IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1
Deskripsi Umum Kecamatan Pangalengan Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung
Propinsi Jawa Barat. Jarak dari Kota Bandung sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Barat ke Kecamatan Pangalengan adalah 40 km, sedangkan dari Kecamatan Soreang sebagai ibu kota Kabupaten Bandung adalah 31 km. Kecamatan Pangalengan memiliki luas areal 25.360,85 ha yang terbagi atas 13 desa, 31 dusun, 158 Rukun Warga dan 773 Rukun Tetangga. Kecamatan Pangalengan berada pada 107°30′-107°37′ Bujur Timur dan 7°05′-7°18′ Lintang Selatan dengan batasan administrasi sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Kecamatan Cimaung
b. Sebelah Selatan
: Kabupaten Garut
c. Sebelah Barat
: Kecamatan Pasir Jambu
d. Sebelah Timur
: Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari
Secara geogafis, Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian 700-1.500
meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah dengan curah hujan tertinggi di Kabupaten Bandung. Berdasarkan data curah hujan di Kecamatan Pangalengan mengacu pada data curah hujan di Kabupaten Bandung, rataan curah hujan tahunan 1.718–2.603 mm/tahun. Secara garis besar musim hujan, atau bulan-bulan basah (curah hujan rataan bulanan 230 mm) terjadi mulai bulan Oktober, atau November dan musim kemarau, atau bulan-bulan kering (curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Mei atau Juni. Suhu udara di Kecamatan Pangalengan berkisar 150-230C. Dalam unit Desa, curah hujan dan suhu udara dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut memperlihatkan 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan. Curah hujan terbesar di desa Pangalengan, Margaluyu dan Tribaktimulya yaitu 2.400 mm/thn. Penyediaan air di Kecamatan Pangalengan diperoleh dari penyediaan air tanah dan air permukaan. Sumber air permukaan Kecamatan Pangalengan yaitu terpusat pada aliran Sungai Citarum dengan beberapa anak sungai antara lain Sungai Cisurili, Sungai Cisangkuy, Sungai Cibeureum dan Sungai Cibudug.
Tabel 11. Curah hujan dan suhu udara No.
Nama Desa
Curah Hujan
Jumlah Bulan
Suhu
Ketinggian
(mm/thn)
Hujan
Rataan (0C)
Tempat (mdpl)
1.
Pangalengan
2.400
7
18 - 22
1.200
2.
Margaluyu
2.400
7
16 – 20
1.425–1.500
3.
Banjarsari
1.831
7
18 - 25
1.500
4.
Margamukti
1.746
7
20
1.400
5.
Sukamanah
1.500
9
18
1.500
6.
Warnasari
2.200
6
16 - 19
1.400
7.
Pulosari
1.000–2.000
6
16 - 20
1.200-1.500
8.
Sukaluyu
2.400
6
16 - 20
1.500
9.
Margamulya
2.000
7
18 - 23
1.200
10.
Tribaktimulya 2.400
10
16 - 20
1.200
11.
Lamajang
130
9
20 - 23
700
12.
Wanasuka
300
3-4
15 - 20
1.500
Tanah Perkebunan
Tanah Fasilitas Umum 154,6 12 39.148 2.627 17,2 5 1,1 104.591 83,8 10,12 656.197 3,7 3.2695 179.738
Sumber : BP4K, 2011.
Tabel 12. Sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan Nama Desa Lamajang Pulosari Warnasari Margamekar Margamukti Sukaluyu Margaluyu Pangalengan Margamulya Tribaktimulya Banjarsari Sukamanah Wanasuka Jumlah
Luas Menurut Jenis Tanah (Ha) Tanah Tanah Tanah Sawah Kering Basah 1.325.009 4.455 42,505 78 1.372.047
Sumber : BP4K, 2011
1.036.487 469.392 568,19 776.866 343.854 441,8 259,42 212.355 422.781 227,1 115,03 350 346.502 3.262.547
33,87 34
507,3 414.191 38.500 959.686 1.041,4 599,5 203 617.997 1.336,62 1.602.984 2.033.517
Tanah Hutan 150 4.125 1.345,2 1.292.309 260 127.053 40 242.468 494,47 2.950,59 1.427.625
Pada Tabel 12 dapat dilihat fungsi tanah yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan agrobisnis seperti pertanian dan perkebunan, sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan Tabel 13. Penggunaan lahan di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) 1
Sawah
118
2
Tegalan
3.221
3
Kebun
4
Kebun Campuran 1
106
Kebun Campuran 2
10
Kebun Teh
6.761
Semak Belukar
5
Semak Belukar
2.484
Rumput
138
Kawasan Reboisasi
6
Hutan Pinus
285
Hutan Eucalyptus
285
Hutan
7
Hutan Lebat
4.226
Hutan Sekunder
1863
Lain-lain Badan Air
220
Permukiman
1.113
Total
20.830
Sumber : BP4K, 2011 Tabel 13 menunjukkan penggunaan lahan suatu wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dasar wilayahnya serta mencerminkan dominasi kegiatan wilayah tersebut. Dalam hal ini, penggunaan lahan paling luas di Kecamatan Pangalengan adalah untuk perkebunan Teh (6.761 ha). Sedangkan penggunaan lahan untuk persawahan hanya sebesar 118 ha. Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung terlihat dalam Tabel 14. Pada tabel tersebut terdapat data potensi kawasan Kecamatan Pangalengan.
Pengembangan wilayahnya, antara lain untuk kawasan hutan produksi, kawasan pangan lahan basah, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, arahan untuk pengembangan agroindustri dan kawasan pariwisata. Dari data yang tersedia, terlihat kawasan untuk perkebunan/tanaman tahunan paling luas, yaitu 6753 ha. Tabel 14. Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung Aspek Pengembangan Potensi Kawasan / Kecamatan Wilayah Pangalengan Kawasan hutan produksi 3.761 Ha Kawasan pangan lahan basah 254 Ha Kawasan tanaman 6.753 Ha tahunan/perkebunan Kawasan peternakan 61 Ha Arahan menuju pengembangan Kecamatan Pangalengan merupakan agroindustri salah satu Kecamatan yang diarahkan untuk dikembangkan menjadi kawasan agroindustri disamping Lembang, Ciwidey dan Cisarua Kawasan pariwisata Situ Cileunca, Perkebunan Teh Malabar, kawah Papandayan dan Tirta Kertamanah Sumber : BP4K, 2011 Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian juga dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Jenis mata pencaharian penduduk Pangalengan sangat bervariasi, mulai dari sektor agaris, perdagangan, kerajinan, pemerintahan dan jasa. Jumlah petani di Kecamatan Pangalengan adalah 25.756 orang (71,27%), pengrajin 523 orang (1,44%), pedagang 5.630 orang (15,57%), jasa 2.783 orang (7,7%) dan PNS/Polri/TNI 1.446 orang (4%). Dengan demikian sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pangalengan adalah bertani. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan SDA, SDM dan fasilitas sosial sebagai pendukung. Penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tabel tersebut data berdasarkan dari 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan.
Tabel 15. Penduduk Kec. Pangalengan, Bandung berdasarkan mata pencaharian No. Desa
Petani
Pengajin
Pedagang
PNS / Polri
Jasa
TNI 1
Lamajang
486
81
65
2
Tribaktimulya
189
-
302
3
Margamulya
3.096
109
597
423
136
4
Pangalengan
3.477
13
2
664
362
5
Pulosari
1.824
7
284
185
43
6
Markamekar
2.929
-
243
424
18
7
Warnasari
1.504
1
253
111
25
8
Sukaluyu
1.576
-
133
18
44
9
Margaluyu
1.593
-
362
273
30
10
Margamukti
3.432
22
671
109
125
11
Sukamanah
1.477
300
1.990
157
251
12
Banjarsari
1.036
-
420
128
25
13
Wanasuka
929
-
-
210
20
25.756
523
5.630
2.783
1.446
Jumlah
1.917
71
966
Sumber : BP4K, 2011 Pemberdayaan SDM merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan agar SDM dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan SDM dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat, sehingga mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan berdasarkan indikator pendidikan dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan tabel tersebut kebanyakan SDM pada masing-masing desa adalah hanya tamatan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan untuk tamatan sekolah menengah umum (SMU) sedikit dan juga untuk tamatan sarjana sangat sedikit. Di desa Pangalengan dan Margamukti paling banyak SDM yang merupakan tamatan Sarjana. Pada tabel tersebut data meliputi 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan.
Tabel 16. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan, Kab. Bandung No.
Desa
TK
Pendidikan (orang) SD SMP SMU
Sarjana
1
Lamajang
31
1.049
248
149
31
2
Tribaktimulya
20
427
178
131
25
3
Margamulya
72
2.439
1.432
809
71
4
Pangalengan
38
6.851
5.164
2.660
462
5
Pulosari
17
1.247
475
140
14
6
Markamekar
37
1.353
535
150
16
7
Warnasari
18
1.073
527
294
50
8
Sukaluyu
32
1.276
767
460
35
9
Margaluyu
99
1.275
1.104
637
27
10
Margamukti
140
1.850
1.507
181
112
11
Sukamanah
29
2.614
1.101
317
41
12
Banjarsari
158
1.216
961
152
25
13
Wanasuka
123
528
327
70
6
814
23.198
14.326
6.150
915
Jumlah
Sumber : BP4K, 2011 Lahan-lahan pertanian di Kecamatan Pangalengan sangat subur dan produktif. Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk menanam komoditas sayur-sayuran. Oleh karena itu, Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan Agropolitan. Salah satunya adalah Kecamatan Pangalengan yang diperkirakan mempunyai potensi sentra produksi pangan prospektif dan perlu dikembangkan dengan pendekatan yang sistemik. Rencana pengembangan kawasan Agropolitan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung diharapkan mampu menjadi pedoman bagi masa depan kesejahteraan masyarakat Pangalengan. Pengembangan kawasan Agropolitan pada prinsipnya adalah upaya peningkatan nilai tambah pertanian dilokalisir terjadi di dalam kawasan tersebut. Untuk itu diperlukan potret komoditas yang antara lain meliputi proses produksi, proses pengolahan dan proses pemasaran. Komoditas di Pangalengan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu (1) komoditas tanaman pangan dan hortikultura, (2) komoditas buah-buahan, (3) komoditas perkebunan dan (4) komoditas peternakan.
Jenis tanaman pangan dan hortikultura yang terdapat di Kecamatan Pangalengan adalah Cabe, Bawang putih, Bawang merah, Tomat, Sawi, Kentang, Kubis, Mentimun, Buncis, Brokoli, Terong dan Sosin. Informasi mengenai kuantitas produksi dari beberapa komoditas sayuran di atas dapat dilihat pada Tabel 17 - 19. Tabel 17. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Cabe
Bawang Putih
Bawang Merah
Tomat
Luas Produksi Luas Produksi Luas
Produksi Luas
Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ton)
(Ha)
1.
Wanasuka
10
356,8
0
0
0
0
0
2.
