Sedang Dikembangkan, Metabolite Product Amniotic Membrane Stem Cell untuk Peremajaan Kulit UNAIR NEWS – Teknologi stemcell terus berkembang di Indonesia. Baru-baru ini tim dokter dari Departemen Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo bekerja sama dengan Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR Surabaya sedang berinovasi mengembangkan penelitian produk rejuvenation (peremajaan kulit) berbahan dasar metabolite product stem cell dari amnion. Beberapa bulan terakhir, tim peneliti dari Departemen Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya sedang melakukan serangkaian tahap uji coba atas produk topikal yang mereka teliti. Tim pengembang penelitian tersebut yaitu DR. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa. Sp.KK(K), FINS-DV, FAA-DV, dr. Dwi Murtiastutik, Sp.KK(K), FINS-DV, dr. Evy Ervianti, Sp.KK(K), FAA-DV, dr. Diah Mira, Sp.KK, dr. Irmadita Citrashanty, Sp.KK, dr. Febrina Dewi Pratiwi, dr. Zada Febrial, dan dr. Dewi Nurasrifah. Penelitian ini juga bekerjasama dengan Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh. dari ITD UNAIR serta didukung dana riset FK UNAIR. Ditemui UNAIR NEWS, Cita mengungkapkan saat ini sedang dikembangkan metabolite product stem cell dalam bentuk topikal untuk peremajaan kulit yang berasal dari amnion. Serum ini dikembangkan untuk mengatasi dua kasus. Pertama, untuk meremajakan kulit yang mengalami penuaan dini (premature skin aging). Kedua, untuk mengobati luka kronis pada penderita kusta.
“Kemiripan kondisi luka kronis dan penuaan dini. Keduanya sama-sama terjadi disregulasi pada growth hormone, atau kekurangan beberapa unsur growth factor dan growth hormone. Pemberian produk topikal ini, diharapkan dapat memberikan efek peremajaan sel kulit dengan cepat,” ungkapnya. Produk rejuvenation topikal yang sedang dikembangkan saat ini berbahan dasar metabolite product stemcell dari amnion. Amnion merupakan bagian dari plasenta. Penggunaan amnion ini tentu saja yang sudah tidak terpakai dan mendapat persetujuan dari pasien. Setelah melalui proses karakterisasi dan memastikan bahwa amnion yang digunakan telah memenuhi syarat tertentu untuk penjaminan keamanan, maka selanjutnya amnion di ambil sebagai bahan metabolite product stem cells. “Dari analisis yang dilakukan di Laboratorium farmasi, ditemukan bahwa metabolite product stemcell yang berasal dari membran amnion lebih baik dibandingkan Platelet Rich Plasma maupun metabolite product stemcell yang berasal dari Peripheral Blood Mononuclear Cells, Umbilical cord, dan jaringan lemak,” ujar Cita. Melihat kenyataan itu, Cita dan tim memutuskan untuk memilih amnion. Ia dan tim kemudian bekerjasama dengan Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Saat ini, problem penuaan dini semakin banyak ditemui. Banyak ditemui seseorang dengan wajah yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. “Kita harus dapat membedakan antara menua dengan wajar, dengan menua secara dini. Misal seseorang yang berumur 50 tahun tampak seperti 70 tahun, itu namanya penuaan dini,” ungkapnya. Premature skin aging atau penuaan dini ini bisa disebabkan oleh banyak faktor. Gaya hidup serta pola manajemen stres amat berpengaruh dalam proses penuaan dini. Selain itu, paparan sinar ultra violet secara berlebihan tanpa proteksi krim tabir surya juga memicu penyebab penuaan dini.
