu Masalah kemiskinan merupakan akar dari masalah sosial lainnya. Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sangat rentan terhadap goncangan internal seperti kepala keluarga baik laki-laki maupun perempuan mengalami jatuh sakit, menganggur dan meninggal maupun goncangan eksternal seperti terjadinya bencana alam, konlik sosial dan lain-lain. Kerentanan tersebut disebabkan mereka tidak memiliki jaminan pendapatan yang cukup, karena pada umumnya mereka tidak memiliki mata pencaharian yang pasti. RTSM yang menjadi sasaran Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu) adalah Rumah Tangga dengan kriteria rentan kebawah berdasarkan data PPLS Tahun 2011. RTSM ini disebut sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam skema Jamsosratu. Terdapat lima masalah yang ada pada kehidupan masyarakat kurang mampu. Pertama, masalah kemiskinan itu sendiri. Masalah kemiskinan mereka ditunjukkan dengan tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetap dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seperti tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian, perumahan, air bersih, kesehatan dasar dan pendidikan. Selanjutnya, masalah kemiskinan lainnya juga ditunjukkan dengan ketidak mampuan dalam menampilkan peranan sosial seperti tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sosial sebagai pencari nakah yang layak. Kedua, masalah kelemahan isik. Akibat tidak mempunyai kemampuan dan tidak mempunyai akses dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian, perumahan, dan kesehatan dasar menyebabkan isik anggota Rumah Tangga Sangat Miskin menjadi lemah dan rentan terhadap penyakit. Kondisi kelemahan isik ini akan mempengaruhi usaha mereka dalam melakukan aktivitas hidupnya sehari-hari. Pemeliharaan kesehatan terutama bagi ibu sedang hamil/mengandung sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang
118
Sebuah Disertasi dilahirkan atau bahkan berdampak pada tingginya kematian bayi. Rendahnya kondisi kesehatan anak kurang mampu juga berdampak pada tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-6 tahun. Ketiga, kerentanan atau kerapuhan. Kerentanan atau kerapuhan RTS dapat dilihat dari ketidak mampuan anggota RTS untuk menyediakan sesuatu dalam menghadapi keadaan yang secara tiba-tiba menghadapi salah satu anggota keluarganya, seperti anggota keluarga meninggal dunia dan datang penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga tersebut. Kerentanan atau kerapuhan ini sering menimbulkan poverty rackets atau “roda penggerak kemiskinan” yang menyebabkan RTS harus menjual harta benda yang berharga sehingga mereka menjadi semakin bertambah miskin. Rumah tangga yang rentan atau rapuh, sangat sedikit memiliki sandaran untuk menghadapi kebutuhan yang muncul secara tiba-tiba. Keempat, tidak berdaya. Ketidakberdayaan RTS seringkali menjadi objek bagi kepentingan orang lain. Mereka juga tidak berdaya dalam menjalinkan hubungan kerjasama baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Ketidak-berdayaan RTS ini membuat mereka menjadi bertambah miskin. Lima jenis masalah yang dihadapi RTS ini, perlu diperhatikan dan harus ditangani karena lima masalah tersebut sering menjadi sebab RTS menjadi bertambah miskin. Selain itu, lima masalah yang dihadapi RTS tersebut seringkali menimbulkan budaya kemiskinan (cultural poverty). Salah satu ciri orang yang berada dalam budaya kemiskinan adalah sangat tergantung pada orang lain. Mereka juga tidak memiliki kepribadian yang kuat (ego strength), kurang bisa mengontrol diri, mudah impulsif dan sangat berorientasi pada masa kini tanpa memikirkan masa depan. Sifat-sifat ini menyebabkan orang yang berada dalam budaya kemiskinan sulit untuk membuat perencanaan bagi masa depan. Pada sisi lain, orang yang berada dalam budaya kemiskinan akan berupaya untuk memenuhi setiap persyaratan yang diberikan pihak lain untuk memperoleh pendapatan, bantuan, dan atau pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Secara faktual, tingkat kemiskinan RTS terkait dengan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. Tingkat kemiskinan RTS juga berkaitan dengan tidak adanya investasi dalam bentuk tabungan uang untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dan munculnya secara tak terduga. Oleh karena itu, intervensi yang harus dilakukan dalam memutus budaya kemiskinan dan penanganan masalah RTS harus diarahkan pada; pertama, pemenuhan kebutuhan bahan makanan, pakaian dan perumahan. Kedua, peningkatan tingkat kesehatan anggota keluarga RTS dan ibu hamil. Ketiga, peningkatan kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan, dan optimalisasi tumbuh kembang anak 0 – 6 tahun. Keempat, meningkatkan partisipasi anak usia sekolah dari RTS sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/Sederajat). Kelima, meningkatkan investasi dalam bentuk tabungan uang. Keenam, adanya jaminan sosial untuk pengganti penghasilan jika Kepala Keluarga RTS mengalami kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia.
119
Sebuah Disertasi Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap individu termasuk kelompok rentan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) berhak memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar untuk hidup yang layak sebagai perwujudan dari perlindungan sosial yang harus diberikan oleh Negara. Atas dasar itu, menjadi kewajiban Negara untuk melaksanakan dan mengembangkan suatu sistem Jaminan Sosial. Bentuk sistem jaminan sosial yang ditawarkan oleh pemerintah adalah Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) dan Bantuan Langsung Berkelanjutan (BLB) yang merupakan amanat Pasal 9 dan 10 UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pada saat ini, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial RI telah melaksanakan kedua jenis perlindungan sosial tersebut melalui Program Bantuan Langsung Berkelanjutan Bersyarat Program Keluarga Harapan (PKH), dan melalui program Asuransi Kesejahteraan Sosial Pekerja Sektor Informal (Askesos PSI). Program Keluarga Harapan adalah Bantuan Sosial Tunai Bersyarat yang terbukti telah mendongkrak indeks pembangunan pendidikan dan kesehatan sedangkan Askesos sejak digulirkannya pada tahun 2003 juga terbukti telah memberikan arti tersendiri terhadap perlindungan sosial bagi Pekerja Sektor Informal yang berasal dari RTS karena sebagian besar (70%) angkatan kerja di Indonesia adalah pekerja di sektor informal yang pendapatan hariannya tidak pasti. Namun demikian, karena keterbatasan APBN, masih banyak RTS di Provinsi Banten belum tersentuh dan terjangkau oleh program perlindungan sosial yang digulirkan Pemerintah Pusat. Mencermati fakta dan uraian di atas, Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Sosial dibawah Supervisi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), menetapkan dan melaksanakan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu) yang ditujukan bagi RTS di Provinsi Banten. Pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan di Provinsi Banten selama ini selain menimbulkan peningkatan pada kualitas dan standar hidup masyarakat, ternyata masih belum sepenuhnya lepas dari permasalahan kemiskinan. Permasalahan kemiskinan tersebut tentunya perlu ditangani melalui program yang terencana, terpadu, berkualitas dan berkesinambungan yang diarahkan untuk memulihkan keberfungsian serta keberdayaan sosial RTS agar dapat berperan aktif dalam masyarakat, dan pada gilirannya akan mampu meningkatkan taraf kesejahteraan sosial mereka. Jamsosratu dilaksanakan sebagai perwujudan pencapaian Visi Provinsi Banten yaitu: “Bersatu menuju Rakyat Banten Sejahtera berlandaskan Iman dan Taqwa”. Pernyataan Visi ini jelas yaitu mengambarkan bahwa Pemerintah Provinsi Banten mempunyai komitmen dalam meningkatkan tingkat “Kesejahteraan Sosial” rakyat Banten. “Kesejahteraan Sosial” adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, mental, dan sosial warga masyarakat agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dengan demikian, sasaran visi Provinsi Banten dalam meningkatkan kondisi kesejahteraan untuk semua adalah meningkatnya keberfungsian dan keberdayaan so-
120
Sebuah Disertasi sial warga masyararakat baik secara individu maupun keluarga dalam melakukan aktivitas hidupnya yang ditandai dengan: (1) terpenuhinya kebutuhan konsumsi dasar seperti sandang, papan, pangan; (2) terpenuhinya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya, seperti: air bersih, kesehatan, pendidikan, dan transportasi; (3) mampu menampilkan peranan sosial, seperti mampu melaksanakan tanggung jawab mencari nakah, sebagai orang tua, dan sebagai warga masyarakat dalam suatu komunitas; (4) terpenuhinya kebutuhan dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, terpenuhinya kedamaian hati, kasih sayang, dapat menentukan pilihan, dan terpenuhinya aktualiasi kreativitas diri; (5) adanya keamanan dalam mata pencaharian (livelihood security); (6) adanya jaminan masa depan karena adanya investasi dalam bentuk pendidikan bagi anggota keluarga, dan adanya investasi dalam bentuk tabungan uang; serta (7) mampu mengatasi masalah-masalah sosial dan goncangan yang bersifat individual maupun massal. Selain Landasan hukum penunjang operasional program, Jamsosratu dilaksanakan berdasarkan beberapa landasan yuridis utama, yaitu :
1.
Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen IV Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Pasal 34 ayat 2 mengemukakan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pada sisi lain, pasal 34 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
2.
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 14, juga mengamanatkan bahwa Pemerintah secara bertahap mendatarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penerima bantuan iuran tersebut adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
3.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pasal 9 UU Nomor 11 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Jaminan sosial diwujudkan untuk menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat isik, cacat mental, cacat isik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. Jaminan sosial tersebut diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. Pada sisi lain, pasal 10 UU Nomor 11 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Asuransi Kesejahteraan Sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. Asuransi Kesejahteraan Sosial tersebut diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah.
121
Sebuah Disertasi
4.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan, menginstruksikan seluruh Kepala Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/ Kota untuk melaksanakan program pengentasan kemiskinan berbasis keluarga.
5.
Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Pengentasan Kemiskinan, yang menyatakan bahwa salah satu strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin serta meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin. Selain itu Perpres ini juga menyatakan bahwa program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari salah satunya Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin, serta program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Jamsosratu dilaksanakan dengan cakupan pengertian-pengertian yang dapat dikemukakan sebagai berikut : Pertama, pendataan program perlindungan social, selanjutnya disebut PPLS adalah pendataan yang dilaksanakan setiap tiga tahun satu kali oleh BPS. Dilakukan terhadap rumahtangga menengah kebawah dan menghasilkan Basis Data Terpadu Nasional. Yang diterbitkan oleh Tim Nasional Percepatan penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Kedua, Rumah Tangga Sasaran (RTS), adalah keluarga sasaran dari Jamsosratu mengacu pada pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. Ketiga, Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat Jamsosratu, adalah skema yang melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok Rumah Tangga Sangat Miskin berdasarkan data PPLS tahun 2011. Peserta Jamsosratu mendapat bantuan sosial tunai bersyarat dan pertanggungan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Keempat, Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat TPJ adalah tim penunjang yang bertugas untuk mengendalikan dan mengelola jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Kelima, Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Provinsi selanjutnya disingkat TPJ-Provinsi adalah tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Provinsi. Keenam, Tim Pengendali Jamsosratu kabupaten kota (disingkat TPJ-Kab/Kota), adalah tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Kabupaten/Kota. Ketujuh, pendamping Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disebut Pendamping adalah pekerja sosial yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan rumah tangga sasaran sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang membantu kelancaran pelaksanaan di lapangan.
122
Sebuah Disertasi Kedelapan, operator Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disebut Operator adalah pekerja sosial yang direkrut oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi melalui proses seleksi dan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Kesembilan, resertiikasi rumah tangga sasaran adalah proses evaluasi status kepesertaan jaminan sosial rakyat banten bersatu untuk menentukan apakah peserta masih layak atau tidak sebagai peserta jaminan sosial rakyat banten bersatu. Kesepuluh, perlindungan sosial, adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Kesebelas, Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Keduabelas, Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat BSTB adalah pemberian uang tunai kepada rumah tangga sasaran yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya. Ketigabelas, asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat Askesos Jamsosratu adalah sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama rumah tangga sasaran sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Keempatbelas, lembaga Pengelola Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat LPA- Jamsosratu adalah organisasi sosial atau yayasan sosial dan atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dan melakukan usaha-usaha pelayanan kesejahteraan sosial yang telah diseleksi, diveriikasi dan ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi sebagai mitra pelaksana jaminan sosial rakyat Banten bersatu atas rekomendasi Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota. Kelimabelas, Pendampingan sosial adalah suatu proses menjalin dan membangun hubungan sosial antara Pendamping dengan peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu dalam rangka memperlancar pelaksanaan dan pelayanan sehingga dapat lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial pesertanya. Kenembelas, badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah Badan Hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial Ketujuhbelas, perusahaan Terbatas POS Indonesia (persero) selanjutnya disebut PT. Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman Kedelapanbelas, premi adalah bantuan iuran wajib peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang dibayarkan sekaligus untuk periode 12 bulan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten kepada BPJS
123
Sebuah Disertasi Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama. Kesembilanbelas, klaim adalah pengajuan permintaan sejumlah uang pertanggungan yang menjadi hak peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang diakibatkan oleh terjadinya risiko karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan kerja dan atau meninggal dunia. Keduapuluh, Polis asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat banten bersatu adalah surat tanda bukti kepesertaan jaminan sosial rakyat banten bersatu dan surat pengikat perjanjian jaminan pelayanan perlindungan antara peserta, Dinas Sosial dengan BPJS Ketenagakerjaan. Keduapuluh satu, resiko adalah suatu kondisi yang mengakibatkan menurunnya atau hilangnya pendapatan dan menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga peserta karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit akibat hubungan kerja dan/atau meninggal dunia.Keduapuluh dua, kecelakaan adalah suatu kondisi atau perisitiwa baik yang terjadi pada peserta diluar kemampuan peserta yang mengakibatkan peserta kehilangan pendapatan sehingga menurunnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan keluarga peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu menurun karena peserta pencari nakah utama mengalami kecelakaan dan atau sakit akibat hubungan kerja. Keduapuluh tiga, pertanggungan adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada peserta asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat Banten bersatu sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Keduapuluh empat, ahli waris adalah suami/istri/ayah/ibu/anak yang ditunjuk oleh peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu atau berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dapat mengajukan klaim dan menerima uang pertanggungan. Jamsosratu merupakan sebuah Sistem Jaminan Sosial Terpadu bagi RTS di Provinsi Banten. Program ini merupakan perpaduan antara Perlindungan Sosial (Bantuan Sosial Tunai Bersyarat) dengan bentuk Jaminan Sosial yang diamanatkan UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yaitu Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Jamsosratu ditujukan bagi RTS sebagai suatu bentuk perlindungan, bantuan dan jaminan sosial rakyat kurang mampu di Provinsi Banten. Sasaran Jamsosratu adalah RTS yang Pencari Nakah Utamanya mempunyai mata pencaharian pada sektor informal (Pekerja Sektor Informal/PSI) berbasis data terpadu PPLS tahun 2011 yang diterbitkan secara resmi oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Jamsosratu selain memberikan perlindungan sosial kepada RTS berupa Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfer) melalui pemberian uang tunai secara berkelanjutan, juga memberikan jaminan sosial melalui Askesos kepada pencari nakah utamanya yang notabene mempunyai mata pencaharian pada sektor informal (Pekerja Sektor Informal/PSI). Dalam pelaksanannya, RTS
124
Sebuah Disertasi peserta Jamsosratu “wajib” melaksanakan berbagai syarat yang telah ditetapkan untuk memperoleh bantuan uang tunai dan peserta Askesos secara berkelanjutan. Melalui Jamsosratu, RTS diberi bantuan sejumlah uang secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Bantuan uang tunai diberikan sebagai income efect kepada RTS untuk pengurangan beban pengeluaran rumah tangga. Pada sisi lain, Pencari Nakah Utama RTS diberi jaminan sosial melalui Askesos untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dalam mencari pendapatan (bekerja). Dengan demikian, diharapkan Pencari Nakah Utama dan anggota RTS mempunyai motivasi yang tinggi dalam mengembangkan pekerjaan atau usaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial keluarganya. RTS diharapkan dapat termotivasi untuk meningkatkan keberdayaan sosialnya melalui sektor pendidikan dan kesehatan, dan dapat merubah perilakunya untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan ibu serta anaknya. Untuk mendapatkan Bantuan Sosial Tunai Bersyarat dan Askesos secara berkelanjutan, peserta Jamsosratu diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya dan menyekolahkan anaknya sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)/Sederajat dengan tingkat kehadiran sesuai ketentuan yaitu 80%. Pada sisi lain, peserta Jamsosratu juga harus menyisihkan uang pendapatannya dalam bentuk tabungan minimal Rp 5.000,-/ per bulan sebagai investasi mereka dalam bentuk tabungan kesejahteraan sosial (Takesos) Secara umum, Jamsosratu dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial bagi RTS, mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta berubahnya perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari RTS di Provinsi Banten. Secara khusus, tujuan Jamsosratu dilaksanakan sebagai upaya dalam (1) Meningkatkan status sosial ekonomi RTS; (2) Memenuhi kebutuhan dasar pangan, sandang, dan papan RTS; (3) Meningkatkan taraf pendidikan anakanak RTS; (4) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita RTS; (5) Meningkatkan aksesibilitas dan motivasi RTS terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan; (6) Memberikan jaminan dan perlindungan bagi RTS yang pencari nakah utamanya notabene bekerja pada sektor informal dalam menghadapi “goncangan, dan tekanan” (shocks and stresses) atau resiko yang terjadi untuk mengganti penghasilan yang hilang atau menurun selama kurun waktu tertentu akibat kepala keluarga pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit dan atau meninggal dunia sehingga usaha dan kehidupan keluarga tetap dapat terjamin dan bahkan terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga; (7) memberikan jaminan dalam kehidupan masa depan RTS karena adanya investasi dalam bentuk pendidikan
125
Sebuah Disertasi bagi anak-anaknya; (8) Meningkatkan kemampuan RTS dalam menghadapi masalah yang mendesak melalui investasi dalam bentuk tabungan; (9) Membangun dan mengembangkan modal sosial (social capital), seperti kepercayaan, jaringan, dan kegotong-royongan melalui kelompok dan pendampingan. Pencapaian tujuan umum dan tujuan khusus pelaksanaan Jamkesosratu tentu menimbulkan manfaat tertentu. Untuk jangka pendek manfaat Jamsosratu adalah memberikan income efect kepada RTS dengan pengurangan beban pengeluaran melalui Bantuan Sosial Tunai Bersyarat. Untuk jangka panjang dapat memutus rantai kemiskinan antar generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan atau nutrisi, pendidikan dan kapasitas pendapatan anak dimasa depan (price efect anak keluarga miskin), serta memberikan kepastian kepada si anak akan masa depannya (insurance efect). Lebih dari itu, manfaat Jamsosratu juga dapat mengubah perilaku keluarga miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya serta mengurangi pekerja anak. Manfaat ini juga terkait denga upaya untuk mempercepat pencapaian MDG’s (melalui peningkatan akses pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, peningkatan kesetaraan gender, dan pemberantasan kemiskinan). Selain itu, manfaat pelaksanaan Jamsosratu memberikan juga perlindungan bagi pencari nakah utama pada RTS peserta Jamsosratu atas kecelakaan yang terjadi pada saat yang bersangkutan melakukan aktivitas sesuai dengan pekerjaannya (profesinya) yang tercantum pada saat pendataran (maksimal 2 jenis pekerjaan), termasuk saat tenaga kerja berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali ke rumah. Dengan tujuan-tujuan dan manfaat yang demikian itu Jamsosratu tampak menjadi skema terpadu dan melembaga yang memberikan Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) serta Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) agar mampu meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan sosialnya. BSTB diberikan kepada RTS berdasarkan data hasil BPS-PPLS tahun 2011. Sebagai syarat untuk menerima BSTB, RTS “diwajibkan” untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Jamsosratu. BSTB diberikan sebagai income efect kepada RTS melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin. Selain itu BSTB ini diberikan sebagai upaya untuk memotivasi RTS agar meningkatkan keberdayaan sosialnya melalui sektor pendidikan dan kesehatan, hingga diharapkan dapat merubah perilaku keluarga miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan ibu serta anaknya. Besarnya BSTB untuk setiap RTS peserta Jamsosratu adalah sebesar Rp. 1.500.000,- per tahun yang diberikan dalam tiga periode bantuan dalam satu tahun. Tidak ada ketentuan khusus yang mengatur penggunaan uang bantuan tersebut,
126
Sebuah Disertasi jadi RTS bebas menggunakan uang tersebut untuk keperluan apapun sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan per undang-undangan. Askesos Jamsosratu yaitu jaminan atas menurun dan hilangnya pendapatan yang disebabkan oleh pencari nakah utama RTS sakit atau meninggal dunia karena kecelakaan kerja. Apabila pencari nakah utama RTS dalam keluarga mengalami kecelakaan, sakit akibat kerja atau meninggal dunia maka pemenuhan kebutuhan keluarga akan terganggu dan tidak mustahil modal usaha keluarga yang ada akan djadikan sebagai sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pada akhirnya modal akan habis, sehingga keluarga akan semakin bertambah miskin. Askesos Jamsosratu diberikan kepada Pencari Nakah Utama RTS peserta Jamsosratu berdasarkan data hasil PPLS tahun 2011. Sebagai syarat untuk menjadi peserta Askesos Jamsosratu, Pencari Nakah Utama RTS “diwajibkan” untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Jamsosratu. Askesos Jamsosratu diberikan dalam rangka mengganti pendapatan RTS yang hilang atau menurun (income replacement) karena kepala keluarga RTS sebagai pencari nakah utama tidak dapat bekerja lagi karena mengalami kecelakaan kerja, sakit akibat hubungan kerja dan meninggal dunia. Selain itu melalui Askesos Jamsosratu diharapkan mampu mempertahankan tingkat pendapatan (income maintenance) yang ada selama ini. Jika terjadi kecelakaan atau meninggal dunia, peserta Askesos Jamsosratu dapat memanfaatkan dana klaim Askesos Jamsosratu untuk memenuhi kebutuhan RTS. Pada sisi lain, klaim Askesos Jamsosratu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan modal usaha (income generating) RTS yang sudah berjalan selama ini. Dengan demikian keberlangsungan usaha RTS dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dan kesejahteraan semakin meningkat karena adanya investasi modal dalam usaha yang dikembangkan. Dana klaim Askesos Jamsosratu tidak digunakan untuk membiayai kesehatan keluarga karena variabel ini sudah ditanggung oleh layanan kesehatan melalui layanan BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin termasuk pekerja sektor informal. Dana jaminan Askesos Jamsosratu juga tidak digunakan untuk biaya pendidikan karena biaya pendidikan sudah gratis melalui dana BOS dan bantuan lainnya. Dana jaminan Askesos Jamsosratu dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga RTS sehari-hari sebagai pengganti pendapatan karena kepala keluarga sebagai pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit akibat hubungan kerja atau meninggal dunia sehingga tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sesuai amanat UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) pelaksana BPJS ketenagakerjaan adalah BPJS Ketenagakerjaan selaku Badan Penyelenggara yang memberikan pertanggungan kecelakaan kerja terhadap pekerja sektor informal den-
127
Sebuah Disertasi gan produk Jaminan TK-LHK (Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja). Oleh karena itu dalam melaksanakan Askesos Jamsosratu, Dinas Sosial Provinsi Banten melakukan kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Ada 2 jenis manfaat pertanggungan yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan kepada peserta Askesos Jamsosratu melalui perjanjian kerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Banten, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. JKK merupakan perlindungan bagi kepala keluarga RTS peserta Askesos Jamsosratu yang bekerja pada sektor informal jika terjadi kecelakaan pada saat kepala keluarga RTS melakukan aktivitas sesuai dengan pekerjaannya (profesinya) yang tercantum pada saat pendataran (maksimal 2 pekerjaan), termasuk saat pencari nakah utama RTS berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali ke rumah. BPJS Ketenagakerjaan sebagai mitra kerja Jamsosratu akan memberikan jaminan kompensasi dan rehabilitasi bagi kepala keluarga RTS peserta Askesos Jamsosratu yang mengalami kecelakaan pada 2 jenis pekerjaan yang terdatar pada saat pendataran yang dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Rincian manfaat berdasarkan besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran, adalah sebagai berikut: 1. Biaya Transport (Maksimum) : (a) Darat/sungai/danau Rp. 750.000,-; (b) Laut Rp. 1.000.000,-; dan (c) Udara Rp. 2.000.000,-. 2. Bila kepala keluarga RTS peserta Askesos JAMSOSRATU tidak mampu bekerja, mendapatkan manfaat sebesar: (a) Empat (4) bulan pertama, dibayar sebesar 100% x upah sebulan; (b) Empat (4) bulan kedua, dibayar 75% x upah sebulan; dan (c) Seterusnya, dibayar sebesar 50% x upah sebulan. 3. Biaya pengobatan atau perawatan, mendapatkan manfaat sebesar: (a) Sakit sebesar maksimum Rp. 20.000.000,-; dan (b) Pergantian gigi tiruan maksimum Rp. 2.000.000,-. 4. Santunan cacat : (a) Sebagian- tetap, dibayar sebesar % tabel 1 x 80 bulan upah; dan Total-tetap: (1) Sekaligus, dibayar sebesar 70% x 80 bulan upah sebulan; (2) Berkala (24 bulan) dibayar sebesar Rp. 200.000,- per bulan; (3) Kurang fungsi, dibayar sebesar : % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah sebulan. Biaya rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 140% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp. 2.000.000,- : (a) Prothese/alat pengganti anggota badan; (b) Alat bantu/orthose (kursi roda). Penyakit akibat kerja sebanyak 31 jenis penyakit akibat kerja. Kepada peserta Kamsosratu juga diberikan Jaminan Kematian
128
Sebuah Disertasi (JK). Santunan ini diberikan kepada ahli waris pekerja sektor informal yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja dengan status aktif. Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Santunan Kematian terdiri atas besar manfaat berikut : (a) Santunan Kematian Rp 14.200.000,-; (2) Biaya Pemakaman Rp 2.000.000,-; (3) Santunan Berkala selama (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan. Jamsosratu dilaksanakan berkelanjutan sejak tahun 2013, pada tahun 2014 dilaksanakan di 6 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan. Data berikut menunjukkan sebaran RTS penerima Jamsosratu.