Banjarsari
18
252
0
0
0
0
19
475
3.
Margaluyu
130
1.859
0
0
0
0
92
2052
4.
Sukaluyu
58
696
0
0
0
0
205
6.539,5
5.
Warnasari
29
1.034,7
0
0
0
0
26
636
6.
Pulosari
18
642,2
0
0
0
0
161
11.675,9
7.
Margamekar
42
1.498,5
0
0
0
0
128
9.282,7
8.
Sukamanah
27
963,4
0
0
0
0
83,0
6.019,3
9.
Margamukti
16
192,0
0
0
0
0
208
6.326,5
10. Pangalengan
12
138,0
0
0
0
0
37,0
1.064,5
11. Margamulya
24
297,0
0
0
94,0
1.210,1
73,0
1.825
12. Tribaktimulya 15
165,0
0
0
336,0 3.783,3
46,0
3.336
13. Lamajang
14
499,5
0
0
591,0 6.654,6
27,0
1.958,1
Total
413
8.594,1
0
0
1.021 11.648
1.105 51.512
Sumber : BPS, 2011b Pada tabel–tabel yang disajikan terdapat data 13 Desa dan produksi sayuran utamanya pada masing-masing Desa di Kecamatan Pangalengan, yaitu Desa Wanasuka, Banjarsari, Margaluyu, Sukaluyu, Warnasari, Pulosari, Margamekar,
Sukamanah,
Margamukti,
Pangalengan,
Margamulya,
Tribaktimulya dan Lamajang. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa sayuran yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Pangalengan adalah Tomat (BPS, 2011). Total produksi yaitu 51.512 ton dengan luas areal 1.105 ha.
Berdasarkan Tabel 18, Kentang merupakan sayuran yang paling banyak diproduksi, yaitu 270.199 Ton dengan luas lahan 3.584 ha. Desa Margamukti merupakan desa yang memproduksi sayuran kentang paling banyak (BPS, 2011). Sayuran Sawi juga merupakan sayuran potensial yang dikembangkan di Kecamatan Pangalengan. Jumlah produksinya 31.575 ton dengan luas lahan 1.643 ha. Pada Tabel 19, Sayuran Buncis merupakan sayuran paling banyak diproduksi (7.683,9 ton) dengan luas lahan 372 ha. Brokoli juga merupakan sayuran yang potensial diproduksi di Kecamatan Pangalengan yaitu sebesar 4.707 ton produksinya. Sedangkan untuk sayuran Terong dan Sosin tidak diproduksi di Kecamatan Pangalengan (BPS, 2011). No.
Tabel 18. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Sawi
Kentang
Mentimun
Kubis
Luas
Produksi Luas
Produksi
Luas
Produksi Luas Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
1.
Wanasuka
91
2.088,1
318
1.971
182
837,2
0
0
2.
Banjarsari
41
940,8
103
216.918
78
2.100
0
0
3.
Margaluyu
95
2.555,5
367
2.679,1
251
5.759,6
95
2.555,5
4.
Sukaluyu
473
4.351,6
0
0
0
0
0
0
5.
Warnasari
39
894,9
93
1.811,2
70
1.796
0
0
6.
Pulosari
130
2.983,1
260
5.306,5
132
3.300
0
0
7.
Margamekar
165
3.786,2
583
7.112,6
0
0
0
0
8.
Sukamanah
133
3.051,9
351
2.457
287
6.585,7
0
0
9.
Margamukti
178
4.084,5
718
14.936,9
539
12.368,2
0
0
10.
Pangalengan
65
1.491,5
165
3.498
144
3.484,8
0
0
11.
Margamulya
154
3.533,8
615
13.284
503
11.542,2
0
0
12.
Tribaktimulya 79
1.812,8
11
224,5
215
4.933,5
0
0
13.
Lamajang
0
0
0
2
45,9
1
28,3
96
2.583,8
Total
0
1.643 31.574,7
Sumber : BPS, 2011b
3.584 270.199,4 2.403 52.753,1
Tabel 19. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Buncis
Brokoli
Terong
Sosin
Luas
Produksi Luas
Produksi
Luas
Produksi Luas
Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
1.
Wanasuka
0
0
0
0
0
0
0
0
2.
Banjarsari
0
0
0
0
0
0
0
0
3.
Margaluyu
367
7.586,8
251
4.707
0
0
0
0
4.
Sukaluyu
0
0
0
0
0
0
0
0
5.
Warnasari
0
0
0
0
0
0
0
0
6.
Pulosari
0
41,3
0
0
0
0
0
0
7.
Margamekar
0
0
0
0
0
0
0
0
8.
Sukamanah
0
0
0
0
0
0
0
0
9.
Margamukti
0
0
0
0
0
0
0
0
10. Pangalengan
0
0
0
0
0
0
0
0
11. Margamulya
0
0
0
0
0
0
0
0
12. Tribaktimulya 0
0
0
0
0
0
0
0
13. Lamajang
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
372
7.683,9
251
4.707
0
0
0
0
Sumber : BPS, 2011b
4.2
Identifikasi Rantai Pasok Rantai pasokan terdiri dari serangkaian kegiatan produktif yang terhubung
antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lainnya membentuk rantai nilai industri. Anggota utama rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan terdiri dari pemasok bibit sayuran, petani sayuran sebagai produsen, pedagang atau pengumpul sebagai agen yang mengumpulkan/membeli sayuran dari petani, penjual/eksportir, perusahaan dan terakhir adalah konsumen yang terdiri dari pasar luar negeri, pasar tradisional (dalam negeri) dan ritel/supermarket. Modelmodel struktur rantai pasokan sayuran di Kecamatan Pangalengan disajikan pada Gambar 9.
Pemasok bibit
Pedagang/
Penjual/
Pasar
Pengumpul
Eksportir
negeri
Pedagang/
Pasar
Pengumpul
Tradisional
Petani
Perusahaan
Ritel/Supermarket
Pasar Tradisional
Gambar 9. Identifikasi stuktur rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan Aliran komoditas sayuran di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 9 dibagi menjadi beberapa rantai berikut : 1. Struktur Rantai Pasok 1 Pemasok bibit
Petani
Pedagang/Pengumpul
Penjual/Eksportir Pasar
tradisional Pada rantai 1 tersebut komoditi sayuran yang dijual memiliki mutu yang baik, karena sasaran pasarnya adalah luar negeri. Dalam rantai tersebut penjual/eksportir melakukan sortasi, grading, pengemasan dan pelabelan produk terlebih dahulu sebelum sayuran diekspor. 2. Struktur Rantai Pasok 2 Pemasok bibit
Petani
Pedagang/Pengumpul
Pasar tradisional
Pada rantai pasokan 2, pelaku rantai pasok lebih pendek. Aliran komoditi sayuran dari pedagang/pengumpul langsung dijual ke pasar tradisional. Dalam hal ini, pedagang yang melakukan proses pengemasan dan pelabelan produk untuk menambah nilai jual dari poduk tersebut. 3. Struktur Rantai Pasok 3 Pemasok bibit
Petani
Perusahaan
Ritel/Supermarket
Dalam rantai pasok 3 ini, konsumen yang dituju adalah ritel dan supermarket. Perusahaan yang memasok permintaan sayuran dari supermarket serta melakukan mitra kerjasama dengan petani dalam hal produksi sayuran. Perusahaan juga yang melakukan proses penyortiran, pengemasan dan
luar
pelabelan sayuran sebelum sayuran dikirim ke ritel/supermarket. Di Pangalengan sendiri, perusahaan besar yang hampir menguasai pasar sayuran adalah PT Alamanda (perusahaan ekspor sayuran) dan PT Indofood Sukses Makmur. 4. Struktur Rantai Pasok 4 Pemasok bibit
Petani
Pasar tradisonal
Rantai pasokan 4 merupakan rantai pasok yang paling pendek dibandingkan yang lainnya. Aliran sayuran dari petani langsung dipasarkan ke pasar tradisional. Dalam hal ini pasar yang dimaksud adalah pasar di Pangalengan sendiri. Akan tetapi kebanyakan kualitas yang dijual ke pasar tersebut lebih rendah dibandingkan kualitas untuk penjualan ke perusahaan atau ke pedagang/pengumpul. Bahkan terdapat sekelompok petani yang menjual sayurannya ke pasar setempat merupakan sisa sayuran yang tidak dibeli oleh distributor. Namun, dalam hal harga penjualan walaupun aliran rantainya paling pendek harga jual bisa kemungkinan lebih rendah dibandingkan rantai pasok lainnya. Hal tersebut dikarenakan rataan konsumen/pembeli merupakan warga setempat dan mereka terbiasa menawar hingga harga terendah. Selain itu, kualitas sayuran juga tidak sebaik yang diperjualan melalui rantai pasok lainnya. Setiap anggota atau pelaku rantai pasokan sayuran di Pangalengan tersebut mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan lainya. Pemasok bibit sebagai anggota pertama dalam proses tersebut mempunyai peran untuk memasok bibit sayuran kepada petani. Petani sayuran merupakan produsen utama sayuran sebagai anggota rantai hulu yang melakukan kegiatan budidaya sayuran, mulai dari pengarapan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan hingga pemanenan. Anggota rantai pasok selanjutnya, yaitu pedagang/pengumpul sayuran. Peran dari pedagang/pengumpul yaitu mengumpulkan atau membeli sayuran dari para petani untuk dijual ke penjual maupun eksportir. Akan tetapi pada rantai pasok lainnya, pedagang atau pengumpul tidak ikut berperan dalam melakukan transaksi, dalam hal ini petani sayuran langsung menjual bahan bakunya ke penjual atau eksportir. Selain itu juga terdapat perusahaan besar yang melakukan kerjasama dengan para
petani/kelompok tani. Peran masing-masing anggota dalam model rantai pasok di atas lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 20. Tabel 20. Anggota rantai pasokan sayuran di Pangalengan Tingkatan
Pelaku
Proses
Aktivitas
Produsen
Pemasok bibit Petani (kelompok tani)
Distributor
Pedagang/Pengumpul Perusahaan Eksportir
Konsumen
Melakukan budidaya bibit dan produksi sayuran Menjual ke distributor Melakukan pembelian sayuran dari petani Melakukan proses untuk menambah nilai jual sayuran Melakukan distributor ke konsumen Melakukan pembelian dari distributor Melakukan konsumsi sayuran
Pasar luar negeri Pasar tradisional Ritel/Supermarket Masyarakat umum
Budidaya Pembelian Distribusi Penjualan Pembelian Sortasi Grading Pengemasan Pelabelan Pengemasan
Pembelian Konsumsi
Dalam suatu rantai pasok terdapat tiga (3) aliran yang harus dikelola. Pertama, aliran barang/bahan baku yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga, aliran informasi yang bisa mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Aliran bahan baku sayuran dikendalikan oleh pemasok bibit dan juga petani sebagai produsen. Bahan baku didistribusikan oleh pedagang/pengumpul ke penjual atau eksportir kemudian dipasarkan ke pasar-pasar maupun swalayan. Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berdasarkan dari permintaan pasar. Dalam pasar terdapat banyak pedagang/pengumpul yang melakukan transaksi dan negoisasi dengan para petani. Apabila telah terjadi kesepakatan harga dari kedua belah, pedagang/pengumpul langsung dapat memanen sayuran di sawah/ladang milik petani. Setiap hari transaksi tersebut berjalan dan harga sayuran juga mengalami perubahan. Beberapa sayuran yang utama di Pangalengan antara lain adalah kentang, tomat, buncis, kubis, dan sawi. Untuk komoditi sayuran kentang terdapat beberapa macam jenis yang di jual di pasar tersebut. Sebagai contoh, kentang superior dengan harga Rp4.000/kg dan kentang Atlantik, yaitu Rp4.500/kg. Jenis kentang Atlantik
