SC RE SUSTAINING COMPETITIVE AND RESPONSIBLE ENTERPRISES
LAPORAN AKHIR Kantor ILO Jakarta Menara Thamrin Lantai 22 Jl. M. H. Thamrin Kav. 3 Jakarta 10250 Indonesia
FASE
I
Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan/ Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE)
SC RE SUSTAINING COMPETITIVE AND RESPONSIBLE ENTERPRISES
LAPORAN AKHIR FASE
I
Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan/ Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE)
September 2013 Durasi Proyek
:
Oktober 2009 – Juni 2013
Donor :
The Swiss Secretariat for Economic Affairs (SECO) dan The Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD)
Mitra Pelaksana :
International Labour Organization
Disiapkan oleh :
ILO SCORE Indonesia
SCORE - Laporan akhir fase I
Copyright © International Labour Organization 2013 Cetakan Pertama 2013 Publikasi-publikasi International Labour Office memperoleh hak cipta yang dilindung oleh Protokol 2 Konvensi Hak Cipta Universal. Meskipun demikian, kutipan-kutipan singkat dari publikasi tersebut dapat diproduksi ulang tanpa izin, selama terdapat keterangan mengenai sumbernya. Permohonan mengenai hak reproduksi atau penerjemahan dapat diajukan ke ILO Publications (Rights and Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland, or by email:
[email protected]. International Labour Office menyambut baik permohonan-permohonan seperti itu. Perpustakaan, lembaga dan pengguna lain yang terdaftar di Inggris Raya dengan Copyright Licensing Agency, 90 Tottenham Court Road, London W1T 4LP [Fax: (+44) (0)20 7631 5500; email:
[email protected]], di Amerika Serikat dengan Copyright Clearance Center, 222 Rosewood Drive, Danvers, MA 01923 [Fax: (+1) (978) 750 4470; email:
[email protected]] arau di negara-negara lain dengan Reproduction Rights Organizations terkait, dapat membuat fotokopi sejalan dengan lisensi yang diberikan kepada mereka untuk tujuan ini. ILO Laporan Akhir Fase 1, Program SCORE/Kantor Perburuhan Internasional – Jakarta: ILO, 2013 xii, 84 p ISBN
978-92-2-828437-9 (print) 978-92-2-828438-6 (web pdf)
Versi bahasa Inggris: Final Report; Phase 1, SCORE Programme; ISBN: 978-92-2-128437-6 (print); 978-92-2-128438-3 (web pdf); International Labour Organization; Jakarta Office. 2013
ILO Katalog dalam terbitan
Penggambaran-penggambaran yang terdapat dalam publikasi-publikasi ILO, yang sesuai dengan praktik-praktik Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan presentasi materi yang ada di dalamnya tidak mewakili pengekspresian opini apapun dari sisi International Labour Office mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut. Tanggungjawab atas opini-opini yang diekspresikan dalam artikel, studi, dan kontribusi lain yang ditandatangani merupakan tanggungjawab penulis, dan publikasi tidak mengandung suatu dukungan dari International Labour Office atas opini-opini yang terdapat di dalamnya. Rujukan ke nama perusahaan dan produk komersil dan proses tidak menunjukkan dukungan dari International Labour Office, dan kegagalan untuk menyebutkan suatu perusahaan, produk komersil atau proses tertentu bukan merupakan tanda ketidaksetujuan. Publikasi ILO dapat diperoleh melalui penjual buku besar atau kantor lokal ILO di berbagai negara, atau secara langsung dari ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland; atau Kantor ILO Jakarta, Menara Thamrin, Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250, Indonesia. Katalog atau daftar publikasi tersedia secara cuma-cuma dari alamat di atas, atau melalui email: pubvente@ ilo.org Kunjungi halaman web kami: www.ilo.org/publns Dicetak di Indonesia
ii
Kata Pengantar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Program SCORE (Sustaining Competitive and Responsible Enterprises) atau Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan adalah sebuah program Tripartit yang dikembangkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia, serta International Labour Organization (ILO), sejak tahun 2009. Sesuai dengan tujuannya yaitu, untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM)/ Industri Kecil dan Menengah (IKM) sehingga pada akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja baru, program SCORE fase I (periode 2009 – 2013) telah berhasil membantu peningkatan produktivitas dan daya saing di 90 perusahaan melalui upaya penciptaan hubungan kerja yang harmonis, sehingga dapat tercipta 337 kesempatan kerja baru. Diharapkan program SCORE fase II dapat dilanjutkan, dengan lebih mengedepankan semangat tripartisme dalam pola kerjanya dan lebih fokus pada penerapan keseluruhan modul (5 modul) untuk setiap perusahaan, termasuk perluasan area cakupannya. Dengan semakin meningkatnya kualitas pelaksanaan program SCORE fase II, serta banyaknya perusahaan kecil dan menengah yang ikut serta, maka produktivitas, daya saing dan penciptaan kesempatan kerja baru di perusahaan kecil dan menengah juga akan semakin meningkat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Ir. Abdul Wahab Bangkona, MSc.
iii
SCORE - Laporan akhir fase I
Kata Pengantar Asosiasi Pengusaha Indonesia APINDO menyambut baik program SCORE karena melalui program SCORE, Pemerintah, Serikat Pekerja dan Pengusaha, bekerja sama untuk meningkatkan daya saing UKM-IKM. Program SCORE mengajarkan kerjasama yang harmonis antara pemilik perusahaan dan karyawan sebagai landasan untuk peningkatan daya saing, disamping juga mengajarkan metodologi praktis untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kompetensi tanpa harus mengeluarkan biaya investasi yang besar. Implementasi program SCORE sejalan dengan misi APINDO, yaitu meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama di tingkat perusahan dan juga memberdayakan pelaku usaha; khususnya UKM-IKM agar dapat memenangkan persaingan yang dapat dilakukan jika terus berkesinambungan meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Bekerjasama dengan seluruh DPP APINDO di seluruh propinsi Indonesia, kami akan berupaya agar program SCORE dapat disebarluaskan ke lebih banyak UKM-IKM sehingga tercipta peningkatan daya saing dan UKM-IKM kita berjaya di negeri sendiri.
Sofyan Wanandi Ketua Umum DPN APINDO
iv
Kata Pengantar Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia Serikat Pekerja/Serikat Buruh nasional di Indonesia memberikan dukungan penuh terhadap Program SCORE dari sejak awal, karena Program ini mampu menjembatani kepentingan dari pekerja/buruh dan pemilik perusahaan sehingga tercipta hubungan kerja yang erat dan harmonis di dalam perusahaan. SCORE juga membantu meningkatkan keterampilan pekerja/buruh, dalam hal manajemen kualitas, menerapkan konsep produksi bersih, pengaturan Sumber Daya Manusia (SDM) yang optimal hingga penciptaan lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman, sehingga tercipta peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Hal ini sangat selaras dengan misi kami dalam hal meningkatkan peran serta pekerja/buruh anggota kami di dalam peningkatan daya saing perusahaan. Kami sangat mengharapkan agar ke depannya Program SCORE dapat lebih disebarluaskan, agar hubungan kerja yang harmonis dapat tercipta di lebih banyak UKM-IKM Indonesia. Dengan demikian atas dasar terjadinya peningkatan produktivitas dan daya saing perusahaan, maka terciptalah peningkatan kesejahteraaan bagi Pekerja/Buruh dan penciptaan lapangan kerja yang baru. Sukses Milik Bersama.
Yoris Raweyai Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Rekonsiliasi
Andi Gani Nenawea Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Kongres Jakarta
Said Iqbal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
Mudhofir Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
v
SCORE - Laporan akhir fase I
vi
Kata Pengantar International Labour Organization Program SCORE mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan semua Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia serta Yayasan Dharma Bhakti Astra atas dukungan dan kerja sama yang solid selama menjalankan aktivitas program Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan (SCORE) dari Oktober 2009 – Juni 2013. Dukungan dan kerja sama tersebut telah menjadikan program ini berjalan baik dan memperoleh dana perpanjangan program hingga tiga tahun ke depan, yang dinamakan SCORE Fase II hingga tahun 2016. Secara resmi SCORE Indonesia diresmikan pada 6 Juli 2010 dengan penandatanganan Piagam Komitmen yang disaksikan oleh Presiden Swiss Doris Leuthard. Hadir dalam acara penandatanganan tersebut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Kesehatan (Alm) Endang Sedianingsih, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofyan Wanandi, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kalibata Sjukur Sarto, Ketua KSPSI Pasar Minggu Mathias Thambing, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Alm. Thamrin Mosii, dan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban. Semoga apa yang telah dicapai dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan agar semakin memberi manfaat bagi konstituen dan meningkatkan daya saing UKM. Dengan demikian dapat memberi kontribusi dalam penciptaan lapangan kerja baru dan layak bagi masyarakat Indonesia
Peter van Rooij Direktur ILO Jakarta vii
SCORE - Laporan akhir fase I
PROLOG Memberdayakan UKM/IKM, Memperkuat Pilar Ekonomi Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil Menengah (UKM/IKM) merupakan salah satu pilar perekonomian Indonesia karena berperan dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Data Kementerian Koperasi dan UKM/IKM terdapat 101 juta orang yang bekerja di sektor UKM/IKM di tahun 2012. Disebutkan pula, jumlah tersebut bekerja di 55 juta unit UKM/IKM yang memiliki kontribusi sebesar 57,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Oleh karena itu peran UKM/IKM sangat besar terhadap pembangunan ekonomi. Kunci dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan pekerjaan yang mengarah kepada pengurangan kemiskinan yang efektif terletak pada UKM/IKM yang berdaya saing dan dapat terus bertumbuh. Namun UKM/IKM juga rentan terhadap goncangan eksternal seperti krisis keuangan global maupun kompetisi pasar yang semakin ketat. Sehingga tingkat penciptaan pekerjaan maupun kehilangan pekerjaan secara signifikan lebih tinggi pada UKM/IKM dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar. Untuk itu sebuah upaya untuk memperkuat UKM/IKM supaya tahan terhadap goncangan eksternal menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian International Labour Organization (ILO) menunjukkan, inovasi di organisasi kerja, pembelajaran di tempat kerja secara terus-menerus, hubungan pekerja-manajemen yang baik, dan penghargaan terhadap hak-hak pekerja merupakan cara-cara efektif untuk meningkatkan produktivitas dan juga mempromosikan pekerjaan yang layak di UKM/IKM.
viii
Daftar Isi Kata Pengantar
iii
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi iii Asosiasi Pengusaha Indonesia iv Serikat Pekerja/Serikat Buruh v International Labour Organization vii
Prolog
viii
Daftar Isi
ix
Daftar Gambar
xi
Daftar Tabel
xii
Ringkasan Eksekutif
1
1
3 6 7
Apa itu SCORE? Strategi Proyek SCORE Tujuan SCORE Indonesia Hubungan SCORE dengan Prioritas dan Hasil Program Negara Pekerjaan Layak Indonesia (DWCP 2012 - 2015): Metodologi SCORE 1. Target Perusahaan 2. Tahapan Pelatihan 3. Modul Pelatihan 4. Daftar Pemangku Kepentingan / Mitra SCORE Indonesia 5. SCORE National Tripartit Advisory Committee 6. Peluncuran resmi SCORE Indonesia
7 8 8 8 10 13 15 17
ix
SCORE - Laporan akhir fase I
2
Pencapaian SCORE Fase 1 Adaptasi modul-modul pelatihan SCORE Kerjasama aktivitas SCORE bersama Kemnakertrans Aktivitas SCORE bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia Aktivitas SCORE bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia Kerjasama aktivitas SCORE bersama Yayasan Dharma Bhakti ASTRA
20 20 27 28 29 30
3
Aktivitas SCORE Social Marketing
32
4
Data KPI dan Monitoring & Evaluasi (M&E) Pengukuran Kualitatif Pengukuran Kuantitatif SCORE M&E
40 40 41 42
5
Sertifikasi Pelatih/Trainer SCORE
44
6
Kesinambungan SCORE
46
7
Ringkasan dampak dan perubahan terhadap UKM-IKM yang menerapkan SCORE Laporan Perkembangan Project SCORE di Indonesia (Country Progress Report) Laporan Total Peningkatan Perusahaan (Sum of Enterprise Improvements)
52 52 57
8.
Kisah Sukses Perusahaan
62
Daftar Perusahaan yang telah mengikuti program SCORE
x
78
Daftar Gambar Gambar 1. Negara-negara SCORE dan target sektor setiap negara 4 Gambar 2. Kegiatan SCORE di Indonesia 5 Gambar 1.2 Strategi Implementasi SCORE 6 Gambar 1.3 Suasana baseline assessment di dua perusahaan SCORE 8 Gambar 1.4 Di dalam workshop SCORE, direktur, manajer dan pekerja berdiskusi bersama 9 Gambar 1.5 Kunjungan perusahaan untuk memantau perkembangan perusahaan 9 Gambar 1.6 Presentasi hasil peningkatan perusahaan di depan konstituen di Kemnakertrans di Jakarta dan di Makassar 10 Gambar 1.7 Modul SCORE 10 Gambar 2.1 Penandatanganan piagam komitmen SCORE 17 Gambar 2.2 Adaptasi Modul 2 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh 21 Gambar 2.3 Adaptasi Modul 4 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh 21 Gambar 2.4 Adaptasi Modul 5 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh 21 Gambar 8.1 Tiga UKM-IKM peserta SCORE menerima penghargaan Paramakarya Award 2011 25 Gambar 8.2 Penghargaan Paramakarya Award 2013 26 Gambar 8.3 PT Mubarokfood mempresentasikan aktivitas K3 di perusahaannya pada meeting ASEM di Singapura 26 Gambar 2.7 ToT bersama BBPP Bekasi 27 Gambar 2.8 ToT bersama konstituen di Lampung 27 Gambar 2.9 Aktivitas SCORE bekerjasama dengan Kemnakertrans 27 Gambar 2.10 ToT bersama konstituen di Makassar 27 Gambar 2.14 Aktivitas ToT SCORE bersama penyedia layanan jasa konsultasi yang bernaung di bawah APINDO 28 Gambar 2.15 ToE Modul 1 bersama UKM-IKM binaan APINDO 28 Gambar 2.18 Aktivitas SCORE – Pengarusutamaan gender bekerjasama dengan Serikat Pekerja dan Buruh 29 Gambar 2.12 Aktivitas ToE M1 di YDBA 30 Gambar 2.13 Aktivitas presentasi akhir SCORE bersama YDBA 30 Gambar 2.19 Poster SCORE dalam kampanye pemasaran sosial 33 Gambar 3.2 Hasil survei untuk alat kampanye yang paling diingat responden 34 Gambar 2.19 Poster SCORE dalam kampanye pemasaran sosial 36 Gambar 2.20 Kampanye pemasaran sosial online SCORE 37 Gambar 3.3 Peluncuran aktivitas social marketing di Jakarta bersama konstituen 38 Gambar 3.4 Peluncuran social marketing di Makassar bersama konstituen 38
xi
SCORE - Laporan akhir fase I
Gambar 3.5 Suasana saat social marketing di Makassar, Sulawesi Selatan Gambar 4.1 Perubahan-perubahan yang terjadi di UKM-IKM setelah mengikuti aktivitas SCORE Gambar 4.2 Testimoni dari PT Tjokro Bersaudara setelah mengikuti aktivitas SCORE M1 Gambar 4.3 Lembaran Key Perfomance Indicators (KPI) yang wajib diisi oleh UKM-IKM dan dilaporkan secara periodik kepada instruktur untuk nantinya direkap di database M&E SCORE Gambar 4.4 Sistem M&E (Monitoring dan Evaluasi) SCORE Gambar 5.1 Master Trainer SCORE Mr. Jayanta De Silva sedang melakukan kunjungan perusahaan Gambar 6.1. Desain kesinambungan SCORE Gambar 7.1 Grafik komposisi peserta pelatihan SCORE Gambar 7.2 Grafik komposisi peserta pelatihan SCORE Gambar 7.3 Komposisi peserta pelatihan Gambar 7.4 Grafik persentase UKM-IKM yang menerapkan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab Gambar 7.5 Grafik persentase UKM yang melaporkan peningkatan setelah training SCORE
38 40 41 41 42 44 47 53 54 56 59 60
Daftar Tabel Tabel 2.1 Daftar keanggotaan NTAC SCORE Indonesia (per September 2012) Tabel 1. Pelatihan Perusahaan Tabel 2. Jumlah Peserta Pelatihan SCORE Tabel 3. Peningkatan Perusahaan Sesuai dengan Modul Tabel 6.1 Peringkat Kesinambungan SCORE Tabel 7.1 Jumlah peserta pelatihan SCORE Tabel 7.2 Pelatihan Perusahaan Tabel 7.3 Pelatihan perusahaan per modul Tabel 7.4 Peningkatan perusahaan sesuai dengan modul
xii
16 22 23 24 49 52 54 55 58
Ringkasan Eksekutif
Pertama-tama, ILO Indonesia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia, semua Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia serta Yayasan Dharma Bhakti Astra atas dukungan dan kerjasama yang solid selama menjalankan aktivitas Program SCORE yang berawal dari Oktober 2009 hingga Juni 2013. Program SCORE adalah Program Tripartit yang awalnya dirintis oleh ILO dan didanai oleh Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO) & Norwegian Agency for Development (NORAD). Program ini dikembangkan dan diimplementasikan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia, dan ILO. Karena dinilai baik dan berdampak positif, proyek Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab perusahaan (SCORE) yang didanai oleh Pemerintah Swiss dan Norwegia dan diimplementasikan di 7 negara dunia (Indonesia, China, Vietnam, India, Kolombia, Afrika Selatan dan Ghana) memperoleh dana untuk perpanjang proyek 3 tahun kedepan. Dengan dukungan penuh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi beserta instruktur-instruktur produktivitas dan pengawas ketenagakerjaan dari provinsi terkait, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), semua Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia, dan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) maka, SCORE Indonesia berkembang baik dan telah memperoleh beberapa pencapaian seperti: w Modul SCORE 1 sampai 5 telah diadaptasi untuk disesuaikan dengan kondisi UKM-IKM Indonesia dan telah tersedia dalam bentuk softcopy dan hardcopy. w 90 UKM-IKM yang tersebar di 6 propinsi Indonesia (DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung) telah berpartisipasi dalam aktivitas SCORE.
