Provinsi Gorontalo memiliki luas total perairan laut & 50.500 km2,yang terdiri dari perairan teritorial (12 mil) seluas i 10.500 km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas + 40.000 krn2 yang tersebar di wilayah utara clan selatan.
Total potensi keseluruhan sumberdaya ikan yang terkandung di dalamnya mencapai 82.200 ton.tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, 2002). Disamping itu wilayah pesisir dengan panjang pantai 590 km dm luas
mangrove 12,000 ha juga merupakan potensi sumberdaya alam yang belum
dimanfaatkan secara optimal (BPS Kehutanan, 1 996).
Dari luasan tersebut
hampir 7.624,30 ha terletak di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato (Hasil Pemekaran dari Kabupaten Boalemo tahun 2003) yang tersebar pada pmjang pantai 92,98 krn (Analisis Citra Landsat ETM Plus, 2002).
Ekosistem mangrove mernpunyai peran dan fungsi ekologis- ekonomis yang sangat penting bagi masyarakat dm lingkungm sekitarnya. Secara ekologis, ekosistem mangrove b e h g s i sebagai daerah pemijahan (spuwning grounds),
daerah mencari makan weeding ground) dan daerah pembesaran (nursety
ground!) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa dam, ranting dan biornassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi surnber pakan biota perairan dan unsur hsra yang sangat
menentukan produktivitas perikanan perairan laut di depannya. Lebih jauh, ekosistem mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan jenis-j enis kehidupan lainnya, sehingga ekosistem mengrove
menyediakan keanekaragaman (biodiversi~)dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem
perakaran dan canopy yang rapat serta kokoh, ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelom bang, tsunami, angin topan,
peremksan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya. Ekosistem mangrove kaya akan keanekaragaman hayatinya seperti ikan, udang, burung, mamalia darat, dan reptilia serta mempunyai peran dan fungsi ekonomis-ekologis yang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.
Ekosistem mangrove juga sangat potensial dikembangkan untuk
kegiatan perikanan, terutama untuk kegiatan tambak udang. Fungsi ekosistem mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah
menjadi penyarnbung (ecoron)daerah darat dan laut, serta mencegah gejala-gejala
alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai dan lain sebagainya, juga merupakan penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang merupakan sumber penghidupan masy arakat sekitarnya. Disamping Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke
arah laut melalui mangrove. Sementara secara ekonomis ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan hasil
dari ekosistem itu sendiri, perikanan estuaria dan pantai, serta wisata alam. Menurut Barbier et al, (19971, ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang (charcoal) dan bahan baku kerbs. Akibat dari fungsi ekonomis ekosistem mangrove, maka telah terjadi
kecenderungan pemanfaatannya untuk berbagai kegiatan ekonomi dengan cara mengkonversi ekosistem mangrove untuk berbagai peruntukan, salah satunya
untuk kegiatan budidaya tambak.
Sebagai contoh, kegiatan konversi ekosistem
mangrove manjadi tarnbak juga terjadi di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato. Konversi mangrove di Kecamatan Marisa mencapai 2.2 13,6 1 ha untuk tambak
dan peruntukkan lainya (Analisis Citra Landsat ETM Plus, 2002). Kegiatan budidaya udang di tambak, di Indonesia sudah dimulai sekitar
tahun 1980 d m semakin berkembang dengan adanya Program Intensifikasi
Tambak (INTAM) pada tahun 1984-1985, clan terus berkembang tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Dampaknya, pemanfaatan lahan di wilayah pesisir dengan mengkonversi ekosistem mangrove menjadi tambak di Pantai Utara Jawa dan Timur Sumatera, cenderung tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan sebagai faktor penyeimbang.
Akibatnya banyak lahan
budidaya tambak di kedua wilayah tersebut sudah tidak produktif lagi bahkan banyak ditinggalkan, Sebagai perbandingan, luas tambak di Indonesia sekitar 344.759 ha. Pa& tahun 1999-2001 luas m a 1 tambak meningkat 7 % dari 393.196 ha menjadi 450.000 ha. Narnun diperkirakan bahwa luas ekosistem mangrove yang telah
dikonversi mtuk tambak diperkirakan lebih dari itu. Jika areal potemial untuk tambak di Provinsi Gorontalo akan dimanfaah 100 %, maka luas ekosistem
mangrove yang dikonversi akan semakin menarnbah catatan penpangan lw mangrove di Indonesia.