kebanyakan
penjualannya
terikat
kontrak
langsung
antara
petani/kelompok tani dengan PT Indofood Sukses Makmur. Sedangkan komoditi sayuran lainnya, seperti tomat harga berkisar Rp800/kg–Rp2.500/kg dan Sawi dengan harga Rp1.100/kg. Pemasaran komoditi sayuran dari para pedagang, atau pengumpul tersebut kebanyakan yaitu Pasar Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk Kramajati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang, Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan di daerah Pontianak. Sedangkan beberapa kelompok tani bermitra dengan perusahaan ekspor antara lain PT Indofood Sukses Makmur dan PT Alamanda. Aliran finansial pada rantai pasokan sayuran di Pangalengan terjadi dari konsumen, pengekspor atau penjual, pengumpul/pedagang, perusahaan atau langsung ke petani dan kemudian ke pemasok bibit. Mekanisme pembayaran untuk rantai pasok hilir adalah pembayaran transfer/tunai. Sedangkan di rantai hulu, yaitu dari pedagang/pengumpul ke petani kebanyakan dilakukan pembayaran dua kali sebelum sayuran laku terjual dan setelah laku terjual. Beberapa penjual besar, atau seperti perusahaan ekspor ada yang melakukan sistem kontrak kepada para petani. Sistem kontrak yang dimaksud adalah sebuah sistem dimana para perusahaan memberikan pinjaman modal untuk para petani. Pinjaman modal tersebut akan dikembalikan setelah petani menjual kembali sayurannya, atau pembayarannya dengan cara mengurangi harga penjualan. Pinjaman tersebut diberikan sebagai pengikat agar petani yang telah mendapatkan pinjaman modal tidak menjual sayuran yang telah diproduksi ke pedagang atau perusahaan lainnya. Didalam sistem kontrak tersebut, harga sayuran menjadi lebih murah tinggi dibandingkan dengan penjualan ke pedagang/pengumpul. Bentuk kerjasama antara petani dengan perusahaan berupa aliran barang dan finansial, atau informasi seperti tergambar pada Gambar 10 dan 11. Barang Petani
Perusahanan Uang/Informasi
Gambar 10. Aliran barang dan uang
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung Sumber : Ferdian, 2012
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung Pada gambar di atas dapat dilihat beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung. Terdapat beberapa model struktur rantai pasokan, dimana beberapa strukturnya sama dengan aliran rantai pasok
sayuran di
Pangalengan. Dalam setiap struktur rantai terdapat pula perbedaan peran masingmasing anggota (Gambar 12).
Sumber : Ferdian, 2012
Gambar 12. Pemetaan pasar komoditas agro dibeberapa kota di Indonesia
Pada Gambar 12 terlihat pemetaan pasar untuk komoditas agro diseluruh Indonesia, tujuan pasarnya diberbagai kota di Indonesia dan ekspor ke luar negeri. Dalam setiap aliran distribusi bahan agro tersebut yang berperan adalah para pelaku rantai pasok. Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya. Menurut Chopra dan Meindl (2004), ada enam (6) pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu: 1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel 2. Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di gudang transit 3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor, atau ritel sebagai perantara 4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi sebelumnya namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya beberapa mil) 5. Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen 6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal ditokotoko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelpon, atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai pasok komoditas pertanian tergantung pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci sukses (key succes factor) yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses ini teridentifikasi melalui penelusuran yang detail dari setiap aktivitas didalam rantai pasokan. Kunci sukses tersebut adalah trust building, koordinasi dan kerjasama, kemudahan akses pembiayaan dan dukungan pemerintah.
Berikut adalah identifikasi masing-masing anggota rantai pasok sayuran di Pangalengan: 4.2.1 Identifikasi pemasok bibit sayuran dan pupuk Persediaan pupuk kandang di Pangalengan sebagian besar berasal dari daerah Kecamatan Sukabumi. Operasi pengangkutan pupuk kandang berlangsung per harinya mencapai 8-20 truk yang dikirim ke Pasar Pangalengan. Masingmasing truk memuat kurang lebih enam (6) ton pupuk kandang dengan asumsi per karung berisi sekitar 30 Kg. Harga untuk pupuk sendiri Rp7.000/karung. Harga pupuk tersebut setiap harinya terjadi perubahan. Sistem penjualan terhadap pupuk, yaitu dengan cara penjual pupuk melakukan pengiriman beberapa truk, kemudian terjadi tawar-menawar kepada ketua kelompok tani/petani secara langsung. Jumlah pembelian pupuk tidak bergantung pada pemesanan, akan tetapi tergantung kepada pembeli/petani pada saat itu. Namun, apabila terjadi kelebihan persediaan pupuk daripada jumlah permintaan dari petani, maka harga pupuk akan cenderung diturunkan dan sebaliknya. Kelebihan pupuk yang dialami petani karena banyaknya pembelian akan disimpan di gudang sebagai persediaan. Penjual dan petani melakukan sistem pembayaran secara langsung setelah terjadi kesepakatan harga antara kedua pihak. Pengangkutan, atau transportasi dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak, atau truk, biaya transportasinya ditanggung oleh pihak pembeli/petani. Biaya transportasi untuk sekali perjalanan sekitar satu juta rupiah. Dalam hal ini terjadi efisiensi dari kendaraan yang digunakan, karena kendaraan tersebut setelah dipergunakan untuk pengangkutan pupuk, selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengangkut hasil komoditi sayuran yang kemudian dipasarkan ke pasar-pasar tradisional. Para petani, atau kelompok tani di Kecamatan Pangalengan melakukan kegiatan sebagai pemasok bibit sayuran untuk memasok petani lain di Pangalengan sendiri. Kegiatan para petani pemasok bibit dapat dikatakan sebagai pekerjaan utamanya. Kebanyakan para petani yang melakukan budidaya bibit/benih sayuran pernah melakukan pelatihan yang berhubungan dengan pembibitan yang biasanya diselenggarakan oleh Balai Benih Induk dari Dinas pertanian setempat. Dalam menjalankan usaha para kelompok tani untuk
pembibitan beranggotakan kurang lebih tujuh (7) petani. Jenis bibit yang dibudidayakan rata-rata adalah bibit sayuran yang sering ditanam oleh petani lain, seperti bibit granula Kentang, Tomat, Sawi dan Buncis. Jumlah bibit yang dijual biasanya per empat (4) bulan sekali atau tergantung jenis sayurannya. Sebagai contoh untuk bibit kentang, sekali penjualan dapat mencapai 50 ton bibit Kentang per empat (4) bulan. Harga dari bibit sendiri dapat mencapai Rp18.000,00/Kg. Dalam menjalankan kegiatan usaha pemasokan bibit sayuran, para kelompok tani melakukan koordinasi dan kerjasama antara kelompok tani pemasok lainnya. Beberapa sumber bibit/benih berasal dari budidaya milik sendiri, dari sesama pemasok dan ada yang berasal dari alam. Rataan para kelompok tani memiliki lahan untuk pembibitan dengan luas berhektar-hektar. Biaya awal untuk melakukan pembibitan rataan mencapai 63 juta per hektar. Dalam melakukan kegiatan pembibitan juga terdapat berbagai kendala. Kendala yang sering dihadapi dalam melakukan pembibitan adalah hama dan air (musim). Selain kendala alam juga kendala pemasaran, terkadang petani tidak membutuhkan bibit yang berasal dari lingkungan sendiri. Sehingga petani yang melakukan pembibitan kebanyakan juga melakukan usaha produksi pertanian sayuran sendiri. 4.2.2 Identifikasi petani sayuran Sayuran yang diproduksi oleh petani di Kecamatan Pangalengan merupakan gabungan hasil produksi para petani secara individual maupun dalam suatu wadah, atau Poktan. Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para petani mengorganisasikan dirinya, terutama dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta meningkatkan kesejahteraan para petani. Saat ini Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan berjumlah 155 petani. Peranan Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan membawa harapan besar bagi para petani. Dengan adanya Poktan, para petani memiliki pola tanam teratur, pengolahan lahan yang lebih baik dan kemudahan dalam mendapatkan bibit sayuran unggulan. Kemudian para petani mampu membina kontrak kerjasama dengan perusahaan agribisnis terutama dalam memenuhi permintaan (kuota) harian, mingguan, maupun bulanan.
Seperti terlihat pada Tabel 21 dan 22, Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan dibedakan atas 2 (dua), yaitu berdasarkan Kelas Kelompok dan Jenis Poktan. Poktan berdasarkan Kelas Kelompok terdiri dari Pemula, Lanjut, Madya dan Utama. Sedangkan Poktan berdasarkan Jenis Poktan dibedakan atas Dewasa, Pemuda dan Wanita. Tabel 21. Poktan berdasarkan kelas kelompok No.