“Sayangnya penggunaan sunblock maupun sunscreen belum membudaya secara merata pada masyarakat. Perlu edukasi pada masyarakat agar menyadari pentingnya sunblock untuk menangkal efek buruk sinar UV,” ungkapnya. Untuk hasil maksimal, Cita bahkan menggabungkan metabolite product stemcell dengan menggunakan teknik micro needling, yaitu suatu teknik peremajaan kulit dengan memanfaatkan jarumjarum berukuran mini. Jarum-jarum ini kemudian diaplikasikan pada wajah, setelah itu dilanjutkan dengan mengoleskan metabolite product stemcell. “Kami coba bandingkan antara kelompok pasien yang wajahnya diterapi menggunakan metabolite produk stemcell dan micro needling, dengan kelompok pasien yang hanya diterapi dengan micro needling tanpa dioles metabolite produk stemcell. Hasilnya, 20 pasien yang diberi metabolite produk stemcell dan micro needling menunjukkan hasil yang lebih memuaskan. Parameter perbaikan menggunakan Janus Methods yaitu tone, wrinkle, pigmen dan tekstur kulit,” ungkap Cita. Pada dasarnya, teknik micro needling sudah berperan untuk peremajaan kulit. Karena teknik ‘mengamplas’ kulit wajah ini akan memberikan hasil akhir dimana kulit jadi lebih segar. Sementara penambahan unsur metabolite product stem cell, diharapkan dapat mempercepat proses peremajaan kulit. Sehingga, hasil yang diperoleh lebih optimal, khususnya dalam mengatasi problem penuaan dini. Selain untuk tujuan estetika, rejuvenation serum ini juga ditujukan untuk mengatasi problem luka kronis pada penderita kusta. “Pasien penderita kusta seringkali mengalami luka kronis di bagian telapak kaki. Luka tersebut sulit sekali disembuhkan. Kalaupun sembuh hanya sebentar, kemudian muncul lagi lukanya. Ini merupakan masalah bagi kami,” ungkapnya. Setelah dilakukan penelitian, Cita dan tim mencoba membuktikan
keampuhan metabolite product stemcell. Dari beberapa sampel luka, Cita membandingkan antara luka yang dioles dengan metabolite product stemcell dibandingkan dengan luka yang hanya diberi terapi standar selama tiga bulan. “Ternyata kelompok metabolite product stemcell tidak mengalami luka kembali, sementara kelompok terapi standar ada yang mulai terjadi luka kembali,” ungkapnya. Sejauh ini terbukti bahwa dibandingkan dengan pengobatan standar selama ini, pemberian metabolite product stemcell pada luka kronis berdampak lebih baik dalam mempercepat penyembuhan luka serta mencegah munculnya kembali luka. (*) Penulis : Sefya Hayu Editor
: Binti Q. Masruroh
Perkembangan Riset Stem Cell UNAIR Disambut Positif Menristekdikti UNAIR NEWS – Kunjungan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi membawa angin segar bagi perkembangan riset stem cell (sel punca). Bagaimana tidak, ia memuji perkembangan penelitian sel punca di Indonesia tak kalah maju dibandingkan negara lain. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mohammad Nasir ketika meninjau hasil riset para peneliti Universitas Airlangga, Jumat (28/4), di Aula Amerta, Kantor Manajemen UNAIR Kampus C. “(Pengembangan) stem cell di Indonesia tidak kalah lho. Stem
cell di Indonesia termasuk negara yang paling bergengsi dalam perkembangan stem cell. Kita (dibandingkan) dengan Cina, Amerika, Iran, kita tidak ketinggalan. Kami ingin mendorong para peneliti untuk terus mengembangkan,” tutur Nasir. Dalam kesempatan kunjungan tersebut, Nasir juga sempat berdialog dengan salah satu pasien yang diterapi dengan metode stem cell oleh para dokter di Rumah Sakit UNAIR, Andi Muhammad Ardan. Andi mengalami sirosis hepatitis atau kondisi terbentuknya jaringan parut di hati akibat kerusakan hati jangka panjang pada tahun 2013 lalu. Ketika berdialog, Andi yang berprofesi sebagai dokter spesialis bedah plastik ini telah mendapatkan terapi pengobatan stem cell sebanyak tiga kali. “Dulu sakit tahun 2013 diobati dengan stem cell sebanyak tiga kali. Setelah itu mengalami perbaikan. Sekarang kondisinya sudah normal,” terang Andi. Menanggapi respon positif dari pasien yang sembuh dengan terapi stem cell, Nasir mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong inovasi-inovasi pengembangan riset tersebut di perguruan tinggi. Selain itu, dirinya akan mendukung peningkatan mutu laboratorium di perguruan tinggi-perguruan tinggi. “Ini contoh pengembangan. Inilah yang kami dorong. Dan inovasi semacam itulah yang akan kita kembangkan di perguruan tinggi,” kata Nasir. Nasir pun berharap, agar pengobatan dengan terapi stem cell bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Peneliti stem cell UNAIR, Prof. Fedik Abdul Rantam, mengatakan selama ini UNAIR mengembangkan sel embrionik dan sel dewasa. Riset stem cell yang dikembangkan UNAIR memiliki tingkat keamanan yang tinggi, dan bisa diterapkan untuk mengatasi penyakit degeneratif. “Kita mengembangkan untuk terapi diabetes mellitus. Kasus ini yang paling banyak untuk mendapatkan treatment di Surabaya.