1
SCORE - Laporan akhir fase I
w Minimal 90 tenaga instruktur baik Pemerintah maupun swasta telah mengikuti aktivitas Training of Trainer (ToT) SCORE Modul 1. w 337 lapangan kerja baru telah tercipta di UKM-IKM yang berpartisipasi dan terlaporkan kepada ILO. w Lima perusahaan yang dibina oleh instruktur Kemnakertrans dan mengikuti program SCORE, memperoleh Parama Karya Award 2011 dan 2013. w Satu perusahaan SCORE bersama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan mengikuti symposium ASEM (Asia-Europe Meeting) on OSH di Singapura. w Bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Yayasan Dharma Bhakti ASTRA, kesinambungan SCORE metodologi sudah mulai diperkuat dengan cara mengadaptasinya kedalam program training tahunan. Sukses yang dicapai berkat kerjasama erat bersama dengan seluruh kontituen SCORE Indonesia, membuahkan perpanjangan proyek SCORE, yang dinamakan SCORE Fase II hingga tahun 2016. Semoga apa yang telah dicapai dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan, untuk semakin memberikan manfaat bagi konstituen dan daya saing Usaha Kecil Menengah Indonesia sehingga dapat secara aktif berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja baru dan layak bagi masyarakat Indonesia.
2
Bab
1
Apa itu SCORE?
3
SCORE - Laporan akhir fase I
Apa itu SCORE?
Program Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan atau SCORE (Sustaining Competitive Responsible Enterprises) adalah sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan kesinambungan Usaha Kecil dan Menegah (UKM) / Industri Kecil dan Menengah (IKM) melalui peningkatan produktivitas dan penerapan praktik-praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. Program SCORE pada awalnya dirintis oleh International Labour Organization (ILO) dan didanai oleh pemerintah Swiss (Swiss State Secretariat for Economic Affairs/SECO) dan Norwegia (The Norwegian Agency for Development Cooperation/NORAD). Program global ini diimplementasikan di tujuh negara (Indonesia, China, Vietnam, India, Kolombia, Afrika Selatan dan Ghana). Di Indonesia, program SCORE dikembangkan dan diimplementasikan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Konfederasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Indonesia, dan ILO.
China - Garments - Machine and Auto parts
Geneva - SCORE Global - Global Tripartite Advisory Committee
Colombia - Textile - Flowers
Ghana - Manufacturing
India - Auto and machine parts
Indonesia - Auto parts & others
South Africa - Ecotourism lodges
Gambar 1. Negara-negara SCORE dan target sektor setiap negara Sumber: ILO SCORE Global
4
Program SCORE merupakan program peningkatan usaha / industri kecil dan menengah melalui pelatihan dengan metodologi SCORE yang terdiri dari pelatihan di dalam kelas dan kunjungan ke perusahaan oleh instruktur ahli tentang cara-cara meningkatkan kerjasama di tempat kerja, produktivitas, mutu produk, kondisi kerja dan efisiensi produksi. ILO menggunakan pendekatan mikro dan makro dalam program SCORE untuk mencapai tujuannya. Di tingkat mikro, program SCORE memberikan jasa pelatihan dan konseling metode peningkatan perusahaan melalui praktik-praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab kepada UKM/IKM. Di tingkat makro, program SCORE memberikan pembangunan kapasitas (capacity building) kepada mitra SCORE yang melatih UKM/IKM sehingga pendekatan di tingkat mikro dapat direplikasikan pada sektor dan lokasi lain dalam skala nasional, juga disebarluaskan melalui media massa guna mempengaruhi perilaku praktik kerja yang baik ditingkat perusahaan.
Banda Aceh
Medan
Manado
Tanjung Pinang
Ternate
KALIMANTAN
Pontianak
E AT
M
SU Padang
Samarinda
Pekan Baru
Gorontalo
RA
Manokwari Palu
SCORE Jambi
Poso Palangkaraya
Pangkal Pinang
SULAWESI
Jayapura
Banjarmasin Palembang
Ambon
Kendari
Bengkulu Makassar
PAPUA
SCORE
SCORE
Bandar Lampung
Jakarta
SCORE Serang
SCORE
SCORE
Bandung
Semarang Surabaya
JAVA Jogjakarta
Denpasar Dili Mataram
Kupang
Gambar 2. Kegiatan SCORE di Indonesia Sumber: ILO Result 2012
5
SCORE - Laporan akhir fase I
Strategi Program SCORE Strategi ILO untuk program SCORE adalah pembangunan kapasitas instruktur dari mitra program SCORE dan diimplementasikan melalui ToT (Training of Trainers) dan ToE (Training of Enterprises) di sektor-sektor yang memiliki potensi penciptaan lapangan kerja. Contohnya di Indonesia adalah sektor auto parts, furniture, garmen dan makanan. ILO memfokuskan program SCORE pada pembangunan kapasitas mitra program SCORE di tingkat makro dan bukan subsidi langsung untuk pelatihan perusahaan. Di Indonesia, program SCORE bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta lembaga-lembaga pemerintahan lain yang terkait; Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO); serta serikat pekerja/serikat buruh. Juga berupaya melibatkan lembaga-lembaga dan asosiasi sektoral nasional untuk tujuan replikasi seperti Yayasan Dharma Bhakti Astra. Di tingkat lokal, program SCORE membantu memperkuat kapasitas instruktur produktivitas dan pengawas Ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja Provinsi, instruktur ahli dari APINDO atau Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan penyedia layanan teknis guna mempromosikan dan membangun daya saing UKM/IKM. Pada tahap awal, program SCORE Fase I memberi fokus pada sektor auto-parts di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Program tersebut dinilai berhasil sehingga kemudian diperluas ke sektor dan area lainnya. Saat ini sudah ada lima provinsi yang berpartisipasi dalam program SCORE, yaitu Jawa Tengah (Semarang), Lampung (Bandar Lampung), Sulawesi Selatan (Makassar), Kalimantan Timur (Samarinda) dan Sulawesi Tenggara (Kendari). Fase 1
a
b
c Mengidentifi-kasi dan menopang kapasitas lembaga nasional/ lokal, tenaga ahli dan penyedia layan-an untuk memfasilitasi dan memberi-kan hasil
d Modul pelatihan & konseling
e Mengidentifikasi dan menyebar-luaskan praktik tempat kerja yang baik lewat asosiasi industri dan pengawas ketenagakerjaan menggunakan media massa
Gambar 1.2 Strategi Implementasi SCORE
6
Replikasikan dan perluas
Menyeleksi sub sektor/ rumpun dan perusahaan pemimpin
Fase 2
Tujuan SCORE Indonesia Tujuan SCORE Indonesia adalah meningkatkan daya saing dan kesinambungan UKM/IKM Indonesia, dengan menjadikannya lebih produktif, bersih, dan kompetitif, serta mampu menerapkan praktik-praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. Untuk mencapai hal tersebut, program ini diharapkan mencapai hasil sebagai berikut: a) Lembaga pemerintah atau asosiasi industri dapat memasarkan dan mengoordinasikan layanan peningkatan produktivitas kepada anggotanya. b) Penyedia jasa konsultasi dapat memberikan pelatihan dan layanan bimbingan untuk perbaikan tempat kerja secara komersial dan berkesinambungan. c) Pengawas ketenagakerjaan bekerja sama dengan media massa dapat menyebarluaskan praktik-praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab secara progresif.
Hubungan SCORE dengan Prioritas dan Hasil Program Negara Pekerjaan Layak Indonesia (DWCP 2012-2015)
Prioritas :
Hubungan industrial yang baik dalam konteks tata kelola ketenagakerjaan yang efektif.
Hasil: Konstituen tripartit secara efektif terlibat dalam dialog sosial untuk menerapkan peraturan ketenagakerjaan dan standar ketenagakerjaan
7
SCORE - Laporan akhir fase I
Metodologi SCORE Metodologi SCORE dikembangkan atas dasar pengalaman praktis dari hasil-hasil praktik peningkatan produktivitas program Factory Improvement Programme yang berjalan di Kamboja dan China. Program yang didanai oleh SECO ini menjadi cikal bakal dari dua program ILO yang ada sekarang, yaitu Better Work dan SCORE. Better Work Programme lebih mengarah untuk perusahaan menengah dan besar sedangkan program SCORE dijuruskan untuk membantu perusahaan kecil dan menengah. Adapun metodologi SCORE terdiri dari:
1. Target Perusahaan: • UKM/IKM dengan jumlah pekerja 30 – 250 orang. • Bergerak di bidang manufaktur. • Ada komitmen dari pemilik perusahaan. • Bersedia memberikan data-data pengukuran produktivitas.
2. Tahapan Pelatihan Tahap 1 - Baseline Assessment Ini merupakan tahap untuk mengetahui keadaan perusahaan sebelum ikut aktivitas SCORE. Juga untuk mengetahui seberapa besar komitmen pemilik perusahaan pada aktivitas ini. Data Key Performance Indicator (KPI) awal akan dikumpulkan dan keadaan nyata kondisi tempat kerja di perusahaan akan difoto.
Gambar 1.3 Suasana baseline assessment di dua perusahaan SCORE
8
Tahap 2: Workshop selama 2 hari Jika kondisi perusahaan sudah diketahui maka digelar workshop dua hari yang diikuti oleh 5-6 perusahan dengan peserta sejumlah empat orang dari setiap perusahaan yang terdiri dari direktur, manajer dan dua pekerja. Hasil yang diharapkan dari tahapan ini adalah adanya action plan (rencana aksi) perubahan di masing-masing perusahaan.
Gambar 1.4 Di dalam workshop SCORE, direktur, manajer dan pekerja berdiskusi bersama.
Tahap 3: Tiga Kali Kunjungan ke Perusahaan Usai workshop, tenaga ahli SCORE akan berkunjung ke perusahaan guna membantu rencana aksi yang telah dibuat saat workshop. Hal ini untuk memastikan rencana aksi terimplementasi dengan baik, dan bila perlu ada tambahan rencana aksi jika ada temuan baru di perusahaan. Kunjungan ke perusahaan dilakukan sebanyak tiga kali, dengan senggang waktu per kunjungan selama tiga minggu. Gambar 1.5 Kunjungan perusahaan untuk memantau perkembangan perusahaan
9
SCORE - Laporan akhir fase I
Tahap 4: Presentasi Hasil oleh Perusahaan Pada tahapan ini, perusahaan akan memberikan testimoni perihal manfaat yang telah mereka rasakan atau dapatkan dari aktivitas SCORE. Acara ini dapat sekaligus digunakan untuk menarik perusahaan-perusahaan baru untuk bergabung dalam aktivitas SCORE. Gambar 1.6 Presentasi hasil peningkatan perusahaan di depan konstituen di Kemnakertrans di Jakarta dan di Makassar.
3. Modul Pelatihan Pengaturan Tempat Kerja (K3)
Kualitas
Kerjasama di tempat kerja
Produktivitas dan Produksi Bersih
Pengaturan Karyawan (SDM) Gambar 1.7 Modul SCORE
10
Modul Mandatori - Kerjasama di Tempat Kerja Modul Kerjasama di Tempat Kerja merupakan modul inti dari SCORE karena mencakup pembahasan tentang permasalahan yang terjadi di tempat kerja, yang biasanya berasal dari masalah kurangnya komunikasi antara pekerja dan manajer, serta tempat kerja yang tidak rapi sehingga menganggu proses kerja. Penelitian Pre-Assesment SCORE yang dilakukan di 275 UKM di Jakarta dan Makassar yang melibatkan 550 responden menunjukkan, 93 persen responden setuju bahwa kerjasama di tempat kerja adalah landasan bagi terwujudnya perbaikan. Inilah mengapa modul tentang kerjasama di tempat kerja ini menjadi modul inti yang wajib diikuti. Pada akhir dari modul ini, peserta diharapkan mampu untuk: n
Menjabarkan tujuan, tema dan pendekatan SCORE.
n
Menjelaskan kerjasama di tempat kerja dan mengapa hal tersebut penting untuk perbaikan perusahaan.
n
Melaksanakan langkah-langkah untuk meningkatkan kerjasama di tempat kerja melalui: w Komunikasi dan rasa percaya yang lebih baik antara pekerja dan manajer. w Tim peningkatan atau perbaikan perusahaan. w Konsultasi antara pekerja dan pihak manajemen. w Inisiatif 5S (Sisih, Susun, Sasap, Sosoh, Suluh) untuk meningkatkan kondisi kerja.
n
Mengukur perbaikan dalam kerjasama di tempat kerja dan perbaikan perusahaan.
Modul Manajemen Kualitas Pada akhir dari modul ini, peserta diharapkan mampu untuk: n
Menjelaskan arti dan konsep-konsep dasar kualitas dan pentingnya daya saing dan profitabilitas (kemampuan untuk mencetak keuntungan) secara keseluruhan.
n
Meningkatkan kepuasan konsumen melalui: w Penurunan kecacatan produksi. w Meningkatkan kualitas produk dan layanan. w Pengiriman tepat waktu.
n Mempromosikan budaya pemastian mutu (quality assurance).
11
SCORE - Laporan akhir fase I
Modul Produktivitas dan Produksi yang Lebih Bersih Pada akhir dari modul ini, peserta diharapkan mampu untuk: n
Menjelaskan arti dan konsep-konsep utama produktivitas dan bagaimana hal tersebut berkontribusi terhadap daya saing dan profitabilitas.
n
Mengidentifikasi bidang-bidang utama untuk peningkatan produktivitas.
n
Menggunakan teknik-teknik dan perangkat-perangkat untuk meningkatkan produktivitas.
n
Mengukur elemen-elemen dasar dari produktivitas.
n
Menjelaskan keuntungan dari produksi yang lebih bersih.
n
Melaksanakan penilaian produksi yang lebih bersih.
n
Menerapkan opsi-opsi produksi lebih bersih yang sesuai untuk perusahaan mereka.
Modul Sumber Daya Manusia Pada akhir dari modul ini, peserta akan mampu untuk: n
Mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan SDM pada saat ini dan di masa datang.
n
Menjabarkan komponen-komponen dari sistem SDM yang efektif.
n
Menjelaskan hubungan antara produktivitas dan manajemen SDM yang baik.
n
Menerapkan prosedur dan kebijakan terstruktur yang mendukung sistem SDM yang efektif , seperti: w Prosedur perekrutan. w Prosedur induksi. w Prosedur kompensasi dan promosi. w Prosedur disiplin. w Prosedur pemberhentian. w Kebijakan non-diskriminasi.
12
Modul Kesehatan, Keselamatan dan Hubungan Kerja Pada akhir dari modul ini, peserta diharapkan mampu untuk: n
Mengidentifikasi dan menilai risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
n
Menerapkan praktik dan prosedur untuk membatasi atau mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan kerja, melalui: w Kebijakan kesehatan dan keselamatan. w Komite kesehatan dan keselamatan. w Standar-standar keselamatan.
n
Mengelola operasi kesehatan dan tempat kerja yang aman sehari-hari.
n
Mengaitkan modul ini dengan keseluruhan tujuan, tema dan pendekatan SCORE.
n
Melaksanakan mekanisme-mekanisme untuk memperkuat hubungan tempat kerja, seperti: w Skema pemberian saran pekerja. w Pertemuan manajer/pekerja secara berkala. w Prosedur pengajuan keluhan.
n
Mendefinisikan hak-hak fundamental dan kebebasan pekerja.
4. Daftar Pemangku Kepentingan / Mitra SCORE Indonesia n
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
w Sebagai kementerian penghubung utama ILO, pemimpin Komite Nasional Pengarah Tripartit/ (National Tripartite Advisory Committee/NTAC) SCORE Indonesia dari Direktorat Jenderal Pembinaan Produktivitas dan Pelatihan. w Sebagai mitra pelaksana strategis (bersama dengan Balai Besar Peningkatan Produktivitas) SCORE Indonesia, mengadaptasi metode-metode pelatihan SCORE ke dalam rencana kerja aktivitas-aktivitas tahunan nasional untuk meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan terpilih, dengan bekerja sama dengan pusat pelatihan kejuruan atau penyedia layanan teknis lainnya. w Memberikan panduan kepada tim proyek SCORE. w Menyediakan ahli SCORE yang berpotensi.
13
SCORE - Laporan akhir fase I
n APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
w Sebagai anggota NTAC, memberikan panduan kepada tim proyek SCORE. w Memberikan panduan kepada tim proyek SCORE. w Mendukung aktivitas pemasaran sosial SCORE. w Menyediakan ahli SCORE yang berpotensi. n
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Rekonsiliasi; Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(KSPSI) Kongres Jakarta; Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) w Sebagai anggota NTAC, memberikan panduan kepada tim proyek SCORE. w Mendukung aktivitas pemasaran sosial SCORE. w Menyediakan ahli SCORE yang berpotensi. n
YDBA (Yayasan Dharma Bhakti Astra)
w Sebagai mitra pelaksana potensial SCORE Indonesia, mengadaptasi metode-metode pelatihan SCORE ke dalam rencana kerja aktivitas tahunan nasional untuk meningkatkan perusahaan anggotanya. w Mendukung aktivitas pemasaran sosial. w Menyediakan ahli SCORE yang berpotensi. n Asosiasi industri lokal
w Pemasaran sosial. w Berpartisipasi dalam pelatihan modul SCORE. n
Pakar Modul
w Memberikan pelatihan tematis dan saran ahli mengenai penetapan bidang peningkatan untuk membantu “tim peningkatan produktivitas pabrik” dalam mengembangkan rencana peningkatan pabrik (akan dipilih dan dilatih oleh tim proyek SCORE). n
Penyedia Layanan
w Memberikan pelatihan di perusahaan-perusahaan terpilih. w Memberikan layanan konsultasi lanjutan untuk mengimplementasikan apa yang sudah dilatih di dalam kelas.
14
Proyek SCORE di Indonesia Fase I telah bekerja sama dengan mitra nasional, yaitu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusahan Indonesia (APINDO), Serikat Pekerja dan Buruh, dan Yayasan Dana Bakti Astra dalam membangun kapasitas perusahaan (UKM-IKM) melalui program pelatihan SCORE.
5. SCORE National Tripartit Advisory Committee Di setiap negara yang mengimplementasikan SCORE, akan dibentuk “SCORE National Tripartit Advisory Committee” (Komite Nasional Pengarah Tripartit) yang akan bertemu secara periodikal per 6 bulanan untuk mengkaji kemajuan dan pelaksanaan SCORE. Berikut adalah peranan dari SCORE National Tripartit Advisory Committee: a. Memberikan panduan mengenai modalitas pelaksanaan SCORE, termasuk struktur, isi dan metodologi; b. Memandu pelaksanaan SCORE dengan bekerjasama dengan ILO dan mitra-mitra pelaksana; c. Mengkaji elemen-elemen perencanaan SCORE, terutama rencana kerja yang diberikan oleh ILO; d. Memantau dan mengevaluasi indikator kinerja SCORE yang dibuat oleh ILO dengan berkonsultasi dengan mitra pelaksana; e. Mengkaji dan memberikan masukan mengenai mekanisme koordinasi di antara para pemangku kepentingan utama untuk pelaksanaan program; dan f. Memberikan panduan untuk keberlanjutan jangka panjang program SCORE di Indonesia termasuk pelembagaan dan perluasan program.