Tabel 5.1 Sebaran RTS penerima JAMSOSRATU Tahun 2014
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten Pelaksanaan Jamsosratu di wilayah Provinsi Banten secara berkelanjutan direncanakan selama 5 (lima) tahun, dimulai pada tahun 2013 sampai tahun 2017, dan akan dilanjutkan apabila berdasarkan hasil evaluasi dipandang perlu serta terbukti memiliki peran dan manfaat yang signiikan dalam pengentasan kemiskinan. Pada tahun pertama yaitu tahun 2013, Jamsosratu ditujukan kepada 2.000 RTS sedangkan pada Tahun 2014 meningkat secara signiikan menjadi 30.000 RTS, dimana RTS Jamsosratu seluruhnya berdasarkan data PPLS tahun 2011 yang dipublish secara resmi oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Terhadap Jamsosratu akan dilakukan evaluasi pelaksanaannya. Aspek
129
Sebuah Disertasi yang dievaluasi mencakup metode penentuan sasaran, validasi data, veriikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat serta pengaruh Jamsosratu terhadap indeks pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan pada daerah yang diintervensi oleh program ini. Dalam pelaksanannya, RTS peserta Jamsosratu yang masih memenuhi kriteria dan persyaratan dimungkinkan menerima bantuan selama maksimal 5 (lima) tahun. Untuk itu, setiap 1 (satu) tahun akan dievaluasi dalam rangka resertiikasi terhadap status kepesertaan Jamsosratu. Apabila setelah resertiikasi peserta Jamsosratu dinilai tidak lagi memenuhi persyaratan, maka RTS tersebut dikeluarkan sebagai penerima Jamsosratu (exit strategy). Apabila setelah 5 (lima) tahun kondisi RTS masih berada dibawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy TPJP melakukan rujukkan (referal system) kepada institusi-institusi yang dapat memberikan pembinaan lanjutan. Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJ-Provinsi (Tim Pengendali Jamsosratu Provinsi) dalam pelaksanaan Jamsosratu berperan sebagai Excecuting Agency atau Leading Sector. Pelaksanaan Jamsosratu di lapangan melibatkan SKPD dan Institusi terkait, yang terdiri atas : 1. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K): Fungsi Supervisi, pembinaan, dan penyediaan database dasar untuk proses targeting RTS peserta Jamsosratu melalui publishing PPLS. 2. Kementerian Sosial RI : Fungsi Supervisi, pembinaan dan koordinasi sinergitas Jamsosratu dengan PKH dan Askesos Kemensos RI. 3. BAPPEDA Prov Banten : Proses perencanaan, monitoring dan evaluasi program. 4. Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten : proses sosialisasi Jamsosratu 5. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD): proses monitoring, evaluasi, dan koordinasi serta sinergitas program lintas SKPD yang mensupport Jamsosratu. 6. Dinas Kesehatan Provinsi Banten : Penyediaan layanan kesehatan dan veriikasi komitmen RTS dalam sektor kesehatan. 7. Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Kementerian Agama Kanwil Provinsi Banten : penyediaan layanan pendidikan dan veriikasi komitmen RTS dalam sektor pendidikan.
130
Sebuah Disertasi 8. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten, PT. Pos Indonesia perwakilan Banten serta BPJS Ketenagakerjaan perwakilan Banten: Proses penyaluran Bantuan Sosial Tunai Bersyarat dan pengelolaan pertanggungan ketenagakerjaan informal RTS peserta Jamsosratu. 9. Pemerintah Kabupaten/Kota : memastikan ketersediaan serta aksesibilitas sarana prasarana fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk kelancaran pelaksanaan Jamsosratu. Dan turut serta secara aktif dalam proses pelaksanaan sejak dari pengajuan sampai pencairan bantuan dan evaluasi. Proses pelaksanaan Jamsosratu terkait dengan data RTS peserta yang menjadi target program tercakup dalam proses-proses: (1) Targeting (penetapan lokasi dan peserta); (2) Validasi; (3) Pengajuan; (4) Veriikasi; (5) Pembayaran; dan (6) Pertanggungan. Disamping itu ada kegiatan pendukung kelancaran dan perbaikan implementasi Jamsosratu antara lain: (1) sosialisasi dan publikasi; (2) rekrutmen, pelatihan dan pembinaan pendamping dan operator; (3) rapat – rapat TPJ Provinsi maupun Kabupaten/Kota; (4) peningkatan kapasitas pendamping, operator dan peserta Jamsosratu; (5) Pembinaan Teknis pendamping dan operator JAMSOSRATU serta penyedia layanan kesehatan dan pendidikan; (6) kesepakatan antara Dinas Sosial selaku TPJ-Provinsi dengan PT. POS sebagai instansi penyalur dana bantuan dan BPJS Ketenagakerjaansebagai pengelola pertanggungan Askesos Jamsosratu terhadap RTS; (7) pengaduan masyarakat; (8) monitoring dan evaluasi. Proses Targeting yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP melalui data PPLS 2011. Berdasarkan data by name by address RTS calon peserta Jamsosratu dari PPLS, pendamping melakukan Pertemuan Awal dan veriikasi RTS ke lapangan untuk mengecek keabsahan data/informasi calon peserta Jamsosratu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Setelah pertemuan awal antara pendamping dengan RTS, dibentuklah kelompok RTS yang dinaungi oleh LPA Jamsosratu yang kemudian mengajukan Proposal permohonan Bantuan Pembayaran Premi Askesos untuk Askesos Jamsosratu. Nama-nama RTS tadi setelah diveriikasi diajukan oleh Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota selaku TPJP Kabupaten/Kota kepada Gubernur Banten melalui Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten. Setelah pengajuan dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota, data RTS peserta Jamsosratu tersebut akan diajukan oleh TPJP kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Banten sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai Bersyarat yang tercantum dalam APBD. Selanjutnya, TPJP melakukan penghitungan jumlah bantuan dan pembayaran dilakukan oleh PT. POS. Pembayaran dilakukan 3 kali dalam setahun. Berikutnya TPJP berdasarkan Proposal dari Organisasi Sosial atau Lembaga-lembaga sosial juga menetapkan Lembaga Pengelola Askeos (LPA) Jamsosratu untuk membina dan mendampingi sejumlah RTS dalam berhubun-
131
Sebuah Disertasi gan dengan BPJS Ketenagakerjaan terkait pertanggungan yang akan mereka dapatkan. Kemudian petugas fasilitasi pendidikan melakukan veriikasi kehadiran anak RTS Jamsosratu di sekolah masing-masing, pada saat yang sama petugas fasilitas kesehatan juga melakukan veriikasi kehadiran ibu hamil dan atau Balita RTS. Hasil dari proses veriikasi ini yang menjadi dasar TPJP sebagai data dasar untuk menghitung jumlah dana BSTB Jamsosratu untuk RTS pada tahap berikutnya, jika ada RTS yang tidak memenuhi komitmen kewajiban peserta maka BSTB akan dikurangi sesuai dengan peraturan yang ada. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2014 ditetapkan 30.000 RTS yang mendapat Jamsosratu. Persyaratan RTS Peserta BSTB Jamsosratu yang dimaksud adalah sebagai pencari nakah utamanya secara otomatis merupakan juga peserta Askesos Jamsosratu begitu pula sebaliknya RTS peserta Askesos Jamsosratu merupakan Peserta BSTB Jamsosratu. RTS yang terdapat dalam data PPLS 2011 dan PPLS selanjutnya, disesuaikan antara tahun penyelenggaraan Jamsosratu dengan periodisasi PPLS. Setiap RTS peserta Jamsosratu yang telah melaksanakan kewajiban sebagai syarat penerima program berhak untuk mendapatkan Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) Jamsosratu sebesar maksimal Rp. 1.500.000,- setiap tahun. BSTB Jamsosratu tersebut diberikan kepada RTS peserta Jamsosratu secara bertahap sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu tahun dengan rincian maksimal Rp 500.000 per satu tahap pencairan. Setiap Pencari Nakah Utama RTS peserta Jamsosratu (berdasarkan Proposal pengajuan) berhak mendapatkan Polis dan Kartu Peserta Jamsosratu atau Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan. Setiap Pencari Nakah Utama RTS peserta Jamsoratu berhak untuk mengajukan klaim atau dana pertanggungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setiap Pencari Nakah Utama RTS peserta Jamsosratu berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja, sakit karena kerja dan kematian dalam bentuk uang tunai sesuai aturan yang berlaku. Setiap Pencari Nakah Utama RTS peserta Jamsosratu berhak mendapat jaminan pelayanan kesehatan akibat kecelakaan kerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Setiap RTS peserta Jamsosratu berhak mendapat pelayanan pendampingan sosial dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu. Setiap RTS peserta Jamsosratu berhak memanfaatkan dana jaminan sosial yang diperoleh untuk peningkatan kesejahteraan sosial keluarga atau untuk keperluan apapun sepanjang tidak melawan hukum, jadi tidak ada pembatasan terhadap penggunaan uang BSTB tersebut. Kepesertaan RTS dalam Jamsosratu diharapkan akan membawa perbaikan pendapatan rumah tangga dan kualitas anak-anak RTS serta mampu berfungsi sosial dengan baik. Dengan tercapainya peningkatan kesejahteraan tersebut, tidak selamanya RTS menjadi peserta Jamsosratu. Untuk itu, perlu disusun exit strategy yang dilakukan melalui resertiikasi. Re-
132
Sebuah Disertasi sertiikasi adalah proses evaluasi status kepesertaan Jamsosratu untuk menentukan apakah peserta masih layak atau tidak sebagai peserta Jamsosratu. Resertiikasi dilakukan oleh TPJP (Tim Pengendali Jamsosratu Provinsi) dengan menugaskan para Pendamping Jamsosratu dimana mereka akan mendatangi peserta Jamsosratu dengan melihat langsung kondisi mereka. Data yang diperoleh dari hasil resertiikasi akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan keberlanjutan kepesertaan RTS dalam Jamsosratu. Proses resertiikasi dilaksanakan setiap satu tahun sekali selama kepesertaan Jamsosratu. Resertiikasi dilakukan apabila hasil resertiikasi tahap ini menunjukkan bahwa suatu RTS masih berstatus sangat miskin, maka RTS tersebut akan tetap menerima bantuan. Namun apabila hasil resertiikasi mengindikasikan bahwa RTS sudah mampu, maka status kepesertaan Jamsosratu akan dihentikan. Proses Targeting yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP melalui data PPLS 2011. Proses targeting menghasilkan data by name by address peserta Jamsosratu, sesuai dengan persyaratan dan jumlah calon peserta per daerah (Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan desa). Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi pelaksanaan Jamsosratu: 1. Keberagaman karakteristik daerah (tingkat kemiskinan tinggi/sedang/rendah) 2. Tingginya jumlah RTS di Kabupaten/Kota 3. Angka Kematian Ibu 4. Angka Kematian Bayi 5. Angka Gizi Buruk 6. Angka Drop Out SD/SMP/SMA 7. Tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan Setelah daerah ditentukan, kegiatan berikutnya adalah pemilihan dan penetapan jumlah RTS calon peserta Jamsosratu. Target peserta adalah RTS yang terdapat dalam data PPLS 2011. Hasil proses seleksi ini adalah datar nama RTS by name by address yang akan menjadi peserta Jamsosratu. Berdasarkan datar calon peserta tersebut, TPJP menginformasikan kepada TPJK (Kabupaten/Kota) yang menjadi daerah pelaksanaan Jamsosratu. Untuk selanjutnya TPJP menugaskan para pendamping Jamsosratu untuk melakukan Pertemuan Awal dan veriikasi RTS ke lapangan untuk mengecek keabsahan data/informasi calon peserta Jamsosratu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Berdasarkan validasi data RTS tadi maka Dinas/ Instansi Sosial Kabupaten/Kota selaku TPJ-Kabupaten/Kota mengajukan permohonan dan merekomendir calon peserta Bantuan Sosial Tunai Bersyarat dan Askesos Jamsosratu kepada Gubernur Banten melalui Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP.
133
Sebuah Disertasi Setelah Pengajuan dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota selaku TPJ-Kabupaten/Kota diveriikasi dan diteliti oleh Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP data by name by adress dari peserta diajukan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk dimasukan dan ditetapkan sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai Bersyarat melalui Perda APBD. Selain itu berdasarkan proposal pengajuan dari Oragisasi dan Lembaga-lembaga sosial, TPJP juga menetapkan peserta Askesos lengkap dengan Lembaga Pengelola Askesos Jamsosratu, kemudian diberikan kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapat pertanggungan selama 1 tahun. Prosedur Teknis Pembayaran BSTB Jamsosratu adalah berikut : 1. Pendamping JAMSOSRATU setelah melakukan veriikasi dan validasi komitmen memberikan data hasil veriikasi komitmen RTS kepada Operator Jamsosratu (OP- Jamsosratu), hasil veriikasi tersebut diketahui/disetujui oleh Dinsos Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengendali Jamsosratu Kab./Kota (TPJ-Kab./Kota). 2. Operator Jamsosratu (OP- Jamsosratu) merekapitulasi hasil veriikasi Pendamping Jamsosratu, hingga diperoleh total BSTB yang akan disalurkan kepada RTS pada tahap pencairan tersebut dan dilaporkan kepada Dinas Sosial Provinsi Banten selaku Tim Pengendali Provinsi (TPJ-Provinsi). 3. Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJ-Provinsi berdasarkan hasil veriikasi dan validasi komitmen RTS dan total bantuan yang akan dibayarkan tersebut mengajukan pencairan Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jamsosratu kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). 4. PPKD berdasarkan pengajuan Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJ-Provinsi mencairkan BSTB Jamsosratu kemudian melalui Bendahara Pengeluaran Pembantu PPKD (Hibah dan Bansos) pada Dinas Sosial Provinsi Banten menyetorkan dan atau mentransfer dana tersebut kepada PT. Pos Indonesia di wilayah Provinsi Banten yang telah ditunjuk dan disepakati bersama oleh TPJ-Provinsi dengan PT. Pos Indonesia. 5. PT. Pos Indonesia pada kesempatan pertama wajib menyalurkan BSTB Jamsosratu tersebut kepada RTS Jamsosratu berdasarkan data by name by adress RTS Jamsosratu yang telah ada. Pembayaran BSTB Jamsosratu hanya akan diberikan kepada RTS yang telah ditetapkan sebagai peserta Jamsosratu dan mengikuti ketentuan dalam Jamsosratu. Bukti kepesertaan Jamsosratu adalah kepemilikan kartu Jamsosratu yang tercantum nama Pencari Nakah Utama RTS. Kartu Jamsosratu dikirim kepada setiap peserta oleh LPA melalui Pendamping Jamsosratu sebelum pembayaran pertama dilakukan. Pembayaran BSTB dilakukan oleh PT.
134
Sebuah Disertasi Pos Indonesia tiga kali dalam satu tahun pada tanggal yang ditentukan oleh masing-masing kantor pos untuk masing-masing RTS Jamsosratu. Dalam pelaksanannya, LPA melalui Pendamping Jamsosratu menginformasikan tanggal dan waktu pembayaran di kantor Pos kepada peserta Jamsosratu. Guna memberikan manfaat yang lebih besar bagi RTS peserta Askesos Jamsosratu, maka pengajuan klaim dapat dilakukan melalui alternatif berikut: (a) Peserta dapat menggunakan rumah sakit atau lembaga kesehatan yang telah mengikat kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan atau; (b) bila rumah sakit atau lembaga kesehatan yang digunakan belum mengikat kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan, peserta membayar terlebih dahulu seluruh biaya perawatan dan pengobatan dan kemudian dapat di klaim ke BPJS Ketenagakerjaan (Persero) beserta seluruh bukti kwitansi biaya setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh oleh dokter. Mekanisme penganggaran untuk melaksanakan kebjakan Jamsosratu adalah berikut : 1. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) Jamsosratu dianggarkan di Belanja Tidak Langsung Bantuan Sosial pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten, sebesar Rp 1.500.000,- per RTS per Tahun. Besarnya Bantuan Sosial Tunai Bersyarat tersebut dapat ditingkatkan dan atau diturunkan berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap Jamsosratu. Banyaknya RTS yang akan mendapatkan BSTB Jamsosratu pada tahun 2014 adalah sebanyak 30.000 RTS tersebar di 6 Kab/Kota. 2. Bantuan pembayaran premi Askesos Jamsosratu kepada BPJS Ketenagakerjaan dianggarkan di Belanja Langsung Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP pada Kode Rekening Belanja Premi Asuransi. 3. Biaya Jasa Wesel atau Giro PT. Pos Indonesia untuk distribusi BSTB Jamsosratu pada RTS dianggarkan di Belanja Langsung Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP pada Kode Rekening Belanja Jasa Paket Pengiriman. 4. Operasional Kegiatan pendukung Jamsosratu dianggarkan di Belanja Langsung Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJP. Hal yang menarik dalam pelaksanaan Jamsosratu adalah bahwa kepada peserta Jamsosratu diberlakukan veriikasi komitmen. Veriikasi komiten peserta Jamsosratu pada prinsipnya dilakukan terhadap pendataran (enrollment) dan kehadiran (atendance) baik di sekolah
135
Sebuah Disertasi untuk komponen pendidikan maupun Puskesmas dan jaringannya untuk komponen kesehatan. Kepada pihak pelaksana pelayanan pendidikan, baik sekolah/madrasah, SMP, dan SMA/ Sederajat serta penyelenggara Paket A/B/C yang sangat diharapkan peran aktifnya untuk dapat menarik kembali anak-anak RTS peserta Jamsosratu, khsusunya yang belum menyelesaikan pendidikan dasar namun telah meninggalkan bangku sekolah atau bekerja, untuk kembali bersekoah. Veriikasi komitmen dilaksanakan setiap bulan, dan hasil veriikasi menjadi dasar pembayaran serta keikutsertaan Jamsosratu tahun berikutnya. Veriikasi untuk tahap awal dilakukan dengan menerbitkan datar siswa yang terdatar di masing-masing sekolah dan anak usia 0-6 tahun, ibu hamil dan ibu nifas yang terdatar di Puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal peserta Jamsosratu. Datar yang berdasar pada master data base hasil PPLS tahun 2011 ini akan didistribusikan ke sekolah/madrasah/penyelenggara Paket A/B/C dan Puskesmas oleh Pendamping Jamsosratu. Veriikasi selanjutnya adalah terhadap kehadiran yang dilakukan oleh pihak penyedia layanan, yaitu sekolah/madrasah/ penyelenggara paket A/paket B dan Puskesmas beserta jaringannya dengan menggunakan format formulir yang ditetapkan TPJ-Provinsi/Dinas Sosial Provinsi Banten. Hal-hal yang diperlukan dalam veriikasi kepesertaan Jamsosratu adalah sebagai berikut:
1. Komponen Kesehatan Veriikasi sebagai bukti terdatar bagi peserta JAMSOSRATU komponen kesehatan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke Puskesmas atau layanan kesehatan terdekat paling lambat seminggu setelah ibu/wanita RTS penerima mendapatkan kartu Jamsosratu. Pada kunjungan tersebut, peserta harus memeriksakan anak/kandungannya untuk dibuatkan cacatan status kondisi kesehatan pada awal program dan jadwal kunjungan pemeriksaan berikutnya dengan membawa kartu peserta Jamsosratu. Veriikasi sebagai bukti kehadiran dilakukan pada pemeriksaan berikutnya yang dilakukan di pusat layanan kesehatan terdekat dengan tempat tinggal peserta, baik Puskesmas maupun jaringannya seperti Posyandu, Pustu, Polindes dan Pusling. Khusus untuk kelahiran bayi, jika peserta tidak memungkinkan mendatangi fasilitas jesehatan, kelahiran bayi bisa ditolong dengan cara mengundang tenaga kesehatan terlatih (misalnya bidan desa) untuk membantu proses kelahiran. Dalam hal ini, veriikasi dilakukan oleh petugas kesehatan kepada semua peserta Jamsosratu untuk memantau kehadiran/pemeriksanaan pada layanan kesehatan.
