J Kedokter Trisakti
Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2
Sindrom pernapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) : suatu epidemi baru yang sangat virulen Julius E Surjawidjaja Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT The emergence of a new human infectious disease caused by a virus has been reported in patients in Asia and North America. The disease was described as a rapidly progressive, sometimes fatal pneumonia that appeared to have arisen from Guangdong province in Southern China. The majority of patients were adults aged 25-70 years, but few suspected cases have been reported among children aged under 15 years. In the beginning of March 2003, the World Health Organization (WHO) issued a worldwide notice about the disease called the severe acute respiratory syndrome (SARS) was later found caused by coronavirus. At the time of WHO notice, there were known SARS cases in China, Hongkong, Vietnam, Singapore and Canada. Since then SARS has spread throughout the world and on May 3, 2003 there were 6,234 cases and 435 deaths in thirty countries. Key words: SARS, epidemic, coronavirus, fatal
ABSTRACT Munculnya suatu penyakit infeksi baru yang disebabkan oleh virus dilaporkan menyerang penderita-penderita di Asia dan Amerika Utara. Penyakit ini dilaporkan sebagai suatu radang paru (pneumonia) yang perkembangannya sangat cepat dan progresif serta sering bersifat fatal. Mayoritas penderita adalah orang-orang dewasa berumur antara 25-70 tahun, namun pada beberapa kasus tersangka, juga anak-anak berumur di bawah 15 tahun. Pada awal bulan Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan suatu pengumuman tentang penyakit tersebut yang disebutnya sebagai severe acute respiratory syndrome (SARS) yang beberapa waktu kemudian ditemukan disebabkan oleh coronavirus. Pada saat pengumuman WHO tersebut, kasus-kasus SARS dilaporkan dijumpai di Cina, Hongkong, Vietnam, Singapura dan Kanada. Sejak itu SARS telah berkembang menyebar ke seluruh dunia dan pada awal Mei 2003 didapatkan 6.234 kasus dan 435 kematian di tigapuluh negara. Kata kunci: SARS, epidemi, coronavirus, fatal
PENDAHULUAN Dalam beberapa dekade terakhir beberapa jenis virus yang menyebabkan infeksi pada manusia muncul sebagai penyebab penyakit yang sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan keprihatian yang besar di kalangan kedokteran dan umat manusia. Beberapa di antaranya seperti virus HIV, hepatitis F, Ebola, Hanta, dan Nipah, telah terbukti menjadi sumber malapetaka baru semenjak penyakit pes dikenal sebagai penyebab kematian yang besar dan menyebarkan ketakutan yang luar biasa di 76
antara penduduk dunia. Pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke seluruh dunia tentang adanya suatu penyakit yang disebutnya sebagai sindrom penapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS). (1) Penyakit ini digambarkan sebagai radang paru (pneumonia) yang berkembang secara sangat cepat, progresif dan seringkali bersifat fatal, dan diduga berawal dari
J Kedokter Trisakti
suatu propinsi di Cina Utara yaitu propinsi Guangdong. Pada saat pengumuman WHO ini dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah menyerang beberapa negara seperti Cina, Hongkong, Vietnam, Singapura dan Kanada.(2,3) Sampai dengan tanggal 3 Mei 2003 telah ditemukan sebanyak 6.234 kasus (probable cases) dan 435 (6,97%) kematian di tigapuluh negara.(4) Sulit sekali untuk menentukan dengan pasti, berapa jumlah kasus, berapa negara yang terkena wabah SARS dan berapa angka kematian, oleh karena gambaran penyakit ini setiap saat berubah dengan cepat. Kekuatiran lainnya adalah masih belum diketahui secara pasti cara peneyebaran virus tersebut. Memang penularannya dari orang ke orang melalui udara (droplets, sneeze atau cough), feses, dan toilet yang terinfeksi. Masih menjadi pertanyaan berapa lama virus mampu bertahan hidup di lingkungan (door handles, countertops). Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa coronavirus mampu bertahan hidup di luar tubuh manusia sampai satu minggu. Kerja sama yang dikoordinasi oleh WHO yang mengikut sertakan sejumlah laboratorium di berbagai negara telah memberikan hasil yang relatif sangat cepat dalam mengidentifikasi penyebab dari SARS. Pada saat yang hampir bersamaan, laboratorium di Kanada dan Pusat Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (Center for Disease Control / CDC) menyatakan bahwa suatu jenis coronavirus adalah penyebab dari SARS. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir dari abad yang lalu terdapat beberapa penyakit baru yang timbul, SARS harus ditanggapi sebagai suatu ancaman yang serius terhadap kesehatan internasional. Jika virus SARS bertahan pada keadaannya seperti sekarang yaitu patogenitasnya yang tinggi serta penyebarannya yang sangat cepat, maka SARS dapat menjadi penyakit baru yang pertama pada abad 21 ini dengan keganasan yang tinggi dan potensi epidemik global. EPIDEMIOLOGI Sekitar bulan Nopember 2002, dilaporkan dari propinsi Guangdong, Cina, adanya penderitapenderita yang mengalami radang paru yang atipikal dan sangat gawat serta tingkat penularannya
Vol.22 No.2
tinggi.(2) Kausa penyakit ini tidak diketahui. Pada tanggal 26 Pebruari 2003, seorang penderita (kasus indeks) dirawat di sebuah rumah sakit di Hanoi, Vietnam, dengan demam tinggi, batuk-batuk kering, mialgia, dan sakit tenggorok ringan. Empat hari kemudian, penderita ini mulai mengalami kesulitan bernapas, menunjukan trombositopenia berat, dan tanda-tanda sindrom gangguan pernapasan (respiratory distress syndrome) sehingga memerlukan alat bantu pernapasan (ventilator). Meskipun telah diberikan terapi yang intensif, penderita meninggal pada tanggal 13 Maret 2003 setelah dipindahkan ke rumah sakit di Hongkong. Penderita ini datang ke Hanoi setelah berkunjung ke Shanghai dan Hongkong. Pada tanggal 5 Maret 2003, tujuh petugas kesehatan yang pernah merawat kasus indeks tersebut menderita penyakit yang sama. Penyakit tersebut timbul 4-7 hari setelah kasus indeks tersebut masuk ke rumah sakit untuk dirawat. Sekitar dua minggu kemudian, telah tercatat 43 kasus, 5 di antaranya membutuhkan ventilator dan dua meninggal. Pada tanggal 12 Maret 2003, Departemen Kesehatan Hongkong melaporkan adanya suatu wabah penyakit pernapasan di satu rumah sakit umum. Duapuluh petugas kesehatan mengalami gejala penyakit yang sangat menyerupai flu. Hingga awal April 2003, di Hongkong dijumpai 1.108 kasus dengan 35 kematian. Hongkong merupakan daerah yang paling berat diserang oleh penyakit SARS. Yang paling membingungkan adalah ditemukannya 268 kasus SARS yang mengelompok pada suatu gedung apartemen, yaitu Amoy Garden yang semuanya berasal dari satu blok (blok E). Pola transmisi ini menunjukkan bahwa penyakit SARS telah merambat keluar dari lingkungan petugas kesehatan ke lingkungan masyarakat. Penyelidikan untuk menemukan sumber transmisi tidak memberikan hasil, virus SARS tidak ditemukan pada binatang-binatang seperti kecoa dan tikus. Tujuh kasus SARS dilaporkan dari Kanada pada tanggal 15 Maret 2003, dua di antara kasus tersebut meninggal. Kasus-kasus ini dijumpai pada dua kelompok keluarga besar. Pada dua kelompok ini, sedikitnya satu anggota keluarga tersebut pernah berkunjung ke Hongkong dalam waktu satu minggu sebelum terjadi gejala-gejala penyakit. Sampai 77
Surjawidjaja