Tabel 2.1 berikut menunjukkan daftar keanggotaan NTAC SCORE Indonesia.
15
SCORE - Laporan akhir fase I
Tabel 2.1 Daftar keanggotaan NTAC SCORE Indonesia (per September 2012)
Chairperson
Mr. Abdul Wahab Bangkona
Direktur Jenderal Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Deputy
Mrs. Nina Tursinah
Ketua Dewan Pengurus Harian (APINDO)
Mr. Muji Handaya
Direktur Jenderal, Direktorate Pengawasan, Norma Keselamatan dan Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Ms. Nora Ekaliana
Direktur Produktivitas dan Wirausaha, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mr. Amri, AK
Direktur Kesehatan dan Keselamatan di Tempat Kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mr. Salsa Mulyata
Kepala Balai Besar Peningkatan Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mr. Guntur Witjaksono
Kepala Pusat Administrasi Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mr. Sanggam Purba
Manager, Direktorate Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mr. Jack Lippo Zakarias
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kongress Malang
Mr. Andi Gani Nenawea
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kongress Jakarta
Mr. Andi Hadiar Putra
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kalibata
Mr. Said Iqbal
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
Mr. Eduard Marpaung
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
Member
16
6. Peluncuran resmi SCORE Indonesia SCORE Indonesia resmi diluncurkan pada tanggal 6 Juli 2010 dan Presiden Negara Swiss, Ibu Doris Leuthard berkenan untuk menyaksikan penanda tanganan Piagam Komitmen SCORE Indonesia. Hadir dalam acara tersebut adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, Menteri Kesehatan (Alm) Ibu Endang Sedianingsih, Ketua APINDO Sofyan Wanandi, Ketua dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Kalibata) Bpk Sjukur Sarto, Ketua dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Psr. Minggu) Mathias Tambing, Ketua dari Konfederasi Serikat pekerja Indonesia Bpk. (Alm) Thamrin Mosii, Ketua dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Bpk. Rekson Silaban. Selain acara penanda tangan Piagam Komitmen, para tamu undangan juga berkunjung ke mini exhibition yang menampilkan informasi-informasi perihal konstituen ILO, mitra pelaksana SCORE Indonesia dan perusahaan-perusahaan yang telah berpartisipasi dalam aktivitas SCORE Modul 1.
Gambar 2.1 Penandatanganan piagam komitmen SCORE
17
SCORE - Laporan akhir fase I
Jakarta, 6 July 2010
JOINT DECLARATION Sustaining Competitive and Responsible Enterprises SCORE is a programme of the International Labour Organization funded by the Swiss State Secretariat for Economic Affairs, that aims to improve productivity and quality among small and medium enterprises by building good workplace practices. SCORE operates in manufacturing and service sectors and within industry clusters, providing assistance through regional and national training organizations. It also works closely with employer organizations and trade unions to promote better working conditions consistent with labour standards, including freedom of association and the right to collective bargaining. We, the signatories, commit to work and collaborate with the support of the ILO, to assist small and medium enterprises in Indonesia in becoming cleaner, more productive and competitive, and to provide more sustainable and decent work. In witness hereof, we, the representatives of the following organization and members of the civil society, have signed this Joint Declaration:
Ministry of Manpower and Transmigration
Schweizerische Eidgenossenschaft Confédération suisse Confederazion Svizzera Confederaziun svizra Swiss Confederation Federal Department of Economic Affairs FDEA State Secretariat for Economic Affairs SECO
International Labour Organization
Mr. Mathias Tambing General Chairman of KSPSI
Mr. Sjukurr Sa SSarto arto General Chairman of KSPSI
Mrr Thamrin Th T hamrin Mosii hamrin Mo osi siiii Mr. President of KSPI
k SSilaban l b Mr. Rekson President of KSBSI
Mr. Sofjan Wanandi General Chairman of APINDO
SC
Mr. Abdul Wahab Bangkona Acting Director General for Training and Productivity Ministry of Manpower and Transmigration
Witnessed Witn nessed d by H.E. Beatrice Maser Mallor Ambassador, Head of Economic Cooperation and Development SECO, Switzerland
Witnessed by H.E. Mr. Muhaimin Iskandar Minister of Manpower and Transmigration
Witnessed by Mr. Peter van Rooij Director, a.i. of the ILO Ofce in Jakarta
Deklarasi komitmen bersama untuk meningkatkan daya saing UKM-IKM-IKM di Indonesia melalui program SCORE
18
RE
Bab
2
Pencapaian SCORE Fase 1
19
SCORE - Laporan akhir fase I
Pencapaian SCORE Fase 1 SCORE Modul 1-5 dari SCORE Global telah diadaptasi untuk disesuaikan dengan kondisi Usaha Kecil Menengah (UKM) Indonesia dan tersedia dalam bentuk software dan hardware. SCORE Modul 1 telah diimplementasikan di enam provinsi di Indonesia (Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, dan Lampung).
Adaptasi modul-modul pelatihan SCORE Semua materi modul pelatihan SCORE telah diadopsi oleh tenaga ahli Indonesia beserta semua konstituen agar materi pelatihan cocok dengan kebutuhan dan kondisi dari UKM-IKM Indonesia.
Modul SCORE 1- 5 edisi bahasa Indonesia (Semua modul SCORE 1-5 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai sarana pelatihan SCORE)
20
Gambar 2.4 Adaptasi Modul 5 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh Gambar 2.2 Adaptasi Modul 2 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh
Gambar 2.3 Adaptasi Modul 4 SCORE bersama dengan Kemnakertrans, APINDO dan Serikat Pekerja dan Buruh
21
SCORE - Laporan akhir fase I
n Sebanyak 90 UKM yang tersebar di enam provinsi Indonesia (DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa
Tengah, Kalimantan Timur, dan Lampung) telah berpartisipasi dalam aktivitas SCORE. Sebanyak 88 perusahaan telah selesai mengikuti pelatihan SCORE dengan total pekerja 13.357 orang. Dari total pekerja yang langsung mengikuti pelatihan SCORE (495 orang), 32 persen adalah pekerja perempuan dan 56 persen adalah pekerja non-manajerial. Sebanyak 75 persen perusahaan yang ikut pelatihan mengaku puas dan sangat puas.
Tabel 1. Pelatihan Perusahaan
Pelatihan Perusahaan Jumlah Perusahaan yang dilatih (Total) Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih
n
Jumlah Total 90 13357
Jumlah Perusahaan yang menyelesaikan pelatihan (Total)
88
Jumlah Perusahaan yang tidak menyelesaikan pelatihan
0
Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih di workshop
495
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
32%
Persentase Pekerja yang dilatih
56%
Jumlah kunjungan perusahaan (Total)
359
Tingkat Kepuasan rata-rata dari Training
75%
Perusahaan yang mendaftar untuk lebih dari 1 modul
21%
Pemulihan Ongkos (rata-rata untuk 4 modul terakhir)
0%
Jumlah rata-rata perusahaan per ToE
7.2
Mencetak 92 instruktur untuk program SCORE, baik dari pemerintah maupun swasta, melalui aktivitas Training of Trainer (ToT) SCORE Modul 1-5. Sebanyak 34 persen peserta ToT adalah perempuan.
22
Tabel 2. Jumlah Peserta Pelatihan SCORE
Peserta yang dilatih pada workshop
n
Jumlah Total
%Perempuan
Jumlah Trainer yang dilatih
92
34%
Jumlah Trainer disertifikasi
0
0%
Trainer tidak aktif
2
0%
Jumlah Perwakilan Pemerintah yang dilatih
20
50%
Jumlah Perwakilan Asosiasi Industri yang dilatih
15
33%
Jumlah Perwakilan Serikat yang dilatih
19
11%
Jumlah Peserta lain yang dilatih
1
0%
Sebanyak 337 lapangan kerja baru telah tercipta di 90 UKM yang berpartisipasi dan terlaporkan kepada ILO. Selain itu, dari hasil monitoring dan evaluasi, perusahaan juga berhasil menerapkan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab.
Sebagai contoh setelah mengikuti pelatihan Modul Kerjsama di Tempat Kerja, terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang menerapkan hal berikut: • Rapat harian untuk memantau perkembangan perusahaan meningkat sebanyak 59 persen (dari 29 perusahaan menjadi 47 perusahaan). • Penerapan 5S meningkat sebanyak 84 persen (dari tiga perusahaan menjadi 66 perusahaan). • Penerapan skema saran pekerja (Employees Suggestion Scheme – ESS) meningkat sebanyak 90 persen (dari hanya dua perusahaan berkembang menjadi 71 perusahaan). • Terjadi penghematan biaya di 23 perusahaan (29 persen).
Dari Modul Manajemen Kualitas terlihat bahwa penerapan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab juga terjadi, yaitu adanya peningkatan jumlah perusahaan dalam hal berikut: • Penerapan analisis sistematis untuk kasus cacat produk naik dari empat perusahaan menjadi tujuh perusahaan. • Adanya penyebaran kebijakan ataupun informasi mengenai kualitas kepada pekerja, meningkat dari enam perusahaan menjadi 29 perusahaan. • Terdapat 44 perusahaan yang melaporkan terjadi penurunan produk cacat di perusahaannya.
23
SCORE - Laporan akhir fase I
Penerapan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab yang sesuai dengan Modul Produksi Bersih adalah sebagai berikut: • Terjadinya penurunan pemakaian material di 38 perusahaan (48 persen dari total perusahaan). • Penurunan sampah sisa produksi di 35 perusahaan. • Penurunan konsumsi energi di 31 perusahaan (39 persen dari total perusahaan). • Penerapan sistem perawatan mesin (machine maintenance system) di perusahaan meningkat dari dua perusahaan menjadi 14 perusahaan.
Tabel 3. Peningkatan Perusahaan Sesuai dengan Modul
Progress terhadap Konten Modul Performa Agregat Penciptaan lapangan kerja di Perusahaan yang dilatih
337
-
Hilangnya lapangan kerja di Perusahaan yang dilatih
47
-
Peningkatan pekerjaan kontingen
144
-
Penurunan pekerjaan kontingen
15
-
-
-
Adanya rapat harian-mingguan-bulanan
47
29
Adanya Skema Saran Karyawan
71
2
Penerapan 5s
66
3
Penghematan karena pelatihan SCORE
23
-
-
-
Adanya kebijakan mutu
11
21
Analisa sistematis penyebab barang cacat
7
4
Penyeberan info mutu ke pekerja
29
6
Pengurangan barang cacat
44
-
-
-
Module 1
Module 2
Module 3
24
Sudah ada sebelum pelatihan
Pengurangan penggunaan material
38
-
Pengurangan produksi limbah
35
-
Adanya system perawatan mesin
14
2
Pengurangan konsumsi energi
31
-
Untuk penerapan Modul Manajemen Sumber Daya Manusia dan Modul Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan, hasilnya adalah sebagai berikut: • Terjadi penurunan tingkat perputaran pekerja sebanyak 3 persen. • Penurunan keluhan pekerja sebanyak 1 persen. • Kebijakan SDM meningkat sebanyak 10 persen. • Kebijakan tentang Keselamatan dan Kesehatan di Tempat Kerja (K3) meningkat sebanyak 3 persen. • Deskripsi kerja meningkat sebanyak 6 persen.
n
Lima perusahaan yang dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan mengikuti program SCORE memperoleh Parama Karya Award 2011 dan 2013. Pada tahun 2011, ketiga perusahaan tersebut adalah PT Mubarokfood Delicia, PT Lestari Dini Tunggul, PT Baruasa Mandiri, sedangkan pada tahun 2013, adalah PT. Asindo Tech dan CV. ATS. Paramakarya Award merupakan penghargaan tertinggi dari pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diberikan kepada UKM yang dinilai berhasil menerapkan konsep produktivitas dan kualitas dengan baik.
Gambar 8.1 Tiga UKM-IKM peserta SCORE menerima penghargaan Paramakarya Award 2011
25
SCORE - Laporan akhir fase I
Gambar 8.2 Penghargaan Paramakarya Award 2013
6. Satu perusahaan SCORE bersama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengikuti simposium Asia Europe Meeting (ASEM) di Singapura pada 10 September 2012. Perusahaan tersebut adalah PT Mubarokfood Delicia yang dalam simposium ASEM mempresentasikan peningkatan produktivitas dengan penerapan secara konsisten faktor keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Gambar 8.3 PT Mubarokfood mempresentasikan aktivitas K3 di perusahaannya pada meeting ASEM di Singapura.
26
Kerjasama aktivitas SCORE bersama Kemnakertrans Aktivitas SCORE bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Balai Besar Peningkatan Produktivitas beserta Unit-unit Pelaksana Teknis Daerah
Gambar 2.7 ToT bersama BBPP Bekasi
Gambar 2.9 Aktivitas SCORE bekerjasama dengan Kemnakertrans
Gambar 2.8 ToT bersama konstituen di Lampung
Gambar 2.10 ToT bersama konstituen di Makassar
27
SCORE - Laporan akhir fase I
Aktivitas SCORE bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia Bersama dengan APINDO, telah digelar ToT SCORE Modul 1 untuk 11 lembaga pelatihan yang bernaung di bawah APINDO. Pelatihan Modul SCORE 1 dilakukan oleh lembaga pelatihan PT Bina Bangkit Kreasi untuk lima perusahaan kecil binaan APINDO. Masing-masing perusahaan membayar biaya pelatihan sebesar Rp 2 juta.
Gambar 2.14 Aktivitas ToT SCORE bersama penyedia layanan jasa konsultasi yang bernaung di bawah APINDO
Gambar 2.15 ToE Modul 1 bersama UKM-IKM binaan APINDO
28
Aktivitas SCORE bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia Bersama dengan Konfederasi-konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia, telah dilakukan sosialisasi SCORE Modul 1, SCORE Modul 5, dan pengarusutamaan gender.
Gambar 2.17 Sosialisasi SCORE Modul 1 kepada konfederasi serikat pekerja dan buruh seluruh Indonesia
Gambar 2.18 Aktivitas SCORE – Pengarusutamaan gender bekerjasama dengan Serikat Pekerja dan Buruh
29
SCORE - Laporan akhir fase I
Kerjasama aktivitas SCORE bersama Yayasan Dharma Bhakti ASTRA Bersama dengan Yayasan Dharma Bhakti ASTRA (YDBA) hingga akhir dari Fase I, telah diadakan 3 kali pelatihan SCORE ke perusahaan (ToE) untuk Modul 1. Dua aktivitas terakhir telah disubsidi oleh YDBA sebanyak hampir 75% dari biaya keseluruhan aktivitas SCORE Modul 1. Hingga saat ini aktivitas SCORE – YDBA telah membantu 15 UKM-IKM dengan menggunakan biaya sendiri (10% subsidi ILO) kepada perusahaan yang bergerak di rantai nilai industri ASTRA group yang tersebar di Jabodetabek area.
Gambar 2.12 Aktivitas ToE M1 di YDBA
30
Gambar 2.13 Aktivitas presentasi akhir SCORE bersama YDBA
Bab
3
Aktivitas SCORE Social Marketing
31
SCORE - Laporan akhir fase I
Aktivitas SCORE Social Marketing
SCORE Indonesia melakukan Kampanye Pemasaran Sosial (social marketing campaign) mengenai “Praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab”. Adapun latar belakang dari kampanye ini adalah komitmen SCORE untuk mendorong perusahaan kecil dan menengah (UKM-IKM) agar lebih produktif, lebih bersih, berdaya saing dan memberikan pekerjaan yang layak bagi karyawan. Proyek SCORE Global memilih untuk melakukan kampanye SCORE yang pertama kali di Indonesia dan pembelajaran yang didapat dalam kampanye ini, akan digunakan sebagai model global untuk kampanye-kampanye yang akan diselenggarakan di negara lain. Tujuan dari kampanye ini adalah: 1. Melakukan penelitian mengenai pelaksanaan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab di UKM-IKM di Indonesia 2. Mendesain suatu Kampanye Pemasaran Sosial mengenai pelaksanaan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab di UKM-IKM di Indonesia 3. Menerapkan Kampanye Pemasaran Sosial dengan tujuan mempengaruhi perilaku dan tindakan dari manajemen dan karyawan menuju praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab Metodologi yang dilakukan dalam kampanye pemasaran social ini adalah: 1. Pre-Assessment; bertujuan meneliti kesadaran dan praktik kerja di UKM-IKM terhadap isu-isu praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. Penelitian dilakukan secara kuantitatif (survei) dan kualitatif (focus group discussion). Dilakukan di dua kota, Jakarta dan Makasar.
32
Mekanisme umpan-balik di perusahaan
Evaluasi kinerja dan tindak lanjut Pemerataan informasi di tempat kerja
Manfaat kerjasama di tempat kerja
Peran kerjasama di tempat kerja bagi perusahaan dan peran individu bagi perusahaan
Bentuk-bentuk keikutsertaan dan kerjasama di tempat kerja
Pentingnya Kerjasama tim dan gunanya dalam pemecahan masalah
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Penerapan 5S (Sisih, Susuh, Sasap, Sosoh, Suluh)
Gambar 2.19 Poster SCORE dalam kampanye pemasaran sosial
2. Kampanye; didesain dari hasil temuan Pre-Assesment. Kampanye bertema “Sukses Milik Bersama” dengan tujuan mengajak UKM-IKM di Jakarta dan Makasar untuk melakukan prinsip praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. 3. Post-Impact Assessment; bertujuan untuk mengevaluasi kampanye dan mengukur keefektifan alat-alat kampanye (poster, brosur, flyer, lokakarya, radio, social media online/ facebook, twitter). Pengukuran dilakukan melalui survey kuantitatif dan focus group discussion (kualitatif).