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lamajang Tribaktimulya Margamulya Pangalengan Pulosari Margamekar Warnasari Sukaluyu Margaluyu Margamukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka Jumlah Sumber : BP4K, 2011
Gapoktan
Lamajang Bakti Mulya Margamulya Wargi Setia Mukya Agung Mekar Mulya Berkah Mekar Saluyu Margaluyu Mitra Mukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka
Pemula
9 5 12 3 2 9 14 8 5 10 5 5 4 91
Kelas Kelompok Lanjut Madya
7 2 5 2 6 5 6 5 3 7 5 0 0 53
Utama
1 0 3 0 2 2 0 0 0 1 1 0 0 10
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 22. Poktan berdasarkan jenis No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Desa
Lamajang Tribaktimulya Margamulya Pangalengan Pulosari Markamekar Warnasari Sukaluyu Margaluyu Margamukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka Jumlah Sumber : BP4K, 2011
Poktan
17 7 20 5 10 16 4 20 8 13 18 11 6 155
Jenis Kelompok Tani Dewasa Pemuda Wanita
15 6 18 4 8 12 20 13 7 15 10 5 4 137
1 1 1 2 1 1 7
2 1 1 0 1 2 0 0 1 2 0 0 0 10
Petani di Kecamatan Pangalengan rataan berjenis kelamin pria dengan kategori dewasa, namun ada juga ditemukan para kelompok tani khusus wanita yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Status kepemilikan akan lahan yang dibudidayakan kebanyakan adalah milik sendiri, akan tetapi beberapa Petani yang menyewa dari petani lainnya. Dalam suatu Poktan rataan terdiri minimal lima (5) orang Petani. Kebanyakan para petani sendiri masing-masing memiliki tenaga Petani lainnya yang digaji dengan sistem upah mingguan. Pola budidaya yang paling banyak diterapkan di Pangalengan adalah polikultur atau tumpangsari. Produktivitas hasil panen untuk masing-masing Poktan berbeda, biasanya dalam satu tahun sayuran dapat dipanen tiga (3) kali panen. Dalam hal pembibitan atau pembenihan kebanyakan petani sudah memiliki rekanan sesama petani pemasok bibit di Pangalengan. Namun, ada juga yang melakukan pembibitan sendiri untuk digunakan sendiri. Para Petani yang melakukan budidaya pembenihan secara sendiri dikarenakan para Petani pemasok bibit tidak konsisten dalam menyediakan benih, serta biasaya mutu bibit yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan petani sayuran. Petani Pangalengan mengatasi adanya hama dan penyakit sayuran dengan tindakan pencegahan secara fisik maupun kimia. Akan tetapi kebanyakan para Petani memilih bahan-bahan kimia untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang sayuran. Hal tersebut yang menjadi salah satu kendala permasalahan dalam menuju pertanian organik di Pangalengan. Dalam hal pengawasan mutu, petani melakukan proses sorting dan grading terhadap produk sayurannya. Namun, kebanyakan Petani tidak melakukan pengemasan dan pelabelan sendiri. Pemerintah Pangalengan setempat, yaitu Dinas Penyuluh Pertanian telah melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap pengawasan mutu sayuran. Hal tersebut dilakukan agar mutu sayuran di Pangalengan sesuai dengan harapan konsumen di pasar. Dalam aspek pemasarannya, para petani melalukan penjualan di pasar Pangalengan. Di pasar tersebut terjadi pertemuan antara petani dengan para pedagang/pengumpul, dimana kesepakatan harga sesuai dengan persetujuan kedua (2) belah pihak. Namun, banyak Poktan yang menjalin kerjasama atau bermitra dengan perusahaan besar seperti yang telah masuk di Kecamatan Pangalengan adalah PT Alamanda (perusahaan eksport sayuran) dan PT Indofood
Sukses Makmur. Para petani di Pangalengan tidak melakukan kegiatan promosi dalam memasarkan produk sayurannya, sehingga hal ini dapat mengurangi biaya operasional petani. Akan tetapi hal tersebut juga dapat berdampak merugikan petani, karena akses pasar menjadi terbatas. Wilayah pemasaran Petani kebanyakan di pasar-pasar dalam satu Kabupaten dan satu Provinsi. Untuk wilayah antar provinsi dan ekspor, petani hanya menjadi produsen untuk didistribusikan ke distributor lainnya. Dalam melakukan pemasaran, rataan Petani tidak mengalami kendala. Namun, adanya pasar yang hanya terbatas dan peran Petani sebagai produsen mengakibatkan keuntungan Petani menjadi cenderung kecil. Hal tersebut dikarenakan juga para Petani tidak melakukan penjualan secara langsung ke konsumen, sehingga besar kemungkinan harga produk untuk Petani menjadi rendah. Dalam hal permodalan, Petani kebanyakan memiliki modal sendiri, atau dibantu oleh keluarga namun sebagian juga berasal dari pinjaman dari Bank. Kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Kecamatan Pangalengan terhadap pertanian, yaitu melakukan pembinaan terhadap budidaya tanaman sayuran, terutama untuk sayuran organik pernah dilakukan namun sampai saat ini belum ada penerapannya. Dalam hal produksi, Kecamatan Pangalengan sebagai salah satu sentra pertanian sayuran unggulan di Kabupaten Bandung memiliki luas lahan 10.888 Ha dengan produksi 441.256 ton. Sayuran yang diproduksi oleh para petani di Kecamatan Pangalengan saat ini adalah sayuran yang aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan (Prima III). Pertanian Prima III yang diterapkan oleh para petani merupakan langkah awal dan secara gadual menuju pertanian organik. Penggunaan pestisida dan insektisida merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan kuantitas produksi dan dosis yang digunakan masih dalam batas normal. Pedoman budidaya sayuran baik (GAP) yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai panduan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan. Perwujudan penerapan budidaya sayuran yang baik dinyatakan dengan penerbitan nomor registrasi yang diberikan sebagai hasil penilaian kebun, atau lahan usaha. Komoditi sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan adalah Kentang, Kubis,
Sawi, Tomat dan Buncis. Berikut adalah keterangan dari masing-masing komoditi: a. Kentang Produksi Kentang Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 270.199,4 ton dengan luas areal 3.584 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kentang di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 14.936,9 ton dan luas areal 718 ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Kentang di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan tentunya belum terdapat budidaya kentang organik. b. Kubis Produksi Kubis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 52.753,1 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 12.368,2 ton dan luas areal 539 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Kubis di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta tentunya belum terdapat budidaya Kubis organik. c. Sawi Produksi Sawi Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 31.574,7 ton dengan luas areal 1.643 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 4.084,5 ton dan luas areal 178 Ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Sawi di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta belum terdapat budidaya Sawi organik. d. Tomat Produksi Tomat Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 51.512 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamulya merupakan daerah utama penghasil Tomat di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 1.825 ton dan luas areal 73 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Tomat di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta belum terdapat budidaya secara organik.
e. Buncis Produksi Buncis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 7.683,9 ton dengan luas areal 372 Ha. Desa Lamajang merupakan daerah utama penghasil Buncis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 55,8 ton dan luas areal 3 (tiga) Ha (BPS, 2011). Proses produksi Buncis di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum terdapat budidaya secara organik. 4.2.3 Identifikasi pedagang/pengumpul sayuran Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berlangsung berdasarkan dari permintaan pasar. Hal ini artinya para pedagang/bandar dan petani melakukan transaksi dan negosiasi terhadap produk, serta harga. Setelah terjadi kesepakatan harga dari kedua pihak, maka pihak pedagang dapat langsung memanen/mengambil sayuran di kebun milik Petani. Setiap hari transaksi di pasar tersebut berlangsung, sehingga sering terjadi perubahan harga sayuran. Misalnya, untuk komoditi Kentang, terdapat beberapa harga tergantung dari jenis dan kebijakan di pasar Pangalengan sendiri. Kebijakan harga sayuran di Pangalengan bergantung juga harga di pasaran dan kesepakatan dari para Petani. Untuk sayuran kentang berjenis Atlantik yang diproduksi di Pangalengan tidak dipasarkan di pasar biasa, karena untuk jenis tersebut sudah terikat kontrak dengan PT Indofood Sukses Makmur, sehingga untuk bibit kentang Atlantik sudah disediakan dari pihak Indofood Sukses Makmur kemudian para Petani yang dipilih untuk membudidayakannya secara langsung menjual ke perusahaan kembali. Hal tersebut juga berlaku untuk penjualan sayuran lainnya yang telah terikat dengan perusahaan besar lainnya seperti PT Alamanda. PT Alamanda tersebut merupakan salah satu perusahaan ekspor sayuran yang ikut berperan dalam bantuan dana dan bibit kepada para Petani di Pangalengan. Penjualan sayuran yang dilakukan oleh pedagang/pengumpul bervariasi. Rataan setiap harinya para pedagang bisa mengangkut 1 (satu) kendaraan bak/truk dengan asumsi kapasitasnya dapat mencapai 6 (enam) ton sayuran. Kendaraan bak/truk yang digunakan untuk pengangkutan sayuran ke pasar digunakan juga untuk mengangkut pupuk dari pasar untuk dijual ke para petani di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 13 dan 14. Hal tersebut untuk mengefisienkan biaya
transportasi, sehingga masing-masing pihak dapat saling menguntungkan, serta karena mahalnya biaya transportasi, sehingga hal tersebut juga dapat menghemat biaya.
Gambar 13. Truk pengangkut pupuk dan sayuran
Gambar 14. Pengangkutan sayuran dengan mobil bak Pemasaran sayuran tersebut kebanyakan ditujukan ke pasar-pasar di Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk Kramatjati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang, Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan antar Provinsi, yaitu di daerah Pontianak. Selain di pasarpasar, pemasaran juga ke swalayan/supermarket dan perusahaan (sistem kontrak). Penjualan yang dilakukan oleh para pedagang/pengumpul skala besar di Pangalengan sudah tertata dengan baik sistem manajemennya seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Dagang (PD) Hikmah. PD Hikmah berdiri sejak tahun 1962, pendirinya bapak Hj. Hikmah. Struktur organisasi dari PD Hikmah terdiri dari owner, dua (2) kepala (kepala operasional dan administrasi) dan terdapat tiga (3) manager (marketing, keuangan dan area) serta terdapat beberapa supervisor (kepala lapang). Jumlah karyawan yang dimiliki saat ini 1300 orang. PD Hikmah mengelola sekitar 7 (tujuh) kelompok tani di Pangalengan. Komoditi utamanya sendiri antara lain adalah
Kentang, benih Kentang, Kol, Cabe dan Wortel dan produk unggulan dari PD Hikmah, yaitu kentang. Produk kentang yang dihasilkan dari PD Hikmah tersebut sudah memiliki sertifikat dari Sucofindo (badan sertifikasi di Indonesia). Akan tetapi sertifikat yang dimiliki belum mewakili sebagai produk kentang organik. Untuk budidaya dalam pembenihan kentang memiliki screen house sendiri. Saat ini PD Hikmah dikelola dengan manajemen modern dengan tenaga profesional yang berasal dari keluarga maupun profesional lainnya. Dalam pengembangan agribisnis, perusahaan membeli Kentang dari masyarakat, atau Petani dengan harga pasar dari Poktan, sedangkan pengadaan bibit, pupuk dan pestisida ditanggung oleh PD Hikmah sendiri. Dalam usahanya PD Hikmah juga telah melakukan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai perusahaan besar. PD Hikmah memasarkan sayurannya kebanyakan di swalayan-swalayan terkemuka seperti Lotte Mart, Makro, Hero yang berada di kawasan Jakarta, Bogor
dan
Bandung.
