Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
OPTIMASI PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBIKAYU KUALITAS RENDAH DAN LIMBAH KULIT UBIKAYU Roni Maryana dan Satriyo Krido Wahono UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Jl. Yogya-Wonosari KM 32 Desa Gading, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta Email :
[email protected];
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan optimasi proses pembuatan bioetanol untuk mendapatkan rendemen etanol optimal dengan cara memvariasikan bahan bakunya. Bahan baku yang digunakan adalah ubikayu, pati, gaplek dan kulit ubikayu. Varietas yang digunakan adalah Uji dan Markonah dari Gunungkidul yang jarang dikonsumsi karena rasanya pahit. Pembuatan etanol dilakukan dengan cara homogenisasi bahan, penambahan enzim α-amilase, penambahan enzim β-amilase dan penambahan ragi pada proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 72 jam. Filtrat yang didapat di destilasi 0 menggunakan vacuum evaporator panjang 30 cm; diameter 8,5 cm pada suhu 79 C. Etanol yang didapat dihitung volumenya dan diukur kemurniannya dengan alat alkoholmeter. Dari hasil proses tersebut didapatkan kadar etanol 70% untuk masing-masing bahan kecuali kulit ubikayu. Volume etanol yang didapatkan dengan bahan baku 7 kg ubikayu adalah 1,625 L; volume etanol dari 2 kg pati yang berasal dari 7 kg ubikayu adalah 1,35 L; volume etanol dari 2,5 kg gaplek adalah 1,75 L dan dari 0,7 kg kulit ubikayu didapatkan 26 ml etanol kadar 10% . Kata kunci: bioetanol, ubikayu, pati, gaplek.
PROCESS OPTIMALIZATION OF BIOETHANOL PRODUCTION FROM LOW GRADE CASSAVA AND WASTE CASSAVA PEEL Abstract The optimalization process has been done to improve ethanol quantity and quality. Raw materials that were used are cassava, cassava powder, gaplek (low water concentration of cassava after dried) and waste of cassava peel. Cassava variety is Uji and Markonah from Gunungkidul region, these varieties are rarely consumed. The production of bioethanol was carried out through several process such as homogenization, adding of α-amylase, β-amylase and yeast (Saccharomyces c.). Fermentation performed in 72 h. Filtrates from this process are distillated using 30 cm length and 8.5 cm diameter 0 vacuum evaporator, the temperature was 79 C. The volume and concentration of bioethanol are measured by measurement glass and alcohol meter. The concentration of ethanol was 70% except for cassava peel. Seven kg of cassava yielding 1.625 L of ethanol; 2 kg of cassava powder from 7 kg of cassava yielding 1.35 L; 2.5 kg of gaplek yielding 1.75L and 0.7 kg of cassava peel yielded 26 ml, 10% of bioethanol. Keywords: bioethanol, cassava, cassava powder, gaplek.
