TESIS
SEBAGAI GULA DARAH TIDAK TERKONTROL FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 USIA DEWASA MENENGAH
BHASKORO ADI WIDIE NUGROHO
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
GULA DARAH TIDAK TERKONTROL
TESIS
SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 USIA DEWASA MENENGAH
BHASKORO ADI WIDIE NUGROHO NIM 1014068101
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
SEBAGAI GULA DARAH TIDAK TERKONTROL FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 USIA DEWASA MENENGAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
BHASKORO ADI WIDIE NUGROHO NIM 1014068101
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL: 31 JULI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) NIP. 195610101983121001
Dr. dr. DPG. Purwa Samatra,Sp.S(K) NIP. 195503211983031004
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc. Sp.GK NIP. 195805211985031002
Program
Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.AA.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 9 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1969/UN.14.4/HK/2015 Tertanggal: 1 Juli 2015
Ketua
: dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S (K)
Sekretaris
: Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S (K)
Anggota
: 1. Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S (K) 2. dr. IGN. Purna Putra, Sp.S (K) 3. Dr. dr. AAA. Putri Laksmidewi, SpS (K)
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di bidang neurologi. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini. Kepada dr. I Made Oka Adnyana,Sp.S (K) dan Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S(K), selaku pembimbing, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala perhatian, bimbingan, didikan, bantuan, dorongan, dan petunjuk yang diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini. Terima kasih kepada kepada dr. AABN. Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan keahlian. Dr.dr.AAA. Putri Laksmidewi,Sp.S(K) selaku plt. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dan penyusunan karya akhir ini. Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD), dan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Astawa, Sp.OT(K), M.Kes. atas ijin, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I FK UNUD/RSUP Sanglah. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada dr. Anak Ayu Sarawati, M.Kes. Direktur RSUP Sanglah Denpasar atas ijin yang diberikan penulis untuk mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di RSUP Sanglah Denpasar. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK Unud/RSUP Sanglah, Prof. Dr. dr.AA. Raka Sudewi, Sp.S(K), Dr. dr. Thomas Eko P., Sp.S(K), dr. IGN. Purna Putra, Sp.S(K), dr. IGN. Budiarsa, Sp.S, dr.Anna Marita Gelgel, Sp.S(K), dr. AAA. Meidiary, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. IB. Kusuma Putra, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr. Putu Eka Widyadharma, M.Sc, Sp.S(K), dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. Ketut Widyastuti, Sp.S, dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S, dr. IA. Sri Indrayani, Sp.S, dr. Ni Putu Witari, Sp.S, dr. Riantarini, Sp.S, dr. AAA. Prabasari, Sp.S, dr. Desie Yuliani, Sp.S saya mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan saran selama saya mengikuti pendidikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Sri Yenni Trisnawati, Sp.S, MBioMed., dr. I Wayan Widyantara, Sp.S, MBioMed., dr. IA. Sri Wijayanti, Sp.S, MBioMed, dr. Agus Antara, Sp.S, MBio Med., dr. I Nyoman Darsana, Sp.S, MBio Med., dr. Agustinus Made Rudy, dr. Hadi Widjaja, dr. Priska Widyastuti, dr. Putu Sukarini, dr. Octavianus Damawan, dr. Agus Suryawan, dr. Ni Nyoman Mestri Agustini, dr. Ayuna Putri Sundari khususnya serta teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Seluruh tenaga paramedis di bangsal dan poliklinik neurologi RSUP Sanglah Denpasar dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK
UNUD/RSUP Sanglah atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti pendidikan ini. Kepada keluarga besar saya di Madiun, ayahanda dan ibunda, kakak dan adik saya, terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, semangat dan dorongannya baik material maupun moral selama penulis mengikuti pendidikan ini, dan terakhir, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pasien dan keluargannya atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti pendidikan dan melaksanakan penelitian ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Margareta Murniati, SKM dan anak-anak tercinta Hizkia Adyatama Widie Nugroho dan Yohanna Adwitiya Widie Nugroho atas segala pengorbanan, pengertian, kasih sayang, bantuan, dan doanya selama saya menjalani pendidikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya bagi kita semua.
Denpasar, Agustus 2015 Penulis
ABSTRAK GULA DARAH TIDAK TERKONTROL SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 USIA DEWASA MENENGAH Diabetes melitus telah diasosiasikan dengan kejadian gangguan fungsi kognitif (GFK). Kontrol gula darah yang diukur dengan menggunakan kadar
HbA1c telah dikaitkan dengan perkembangan dan progresivitas dari komplikasi DM. Tujan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar gula darah tidak terkontrol (HbA1c >7%) merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Analisis multivariat untuk melihat hubungan langsung gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Jumlah penderita DM usia dewasa menengah yang memenuhi kriteria inklusi untuk dilakukan pemeriksaan sebanyak 87 orang. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah (OR=3,81; IK 95% 1,4669,11; p=0,006). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol adalah faktor risiko terjadinya GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah.
Kata kunci: Diabetes, Gangguan Kognitif, HbA1c, Kontrol gula darah.
ABSTRACT UNCONTROLLED BLOOD SUGAR AS A RISK FACTOR OF COGNITIVE IMPAIRMENT IN MIDDLE-AGED PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus has been associated with the incidence of impaired cognitive function. Blood sugar control measured using HbA1c levels have been associated with the development and progression of diabetes complications.
Uncontrolled blood sugar is risk factors for cognitive impairment in middle-aged adult patients with type 2 diabetes mellitus. This is a non-randomized consecutive sampling, case-control study to determine if uncontrolled blood sugar as a risk factor of cognitive impairment in middle-aged patients with type 2 diabetes mellitus. We used analysis of bivariate to test the independent and dependent variables; analysis of multivariate to see the direct association of uncontrolled blood sugar (HbA1c> 7%) as a risk factor of cognitive impairment in middle-aged patients with type 2 diabetes mellitus. The number of patients with diabetes mellitus who met the inclusion criteria was 87 people. Results from the statistical analysis showed that poorly controlled blood sugar levels associated with impaired cognitive function events in middleaged patients with type 2 diabetes mellitus (OR = 3.81; 95% CI 1.466 to 9.11; p = 0.006). Based on the results of this study, we concluded that poorly controlled blood sugar levels are a risk factor for the occurrence of impaired cognitive function events in middle-aged patients with type 2 diabetes mellitus.
Keywords: diabetes, cognitive impairment, HbA1c, blood glucose control
DAFTAR ISI SAMPUL .........................................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ....................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................
iv
KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ..............................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................
vi
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................
4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................
4
1.4.1. Manfaat Ilmiah ........................................................................
4
1.4.2. Manfaat Parktis .......................................................................
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................
5
2.1. Diabetes Melitus (DM) .....................................................................
5
2.1.1. Definisi DM ...............................................................................
5
2.1.2. Diagnosis DM ...........................................................................
5
2.1.3. Glycosylated Hemoglobin (HbA1c) ..........................................
6
2.2. Fungsi Kognitif .................................................................................
10
2.2.1. Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif ....................................
10
2.2.2. Tahapan penurunan Fungsi Kognitif .........................................
13
2.2.3. Pemeriksaan Fungsi Kognitif ....................................................
15
2.3. Gangguan Kognitif pada DM tipe 2 ..................................................
17
2.3.1. Hubungan Kontrol Gula Darah dan GFK ..................................
18
2.3.2. Patofisiologi ..............................................................................
19
BAB
III
KERANGKA
BERPIKIR,
KONSEP
DAN
HIPOTESIS
PENELITIAN ..................................................................................................
28
3.1. Kerangka Berpikir .............................................................................
28
3.2. Kerangka Konsep ..............................................................................
30
3.3. Hipotesis Penelitian ..........................................................................
31
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................
32
4.1. Rancangan Penelitian ........................................................................
32
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
33
4.3. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
33
4.4. Populasi dan sampel Penelitian .........................................................
33
4.4.1. Populasi Target ..........................................................................
33
4.4.2. Populasi Terjangkau . .................................................................
33
4.4.3. Kriteria Sampel .........................................................................
33
4.4.3.1. Kriteria inklusi Kasus .......................................................
33
4.4.3.2. Kriteria inklusi Kontrol ....................................................
34
4.4.3.2. Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol ...............................
34
4.4.4. Besar Sampel .............................................................................
34
4.4.5. Teknik Pengambilan sampel .....................................................
35
4.5. Variabel Penelitian ............................................................................
35
4.6. Definisi Operasional Variabel ...........................................................
35
4.7. Alat Pengumpulan Data ....................................................................
39
4.8. Prosedur Penelitian ...........................................................................
41
4.9. Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................
42
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................
43
5.1. Analisis Deskriptif Subyek Penelitian ...............................................
43
5.2. Hubungan Kontrol Gula Darah dengan GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah .........................................................
45
5.3. Hubungan Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Kejadian GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah ................
46
5.4. Faktor Risiko Independen Terhadap GFK .........................................
48
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................
50
6.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ..............................................
50
6.2. Hubungan antara Kontrol Gula Darah dengan GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah ..................................................
52
6.3. Hubungan antara Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Kejadian GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah .
54
6.4. Faktor Risiko Independen Terhadap GFK .........................................
58
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
59
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
60
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme yang mungkin berperan pada terjadinya GFK pada penderita DM ..............................................................................
20
Gambar 2.2 Hiperglikemia meningkatkan perubahan pada jalur polyol ........
22
Gambar 2.3 Peningkatan produksi dan konsekuensi patologis AGEs .............
23
Gambar 2.4 Peranan hiperglikemia dalam menginduksi PKC.........................
24
Gambar 2.5 Hiperglikemia meningkatkan perubahan pada jalur hexosamine
25
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir .............................................................
28
Gambar 3.2 Konsep penelitian .........................................................................
30
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol ..............................
32
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian .................................................................
41
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi DM ..................................................................
7
Tabel 2.2 Perkiraan kadar HbA1c dihubungkan dengan kadar Glukosa .........
9
Tabel 2.3 Domain Kognitif yang terganggu pada DM tipe 2 .........................
18
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ............................................
44
Tabel 5.2 Analisis Bivariat Kontrol Gula Darah dengan Gangguan Kognitif pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah ......................
45
Tabel 5.3 Hubungan faktor- faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah ..................
47
Tabel 5.4 Analisis multivariat regresi Logistik ................................................
48
DAFTAR SINGKATAN 3MS : Modified Mini-Mental State Examination ADA : American Diabetes Association AGE : Advance Glycation End Products DAG : Diacylglycerol DM : Diabetes Melitus DSM-IV : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition DSST : Digit Symbols Subtitution Test FDS : Freemantle Diabetes Study GFAT : Glutamine Fructose-6 Phosphate Amidotransferase GFK : Gangguan Fungsi Kognitif Ham-D : Skala Depresi Hamilton HbA1c : Glycosylated Hemolobin ICD-10 : International Classification of Disease 10th revision IK : Interval Kepercayaan MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase MCI : Mild Cognitive Impairment MMSE : Mini Mental State Examination MoCA : Montreal Cognitive Assessment MoCA-Ina : MoCA versi Indonesia NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Hidrogenase OR : Odds Ratio PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1 PKC : Protein Kinase C RAS : Reticular Activating System RAGEs : Reseptor AGEs RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SSP : Susunan Saraf Pusat TGF-β : Transforming Growth Factor β
TTGO UDP VEGF WHO
: Tes Toleransi Glukosa Oral : Uridine Diphosphate : Vascular Endothelial Growth Factor : World Health Organitation
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Informed Consent .....................................................................
68
Lampiran 2
Formulir Persetujuan Tertulis ...................................................
69
Lampiran 3
Lembar Pengumpulan Data .....................................................
70
Lampiran 4
MoCa-Ina ..................................................................................
73
Lampiran 5
Skala Depresi Hamilton ............................................................
74
Lampiran 6
Daftar Subyek Penelitian ..........................................................
77
Lampiran 7
Daftar Analisis Data .................................................................
84
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat. Diabetes dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi terutama bila tidak tertangani. Berbagai penelitian menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahuntahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM secara global dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada 2030, sedangkan di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,4 juta pada tahun 2030 (Wild dkk., 2004; PERKENI, 2011). DM telah dilaporkan sebagai penyebab utama terjadinya penyakit ginjal pada stadium akhir, penglihatan kabur, neuropati dan penyakit pada sistem kardiovaskuler (Cukierman dkk, 2005; Kodl dan Seaquist, 2008). Diabetes melitus telah diasosiasikan dengan kejadian gangguan fungsi kognitif (GFK) (Ruis dkk, 2009). Gangguan fungsi kognitif pada DM sendiri telah diamati sejak tahun 1992, pada pasien DM diketahui mengalami penurunan memori dan atensi pada fungsi tes kognitif dibandingkan dengan kontrol (Kodl dan Seaquist, 2008). Diabetes juga telah dikaitkan sebagai faktor risiko untuk mild cognitive impairment (MCI) dan demensia, dimana pasien dengan DM mempunyai kecenderungan 1,5 kali lebih
1
2
besar untuk mengalami GFK dibandingkan dengan orang tanpa DM (Cukierman dkk, 2005; Cukierman-Yaffe dkk, 2009). Mudanayasa (2012), melakukan penelitian di RSUP Sanglah dan mendapatkan hasil bahwa subyek usia dewasa menengah dengan DM tipe 2 mempunyai risiko sebesar 4,33 kali untuk mengalami GFK dibandingkan dengan subyek tanpa DM. Pada susunan saraf pusat (SSP), hiperglikemia kronis dapat menyebabkan perubahan fungsi dari berbagai mekanisme termasuk aktivasi jalur poliol, meningkatkan
pembentukan
advance
glycation
end
products
(AGEs),
diacylglyserol activation protein kinase C (PKC) dan meningkatkan pengaliran glukosa pada hexosamine pathway, dimana mekanisme tersebut dapat menginduksi perubahan fungsi kognitif pada pasien DM (Kodl dan Seaquist, 2008) Glikosilasi dari hemoglobin (HbA1c) pertama kali dikenali pada tahun 1960. Pada tahun 1970, HbA1c pertama kali diajukan sebagai indikator dari toleransi glukosa dan regulasi glukosa pada diabetes. Sejak tahun 1980-an, HbA1c telah diterima sebagai indek rata-rata kadar glukosa pada pasien DM, ukuran risiko dari perkembangan komplikasi DM, dan sebagai ukuran dari kualitas terapi DM. Konsep sederhana dari penggunaan HbA1c adalah umur dari eritrosit yang konstan, eritrosit sangat permeabel terhadap glukosa, HbA1c terjadi secara proporsional langsung terhadap kadar glukosa lingkungan, dan HbA1c memberikan gambaran kondisi kadar glukosa 120 hari yang lampau (Herman dan Cohen, 2012). Kontrol gula darah yang diukur dengan menggunakan kadar HbA1c telah dikaitkan dengan perkembangan dan progresivitas dari komplikasi DM. Penelitian EPIC-Norfolk, suatu penelitian epidemiologi yang besar, telah melaporkan bahwa 3
kadar hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1c) mempunyai hubungan dengan mortalitas pada semua kasus kardiovaskular seperti penyakit jantung iskemik pada pria dan wanita usia 45-79 tahun (Khaw dkk, 2004). HbA1c juga telah dilaporkan mempunyai hubungan dengan GFK pada penderita DM, tetapi hal ini tidak konsisten. Cukierman-Yaffe dkk (2009), melaporkan suatu penelitian terhadap 3000 penderita DM tipe 2 menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara GFK dengan derajat hiperglikemia yang diukur dengan menggunakan kadar HbA1c. Yaffe dkk (2012), melakukan penelitian untuk melihat hubungan kontrol gula darah yang diukur menggunakan kadar HbA1c dengan GFK. Yafee membagi kadar HbA1c menjadi rendah (HbA1c <7%), sedang (7-8%) dan tinggi (> 8%), didapatkan bahwa kelompok dengan kadar HbA1c sedang atau tinggi mempunyai nilai yang rendah pada pemeriksaan The Modified Mini-Mental State Examination (3MS) dan The Digit Symbol Substitution Test (DSST), dibandingkan dengan kelompok dengan kadar HbA1c rendah. Nilai yang rendah pada kedua pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi kognitif. Namun hasil sebaliknya juga telah dilaporkan bahwa HbA1c tidak berhubungan dengan GFK pada penderta DM. Gao dkk (2008), melaporkan penelitian pada 1139 penderita DM dan mendapatkan hasil bahwa penderita dengan kadar HbA1c <7% mempunyai insiden yang sama terjadinya demensia dengan penderita dengan kadar HbA1c >7%. Ruis dkk (2009), melaporkan bahwa baik kadar HbA1c, tekanan darah, kadar kolesterol dan indek massa tubuh tidak secara signifikan terkait dengan GFK pada penderita yang baru didiagnosis DM dalam 6 minggu. Berdasarkan perbedaan pendapat dan kontroversi tersebut serta belum ada yang melakukan penelitian tersebut di Bali, yang melatarbelakangi untuk melakukan penelitian terhadap gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah.