2. Komponen Pendidikan Di sekolah/madrasah/penyelenggara Paket A/B/C, guru mencatat ketidakhadiran seluruh siswa RTS peserta Jamsosratu untuk memantau kehadiran yang telah ditentukan yaitu setidaknya 80% dari hari sekolah atau ketentuan tatap muka Paket A/Paket B dan C atau SMA terbuka/keaksaraan fungsional dalam satu bulan. Pengecualian diberlakukan pada siswa
136
Sebuah Disertasi yang absen karena sakit paling lama 3 hari atau terjadinya bencana alam di daerah tersebut. Jika siswa RTS peserta Jamsosratu absen karena sakit lebih dari 3 hari secara berturut-turut, siswa tersebut diwajibkan memberikan surat keterangan sakit yang dikeluarkan oleh dokter atau petugas kesehatan yang diakui. Secara periodik, yaitu setiap awal bulan, LPA melalui Pendamping Jamsosratu akan mengirimkan formulir veriikasi untuk tiga bulan sekaligus dan Pendamping Jamsosratu akan mengambil formulir tersebut pada setiap akhir bulan untuk diproses lebih lanjut.
3. Komponen Tabungan Dalam veriikasi komponen tabungan, RTS peserta Jamsosratu setelah mendapat kartu Jamsosratu harus menabung minimal Rp. 5.000,- di lembaga keuangan yang legal. Buku tabungan diveriikasi oleh LPA, dan untuk bulan selanjutnya peserta Jamsosratu harus menabung secara rutin minimal Rp. 5.000,-(lima ribu rupiah)
4. Komponen Lainnya Setiap RTS peserta Jamsosratu wajib hadir untuk mengikuti pembinaan dan pengembangan kapasitas sebagai peserta Jamsosratu baik yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten, Kabupaten, dan Kota dengan BPJS Ketenagakerjaan sebagai mitra kerja Jamsosratu dalam bentuk Community Development Session (Sesi Pengembangan Kapasitas). Setiap RTS peserta Jamsosratu mempunyai kewajiban untuk secara terus menerus mengembangkan usaha yang dikelola untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Setiap RTS peserta Jamsosratu mempunyai kewajiban bekerjasama dengan LPA Jamsosratu dalam rangka pelaksanaan Jamsosratu. Dalam veriikasi komponen ini, LPA dan Pendamping Jamsosratu membuat datar kehadiran dalam pelaksanaan sesi pengembangan kapasitas dan pembinaan yang dilakukan oleh LPA, Dinas Sosial Provinsi, Kabupaten dan atau Kota serta BPJS Ketenagakerjaan (Persero).
oOo
137
Sebuah Disertasi
bab VI URaIan tentang PROses dan taHaPan ImPlementasI KebIjaKan jamsOsRatU 6.1. Uraian Tentang Proses dan Tahapan Implementasi Kebijakan Jamsosratu Uraian tentang proses dan tahapan implementasi kebjakan akan djelaskan dalam dua pendekatan teori dari Grindle (1980), menjelaskan proses implementasi kebjakan dan Jones (1996), menjelaskan tahapan pelaksanaan implementasi kebjakan, yang akan djelaskan seperti di bawah ini:
6.1.1. Proses Implementasi Kebijakan Jamsosratu Proses implementasi kebjakan yang menggunakan pendekatan teori Grindle (1980: 9), menyebutkan bahwa proses implementasi kebjakan terbagi menjadi dua, yaitu isi kebjakan dan konteks implementasi. Adapun penjelasan dari proses isi implementasi kebjakan kaan djelaskan di bawah ini:
6.1.1.1. Analisis Isi Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan Jamsosratu Setiap kebjakan tentu mempunyai tujuan dan sasaran tertentu serta mencakup sejumlah program dan atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Karena itu, antara satu kebjakan dengan kebjakan lainnya tentu terdapat suatu perbedaan. Dalam hal perbedaan ini, Grindle (1980:9) mengatakan: Diferences in the degree of behavior change the program envisions for its intended beneiciaries is another way the content of policy afects its implementation. The introduction of new technologies for agricultural development is a commonly cited example of a program requiring considerable behavioral adaptation and participation on the part of recipients. In Wawancara dengan salah satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu Tanggal 23 Agust 2014 Wawancara dengan salah satu Informan pelaksana Jamsosratu pada Tanggal 24 Agust 2014 Wawancara dengan salah satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu tanggal 23 Agust 2014
138
Sebuah Disertasi contrast, providing housing for low-income group may require litle in the way of changes behavior paterns. Moreover, programs that are designed to achieve long-range objectives may be more diicult to implement than those whose advantages are immediately apparent to the beneiciaries. Menurut Grindle, perbedaan dalam tingkat perilaku mengubah program untuk pihak penerima bantuan adalah cara lain isi dari kebjakan mempengaruhi pelaksanaannya. Pengenalan teknologi baru untuk pembangunan pertanian adalah contoh yang umum dikutip dari program yang memerlukan adaptasi perilaku yang cukup dan partisipasi dari pihak penerima. Sebaliknya, menyediakan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah mungkin memerlukan sedikit pola perubahan perilaku. Selain itu, program yang dirancang untuk mencapai tujuan jangka panjang mungkin lebih sulit untuk diterapkan pada mereka yang lebih mementingkan manfaat segera. Dalam konteks inilah isi kebjakan menjadi penting untuk menelaah ke mana arah implementasi kebjakan itu. Dalam perspektif ini, Grindle mengatakan “The content of various policies also dictates the site of implementation.” Dengan demikian isi kebjakan (content of policy) tidak hanya mempengaruhi bagaimana proses implementasi kebjakan itu berlangsung namun menunjukkan juga adanya kepentingan-kepentingan yang terkait dengan aktualisasi isi kebjakan. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi (Interest Afected) implementasi kebjakan jelas menuntut intesitas perhatian tertentu. Artinya, interest afected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebjakan. Hal ini mengisyaratkan bahwa implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten pasti melibatkan banyak kepentingan, dan kepentingan¬-kepentingan yang dimaksud tentu mempengaruhi implementasi kebjakan pemerintah setempat. Dengan demikian itu, maka pertanyaan yang perlu mendapat jawaban adalah kepentingan-kepentingan siapa saja yang mempengaruhi pelaksanaan Jamsosratu, yaitu proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten? Menjawab pertanyaan tersebut, ada lima informan yang diwawancara oleh penulis dalam pengambil keputusan pada program Jamsosratu Serta ada lima pelaksana program Jamsosratu yang keseharianya melaksanakan dan mengawasi serta mengendalikan dalam kemajuan program Jamsosratu seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Dari Kelima informan pengambil keputusan tersebut diambil dari tingkat provinsi dan Kabupaten Pandeglang. Pertanyaan yang diajukan sesuai dengan format pedoman wawancara yang sebelumnya sudah disiapkan oleh penulis. Begitu juga dari lima pelaksana, pengawas dan pengendali program sudah dibuatkan pedoman wawancara sebelum turun ke
139
Sebuah Disertasi lapangan. Untuk para penerima program Jamsosratu, penulis khusus mewawancara di Kabupaten Pandeglang terhadap delapan belas orang penerima program Jamsosratu yang tersebar di enam kecamatan Kabupaten Pandeglang, masing-masing kecamatan di wawancarai tiga orang penerima program Jamsosratu. Program Jamsosratu Tahun 2015 saat ini, sudah ada di tiga puluh lima Kecamatan atau seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang. Hasil jawaban dari lima pengambil keputusan Yaitu informan satu sampai dengan lima yang di wawancara semuanya hampir sama, mengatakan hal yang serupa, hanya penekanan bahasa serta contohnya saja yang berbeda. Kelima pengambil keputusan tersebut mengatakan, kepentingan yang dimaksud dalam program Jamsosratu adalah untuk Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Kelima informan pengambil keputusan tersebut jika di klasiikasikan bisa menjadi tiga kepentingan terhadap RTSM, yaitu : Pertama; mengatasi kemiskinan melalui Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten sangat penting. Karena akan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia baik Provinsi maupun kabupaten. Hal ini juga sudah sesuai dengan yang dilakukan oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Dan ada juga program yang serupa yaitu Program Kekluarga Harapan (PKH) ataupun Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) yang menjadi jaminan sosial bagi penerima program Jamsosratu yaitu RTSM. Sehinga pemerintah daerah Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang akan lebih mudah mencontoh terhadap program yang sudah dilaksanakan pemerintah pusat. Karena dianggap sudah berhasil dalam mengatasi kemiskinan. Dalam hal penanganan kemiskinan berpengaruh secara langsung dalam meningkatkan IPM. Kedua, Data yang diambil adalah hasil pencacahan BPS Tahun 2011, melalui PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial). Dengan begitu pemerintah provinsi dan kabupaten Pandeglang akan memiliki data yang sama dengan pemerintah pusat terhadap RTSM hasil survey dari BPS yang akan menjadi Rumah Tangga Sasaran (RTS). Kertiga, Data yang diberikan pada Pemerintah Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang sudah memiliki by name by address (BNBA) rumah tangga yang terklasiikasi dari Rumah Tangga Rentan, sampai yang terendah adalah RTSM. Atau yang berada di bawah garis kemiskinan yang harus diberdayakan atau keberfungsian sosialnya ditingkatkan. Termasuk didalamnya data ibu hamil; ibu yang meiliki bayi di bawah lima tahun (Balita) ibu yang memiliki anak sekolah di SD, SMP dan SMA. Hanya saja program Jamsosratu baru melaksanakan program Sembilan tahun wajib belajar, yaitu sampai anak sekolah SD (sederajat) serta SMP (sederajat).
140
Sebuah Disertasi Sedang wawancara penulis dengan pelaksana program Jamsosratu ada dua klasiikasi yang berbeda dalam melihat sisi kepentingan. Karena penulis mewawancara dengan informan yang ada di kepala seksi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang serta para pendamping dan operator yang ada di Provinsi dan Kabupaten Pandeglang. Hasil wawancara dengan salah satu pelaksana program Jamsosratu tersebut menyebutkan yaitu; Pertama, data yang ada di PPLS 2011 adalah untuk meningkatkan keberdayaan dan keberfungsian sosial mereka melalui sektor pendidikan dan kesehatan. Serta meningkatkan daya beli masyarakat. Artinya, dengan memiliki data tersebut, kepentingan pemerintah daerah, baik provinsi Banten ataupun Kabupaten Pandeglang dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengentaskan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan sosial rakyatnya sekaligus mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia melalui sebuah skema jaminan sosial. . Jadi data sangatlah penting bagi pemerintah daerah, apalagi data yang ada sudah sangat lengkap dengan by nama dan alamat dari RTSM. Kedua, “Pelaksanaan program Jamsosratu sangat jelas kepentingan masyarakat Banten khususnya di Kabupaten Pandeglalng. Karena akurasi data akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pelaksanaan program”. Sehingga siapa yang layak menerima, maka akan tersan manfaatnya. Dalam pelaksanaan bantuan Jamsosratu.” Dengan mereka menerima bantuan untuk pendidikan, kesehatan dan ekonomi, maka secara perlahan akan keluar sedikit demi sedikit dari permasalahan yang memang selama ini terjadi di RTSM. Sedangkan wawancara kedua dengan lima informan dari pendamping dan operator yang ada di Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang, Mereka mengatakan, “Pelaksanaan Jamsosratu jelas sangat terasa manfaatnya oleh para RTSM dan juga Pendamping dan Operator. Karena dengan mengawasi dan membina RTSM para pendamping juga diberikan honor setiap bulanya yang jelas sangat membantu kehidupan para pendamping dan operator.” Dengan memiliki honor, maka para pendamping juga tidak lagi kerepotan mencari penghasilan. Karena satu bulanya pendamping dan operator diberi honor dari APBN pusat dan ditambah dari dana dukungan APBD Provinsi dan Kabupaten untuk transport, maka sekitar Rp. 3.000.000 setiap bulanya. Jumlah tersebut sangat cukup buat mereka yang tinggal di Kabupaten Pandeglang dengan beban biaya yang tidak terlampau tinggi. Sedangkan wawancara dengan dua puluh lima informan dari penerima program Jamsosratu hampir semuanya mengatkan hal sama, yaitu mereka merasakan secara langsung manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya saja dalam hal biaya pendidikan, para kedua puluh lima infomran mengatakan, dana bantuan Jamsosratu sesuai dengan petunjuk dari para pendamping peruntukan bantuan dana ini adalah untuk biaya pendidikan. Hanya dalam hal biaya pendidikan sepuluh informan mengatakan bahwa, :Biaya bantuan
141
Sebuah Disertasi tersebut kami gunakan untuk membayar biaya SPP sekolah anaknya. Yaitu yang sekolah di SD dan SMP. Sedangkan lima informan lainya mengatakan, karena sekolah SD dan SMP nya jauh dari rumah tempat tinggalnmya, maka dana tersebut kami gunakan untuk biaya transportasi ke sekolah menggunakan angkutan umum. Dan sepuluh informan penerima program Jamsosratu lainya mengatakan dengan beragam, yaitu da yang untuk membeli buku, beli pensil dan pulpun (untuk alat tulis); ada juga yang mengatakan untuk membeli baju, celana serta topi (atribut sekolah) dan hanya sebagian kecil yang mengatakan untuk menabung anaknya di sekolah. Dan hasil wawancara dengan penerima Jamsosratu ada juga yang mengatakan untuk modal jualan nasi uduk atau mebuka warung gorengan dan roti bakar atau indomei rebus di sekolah serta untuk modal membeli makanan-makanan anak kecil. Sehingga dananya tidak habis dipakai begitu saja. Hasil wawancara dengan informan penerima Jamosratu jika dihubungan dengan sisi kepentingan di Bidang Kesehatan, mereka sama mengatakan bahwa, Bantuan dana tersebut juga bagi ibu hamil dan yang memiliki bayi di bawah lima tahun (Balita) manfaatnya mereka lebih rajin memeriksakan bayinya dan kehamilanya ke pelayanan kesehatan. Seperti Puskesmas, Pusling, Pustu, Posyandu. Sehingga perkembangan bayi dan kehamilanya terjaga dan bisa mendapatkan berbagai macam informasi yang diberikan dari dokter, manteri dan bidang. Negitu para informan ini juga mengatakan bahwa jika bayinya lahir, maka pasti menggunakan tenaga kesehatah. Jadi kesadaran menggunakan tenaga kesehatan muncul di para penerima Jamsosratu. Dengan ungkapan yang lebih bermakna, para Informan ini mengatakan: “Kepentingan rakyat miskin yang sangat terbantu dengan bantuan uang tunai bersyarat ini, kepentingan bagi para pencari kerja yang menggangur menjadi mendapatkan pekerjaan sebagai pendamping RTSM dan kepentingan pemda atau pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan SDM menjadi lebih cerdas dan sehat.” Dengan demikian kepentingan yang terkait dalam implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah kepentingan masyarakat miskin atau tepatnya kepentingan rumah tangga miskin yang didalamnya terdapat juga masalah pengangguran. Kepentingan pemerintah jaga ada. Namun kepentingan pemerintah ini tak perlu ditonjol-tonjolkan karena tujuan-tujuan dan sasaran implementasi kebjakan pemerintah provinsi dan kabupaten sudah tercakup dalam proses pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran tersebut. Karena itu, harus ada penonjolan mengenai kepentingan siapa yang harus diutamakan dalam proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM
142
Sebuah Disertasi Studi Kasus Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Dalam kontek ini, maka pertanyaan yang perlu mendapat jawaban adalah kepentingan siapa yang harus diutamakan dalam pelaksanaan Jamsosratu bagi tiap kabupaten dan kota? Menurut lima Informan para pengambil keputusan, tentu kepentingan masyarakat yang termasuk dalam data PPLS tahun 2011. Karena mereka sangat memerlukan peningkatan keberdayaan dan keberfungsian sosial. Sekaligus diberi dorongan “endorsement” untuk meningkatkan aksesibilitas mereka dalam sektor pendidikan dan kesehatan. Untuk itulah maka Pemerintah Provinsi Banten dan kabupaten sebagian alokasi anggaraan dari APBD provinsi dan kabupaten berguna meningkatkan keberdayaan dan keberfungsian sosial rumah tangga miskin. Peningkatan keberdayaan yang dimaksud dapat dimaknai sebagai suatu proses upaya untuk meningkatkan kemampuan (daya) individual dan kolektif di kalangan rumah tangga miskin. Kemampuan ini dapat mencakup kemampuan isik, kemampuan intelektual, dan kemampuan sosial. Sedangkan keberfungsian yang dimaksud dapat dimaknai sebagai fungsi sosial, fungsi ekonomi dan sekaligus fungsi politik.. Karena begitu pentingnya kemampuan tersebut bagi rumah tangga miskin, maka lima informan pelaksana baik yang dari SKPD (Dinas Sosial provisi dan kabupaten) mengatakan “Kepentingan masyarakat miskin” , dan dengan nada yang sama Informan 3 mengatakan juga “Rumah tangga sangat miskin.” Dengan cara yang bagaimana kepentingan tersebut diutamakan agar warga miskin yang menjadi peserta Jamsosratu merasa dipermudah dalam menerima bantuan program Jamsosratu, adalah hal penting yang perlu dikedepankan. Menurut salah satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengatakan, cara yang dimaksud, salah satunya adalah (yang dilakukan oleh) Juru Bayar Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jamsosratu (yaitu) PT. Pos Indonesia. PT. Pos melakukan pembayaran bantuan tunai ini di setiap Kecamatan yang memiliki peserta Jamsosratu. Bagi Kecamatan yang tidak memiliki Kantor Pos, maka PT. Pos berkewajiban untuk melakukan pembayaran dengan cara mendatangi Komunitas. Dengan demikian kepentingan rumah tangga miskin dalam perspektif implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten diterjemahkan sebagai adanya suatu permasalahan dan sekaligus kebutuhan ekonomi yang diatasi dengan pemberian Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jamsosratu (BSTB Jansosratu). Dengan pandangan yang agak berbeda, lima Informan pelaksana program mengatakan dengan kalimat yang hamper sama dan penulis mengambil salah satu pernyataannya, yaitu “Dengan cara selalu didampingi oleh para pendamping jamsosratu dalam mengunjungi fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan juga mendampingi para peserta jamsosratu dalam kegiatan penyaluran bantuan nya di PT POS indonesia.”