Berdasarkan penelitian Pre-Assessment yang dilakukan di 275 UKM-IKM di Jakarta dan Makasar dengan 550 responden melalui survei, ternyata terdapat temuan berikut: a. 93% responden setuju bahwa kerjasama di tempat kerja adalah dasar landasan bagi terwujudnya perbaikan secara terus menerus b. Hanya 53% responden setuju bahwa perusahaannya sudah memiliki alur produksi yang rapi dan jelas c. Gap antara manajemen (M) dan karyawan (K) dalam hal berikut: w Karyawan dianjurkan untuk memberikan saran perbaikan (M: 56%, K 36%) w Karyawan selalu menerima informasi standar kualitas perusahaan (M:84%, K:27%)
33
SCORE - Laporan akhir fase I
w Perusahaan selalu mencari jalan keluar untuk mengurangi tingkat cacat produksi (M: 84%, K: 64 %) w Karyawan mengetahui kebijakan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan (M; 78%, K: 62%) w Perusahaan Anda menyediakan alat pelindung diri sesuai dengan kebutuhan kerja Anda (M; 73%, K: 64%)
Berdasarkan hasil Post Assesment ditemukan (160 responden di Jakarta dan Makassar): w 52% responden merasa dipengaruhi oleh pesan dalam media kampanye w Pengetahuan tentang konsep kerjasama di tempat kerja (Tahu: 69%, Tidak Tahu: 31%) w Pengetahuan tentang konsep langkah-langkah peningkatan produktivitas (Tahu: 56%, Tidak Tahu: 44%) w Pengetahuan tentang konsep kesehatan dan keselamatan kerja (Tahu: 76%, Tidak Tahu: 24%) w Pengetahuan tentang materi kampanye (Tahu: 89%, Tidak Tahu: 11%) w Kampanye harus mampu diingat minimal 50% target grup, dari hasil survey ternyata poster yang paling diingat (99%).
Gambar 3.2 Hasil survei untuk alat kampanye yang paling diingat responden
34
Kesimpulan dari pelaksanaan kampanye pemasaran sosial: w Proses kerjasama Tripartit dalam Kampanye pemasaran sosial dapat membantu membangun kemitraan dan keterlibatan, dan kerjasama ini memperkuat pesan “win-win“ w Dilihat dari keefektifannya, menempatkan poster di UKM-IKM di lokasi yang strategis merupakan cara terbaik untuk memastikan kampanye dilihat oleh sebagian besar karyawan dan manajemen w Pendekatan ke manajemen dan karyawan dalam penelitian mampu melihat gap yang terjadi antara manajemen dan karyawan
35
SCORE - Laporan akhir fase I
Gambar 2.19 Poster SCORE dalam kampanye pemasaran sosial
Untuk informasi lebih lanjut:
[email protected] SCORE.Indonesia website: www.SCOREindonesia.net youtube keyword: ILO SCORE @SCORE_Indonesia
36
Gambar 2.20 Kampanye pemasaran sosial online SCORE
37
SCORE - Laporan akhir fase I
Gambar 3.3 Peluncuran aktivitas social marketing di Jakarta bersama konstituen.
Gambar 3.4 Peluncuran social marketing di Makassar bersama konstituen.
Gambar 3.5 Suasana saat social marketing di Makassar, Sulawesi Selatan
38
Bab
Data KPI dan Monitoring & Evaluasi (M&E)
4
39
SCORE - Laporan akhir fase I
Data Key Performance Indicator (KPI) dan Monitoring & Evaluasi (M&E) Peningkatan produktitas di perusahan peserta SCORE harus dapat terukur untuk bisa menjustifikasi bahwa telah terjadi perubahan positif yang berdampak pada peningkatan produktivitas perusahaan. SCORE memakai sistim pengukuran Kualitatif dan Kuantitatif.
Pengukuran Kualitatif Pengukuran ini dapat bersifat seperti foto-foto yang menggambarkan perubahan dari keadaan sebelum dan sesudah dan juga narasi seperti terstimonial.
Gambar 4.1 Perubahan-perubahan yang terjadi di UKM-IKM setelah mengikuti aktivitas SCORE. SEBELUM
40
SESUDAH
Perubahan positif yang kami dapatkan: w
Operator lebih semangat dalam memberikan masukan pada meeting operator perline setiap minggunya.
w
Kerjasama operator lama dengan baru lebih meningkat.
w
Meeting per line (operator) menjadi tempat pembelajaran di luar training.
Gambar 4.2 Testimoni dari PT Tjokro Bersaudara setelah mengikuti aktivitas SCORE M1
“Dan perbaikan ini akan kami terapkan pada line-line yang lain”.
Pengukuran Kuantitatif Merupakan pengukuran atas dasar keadaan dan hasil kerja tertentu (output). Terlampir adalah Key Performance Indicator (Indikator Kinerja Perusahaan) dari SCORE yang diberikan kepada setiap perusahaan untuk diisi dan diinformasikan kepada ILO untuk nantinya di rekap pada system M&E.
ILO-SCORE Ref Indikator 1
Jumlah rapat EIT yang diadakan
2
Jumlah proyek Peningkatan yang diselesaikan
3
Jumlah saran
4
Jumlah keluhan
5
Jumlah produk cacat di lini awal (InLine) (%)
6
Jumlah produk cacat di lini akhir (EndLine) (%)
7
Efisiensi (%)
8
Tingkat pengiriman barang secara tepat waktu (%)
8
Pemakaian energi per unit produksi (KwH)
10
Absensi (%)
11
Perputaran pekerja (%)
12
Kecelakaan yang dicatat ( jumlah)
Kartu Indikator Perusahaan Okt Nov Des Jan 2011 2012
NM – Tidak dipantau.
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sep
Okt
NA – Tidak berlaku. (Dapat Anda tentukan bila perlu)
Gambar 4.3 Lembaran Key Perfomance Indicators (KPI) yang wajib diisi oleh UKM-IKM dan dilaporkan secara periodik kepada instruktur untuk nantinya direkap di database M&E SCORE
41
SCORE - Laporan akhir fase I
SCORE M&E SCORE telah menciptakan sebuah sistem database on-line yang disebut SCORE M&E (Monitoring & Evaluasi) yang merangkum semua data Key Performance Indicators (KPI) yang diberikan oleh perusahaan peserta pelatihan SCORE. Data-data ini diinput oleh ILO atas dasar informasi data yang diberikan oleh perusahaan. Semua data-data yang diperoleh dari perusahaan akan dilakukan proses rekap oleh ILO dengan tetap menjaga kerahasiaannya. Hasil dari proses rekap tersebut adalah data-data yang biasa digunakan untuk mengukur analisa dampak dari proyek SCORE. Gambar berikut merupakan cuplikan dari SCORE M&E.
Gambar 4.4 Sistem M&E (Monitoring dan Evaluasi) SCORE
42
Bab
5
Sertifikasi Pelatih/ Trainer SCORE
43
SCORE - Laporan akhir fase I
Sertifikasi Pelatih/Trainer SCORE Kesinambungan SCORE hanya dapat tercapai bilamana semua SCORE trainer/instruktur memiliki kemampuan teknis dan attitude yang relatif sama terhadap metodologi SCORE dan dapat memberikan bimbingan secara terstandar. Agar training / pelatihan SCORE dapat menjadi lebih efektif, sebuah organisasi harus menawarkan jasa/tenaga trainer yang telah biasa menggunakan metodologi SCORE dan memiliki kemampuan kompetensi dalam membina perusahaan. Suatu perusahaan hanya akan menggunakan jasa dan bersedia untuk membiayai pelatihan SCORE apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik. Diharapkan bahwa di masa depan tersebar berita bahwa SCORE adalah program pelatihan untuk perusahaan yang berkualitas tinggi. Sertifikasi ILO SCORE untuk Trainer memperkenalkan adanya standar kualitas di dalam program ini. Hal ini untuk memastikan bahwa hanya para trainer yang berkualitaslah yang memberikan pelatihan di perusahaan-perusahaan.
Gambar 5.1 Master Trainer SCORE Mr. Jayanta De Silva sedang melakukan kunjungan perusahaan
44
Bab
6
Kesinambungan SCORE
45
SCORE - Laporan akhir fase I
Kesinambungan SCORE
Strategi Kesinambungan SCORE Kesinambungan program SCORE dapat dipertahankan bila program ini mampu memberikan manfaat bagi kelompok sasaran untuk jangka panjang setelah bantuan keuangan, manajerial dan teknis yang utama dari donor-donor eksternal berakhir. Kesinambungan program SCORE bertumpu pada tiga pilar penopang, yakni pilar institusional atau kelembagaan, pilar teknis dan pilar finansial. Pilar kelembagaan adalah jika program SCORE mampu masuk dalam struktur kelembagaan atau jaringan yang memiliki legitimasi kelembagaan yang tinggi dengan kelompok kepentingan terkait, dan punya kapasitas manajerial. Pilar teknis adalah kemampuan program SCORE meningkatkan mutu teknis dari layanan-layanan yang disediakan sebelumnya oleh intervensi lembaga donor. Pilar finansial adalah kemampuan program SCORE menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya, baik melalui pendanaan internal secara berkelanjutan (dimana klien membayar iuran substansial) atau melalui pendanaan eksternal secara berkelanjutan (tergantung bantuan pemerintah, atau sumber dana luar yang lain, termasuk Public Private Partnership multi-nasional maupun kontrak kerja lain). Di Indonesia, sejumlah catatan SCORE Fase I berdasarkan tiga pilar strategi kesinambungan SCORE adalah sebagai berikut: 1. Kesinambungan Institusional • SCORE Indonesia Fase I telah dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, APINDO, dan Yayasan Dharma Bhakti Astra. Diharapkan aktivitas SCORE ke depan akan berjalan lebih teratur dan terbentuk organisasi koordinator SCORE di tingkat nasional sebagai pusat SCORE Indonesia.
46
2. Kesinambungan Teknis • Diharapkan kompetensi instruktur SCORE terkait penguasaan metode dan teknik peningkatan produktivitas makin menguat di masa depan, sehingga pelaporan kemajuan bimbingan konsultasi SCORE lancar dan kesinambungan metodologi SCORE tetap terjaga di UKM-IKM. 3. Kesinambungan Finansial • Diharapkan agar di masa mendatang, pelatihan SCORE dapat dijalankan dengan pendanaan di luar ILO. • Masih belum adanya pihak sponsor yang mendanai pelatihan SCORE. Di samping temuan-temuan tersebut, hal-hal lain yang dapat ditingkatkan adalah: • Partisipasi pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. • Koordinasi atau kerjasama erat dari konstituen ILO ketika implementasi SCORE di daerah. • Komunikasi di antara seluruh stakeholder SCORE. • Publikasi SCORE di setiap provinsi yang sesuai dengan persyaratan SCORE.
Desain Kesinambungan SCORE Komite penasehat tripartit
Organisasi Koordinasi SCORE (Asosiasi Industri atau sejenis)
Pelatihan & pembinaan
Pemasaran
CSR Sponsor Pelatihan
Proyek SCORE Koordinasi
MNE
$
Pelatihan & Pembinaan
Penyedia layanan (lokal)
Pakar Modul
UKM-IKM dalam satu kluster atau sektor
$
UKM-IKM Membeli pelatihan
TOT
Pelatihan untuk Pelatih
Gambar 6.1. Desain kesinambungan SCORE
47
SCORE - Laporan akhir fase I
Di masa mendatang, setiap negara SCORE perlu membentuk satu organisasi pusat di tingkat nasional, yang disebut National Centre of Excellence SCORE. Sentra-sentra ini akan didanai melalui iuran anggota, penjualan materi, sponsor dan iuran pelatihan /konferensi. Organisasi-organisasi ini akan bertanggungjawab atas kegiatan-kegiatan berikut ini: w Memasarkan layanan pelatihan SCORE dan pelatih bersertifikasi SCORE hingga calon konsumen serta menghubungkan mereka dengan pengguna akhir (end-user) dan calon sponsor; w Mencetak dan mendistribusikan, untuk menghasilkan pendapatan, materi-materi pelatihan SCORE di bawah lisensi ILO; Terus memperbaharui dan menyegarkan materi-materi pelatihan SCORE, serta menawarkan pelatihan penyegaran secara berkelanjutan bagi para pelatih bersertifikasi SCORE; w Mengoperasikan sistem kendali mutu nasional dan mendaftarkan kegiatan-kegiatan pelatihan SCORE yang dilaksanakan organisasi-organisasi anggota dan para pelatih dalam database SCOREDATA; w Memberikan sertifikat di tingkat nasional, di bawah bimbingan ILO, kepada para pelatih SCORE sesuai standar sertifikasi pelatih di tingkat global; w Menyampaikan kepentingan para pelatih lokal SCORE, pakar nasional dan organisasi pelatihan kepada pemerintah pusat, ILO dan calon mitra dan sponsor; Kesinambungan proyek SCORE secara finansial tergantung pada pelaksanaan pelatihan dan pemberian layanan nasehat berbasis pasar yang efektif untuk UKM-IKM. Di setiap negara, tujuannya adalah untuk meminta klien UKM-IKM membayar minimal 50% dari biaya langsung untuk mengadakan pelatihan SCORE (termasuk lokakarya di ruang kelas dan kunjungan konseling ke pabrik). Dalam sebagian besar kasus yang ada, iuran dari klien UKM-IKM dibantu sponsor dari perusahaanperusahaan besar yang ingin meningkatkan kondisi kerja dalam rantai suplai mereka serta lembaga-lembaga pemerintah yang ingin supaya UKM-IKM mematuhi UU tenagakerja nasional serta meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka.
48
Kerangka kerja untuk mengukur Kesinambungan program SCORE Kesinambungan proyek SCORE akan diukur berdasarkan 3 pilar Kesinambungan. Untuk setiap pilar ini, tingkat pencapaiannya digolongkan secara relatif ke dalam kategori: Rendah, Sedang dan Tinggi. Masing-masing tingkat pencapaian ini ditentukan oleh beberapa indikator kuantitatif khusus yang mencerminkan hasil-hasil penting dalam kerangka logis (log-frame) Proyek SCORE. Dalam semua kasus yang ada, setiap proyek nasional SCORE akan dievaluasi Kesinambungannya berdasarkan ketiga pilar tersebut dan diberi peringkat sesuai kinerjanya berdasarkan beberapa indikator khusus. Perubahan-perubahan positif yang terjadi di perusahaan (UKM-IKM) dapat terpantau berkat adanya sistem SCORE Monitoring dan Evaluasi (Monitoring and Evaluation/ M&E) yang mengacu pada data-data KPI (Key Performance Indicator) yang diberikan oleh perusahaan. Berikut adalah laporan dari M&E SCORE 2010-2012.
Tabel 6.1 Peringkat Kesinambungan SCORE
Rendah Kelembagaan/Institusional
Teknis
Sedang
Tinggi
• SCORE dilaksanakan oleh satu atau dua organisasi koordinasi dari waktu ke waktu.
• SCORE dilaksanakan oleh 3-9 organisasi lokal, secara semi-teratur atau secara teratur, tapi tidak ada organisasi koordinasi di tingkat nasional.
• SCORE dilaksanakan oleh lebih dari 10 organisasi lokal secara teratur dan “Centre for Excellence” di tingkat nasional yang berfungsi sebagai sentra SCORE di negara tersebut.
• Organisasi koordinasi SCORE punya akses ke 0-5 pelatih SCORE bersertifikat (Modul 1).
• Organisasi koordinasi SCORE punya akses ke 6-20 pelatih bersertifikasi SCORE (Modul 1).
• Organisasi koordinasi SCORE punya akses ke lebih dari 20 orang pelatih bersertifikasi SCORE (Modul 1).
• 1/3pelatih disertifikasi dalam modulmodul lain.
• 1/3 pelatih disertifikasi dalam modul-modul yang lain.
• 1/3 pelatih disertifikasi dalam modul-modul yang lain.
Indikator • Jumlah organisasi koordinasi lokal yang melaksanakan SCORE. • Adanya “Centre for Excellence” di tingkat nasional yang secara efektif mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan SCORE di tingkat nasional. • Jumlah pelatihan SCORE yang dilaksanakan setiap tahun. • Jumlah pelatih SCORE bersertifikasi untuk melaksanakan Modul 1 tentang Kerjasama di Tempat Kerja.
49
SCORE - Laporan akhir fase I
Rendah Keuangan
• Pelatihan SCORE hanya diadakan bila ILO/ donor membayar para pelatih atau lembaga koordinasi. • Tidak ada biaya yang dibebankan terhadap UKMIKM peserta.
Sedang • Pelatihan SCORE jarang diadakan kecuali bila ILO/ donor membayar pelatih atau lembaga koordinasi. Iuran minimal, sebesar kurang dari $ US 100 dibebankan kepada UKM-IKM peserta.
Tinggi • Pelatihan SCORE diadakan oleh lembagalembaga pelatihan secara teratur tanpa bantuan ILO/donor. • Iuran minimum sebesar 50% dari biaya langsung pelatihan dibebankan kepada UKM-IKM peserta.
Indikator • Jumlah pelatih SCORE bersertifikasi untuk melaksanakan Modul 2-5. • Prosentase total biaya pelatihan SCORE dibayar oleh klien. • Prosentase total biaya pelatihan SCORE dibayar oleh proyek. • Jumlah sponsor dari luar yang mendanai pelatihan SCORE. • Partisipasi pemerintah pusat atau daerah dalam mendanai kegiatan-kegiatan SCORE.
50
Ringkasan dampak dan perubahan terhadap UKM-IKM yang menerapkan SCORE
Bab
7
51
SCORE - Laporan akhir fase I
Ringkasan dampak dan perubahan terhadap UKM-IKM yang menerapkan SCORE Laporan Perkembangan Project SCORE di Indonesia (Country Progress Report) a. Tabel dibawah ini menggambarkan aktivitas pembangunan kapasitas (capacity building), dimana terlihat jumlah peserta dari berbagai institusi yang telah mengikuti pelatihan SCORE. Total peserta yang mengikuti pelatihan Training of Trainers (ToT) SCORE adalah 92 orang berasal dari konstituen ILO SCORE dan asosiasi-asosiasi Industri serta YDBA. Sebanyak 34% peserta ToT adalah perempuan. Diharapkan ke depannya makin banyak lagi peserta perempuan untuk ikut serta, sehingga makin banyak instruktur perempuan SCORE. Selain dari institusi diatas, juga terdapat peserta yang merupakan representatif dari pemerintahan (20 orang), pengusaha/ APINDO (15 orang) maupun serikat pekerja dan buruh (19 orang). Tabel 7.1 Jumlah peserta pelatihan SCORE Peserta yang dilatih pada workshop
52
Jumlah Total
%Perempuan
Jumlah Trainer yang dilatih
92
34%
Jumlah Trainer disertifikasi
0
0%
Trainer tidak aktif
2
0%
Jumlah Perwakilan Pemerintah yang dilatih
20
50%
Jumlah Perwakilan Asosiasi Industri yang dilatih
15
33%
Jumlah Perwakilan Serikat yang dilatih
19
11%
Jumlah Peserta lain yang dilatih
1
0%
Dari total 54 peserta yang mengikuti pelatihan ToT SCORE, 17 orang (31%) diantaranya adalah perempuan. Jumlah konsituen (L/P) yang mengikuti pelatihan ToT SCORE Total = 54 (31% Perempuan)
Jumlah Perwakilan Asosiasi Industri yang dilatih (10/5) Jumlah Perwakilan Pemerintah yang dilatih (10/10) Jumlah Perwakilan Serikat yang dilatih (17/2)
Gambar 7.1 Grafik komposisi peserta pelatihan SCORE
b. Tabel dibawah ini memonitor jangkauan pelatihan, kualitas pelatihan dan kapasitas mitra untuk menyelenggarakan pelatihan.