pertengahan April 2003, telah dilaporkan ada 101 kasus dengan 10 kematian. Kasus-kasus SARS yang dilaporkan dari Singapura hingga minggu ke tiga bulan April 2003 adalah 186 kasus dengan 16 kematian.(5) Ketika tim dari WHO pada awal bulan April 2003 melakukan penyelidikan di Cina, propinsi Guangdong, mereka menemukan adanya apa yang disebut sebagai super-spreaders, suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan individu dengan pneumonia atipikal (SARS) yang dianggap menyebarkan penyakit kepada sejumlah individu lain. Tidak diketahui apakah individu yang tergolong dalam super-spreader tersebut mensekresi bahan infektif dalam jumlah sangat besar atau apakah ada faktor-faktor tertentu lain, mungkin dari lingkungan, yang berperan dalam suatu fase perkembangan virus sehingga mampu memperbesar tingkat transmisi virus tersebut. Meskipun ada tanda-tanda positif bahwa kasus-kasus imported tidak menyebar lebih jauh, wabah yang terjadi di Cina, Hongkong, Kanada, Vietnam dan Singapura, telah menimbulkan banyak keprihatinan dan kekuatiran di mana-mana. DEFINISI KASUS Untuk memberikan gambaran epidemiologi SAR dan memantau penyebarannya perlu ditetapkan definisi dari kasus SARS. Survailens definisi kasus dilakukan berdasarkan data epidemiologi dan klinik yang tersedia. Definisi kasus merupakan pelengkap hasil pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosa yang tepat. WHO(6) menetapkan seseorang merupakan suspect case bila: i) setelah tanggal 1 November 2002 mengalami panas >38° C dan batuk-batuk (cough) atau kesulitan bernafas (breathing difficulty) dan 10 hari sebelum timbulnya gejalagejala mengalami satu atau lebih pemajanan (exposure) berikut yaitu close contact dengan seseorang yang merupakan suspect atau probable case dari SARS, riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS, tinggal di daerah yang terjangkit SARS, ii) seseorang yang menderita gangguan pernapasan akut yang tidak jelas (unexplained acute respiratory illness) dan meninggal setelah tanggal 1 November 2002, tetapi 78
SARS epidemi baru
tidak dilakukan pemeriksaan autopsi dan 10 hari sebelum timbulnya gejala-gejala mengalami satu atau lebih pemajanan (exposure) berikut yaitu close contact dengan seseorang yang merupakan suspect atau probable case dari SARS, riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS, tinggal di daerah yang terjangkit SARS. Seseorang merupakan probable case bila: i) suspect case dengan gambaran radiologi paru-paru (chest X-ray) menunjukkan infiltrat di kedua paru yang konsisten dengan pneumonia atau respiratory distress syndrome (RDS), ii) suspect case yang positif ditemukan coronavirus SARS, dan iii) suspect case dengan hasil pemeriksaan autopsi konsisten dengan kelainan patologi dari RDS tanpa causa yang jelas. Penderita dikeluarkan dari survailens SARS bila diagnosis alternatif sudah terbukti. Alasan untuk tetap menetapkan definisi kasus berdasarkan hasil pemeriksaan klinik dan epidemiologi karena pada saat ini belum tersedia uji laboratorium yang sahih dan konsisten untuk mendeteksi infeksi dengan coronavirus SARS. Tes antibodi masih belum positif setelah tiga minggu atau lebih dan masih belum diketahui secara pasti apakah setiap penderita memberikan respon antibodi. Pemeriksaan spesimen dan reagensi yang optimal untuk mendeteksi SARS masih belum diketahui secara pasti. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah tersedia uji diagnostik yang sahih untuk menetapkan diagnosis SARS. CORONAVIRUS Pada awal-awalnya, pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium yang tergabung dalam jaringan kerja WHO terhadap berbagai virus yang menyebabkan infeksi saluran napas mengarah pada 2 jenis famili virus yaitu paramyxovirus dan coronavirus. Karena itu, mereka kemudian mempersempit pemeriksaan laboratorium kepada kedua jenis virus tersebut dan sebagai hasilnya, dinyatakan bahwa secara konsisten coronavirus ditemukan pada hampir setiap spesimen dari penderita SARS yang diperiksa dari berbagai negara dan dapat diisolasi dari biakan-sel.(7-9) WHO dengan jejaring laboratorium-laboratorium di seluruh dunia, mengusulkan nama “Urbani Strain” untuk
