Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Pemanfaatan Teknologi Biogas Terintegrasi dengan Pengelolaaan UMKM Industri Tahu dan Peternakan Sapi di Gunungkidul – Yogyakarta Satriyo Krido Wahono, Andi Febrisiantosa, Roni Maryana Staf peneliti UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – LIPI Desa Gading Kecamatan Playen Kab. Gunungkidul – Yogyakarta Email :
[email protected],
[email protected]; Telp/Fax : (0274) 392570
Abstrak Dengan adanya isu global tentang keterbatasan dan mahalnya energi, keberadaan biogas dapat menjadi salah satu alternatif sumber energi dan penghematan energi dunia. Salah satu daerah yang dianggap sebagai daerah marginal di Indonesia adalah Gunungkidul. Gunungkidul memiliki potensi sumber energi alternatif yang cukup melimpah berupa kotoran ternak sapi yang merupakan hewan ternak dengan populasi terbesar di propinsi DI Yogyakarta. Salah satu UMKM industri tahu yang ada di Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul telah berhasil memanfaatkan potensi energi alternatif biogas tersebut untuk menjalankan proses produksi tahu. UMKM tahu tersebut berproduksi dengan kapasitas 600 kg bahan baku kedelai per hari, sedangkan limbah tahu yang dihasilkan sebanyak 750 kg basah per hari yang dipergunakan sebagai campuran pakan ternak untuk 25 ekor sapi dan campuran bahan baku biogas. Instalasi biogas yang dibangun adalah reaktor dengan tipe fixed dome 3 dengan kapasitas 21 m . Hasil penelitian menunjukkan kadar metana dalam biogas yang dihasilkan adalah 64,1% yang dapat menggantikan peran bahan bakar untuk kegiatan UMKM setara dengan 90 kg LPG per bulan. Berdasarkan sistem yang telah dikembangkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknologi biogas di UMKM tersebut telah terintegrasi dengan UMKM industri tahu dan pengelolaan peternakan sapi, namun sistem integrasi tersebut masih dapat dioptimalkan lebih lanjut dengan penambahan beberapa peralatan. Kata kunci : industri tahu, peternakan sapi, teknologi biogas, integrasi
Integration System of Biogas Technology with Tofu Industry and Cow Farm at Gunungkidul - Yogyakarta Abstract Because of global isue about limited energy, biogas was one of alternative energy and save energy in the world. One of rural area in Indonesia was Gunungkidul which has big number of manure as alternative energy resourches potent because Gunungkidul’s cow was the biggest population at Yogyakarta. One of tofu industry at Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul has been used energy from biogas integrated with tofu production industry. The industry produces tofu using 600 kgs soy bean per day and resulting 750 kgs wet tofu waste that used for feed suplement of 25 cows and the other side converted for biogas. Reactor of biogas instalation type was fixed dome reactor with 21 3 m capacity. The research result showed that methane content of the biogas was 64,1% that has replaced of 90 kgs LPG per month. Based on the developed system, it can be concluded that integrated system of biogas technology, tofu industry and cow farm has integrated at Gunungkidul – Yogyakarta, but the integrated system can be optimized by adding some installation. Kata kunci : Tofu industry, cow farm, biogas technology, integration
Pendahuluan Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa YogyAkarta. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara Kota Yogyakarta (Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan jarak ± 39
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-1
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
km (www.gunungkidulkab.go.id). Kondisi topologi Kabupaten Gunungkidul adalah bergunung-gunung dengan pola penggunaan lahan pada tahun 2006 terbanyak berupa tegalan (52% dari luas keseluruhan wilayah Gunungkidul) sedangkan sawah hanya 6%. Topografi yang bergunung-gunung, dominasi batuan gamping, solum tanah tipis, miskin unsur hara serta sumber air permukaan terbatas, membuat kondisi fisik tanah bersifat marginal, kondisi tersebut mengakibatkan
hasil produksi
pertanian yang cocok ditanam adalah palawija (jagung, kacang, kedelai, ganyong, singkong) (Subiantoro, 2007). Dengan kondisi marginal tersebut, Kabupaten Gunungkidul memiliki beberapa potensi hasil pertanian diantaranya potensi kedelai dengan jumlah 21.306,04 kwintal pada tahun 2007 (www.gunungkidulkab.go.id). Selain itu, potensi peternakan di Gunungkidul, khususnya peternakan sapi juga sangat besar bahkan merupakan potensi ternak sapi terbesar di Propinsi Yogyakarta yaitu 114.670 ekor pada tahun 2007 (www.gunungkidulkab.go.id). Dalam rangka pemanfaatan dan menambah nilai ekonomi potensi kedelai dan ternak sapi tersebut maka di Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul telah berdiri UMKM yang mengolah potensi kedelai tersebut menjadi produk tahu dengan kebutuhan bahan baku kedelai per hari mencapai 600 kg serta dilakukan juga pengelolaan peternakan sapi potong dengan jumlah sapi sebanyak 25 ekor. Setiap harinya hewan ternak sapi potong mengeluarkan kotoran segar sebanyak 5-8% dari berat tubuhnya. Kotoran dalam bentuk bahan kering yang dihasilkan setiap harinya 0,6 sampai 1,7% dari berat tubuh (Bewick, 1980). Oleh karena itu, potensi sapi selain dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, juga berpotensi sebagai sumber energi dengan menghasilkan biogas dari kotorannya. Dengan adanya berbagai potensi di UMKM, maka tujuan dari penulisan ini adalah melakukan pengkajian terhadap sistem integrasi antara teknologi biogas sebagai sumber energi alternatif, pengelolaaan UMKM industri tahu dan peternakan sapi di kawasan tersebut.
