KEJAKSAAN AGUNG REPUBI.IK IilDOTESIA
JAKAR,TA Nomor : B-73SlFlFt.AUnA1O Jakarta, 5 April 2010
Sifat :Biasa/Segera Lampiran:
XEPADA YTH. KEPALA KE AI€AAN Tlt{GGl
Perihal : Pemahamandan Penerapan UU Rl No.45Tahun2009 DlTentang Perubahan atas
UU
SELURUH lt{DOt{ESIA
No.31 Tahun 2004 tentang
PeJLKffiIL Sehubungan telah diberlakukannya Undang-Undang
Republik lndonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, ternyata masih banyak JPU di jajaran Kejaksaan Negeri maupun Kejaksaan Tinggi di seluruh I ndonesia belum menerapkan Undang-Undang tersebut. Mengingat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 telah diberlakukan sejak tanggal 29 Oktober 2009, untuk itu diminta agar Kejaksaan Tinggi dan Jajarannya segera memberlakukan / menerapkan Undang- Undang dimaksud. Bahwa Undang-Undang Nomor45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, ditemukan adanya beberapa bunyipasal dan ayat dalam Undang-Undang tersebut pemahamannya menjadi rancu antara bunyi pasal yang satu dengan bunyi pasal yang lainnya sehingga menimbulkan berbagai mufti tafsir.
Untuk menyatukan persepsi pemahaman bunyi pasal dan ayat dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 yang mengandung pemahaman multi tafsir tersebut, bersama ini diberi petunjuk sebagaiberikut :
Pasal 73 ayat: (1) Penyidikan tindak pidana dibidang Perikanan "di wilayah pengelolaan Perikanan Negara Republik lndonesia dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL dan / atau Penyidik Kepolisian Negara Republik lndonesia", (2) Selain Penyidik TNI AL, "Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang teriadidiZEEI".
Penegasan kewenangan penyidik perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan l.legara Republik lndonosia sesuai pasal 73 ayat (1) UU No. 45 tahun 2009 dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penrira TNI AL dan/atau Penyidik Polri; Pada pasalT3 ayad (Z) t<eyrenangan penyk$k Perilrianan di ZEEI dibatasi hanya diberi kewenangan kepada PPNS DKP dan Perwira TNI AL, sedangkan penyidik
POLRI' tidak'. Pemahaman Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik lndonesia sesuai dengan Bab lll pasal (5) adalah mencakup Perairan lndonesia, ZEEI dan Sungai, Danau, Waduk, Rawa dan Genangan Air lainnya, sehingga pasal 73 ayat (1 dan 2) terjadi ketidaktegasan dan menimbulkan multitafsir dalam hal kewenangan penyidikan, untuk itu agar para PU yang menangani perikanan di daerahnya masing-masing hanya menerima berkas perkara yang disidik oleh PPNS DKP dan Penrvira TNIAL dimana locus delictinya terjadidiZEEI, sedangkan tindak pidana perikanan locus delictinya terjadi di ZEEI yang disidik oleh penyidik POLRI, diberi petunjuk untuk disldik ulang oleh penyidik yang berwenang sesuai yang
dikehendaki pada pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
ll.
Pasal TS ayat
:
(1) Penuntut terhadap tindak pidana dibidang perikanan dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan oleh Jaksa Agung. (2) Penuntut umum perkara tindak pidana di bidang perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berpengalaman menjadi Penuntut umum sekurangkurangnya 2 (dua) tahun; b. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan tsknia dibidang perikanan; dan c. cakap dan memiliki integritas moral yang tinggi selama menjalankan tugasnya.
Untuk menyikapi maksud Undang-Undang ini, diminta kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi dan jajarannya di seluruh lndonesia agar menunjuk Penuntut Umum yang menangani perkara tindak pidana perikanan sejak tahap Prapenuntutan (Jaksa Peneliti, P-16) dan Jaksa Penuntut umum (P-16 A) yang telah mengikuti pendidikan tekhnis bidang perikanan sesuai yang dikehendaki pasal 75 ayat (1) dan ayal (2) huruf b UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (nama-namanya terlampir).
lll. Pasal 76 A : Behda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk Negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri.
Pasal 76
(1)
B:
Barang bukti hasiltindak pidana perikanan yang mudah rusak atau memerlukan biaya peravrratan yang tinggidapat dilelang dengan persetujuan ketua pengadilan negeri.
Pasal 76 C:
(1) (2)
Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 A dapat dilelang untuk negara. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh badan lelang negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana perikanan disetor ke kas negara sebagai
(5)
penerimaan negara bukan Pajak. Berda dan/atau alat yang dirampas dari hasiltindak pidana perikman yarg berupa l€pd pctilffii dryd diserah[en kepada kelompok ueaha' benrama nelayan danlatau
koperaei perikanan. dan pasal 104 (Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 2004) ayat:
(2)
Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara.
Mengingat pasalT6 C ayat (5) tercebut diatas, pemahamannya menjadi rancu antara bunyi pasal yang satu dengan bunyi pasal yang lainnya dan menimbulkan berbagai multi tafsir menyangkut barang bukti kapal ikan, untuk itu agar dipedomani penjelasan sebagai berikut :
1.
Barang bukti Kapal ikan dalam perkara Tindak Pidana Perikanan dalam tuntutan JPU tetap dinyatakan dirampas untuk Negara.