J Kedokter Trisakti
coronavirus penyebab SARS ini, sebagai penghormatan terhadap Dr. Carlo Urbani, peneliti WHO yang untuk pertama kalinya memberi peringatan kepada dunia akan adanya SARS di Hanoi, Vietnam. Dr. Urbani meninggal karena penyakit SARS pada tanggal 29 Maret 2003 di Bangkok Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus yang besar, dan mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal). Genom RNA coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan merupakan genom yang terbesar di antara semua virus yang ada. Genom virus ini beruntai tunggal (single-stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid helikal yang fleksibel dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan membran intraseluler. Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang telah dikenali dan untuk setiap serogrup, virus diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya, dengan cara urutan (sekuens) nukleotidanya dan hubungannya masing-masing secara serologis. Secara alamiah, kebanyakan coronavirus menginfeksi satu jenis spesies saja atau beberapa spesies yang terkait erat. Replikasi virus in vivo dapat terjadi secara tersebar (disseminated) sehingga menyebabkan infeksi sistemik atau dapat terbatas pada beberapa tipe sel (seringkali sel epitel saluran pernapasan atau saluran cerna dan makrofag) dan menyebabkan infeksi lokal. Seperti halnya dengan kebanyakan virus-virus RNA, coronavirus memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar. Dengan melihat panjangnya genom dan frekuensi kesalahan polymerase RNA dari virusvirus lain, genom RNA coronavirus agaknya memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap replikasi RNA-nya. Analisis urutan (sekuens) nukleotida dari berbagai isolate coronavirus menunjukkan suatu variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi replikasi virus dan patogenesisnya. Contoh yang paling mencolok dalam hal mutasi dan secara biologis mempunyai arti penting adalah munculnya porcine respiratory coronavirus (PRCV) dari porcine transmissible gastroenteritis virus (TGEV).
Vol.22 No.2
TGEV menyebabkan infeksi enterik zoonotik pada babi. Pada awal tahun 1980-an, PRCV muncul di Eropa sebagai virus baru yang menyebar secara luas pada hewan babi, dengan menyebabkan penyakit saluran pernapasan epizootik yang berat.(10) Ada anggapan bahwa penyakit SARS yang disebabkan oleh coronavirus dan menyerang manusia merupakan keadaan di mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya dan juga pada manusia.(3)
Gambar 1. Model struktur coronavirus N = protein nukleokapsid M = glikoprotein membran S = glikoprotein tonjolan HE = glikoprotein (hanya pada beberapa coronavirus grup II) ASPEK KLINIS Sekitar 80 klinisi dari 13 negara berpartisipasi di dalam suatu diskusi elektronik yang diselenggarakan oleh WHO, untuk membahas mengenai berbagai aspek klinis dan terapi dari SARS. Diskusi ini terfokus pada presentasi klinis dari penyakit, perkembangan penyakit, indikator prognosis, kriteria pemulangan penderita dan pengobatan penderita. Para klinisi itu sepakat bahwa sekitar 10% penderita SARS mengalami kemunduran dan memerlukan bantuan pernapasan secara mekanis. Penderita-penderita dalam kelompok ini acapkali telah mempunyai penyakit 79
Surjawidjaja