Metode Proses pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara studi pustaka atau literatur yaitu dengan melakukan pencarian sumber-sumber data atau informasi dari buku, laporan penelitian, jurnal, dan internet khususnya mengenai industri tahu, peternakan sapi dan teknologi biogas. Observasi langsung di lapangan dilakukan melalui pengamatan terhadap keterpaduan antara industri tahu, peternakan sapi dan instalasi biogas yang ada di Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul serta dilakukan wawancara dengan pihak pengelola UMKM tersebut. Metode – metode pengumpulan data tersebut dilakukan dengan mengacu pada kebutuhan data dan informasi yang menunjang penulisan ini. Selain itu juga dilakukan proses analisa terhadap biogas untuk mengetahui tingkat kemurnian metana di instalasi biogas tersebut.
Hasil dan Pembahasan Kawasan yang ditempati oleh UMKM tahu, peternakan sapi dan instalasi biogas memiliki luas 2
lahan total sebesar 4000 m . Lahan yang tersedia terbagi menjadi berbagai fungsi keruangan yaitu
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-2
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008 2
ISBN 9-793-688893-9
2
pabrik tahu 150 m , kandang penggemukan sapi 400 m , gudang bahan bakar (limbah minyak kayu 2
2
2
putih) 36 m , gudang bahan baku (kedelai) 20 m , lahan hijauan 1500 m . Tata Ruang kawasan tersebut seperti pada gambar 1.
Pabrik Tahu
Kandang Penggemukan Sapi
Gudang Bahan Bakar
Lahan Hijauan Gudang Bahan Baku
Kandang Penggemukan Sapi
Biogas
Gambar 1. Tata Ruang Kawasan UMKM Tahu
UMKM tahu tersebut berproduksi dengan kapasitas 600 kg bahan baku kedelai per hari dan menghasilkan 300 lembaran tahu yang kemudian dipotong – potong sesuai kebutuhan pasar. Sumber bahan bakar industri tahu ini berupa limbah penyulingan minyak kayu putih dengan kebutuhan rata3
3
rata 4 m per hari atau sebelumnya menggunakan kayu bakar dengan kebutuhan rata – rata 3 m per hari. Perubahan sumber bahan bakar ini dilandasi oleh penghematan biaya pengoperasian ketel tahu dengan bahan bakar limbah kayu putih dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp 130.000,per hari (Suharto dkk, 2007). Tahap dalam proses produksi tahu yang melibatkan ketel uap sebagai salah satu alat produksi sebagai penghasil steam (Margono, 1993) adalah sebagai berikut :
Memilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci;
Melakukan perendaman dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam;
Mencuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam;
Menumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga berbentuk bubur;
Memasak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 70 ~ 80 C (ditandai dengan
O
adanya gelembung-gelembung kecil);
Menyaring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu (Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-lahan.
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-3
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Mencetak dan melakukan pengepresan endapan tersebut.
Diagram alir proses pembuatan tahu secara ringkas ditunjukkan pada Gambar 2.