Terlihat jumlah total perusahaan yang mengikuti pelatihan SCORE untuk perusahaan (Training of Enterprise /ToE) adalah 90 perusahaan dimana 88 perusahaan telah selesai mengikuti pelatihan SCORE dengan total karyawan 13,357 orang. Diharapkan terjadi transfer of knowledge dari karyawan yang langsung mengikuti pelatihan kepada rekan karyawan yang tidak mengikuti pelatihan tetapi tetap merasakan manfaat penerapan metode SCORE di perusahaannya. Dari total karyawan yang langsung mengikuti pelatihan SCORE (495 orang), 32% adalah karyawan perempuan dan 56% adalah karyawan non manajerial. Selama pelatihan, telah terjadi kunjungan perusahaan sebanyak 359 kali. Selain itu kami juga mengukur tingkat kepuasan dengan pelatihan SCORE dan nilainya adalah 75% perusahaan yang ikut serta merasa puas hingga sangat puas dengan pelatihan ini.
53
SCORE - Laporan akhir fase I
Tabel 7.2 Pelatihan Perusahaan Pelatihan Perusahaan Jumlah Perusahaan yang dilatih (Total) Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih Jumlah Perusahaan yang menyelesaikan pelatihan (Total) Jumlah Perusahaan yang tidak menyelesaikan pelatihan
Jumlah Total 90 13357 88 0
Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih di workshop
495
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
32%
Persentase Pekerja yang dilatih
56%
Jumlah kunjungan perusahaan (Total)
359
Tingkat Kepuasan rata-rata dari Training
75%
Perusahaan yang mendaftar untuk lebih dari 1 modul
21%
Pemulihan Ongkos (rata-rata untuk 4 modul terakhir)
0%
Jumlah rata-rata perusahaan per ToE
7.2
Dari grafik dibawah ini terlihat jumlah instruktur yang telah mengikuti ToT adalah 92 orang dengan 90 UKM-IKM yang telah mengikuti ToE minimal modul I. Kerjasama di Tempat Kerja. Terdapat 21% UKM-IKM yang telah berpartisipasi mengikuti pelatihan modul-modul selain modul I SCORE.
Gambar 7.2 Grafik komposisi peserta pelatihan SCORE
c. Dari beberapa tabel dibawah terlihat jumlah perusahaan yang melakukan pelatihan per modul.
Terdapat 90 UKM-IKM dengan total jumlah karyawan sebanyak 345 orang yang langsung mengikuti pelatihan modul I, Kerjasama di Tempat Kerja. Dari 345 orang karyawan yang mengikuti pelatihan modul I, 53% diantaranya adalah pekerja non manajerial dan 35% persen adalah karyawan perempuan. 54
Sementara itu untuk pelatihan modul II, Peningkatan Kualitas Berkesinambungan, terdapat 13 perusahaan yang telah berpartisipasi dengan 46 karyawan dimana 52% diantaranya adalah pekerja non manajerial dan 22% karyawan yang berpartisipasi adalah karyawan perempuan.
Terdapat 8 perusahaan dengan 43 karyawan yang telah mengikuti pelatihan modul III, Produksi Bersih Meningkatkan Produktivitas, dimana diantaranya 77% adalah pekerja non manajerial dan 9% dari total karyawan yang berpartisipasi adalah karyawan perempuan.
Tabel 7.3 Pelatihan perusahaan per modul Perusahaan yang dilatih unutuk modul 1
Jumlah Total
Jumlah Perusahaan yang dilatih (Modul1)
90
Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih (Total)
345
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
35%
Persentase Pekerja yang dilatih
53%
Perusahaan yang dilatih unutuk modul 2 Jumlah Perusahaan yang dilatih (Modul2) Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih (Total)
Jumlah Total 13 46
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
22%
Persentase Pekerja yang dilatih
52%
Perusahaan yang dilatih unutuk modul 3
Jumlah Total
Jumlah Perusahaan yang dilatih (Modul3)
8
Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih (Total)
43
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
9%
Persentase Pekerja yang dilatih
77%
Perusahaan yang dilatih unutuk modul 4 Jumlah Perusahaan yang dilatih (Modul4) Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih (Total)
Jumlah Total 11 40
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
48%
Persentase Pekerja yang dilatih
48%
Perusahaan yang dilatih unutuk modul 5
Jumlah Total
Jumlah Perusahaan yang dilatih (Modul5)
5
Jumlah Staff Perusahaan yang dilatih (Total)
21
Persentase Staff Perempuan yang dilatih
24%
Persentase Pekerja yang dilatih
71%
55
SCORE - Laporan akhir fase I
Untuk pelatihan modul IV, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kerjasama dan Usaha yang Sukses terdapat 11 perusahaan dengan 40 karyawan yang berpartisipasi dimana 48% diantaranya adalah pekerja non manajerial dan 48% adalah karyawan perempuan.
Sedangkan untuk pelatihan modul V, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja: Sarana untuk Produktivitas, terdapat 5 perusahaan dengan 21 karyawan yang berpartisipasi dimana terdapat 24% karyawan perempuan dan 71% diantaranya adalah karyawan non manajerial.
Dari grafik profik peserta pelatihan dibawah ini terlihat jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan SCORE sebanyak 495 orang, dimana 44% dari level manajerial dan 56% adalah karyawan non manajerial. Dari komposisi total karyawan 495 orang, 66% adalah karyawan pria dan 34% adalah karyawan perempuan. Selanjutnya grafik batang menunjukkan jumlah perusahaan yang mengikuti pelatihan setiap modul SCORE.
Gambar 7.3 Komposisi peserta pelatihan
56
Laporan Total Peningkatan Perusahaan (Sum of Enterprise Improvements) Dari tabel dan grafik dibawah terlihat total peningkatan perusahaan secara agregat setelah menerapkan metode SCORE. Dari total 90 perusahaan yang telah mengikuti training, ternyata ada penciptaan lapangan kerja untuk 337 orang. Dari hasil monitoring dan evaluasi, terlihat perusahaan juga menerapkan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. Sebagai contoh setelah mengikuti pelatihan modul I, terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang menerapkan hal berikut: w Rapat harian untuk memantau perkembangan perusahaan meningkat sebanyak 59% (dari 29 perusahaan menjadi 47 perusahaan), w Penerapan 5S meningkat sebanyak 84% (dari 3 perusahaan menjadi 66 perusahaan), w Penerapan skema saran karyawan (Employees Suggestion Scheme – ESS) meningkat sebanyak 90% (dari hanya 2 perusahaan berkembang menjadi 71 perusahaan). w Terjadi penghematan biaya di 23 perusahaan (29%) karena setelah mengikuti pelatihan SCORE dan menerapkannya. Dari modul II terlihat bahwa penerapan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab juga terjadi, yaitu adanya peningkatan jumlah perusahaan dalam hal berikut: w Penerapan analisis sistematis untuk kasus cacat produk naik dari 4 perusahaan menjadi 7 perusahaan. w Adanya penyebaran kebijakan ataupun informasi mengenai kualitas (quality policy) kepada karyawan meningkat sebanyak dari 6 perusahaan menjadi 29 perusahaan. w Terdapat 44 perusahaan yang melaporkan terjadi penurunan produk cacat di perusahaannya. Penerapan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab yang sesuai dengan modul III SCORE adalah sebagai berikut: w Terjadinya penurunan pemakaian material di 38 perusahaan (48% dari total perusahaan). w Penurunan sampah sisa produksi di 35 perusahaan. w Penurunan konsumsi energi di 31 perusahaan (39% dari total perusahaan). w Penerapan sistem perawatan mesin (machine maintenance system) di perusahaan meningkat dari 2 perusahaan menjadi 14 perusahaan.
57
SCORE - Laporan akhir fase I
Tabel 7.4 Peningkatan perusahaan sesuai dengan modul Progress terhadap Konten Modul Performa Agregat
Sudah ada sebelum pelatihan
Penciptaan lapangan kerja di Perusahaan yang dilatih
337
-
Hilangnya lapangan kerja di Perusahaan yang dilatih
47
-
Peningkatan pekerjaan kontingen
144
-
Penurunan pekerjaan kontingen
15
-
Module 1
-
-
Adanya rapat harian-mingguan-bulanan
47
29
Adanya Skema Saran Karyawan
71
2
Penerapan 5s
66
3
Penghematan karena pelatihan SCORE
23
-
-
-
Adanya kebijakan mutu
11
21
Analisa sistematis penyebab barang cacat
7
4
Penyeberan info mutu ke pekerja
29
6
Pengurangan barang cacat
44
-
-
-
Module 2
Module 3 Pengurangan penggunaan material
38
-
Pengurangan produksi limbah
35
-
Adanya system perawatan mesin
14
2
Pengurangan konsumsi energi
31
-
Untuk penerapan modul IV dan V di perusahaan, hasilnya adalah sebagai berikut: w Terjadi penurunan tingkat perputaran pekerja sebanyak 3% w Penurunan keluhan pekerja sebanyak 1% w Adanya kebijakan SDM meningkat sebanyak 10% w Adanya kebijakan tentang K3 meningkat sebanyak 3% w Adanya deskripsi kerja meningkat sebanyak 6% Dari grafik dibawah terlihat persentasi perusahaan yang telah menerapkan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab. Beberapa hasil yang menonjol adalah: w Aplikasi 5S yang mengalami peningkatan dari 4% menjadi 88% w Keberadaan dari kesempatan menyampakan saran (ESS) meningkat dari 3% menjadi 93% 58
w Adanya rapat mingguan meningkat dari 37% menjadi 96% w Informasi perihal kualitas yang sekarang diinformasikan kepada karyawan dari 8% perusahaan menjadi 45% perusahaan.
Gambar 7.4 Grafik persentase UKM-IKM yang menerapkan praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab
Grafik dibawah memperlihatkan persentasi perusahaan yang melaporkan terjadinya peningkatan semenjak ikut serta dalam program SCORE. Adapun peningkatan-peningkatan yang terjadi antara lain: w Pengurangan angka gagal produksi (reject rate) di 56% perusahaan yang ikt serta dalam SCORE. w 44% perusahaan melaporkan terjadinya engurangan limbah produksi dan penggunaan material mentah, w Komsumsi energi berhasil dikurangi di 39& perusahaan yang ikut SCORE, w Dan 29% perusahaan melaporkan dapat menghemar biaya produksi setelah mengikuti program SCORE.
59
SCORE - Laporan akhir fase I
Gambar 7.5 Grafik persentase UKM/IKM yang melaporkan peningkatan setelah training SCORE
60
Bab
8
Kisah Sukses Perusahaan
61
SCORE - Laporan akhir fase I
Kisah Sukses Perusahaan
Guna menyebarluaskan praktik-praktik kerja yang baik dan bertanggung jawab, SCORE merangkum kisah-kisah sukses dan pembelajaran dari perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan SCORE dengan baik. Diharapkan hal ini dapat mendorong perusahaan untuk mau mencoba melakukan perubahan kondisi tempat kerjanya dan juga memberikan gambaran nyata hubungan erat antara hubungan kerja yang harmonis, keteraturan dan kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan di tempat kerja yang berdampak langsung pada peningkatan angka produktivitas perusahaan.
62
INDONESIA Sustaining Competitive and Resposible Enterprises Sustaining Competitive and Resposible Enterprises
“Setelah Kayu Bakar Tak Lagi Lembab”
Setelah Kayu Bakar Tak Lagi Lembab
Profil Perusahaan Nama : Lokasi : Berdiri : Jumlah pegawai : Produk : Pencapaian :
PT. Mubarokfood Cipta Delicia Kudus, Jawa Tengah. 1902 86 pegawai tetap, 100 pegawai tidak tetap makanan lokal Salah satu suplier makanan lokal besar di Jawa Tengah
turun. Mereka tidak disiplin, upaya yang mereka berikan masih minim serta masih tingginya tingkat ketidakhadiran dan lembur,” tambah Hilmy. Penggunaan bahan dan kayu bakar juga tidak efisien. Gudang yang kurang bagus membuat kayu bakar lembab sehingga api yang dihasilkan tidak stabil.
Membangun Komitmen Berawal dari usaha rumah tangga, perusahaan makanan lokal yang berlokasi di Kudus, PT Mubarokfood Cipta Delicia, berkembang menjadi produsen makanan ringan yang terkenal, terutama di Jawa Tengah. Saat ini, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1902 tersebut dikelola oleh generasi ketiga keluarga, memiliki lebih dari 100 pekerja dan produknya tersebar di dalam dan luar negeri. Perusahaan berencana memperluas usaha dengan membeli tanah dan membangun pabrik yang lebih besar. Saat ini area yang mereka miliki hanya sekitar 1 hektare. Namun sebelum rencana ekspansi diimplementasikan, ada permasalahan yang mesti mereka selesaikan, mulai komitmen pekerja yang naik-turun, penggunaan bahan dan kayu bakar yang tidak efisien, hingga pemalsuan produk yang merajalela. “Kami telah melakukan langkah hukum melawan produsen pemalsu produk kami, tetapi produk-produk palsu tetap merajalela,” keluh Presiden Direktur PT Mubarokfood Cipta Delicia, Muhammad Hilmy. Sementara komitmen pekerja juga dikeluhkan. “Kami merasa komitmen yang dimiliki oleh pekerja kami naik
Beruntung pada Maret 2011, Dinas Tenaga Kerja setempat memperkenalkan program SCORE pada perusahaan Hilmy. Tak memakan waktu lama, PT Mubarokfood pun memutuskan untuk mengikuti program ini. “Ini seperti suatu peringatan bagi kami untuk meningkatkan kesadaran dalam rangka meningkatkan produktifitas dan nilai tambah,” ungkap Hilmy. Program ini diawali dengan penandatanganan komitmen di sebuah banner berukuran 1,5 x 3 meter yang bertujuan untuk meningkatkan perusahaan. Lalu sebuah tim dibentuk guna memantau kebersihan dan kerapihan pabrik. Kemudian para pekerja dikumpulkan secara rutin untuk mengikuti briefing pemberian motivasi serta pengetahuan tentang kualitas kerja. Juga diterapkan sistem pemberian penghargaan dan sanksi yang ketat. Selain itu, mekanisme quality control diterapkan pada setiap tahap produksi, bukan di akhir keseluruhan proses. Hal ini dilakukan agar jika terjadi kesalahan lebih mudah dideteksi. Lalu gudang untuk menyimpan kayu bakar diperbaiki dan direnovasi. Asbes dan atap yang bocor diganti dengan fiberglass supaya bisa terkena sinar matahari dan kayu tidak lembab.
«Mekanisme quality control telah meningkat secara signifikan. Alur kerja di bagian saya menjadi lebih efisien dengan adanya perubahan baru dan plastik yang digunakan sekarang memiliki kualitas dan ukuran standar yang lebih baik.» -
- Haryati, kepala bagian pemotongan di PT. Mubarokfood Cipta Delicia
63
STUDI KASUS
INDONESIA RE RE
STUDI KASUS
SC SC
produsen pemalsu produk kami, tetapi produk-produk palsu tetap merajalela,” keluh Presiden Direktur PT Mubarokfood Cipta Delicia, Muhammad Hilmy.
SCORE -komitmen Laporan akhir fase I juga dikeluhkan. “Kami Sementara pekerja merasa komitmen yang dimiliki oleh pekerja kami naik
Hal ini dilakukan agar jika terjadi kesalahan lebih mudah dideteksi. Lalu gudang untuk menyimpan kayu bakar diperbaiki dan direnovasi. Asbes dan atap yang bocor diganti dengan fiberglass supaya bisa terkena sinar matahari dan kayu tidak lembab.
STUDI KASUS
«Mekanisme quality control telah meningkat secara signifikan. Alur kerja di bagian saya menjadi lebih efisien dengan adanya perubahan baru dan plastik yang digunakan sekarang memiliki kualitas dan ukuran standar yang lebih baik.» -
- Haryati, kepala bagian pemotongan di PT. Mubarokfood Cipta Delicia
« Adanya pertemuan rutin meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara pihak manajemen dan pegawai, dan meningkatkan moral, disiplin serta rasa memiliki.»
STUDI KASUS
- Meilany Astining Asih, kepala divisi personalia di PT. Mubarokfood Cipta Delicia
Efisiensi Meningkat Hasil yang dicapai atas pelaksanaan program tersebut cukup memuaskan. Kepala Divisi Personalia PT Mubarokfood Cipta Delicia, Meilany Astining Asih, mengatakan teamwork atau kerjasama tim dan koordinasi meningkat signifikan. Orang-orang melakukan pekerjaannya dengan baik dan pabrik menjadi lebih bersih. “Tingkat ketidakhadiran menurun dan para pekerja senang karena punya kesempatan memberikan umpan balik,” ungkap Meilany. Sementara soal kayu bakar, keberadaan gudang yang bagus telah membuat kayu bakar tetap kering dalam rentang waktu 1-2 minggu. Hal ini menjadikan api yang dihasilkan menjadi lebih stabil. “Proses memasak adonan lebih cepat dengan api yang stabil. Hal ini berimbas pada berkurangnya tingkat lembur pekerja. Kami bisa menghemat biaya lembur hingga 22 persen,” jelas Manajer Produksi PT Mubarokfood Cipta Delicia, Ashifuddin.
diolah ulang. Tetapi dalam kurun waktu Desember sampai April, tidak ada produk yang dikembalikan atau harus diolah lagi. Peningkatan efisiensi produksi juga membuka jalan bagi perbaikan tingkat pengiriman yang berujung pada meningkatnya pesanan.
Kunci pembelajaran 1. Dorongan dan komunikasi yang lebih baik meningkatkan moral, disiplin dan rasa memiliki setiap pekerja. 2. Kualitas produk, peningkatan efisiensi produksi dan tingkat delivery (pengiriman) merupakan kunci untuk menghadapi kompetisi yang tidak sehat. 3. Solusi yang sederhana mampu membuat hasil luar biasa dalam kaitannya dengan produktifitas bisnis dan pemasukan.
Biasanya dalam setahun akan ada 120 kg produk yang dikembalikan. Dari jumlah tersebut, 80 persen harus
64
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Alur kerja dan ruang yang lebih efisien. • Perbaikan komunikasi. • Menstimulasi mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi.
• Peningkatan produktifitas. • Penghematan biaya dan peningkatan pemasukan. • Peningkatan kinerja dan komitmen pekerja.
persen,” jelas Manajer Produksi PT Mubarokfood Cipta Delicia, Ashifuddin.
pemasukan.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Alur kerja dan ruang yang lebih efisien. • Perbaikan komunikasi. • Menstimulasi mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi.