143
Sebuah Disertasi Wawancara lima Informan pelaksana (pedamping dan operator), yang salah satu ungkapan pernyataanya adalah: “Dengan dibina dan disosialisakan mengenai hak dan kewajiban oleh pendamping program jamsosratu ini.” Dengan demikia peran Pendamping dalam proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menjadi penting. Bagaimana pentingnya peran Pendamping ini dinyatakan dalam Petunjuk Teknis Jamsosratu bahwa Pendamping Jamsosratu diperlukan sebagai upaya dalam melakukan pendampingan terhadap peserta Jamsosratu. Tujuan pendampingan Jamsosratu adalah (1) Meningkatkan kemampuan peserta Jamsosratu dalam menemukenali permasalahan, potensi dan sumber daya sosial ekonomi yang ada dilingkungannya; (2) Meningkatkan kemampuan peserta Jamsosratu dalam merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan dan mengendalikan kegiatan; (3) Meningkatkan akses peserta Jamsosratu dalam mengembangkan kegiatan usaha; dan (4) Memotivasi peserta Jamsosratu untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Jamsosratu. Untuk mendukung kelancaran tugas pengorganisasian Jamsosratu, Dinas Sosial provinsi/ TPJ-Provinsi menyediakan honor Pendamping Jamsosratu untuk jangka waktu 12 bulan. Dalam pelaksanaan pendampingannya, Pendamping Jamsosratu bekerjasama dengan LPA Jamsosratu melakukan pendampingan kepada peserta Jamsosratu dalam rangka mencapai keberhasilan Jamsosratu. Pendamping Jamsosratu melakukan sosialisasi, pengawasan, veriikasi dan pendampingan kepada peserta Jamsosratu dalam pengembangan usaha mereka. Pendamping Jamsosratu melakukan koordinasi dengan stakeholder dalam rangka pelaksanaan Jamsosratu, juga membantu peserta Askesos Jamsosratu mengajukan klaim kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pendamping Jamsosratu mempunyai tugas menyediakan data hasil validasi pemenuhan komitmen peserta Jamsosratu sebagai dasar pemberian BSTB Jamsosratu. Karena tugas Pendamping tidak ringan dan menjadi salah satu kritikal faktor dalam proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM yang mengambil studi kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Maka dengan sendirinya diperlukan Pendamping dengan kualiikasi tertentu. Dari Petujuk Teknis Jamsosratu diketahui bahwa kualiikasi Pendamping dan operator Jamsosratu meliputi : (1) Mempunyai tingkat pendidikan minimal D3 memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup dalam melakukan tugas-tugas pendampingan sosial. Selain itu pendamping dan operator juga harus memiliki: (1) kepribadian yang baik (jujur, bertanggung jawab, dipercaya, ikhlas, disiplin, bersemangat, kerja keras, optimis, komunikatif, dan terbuka); (2) Memiliki komitmen tinggi dalam melakukan pendampingan sosial; (3) Berdomisili di lokasi wilayah kerja LPA Jamsosratu; (4) Lolos seleksi yang diadakan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten; dan (5) Bersedia ditempatkan sesuai dengan kebutuhan. Kualiikasi Pendamping ini terkait dengan tugas Pendamping Jamsosratu yang meliputi:
144
Sebuah Disertasi 1. Membantu melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan Jamsosratu; 2. Melakukan sosialisasi, pengawasan, veriikasi dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya; 3. Membantu melaksanakan rekruitmen dan veriikasi calon peserta Jamsosratu; 4. Melakukan advokasi sosial dalam rangka pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar peserta Jamsosratu; 5. Membantu pengajuan klaim peserta Jamsosratu; 6.Mediasi peserta Jamsosratu dengan lembaga Keuangan; 7. Memfasilitasi pelaksanaan Jamsosratu; 8. Membantu memfasilitasi kelompok Jamsosratu; 9. Membantu melaksanakan validasi peserta Jamsosratu berdasarkan data PPLS 2011; dan 10. Bersama dengan LPA Jamsosratu membuat pelaporan pelaksanaan Jamsosratu sesuai dengan bidang tugas yang dilakukan. Tipe manfaat (Type of Beneits). Dalam rumusan suatu kebjakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang berdampak positif ketika kebjakan tersebut diimplementasikan. Artinya, implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten harus menunjukkan jenis-jenis manfaat yang nyata bagi individu dan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran implementasi. Menjawab pertanyaan manfaat apa saja yang didapat warga miskin dari pelaksanaan Jamsosratu, salah satu Informan pengambil keputusan mengatakan “ Bantuan Sosial Tunai Bersyarat. Asuransi Kesejahteraan Sosial bagi pencari nakah utama di Rumah Tangga Sasaran. Memiliki budaya menabung melalui kewajiban untuk menabung setiap bulan minimal Rp 10.000,- Meningkat aksesibilitasnya terhadap sektor pendidikan dan kesehatan melalui veriikasi komitmen mereka terhadap kewajibannya dalam sektor pendidikan dan kesehatan bagi anggota Rumah Tangga tersebut. Lima Informan pengambil keputusan menambahkan dalam salah satu pernyataanya yang diambil oeh penulis, yaitu “Bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan dengan mudah.” Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu menjelaskan “Mendapatkan asuransi jaminan kematian KK / pencari nakah, mendapatkan uang tunai yang berguna menambah pendapatan, dan mendidik anak menjadi rajin sekolah dan pintar, serta meningkatkan kesehatan anak balita dan ibu hamil.” Dengan demikia terungkap cuku banyak manfaat yang dipetik rumah tangga miskin atau
145
Sebuah Disertasi peserta Jamsosratu. Manfaat-manfaat ini tentu dapat dikorelasikan dengan upaya meningkatkan standar hidup rumah tangga miskin. Terkait dengan persoalan standar hidup (levels of living) Todaro dan Smith (2003, 56) mengatakan : Di hampir semua negara-negara berkembang standar hidup (levels of living) dari sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah, tidak hanya dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara-negara kaya, namun juga dengan gaya hidup golongan elit di negara-negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah (kemiskinan), perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah, dan dalam banyak kasus juga terdapat ketidakpuasan dan ketidakberdayaan secara umum. Dari ungkapan Todaro dan Smith diketahui bahwa secara kuantitatif dan kualitatif masalah-masalah kemiskinan antara lain teridentiikasi dari (1) tingkat pendapatan yang sangat rendah, (2) perumahan yang kurang layak, (3) kesehatan yang buruk, (4) bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali, (5) angka kematian bayi yang tinggi, (6) usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, dan (7) peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah. Masalah-masalah kemiskinan inilah yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah. Dengan rujukan ini, maka proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten terarah untuk mengatasi masalahmasalah kemiskinan seperti yang dikatakan oleh Todaro dan Smith. Arah ini terungkap dari manfaat yang diperoleh rumah tangga miskin atau peserta Jamsosratu dari pelaksanaan sistem Jamsosratu. Misalnya manfaat yang langsung diterima, yaitu Bantuan Sosial Tunai Bersyarat sebesar Rp.1.500.000,- (satu setengah juta rupiah). Manfaat langsung lainnya adalah bahwa rumah tangga miskin atau peserta Jamsosratu bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan dengan mudah. Manfaat tidak langsung sangat berarti dalam menghidupkan harapan rumah tangga miskin adalah Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) bagi pencari nakah utama di Rumah Tangga Sasaran serta adanya pengembangan budaya menabung melalui kewajiban untuk menabung setiap bulan minimal Rp 10.000,-. Manfaat ini tentu tidak hanya mencakup dimensi ekonomi, namun mencakup juga dimens sosial. Lantas melalui cara atau kegiatan apa saja manfaat tersebut dapat dirasakan oleh warga miskin yang menjadi peserta Jamsosratu? Mengacu pada pertanyaan seperti ini, salah satu
146
Sebuah Disertasi Informan pengambil keputusan mengatakan “Mengambil Bansos Tunai Bersyarat yang disalurkan melalui PT. Pos secara langsung sebesar Rp 1,5 Juta/tahun disalurkan 4 bulan sekali (3 kali dalam setahun). Mengajukan Klaim baik itu Klaim Kematian maupun klaim Kecelakaan kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan. Mengambil manfaat Tabungan setelah setahun disimpan di bank. Melaksanakan komitmen terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, bila tidak maka bantuan tunai mereka akan dikurangi, hingga hal ini akan mendorong mereka untuk lebih mementingkan pendidikan dan kesehatan.” Informan 2 mengatakan : “Melalui kegiatan posyandu dan sekolah-sekolah.” , dan Informan 3 mengatakan : “Mendatarkan askesos bagi para pencari kerja, rajin bersekolah dan rajin memeriksakan kesehatan balita dan ibu hamil.” Mengambil Bantuan Tunai Bersyarat memang menyenangkan, karena uang sebesar Rp.500.000,- cukup berarti bagi warga miskin di perdesaan. Jika uang tersebut langsung digunakan untuk keperluan produktif maka dengan sendirinya manfaat bantuan tunai tersebut akan berkepanjangan. Namun sebaliknya, bila uang tersebut langsung digunakan untuk keperluan konsumtif, maka uang sebesar Rp.500.000,- tentu tidak banyak berarti. Karena itu, kewajiban bagi rumah tangga miskin yang menjadi peserta Jamsosratu yang harus menambung setiap bulan minimal Rp 10.000,- tampaknya menjadi upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan keterbiasaan di kalangan rumah tangga miskin untuk mengelola uang secara produktif dan eisien. Artinya, dapat dikatakan bahwa pemberian bantuan tunai kepada rumah tangga miskin disertai pula dengan upaya pemberdayaan internal rumah tangga miskin tersebut. Upaya ini pun dikembangkan dengan mendorong rumah tangga miskin untuk lebih mementingkan pendidikan dan kesehatan. Upaya pemberdayaan dan dorongan upaya inilah yang menjadi sasaran pelaksanaan tugas pendampingan. Lebih dari itu, karena pembiasaan menabung ke bank dan memiliki Polish Asuransi merupakan hal baru bagi warga miskin di perdesaan, maka implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dihadapkan pada sejumlah tantangan dan tuntutan. Tantangan dimaksud adalah bagaimana mengubah kebiasaan atau tradisi lama atau pola pikir dan mentalitas warga miskin; dan tuntutan yang dimaksud adalah persiapan dan kesiapan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengoptimalisasikan pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran implementasi kebjakan. Misalnya, sasaran implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten melalui pelaksanaan Jamsosratu pada tahun 2013 mencapai 20.000.000 RTM. Pada tahun 2014 sasaran implementasi kebjakan mencapai 30.000.000 RTM. Pencapaian sasaran dalam dua tahun sebanyak 50.000 RTM ini tentu belum maksimal. Bahkan dapat dinyatakan masih jauh dari jumlah jumlah RTSM di Provinsi Banten dan Kabu-
147
Sebuah Disertasi paten Pandeglang yang berdasarkan data PPLS 2011 mencapai 136.924 RTSM (Rumah tangga Sangat Miskin). Untuk mencapai seluruh RTM di Provinsi Banten tentu dibutuhkan dukungan alokasi anggaran lebih banyak. Agar pelaksanaan Jamsosratu memberi dampak positif yang lebih luas kepada rumah tangga miskin di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Menjawab pertanyaan melalui cara atau kegiatan apa saja manfaat Jamsosratu tersebut dapat memberi dampak positif bagi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, salah satu Informan pengambil keputusan mengatakan : “Melaksanakan komitmen terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, bila tidak maka bantuan tunai mereka akan dikurangi, hingga hal ini akan mendorong mereka untuk lebih mementingkan pendidikan dan kesehatan, dan secara bersamaan meningkatkan IPM.” Melaksanakan komitmen yang dimaksud adalah bahwa setiap rumah tangga miskin atau RTSM diwajibkan untuk melakukan kunjungan ke Puskesmas atau layanan kesehatan terdekat paling lambat seminggu setelah ibu/wanita RTS penerima mendapatkan kartu Jamsosratu. Pada kunjungan tersebut, peserta harus memeriksakan anak atau kandungannya untuk dibuatkan cacatan status kondisi kesehatan pada awal program dan jadwal kunjungan pemeriksaan berikutnya dengan membawa kartu peserta Jamsosratu. Sehingga dalam pelaksanaan ini dapat mengotrol setiap langkah rencana yang sduag ditetapkan. Veriikasi sebagai bukti kehadiran dilakukan pada pemeriksaan berikutnya yang dilakukan di pusat layanan kesehatan terdekat dengan tempat tinggal peserta. Baik Puskesmas maupun jaringannya seperti Posyandu, Pustu, Polindes dan Pusling. Khusus untuk kelahiran bayi, jika peserta tidak memungkinkan mendatangi fasilitas jesehatan, kelahiran bayi bisa ditolong dengan cara mengundang tenaga kesehatan terlatih (misalnya bidan desa) untuk membantu proses kelahiran. Dalam hal ini, veriikasi dilakukan oleh petugas kesehatan kepada semua peserta Jamsosratu untuk memantau kehadiran/pemeriksanaan pada layanan kesehatan. Dengan memenuhi kewajiban itulah maka rumah tangga miskin peserta Jamsosratu, menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu “Mendapatkan bantuan kematian askesos, dan dengan cara memveriikasi pendidikan dan veriikasi kesehatan oleh pendamping.” Melaksanakan komitmen lainnya adalah yang terkait dengan pendidikan anak dan menabung serta yang terkait dengan kegiatan pembinaan dan pengembangan kapasitas rumah tangga miskin. Pelaksanaan komitmen di bidang pendidikan adalah bahwa sekolah/madrasah/penyelenggara Paket A/B/C, guru mencatat ketidakhadiran seluruh siswa RTS peserta Jamsosratu untuk memantau kehadiran yang telah ditentukan yaitu setidaknya 80% dari hari sekolah atau ketentuan tatap muka Paket A/Paket B dan C atau SMA terbuka/keaksaraan fungsional dalam satu bulan. Pengecualian diberlakukan pada siswa yang absen karena sakit paling
148
Sebuah Disertasi lama 3 hari atau terjadinya bencana alam di daerah tersebut. Jika siswa RTS peserta Jamsosratu absen karena sakit lebih dari 3 hari secara berturut-turut, siswa tersebut diwajibkan memberikan surat keterangan sakit yang dikeluarkan oleh dokter atau petugas kesehatan yang diakui. Secara periodik, yaitu setiap awal bulan, LPA melalui Pendamping Jamsosratu akan mengirimkan formulir veriikasi untuk tiga bulan sekaligus dan Pendamping Jamsosratu akan mengambil formulir tersebut pada setiap akhir bulan untuk diproses lebih lanjut. Pelaksanaan komitmen menabung adalah bahwa dalam veriikasi komponen tabungan, RTS peserta Jamsosratu setelah mendapat kartu Jamsosratu harus menabung minimal Rp. 5.000,- di lembaga keuangan yang legal. Buku tabungan diveriikasi oleh LPA, dan untuk bulan selanjutnya peserta Jamsosratu harus menabung secara rutin minimal Rp. 5.000,-(lima ribu rupiah). Pelaksanaan komitmen lainnya adalah bahwa setiap RTS peserta Jamsosratu wajib hadir untuk mengikuti pembinaan dan pengembangan kapasitas sebagai peserta Jamsosratu baik yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten, Kabupaten, dan Kota dengan BPJS Ketenagakerjaan sebagai mitra kerja Jamsosratu dalam bentuk Community Development Session (Sesi Pengembangan Kapasitas). Setiap RTS peserta Jamsosratu mempunyai kewajiban untuk secara terus menerus mengembangkan usaha yang dikelola untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Setiap RTS peserta Jamsosratu mempunyai kewajiban bekerjasama dengan LPA Jamsosratu dalam rangka pelaksanaan Jamsosratu. Dalam veriikasi komponen ini, LPA dan Pendamping Jamsosratu membuat datar kehadiran dalam pelaksanaan sesi pengembangan kapasitas dan pembinaan yang dilakukan oleh LPA, Dinas Sosial Provinsi, Kabupaten dan atau Kota serta BPJS Ketenagakerjaan (Persero). Datar hadir RTS peserta Jamsosratu tersebut dapat djadikan bahan veriikasi untuk keberlangsungan bantuan tahun berikutnya. Dari paparan pelaksanaan Jamsosratu terungkap bahwa sesungguhnya isi kebjakan Jamsosratu lebih tajam dan lebih luas bila dibandingkan dengan isi kebjakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang terfokus pada pembangunan infrastruktur lingkungan seperti jalan desa dan fasilitas sosial dan kegiatan Kelompok Perempuan Simpan Pinjam. Di luar pemberian Bantuan Tunai Bersyarat, pemberian Polish Asuransi Ketenagakerjaan dan kewajiban melaksanakan komitmen terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan pengembangan kapasitas rumah tangga miskin merupakan ciri implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Ciri implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tentu menimbulkan derajat perubahan tertentu khususnya da-
149
Sebuah Disertasi pat membiayai kebutuhan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga dan anaknya. Derajat perubahan yang ingin dicapai (Extent of Change Envision). Setiap kebjakan jelas mempunyai tujuan dan sasaran tertentu untuk mewujudkan perubahan tertentu. Artinya, implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten mempunyai tujuan dan sasaran tertentu yang dicapai untuk mewujudkan perubahan tertentu pada sasaran implementasi. Mengacu pada pertanyaan mengenai perubahan apa saja yang sudah dicapai dan perlu dicapai melalui pelaksanaan Jamsosratu, salah satu pengambil keputusan Informan mengatakan : “Perubahan yang sudah di capai yaitu dengan meningkatnya kunjungan ke fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan serta budaya menabung bagi peserta jamsosratu. Perubahan yang perlu di capai yaitu meningkatnya wajardikdas 12 tahun dan berkurangnya angka kematian ibu di saat melahirkan, berkurangnya angka gizi buruk di provinsi Banten. Meningkatnya kunjungan ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Posyandu; meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan serta berkembangnya budaya menabung di kalangan peserta Jamsosratu menunjukkan derajat perubahan yang cukup signiikan. Perubahan terjadi sebagai hasil implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten mengambil studi kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Mengacu pada perubahan ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Semakin sadarnya masyarakat untuk memeriksakan kehamilan dan anak balitanya ke posyandu,dan semakin rajinnya anak-anak mereka untuk belajar ke sekolah. Yang perlu dicapai dalam pelaksanaan jamsosratu ini adalah untuk mengurangi angka kemiskinan di Provinsi Banten.” Kemudian hal yang hampir senada pun diungkapkan oleh salah satu Informan pelaksana jamsosratu mengatakan : “Memberi semangat kerja bagi para pencari nakah, meningkatnya angka kehadiran siswa sekolah dengan verikasi pendidikan dari jamsosratu yang diveriikasi oleh pendamping ke sekolah, dan mengurangi angka gizi buruk balita serta mengurangi angka kematian ibu hamil dengan veriikasi kesehatan yang dilakukan oleh pendamping.” Dengan demikian, dalam pandangan perspektif pelaksanaan Jamsosratu, derajat perubahan yang terjadi di kalangan peserta Jamsosratu diukur menurut indikator-indikator masa hidup (longevity) yang teridentiikasi dari usia harapan hidup, dan indikator-ndikator pengetahuan (knowledge) yang teridentiikasi dari kemampuan baca tulis orang dewasa. Meskipun setiap peserta Jamsosratu mendapat Bantuan Tunai Bersyarat. Namun indikatorindikator standar kehidupan (standard of living) yang teridentiikasi dari pendapatan riil per kapita kepala Rumah Tangga Miskin tampaknya belum ditonjolkan. Hal ini menunjukkan
150
Sebuah Disertasi bahwa penguatan kualitas sumber daya manusia dalam proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menjadi penting sekali. Dengan demikian, proses implementasi kebjakan tersebut benar-benar diarahkan untuk memperkuat upaya pembangunan bidang kesehatan, bidang pendidikan dan bidang sosial yang dilaksanakan oleh dinas terkait. Sementara itu, melalui cara atau kegiatan apa saja perubahan tersebut dicapai, dan apakah perubahan tersebut berkaitan langsung dengan upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di kalangan warga miskin penerima Jamsosratu, merupakan soal yang menarik untuk didiskusikan. Dalam konteks ini, salah satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengungkapkan : “ Dengan cara memotivasi, mendorong dan mengajak penerima Jamsosratu untuk mau memeriksakan kesehatan ke fasilitas kesehatan dan menyekolahkan anaknya ke fasilitas pendidikan serta mengajak peserta untuk membuka rekening tabungan serta mengisi rekening tersebut minimal Rp 10.000,- perbulan. Kegiatan tersebut sangat berkaitan langsung dengan upaya peningkatan indeks pembangunan manusia penerima Jamsosratu untuk dapat mengakses fasilitas kesehatan, pendidikan dan sistim perbankan. (inancial inclussion). Sistem perbankan! Ya, sistem perbankan bagi warga miskin yang berpendidikan rendah mungkin masih menjadi sesuatu yang baru dan belum menjadi kebutuhan seperti halnya orang-orang kota. Karena itu diperlukan suatu konsep pendampingan yang dapat mengantarkan para peserta Jamsosratu dapat memahami bagaimana cara mengakses fasilitas kesehatan, pendidikan dan layanan perbankan. Mengacu hal ini, Informan 2 mengatakan : “Dengan cara kegiatan sosialisasi dari pendamping dan instansi terkait berkesinambungan.” Hal yang hamper senada pun dikemukakan oleh salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Dengan cara memberi pembinaan ke KSM agar pentingnya pendidikan dan kesehatan.” . Dengan aktivitas penyuluhan, pendampingan dan pengembangan kapasitas, lantas apa saja yang djadikan indikator terjadinya perubahan yang menunjukkan keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di kalangan warga miskin penerima Jamsosratu? Terhdap pertanyaan seperti ini, Informan 1 mengatakan : “Indikator yang menunjukan keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu adalah tingkat kunjungan ke fasilitas kesehatan, pendidikan dan perbankan serta menurunnya angka kematian ibu melahirkan, menurunnya angka kematian bayi, berkurangnya angka gizi buruk dan meningkatnya angka wajardikdas 12 tahun.” Dikuatkan oleh sah satu Informan pelaksana Jamsosratu lainya dengan mengatakan : “Tingkat kehadiran warga penerima jamsosratu di posyandu dan sekolah meningkat tiap bulannya.”
151
Sebuah Disertasi Dengan pandangan yang lebih luas salah satu pengambil Informan keputusan mengatakan : “Sekolah lulus 12 tahun dan tidak adanya gizi buruk serta mempunyai pendapatan yang stabil, terjaminnya bantuan keluarga ketika ayahnya meninggal.” Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dapat dikatakan cukup berhasil. Namun keberhasilan ini masih bersifat relatif, karena pemberdayaan masyarakat miskin sangat membutuhkan kesenmbungan upaya pemberdayaan, terutama masyarakat miskin yang berada di wilayah perdesaan. Sementara itu keberhasilan yang dicapai tentu bukan berarti tidak ada kendala yang dihadapi. Kendala apa saja yang dihadapi dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia melalui pelaksanaan Jamsosratu, dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut tampaknya menjadi pertanyaan yangmenarik untuk djawab. Mengacu pada pertanyaan ini, Informan 1 mengatakan : “ Kendala yang di hadapi adalah budaya di masyarakat bahwa banyak anak banyak rejeki, Jarak fasilitas kesehatan dan pendidikan yang jauh dari tempat tinggal peserta, Image perbankan yang ekslusif bagi orang miskin serta masih kurangnya koordinasi dan sosialisasi di fasilitas kesehatan dan pendidikan. Untuk mengatasi hal tersebut peserta Jamsosratu di damping oleh pendamping yang di rekrut dan di beri pelatihan pendampingan supaya bisa merubah maindset peserta terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan dan perbankan serta memotifasi peserta untuk mau berusaha meningkatkan taraf hidiup ke yang lebih baik, pemerintah provinsi Banten terus melakukan koordinasi di tingkat provinsi sampai tingkat paling bawah serta melakukan sosialisasi melalui media masa. . Kendala lain, menurut salah satu Informan pelaksana mengatakan,: “Jarak antara warga dan tempat fasilitas kesehatan yang jauh,itu adalah salah satu kendala.upaya yang dilakukan adalah berkordinasi dengan pihak dinas kesehatan dan puskesmas untuk dibuatkan fasilitas kesehatan di desa.” Dari sudut pandang yang berbeda salah satu Informan pelaksana menjelaskan, “ Masih kurangnya kesadaran orang tua betapa pentingnya pendidikan anak dan kesehatan balita, untuk itu tugas pendamping yang membina para orang tua untuk memberi semangat kepada anak agar rajin sekolah dan menyadari pentingnya pemeriksaan rutin ke Puskesmas menjadi lebih sehat dan cerdas.” . Karena para peserta Jamsosratu adalah warga dari rumah tangga miskin atau sangat miskin, maka kendala yang dihadapi tentu tidak sedikit, terutama kendala yang timbul dari faktor internal peserta Jamsosratu itu sendiri. Tapi kendala yang dimaksud bisa juga timbul dari kalangan birokrasi yang terbiasa dengan pola kerja yang beroreintasi pada peraturan bukan pada hasil. Kendala dari kalangan birokrasi bisa saja timbul dari rumitnya prosedur dan tata cara yang diberlakukan dalam pelaksanaan Jamsosratu. Karena itu, mengingat kondisi keterbatasan para peserta Jamsosratu, maka upaya mengatasi berbagai kendala pelaksanaan Jamsosratu perlu dilakukan oleh semua pihak yang terlibat, baik secara langsung atau
152
Sebuah Disertasi tidak langsung, dengan mengadakan berbagai pendekatan yang dapat mempermudah dan memperlancar pemberian Bantuan Tunai Bersyarat dan pelaksanaan komitmen para peserta Jamsoratu. Karena berbagai pendekatan yang dimaksud terkait dengan pelaksanaan fungsi struktur birokrasi, baik di tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota maupun tingkat Kecamatan/ Desa, maka letak pengambilan keputusan untuk mempermudah dan memperlancar pelaksanaan Jamsosratu pun menjadi penting diperhatikan. Semakin dekat letak pihak pengambilan keputusan dengan kendala yang dihadapi, maka semakin cepat keputusan dieksekusi. Letak pengambilan keputusan (Site of Decision Making). Pengambilan keputusan dalam suatu kebjakan menjadi sangat penting untuk mengefektikan implementasi kebjakan. Artinya, efektivitas atau keberhasilan implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten ditentukan juga oleh letak pengambilan keputusan dan oleh siapa keputusan tersebut harus diambil. Dimana dan oleh siapa keputusan diambil harus jelas. Karena itu, siapa memutuskan seseorang warga layak menerima Jamsosratu, dan bagaimana keputusan tersebut disampaikan kepada warga penerima Jamsosratu tersebut menjadi pertanyaan penting untuk djawab. Terhadap pertanyaan ini, Informan 3 mengatakan : “Penerima Jamsosratu diambil dari basis data terpadu yang di keluarkan oleh TNP2K pusat di validasi oleh pendamping dan hasil validasi tersebut di sampaikan dalam pertemuan awal serta pertemuan kelompok yang di hadiri oleh perangkat desa, tokoh masyarakat dan warga calon penerima program Jamsosratu.” Menurut Informan pengambil keputusan Jamsosratu, “Keputusan dalam menentukan warga yang layak menerima jamsosratu adalah melalui cara rembug desa, yang dihadiri oleh aparat desa,tokoh masyarakat, Rt/Rw, pendamping jamsosratu, tapi warga penerima jamsosratu itu adalah warga yang terdata dalam data PPLS 2011. Dan bukan peserta program keluarga harapan ( PKH ). Setelah berhasil diputuskan warga yang berhak menerima jamsosratu itu, pendamping turun ke lapangan untuk memveriikasi warga yang sudah diputuskan tersebut.” Salah satu Informan pelaksana Jamsosratu lainya menunjukkan bahwa “Pendamping yang berhak berdasarkan hasil survey lapangan oleh pendamping dan berdasarkan datar rakyat miskin dari data PPLS tahu 2011 yang terdatar.” Dengan demikian, dalam proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten khusunya dalam mengatasi persoalan kemiskinan di Kabupaten PAndeglang, letak pengambilan keputusan melekat pada peran Pendamping. Karena Pendamping berada di wilayah Kecamatan dan bertugas mendampingi secara langsung calon peserta dan peserta Jamsosratu. Maka dengan sendirinya dapat dikatakan bahwa letak pengambilan keputusan yang menentukan diterima atau tidak
153
Sebuah Disertasi diterimanya rumah tangga miskin sebagai peserta Jamsosratu berada dekat dengan rumah tangga miskin. Dengan kedekatan ini, pertimbangan-pertimbangan pun menjadi tidak terlalu sulit dalam memutuskan berbagai perkara yang terkait dengan pelaksanaan Jamsosratu. Lantas, apa saja yang menjadi pertimbangan pengambilan keputusan terhadap penetapan seseorang warga berhak menerima Jamsosratu? Terhadap pertanyaan seperti ini, salah satu Informan pelaksana lainya mengatakan : “ Pertimbangan keputusan warga berhak menerima Jamsosratu masih adanya tanggungan kesehatan yaitu ibu hamil, balita dan pendidikan yang belum menyelessaikan wajardikdas 12 tahun.” Dari sudut pandang yang agak beda, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “Warga tersebut ada dalam data PPLS 2011 dan bukan sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH ).” Hal senada dikemukakan juga oleh salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “ Terdatar dalam data PPLS 2011, kondisi rumah yang tidak layak, pendapatan yang kurang, mempunyai tanggungan anak sekolah atau balita serta ibu hamil.” Pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan tampaknya merujuk pada kondisi obyektif permasalahan rumah tangga miskin. Dimana keputusan diambil, dan dengan cara yang bagaimana keputusan tersebut diambil dalam menetapkan seseorang berhak menerima Jamsosratu tampaknya melekat pada posisi da peran Pendamping. Sementara itu bagaimana kelanjutan penentuan calon peserta Jamsosratu tentu terkait dengan kebjakan alokasi anggaran Jamsosratu. Mengacu pada hal ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengungkapkan “Keputusan di ambil dari hasil validasi di tingkatan provinsi dengan cara pengajuan ke pemerintahan provinsi untuk mendapatkan pengalokasian anggaran serta di tetapkan dengan surat keputusan Gubernur Banten.” Namun keputusan dalam menentukan calon penerima Jamsosratu tertentu berbeda seperti yang dikatakan oleh salah satu Informan pelaksana Jamsosratu bahwa Keputusan diambil di kantor desa. Hal ini diperjelas oleh Informan 3 dengan mengatakan : “Hasil musyawarah desa berdasarkan hasil validasi pendamping dengan syarat yang ditentukan oleh pemerintah daerah.” . Fenomena yang sering terjadi dalam proses implementasi kebjakan pemerintah yang terkait dengan kepentingan publik adalah penerapan prosedur yang berbelit-belit dan sikap aparatur yang enggan melayani. Masalah ini yang sering dikeluhkan masyarakat dalam menilai kebjakan pemerintah. Namun masalah ini tampaknya sudah diantisipasi dengan berbagai pendekatan yang beroreintasi pada kejelasan, kemudahan dan kelancaran pelaksanaan Jamsosratu. Pendekatan seperti ini tentu memudahkan pelaksanaan berbagai program yang terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan pelaksanaan Jamsosratu, terutama tujuan yang berkorelasi dengan kepentingan rumah tangga miskin.