lain yang mempersulit penanganannya dan mortalitas pada kelompok ini tinggi. Berdasarkan pengalaman para klinisi dengan penderita-penderita SARS, di ambil kesimpulan sebagai berikut: Masa inkubasi Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 27 hari, meskipun demikian, beberapa laporan menunjukkan bahwa masa inkubasi ini bisa lebih panjang sampai 10 hari. Setelah periode ini timbullah gejala-gejala. Gejala klinis Tampilan klinis penyakit ini secara relatif konsisten untuk semua penderita di semua negara yang terkena. Gejala prodromal berupa demam tinggi mendadak, yang pada umumnya diikuti oleh sakit otot (mialgia), menggigil, tidak ada nafsu makan, diare dan batuk kering (batuk nonproduktif). Gejala lain seperti sakit kepala tidak jarang dijumpai. Pada masa prodromal ini, beberapa penderita menunjukkan gejala pernapasan yang ringan. Setelah 3-7 hari, suatu fase gangguan saluran pernapasan bagian bawah mulai tampak dengan adanya batuk kering, non-produktif, dan sesak napas (dyspnea), yang dapat diikuti dengan keadaan hipoksemia. Gambaran darah Pada waktu permulaan penyakit, jumlah absolut limfosit seringkali menurun. Secara keseluruhan, jumlah leukosit normal atau sedikit menurun. Pada puncak kelainan yang mengenai paru, sekitar 50% dari penderita-penderita menunjukkan adanya leukopenia dan trombositopenia (50.000-150.000/mL). Fase respiratorik juga diikuti dengan peningkatan kadar kreatin fosfokinase (sampai setinggi 3.000 IU/L) dan hepatik transaminase (26 kali lebih tinggi dari normal). Umumnya fungsi ginjal tetap normal. Gambaran radiologis Gambaran radiologis paru pada fase prodromal dan masa perjalanan penyakit mungkin tidak menunjukkan kelainan (normal). Namun, pada sejumlah besar penderita, dijumpai kelainan gambaran radiologis paru yang karakteristik, 80
SARS epidemi baru
seringkali terjadi pada 3-4 hari setelah timbulnya gejala penyakit. Fase respiratorik ini disifati oleh adanya infiltrat interstisial lokal yang kemudian berkembang menjadi infiltrat interstisial umum. Secara radiologis tampak daerah-daerah paru yang berawan. Beberapa gambar radiologis dari penderita SARS stadium lanjut juga memperlihatkan daerahdaerah paru yang mengalami konsolidasi. Prognosis Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita SARS dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita (80-90%) menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke6 atau 7, (ii) pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom gangguan paru akut yang berat sehingga membutuhkan bantuan pernapasan mekanis. Walaupun angka kematian pada kelompok kedua ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita yang dapat bertahan dengan ventilator mekanis untuk beberapa waktu yang lama. Kematian pada kelompok ini seringkali berhubungan dengan adanya penyakitpenyakit lain yang diderita penderita tersebut (faktor ko-morbid). Umumnya, pada penderita-penderita yang berusia di atas 40 tahun dengan penyakit lain, SARS lebih sering berkembang menjadi penyakit yang berat. LABORATORIUM Pada pertengahan bulan Maret 2003, WHO menetapkan suatu jejaring (network) global yang meliputi 11 laboratorium terkemuka di seluruh dunia sebagai upaya untuk meneliti tentang identifikasi dari kausa SARS. Laboratorium tersebut dipilih berdasarkan 3 kriteria, yaitu: mempunyai kemampuan ilmiahnya yang menonjol, memiliki fasilitas biosafety level III, dan dapat menyumbangkan perangkat uji (battery of tests) dan eksperimen yang diperlukan untuk dapat memenuhi postulat Koch dalam mengidentifikasi suatu penyakit. Jejaring ini dibentuk dengan menggunakan model dari network untuk influenza dengan suatu penekanan penting, yaitu model dan sistem yang ditetapkan untuk sebuah keadaan darurat kesehatan
J Kedokter Trisakti
dapat dengan cepat disesuaikan untuk kepentingan keadaan lainnya. Kerjasama antar laboratorium dari berbagai pusat ini sangat luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Teknik-teknik laboratorium yang selama ini umumnya sangat dirahasiakan oleh masing-masing laboratorium serta sifat kompetitif di antara mereka, tidak lagi berlaku. Anggota jejaring ini saling berbagi informasi dan materi, seperti misalnya gambar- gambar mikroskop elektron dari virus, sekuens materi genetik untuk identifikasi dan karakteristik virus, deskripsi eksperimen serta hasil-hasilnya. Pertukaran berbagai bahan pemeriksaan (sampel) dari penderita atau bahan post-mortem untuk analisis laboratorium acapkali terjadi. Kolaborasi ini telah memberikan hasil dalam identifikasi mikroorganisme yang disangka menjadi penyebab penyakit SARS dan menyumbangkan 3 jenis tes diagnostik laboratorium dalam waktu yang sangat singkat. Kecuali dari sputum, para peneliti dalam grup jejaring itu juga menemukan bahwa virus penyebab SARS dapat pula di isolasi dari plasma dan faeces.