Tapi, ada 12 penyakit degeneratif yang sudah diaplikasikan dengan stem cell, seperti bone fracture, sirosis, kanker, dan cerebral palsy,” terang Fedik. Penulis: Defrina Sukma S
Dokter Lukman Hakim dan Semangat Mengembangkan Teknologi “Stem Cell” UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) tidak pernah miskin inovasi. Para peneliti dari kampus ini pun terus bermunculan. Regenerasi berjalan dengan baik dan melahirkan peneliti yang berkompetensi. Salah satunya, dokter Lukman Hakim, MD, MHA, Ph.D (Urol). Dosen dan peneliti di bidang stem cell ini telah banyak berkiprah di level global. Selain pernah mengenyam pendidikan maupun pelatihan di luar negeri, tak sedikit karya ilmiahnya yang menghiasi jurnal internasional. Tak hanya itu, pria yang aktif di sejumlah asosiasi tingtkat Asia Pasific ini juga tercatat sebagai reviewer di sejumlah jurnal. Baik terbitan Indonesia, maupun negara lain. Antara lain, di British Journal of Urology International (BJUI), Urologia Internasionalis Journal (Swiss), SQU Med Oman Journal (Oman), BMC Journal (Inggris), dan seterusnya. Disinggung soal peranan stem cell bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran dan kesehatan, Lukman menyatakan, metode dan teknologi ini tidak hanya buat pengobatan. Lebih dari itu, stem cell bisa dipakai untuk pencegahan. Misalnya, untuk mencegah terjadinya efek negatif
yang menjalar dan lebih besar dalam fase pengobatan atau perawatan pasien. Indonesia, dan UNAIR, memiliki sumber daya untuk terus mengembangkan stem cell. Fasilitas yang ada sudah mencukupi. Kalau pun ada yang belum komplit, akses untuk melengkapinya cenderung gampang. “Kalau sumber daya manusia, saya yakin sudah punya,” papar dia. Apalagi, permintaan terhadap teknologi ini juga selalu ada. Jumlah pasien yang membutuhkannya tak pernah habis. Saat ini pemerintah Indonesia mendukung terbentuknya Komite Sel Punca Nasional. Sel punca, adalah nama lain dari stem cell. Komite Sel Punca Nasional telah membuat kebijakan bahwa Indonesia terbuka terhadap aplikasi stem cells sebagai bagian help tourism. Komite Sel Punca Nasional memberi kesempatan untuk pengaplikasian stem cells di klinik-klinik yang sudah mengantongi izin. Stem cells memunyai karakter “magic”. Ia belum berdiferensiasi (undifferentiated), mampu memerbanyak diri sendiri (Self Renewal), dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (Multipoten/Pluripoten). Karakteristik dan kemampuan itu membuatnya unggul. “Proses penyembuhan terjadi karena sel-sel normal membelah diri yang dikenal dengan istilah healing process. Proses penyembuhan ini dapat dipercepat oleh stem cells,” ujar Lukman. (*) Editor: Nuri Hermawan
Peneliti Kembangkan Riset Stem Cell untuk Hidupkan Organ Mati UNAIR NEWS – Dunia kedokteran terus berinovasi mengembangkan teknologi stem cell. Yang terbaru saat ini, para pakar stem cell dunia sedang mengembangkan riset berupa metode replace dengan memanfaatkan organ tubuh yang telah mati. Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem cell Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo pun sedang mengarah kesana. Ketua Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem cell FK UNAIR–RSDS Dr. Ferdiansyah, dr., SpOT, mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan pengembangan atas riset tersebut. Di antaranya sedang memproses pembelian peralatan pendukung seperti bioreactor. Saat ini, metode replace yang menggabungkan prosedur transplantasi dengan metode stem cell masih dalam tahap uji pada hewan coba. Mulanya berkembangnya inovasi ini adalah untuk menjawab problematika keterbatasan jumlah donor organ. Bermula dari kondisi tersebut, pengembangan inovasi stem cell pun