154
Sebuah Disertasi Pelaksana program (Program Implementor). Tujuan-tujuan dan sasaran implementasi kebjakan dicapai melalui pelaksanaan program atau kegiatan. Artinya, implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM merupakan rangkaian pelaksanaan sejumlah program yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang dan kompeten. Untuk itu, diperlukan kejelasan mengenai siapa saja yang menjadi pelaksana program. Dalam konteks ini, pertanyaannya dalah program-program apa saja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pelaksanaan Jamsosratu, serta apa yang menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan program tersebut? Mengacu pada pertanyaan tersebut di atas, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “ Program yang dilaksanakan adalah imunisasi komplit untuk ibu hamil dan balita, program beasiswa miskin dan budaya menabung bagi peserta Jamsosratu.” Menurut Informan pelaksana program Jamsosratu, “Selain program berupa bantuan tunai langsung,juga ada program Askesos (Asuransi Kesejahteraan Sosial) ketenagakerjaan bagi suami peserta jamsosratu, bila suaminya mengalami kecelakaan kerja sambil meninggal maka ahli warisnya mendapat santunan dari BPJS Ketenagakerjaan. Premi tiap bulannya ke BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambhkan “ Program Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Pendidikan provinsi, program Askesos oleh BPJS Ketenagakerjaan serta Dinas Sosial daerah.” Program-program yang dikemukakan, selain terarah untuk meningkatkan derajat kesehatan rumah tangga miskin dan meningkatkan juga pendidikan anak-anak kalangan rumah tangga miskin; program-program tampaknya juga terarah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga miskin. Sementara itu penyelenggaraan program asuransi tampaknya bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi di kalangan rumah tangga miskin untuk memandang masa depan keluarga. Siapa yang menjadi pelaksana program, dan pihak-pihak mana yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program tersebut, menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu, “Yang menjadi pelaksana program yaitu Tim Pengendali Jamsosratu yang terdiri dari Dinas Sosial, dinas kesehatan, dinas pendidikan, BPJS ketenagakerjaan dan PT. Pos Indonesia.” Menurut Informan pelaksana program Jamsosratu, ”BPJS Ketenagakerjaan, yayasan lembaga pelaksana Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos).” Salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahkan “Dinas sosial kabupaten, bidan/kader, guru sekolah, pendamping.” Dengan demikian cukup banyak pihak yang terlibat dalam proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Artinya, cakupan pelaksanaan jaminan sosial (Jamsosratu) di Provinsi Banten tidak terba-
155
Sebuah Disertasi tas hanya pada pemberian polish asuransi saja. Pelayanan di bidang kesehatan, pelayanan di bidang pendidikan serta penguatan kapasitas rumah tangga miskin melalui berbgai kegiatan pembinaanm pelatihan dan pengembangan tampaknya menjadi konsep pendekatan Pemerintah Provinsi Banten dalam menangansi masalah-masalah kemiskinan. Masalah-masalah kemiskinan di Provinsi Banten, menurut Dinas Sosial Provinsi Banten, tercermin dari lima masalah kemiskinan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat miskin, yaitu : Pertama, masalah kemiskinan itu sendiri. Masalah kemiskinan mereka ditunjukkan dengan tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetap dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seperti tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian, perumahan, air bersih, kesehatan dasar dan pendidikan. Selanjutnya, masalah kemiskinan lainnya juga ditunjukkan dengan ketidak mampuan dalam menampilkan peranan sosial seperti tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sosial sebagai pencari nakah yang layak, sebagai orang tua dan sebagai warga masyarakat dalam suatu lingkungan komunitas. Secara faktual, rendahnya penghasilan keluarga menyebabkan Rumah Tangga kurang mampu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan untuk tingkat minimal sekalipun. Kedua, masalah kelemahan isik. Akibat tidak mempunyai kemampuan dan tidak mempunyai akses dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian, perumahan, dan kesehatan dasar menyebabkan isik anggota Rumah Tangga Kurang Mampu menjadi lemah dan rentan terhadap penyakit. Kondisi kelemahan isik ini akan mempengaruhi usaha mereka dalam melakukan aktivitas hidupnya sehari-hari. Pemeliharaan kesehatan terutama bagi ibu sedang hamil/ mengandung sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan berdampak pada tingginya kematian bayi. Rendahnya kondisi kesehatan anak kurang mampu juga berdampak pada tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-6 tahun. Kedua, masalah keterbatasan. Kondisi keterasingan anggota Rumah Tangga Kurang Mampu ini dapat dilihat dari terbatasnya anggota Rmuah Tangga dalam kegiatan kemasyarakatan. Kondisi keterasingan ini tidak hanya terbatas pada lokasi, tetapi juga berkaitan dengan adanya sikap menarik diri dari lingkungan masyarakat karena mempunyai keterbatasan dalam hal pendidikan dan kemampuan sosial. Selain itu, kondisi keterasingan RTS juga berkaitan dengan terbatasnya akses terhadap pelayanan sosial dasar, peluang ekonomi, dan keterlibatan dalam politik. Ketiga, kerentanan atau kerapuhan. Kerentanan atau kerapuhan RTS dapat dilihat dari ketidak mampuan anggota RTS untuk menyediakan sesuatu dalam menghadapi keadaan yang secara tiba-tiba menghadapi salah satu anggota keluarganya, seperti anggota keluarga meninggal dunia dan datang penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga tersebut. Kerentanan atau kerapuhan ini sering menimbulkan poverty rackets atau “roda penggerak kemiskinan”
156
Sebuah Disertasi yang menyebabkan RTS harus menjual harta benda yang berharga sehingga mereka menjadi semakin bertambah miskin. Rumah tangga yang rentan atau rapuh, sangat sedikit memiliki sandaran untuk menghadapi kebutuhan yang muncul secara tiba-tiba. Kebutuhan kecil harian ditutup dengan uang yang terbatas, atau dengan mengurangi konsumsi, menggadaikan barang atau dengan meminjam uang kepada tetangga, keluarga, atau pedagang, bahkan tenaganya digadaikan dengan upah seadanya. Hal tersebut terjadi karena RTS tidak mempunyai investasi dalam bentuk tabungan uang. Keempat, tidak berdaya. Ketidakberdayaan RTS seringkali menjadi objek bagi kepentingan orang lain. Mereka juga tidak berdaya dalam menjalinkan hubungan kerjasama baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Ketidak-berdayaan RTS ini membuat mereka menjadi bertambah miskin. Terhadap masalah-masalah kemiskinan yang demikian itu tentu sangat dibutuhkan pelaksanaan program yang efektif. Namun belum tentu semua program dapat dilaksanakan secara efektif. Mengapa demikian, karena bisa jadi dalam proses pelaksanaan program tersebut muncul kendala yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Mengenai apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, Informan menerangkan : ”Yang menjadi kendala adalah koordinasi lintas sector yang belum optimal. Untuk mengatasi hal tersebut di lakukan rapat koordinasi secara rutin dan sosialisasi di setiap kesempatan.” Salah satu faktor yang sering menjadi penyebab belum optimal koordinasi lintas sektoral adalah ego sektoral yang masih menguat pada masing-masing instansi. Sementara itu, secara teknis Informan pelaksana program Jamsosratu mengatakan : ”Kendalanya adalah sulitnya kalau pendamping mendampingi para ahli waris untuk mengklaim uang santunan tersebut.” Karena itu, rekruitmen Pendamping perlu dilakukan secara ketat untuk mendapat caloncalon pendamping yang qualiied. salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahan ”Kurangnya koordinasi antara pelaksana program dan pendamping, mengadakan rapat koordinasi bulanan dan tahunan antara semua program.” Untuk itu diperlukan dukungan sumber daya program agar setiap program dapat dilaksanakan secara efektif, dan memberikan kontribusi yang signiikan dalam mendukung peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Provnsi Banten dalam studi kasus kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Sumber-sumber daya yang digunakan (Resources Commited). Implementasi kebjakan pasti membutuhkan dukungan sumber daya agar tujuan dan sasaran tercapai secara optimal. Artinya, implementasi implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten membutuhkan juga dukungan berbagai sumber
157
Sebuah Disertasi daya untuk mengefektikan peningkatan IPM. Dukungan sumber daya yang dimaksud tentu tidak terbatas hanya pada dukungan suumber daya pembiayaan saja. Lantas, sumber daya apa saja yang digunakan dalam pelaksanaan Jamsosratu untuk mengefektikan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia? Mengacu ada pertanyaan ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “ Sumberdaya yang digunakan adalah pendampingan yang sudah direkrut dan diberi pelatihan, fasilitas kesehatan dan kader kesehatan, fasilitas pendidikan dan guru serta pembiayaan.” Sumber daya yang dimaksud oleh Informan 1 adalah sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan berbagai program serta sumber daya sarana dan prasarana untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Terhadap sumber daya tersebut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Dengan menggunakan sumber daya manusia yang optimal, dengan melalui para tenaga pendamping Jamsosratu yg berkwalitas .” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahkan dan memperjelas dengan mengatakan “Sumber daya manusia, sumber daya anggaran.” Selain sumber daya pembiayaan, sumber daya sarana dan prasarana, sumber daya yang tak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam proses kegiatan administrasi dan teknis pelaksanaan implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dalam mengatasi kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Bila merujuk pada lima karakteristik kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993:9), maka sekurang-kurangnya terdapat lima dimensi kompetensi yang perlu dimiliki oleh setiap oleh para pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Kelima dimensi kompetensi yang dimaksud adalah motives, traits, self-concept, knowledge, dan skills. Motives yang diperlukan untuk mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu adalah motif melayani dan motif mengabdi. Self-concept yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan pencapaian tujuan implementasi kebjaka peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah profesionalisme dan profesionalitas yang ditunjukkan dengan cara kerja yang professional. Knowledge yang diperlukan oleh seluruh pihak yang terlibat langsung adalah pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan administrasi pelaksanaan Jamsosratu menurut bidang tugasnya masing-masing. Sedangkan skills yang dibutuhkan adalah ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang tugas masing-masing pihak. Sementara itu, dari mana sumber daya tersebut didapat dan bagaimana cara sumber daya tersebut digunakan agar terjamin transparan, efektif, eisien dan akuntabel, terutama dalam hal penggunaan sumber daya anggaran untuk mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu menjadi hal penting.
158
Sebuah Disertasi Terhadap hal ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “ Sumberdaya didapat dari perekrutan pendamping yang dilakukan secara terbuka, fasilitas pendidikan dan kesehatan dan untuk transparansi penggunaan anggaran maka penyaluran bantuan di lakukan oleh PT. Pos Indonesia.” Dengan jawaban yang berbeda, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “ Melalui data veriikasi yang aktual dan ter update .” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu memperjelas dengan mengatakan “Dari propinsi, dengan dana bantuan yang taktis pertahun.” Dana tersebut diperoleh dari Pemrintah Provinsi Banten dengan Surat Pengajuan Permohonan BSTB-Jamsosratu dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota yang ditujukan kepada Gubernur Banten melalui Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten. Surat pengajuan Jamsosratu minimal memuat : (a) Permohonan; (b) Data detil berdasarkan Nama dan Alamat (By Name By Address) peserta Jamsosratu mengacu pada Data PPLS; (c) Nama dan umur penerima Askesos Jamsosratu pada RTS bersangkutan; (d) Surat Pengajuan BSTB Jamsosratu untuk tahun yang akan datang paling lambat diajukan pada tanggal 30 September pada tahun berjalan. Guna mengoptimalisasikan pelaksanaan Jamsosratu di masa mendatang, dukungan sumber daya apa saja yang harus ditingkatkan oleh Pemerintah Provinsi Banten dan juga dukungan sumber daya apa saja yang harus ditingkatkan oleh Pemda Kabupaten setempat adalah penting untuk dikemukakan. Mengacu pada hal ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : ”Dukungan sumberdaya yang harus di tingkatkan oleh pemerintah provinsi Banten adalah sarana dan prasarana serta peningkatan jumlah penganggaran supaya bisa mencakup peserta yang lebih banyak. Yang harus di tingkatkan oleh Pemda kabupaten adalah cost sharing dari tingkat kabupaten. Dengan pandangan yang agak berbeda, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Selain sumber daya manusia yang harus di tingkatkan juga, juga sistem yang jauh lebih penting guna mempercepat dan mempermudah para pendamping untuk melakukan pemutakhiran dengan cepat.” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahkan “Dukungan sumber daya manusia.” . Karena yang menjadi sasaran implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah rumah tangga miskin yang sebagian besar berada di perdesaan, maka segala sumber daya memang sangat dibutuhkan untuk menuntaskan akar permasalahan kemiskinan. Dalam dimensi internal pemerintahan, sumber daya yang dimaksud meliputi sumber daya aparatur (man), sumber daya anggaran (money), sumber daya sarana prasarana (material), dan sumber daya kebjakan dan regulasi
159
Sebuah Disertasi (method). Dalam dimensi kemasyarakatan, sumber daya yang dimaksud meliputi seluruh potensi dan partisipasi masyarakat.
6.1.1.2. Analisis Konteks Implementasi Kebijakan Jamsosratu Grindle (1980:13) mengatakan ”A brief listing of those who might be involved in the implementation of any particular program would include national level planners; national, regional, and local politicians; economic elite group, especially at the local level; recipient groups; and bureaucratic implementers at middle and lower levels. Menurut Grindle, apa yang diimplementasikan mungkin merupakan hasil dari kalkulasi politik kepentingan dan kelompok bersaing untuk sumber daya yang langka, respon dari pejabat pelaksana, dan tindakan elit politik, semua berinteraksi dalam konteks kelembagaan yang diberikan. Analisis pelaksanaan program khusus untuk itu dapat diartikan menilai “daya kemampuan” aktor, kepentingan mereka dan strategi untuk mencapainya, dan karakteristik rezim di mana mereka berinteraksi. Hal ini pada gilirannya dapat mempermudah penilaian potensi untuk mencapai kebjakan dan tujuan program. Bagaimana tujuan tersebut dicapai, menurut Grindle (1980: 13) : “In achieving such goals oicials face two subordinate problems that highlight the interaction of program environment and program administration. First, oicials must address the problem of how to achieve compliance with the ends enunciated in the policy.” Menurut Grindle, dalam mencapai suatu tujuan para pejabat dihadapi dua masalah yang menyoroti interaksi lingkungan program dan administrasi program. Pertama, pejabat harus mengatasi masalah bagaimana untuk mencapai kepatuhan kebjakan. Mereka harus, misalnya, memperoleh dukungan dari elit politik, dan kepatuhan instansi pelaksana, pembebanan birokrasi dengan pelaksanaan program-program dari elit politik tingkat yang lebih rendah, dan penerima manfaat. Mereka harus mengubah oposisi dari mereka yang mungkin dirugikan oleh program ke penerimaan mereka, dan mereka harus menjaga mereka yang dikecualikan, tetapi yang ingin memperoleh manfaat, dari menghancurkan mereka. Pemunculan semacam ini bisa berarti kepatuhan tawar-menawar, akomodasi, dan sekali lagi, konlik yang cukup besar. Namun, jika tujuan kebjakan secara keseluruhan untuk diwujudkan, sumber daya ditransaksikan guna memperoleh kepatuhan yang tidak boleh membahayakan dampak kekhususan program. Untuk itu tentu diperlukan pemahaman terhadap dimensi lain permasalahan kebjakan, yang menurut Grindle (1980:13) :
160
Sebuah Disertasi The other side of the problem of achieving policy and program goals within a speciic environment is that of responsiveness. Ideally, public institutions such as bureaucratic must be responsive to the needs of those they are intended to beneit in order to serve them most adequately. In addition, without a considerable amount of responsiveness during implementation, public oicials are deprived of information to evaluate program achievement and of support may mean that policy goals are not achieved because of the intervention of the same individuals or groups, either in order to acquire speciic types of goods and services in greater amounts or to obstruct the accomplishment of particular programs that may not be accepted by them as beneicial. Sisi lain dari masalah kebjakan dan mencapai tujuan program dalam lingkungan tertentu adalah responsitas. Idealnya, institusi publik seperti birokrasi harus responsif terhadap kebutuhan yang paling memadai bagi mereka untuk melayani mereka. Selain itu, tanpa responsitas yang cukup selama pelaksanaan, pejabat publik yang kehilangan informasi untuk mengevaluasi pencapaian program dan dukungan dapat berarti bahwa tujuan kebjakan tidak tercapai karena intervensi dari individu-individu atau kelompok yang sama, baik dalam rangka memperoleh spesiik jenis barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar atau untuk menghalangi pemenuhan program tertentu yang tidak dapat diterima oleh mereka sebagai menguntungkan. Karena itu, kekuasaan, kepentingan dan strategi actor yang terlibat menjadi acuan penting. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat (Power, Interest, and Strategy of -Actor Involved). Untuk mengefektikan suatu kebjakan perlu diperjelas dan diperhitungkan adanya kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang digunakan oleh para pihak yang terlibat dan berperan menentukan dalam proses implementasi kebjakan tersebut. Artinya, kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang digunakan oleh para pihak yang terlibat dan berperan menentukan dalam proses implementasi kebjakan juga perlu diperjelas dan diperhitungkan secara cermat. Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah kekuasaan atau kewenangan apa saja yang menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu; dan siapa yang melaksanakan kewenangan tersebut. Menjawab pertanyaan ini, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : “Kewenangan yang menjadi faktor penentu keberhasilan adalah kewenangan penganggaran, kewenangan koordinasi oleh pemerintah Provinsi Banten dan Gubernur Banten.” Menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu “Kekuasaannya ada di masyarakat Banten serta kewenangannya ada di Pemerintahan Provinsi Banten.” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahkan “Gubernur dan kepala dinas terkait.” Dalam konteks kewenangan ini, Dinas Sosial Provinsi Banten selaku TPJ-Provinsi (Tim Pengendali Jamsosratu Provinsi) dalam pelaksanaannya berperan sebagai Excecuting Agency atau Leading Sector. Dalam pelaksanaannya di lapangan melibatkan SKPD dan Institusi terkait. SKPD dan
161
Sebuah Disertasi institusi yang dimaksud antara lain berikut : Pertama, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K): Fungsi Supervisi, pembinaan, dan penyediaan database dasar untuk proses targeting RTS peserta Jamsosratu melalui publishing PPLS. Kedua, Kementerian Sosial RI : Fungsi Supervisi, pembinaan dan koordinasi sinergitas Jamsosratu dengan PKH dan Askesos Kemensos RI. Ketiga, Bappeda Provinsi Banten : Proses perencanaan, monitoring dan evaluasi program. Keempat, Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten : proses sosialisasi Jamsosratu. Kelima, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD): proses monitoring, evaluasi, dan koordinasi serta sinergitas program lintas SKPD yang mensupport Jamsosratu. Keenam, Dinas Kesehatan Provinsi Banten : Penyediaan layanan kesehatan dan veriikasi komitmen RTS dalam sektor kesehatan. Ketujuh, Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Kementerian Agama Kanwil Provinsi Banten : penyediaan layanan pendidikan dan veriikasi komitmen RTS dalam sektor pendidikan. Kedelapan, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten, PT. Pos Indonesia perwakilan Banten serta BPJS Ketenagakerjaan perwakilan Banten: Proses penyaluran Bantuan Sosial Tunai Bersyarat dan pengelolaan pertanggungan ketenagakerjaan informal RTS peserta Jamsosratu. Kesembilan, Pemerintah Kabupaten/Kota : memastikan ketersediaan serta aksesibilitas sarana prasarana fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk kelancaran pelaksanaan Jamsosratu. Dan turut serta secara aktif dalam proses pelaksanaan sejak dari pengajuan sampai pencairan bantuan dan evaluasi. Dengan struktur kewenangan yang meliputi seluruh SPKD dan institusi tersebut, maka kepentingan-kepentingan siapa saja yang harus diperhatikan atau bahkan harus diutamakan; dan bagaimana cara memperhatikan dan mengintegrasikan kepentingan-kepentingan tersebut agar terjalin kerjasama dan kebersamaan yang optimal dalam pelaksanaan Jamsosratu? Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu, “Yang harus di perhatikan dan di utamakan dalam Jamsosratu adalah kepentingan peserta supaya bisa menerima bantuan, dapat mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan serta perbankan. Hal tersebut dapat di lakukan dengan cara berkoordinasi serta bersama-sama membantu peserta Jamsosratu.” Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengatakan, “Kepentingan masyarakat miskin yang menjadi penerima jamsosratu, pendamping selalu berkordinasi dengan dinas-dinas terkait.” . Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu menguatkan, “Kepentingan sosial, pendidikan, kesehatan, agar terjalin kerjasama maka diadakannya rakor.” Dengan demikian makan menjadi jelas bahwa kepentingan-kepentingan yang harus diperhatikan atau bahkan harus diutamakan adalah kepentingan rumah tangga
162
Sebuah Disertasi miskin yang menjadi peserta Jamsosratu. Kepentingan ini terkait dengan fungsi pemberian Bantuan Tunai Bersyarat, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan pelayanan perbankan yang dibutuhkan oleh peerta jamsosratu. Agar pemberian bantuan dan pelayanan tersebut dapat dilakukan secara efektif, tentu diperlukan berbagai strategi pelaksanaan Jamsosratu. Dalam konteks itu, persoalannya adalah strategi-strategi apa yang digunakan untuk mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu; dan kira-kira bagaimana formulasi strategi tersebut. Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengatakan, “Strategi yang digunakan untuk mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu dengan cara bersama-sama memberikan bantuan, dukungan program dari tiap dinas terkait kepada peserta Jamasosratu.” Menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu: “ Strategi top down perintah dari atas ke bawah.” Menurut satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan,, “Monitoring pendamping kelapangan dari dinas sosial sebagai ketua jamsosratu kabupaten dengan rutin, monitoring dalam hal kinerja pendamping mengenai veriikasi data pendidikan dan kesehatan, serta monitoring sosiliasi pendamping ke KSM serta kelayakan peserta penerima bantuan secara rutin, dalam hal ini perlu diadakan team pengawas pendamping.” Strategi-strategi yang demikian itu tentu dimaksudkan sebagai suatu tatanan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terkait dengan kepentingan para peserta Jamsosratu. Dalam perspektif ini, pertanyaannya adalah pola pendekatan yang bagaimana yang digunakan untuk melancarkan strategi-strategi tersebut agar pelaksanaan Jamsosratu menjadi lebih efektif. Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengatakan, : “ Pola yang dipakai adalah pendekatan kedinasan serta sasaran program-program pengentasan kemiskinan.” Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu : “ Pola pendekatan secara emosional yang lebih ditonjolkan.” Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu : ” Memonitoring secara rutin setiap bulan di setiap kecamatan.” Pola pendekatan adalah cara-cara berkomunikasi untuk memperjelas, mempermudah dan memperlancar pelaksanaan berbagai program dan kegiatan dari satu pihak kepada pihak-pihak lainnya. Karena proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten melibatkan banyak pihak di berbagai sektor dan tingkatan, maka dengan sendirinya diperlukan pola pendekatan yang multidimensional. Pola pendekatan yang dimaksud adalah Comprehensive Multidisciplnary Outline Approach (CMO). Pola pendekatan ini sekurang-kurangnya mencakup: Pertama, Pendekatan Profesional adalah penggalangan dan pendayagunaan kompetensi profesional individu, kelompok dan lembaga yang diperlukan dan relevan untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu.