• Peningkatan produktifitas. • Penghematan biaya dan peningkatan pemasukan. • Peningkatan kinerja dan komitmen pekerja.
SEBELUM Gudang kayu bakar yang gelap dengan atap bocor yang menyebabkan kayu menjadi lembab.
STUDI KASUS
Biasanya dalam setahun akan ada 120 kg produk yang dikembalikan. Dari jumlah tersebut, 80 persen harus
SESUDAH Gudang yang baru dan direnovasi dengan atap fiberglass sehingga mendapatkan penerangan yang lebih baik dan mengurangi kelembaban.
SCORE adalah program training ILO yang membantu perusahaan berskala kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan cara untuk dapat menciptakan tempat kerja yang bertanggungjawab. Sesi pelatihan / training singkat untuk para pegawai dan manajer yang kemudian dilanjuti dengan kunjungan langsung ke perusahaan untuk memberikan bimbingan agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Program ini sangat sesuai untuk perusahaan yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, produktivitas, polusi dan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen sumber daya manusia.
Organisasi Perburuhan Internasional
Rekanan:
Untuk informasi lebih lanjut lihat www.ilo.org/score atau kontak ILO Jakarta Office | MenaraThamrin level 22 | JL.M.H.Thamrin Kav.3 | Jakarta 10250, INDONESIA | Tel. 62-21-391 3112 Fax. 62-21-310 0766 | Email:
[email protected] | Website: www.ilo.org/jakarta
65
INDONESIA INDONESIA RE RE
Sustaining andResposible ResposibleEnterprises Enterprises Sustaining Competitive Competitive and
“Konsolidasi Setelah Senam Pagi“ Konsolidasi Setelah Senam Pagi
Profil Perusahaan PT. Laksana Teknik Makmur adalah sebuah perusahan suku cadang mobil skala menengah, spesialisasinya adalah memproduksi aksesoris otomotif yang berlokasi di Cibubur, Bogor, Indonesia. Pada tahun 1998, perusahaan ini awalnya hanya sebuah workshop kecil dengan hanya 5 (lima) orang pegawai. Saat ini, perusahaan ini mempekerjakan 200 pekerja dan memproduksi lebih dari 600 jenis asesoris otomotif, berkisar dari gagang pintu, jeruji atap dan tangki untuk menutup tempat pembakaran (bensin), knalpot, dan ujung bamper. Perusahaan ini telah menjadi salah satu suplier utama untuk Astra dan grup otomotif yang lain. PT Laksana Teknik Makmur, perusahaan suku cadang mobil yang berlokasi di Cibubur, Bogor, menghadapi tantangan yang tidak mudah saat bertransformasi dari sebuah bengkel kecil menjadi perusahaan berskala menengah. Perusahaan kewalahan memproduksi ratusan jenis produk. Tempat kerja yang berserakan dan mesin-mesin yang diletakkan dengan sembarangan membuat proses produksi menjadi tidak efisien. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan proses produksi menjadi lebih panjang dan pekerja yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. Kondisi ini diperburuk dengan bahan baku yang dipakai untuk membuat produk bercampur dengan barang reject. Hal ini menajadikan barang-barang yang di-reject setelah proses produksi selesai menjadi sangat tinggi. Kondisi ini membuat perbaikan struktur manajemen menjadi hal yang mendesak dilakukan. Apalagi dalam struktur sebelumnya, komunikasi antara pihak manajemen dengan pekerja di perusahaan yang memiliki 200 pekerja ini berjalan kurang lancar. Pertemuan antara pihak manajemen dan pekerja jarang terjadi dan kalaupun terjadi pihak manajemen hanya menyampaikan informasi dan pekerja tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan umpan balik. Selain itu, keselamatan dan kesehatan kerja belum jadi prioritas. Hal ini terlihat dari penggunaan peralatan keselamatan yang
tidak memadai serta lingkungan kerja yang tidak sehat. Salah satu contohnya, perusahaan tidak memiliki ruang penyemprotan sehingga lingkungan kerja terkontaminasi dengan sisa-sisa serbuk cat yang sangat mempengaruhi kesehatan para pekerja.
Membenahi Kerjasama Keputusan perusahaan untuk mengikuti program SCORE membuat sejumlah perubahan terjadi. Pihak manajemen dan pekerja belajar menerapkan prinsip kerjasama di tempat kerja. Sebagai langkah awal, perusahaan membentuk Enterprise Improvement Team (EIT) yang terdiri dari tiga manajer dan lima pekerja. Tim tersebut melakukan pertemuan rutin guna merencanakan sejumlah aktivitas untuk memperbaiki kondisi kerja agar perusahaan menjadi tempat kerja yang lebih baik. Perusahaan kemudian juga mulai menggelar pertemuan harian dan mingguan. Setiap hari, para pemimpin tiap unit kerja mengadakan briefing pagi dengan anggota tim selama 5 menit guna membicarakan target produksi, kebutuhan konsumen, dan sejumlah kegiatan yang harus diperhatikan para pekerja. Sementara pertemuan mingguan diadakan setiap Sabtu bagi seluruh pekerja perusahaan. Pertemuan mingguan ini diawali dengan senam pagi yang juga diikuti oleh pihak manajemen. Usai senam, pihak manajemen mengumumkan pada pekerja mengenai kegiatan perusahaan serta menanggapi gagasan dan kepedulian dari para pekerja terkait dengan masalah yang dihadapi, mulai dari soal kesehatan dan keselamatan kerja hingga keuntungan perusahaan. Informasi soal kegiatan dan gagasan-gagasan yang telah disepakati, juga soal pertumbuhan produksi dan pencapaian yang telah diperoleh, ditempel pada papan pengumuman yang dipasang di dekat mesin absensi, sehingga para pekerja dapat melihatnya setiap kali masuk dan keluar dari tempat kerja.
“Manajemen sistem penyimpanan yang baik membantu saya untuk meletakkan barang tertentu dengan lebih cepat, menghitung jumlah barang dengan mudah dan dapat mengontrol inventaris dengan efektif.”
66
Agung Nugroho, staf SDM
STUDI KASUS
SC SC
STUDI KASUS
SCORE - Laporan akhir fase I
yang memiliki 200 pekerja ini berjalan kurang lancar. Pertemuan antara pihak manajemen dan pekerja jarang terjadi dan kalaupun terjadi pihak manajemen hanya menyampaikan informasi dan pekerja tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan umpan balik. Selain itu, keselamatan dan kesehatan kerja belum jadi prioritas. Hal ini terlihat dari penggunaan peralatan keselamatan yang
Informasi soal kegiatan dan gagasan-gagasan yang telah disepakati, juga soal pertumbuhan produksi dan pencapaian yang telah diperoleh, ditempel pada papan pengumuman yang dipasang di dekat mesin absensi, sehingga para pekerja dapat melihatnya setiap kali masuk dan keluar dari tempat kerja.
Agung Nugroho, staf SDM
STUDI KASUS
SEBELUM Ruang produksi yang kacau dan tidak teratur, yang dikelilingi oleh suku cadang dan material yang berantakan.
Direktur PT Laksana Teknik Makmur, H. Suwarno, mengatakan bahwa hal tersebut telah menjembatani jurang komunikasi yang ada selama ini dan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan. “Sebelumnya para pekerja tidak tahu menahu tentang apa yang menjadi target perusahaan. Sementara pihak manajemen juga tidak mengetahui kebutuhan para pekerja,” ungkapnya. Mekanisme baru telah membuat para pekerja dapat menyampaikan saran dan umpan balik mereka secara langsung ke pengambil keputusan di level paling atas. Sementara untuk mengelola ruang kerja dengan lebih baik, perusahaan membentuk tim 5S. Berdasarkan masukan dari tim, perusahaan mampu meningkatkan sistem penyimpanan untuk bahan baku dan barang jadi dengan menggunakan warna berbeda bagi barang yang sedang dikerjakan dan barang yang di-reject. Mesin-mesin juga diatur ulang untuk memastikan alur kerja berjalan lancar guna menghindari terjadinya bottleneck (keterhambatan) di bagian produksi. Selain itu, guna menunjang kesehatan dan keselamatan kerja, perusahaan menyediakan peralatan keselamatan seperti masker, sarung tangan, dan kaca mata hitam guna meminimalisir risiko. Tanda kesehatan dan keselamatan kerja pun ditempel di sekitar area kerja. Ruang penyemprotan juga telah dibuat khusus dalam cubicle. Staf Bagian Sumber Daya Manusia, Agung Nugroho, mengatakan bahwa sebelumnya penyemprotan dilakukan di luar, tanpa perlindungan, sehingga menyebabkan lingkungan kerja terkontaminasi oleh serbuk cat yang berdampak pada kesehatan pekerja. “Sekarang, kami melakukan penyemprotan dengan menggunakan tempat khusus, jadi akan lebih aman untuk lingkungan dan juga para pekerja,” katanya.
SESUDAH Ruang produksi yang bersih dan rapi dengan rak rakitan untuk penyimpanan suku cadang dan bahan baku dan menggunakan garis kuning untuk membedakan divisi lain.
Memahami Tujuan Perusahaan H. Suwarno menyebut bahwa program SCORE telah membantu mereka memahami tujuan perusahaan. “Berbeda dengan training yang lain, program SCORE memberikan bimbingan secara langsung. Saya sangat menghargai kunjungan dan bimbingan yang telah diberikan dan lebih membantu perusahaan untuk maju menjadi lingkungan kerja yang lebih baik dan lebih produktif,”ungkapnya. Ia juga mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan investasi jangka panjang yang akan mendatangkan keuntungan perusahaan dengan peningkatan produktivitas. “Tahun depan kami berencana untuk mulai mengekspor produk kami ke Negara ASEAN dan Timur Tengah. Kami juga sedang menunggu untuk mendapatkan ISO 9000-2008,” tambahnya. H. Suwarno mengatakan pekerja merupakan asset perusahaan. Ini membuat kerjasama tim yang kuat menjadi hal penting. Program SCORE, menurutnya, telah memperkuat tim di perusahaan dan meningkatkan kepuasan kerja serta motivasi para pekerja. “Bukan hanya kondisi kerja yang kami tingkatkan, tapi juga juga kesejahteraan para pekerja,” jelasnya.
Kunci pembelajaran: 1.
Adanya dialog rutin antara pihak manajemen dan para pekerja menjadi kunci komunikasi yang efektif.
2.
Jika pekerja dilibatkan dalam proses perbaikan dan peningkatan perusahaan, maka mereka akan bersedia terlibat dalam proses perubahan.
3.
Menginvestasikan kondisi kerja yang lebih baik akan 67 meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Hal ini akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan gonta-ganti pekerja.
STUDI KASUS
“Manajemen sistem penyimpanan yang baik membantu saya untuk meletakkan barang tertentu dengan lebih cepat, menghitung jumlah barang dengan mudah dan dapat mengontrol inventaris dengan efektif.”
STUDI KASUS
Selain itu, guna menunjang kesehatan dan keselamatan kerja, perusahaan menyediakan peralatan keselamatan seperti masker, sarung tangan, dan kaca mata hitam guna meminimalisir risiko. Tanda kesehatan dan keselamatan kerja pun ditempel di sekitar SCORE - Laporan akhir fase I area kerja. Ruang penyemprotan juga telah dibuat khusus dalam cubicle. Staf Bagian Sumber Daya Manusia, Agung Nugroho, mengatakan bahwa sebelumnya penyemprotan dilakukan di luar, tanpa perlindungan, sehingga menyebabkan lingkungan kerja terkontaminasi oleh serbuk cat yang berdampak pada kesehatan pekerja. “Sekarang, kami melakukan penyemprotan dengan menggunakan tempat khusus, jadi akan lebih aman untuk lingkungan dan juga para pekerja,” katanya.
meningkatkan kepuasan kerja serta motivasi para pekerja. “Bukan hanya kondisi kerja yang kami tingkatkan, tapi juga juga kesejahteraan para pekerja,” jelasnya.
Kunci pembelajaran: 1.
Adanya dialog rutin antara pihak manajemen dan para pekerja menjadi kunci komunikasi yang efektif.
2.
Jika pekerja dilibatkan dalam proses perbaikan dan peningkatan perusahaan, maka mereka akan bersedia terlibat dalam proses perubahan.
3.
Menginvestasikan kondisi kerja yang lebih baik akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Hal ini akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan gonta-ganti pekerja.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• •
• • •
• •
Banyak komunikasi merupakan sumber informasi. Mampu menyuarakan dan berbagi kepedulian serta masukan untuk pihak manajemen. Kondisi kerja menjadi lebih baik dan aman. Kepuasan kerja meningkat.
•
Produktivitas meningkat. Tingkat barang reject menurun. Kerjasama pekerja dengan pihak manajemen menjadi lebih baik. Tingkat ketidakhadiran pekerja menurun.
SCORE adalah program training ILO yang membantu perusahaan berskala kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan cara untuk dapat menciptakan tempat kerja yang bertanggungjawab. Sesi pelatihan / training singkat untuk para pegawai dan manajer yang kemudian dilanjuti dengan kunjungan langsung ke perusahaan untuk memberikan bimbingan agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Program ini sangat sesuai untuk perusahaan yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, produktivitas, polusi dan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen sumber daya manusia.
Organisasi Perburuhan Internasional
Rekanan:
Untuk informasi lebih lanjut lihat www.ilo.org/score atau kontak ILO Jakarta Office | MenaraThamrin level 22 | JL.M.H.Thamrin Kav.3 | Jakarta 10250, INDONESIA | Tel. 62-21-391 3112 Fax. 62-21-310 0766 | Email:
[email protected] | Website: www.ilo.org/jakarta
68
Sustaining Competitive and Resposible Enterprises
SC
RE INDONESIA
Sustaining Competitive and Resposible Enterprises “Nyaman Kerja di Lingkungan Lestari“ Nyaman Kerja di Lingkungan Lestari
Profil Perusahaan Nama : Lokasi : Berdiri sejak : Jumlah pegawai : Produk : Keunggulan :
PT. Lestari Dini Tunggul Jakarta 1982 125 pegawai Pakaian Medis dan Industri Salah satu suplier besar dibidang medis untuk industri kesehatan Indonesia
PT Lestari Dini Tunggul, perusahaan pakaian medis dan industri yang berlokasi di Jakarta, telah berkecimpung di industri medis selama 30 tahun. Perusahaan yang berdiri tahun 1982 ini merupakan salah satu supplier besar di bidang medis untuk industri kesehatan Indonesia. Mereka memiliki pelanggan tetap dan pesanan yang banyak serta berulang. Pencapaian ini telah membuat perusahaan dengan 125 pekerja ini merasa puas dan tidak perlu melakukan perubahan apapun. “Tidak satupun pekerja kami yang merasa keberatan ataupun menuntut perubahan. Para pekerja kami pernah bekerja di perusahaan garmen lain dan menurut mereka situasinya sama dengan perusahaan kami,” kata Ratri Sapta, manajer pabrik sekaligus Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia PT Lestari Dini Tunggul. Namun sebuah tantangan datang pada April 2010. Perusahaan ini diundang oleh ILO untuk berpartisipasi dalam program SCORE. Setelah menyelesaikan pelatihan modul 1, pihak manajemen menyadari bahwa ada sejumlah situasi yang harus mereka ubah dan mereka merasa tertantang untuk menyelesaikannya..
Membersihkan Lingkungan Hal pertama yang dilakukan adalah membersihkan lingkungan kerja. Selama ini, lingkungan kerja mereka jauh dari bersih. Seluruh tempat berdebu, sisa benang
dan sobekan kain terdapat dimana-mana yang kerap menyebabkan orang terjatuh. Sementara lantai di depan kamar mandi selalu basah dan licin sehingga orang yang lewat tempat itu juga berisiko terpeleset. Manajer Pre-Production dan Pengendalian Inventaris, Amaradipta Wiratama, mengatakan seringkali ada kejadian para pekerja tidak segera melanjutkan kerja setelah izin ke toilet. “Ternyata itu karena mereka terjatuh di lantai yang licin,” ujarnya. Pembersihan pun kemudian dilakukan di seluruh tempat. Tembok-tembok dicat ulang dengan warna putih, jalan masuk dan halaman diisi tanaman, dan tempat parker motor diatur ulang. Tempat berwudhu yang berlumut dibersihkan, lantai semen diganti dengan keramik, serta keset anti-slip dipasang di sepanjang jalan dari kamar mandi sampai ke areal produksi, sehingga insiden pekerja terjatuh karena lantai licin tak perlu terjadi lagi. Sementara layout di bagian produksi didesain ulang untuk mengakomodasi area pengepakan dan pengiriman sehingga melancarkan alur proses. Sebelumnya, jalur proses produksi tidak lancer dan pengelompokan bahan baku di gudang juga tidak jelas. Hal tersebut membuka risiko barang yang sudah jadi dan barang reject atau cacat bisa tercampur. Perusahaan memperbaiki sistem penyimpanan bahan baku dan barang jadi dengan mengelompokkan barang, serta mengatur ulang barang-barang. Perusahaan juga mulai menggunakan sistem pencatatan persediaan dengan sistem kartu agar kendali bisa dilakukan dengan baik, serta menempatkan rak barang. Mekanisme pengendalian quality control juga diperbaiki dengan membuat setiap divisi memiliki kepala pengendalian quality control, sehingga proses identifikasi dan pengawasan kesalahan bisa lebih mudah dan cepat. Sebelumnya, quality control hanya dilakukan pada akhir alur proses kerja sehingga bila terjadi kesalahan sulit dilacak.
«Kami tidak berpikir bahwa perlu ada peningkatan. Tetapi saat kami berpartisipasi dalam program SCORE kami baru menyadari bahwa masih banyak yang dapat kami tingkatkan dan lakukan dengan menggunakan kemampuan keuangan perusahaan kami.» - RatriSapta, , manajer pabrik / Direktur Departemen Sumber Daya Manusia PT. Lestari Dini Tunggul
69
STUDI KASUS
RE INDONESIA
STUDI KASUS
SC
dalam program SCORE. Setelah menyelesaikan pelatihan modul 1, pihak manajemen menyadari bahwa ada sejumlah situasi yang harus mereka ubah dan mereka merasa tertantang untuk menyelesaikannya..
SCORE - Laporan akhir fase I
Membersihkan Lingkungan Hal pertama yang dilakukan adalah membersihkan lingkungan kerja. Selama ini, lingkungan kerja mereka jauh dari bersih. Seluruh tempat berdebu, sisa benang
mulai menggunakan sistem pencatatan persediaan dengan sistem kartu agar kendali bisa dilakukan dengan baik, serta menempatkan rak barang. Mekanisme pengendalian quality control juga diperbaiki dengan membuat setiap divisi memiliki kepala pengendalian quality control, sehingga proses identifikasi dan pengawasan kesalahan bisa lebih mudah dan cepat. Sebelumnya, quality control hanya dilakukan pada akhir alur proses kerja sehingga bila terjadi kesalahan sulit dilacak.