Namun disisi lain pasokan ikan di pasar internasionai, terutama komoditas
udang,
mengalami kekurangan sejak tahun 1990, sebaliknya permintaan
cenderung meningkat. Indonesia sebagai salah satu negara eksportir udang masih
mungkin untuk memasok ke pasar dunia, dengan syarat pemanfaatan lahan pantai
(pesisir) hams di imbangi oleh pengaturdpenataan ruang dengan baik. Untuk h s u s di Kecamatan Marisa, maka dalam dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo tahun 2001 bahwa salah satu kawasan yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya tmbak adalah Kecamatan Marrisa ymg
terletak disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Randangan (BAPPEDA Provinsi Gorontalo, 200 1). Hal ini juga didukung oleh Studi Awal Pengelolaan Perikanan
dan Kelautan yang telah merekornendasikan Kecamatan Marisa sebagai salah satu
kawasan yang sesuai untuk model pengembangan budidaya tambak (PKSPLIPB, 2002).
Bila skenario model pengembangan tambak diimplementasikan, di Wilayah Pesisir Muara Sungai Randangan, maka hams juga memperhatikan darnpak (ektemalitas) pengembangan tambak, karena besaran 3 5 % input pakan menjadi limbah organik (Huisman, 1987 dalam Widigdo et al, 2000), dan merupakan pemasok utama limbah bahan organik dan nutrien ke ekosistem estuaria (Barg, 1991; Phillips, er al., 1993; Kibria ef a)., 1996; Boyd at a/, 1998; Boyd, 1999).
Secara ekonomi pakan merupakan komponen produksi utama yang mencapai 45 60 % dari biaya total (Widigdo, 2002). Bahkan menurut Harris (1 997) pakan dan benih menyerap hampir 40 - 70 % dari total biaya produksi udang
Masukan limbah organik ke estuaria disamping bersumber dari pakan udang juga bersumber dari sedimentasi, sehingga dengan adanya pernbukaan Isthan
sangat berpotensi rneningkatkan laju N. Menurut Gordon ef al(1996), hampir 50 % dari sedimen yang masuk ke estuaria mangandung
N. Disamping itu
sum bangan N ke estuaria j uga bersum ber dari ekosistern m a n p v e . Sumbangan
N ke
estuaria
dari ekosistem mangorove mencapai 3,768 g r M
(Djamaluddin, 1995). Agar kebijakan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi dari kegiatan
tambak udang berkisar 1.800 todtahun atau senilai Rp 90 milyarltahun (Dinas KeIautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, 2002) dapat tercapai, tambak udang yang
dikembangkan hams berkelanjutan dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan. Sehingga kertekaitan ekologi-ekonorni dalarn pengembangan tambak
menjadi sangat signifikan dan perlu diteIiti. Untuk rnenjaga kelestarian usaha tambak dan memperkecil penurunan
kualitas lingkungan akibat limbah tambak, maka jurnlahlluasan tambak yang &pat dibuka di suatu kawasan hams sesuai dengan kemampuan alam seternpat
(daya dukungnya).
Daya dukung a l m itu sendiri ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain faktor geo-oceanografis, hidrologis, sifat-sifat fisika tanah dan
air,pola arus pantai dan lain Iain. Dalarn penelitian ini akan dilakukan kajian beberapa parameter ekologi dan
ekonomi yang menunjang untulc pemanfaatan lahan mangrove untuk tambak secara lestari. Dengan demikian pada bagian terakhir dari kajian akan dilakukan
pernodelan dengan skenario untuk tarnbak tradisiod, semi intesif, dan intensif
berdasarkan pertimbangan parameter ekologi dan ekonomi untuk penentuan
luasan tarnbak lestari sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Perurnusan Masalah
Upaya pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan lautan tidak akan terlepas
dengan pemanfaatan dan pengernbangan secara berkelanjutan. Namun &lam pemanfaatan dan pengembangan ekosistem wilayah pesisir dan Iautan perlu
diperhatikan kekhasan karakteristikya. Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir cendemng tidak krdiri sendiri dan sangat sensitif dengan perubahan struktur
lahan yang terdapat di wilayah tersebut dan lahan atasnya. Pemanfaatan ekosistem wilayah pesisir dan Iautan secaw berkelanjutan dapat terwujud bila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : (1) keharrnonisan spasial, (2) kemarnpuan asimilasi (daya dukung
lingkungan), dan (3)
pemanfaatan potensi sesuai dengan daya dukungnya @emanfaatan secara lestari). Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan
pesisir dan laut bagi peruntukkan pernbangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kecocokan lahan (suitubiliias) dan keharmonisan antar pemanfaatan.
Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa suatu kawasan pesisir dan laut tidak sepenuhnya diperuntukkan bagai zona pemanfaatan, tetapi juga harus dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Menurut Odum (1 9711,
proporsi antara mna pemanfaatan dengan mna konsevasi dan preservasi berkisar
antara 60 : 40 atau 70 : 30. Keharmonisan spasial juga menuntut penataan dm pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan dikelola secara bijaksana.
Dengan demikian suatu kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Kemampuan asimilasi rnerupakan kemarnpuan ekosistem untuk
&pat
menerima suatu jurnlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan
lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditolerensi (Krorn, 1986 dalam
Dahuri et al, 1996). Artinya bahwa dalam pemanfaatan ekosistem di wilayah pesisir dan laut, maka ham ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah yang
dibuang tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi (assimilative capaci~).
Ekosistem di wilayah pesisir dan laut lainya sangat potensid menerima dampak dari bahan pencemar dan sedimentasi (Kay and Alder, 1 999). Sementara itu bila dianggap bahwa potensi sumberdaya alam di wilayah
pesisir dan laut terdiri dari surnberdaya dapat pulih (renewable resources), maka
kriteria pemanfaatan (ekstrasinya) tidak boleh melebihi kemampuan untuk memulihkan diri pada suatu waktu tertentu (Clark, 1988), sedangkan pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) hams dilakukan dengan cermat, sehingga efeknya ti& merusak lingkungan.
Sebagai contoh banyak permasdahan yang terjadi di kawasan wilayah
pesisir Randangan karena tidak dimanfaatkannya secara bijaksana (wise use). Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan yang terjadi di kawasan pesisir Randangan, diantaranya ( 1)
Lemahnya Penegakan hukum; (2) Pexnanfaatan SDA yang tidak berkelanjutan;
dan (3) Belum adanya zonasi wilayah pesisir. Sedangkan delapan m d a h antara adalah : (1) Terjadinya sedimentasi; (2) Banjir; (3) Terjadinya konversi ekosistem mangrove; (4) Terjadinya kerusakan ekosistem mangrove; dan (5) Abrasi.
Orientasi pembangunan perikanan dan kelautan yang lebih mementingkan pada pertumbuhan ekonomi sektor tersebut a h mengakibatkan eksptoitasi
sumbedaya perikanan dan kelautan cenderung berlebihan (over exploitation) tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dari sumberdaya alam tersebut. Untuk
Disamping itu belurn adanya zonasi yang diterapkan secara tegas telah
mengakibatkan tidak j elasnya peruntukkan wilayah pesisir Randangan untuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi. Sampai dengan penelitian ini (ksember 2002) dalarn waktu yang bersamaan sedang disusun dokurnen zonasi atau tata
ruang wilayah pesisir.
Dengan belurn adanya zonasi wilayah pesisir ini
menunjukkan bahwa proses pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut belurn terarah, sehingga banyak ruang yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan kapasitas
daya dukungnya, bahkan kadangkala cenderung turnpang tindih. Sebagai contoh dengan ketiadaan zonasi wiiayah pesisir, maka akan cenderung tejadi konflik
lokasi dan alokasi pernanfaatan ruang yang ada. Kegiatan akuakulhu (tambak) seringkali mengalih-firngsikan mangrove menjadi tambak, menyebabkan tidak hanya terganggunya fungsi dan proses yang ada di ekosistern mangrove, seperti fungsi daerah penyangga bagi badai pesisir, abrasi, sedimentasi serta sebagai
nursery bagi banyak kehidupan laut yang ekonomis, bahkan akan menlsak
ekosistem mangrove. Berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan yang berbeda, baik diusahakan secara terencana atau tanpa rencana, akan menimbulkan darnpak yang berbeda pula. Pada dasarnya pennasalahan pengembangan wilayah pesisir untuk kegiatan
budidaya tarnbak erat kaitannya dengan masalah ekonomi, pengembangan wilayah, penggunaan lahan dan kebutuhan air. Penataan lahan yang tidak
terencana akan membentuk pola pemanfaatan lahan tidak optimal yang
berdampak pada : (1) peningkatan erosi; (2) banjir dan kekeringan; (3) penurunan
kualitas lingkungan; (4) penurunan produktivitas lahan; (5) kesenjangan pendapatan masyarakat, kerniskinan, dm konflik penggunaan lahan. Sedimentasi
secara a1amia.h tersebut d i p e r b d oleh ulah manusia dalam membentuk pola pemanfaatan Iahan yang tidak dalam batas-batas daya dukung lingkungan.