163
Sebuah Disertasi Kedua, Pendekatan Sistem Nilai adalah penggalangan dan pendayagunaan sistem nilai pemerintahan dan kemasyarakatan yang meliputi norma, etika dan etos kerja yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas kerja, efektivitas kegiatan dan eisiensi penggunaan anggaran serta kualitas pelayanan yang diperlukan dan relevan untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu. Ketiga, Pendekatan Fungsional adalah penggalangan dan pendayagunaan fungsi kelembagaan serta fungsi-fungsi kelembagaan/instansi pemerintahan yang terkait dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu. Kelima, Pendekatan Institusional adalah penggalangan dan pendayagunaan potensi dan partisipasi masyarakat untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu. Keenam, Pendekatan Integrasional adalah pengintegrasian, pengkoordinasian, penyatupaduan dan penyelarasan kegiatan pendekatan profesional, pendekatan sistem nilai, pendekatan fungsional dan pendekatan institusional untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu. Dengan polapendekatan tersebut, maka perlu dikembangkan berbagai strategi. Dalam dimensi ini, strategi-strategi apa saja yang perlu dikembangkan untuk mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu di masa mendatang; dan siapa saja yang perlu mengembangkan strategi pelaksanaan Jamsosratu? Menurut satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu “ Strategi yang perlu di kembangkan adalah singkronisasi program dari pusat sampai ke daerah dalam penanggulangan kemisikinan.” Menurut satu satu Informan pelaksana Jamsosratu, “Lebih ditingkatkannya monitoring, melalui data veriikasi pendidikan dan kesehatan seluruh masayarakat dan pemerintah Provinsi Banten.” Menurut salah satu Informan pengambil keputusan, “ Perlunya dukungan dan perhatian dari pemerintah kabupaten kepada pendamping dan operator Jamsosratu.” Implementasi strategi-strategi tersebut tentu perlu memperhatikan karakteristik masing-masing lembaga yang berperan langsung dan atau yang terkait dengan prosedur dan teknis pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pelayanan Jamsosratu. Dengan demikian karakteristik lembaga tersebut menjadi penting diperhatikan. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa (Institution and Regime Characteristic). Kebjakan publik itu lahir dari rahim rezim yang sedang berkuasa; dan rezim yang berkuasa membentuk lembaga dengan karakteristik tertentu untuk mengimplememntasikan kebjakan yang dikeluarkannya. Artinya, implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM tidak lepas dari pengaruh karakteristik lembaga yang melaksanakan kebjakan dan juga pengaruh kewenangan pemerintah local dalam proses implementasi kebijakan tersebut.
164
Sebuah Disertasi Mengacu pada karakteristi lembaga yang dimaksud, maka pertanyaannya adalah lembaga apa yang paling berwenang dalam pelaksanaan Jamsosratu? Menjawab pertanyaan ini, salah satu Informan pengambil keputusan mengatakan “Lembaga yang paling berwenang adalah Tim Pengendali Jamsosratu di tingkat Provinsi sampai tingkat kabupaten.” salah satu Informan pengambil keputusan menguatkan, “ Dinas sosial provinsi, kabupaten / kota . dinas pendidikan provinsi, kabupaten/ kota, dinas kesehatan provinsi, kabupaten / kota, kecamatan se provinsi banten , desa / kelurahan se provinsi banten, BPJS ketenagakerjaan, pendamping dan operator jamsosratu , PT POS.” Salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Dalam hal jaminan kematian adalah lembaga sosial dalam kabupaten seperti yayasan, dalam hal sosial di perlukan bantuan lembaga swadaya masyarakat agar selalu memantau dana bantuan dan kelayakan serta pengaduan peserta jamsosratu, dan dalam hal pendidikan dan kesehatan tidak ada.” Lembaga-lembaga tersebut tentu mempunyai karakteristik kelembagaan tersendiri. Karakteristik kelembagaan ini tercarmin dari kewenangan serta tugas pokok dan fungsi kelembagaan. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga apa saja yang mempunyai tugas dan fungsi yang terkait dalam pelaksanaan Jamsosratu? Menurut salah satu Informan pengambil keputusan “Lembaga yang terkait adalah Pemerintah Provinsi Banten, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, PT. Pos Indonesia dan BPJS ketenaga kerjaan.” Menurut salah satu Informan pengambil keputusan Jamsosratu mengatakan, “Dinas Pendidikan provinsi, kabupaten /kota, Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota, BPJS Ketenagakerjaan, PT POS, organisasi sosial ,pendamping dan operator.” salah satu Informan pengambil keputusan menmbahkan “Hanya terdapat 5 yayasan di pandeglang dalam membantu klaim jaminan kematian perkerja peserta jamsosratu.” Bagaimana koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga-lembaga tersebut dalam pelaksanaan Jamsosratu? Menurut salah satu Informan pengambil keputusan mengatakan, ” Koordinasi yang di lakukan berjalan baik meski ada kendala yang di hadapi yaitu kendala jadwal pertemuan dan kegiatan di masing-masing lembaga.” Dalam pandangan salah satu Informan pengambil keputusan “Sampai saat ini kordinasi antara pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga- lembaga tersebut dalam pelaksanaan jamsosratu berjalan dengan baik ”. salah satu Informan pengambil keputusan menambahkan ”Koordinasi hanya ke dinas sosial kabupaten.” Idealnya, Provinsi Banten membutuhkan lembaga yang bagaimana yang secara permanen dapat mengefektikan pelaksanaan Jamsosratu? Menurut Informan 1 ”Idealnya di buat biro khusus di bawah gubernur Banten.” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan “Menurut penilain saya pribadi, lembaga yang sedang melaksanankan jamsosratu ini saya anggap masih efektif.” Informan 3 menambahkan “Iya sangat diperlukan.”
165
Sebuah Disertasi Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana (Compliance and Responsiveness). Karena proses implementasi kebjakan berkorelasi dengan tingkat kepatuhan dan respon para pelaksana kebjakan, maka dengan sendirinya tingkat kepatuhan dan respon pelaksana kebjakan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebjakan. Artinya, tingkat kepatuhan dan respon para pelaksana kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi kebjakan tersebut. Apakah diperlukan suatu kepatuhan yang kosisten dari setiap pelaksana kebjakan atau kegiatan Jamsosratu; dan untuk apa kepatuhan tersebut dalam pelaksanaan Jamsosratu. Menurut salah satu Informan pengambil keputusan : “ Sangat di perlukan untuk bersamasama meningkatkan IPM peserta Jamsosratu.” salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menyatakan “Ya jelas, suatu kepatuhan sangat diperlukan dari setiap pelaksana kebjakan. diperlukan untuk keberlangsungan program jamsosratu.” Salah satu Informan pelaksana Jamsosratu menambahkan “Sangat diperlukan, agar terjadwal dan lancar kegiatannya.” Apa saja yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana kebijakan atau kegiatan Jamsosratu, agar pelaksanaan Jamsosratu menjadi transparan, efektif, eisien dan akuntabel, menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu : “Yang harus di patuhi adalah peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan khusunya untuk peserta Jamsosratu.” Menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu : “Selalu melaporkan atau memberitahukan kepada masyarakat tentang semua kegiatan jamsosratu.” Menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu : “ Membuat laporan bulanan,jadwal realisasi bantuan , honor pendamping yang rutin. Dan agar dinamisnya perubahan tanggungan peserta yang akan mempengarungi realisasi.” Apa saja yang perlu direspon oleh pelaksana kebjakan atau kegiatan Jamsosratu; dan bagaimana respon itu dilakukan agar setiap masalah atau kendala yang terjadi dalam proses pelaksanaan Jamsosratu dapat diatasi, menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu : “ Yang perlu di respon adalah pengaduan masyarakat penerima jamsosratu maupun bukan penerima jamsosratu dengan cara di terima, di tamping dan dicarikan solusi penyelesaiannya.” Menurut salah satu Informan pelaksana Jamsosratu : “ Direspon secepatnya dan bila ada yang benar-benar harus diperbaiki, harus segera dperbaiki.” . Salah satu Informan pengambil keputusan menguatkan: “ Team pengawas, lembaga pengawas, perhatian dari pemda kabupaten, dengan cara rakor triwulan.” Sementara itu, dalam perspektif pandangan para peserta Jamsosratu, impelementasi kebi-
166
Sebuah Disertasi jakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten membentuk opini tertentu. Misalnya, dalam hal pendataan, salah satu Informan pelaksana Jamsosratu mengatakan : Selama ini data yang dimutakhirkan hanya dapat dirubah 1 tahun sekali, Sebaiknya data peserta dapat dirubah atau dimutakhirkan setiap bulan, karena program terlihat kaku dan ini akan memungkinkan adanya permainan bantuan oleh pendamping. Provinsi sebaiknya membuat agenda tahunan kinerja pendamping dan operator yang terjadwal, dalam hal veriikasi pendidikan, kesehatan dan pencairan. Sebaiknya penyerahan laporan bulanan dan pengambilan honor pendamping diserahkan ke dinas kabupaten pandeglang. Seharusnya diadakannya rakor service provider per semester. Dan sosialisasi serta pengarahan kepada pendamping per semester. Bagi peserta Jamsosratu, yang terpenting adalah bagaimana Bantuan Tunai Bersyarat diberikan dan sekaligus menerima layanan kesehatan, pendidikan dan layanan perbankan yang tidak menyulitkan. Ketika diajukan pertanyaan ”Ibu sudah lama dapat bantuan dari Program Jamsosratu, sejak Kapan?” salah satu Informan penerima Jamsosratu menjawab ”Kengin bantosan ti tahun 2013.” Artinya, mendapat bantuan sejak tahun 2013. salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan ”Muhun abdi mah kenging bantuan Jamsosratu dari tahun 2013.” Benar saya dapat bantuan Program Jamsosratu sejak tahun 2013. salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan ”Abdi tos kenging bantosan ti Jamsosratu, tahun 2013.” Artinya, saya sudah mendapat bantuan dari Jamsosratu, tahun 2013. salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan ”Saya baru menerima bantuan tahun 2014.” Dari ucapan para peserta Jamsosratu terungkap bahwa implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan Indkes Pembangunan Manusia melalui pelaksanaan Sistem Jamsosratu sudah berlangsung sejak tahun 2013, dan kini memasuki tahapan tahun 2014. Artinya, sudah dua tahun proses implementasi kebjakan tersebut berlangsung. Selama itu, ketika ditanyakan mendapat bantuan berapa dari pelaksanaan Jamsosratu, salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan ” Muhun abdi kenging bantosan Program Jamsosratu ti tahun 2013, abdi kenging bantosan ageungna Rp.1.500.000 per tahun. “ Menurut Informan 4 bantuan Program Jamsosratu yang diterima sejak tahun 2013 sebesar Rp 1.500.000,-/pertahun. Hal senada terungkap dari salah satu Informan penerima Jamsosratu yang mengatakan ”Muhun abdi kenging bantosan Program Jamsosratu ti tahun 2013, abdi kenging bantosan ageungna Rp.1.500.000 per tahun.”
167
Sebuah Disertasi Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu, ia mendapat bantuan Program Jamsosratu sejak tahun 2013 sebesar Rp 1.500.000,- pertahun. salah satu Informan penerima Jamsosratu menungkapkan ”Dapat Rp 1.500.000,- satahun. “ Bagaimana Bantuan Tunai Bersyarat sebesar Satu Setengah Juta Rupiah disalurkan kepada peserta Jamsosratu, salah satu Informan penerima Jamsosratu mengungkapkan ”Baru disalurkan tahap terahir tahun ini tahap ke tiga Rp 500.000,-. Tiap tahapanya Rp. 500.000,-. Jadi totalnya Rp 1.500.000,-.” Karena penyerahan Bantuan Tunai disertai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap peserta Jamsosratu, maka dengan sendirinya para peserta Jamsosratu berkewajiban melaksanakan persyaratan tersebut. Persyaratan yang dimaksud adalah kewajiban ibuibu dari kalangan rumah tangga miskin terhadap pendidikan, kesehatan dan penabungan. Ketika ditanyakan kepada ibu yang mempunyai anak SD dan SMP, apakah ibu tahu ada program pendidikan Sembilan tahun wajib belajar, salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan : Abdi parantos terang ieu bantuan program Jamsosratu, peruntukanna kangge naon wae, upami sakolahna SD, ibu terang ada program wajib belajar 9 tahun dari pamarentah, nya kudu sampe SMP sakolana paling sakedapna, lamun engke lulus SMP urang ushakeun program pamarentah wajib belajar 12 tahun sampe SLTA lamun aya biayayana. Syukur Alhamduliah aya program Jamsosratu ieu. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu : saya sudah tahu ini program Jamsosratu, ibu tahu ada program wajib belajar 9 tahun dari pemerintah, yah harus sampai SMP sekolahnya paling lamanya, kalau nanti lulus SMP nanti diusahakan program pemerintah wajib belajar 12 tahun sampai SLTA kalau ada biayanya. Syukur Alhamdulilah ada program Jamsosratu ini. salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan : Abdi parantos terang ieu bantuan peruntukanna kangge naon wae, upami wajib belajar 9 tahun, abdi terang karena sering ngadangu sareng sering ningali tulisanna d sakola-sakola atanapi ditelevisi. tapi mun wajib belajar 12 tahun abdi taacan terang. Upami leureus aya,abdi sebagai warga kirang mampu sangat bersyukur.minimal putra abdi tiasa lulus SMA. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu : saya sudah tahu ini bantuan peruntukanya untuk apa saja, kalau wajib belajar 9 tahun, saya tahu karena sering mendengar sering melihat tulisanya ada disekolah-sekolah atau di televisi, tapi kalau wajib belajar 12 tahun saya belum tahu. Kalau benar ada, saya sebagai warga kurang mampu sangat bersyukur. Minimal anak lelaki saya bias lulus SMA. salah satu Informan penerima Jamsosratu menu-
168
Sebuah Disertasi turkan : ” Muhun terang program Jamsosratu untuk bantu pendidikan. Anak abdi ayeuna parantos lulus SMP tahun kemarin. Ayeuna di SMA. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu : Iya tahu program Jamsosratu untuk bantuan pendidikan. Anak saya sudah SMP tahun kemarin. Sekarang di SMA. Informan penerima program Jamsosratu bertutur bahwa anak ibu minimal harus lulus SMP mengikuti program 9 tahun wajib belajar. Dan kalau bisa sampai 12 tahun wajib belajar, itu kata pendamping. Jadi ini untuk membantu sekolah anak ibu bisa lulus sampai SMP. Setelah mendapatkan bantuan apakah anak ibu yang merasa terbantu lebih giat pergi kesekolahnya? salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan ”Merasa terbantu, dan anak abdi ayeuna rajin sakola.” Menurutnya, merasa terbantu dan anaknya sekarang rajin sekolahnya. Terkait dengan hal yang sama, salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan ”Abdi sering nyarios ka putra, kudu rajin sakola, kudu pinter, ieu pamarentah tos perhatianna ka keluarga urang. Jadi tong nyampe perhatian pamarentah ieu di sia2 ken ku urang. “ salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan bahwa ia sering mengatakan kepada anak laki-lakinya, harus rajin sekolah, harus pintar, ini pemerintah sudah memberi perhatian kepada keluarganya, jangan sampai perhatian pemerintah ini disia-siakan. Dengan sudut pandang yang agak berbeda salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturukan : “Aya pangaruhna, dulu males-malesan teurangen orang tua na henteu gaduh artos, tapi setelah aya program bantuan Jamsosratu ieu lumayan kabantos.” salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan, ada pengaruhnya, dulu anaknya males ke sekolah karena tahu orang tuanya tidak memiliki uang, tapi setelah ada program bantuan Jamsosratu merasa terbantu. Hal serupa juga dikemukakan oleh salah satu Informan penerima Jamsosratu denga mengatakan “Setelah mendapatkan bantuan ini anak ibu jadi rajin pergi ke sekolah dan disekolahnya lumayan rajin dan tidak minder kata anak saya. Karena sekolahnya gratis dan tidak dipungut bayaran apapun sekolah sekarang.” Pemberian biaya sekolah kepada rumah tangga miskin tentu tidak hanya diarahkan untuk menjaga keberlangsungan pendidikan anak, tetapi lebih dari itu diharapkan juga bahwa anak-anak dari kalangan rumah tangga miskin mencapai prestasi belajar. Menjawab pertanyaan apakah di sekolah anak ibu mendapatkan prestasi atau rangking, salah satu Informan penerima Jamsosratu menjawab : ” Teu kenging rangking, tapi ayeuna mah jadi rajin dan mudah mudahan kehareup lebet rangking yah tiasa 5 besar. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu, anaknya tidak mendapat rangking, tapi sekarang sudah rajin dan harapannya ke depan anaknya masuk ke rangkin lima besar.
169
Sebuah Disertasi salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan : ” Dulu sebelum ada bantuan Jamsosratu, putra abdi te masuk 10 besar2 acan, tapi Alhamdulilah ayena mah karena sakola na rajin, belajarna meuni giat pisan, kamari pas kanaekan kelas lebeut 5 besar masuk rangkin ke 3 di kelasna. Informan penerima mengatakan bahwa dulu sebelum ada bantuan Jamsosratu, anak laki-lakinya tidak masuk 10 besar, tapi sekarang karena sekolahnya rajin, belajarnya lebih giat lagi, kemarin waktu kenaikan kelas masuk rangking ke 3. salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan “Muhun lumayan anaknya masuk lima besar rangking ka tilu. Informan 6 mengatakan bahwa anaknya masuk lima besar rangking ketiga. salah satu Informan penerima Jamsosratu mengungkapkan “ Pembagian raport dari sekolah anak saya baru masuk sepuluh besar rangkin ketujuh disekolahnya.” Penerimaan bantuan dari pelaksanaan komitmen terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan keluarga, pendidikan anak dan memabung uang ke bank tentu tidak selamanya mudah dan lancar. Terhadap pertanyaan, dengan mendapat bantuan ini apakah guru di sekolahnya mempersulit atau dipermudah-diberi perhatian khusus agar anaknya rajin sekolah untuk dapat pretstasi, salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan “ Abdi mah tidak ada saran, alhamdulilah sekolah geh ngadukung kana program Jamsosratu ieu. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu ia tidak ada saran, namun ia bersyukur pihak sekolah juga mendukung program Jamsosratu. Lain halnya dengan salah satu Informan penerima Jamsosratu, ia menuturkan : Pertamanya iya aga dipersulit, anak saya tidak akan dimasukan ke BSM alasan sekolah karena sudah mendapatkan jamsosratu, masih banyak warga kurang mampu yang tidak dapat Jamsosratu. Abdi oge menyadari eta sadayana, tapi pendamping jamsosratu teras memberi masukan bahwa anak abdi oge wajib kenging BSM (Bantuan Siswa Miskin) eta. Saterasna abdi diantar ku pendamping ka sakola, pendamping nyarios sareng kepala sekolahna. Alhamdulilah putra abdi dimasuken ka calon penerima BSM.sareng pihak sakola alhamdulillah teu mempersulit ka abdi upami aya naon2 abdi peryogi ka sakolah. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu, pertamanya memang agak dipersulit, anak saya tidak akan dimasukan ke BSM alas an sekolah karena sudah mendapatkan Jamsosratu, masih banyak warga kurang mampu yang tidak dapat Jamsosratu. Saya juga menyadari itu semuanya, tapi pendamping Jamsosratu terus memberi masukan bahwa anak saya juga wajib mendapatkan Bantuan Siswa Miskin.