Selain
itu
pemasarannya
juga
di
pasar-pasar
tradisional/induk. Untuk permodalan PD Hikmah sendiri bermitra dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Bukopin. Pemasaran merupakan aktivitas menyediakan
sarana
bagi
pelanggan untuk
mendapatkan produk
serta
memengaruhi konsumen untuk membeli produk. Secara umum, sistem pemasaran sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan pada umumnya hampir sama dengan sistem pemasaran daerah-daerah lain. Pemasaran sayuran di Pangalengan dilakukan dengan sistem kontrak dan pemasaran secara langsung agar mendapat respon dari konsumen. Para Petani di Pangalengan melakukan ikatan kontrak kerjasama dengan perusahaan agribisnis, usaha olahan, perhotelan dan pelaku usaha lain yang membutuhkan kepastian produk. Sistem kontrak sebenarnya menguntungkan kedua belah pihak (petani dan mitranya). Dengan sistem kontrak ini akan menjamin kuantitas, mutu dan kontinuitas produk bagi pelaku usaha. Manfaat bagi petani adalah harga yang ditetapkan di atas harga pasar tradisional, kestabilan harga selama periode tertentu, bantuan modal, bantuan benih dan prosedur budidaya sayuran. Komoditas yang dijual dengan sistem kontrak biasanya akan dipasarkan di berbagai pasar modern (supermarket atau swalayan), hotel dan perusahaan agribisnis untuk tujuan ekspor.
Petani yang belum memiliki ikatan kontrak pemasaran akan menjual sayurannya kepada konsumen akhir ataupun pembeli dalam jumlah besar (agen, bandar, tengkulak dan pedagang/pengumpul). Sebelum panen, biasanya perwakilan dari Poktan akan mencari pembeli di pasar tradisional Pangalengan. Pasar tradisional inilah tempat berkumpulnya Poktan dengan para calon pembeli yang berasal dari berbagai daerah. Poktan melakukan negoisasi dengan para calon pembeli terkait jenis komoditas, kuantitas (kuintal, atau ton), harga dan cara pembayaran. Selanjutnya bila ada kesepakatan, maka Petani dan pembeli langsung menuju lahan pertanian. Komoditas sayuran yang dijual kepada pembeli selanjutnya dijual di pasarpasar tradisional seperti pasar tradisional Pangalengan, Pasar Tradisional Caringin (Bandung), Pasar Tradisional Bogor, Pasar Induk Keramat Jati (Jakarta), Pasar Induk Tangerang dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Tabel 23 menunjukkan daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan. Tabel 23. Daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan No
Komoditas Sayuran
Harga (Rp)
1
Kentang
4.000,-
2
Kubis
2.000,-
3
Sawi
1.500,-
4
Tomat
2.000 –3.500,-
5
Buncis
4.500,-
4.2.4 Identifikasi konsumen sayuran organik Hasil kajian terhadap konsumen sayuran organik ini digunakan untuk mengetahui permintaan dan keinginan konsumen akan sayuran yang organik. Kebanyakan konsumen sayuran organik adalah perempuan dengan pendidikan rata-rata adalah sarjana dan kebanyakan profesinya adalah pegawai negeri. Para konsumen memilih sayuran organik, karena konsumen menyadari akan pentingnya kesehatan bagi tubuh. Selain itu salah satu alasan lain pemilihan sayuran organik adalah karena konsumen mengetahui bahwa sayuran organik memiliki kandungan mutu dan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran biasa. Alasan lainnya, para konsumen merupakan vegetarian, sehingga konsumen
tidak rugi untuk mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan sayuran yang bermutu tinggi. Rataan konsumen membeli sayuran organik 3-4 kali dalam sebulan dan jenis sayuran yang dibeli juga bervariasi 2-3 jenis sayuran organik. Awal dari ketertarikan para konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi sayuran organik, kebanyakan dikarenakan adanya iklan di Swalayan yang mempromosikan sayuran organik. Dengan kata lain, konsumen lebih memilih dan tertarik untuk membeli sayuran organik di Swalayan daripada di pasar tradisional. Hal tersebut dikarenakan sayuran yang dijual di Swalayan lebih segar daripada pedagang sayur keliling dan juga karena kebanyakan tempat tinggalnya lebih dekat dengan Swalayan. Menurut para konsumen sayuran organik, yang menjadi indikator bermutunya sayuran organik adalah mutu kesegaran dari sayurannya. Selain itu para konsumen berpikir bahwa sayuran organik yang mereka beli baik untuk kesehatan tubuh karena tidak menggunakan bahan pestisida, bersih dan segar. 4.3
Analisis Lingkungan Usaha Analisis lingkungan usaha adalah proses awal dalam manajemen strategi
yang bertujuan untuk memantau lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan mencakup semua faktor, baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan. Secara garis besar analisis lingkungan usaha dapat dikategorikan ke dalam dua bagian besar yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan. 4.3.1 Identifikasi faktor internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam organisasi dan secara normal memiliki implikasi langsung pada aktivitas organisasi. Analisis faktor internal merupakan proses identifikasi terhadap faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 24. Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam kelompok tani dengan mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, kegiatan produksi dan operasi. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal di Pangalengan, terdapat beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk menuju pertanian organik. Poktan sebagai wadah belajar dan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara para Petani memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan, serta meningkatkan kesejahteraan Petani. Hubungan baik antara ketua dan anggota Poktan dapat mencapai skala ekonomi, baik kuantitas, mutu, maupun kontinuitas. Tabel 24. Faktor internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan Faktor Kekuatan Kelemahan Internal Manajemen 1. Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota Poktan
1. Kemampuan SDM masih rendah
Pemasaran
1. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik. 2. Lemahnya akses Poktan terhadap pasar sayuran organik. 3. Kurangnya promosi sayuran organik 1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Keterbatasan modal 1. Sertifikasi produk organik belum ada 2. Mahalnya biaya transportasi
Keuangan
Produksi dan operasi
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam. 2. Kondisi geogafis mendukung 3. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 4. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III) dan pertanian ramah lingkungan juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Beberapa hal yang menjadi kelemahan menuju pertanian organik di Pangalengan, antara lain kualifikasi SDM (petani, atau anggota Poktan) di Pangalengan masih tergolong rendah. Kemudian keinginan para Petani untuk beralih ke pertanian organik sebenarnya sudah ada. Akan tetapi, para Petani engan untuk memproduksi sayuran organik, karena harga sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran yang diproduksi secara organik.
Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk mengembangkan pertanian organik. Hal ini terjadi karena belum ada pasar dan saluran distribusi produk organik di Pangalengan. Kurangnya promosi, biaya produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal dan mahalnya biaya transportasi merupakan bagian dari kelemahan yang dihadapi oleh para Petani di Pangalengan untuk menuju pengembangan pertanian organik. 4.3.2 Identifikasi faktor eksternal Identifikasi
terhadap
faktor-faktor eksternal
menghasilkan rumusan
mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi, sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif. Tabel 25 menunjukkan faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Tabel 25. Faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan Faktor Eksternal Peluang Ancaman Ekonomi
1. Harga jual lebih tinggi
Sosial budaya dan
1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature 3. Loyalitas konsumen organik yang tinggi. 4. Asosiasi pertanian organik 1. Kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik 2010” 2. Dukungan pemerintah
1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi
1. Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1. Konsinyasi harga dari para agen tengkulak
demogafi
Politik, pemerintah hukum Kompetitif
dan
1. Tarif ekspor sayuran tinggi
Selama ini sayuran yang diproduksi di Pangalengan masih berada pada tahap Prima-III (sayuran aman dikonsumsi) dan profit yang didapatkan masih dapat menutupi biaya produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature, loyalitas konsumen organik tinggi, adanya asosiasi pertanian organik, kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik”, dukungan pemerintah, kuota permintaan yang belum semua terpenuhi akan mendorong peningkatan permintaan sayuran organik. Bila permintaan sayuran organik tinggi, kemudian diikuti oleh biaya produksi yang efisien, serta harga jual tinggi akan memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan para petani. Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, terdapat beberapa ancaman untuk menuju pertanian organik di Pangalengan, diantaranya serangan hama dan penyakit perusak tanaman, iklim dan cuaca yang tidak menentu, tarif ekspor sayuran tinggi, serta konsinyasi harga dari para agen, atau tengkulak. 4.4
Analisis Matriks IFE Berdasarkan hasil analisis faktor internal, maka selanjutnya akan
diidentifikasi
beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan Poktan.
Setelah faktor-faktor strategi internal Poktan yang meliputi kekuatan dan kelemahan, maka dilakukan pengisian kuesioner. Penetapan bobot dan rating melibatkan beberapa pihak, antara lain : 1. Ketua Poktan “Katata” 2. Ketua Poktan “Sari Tani” 3. Pedagang atau pengumpul di Pangalengan 4. Pemasok bibit di Pangalengan 5. Asisten Manager “Adi Farm” 6. Farm Manager “Hikmah Farm” 7. Marketing Manager “Hikmah Farm” 8. Ibu Kepala Desa Pangalengan (sebagai perwakilan konsumen) 9. Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Bidang Hortikultura) Jawa Barat Proses pembobotan IFE dapat dilihat pada Lampiran 7 Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan, total skor rata-rata IFE adalah 2,260 (Tabel 26). Hal ini dapat diartikan kemampuan Poktan untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan mengatasi kelemahan tergolong rataan.
Tabel 26. Analisis matriks IFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Faktor - Faktor Internal Kekuatan A Sayuran yang diproduksi beraneka ragam B Kondisi geografi mendukung C Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan anggota kelompok tani D Pertanian ramah lingkungan (prima III) E Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi Kelemahan F Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga G sayuran semi organik H Kemampuan SDM masih rendah I Lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik J Sertifikasi produk organik belum ada K Keterbatasan modal L Kurangnya promosi sayuran organik M Mahalnya biaya transportasi Total
Nilai Tertimbang (a x b)
0,073 0,073
3,5 3,6
0,255 0,262
0,064 0,079 0,084
3,3 3,8 4,0
0,210 0,302 0,336
0,081
1,2
0,097
0,081 0,081
1,4 1,5
0,114 0,121
0,083 0,078 0,071 0,084 0,069 1,000
1,3 1,5 1,8 1,2 1,6
0,108 0,117 0,127 0,101 0,111 2,260
Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa sayuran yang diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dalam strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Dengan demikian, sistem produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju pertanian organik murni. Hal ini juga didukung dengan pertanian di Pangalengan yang ramah lingkungan (prima III) dengan skor 0,306. Kondisi geografi yang mendukung menempati posisi ketiga dengan jumlah skor 0,262. Kemudian sayuran yang diproduksi beraneka ragam (skor 0,255) dan hubungan baik antara Ketua dengan Anggota Poktan (skor 0,210) menambah kekuatan yang dimiliki Poktan di Pangalengan. Kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah keterbatasan modal dengan skor 0,127. Kemudian didukung dengan kemampuan SDM masih rendah (skor 0,121). Faktor kelemahan lainnya, yaitu sertifikasi produk organik yang belum ada (0,117). Selain itu, harga sayuran organik dipasaran harganya hampir sama dengan sayuran semi organik (skor 0,114). Kelemahan lainnya, yaitu mahalnya biaya transportasi (skor 0,111), lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik (skor 0,108) dan kurangnya
promosi sayuran organik (skor 0,101). Faktor-faktor diatas merupakan kelemahan dalam aspek pemasaran di Pangalengan. Biaya produksi sayuran organik yang tinggi (skor 0,097) juga merupakan salah satu kelemahan. 4.5
Analisis Matriks EFE Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Poktan.
Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan, total skor rataan EFE 2,790 (Tabel 27). Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong rataan. Tabel 27. Analisis matriks EFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Faktor- Faktor Eksternal Peluang Pertambahan jumlah penduduk yang terus A meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup B masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go C organik 2010" D Loyalitas konsumen organik tinggi E Asosiasi pertanian organik F Harga jual sayuran organik lebih tinggi G Kuota permintaan belum terpenuhi semua H Dukungan pemerintah Ancaman I Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu J mempengaruhi hasil produksi K Konsinyasi harga dari para agen/tengkulak L Tarif ekspor sayuran tinggi Total
Nilai Tertimbang (a x b)
0,073
3,2
0,234
0,087
3,9
0,339
0,086 0,073 0,069 0,083 0,076 0,102
3,6 3,3 3,0 3,6 3,2 3,8
0,310 0,242 0,208 0,297 0,243 0,388
0,089
1,6
0,142
0,085 0,078 0,098 1,000
1,7 1,7 1,1
0,144 0,133 0,108 2,790
Pada Tabel 27, terlihat bahwa dukungan pemerintah merupakan peluang yang paling besar di Pangalengan dalam menuju pertanian organik (skor 0,388). Hal tersebut juga didukung oleh perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature (skor 0,339). Kebijakan pemerintah
mengenai adanya program “Go Organik 2010” juga menjadi peluang besar untuk menuju pertanian organik di Pangalengan (skor 0,310).
Selain itu, peluang
lainnya adalah kuota permintaan akan sayuran organik yang belum semua dapat terpenuhi (skor 0,243), loyalitas konsumen organik yang tinggi (skor 0,242), pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat (skor 0,234) dan asosiasi pertanian organik (skor 0,208). Semua faktor tersebut menjadi peluang di Kecamatan Pangalengan untuk menuju pertanian organik. Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Pangalengan adalah iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi (skor 0,144). Selain itu serangan hama dan penyakit perusak tanaman (skor 0,142) merupakan ancaman yang besar juga di Pangalengan. Kemudian adanya konsinyasi harga dari para agen/tengkulak (skor 0,133) dan ancaman dari pemerintahan yang menjadi kendala adalah tarif ekspor sayuran yang tinggi (skor 0,108). 4.6
Matriks IE Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka
akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan matriks Internal-External (IE). Kegunaan matriks IE adalah untuk mengetahui posisi Poktan saat ini. Informasi spesifik tentang lingkungan internal, maupun eksternal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan nilai matriks IFE 2,260 yang artinya faktor internal berada pada posisi rataan. Sedangkan total nilai tertimbang pada matriks EFE adalah 2,790 memperlihatkan respon yang diberikan oleh kelompok tani terhadap lingkungan eksternal tergolong rataan. Posisi Poktan di Pangalengan berada pada Kuadran V (hold and maintain), yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. Poktan yang masuk ke dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Gambar 15 menunjukkan hasil analisis matriks IE Poktan di Pangalengan.
Total Nilai IFE diberi Bobot Kuat
Rataan
Lemah
3,0 – 4,0
2,0 – 2,99
1,0 – 1,99
3,0
4,0
2,260 2,0
1,0
3,0 – 4,0 diberi Bobot
Total Nilai EFE
Tinggi
3,0
Menengah 2,0 – 2,99
(II)
(III)
(IV)
(V)
(VI)
(VII)
(VIII)
(IX)
2,790 2,0
Rendah 1,0 – 1,99
(I)
1,0
Gambar 15. Analisis matriks IE Poktan di Pangalengan 4.7
Analisis Matriks SWOT Analisis menggunakan matriks SWOT adalah identifikasi sistematis atas
kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi Poktan. Tujuan dari tahap pencocokan (matriks SWOT) adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua alternatif strategi
yang dikembangkan
dalam
matriks
SWOT
akan
dipilih
dan
diimplementasikan. Dengan analisa ini diharapkan kelompok tani dapat menyusun strategi bersaing berdasarkan kombinasi antara faktor- faktor internal dan eksternal yang telah disajikan dalam matriks IFE dan EFE, sehingga pada akhirnya didapatkan strategi yang sesuai berdasarkan posisi dan kondisi kelompok tani. Strategi ini terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 28. Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan. Dengan pilihan strategi yang tepat, diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matriks SWOT akan diperoleh alternatif strategi untuk menentukan critical decision.
Tabel 28. Analisis strategi IFE dan EFE
Faktor Internal (Internal Factor) Faktor
Eksternal (External
Kekuatan (Strengths–S)
Kelemahan (Weakness–W)
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam 2. Kondisi geogafi mendukung 3. Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota Poktan 4. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 5. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik 3. Kemampuan SDM masih rendah 4. Lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik 5. Sertifikasi produk belum ada 6. Keterbatasan modal 7. Mahalnya biaya transportasi
Strategi S–O
Strategi W–O
Factor)
Peluang (Opportunities–O) 1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature 3. Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010" 4. Loyalitas konsumen organik tinggi 5. Asosiasi pertanian organik. 6. Harga jual lebih tinggi 7. Kuota permintaan belum terpenuhi semua 8. Dukungan pemerintah. Ancaman (Threats–T) 1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil produksi 3. Konsinyasi harga dari para agen /tengkulak 4. Tarif eskpor sayuran tinggi.
1. Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi. 2. Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi 3. Memfokuskan pengembangan produk sayuran organik premium
Strategi S–T
1. Perencanaan pola tanam yang lebih baik 2. Pengembangan produk sayuran organik unggulan
1. Fasilitasi dan dukungan pemerintah 2. Penguatan terhadap aspek finansial (permodalan) 3. Memenuhi standar mutu produk sayuran organik sesuai keinginan pembeli 4. Melakukan kemitraan dengan pasar Swalayan dalam pendistribusian produk sayuran organik
Strategi W–T
1. Melakukan riset pasar sayuran organik dan merencanakan perkembangan pemasarannya 2. Memantau dan mengawasi harga sayuran di setiap tingkatan rantai pasok 3. Membentuk asosiasi produsen sayuran organik ditingkat Gapoktan dan Poktan
1.
Strategi S–O (Strengths–Opportunities) Strategi S–O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya. Pada saat ini permintaan produk
sayuran organik di Pangalengan masih belum ada. Hal ini disebabkan karena pertanian yang diterapkan oleh kelompok tani di Pangalengan masih kategori aman dikonsumsi (Prima III). Sementara dalam pertanian organik aspek mutu merupakan sasaran penting. Mutu produk yang baik juga dapat memberikan nilai tambah bagi petani, terutama dalam bersaing memasarkan produk sayuran organik (competitive). Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan keterpaduan kebijakan dan kegiatan, sejak tahap pra produksi, produksi, sampai pasca panen termasuk penyimpanan dan pengangkutan. Sertifitikasi produk juga dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk
yang memenuhi
persyaratan organik. Fluktuasi harga sayuran yang sangat ekstrim terkadang dialami oleh Poktan di Pangalengan. Hal ini disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu : 1. Kelebihan penawaran produk sayuran di pasaran (excess supply). Hal ini terjadi karena panen yang melimpah, sementara permintaan sayuran tetap. Akibatnya adalah harga produk sayuran ditingkat petani akan jatuh di bawah harga normal. Kondisi ini akan menyebabkan Petani mengalami kerugian. 2. Produk yang dipasarkan sangat sedikit sementara permintaan tetap, atau meningkat (excess demand). Kondisi ini seharusnya memperkuat posisi petani untuk menaikan harga di atas harga normal. Namun yang terjadi adalah harga produk sayuran ditingkat petani hanya meningkat sampai 10% dari harga normal. Untuk mengatasi fluktuasi harga yang sangat ekstrim di lingkungan Poktan, diperlukan pola tanam yang baik dan teratur. Poktan perlu melakukan penjadwalan mulai dari pra produksi hingga pasca panen. Dengan sistem ini kelompok tani dapat menyediakan produk secara kontinyu dan sesuai dengan permintaan pasar. Untuk membuka akses pasar dan rantai distribusi
produk
sayuran organik di Pangalengan dapat dimulai dengan melakukan kontrak kerjasama antara kelompok tani dengan para pelaku usaha agribisnis. Dengan adanya kontrak pemasaran ini akan mendorong petani untuk menyediakan produk
sayuran organik yang bermutu. Selanjutnya jumlah produk yang dipanen sesuai dengan permintaan. Sistem kontrak juga dapat menjamin kontinuitas produk kepada para pelaku usaha agribisnis, serta harga yang relatif stabil selama periode tertentu.
Strategi lainnya yaitu memfokuskan untuk pengembangan produk
sayuran organik premium. Strategi ini untuk mengarahkan dan mendorong para petani di Pangalengan untuk beralih secara bertahap dari pertanian sayuran Prima III menuju pertanian sayuran organik. 2.
Strategi W–O (Weakness–Opportunities) Strategi W–O merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan untuk meraih peluang. Penyediaan fasilitas dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pertanian sayuran organik di Pangalengan. Fasilitas pra produksi hingga pasca panen yang memadai dapat mendorong Poktan untuk beralih ke pertanin organik. Penggunaan alat-alat teknologi pertanian yang berbasis ramah lingkungan dan pembangunan sarana dan prasarana yang baik dan lengkap merupakan faktor-faktor pendukung yang sangat dibutuhkan untuk memajukan pertanian organik di Pangalengan. Salah satu tantangan pengembangan pertanian organik di Pangalengan adalah aspek finansial atau modal (struktur biaya produksi dan pendapatan). Pada umumnya petani maupun kelompok tani di Pangalengan memiliki modal finansial yang relatif kecil. Bahkan terdapat beberapa Poktan yang meminjam modal usaha sebelum memulai produksi. Keterbatasan modal meyebabkan produktivitas yang rendah dan belum terkelolanya SDA dan SDM secara maksimal. Oleh karena itu, penguatan aspek finansial (modal) merupakan faktor yang sangat penting. Dalam mengembangkan pertanian organik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama permodalan awal untuk mendapatkan sertifikasi lahan. Kemudian pasokan bibit, atau benih yang tersertifikasi masih terbatas, sehingga harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan bibit biasa. Oleh karena itu, bantuan finansial dari pemerintah untuk memberikan pinjaman modal usaha dengan bunga rendah (kurang dari 6%) ataupun subsidi benih dan pupuk dapat membantu petani untuk mengembangkan pertanian organik di Pangalengan. Memenuhi dan memproduksi sayuran yang bermutu sesuai dengan standar dan keinginan pembeli merupakan salah satu kelemahan yang harus diperbaiki
oleh para petani di Pangalengan untuk mengembangkan pertanian sayuran organik. Mutu dari sayuran merupakan faktor penting bagi para konsumen dalam membeli suatu produk, karena selain membeli produknya nilai yang lebih berharga adalah manfaat dari produk yang telah dibeli. Struktur dari rantai pasok sayuran organik tentunya tidak jauh berbeda dengan sayuran biasa. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlangsungan rantai distribusi pemasarannya, para petani di Pangalengan diharapkan untuk melakukan kemitraan dengan pasar swalayan. Dengan bermitra maka produk sayuran organik yang telah diproduksi sudah memiliki pasar tetap dan rantai distribusinya juga akan berjalan secara kontinu. 3.