4
1.2 Rumusan Masalah Apakah gula darah tidak terkontrol merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gula darah tidak terkontrol merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dan untuk menguatkan penelitian yang sudah ada. 1.4.2 Manfaat Praktis Apabila kadar gula darah tidak terkontrol terbukti merupakan faktor risiko terjadinya GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah, maka perlu dilakukan kontrol gula darah secara teratur, untuk mencegah terjadinya GFK pada penderita DM tipe-2 usia dewasa menengah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi DM Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes
(Gustaviani, 2006; PERKENI, 2011). 2.1.2 Diagnosis DM Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan. Keluhan yang lain yang dapat dikemukakan penderita adalah lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita (Gustaviani, 2006; PERKENI, 2011). Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011): 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
5
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Pada tahun 2009, American Diabetes Association (ADA), European Association for the Study of Diabetes, dan International Diabetes Federation merekomendasikan penggunaan HbA1c untuk diagnosis DM. Pada tahun 2010, ADA merekomendasikan kadar HbA1c diatas 6,5% sebagai diagnosa DM (Herman dan Cohen, 2012).
6
2.1.3 Glycosylated Hemoglobin Glikosilasi dari hemoglobin (HbA1c) pertama kali dikenali pada tahun 1960. Pada tahun 1970, HbA1c pertama kali diajukan sebagai indikator dari toleransi glukosa dan regulasi glukosa pada diabetes. Sejak tahun 1980-an, HbA1c telah diterima sebagai indek rata-rata kadar glukosa pada pasien DM, ukuran risiko dari perkembangan komplikasi DM, dan sebagai ukuran dari kualitas terapi DM. Konsep sederhana dari penggunaan HbA1c adalah umur dari eritrosit yang konstan, eritrosit sangat permeabel terhadap glukosa, HbA1c terjadi secara proporsional langsung terhadap kadar glukosa lingkungan, dan HbA1c memberikan gambaran kondisi kadar glukosa 120 hari yang lampau (Herman dan Cohen, 2012).
7
Klasifikasi etiologi DM menurut konsensus Perkeni, 2011 Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi DM Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
Tipe 2
Tipe lain
•
Autoimun
•
Idiopatik
Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek insulin disertai resistensi insulin.
•
Defek genetik sel beta
•
Penyakit eksokrin pankreas
•
Endokrinopati
•
Karena obat atau zat
•
Infeksi
•
Sebab imunologi yang jarang
•
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM gestasional
HbA1c terbentuk melalui jalur non enzimatik akibat dari hemoglobin yang normal terpapar oleh kadar glukosa yang tinggi dalam plasma. Pengukuran kadar HbA1c adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemantauan kontrol glukosa pada pasien dengan DM. Keluaran produksi dari produk-produk glikasi awal merupakan perubahan akut yang reversibel yang dipengaruhi oleh
8
hiperglikemia. Produk-produk glikasi ini dibentuk oleh intra dan ekstrasel, sebagai glucose rapidly attaches pada kelompok amino dari protein yang merupakan proses non enzimatik dari nucleophilic addition, membentuk shiff base adducts. Dalam hitungan jam, adducts ini mencapai level keseimbangan yang proporsional pada konsentrasi glukosa plasma dan kemudian mengalami penataan ulang menjadi bentuk yang lebih stabil dari produk glikasi awal, yang mencapai keseimbangan dalam periode beberapa minggu. Salah satu protein terglikasi yang dimaksud adalah HbA1c (Sultanpur dkk, 2010). Saat molekul hemoglobin terglikosilasi, yaitu suatu penumpukan dari hemoglobin terglikasi dalam sel darah merah, dapat merefleksikan kadar rata-rata dari glukosa dimana sel tersebut nantinya dikeluarkan dalam siklus hidupnya. Penilaian HbA1c dapat menilai efektivitas terapi dengan memonitoring regulasi glukosa darah dalam jangka panjang. Nilai HbA1c merupakan konsentrasi glukosa plasma yang proporsional dalam waktu 4 minggu hingga tiga bulan (Sultanpur dkk, 2010). Hubungan antara HbA1c dengan glukosa dalam plasma sangat komplek. Kadar HbA1c yang tinggi akan ditemukan pada orang dengan kadar gula yang tinggi, seperti pada penderita DM. Pada penderita DM dengan kontrol glukosa yang baik, akan mempunyai kadar HbA1c dalam batas normal. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa HbA1c adalah suatu indek dari kadar rata-rata glukosa plasma dalam beberapa minggu atau bulan (Sultanpur dkk, 2010). PERKENI (2011), merekomendasikan pemeriksaan HbA1c dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun, dengan target terapi adalah kadar HbA1c < 7%.
9
Tabel 2.2 Perkiraan kadar HbA1c dihubungkan dengan kadar Glukosa rata-rata (Sultanpur dkk, 2010)
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi. Komplikasi yang disebabkan oleh DM dapat berupa komplikasi akut maupun komplikasi kronik. Komplikasi akut dapat berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemia, sedangkan komplikasi kronik dapat berupa mikroangiopati maupun makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal adalah dasar terjadinya komplikasi kronik pada DM. Perubahan terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial ginjal (Waspadji, 2006). Salah satu komplikasi DM yang jarang dikemukakan adalah gangguan fungsi kognitif yang dianggap merupakan kombinasi dari komplikasi mikro dan makrovaskular (Kodl dan Seaquist, 2008).
10
2.2 Fungsi Kognitif Neurologi perilaku (behavior neurology) mempelajari perilaku manusia (human behavior) dalam hubungannya dengan kelainan di otak. Perilaku dalam konteks ini mencakup fungsi bahasa, memori, kalkulasi dan visuospasial yang bersifat lokal dan spesifik, serta intelegensi dan personalitas yang bersifat kompleks. Pengertian tentang kognitif masih sukar didefinisikan dengan tepat dan pengertian yang lebih sesuai dengan behavior neurology adalah sebagai berikut: kognitif adalah suatu proses dimana semua masukan sensorik (taktil, visual, dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan, dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensorik tersebut (Wijoto dan Poerwadi, 2011). Dalam behavioral neurology diterapkan konsep yang mencakup lima domain kognitif yaitu atensi, bahasa, memori, pengenalan ruang (visuospatial) dan fungsi eksekutif yang meliputi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan. Penilaian gangguan kognitif akan mengacu pada konsep tersebut (Kusumoputro, 2003). 2.2.1
Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan pada
domain-domain kognitif yang meliputi atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. a. Gangguan Atensi Atensi adalah kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian terhadap suatu stimulus spesifik tanpa terganggu oleh stimulus eksternal lainnya. Gangguan
11
atensi terjadi karena penderita gagal atau tidak mampu mempertahankan konsentrasi sehingga penderita sering mengalihkan perhatian. Penderita biasanya menyadari akan gangguannya dan dapat menceritakan kesulitannya. Fungsi atensi dan konsentrasi merupakan peranan dari reticular activating system (RAS) yang terletak dibatang otak nukleus talamik, pusat asosiasi multimodal yang berada di prefrontal, serta parietal posterior dan temporal anterior. Pemeriksaan fungsi atensi perlu dikerjakan di awal pemeriksaan fungsi kognitif, hal ini dikarenakan hasil yang valid dari pemeriksaan dari fungsi kognitif ditentukan dari fungsi atensi yang baik (Black dan Strub, 2000). b. Gangguan Bahasa Bahasa merupakan dasar dari komunikasi manusia dan merupakan dasar dari kemampuan kognitif. Selain atensi, kemampuan berbahasa juga harus ditentukan di awal pemeriksaan fungsi kognitif. Kemampuan berbahasa terdiri dari beberapa modalitas yaitu bicara spontan, pemahaman, pengulangan, penamaan, membaca dan menulis, dimana pemeriksaan fungsinya harus dilaksanakan secara berurutan. Gangguan berbahasa disebut afasia yaitu gangguan berbahasa yang didapat dimana penderita sebelumnya normal. Gangguan berbahasa merupakan salah satu gangguan fungsi kognitif yang cukup banyak dijumpai dan relatif mudah dikenali, sehingga sering menjadi keluhan utama disamping keluhan fisik yang ada. Ganguan berbahasa dapat terlihat pada pasien dengan kelainan otak fokal maupun general (Black dan Strub, 2000)
c. Gangguan memori
12
Daya ingat atau memori memungkinkan seseorang untuk menerima dan menyimpan informasi serta memanggilnya kembali bila diperlukan (recall). Gangguan dalam proses memori menimbulkan gangguan memori. Berdasarkan waktu saat informasi diterima dan dipanggil kembali (recall), dikenal istilah memori segera (immediate memory) dimana interval informasi dan recall hanya beberapa detik, memori baru (recent memory) dengan interval stimulus-recall setelah beberapa menit, jam atau beberapa hari dan memori jangka panjang (remote memory) dimana recall dilakukan bertahun-tahun setelah informasi diterima dan disimpan (Black dan Strub, 2000). d. Gangguan Visuospasial Kemampuan visuospasial adalah kemampuan untuk menggambar atau membangun bentuk 2 atau 3 dimensi. Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan kognitif non verbal yang memerlukan integritas fungsi lobus oksipitalis, parietalis dan frontalis. Kerusakan otak ringan ataupun dini dapat memperlihatkan gangguan fungsi ini. Gangguan dapat berupa kesulitan melakukan tes-tes yang memerlukan kemampuan konstruksional, dalam kondisi berat dapat terjadi gangguan mengenal wajah seseorang maupun tersesat di daerah yang sudah dikenalnya (Black dan Strub, 2000). e. Gangguan fungsi eksekutif Fungsi eksekutif adalah dimensi behavior tentang bagaimana perilaku itu diekspresikan. Secara konseptual fungsi eksekutif memiliki 4 komponen yaitu kemampuan untuk menentukan tujuan, perencanaan, pelaksanaan rencana untuk
13
mencapai tujuan dan kinerja yang efektif. Fungsi eksekutif yang baik diperlukan dalam mencapai fungsi sosial yang efektif (Lezak dkk., 2004). 2.2.2 Tahapan Penurunan Fungsi Kognitif Terdapat tiga tahap penurunan fungsi kognitif, dari yang masih dianggap normal sampai patologis dan pola ini sebagai suatu spektrum dari ringan sampai berat, yaitu (1) Mudah lupa (forgetfulness), (2) Mild Cognitive Impairment (MCI), (3) Demensia (PERDOSSI, 2007). 1. Mudah Lupa (Forgetfulness) Mudah lupa merupakan keadaan yang sering ditemukan. Dibedakan mudah lupa ringan (benign senescent forgetfulness) atau yang juga disebut mudah lupa terkait usia (age associated memory impairment) dan malignant forgetfulness yang patologis. Pada mudah lupa ringan terjadi gangguan recall informasi yang telah tersimpan dalam memori, biasanya pasien mengatasinya dengan melakukan sirkumlokusi dan terbantu dengan pemberian isyarat. Pada malignant forgetfulness terjadi gangguan pada proses belajar atau pencatatannya sehingga penderita akan kesulitan dengan recent
memory
dan
sedikit
terganggu
dengan
remote
memory
(Kusumoputro, 2003). 2. Mild Cognitive Impairment (MCI) Konsep MCI diperuntukkan bagi mereka yang mengalami penurunan fungsi kognitif namun tidak memenuhi kriteria demensia. Keluhan memori dikemukakan oleh penderita, keluarga atau dokter keluarganya. Pada MCI fungsi kognitif global masih baik, aktifitas hidup sehari-hari yang sederhana
14
(activity of daily living, ADL) masih baik, tetapi menunjukkan gangguan dalam aktifitas hidup sehari-hari yang bersifat lebih kompleks. Pada pemeriksaan fungsi kognitif yang teliti, menunjukkan penurunan pada domain memori atau domain lainnya. Namun ganguan fungsi kognitif ini masih ringan dan belum cukup parah untuk menyebabkan gangguan keseharian yang komplek (Visser, 2006). Keadaan ini perlu diwaspadai karena kemungkinan menjadi demensia cukup tinggi yaitu sekitar 12% pertahun (PERDOSSI, 2007) 3. Demensia Demensia ditandai adanya gangguan kognitif, fungsional, dan perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Menurut International Classification of Disease 10th revision (ICD-10) demensia adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual meliputi memori dan proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan dan pengambilan informasi. Dalam hal ini harus terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning disamping proses memori. Sedangkan demensia menurut DSM-IV adalah penurunan fungsi kognitif yang multipel terutama memori disertai sedikitnya gangguan salah satu fungsi kognitif berikut: afasia, apraksia, agnosia, serta gangguan dalam melakukan pekerjaannya. Penurunan funsi kongitif harus berat sampai mengganggu pekerjaan atau hubungan sosial. Tidak terdapat delirium, meskipun demensia dapat terjadi bersamaan delirium. Penyebab demensia dapat berhubungan dengan
15
keadaan umum, termasuk penyalahgunaan bahan-bahan atau gabungan dari faktor-faktor tersebut. Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi karena berbagai proses di otak, diantaranya gangguan serebrovaskuler, infeksi susunan saraf pusat, gangguan pernafasan, gangguan metabolik, maupun proses penuaan abnormal (PERDOSSI, 2007). Gangguan fungsi kognitif mungkin juga dapat disebabkan oleh tindakan bedah intervensi pada penyakit kardiovaskuler, radiasi dan chemoteraphy untuk kanker, dan pengobatan yang diberikan untuk mengontrol gejala-gejala fisik. Lebih lanjut, GFK merupakan gejala lanjutan yang sering ditemui dari berbagai penyakit yang secara langsung mempengaruhi sistem saraf pusat (Mitrushina, 2009) Deteksi dini GFK sangat penting untuk pencegahan sekunder. Karena preventif primer dari GFK belum tersedia, identifikasi dini memungkinkan diagnosis dan terapi, meningkatkan kemampuan fungsional, mencegah komplikasi, pemantauan masyarakat dan perencanaan kesehatan masyarakat (Mitrushina, 2009). 2.2.3 Pemeriksaan Fungsi Kognitif Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu screening yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi (PERDOSSI, 2007). 1. Mini Mental State Examination (MMSE) MMSE pertama kali dipublikasikan pada tahun 1975, dan sejak saat itu telah banyak digunakan dalam pemeriksaan gangguan fungsi kognitif.