Berdasarkan pengarnatan di beberapa lokasi, maka &pat diindikasikan
bahwa sedimentasi terjadi di Muara Sungai Randangan. Hal ini terlihat dengan terjadinya tanah timbul (delta). Disamping itu proses sedimentasi, menyebabkan
pendangkalan pada sungai, saluran tambak (inlet dan outlet) dan pinggiran laut @antai), merupakan ciri yang paling menonjol dari ti&
berfungsinya DAS
dengan baik. Dampak negatif sedimentasi terhadap biota perairan pesisir secara
garis besar dapat diketahui melalui mekanisme tertentu. Pertama, penutupan
tubuh biota laut, terutama yang hidup di dasar perairan (benthic organisme) seperti hewan karang, padang larnun dan rumput Iaut, oleh bahan sedimen.
Aki batnya, biota-biota tersebut &an susah bernapas dan akhimya mati lemas (asphyxia). Kedua, peningkatan kekeruhan air, sehingga menghalangi penetrasi
cahaya ke dalam air dm mengganggu kehidupan organisme yang memerlukan cahaya, terutarna kornunitas yang berada dalarn kisaran kedalarnan yang
mernungkinkan bagi komunitas tersebut untuk hidup, contohnya padang lamun
(seagrass) yang akan terganggu pertumbuhannya bila kekurangan cahaya (Nybakken, 1988). Faktor lainnya yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan
mengusahakan tanahnya secara bijaksana, sehingga tidak menimbulkan kerusakan
tanah dan peningkatan laju erosi tanah. Faktor-faktor tersebut antara lain: sistem penguasaan tanah; luas tanah yang diusahakan ; status penguasaan tanah; tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi; dan inhstruktur serta fasilitas kesejahteraan.
Dengan demikian, sama halnya dengan pencemaran dapat
dikatakm bahwa sedimentasi dapat terjadi secara alamiah tapi juga akibat kegiatan manusia.
Berdasarkan hasil analisis keterkrtitan masalah, maka faktor yang menyebabkan terjdiya sedimentasi di wilayah pesisir Ranclangan disebabkan
oleh : (1) Abrasi; (2) Banjir; (3) Penggundulan hutan; dm (4) Kerusakan hutan. Sedangkan akibat dari terjadinya sedimentasi secara term menerus akan
mengakibatkan terjadinya pendangkalan perairan.
Dan hal ini sudah
diindikasikan oleh tejadinya pendangkalan di m w a sungai dan pembentukan delta.
Berdasarkan hasil identifhi permasalahan tersebut di atas, maka dapat di
kelompokkan ke dalam pennasalahan utama dan perrnasalahan antara
Pennasalahan utama merupakan permasalahan dengan & k w i sebab dan akibat yang dominan, Sedangkan pennasalahan antara merupakan permasdahan dengan
tingkat frekuensi tidak dominan. Secara skematis keterkaitan masalah utama dm
antara dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam penelitian ini permasalahan yang akan menjadi perhatian secara
khusus adalah (1) Konversi hutan mangrove, (2) Kerusakan hutan mangrove, (3) Pencemaran Limbah (organik), (4) Sedimentasi, dm (5) Konflik pemanfaatan
lahan. Kelima rnasalah ini merupakan rnasalah antara dari pernasalahan utama : (1) Pemanfaatan sumbrdaya yang tidak berkelanjutan, dm (2) Belum adanya
zonasi wilayah pesisir. Sedangkan permasalahan lemahnya penegakan hukum tidak menjadi fokus dalarn pembahasan penelitian.
PERMASWAN WILAYAH PESISIR RANDANGAN
Keterangan : 1. Pendangkalan Perairan 2. Abrasi 3. Sedimentasi 4. Pencemaran Limbah
5. Konversi Lahan Mangrove 6. KonRik Pemanfaatan Lahan 7. Penggunaan Alat Tangkap Tdak Ramah Lingkungan 8. Kerwkan Hutan Mangrove 9. Perambahan Hutan 10.Banjir
Gambar 1. Pohon masalah wilayah pesisir Randangan, Kecamatan Marisa Dengan memperhatikan beberap pemyataan di atas dan perrnasalahan yang
ad4 maka jxmanfaatan lahan di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Marisa,
khusunya Muara Sungai Randangao untuk tambak dengan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya alamnya akan
mengakibatkan terjadinya degradasi ekosistem mangrove dm yang terdapat di dalamnya.