Steam
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu
Dalam prosesnya industri tahu tersebut mempergunakan air dalam jumlah besar untuk menjalankan proses produksi tahu, sehingga di sisi lain juga menghasilkan ampas tahu sebanyak 750 kg basah per hari. Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu dapat dipergunakan menjadi bahan baku pakan, ampas tahu ini memiliki nilai gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, air serta komponen nutrisi lain (Sulistyaningtyas , 2003). Oleh karena itu, ampas tahu di UMKM tersebut juga dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi melalui pencampuran rumput gajah dengan formula tertentu. Selain itu limbah tahu (padat atau cair) juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, namun di UMKM tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga baru terjadi sistem integrasi antara industri tahu dengan peternakan sapi saja. Peternakan sapi potong yang dikembangkan di kawasan UMKM ini memiliki 25 ekor sapi dan menempati 2 area kandang terpisah. Dengan potensi sapi yang cukup besar, diperoleh juga potensi kotoran sapi yang melimpah. Dari kedua kandang sapi tersebut, baru satu kandang yang terhubung dengan instalasi biogas dan hanya 6 sapi yang kotorannya dimanfaatkan untuk bahan baku biogas. Instalasi biogas yang dibangun adalah reaktor konstruksi beton dengan tipe fixed dome berkapasitas 3
21 m . Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan kadar metana dari biogas yang dihasilkan adalah 64,1% dan telah dimanfaatkan sebagai sub energi bagi industri tahu khususnya untuk
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-4
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
mengolah tahu mentah menjadi produk tahu goreng. Pemanfaatan biogas tersebut telah dapat menggantikan peran bahan bakar untuk kegiatan UMKM setara dengan 90 kg LPG per bulan. Berdasarkan pemanfaatan yang sudah dilakukan terhadap potensi kotoran sapi, potensi energi yang dipergunakan baru sekitar 25% dari potensi energi optimal sebanding dengan jumlah sapi yang kotorannya dimanfaatkan untuk biogas. Selain itu, dengan kemurnian kadar metana tersebut, biogas yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi listrik melalui co-generator/genset. Syarat yang perlu dipenuhi untuk dapat menggerakkan genset adalah kadar metana minimal 60% (Febrisiantosa dan Julendra, 2008). Dengan mengubah biogas menjadi listrik, pemanfaatannya menjadi beragam sehingga bisa lebih terintegrasikan lagi dengan bagian yang lain seperti untuk menghidupkan pompa air untuk kegiatan pembersihan kandang dan kegiatan industri tahu serta untuk lampu penerangan kandang dan area industri tahu. Berdasarkan uraian tersebut di atas telah dilakukan berbagai integrasi antara industri tahu, peternakan sapi potong dan instalasi biogas di kawasan UMKM. Namun masih terdapat beberapa potensi yang belum terintegrasikan dan teroptimalkan manfaatnya yaitu limbah tahu sebagai biogas, 75% sapi dimanfaatkan sebagai biogas dan biogas untuk listrik. Skema sistem integrasi yang telah terlaksana di UMKM dan potensi optimasi sistem integrasi seperti pada gambar 3.
Penerangan,Air dll POMPA AIR LAMPU, dll
Penerangan,Air dll
LimbahTahu
GENSET
LimbahTahu
Penggorengan Biogas > 60 % CH4
TAHU MENTAH TAHU GORENG
INDUSTRI TAHU
KOMPOR Biogas
PAKAN Formulasi Kotoran Sapi (25 %)
INSTALASI BIOGAS
PETERNAKAN SAPI Kotoran Sapi (75 %)
Keterangan :
= Alur sistem telah terintegrasi = Alur potensi optimasi sistem integrasi
Gambar 3. Skema sistem terintegrasi dan potensi optimasi sistem integrasi di UMKM Tahu
Kesimpulan
Berdasarkan sistem yang telah dikembangkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknologi biogas di UMKM tersebut telah terintegrasi dengan UMKM industri tahu dan pengelolaan peternakan sapi, namun sistem integrasi tersebut masih dapat dioptimalkan lebih lanjut dengan penambahan beberapa peralatan.
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-5
STEAM
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif UPT BPPTK LIPI Yogyakarta dan Tim Sistem Pertanian Terpadu UPT BPPTK LIPI Yogyakarta.
Daftar Pustaka Anonim. Kondisi Umum. www.gunungkidulkab.go.id Anonim. Potensi Daerah. www.gunungkidulkab.go.id Febrisiantosa, Andi dan Hardi Julendra. 2008. Konversi Limbah Ternak Sapi Bali Bos Javanicus Menjadi Biogas di UPT Kapitan Meo Kab. Belu Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008 ISSN : 1411 – 4216. Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang Bewick, M.W.M. 1980. Handbook Of Organic Waste Conversion. Van Nostrand Reinhold. New York Margono, Tri, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Subiantoro, E. 2007. Usulan Calon Penerima Krenova Masyarakat 2007. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta Suharto, Satriyo Krido Wahono dan Hardi Julendra. 2007. Kajian Pemanfaatan Limbah Penyulingan Minyak Kayu Putih Sebagai Sumber Energi Alternatif untuk UMKM Industri Tahu di Gunungkidul – Yogyakarta. Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal. ISBN : 978-979-799-147-0Yogyakarta Sulistyaningtyas, Erwin. 2003. Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat (NH4)2SO4 dan Waktu Penundaan Bahan Baku Limbah Cair Tahu Terhadap Kualitas Nata De Soya. digilib.itb.ac.id
Bidang Energi dan Lingkungan
EL62-6