16
Pemeriksaan MMSE meliputi beberapa fungsi domain yaitu: orientasi, registrasi,
atensi
atau
kalkulasi,
mengingat
kembali,
penamaan,
pengulangan, komprehensif, menulis, dan konstruksi. MMSE mempunyai keterbatasan baik dalam sentifitas maupun spesivitas, dan hanya digunakan sebagai sarana untuk screening dan bukan sebagai sarana untuk diagnosis. Penggunaan MMSE harus dikombikasikan dengan metode yang lain. Dengan cutoff 23, MMSE memiliki nilai sensitivitas sebesar 86% dan spesivitas sebesar 91% untuk mendeteksi demensia pada komunitas, tetapi dengan nilai ini tidak sensitif dan tidak dapat mendeteksi adanya MCI. Nilai yang normal pada MMSE tidak sertamerta menyingkirkan adanya suatu demensia. MMSE juga mempunyai nilai false positive yang cukup tinggi. Karena itu penggunaan MMSE harus dikombinasikan dengan metode yang lain (Mitchell, 2009; Campbell, 2013). 2. Montreal Cognitive Assessment (MoCA) Pemeriksaan fungsi kognitif lengkap memerlukan banyak waktu dan tidak semua klinisi dapat mengerjakannya. The Montreal Cognitive Assessment (MoCA) memerlukan waktu 10-15 menit dalam pengerjaannya. MoCA mampu menilai domain-domain kognitif seperti memori lambat, kelancaran berbicara, visuospasial, clock drawing, fungsi eksekutif, kalkulasi, pemikiran abstrak, bahasa, orientasi, atensi, dan konsentrasi. Skor maksimal tes ini adalah 30, dimana nilai 26-30 dikatagorikan sebagai normal, sedangkan skor <26 digolongkan mengalami gangguan kognitif. Pada subyek yang memiliki masa pendidikan <12 tahun, ditambahkan 1 poin
17
pada skor total. Pada validasi MoCA yang melibatkan 227 partisipan berbahasa Prancis dan Inggris, didapatkan sensitivitas sebesar 90% dan spesivitas sebesar 87% dalam mendeteksi MCI dibandingkan dengan normal (Nasreddine dkk., 2005; Chertkow dkk, 2008). Pada studi validasi yang dilakukan di Kanada oleh Smith dkk (2007), dengan nilai cutoff 26, MMSE mempunyai sensitivitas sebesar 17% dan spesivitas 100% untuk mendeteksi penderita dengan MCI, sedangkan MoCA mempunyai sensitivitas 83% dan spesivitas 50%. Dalam mendeteksi dementia, MMSE mempunyai sensitivitas 25% dan spesivitas 100%, sedangkan MoCA mempunyai sensitivitas 94 % dan spesivitas 50%. Tes validasi MoCA telah dilakukan di Indonesia, dari hasil penelitian ini didapatkan nilai kappa total diantara 2 dokter adalah 0,820. Didapatkan bahwa tes MoCA versi Indonesia (MoCA-Ina) telah valid menurut kaidah validasi transkultural sehingga dapat digunakan baik oleh dokter ahli saraf maupun dokter umum (Husein dkk., 2010).
2.3 Gangguan Kognitif pada DM Tipe 2 Pada penderita DM tipe 2 dapat ditemukan gangguan fungsi kognitif. Suatu studi melaporkan bahwa pada pasien dengan DM mempunyai nilai penurunan fungsi kognitif yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol, yaitu dengan risiko 1,5 terjadinya GFK, dan 1,6 kali lebih besar untuk terjadinya demensia (Cukierman dkk, 2005). DM tipe 2 telah dihubungkan dengan percepatan penurunan gangguan fungsi kognitif, dan faktor risiko dari demensia (Kodl dan Seaquist, 2008; Ruis,
18
dkk, 2009). Penyebab pasti terjadinya peningkatan mortalitas dan morbiditas pada DM masih belum diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara beberapa komplikasi DM dengan derajat hiperglikemi yang diukur dengan kadar HbA1c (Cukierman-yafee, 2009). Tabel 2.3 Domain Kognitif yang terganggu pada DM tipe 2 (Kodl dan Seaquist, 2008) Memori (Memory) Memori Verbal (Verbal Memory) Retensi Visual (Visual Retension) Memori Kerja (Working Memori) Memori Segera (Immediate Recall) Memori Lambat (Delayed Recall) Kecepatan Psikomotor (Psychomotor Speed) Fungsi Eksekutif (Executive Function) Kecepatan Memproses Informasi (Processing Speed) Funsi Motorik Komplek (Complex Motor Function) Gangguan Verbal (Verbal Fluency) Atensi (Attention) Depresi (Depression)
2.3.1 Hubungan Kontrol Gula Darah dan GFK Kontrol glukosa mempunyai peran dalam menentukan GFK pada pasien dengan DM tipe 2, walaupun penelitian dalam hal ini masih banyak pertentangan. Cukierman-Yaffe dkk (2009), melaporkan suatu penelitian terhadap 3000 penderita DM tipe 2 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara GFK dengan derajat hiperglikemia yang diukur dengan menggunakan kadar HbA1c. Yaffe dkk
19
(2012), melakukan penelitian untuk melihat hubungan kontrol gula darah yang diukur menggunakan kadar HbA1c dengan GFK. Yafee membagi kadar HbA1c menjadi rendah (HbA1c <7%), sedang (7-8%) dan tinggi (> 8%), didapatkan bahwa kelompok dengan kadar HbA1c sedang atau tinggi mempunyai nilai yang rendah pada pemeriksaan The Modified Mini-Mental State Examination (3MS) dan The Digit Symbol Substitution Test (DSST), dibandingkan dengan kelompok dengan kadar HbA1c rendah. Nilai yang rendah pada kedua pemeriksaan ini menunjukkan adanya GFK. Cukierman-Yaffe dkk (2009), menjelaskan beberapa kemungkinan yang dapat mendasari terjadinya hal tersebut. Kemungkinan pertama adalah karena tingginya kadar glukosa berhubungan dengan tingginya prevalensi dari risiko kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular, dan hubungan terjadinya GFK mungkin melalui penyakit serebrovaskuler. Kemungkinan kedua adalah paparan kadar glukosa yang tinggi dalam jangka waktu lama mungkin mempercepat terjadinya GFK. Kemungkinan ketiga adalah tingginya kadar HbA1c menggambarkan terjadinya penurunan fungsi insulin baik sekresi, aktivasi atau keduanya. Terdapat banyak reseptor insulin di otak. Beberapa mempunyai peran dalam transpor glukosa, dan beberapa diperkirakan mempunyai peran dalam proses kognitif. Beberapa penelitian telah memperkirakan bahwa penurunan fungsi kognitif merupakan akibat dari penurunan efek insulin di otak. 2.3.2Patofisiologi Beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan terjadinya hubungan antara
20
DM dan GFK antara lain: DM merupakan salah satu faktor risiko penyakit serebrovaskuler, hubungan antara GFK dan DM mungkin melalui proses penyakit serebrovaskular. Depresi terjadi lebih sering pada pasien dengan diabetes dan secara klinis hal ini cukup susah untuk dibedakan dengan GFK (Cukierman dkk, 2005). Patofisiologi yang mendasari perkembangan ganguan fungsi kognitif pada penderita DM belum dapat sepenuhnya dijelaskan. Berbagai hipotesis (seperti terlihat pada gambar 2.1), dengan bukti pendukung yang ada, menjelaskan berbagai peran potensial hiperglikemia, penyakit vaskuler, hipoglikemia, resistensi insulin dan deposisi amiloid dengan kejadian GFK pada penderita DM (Kodl dan Seaquist, 2008).
Hiperglikemia menginduksi kerusakan organ target “penyakit microvaskuler” “penyakit makrovaskuler” serebrovaskular
Resistensi Insulin
Gangguan fungsi kognitif
Hilangnya Cpeptida
Hipoglikemia Hilangnya alelApoε4
Gambar 2.1 Mekanisme yang mungkin berperan pada terjadinya GFK pada penderita DM. Tidak semua mekanisme muncul pada setiap penderita (Kodl dan Seaquist, 2008).
21
Peran Hiperglikemia Mekanisme hiperglikemia menyebabkan GFK belum jelas. Pada organ yang lain, hiperglikemia merusak fungsi organ melalui melalui berbagai jalur mekanisme, seperti aktivasi jalur poliol, peningkatan pembentukan advanced glycation end products (AGEs), aktivasi diacylglycerol (DAG) dari protein kinase C (PKC), dan peningkatan pemindahan glukosa dalam jalur hexosamine. Mekanisme yang sama mungkin terjadi pada otak dan mengiduksi perubahan fungsi kognitif yang terdeteksi pada penderita DM (Kodl dan Seaquist, 2008). Pada jalur poliol (Gambar 2.2), enzim aldose reduktase berfungsi menurunkan toksik aldehyde pada sel untuk menonaktifkan alkohol, tetapi pada kondisi kadar glukosa dalam darah tinggi, aldose reductase juga menurunkan glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian teroksidasi menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa keduanya tidak terfosforilasi, tetapi bersifat sangat hidrofilik, sehingga lamban penetrasinya melalui membran lipid bilayer. Akibatnya terjadi akumulasi poliol intraselular, dan sel akan membengkak, akibat masuknya air ke dalam sel karena proses osmotik. Sebagai akibat dari proses tersebut akan terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan metabolit yang secara keseluruhan akan mengakibatkan kerusakan sel. Pada proses penurunan kadar glukosa intraselular yang tinggi menjadi sorbitol, aldose reductase menggunakan kofaktor Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Hidrogenase (NADPH) yang merupakan kofaktor yang penting untuk regenerasi antioksidan intraselular dan menurunkan kadar glutathione. Menurunnya kadar NADPH dikenal sebagai keadaan pseudohipoksia. NADPH juga sangat diperlukan dalam proses pertahanan
22
antioksidan sehingga menurunnya kadar NADPH akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang lebih besar (Brownlee,2005; Waspadji, 2006) .
Gambar 2.2 Hiperglikemia meningkatkan perubahan pada jalur poliol (Brownlee, 2005) Pada pembentukan AGEs terdapat tiga mekanisme kerusakan sel (Gambar 2.3). Mekanisme pertama, dimana sel endotelial mengalami modifikasi termasuk protein intraselular. Protein ini mempunyai peranan pada regulasi transkripsi gen. Mekanisme kedua, prekursor AGEs keluar secara difus dari dalam sel dan merubah matrik molekul ekstraselular, dan perubahan ini menyebabkan disfungsi selular. Mekanisme ketiga, prekursor AGEs secara difus keluar dari dalam sel dan merubah protein yang bersirkulasi dalam darah termasuk albumin. Perubahan protein yang bersirkulasi akan berikatan dengan reseptor AGEs (RAGEs) dan akan terjadi aktivasi mitogen activated protein kinase (MAPK) dan transformasi inti dari faktor transkripsi NF-kB, sehingga terjadi perubahan transkripsi gen target terkait dengan mekanisme proinflamatori dan molekul perusak jaringan (Brownlee, 2005).
23
Gambar 2. 3 Peningkatan produksi dan konsekuensi patologis AGEs (Brownlee, 2005) Peran AGEs dan RAGEs pada perkembangan komplikasi DM pada otak masih belum jelas. Suatu penelitian pada tikus dengan diabetes yang menunjukkan gangguan kognitif ditemukan peningkatan RAGEs pada neuron dan sel glia dan terjadi kerusakan pada substansia alba dan myelin, yang menunjukkan kemungkinan adanya peran dari RAGEs dalam perkembangan gangguan fungsi serebral (Toth dkk, 2006) Hiperglikemia intraselular akan meningkatkan diacyllycerol (DAG) intraselular, dan selanjutnya akan meningkatkan PKC, terutama PKC-β. Perubahan ini akan berpengaruh pada sel endotel, menyebabkan terjadinya vasoreaktivitas melalui keadaan meningkatnya endotelin-1 dan menurunnya e-NOS. Peningkatan PKC akan menyebabkan proliferasi sel otot polos dan menyebabkan terbentuknya sitokin serta berbagai faktor pertumbuhan seperti transforming growth factor β
24
(TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Protein kinase C juga akan berpengaruh menurunkan aktifitas dari fibrinolisis (Gambar 2.4). Semua keadaan tersebut akan menyebabkan perubahan-perubahan yang selanjutnya akan mengarah
kepada
angiopati
diabetik
(Waspadji,
2006).
Gambar 2.4 Peranan hiperglikemia dalam menginduksi PKC (Brownlee, 2005)
Mekanisme terakhir akibat hiperglikemia adalah terjadinya perubahan pada jalur hexosamine (Gambar 2.5). Pada kondisi kadar gula yang tinggi pada intraselular, sebagian besar glukosa ini akan dimetabolisme melalui proses glikolisis, glukosa akan dirubah menjadi glukosa-6 phospat kemudian menjadi fruktosa-6 phospat. Fruktosa-6 phospat akan dirubah menjadi glukosamin-6 phospat
dengan
menggunakan
enzim
glutamine
fructose-6
phosphate
amidotransferase (GFAT) dan selanjutnya menjadi uridine diphosphate (UDP) Nacetyl glucosamine. Serupa dengan proses phosporilasi dan overmodifikasi oleh glukosamine yang lain, hal ini sering menyebabkan terjadinya perubahan ekspresi gen yang patologis. Pada akhirnya kondisi ini akan meningkatkan ekspresi dalam
25
perubahan transforming growth factor-β1 dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dimana keduanya akan memberikan efek buruk terhadap pembuluh darah (Brownlee, 2005).
Gambar 2. 5 Hiperglikemia meninkatkan perubahan pada jalur hexosamine (Brownlee, 2005)
Peran Penyakit Vaskular Pasien dengan diabetes mempunyai risiko terjadinya stroke trombosis 2 hingga 6 kali, dan penyakit vaskuler telah lama dihipotesiskan mempunyai kontribusi terhadap GFK. Suatu studi autopsi pada pasien dengan DM yang lama menunjukkan perubahan yang terkait penyakit vaskuler, seperti degenerasi otak menyeluruh, pseudocalsinosis, demielinisasi dari nervus kranialis dan medula spinalis, dan fibrosis saraf. Penebalan pada basal kapiler yang merupakan pertanda mikroangiopati diabetes, juga ditemukan pada otak penderita dengan DM (Kodl dan Seaquist, 2008). Pada penderita DM juga ditemukan penurunan aliran darah ke otak secara global, dimana hal ini serupa dengan yang ditemukan pada pasien dengan demensia. Diperkirakan bahwa penurunan aliran darah otak, bersama-sama dengan
26
stimulasidari reseptor thromboxane A2 dapat terjadi pada penderita DM, dimana hal ini berkontribusi pada ketidakmampuan pembuluh darah serebral utuk melakukan vasodilatasi secara adekuat yang dapat meningkatkan kejadian iskemia. Iskemia dan hiperglikemia secara bersama-sama mungkin menyebabkan kerusakan pada otak, dimana hiperglikemia pada kondisi iskemia akan meningkatkan produksi laktat sehingga menyebabkan asidosis yang akan memperburuk kerusakan pada otak (Kodl dan Seaquist, 2008). Peran Hipoglikemia Pasien dengan DM dapat terjadi kondisi hipoglikemia yang timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat atau obat yang meningkatkan produksi insulin seperti sufonilurea. Hampir semua pasien yang mendapat terapi insulin dan sebagian besar pasien yang mendapat terapi sulfonilurea pernah mengalami kondisi hipoglikemia. Episode berulang dari hipoglikemia yang berat telah dikaitkan sebagai kemungkinan penyebab GFK pada penderita DM. Kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sedikit, maka fungsi otak sangat tergantung pada kadar glukosa dalam sirkulasi (Soemadji, 2006). Hipoglikemi mungkin mempunyai efek terhadap fungsi kognitif, tetapi hanya sedikit bukti yang mendukung bahwa GFK disebabkan oleh hipoglikemia (Cukierman dkk, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita DM dengan GFK lebih rentan terhadap kejadian hipoglikemia. Bruce dkk (2009), dengan menggunakan sampel sebanyak 302 penderita DM pada the Fremantle diabetes study danPunthakee dkk (2012), pada penelitian ACCORD yang melibatkan 2.956
27
penderita DM tipe 2, melaporkan bahwa GFK merupakan faktor risiko penting terjadinya hipoglikemia pada penderita DM. Bruce dkk (2009), juga melaporkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung bahwa hipoglikemia menyebabkan terjadinya GFK. Feinkohl dkk, (2014) pada the Edinburgh Type 2 Study dengan menggunakan sampel sebesar 831 penderita DM tipe 2 dan dilakukan observasi selama 4 tahun melaporkan bahwa penderita dengan GFK pada awal penelitian akan meningkatkan kejadian hipoglikemi sebesar dua kali lipat. Hal ini dimungkinkan karena penderita dengan GFK kurang dapat mengenali gejala hipoglikemia, melakukan terapi yang tepat bila hal ini terjadi serta mencegah terjadinya hipoglikemia dengan memodifikasi terapi diabetes. Peran Resistensi Insulin Resistensi insulin diduga dapat menyebabkan terjadinya GFK, hal ini dikarenakan resistensi insulin lebih banyak ditemukan pada pasien dengan demensia dibandingkan dengan orang sehat. Mekanisme resistensi insulin menyebabkan terjadinya GFK masih belum jelas, tetapi telah diduga akibat
peningkatan
pembentukan amiloid, selain itu juga diperkirakan bahwa peningkatan risiko GFK pada resistensi insulin diakibatkan oleh kelainan mikrovaskuler (Geroldi dkk, 2005).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir
28
DM akan menimbulkan hiperglikemia kronik, yang akan menstimulasi beberapa mekanisme seperti aktivasi jalur poliol, peningkatan pembentukan
29
advanced glyacation end products (AGEs), aktivasi diacylglycerol (DAG) dari protein kinase C (PKC), dan peningkatan pemindahan glukosa dalam jalur hexosamine. Mekanisme ini akan menyebabkan perubahan membran basal, ganguan hemodimik dan perubahan viskositas dan juga fungsi trombosit yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya angiopati. Angiopati sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang tidak dapat dirubah seperti usia dan jenis kelamin serta faktor yang dapat dirubah seperti hipertensi, dislipidemia, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Makroangiopati dapat menyebabkan terjadinya stroke yang dapat menyebabkan terjadinya GFK. Mikroangiopati akan meyebabkan terjadinya GFK. Berbagai penyakit lainnya juga dapat berpengaruh terhadap fungsi kognitif antara lain Penyakit Parkinson, trauma kepala, tumor otak, infeksi SSP, HIV-AIDS, epilepsi, gagal jantung, gagal ginjal dan gangguan psikiatri seperti depresi.