kemudian mengarah pada pemanfaatan organ mati. Terbatasnya jumlah pendonor organ mengakibatkan lonjakan angka kematian pasien transplantasi yang cukup tinggi. “Ini menjadi permasalahan di banyak negara, banyak sekali pasien transplantasi akhirnya meninggal karena kesulitan memperoleh donor organ,” ungkapnya. Prinsipnya, ketika seseorang hendak mentransplantasikan organnya kepada orang lain, maka pendonornya harus hidup. Atau pendonornya dalam kondisi mati namun sirkulasi sel dalam tubuhnya masih berjalan sehingga organnya masih hidup. Dengan begitu, maka dapat dilakukan prosedur transplantasi ke tubuh
orang lain. Jika disesuaikan dengan prinsip kerja stem cell yang sifatnya meregenerasi sel- sel yang rusak, maka Ferdi optimis metode replace ini akan berhasil menghidupkan kembali sel pada organ yang sebelumnya telah mati atau tidak berfungsi. Dengan memasukkan sel hidup ke dalam organ mati, diharapkan organ mati ini dapat ‘hidup’ kembali, sehingga dapat ditransplantasikan ke tubuh orang lain. “Yang sudah berjalan adalah metode stem cell yang kaitannya dengan jaringan seperti kulit dan tulang. Sementara stem cell untuk organ kita pelan-pelan sedang mengarah kesana,” ungkapnya. Di luar negeri, metode replace semacam ini sudah masuk tahap uji hewan coba. Melalui rekayasa jaringan, metode ini memanfaatkan organ mati pada jasad seekor babun. Dalam prosesnya, dilakukan pengambilan seluruh sel asli dari organ ginjal babun yang telah mati tersebut. Kemudian disterilkan menggunakan alat ‘pencuci’ khusus. Sementara itu, juga dilakukan pengambilan sel hidup dari organ ginjal miliki baboon yang masih hidup. Kemudian sel hidup ini dimasukkan ke ginjal yang mati tadi. Dan berhasil. Ginjal yang tadinya mati tak berfungsi akhirnya bisa hidup kembali. Tetap Mengutamakan Etika Bicara soal etika, setiap kemajuan inovasi bisa saja berbenturan dengan etika, dan pada akhirnya memunculkan persoalan baru. Apakah menghidupkan organ yang mati bertentangan dengan etika? “Kita bicara asas kemanfaatan ya. Ilmu itu kan bagai pisau bermata dua. Output-nya dapat bermanfaat atau bisa juga disalahgunakan. Dalam hal ini, kami tetap mengutamakan aspek etika,” tegas Ferdi. Ke
depan,
inovasi
tersebut
akan
mengarah
pada
metode
pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit yang belum dapat disembuhkan dengan metode pengobatan saat ini. Juga untuk kepentingan transplantasi jenis penyakit terminal seperti gagal ginjal, gagal jantung, kelainan tulang, hingga sirosis. Stem cell merupakan inovasi pengobatan masa depan, maka diperlukan dukungan luar biasa dari berbagai aspek. Terlebih lagi, RSUD Soetomo telah disahkan oleh Menkes sebagai pusat pengembangan pelayanan dan pendidikan stem cell dan bank jaringan sejak tahun 2014 bersama dengan RSCM Jakarta. Itu artinya, kapabilitas para pakar Stem cell FK UNAIR-RSDS diakui mampu dalam mengembangkan berbagai inovasi stem cell. “Kendala pengembangan stem cell sejauh ini disebabkan karena pendanaan yang kurang. Ini krusial karena menyangkut dana riset dan pengadaan barang. Kalau di luar negeri, penyediaan peralatan hanya butuh waktu satu sampai dua tahun saja, sementara di Indonesia masih harus menunggu sampai sepuluh tahun,” ungkapnya. Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S
Tiga Guru Besar Ulas Riset dan Inovasi Stem Cell UNAIR NEWS – Kegiatan perdana Gelar Inovasi Guru Besar Universitas Airlangga dengan topik “Stem Cell: Harapan Baru untuk Kehidupan yang Lebih Baik”, berjalan lancar. Acara ini digelar untuk menyebarluaskan informasi mengenai hasil inovasi dan penelitian para guru besar UNAIR. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Kahuripan Kampus C UNAIR, Rabu (31/8).