STUDI KASUS
«Kami tidak berpikir bahwa perlu ada peningkatan. Tetapi saat kami berpartisipasi dalam program SCORE kami baru menyadari bahwa masih banyak yang dapat kami tingkatkan dan lakukan dengan menggunakan kemampuan keuangan perusahaan kami.» - RatriSapta, , manajer pabrik / Direktur Departemen Sumber Daya Manusia PT. Lestari Dini Tunggul
« Sisa benang dan sobekan kain tergeletak di lantai dan seluruh tempat berdebu. Hal ini sangat beresiko melukai orang. Namun sekarang, pabrik ini bersih dan rapi dan kami menyapu lantainya setiap saat.” ».
STUDI KASUS
- Maryadi, 33 pegawai PT. Lestari Dini Tunggul
Selain seluruh perbaikan tersebut, perusahaan juga mengenalkan jargon “Kualitas berawal dari saya.” Hal ini bertujuan agar setiap pekerja melakukan kerja terbaik mereka sebelum menyalurkan barang ke divisi berikutnya, alih-alih mengandalkan divisi lain untuk memperbaiki kesalahan mereka
Semangat Kerja Lingkungan kerja yang hijau subur, bersih dan rapi memberi pengaruh yang lebih baik pada semangat kerja pekerja. Saat ini, semua pekerja menyadari bahwa menjaga kebersihan merupakan tanggung jawab setiap pekerja. Sementara alur kerja yang efektif, perubahan mekanisme quality control, dan perbaikan sistem penyimpanan telah mengurangi tingkat barang reject. Awalnya, dalam satu bulan, barang yang di-reject bisa mencapai 30 buah. Namun sekarang jumlahnya hanya antara 1-5 buah dalam satu bulan. Sedangkan penggunaan bahan yang efektif, termasuk kertas untuk dokumen pemesanan dan notifikasi, telah mengurangi biaya di muka menjadi 7-8 persen pada Maret 2012. Di tahun itu pula, tidak ada keterlambatan pengiriman. Padahal di tahun sebelumnya, angka keterlambatan bisa mencapai 25-30 persen dari pesanan produksi. Supervisor QC PT Lestari Dini Tunggul, Muzayinah,
70
menyebut bahwa proses produksi saat ini semakin efisien. “Biasanya untuk menghasilkan 100 potong bahan jadi dibutuhkan lima hari. Namun sekarang hanya dibutuhkan empat hari untuk menghasilkannya,” ungkapnya. Komunikasi antara pihak manajemen dan pekerja serta komunikasi antarpekerja juga meningkat tajam. Para pekerja sekarang memiliki kesempatan untuk memberi saran atau umpan balik melalui pertemuan mingguan dan bulanan. Hasil seluruh kerja keras tersebut semakin terasa membanggakan saat perusahaan berhasil menjadi pemenang Sidhakarya dan menerima penghargaan Paramakarya. Ini merupakan penghargaan produktifitas tertinggi di Indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah di tingkat provinsi dan Negara.
Kunci Pembelajaran 1. Penerapan langkah-langkah keselamatan kerja yang sederhana dan mekanisme kebersihan telah menciptakan lingkungan yang lebih aman sehingga mendorong pekerja bekerja efisien dan produktifitas pun meningkat. 2. Penggunaan bahan yang lebih efektif dan efisien bisa mengurangi biaya di muka. 3. Meningkatnya komunikasi antara pihak manajemen dan para pekerja mampu menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap tempat kerja.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Lingkungan kerja menjadi lebih aman, bersih dan rapi. • Kesempatan untuk berbagi kepedulian dan saran. • Efisien waktu, tenaga, ruang, dan alur kerja.
• Peningkatan produktifitas dan pemasukan. • Efisiensi biaya dan kualitas produk yang lebih baik. • Peningkatan kinerja dan komitmen pekerja.
satu bulan.
yang sederhana dan mekanisme kebersihan telah menciptakan lingkungan yang lebih aman sehingga mendorong pekerja bekerja efisien dan produktifitas pun meningkat. 2.
Penggunaan bahan yang lebih efektif dan efisien bisa mengurangi biaya di muka.
3.
Meningkatnya komunikasi antara pihak manajemen dan para pekerja mampu menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap tempat kerja.
Supervisor QC PT Lestari Dini Tunggul, Muzayinah,
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
•
• •
• •
Lingkungan kerja menjadi lebih aman, bersih dan rapi. Kesempatan untuk berbagi kepedulian dan saran. Efisien waktu, tenaga, ruang, dan alur kerja.
SEBELUM Jalan yang licin dari kamar mandi/tempat untuk wudhu ke daerah produksi.
•
STUDI KASUS
Sedangkan penggunaan bahan yang efektif, termasuk kertas untuk dokumen pemesanan dan notifikasi, telah mengurangi biaya di muka menjadi 7-8 persen pada Maret 2012. Di tahun itu pula, tidak ada keterlambatan pengiriman. Padahal di tahun sebelumnya, angka keterlambatan bisa mencapai 25-30 persen dari pesanan produksi.
Peningkatan produktifitas dan pemasukan. Efisiensi biaya dan kualitas produk yang lebih baik. Peningkatan kinerja dan komitmen pekerja.
SESUDAH Penggunaan keset anti-slip, mencegah orang agar tidak terjatuh di lantai yang licin.
SCORE adalah program training ILO yang membantu perusahaan berskala kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan cara untuk dapat menciptakan tempat kerja yang bertanggungjawab. Sesi pelatihan / training singkat untuk para pegawai dan manajer yang kemudian dilanjuti dengan kunjungan langsung ke perusahaan untuk memberikan bimbingan agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Program ini sangat sesuai untuk perusahaan yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, produktivitas, polusi dan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen sumber daya manusia.
Organisasi Perburuhan Internasional
Rekanan:
Untuk informasi lebih lanjut lihat www.ilo.org/score atau kontak ILO Jakarta Office | MenaraThamrin level 22 | JL.M.H.Thamrin Kav.3 | Jakarta 10250, INDONESIA | Tel. 62-21-391 3112 Fax. 62-21-310 0766 | Email:
[email protected] | Website: www.ilo.org/jakarta
71
INDONESIA RE RE
Sustaining Competitive and Resposible Enterprises INDONESIA Sustaining Competitive and Resposible Enterprises
“Meja Kecil untuk Setiap Pekerja” Meja Kecil untuk Setiap Pekerja
Profil Perusahaan Nama : Lokasi : Didirikan : Jumlah pegawai : Produk : Bidang jasa :
PT. Tesena Inovindo Jakarta 1988 (dengan 7 pegawai) 100 pegawai Alat-alat kedokteran Alat-alat kedokteran untuk industri kesehatan di Indonesia
Berawal dari ruang kecil bekas bengkel mobil, PT Tesena Indovindo yang berdiri tahun 1988 dengan tujuh pekerja kini berkembang menjadi perusahaan dengan 100 pekerja, memproduksi 2.500-3.000 alat kedokteran per tahun, dan memiliki areal kerja seluas 4.000 meter persegi. Produk-produk dari perusahaan yang berlokasi di Jakarta ini tersebar di rumah sakit di sejumlah Negara, antara lain Vietnam dan Timur Tengah.
menemukan sesuatu,” kata Kepala Divisi Perakitan PT Tesena Inovindo, Ridwan. Hal ini membuat 20-25 persen produk harus diperbaiki sehingga pengiriman tertunda dan putaran produk mandeg.
Training SCORE Di tahun 2010, atas informasi sesama anggota asosiasi manufaktur alat-alat kesehatan, Titah bersama tiga pekerjanya mengikuti pelatihan program SCORE. Pelatihan tersebut membawa peningkatan pada alur kerja dan layout produksi.
Namun saat produk murah China membanjiri pasar Indonesia di tahun 2006-2007, perusahaan ini mulai menghadapi sejumlah persoalan, dari kesulitan menaikkan harga produk, kenaikan upah minimum, hingga tingginya harga bahan baku.
Mula-mula perusahaan melakukan layout ulang area produksi dan memberi garis pembatas di lantai untuk setiap divisi. Di setiap ruangan diberi papan nama serta disediakan papan informasi. Setiap pekerja memiliki meja kecil dengan sebuah kotak untuk menyimpan pekerjaan yang sudah selesai. Sementara guna menghemat penggunaan ruang, tempat perkakas kerja dan saklar listrik dipasang di atas meja.
Direktur PT Tesena Inovindo, Titah Sihdjati Riadhie, mengingat saat itu nilai marjin turun dari 20 persen menjadi hampir 10 persen.
Kemudian struktur organisasi juga diatur ulang. Pertemuan diadakan secara teratur dan perusahaan mulai menerapkan sistem penghargaan dan sanksi.
Karena tidak mungkin menaikkan harga, satu-satunya jalan yang dilakukan perusahaan adalah menambah jumlah produksi dan mengurangi biaya agar harga produk bisa diturunkan. Namun ini belum menyelesaikan masalah. Ketiadaan disiplin, kerjasama dan partisipasi tim di antara pekerja juga menjadi kendala. Ditambah dengan tidak adanya pembagian tugas dan bagian yang jelas.
Terkait kebijakan kualitas, data dan mekanisme quality control juga diperbaiki. Manajer Produksi PT Tesena Indovindo, Herdian, mengatakan, sebelum perusahaannya mengikuti program SCORE, quality control hanya dilakukan pada saat akhir dari keseluruhan proses. “Tetapi setelah bergabung dengan SCORE, kami melaksanakan quality control di setiap divisi sebelum mereka meneruskan pekerjaannya ke divisi selanjutnya. Setelah melaksanakan hal tersebut, kami mengetahui bahwa ternyata divisi yang banyak melakukan kesalahan adalah divisi pengecatan,” terang Herdian.
Kondisi ini ditambah dengan perubahan sistem dan alur kerja pada tahun 2007-2010 sehubungan pengembangan area produksi yang dilakukan perusahaan sebanyak enam kali. Ini mempengaruhi efisiensi produksi. Jalur produksi menjadi kurang baik dan mengakibatkan barang menumpuk dan bertebaran di ruangan. “Semua barang berserakan, tidak ada layout dan garis produksi. Butuh waktu yang sangat lama untuk
Di divisi pengecatan, semuanya memang berantakan. Orang bisa bebas lalu lalang dan barang berserakan di lantai. Heri Sulistiyono, pekerja di divisi pengecatan, mengakui hal ini. “Sebelumnya banyak tumpukan barang di mana-mana. Barang-barang jadi tergencet dan tergores
« Semua barang berserakan; tidak ada layout dan garis produksi. Butuh waktu yang sangat lama untuk menemukan sesuatu. Sekarang, tempat lebih bersih dan lebih rapi sehingga lebih nyaman untuk bekerja.»
72
- Ridwan, kepada divisi perakitan di PT. Tesena Indovindo
« Sebelumnya banyak tumpukan-tumpukan barang dimana-mana. Barang-barang jadi tergencet dan tergores, dan 20% dari barang-barang tersebut harus di kerjakan ulang. Namun tingkat perbaikan barang sekarang turun menjadi
STUDI KASUS
SC SC
STUDI KASUS
SCORE - Laporan akhir fase I
tidak adanya pembagian tugas dan bagian yang jelas. Kondisi ini ditambah dengan perubahan sistem dan alur kerja pada tahun 2007-2010 sehubungan pengembangan area produksi yang dilakukan perusahaan sebanyak enam kali. Ini mempengaruhi efisiensi produksi. Jalur produksi menjadi kurang baik dan mengakibatkan barang menumpuk dan bertebaran di ruangan. “Semua barang berserakan, tidak ada layout dan garis produksi. Butuh waktu yang sangat lama untuk
quality control di setiap divisi sebelum mereka meneruskan pekerjaannya ke divisi selanjutnya. Setelah melaksanakan hal tersebut, kami mengetahui bahwa ternyata divisi yang banyak melakukan kesalahan adalah divisi pengecatan,” terang Herdian. Di divisi pengecatan, semuanya memang berantakan. Orang bisa bebas lalu lalang dan barang berserakan di lantai. Heri Sulistiyono, pekerja di divisi pengecatan, mengakui hal ini. “Sebelumnya banyak tumpukan barang di mana-mana. Barang-barang jadi tergencet dan tergores
STUDI KASUS
« Semua barang berserakan; tidak ada layout dan garis produksi. Butuh waktu yang sangat lama untuk menemukan sesuatu. Sekarang, tempat lebih bersih dan lebih rapi sehingga lebih nyaman untuk bekerja.» - Ridwan, kepada divisi perakitan di PT. Tesena Indovindo « Sebelumnya banyak tumpukan-tumpukan barang dimana-mana. Barang-barang jadi tergencet dan tergores, dan 20% dari barang-barang tersebut harus di kerjakan ulang. Namun tingkat perbaikan barang sekarang turun menjadi hanya 2%.».
STUDI KASUS
-- Heri Sulistiyono, pegawai di divisi pengecatan PT.Tesena Indovido
sehingga 20 persen dari barang-barang tersebut harus dikerjakan ulang. Namun kini tingkat perbaikan barang turun menjadi 2 persen,” kata Heri. Sementara terkait data quality control, Herdian mengatakan, awalnya tidak seorang pun peduli. Namun sekarang setiap operator harus memiliki ide dari setiap tantangan yang muncul di divisi masing-masing lewat data yang mereka miliki. Sebelumnya, perusahaan juga tidak peduli terhadap limbah produksi seperti kabel, barang elektronik dan besi. Namun setelah mengikuti pelatihan SCORE Modul III, mereka mulai membuat suatu sistem untuk mengumpulkan dan menjual barang-barang tersebut.
Bertransformasi Menurut Herdian, transformasi terbesar di perusahaannya adalah lingkungan kerja yang bersih dan rapi serta kerjasama tim yang lebih solid. “Dulu sangat sulit mengumpulkan orang untuk datang rapat atau untuk saling periksa pekerjaan rekan lainnya. Pekerja hanya peduli dengan apa yang mereka kerjakan. Tapi sekarang mereka merasakan kebutuhan bekerja sama, rasa memiliki tempat kerja dan berusaha sekeras mungkin melakukan yang terbaik sehingga tidak membebani orang lain,” terangnya. Herdian menambahkan, para pekerja saat ini juga lebih hati-hati saat mengerjakan sesuatu. “Mungkin butuh waktu yang lebih lama untuk memulainya, tetapi secara total waktu yang digunakan lebih efisien,” jelas Herdian.
Dulu, para pekerja juga sering datang kerja terlambat. Namun dengan penerapan sistem penghargaan dan sanksi yang ketat, tingkat keterlambatan pekerja menurun signifikan. Layout kerja yang jelas juga telah membuat produksi dan pengiriman barang menjadi lebih efisien. Di tahun 2010, perusahaan mampu menyelesaikan 75-80 persen pesanan dalam satu bulan, dan mengirimkan sisanya pada bulan selanjutnya. Namun setelah mengimplementasikan program SCORE, tingkat pengiriman di tahun 2011 mencapai 98 persen dalam tiga minggu dan sisanya diantarkan dalam jangka waktu tiga hari atau paling lama satu minggu. Jumlah produk yang harus diperbaiki juga menurun dari 20 persen menjadi 2 persen. Setelah berada dalam kondisi stagnan selama tiga tahun, akhirnya setelah mengikuti program SCORE, PT Tesena Inovindo mengalami kenaikan omzet sebanyak 50 persen menjadi Rp 16 miliar.
Kunci pembelajaran 1. Mekanisme quality control pada setiap tahap dari proses produksi akan membuat seluruh proses kerja menjadi lebih efisien dan lebih mudah mengetahui kesalahan. 2. Implementasi penghargaan dan meningkatkan komitmen pekerja.
sanksi
ketat
3. Komunikasi yang baik meningkatkan kerjasama dalam tim.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Kerjasama tim lebih baik, beban kerja berkurang. • Mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi yang ketat memunculkan rasa menghargai. • Lingkungan kerja lebih produktif dan nyaman.
• Proses produksi lebih efisien dan efektif. • Perbaikan tingkat pengiriman dan peningkatan kepuasan konsumen. • Peningkatan turnover produk.
73
mungkin melakukan yang terbaik membebani orang lain,” terangnya.
sehingga
tidak
STUDI KASUS
Herdian menambahkan, para pekerja saat ini juga lebih SCORE - Laporan akhir fase sesuatu. I hati-hati saat mengerjakan “Mungkin butuh waktu yang lebih lama untuk memulainya, tetapi secara total waktu yang digunakan lebih efisien,” jelas Herdian.
2. Implementasi penghargaan dan meningkatkan komitmen pekerja.
sanksi
3. Komunikasi yang baik meningkatkan kerjasama dalam tim.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Kerjasama tim lebih baik, beban kerja berkurang. • Mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi yang ketat memunculkan rasa menghargai. • Lingkungan kerja lebih produktif dan nyaman.
• Proses produksi lebih efisien dan efektif.
SEBELUM Penempatan barang berantakan, belum ada area jalan yg aman.
ketat
• Perbaikan tingkat pengiriman dan peningkatan kepuasan konsumen. • Peningkatan turnover produk.
SESUDAH Terdapat area jalan yg aman serta area penempatan barang yang tersusun rapi.
SCORE adalah program training ILO yang membantu perusahaan berskala kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan cara untuk dapat menciptakan tempat kerja yang bertanggungjawab. Sesi pelatihan / training singkat untuk para pegawai dan manajer yang kemudian dilanjuti dengan kunjungan langsung ke perusahaan untuk memberikan bimbingan agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Program ini sangat sesuai untuk perusahaan yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, produktivitas, polusi dan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen sumber daya manusia.