Pendahuluan Singkong (Manihot esculenta) merupakan tanaman yang terdapat hampir diseluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini berasal dari daerah Amerika selatan dan telah ditanam di daerah tropis dan subtropics. Singkong atau ubikayu mengandung senyawa utama karbohidrat dan biasa dikonsumsi sebagai makanan. Selain itu, singkong dapat juga diproses dengan cara fermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar alkohol yang dibuat dari sumber biomassa selulosa yang terbarukan seperti pohon, rumput, berbagai bahan dalam sampah padat perkotaan, dan hasil pertanian serta
Bidang Energi dan Lingkungan
EL17-1
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
hutan (Ferrel dan Glasner, 1997). Etanol adalah pelarut yang sangat diperlukan dalam proses industri, rumah sakit, maupun bidang pendidikan. Sekarang etanol murni telah dijadikan sebagai bahan adisi pada bensin, bahkan pada April 2006 Brazil mengumumkan bahwa mereka tidak tergantung lagi terhadap minyak bumi dari timur tengah (www.wikipedia.com). Pada tahun 1995, sekitar 93% etanol dihasilkan dari proses fermentasi dari bahan biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi (Badger,2002). Penggunaan etanol sebagai biofuel mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, menciptakan lapangan kerja di daerah dan mengurangi polusi udara karena meminimalkan pembentukan gas CO. Pembentukan gas CO bisa diminimalkan karena etanol mempunyai atom oksigen sehingga pembakaran lebih sempurna. Bahan baku pembuatan etanol dari biomasa berdasarkan senyawa penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: tetes tebu, starchy materials,dan lignoselulosa. Beberapa variabel yang bisa mempengaruhi efisiensi produksi etanol diantaranya adalah temperatur, jenis mikroba dan sumber penghasil gula seperti biji-bijian, buah-buahan dan selulosa (Emily dan Sherow). Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah dengan banyak lahan kering dan merupakan penghasil ubikayu/singkong yang potensial dengan jumlah produksi pada tahun 2007 sebesar 864.137,96 kwintal (www.gunungkidulkab.go.id). Perkembangan areal tanam ubikayu di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan pemanfaatan Ubikayu di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada tabel 2.
Tabel 1. Perkembangan Areal dan produksi ubikayu di Gunungkidul No
Tahun
Ubikayu Luas Panen (Ha)
Produktivitas (ku/Ha)
Produksi (Ton)
1
2001
50.701
160,22
812.321
2
2002
51.771
134,24
694.982
3
2003
52.500
127,25
668.399
4
2004
52.236
133,87
669.290
5
2005
53.453
149,56
799.454
Sumber: Diperta Kab. Gunungkidul tahun 2001-2005.
Tabel 2. Pemanfaatan ubikayu di Kabupaten Gunungkidul No 1
2
Pemanfaatan
Jumlah (%)
Dibuat gaplek a. Dijual dalam bentuk gaplek
65
b. Disimpan sebagai cadangan makanan
15
Dibuat makanan rakyat dan dijual sebagai bahan tapioka
20
Sumber : Diperta Kab. Gunungkidul rata-rata per tahun
Berdasarkan data-data di atas maka bisa dilihat bahwa potensi ubikayu di gunungkidul cukup besar. Penjualan dalam bentuk gaplek sebagian bisa ditingkatkan menjadi bioetanol dan diharapkan
Bidang Energi dan Lingkungan
EL17-2
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
mempunyai nilai ekonomis yang lebih untuk masyarakat, seperti harga penjualan yang lebih tinggi dan kemungkinan menjadikan bioetanol sebagai usaha home industries Varietas ubikayu yang akan digunakan adalah varietas uji yang merupakan turunan dari Adira dan varietas Markonah, kedua varietas ini jarang dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang pahit. Dengan harga minyak bumi yang terus meningkat, maka bioetanol bisa menjadi salah satu energi alternatif yang bisa dikembangkan di Indonesia. Potensi pemanfaatan bioetanol kadar 40-50% untuk kompor, kadar 8090% untuk rumah sakit dan apotek, kadar 90% keatas untuk ekspor, industri farmasi dan bahan bakar alternatif (Maryana, 2008). Berdasarkan uraian tersebut di atas, bioetanol dari singkong merupakan energi alternatif yang layak dikembangkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi proses pembuatan bioetanol dari ubikayu kualitas rendah dan limbah kulit ubikayu.
Metode Bahan dan Alat Ubi kayu varietas Uji dan Markonah dari Gunungkidul, tapioka, gaplek, kulit ubi kayu, air, enzim amilase, enzim -amilase, Saccharomyces cereviciae, pemanas, panci, pengaduk, fermentor anaerob, vacuum evaporator, alkoholmeter, gelas ukur.