Dari berbagai inforrnasi dm pengamatan lapang yang klah
dilakukan menunjukkan bahwa peruntukkan Muara Sungai Randangan telah dimanfaatkan untuk kegiatan tambak dan pertanian.
Bila kegiatan pemanfaahn tidak direncanakan dengm baik, maka akm mengancam keberadaan ekosistem mangrove yang dominan di wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya M u m Sungai Randangan.
Untuk itu agar
pemanf~tan dan pengembangan wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya
Muara Sungai Randangan untuk kegiatan tambak agar berkelanj~rtan,maka perlu
memperhatikan daya dukung lingkungan di wilayah pesisir dan laut yang terdapat di dalarnnya.
Tujuan dam Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan untuk membangun model ekologi dan
ekonomi pengelolaan tam&
sesuai dengan daya dukung lingkungan dalam
rangka pemanfaatan wilayah pesisir Randangan.
Sedangkan secara khusus,
penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengkaji kesesuaian lahan untuk pengembangan m b a k di wilayah pesisir;
2.
Mempelajari karakteristik biofisik (biologi, fisika, dan kimia) dan menentukan bebentpa parameter utama ekologi (sedimentasi, TSS, Nitrat) dan ekonomi (nilai ekonomi mangrove) yang bepengaruh dalam
pengembangan tambak; 3.
Mengkaji model pengembangan tambak.
Adapun manfaat penelitian adalah : 1.
Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rnerencanakan dan mengembangkan tam bak di wilayah pesisir;
2.
Memberikan informasi kepada rnasyarakat tentang pengelolaan tambak berkelanjutan di wilayah pesisir.
Kerangka Pemikimn Wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya Muara Sungai Randangan
digolongkan ke dalam salah satu wilayah pesisir yang perlu dikelola secara berkelanjutm. Dengan demikian &ah satu unsur penting yang harus diperhatikan
adalah bagaimana menempatkan komponen lingkungan sebagai
faktor
penyeirnbang dari berbagai kegiatan pernanfaatan yang telah dan akan dilakukan. Dengan dernikian pemanfaatan DAS Randangan tidak hanya mementingkan
pemanfatan untuk
saat
ini (economic oriented), akan tetapi juga untuk
kepentingan di masa yang akan datang (ecological oriented).
Pengembangan usaha tarnbak di wiIayah pesisir Randangan pada dasarnya
adalah untuk menciptakan lapangan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan ekspor udang dan peningkatan pendapatan daerah (PAD). Adanya peluang pasar
baik dalarn maupun l u x negeri telah mendorong pemerintah daerah untuk membuat kebijakan pengembangan budidaya udang (tambak) sebagai salah satu komoditi unggulan.
Sejalan dengan ha1 tersebut di atas, Pemerintah Provinsi Gorontalo sebagai
provinsi ke-32 telah mengambil kebijakan untuk menjadikan sektor perikanan sebagai &ah satu sektor unggulan setelah pertanian. Kebijakan provinsi ini di
tuangkan dengan mencanangkan Provinsi Gorontalo sebagai "EtaIase Perikanan dan Kelautan di Kawasan Thur Indonesia". Salah satu mode1 pengembangan
yang akan diimplementasikan dalam etalase tersebut adalah model pengembangan perhmn budidaya, dengan kegiatan budidaya tarnbak menjadi salah satu kegiatan yang utama. Kegiatan budidaya tambak diarahkan pada peningkatan
produksi udang untuk jangka waktu lima tahun ke depan (2003-2008). Dan sdah
satu lahan yang akan di jadikan untuk kegiatan budidaya tambak adalah di
walayah pesisir hdangan, Kec-
Marisa, Kabupaten Boalemo.
Arah
kebijakan ini juga ditempuh mengingat semakin meninngkahn permintam
udang di dunia. Indikasi
meningkatnya permintaan
udang
dunia
adalah
dengan
terdorongnya/naiknya ekspor komoditi tersebut. Ekspor udang Indonesia secara
konsisten mengalami kenaikan, misalnya dari US$ 556,8 juta pada tahun 1989 menjadi US$ 1.011,5 juta pada tahun f 998, atau mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,21 % per tahun (Tabel 1). Terus meningkatnya ekspor udang
Indonesia merupakan salah satu faktor mengapa Provinsi Gorontalo membuat
kebijakan untuk mengembangan kegiatan budidaya tambak sebagai salah satu kegiatan andalan (PKSPL IPB, 2002).