Dalam pembahasan mengenai stem cell, sebanyak tiga guru besar UNAIR dari berbagai bidang hadir untuk mengulas perkembangan penelitian sel punca itu. Ketiga guru besar itu adalah Prof. Dr. drh. Fedik Abdul Rantam., (Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan/peneliti stem cell), Prof. Dr. dr. Nasronuddin, Sp.PD, K-PTI, FINASIM., (Guru Besar Fakultas Kedokteran/Direktur Rumah Sakit UNAIR), dan Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, S.E., MBA., Ak., (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis/pakar manajemen). Acara yang dihadiri oleh dosen, mahasiswa, dan praktisi kesehatan tersebut dipandu oleh moderator Dr. dr. Ferdiansyah, Sp.OT(K). Prof. Fedik mengulas secara detail mengenai perkembangan penelitian stem cell. Menurutnya, temuan stem cell merupakan bagian dari proses regenerasi kesehatan. Pernyataan yang ia kutip dari Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat, menjelaskan bahwa regenerasi kesehatan merupakan proses menciptakan sebuah jaringan fungsional untuk memperbaiki atau mengganti jaringan dan fungsi organ yang hilang karena usia, penyakit, kerusakan, atau cacat bawaan. Menambahkan pernyataan Prof. Fedik, pembicara kedua Prof. Nasron yang juga Direktur Utama Airlangga Health Science Instiuite (AHSI) menjelaskan, temuan stem cell merupakan bagian dari terapi bidang kesehatan di era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Prof. Nasron juga menambahkan, bahwa potensi pengembangan stem cell di Indonesia merupakan bagian dari langkah untuk mewujudkan kemandirian bangsa di tengah arus globalisasi dan MEA. Potensi demografi di Indonesia yang sangat besar menjadi landasan tersendiri untuk terus melakukan inovasi di bidang dunia kesehatan, pasalnya bagi Prof. Nasron sangat disayangkan banyak orang Indonesia harus merogoh kocek sangat mahal hanya untuk berobat ke luar negeri. “Guna memenangi kompetisi global kita harus mempunyai daya saing yang tinggi. Indikator penentu dari semua itu adalah
pendidikan dan kesehatan, makanya peran perguruan tinggi sangat dominan di sini,” terangnya. Prof. Nasron yang juga Direktur Rumah Sakit UNAIR tersebut juga menegaskan bahwa penelitian stem cell masih sangat bisa dikembangkan di Surabaya. Lembaga Penyakit Tropik UNAIR, dan Bank Jaringan Rumah Sakit Dr. Soetomo sudah melakukan langkah bersama mulai penelitian hingga aplikasi klinik di lapangan. “Di Surabaya, stem cell yang kita kembangkan secara bersama ini, sudah berjalan mulai riset hingga produk dan sudah diaplikasikan pada lebih 130 pasien,” tegasnya. Prof. Bambang yang merupakan Guru Besar FEB UNAIR, menyoroti dari sisi peluang dalam skala industri dan organisasi. Baginya, stem cell bisa menjadi peluang bisnis, meski demikian yang lebih ditekankan Prof. Bambang adalah upaya untuk meningkatkan nilai inovasi dari stem cell tersebut. “Kalau dilihat dari skala industri stem cell ini bisa membangkitkan investasi-investasi. UNAIR haruslah ambil peran terlebih dahulu,” terang Guru Besar yang gemar menggenakan batik ini. Tidak hanya itu, Prof. Bambang juga melihat dari segi pemasaran di masyarakat. Pasalnya, tidak sedikit masyarakat yang masih awam mengenai inovasi handal tersebut. Prof. Bambang juga masih menyayangkan jika stem cell baru digunakan oleh kalangan ekonomi menengah ke atas. “Stem cell ini kan masih belum ditanggung BPJS. Jadi, ini tantangan bagi peneliti untuk membuat terapi ini bisa terjangkau ke semua kalangan, dan UNAIR punya peran penting dalam hal itu,” tandasnya. (*) Penulis : Nuri Hermawan Editor : Defrina Sukma S.