Langkah Kerja Bahan baku pertama, 7 kg singkong segar ditimbang, dikupas, dicuci dan dihomogenisasi dengan cara pemarutan. Bahan baku kedua digunakan 2 kg pati berasal dari pemerasan 7 kg singkong. Bahan baku ketiga digunakan 2,5 kg gaplek. Bahan baku keempat adalah 0,7 kg kulit ubi kayu baik bagian coklat maupun bagian putih. Keempat bahan tadi ditambahkan air dan dimasak kemudian ditambahkan enzim -amilase, dimasak kembali dan ditambahkan enzim -amilase kemudian ditambahkan Saccharomyces cereviciae. Kemudian difermentasi selama 72 jam. Filtrat yang didapat 0
di destilasi menggunakan vacuum evaporator panjang 30 cm; diameter 8,5 cm pada suhu 79 C. Etanol yang didapat dihitung volumenya dan diukur kemurniannya dengan alat alkoholmeter.
Hasil dan Pembahasan
Pati mengandung molekul amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%). Semuanya berupa polimer dari α-D-glukosa yang terdiri dari ikatan dan . Penambahan enzim -amilase dan amilase dimaksudkan untuk memutuskan ikatan rantai ini sehingga terbentuk monomer glukosa. Salah satu cara mengetahui bahwa proses ini telah sempurna yaitu dengan mencicipi bahan singkong, singkong yang telah mengandung glukosa akan terasa manis. Tahap selanjutnya adalah penambahan ragi Sachharomyces c. yang akan mengubah glukosa menjadi etanol, proses fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob. Proses fermentasi yang sempurna ditandai keluarnya gelembung CO2 dan wangi khas fermentasi. Selanjutnya Etanol dipisahkan dari residunya dengan cara
Bidang Energi dan Lingkungan
EL17-3
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
penyaringan. Etanol yang didapatkan kemudian didestilasi dengan bantuan vakum evaporator. Hasil yang didapatkan seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Pembuatan bioetanol Menggunakan Berbagai Bahan Baku Bahan baku
Jumlah (kg)
Volume Etanol (L)
Kadar (%)
Volume etanol/kg
Ubikayu
7
1,625
70
0.163
Pati
2
1,350
70
0.473
Gaplek
2,5
1,750
70
0.490
Kulit ubikayu
0,7
0,026
10
0.004
Berdasarkan hasil pada tabel 3 dapat diperoleh data bahwa semua bahan baku yang diteliti dapat diproses untuk menghasilkan etanol. Berdasarkan kualitas etanol yang dihasilkan ditinjau dari kadar etanolnya diperoleh hasil bahwa kulit ubi kayu hanya menghasilkan etanol kadar 10 % sedangkan bahan yang lain menghasilkan etanol kadar 70 %. Hal ini disebabkan oleh kulit ubi kayu memiliki kadar sukrosa yang rendah berasal dari sisa – sisa daging ubi kayu yang masih menempel pada kulit atau adanya selulosa yang telah terkonversi menjadi sukrosa, sedangkan sukrosa merupakan senyawa yang diubah menjadi glukosa atau fruktosa kemudian dikonversi menjadi etanol. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa gaplek merupakan bahan baku yang paling potensial dibandingkan bahan lainnya. Dari 1 kg gaplek dihasilkan hampir 0,5 L etanol kadar 70%. Proses pembuatan gaplek di daerah Gunungkidul dilakukan secara manual yaitu memanaskan singkong yang telah dipotongpotong dibawah sinar matahari. Kadar air pada gaplek setelah proses ini berkisar 15%. Sedangkan bahan pati singkong diambil dengan cara melarutkan singkong yang telah dihomogenisasi ukurannya dengan air. Setelah diaging selama 24 jam pati singkong akan mengendap dan berada dibagian bawah reaktor. Pati menghasilkan etanol 70% sebanyak 0.473 L. Secara kimia pati terdiri dari amilosa dan amilopektin yang cenderung lebih mudah diputus rantainya dibandingkan ubikayu, karena ubikayu masih tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Reaksi pembentukan etanol dari sukrosa, seperti pada reaksi (1) dan (2).