2. Barang bukti Kapal ikan dalam perkara Tindak Pidana Perikanan yang telah dinyatakan dirampas untuk Negara
oleh Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, tetap berpedoman kepada pasal T6 C ayat (1 dan 2) UU Rl No. {5 Tahun 2S9 daa pssal {S{ UU
No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan dan tidak menggunakan mekanisme dalam Keppres sesuai surat petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kfiusus ke@a Kepala Kejaksaan llnggiseluruh lrdonesia &ngan surat No, B-110/Fu/Fu-2111t20Q6 tanggal 15 Nopember 2006.
3. Bahwa karena peraturan pemerintah tentrang pelaksanaan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentarg Perilsnan belum da serta mekanisrne penyerahan kapal-kapal perikanan yang dirampas untuk
negara hendak diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan, sehingga pasal 76 C ayat (5) tersebut belum dapat dilaksanakan.
tv. Pasal 93 ayat: (2)Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik lndonesia, yang tidak memiliki SlPl (Surat lzin Penangkapan lkan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara Faling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp. 20.000.000,000. (dua puluh miliar rupiah). Mengingat pasal 93 ayat (2) Undang-Undang ini, kontradiHif dengan bunyi Pasal 102 (Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 2004) yang behunyi : "Ketentuan tentang pidana penjara dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak pidana dibidang perikanan
yang teriadi diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud datem pasal S ayat (1) huruf b, kecuali telah ada perjanjian antara pemerintah lndonesia dengan Pemerintah Negara yang bersangkutan".
Pemahaman bunyi pasal yang berbeda dari UndangUndang ini sangat mengkhawatirkan para penegak hukum dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Disatu sisi dalam pasal 93 ayat (2) menganggap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik lndonesia, yang tidak memiliki Slpl sebagaimana dimaksud dalam pasal2T ayat (2), dipidana dengan pidana penjara, sedangkan disisi lain pasal 102 UU Rl No. 31 Tahun 2004 berbunyi ketentuan tentang pidana penjara dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Republik lndonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal S ayat (1) huruf b, kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah tndonesia dengan Pemerintah Negara yang bersangkutan. Penerapan sanksi pidana terhadap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik lndonesia yang tidak memiliki SlPl sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2), jelas-jelas sangat bertentangan dengan United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik lndonesia dengan Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 17 tahun 1985 yaitu: Pasal 73 ayat;
(2) Kapal-kapalyang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan jaminan yang layak.
(3) Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan tidak boleh mencakup pengurungan atau setiap bentuk hukum badan lainnya. (4) Harus segera memberitahukan Negara bendera. Bahwa kontradiktifnya pasal g3 ayat (2) UU Rl No. 45 Tahun 2009 dengan pasal 102 UU Rl No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, upaya yang lebih dikedepankan adalah upaya alternatif agar tidak saling bertentangan dengan Undang-Undang lain terutama yang menyangkut ketentuan lnternasional (UNCLOS). Penerapan Undang-Undang yang tepat adalah pasal 102 UU Rl No. 31 Tahun 20M yaitu ketentuan tentang pidana penjara dalam UndangUndang ini tidak berlaku bagi tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi diwilayah pengelolaan perikanan Republik lndonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b, kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah lndonesia dengan Pemerintah Negara yang bersangkutan.
v. Pasal {00 D: Dalam hal pengendalian menjatuhkan pidana denda,. maka denda dimaksud disetorkan ke kas negam sebagaipenerimaan
negara bukan pajak kementerian yang membidangi urusan perikanan. Bahwa sesuai Protap yang ada selama ini JPU yang menyidangkan perkara perikanan juga sebagai eksekutor dalam penyelesaian uang denda serta biaya perkara atau subsidairnya : - Yang menjadi permasalahan bagaimana mekanisme penyetoran uang denda ke kas negara sebagai PNBP ke Kementrian yang membidangi urusan perikanan seperti yang dikehendaki pasal 100 D dari UU. Rl No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU. No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan?
-
Apakah uang denda dimaksud dalam pasal 100 D disetorkan ke rekening atas nama Kementrian yang
membidangiurusan perikanan di tiap-tiap DKP yang ada di daerah atau satu rekening atas nama Kementrian DKP? Dan Bagaimana pula pertanggrngja,vaban besefta @apoannya apabila terpidana menjalani hukuman subsidair atas pidana Denda yang dijatuhkan kepadanya? Bahwa karena peraturan pemerintah tentang pelaksanaan Undang-Undang ini belum ada, maka apa yang dikehendaki pasal 100 D UU. Rl No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU. No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan tersebut belum dapat dilaksanakan. Mengingat tupoksi Penuntut Umum sesuai pasal 13 dan 14 KUHAP, maka prosedur mekanisme penyetoran uang denda ke kas negara sebagai PNBP yang telah ada / baku selama ini, tetap diberlakukan sesuai mekanisme yang menyangkut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Demikian untuk dilaksanakan dan dipedomani sebagaimana mestinya.
-
JAKSAA&NG MUDA TINDAK
PID)
KHUSUS,
"^N=FFENDY
Tembusan: 1. Yth. Jaksa Agung Republik lndonesia; 2. Yth. WakilJaksa Agung Republik lndonesia; (1 &2 sebagailaporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda lntelUen; 4. Yth. JaksaAgung Muda Pengawasan; 5. Yth. Dirjen Perikanan pada Kementrian Kelautan & Perikanan; 6. Ars-ip-