dr. Purwati, Kartini Bidang Medis dari Universitas Airlangga UNAIR NEWS – Telah seabad lebih Raden Ajeng Kartini wafat. Kegigihannya dalam memperjuangkan hak perempuan untuk mengenyam pendidikan masih meninggalkan jejak di benak masyarakat Indonesia. Setelah R.A. Kartini wafat, kini muncullah kartini-kartini baru yang meneruskan tongkat perjuangan, khususnya dalam bidang pendidikan. Salah satu diantaranya adalah Dr. Purwati, dr., Sp.PD., FINASIM. Sebagai Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell UNAIR, salah satu bentuk perjuangan Purwati adalah terus mengembangkan stem cell sebagai sebuah produk obat-obatan. Penelitian dan pengembangan stem cell masih tergolong baru di Indonesia. Maka dari itu, dibutuhkan pendalaman lebih lanjut guna mengetahui berbagai manfaat yang bisa didapat dari stem cell. Menjadi peneliti sekaligus praktisi medis memiliki kebanggaan tersendiri bagi Purwati. Ia membandingkan iklim penelitian di luar negeri dengan yang ada di Indonesia. Di Indonesia, sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, dosen bukan hanya dituntut untuk mengajar dan mendidik, tapi juga melaksanakan pengabdian dan penelitian. Berbeda jika dibandingkan dengan yang ada di luar negeri. Meski demikian, peneliti yang juga merupakan staf pengajar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR tersebut, tetap berharap kualitas penelitian di Indonesia dapat terus
berkembang, yakni dengan riset yang dapat menghasilkan produk inovatif. “Kalau di luar negeri peneliti ya hanya meneliti, pendidik ya hanya mendidik. Di Indonesia dituntut untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Walaupun pekerjaannya merangkap, produk penelitian kita tetap harus berkualitas dan inovatif supaya tidak menjadi bangsa yang terpuruk,” imbuh perempuan yang menempuh pendidikan doktoral di pascasarjana UNAIR tersebut. Sepanjang perjalanan karir yang telah dilalui, berbagai perhargaan di bidang penelitian telah Purwati genggam. Seperti The Best Presenter pada penelitian Hepatologi pada KONAS PEGI Juli 2005 di Balikpapan, serta The First Winner of Free Paper Presentation (Research Category) KONAS PETRI di Semarang pada tahun 2011. Penghargaan tersebut merupakan salah satu bukti perjuangannya dalam bidang penelitian. Mengenai bidang stem cell yang tengah digeluti Purwati saat ini, ia berharap agar penelitian stem cell dapat terus dikembangkan untuk dapat menambah inovasi bidang medis di Indonesia. “Harapannya, kedepan bisa dibuat sebuah kebijakan atau standar operasional mengenai prosedur stem cell. Mencari tau stem cell itu baik buat penyakit apa saja, dan tidak signifikan untuk penyakit apa saja,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai sekretaris di Surabaya Regenerative Medicine Center tersebut. Selain menjalani kesibukan sebagai seorang peneliti dan pengajar di bidang medis, Purwati juga merupakan seorang ibu rumah tangga. Diakui Purwati, menggeluti kiprah pada dunia penelitian medis membuat waktu untuk keluarga dan anak-anak banyak tersita. Namun, melalui pemahaman Purwati, keluarga dan anak-anaknya mengerti bahwa di luar keluarga ia adalah seorang wanita karir yang berjuang untuk kepentingan masyarakat luas. Sehingga dukungan dari keluarga dan anak-anak terus mengalir