170
Sebuah Disertasi Selanjutnya, saya diantar oleh pendamping ke sekolah, pendamping bicara dengan kepala sekolahnya. Ia bersyukur anaknya dimasukan ke calon penerima BSM oleh pihak kepala sekolah. Ia juga bersyukur tidak dipersulit untuk ke saya dan kalau ada masalah apapun ia diminta datang ke sekolah. salah satu Informan penerima Jamsosratu menuturkan “ Bantuanya ditambihan wae supados lebih manfaat karaosna.” Saran salah satu Informan penerima Jamsosratu adalah bahwa bantuanya ditambah agar manfaatnya lebih terasanya. salah satu Informan penerima Jamsosratu menyeritakan pengalamannya bahwa guru dan sekolah tidak mempersulit anaknya sekolah. “Kata gurunya kalau ada apa-apa dating saja ke sekolah dan pendamping juga selalu membantu jika ada kesulitan di sekolah.” Sementara itu, terhadap pertanyaan apakah uang bantuan Jamsosratu juga dipergunakan untuk modal usaha, seperti jualan atau buka warung kecil-kecilan agar mendapatkan bantuan uang tambahan, salah satu Informan penerima Jamsosratu mengungkapkan : “Karena henteu cukup kanggo icalan nasi uduk mah artosna geh, kanggo sakolah bae geh kirang keneh. Menurut Informan penerima program Jamsosratu, tidak cukup kalau untuk buka warung nasi, karena untuk sekolah saja masih kurang. Berbeda dengan salah satu Informan penerima Jamsosratu yang mengatakan “Karena sebelumnya saya tidak bekerja, maka sebagian uang bantuan tersebut saya pake modal untuk jualan sayur-mayur. Menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu, karena sebelumnya ia tidak bekerja, maka sebagian uang bantuan tersebut dipakai untuk modal jualan sayur-mayur. Tapi menurut salah satu Informan penerima Jamsosratu “Sampai hari ini uang Jamsosratu belum bisa untuk modal usaha karena jumlah uangnya pas-pasan sekali mepet untuk biaya keperluan anak sekolah.” Bgeitu juga salah satu Informan penerima Jamsosratu mengatakan “Sementara bantuan ini baru cukup untuk biaya sekolah anak saja belum bisa untuk membuka warung atau modal usaha lainya.” Terkait dengan kebjakan Jamsosratu, para peserta Jamsosratu mengemukakan saran-saran berikut : Salah satu Informan penerima Jamsosratu menyarankan : “Lamun tiasa program ieu tiasa lanjut kapayunna, karena abdi ngarasa kabantu ku ayana bantuan ieu. Sareng mudah mudahan kapayun aya penambihan kanggo nu sanes, sebab seer keneh anu teu kengeing, padahal kehirupanna sami miskin sepertos abdi.” Saran : Kalau boleh program ini dapat dilanjutkan kedepannya, karena saya merasa terbantu dengan adanya bantuan ini. Semoga kedepannya ada tambahan untuk yang lainnya sebab masih ada yang belum dapat, padahal kehidupanya sama miskin seperti saya.
171
Sebuah Disertasi Saran salah satu Informan penerima Jamsosratu : ”Saya berharap bantuan ini terus dilanjutkan,karena sangat besar manfaatnya bagi kami warga kurang mampu dan kalau bisa kami juga dimasukan ke dalam program2 yang lain,yang bisa lebih meningkat taraf kesejahtraan ekonomi keluarga kami. Saran : saya berharap bantuan ini terus dilanjutkan, karena sangat besar manfaatnya bagi kami warga kurang mampu dan kalau bisa kami juga dimasukan ke dalam program-program yang lain, yang bisa lebih meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga kami. Saran salah satu Informan penerima Jamsosratu : “Saya berharap bantuan ini bisa berlanjut terus dan bisa bertambah bantuan ini karena manfaatnya terasa oleh kami sekeluarga. Saran salah satu Informan penerima Jamsosratu : “Saya berharap bantuan ini dapat diteruskan oleh pemerintah karena sangat terasa sekali. Bahkan kalau bisa jumlahnya ditambah. Dari saran dan harapan yang dikemukakan oleh para peserta Jamsosratu terpentik suatu hal penting yaitu bahwa kapasitas kelembagaan Jamsosratu belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan dan harapan rumah tangga miskin. Namun demikian pelaksanaan sistem Jamsosratu telah memberi manfaat nyata kepada para peserta Jamsosratu, terutama manfaat yang terkait dengan kesehatan keluarga dan pendidikan anak-anak.
6.1.2. Tahapan Implementasi Kebijakan Jamsosratu Jones (1996:20) mengatakan bahwa terdapat tiga macam aktivitas implementasi publik, yaitu: Organizational; the establishment or rearrangement of resources, units, and methods for puting a policy into efect. Interpretation; the translation of language (oten contained in a statute) into acceptable and feasible plans and directives. Application: The routine provision of service, payments, or other agree upon objectives or instruments. Mengacu pada fenomena implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, maka dengan pendapat Jones yang demikian itu teridentiikasi tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kebjakan tersebut. Ketiga faktor yang dimaksud adalah Organizational (faktor keorganisasian), Interpretation (faktor penafsiran), dan Application (faktor penerapan). Bagaimana ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, dapat dideskripsikan sebagai berikut :
6.1.2.1. Aktivitas keorganisasian yang mempengaruhi implementasi kebijakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
172
Sebuah Disertasi Jones (1996: 20) menjelaskan bahwa aktivitas keorganisasian (organizational) merupakan suatu upaya menetapkan atau menata kembali sumber daya (resources), unit-unit (units), dan metode-metode (methods) yang mengarah pada upaya mewujudkan kebjakan menjadi hasil (outcome) sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebjakan. Aktivitas keorganisasian yang mempengaruhi proses implementasi kebjakan Peningkatan Indkes Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah aktivitas pengorganisasian Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang bertugas dari mulai tingkay provinsi sampai ke Kabupaten Pandeglang. Yaitu mengendalikan dan mengelola jaminan sosial rakyat Banten bersatu, serta pengorganisasian Pendamping Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu dan Operator Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu. Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Provinsi dan Kabupaten Pandeglang selanjutnya disingkat TPJ-Provinsi dan Kabupaten Pandeglang adalah tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Provinsi dan Kabupaten Pandeglang. Pendamping Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disebut Pendamping Jamsosratu adalah pekerja sosial masyarakat yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial provinsi bersama Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Provinsi dan kabupaten melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan rumah tangga sangat miskin. Pendamping sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu wajib membantu kelancaran pelaksanaan di lapangan. Operator Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat OP-Jamsosratu adalah pekerja sosial yang direkrut oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi dan kabupaten melalui proses seleksi dan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Sementara itu aktivitas keorganisasian yang mempengaruhi implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah kinerja TPJ-Provinsi dan kabupaten. di tingkat administrasi program serta kinerja Pendamping Jamsosratu dan OP-Jamsosratu di tingkat teknis operasional. Kinerja TPJ-Provinsi dan kinerja TPJ-Kab/Kota yang mempengaruhi proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM terjadi melalui pengendalian penjabaran isi kebjakan Jamsosratu (content of policy). Pengendalian yang dilakukan oleh TPJ-Provinsi dan kinerja TPJ-Kab/Kota adalah pengendalian terhadap (1) kepentingan-
173
Sebuah Disertasi kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan kebjakan (interest afected); (2) kemanfaatan manfaat yang diterima SRT Jamsosratu manfaat (type of beneits); (3) derajat perubahan yang ingin dicapai pada SRT Jamsosratu (extent of change envision); (4) letak pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan Jamsoratu (site of decision making); (5) kinerja pelaksana program (program implementor); (6) sumber-sumber daya yang digunakan untuk mengoptimalkan Jamsosratu (resources commited). Sementara itu TPJ-Provinsi dan kinerja TPJ-Kab/Kota juga melakukan (1) pengendalian terhadap kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat (power, interest, and strategy of actor involved); (2) pengendalian terhadap karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa (institution and regime characteristic); dan (3) Pengendalian terhadap tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana (compliance and eesponsiveness). Sementara itu, kinerja Pendamping Jamsosratu dan OP-Jamsosratu di tingkat teknis operasional dapat mempengaruhi proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM khususnya mengatasi kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Hal ini melalui aktivitas pengelolaan sumber daya manusia SRT Jamsosratu (man), pengelolaan sumber daya pendanaan Jamsosratu (money), pengelolaan sumber daya sarana prasarana Jamsosratu (material), pengelolaan sumber daya regulasi Jamsosratu (method), pengelolaan sumber daya teknologi informasi Jamsosratu (machines). Dan pengelolaan sumber daya lingkungan SRT Jamsosratu (market). Kinerja pengelolaan sumber daya administrasi program Jamsosratu ini dikosultasikan dan dikoordinasikan juga dengan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah di masing-masing tingkatan.
6.1.2.2. Aktivitas Interpretasi yang mempengaruhi implementasi kebijakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jones (1996: 20) mengatakan bahwa aktivitas interpretasi (penjelasan) substansi dari suatu kebjakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami, sehingga substansi kebjakan dapat dilaksanakan dan diterima oleh para pelaku dan sasaran kebjakan. Aktivitas penjelasan yang mempengaruhi proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah aktivitas komunikasi dan sosialisasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten. Berlaku juga untuk Kabupaten Pandeglang dan kabupaten kota lainya yang menerima program Jamsosratu.
174
Sebuah Disertasi Materi-materi pokok penjelasan yang mempengaruhi proses implementasi kebjakan tersebut antara lain sebagai berikut : Pertama, penjelasan mengenai Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang disingkat JAMSOSRATU. Yaitu sebagai skema yang melembaga untuk menjamin rakyat Banten yang berasal dari kelompok rumah tangga sangat miskin. atau berada di bawah garis kemiskinan. Yaitu sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mendapatkan bantuan tunai bersyarat dan pertanggungan asuransi kesejahteraan sosial. Kedua, Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Provinsi yang disingkat TPJ-Provinsi sebagai tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Provinsi. Tim Pengendali Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu Kabupaten Pandeglang dan kabupaten kota lainnya yang disingkat TPJ-Kab/Kota. Yaitu sebaga tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu tingkat Kabupaten/Kota. TPJ-Provinsi dan TPJ-Kabupaten dan Kota inilah yang melakukan pengendalian terhadap; (1) kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan kebjakan; (2) kemanfaatan yang diterima SRT Jamsosratu; (3) derajat perubahan yang ingin dicapai pada SRT Jamsosratu; (4) letak pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan Jamsoratu; (5) kinerja pelaksana program. Selain itu, melakukan pengendalian terhadap (1) sumber-sumber daya yang digunakan untuk mengoptimalkan Jamsosratu. TPJ-Provinsi. Kinerja TPJ-Kab/Kota juga melakukan pengendalian terhadap kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat; pengendalian terhadap karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Dan (2) Pengendalian terhadap tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana kebjakan Jamsosratu. Ketiga, penjelasan mengenai Rumah Tangga Sangat Miskin yang RTSM sebagai keluarga yang menjadi sasaran dari jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang mengacu pada pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. Diterbitkan secara resmi oleh tim Nasional percepatan penanggulangan kemiskinan. Keempat, penjelasan mengenai Pendamping Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang disebut Pendamping JAMSOSRATU sebagai pekerja sosial masyarakat yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi melalui proses seleksi dan pelatihan. Dalam melaksanakan tugas pendampingan rumah tangga sangat miskin sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang membantu kelancaran pelaksanaan di lapangan. Kelima, penjelasan mengenai Operator Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang disebut OP-Jamsosratu, sebagai pekerja sosial yang direkrut oleh Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten Pandeglang, selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi – kabupaten. Yaitu melalui proses seleksi dan pelatihan komputerisasi, veriikasi dan validasi
175
Sebuah Disertasi peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Keenam, penjelasan mengenai resertiikasi rumah tangga sangat miskin yang dmkasudkan sebagai suatu proses evaluasi status kepesertaan jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Yaitu untuk menentukan apakah peserta masih layak atau tidak sebagai peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu. Ketujuh, penjelasan mengenai perlindungan sosial bagi peserta Jamsosratu, yaitu semua upaya perlindungan yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Kedelapan, penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai suatu skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Kesembilan, penjelasan mengenai Bantuan Tunai Bersyarat Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang disingkat BTB-JAMSOSRATU sebagai suatu pola pemberian uang tunai kepada rumah tangga sangat miskin yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya. Kesepuluh, penjelasan mengenai Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu selanjutnya disingkat ASKESOS JAMSOSRATU, yaitu sebagai suatu sistem perlindungan sosial bagi rumah tangga sangat miskin. Dan juga sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Kesebelas, penjelasan mengenai Lembaga Pengelola Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang disingkat LPA-JAMSOSRATU sebagai organisasi sosial atau yayasan sosial yang bergerak di bidang dan melakukan usaha-usaha pelayanan kesejahteraan sosial yang telah diseleksi. Kemudian diveriikasi dan ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten bersama Kabupaten Pandeglang selaku tim pengendali jaminan sosial rakyat Banten bersatu Provinsi dan kabupaten. Yaitu sebagai mitra pelaksana jaminan sosial rakyat Banten bersatu atas rekomendasi Dinas atau Instansi Sosial Kabupaten dan Kota. Keduabelas, penjelasan mengenai pendampingan sosial adalah suatu proses menjalin dan membangun hubungan sosial antara pendamping dengan peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu dalam rangka memperlancar pelaksanaan dan pelayanan sehingga dapat lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial pesertanya. Ketigabelas, penjelasan mengenai Premi sebagai bantuan iuran wajib peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu yang dibayarkan sekaligus untuk periode 12 bulan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten kepada PT. JAMSOSTEK. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama. Keempatbe-
176
Sebuah Disertasi las, penjelasan mengenai Klaim yang dimaksudkan sebagai pengajuan permintaan sejumlah uang pertanggungan yang menjadi hak peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu yang diakibatkan oleh terjadinya risiko karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan kerja dan atau meninggal dunia. Kelimabelas, penjelasan mengenai Polis asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat banten bersatu yang dimaksudkan sebagai surat tanda bukti kepesertaan jaminan sosial rakyat banten bersatu dan surat pengikat perjanjian jaminan pelayanan perlindungan antara peserta, Dinas Sosial dengan PT. JAMSOSTEK. Keenambelas, penjelasan mengenai Resiko yang dimaksudkan sebagai suatu kondisi yang mengakibatkan menurunnya atau hilangnya pendapatan dan menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga peserta karena pencari nakah utama mengalami kecelakaan, sakit akibat hubungan kerja dan/atau meninggal dunia. Ketujuhbelas, penjelasan mengenai kecelakaan yang dimaksudkan sebagai suatu kondisi atau perisitiwa baik yang terjadi pada peserta diluar kemampuan peserta yang mengakibatkan peserta kehilangan pendapatan. Sehingga menurunnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan keluarga peserta jaminan sosial rakyat Banten bersatu menurun karena peserta pencari nakah utama mengalami kecelakaan dan sakit akibat hubungan kerja. Kedelapanbelas, penjelasan mengenai pertanggungan yang dimaksudkan sebagai sejumlah uang yang dibayarkan oleh PT JAMSOSTEK pada peserta asuransi kesejahteraan sosial jaminan sosial rakyat Banten bersatu sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Kesembilanbelas, penjelasan mengenai ahli waris adalah suami/istri/ayah/ibu/anak yang ditunjuk oleh peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu atau berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dapat mengajukan klaim dan menerima uang pertanggungan. Pada tingkatan teknis operasional program Jamsosratu, aktivitas komunikasi dan sosialisasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 yang mencakup penjelasan materi-materi pokok yang dikemukakan di atas lebih banyak dilakukan oleh Pendamping Jamsosratu sebagai pekerja sosial masyarakat yang direkrut dan ditetapkan oleh Dinas Sosial. Karena itu, peran Pendamping Jamsosratu dalam proses implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menjadi penting dan bernilai strategis bagi tercapainya tujuan dan sasaran implementasi. Melalui aktivitas komunikasi dan sosialisasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 itulah terjalin aktivitas aplikasi yang juga mempengaruhi implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
177
Sebuah Disertasi 6.1.2.3. Aktivitas aplikasi yang mempengaruhi implementasi kebijakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jones (1996: 20) mengatakan bahwa aktivitas aplikasi (application) merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara, rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana kebjakan yang ada (routine provision of service, payment, or other agree upon objectives or instruments). Aktivitas penyediaan pelayanan dan pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Hal ini terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban peserta Jamsosratu. Hak dan kewajiban peserta Jamsosratu. Dan diatur dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013. Kemudian diperbaharui berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2014. Kewajiban Peserta Jamsosratu :Pertama, RTSM penerima BTB-JAMSOSRATU, diantaranya harus memiliki anggota keluarga sebagai berikut: (a) ibu hamil/menyusui/nifas; (b) anak balita usia 0 tahun sampai dengan 5 tahun; (c) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD/MI; (d) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMP/MTs; (e) anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SMA/MA atau sederajat. Kedua, RTSM yang mempunyai ibu hamil/nifas sebagaimana dimaksud berkewajiban : (a) memeriksakan kehamilannya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan dan mendapatkan tablet suplemen ferium; (b) proses kelahiran ditangani tenaga medis; (c) ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya minimal 2 (dua) kali setelah melahirkan. Ketiga, RTSM yang mempunyai anak balita (0 tahun sampai dengan 5 tahun) sebagaimana dimaksud berkewajiban (a) usia 0 bulan sampai dengan 11 bulan melakukan imunisasi komplit (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan pemantauan tumbuh kembang anak setiap bulan di Posyandu atau Puskesmas; (b) usia 6 bulan sampai dengan 11 bulan melakukan pemberian Vitamin A (2 (dua) kali setahun: Februari dan Agustus); (c) usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan melakukan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang setiap bulan; (d) pemantauan tumbuh kembang anak usia prasekolah (5 tahun sampai dengan 6 tahun). Keempat, RTSM yang mempunyai anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/sederajat sebagaimana dimaksud berkewajiban (a) mendatarkan anak usia 6 tahun sampai dengan 18 tahun di SD sampai SMA/sederajat dengan kehadiran minimal 80%
178
Sebuah Disertasi dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung, Selain itu, (b) RTSM/ peserta JAMSOSRATU yang mempunyai anak usia lebih dari 15 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan universal (SD sampai SMA), dapat menerima bantuan apabila anak tersebut bersekolah atau mengikuti pendidikan kesetaraan (Paket A-B-C); (c) mendatarkan anak usia 15 sampai dengan 18 tahun di SMA/sederajat, dengan kehadiran minimal 80% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. Dengan memenuhi empat kewajiban yang disebutkan diatas dalam bidang kesehatan, maka dengan sendirinya setiap RTSM yang menjadi peserta Jamsosratu memperoleh layanan kesehatan gratis dari unit-unit pelayanan kesehatan. Seperti pelayanan kesehatan di RSUD, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Posyandu. Selain kewajiban-kewajiban tersebut, RTSM peserta Jamsosratu mempunyai kewajiban (a) menabung paling sedikit sebesar Rp5.000,- setiap bulan pada LPA Jamsosratu; (b) mengikuti pembinaan dan pengembangan kapasitas yang dilaksanakan Dinas Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota dengan PT. Jamsosratu Persero sebagai mitra kerja Jamsosratu; (c) mengembangkan usaha yang dikelola secara terus-menerus untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Kewajiban lainya peserta Jamsosratu adalah: (a) meningkatkan kerjasama dengan LPAJamsosratu dan Pendamping Jamsosratu dalam rangka pelaksanaan Jamsosratu; (b) memiliki Kartu Keluarga dan KTP/Surat Keterangan Domisili; (c) mematuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Disamping itu, RTSM sebagai pencari nakah utama wajib melakukan aktivitas pekerjaan (profesinya) maksimal 2 (dua) pekerjaan saat mendatar. Hak Peserta Jamsosratu : Seiring dengan pemenuhan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, setiap RTSM peserta Jamsosratu mempunyai hak (a) mendapatkan BTB- Jamsosratu sebesar Rp1.500.000,- setiap tahun, diberikan kepada RTSM peserta Jamsosratu setiap 4 bulan satu kali atau sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu tahun paling banyak Rp.500.000 per satu tahap pencairan dengan besaran disesuaikan dengan hasil veriikasi komitmen; (b) mendapatkan polis dan kartu peserta Jamsosratu atau kartu peserta Jamsostek; (c) mengajukan klaim atau dana pertanggungan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal lainya peserta Jamsosratu adalah: (a) mendapat jaminan kecelakaan kerja, sakit karena kerja dan kematian dalam bentuk uang tunai sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (b) mendapat jaminan pelayanan kesehatan akibat kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (c) mendapat pelayanan pendampingan sosial dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Jamsosratu; (d) memanfaatkan dana jaminan
179
Sebuah Disertasi sosial yang diperoleh untuk peningkatan kesejahteraan sosial keluarga atau untuk keperluan apapun sepanjang tidak melawan hukum. Dari deskripsi yang dikemukakan jelas terungkap bahwa organizational (keorganisasian), interpretation (penafsiran), dan application (penerapan) merupakan tiga faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia Studi Kasus di Kabupaten Pandeglang untuk kalangan peserta Jamsosratu. Bagaimana ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi proses implementasi kebjakan Pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan IPM dalam kasus kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, maka akan teraktualisasi melalui penjabaran isi kebjakan dan konteks implementasi kebjakan berikut : Dampak implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia di kalangan rumah tangga sangat miskin. Mengenai Indeks Pembangunan Manusia (HDI), Todaro dan Smith (2003, 68) mengatakan : HDI mencoba untuk memeringkat semua negara dari skal 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan : masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuai dengan paristas daya beli (purchasing power parity atau PPP) dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semamkin menurun dari pendapatan. Berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan, yaitu (1) masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup; (2) pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga); (3)standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuai dengan paristas daya beli. Maka indikator-indikator keberhasilan implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten terindikasi dari (1) Menigkatnya Usia Harapan Hidup, (2) Meningkatnya Pendidikan; dan (3) Meningkatnya pendapatan
180
Sebuah Disertasi Rumah Tangga Sangat Miskin. Untuk mencapai tiga tujuan atau produk akhir pembangunan manusia yang demikian itu, isi implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Rumah Tangga Sangat Miskin mecakup Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) dan pertanggungan Asuransi Kesejahteraan Sosial. BSTB yang dimaksud adalah pemberian uang tunai kepada rumah tangga sasaran yang diwajibkan untuk memeriksakan anggota keluarganya ke fasilitas kesehatan dan/atau menyekolahkan anaknya. Pertanggungan Asuransi Kesejahteraan Sosial yang dimaksud adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Perlindungan sosial ini dilakukan dengan memberi jaminan sosial kepada rumah tangga sasaran. Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Untuk itu, diberlakukan Asuransi Kesejahteraan Sosial Jamsosratu. Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial adalah sistem perlindungan sosial bagi pencari nakah utama rumah tangga sasaran sebagai pekerja sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti pendapatan keluarga. Asuransi ini dikelola oleh Lembaga Pengelola Asuransi Kesejahteraan Sosial Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu. Dengan isi kebjakan yang demikian itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten berupaya meningkatkan Usia Harapan Hidup, pendidikan, dan pendapatan Rumah Tangga Sangat Miskin yang telah menjadi peserta Jamkesosratu. Upaya ini dilakukan dengan ketentuan bahwa penerimaan Jamsosratu disertai dengan kewajiban peserta Jamsosratu. RTSM peserta Jamsosratu dikenakan kewajiban. RTSM yang mempunyai ibu hamil atau nifas wajib memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dan mendapatkan tablet suplemen ferium; proses kelahiran ditangani tenaga medis; dan ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya minimal 2 kali setelah melahirkan. RTSM yang mempunyai anak balita (0 tahun sampai dengan 5 tahun) dan usia 0 sampai dengan 11 bulan wajib melakukan imunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan pemantauan tumbuh kembang anak setiap bulan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Anak usia 6 bulan sampai dengan 11 bulan wajib melakukan pemberian Vitamin A (2 (dua) kali setahun. Anak usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan wajib melakukan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang setiap bulan dan pemantauan tumbuh kembang anak usia prasekolah (5 tahun sampai dengan 6 tahun).