Strategi S–T (Strengths–Threats) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
meminimalisasi ancaman eksternal. Produktivitas suatu komoditas sayuran bergantung pada faktor genetis, teknik budidaya dan interaksi dengan faktor lingkungan seperti tanah. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur cuaca dan iklim misalnya hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh cuaca dan iklim terkadang menguntungkan tetapi tidak jarang merugikan. Suhu udara dan tanah mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum dan maksimum berbeda-beda untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Suhu udara juga merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah (180-210C). Keberadaan hama dan penyakit pada tanaman juga sangat dipengaruhi oleh dinamika iklim. Perubahan cuaca dan iklim yang sangat ekstrim, terutama kekeringan dan banjir dapat menyebabkan gagal panen. Cuaca dan iklim merupakan kondisi alam dalam wilayah yang luas dan tidak dapat dikendalikan oleh Poktan. Namun Poktan dapat mensiasati hal itu dengan menanam jenis tanaman yang sesuai dengan musimnya. Salah satu pendekatan yang paling efektif untuk menghadapi perubahan cuaca dan iklim adalah menyesuaikan sistem usaha tani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus berdasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim.
Data yang lengkap dan akurat melalui pengamatan akan memberikan kejelasan gejala dan anomali cuaca atau iklim kepada Poktan. Dengan adanya data yang valid, maka data cuaca dapat diolah hingga informasinya dapat bermanfaat bagi petani maupun pengguna lain. Informasi yang diberikan akan sangat membantu dalam manajemen pertanian, karena unsur-unsur cuaca memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Dengan adanya informasi cuaca dan iklim, Poktan dapat melakukan perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi cuaca dan iklim tidak menentu. Selain itu, kekuatan internal yang harus dikembangkan adalah mengembangkan pertanian Prima III menuju pertanian sayuran organik unggulan. Pengembangan tesebut diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sayuran ditingkat harga dari para distibutor. 4.
Strategi W–T (Weakness–Threats) Strategi W-T adalah taktik yang diarahkan dengan meminimalisasi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Riset pemasaran merupakan kegiatan penelitian di bidang pemasaran, seperti pengumpulan data produk sayuran organik yang banyak diminati konsumen, serta bernilai tambah tinggi, saluran atau rantai distribusi, informasi harga, segmentasi pasar dan tingkat persaingan. Dengan mengetahui kondisi pasar dan tingkat persaingan, maka Poktan dapat membuat produk sesuai dengan permintaan pasar. Dari hasil riset pasar juga dapat diketahui segmentasi produk, dimana produk tersebut dibutuhkan, kapan produk tersebut harus dipasok dan mutu produk yang diinginkan oleh konsumen. Selain itu juga dapat diketahui besarnya permintaan nyata dan potensi permintaan, kemudian kapan saat-saat permintaan memuncak, kapan saat-saat menurun. Kesemuanya itu ditujukan sebagai masukan bagi Poktan termasuk stakeholder dalam rangka pengambilan keputusan. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai untuk
perumusan
strategi
pemasaran
dalam
merebut
peluang
pasar.
Memperkenalkan dan menginformasikan produk sayuran organik juga perlu dilakukan untuk menarik minat konsumen. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui pameran, iklan media massa, maupun cetak, menyebarkan brosur dan sebagainya.
Rantai distribusi yang sangat panjang dapat memicu terjadinya spekulasi harga diantara para agen atau tengkulak. Spekulasi harga yang sangat ekstrim dapat merugikan para petani. Hal ini terjadi karena masing-masing pelaku pasar akan berusaha mencari keuntungan dari setiap harga jual produk. Bila daya beli konsumen tetap, maka harga produk ditingkat Petani akan ditekan sampai di bawah harga normal. Untuk mencegah terjadinya spekulasi harga dalam rantai distribusi, maka dibutuhkan pengawasan terpadu dari dinas pertanian. Melakukan efisiensi dalam rantai distribusi juga perlu dilakukan untuk menghindari biaya (cost) yang terlalu besar. Informasi harga komoditas juga sebaiknya dapat diakses oleh Poktan secara langsung. Dengan adanya transparansi harga, maka petani dapat menetapkan harga normal suatu komoditas dan hal ini tentunya dapat memberikan nilai tambah kepada petani atau kelompok tani. Selain itu, peranan pemerintah dalam regulasi harga sangat dibutuhkan terutama untuk memperkuat posisi daya tawar petani. Bila harga yang ditetapkan dapat memberikan nilai tambah kepada petani, atau Poktan, tentunya akan mendorong petani untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. Dalam hal ini, dukungan dalam pengawasan dan pemantauan harga sayuran di setiap tingkatan rantai pasok sangat diperlukan. Dalam melakukan pengembangan pertanian organik di Pangalengan, selain dukungan dari pemerintah kerjasama antar petani juga merupakan faktor yang sangat penting. Para petani di Pangalengan harus mampu membentuk suatu asosiasi produsen untuk sayuran organik, baik ditingkat Gapoktan dan Poktan. Asosiasi tersebut diharapkan mampu menjadi wadah untuk menampung segala kesulitan dan mengatasi semua kendala dalam melakukan produksi sayuran organik. Dengan adanya asosiasi, para petani akan lebih tergerak dan termotivasi untuk menjadi produsen sayuran organik. Kerjasama antar petani tersebut dapat berupa kerjasama terkait secara teknis dan teknologi, serta dalam aspek finansial. Antar petani dapat melakukan penggabungan modal, atau saling meminjam modal untuk melakukan produksi sayuran organik.
4.8
Prioritas Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Kecamatan Pangalengan – Bandung Pemilihan strategi merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan data
dalam kajian ini. Alat analisis yang digunakan untuk memilih strategi dari beberapa alternatif strategi yang berhasil dibangkitkan yaitu dengan menggunakan AHP. Penggunaan AHP sebagai alat untuk pemilihan strategi karena AHP memiliki
fleksibilitas
yang
tinggi,
kemampuan
untuk
mengakomodasi
kompleksitas permasalahan yang ada kedalam sebuah hirarki dan kendalanya mengakomodasi konflik diantara para pakar yang memberikan pendapat. Identifikasi untuk tiap masing-masing unsur dalam hirarki AHP dilakukan oleh pendapat tiga (3) orang ahli/pakar dalam pertanian sayuran organik. Para ahli/pakar tersebut meliputi pelaku rantai pasok oleh Bapak Bunyan, MS sebagai perwakilan dari praktisi, Bapak Sidik Haryanto, MSc yang merupakan Kasi Teknologi Subdit Budidaya Tanaman Sayuran, Direktorat Jenderal HortikulturaKementrian Pertanian sebagai perwakilan dari pemerintah dan staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian–IPB yaitu Dr. Ahmad Junaedi, MS sebagai perwakilan dari akademisi. 8.1 Ultimate Goal (UG) UG dari struktur hirarki ini adalah “menyusun konsep strategi persiapan pengembangan rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Harapan strategi yang diperoleh adalah strategi dalam mengembangkan dan menciptakan rantai pasok menuju pertanian sayuran organik di Pangalengan. Dalam hal manajemen rantai pasok di Pangalengan untuk sayuran organik masih perlu kajian yang lebih dalam dan luas, sehingga harapan serta tujuan dari kajian ini setidaknya dapat memetakan setiap unsur dalam rantai pasok pertanian sayuran di Pangalengan menuju konsep pengembangan pertanian sayuran organik. 4.8.2 Faktor Faktor-faktor utama yang berpengaruh nyata dalam pengembangan manajamen rantai pasok adalah : a.
SDM
SDM merupakan motor dari aliran rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan, maka setiap pemain yang berperan terhadap manajemen rantai pasok dilakukan oleh SDM, yang mana untuk menghasilkan suatu aliran rantai pasok yang baik untuk sebuah komoditas dibutuhkan SDM bermutu. Selain itu, untuk menuju pertanian organik peran utama adalah SDM dari para petani. Faktor penentu keberhasilan dalam konsep pengembangan menuju pertanian organik di Pangalengan adalah SDM yang memiliki kompeten, ahli didalamnya dan memiliki kemauan untuk belajar. b.
Modal Modal merupakan faktor utama yang diperlukan untuk menjalankan suatu
usaha, termasuk untuk pengembangan rantai pasok untuk pertanian organik di Pangalengan ini. Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Modal juga merupakan masalah yang sering muncul ketika suatu usaha ingin berkembang, karena dibutuhkan sejumlah modal untuk melakukan kegiatan investasi. Demikian pula dalam usaha pengembangan rantai pasok, modal merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan produksi, karena digunakan untuk membiayai kegiatan operasional. Untuk biaya awal menuju pertanian organik, dibutuhkan modal yang tidak sedikit, karena untuk awal pembiayaan sertifikasi lahan memerlukan biaya besar. c.
Potensi Pasar Potensi pasar merupakan kemampuan pasar untuk memasarkan produk
sayuran organik yang telah dihasilkan oleh Petani. Peluang pasar didalam negeri maupun diluar negeri yang besar tehadap produk organik harus dimanfaatkan oleh para pelaku usaha rantai pasok di Pangalengan. Hal ini dikarenakan saat ini orang sudah semakin sadar akan pentingnya asupan pangan yang sehat, sehingga dari pola konsumen sendiri akan menciptakan peluang pasar yang besar dan mudah untuk melakukan penetrasi produk organik ke pasaran. d.