30
3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka maka disusunlah konsep penelitian yang tersaji pada Gambar 3.2 di bawah ini.
Stroke
Diabetes Mellitus
Penyakit Parkinson
Tipe 2
Trauma kepala Tumor otak Gula darah tidak terkontrol (HbA1c > 7%)
Infeksi SSP HIV-AIDS
Dislipidemia Hipertensi
Epilepsi
Lama Menderita DM
Depresi
Tingkat pendidikan GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF
Gagal jantung Gagal ginjal
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Keterangan: =
dikendalikan pada tahap analisis data
= dikendalikan pada tahap rancangan penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian sebagai berikut: 1. Gangguan Fungsi Konitif (GFK) dapat terjadi pada penderita DM. Perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi GFK pada penderita DM. Gula darah tidak terkontrol merupakan faktor risiko GFK pada penderita DM tipe 2. 2. Beberapa faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya GFK pada penderita DM, antara lain dislipidema, hipertensi, lama menderita DM dan tingkat pendidikan, selanjutnya dikendalikan pada tahap analisis data. Faktor risiko lainnya yaitu: stroke, penyakit parkinson, trauma kepala,
31
tumor otak, infeksi SSP, HIV-AIDS, epilepsi, depresi, gagal jantung dan gagal ginjal akan dikendalikan pada tahap rancangan penelitian.
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM.
Gula darah terkontrol (HbA1c <7%) Gula darah tidak terkontrol (HbA1c >7%)
Gula darah terkontrol (HbA1c <7%)
Gula darah tidak terkontrol (HbA1c >7%)
DM dengan GFK (+) (Kasus)
DM dengan GFK (-) (Kontrol)
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol
32
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik Saraf dan poliklinik Diabetes RSUP Sanglah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Juli-Oktober 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ruang lingkup faktor risiko dalam lingkup neurologi, khususnya bidang neurobehavior.
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian 4.4.1 Populasi target Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita DM tipe 2 yang mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUP Sanglah. 4.4.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DM yang menjalani pengobatan di poliklinik Diabetes RSUP Sanglah Denpasar periode Juli-Oktober 2014. 4.4.3
Kriteria sampel Semua penderita DM yang menjalani pengobatan di poliklinik Diabetes
RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.3.1 Kriteria inklusi kasus Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
33
1. Penderita yang telah terbukti menderita DM tipe 2 dengan GFK (+). 2. Penderita berusia 40-60 tahun.
34
3. Penderita bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan (informed consent). 4.4.3.2 Kriteria inklusi kontrol Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita yang telah terbukti menderita DM tipe 2 dengan GFK (-). 2. Penderita berusia 40-60 tahun. 3. Penderita bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan (informed consent). 4.4.3.5 Kriteria eksklusi kasus dan kontrol Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1. Kriteria eksklusi pada penelitian ini meliputi penderita DM tipe 2 dengan penyakit parkinson, pernah atau sedang menderita stroke, trauma kepala, tumor otak, infeksi SSP, HIV/AIDS, epilepsi, depresi, gagal jantung, gagal ginjal. 2. Subjek dengan gangguan penglihatan dan pendengaran yang berat sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif. 3. Subjek yang tidak mampu membaca dan menulis karena buta huruf. 4.4.4 Besar sampel Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus (Dahlan, 2009) : n1 = n2= (Zα 2PQ + Z
P1Q1 +P2Q2)²
(P1-P2)² α : kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96 : kesalahan tipe II, ditetapkan 10% sehingga Z = 1,28 P : proporsi total = ½ (P1+P2)
35
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti Q1 : 1- P1
Q2 : 1- P2
Proporsi GFK pada penderita DM adalah 0,3 (Mudanayasa, 2012). Besar sampel berdasarkan rumus diatas didapatkan n1 = n2 = 40,67. Jadi jumlah sampel masing-masing kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 41 orang sehingga sampel keseluruhan berjumlah 82 orang. 4.4.5 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis consecutive yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.5 Variabel Penelitian 1
Variabel tergantung : Gangguan fungsi kognitif
2
Variabel bebas : gula darah tidak terkontrol
3
Variabel perancu : dislipidemia, hipertensi, lama menderita DM, tingkat pendidikan.
4.6 Definisi operasional variabel 1. Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM dapat ditegakkan jika ada
36
keluhan klasik, yaitu: poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL atau adanya gejala klasik disertai pemeriksaan glukosa darah puasa > 126 mg/dL dan dikelompokkan menjadi ada dan tidak ada sesuai skala nominal dikotomi (PERKENI, 2011) 2. Gangguan fungsi kognitif adalah gangguan yang terjadi pada minimal satu domain kognitif seperti fungsi memori dan atau atensi dan atau bahasa dan atau fungsi eksekutif, dengar skor MoCA-Ina. Skor maksimal tes ini adalah 30, dimana nilai 26-30 dikatagorikan sebagai normal, sedangkan skor <26 digolongkan mengalami GFK. Pada subyek yang memiliki masa pendidikan <12 tahun, ditambahkan 1 poin pada skor total (Nasreddine dkk., 2005; Chertkow dkk, 2008). Dibedakan dengan ya/tidak dan mengggunakan skala nominal. 3. Kontrol gula darah adalah kadar gula darah rata-rata yang ditentukan dengan mengunakan pemeriksaan kadar HbA1c. 4. Gula darah terkontrol bila kadar HbA1c <7% dan tidak terkontrol nilai kadar HbA1c > 7% (PERKENI, 2011). 5. Lama menderita DM adalah waktu dalam hitungan tahun sejak penderita didiagnosis menderita DM yang diketahui dari rekam medik atau keterangan penderita atau keluarga hingga saat dilakukan pemeriksaan. Data disajikan berskala nominal dikotomi dibagi menjadi lama DM < 5 tahun dan > 5 tahun (Bruce dkk, 2008a).
37
6. Umur adalah umur penderita pada saat dilakukan wawancara sesuai dengan yang tercatat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). 7. Umur dewasa menengah adalah suatu periode diantara umur dewasa muda dengan umur tua, yaitu umur 40-60 tahun. Pada masa ini ditandai adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental (Hurlock, 1980). 8. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita berdasarkan yang tercatat pada KTP, yaitu laki-laki dan perempuan. Data berskala nominal. 9. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti subyek penelitian sampai memperoleh ijazah, berdasarkan keterangan pasien atau keluarga. Dikelompokkan menjadi menjadi pendidikan rendah < 12 tahun, dan pendidikan tinggi > 12 tahun (PP No 17 tahun 2010). Dibedakan dalam skala ordinal. 10. HIV-AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodefisiency Virus) (Djoerban dan Djauzi, 2006). 11. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan lemak plasma. Kelainan fraksi lemak yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total > 200mgdL dan atau kolesterol LDL > 130 mg/dL dan atau penurunan HDL < 35 mg/dL dan atau kenaikan trigliserida > 200 mg/dL (Soegondo dan Gustaviani, 2006). Dibedakan dengan ya/tidak dan menggunakan skala nominal dikotomi. 12. Hipertensi adalah subyek yang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg pada usia < 60tahun yang
38
didapatkan melalui dua kali pengukuran TD pada posisi duduk dengan selang waktu 5 menit dalam kondisi cukup istirahat/tenang atau penderita dengan riwayat hipertensi dan sedang minum obat anti hipertensi (sesuai dengan Eighth Joint National Committee Classification/JNC VIII). Dibedakan dengan ya/tidak dan menggunakan skala nominal dikotomi. 13. Stroke adalah adanya riwayat klinis defisit neurologi maupun hasil pemeriksaan klinis neurologis yang terjadi mendadak yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan, kesemutan atau rasa tebal, gangguan berbicara, gangguan tajam penglihatan atau penglihatan ganda, yang bertahan lebih dari 24 jam, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak (Warlow dkk, 2007). Dibedakan dengan ya/tidak dan menggunakan skala nominal dikotomi. 14. Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial (Kusumastuti dan Basuki, 2014). 15. Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan ganguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006). 16. Gagal jantung adalah sindroma klinis sesuai kriteria Framingham berupa kumpulan gejala dan tanda, minimal 1 kriteria mayor berupa paroxymal nocturnal dyspneu, distensi vena jugular, ronki paru, kardiomegali, udem
39
paru akut, adanya gallop S3, peningkatan tekanan vena jugular, dan 2 kriteria minor yaitu edema ekstrimitas, batuk malam hari, dyspneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, takikardi >120 kali/menit (Panggabean, 2006). Dibedakan dengan ya/tidak dan menggunakan skala nominal dikotomi. 17. Gangguan fungsi ginjal didefinisikan sebagai penderita yang sudah terdiagnosisatau diduga gagal ginjal kronik yaitu kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktur atau fungsional yang dimanifestasikan oleh kerusakan ginjal yang terdeteksi sebagai ekskresi albumin urin abnormal atau nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (Suwitra, 2006) 18. Depresi dapat dinilai dengan menggunakan skala Hamilton (Ham-D), dimana tidak ada depresi dengan rentang skala 0-6, depresi ringan dengan rentang skala 7-17, depresi sedang dengan rentangskala 18-24 dan > 24 untuk depresi berat (Citra, 2003; Mirani, 2009). Dibedakan ya/tidak dan menggunakan skala nominal dikotomi.
4.7
Alat Pengumpul Data 1. Lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita. 2. Lembar pemeriksaan fungsi kognitif yaitu tes MoCA-Ina yang akan menilai domain-domain kognitif seperti atensi dan konsentrasi, orientasi, memori, bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan visuospasial, kalkulasi dan pemikiran konseptual. Fungsi atensi diperiksa dengan
40
mengulang sejumlah angka berturut-turut dari depan ke belakang dan sebaliknya (forward dan backward digit span), dan A random letter test. Fungsi kalkulasi dinilai dengan pengurangan angkan 7. Fungsi visuospasial dinilai dengan memerintahkan penderita untuk menyalin gambar kubus, sementara fungsi eksekutif diperiksa dengan modifikasi tes trial making B, Domain memori diperiksa dengan memerintahkan penderita untuk membaca dan mengulangnya setelah selang waktu lima menit lima kata yang tidak saling berhubungan, domain bahasa diperiksa dengan penamaan sejumlah obyek gambar, pengulangan kalimat dan menyebutkan sebanyak mungkin kata yang dimulai dengan huruf tertentu. Orientasi dinilai dengan pertanyaan mengenai tempat, tanggal dan waktu sedangkan abstraksi diperiksa dengan menilai kemampuan penderita untuk melihat kemiripan dua obyek. 3. Untuk mengetahui keadaan kejiwaan penderita apakah mengalami depresi maka dilakukan wawancara berdasarkan skala depresi Hamilton dan dibuatkan suatu penilaian terhadap jawabannya. Skor 0-6 menunjukkan tidak ada depresi, skor 7-17 menunjukkan depresi ringan, 18-24 menunjukkan depresi sedang dan skor > 24 menunjukkan depresi berat. 4. Pemeriksaan kontrol gula darah yang digunakan adalah kadar HbA1c dalam 3 bulan terakhir. Kadar HbA1c diperiksa memakai metode Turbidimetri, alat automatic autoanalyzer (Cobas Integra 400 Plus analyzer dari Roche).
41
4.8 Prosedur Penelitian Penderita DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent, maka dilakukan wawancara terstruktur dengan kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah untuk mendapatkan hasil penelitian. Populasi target: penderita DM
Populasi terjangkau: penderita DM yang rawat jalan di poliklinik Diabetes RSUP Sanglah
Kriteria inklusi dan eksklusi eksklusi Pemeriksaan Fungsi Kognitif
GFK (-)
GFK (+)
Gula darah terkontrol
Gula darah tidak terkontrol
Gula darah terkontrol
Analisis Data
Laporan Hasil
Gula darah tidak terkontrol
42
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian 4.9 Pengolahan dan Analisis Data Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Variabel sebaran usia, dislipidemia, hipertensi, lama menderita DM, dan tingkat pendidikan pada kelompok kasus dan kontrol akan ditampilkan dalam bentuk data deskriptif. 2. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat kemaknaan dengan p dan hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dengan confidence interval (CI) 95%. 3. Analisis multivariat untuk melihat hubungan langsung gula darah tidak terkontrol (HbA1c >7%) sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Seluruh data akan dianalisis dengan program SPSS 20 for windows.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai bulan Oktober 2014 bertempat di poliklinik Saraf dan poliklinik Diabetes RSUP Sanglah. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui gula darah tidak terkontrol sebagai faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan menggunakan uji Chi-Square sebagai uji hipotesis.
5.1 Analisis Deskriptif Subyek Penelitian Jumlah penderita DM tipe 2 usia dewasa muda yang memenuhi kriteria inklusi untuk dilakukan pemeriksaan sebanyak 87 orang. Subyek yang mengalami GFK dikelompokkan sebagai kasus sebanyak 43 orang dan subyek tanpa GFK dikelompokkan sebagai control sebanyak 44 orang. Jumlah sampel penelitian ini telah memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan perhitungan yaitu 41 pasang kasus dan kontrol. Karakteristik dasar subyek penelitian disajikan pada tabel 5.1. Median umur pada kelompok kasus adalah 51 tahun dengan rentang 41-59 tahun, sedangkan median umur pada kelompok kontrol adalah 50,5 tahun dengan rentang 40-60 tahun. Subyek berjenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebanyak 20 orang (46,5%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 27 orang (61,4%).
43
44
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Variabel
Kasus n
Umur (tahun), median (min-mak)
Kontrol %
n
50 (41-59)
% 50,5 (40-60)
Jenis kelamin laki-laki
20
46,5
27
61,4
perempuan
23
53,5
17
38,6
SD
17
39,5
6
13,6
SMP
5
11,6
2
4,5
SMA
11
25,6
23
52,3
Perguruan Tinggi
10
23,3
13
29,5
PNS/TNI POLRI
12
27,9
13
29,5
Swasta
15
34,9
17
38,6
Petani/ Buruh
4
9,3
5
11,6
Lain-lain
12
27,9
9
20,5
Pendidikan
Pekerjaan
Kadar HbA1c, median (min-mak)
8,52 (5,30-14,30)
6,79 (4,80-14,24)
Seluruh subyek pada penelitian ini menjalani pendidikan formal mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, dengan jumlah terbanyak adalah tingkat pendidikan SMA, yaitu 11 orang pada kelompok kasus (23,3%) dan 23 pada kelompok kontrol (52,3%). Tingkat pendidikan akan dikelompokkan menjadi pendidikan rendah untuk penderita DM tipe 2 yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar (<12 tahun) dan pendidikan tinggi untuk penderita DM tipe 2 yang berhasil menyelesaikan pendidikan dasar (>12 tahun). Tingkat pekerjaan terbanyak adalah pegawai swasta dengan jumlah 15 orang pada kelompok kasus (34,8%) dan 17 orang pada kelompok kontrol (38,6%). Median kadar HbA1c sebesar 8,52% dengan
45
rentang 5,30-14,30 pada kelompok kasus dan 6,79% dengan rentang 4,80-14,24 pada kelompok kontrol. Untuk menentukan kontrol gula darah pada penderita DM tipe 2, kadar HbA1c dikelompokkan menjadi >7% untuk penderita DM dengan kadar gula tidak terkontrol dan kadar HbA1c <7% untuk penderita DM kadar gula darah terkontol.
5.2 Hubungan Kontrol Gula Darah dengan GFK pada Penderita DM TIpe 2 Usia Dewasa Menengah Hubungan antara kontrol gula darah sebagai variabel bebas dengan gangguan kognitif sebagai variabel tergantung pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dinilai dengan menggunakan analisis bivariat. Uji hipotesis yang digunakan adalah Chi-Square. Didapatkan nilai Odds rasio (OR) dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) <0,05. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Analisis Bivariat Kontrol Gula Darah dengan Gangguan Kognitif pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah GFK (+)
GFK (-)
OR
n (%)
n (%)
(IK 95%)
30 (69,8)
17 (38,6)
p
Tidak terkontrol Kontrol
3,66 0,004*
gula darah
(1,505-8,924) Terkontrol
13 (30,2)
27(61,4)
* bermakna secara statisktik Penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan kadar gula darah tidak terkontrol yang mengalami GFK sebanyak 30 orang (69,8%) dan tanpa GFK
46
sebanyak 17 orang (38,6%). Dari penelitian ini didapatkan bahwa penderita DM usia dewasa menengah dengan kadar gula darah tidak terkontrol secara signifikan meningkatkan risiko 3,66 kali untuk mengalami GFK dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan kadar gula darah terkontrol (OR=3,66; IK 95%= 1,505-8,924; p=0,004) (tabel 5.2).
5.3 Hubungan Faktor- faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Kejadian GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kejadian GFK antara lain tingkat pendidikan, lama menderita DM, hipertensi dan dislipidemia. Hubungan dari variabel tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis bivariate. Uji hipotesis yang digunakan adalah Chi-Square. Didapatkan nilai Odds rasio (OR) dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) <0,05. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.3. Pada penelitian ini didapatkan 20 orang (46,5%) subyek pada kelompok kasus dan 21 orang (47,5%) pada kelompok kontrol menderita DM selama lebih dari 5 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan 22 orang (51,2%) pada kelompok kasus dan 8 orang (18,2%) berpendidikan rendah. Sebanyak 16 orang (37,2%) pada kelompok kasus dan 10 orang (22,7%) pada kelompok kontrol menderita hipertensi. Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 15 orang (34,9%) pada kelompok kasus dan 19 orang (43,2%) pada kelompok kontrol menderita dyslipidemia. Tabel 5.3 Hubungan faktor- faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah.
47
Lama
>5 tahun
GFK (+)
GFK (-)
OR
n (%)
n (%)
(IK 95%)
20 (46,5)
21 (47,7)
0,95
menderita DM
p
0,910
(0,410-2,211) <5 tahun
23 (53,5)
23 (52,3)
Rendah
22 (51,2)
8 (18,2) 4,71
Tingkat pendidikan
(1,784-12,459) Tinggi
21 (48,4)
16 (37,2)
0,001*
36 (81,8)
10 (22,7) 2,01
Hipertensi
Dislipidemia
Ya Tidak 27 (62,8)
34 (77,3)
(0,789-0,5147)
15 (34,9)
19 (43,2)
0,705
Ya Tidak 28 (65,1)
25 (50,6)
(0,297-1,675)
0,140
0,428
* bermakna secara statistik Hasil analisis bivariat faktor-faktor lain yang berpengaruh pada terhadap kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah (tabel 5.3), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian GFK (OR=4,71; IK 95%=1,784-12,459; p=0,001), sedangkan faktor-faktor lain seperti lama menderita DM, Hipertensi dan dislipidemia secara statistik tidak bermakna (p>0,05).
5.4 Faktor Risiko Independen Terhadap GFK Untuk mengetahui variabel yang menjadi faktor risiko independen terhadap kejadian GFK maka dilakukan analisis multivariat dengan metode regresi logistik.
48
Metode ini digunakan karena variabel terikatnya merupakan variabel katagorik dengan desain kasus kontrol tidak berpasangan. Sedangkan kerangka konsep etiologik diterapkan karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan murni antara suatu variabel bebas dengan variabel terikat, dalam hal ini kontrol gula darah dengan GFK. Tabel 5.4 Analisis multivariat regresi Logistik Variabel Koefisien p
Kontrol Gula Langkah 1
Darah Tingkat pendidikan Konstanta
OR (IK 95%) 3,81
1,338
0,006
1,588
0,002
-4,570
0,000
(1,466-9,11) 4,89 (1,751-13,66)
Variabel-variabel yang dimasukkan pada analisis multivariat adalah kelompok kadar gula darah dan tingkat pendidikan yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25. Data hasil analisis multivariat selengkapnya ditampilkan pada tabel 5.4. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa faktor risiko independen terhadap kejadian GFK pada penderita DM tpe 2 usia dewasa menengah adalah kadar gula darah tidak terkontrol sebesar 3,81 (p=0,006; IK 95% 1,466-9,11), dan tingkat pendidikan rendah sebesar 4,892 (p=0,002; IK 95% 1,751-13,66).
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Pada penelitian ini diperoleh 87 orang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan GFK sebagai kelompok kasus dan penderita DM tipe 2 usia dewasa tanpa GFK sebagai kelompok kontrol. Dilihat dari karakteristik dasar subyek penelitian rentang umur pada penelitian ini adalah umur 40-60 tahun yang merupakan rentang usia dewasa menengah. Pada penelitian ini median umur pada kelompok kasus adalah 50 tahun dengan rentang umur 41-59 tahun, sedangkan median pada kelompok kontrol adalah 50,5 tahun dengan rentang umur 40-60 tahun. Tidak hanya populasi usia tua saja yang kemungkinan mengalami GFK. Singh-Manoux dkk (2012), melalui Whitehall II Prospective Cohort Study melaporkan bahwa penurunan fungsi kognitif sudah mulai terjadi pada usia pertengahan yaitu mulai 45 hingga 49 tahun. Laporan tersebut juga didukung oleh Nooyens dkk (2010), dalam The Doeticinchem Cohort Study yang melaporkan bahwa usia dewasa menengah juga dapat mengalami GFK dan risiko tersebut dapat meningkat jika terdapat faktor metabolik. Pada usia dewasa menengah, penurunan fungsi kognitif pada penderita DM 2,6 kali lebih besar daripada yang tidak menderita DM. Mudanayasa (2012), melakukan penelitian tentang DM tipe 2 sebagai faktor risiko GFK pada usia dewasa menegah dan mendapatkan rerata umur
50
50
subyek adalah 54,66 tahun dengan simpang baku 7,30. Diperkirakan bahwa pada tahun 2010 jumlah penderita DM secara global adalah 285 juta orang, dimana pada negara-negara yang sedang berkembang mayoritas penderita DM adalah pada usia antara 40 hingga 60 tahun (Shaw dkk, 2010). Subyek berjenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebanyak 20 orang (46,5%), sedangkan jumlah subyek berjenis kelamin perempuan pada kelompok kasus sebanyak 23 orang (53,5%). Pada studi prevalensi dan angka kejadian MCI dan demensia antara orang berkulit putih dan hitam yang dilakukan oleh Katz dkk (2012), mendapatkan bahwa prevalensi maupun angka kejadian MCI maupun demensia adalah serupa, baik antara laki-laki dan perempuan. Demikian juga yang terjadi pada penderita dengan DM. Kalyani dkk (2010), menyatakan bahwa tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan penderita DM yang mengalami ganguan fungsi kognitif. Latar belakang pekerjaan subyek penelitian sangat bervariasi. Data menurut tingkat pekerjaan terbanyak adalah pegawai swasta dengan jumlah 15 orang pada kelompok kasus (34,8%) dan 17 orang pada kelompok kontrol (38,6%). Pada suatu penelitian kohort untuk mencari pengaruh pekerjaan terhadap risiko GFK pada usia lanjut yang dilakukan oleh Li dkk (2002), mendapatkan bahwa kejadian GFK lebih banyak terjadi pada pekerja kasar seperti petani, buruh dan nelayan dengan OR 3,2 (IK 95%= 1,1-1,45), pengrajin OR 2,2 (IK95%=1,6-6,7) dan pekerja pabrik OR 14,7 (IK(95%=2,9-75,6) bila dibandingkan dengan pekerja yang banyak menggunakan pikiran. Pada penelitian prevalensi terjadinya MCI di Tiongkok yang dilakukan oleh Jia dkk (2014) mendapatkan bahwa pekerjaan selain buruh dan tani mempunyai efek proktektif terhadap terjadinya MCI.
51
6.2 Hubungan antara Kontrol Gula Darah dengan GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah Pengukuran kadar HbA1c adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemantauan kontrol glukosa pada pasien dengan DM. Penilaian HbA1c dapat menilai efektivitas terapi dengan memonitoring regulasi glukosa darah dalam jangka panjang. Nilai HbA1c merupakan konsentrasi glukosa plasma yang proporsional dalam waktu 4 minggu hingga tiga bulan (Sultanpur dkk, 2010). Kontrol gula darah yang diukur dengan menggunakan kadar HbA1c telah dikaitkan dengan perkembangan dan progresivitas dari komplikasi DM. Penelitian EPIC-Norfolk, suatu penelitian epidemiologi yang besar, telah melaporkan bahwa kadar hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1c) mempunyai hubungan dengan mortalitas pada semua kasus, kardiovaskular, penyakit jantung iskemik pada pria dan wanita usia 45-79 tahun (Khaw dkk, 2004). Sabanayagam dkk (2009), dalam penelitian untuk mengetahui hubungan antara HbA1c dengan komplikasi mikrovaskular dengan subyek sebanyak 3,190 orang melayu di Singapura mendapatkan bahwa peningkatan kadar HbA1c berhubungan dengan dengan semua komplikasi mikrovaskular. Pada subyek dengan kadar HbA1c 7%-7,9% dan >8% didapatkan peningkatan prevalensi retinopati ringan sebesar 9 dan 30 kali (p< 0,0001) dibandingkan dengan subyek dengan kadar HbA1c <6,9%. American Diabetes Association juga telah merekomendasikan untuk mengontrol kadar gula darah dan menjaga kadar HbA1C kurang dari 7% untuk mencegah komplikasi mikrovaskular. Selain itu gula darah yang tidak terkontrol juga telah diduga berkontribusi sebagai penyebab terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita DM. Pada penelitian ini di dapatkan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol secara signifikan
52
meningkatkan risiko terjadinya GFK 3,66 kali dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan kadar gula darah terkontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Cukierman-Yaffe dkk (2009), melaporkan suatu penelitian terhadap 3000 penderita DM tipe 2 menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan GFK. Peningkatan 1% HbA1c mempunyai hubungan yang signifikan dengan penurunan 1,75 poin pada Digit Symbol Subtitusion Test (DSST) (IK 95%: 1,22- 2,88; p< 0, 0001), penurunan sebesar 0,20 poin pada MMSE (IK 95%: 0,110,28; p< 0, 0001), penurunan sebesar 0,11 poin pada memory score (IK 95%: 0,020,19; p= 0, 0142). Yaffe dkk (2012), melakukan penelitian untuk melihat hubungan kontrol gula darah yang diukur menggunakan kadar HbA1c dengan GFK. Yafee membagi kadar HbA1c menjadi rendah (HbA1c <7%), sedang (7-8%) dan tinggi (> 8%), didapatkan bahwa kelompok dengan kadar HbA1c sedang atau tinggi secara signifikan mempunyai rata-rata nilai yang rendah dibandingkan dengan kelompok dengan kadar HbA1c rendah pada pemeriksaan The Modified Mini-Mental State Examination (3MS) (rendah 87,1; sedang 86,2; tinggi 85,7; p=0,003) dan The Digit Symbol Substitution Test (DSST) (rendah 29,5; sedang 29,0; tinggi 28,0; p=0,04). Nilai yang rendah pada kedua pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi kognitif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanz dkk (2013) pada penderita DM usia 35 hingga 64 tahun, mendapatkan bahwa kadar HbA1c yang tinggi berhubungan dengan rendahnya fungsi kognitif yang diukur pada pemeriksaan dengan menggunakan DSST (OR 1,75; IK 95% 1,03-2,96). Dari hasil analisis statistik multivariat pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar gula darah tidak
53
terkontrol memiliki hubungan bermakna untuk terjadinya GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah (OR=3,81; IK 95% 1,466-9,11).
6.3 Hubungan Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Kejadian GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kejadian GFK antara lain lama menderita DM, tingkat pendidikan, hipertensi dan dislipidemia. Lama menderita DM secara konsisten telah dihubungkan sebagai prediktor tejadinya komplikasi mikrovaskuler terutama retinopati dan nefropati dan neuropati pada penderita DM tipe 2. Pada San Luis Valley cross-sectional study didapatkan bahwa durasi DM lebih dari 5 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya neuropati pada penderita DM (OR=1,3; IK 95% 1-1,6) (Wheeler dkk, 2007). Pada penelitian cross-sectional yang dilakukan Bruce dkk (2008a), didapatkan bahwa lama menderita DM lebih dari 5 tahun merupakan prediktor terjadinya MCI dan demensia pada penderita DM tipe 2 dengan usia > 70 tahun. Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik lama menderita DM tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena umur subyek yang digunakan adalah kelompok usia dewasa menengah umur 40 sampai 60 tahun dimana pada umur ini baru terdiagnosis menderita DM. Hal ini sesuai dengan hasil survei oleh Centers for Disease Control and Prevention (2011), yang menyebutkan kejadian DM terbanyak didiagnosa adalah pada rentang umur 55-59 tahun (15,4%) dari seluruh kejadian DM pada usia 18 hingga 79 tahun di Amerika, hal yang serupa mungkin juga terjadi di Indonesia.
54
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan 22 orang (51,2%) pada kelompok kasus dan 8 orang (18,2%) berpendidikan rendah. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian GFK (OR=4,71; IK 95%=1,784-12,459; p=0,001). Tingkat pendidikan yang rendah telah diketahui sebagai faktor risiko yang kuat untuk terjadinya GFK. Pada penelitian yang dilakukan oleh Xu dkk (2010), untuk mencari efek dari DM terhadap MCI mendapatkan hasil bahwa subyek dengan tingkat pendidikan rendah (< 8 tahun) berhubungan dengan kejadian MCI pada penderita DM (OR= 2,13; IK 95%= 1,15-3,15). Manly (2005), yang meneliti insiden MCI pada penduduk usia lanjut daerah urban di Manhattan Amerika Serikat mendapatkan bahwa MCI lebih banyak dijumpai pada usia lanjut yang memiliki masa pendidikan formal 9 tahun ke bawah. Bruce dkk (2008b), melakukan penelitian dengan menggunakan data yang digunakan pada Fremantle Diabetes Study (FDS) untuk menghetahui prediktor-prediktor terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita DM usia lanjut (>70 tahun). Dari analisis multivariat, didapatkan bahwa tingkat pendidikan di bawah pendidikan dasar merupakan satu satunya faktor independen terhadap kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia tua (p<0,001). Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko kejadian GFK pada usia lanjut. Obisesan dkk (2008), dalam penelitian untuk mengetahui hubungan hipertensi, tekanan darah tinggi dan tekanan nadi tinggi terhadap kejadian GFK menyatakan bahwa hipertensi, berhubungan dengan kejadian GFK terutama pada populasi lansia (>60tahun) (p<0,01). Performa kognitif terbaik didapatkan pada kelompok tekanan darah yang optimal (<120/80
55
mmHg) sedangkan performa kognitif terburuk didapatkan pada kelompok dengan hipertensi berat. Witari (2014), juga melaporkan bahwa hipertensi sebagai faktor risiko kejadian GFK pada usia lanjut (>60 tahun) di RSUP Sanglah (OR=5,08; p=0,040; IK 95% 1,08-24,03). Pada penelitian yang lain mengatakan bahwa pemberian antihipertensi mempunyai efek proteksi terhadap kejadian GFK. Khachaturian dkk (2006), melaporkan bahwa pemberian antihipertensi menurunkan kejadian Alzheimer’s Dementia pada 3308 subyek usia >65 tahun (RR=0,64; IK95%= 0,41-0,98). Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik hipertensi tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena kelompok umur pada subyek yang digunakan adalah kelompok usia dewasa menengah yaitu umur 40 sampai 60 tahun yang mungkin saja tekanan darah telah terkontrol dengan pemberian antihipertensi. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa jumlah subyek tanpa hipertensi lebih banyak daripada subyek dengan hipertensi. Hal ini sesuai Rahajeng dan Tuminah (2009), yang menyebutkan bahwa pada usia 45 hingga 54 tahun risiko terjadinya hipertensi sebesar 6,12 lebih besar dibandingkan dengan usia 18 hingga 24 tahun, risiko hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya usia dimana pada usia >75 memiliki risiko terjadinya hipertensi sebesar 11,53 kali. Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 15 orang (34,9%) pada kelompok kasus dan 19 orang (43,2%) pada kelompok kontrol menderita dislipidemia. Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik dilipidemia tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah.
56
Dik dkk (2007), dalam sebuah penelitian untuk mencari hubungan antara komponen sindrom metabolik dengan GFK pada usia tua mendapatkan bahwa kadar HDL darah yang rendah scara statistik berhubungan dengan GFK (p<0,005). Sedangkan Witari (2014), mendapatkan melaporkan bahwa secara statistik dislipidemia bukan merupakan faktor independen terhadap kejadian GFK pada usia lanjut (p=0,066; IK 95% 0,94-6,91). Pada penelitian yang dilakukan oleh Witari dan penelitian ini tidak dilakukan analisis profil lemak terhadap kejadian GFK.
6.3 Faktor Risiko Independen Terhadap GFK Beberapa risiko untuk terjadinya GFK pada penderita DM usia dewasa menengah telah didapatkan pada penelitian ini. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa faktor risiko independen terhadap kejadian GFK pada penderita DM tpe 2 usia dewasa menengah adalah kadar gula darah tidak terkontrol dan tingkat pendidikan rendah. Pada penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol gula darah dimana pada penelitan ini digunakan pembagian kelompok pendidikan berdasarkan tingkat pendidikan dasar di Indonesia yaitu 12 tahun selain itu pada penelitian ini tidak dilakukan matching terhadap variabel tingkat pendidikan subyek. Tingkat pendidikan yang rendah sering dikaitkan dengan kemiskinan atau status ekonomi rendah, yang berhubungan dengan tingkat kesehatan yang rendah, akses kesehatan yang rendah dan peningkatan risiko terjadinya GFK (Kalaria dkk, 2008). Farfel dkk (2013), juga menduga bahwa tingginya kejadian GFK pada orang dengan tingkat pendidikan rendah dikaitkan dengan rendahnya akses untuk diagnosis dan terapi yang efektif
57
untuk mengontrol hipertensi, diabetes dan dislipidemia. Pada penelitian ini didapatkan jumlah subyek pada kelompok kasus terbanyak adalah tamat SD. Kelemahan pada penelitian ini adalah tidak menggunakan seluruh tes neuropsikologi untuk membandingkan dan mengkonfirmasi hasil penelitian. Kelemahan yang lain tidak dilakukan analisis pada faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh pada kejadian GFK seperti hilangnya alel ApoE4, resistensi insulin, merokok, alkohol dan lain-lain. Selain itu pada penelitian ini tidak dilakukan matching, untuk menghilangkan pengaruh dari variabel lain terhadap kejadian gangguan fungsi kognitif.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan bahwa subyek usia dewasa menengah penderita DM tipe 2 dengan gula darah tidak terkontol memiliki risiko 3,81 kali mengalami GFK dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 dengan gula darah terkontrol.
7.2 SARAN Sebagai saran dari hasil penelitian ini adalah: 1. Perlu dilakukan kontrol gula darah yang baik untuk mengurangi risiko terjadinya GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif pada subyek usia dewasa menengah yang terdiagnosis DM tipe 2 untuk tatalaksana yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup penderita DM tipe 2. 3. Perlu dilakukan edukasi yang baik terutama pada pada penderita DM tipe 2 dengan tingkat pendidikan rendah tentang penyakit dan kompliksi yang mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
59
Black, F. W., Strub, R.L. 2000. The Mental Status Examination in Neurology Fourth Edition. Philadepphia: F.A. Davis Company. Brownlee, M. 2005. The Pathobiology of Diabetic Complications A Unifying Mechanism. Diabetes; 54: 1615-25 Bruce, D.G., Davis, W.A., Casey., G. P., Clarnette, R.M., Brown, S.G.A., Jacobs, I.G., Almeida, O. P., Davis, T. M. E. 2009. Severe hypoglycaemia and cognitive impairment in older patients with diabetes: the Fremantle Diabetes Study. Diabetologia 52:1808-1815 Bruce, D. G., Davis, W. A., Casey, G. P., Starkstein, S. E., Clarnette, R. M., Almeida, O. P., Davis, T. M. E. 2008. Predictors of Cognitive Impairment and Dementia in Older People with Diabetes. Diabetologia; 51: 241-248. Bruce, D. G., Davis, W. A., Casey, G. P., Starkstein, S. E., Clarnette, R. M., Almeida, O. P., Davis, T. M. E. 2008. Predictors of Cognitive Decline in Older Individuals with Diabetes. Diabetes Care; 31: 2103-2107 Campbell, W.W. 2013. DeJong’s The Neurologic Examinaion- 7th Edition. Lippincott William & Wilkins. Philadelphia. p. 75-86 Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Distribution of Age at Diagnosis of Diabetes Among Adult Incident Cases Aged 18–79 Years, United States, 2011. [cited 2015 Jun. 28]. Available from: URL:http://www.cdc.gov/diabetes/statistics/age/fig1.htm Chertkow, H., Massoud, F., Nasreddine, Z., Belleville, S., Joanette, Y., Bocti, C., Drolet, V., Kirk, J., Freedman, M., Bergman, H. 2008. Diagnosis and treatment of dementia: 3. Mild cognitive impairment and cognitive impairment without dementia. Canadian Medical Association Journal; 178(10): 1273-85 Citra, J.T. 2003. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik. dalam USU digital library. Cukierman, T., Gerstein, H.C., Williamson, J.D. 2005. Cognitive Decline and Dementia in Diabetes- Syetematic Overview of Prospective Observational Studies. Diabetologia; 48: 2460-2469 Cukierman-Yaffe, T., Gerstein, H.C., Williamson, J.D., LazarR. M., Lovato, L., Miller, M.E., Coker, L. H., Murray, A., Sullivan, M. D., Marcovina, S. M. 2009. Relationship Between Baseline Glycemic Control and Cognitive Function in Individual With Type 2 Diabetes and Other Cardiovascular Risk Factors. The Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes-Memory in Diabetes (ACCORDMIND) trial. Diabetes Care; 32 (2): 221-226
60
Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Djoerban, Z., Djauzi, S. 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1825-1830 Dik, M. G., Jonker, C., Comijs, H. C., Deeg, D. J. H., Kok, A., Yaffe, K., Penninx, B. W. 2007. Contribution of Metabolic Syndrome Components to Cognition in Older Individuals. Diabetes Care 30:2655–2660 Farfel, J. M., Nitrini, R., Suemoto, C. K., Grinberg, L. T., Ferreti, R. E. L., Leite, R. E. P., Tampellini, E., Lima, L., Fariaz, D. S., Neves, R. C., Rodriguez, R. D., Menezes, P. R., Fregni, F., Bennett, D. A., Pasqualucci, C. A., Filho, W. J. 2013. Very low levels of education and cognitive reserve A clinicopathologic study. Neurology; 81: 650-657 Gao, L., Matthews, F.E., Sargeant, L.A., Brayne, C., MRC CFAS. 2008. An invesigation of the population impact of variation in HbA1c levels in older people in England and Wales: From a population based multi-center longitudinal study. BMC Public Health; 8:54 Geroldi, C., Frisoni, G.B., Paolisso, G., Bandinelli, S., Lamponi, L., Abbatecola, A.M., Zanneti, O., Guralnik, J. M., Ferruci, L. 2005. Insulin Resistance in Cognitive Impairment: The InCHIANTI study. Arch Neurol 62: 1067-1072 Giacco, F., Brownlee, M. 2010. Oxidative Stress and Diabetic Complications. Circulation Research; 107: 1058-1070 Gustaviani, R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1879-1881 Husein, N., Lumempouw, S., Ramli, Y., Herqutanto. 2010. Uji Validitas dan Reliabilitas Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) untuk Skrining Gangguan Fungsi Kognitif. Neurona; 27(4): 15-21. Husten, C. G. 2009. How Should We Define Light or Intermittent Smoking? Does It Matter?. Nicotine & Tobacco Research; 11(2):111–121 Herman, W.H., Cohen, R.M. 2012. Racial and Ethnic Differences in the Relationship between HbA1c and Blood Glucose: Implications for the Diagnosis of Diabetes. J Clin Endocrinol Metab; 97: 1067-172 Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlanga. Jakarta. p. 319-344
61
Jia, J., Zhou, A., Wei, C., Jia, X., Wang, F., Li, F., Wu, X., Mok, V., Gauthier, S., Tang, M., Chu, L., Zhou, Y., Zhou, C., Cui, Y., Wang, Q., Wang, W., Yin, P., Hu, N., Zuo, X., Song, H., Qin, W., Wu, L., Li, D., Jia, L., Song, J., Han, Y., Xing, Y, Yang, P., Li, Y., Qiao, Y., Tang, Y., Lu, J., Dong, X. 2014. The Prevalence of Mild Cognitive Impairment and its Etiological Subtypes in Elderly Chinese. Alzheimer’s & Dementia; 10: 439-447 Kalaria, R. N., Maestre, G. E., Arizaga, R., Friedland, R. P., Galasko, D., Hall, K., Luchsinger, J. A., Ogunniyi, A., Potocnik, F., Prince, M., Stewart, R., Wimo, A., Zhang, Z. X., Antuono, P. 2008. Alzheimer’s Disease and Vascular Dementia in Developing Countries: Prevalence, Management, and Risk Factors. Lancet Neurol; 7: 812-26 Kalyani, R.R., Saudek, C. D., Brancati, F. L., Selvin, E. 2010. Association of Diabetes, Comorbidities, and A1C With Functional Disability in Older Adults. Diabetes Care; 33: 1055-1060 Katz, M. J., Lipton, R. B., Hall, C. B., Zimmerman, M. E., Sanders, A. E., Verghese, J., Dickson, D. W., Derby, C. A. 2012. Age and Sex Specific Prevalence and Insidence of Mild Cognitive Impairment, Dementia and Alzheimer’s dementia in Blascks and Whites: A Report From The Einstein Aging Study. Alzheimer Dis Assoc Disord; 26(4): 335-343 Khachaturian, A. S., Zandi, P. P., Lyketsos, C. G., Hayden, K. M., Skoog, I., Norton, M. C. 2006. Antihypertensive medication use and incident Alzheimer Disease-The Cache County Study. JAMA Neurology; 63(5): 686-92 Khaw, KT, Wareham, N., Luben, R., Bingham, S., Oakes, S., Welch, A., Day, N. 2004. Glycated haemoglobin, diabetes, and mortality in men in Norfolk cohort of european prospective investigation of cancer and nutrition (EPICNorfolk). Ann Intern Med; 141:413-420. Kodl, C.T., Seaquist, E.R. 2008. Cognitive Dysfunction and Diabetes Melitus. Endocrine Reviews; 29 (4): 494-511 Kusumastuti, K., Basuki, M. 2014. Definisi, Klasifikasi dan Etiologi Epilepsi. Dalam: Kusumastuti, K., Gunadharma, S., Kustiowati, E., editors. Pedoman Tatalaksana Epilepsi Edisi kelima. Airlangga University Press. p. 5-10 Kusumoputro, S., 2003. Memori Anda Setelah Usia 50. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Li, C. Y., Wu, S. W., Sung, F. C. 2002. Lifetime Principal Occupation and Risk of Cognitive Impairment among the Elderly. Industrial Health; 40: 7-13 Lezak, M.D., Howieson, D.B., Loring, D. W. 2004. Neuropsychological Assessment. 4th ed. Oxford University Press. New York.
62
Manly, J. J., McGinty, B., Tang, M. X., Schupf,. N., Stern, Y., Mayeux, R.. 2005. Implementing Diagnostic Criteria and Estimating Frequency of Mild Cognitive Impairment in an Urban Community. Arch Neurol; 62:1739-1746 Mirani, E. 2009. Pengaruh Konseling Genetika pada Tingkat Kecemasan dan Depresi terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia (tesis). Magister Ilmu Biomedik. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Mitchell, A.J. 2009. A meta-analysis of the accuracy of the mini-mental state examination in the detection of dementia and mild cognitive impairment. Journal of Psychiatric Research; 43:411–431 Mitrushani, M. 2009. Cognitive Screening Methods. In: Grant, I., Adams, K.M., editors. Neuropsychological Assessment of Neuropsychiatric and Neuromedical Disorder Third Edition. Oxford University Press, Inc. New York. Mudanayasa, I.K. 2012. “Diabetes Melitus Tipe 2 Sebagai Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif Pada Usia Dewasa Muda” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Nasreddine, Z. S., Phillips, N.A., Bédirian, V., Charbonneau, S., Whitehead, V., Collin, I., Cummings, J. L., Chertkow, H. 2005. The Montreal Cognitive Assessment, MoCA: a brief screening tool for mild cognitive impairment. J Am Geriatr Soc; 53(4): 695-9. Nooyens, A. C. J., Baan, C. A., Spijkerman, A. M. W., Verschuren, W. M. M. 2010. Type 2 Diabetes and Cognitive Decline in Middle Age Men and Woman. Diabetes Care; 33 (9): 1964-1969 Obisesan, T. O., Obisesan, O. A., Martins, S., Alagmir, L., Bond, V., Mawell, C., Gillum, R. F. 2008. High Blood Pressure, Hypertension and High Pulse Pressure are Associated with Poorer Cognitive Function in Person Age 60 and Older: the Third National Health and Nutrition Examination Survey. J Am Geriatr Soc; 56(3): 501-509 Panggabean, M.M. 2006. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1513-1514 Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni. Jakarta PERDOSSI. 2006. Konsensus Nasional Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. CV Prikarsa Utama. Jakarta PERDOSSI. 2007. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia. Kelompok Studi Neuro-Behaviour. Punthakee, Z., Miller, M.E., Launer, L.J., Williamson, J.D., Lazar, R.M., Cukierman-Yaffe, T., Seaquist, E. R., Beigi, F. I., Sullivan, M. D., Lovato, L.C.,
63
Bergenstal, R. M., Gerstein, H. C. 2012. Poor Cognitive Function and Risk of Severe Hypoglycemia in Type 2 Diabetes. Post hoc epidemiologic analysis of the ACCORD trial. Diabetes Care; 35:787-793 Rahajeng, E., Tuminah, S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia; 59(12): 580-587 Ruis, C., Biessels, G.J., Gorter, K.J., Van der Donk, M., Kappelle, L.J., Rutten, G.E.H.M. 2009. Cognition in the early of Type 2 Diabetes. Diabetes Care 32: 1261-1263 Sabayanagam, C., Liew, G., Tai, E. S., Shankar, A., Lim, S. C., Subramaniam, T., Wong, T. Y. 2009. Relationship between glycated haemoglobin and microvascular complications: Is there a natural cut-off point for the diagnosis of diabetes?. Diabetologia; 52: 1279-1289 Sanz, C. M., Ruidavets, J. B., Bongard, V., Marque, J. C., Hanaire, H., Ferrieres, J., Andrieu, S. 2013. Relationship Between Markers of, Insulin Resistance, Marker of Adiposity, HbA1C, and Cognitive Functions in a MiddleAged Population-Based Sample: MONALISA Study. Diabetes Care; 36: 15121521 Shaw, J. E., Sicree, R. A., Zimmet, P. Z. 2010. Global Estimates of the Prevalence of Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical Practice; 8: 4-14 Singh-Manoux, A., Kivimaki, M., Glymour, M. M., Elbaz, A., Berr, C., Ebmeier, K. P., Ferrie, J. E., Dugravot, A. 2012. Timing of onset of cognitive decline: result from Whitehall II prospective cohort study. BMJ; 344 Soegondo, S., Gustaviani, R. 2006. Sindrom Metabolik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1871-1873 Soemadji, D.W. 2006. Hipolikemia Iatrogenik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1892-1895 Smith, T., Gildeh, N., Holmes, C. 2007. Brief Communication The Montreal Cognitive Assessment: Validity and Utility in a Memory Clinic Setting. Canadian Journal of Psychiatry 52(5): 329-32. Sultanpur, C.M., Deepa, K., Kumar, S. V. 2010. Comprehensive Review On Hba1c In Diagnosis Of Diabetes. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research; 3(2); 119-122 Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 581-584.