untuknya. “Waktu kebersamaan saya dengan anak-anak tersita banyak sekali. Seharusnya saya bisa mengajaknya bermain, kenyataannya justru pergi ke laboratorium atau praktek,” ujar ibu dari tiga orang anak tersebut. “Seorang ibu tidak akan pernah menjadi perempuan hebat tanpa support keluarga dan anak-anak, terutama bagi saya sebagai wanita karir,” pungkasnya. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh
Kembangkan Riset Stem Cell dengan Adakan Workshop UNAIR NEWS – Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell UNAIR mengadakan workshop Stem Cell Batch XI dengan tema “Exploration and The Benefits of Stem Cell Degenerative Medicine” pada Senin, (18/4). Workshop yang digelar di gedung Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR ini bekerjasama dengan Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem Cell Surabaya, Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo – Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR, dan Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) Surabaya. Loka karya ini diselenggarakan sebagai upaya memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pembuatan stem cell, untuk pengembangan riset terapi dan obat baru berbasis sel. Kegiatan ini bertujuan untuk mendidik sumber daya manusia agar dapat diaplikasikan di institusi atau laboratorium tempatnya bekerja.
“Semoga kegiatan workshop ini dapat menginspirasi para peserta, khususnya dibidang akademik kesehatan,” ujar Dr. Purwati, dr.,Sp.PD,FINASIM, selaku Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell UNAIR. Mengawali acara, pelopor penelitian dan pengembangan stem cell di Indonesia, Prof. Dr. Fedik A. Rantam, Drh., memberi penjelasan kepada para peserta bahwa stem cell atau disebut juga dengan sel punca adalah sel yang mempunyai kemampuan untuk membelah diri (self renewal). Sel tersebut juga dapat berubah menjadi berbagai tipe sel yang spesifik, sehingga dianggap dapat dijadikan pengganti dari sel-sel di dalam tubuh yang sudah rusak. “Sel punca adalah sel yang belum berdeferensiasi. Melalui berbagai proses, sel punca itu nantinya berubah menjadi selsel tertentu,” ujar mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell UNAIR. Penelitian Stem Cell di Indonesia Dalam kesempatan tersebut, Prof. Fedik yang pernah menempuh pendidikan doktoral di Freie Universitat, Berlin, menyoroti kualitas proses penelitian stem cell di Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih kalah dibandingkan negara lain seperti Jepang dan Korea yang telah melakukan berbagai penelitian mengenai stem cell. Salah satunya adalah penggunaan stem cell sebagai bahan untuk eksplorasi berbagai macam obat-obatan. “Kita ketinggalan di sana (penelitian stem cell, -red), tidak bisa selesai penelitian kita. Di tengah penelitian ada saja rintangan yang membuat berhenti di tengah jalan. Jadi kita kalah unggul di penelitian stem cell,” ujar Prof Fedik yang kini juga menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR. Selain kualitas penelitian, Prof Fedik juga menyayangkan kurangnya publikasi mengenai terapi stem cell di Indonesia. Walaupun Indonesia sudah memiliki terapi stem cell, namun
banyak negara lain yang belum mengetahuinya. Sehingga Indonesia masih kalah popularitas dibanding negara lain yang juga memiliki terapi stem cell. “Indonesia sudah punya terapi stem cell di Surabaya. Hanya saja belum dikenal oleh dunia karena publikasinya memang masih kurang,” pungkasnya. (*) Penulis: Dilan Salsabila editor: Binti Q. Masruroh