Dukungan Pemerintah Dalam program “Go Organic 2010”, pemerintah merupakan pelaku utama
sebagai penggerak menuju pertanian organik. Dukungan pemerintah merupakan faktor yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku rantai pasok pertanian di
Pangalengan untuk menuju pertanian sayuran organik. Selain dukungan kebijakan, dalam bentuk sosialisasi ke produsen, maupun konsumen pangan organik, regulasi dalam bentuk SNI dan pedoman pendukung lainnya, bantuan teknis dan penerapan, pembinaan serta pengawasannya. Selain itu pemerintah juga dapat memfasilitasi pengadaan pameran, pelatihan dan lain sebagainya. 4.8.3 Aktor Aktor-aktor utama yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan adalah : a. Petani dan pedagang b. Pemerintah c. Lembaga riset dan perguruan tinggi d. Lembaga keuangan e. Konsumen 4.8.4 Tujuan Tujuan penyusunan strategi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan adalah : a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan b. Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan c. Menyusun strategi rantai pasok yang tepat untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pengalengan 4.8.5 Alternatif Strategi Alternatif strategi pengembangan manajemen rantai pasok yang diperoleh melalui analisis SWOT adalah : a. Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi b. Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi c. Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani d. Penguatan aspek finansial (modal) e. Perencanaan pola tanam yang lebih baik f. Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasarannya g. Memantau dan mengawasi harga
Menyusun strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan, Kab. Bandung
Goal
Faktor
SDM
Potensi Pasar
Modal
Dukungan Pemerintah
Aktor Petani dan Pedagang
Pemerintah
Lembaga riset dan
Lembaga Keuangan
Konsumen
perguruan tinggi
Tujuan Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
Alternatif Strategi
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas pasar/ kemitraan dan mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani
Penguatan aspek finansial (modal)
Gambar 16. Struktur hirarki AHP
Perencanaan pola tanam yang lebih baik
Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran
Memantau dan mengawasi harga
4.9. Analisis Hubungan Antar Unsur Hirarki 4.9.1 Hubungan faktor dan ultimate goal Tabel 29 menunjukkan hubungan antara faktor dan goal dalam struktur hirarki AHP. Faktor yang dianggap paling penting terhadap konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan adalah modal dengan bobot 0,375. Modal merupakan faktor awal untuk dapat menerapkan dan mengembangkan pertanian sayuran menuju organik di Pangalengan. Tanpa adanya pembiayaan dan modal yang cukup, maka para petani tidak akan tergerak untuk memproduksi sayuran organik di Pangalengan. Tabel 29. Hubungan faktor dan goal Faktor/UG
Konsep
strategi
pengembangan
manajemen
rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan - Bandung SDM Dukungan Pemerintah Potensi Pasar Modal
0,166 0,228 0,231 0,375
4.9.2 Hubungan faktor dan aktor Tabel 30 menunjukkan hubungan antara faktor dan aktor dalam struktur hirarki. Aktor yang paling mempengaruhi SDM adalah petani dan pedagang (bobot 0,383). Para petani merupakan orang pertama yang akan memproduksi sayuran organik dan sekaligus sebagai produsen untuk rantai pasok distribusi sayuran organik. Aktor yang paling mempengaruhi faktor modal adalah konsumen dan lembaga keuangan (bobot 0,299). Dalam hal ini lembaga keuangan adalah untuk dukungan dan penguatan finansial. Aktor yang paling memengaruhi faktor potensi pasar adalah konsumen dengan bobot 0,443. Hal ini karena konsumen merupakan tujuan utama dari suatu produk diproduksi apabila tidak ada konsumen maka tidak akan tercipta suatu pasar. Aktor yang paling mempengaruhi dalam faktor dukungan pemerintah di Pangalengan adalah lembaga keuangan (bobot 0,364). Lembaga keuangan yang dimaksud dapat berupa bank pemerintahan yang ikut serta dalam mendukung pembiayaan pertanian organik di Pangalengan.
Tabel 30. Hubungan faktor dan aktor Aktor/faktor
SDM
Modal
Potensi Pasar
Petani dan Pedagang Pemerintah Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi Lembagan Keuangan Konsumen
0,383 0,107 0,087
0,061 0,244 0,104
0,082 0,169 0,169
Dukungan Pemerintah 0,113 0,149 0,160
0,163 0,260
0,299 0,292
0,137 0,443
0,364 0,215
4.9.3
Hubungan aktor dan tujuan Tabel 31 menunjukkan hubungan antara aktor dan tujuan dalam hirarki.
Bagi petani dan pedagang, pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi, serta konsumen tujuan yang paling dianggap penting adalah menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan dengan bobot berturut-turut 0,460, 0,600, 0,685 dan 0,584. Sedangkan dari sisi aktor lembaga keuangan mengganggap tujuan yang paling penting adalah mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan (bobot 0,600). Tabel 31. Hubungan aktor dan tujuan Tujuan/Aktor
Petani Pemerintah dan Pedagang
Mengidentifikasi 0,221 faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan Mengidentifikasi 0,319 peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
0,200
Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi 0,200
0,200
0,600
0,080
0,135
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
0,600
0,200
0,685
0,584
0,460
Lembaga Keuangan
Konsumen
0,234
0,281
4.9.4 Hubungan tujuan dan alternatif strategi Tabel 32 menunjukkan hubungan antara tujuan dan alternatif strategi dalam struktur hirarki AHP. Alternatif memperluas pasar/kemitraan, mempermudah saluran distribusi serta melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasarannya dianggap merupakan alternatif-alternatif paling penting untuk mencapai tujuan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan dengan bobot 0,217. Alternatif perencanaan pola tanam yang lebih baik merupakan alternatif paling penting untuk tujuan mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,342. Sedangkan untuk tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan alternatif strategi yang dianggap paling penting adalah memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi dengan bobot 0,239. Tabel 32. Hubungan tujuan dan alternatif strategi Alternatif Strategi/Tujuan
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan 0,054
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
0,240
0,041
0,217
0,079
0,239
0,202
0,083
0,163
0,054
0,074
0,155
0,054
0,342
0,060
0,217
0,097
0,185
0,202
0,083
0,158
4.10 Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok 4.10.1 Faktor Tabel 33 menunjukkan bobot faktor terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Faktor SDM merupakan faktor prioritas pertama dalam pencapaian goal dari kajian ini dengan bobot 0,375. Kemudian faktor lain berturut-turut berdasarkan prioritas paling tinggi ke rendah adalah potensi pasar (0,231), dukungan pemerintah (0,228) dan SDM (0,166). Tabel 33. Bobot faktor terhadap goal Faktor Modal Potensi Pasar Dukungan Pemerintah SDM
Bobot 0,375 0,231 0,228 0,166
Prioritas 1 2 3 4
4.10.2 Aktor Tabel 34 menunjukkan bobot aktor terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Dalam mencapai keberhasilan dari kajian ini aktor yang paling mempengaruhi goal adalah konsumen dengan bobot 0,306. Hal ini menunjukkan konsumen menjadi aktor untuk dapat menggerakkan dan menjadi tujuan utama dalam penyusunan konsep strategi rantai pasok di Pangalengan. Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah lembaga keuangan (0,252), hal ini menunjukkan bahwa pembiayan dan modal menjadi faktor penting untuk terciptanya goal. Kemudian aktor lain bertutur-turut adalah pemerintah (0,183), petani dan pedagang (0,145), serta lembaga riset dan perguruan tinggi menjadi prioritas aktor terakhir (0,128). Tabel 34. Bobot aktor terhadap goal Aktor Konsumen Lembagan Keuangan Pemerintah Petani dan Pedagang Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi
Bobot 0,306 0,252 0,183 0,145 0,128
Prioritas 1 2 3 4 5
4.10.3 Tujuan Tabel 35 menunjukkan bobot tujuan terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan (bobot 0,375) merupakan prioritas utama dalam pencapaian goal. Artinya strategi yang sesuai yang harus diutamakan agar tercipta goal. Prioritas tujuan kedua mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,180. Kemudian prioritas terakhir adalah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan (bobot 0,153). Tabel 35. Bobot tujuan terhadap goal Tujuan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan Mengidentifikasi faktorfaktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Bobot 0,375
Prioritas 1
0,180
2
0,153
3
4.10.4 Alternatif strategi Tabel 36 menunjukkan bobot alternatif strategi terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Alternatif strategi dengan prioritas utama adalah memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi dengan bobot 0,205. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai goal dalam kajian ini saluran distribusi dan perluasan pasar merupakan strategi utama yang harus diterapkan. Kemudian diurutan kedua alternatif strateginya melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran dengan bobot 0,180.
Hal tersebut berkaitan dengan mencari peluang pasar untuk mengembangkan dan memasarkan sayuran organik di Pangalengan. Alternatif strategi ketiga adalah fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani (bobot 0,157). Dalam strategi ini peran pemerintah sebagai fasilitator dan pendukung sangat dibutuhkan untuk mencapai goal. Prioritas strategi keempat adalah memantau dan mengawasi harga dengan bobot 0,156. Alternatif strategi ini dapat diterapkan bersama dengan strategi prioritas ketiga yaitu dengan dukungan dari pemerintah. Penguatan aspek finansial (modal) merupakan alternatif prioritas kelima (0,114). Untuk alternatif keenam dan ketujuh berturut-turut, yaitu perencanaan pola tanam yang lebih baik (bobot 0,107) dan meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi (bobot 0,081). Kedua alternatif terakhir tersebut berkaitan dengan produksi dari sayuran organik. Tabel 36. Bobot alternatif strategi terhadap goal Alternatif Strategi Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Memantau dan mengawasi harga Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Bobot 0,205
Prioritas 1
0,180
2
0,157
3
0,156
4
0,114
5
0,107
6
0,081
7
4.11 Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil analisis SWOT dan pengambilan keputusan dengan AHP, maka dapat dilihat bahwa alternatif strategi yang paling baik adalah memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi. Pengembangan pasar tersebut
dilakukan dengan cara memperluas saluran distribusi dan pemasarannya. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan promosi, membuka gerai di supermarket atau tempat lain dan melalui iklan, atau internet. Di Kecamatan Pangalengan saluran distribusi sayuran yang sudah ada tidak tersusun dengan manajemen yang baik. Beberapa Poktan saja yang memiliki kemitraan dengan perusahaan besar akan tetapi kelompok atau petani lain hanya melakukan penjualan dan distribusi yang tidak terencana dan tidak konsisten. Hal tersebut juga dikarenakan pasar untuk penjualan yang kurang luas dan adanya aliran rantai pasokan sayuran yang terlalu panjang telah menyebabkan penjualan tidak tertata dengan baik. Kegiatan konkrit dari strategi ini juga memerlukan dukungan dari pemerintah, terutama pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pihak yang berwenang dalam mengambil kebijakan dan memutuskan beberapa peraturan yang mengatur agribisnis di Pangalengan. Salah satu dukungan yang sangat diperlukan saat ini di Pangalengan adalah dalam hal sertifikasi untuk lahan dan produk organik. Agar pelaksanaan strategi berjalan dengan efektif dan efisien perlu dilakukan pola planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Planning yaitu merencanakan rumusan strategi dengan baik sesuai kebutuhan di lapangan, selanjutnya diikuti pengorganisasian yang baik terkait siapa saja pelaku yang akan terlibat dan berperan utama dalam strategi ini. Dalam proses pelaksanaannya harus ada kegiatan controlling untuk menjaga agar strategi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Berdasarkan rantai pasok yang sudah ada, ada beberapa aliran rantai yang panjang, karena bertujuan untuk memperluas jangkauan distribusi dan pasar. Akan tetapi apabila dilakukan pemotongan mata rantai pasok akan membantu menghilangkan pembelian dengan sistem ijon yang sering dilakukan oleh pedagang, atau pengumpul sayuran di Pangalengan. Dalam identifikasi para pelaku rantai pasok sayuran tersebut, sistem ijon yang sering dilakukan oleh para pedagang/pengumpul sebagai sistem yang menyebabkan petani lebih sulit untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik, namun sisi kelemahannya apabila sistem tersebut dihapuskan, maka jangkauan pasar dan distribusi sayuran di Pangalengan tidak akan luas.