Organisasi Perburuhan Internasional
Rekanan:
Untuk informasi lebih lanjut lihat www.ilo.org/score atau kontak ILO Jakarta Office | MenaraThamrin level 22 | JL.M.H.Thamrin Kav.3 | Jakarta 10250, INDONESIA | Tel. 62-21-391 3112 Fax. 62-21-310 0766 | Email:
[email protected] | Website: www.ilo.org/jakarta
74
INDONESIA Sustaining Competitive and Resposible Enterprises Sustaining Competitive and Resposible Enterprises
“Tujuh Tujuh Ratus Ratus Kotak Kotak Kue Kue Per Per Hari” Hari
Profil Perusahaan Nama : Lokasi : Jumlah pegawai : Produk: Keunggulan :
UD. Baruasa Membiri Puwatu, Kendari, Sulawesi Selatan 27 pegawai tetap, 22 pegawai tidak tetap makanan khas lokal, kue tepung beras Supplier utama di seluruh kota untuk toko-toko dan supermarket, dan juga merupakan supplier / pe masok tunggal untuk hotel terbaik di ibu kota Sulawesi Tenggara. Jalur distribusinya telah mencapai Makasar, Sulawesi Selatan, Palu dan Sulawesi Tengah
Dari tahun 2003 sampai tahun 2010, UD Baruasa Membiri telah berkembang dari awalnya sebagai bisnis rumahan yang hanya dikelola satu orang menjadi perusahaan kecil yang memiliki 52 pekerja. Perusahaan tidak lagi menggunakan rumah pemilik, tapi telah pindah ke satu tempat yang menjadi pabrik kecil, sehingga dapat memproduksi 300-500 kotak kue dalam sehari. Sayangnya, belum ada sistem yang benar-benar diterapkan di perusahan yang berlokasi di Puwatu, Kendari, Sulawesi Selatan ini. Pabrik ini merupakan pabrik sederhana berukuran 150 meter persegi yang memiliki sejumlah ruang untuk beraktivitas, seperti ruang persiapan dan proses produksi, pengepakan, penyimpanan, dan bahkan memiliki ruang bersantai. Namun pabrik ini tak memiliki tempat penyimpanan produk yang baik sehingga sering terjadi salah penyimpanan, hilangnya produk jadi, kerusakan bahan baku kue, pemborosan waktu dan tenaga, serta kerugian materi lainnya. Suhu ruangan pabrik juga sangat panas karena tidak memiliki langitlangit yang memisahkan ruangan dengan atap pabrik. Struktur organisasi yang dimiliki perusahaan ini juga sangat sederhana. Tidak ada pembagian yang jelas di antara pekerja sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif.
Direktur sekaligus pemilik UD Baruasa Membiri, Tagala, dibuat pusing dengan persoalan ini. “Kami ingin berkembang, kami ingin memperluas pasar, bahkan mungkin mengekspor produk, tapi kami tidak tahu bagaimana caranya,” katanya.
Membenahi Pabrik dan Struktur Organisasi Syukurlah, lewat Pusat Pelatihan Produktifitas Regional di Kendari, Tagala akhirnya dikenalkan dengan program SCORE pada awal tahun 2011. Usai mendapatkan pelatihan dari program ini, UD Baruasa Membiri mulai melakukan pembenahan pabrik dan struktur organisasi secara besar-besaran. Langit-langit mulai dipasang dan seluruh lantai ditutup dengan plastik. Sistem penyimpanan produk pun diciptakan dan membagi luas pabrik menjadi beberapa wilayah, seperti wilayah “persiapan produksi”, wilayah “dalam proses produksi” dan wilayah “setelah produksi” yang ditandai dengan garis pembatas di lantai guna memastikan kelancaran alur kerja. Perusahaan juga mulai membangun ruangan baru yang dipergunakan sebagai kantor, tempat pemanggangan, penyimpanan dan gudang. Terkait pembenahan organisasi, mereka membentuk struktur yang lebih detil. Selain direktur, ada juga bagian operasi dan keuangan. Perusahaan juga membentuk tim 5S yang bertanggung jawab untuk soal kebersihan dan peningkatan produktifitas. Hasilnya, lingkungan tempat kerja menjadi lebih rapi dan bersih. Tidak ada lagi perlatan kerja yang berserakan dan juga tak ada lagi bahan-bahan pembuat kue yang bertebaran. Berkat sistem penyimpanan yang baik, para pekerja juga tidak lagi membuang-buang waktu untuk mencari peralatan yang hilang atau membersihkan bahan-bahan yang mencair karena panas.
“Saya telah bekerja disini sejak tahun 2006. Awalnya semua berantakan, semuanya bertebaran diseluruh ruangan.
75
STUDI KASUS
INDONESIA RE RE
STUDI KASUS
SC SC
berukuran 150 meter persegi yang memiliki sejumlah ruang untuk beraktivitas, seperti ruang persiapan dan proses produksi, pengepakan, penyimpanan, dan bahkan memiliki bersantai. Namun pabrik ini tak memiliki SCOREruang - Laporan akhir fase I tempat penyimpanan produk yang baik sehingga sering terjadi salah penyimpanan, hilangnya produk jadi, kerusakan bahan baku kue, pemborosan waktu dan tenaga, serta kerugian materi lainnya. Suhu ruangan pabrik juga sangat panas karena tidak memiliki langitlangit yang memisahkan ruangan dengan atap pabrik.
STUDI KASUS
Struktur organisasi yang dimiliki perusahaan ini juga sangat sederhana. Tidak ada pembagian yang jelas di antara pekerja sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif.
struktur yang lebih detil. Selain direktur, ada juga bagian operasi dan keuangan. Perusahaan juga membentuk tim 5S yang bertanggung jawab untuk soal kebersihan dan peningkatan produktifitas. Hasilnya, lingkungan tempat kerja menjadi lebih rapi dan bersih. Tidak ada lagi perlatan kerja yang berserakan dan juga tak ada lagi bahan-bahan pembuat kue yang bertebaran. Berkat sistem penyimpanan yang baik, para pekerja juga tidak lagi membuang-buang waktu untuk mencari peralatan yang hilang atau membersihkan bahan-bahan yang mencair karena panas.
“Saya telah bekerja disini sejak tahun 2006. Awalnya semua berantakan, semuanya bertebaran diseluruh ruangan. Namun sekarang, tempatnya menjadi lebih bersih dan lebih baik. Saya terlibat dalam tim yang bertugas untuk memelihara kebersihan dan kerapihan. Dan sekarang saya juga mendapat kenaikan gaji..”». - Murni , 35th, pegawai UD. Baruasa Membiri “Tiga tahun yang lalu sebelum saya bekerja di perusahaan ini, saya bekerja di tempat lain. Tetapi tempat tersebut tidak serapih dan se-efisien tempat ini. Tempat ini terasa lebih baik..” ».
STUDI KASUS
- Jamila, 44th, karyawan pegawai UD. Baruasa Membiri.
Alur kerja pun menjadi lebih efisien dan efektif. Manajer Operasional UD Baruasa Membiri, Tajuddin, mengatakan proses produksi kini juga tidak terlalu pengaruh jika ada pekerja yang tidak masuk karena ada system yang sudah berjalan. Sekarang juga tersedia papan pengumuman untuk para pekerja agar mereka dapat membuat perencanaan secara jelas. Setiap hari Sabtu, para pekerja juga berkumpul untuk memperkuat komunikasi antarmereka dan juga memberi masukan bagi perusahaan.
perusahaan ini, saya bekerja di tempat lain. Tetapi tempat tersebut tidak serapi dan seefisien tempat ini. Tempat ini terasa lebih baik,” demikian Jamila.
Hasilnya, produktifitas meningkat. Sebelum mengikuti pelatihan SCORE, perusahaan menghasilkan kue 350500 kotak kue per hari. Namun setelah mengikuti pelatihan, dengan tambahan sedikit pekerja, produktifitas meningkat menjadi 500-700 kotak kue per hari. Bahkan mereka mampu mendirikan cabang distribusi di provinsi tetangga. Kesejahteraan pekerja pun ikut meningkat.
Sebagai suatu organisasi, mereka membentuk suatu struktur yang lebih detail, selain direktur ada juga bagian operasi dan keuangan. Perusahaan ini juga membentuk Tim 5S yang bertanggung jawab dalam hal kebersihan/ higienis dan peningkatan produktivitas.
“Saya telah bekerja di sini sejak tahun 2006. Awalnya semua berantakan, semuanya bertebaran di seluruh ruangan. Namun sekarang, tempat menjadi lebih bersih dan lebih baik. Saya terlibat dalam tim yang bertugas untuk memelihara kebersihan dan kerapian. Dan sekarang saya juga mendapat kenaikan gaji,” ungkap Murni (35), salah satu pekerja di UD Baruasa Membiri.
Kunci Pembelajaran
Hal senada dikatakan pekerja lainnya yang bernama Jamila (44). “Tiga tahun lalu sebelum saya bekerja di
76
Berkat kemajuan kualitas dan produktifitas yang dicapai, perusahaan ini secara berturut-turut dinobatkan sebagai pemenang Sidhakarya dan penghargaan Paramakarya yang merupakan salah satu penghargaan tertinggi di Indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah di tingkat provinsi dan Negara.
1.
Perbaikan sederhana pada alur kerja dan lingkungan kerja telah meningkatkan produktifitas dan pemasukan.
2.
Pertemuan rutin antara pihak manajemen dan pekerja menjadi kunci komunikasi yang efektif.
3.
5S berhasil bila setiap individu terlibat serta semua staf dan operator memiliki komitmen.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Lingkungan kerja lebih bersih, rapi dan sehat. • Dapat saling berbagi kepedulian dan memberi masukan.
• Pengaturan tempat kerja yang lebih baik. • Terjalin komunikasi antara pihak manajemen dan pekerja.
Hal senada dikatakan pekerja lainnya yang bernama Jamila (44). “Tiga tahun lalu sebelum saya bekerja di
pemasukan. 2.
Pertemuan rutin antara pihak manajemen dan pekerja menjadi kunci komunikasi yang efektif.
3.
5S berhasil bila setiap individu terlibat serta semua staf dan operator memiliki komitmen.
Keuntungan bagi pegawai
Keuntungan bagi perusahaan
• Lingkungan kerja lebih bersih, rapi dan sehat. • Dapat saling berbagi kepedulian dan memberi masukan. • Peningkatan gaji seiring dengan peningkatan produktifitas.
• Pengaturan tempat kerja yang lebih baik. • Terjalin komunikasi antara pihak manajemen dan pekerja. • Peningkatan produktifitas dan pendapatan.
SEBELUM Produk-produk yang tersebar dan tidak teratur, tanpa memperhatikan higienis dan ruang untuk orang bergerak.
SESUDAH Mengunakan rak untuk menyimpan produk-produk di suatu ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang baik; membuat tempat penyimpanan produk efisien, bersih dan rapi.
SCORE adalah program training ILO yang membantu perusahaan berskala kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan cara untuk dapat menciptakan tempat kerja yang bertanggungjawab. Sesi pelatihan / training singkat untuk para pegawai dan manajer yang kemudian dilanjuti dengan kunjungan langsung ke perusahaan untuk memberikan bimbingan agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Program ini sangat sesuai untuk perusahaan yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, produktivitas, polusi dan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen sumber daya manusia.
STUDI KASUS
untuk memelihara kebersihan dan kerapian. Dan sekarang saya juga mendapat kenaikan gaji,” ungkap Murni (35), salah satu pekerja di UD Baruasa Membiri.
Organisasi Perburuhan Internasional
Rekanan:
Untuk informasi lebih lanjut lihat www.ilo.org/score atau kontak ILO Jakarta Office | MenaraThamrin level 22 | JL.M.H.Thamrin Kav.3 | Jakarta 10250, INDONESIA | Tel. 62-21-391 3112 Fax. 62-21-310 0766 | Email:
[email protected] | Website: www.ilo.org/jakarta
77
SCORE - Laporan akhir fase I
Daftar Perusahaan yang telah mengikuti program SCORE
Modul Modul Modul ProduktiviModul Modul Kesehatan Kerjasama Manajemen tas dan Produksi Sumber Daya dan Keselamatan Perusahaan Sektor di Tempat Kerja Kualitas yang Lebih Bersih Manusia Kerja
YDBA Jabodetabek
1 PT. Eran Teknikatama Auto Parts
Y
Y Y
2 PT. Laksana Teknik Makmur Auto Parts
Y
3 PT. Wira Tulada Perkasa Auto Parts
Y
Y
4 PT. Nisaka Logamindo Auto Parts
Y
5
CV. Mitra Karsa Auto Parts
Y
6
CV. Anugerah Jaya Auto Parts
Y
Y
Y
Y
7 PT Bertindo Jaya Raya Auto Parts
Y
8 PT. Cipta Perdana Lancar Auto Parts
Y
9 PT Karya Nusa Technindo Auto Parts
Y
Y
10 PT Kurnia Manunggal Sejahtera Auto Parts
Y
Y
11 PT Sekawan Putra Makmur Auto Parts
Y
Y
Y
12 PT Trilogam Indojaya Auto Parts
Y
Y
Y
Y
Y
13 PT Perkasa Teknikatama Auto Parts
Y
14 PT. Metalindo Multidinamika Mandiri Auto Parts
Y
15 PT. Indo Product Engineering Auto Parts
Y
16 PT. Astrindo Aditya Teknika Auto Parts
Y
17 CV Karya Multi Guna Auto Parts
Y
18 PT. Wijaya Metalindo Prima Auto Parts
Y
19 PT. Dina Karya Pratama Auto Parts
Y
1 PT Logos Indonesia
Garment
Y
2 PT Sandrafine Garment
Garment
Y
3 PT Taitat Putera Rejeki
Garment
Y
SCORE - BWI
78
Y
Y
Jabodetabek
Y
Y
Y
Y
Y
Perusahaan
Sektor
Modul Kerjasama di Tempat Kerja
Modul Manajemen Kualitas
Modul ProduktiviModul Modul Kesehatan tas dan Produksi Sumber Daya dan Keselamatan yang Lebih Bersih Manusia Kerja
Kemnakertrans Module 1 batch 1
1. PT. Trijaya Teknik (Karawang)
Metal
Y
Y
Y
Y
2 PT. Tjokro Bersaudara Komponenindo Auto Parts
Y
Y
Y
Y
3 PT. Inprintama Asri (Jakarta) Printing and Stationary
Y
Y
Y
Y
4 PT. Lestari Dini Tunggul (Jakarta) Printing and Stationary
Y
Y
Y
Y
5 PT. Tesena Inovindo (Jakarta)
Y
Y
Y
Y
Metal hospital supply
Jabodetabek Module 1 batch 2
1 PT Mega Selaras Utama Furniture
Y
2 PT Olga Sarana Pekayon
Metal
Y
3 PT Inter Alumindo Sentosa
Metal
Y
4 PT Cahaya Mandala
Elektronic
Y
5
Elektronic
Y
CV Imelga
Makasar Module 1 batch 1
1
CV ATS
Makasar
Y
2 PT Megah Putra Sejahtera Food and Beverage
Y
3
CV Melati Jaya Food and Beverage
Y
4
UD. Sentosa Jaya Food and Beverage
Y
Module 1 batch 2
1
CV Citra Sari (Bimkon) Food and Beverage
2 PT. Bumi Karsa (Bimkon)
3 PT. Cahaya Anugerah Sentosa (Bimkon) Food and Beverage
Y
4 PT Makasar Tene Food and Beverage
Y
1 PT. Kemasan Cipta Nusantara Packaging
Y
2
Usaha Mayumi Food and Beverage
Y
3 PT. Tirta Mulia Abadi Food and Beverage
Y
4 KWN. Fatimah Azzahra Food and Beverage
Y
Module 1, batch 3
Construction
Y Y
79
SCORE - Laporan akhir fase I
Perusahaan
Sektor
Modul Kerjasama di Tempat Kerja
Modul Manajemen Kualitas
Modul ProduktiviModul Modul Kesehatan tas dan Produksi Sumber Daya dan Keselamatan yang Lebih Bersih Manusia Kerja
5 PT. Indo Cherry Food and Beverage
Y
6 Kospermindo Food and Beverage
Y
7 PT Sito Lestari Jayasakti Food and Beverage
Y
Semarang Module 1
1 PT Piranti Works Furniture
Y
2 PT Indoveneer, Karang Anyar Furniture
Y
3 PT Eniquema, Semarang Furniture
Y
4 PT Mubarokfood, Kudus Food and Beverage
Y
5
CV Decorus, Temanggung Furniture
Y
6
CV Tahu Baxo (Bimkon) Food and Beverage
Y
7
UD. Malibu (Bimkon) Food and Beverage
Y
8
Batik 16
Y
Garment
Kendari Module 1
1 PT Kelola Mina Laut Food and Beverage
Y
2
UD. Selutibar Jaya Furniture
Y
3
UD. Karunia Mandiri Food and Beverage
Y
4
UD. Baruasa Mambiri Food and Beverage
Y
5
UD. Kube Melati (Bimkon) Food and Beverage
Y
6
Cocola Bakery Food and Beverage
Y
7 Kue Bimoli Food and Beverage
Y
8 PT Aromaqua Segarindo Food and Beverage
Y
9 PT Yanagi Histalaraya Food and Beverage
Y
10 UD Kuncup Mekar Food and Beverage
Y
Y
Samarinda Module 1
1 PT Sumalindo Lestari Jaya Furniture
80
Y
Perusahaan
Sektor
Modul Kerjasama di Tempat Kerja
Modul Manajemen Kualitas
Modul ProduktiviModul Modul Kesehatan tas dan Produksi Sumber Daya dan Keselamatan yang Lebih Bersih Manusia Kerja
2 PT Syam Surya Mandiri Food and Beverage
Y
3
UD. Taufik Jaya Makmur Food and Beverage
Y
4
Trisula Collection
Garment
Y
5
CV Beruang Madu
Garment
Y
Lampung Module 1
1 PT. Lambang Jaya
Construction
Y
2 PT. Asindo Tech
Creative
Y
3 PT. Surya Modern Bakery
Metal
Y
4 PT. Andalas Mekar Sentosa Food and Beverage
Y
5
UD. Kopi Bubuk Tiga Dunia Food and Beverage
Y
6
RS Bumi Waras
Y
7 PT Sinar Pematang Mulia Food and Beverage
Y
8 PT Cahaya Murni Indo Lampung Furniture
Y
9
Y
10 PT Sinar Jaya Inti Mulya Food and Beverage
Y
11 PT Sari Segar Husada Food and Beverage
Y
12 Paguyuban Krajan
Creative
Y
13 PT Crest International
Creative
Y
14 PT Siger Jaya Abadi Food and Beverage
Y
15 PT Wong Coco Motor Auto Parts
Y
RS Graha Husada
Services
Services
APINDO Module 1
1 PT. Super Kemas Pratama Packaging
Y
2
Garment
Y
3 PT. Sarana Aneka Sejahtera
Elektronic
Y
4 PT. Surya Hidromatik Perkasa
Metal
Y
CV. Azka Syahrani
81
SCORE - Laporan akhir fase I
82
83
SCORE - Laporan akhir fase I
84
SC RE SUSTAINING COMPETITIVE AND RESPONSIBLE ENTERPRISES
LAPORAN AKHIR Kantor ILO Jakarta Menara Thamrin Lantai 22 Jl. M. H. Thamrin Kav. 3 Jakarta 10250 Indonesia
FASE
I
Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan/ Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE)