Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 Aspek Legalitas Pemeriksaan Pajak Daerah Putu Gede Arya Sumerta Yasa Fakultas Hukum Universitas Udayana Email:
[email protected]
Highlight Pajak adalah iuran dari masyarakat kepada negara yang berdasarkan undang-undang, memiliki sifat memaksa dan dipergunakan untuk biaya pembangunan. Proses pemungutan pajak tentu tidak bisa berjalan mulus karena belum terciptanya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Pemungutan pajak oleh pemerintah dilakukan dengan cara-cara mulai dari pendekatan yang lunak hingga pada upaya paksa. Tulisan ini akan memberikan pembahasan pemeriksaan pajak dari aspek legalitas. Kata kunci : Pajak, Wajib Pajak, Pemeriksaan, legalitas @2016. Putu Gede Arya Sumerta Yasa. All rights reserved
Pendahuluan Pajak dari konsepnya adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah), berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (tangen prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluran umum, juga digunakan sebagai alat untuk mencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan. Dari segi kewenangan pemungutan pajak dan dasar hukum penggunaan pemungutan, maka pajak dapat digolongkan menjadi pajak pusat dan daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah baik dari sisi perencanaan, hingga pemanfaatannya bagi daerah tersebut. Pajak daerah dari konsep A. Siagian: “merupakan, pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah dengan undangundang”.Beradasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, Pasal 1 angka 10: “Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orangorang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Pajak daerah merupakan salah satu penghasilan yang penting bagi daerah, sehingga sangat perlu dilakukan pengaturan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang ditargetkan.
E-ISSN: 2528-3049
1
Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 Uraian Isi: Kewenangan Pemerintah daerah di bidang Pajak Pajak daerah merupakan salah satu penghasilan yang penting bagi daerah, sehingga sangat perlu dilakukan pengaturan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang ditargetkan. Konsep otonomi daerah telah mengilhami bagi daerah-daerah untuk menggali potensi sumber keuangan yang ada di daerahnya. Berdasarkan Pasal 18 ayat (5) UUD Negara RI 1945 dinyatakan: “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”. Urusan pemerintahan daerah meliputi urusan yang terkait dengan kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan peningkatan peranserta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan urusan daerahnya masing-masing daerah memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya, hal ini berlandaskan pada ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Kesatuan RI 1945 yang menyatakan: “Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah diatur dengan undangundang.” Jadi otonomi yang dimaksud dalam penyelenggaran bernegara adalah otonomi yang berada dalam koridor negara kesatuan Republik Indonesia. Negara mengakui keberadaan tiap-tiap daerah sekaligus memetakan adanya hak yang dimilki oleh masyarakat daerah yang mempunyai batas wilayah tertentu dan berwenang mengurus sendiri atas parakarsa sendiri urusannya berdasar aspirasi masyarakat. Adanya jaminan pengakuan keberadaan daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 memberikan perlindungan bagi daerah pada saat daerah menjalankan otonominya terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber lainnya secara adil, hal ini ditegaskan pada Pasal 18 ayat (2) yang dinyatakan: “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan asumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”. Perubahan terhadap desentralisasi dan hubungan pusat dan daerah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan daerah yang wajib diikuti dengan penyediaan biaya. Kewenangan dalam menyelenggarakan otonomi daerah disebutkan pada Pasal 21 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dimana daerah berhak…..menungut pajak daerah….. ketentuan ini selanjutnya diatur pada Pasal 12 ayat (2) Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yakni mengatur urusan Pemerintah wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan Dasar salah satunya adalah, menata lingkungan hidup di wilayahnya. Jadi secara umum dapat dinyatakan, bahwa Pemerintah daerah memiliki kewenangan memungut pajak daerah sebagai konsekwensi otnomi daerah yakni untuk penerimaan pendapatan daerah sebagai biaya pembangunan di daerah. Pajak daerah, merupakan pajak yang diatur oleh pemerintah daerah yang dilakukan dengan melakukan pungutan kepada E-ISSN: 2528-3049
2
Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 masyarakat daerah. Istilah pajak daerah dijadikan satu dengan retibusi daerah diatur semula dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1987, kemudian disempurnakan kembali menjadi Undang-undang 34 Tahun 2000 dan terakhir diganti dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan diterbitkan Undang-Undang tentang Pajak dan Restribusi Daerah, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dari sebelumnya dalam pengurusan pajak dan restribusi daerah seiring dengan pemberlakukan Undang-undanng Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah terutama dalam memperluas basis atau obyek pajak dan penentuan tarif pajak.Meskipun daerah diberikan perluasan kewenangan dalam pengaturan pajak dan restribusi daerah seperti mengatur Pajak bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah dan/bangunan, Pajak Sarang Burung Walet serta Pajak Rokok, tetapi daerah tetap memperhatikan jangan sampai pajak dan restribusi daerah tersebut menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/menghambat mobilitas penduduk, lalulintas barang dan jasa antar daerah, menghindari perang tarif antar daerah serta mengganggu kegiatan ekspor-import. Pada Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa adapun jenis Pajak Daerah digolongkan menjadi pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik nama Kendaraan Bermotor,Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran,Pajak Hiburan, Pajak Reklame,Pajak Penerangan jalan,Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Kota dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/Bangunan Pemberian wewenang yang semakin luas kepada daerah untuk mengatur pajak dan retribusi daerah adalah dalam rangka penguatan penerimaan keuangan daerah. Pajak yang hanya dapat dipungut oleh negara merupakan salah satu campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian dengan tujuan untuk menyediakan perlindungan social, karean masyarakat memerlukan perlindungan social dari resiko kemiskinan, kesehatan, dan resiko pengangguran dalam jangka panjang. Perdebatan apakah Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah yang dapat menyelenggarakan jaminan social tersebut, menurut Gramlich; Pemerintah pusatlah yang lebih efisien menyelenggarakannya karena sebenarnya manusia itu berkumpul terpusat akibat adanya urbanisasi/mobilitas orang antar daerah, sedangkan menurut Buchanan; bahwa redistribusi pendapatan dapat dilakukan secara efektif jika dilakukan oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang mengetahui keperluan dan jenis barang-barang public lokal. Dari segi praktis, peranan Pemerintah daerah di Indonesia dapat dianggap sangat dominan sejak era otonomi daerah, sehingga bagi daerah sendiri harus mampu lebih mandiri dalam menyelenggarakan pembangunan di daerahnya. Berpijak pada fungsi pajak sebagai budgeter (keuangan) maka sangat diperlukan usaha-usaha
E-ISSN: 2528-3049
3
Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 untuk melakukan peningkatan penerimaan pajak. Salah satu cara yang dlakukan supaya pemungutan pajak daerah dapat tercapai sesuai target adalah melakukan tertib administrasi perpajakan bagi wajib pajak dan petugas pajak, terutama bagi jenis pajak yang berkohir. Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan TatatCara Perpajakan ditegaskan: 1. Wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan 2. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan meggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Dalam setiap unit usaha baik itu berupa pribadi maupun badan usaha selalu akan terdapat catatan-catatan tentang alur atau keluar masuknya barang atau jasa yang pada akhirnya dapat dirupiahkan, catatan usaha yang tersusun dan terinci sering disebut dengan pembukuan usaha. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan lebih ditujukan pada wajib pajak yang terkait dengan Undang-undang Pajak Penghasiln dan Undang-undnag Pajak Pertambahan Nilai. Penggunaan pembukuan maupun pencatatan merupakan petunjuk bagi wajib pajak untuk menetukan julah pajak yan terutang atau dijadikan dasar pengenaan pajak yang terutang, juga dapat berfungsi sebagai alat bukti surat jika terjadi sengketa pajak, baik di luar maupun di dalam lembaga Peradilan Pajak. Pembuatan pembukuan wajib merujuk pada beberapa persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundangan guna adanya kesamaan standar. Adapun persyaratan tersebut yakni: berdasar atas itikad baik, dan mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya,diselenggarakan di Indonesia menggunakan huruf latin, angka arab, dan satuan mata uang rupiah, disusun dalam bahas Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. Stelsel akrual adalah, suatu metode penentuan penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak mengunakan perhitungan laba dan biaya pada saat konkrit (tunai). Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Fungsi pembukuan atau pencatatan kegaiatan usaha sangat berguna dalam menentukan penghitungan dasar pengenaan hutang pajak pada diri wajib pajak oleh wajib pajak dan untuk menguji hutang pajak yang dilakukan oleh petugas pajak. Pada Pajak dan Retribusi Daerah kewajiban membuat pembukuan/pencatatan diatur pada Pasal 169 ayat (1): Wajib pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggaarkan pembukuan atau pencatatan, dan mengenai tatacaranya diatur dengan Perda.
E-ISSN: 2528-3049
4
Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 Dalam pemenuhan target pendapatan pajak petugas pajak wajib melakukan kegiatan untuk memastikan hambatan yang menyebabkan menurunnya atau tidaka tercapainya target pajak dalam artian jumlah peneriman pajak tidak didukung oleh jumlah wajib pajak, tindakan petugas pajak dalam hal ini dikenal dengan pemeriksaan pajak. Berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dinyatakan: 1. DirekturJenderal pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam melaksankan perpajakan 2. Untuk kepatuhan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa Kewenangan pemeriksaan pada wajib pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah seperti yang ditetapkan pada Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007: “Kepala daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi.” Dari ketentuan pasal di atas dapat digarisbawahi bahwa pemeriksaan terhadap wajib pajak meliputi/mengenai hutang pajak yang diwajibkan, kewenanganya dilakukan oleh Dirjen pajak. Dirjen pajak melakukan pemeriksaan terhadap jenis pajak pusat, sedangka pemeriksaan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan berdasar kewenangan pemerintah daerah yang selanjutnya atas penunjukan Kepala daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Berdasarkan dinyatakan:
Pasal 1 Poin 75 Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah
“Pemeriksaan adalah, serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan propesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.“ Adapun tempat pemeriksaan secara umum meliputi, pemeriksaan yang dilakukan di Kantor pemeriksa kantor pajak dengan mengumpulkan bahan dokumen yang diperiksa dan pemeriksaan di lapangan pada tempat kegiatan usaha wajib pajak. Dalam pemeriksaan yang dilakukan petugas pajak, wajib membuat laporan hasil pemeriksaan yang meliputi: laporan yang dibuat dalam bentuk secara ringkas dan jelas merinci tentang; ruang lingkup tujuan pemeriksaan, kesimpulan adanya penyimpangan/tidak dan mengungkap informasi yang terkait dan apabila terkait dengan pemeriksaan surat pemberitahuan pajak, dokumen pemeriksan wajib memuat; faktor pembandingan, nilai absolute dalam penyimpangan, Sifat
E-ISSN: 2528-3049
5
Scientific News Magazine Edisi Agustus 2016 penyimpangan, petunjuk atau temuan terdapat penyimpangan serta dampak penyimpangan dan hubungan dengan permasalahan lainnya.
Kesimpulan Tindakan pemeriksaan dalam perpajakan merupakan salah upaya dalam penyelamatan pengelolaan keuangamerupakan langkah menguji kebenaran dari kesesuaian perencanaan dan operasionalnya keuangan yang tercatat dalam bentuk laporan keuangan wajib pajak. Dalam proses pemeriksaan oleh fiscus terhadap wajib Pajak sangat diperlukan kesiapan, kejujuran dan keberanian dalam menjalankan tugas demi penyelamatan keuangan Negara. Pengujian terhadap pemenuhan hutang pajak dapat dilakukan pada dokumen, surat pemberitahuan sehingga tercipta kejujuran oleh wajib pajak yang akhirnya dapat mewujudkan self assisment dalam pemungutan pajak.
Referensi 1. Ateng Syafruddin, 1993, Perencanaan Administrasi Pembangunan Daerah, Mandar Maju, Bandung 2. Mardiasmo, 2008, Perpajakan edisi revisi 2008, Yogyakarta, Penerbit Andi 3. Jafar Saidi ,2007, Pembaruhan Hukum Pajak, Jakarta, Raja Gravindo Persada 4. Philipus M. Hadjon, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan I, Gadjah Mada University Press. 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, 2007, Bandung, Focus media. 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
E-ISSN: 2528-3049
6