64
Toth, C., Schmidt, A.M., Tuor, U.I., Francis, G., Foniok, T., Brussee, V., dkk. 2006. Diabetes, leukoencephalopathy and rage. Neurobiol Dis; 23: 445-461 Van Horn, L., Fukagawa, N. K., Achterberg, C., Appel, L. J., Clemens, R. A., Nelson, M. E., Pearson, T. A., Rimm, E. B., Slavin, J. L., Williams, C. L. 2010. Dietary Guidelines for Americans 2010. Washington DC: U.S. Department of Agriculture Economic Research Service. Visser, P. J., 2006. Mild Cognitive Impairment. In: Pathy, J., Sinclair, A. J., Morley, J. E., Editors. Principles and Practice of Geriatric Medicine, 4th Edition. New York: John Wiley & Sons, Ltd. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., dkk. 2007. Stroke Practical Management Third Edition. Blackwell Publishing Inc. Massachusetts, USA. Waspadji, S. 2006. Komplikasi Kronis Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Dianosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FKUI. Jakarta. p. 1906-1910 Wheeler, S., Singh, N., Boyko, E,J. 2007. The Epidemiology of Diabetic Neuropathy. In: Veves, A., Malik, R.A., editors. Diabetic Neuropathy Clinical Management. 2th. Ed. Human Press: New Jersey. p. 7-30 Wijoto, Poerwadi, T. 2011. Gangguan Neurobehaviour. Dalam: Machfoed, M. H., Hamdan, M., Machin, A., Wardah, R.I., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University Press. Surabaya. p. 49-80 Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H. 2004. Global Prevalence of Diabetes. Estimates for the year 2000 and projection for 2030. Diabetes Care; 27:1047-1053 Witari, N. P. 2014. “Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif pada Usia Lanjut” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Xu, W., Caracciolo, B., Wang, H. X., Winblad, B., Backman, L., Chengxuan, Q., Fratiglioni, L. 2010. Accelerated Progression From Mild Cognitive Impairment to Dementia in People With Diabetes. Diabetes; 59:2928-2935 Yaffe, K., Falvey, C., Hamilton, N., Schwartz, A.V., Simonsick, E.M., Satterfield, S., Cauley, J. A., Rosano, C., Launer, L. J., Strotmeyer, E. S., Haris, T. B. 2012. Diabetes, Glucose Control, and 9-Year Cognitive Decline Among Older Adult Without Dementia. Arch Neurol; 69(9): 1170-1175
65
Keterangan Kelaikan Etik
66
Surat Ijin
Lampiran 1
INFORMASI PASIEN
67
Kami mengharapkan partisipasi Bapak/ibu/saudara dalam penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. Bhaskoro Adi Widie Nugroho. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gula darah tidak terkontrol merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita diabetes melitus. Secara keseluruhan 82 pasien usia dewasa menengah di RSUP Sanglah Denpasar termasuk Bapak/ibu/saudara akan berperan serta dalam penelitian ini. Dengarkan dengan seksama informasi ini sebelum Bapak/ibu/saudara memutuskan apakah Bapak/ibu/saudara akan turut berpartisipasi atau tidak. Jangan ragu-ragu untuk bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti. Bila Bapak/ibu/saudara memutuskan untuk berpartisipasi kami harapkan Bapak/ibu/saudara bersedia untuk dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis neurologi. Dalam penelitian ini, peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti, nantinya akan dinilai fungsi kognitif dan laboratorium yang menunjang penelitian ini. Selama penelitian Bapak/ibu/saudara tidak dikenakan biaya. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan disimpan dalam data komputer tanpa nama Bapak/ibu/saudara. Hanya peneliti yang mengetahui datadata Bapak/ibu/saudara. Hasil penelitian ini mungkin akan dipublikasikan di fórum ilmiah terbatas tanpa menampilkan identitas Bapak/ibu/saudara. Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai penelitian ini harap menghubungi : dr. Bhaskoro Adi Widie Nugroho. Nomor telp : 081339269499 Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Umur
:
68
Jenis kelamin : Pekerjaan : Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti dan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Menyetujui Pasien
Dokter/Petugas Yang memberikan penjelasan
( ) LEMBAR PENGUMPULAN DATA
(
)
GULA DARAH TIDAK TERKONTROL SEBAGAI PREDIKTOR GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA DEWASA MENENGAH 1.
No urut
2.
Tanggal pemeriksaan
3.
Pemeriksa
1. 2.
4.
No. Rekam Medik
5.
Nama
6.
Tanggal lahir/ Umur
7.
Alamat
8.
Jenis Kelamin
9.
Status Perkawinan
10. Pendidikan
Laki-laki
(1)
Perempuan
(2)
Kawin
(1)
Tidak kawin
(2)
SD
(1)
( )
( )
( )
69
SMP
(2)
SMA
(3)
Perguruan tinggi (4) 11. Pekerjaan
PNS
(1)
Swasta
(2)
Petani/Buruh
(3)
Lain lain
(4)
12. No. telepon/ HP
13. Anamnesis singkat
14.
Pemeriksaan fisik Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi Temperatur Tanda rangsang meningeal N. cranialis Sistem motorik sistem sensorik Reflek fisiologis
GCS: E
V
M
( )
70
15. Lama Menderita DM 16. Stroke
17. Hipertensi
18. Dislipidemia
19. HAM-D Skor: 20. Moca Skor:
tahun Ya
(1)
Tidak
(2)
Ya
(1)
Tidak
(2)
Ya
(1)
Tidak
(2)
Tidak depresi
(1)
Depresi
(2)
Normal (> 26)
(1)
( )
( )
( )
( )
( )
Terganggu (<26) (2) Tidak
(2)
Hasil pemeriksaan laboratorium 21. Glukosa darah puasa 22. Glukosa darah 2 jam PP 23. HbA1c Kadar:
Tinggi (> 7%) Normal (< 7%)
24. Kolestrol total 25. HDL kolesterol 26. LDL kolesterol 27. Trigliserida 28. BUN 29. Serum Creatinin
(1) (2)
( )
71
Lampiran 4
Lampiran 4 Skala Depresi Hamilton Nama
: ……………………
Tanggal
Umur
: ……………………
Skor
: …………………….. : ………………..........
72
Jenis kelamin : ……………………
Pemeriksa
: ………………..........
1. Keadaan perasaan depresi (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna) 0. Tidak ada 1. Perasaan ini hanya dinyatakan bila ditanya 2. Perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi mukanya, bentuk suara, kecenderungan menangis. 3. Pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara spontan. 2. Perasaan bersalah 0. Tidak ada 1. Menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan seseorang lain 2. Ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu. 3. Sakit ini sebagai hukuman, delusi bersalah 4. Suara-suara kejaran tau tuduhan-tuduhan dengan/ dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. 3. Bunuh diri 0. Tidak ada 1. Merasa hidup tak ada gunanya 2. Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah hal itu. 3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu. 4. Percobaan bunuh diri. 4. Insomnia (initial) 0. Tidak ada kesukaran mempertahankan tidur 1. Keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya lebih dari setengahjam baru dapat tertidur 2. Keluhan tiap malam sukar masuk tidur 5. Insomnia (middle) 0. Tidak ada kesukaran untuk mempertahankan tidur 1. Pasien mengeluh, gelisah, terganggu sepanjang malam 2. Terjaga sepanjang malam (bangun dari tempat tidur, kecuali buang air) 6. Insomnia (late) 0. Tidak ada kesukaran, atau keluhan bangun pagi 1. Bangun di waktu fajar, tetapi tidur lagi 2. Bila telah bangun, tak bisa tidur lagidi waktu fajar 7. Kerja dan kegiatan-kegiatannya. 0. Tidak ada kesukaran 1. Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan ketidak mampuan, keletihan atau kelemahan-kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi.
73
2.
Hilangnya minat akan kegiatan-kegiatan, hobi atau pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang (merasa bahwa ia harus memaksa diri untukbekerja atau dalam kagiatan lainnya). 3. Berkurang waktu untuk aktivitas sehari-hari atau kurang produktivitas sekurang-kurangnya tiga jam sehari dalam kegiatan seharihari kecuali tugas dibangsal. 4. Tidak bekerja karena sakinya sekarang. Dirumah sakit, bila pasien tidak bekerja sama sekali kecuali tugas-tugas dibangsal atau jika pasien gagal melaksanakan kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa bantuan. 8. Kelambanan (lambat berfikir dan berbicara, gagal berkonsentrasi, aktifitas motorik menurun). 0. Normal dalam bicara dan berpikir 1. Sedikit lamban dalam wawancara 2. Jelas lamban dalam wawancara 3. Sukar diwawancarai 4. Stupor (diam sama sekali) 9. Kegelisahan 0. Tidak ada 1. Kegelisahan ringan 2. Memainkan tangan, rambut dan lain-lain 3. Bergerak terus, tidak bisa duduk dan tenang. 4. Meremas-meremas tangan, menggigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir. 10. Anxietas psikis 0. Tidak ada kesukaran 1. Ketegangan subjekstif dan mudah tersinggung 2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil 3. Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya. 4. Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. 11. Anxietas somatik 0. Tidak ada. Ansietas berhubungan fisiologi seperti : 1. Ringan – gastro intestinal : mulut kering, diare. 2. Sedang – kardiovaskuler : palpitasi, sakit kepala. 3. Berat – pernafasan, frekuensi buang air kecil, berkeringat dan lainlain. 12. Gejala somatik gastrointestinal 0. Tidak ada 1. Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman. Merasa perutnya penuh. 2. Sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan.
74
13. Gejala somatik umum. 0. Tidak ada. 1. Anggota geraknya, punggung atau kepala terasa berat. Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan. 2. Gejala-gejala diatas yang jelas. 14. Genital (gejala pada genital dan libido) 0. Tidak ada. Misalnya : hilangnya libido dan gangguan menstruasi 1. Ringan 2. Berat 15. Hypochondriasis 0. Tidak ada 1. Dihayati sendiri. 2. Pre okupasi mengenai kesehatan sendiri 3. Sering mengeluh, membutuhkan pertolongan dan lain-lain 4. Delusi hypochondris 16. Kehilangan berat badan (pilih antara A atau B) A. Bila hanya riwayatnya. 0. Tidak ada kehilangan berat badan. 1. Kemungkinan berat badan berkurang berhubungan dengan sakit sekarang. 2. Jelas (menurut pasien) berkurang berat badannya. 3. Tidak terjelaskan lagi penurunan berat badan. B. Dibawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran. 0 = Kurang dari 0,5 kg seminggu 1 = Lebih dari 0,5 kg seminggu. 2 = Lebih dari 1 kg seminggu. 3 = Tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan 17. Insight/wawasan. 0. Mengetahui sedang depresi dan sakit 1. Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab iklim, makanan, bekerja berlebihan, virus, perlu istirahat dan lain-lain. 2. menyangkal depresi
Total Skor:…………………
84
Lampiran 6 Data Subyek Penelitian
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama SM MS IGS KS IGLC NMS NMJ INS NNR WT AAA DKW IWS MJS IKS NMS NMK LN WJ IWS KA IWS NN NF MS MR NL GMS NKM IKW JR
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
Umur 57 47 49 52 48 46 51 55 59 46 57 48 50 59 46 45 46 56 56 50 41 48 59 56 51 54 45 58 45 56 52
Pendidikan SMA SD SMA SD SMP SD SD PT SD PT PT PT PT SD SD PT SD SD SMA SMP SMP SMA SD SD SD SD SMA SMA SD PT SMP
Pekerjaan Lain-lain Lain-lain PNS/TNI Swasta Swasta Tani/Buruh Swasta Swasta Lain-lain PNS/TNI PNS/TNI PNS/TNI PNS/TNI Swasta Lain-lain PNS/TNI Tani/Buruh Tani/Buruh PNS/TNI Tani/Buruh Lain-lain Swasta Lain-lain Lain-lain Lain-lain Lain-lain Swasta Lain-lain Swasta Swasta Swasta
Lama DM <5 tahun >5 tahun <5 tahun >5 tahun <5 tahun <5 tahun >5 tahun <5 tahun >5 tahun >5 tahun >5 tahun >5 tahun >5 tahun <5 tahun <5 tahun >5 tahun >5 tahun >5 tahun >5 tahun <5 tahun <5 tahun >5 tahun <5 tahun >5 tahun <5 tahun <5 tahun <5 tahun <5 tahun <5 tahun <5 tahun <5 tahun
85
32 33 34
IND DK IMR
Laki-laki Perempuan Laki-laki
44 47 58
SMA PT SMP
Swasta Lain-lain Swasta
>5 tahun <5 tahun <5 tahun
35
INT
Laki-laki
46
SMA
PNS/TNI
<5 tahun
36
INW
Laki-laki
48
SMA
Swasta
>5 tahun
37
NKS
Perempuan
55
SD
Lain-lain
>5 tahun
38
KS
Perempuan
44
SMA
Swasta
<5 tahun
39
INS
Laki-laki
47
SD
Swasta
>5 tahun
40
IWL
Laki-laki
51
SMA
PNS/TNI
>5 tahun
41
WS
Perempuan
55
SD
PNS/TNI
<5 tahun
42
MS
Laki-laki
43
PT
PNS/TNI
<5 tahun
43
NML
Perempuan
53
PT
PNS/TNI
>5 tahun
44
IWS
Laki-laki
45
SMA
PNS/TNI
<5 tahun
45
IWL
Laki-laki
51
SMA
PNS/TNI
>5 tahun
46
MP
Perempuan
48
SMP
Lain-lain
<5 tahun
47
DNS
Laki-laki
44
SMA
Swasta
<5 tahun
48
IKA
Laki-laki
50
SMA
Lain-lain
>5 tahun
49
WB
Perempuan
57
PT
PNS/TNI
>5 tahun
50
GMA
Perempuan
59
PT
Swasta
>5 tahun
51
JSB
Perempuan
54
SMA
Lain-lain
<5 tahun
52
WS
Laki-laki
52
SMA
Lain-lain
>5 tahun
53
VTH
Laki-laki
57
PT
Lain-lain
>5 tahun
54
WS
Laki-laki
52
SMA
Swasta
>5 tahun
55
SVD
Laki-laki
48
SMA
Swasta
>5 tahun
56
MW
Laki-laki
41
SMA
Swasta
>5 tahun
57
GMS
Laki-laki
54
PT
Swasta
<5 tahun
58
CAS
Laki-laki
45
PT
Swasta
>5 tahun
59
HR
Laki-laki
55
SMA
Swasta
<5 tahun
60
MS
Laki-laki
55
PT
PNS/TNI
<5 tahun
61
GNH
Laki-laki
44
SMA
Swasta
<5 tahun
62
MR
Perempuan
46
SD
Lain-lain
<5 tahun
63
IGK
Perempuan
43
SMA
Swasta
>5 tahun
64
SR
Perempuan
44
SMA
Lain-lain
<5 tahun
86
65
IWS
Laki-laki
45
SMA
Swasta
<5 tahun
66
INT
Laki-laki
60
PT
PNS/TNI
>5 tahun
67
NWS
Perempuan
51
SD
Tani/Buruh <5 tahun
68
NKS
Perempuan
50
PT
PNS/TNI
69
NWD
Perempuan
45
SMA
Tani/Buruh <5 tahun
70
NWW
Perempuan
59
SD
Tani/Buruh <5 tahun
71
WA
Laki-laki
55
SD
Tani/Buruh <5 tahun
72
HI
Perempuan
55
SMA
Swasta
<5 tahun
73
LH
Perempuan
40
SMA
Swasta
>5 tahun
74
RLF
Perempuan
42
PT
PNS/TNI
>5 tahun
75
INS
Laki-laki
54
SMA
PNS/TNI
<5 tahun
76
IWS
Laki-laki
49
PT
PNS/TNI
>5 tahun
77
IMS
Laki-laki
51
SMA
Swasta
<5 tahun
78
IWS
Laki-laki
41
SMA
Swasta
<5 tahun
79
NWJ
Perempuan
50
SD
Lain-lain
>5 tahun
80
VTH
Laki-laki
56
SMA
Swasta
>5 tahun
81
IMM
Laki-laki
55
PT
PNS/TNI
<5 tahun
82
IMW
Laki-laki
48
SMA
Swasta
>5 tahun
83
INS
Laki-laki
53
PT
PNS/TNI
<5 tahun
84
SMW
Perempuan
55
SMP
Lain-lain
>5 tahun
85
NWB
Perempuan
47
PT
PNS/TNI
>5 tahun
86
IWR
Laki-laki
52
SD
Tani/Buruh >5 tahun
87
DMO
Laki-laki
50
SMA
PNS/TNI
<5 tahun
<5 tahun
No. 1
Nama SM
Kontrol Gula terkontrol
Dislipidemia tidak
Hipertensi tidak
GFK ya
2 3 4
MS IGS KS
terkontrol terkontrol tidak
ya ya tidak
ya ya ya
ya ya ya
5 6
IGLC NMS
tidak terkontrol
ya tidak
tidak tidak
ya ya
7
NMJ
tidak
tidak
ya
ya
8
INS
terkontrol
ya
tidak
ya
87
9 10 11
NNR WT AAA
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
tidak ya tidak
ya ya ya
12 13
DKW IWS
tidak tidak
ya tidak
ya tidak
ya ya
14 15
MJS IKS
terkontrol tidak
ya ya
tidak ya
ya ya
16
NMS
tidak
tidak
tidak
ya
17 18
NMK LN
tidak tidak
tidak ya
tidak tidak
ya ya
19 20
WJ IWS
terkontrol tidak
tidak tidak
tidak tidak
ya ya
21 22
KA IWS
tidak tidak
tidak tidak
tidak tidak
ya ya
23
NN
terkontrol
ya
ya
ya
24
NF
tidak
tidak
ya
ya
25 26 27 28 29
MS MR NL GMS NKM
terkontrol terkontrol tidak tidak tidak
ya ya ya tidak tidak
tidak tidak ya tidak ya
ya ya ya ya ya
30
IKW
tidak
tidak
tidak
ya
31 32
JR IND
tidak tidak
tidak tidak
ya tidak
ya ya
33
DK
tidak
ya
tidak
ya
34 35 36
IMR INT INW
terkontrol terkontrol tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
ya ya ya
37 38
NKS KS
terkontrol tidak
ya tidak
tidak tidak
ya ya
39 40 41
INS IWL WS
tidak tidak tidak
tidak tidak ya
ya ya ya
ya ya ya
42
MS
tidak
tidak
tidak
ya
88
43
NML
tidak
tidak
ya
ya
44 45
IWS IWL
tidak tidak
tidak tidak
tidak ya
tidak tidak
46 47 48
MP DNS IKA
terkontrol terkontrol tidak
ya tidak tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
49
WB
tidak
ya
tidak
tidak
50
GMA
terkontrol
ya
ya
tidak
51 52 53
JSB WS VTH
terkontrol terkontrol tidak
ya ya tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
54 55 56 57
WS SVD MW GMS
terkontrol tidak terkontrol terkontrol
tidak tidak tidak ya
tidak tidak tidak tidak
tidak tidak tidak tidak
58
CAS
tidak
ya
tidak
tidak
59 60
HR MS
tidak tidak
tidak tidak
tidak tidak
tidak tidak
61 62 63 64 65
GNH MR IGK SR IWS
terkontrol tidak terkontrol tidak terkontrol
tidak tidak tidak tidak ya
tidak tidak ya tidak ya
tidak tidak tidak tidak tidak
66 67
INT NWS
tidak terkontrol
tidak tidak
ya tidak
tidak tidak
68
NKS
terkontrol
ya
tidak
tidak
69 70
NWD NWW
terkontrol tidak
ya ya
ya tidak
tidak tidak
71 72
WA HI
tidak terkontrol
tidak tidak
tidak tidak
tidak tidak
73 74 75
LH RLF INS
tidak tidak terkontrol
ya tidak ya
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
76
IWS
terkontrol
ya
tidak
tidak
77
IMS
terkontrol
tidak
tidak
tidak
89
78 79 80
IWS NWJ VTH
terkontrol terkontrol terkontrol
ya tidak ya
tidak ya ya
tidak tidak tidak
81 82
IMM IMW
terkontrol terkontrol
tidak ya
tidak ya
tidak tidak
83 84
INS SMW
terkontrol tidak
ya ya
tidak ya
tidak tidak
85 86 87
NWB IWR DMO
terkontrol terkontrol terkontrol
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
Lampiran 7 Hasil analisa SPSS 20
5.1 Karakteristik Dasar Subyek Descriptives Statistic 50.41 Mean 95% Confidence Interval for Mean
umur
Lower Bound
49.30
Upper Bound
51.53
5% Trimmed Mean
50.46
Median
50.00
Std. Error .560
90
Variance
27.315
Std. Deviation
5.226
Minimum
40
Maximum
60
Range
20
Interquartile Range
9
Skewness Kurtosis
-.018
.258
-1.047
.511
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Statistic umur
df
.109
Shapiro-Wilk
Sig. 87
Statistic
.013
.965
df
Sig. 87
.018
a. Lilliefors Significance Correction
Deskriptif Umur Berdasar Kelompok Descriptives gangguan kognitif
Statistic 50.67
umur
Mean
Lower Bound
49.10
Std. Error .782
91
ya
95% Confidence Interval for
Upper Bound
52.25
Mean 50.69
5% Trimmed Mean Median
50.00
Variance
26.320
Std. Deviation
5.130
Minimum
41
Maximum
59
Range
18
Interquartile Range
10
tidak Skewness Kurtosis
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.126
.361
-1.234
.709
50.16
.809
Lower Bound
48.53
Upper Bound
51.79
5% Trimmed Mean
50.18
Median
50.50
Variance Std. Deviation
28.788 5.365
Minimum
40
Maximum
60
Range
20
Interquartile Range
10
Skewness
-.128
.357
Kurtosis
-.944
.702
92
jenis kelamin * gangguan kognitif Crosstabulation Total
gangguan kognitif ya Count
23
17
40
19.8
20.2
40.0
% within jenis kelamin
57.5%
42.5%
100.0%
% within gangguan kognitif
53.5%
38.6%
46.0%
20
27
47
23.2
23.8
47.0
42.6%
57.4%
100.0%
46.5% 43
61.4% 44
87
43.0
44.0
87.0
49.4%
50.6%
100.0%
% within gangguan kognitif 100.0% pkerjaan * gangguan kognitif Crosstabulation
100.0%
100.0%
Expected Count
perempuan
Count Expected Count % within jenis kelamin
jenis kelamin
tidak
laki-laki
% within gangguan kognitif
54.0%
Count
Expected Count Total % within jenis kelamin
Total
gangguan kognitif ya Count
tidak 12
pns/tni polri Expected Count pkerjaan
25 13
% within gangguan kognitif
12.4 27.9%
12.6 29.5%
25.0 28.7%
93
swasta
Count
17
15
32
16.2 Expected Count petani/ buruh
% within gangguan kognitif
15.8
32.0
38.6% 5
34.9%
36.8%
4.6 Count lain-lain
Expected Count
4
11.4%
9
4.4
9
9.0
10.6 % within gangguan kognitif Count Expected Count % within gangguan kognitif Count Expected Count
Total
% within gangguan kognitif
9.3%
10.3%
20.5%
12
44
21
10.4
44.0 100.0%
21.0
27.9%
24.1%
43
87
43.0
87.0
100.0%
100.0%
Tingkat pendidikan * gangguan kognitif Crosstabulation
Total
gangguan kognitif ya Count
tidak 17
6
23
11.6 SD
Expected Count % within tingkat pendidikan
11.4 73.9%
26.1% 13.6%
23.0 100.0%
2 % within gangguan kognitif SMP
Count
39.5% 5
3.5 28.6%
26.4% 7
4.5% Expected Count tingkat pendidikan
% within tingkat pendidikan
3.5 71.4%
23 17.2
7.0 100.0%
94
SMA
% within gangguan kognitif
11.6%
67.6%
8.0%
52.3% Count
11
13
34
11.6 Expected Count
16.8
34.0 56.5%
PT % within tingkat pendidikan
32.4%
% within gangguan kognitif
25.6%
29.5%
100.0%
44
Count
10
44.0 50.6%
39.1% 23
100.0% Expected Count
11.4
23.0
43.5%
100.0%
23.3% 43
26.4% 87
43.0
87.0
% within tingkat pendidikan
49.4%
100.0%
% within gangguan kognitif
100.0%
100.0%
% within tingkat pendidikan
% within gangguan kognitif Count Expected Count
Total
Descriptives HbA1c Statistic 8.1401 kadar HbA1c
Mean
Lower Bound
7.6511
Std. Error .24598
95
95% Confidence Interval for
Upper Bound
8.6291
Mean 5% Trimmed Mean
7.9775
Median
7.3400
Variance
5.264
Std. Deviation
2.29435
Minimum
4.80
Maximum
14.30
Range
9.50
Interquartile Range
3.08
Skewness Kurtosis
1.022
.258
.421
.511
Tests of Normality ShapiroWilk
Kolmogorov-Smirnova Statistic kadar HbA1c
.148
a. Lilliefors Significance Correction
df
Sig. 87
.000
Statistic .903
df
Sig. 87
.000
96
5.2 Hubungan Kontrol Gula Darah dengan GFK HbA1c terkontrol * gangguan kognitif Crosstabulation Total
gangguan kognitif ya Count
30
17
47
23.2
23.8
47.0
% within HbA1c terkontrol
63.8%
36.2%
100.0%
% within gangguan kognitif
69.8%
38.6%
54.0%
13
27
40
19.8
20.2
40.0
% within HbA1c terkontrol
32.5%
67.5%
100.0%
% within gangguan kognitif
30.2%
Expected Count
>7
Count Expected Count
HbA1c terkontrol
<7
tidak
46.0%
43
61.4% 44
87
43.0
44.0
87.0
% within HbA1c terkontrol
49.4%
50.6%
100.0%
% within gangguan kognitif
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Expected Count Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. 1
Continuity Correctionb
8.485a 7.278
(2-sided) .004
1
.007
Likelihood Ratio
8.637
1
.003
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2sided)
.005 1 8.388 87
.004
Exact Sig. (1sided)
.003
97
N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.77. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Odds Ratio for terkontrol (>7 / <7)
Upper
HbA1c
For cohort gangguan kognitif = ya For cohort gangguan kognitif = tidak N of Valid Cases
3.665
1.505
8.924
1.964
1.196
3.224
.536 87
.346
.829
5.3 Hubungan Faktor-faktor lain dengan GFK tk pendidikan * gangguan kognitif Crosstabulation Total
gangguan kognitif ya 22
8
30
14.8
15.2
30.0
% within tk pendidikan
73.3%
26.7%
100.0%
% within gangguan kognitif
51.2%
18.2%
34.5%
21
36
57
28.2
28.8
57.0
% within tk pendidikan
36.8%
63.2%
100.0%
% within gangguan kognitif
48.8%
81.8%
65.5%
Count Expected Count rendah
tidak
tk pendidikan Count tinggi
Expected Count
98
Count
43
44
87
43.0
44.0
87.0
49.4%
50.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Expected Count Total % within tk pendidikan % within gangguan kognitif
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided) .001
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
10.471a 9.062
1 1
.003
10.777
1
.001
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.002
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear
.001
Association
10.350 87
N of Valid Cases
1
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.83. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Upper
Odds Ratio for tk pendidikan (rendah / tinggi)
4.714
1.784
12.459
For cohort gangguan kognitif = ya
1.990
1.331
2.977
.001
99
For cohort gangguan kognitif = tidak
.422
N of Valid Cases
.226
.789
87
dislipidemia * gangguan kognitif Crosstabulation Total
gangguan kognitif ya Count
15
19
34
16.8
17.2
34.0
% within dislipidemia
44.1%
55.9%
100.0%
% within gangguan kognitif
34.9%
43.2%
39.1%
28
25
53
26.2
26.8
53.0
52.8%
47.2%
100.0%
65.1% 43
56.8% 44
60.9% 87
43.0
44.0
87.0
Expected Count
ya
Count Expected Count % within dislipidemia
dislipidemia
tidak
tidak
% within gangguan kognitif Count
Total Expected Count
100
% within dislipidemia % within gangguan kognitif
49.4%
50.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided) .428
.629a
1
.566
Pearson Chi-Square
.329
1
.427
Continuity Correctionb
.630
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.512
Likelihood Ratio .430
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear .622 87
Association
1
N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.80. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Upper
Odds Ratio for dislipidemia (ya / tidak) For cohort gangguan kognitif = ya For cohort gangguan kognitif = tidak N of Valid Cases
.705
.297
1.675
.835
.529
1.317
1.185 87
.784
1.790
hipertensi * gangguan kognitif Crosstabulation
.283
101
Total
gangguan kognitif ya Count
16
10
26
12.9
13.1
26.0
% within hipertensi
61.5%
38.5%
100.0%
% within gangguan kognitif
37.2%
22.7%
29.9%
27
34
61
30.1
30.9
61.0
% within hipertensi
44.3%
55.7%
100.0%
% within gangguan kognitif
62.8%
77.3%
70.1%
43
44
87
43.0
44.0
87.0
49.4%
50.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Expected Count ya
tidak
hipertensi Count tidak
Expected Count
Count Expected Count Total % within hipertensi % within gangguan kognitif
Value
Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2-sided) .140
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
2.177a 1.540
1 1
.215
2.191
1
.139
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
102
.165
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear
.107
.142
Association
2.152 87
N of Valid Cases
1
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.85. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Upper
Odds Ratio for hipertensi
5.147
(ya / tidak) For cohort gangguan kognitif = ya For cohort gangguan kognitif = tidak
2.015
.789
1.390
.919
2.104
.690
.404
1.178
N of Valid Cases
87
5.4 Faktor Independen GFK Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square
df
1.298
Sig. 2
.523
Variables in the Equation B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95% C.I.for EXP(B) Lower
Step
DM_terkontrol
1a
tk_pendidikan Constant
Upper
1.338
.488
7.528
1
.006
3.811
1.466
9.911
1.588
.524
9.176
1
.002
4.892
1.751
13.666
-4.570
1.229
13.829
1
.000
.010
a. Variable(s) entered on step 1: DM_terkontrol, tk_pendidikan.