Menurut Dahuri (2003), volume clan nilai ekspor p e h a n Indonesia masih didominasi oleh komoditi udang. Perkembangan ekspor udang Indonesia dalam
kurun waktu 1998-2001 terus meningkat. Pada t&un 1998 volume ekspor udang Indonesia sebesar US$ 1 milyar.
Pada tahun 2001 nilai ekspor udang
diperkirakan akm menu@ US$ 1,07 rnilyar.
Disarnping komoditi udang, maka n i b eksport yang menunjukkan kenaikan yang signifikan adalah komoditi kepiting. Ekspor kepiting Indonesia s e m
konsisten juga mengalami kenaikkan, misalnya dari US$ 10.126 juta pada tahun 1989 menjadi US$ 24.469 juta pada tahun 1998, atau laju pertumbuhan rata-rata
s e b 15,5 1 % per tahun (Tabel 1). Peningkatan nilai ekspor ini diduga lebih
banyak disuplai oleh kepiting hail tangkapan.
Tabel 1. Nilai ekspor berbagai komoditas p e r i h a n Indonesia, 1989- 1998
Sumber : Statistik Impor Hasil Perikanan Indonesia 1998, Ditjen ?mikanan, D e w m e n
Kelautan dan Perikmm.
Di sisi sungai dari wilayah pesisir Randangan memiliki ekosistem mangrove dengan berbagai surnberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Jenis-jenis
mangrove yang teridentifikasi di Sungai dan Muara Sungai Randangan terdiri dari
Avicennia alba, A. marina, Ceriops sp, Xylocurpus sp. Keanekaragaman jenisjenis mangrove ini cukup tinggi, ha1 ini menunjukkan kondisi yang masih baik bagi selumh sistem kehidupan yang ada di lokasi tersebut. Karena mangrove
merupakan salah satu ekosistem penunjang bagi terjadinya siklus perputaran hara di wilayah pesisir maka pemanhtamya perlu d i r e n c b dengan sebaikbaiknya.
Disamping itu dari aspek ketersediaan dan kesesuaian lahan, wilayah pesisir
Randangan sesuai untuk dikembangkan uutuk tambak. Pada tahun 2002, w ilayah pesisir randangan telah dikemhgkan sekitar 100 ha tambak.
Dari 100 ha
tersebut yang terkelola dengan baik oleh PT Aquatis Inti Utarna seluas 18 ha.
Sisanya masih perlu direhabilitasi agar Layak untuk ditebar. Hasil panen per
hektar yang telah di lakukan oleh pihak perusaham sudah rnencapai 1,7 t d a dari target 3 tonha. Tidak mencapainya target panen dipengaruhi oleh musim
kemarau yang panjang dengan suhu u d m pada malam hari mencapai 50" C dan kedalaman tarnbak yang hanya mencapai 60 cm. Dan yang lebih penting lagi bahwa secara alami perairan sungai dan muara
memiliki kemampuan untuk memulihkan dirinya dari limbah yang ditwima di luar sistem (self punfiation).
Namun dalam jumlah yang berlebihan (mejebihi
kapasitas asirnilasi), maka perairan tersebut akan tercemar.
Potensi limbah
organik sangat besar bila lahan wilayah pesisir Randangan akan dikemhgkan
untuk tambak.
Untuk mengembangkan w ilayah pesisir ymg berkelanjutan, maka daya
dukung lingkungan m e r u p h n faktor
penentu yang hams diperhatikan.
Sedimentasi dan kualitas air merupakan dua faktor yang a h menjedi pertimbangan d a b penelith ini, sehingga akan tejadi sinergisitas dengan
faktor ekonomi. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
s UELAUTAN PERMlMrAAN PROOWSI UDANG:
.-
PENGEMBANGAN
-I .
I
I'
nWRASUNGPJ MN-,
+
PotYlDL E-ManprDM Kaendaandn ~ M m PemarlLltan -paatn
MonarlmaUnbah
m
1. DAYA DUKUNG UNOKUNGAN
,
T
MODaWaOGC WONOMl W Y A H P E S MW PEMGmTAMBAK UDANG