C12H22O11 + H2O sukrosa
C6H12O6 glukosa
air
invertase
katalis zymase
katalis
C6H12O6 + C6H12O6 fruktosa
...........(1)
glukosa
2C2H5OH + 2 CO2
...........(2)
etanol (www.esru.strath.ac.uk)
Berdasarkan hasil etanol yang diperoleh setiap per kg bahan baku diperoleh hasil etanol tertinggi dari bahan baku gaplek yaitu 0,490 liter/kg bahan baku, sedangkan urutan berikutnya adalah pati, ubi kayu dan kulit ubi kayu. Seperti kondisi serupa dengan kadar etanol yang dihasilkan, kondisi jumlah etanol yang lebih besar pada gaplek tersebut juga dipengaruhi oleh kadar sukrosa yang lebih tinggi
Bidang Energi dan Lingkungan
EL17-4
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
pada bahan baku yang digunakan dibandingkan bahan baku yang lain. Gaplek dan tapioka menghasilkan alkohol relatif lebih tinggi daripada bahan yang lain karena kedua bahan ini merupakan produk olahan ubi kayu yang telah mengalami pengurangan kadar non sukrosa sehingga kadar sukrosa lebih tinggi. Dari keempat bahan yang diproses menjadi etanol, gaplek merupakan bahan yang menghasilkan bioetanol paling optimal yaitu 0,490 liter etanol/kg dengan kemurnian etanol yang dihasilkan sebesar 70%. Pemurnian etanol kearah 99-100% masih terus dilakukan supaya memenuhi syarat sebagai biofuel, sebagai bahan campuran bensin. Beberapa penyerap air yang dipakai masih mengalami kendala karena mengurangi juga volume etanol secara signifikan. Gunungkidul sebagai salah satu daerah penghasil ubikayu yaitu kurang lebih 800 ton per tahun merupakan daerah yang potensial untuk dikembangkan area penanaman ubikayu. Seiring dengan membaiknya tingkat ekonomi masyarakat bahan makanan dari ubikayu bukan merupakan pokok lagi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil paling optimal proses pembuatan bioetanol dari ubikayu kualitas rendah dan limbah kulit ubikayu diperoleh dari bahan baku gaplek yaitu 0,490 liter etanol/kg dengan kemurnian etanol yang dihasilkan sebesar 70%. Ubikayu adalah bahan yang relative potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol karena bahan lignoselulose masih mengalami beberapa hambatan terutama nilai ekonomis prosesnya.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif UPT BPPTK LIPI Yogyakarta.
Daftar Pustaka Anonim, Potensi Daerah, www.gunungkidulkab.go.id Anonim, What is Bioethanol?, www.esru.strath.ac.uk Anonim, Ethanol, www.wikipedia.com, the free encyclopedia Badger, P.C. 2002. Ethanol From Cellulose: A General Review. Trends in new crops and new uses. J Janick and A. Whipkey (eds.). ASHS Press, Alexandria, VA. Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul – Yogyakarta, Data Tahun 2001 – 2005 Emily Reith dan Tom Sherow. Biofuel Production. National Science Education Standards by the National Academy of Sciences. Ferrel, John and David Glasner, 1997, “Bioethanol – The Climate – Cool Fuel”, Biofuel for The Global Environment, US. Department of Energy – National Renewable Energy Laboratory Maryana, Roni, 2008, Pengembangan Usaha Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu di Kabupaten Gunungkidul – Yogyakarta, Usulan Kegiatan Iptekda LIPI (Program Bottom- up Tahun 2009), UPT BPPTK – LIPI Yogyakarta Maryana, Roni,. 2006. Review: Pengembangan bioetanol dari bahan berpati dan lignoselulosa sebagai energi alternatif. Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia Universitas Semarang. Tanggal 16 September. Semarang.
Bidang Energi dan Lingkungan
EL17-5