181
Sebuah Disertasi RTSM yang mempunyai anak yang sedang menjalani jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/ sederajat wajib mendatarkan anak usia 6 tahun sampai dengan 18 tahun di SD sampai dengan SMA/sederajat dengan kehadiran minimal 80 persen dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. RTSM/ peserta Jamsosratu yang mempunyai anak usia lebih dari 15 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan universal (SD sampai dengan SMA), dapat menerima bantuan apabila anak tersebut bersekolah atau mengikuti pendidikan kesetaraan (Paket A-B-C). RTSM peserta Jamsosratu wajib mendatarkan anak usia 15 sampai dengan 18 tahun di SMA/sederajat, dengan kehadiran minimal 80% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. RTSM peserta Jamsosratu wajib menabung paling sedikit sebesar Rp 5.000,- setiap bulan, mengikuti pembinaan dan pengembangan kapasitas peserta Jamsosratu serta mengembangkan usaha yang dikelola secara terus-menerus untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Dengan ketentuan-ketentuan penerimaan Jamsosratu yang demikian itu, maka dengan sendirinya indikator-indikator IPM di kalangan RTSM yang meliputi (1) masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup; (2) pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga); dan (3)standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita dapat dianggap meningkat. Namun peningkatan IPM yang terjadi sebagai dampak dari implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dapat dinyatakan belum optimal dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, terutama masalah kemiskinan yang bersumber dari rendahnya produktivitas dan pendapatan RTSM. Belum optimal implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan manusia di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tidak hanya disebabkan capaian sasaran RTSM belum menyeluruh; namun disebabkan juga bahwa besaran Bantuan Sosial Tunai Bersyarat (BSTB) yang hanya mencapai Rp.1.500.000,- dalam satu tahun tidak otomatis dapat meningkatan pendapatan RTSM yang rata-rata bekerja sebagai petani.
6.2. Temuan Penelitian Di luar pemberian Bantuan Tunai Bersyarat, pemberian Polish Asuransi Ketenagakerjaan dan kewajiban melaksanakan komitmen terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta pengembangan kapasitas rumah tangga miskin, merupakan kekhasan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang tidak ditemukan di provinsi lain atau daerah lain. Kekhasan implementasi kebjkan tersebut tera-
182
Sebuah Disertasi rah untuk meningkatkan standar hidup (levels of living) sebagaimana dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2003, 56) mengungkapkan: Di hampir semua negara-negara berkembang standar hidup (levels of living) dari sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah, tidak hanya dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara-negara kaya, namun juga dengan gaya hidup golongan elit di negara-negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah (kemiskinan), perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, peluang mendapatkan pekerjaan yang rendah, dan dalam banyak kasus juga terdapat ketidakpuasan dan ketidakberdayaan secara umum. Dengan terarahnya implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, maka capaian Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten tentu tidak terbatas hanya pada peningkatan pendapata perkapita saja seperti yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2003: 68) berikut : Sebuah negara dapat berbuat jauh lebih baik pada tingkat pendapatan yang rendah, dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar dapat berperan relatif kecil dalam pembangunan manusia. Dengan demikian upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah tidak terbatas hanya pada pendekatan peningkatan pendapatan perkapita saja. Pendekatanpendekatan lain yang lebih memungkinkan berkembangnya sumber daya manusia bagi terwujudnya kondisi kesejahteraan masyarakat juga menjadi hal yang boleh diabaikan. Capaian implementasi kebjakan peningkatan IM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten mengacu pada Indikator-indikator IPM (Human Development Index) sebagaimana yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2003, 68) berikut: HDI mencoba untuk memeringkat semua negara dari skal 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan : masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuai dengan paristas daya beli (purchasing power parity atau PPP) dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semamkin menurun dari pendapatan.
183
Sebuah Disertasi Jika fenomena implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dibandingkan dengan indikator-indikator yang digunakan VPS 2013 untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, yaitu (1) pendapatan, (2) konsumsi atau pengeluaran keluarga, (3) keadaan tempat tinggal, (4) fasilitas tempat tinggal, (5) kesehatan anggota keluarga, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, (7) kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan, dan (8) kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Maka kekhasan implementasi kebjakan tersebut mungkin belum menyentuh indikator ketiga yaitu keadaan tempat tinggal dan indikator kedelapan yaitu kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Hal ini terjadi karena Sasaran Rumah Tangga Miskin (SRTM) berada di kawasan perdesaan yang jauh dari fasilitas perkotaan.
oOo
184
Sebuah Disertasi
bab VII KesImPUlan dan saRan 7.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Bagaimana pelaksanaan implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten merupakan proses implementasi kebjakan. Kalau dilihat dari isi kebjakan dan kontek implemetasi adalah: Pertama, hasil analisis isi kebjakan menunjukkan bahwa di luar pemberian Bantuan Tunai Bersyarat (BTS) sebesar Rp.1.500.000,- dalam setahun, dapat dinyatakan bahwa pemberian Polish Askesos Ketenagakerjaan. Dan kewajiban melaksanakan komitmen terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan, ekonomi (daya beli) merupakan komponen pembentuk IPM. Serta pengembangan kapasitas rumah tangga miskin, merupakan kekhasan kebjakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang tidak ditemukan di provinsi lain atau daerah lain. Adapun tujuan akhir pemberian polis Askesos ketegakerjaan merupakan upaya meningkatkan IPM, yaitu: (1) masa hidup yang diukur dengan usia harapan hidup; (2) pengetahuan yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga); dan (3) standar kehidupan yang diukur dengan pendapatan riil per kapita. Kedua, hasil analisis konteks implementasi kebjakan menunjukkan bahwa implementasi kebjakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Pandeglang Provinsi banten merupakan bagian integral pencapaian Visi Provinsi Banten yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah Mandiri dan Berkembang di Bidang Agribisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan”. Pernyataan Visi ini merupakan komitmen Kabupaten Pandeglang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, mental, dan sosial warga masyarakat agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri. Sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2.
Tahapan implementasi kebjakan peningkatan IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dianggap belum optimal. Karena jangkauan cakupan terhadap seluruh Sasaran Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) masih kurang dari sisi jumlah maupun besaran ban-
185
Sebuah Disertasi tuan yang diberikan. Walaupun secara tahapan implementasi kebjakan, terhadap tiga aktivitas implementasi sudah dilaksanakan, baik pengorganisasian, penafsiran ataupun penerapan dalam pengingkatakn IPM di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang tertuang dalam Peraturan Gubernur No. 2/2013. Belum optimalnya jangkauan sasaran implementasi kebjakan tersebut berkorelasi dengan belum optimalnya Pemerintah Provinsi Banten dalam memperluas keterjangkauan sasaran pelaksanaan Jamsosratu di seluruh daerah kabupaten/kota. Belum optimalnya keterjangkauan sasaran pelaksanaan Jamsosratu ini diketahui bahwa sasaran pelaksanaan Jamsosratu di Banten pada tahun 2013 baru mencapai 2.000 RTSM dan tahun 2014 mencapai 30.000 RTSM dan di tahun 2015 sebesar 50.000 RTSM. Sedangkan berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS Tahun 2014 tercatat jumlah RTSM di Provinsi Banten sebanyak 136.924 RTSM. Sedangkan Total RTSM di Kabupaten Pandeglang yang mendapatkan program Jamsosratu selama tahun 2013 sebesar 505 RTSM; tahun 2014 webesar 8.708 RTSM dan tahun 2015 sebesar 2.694 RTSM, totalnya sebesar 11.907 RTSM Baru mencapai setengahnya lebih RTSM yang mendapatkan program Jamsosratu, sedangkan jumlah bantuanya dari tahun 2013 sebesar Rp. 1.500.000,- ditahun 2014 dan tahun 2015 besaranya berkurang menjadi Rp. 750.000,-.
7.2. Konsep Baru Konsep baru yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa konsep kebjakan pemberian bantuan tunai bersyarat, pemberian polish asuransi ketenagakerjaan dan kewajiban melaksanakan komitmen terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang merupakan komponen pembentuk IPM serta pengembangan kapasitas rumah tangga miskin, merupakan kekhasan kebjakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang tidak ditemukan di provinsi lain atau daerah lain. Terdapat tiga tujuan pembangunan manusia yaitu (1) masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup; (2) pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga); dan (3) standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita.
7.3. Saran Berdasarkan kesimpulan dan konsep baru tersebut dikemukakan sasaran-sasaran berikut :
7.3.1. Saran Praktis Disarankan kepada Pemerintah agar sebagian besar pengalihan Subsidi BBM dialokasikan untuk menjangkau seluruh Rumah Tangga Miskin di Indonesia dengan meningkatkan pem-
186
Sebuah Disertasi berian Bantuan Tunai Bersyarat, pemberian Polish Asuransi Ketenagakerjaan dan kewajiban melaksanakan komitmen Rumah Tangga Miskin terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan pengembangan kapasitas rumah tangga miskin. Disarankan kepada Pemerintah Provinsi Banten agar memperluas capaian Sasaran Rumah Tangga Miskin ke seluruh pelosok desa di seluruh daerah kabupaten/kota dengan cara memperbesar alokasi anggaran untuk pelaksanaan program Jamsosratu. Disarankan kepada pimpinan Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai Tim Pengendali Jamsosratu Provinsi agar mempermudah prosedur dan teknis pelaksanaan Jamsosratu serta memperbanyak Pendamping Jamsosratu miminal satu Pendamping untuk satu wilayah Desa/Kelurahan.
7.3.2. Saran Teoritis Disarankan ke pada civitas akademika, terutama kepada para peneliti, agar konsep kebjakan pemberian bantuan tunai bersyarat, pemberian polish asuransi ketenagakerjaan dan kewajiban melaksanakan komitmen terhadap pentingnya pendidikan, kesehatan dan pengembangan kapasitas rumah tangga miskin dikembangkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia yang mencakup (1) masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup; (2) pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga); dan (3) standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita.
oOo
Sebuah Disertasi
Pandeglang
dalam ImPlementasI KebIjaKan PenIngKatan IPm
dR. taufiqurokhman, s.sos., m.si.
Sebuah Disertasi bUKU
daFtaR PUstaKa
1. Anderson, James E, 1994, Public Policy Making, Second Edition, Houghton Miilin Company, USA 2. Arinkunto, Suharsimi, 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendapatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta 3. Badan Pusat Statistik. (2010).Penyempurnaan Penyusunan Indeks Pembangunan Regional: CV. Nario Sari. Jakarta 4. Banten Dalam Angka 2011. BPS Provinsi Banten.2011. 5. Banten Dalam Angka 2013. BPS Provinsi Banten.2013. 6. Bappenas, 2004, Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar Kebjaksanaan), Penerbit : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 7. Bell, Stephen (ed). 2002. The Institutional Dynamics of Australian Economic Governance. Melbourne: Oxford University Press. 2002. 8. The Unemployment Crisis: Which Way Out? Cambridge: Cambridge University Press. 9. BPS-Statistic Indonesia, UNDP, BAPPENAS, 2004. National Human Development Report 2004. The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia. 10. BPS-Statistic Indonesia, UNDP, BAPPENAS, 2004. National Human Development Report 2004. The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia. 11. Bungin, Burhan, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Graindo Persada. 12. Creswel, John. W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publication : New Delhi 13. Denzim, Norman, K dan Yvonna S. Lincoln. 1994. Handbook of Qualitative Research. California:Sage Publications Inc 14. Dunn, William N. 1999, Analisis Kebjakan Publik, Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 15. Downs, Anthony, 1967, Inside Bureaucracy, Boston: A Rand Corporation Research 16. Djadja Saefullah, 2008. Modernisasi Perdesaan Dampak Mobilitas Penduduk. AIPI Bandung bekerjasama dengan Puslit KP2W
190
Sebuah Disertasi Lembaga Penelitian Unpad Bandung. 17. Edward III, George, C. 1980. Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Inc, USA.# 18. Edward, G, and Sharkansky, I. 1978. The policy Predicament, San Fransisco: W.H. Freeman and company 19. Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2002. Implementasi Kebjakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Gava Media. 20. Ermron Edison, 2010. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Alfabeta Badung. 21. Edi Soeharto, 2014. Analis Kebjakan Publik, Alfabeta. 22. Evans, J P. (2011) Environmental Governance. Routledge, London. 23. Evan. 2012. “The Number and Importance of Governance Techniques .... Management and Adaptive Governance. Routledge, London. 24. Fajar.(2012). Peningkatan IPM Harus Terintegrasi. Diambil 5 April 2012, dari situs World Wide Web htp://beta.fajar.co.id/read-20120326190707 peningkatan-ipm-harus-terintegrasi. 25. Fisher S. et al. 2000. Working with Conlict : Skills Et Strategies for Action. Bookcrai, Midsomer Norton, Bath, UK. 26. Geofrey Dudley and Richardson, Jeremy, (2000), Why Does Policy Change? Lessons from British Transport Policy. London: Routledge. Sumber: htp://www.nuield.ox.ac.uk/People/sites/Richardson. 27. Grindle, M. 1980. Politics and Policy implementation, in The Third World, New Jersey: Priceton University Press. 2006. Politics and Policy Implementation in the Third World. Sumber : htp://www.e-bookspdf.org/download/buku-grindle.html. 28. Gerston Larry, (2002). Public Policy Making: Process and Principles. Sumber: htp://www.amazon.com/Larry-N.-Gerston/e/B001IXM88A. 29. Glyn Davis dan Michael Keating 1993. A Litle Learning? Public Policy and Australian Universities . 30. Hatifah Sj Sumarto. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, Prakarsa Inovatif dan Parsitipatif di Indonesia, Jakarta. 31. Human Development Research. 2005. Human Development Indicator Tables 2005. 32. Human Development Report, (1995), Published for the United Nations Development Programme (UNDP) New York Oxford Oxford University Press.
Sebuah Disertasi Sumber:htp://hdr.undp.org/sites/default/iles/reports/.pdf. 33. Hoogerwerf, (1988). In the development of policy, some ‘policy theory. Van de Graaf. Sumber: htp://books.google.co.id/books. 34. Hill, Michael and Peter Hupe, 2002. Implementing Publik Policy, London: SAGE Publications Ltd. 35. Hoogerwerf, A, 1978, Ilmu Pemerintahan, Terj.R.L.L. Tobing, Jakarta : Erlangga. 36. Jones, Charles O, 1977, An Introduction To The Study of Public Policy Publishing Company Monterey, California: Wesley Longman Publishing Company, Inc. 37. James E. Anderson (1978). Public Policy Making: An Introduction. Sumber: htp://www.amazon.com/James-E.-Anderson/e/B001I9W43I. 38. Jon Pierre and B. Guy Peters. 2000. Governance, Politics and the State. University of Gothenburg. Sumber: htp:// books.google. co.id/ books/about/Governance_Politics_and_the_State.html?id. 39. Larsen Birthe Trine Filges and Birthe Larsen, 2005, ‘Stick, Carrot and Skill Acqusition’. The Scandinavian Journal of Economics. Sumber: htp://www.cbs.dk/ en/research/departments-and-centres/department-of-economics/ staf/bleco 40. Lestari. (2010). Disposisi dalam Implementasi Kebjakan Publik. Di ambil 3 April 2012, dari situs World Wide Web htp://lestari.info/disposisi-dalam-implementasi-kebjakan-publik. 41. Kooiman, J. (ed.) (1993) Modern Governance: New Government-Society Interactions, London: Sage., 2003, Governing as Governance, London, ISBN: Sumber: htp://www.fd.uc.pt/~stavares/FDUC/Arquivo_2012_2013_Doutoramento/ Entradas/2012/12/2_seminarios_do_modulo_III_-_Responsabilidade_e_ciencia_iles/ 7-3-08a-Stoker-BkRev.pdf. 42. Kerlinger, Fred. N, 2002, Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 43. Maldonado, N. (2004). The World Bank’s evolving concept of governance and its impact on human rights. 44. Sumber: htp://www.umich.edu/~mgroup/publications.html 45. Maldonado, N. (2010). The World Bank’s evolving concept of governance and its impact on human rights. Paper presented at a Doctoral Workshop on Development and International Organizations. Stockholm, Sweden. 46. March and Olsen. 1989. Rediscovering Institutions:
192
Sebuah Disertasi The Organizational Basis of Politics. Sumber: htp://www.amazon.com/Rediscovering-Institutions-Organizational-Basis-Politics/ dp/0029201152 47. Mudiyati Rahmatunnisa. Analisa Kritis Atas Good Governance. Sumber: htp://jipsi.isip.unikom.ac.id/jurnal/analisa-kritis-atas-good.29/ mudiyati-rahmatunnisa.pdf. 48. Mazmanian, Daniel A. And Paul A, Sabatier, 1983, Implementation and Public Policy, IllionisGlenview: Scot, Foresman, & Co. 49. Marshall, C, Rossman,G.B. 1989. Designing Qualitative Research. California: SAGE Publication. Inc 50. Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. New York: SAGE Publications. 51. Moleong, Lexi J. 2000. “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya 52. Munajat, (2000), Otonomi dan Pembangunan Daerah-Reformasi, Perencanaan, Strategi Dan Peluang, Penerbit Erlangga. 53. Neuman, William Lawrence, 1997, Social Research Methods, London : Needham Heights, Allyn and Bacon. ______, W. Lawrence, 2000, Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approach, Allyn and Bacon: London 54. Pierre, J. & Peters, B. G. (2000) Governance, Politics and the State, London: Macmillan. 55. Pressman and Wildavsky, (1970). Policy implementation. Sumber: htp://paissues.blogspot.com/2011/11/pressman-and-wildavsky-policy.html 56. Rasdi Eko Siswoyo,Kardoyo,Tri Joko Raharjo.(2008). Strategi Akselerasi Pencapaian IPM di bidang Pendidikan untuk Mendukung Keberhasilan Pembangunan Jangka Menengah Kota Semarang. Sumber: situs World Wide Web htp://bappeda.semarang.go.id/uploaded/publikasi/STRATEGI-AKSELERASI IPM-RASDI-dkk.pdf. 57. Ricky Ismanto. 1994. Pengantar Kebjakan Publik, Penerjemah Ricky Ismanto,. Jakarta : Raja Grapindo Persada. Jones. 58. Ripley, Randall. B., Franklin, Grace. A, 1990, Policy Implementation and Bureaucracy (Second Edition), Chicago, Illinois : The Dorsey Press. 59. Rosenbloom, David. H., Kravchuk, Robert S., Rosenbloom, Goldman, Deborah, 2002, Public Administration Understanding Management, Politics and Laws In the Public Sector, Mc Graw Hill : New York
Sebuah Disertasi 60. Saefullah, A Djadja. 2008. Pemikiran Kontemporer Administrasi Publik. Prespektif Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Era Desentralisasi. Bandung : LP3AN. 61. Supriatna, Tjahya., dan Syaruhdin Yassin, 2013, Kebjakan Publik. Bandung: Indra Prahasta. 62. Sunggono, Bambang, 1994, Hukum Dan Kebjaksanaan Publik, Jakarta: Sinar Graika 63. Sumodiningrat, Gunawan, 1999, Kemiskinan, Teori, Fakta dan Kebjakan, Jakarta : IMPAC. 64. Suyatno, Hempri dan Suparlan, 2003, Pengembangan Masyarakat, Yogyakarta : Aditya Media 65. Solahudin Kusumanegara, 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebjakan Publik, Gava Media., 2005, Handout kebjakan publik jurusan ilmu politik fakultas ilmu sosial dan politik universitas jenderal soedirman. Gava Media. 66. Tachjan, H, 2008, Implementasi Kebjakan Publik, Bandung : AIPI 67. Todaro, P., Michael dan Smith, C., Stephen, 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. 68. UNDP. (2002). Human Development Report 2002. Deepening Democracy in A Fragmented World. New York: Oxford Uiversity Press, 69. Van Meter, Donald S. and Van Horn, Carl E., 1975. “The Policy Implementation Process. A Conceptual Framework”. Administration and Society, Vol.6 No.4. London: Sage Publications, Inc 70. Widodo Joko. (2010).Analisis Kebjakan Publik, Konsep dan Aplikasi Proses KebjakanPublik.Bayumedia Publishing. Malang. 183 h. 71. Wahab, Solichin Abdul 2004, Analisis Kebjaksanaan, , Jakarta : PT Bumi Aksara 72. Weimer, David L, Adidan R.Vining, 1989, Policy Analysis – Concept and Practice, Prentice Hall, Inc : New Jersey 73. Warwick Donald P. 1979. Integrating Planning and Implementation: A Transactional Approach. Harvard Institute for International Development, Discussion Paper No. 63. 74.Widodo, MS Joko, 2007, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Malang: Bayumedia
194
Sebuah Disertasi dOKUmen 1. Abdurrachman, 2003, Pengaruh Kemampuan Aparatur dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kecamatan Bogor Utara. Program Pascasarjana Universitas Nusa Bangsa – Bogor. 2. Dadang Solihin, 2011, Implementasi Kebjakan Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. 3. Erik Syehabudin, 2010, Pengaruh Implementasi Kebjakan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Terhadap Kualitas Hidup Masyarakat Miskin di Kota Tangerang, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. 4. Human Development Report, (1995), Published for the United Nations Development Programme (UNDP) New York Oxford Oxford University Press. Sumber: htp://hdr.undp.org/sites/default/iles/reports/.pdf. 5. Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten 6. Provinsi Banten Dalam Angka Tahun 2012 7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Banten Tahun 2012-2017