(7) Di dalam plasma, virus ditemukan pada masa akut dalam konsentrasi yang amat rendah, sedangkan di feses dijumpai pada fase konvalesen.(7) TES DIAGNOSTIK Kemampuan untuk mendeteksi seseorang yang terinfeksi virus SARS pada stadium dini merupakan ukuran penting dari suatu alat uji. Deteksi dini dan keterandalan dalam deteksi virus SARS dari suatu bahan pemeriksaan akan sangat membantu petugaspetugas kesehatan dalam menentukan penderita mana yang menampilkan gejala-gejala demam, dan lain-lain yang mengarah ke SARS adalah benarbenar penderita SARS. Dengan demikian dengan cepat penderita tersebut dapat diambil tindakantindakan yang sesuai seperti misalnya isolasi penderita dan upaya-upaya lain yang sejalan dengan prosedur pengendalian penyakit infeksi. Perkembangan tes-tes diagnostik untuk SARS ternyata merupakan masalah yang lebih besar dibandingkan dengan apa yang diharapkan. Para peneliti yang tergabung dalam jejaring kerja sama laboratorium WHO berusaha keras untuk mengembangkan tes-tes yang dapat digunakan untuk diagnosis SARS. Pada saat ini, ada 3 tes yang
Vol.22 No.2
umumnya digunakan di laboratorium untuk mendeteksi SARS, yaitu: (i) tes antibodi dengan enzyme liked immunosorbent assay (ELISA), (ii) tes antibodi dengan immunofluorescence assay (IFA), dan (iii) metode polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi virus. Tes ELISA adalah tes yang menguji adanya antibodi terhadap SARS. Tes ini dilaporkan baru pada hari ke-20 setelah timbulnya gejala klinis memberi hasil positif, oleh karena itu tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kasus-kasus pada stadium dini sebelum mereka mempunyai kesempatan untuk menyebarkan penyakit ke orang lain. Tes IFA juga merupakan tes yang mendeteksi adanya antibodi. Tes ini juga relatif lambat. PCR yang merupakan suatu tes molekuler untuk mendeteksi materi genetik dari virus SARS sangat bermanfaat dalam mendeteksi infeksi stadium dini, namun tes ini masih banyak memberikan hasil negatif palsu sehingga dapat memberikan perasaan aman yang keliru karena dengan hasil negatif itu. Ada anggapan bahwa individu atau penderita yang bersangkutan tidak menderita SARS sehingga terjadi penyebaran penyakit tanpa dapat dikendalikan. Tetapi akhirakhir ini, para peneliti di laboratorium yang bekerja sama dengan WHO merasa optimis dapat mengembangkan tes PCR menjadi tes yang lebih dapat diandalkan dan dipercaya. Di antaranya adalah laboratorium dari Bernhard-Nocht for Tropical Medicine di Hamburg yang membuat suatu perangkat tes (kit) dengan sistem uji mutu (quality control) yang terkandung di dalam perangkat tersebut.(11) PENATALAKSANAAN SARS Status penderita sangat berperan terhadap penatalaksaan yang akan diberikan. Pada suspect dan probable cases tindakan yang dilakukan adalah:(12) i) isolasi penderita di Rumah Sakit, ii) pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk menyingkirkan pneumonia yang atipikal, iii) pemeriksaan hitung lekosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati, ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera), iii) saat dirawat berikan antibiotika untuk pengobatan pneumonia akibat 81
Surjawidjaja
lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk penumonia atipikal, iv) pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa streoid, dan v) perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya aerolization seperti nebuliser dengan bronkodilator, bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan. Berbagai upaya pengobatan dengan antibiotika telah di coba pada penderitapenderita SARS. Oseltamivir secara oral bersamasama dengan antibiotika berspektrum luas dan ribavirin intravena dalam dosis yang di rekomendasikan, juga memberikan hasil yang kurang meyakinkan.(7) Pada saat ini, penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi ikutan. KESIMPULAN Jumlah kasus dan kematian SARS semakin hari semakin meningkat, walaupun di beberapa negara seperti Kanada, Vietnam, dan Singapura sudah mencapai puncaknya. Pembuatan vaksin yang efektif masih memerlukan waktu yang tidak sedikit sekitar 2-3 tahun lagi. Strategi yang diperlukan saat ini disamping pengobatan adalah upaya pencegahan. Untuk mencegah penyebaran SARS ke negara-negara maju para pekerja asing di negaranegara yang terkena SARS dianjurkan untuk tidak kembali ke tanah airnya. Semoga dengan upaya pencegahan yang semakin baik epidemi SARS tidak akan berkembang menjadi suatu pandemi. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
82
World Health Organization. WHO issues global alert about cases of atypical pneumonia: cases of severity respiratory ilness may spread to hospital staff. Geneva: World Health Organization; 2003. Available from URL: http://www.who.int/ mediacentre/release/2003/pr22/en/print.html. Accessed April 11, 2003. World Health Organization. Severe acute respiratory syndrome (SARS). Wkly Epidemiol Rec 2003; 78: 81-3. Poutanen SM, Low DE, Henry B, Finkelkstein S,
SARS epidemi baru
Rose D, Green K, et al. 2003. Identification of severe acute respiratory syndrome in Canada. N Engl J Med 348. Available from URL: http:// www.nejm.org. Accessed April 10, 2003. 4. World Health Organization. Cumulative number of reported probable cases of severe acute respiratory syndrome (SARS). Geneva: World Health Organization; 2003. Available from URL: http://www.who.int/csr/sarscountry/2003_5_03/ en/print.html. Accessed May 4, 2003. 5. World Health Organization. Coronavirus never before seen in humans is the cause of SARS. Geneva: World Health Organization;.2003. Avaiable from URL: http://www.who.int/ mediacentre/release/2003/pr31/print.html. Accessed April 30, 2003. 6. World Health Organization. Case definitions for surveillance of severe acute respiratory syndrome (SARS). Geneva: World Health Organization. Available from URL: http://www.who.int/csr/sars/ casedefinition/en/print.html. Accessed April 29, 2003. 7. Ksiazek TG, Erdman D, Goldsmith C, Zaki SR, Peret T, Emergy S, et al. A novel coronavirus associated with severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med 2003; 348. Available from URL: http://www.nejm.org. Accessed April 30, 2003. 8. Drosten C, Gunther S, Preiser W, van der Werf S, Brodt H-R, Becker S, et al. Identification of a novel coronavirus in patients with severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med 2003; 348. Available from URL: http://www.nejm.org. Accessed April 30, 2003. 9. Peiris JSM, Lai ST, Poon LLM, Guan Y, Yam LYC, Lim W et al. Coronavirus as a possible cause of severe acute respiratory syndrome. Lancet 2003;361:13139-25. 10. Laude H, van Reeth K, Pensaert M. Porcine respiratory coronavirus: molecular features and virus-host interaction. Vet Res 1993;24: 125-50. 11. World Health Organization. 2003. Status of diagnostic test, significance of “super-spreaders”, situation in China. Communicable Disease Surveillance and Response. Available from URL: http://www.who.int/csr/sars/en/print.html. Accessed April 17, 2003 12. World Health Organization. Management of severe acute respiratory syndrome (SARS). Geneva: World Health Organization; 2003. Available from URL: http://www.who.int/csr/sars/ management/en/print.html. Accessed May 1, 2003.